Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki tingkat
seismisitas cukup tinggi. Hal ini dikarenakan Indonesia berada pada pertemuan 3
lempeng tektonik utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan dan Barat,
lempeng Eurasia di bagian Utara, dan lempeng Pasifik di bagian Timur. Lempeng-
lempeng tersebut saling bergerak terhadap satu sama lain. Zona pertemuan lempeng
Indo-Australia yang bergerak relatif ke Utara dengan lempeng Eurasia yang relatif
bergerak ke selatan menyebabkan munculnya zona subduksi, zona subduksi ini
diperkirakan memiliki pengaruh terhadap berbagai sistem sesar yang terbentang
dari Pulau Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara hingga kepulauan Maluku.
Sesar-sesar di pulau Jawa termasuk dalam sesar yang sangat aktif. Sehingga
tidak heran apabila sering terjadi gempa bumi di wilayah yang terdapat sesar aktif.
Gempa bumi yang terjadi akibat sesar aktif dapat menimbulkan kerusakan
dipermukaan bumi. Seperti yang terjadi di wilayah Banjarnegara, Jawa Tengah
pada tanggal 18 April 2018, pukul 13:28:35 WIB atau 06:28:35 UTC, dengan
Magnitudo 4.4 SR. Berdasarkan parameter gempa bumi dari BMKG, episenter
gempa bumi berada pada posisi 7.21°LS dan 109.65°BT dengan kedalaman 4 km.
Berdasarkan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, tampak bahwa gempa
ini merupakan gempa dangkal akibat aktivitas sesar lokal, dengan mekanisme
kombinasi pergerakan mendatar dan naik (Oblique Thrust Fault). Gempa bumi
tersebut menyebabkan beberapa orang luka-luka dan puluhan rumah mengalami
kerusakan. (Press Release BMKG, 2018).
Pada tanggal 11 Oktober 2018 telah terjadi gempa bumi pada pukul
01:44:56 WIB dengan episenter berada pada koordinat 7.46 LS dan 114.44 BT,
atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 56 km arah timur laut Kota Situbondo,
Kabupaten Situbondo, Provinsi Jawa Timur, pada kedalaman 12 km. dengan
Magnitudo 6.0 SR. Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman
hiposenternya, tampak bahwa gempa yang terjadi merupakan jenis gempa dangkal
akibat aktivitas sesar lokal di dasar Laut. Adapun hasil analisis mekanisme sumber
gempa menunjukkan bahwa gempa ini, dibangkitkan oleh adanya deformasi batuan
kerak dangkal dengan mekanisme pergerakan naik (thrust fault). Gempa bumi ini
juga dilaporkan dirasakan kuat oleh masyarakat sekitar wilayah Pulau Madura,
Jawa Timur dan Pulau Bali dan menyebabkan beberapa kerusakan bangunan di
beberapa wilayah. (Press Release BMKG, 2018).
Menurut McCaffrey (2009), sesar di sekitar Sumatra dan Jawa berdasarkan
sejarahnya dapat menyebabkan gempa bumi yang merusak. Untuk
meminimalisirkan kerusakan yang diakibatkan dari gempa bumi maka perlu
mengetahui karakteristik sumber gempa bumi. Pemahaman terhadap karakteristik
sesar yang mengakibatkan gempa bumi digunakan untuk mengetahui karakteristik
sumber gempa bumi dan penyebab gempa bumi itu sendiri. Pemahaman
karakteristik tersebut akan dapat lebih mudah dipelajari dengan pemodelan momen
tensor. (Lay dan Wallace, 1995) Dalam memodelkan momen tensor dapat
dilakukan dengan menggunakan metode inversi yang memanfaatkan waveform
dengan 3 komponen. (Sokos dan Zahradnick, 2008)
Gelombang seismik merambat dari sumber gempa bumi menuju stasiun
pencatat dalam ruang tiga dimensi, maka penentuan momen tensor gempa bumi
menggunkan fungsi green yang juga harus dalam 3 komponen. Dalam
mengestimasi parameter sumber gempa bumi utama menggunakan gelombang
permukaan. Selanjutnya dalam melakukan analisis data.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Fungsi Green dan Momen Tensor


Gempa bumi disebabkan adanya gerakan suatu sesar dengan karakter gerak
tertentu. Model gerak sesar dan karakter sesar penyebab gempa bumi dapat
diketahui berdasarkan momen tensor gempa bumi. Momen tensor ini digunakan
untuk menggambarkan arah gaya penyebab gempa bumi. Berdasarkan persamaan
dari suku fungsi Green:

u(x) = ∫ G (x, x ′ ) f (x ′ ) dx′
−∞

maka komponen rekaman seismik dari sebuah titik sumber dapat dinyatakan
sebagai berikut:
6

𝑈𝑘 (𝑥, 𝑡) = ∑ 𝐺𝑘𝑖 (𝑥, 𝑥𝑠 , 𝑡) ∗ 𝑓𝑖 𝑡


𝑖=1

Keterangan:
𝑈𝑘 = rekaman pergeseran pada komponen ke-k
𝑥 = posisi reciever
𝑥𝑠 = posisi sumber gempa
𝐺𝑘𝑖 = fungsi Green
𝑓𝑖 (𝑡) = menyatakan 6 komponen momen tensor dasar independen.

Momen tensor-momen tensor menggambarkan kekuatan dari kopel gaya


dari gempa dapat ditulis dalam bentuk:

𝑀11 𝑀12 𝑀13 𝑀𝑋𝑋 𝑀𝑋𝑌 𝑀𝑋𝑍


𝑀𝑖𝑗 = [𝑀21 𝑀22 𝑀23 ] = [𝑀𝑌𝑋 𝑀𝑌𝑌 𝑀𝑌𝑍 ]
𝑀31 𝑀32 𝑀33 𝑀𝑍𝑋 𝑀𝑌𝑍 𝑀𝑍𝑍
Kesembilan komponen momen tensor tersebut dinyatakan dalam gambar
sebagai berikut:

Gambar 1. Pasangan Gaya dari Komponen Momen tensor.

Gaya yang bergerak ke arah i terhadap j disimbolkan dalam 𝑀𝑖𝑗 yang


merupakan komponen momen tensor. Sifat momen tesor ini simetris, karena 𝑀𝑖𝑗
sama dengan 𝑀𝑗𝑖 . Nilai komponen 𝑀𝑖𝑗 tersebut dapat digunakan untuk mengetahui
parameter strike (φ), dip (δ) dan rake (λ) penyebab gempa bumi. Karena 𝑀𝑗𝑖 = 𝑀𝑖𝑗 ,
maka dari 9 momen tensor hanya tinggal 6 momen tensor independen. Hubungan
momen tensor dengan strike (φ), dip (δ) dan rake (λ) dinyatakan dalam persamaan
berikut:

𝑀11 = 𝑀𝑥𝑥 = − 𝑀0 (sin δ cos λ sin 2φ + sin 2δ cos λ sin 2φ)


𝑀12 = 𝑀𝑥𝑦 = 𝑀0 (sin δ cos λ cos 2φ + 0.5 sin 2δ cos λ sin 2φ) = 𝑀21 = 𝑀𝑦𝑥
𝑀13 = 𝑀𝑥𝑧 = − 𝑀0 (cos δ cos λ cos φ + cos 2δ sin λ sin φ) = 𝑀31 = 𝑀𝑧𝑥
𝑀22 = 𝑀𝑦𝑦 = 𝑀0 (sin δ cos λ sin 2φ − sin 2δ sin λ cos 2φ)
𝑀23 = 𝑀𝑦𝑧 = − 𝑀0 (cos δ cos λ sin φ − cos 2δ sin λ cos φ) = 𝑀32 = 𝑀𝑥𝑦
𝑀33 = 𝑀𝑧𝑧 = − (𝑀11 + 𝑀22 ) = 𝑀0 (sin 2δ sin λ)

Selanjutnya, momen tensor ini dapat digunakan untuk mengukur kekuatan


gempa bumi dengan menggunakan parameter momen seismik (𝑀0 ).
1
1 2 2
𝑀𝑖𝑗 = √2
[∑𝑖𝑗 𝑀𝑖𝑗 ]
Focal sphere digunakan untuk menampilkan mekanisme fokus, dimana
belahan bumi rendah diplot dan kuadran kompresi dibuat berbayang menghasilkan
diagram bola (beach ball).

2.2 Mekanisme Fokus


Mekanisme fokus (focal mechanism) atau mekanisme sumber gempa adalah
istilah yang digunakan untuk menerangkan sifat penjalaran energi gempa bumi
yang berpusat di hiposenter atau fokus gempa bumi. Sesar sering dianggap sebagai
mekanisme penjalaran energi gelombang elastis pada fokus tersebut, oleh sebab itu
dengan memperoleh arah gerakan sesar dan arah bidang sesar maka dapat dianalisa
solusi mekanisme gempa bumi tersebut.

2.2.1 Sesar
Patahan atau sesar merupakan struktur rekahan yang telah mengalami
pergeseran. Gempa bumi sangat dipengaruhi oleh pergerakan batuan dan
lempeng pada suatu sesar. Arah pergerakan yang terjadi di sepanjang
permukaan suatu sesar dikenal sebagai bidang sesar. Apabila bidang
sesarnya tidak tegak, maka batuan yang terletak di atasnya dikenal sebagai
dinding gantung (hanging wall), sedangkan bagian bawahnya dikenal
sebagai dinding kaki (footwall).

Gambar 2. Struktur patahan atau sesar secara umum.


Sesar dapat dibagi kedalam bebarapa jenis sesar yang bergantung pada
arah pergeserannya. Selama sesar dianggap sebagai suatu bidang datar,
maka konsep kemiringan dari suatu sesar dapat diukur dan ditentukan.
Berikut ini jenis-jenis sesar:
a. Sesar naik (reverse fault atau thrust fault) yakni apabila hangging
wall pada sesar tersebut relatif naik terhadap foot wall.
b. Sesar turun (normal fault) merupakan sesar di mana hanging wall
relatif turun terhadap foot wall.
c. Sesar mendatar (strike slip fault) yaitu sesar dengan arah gerakan
bergerak mendatar relatif satu sama lain.
d. Kombinasi antara sesar mendatar dengan sesar naik atau yang sering
disebut dengan oblique fault.

Sesar tersebut juga dapat diidentifikasi dengan menggunakan diagram


bola (beach ball). Mekanisme fokus ini didapatkan berdasarkan solusi dari
momen tensor. Pola energi radiasi selama gempa bumi dengan satu arah
gerakan pada suatu bidang patahan dapat dimodelkan sebagai pasangan
ganda, yang digambarkan secara matematis. Hal penting dalam
menentukan diagram (beach ball) tersebut ialah salah satu dari bidang
merupakan arah sesar gempa.

Gambar 3. Diagram beach ball.


2.2.2 Geometri Sesar
Seperti yang sebelumnya telah dijelaskan, sesar atau patahan
didefinisikan sebagai retakan pada kerak bumi yang memiliki perpindahan
relatif pada dua sisinya. Orientasi bidang patahan ditentukan oleh
parameter bidang patahan tersebut. Parameternya antara lain yakni strike,
dip, dan rake.
a. Strike (φ) adalah sudut yang dibentuk oleh jurus sesar dengan arah
Utara. Strike diukur dari arah utara ke arah timur searah dengan
jarum jam hingga jurus patahan (0o < φ < 360o).
b. Dip (δ) adalah sudut yang dibentuk oleh bidang sesar dengan bidang
horizontal dan diukur pada bidang vertikal dengan arahnya tegak
lurus jurus patahan (0o < δ < 360o).
c. Rake (λ) merupakan sudut yang dibentuk arah slip dan jurus patahan.
Rake berharga positif pada patahan naik (thrust fault) dan negatif
pada patahan turun (-180o < λ < 180o).

Gambar 4. Geometri patahan atau sesar.


BAB III
ANALISA DATA

3.1 Analisa Data Gempa Banjarnegara, 18 April 2018


Pada gempa bumi yang terjadi di wilayah Banjarnegara, Jawa Tengah pada
tanggal 18 April 2018, digunakan data waveform observasi yang berasal dari
beberapa stasiun pengamatan yang berada di sekitar Pulau Jawa. Data stasiun
pengamatan yang digunakan yaitu : CTJ, KPJ, SMR, UGM, CMJ, JCJ, UWJ, dan
BBJ.

Gambar 5. Fitting gelombang observasi dan gelombang sintetik

Perbandingan antara waveform observasi dan waveform sintetis


diperlihatkan oleh gambar 5. Hasil terbaik untuk melakukan interpretasi sumber
dengan menggunakan korelasi waveform observasi dan waveform sintetik.
Waveform berwarna hitam merupakan waveform dari observasi, sedangkan
waveform berwarna merah merupakan wafeform sintetik. Pada hasil fitting
diperoleh jika stasiun yang memiliki hasil fitting terbaik berada pada stasiun UGM
dengan korelasi 0.69. Beberapa stasiun memiliki korelasi yang kecil hal ini
dikarenakan frekuensi waveform yang sangat kecil sehingga belum mampu
memetakan origin time dan arrival time secara akurat. Frekuensi yang digunakan
pada proses inversi ini dengan rentang 0.07 – 0.1 Hz.

Gambar 6. Peta hasil plotting mekanisme sumber gempa Banjarnegara 18 April 2018

Pada gempa Banjarnegara, diperoleh mekanisme sumbernya adalah patahan


oblique dengan dominan naik. Hasil plotting tersebut merupakan hasil parameter
inversi gelombang dari solusi momen tensor. Diperoleh juga parameter gempa
Banjarnegara pada tanggal 18 April 2018 dengan Magnitudo 4.4 SR yang memiliki
strike 72o, dip 18o, dan rake 40o pada bidang nodal 1 serta strike 303o, dip 78o, dan
rake 104o pada bidang nodal 2. Gempa bumi ini memiliki lokasi centroid dengan
lintang 7.21o LS dan bujur 109.64o BT, dengan Magnitudo Moment (Mw) 4.046,
DC = 96.7 dan CLVD = 3.3.
Gambar 7. Hasil pemodelan sumber gempa bumi Banjarnegara 18 April 2018, 4.4 SR.

3.2 Analisa Data Gempa Situbondo – Jawa Timur, 18 Oktober 2018


Data gempa bumi yang terjadi di laut dengan jarak 56 km arah timur laut
Situbondo, Jawa Timur pada tanggal 18 Oktober 2018 diambil dari 11 stasiun
pengamatan yang berada di sekitar episenter gemba bumi tersebut, yaitu ABJI,
KMMI, JAGI, RTBI, KLMI, GRJI, TBJI, SWJI, PWJI dan NGJI.
Gambar 8. Fitting gelombang observasi dan gelombang sintetik dalam seismogram
3 komponen.

Perbandingan antara waveform observasi dan waveform sintetis


diperlihatkan oleh gambar 8. Hasil terbaik untuk melakukan interpretasi sumber
dengan menggunakan korelasi waveform observasi dan waveform sintetik.
Waveform berwarna hitam merupakan waveform dari observasi, sedangkan
waveform berwarna merah merupakan waveform sintetik. Pada hasil fitting
waveform diperoleh jika stasiun yang memiliki hasil fitting terbaik berada pada
stasiun ABJI dengan korelasi nilai variansi reduksi sebesar 0.67 (67%). Beberapa
stasiun memiliki korelasi yang kecil hal ini dikarenakan frekuensi waveform yang
sangat kecil sehingga belum mampu memetakan origin time dan arrival time secara
akurat. Frekuensi yang digunakan pada proses inversi ini adalah dengan rentang
0.045 – 0.09 Hz.
Gambar 9. Peta hasil plotting mekanisme sumber gempa bumi Situbondo – Jawa Timur
18 Oktober 2018

Pada gempa bumi Situbondo – Jawa Timur diperoleh parameter mekanisme


sumbernya adalah patahan naik (thrust fault). Hasil plotting tersebut merupakan
hasil parameter inversi gelombang dari solusi momen tensor. Diperoleh juga
parameter gempa Situbondo – Jawa Timur pada tanggal 18 Oktober 2018 dengan
Magnitudo 6.0 SR memiliki strike 290o, dip 51o, dan rake 79o pada bidang nodal 1
serta strike 127o, dip 40o, dan rake 104o pada bidang nodal 2. Gempa bumi ini
memiliki lokasi centroid dengan lintang 7.49o LS, bujur 114.45o BT, kedalaman
10.5 km dengan Magnitudo Moment (Mw) 6.039, DC = 97.3 dan CLVD = 2.7.
Gambar 10. Hasil pemodelan sumber gempa bumi Situbondo – Jawa Timur 18
Oktober 2018, 6.0 SR.
KESIMPULAN

Analisa data gempa melalui inversi waveform tiga komponen dilakukan


dengan menggunakan software ISOLA yang bertujuan untuk mengestimasi CMT
dan pola Bidang Patahan (Fault Plane) gempabumi. Analisa dilakukan pada 3 data
gempa di daerah Jawa Barat pada tahun 2010 yang diperoleh dari IA dan Geofon.
Hasil analisis ini diketahui bahwa: Gempa tanggal 10 Januari 2010, M33 = -0.028,
M11 = -0.034, M22 = 0.062, M31 = -0.019, M32 = -0.09, M12 = 0.082 sedangkan
Gempa tanggal 18 Mei 2010, M33 = -0.449, M11 =0.148, M22 = 0.597, M31 = -
0.445, M32 = 0.574, M12 = 0.728. Secara berurutan, pola bidang patahan pada
masing-masing event gempa adalah sesar mendatar dan oblique normal fault.
Selanjutnya perlu dilakukan penelitian lanjutan dalam dimensi yang lebih luas dan
anggaran yang lebih banyak, sebagai langkah untuk memetakan seluruh daerah-
daerah di Indonesia yang memiliki potensi terhadap gempa bumi. Hal ini
dimaksudkan agar masyarakat menyadari akan pentingnya pengetahuan terhadap
wilayah-wilayah di Indonesia yang berpotensi terjadi gempa bumi, sehingga
nantinya akibat kegempaan dapat diantisipasi.
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, Fathul. 2017. Estimasi Momen Tensor dan Pola Bidang Sesar Amerika
Serikat Pada Tahun 2016-2017 dengan Inversi Waveform Tiga Komponen
dengan Program Isola. Surabaya: ITS.
Setyowidodo, Irwan., dan Fur’qon Pamungkas. 2015. “Inversi Waveform Tiga
Komponen Gempabumi Tanggal 10 Januari 2010 dan 18 Mei 2010 untuk
Menentukan Pola Bidang Patahan yang Berkembang di Pulau Jawa Melalui
Analisis Momen Tensor”. ISSN.2355-7249. Vol. 02, Nomor 02, Oktober
2015.

Anda mungkin juga menyukai