LP Hiv Dengan Ileus
LP Hiv Dengan Ileus
A. Pengertian
1. AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome.
Acquired artinya di dapat, jadi bukan merupakan penyakit keturunan.
Immuno berarti sistem kekebalan tubuh. Deficiency artinya kekurangan,
sedangkan Syndrome adalah kumpulan gejala. AIDS adalah sekumpulan
gejala yang didapatkan dari penurunan kekebalan tubuh akibat kerusakan
system imun yang disebabkan oleh infeksi HIV. (Nursalam, 2011).
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus golongan
Rubonucleat Acid (RNA) yang spesifik menyerang system kekebalan
tubuh/imunitas manusia dan menyebabkan acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS) (Titik Nuraeni, 2011).
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune
Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi yang
timbul karena rusaknya system kekebalan tubuh manusia akibat infeksi
virus HIV (Sudikno, 2011).
Kesimpulan dari beberapa definisi diatas adalah HIV/AIDS adalah suatu
syndrom atau kumpulan tanda dan gejala yang terjadi akibat penurunan
dan kekebalan tubuh yang didapat atau tertular/terinfeksi virus HIV.
2. Ileus Obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi
usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut maupun kronik,
partial atau total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat
karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian besar dari obstruksi
mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan
gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat
bila penderita ingin tetap hidup.
Ada dua tipe obstruksi yaitu:
a. Mekanis (ileus obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh
peristaltic. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata
atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intususepsi,
tumor polipoid dan neoplasma stenosis.
b. Neurogenik/fungsional (ileus paralitik)
Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis
dan peristaltic usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi
sepanjang usus. Contohnya amyloidosis, distropi otot, gangguan endokrin
seperti DM.
D. Manifestasi Klinik
1. Obstruksi usus halus
a. Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen sekitar umbilicus atau
bagian epigastrium yang cenderung bertambah berat sejalan dengan
beratnya obstruksi yang bersifat intermitten (hilang timbul). Jika
obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus
(jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat
konstan/menetap.
b. Klien dapat mengeluarkan darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal
dan tidak terdapat flatus.
c. Umumnya gejala obstruksi usus berupa konstipasi yang berakhir pada
distensi abdomen, tetapi pada klien dengan obstruksi partial bisa
mengalami diare.
d. Pada obstruksi komplit, gelombang peristaltic pada awalnya menjadi
sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kearah
mulut.
e. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi.
Semakin ke bawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi,
semakin jelas adanya distensi abdomen.
f. Jika obstruksi usus berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi
syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma,
dengan manifestasi klinis takikardi dan hipotensi, suhu tubuh biasanya
normal tetapi kadang-kadang dapat meningkat. Demam menunjukkan
adanya obstruksi strangulate.
g. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi dan
peristaltic meningkat. Pada tahap lanjut dimana obstruksi terus
berlanjut, peristaltic akan melemah dan hilang. Adanya feses
bercampur darah pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai
adanya keganasan dan intususepsi.
2. Obstruksi usus besar
a. Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan
obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.
b. Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada
klien dengan obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat
menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari.
c. Akhirnya abdomen menjadi sangan distensi, loop dari usus besar
menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen.
d. Klien mengalami kram akibat nyeri abdomen bawah.
e.
E. Patofisiologi
Obstruksi mekanik pada usus berhubungan dengan perubahan fungsi
dari usus, dimana terjadi peningkatan tekanan intraluminal. Bila terjadi
obstruksi maka bagian proksimal dari usus mengalami distensi dan berisi gas,
cairan dan elektrolit. Bila terjadi peningkatan tekanan intraluminal,
hipersekresi akan meningkat pada saat kemampuan absorbsi usus menurun,
sehingga terjadi kehilangan volume sistemik yang besar dan progresif.
Awalnya, peristaltic pada bagian proksimal usus meningkat untuk melawan
adanya hambatan. Peristaltic yang terus berlanjut menyebabkan aktivitasnya
pecah, dimana frekuensinya tergantung pada lokasi obstruksi. Bila obstruksi
terus berlanjut dan terjadi peningkatan tekanan intraluminal, maka bagian dari
proksimal dari usus tidak akan berkontraksi dengan baik dan bising usus
menjadi tidak teratur dan hilang. Peningkatan tekanan intraluminal dan
adanya distensi menyebabkan gangguan vaskuler terutama statis vena.
Dinding usus menjadi udem dan terjadi translokasi bakteri ke pembuluh
darah. Produksi toksin yang disebabkan oleh adanya translokasi bakteri
menyebabkan timbulnya gejala sistemik. Efek local peregangan usus akibat
udem usus adalah anoksia, iskemik pada jaringan yang terlokalisir, nekrosis
disertai absorbsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan
sirkulasi sistemik.
Pada obstruksi mekanik sederhana, hambatan pasase muncul tanpa
disertai gangguan vaskuler dan neurologic. Makanan dan cairan yang tertelan,
sekresi usus dan udara akan terkumpul dalam jumlah yang banyak jika
obstruksinya komplit. Bagian proksimal dari usus mengalami distensi dan
bagian distalnya kolaps. Fungsi sekresi dan absorbsi membrane mukosa usus
menurun dan dinding usus menjadi edema dan kongesti. Distensi intestinal
yang berat dengan sendirinya secara terus menerus dan progresif akan
mengganggu peristaltic dan fungsi sekresi mukosa serta meningkatkan risiko
terjadinya dehidrasi, iskemik, nekrosis, perforasi, peritonitis dan kematian.
Pada obstruksi strangulate, biasanya berawal dari obstruksi vena, yang
kemudian diikuti oleh oklusi arteri, menyebabkan iskemik yang cepat pada
dinding usus. Usus menjadi udem dan nekrosis, memacu menjadi gangrene
dan perforasi.
F. PATWAY
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang
abnormal.
2. Pemeriksaan foto polos abdomen
Dilatasi lengkung usus halus disertai adanya batas antara air dan udara
atau gas (air fluid level) yang membentuk pola bagaikan tangga, terutama
pada obstruksi bagian distal. Pada kolon jika terjadi strangulasi dan
nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya mukosa yang
regular dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto toraks
tegak menunjukkan adanya perforasi usus.
3. Pemeriksaan CT scan
Dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai adanya
strangulasi. CT scan akan menunjukkan secara lebih teliti adanya kelainan
pada dinding usus (obstruksi komlit, abses, keganasan), kelainan pada
mesenterikus dan peritoneum.
4. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema
Bermanfaat jika suatu obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada
pemeriksaan foto polos abdomen. Pada anak-anak dengan intususepsi ,
pemeriksaan ini bukan hanya sebagai diagnostic tetapi juga mungkin
sebagai terapi.
5. Pemeriksaan USG
Memberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi.
6. Pemeriksaan MRI (Magnetik Resonansi Imaging)
Untuk mengevaluasi iskemia mesenteric kronis
7. Pemeriksaan angiografi
Angiografi mesenteric superior telah digunakan untuk mendiagnosis
adanya herniasi internal, intususepsi, volvulus, malrotation dan adhesi.
H. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan
elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan
kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan
obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
1. Penatalaksanaan pada obstruksi usus halus
a. Dekompresi pada usus melalui usus halus atau nasogastric bermanfaat
mencegah muntah, mengurangi aspirasi dan mencegah distensi
abdomen. Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi
yang terjadi memerlukan tindakan pembedahan. Terapi intravena
diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit (natrium,
klorida dan kalium), serta pemberian antibiotic persiapan sebelum
pembedahan.
b. Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung
penyebabnya, paling umum seperti hernia dan perlengketan.
Tindakannya adalah herniotomi.
c. Pasca bedah, pengobatan utama dalam hal cairan dan elektrolit. Harus
dicegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang
cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah, usus klien masih dalam
keadaan paralitik.
2. Penatalaksanaan pada obstruksi usus besar
Tujuan pengobatan yang utama adalah dekompresi kolon yang mengalami
obstruksi sehingga kolon tidak perforasi, tujuan kedua adalah pemotongan
bagian yang mengalami obstruksi.
Persiapan sebelum operasi sama seperti persiapan pada obstruksi usus
halus. Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat
dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi,
pembukaan secara bedah yang dibuat pada sekum, dapat dilakukan pada
klien yang beresiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan
pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan adalah
reseksi bedah untuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi
sementara atau permanen mungkin diperlukan.
I. FOKUS PENGKAJIAN
1. Pengkajian
a. Keluhan utama
Biasanya klien datang dengan keluhan sakit perut yang hebat, kembung,
mual, muntah, dan tidak ada BAB/defekasi yang lama.
b. Riwayat penyakit sekarang
Perubahan BAB sejak kapan? (frekuensi, jumlah, karakteristik)
Sakit perut? Kembung?
Mual, muntah? (frekuensi, jumlah, karakteristik)
Demam?
Bisa flatus?
Apakah diberi obat sebelum masuk RS?
c. Riwayat penyakit dahulu
Ada atau tidak riwayat tumor ganas, polip, peradangan kronik pada
usus?
Riwayat pernah dioperasi pada daerah abdomen?
Apakah ada riwayat hernia?
Apakah pernah mengalami cedera/trauma abdomen?
d. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
o Apakah klien tampak sakit, meringis
o Ada muntah? Kaji warna dan karakteristik. Biasanya muntah
fekal
o kelihatan sulit bernapas karena kembung?
o Distensi abdomen
o Tonjolan seperti bengkak pada abdomen
Auskultasi
Pada awal, bising usus cepat meningkat di atas sisi obstruksi,
kemudian bising usus berhenti.
Perkusi: Timpani
Palpasi: Nyeri tekan
e. Pengkajian pola Gordon
Pemberian Analgesik
Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan keparahan nyeri
sebelum mengobati
pasien
Cek perintah pengobatan
meliputi obat, dosis, dan
frekuensi obat analgesic
yang diresepkan
Cek adanya riwayat
alergi obat
Berikan analgesic sesuai
waktu paruhnya,
terutama pada nyeri yang
berat
Evaluasi keefektifan
analgesic dengan interval
yang teratur pada setiap
setelah pemberian
khususnya setelah
pemberian pertama kali,
juga observasi adanya
tanda dan gejala efek
samping (misalnya,
depresi pernafasan, mual
dan muntah, mulut
kering dan konstipasi)
2. Risiko kekurangan Keseimbangan Manajemen cairan
volume cairan cairan Jaga intake/asupan yang
berhubungan dengan Hidrasi akurat dan catat output
kehilangan volume (pasien)
Masukkan kateter urin
cairan aktif
Monitor status hidrasi (
misalnya, membran
mukosa lembab,denyut
nadi kuat, dan tekanan
darah ortostatik )
Monitor tanda-tanda
vital pasien
Berikan terapi IV, seperti
yang ditentukan
Arahkan pasien
mengenai status NPO
Monitor Cairan
Tentukan faktor-faktor
risiko yang mungkin
menyebabkan
ketidakseimbangan
cairan
Monitor asupan dan
pengeluaran
Catat dengan akurat
asupan dan pengeluaran
Monitor tekanan darah,
denyut jantung dan
status pernapasan
Monitor membrane
mukosa, turgor kulit dan
respon haus
Monitor warna, kuantitas
dan berat jenis urin
Berikan cairan dengan
tepat
3. Ketidakseimbangan Status nutrisi Manajemen Nutrisi
nutrisi: kurang dari Fungsi Tentukan status gizi
kebutuhan tubuh gastrointestina pasien dan kemampuan
berhubungan dengan l [pasien] untuk
ketidakmampuan Keparahan memenuhi kebutuhan
mual dan gizi
mengabsorpsi nutrien muntah Tentukan jumlah kalori
dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan
gizi
Anjurkan pasien
mengenai modifikasi diet
yang diperlukan
(misalnya, NPO atau diet
sesuai toleransi)
Anjurkan pasien terkait
dengan kebutuhan diet
untuk kondisi sakit
Monitor kalori dan
asupan makanan
Monitor kecenderungan
terjadinya penurunan dan
kenaikan berat badan
Intubasi Gastrointestinal
Jelaskan kepada pasien
dan keluarga mengenai
alasan menggunakan
selang gastrointestinal
Masukkan selang sesuai
dengan protocol institusi
Posisikan pasien di sisi
kanan untuk
memfasilitasi pergerakan
selang ke [arah]
duodenum
K. DAFTAR PUSTAKA
Aru W. Sudoyo, dkk. HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III.
Edisi IV.Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2016
Wilkinson,J.M. 2017. Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil
NOC. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Sandy, Indah. 2011. Infeksi Oportunistik Susunan Saraf Pusat Pada Pasien
AIDS.http://www.scribd.com/doc/49900217/Infeksi-Oportunistik-Susunan-Saraf-
Pusat-Pada-AIDS. Diakses pada tanggal 22 April 2019.