Anda di halaman 1dari 25

PENERAPAN PPH PASAL 22 DAN PPN ATAS PEMBELIAN BARANG PADA

BADAN KEPEGAWAIAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (BKPP)


KABUPATEN BOGOR

MILA KARMILA

PROGRAM KEAHLIAN AKUNTANSI


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PERNYATAAN MENGENAI LAPORAN TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan laporan tugas akhir yang berjudul Penerapan Pemungutan
Penyetoran Dan Pelaporan Pph Pasal 22 Atas Pembelian Barang Oleh Bendahara Pengeluaran Pada Badan
Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan
dari dosen pembimbing dan diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi manapun. Sumber yang
berasal atau dikutip dari karya yang di terbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah di sebutkan
dalam teks dan dicantumkan Dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Laporan Akhir ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2019

Mila Karmila
NIM J3N114056

PENERAPAN PPH PASAL 22 DAN PPN ATAS PEMBELIAN BARANG PADA


BADAN KEPEGAWAIAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (BKPP)
KABUPATEN BOGOR
MILA KARMILA

Laporan Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ahli Madya
Pada
Sekolah Vokasi Keahlian Akuntansi

PROGRAM KEAHLIAN AKUNTANSI


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
Judul Tugas Akhir : Penerapan PPH Pasal 22 dan PPN atas Pembelian Barang pada
Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatiahan (BKPP) Kabupaten
Bogor
Nama : Mila Karmila
NIM : J3N114056

Disetujui Oleh:
Syarief Gerald P, SE., MM., M.Si., M.AK
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh:

Dr. Ir. Arief Darjanto, M.Ec Drs. Iman Firmansyah, M.Si


Dekan Koordinator Program Studi

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah- Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir. Judul yang dipilih dalam Praktik Kerja
Lapangan adalah “Evaluasi Penerapan Pemungutan Penyetoran PPH Pasal 22 dan PPN Oleh
Bendahara Pemerintan di ”Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatiahan (BKPP)
Kabupaten Bogor” yang dilaksanankan pada februari 2019 sampai dengan Maret 2019 di
Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatiahan (BKPP) Kabupaten Bogor.
Penulis Mengucapkan terimakasih kepada kedua orangtua Bapak (Alm) Miskun dan
Ibu Mardiyah atas do’a dan dukugan moral dan material yang sudah diberikan dan kasih
sayangnya. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Syarief Gelard P, SE., MM.,
M.Si., M.AK selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan, pengarahan, serta
nasehat kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Siti Amelia
Hasef, SH selaku Pembimbing Lapangan dan Sub Bidang Pengembangan Karir yang ada
di Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatiahan (BKPP) Kabupaten Bogor yang telah
membantu memberikan kelengkapan Laporan Tugas Akhir. Penulis mengucapkan
terimakasih kepada keluarga Fahmi Satria, yang selalu mendukung. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada teman satu bimbingan (Rahma, Ajeng, Saras, Tantri,
Chalbu, Dwi Fikri, Rizki, Devi, Nur Andriani, Raisa, Nadhira, Alifia) serta rekan- rekan
Program Keahlian Akuntansi Angkatan 53 yang telah membantu selama penulisan Laporan
Tugas Akhir.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulis berharap Laporan Tugas Akhir ini Bermanfaat
Bagi Para pembaca dan yang membutuhkannya.

Bogor, Juni 2019

Mila Karmila

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sesuai dengan UU nomor 28 tahun 2007 pasal 1(1), Pajak merupakan kontribusi
wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
tanpa suatu imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Dan pajak adalah salah satu sumber pendapatan yang utama di
Indonesia, di samping sumber minyak bumi dan gas yang sangat penting perannya bagi
kelangsungan hidup bangsa Indonesia.
Dalam menjalankan roda pemerintahan sebagaimana diamanatkan didalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu membentuk masyarakat yang adil dan
makmur, maka pemerintah (Negara) berusaha untuk menyediakan dan memenuhi segala
kebutuhan rakyatnya. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut diperlukan sarana dan prasarana
yang tentunya tidak terlepas dari masalah pembiyaan pembangunan.
Pembangunan nasional memerlukan dana investasi yang tidak sedikit. Mengingat
semakin banyaknya investasi dari luar negeri dan keinginan untuk lepas dari tekanan dan
persyaratan Negara investor, Maka pembiyaan pembangunan diupayakan untuk bertumpu
kepada kemandirian. Oleh karena itu, diperlukan usaha yang sangat serius untuk
mengarahkan dan mengingatkan dana pembangunan yang bersumber dari dalam negeri yang
berupa pajak.
Pajak pada dasarnya merupakan peralihan sebagian kekayaan dari masyarakat kepada
negara yang dimungkinkan oleh undang-undang pajak. Peralihan kekayaan tersebut membuat
pajak dipandang dari dua sisi yang berbeda. Pandangan masyarakat seringkali pajak dianggap
sebagai beban. Di sisi lain bagi pemerintah harus dipungut karena terbukti pajak memberikan
kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan pajak.
Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Bogor dipimpin oleh
Kepala Badan Kepegaiwaian Pendidikan dan Pelatihan yang berkedudukan di bawah dan
tanggung jawab Bupati melalui Sekretaris. Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan
mempunyai tugas Bupati dalam melaksanakan fungsi penunjang urusan Pemerintahan
dibidang Kepegawaian, pendidikan dan Pelatihan yang menjadi kewenangan daerah
Salah satu jenis Pajak Penghasilan yang ada di Badan Kepegawwian Pendidikan dan
Pelatihan Kabupaten Bogor dan menjadi sumber penerimaan adalah PPh Pasal 22 yang
merupakan salah satu jenis pajak yang dipungut oleh Pihak Bendaharawan pemerintah baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-
lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang oleh wajib
pajak (rekanan), dalam tahun berjalan yang sangat potensial dalam meningkatkan penerimaan
kas. Adapun pajak yan berkaitan dengan PPh pasal 22 yaitu pajak Pertambahan nilai (PPN).
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas setiap pembelian
Barang Kena Pajak dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak baik di dalam wilayah Indonesia
maupun dariluar daerah Pabean. Pada dasarnya semua barang merupakan Barang Kena Pajak,
sehingga dikenakan PPN, kecuali jenis barang yang diatur dalam Undang Undang PPN.
Maka pihak bendaharawan dalam tahun berjalan mempunyai kewajiban untuk
memungut, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang setiap bulan atau pada masa pajak
tersebut. Ada kemungkinan wajib pungut keliru dalam memperhitungkan jumlah PPh pasal
22 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut sehingga berpengaruh terhadap
pemungutan PPh pasal 22 dan Pajak Pertambahan Nilai ( PPN) yang bersangkutan.
Tanggal penyetoran PPh Pasal 22 disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan
pembayaran dan tanggal pelaporan PPh Pasal 22 Paling lama 14 hari setelah Masa Pajak
berakhir. Untuk kewajiban penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan serta Pajak
Pertambahan Nilai, Menteri Keuangan telah menetapkan batas waktu penyetoran PPh
dan/atau PPN ke Bank Persepsi atau Kantor Pos penerima pembayaran serta batas waktu
pelaporan SPT Masa PPh dan PPN ke KPP tempat Wajib Pajak bendahara terdaftar yaitu
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri 4 Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan
Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran
Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara
Pengangsuran dan Penundaaan Pembayaran Pajak. Tarif pajak PPh 22 bendahara pemerintah
sebesar 1,5% sedang PPN 10%.
Terkait dari penjelasan diatas, sangat di sayangkan dalam pelaksanaannya PPh pasal
22 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sering terjadi penyelewengan besarnya pajak yang
tidak sesuai dengan yang seharusnya, penyetoran dan pelaporan pajak yang tidak tepat waktu,
dimana hal tersebut bisa mengurangi penerimaan Negara dan tidak adanya asas taat pajak
yang dilakukan oleh bendaharawan. Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang baik
terhadap tata cara pemungutan dan pelaporan pasal 22 dan Pajak Pertambahan Nilai tersebut.
Oleh sebab itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian di Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat melalui Dirjen Bina Marga dan Satuan Kerjanya mempunyai
peranan yang besar dalam pemungutan PPh pasal 22 dan PPN. Karena Kementerian PUPR
merupakan salah satu instansi yang mengelola masalah pembangunan infastruktur dan tentu
peran bendaharawan dalam pemungutan pajak khususnya PPh 22 dan PPN sangat penting
bagi penerimaan Negara. Dalam melaksanakan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan
tentunya terdapat berbagai kendala seperti yang telah disebutkan di atas.
Dengan memperhatikan alasan dan keterangan diatas, maka penulis tertarik untuk
mengangkat sebuah judul yang berkaitan dengan pemungutan dan perhitungan PPh Pasal 22
dan PPN pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Bogor. Judul yang
diangkat penulis sehubungan dengan penulisan Tugas Akhir ini adalah “Penerapan PPH
Pasal 22 dan PPN Atas Pembelian Barang Oleh Bendahara Pengeluaran pada Badan
Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatiahan (BKPP) Kabupaten Bogor”
1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dari penyusunan Laporan Tugas Akhir (TA) adalah untuk
menyajikan tentang Pajak penghasilan Pasal 22 dan PPN pada Badan Kepegawaian,
Pendidikan dan Pelatiahan (BKPP) Kabupaten Bogor yang dapat dijabarkan sebagai beikut:
1. Menerapkan tata cara Perhitungan Pajak PPh 22 dan PPN Badan Kepegawaian,
Pendidikan dan Pelatiahan (BKPP) Kabupaten Bogor
2. Menerapkan tata cara Pemungutan Pajak PPh 22 dan PPN Badan Kepegawaian,
Pendidikan dan Pelatiahan (BKPP) Kabupaten Bogor
3. Menerapkan tata cara Penyetoran Pajak PPh 22 dan PPN Badan Kepegawaian,
Pendidikan dan Pelatiahan (BKPP) Kabupaten Bogor

2. METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL)

2.1 Lokasi dan Waktu PKL


Praktik Kerja Lapangan yang dilaksanakan di Badan Kepegawaian, Pendidikan dan
Pelatiahan (BKPP) Kabupaten Bogor yang beralamat di Jalan Bersih, Kelurahan Tengah,
Cibinong, Bogor, Jawa Barat 16914. Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan berlangsung
selama 8 minggu yang dimulai tanggal 4 februari 2019 dan berakhir pada tanggal 31 maret
2019.

2.2 Metode Pengumpulan Data


Data yang dipergunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini tediri dari Data Primer dan Data Sekunder.
Data Primer adalah data yang langsung dapat diperoleh pada subjek sebagai sumber informasi yang di
cari. Kegiatan pengumpulan data yang dilakukan penulis dengan metode, yaitu :

1. Praktek Kerja Lapangan yang dilakukan untuk memperoleh data primer dengan teknik-
teknik sebagai berikut :
a. Metode wawancara, yaitu sebuah metode dengan cara melakukan tanya jawab
kepada pembimbing lapangan dan karyawan di Badan Kepegawaian, Pendidikan dan
Pelatiahan (BKPP) Kabupaten Bogor.
b. Metode dokumentasi, yaitu metode pengumpulan bukti dokumentasi berupa
dokumen dan catatan untuk selanjutnya digunakan dalam pelaksanakan kegiatan di
Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatiahan (BKPP) Kabupaten Bogor.
2. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan data sekunder. Data didapatkan cara
mengumpulkan buku-buku, literatur, artikel dan pengaturan-pengaturan perpajakan yang
berhujungan dengan tujuan agar dapat memahami apa yang diselesaikan untuk Penulisan
Tugas Akhir.

2.3 Tinjauan Pustaka

2.3.1 Pajak Penghasialan


Subjek Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk
memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan PPn. Pajak Penghasilan
dikenakan terhadap Subjek Pajk atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam
Tahun Pajak (2009). Pajak penghasilan sesuai dengan pasal 1 UU No.36 Tahun 2008 adalah
pajak yang dikenakan terhadap subjek atas penghasilan yang diterima dalam tahun pajak.
Oleh karena itu Pajak Penghasilan melekat pada subjeknya. Pajak Penghasilan termasuk salah
satu jenis pajak subjektif. Subjek pajak akan dikenakan pajak apabila dia menerima atau
memperoleh penghasilan. Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, subjek pajak yang
menerima atau memperoleh penghasilan disebut sebagai WajibPajak. Demikian pula atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari penghalihan ha katas
tanah dan atau bangunan, terutang Pajak Penghasilan dan dalam hal ini yang bersifat final.
Dalam Pajak Penghasilan, yang menjadi Subjek Pajak sesuai dengan UU No.36 Tahun 2008
pasal 2 (1) adalah :
a. Orang pribadi.
b. Warisan belum terbagi.
c. Badan.
d. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yaitu perusahaan yang berada di Indonesia, baik yang
dipergunakan oleh orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan dan badan yang tidak didirikan di Indonesia untuk menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

2.3.2 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22

PPh Pasal 22 Bendahara adalah PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Bendaharawan
Pemerintah (pusat maupun daerah). Dalam konteks ini yang dimaksud dengan
Bendaharawan Pemerintah meliputi:

1. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak
pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya.
2. Bendahara pengeluaran yang melakukan pembayaran dengan mekanisme uang
persediaan.
3. KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA,
untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung.

2.3.3 Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 22


Dasar hukum Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah :
1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
diubah terkahir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan
Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.

2.3.4 Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22


Pasal 22 ayat (1) UU No.36 Tahun2008 menyatakan bahwa Menteri Keuangan menetapkan
bahwa PPh Pasal 22 dipungut oleh :
1. Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan
lembaga-lembaga Negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan
barang termasuk juga dalam pengertian bendahara adalah pemegang kas dan pejabat lain
yang menjalankan fungsi yang sama.
2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan
di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
3. Wajib pajak badan tertentuuntuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang
yang tergolong sangat mewah.
Sesuai dengan PMK No.34 Tahun 2017 tentang pemungutan PPh Pasal 22
adalah :
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,atas impor barang.
2. Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, yang melakukan
pembayaran atas pembelian barang.
3. BUMN/BUMD, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang daribelanja Negara
dan/atau belanja daerah.
4. Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industry kertas,
industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak,
atas penjualan hasil produksi di dalam negeri.
5. Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar
minyak jenis premix dan gas,atas penjualan hasil produksinya.
6. Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong mewah.

Dalam pelaksanaan ketentuan ini Menteri Keuangan mempertimbangkan antara


lain :
1. Penunjukan Pemungut Pajak secara efektif demi pelaksanaan pajak secara efektif dan
efisien.
2. Tidakmengganggu kelancaran atau lalulintas barang.
3. Prosedur yang sederhana sehingga mudah dilaksanakan.

Pemungutan pajak berdasarkan ketentuan ini, dimaksudkan meningkatkan peran serta


masyarakat dalam pengumpulan dana melalui sistem pembayaran pajak dan untuk
tujuan kesederhanaan,kemudahan, dan pengenaan pajak yang tepat waktu. Sehubungan
dengan hal tersebut pemungutan pajak berdasarkan ketentuan dapat bersifat final.

2.3.5 Objek dan Bukan Objek PPh Pasal 22

1. Objek PPh Pasal 22


Pemungutan pajak penghasilan pasal 22 dibedakan berdasarkan jenis kegiatan
yang dilakukan. Kegiatan yang dikenakan PPh Pasal 22 sesuai dengan PMK No.34
Tahun 2017 yang selanjutnya disebut Objek PPh pasal 22 adalah :
1. Impor Barang.
2. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik tingkat Pusat maupun Pemerintah
Daerah.
3. Pembayaran atas pembelian barang dengan mekanisme Uang Persediaan (UP)
yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran.
4. Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga dengan mekanisme
pembayaran langsung (LS) oleh Kuasa Penguna Anggaran (KPA) atau pejabat
penerbit surat membayar yang diberi delegasi oleh KPA .
5. Pembayaran atas pembelian barangdan/atau bahan-bahan untuk keperluan
kegiatan usahanya Badan Usaha Milik Negara.
6. Penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha
yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industry kertas, industry baja
yang merupakan industry hulu, industry otomotif dan industry farmasi.
7. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegan
Merek (ATPM),dan importir umum kendaraan bermotor.
8. Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau
importir.
9. Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya
atau eksportirnya oleh industry dan eksportir yang bergerak dalam sektor
kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
10. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah, barang yang sangat mewah
tersebut adalah pesawat udara pribadi dengan harga lebih dari Rp.
20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah), kapal pesiar dan sejenisnya yang
harga jualnya lebih dari Rp. 10.000.000.000,00 ( sepuluh miliar rupiah ), rumah
beserta tanahnya dengan harga jual atau pengalihan lebih dari
Rp.10.000.000.000,00 ( sepuluh miliar rupiah ), dan luas bangunan lebih dari
500M2, apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau
pengalihan lebih dari Rp. 10.000.000.000,00 ( sepuluh miliar rupiah ) dan luas
bangunan lebih dari 400M2.

2. Bukan Objek Pajak PPh 22

Pemungutan PPh pasal 22 yang tidak dikenakan PPh pasal 22 atau dikecualikan dari
pemungutan PPh pasal 22 sesuai dengan PMK No.34 Tahun 2017 Pasal 3 adalah :
1. Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarakan ketentuan peraturan
tidak terutang Pajak Penghasilan.
2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak
Pertambahan Nilai, dan dilaksanakan oleh DJBC.
3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor
kembali, dan dilaksanakan oleh DJBC.
4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintahatau yang lainnya yang
jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah.
5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air
minum/PDAM, benda-benda pos.
6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilakan perhiasan dari emas
untuk tujuan ekspor yang dinyatakan dengan SKB.
7. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
8. Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barangbarang yang telah
diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujianyang memenuhi
syarat yang ditentukan oleh DJBC.
9. Pembayaran untuk pembelian gabah danatau beras oleh Bulog.

2.3.6 Dasar dan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22


Dasar pemungutan PPh Pasal 22 terdiri atas :
1. Nilai impor, yaitu nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk
yang terdiri atas cost insurance and freight (CIF) ditambah dengan bea masuk
dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan kepabeanan di bidang impor.
Nilai Impor = CIF + Bea Masuk + Pemungutan Lain yang Sah

2. Dasar pengenaan pajak pertambahan nilai (DPP PPN) yang dapat berupa harga
pembelian atau penjualan.
Besarnya DPP ditentukan sebagai berikut :
a. Dalam halharga pembelian atau penjualan tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM), DPP PPN sama dengan harga pembelian atau penjualan.
b. Dalam hal harga pembelian atau penjualan termasuk Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) , maka DPP adalah :
DPP = ( 100/110 ) x Harga Pembelian /
Penjualan

c. Dalam hal harga pembelian / penjualan termasuk Pajak Pertambahan Nilai


(PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), maka DPP
adalah :
DPP = ( 100/ (110 + tarif PPnBM) x harga
pembelian /penjualan
Tabel 1 Tarif Pemungutan PPh Pasal 22

No Objek Pajak Tarif Pajak


1 Impor barang (menggunakan API) 2,5% x Nilai Impor
2 Impor barang (tidak menggunakan API) 7,5% x Nilai Impor
3 Pembelian barang oleh instansi 1,5% x Harga pembelian
Pemerintah (tidak termasuk PPN)
4 Penjualan BBM kepada SPBU 0,25% x penjualan
Pertamina (tidak termasuk PPN)
5 Penjualan BBM kepada SPBU non 0,3% x Penjualan
Pertamina dan non SPBU (tidak termasuk PPN)
6 Penjualan bahan bakar gas 0,3% x Penjualan
(tidak termasuk PPN)
7 Penjualan pelumas 0,3% x Penjualan
(tidak termasuk PPN)
8 Penjualan kertas 0,1% x DPP PPN
9 Penjualan semen 0,25% x DPP PPN
10 Penjualan kendaraan bermotor 0,45% x DPP PPN
11 Penjualan baja 0,3% x DPP PPN
12 Penjualan barang sangat mewah 5% x harga jual
13 Pembelian bahan keperluan industry 0,25% x harga pembelian
(tidak termasuk PPN)

2.3.7 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi
jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan
yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Jadi, yang berkewajiban memungut,
menyetor dan melaporkan PPN adalah para Pedagang/Penjual. Namun, pihak yang
berkewajiban membayar PPN adalah Konsumen Akhir.

2.3.8 Objek dan subjek Pajak pertambahan Nilai


2.3.8.1 Objek Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas hal-hal sebagai berikut:
a. Penyerahan impor pemanfaatan ekspor terhadap BKP, JKP, BKP tidak berwujud.
1. Penyerahan BKP didalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha kena
pajak maupun pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi pengusaha kena
pajak tetapi belum dikukuhkan.
2. Impor BKP. Pemungutan pajak saat impor BKP dilakukan melalui Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai.
3. Penyerahan JKP didalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daearah pabean didalam daerah
pabean.
5. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean (jasa konsultan asing yang memberikan
jasa manajemen, jasa teknik dan jasa lain) didalam daerah pabean.
6. Ekspor BKP berwujud oleh PKP, ekspor BKP dikenakan PPN, hanya jika yang
melakukan adalah pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP.
7. Ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP, pengusaha yang melakukan ekspor BKP
tidak berwujud adalah hanya pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha
kena pajak.
8. Ekspor JKP oleh PKP.
b. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya diigunakan sendiri atau
digunakan pihak lain.
c. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk
diperjual belikan sepanjang pajak masukan yang dibayar pada saat perolehan menurut
ketentuan dapat dikreditkan.

2.3.8.2 Subjek pajak


Pengusaha Kena Pajak, yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang
PPN, yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor
barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak
berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar
Daerah Pabean.

2.3.9 Tarif Pajak Pertambahan Nilai


1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai
2. Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10%
3. Tarif PPN atas ekspor BKP adalah 0%
4. Dengan PP, tarif PPN dapat diubah serendah-rendahnya 5% dan setinggi-
tingginya15%.

2.3.10 Dasar Pengenaan Pajak


Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang
terutang, berupa: Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain
yangditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
1. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atauseharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP),
tidaktermasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan
hargayang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atauseharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak
(JKP),eksporJasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi
tidaktermasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan
hargayang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar
atauseharusnya dibayar oleh penerima jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak
dan/atauoleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
3. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea
masukditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN
yangdipungut menurut Undang-Undang PPN
4. Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atauseharusnya
diminta oleh eksportir.
5. Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan
Pajakdengan Keputusan Menteri Keuangan.
Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut:
1. Untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantiansetelah
dikurangi laba kotor.
2. Untuk pemberian Cuma-Cuma BKP atau JKP adalah Hrga Jual atau Penggantian
Setelah dikurangi laba kotor
3. untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-
rata.
4. untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film.
5. untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran;6.
6. untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut
tujuansemula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar.
7. untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya
dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah harga pokok penjualan
atauharga perolehan.
8. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga lelang
9. untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10 % (sepuluh persen) dari jumlahyang
ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih.
10. untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10%
(sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

2.3.11 Mekanisme Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai


Mekanisme pengenaan PPN menurut Mardiasmo (2016:346) dapat digambarkan sebagai
berikut:
1. Pada saat membeli/memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP penjual. Bagi
pembeli, PPN yang dipungut oleh PKP penjual tersebut merupakan pembayaran pajak
di muka dan disebut dengan Pajak Masukan. Pembeli berhak menerima bukti
pemungutan berupa faktur pajak.
2. Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib memungut PPN.
Bagi penjual, PPN tersebut merupakan Pajak Keluaran. Sebagai bukti telah memungut
PPN, PKP panjual wajib membuat faktur pajak.
3. Apabila dalam suatu masa pajak (jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan
takwin) jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada jumlah Pajak Masukan, selisihnya
harus disetor ke kas Negara.
4. Apabila dalam suatu masa pajak jumlah Pajak Keluaran lebih kecil daripada jumlah
Pajak Masukan, selisihnya dapat direstitusi (diminta kembali) atau dikompensasikan ke
masa pajak berikutnya.
Pelaporan perhitungan PPN dilakukan setiap masa pajak dengan menggunakan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN).

2.3.12 Pajak Masukan dan Pajak Keluaran


Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayarkan oleh
Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak
dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.
Sedangkan Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib
dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak. Sudirman dan Amirudin (2016).
2.3.13 Saat Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai
Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak harus dilakukan paling
lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Penyetoran PPN dilakukan dengan menggunakan
formulir surat setoran pajak.
Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak dilakukan paling lama
pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dengan menggunakan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN). Resmi(2015:21).

2.3.14 Faktur Pajak


Menurut Mardiasmo (2016:349) Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP. Faktur Pajak
dibuat pada saat:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
2. Penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak.
3. Penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
4. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
5. Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau
penyerahan JKP yang paling sedikit memuat:
1. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP.
2. Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP.
3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga.
4. PPN yang dipungut.
5. PPnBM yang dipungut.
6. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.
7. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangi Faktur Pajak.

3 KEADAAN UMUM BADAN KEPEGAWAIAN, PENDIDIKAN DAN


PELATIHAN KABUPATEN BOGOR

1.1 Keadaan Umum


Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah pada masa
reformasi telah mendorong lahirnya Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-
pokok Kepegawaian Daerah sebagai perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974.
Untuk mengoptimalkan manajemen kepegawaian daerah dan sebagai pelaksanaan dari pasal
34 A Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, dikeluarkanlah Keputusan Presiden Nomor 159
Tahun 2000 tentang Badan Kepegawaian Daerah. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor
segera merespon kebijakan tersebut dengan membentuk Badan Kepegawaian dan Diklat
Daerah (BKDD) melalui Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Bogor.

Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah ini sebenarnya berasal dari Bagian
Kepegawaian Sekretariat Daerah, meskipun pada saat lembaga ini dibentuk Bagian
Kepegawaian tetap ada dan diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2000. Pada masa
awal pembentukannya, agar pelayanan kepegawaian tidak mengalami kendala, maka di
antara kedua lembaga pengelola kepegawaian ini dilakukan pembagian wilayah kerja. Badan
Kepegawaian dan Diklat Daerah mengelola kepegawaian Sekretariat DPRD, Badan, Dinas
dan Kantor sedangkan Bagian Kepegawaian Sekretariat Daerah mengelola kepegawaian
Sekretariat Daerah, Kecamatan dan Kelurahan. Kondisi ini berlangsung selama 3 tahun yaitu
dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2003. Namun pada tahun 2004, seluruh pelayanan
kepegawaian daerah telah ditangani oleh Badan kepegawaian dan Diklat Daerah. Seiring
dengan perkembangan kebijakan dan peraturan perundang-undangan di bidang pemerintahan
daerah, maka diterbitkan pula ketentuan-ketentuan baru di daerah yang menyesuaikan dengan
peraturan perundang-undangan di atasnya. Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah
Kabupaten Bogor Mandar telah mengalami beberapa kali perubahan ketentuan perundangan
yaitu :

2. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 4 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Lembaga Teknis Daerah yang merupakan pelaksanaan dari Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

3. Pada tahun 2009 diterbitkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 8 Tahun 2009,
tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Bappeda dan Lembaga Teknis Daerah
Kabupaten Bogor sebagai penyesuaian terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun
2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

4. Pada tahun 2016 diterbitkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 12 tahun 2016,
tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Polewali Mandar
sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2016 tentang Perangkat
Daerah, dalam bab kedua pasal 4 poin e, tentang Jenis dan Tipologi Daerah perda ini,
nomenklatur berubah menjadi BADAN KEPEGAWAIAN, PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN dan bertipe B.

Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) sebagai salah satu


Perangkat Daerah (PD) di Kabupaten Bogor yang dibentuk berdasarkan Peraturan
Daerah Kabupaten Bogor Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pembentukan Lembaga
Teknis Daerah dan Peraturan Bupati Nomor 68 Tahun 2016 tentang Kedudukan,
Struktur Organisasi, Tugas dan Fungsi, Serta Tata Kerja Badan Kepegawaian,
Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Bogor. Tugas pokok BKPP adalah membantu
Bupati dalam melaksanakan fungsi penunjang urusan pemerintahan, khususnya
penunjang bidang kepegawaian, pendidikan dan pelatihan dan tugas pembantuan.
Dalam menjalankan tugas pokok tersebut, BKPP Kabupaten Bogor mempunyai fungsi :
a. Penyusunan kebijakan teknis fungsi penunjang kepegawaian, pendidikan dan
pelatihan,
b. Pelaksanaan tugas dukungan teknis fungsi penunjang kepegawaian, pendidikan dan
pelatihan,
c. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas dukungan teknis fungsi
penunjang kepegawaian, pendidikan dan pelatihan,
d. Pembinaan teknis penyelenggaraan fungsi penunjang kepegawaian, pendidikan dan
pelatihan,
e. Pelaksanaan administrasi badan; dan
f. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh bupati sesuai bidang tugasnya.

1.2 Visi dan Misi


Visi
“Menjadikan Aparatur Sipil Negara Kabupaten Bogor Yang Unggul”
Pengertian:
1. Aparatur Sipil Negara : Aparatur Sipil Negara Kabupaten Bogor yang terdiri dari
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK).
2. Unggul : Berarti bahwa Aparatur Sipil Negara Kabupaten Bogor memiliki kompetensi
berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap sikap perilaku yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas pokok, fungsi, kewengan dan tanggung jawab sebagai pelayan
publik.

Misi
1. Meningkatkan Sumber Daya Aparatur Berbasis Kompetensi.
2. Meningkatkan Pelayanan Administrasi Kepegawaian dan Pengelolaan Data
Kepegawaian Berbasis Teknologi Informasi.
3. Meningkatkan Kesejahteraan Aparatur Sipil Negara.

1.3 Struktur Organisasi


Struktur organisasi pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Bogor
berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 12 Tahun 2016 dan Peraturan Bupati
Sumber: KAP Suryadi dan Rizal (2019)
Bogor Nomor 68 Tahun 2016 sebagai berikut:

Sumber: BKPP Kabupaten Bogor (2019)


Gambar 1 Struktur Organisasi BKPP

Dalam struktur organisasi Kepala Badan memiliki 1 sekretaris dan 4 bidang


yang bertugas membantu kepala badan dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi.
Untuk kelompok jabatan fungsional yang ada adalah widyaiswara, analis kepegawaian
dan arsiparis.

Tabel 2 Tugas Pokok dan Fungsi Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatiahan.

No Organisasi Uraian Tugas


1. Kepala Membantu Bupati dalam memimpin dan
mengoordinasikan pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi Badan
2. Sekretaris Membantu dan bertanggung jawab kepada Kepala
Badan dalam melaksanakan pengelolaan
kesekretariatan Badan
3. Bidang Formasi Membantu Kepala Badan dalam melaksanakan
Pegawai perumusan kebijakan informasi, data, analisis
kebutuhan, dan pengadaan pegawai
4. Bidang Pembinaan Membantu Kepala Badan dalam melaksanakan
dan Pengembangan perumusan kebijakan pembinaan dan pengembangan
Karier karir
5. Bidang Membantu Kepala Badan dalam melaksanakan
Kepangkatan dan perumusan kebijakan kepangkatan dan kesejahteraan
Kesejahteraan pegawai.
Pegawai
6. Bidang Pendidikan Membantu Kepala Badan dalam melaksanakan
dan Pelatihan perumusan kebijakan pengelolaan pendidikan dan
pelatihan pegawai.

1.4 Sumber Daya Perangkat Daerah BKPP


Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya BKPP Kabupaten Bogor didukung oleh
sumber daya aparatur yang berjumlah 75 orang pada tahun 2017 dengan rincian sebagai
berikut :

a. Jumlah Pegawai Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan saat ini terdiri:

Tabel 3 Jumlah Pegawai BKPP


No Pegawai Jumlah Pegawai Presentase
1 PNS 81 98.7
2 Kontrak/Honorer 1 1.3
Jumlah 82 100

b. Jumlah Pegawai Berdasarkan Golongan/Pangkat

Tabel 4 Jumlah Pegawai BKPP Berdasarkan Golongan

No Golongan Jumlah Presentase


Pegawai
1 Golongan IV 11 13,6
2 Golongan III 50 61,7
3 Golongan II 20 24,7
Jumlah 81 100

c. Jumlah Pegawai Berdasarkan Pendidikan

Tabel 5 Jumlah Pegawai BKPP Berdasarkan Pendidikan


No Pendidikan Jumlah Pegawai Presentase
1 SD 0 0
2 SLTP 0 0
3 SLTA 19 23,5
4 DI 0 0
5 D II 0 0
6 D III 7 8,6
7 D IV 3 3,7
8 S1 32 39,5
9 S2 19 23,5
10 S3 1 1,2
Jumlah 81 100

Kompetensi pegawai berdasarkan tingkat pendidikan di BKPP Kabupaten


Bogor didominasi tingkat pendidikan S1 yang mencapai 39,5%, untuk tingkat
pendidikan S2 mencapai 23,5%, sedangkan tingkat pendidikan SMU atau sederajat
mencapai 23,5%. Hal tersebut menjadi tantangan bagi BKPP untuk mampu
meningkatkan kualitas sumber daya aparatur melalui kompetensi pendidikan baik
dengan tugas belajar maupun ijin belajar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Perlu
adanya perhatian dari para kapala PD selaku pembina kepegawaian mendorong atau
memotivasi pegawai untuk meningkatkan kompetensi pegawainya. Kondisi Pegawai di
Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bogor.

1.5 Kinerja Pelayanan BKPP


Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah pada pasal 219 disebutkan bahwa kepegawaian serta pendidikan dan pelatihan
memiliki fungsi sebagai penunjang urusan pemerintahan. Karena BKPP sebagai PD
penunjang saat ini, maka penetapan kinerjanya merupakan muatan lokal dengan
mengacu kepada Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
dan instansi vertikal seperti Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Badan
Kepegawaian Negara dan Lembaga Administrasi Negara.
Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, BKPP menetapkan norma,
standar, prosedur dan kriteria dalam menjalankan pembinaan dan pengawasan. BKPP
Kabupaten Bogor menentukan indikator kinerjanya sesuai dengan tupoksi yang telah
ditetapkan dalam Peraturan Bupati Bogor Nomor 68 Tahun 2016 tentang Kedudukan,
Struktur Organisasi, Tugas dan Fungsi, Serta Tata Kerja Badan Kepegawaian,
Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Bogor. Dalam mengimplementasikan perencanaan
strategis BKPP Kabupaten Bogor Tahun 2013-2018 guna mencapai sasaran yang
tertuang dalam visi dan misi Bupati-Wakil Bupati Bogor Tahun 2013-2018, maka
sasaran prioritas dibidang kepegawaian adalah (1) Meningkatnya kapasitas dan
kapabilitas aparatur, dan (2) Meningkatnya kualitas pengelolaan kepegawaian.
Untuk mencapai sasaran tersebut maka strategi dalam mencapai sasaran
tersebut adalah (1) Meningkatkan profesionalisme aparatur dengan arah kebijakan
peningkatan kompetensi aparatur sesuai tupoksinya melalui pendidikan dan pelatihan.
(2) Meningkatkan manajemen pengelolaan kepegawaian yang berkeadilan dengan arah
kebijakan peningkatan kualitas perencanaan dan pengelolaan aparatur.
Indikator meningkatnya kedisiplinan PNS terdiri dari 2 (dua) sub indikator
yakni persentase tingkat kahadiran PNS dan rasio jumlah pegawai yang melakukan
pelanggaran disiplin. Sub indikator persentase tingkat kehadiran PNS dari tahun ke
tahun berada dikisaran 98%. Untuk mendapatkan data tingkat kehadiran yang akurat
diseluruh SKPD, direncanakan pada tahun 2017 akan dibangun sistem absensi yang
terintegrasi dengan Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan. Sub indikator rasio
jumlah pegawai yang melakukan pelanggaran disiplin pada tahun 2015 mengalami
peningkatan dibandingkan tahun 2014. Pada sub indikator ini akan ada penyesuaian,
disebabkan indikator harus mengikuti Indeks Profesionalitas ASN.
Indikator meningkatnya motivasi kerja pegawai dengan 2 (dua) sub indikator
yakni rasio jumlah pegawai yang mendapatkan bantuan kesejahteraan dan rasio jumlah
pegawai yang mendapatkan Satyalencana Karya Satya (SKS). Sub indikator terkait
dengan bantuan kesejahteraan tidak mencapai target disesuaikan dengan usulan dari
pegawai yang ingin mengajukan bantuan. Sesuai dengan hasil audit dan rekomendasi
BPK bahwa sudah ada BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) yang sudah
mengcover bantuan rawat inap, kegiatan bantuan kesejahteraan tidak bisa diberikan lagi
karena tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat. Untuk sub indikator rasio
jumlah pegawai yang mendapatkan SKS telah melampaui target di tahun 2014 dan
2015.
Indikator rasio jumlah pegawai dibanding dengan hasil analisis kebutuhan
formasi target yang ditetapkan rendah karena sesuai data history Tahun 2008-2013.
Perbedaan antara hasil analisis kebutuhan formasi dengan formasi yang ditetapkan oleh
Menpan RB karena kebijakan pemerintah yang melakukan moratorium penerimaan
CPNS serta kemampuan pemerintah pusat dalam mengalokasikan belanja pegawai pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Indikator meningkatnya layanan administrasi kepegawaian dengan 2 (dua) sub
indikator yakni persentase pegawai yang diproses kenaikan pangkat dan persentase
jumlah layanan kartu pegawai, karis dan karsu. Pencapaian taget tahun 2014 dan 2015
kedua sub indikator yang telah ditetapkan tersebut telah tercapai.
Indikator rasio jumlah PNS pindah ke internal Kabupaten Bogor, CPNS dan
P3K dibandingkan dengan pegawai yang pensiun menunjukan bahwa jumlah pegawai
yang pensiun lebih banyak dibandingkan dengan yang direkrut.
Sedangkan indikator persentase jumlah aparatur yang mendapatkan bantuan
tugas belajar dan diklat dalam rangka meningkatnya kapasitas dan kapabilitas aparatur
pada Tahun 2014 telah mencapai target sedangkan pada Tahun 2015 tidak mencapai
target karena terkait kebijakan anggaran.
Pada perubahan renstra BKPP 2013-2018 Program yang dilaksanakan oleh
BKPP terdiri dari Program Penunjang dan Program Utama. Program Utama didalamnya
berupa Program Program Pembinaan dan Pengembangan Aparatur serta Program
Pengembangan Layanan Administrasi Kepegawaian. Selain itu terjadi perubahan
indikator kinerja menjadi meningkatnya Indeks Kepuasan Masyarakat dan cakupan
layanan administrasi kepegawaian.

Tabel 6 Indikator Tujuan dan Indikator Sasaran

INDIKATOR INDIKATOR SASARAN

TUJUAN
Indeks Kepuasan 1. Meningkatnya Kedisiplinan PNS
Masyarakat a. Persentase tingkat kehadiran PNS
b. Rasio jumlah pegawai yang melakukan pelanggaran disiplin
c. Persentase penyelesaian kasus pelanggaran disiplin
2. Meningkatnya motivasi kerja pegawai
a. Rasio jumlah pegawai yang mendapatkan bantuan
Kesejahteraan
b. Rasio jumlah pegawai yang mendapatkan SKS
3. Rasio jumlah pegawai dibanding dengan hasil analisis
kebutuhan formasi
4. Meningkatnya layanan administrasi kepegawaian
a. Persentase pegawai yang diproses kenaikan pangkat
b. Persentase jumlah layanan kartu pegawai karis dan karsu
5. Rasio jumlah PNS pindah ke internal Kabupaten Bogor, CPNS
dan P3K dibandingkan dengan pegawai pensiun
6. Persentase jumlah aparatur yang mendapatkan bantuan tugas
Belajar dan diklat dalam rangka meningkatnya kapasitas dan
kapabilitas aparatur
7. Persentase ASN yang menduduki jabatan sesuai kompetensi
8. Persentase menurunnya pelanggaran disiplin ASN
9. Indeks kepuasan pegawai
Cakupan Persentase layanan administrasi kepegawaian berbasis aplikasi
layanan
administrasi
kepegawaian
berbasis aplikasi

1.6 Tantangan dan Peluang Pengembangan Pelayanan BKPP


Tantangan dan peluang pengembangan pelayanan BKPP dalam menjalankan tugas dan
fungsinya sebagai pengelola kepegawaian dan diklat, diantaranya :
Peluang
1. Adanya peraturan dan kebijakan pemerintah pusat, provinsi dan instansi vertikal
dibidang kepegawaian dan diklat;
2. Pertumbuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Bogor dari
tahun ke tahun;
3. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan infrastruktur
intranet di Kabupaten Bogor;
4. Adanya kerjasama dengan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi
Jawa Barat dan Lembaga Administrasi Negara serta lembaga pendidikan lainnya
yang terakreditasi.
Tantangan
1. Melakukan koordinasi yang intensif dengan unit kerja baik di lingkup kabupaten,
pemerintah provinsi, pusat dan perguruan tinggi serta lembaga lainnya;
2. Menyusun peraturan daerah tentang pengembangan aparatur;
3. Mengaplikasikan Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian (SIMPEG) pelayanan
administrasi kepegawaian dan diklat yang terintegrasi;
4. Pengembangan kualitas CPNS dari tenaga honorer dan tenaga honorer guru
kategori 2 yang kompetensinya tidak atau kurang sesuai dengan bidang tugasnya;
5. Penerapan sistem remunerasi berbasis kinerja yang berkeadilan.

4. PENERAPAN PPH PASAL 22 DAN PPN ATAS PEMBELIAN BARANG


PADA BADAN KEPEGAWAIAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (BKPP)
KABUPATEN BOGOR

4.1. Menguraikan Pelaksanaan Perhitungan PPh 22 dan PPN Bendaharawan di BKPP


Kabupaten Bogor

Perhutungan Pajak dilakukan oleh bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu. Pembelian
dilakukan oleh kepala pengadaan barang dengan menerbitkan Surat Order Pembelian ke rekanan, rekanan
akan mengirimkan faktur Daftar Harga ke Kepala Pengadaan Barang, lalu Kepala Pengadaan Barang akan
menerbitkan Nota Pangajuan Pembayaran dan memberikannya beserta Faktur daftar Harga kepada
Bendaharawan. Bendaharawan Melakukan Perhitungan pajak ketika telah membandingkan nominal harga
antara Faktur Harga Barang dan Nota Pengajuan Pembayaran. Berikut adalah contoh perhitugan yang
dilakukan oleh Bendaharawan BKPP Kabupaten Bogor :
1. Pada bulan Januari Bendaharawan BKPP Kabupaten Bogor Melakukan Pembayaran atas
Pembelanjaan Alat Tulis Kantor kepada CV. GHAISTA UTAMA (Mempunyai NPWP) sebesar Rp.
4 500 000 (termasuk PPN).
Berikut perhitugan PPh Pasal 22 dan PPN Bendaharawan
Harga Jual : Rp 4 500 000
DPP ( 100/110 x Rp 4 500 000 ) : Rp 4 090 909.09
PPN ( 10% x Rp 4 090 909.09 ) : Rp 409 090.909
PPh Pasal 22 ( 1,5% x Rp 4 090 909.09 ) : Rp 61 363.6

Jumlah yang bayar Bendaharawan : Rp 3 620 454.581

2. Pada bulan Februari Bendahara BKPP Kabupaten Bogor melakukan pembayaran atas belanja
pengadaan barang kepada CV. GHAISTA UTAMA ( Mempunyai NPWP ) sebesar Rp 6 000 000 (
termasuk PPN).
Berikut perhitungan PPh Pasal 22 Bendaharaan :
Harga Jual : Rp 6 000 000
DPP ( 100/110 x Rp 6 000 000 ) : Rp 5 454 545.45
PPN ( 10% x Rp Rp 5 454 545.45 ) : Rp 545 454.545
PPh Pasal 22 ( 1,5% x Rp 5 454 545.45) : Rp 81 818.18

Jumlah yang bayar Bendaharawan : Rp 4 827 272.725

Pelaksanaan Perhitungan PPh Pasal 22 dan PPN di BKPP Kabupaten Bogor sudah sesuai dengan
Undang-Undang No. 16 Tahun 2008 dengan tarif PPh 1.5% dan PPN 10% dari Dasar Pengenaan
Pajak (DPP) apabila rekana tidak memiliki NPWP maka Tarif Pajak yang dikenakan 100% lebih besar
yaitu 3% dari Dasar Pengenaan Pajak dab Bendaharawan telah melakukan perhitungan dengan benar.

4.2. Menguraikan Pelaksanaan Pemungutan PPh Pasal 22 Bendaharawan di BKPP Kabupaten


Bogor
Pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 22 di BKPP kabupaten Bogor periode Januari dan Februari
dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu dengan mekanisme
pemungutan secara Uang Persediaan (UP), dikarenakan Traksaksi pembelian barang nilai nominalnya
dibawah Rp 10 000 000 sesuai kebijakan instansi. UP diginakan untuk membiayai kegiatan operasional
sehari-hari BKPP terutama dalam belanja barang.
Pemungutan dilakukan pada saat Bendaharawan BKPP melakukan pembayaran atas penyerahan
barang dari penyedia barang/jasa. Berikut merupakan tabel pemungutan yang dilakukan Bendaharawan
BKPP Kabupaten Bogor pada bulan Januari dan Februari :
Tabel 7 Pemungutan PPh Bendaharawan Periode Januari

Tanggal Jenis Harga Jual Dasar PPh Ket


Transaksi Transaksi Termasuk Pengenaan Pasal
PPN (RP) Pajak (Rp) 22 (Rp)
1. Klasifikasi Belanja di atas Rp 2 000 000
04- 01-2018 Belanja 4 000 000 4 090 909.09 82 000 Dipungut
peralatan
kebersihan
17 - 01 - 2018 Belanja 3 000 000 2 727 272. 7 41 000 Dipungut
ATK
17- 01 - 2018 Belanja 5 700 000 5 181 818. 18 78 000 Dipungut
penggandaa
24 - 01 - 2018 Belanja 3 500 000 3 181 818. 18 48 000 Dipungut
ATK
28 – 01 - 2018 Belanja 5 000 000 4 545 454. 5 69 000 Dipungut
Pengadaan
2. Klasifikasi Belaja di bawah Rp 2 000 000

06 - 01 - 2018 Belanja ATK 1 900 900 - - Tidak


Dipungut
15 - 01 - 2018 Belanja ATK 1 500 000 - - Tidak
Dipungut
27 - 01 2018 Belanja ATK 1 400 000 - - Tidak
Dipungut

Tabel 8 Pemungutan PPh Bendaharawan Periode Februari


Tanggal Jenis Harga Jual Dasar PPh Ket
Transaksi Transaksi Termasuk Pengenaan Pasal
PPN (RP) Pajak (Rp) 22 (Rp)
1. Klasifikasi Belanja di atas Rp 2 000 000
02- 02-2018 Belanja 4 000 000 4 090 909.09 82 000 Dipungut
peralatan
kebersihan
06 - 02 - 2018 Belanja 3 000 000 2 727 272. 7 41 000 Dipungut
ATK
07- 02 - 2018 Belanja 5 700 000 5 181 818. 18 78 000 Dipungut
penggandaa
08 - 02 - 2018 Belanja 3 500 000 3 181 818. 18 48 000 Dipungut
ATK
10 - 02 - 2018 Belanja 5 000 000 4 545 454. 5 69 000 Dipungut
Pengadaan
15 - 02 - 2018 Belanja 2 500 000 2 272 727. 27 34 000 Dipungut
ATK
17 - 02 - 2018 Belanja 3 750 000 3 409 090. 90 52 000 Dipungut
ATK
22 - 02 - 2018 Belanja 3 350 000 3 045 454. 54 46 000 Dipungut
ATK
25- 02 - 2018 Belanja 6 500 000 5 909 090. 90 87 000 Dipungut
Pengadaan
27 – 02 - 2018 Belanja 5 450 000 4 954 545. 45 74 000 Dipungut
Pengadaan
2. Klasifikasi Belaja di bawah Rp 2 000 000
03 – 02 - 2018 Belanja Cetak 1 750 000 - - Tidak
Dipungut
20 – 02 - 2018 Belanja ATK 1 500 000 - - Tidak
Dipungut
29 – 02 - 2018 Belanja Cetak 1 250 000 - - Tidak
Dipungut

Berdasarkan tabel 7 dan 8 pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 22 di BKPP Kabupaten Bogor
terdapat kesalahan dalam pemungutan Objek Pajak PPh Pasal 22 Bendaharawan pada bulan Februari
yakni Bendaharawan memungut PPh Pasal 22 Bendaharawan dari pembayaran atas pembelian ATK
pada bula Januari, belanja pengadaan dan belanja cetak pada bulan Februari dengan nominal harganya
dibawah Rp 2 000 000 dan bukan merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.

4.3. Perhitungn Pajak Pertambahan Nilai pada BKPP


PPN Keluaran yaitu PPN terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak
yang melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, atau ekspor BKP. PPN Keluaran yang
dipungut oleh Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Bogor berasal
dari penyerahan Jasa Kena Pajak. PPN Keluaran pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan
Pelatihan Kabupaten Bogor dihitung dengan cara mengalikan Tarif PPN sebesar 10%
(sepuluh persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
Tabel 9 Rekapitulasi Pajak Keluaran BKPP Tahun 2018

No Masa DPP Pajak Keluaran


Pajak
1. Januari Rp 4 498 879 070 Rp 449 887 904
2. Februari Rp 3 492 023 378 Rp 349 202 335
3. Maret Rp 2 331 886 959 Rp 233 188 688
4. April Rp 3 419 465 446 Rp 341 946 537
5. Mei Rp 3 879 921 207 Rp 387 992 118
6. Juni Rp 3 631 167 280 Rp 363 116 723
7. Juli Rp 1 971 980 200 Rp 197 198 019
8. Agustus Rp 7 306 043 071 Rp 730 604 291
9. September Rp 4 535 787 306 Rp 453 578 717
10. Oktober Rp 4 355 818 815 Rp 435 581 875
11. November Rp 8 161 409 001 Rp 816 140 894
12. Desember Rp 5 216 874 178 Rp 521 687 408
Total Rp 52 801 255 911 Rp 5 280 125 509

Berdasarkan tabel 9 di atas diketahui jumlah Dasar Pengenaan Pajak (DPP) pajak
Masukan tahun 2018 sebesar Rp 52 801 255 911. Hal ini menunjukkan bahwa total Pajak
masukan yang harus dipungut pada tahun 2018 sebesar: 10% x Rp 52 801 255 911 = Rp 5
280 125 509.

Berikut beberapa contoh transaksi yang berkaitan dengan Pajak Keluaran pada
Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Bogor :
1. Pada tanggal 5 Januari BKPP melakukan penyerahan jasa pembelian alat Tulis
Kantor (ATK) sebanyak 1 paket kepada CV. GHAISTA UTAMA sebesar Rp 16
493 400. Transaksi ini menggunakan faktur pajak dengan kode dan nomor seri
faktur pajak 010.000-16.06105272 Perhitungan PPN sebagai berikut:
Harga Jual/penggantian = Rp 15 565 000
DPP = Rp 15 565 000

PPN Terutang = 10% x 15 565 000

= 1 556 500

PPN sebesar Rp 1 556 500 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut
oleh Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Bogor atas
penyerahan jasa pembelian alat Tulis Kantor (ATK) sebanyak 1 paket kepada CV.
GHAISTA UTAMA.
Jurnal :
Kas/Bank Rp 18 142 740
PPN Keluaran Rp 1 649 340
Penjualan Jasa Rp 16 493 400

2. Pada tanggal 5 Januari PT Trimba Engineering melakukan penyerahan jasa


instalasi jaringan seluler dan nirkabel berupa expansion: RRU on Tower
sebanyak 9 set kepada PT Huawei Tech Investment sebesar Rp 15 422 400.
Transaksi ini menggunakan faktur pajak dengan kode dan nomor seri faktur
pajak 010.000-16.06105273 (lampiran 2). Perhitungan PPN sebagai berikut:
1
5

Harga jual/penggantian = Rp 15 422 400


DPP = Rp 15 422 400
PPN terutang = 10% x Rp 15 422 400

= Rp 1 542 240

PPN sebesar Rp 1 542 240 tersebut merupakan Pajak Keluaran


yang dipungut oleh PT Trimba Engineering atas penyerahan jasa
expansion: RRU on Tower kepada PT Huawei Tech Investment.

Jurnal :
Kas/Bank Rp 16 984 640
PPN Keluaran Rp 1 542 240
Penjualan Jasa Rp 15 422 400

Anda mungkin juga menyukai