Anda di halaman 1dari 58

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Skizofrenia adalah gangguan mental kronis dan berat yang

mempengaruhi lebih dari 23 juta orang di seluruh dunia. Skizofrenia di

tandai oleh distorsi dalam berfikir, persepsi, emosi, bahasa, rasa diri, dan

perilaku. Pengalaman umum termasuk halusinasi mendengar suara atau

melihat hal – hal yang tidak ada dan delusi keyakinan palsu yang menetap

(WHO, 2018).

Pendapat yang di kemukakan Fontaine (2009, dalam Satrio dkk,

2015) Halusinasi merupakan terjadinya penglihatan, suara, sentuhan, bau

maupun rasa tanpa stimulus eksternal terhadap organ- organ indera .

Halusinasi secara umum ditandai dengan klien mendengar suara atau

kegaduhan, mendengar suara ajakan untuk bercakap- cakap, melihat

bayangan, sinar atau bentuk lainnya, mencium bau- bau darah, urine feses

dan terkadang bau itu tidak menyenangkan, bicara atau tertawa sendiri,

merasa takut dan lain- lain (Satrio dkk, 2015).

Halusinasi dengar merupakan gejala mayoritas yang sering

dijumpai pada klien skizofrenia. Pendapat yang di kemukakan Fontaine

(2009, dalam Satrio dkk, 2015) menyatakan bahwa halusinasi dan delusi

mencapai 90% pada individu dengan skizofreniadan halusinasi dengar

merupakan masalah utama yang paling sering dijumpai 70%. Diperkuat

oleh Stuart dan Laraia (2005) yang menyatakan bahwa klien skizofrenia

1
2

70% mengalami halusinasi dengar. Senada dengan pernyataan diatas,

Stuart (2009) yang juga menyatakan bahwa halusinasi yang paling sering

diakitkan dengan skizofrenia, sekitar 70% klien skizofrenia mengalami

halusinasi pendengaran. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa

persentase halusinasi dengar merupakan persentase terbesar yang

ditemukan pada klien skizofrenia dibandingkan dengan halusinasi lainnya.

Menurut Copel (2007), halusinasi pendengaran paling sering terjadi pada

skizofrenia, ketika klien mendengar suara-suara, suara tersebut dianggap

terpisah dari pikiran klien sendiri. Isi suara-suara tersebut mengancam dan

menghina, seringkali suara tersebut memerintah klien untuk melakukan

tindakan yang akan melukai klien atau orang lain.

Angka terjadinya halusinasi cukup tinggi. Berdasarkan hasil

pengkajian di Rumah Sakit Jiwa Medan ditemukan 85% pasien kasus

halusinasi. Menurut perawat di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta khususnya di ruang kelas III rata- rata angka

halusinasi mencapai 46,7% setiap bulannya (Mamnu’ah, 2010).

Berdasarakan data RSJ Daerah Provinsi Lampung pada tahyn 2017

didapat 10 penyakit terbanyak rawat inap berdasarkan diagnosa medis

dengan jumlah populasi 806 orang sebagai berikut : 631 orang skizofrenia

paranoid, 69 orang skizofrenia heberfenik, 33 orang gangguan mental

organik, 21 orang gangguan skizofrenia YTT, 14 orang gangguan

skizofrenia tipe depresi, 14 orang gangguan campuran, 9 orang skizofrenia

YTT, 7 orang gangguan psikotik dan polimortik akut tanpa gejala

skizofrenia, 6 orang gangguan skizofrenia tipe manik, 2 orang dimensia


3

(Data Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung, 2017).Pada bulan

April sampai dengan Juni tahun 2017 di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Provinsi Lampung khususnya di ruang Kutilang terdapat klien dengan

masalah halusinasi dengan jumlah 63 (12%) (RSJ Daerah Provinsi

Lampung, 2017).

Halusinasi harus sesegera mungkin ditangani, apabila tidak

ditangani dengan segera ditakutkan akan menimbulkan gangguan jiwa

lainnya yang lebih berbahaya. Halusinasi dapat ditangani dengan cara

mengontrol halusinasi. Pengontrolan halusinasi dapat dilakukan dengan

empat cara, yaitu dengan cara menghardik, melatih bercakap-cakap

dengan orang lain, melaksanakan aktivitas terjadwal dan juga dengan

melatih klien untuk minum obat secara teratur. Salah satu cara mengontrol

halusinasi dapat dilakukan dengan cara menghardik.Menghardik

halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan

cara menolak halusinasi yang muncul sehingga halusinasi tersebut

terputus, klien dilatih untuk mengatakan “tidak” terhadap halusinasi yang

sedang klien alami (Trimelia S, 2011).

Menghardik dapat efektif dalam mengontrol halusinasi, hal ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggraini, dkk (2013) di

Rumah Sakit Jiwa Dr. Aminogondohutomo Semarang yang mengatakan

bahwa pada hasil biraviat menunjukkan bahwa responden mengalami

perubahan halusinasi dengar setelah diberikan terapi menghardik dengan

menutup telinga dengan nilai p=0,000.


4

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk

mengambil judul “Gambaran Kemampuan Latihan Menghardik Pada

Klien Dengan Halusinasi Pendengaran Di Ruang Kutilang Rumah Sakit

Jiwa Daerah Provinsi Lampung”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah karya tulis ilmiah ini yaitu “Bagaimanakah Gambaran

Kemampuan Latihan Menghardik Pada Klien Dengan Halusinasi

Pendengaran Di Ruang Kutilang Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi

Lampung?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari karya tulis ilmiah ini adalah mengetahui Gambaran

Kemampuan Latihan Menghardik pada Klien dengan Halusinasi

Pendengaran di Ruang Kutilang Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi

Lampung.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik klien halusinasi pendengaran diruang

Kutilang Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung.

b. Mengetahui kemampuan klien dalam mengontrol halusinasi

pendengaran sebelum latihanmenghardik diruang Kutilang

Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung.


5

c. Mengevaluasi kemampuan klien dalam mengontrol halusinasi

setelah latihan menghardik diruang Kutilang Rumah Sakit Jiwa

Daerah Provinsi Lampung.

d. Mengetahui tanda gejala dan kemampuan klien sebelum dan

setelah dilakukan latihan menghardik di Ruang Kutilang Rumah

Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung.

D. Manfaat

1. Teoritis

Hasil penerapan ini dapat memberikan manfaat dalam bidang

keperawatan jiwa khususnya dalam Latihan Menghardik Pada Klien

Dengan Masalah Halusinasi Pendengaran.

2. Praktis

1) Bagi penulis

a. Dapat mengerti dan menerapkan latihan menghardik untuk

menurunkan tingkat halusinasi pada klien skizoprenia.

b. Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam memberikan

latihan nyata kepada klien.

c. Meningkatkan keterampilan dalam memberikan latihan

menghardik khususnya kepada klien dengan halusinasi

pendengaran

2) Bagi perawat

Sebagai bahan masukan dan informasi untuk menambah

pengetahuan, keterampilan, dan sikap bagi instansi terkait


6

khususnya dalam meningkatkan pelayanan keperawatan pada klien

dengan halusinasi pendengaran.

3) Bagi institusi

a. Rumah Sakit

Untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan dan meningkatkan

dalam bidang keperawatan terutama dalam menangani klien

dengan masalah halusinasi pendengaran.

b. Pendidikan

Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan

kualitas pendidikan keperawatan, khususnya pada klien dengan

gangguan sensori persepsi halusinasi dan menambah wawasan

dan pengetahuan bagi pembaca.

c. Klien dan keluarga

Sebagai bahan masukan pada klien dalam menghadapi masalah.

Diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan pada orang tua

tentang perawatan terhadap klien.

3. Manfaat Pengembangan

Hasil penerapan ini dapat mengembangkan ilmu dalam praktik

keperawatan khususnya dalam praktik keperawatan jiwa untuk

menangani masalah kejiwaan pada klien.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi

1. Pengertian

Halusinasi merupakan suatu bentuk persepsi atau pengalaman

indera dimana tidak terdapat stimulasi terhadap reseptor- reseptornya,

halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah, yang mungkin

meliputi salah satu dari kelima panca indera. Hal ini menunjukkan

bahwa halusinasi dapat bermacam- macam yang meliputi halusinasi

pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan juga pengecapan

Townsend(2009, dalam Satrio dkk, 2015).

Halusinasi adalah perencanaan tanpa adanya rangsang apapun

pada panca indera seorang klien, yang terjadi dalam keaadaan

sadar/bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik

ataupun histerik Maramis (2000, dalam Trimelia, 2011).

Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa

stimulus yang nyata, artinya klien menginterprestasikan sesuatu yang

nyata tanpa stimulus/rangsang dari luar. Halusinasi merupakan distori

persepsi yang muncul dari berbagai indera Stuart &Laraia(2005,

dalam Trimelia, 2011).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan

bahwa halusinasi adalah persepsi klien yang salah terhadap

lingkungan tanpa stimulus yang nyata, memberi persepsi yang salah

7
8

atau pendapat tentang sesuatu tanpa ada objek/rangsangan yang nyata

dan hilangnya kemampuan manusia untuk membedakan rangsang

internal pikiran dan rangsang eksternal (dunia luar).

2. Jenis Halusinasi

Jenis halusinasi menurut Satrio, dkk (2015) adalah sebagai berikut:

1) Halusinasi Pendengaran (Auditory)

Halusinasi pendengaran merupakan gejala yang paling banyak

dijumpai pada klien skizoprenia. Menurut Copel (2007) dalam

Satrio dkk, (2015), halusinasi pendengaran paling sering terjadi

pada skizoprenia, ketika klien mendengar suara- suara, suara

tersebut dianggap terpisah dari pikiran sendiri. Isi suara tersebut

mengancam dan menghina, sering kali suara tersebut memerintah

klien untuk melakukan tindakan yang akan melukai klien ataupun

orang lain. Menurut Stuart (2009) dalam Satrio dkk (2015), pada

klien halusinasi dengar tanda dan gejala dapat dicirikan dengan

mendengar bunyi atau suara, paling sering dalam bentuk suara,

rentang suara dari suara sederhana atau suara yang jelas, suara

tersebut membicarakan klien, sampai percakapan yang komplet

antara dua orang atau lebih seperti orang yang berhalusinasi.

Suara yang didengar dapat berupa perintah yang memberi tahu

klien untuk melakukan sesuatu, terkadang suara tersebut dapat

berupa suara yang akan membuat klien jadi melakukan hal yang

berbahaya atau dapat mencederai diri sendiri ataupun orang lain.


9

2) Halusinasi penglihatan (visual)

Sedangkan pada klien halusinasi penglihatan, isi halusinasi

berupa melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada sama sekali,

misalnya cahaya atau orang yang telah meninggal atau mungkin

sesuatu bentuk yang menakutkan (Cancro & Lehman, 2000 dalam

Videbeck, 2008 dalam Satrio dkk, 2015).

Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar,

orang atau panorama yang luas dan kompleks, bisa yang

menyenangkan atau menakutkan.

Perilaku yang muncul adalah tatapan mata pada tempat

tertentu, menunjuk ke arah tertentu, ketakutan pada objek yang

dilihat.

3) Halusinasi penciuman (olfactory)

Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa klien

mencium aroma atau bau tertentu seperti urine atau feses atau bau

yang bersifat lebih umum atau bau busuk atau bau yang tidak

sedap (Cancro & Lehman, 2000 dalam Videbeck, 2008 dalam

Satrio dkk, 2015).

4) Halusinasi Pengecapan (gustatory)

Pada halusinasi pengecapan, isi halusinasi dapat berupa klien

seakan mengecap rasa yang tetap ada dalam mulut atau perasaan

bahwa makanan terasa seperti sesuatu yang lain. Rasa tersebut

dapat berupa rasa logam atau pahit atau mungkin seperti rasa

tertentu. Atau berupa rasa busuk, tak sedap dan anyir seperti
10

darah, urine atau feses (Stuart & Laraia., 2005; Stuart, 2009

dalam Satrio dkk, 2015).

5) Halusinasi Perabaan (taktil)

Isi halusinasi perabaan adalah klien merasakan sensasi seperti

aliran listrik yang menjalar ke seluruh tubuh atau binatang kecil

yang merayap di kulit (Candro & Lehman, 2000 dalam Videbeck,

2008 dalam Satrio dkk, 2015). Klien juga dapat mengalami nyeri

atau tidak nyaman tanpa adanya stimulus yang nyata.

6) Halusinasi Chenesthetik

Halusinasi ini klien merasa bahwa seakan- akan merasa fungsi

tubuh seperti darah berdenyut melalui vena dan arteri, mencerna

makanan, atau bentuk urine (Videback, 2008; Stuart, 2009 dalam

Satrio dkk, 2015).

7) Halusinasi Kinestetik

Halusinasi ini terjadi ketika klien tidak bergerak tetapi klien

merasa seolah klien menggerakkan tubuhnya, gerakan tubuh yang

tidak lazim seperti melayang di atas tanah. Sensasi gerakan

sambil berdiri tak bergerak (Videback, 2008; Stuart, 2009 dalam

Satrio dkk, 2015).


11

3. Fase Halusinasi

Halusinasi yang dialami klien bisa berbeda intensitasnya dan

keparahannya. Menurut Satrio, dkk (2015), ada 4 fase berdasarkan

tingkat ansietas atau kecemasan yang dialami dan kemampuan klien

dalam mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasinya, klien

semakin berat mengalami kecemasan dan makin dikendalikan oleh

halusinasinya. Fase dalam halusinasi meliputi :

a. Fase Comforting (halusinasi yang menyenangkan)

Klien mengalami perasaan yang mendalam seperti

kecemasan, kesepian, rasa bersalah, takut sehingga mencoba

untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk

meredakan kecemasan. Klien mengenali bahwa pikiran- pikiran

dan pengalaman sensori berada dalam kendali kesadaran jika

kecemasan muncul. Biasanya klien berperilaku tersenyum, atau

tertawa yang tidak sesuai, menggerakan bibir tanpa suara,

pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat jika

sedang asyik, diam dan asyik sendiri.

b. Fase Condemning ( halusinasi yang menjijikan/menjengkelkan)

Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien yang

berhalusinasi mulai mersa kehilangan kontrol dan mungkin

berusaha menjauhkan diri, serta merasa malu dengan adanya

pengalaman sensori tersebut dan menarik diri dari orang lain.

Perilaku yang biasanya terjadi adalah meningkatnya kerja

sistem saraf autonomik yang menunjukkan kecemasan misalnya


12

terdapat peningkatan nadi, pernapasan, dan tekanan darah.

Perilaku berikutnya yaitu rentang perhatian menyempit, asyik

dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan

untuk membedakan halusinasi dengan realitas, dan biasanya

menarik diri dari orang lain.

c. Controling ( pengalaman sensori berkuasa, cemas berat)

Klien yang berhalusinasi menyerah untuk mencoba melawan

pengalaman halusinasinya. isi halusinasi menjadi menarik dan

klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori

halusinasi berhenti.

Perilaku yang biasanya terjadi pada klien pada fase ini adalah

kemauannya dikendalikan oleh halusinasi dan klien

mengikutinya, kesukaran untuk bersosialisasi dengan orang lain,

rentang perhatian klien hanya sebentar, adanya tanda- tanda fisik

berat : berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah

dan klien selalu berusaha mengikuti isi perintah halusinasinya.

d. Fase Conquering (melebur dalam pengaruh halusinasi, panik)

Halusinasi bersifat menaklukan, halusinasi menjadi lebih

rumit dan klien mengalami gangguan dalam menilai

lingkungannya. Pengalaman sensori yang dirasakan dalam bentuk

mengancam jika klien tidak mengikuti perintah dari halusinasi,

halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada

intervensi therapeutik. Perilaku yang biasanya terjadi adalah klien

tampak seperti dihantui teror dan panik, potensi kuat untuk bunuh
13

diri, tidak mampu merespon lebih dari satu orang, aktifitas fisik

yang digambarkan klien menunjukkan isi dari halusinasi

misalnya klien melakukan kekerasan, agitasi, menarik diri atau

katatonia, klien tidak dapat merespon pada arahan kompleks.

4. Rentang Respon Neurobiologis

Rentang respon neurobiologis menurut Satrio, dkk (2015) :

Rentang Respon Neurobiologis


Respon adaptif Respon maladaptif

1. Pikiran logis 1. Kadang proses 1. Gangguan


2. Persepsi pikir proses pikir
akurat terganggu (waham)
3. Emosi 2. Ilusi 2. Halusiasi
konsisten 3. Emosi 3. RPK
dengan 4. Perilaku tidak 4. Perilaku
pengalaman biasa tidak
4. Perilaku 5. Menarik diri terorganisir
sesuai 5. Isolasi sosial

5. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Halusinasi

Halusinasi merupakan salah satu gejala dalam menentukan

diagnosis klien yang mengalami psikotik, khususnya Schizofrenia.

Halusinasi dipengaruhi oleh faktor (Stuart dan Laraia, 2005 dalam

Satrio dkk, 2015), dibawah ini antara lain:

1) Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi

jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu

untuk mengatasi stress. Beberapa faktor predisposisi yang


14

berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi seperti pada

munculnya respon neurobiologi seperti pada halusinasi antara lain:

a) Faktor biologi

Menurut Videback (2008) dalam Satrio dkk, 2015, faktor

biologi yang dapat menyebabkan terjadinya skizoprenia

meliputi :

(1) Genetik

Telah diketahui bahwa secara genetik schizofrenia

diturunkan melalui kromosom- kromosom tertentu. Namun

demikian, kromosom yang keberapa yang menjadi faktor

penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap

penelitian. Anak kembar identik memiliki kemungkinan

mengalami schizofrenia sebesar 50% jika salah satunya

mengalami schizofrenia, sementara jika dizygote

peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu

orang tuanya mengalami schizofrenia berpeluang sebesar

15% mengalami schizofrenia, sementara bila kedua orang

tuanya schizofrenia maka peluangnya adalah 35%. Secara

genetik ditemukan perubahan pada kromosom 5 dan 6 yang

mempredisposisikan individu mengalami schizofrenia (

Copel, 2007 dalam Satrio dkk, 2015).

(2) Neuroanatomi

Menurut Sadock & Sadock (2007 dalam Townsend, 2009

dalam Satrio dkk, 2015) yang menyatakan bahwa fungsi


15

utama lobus frontalis adalah aktivasi motorik, intelektual,

perencanaan konseptual, aspek kepribadian, aspek produksi

bahasa. Sehingga apabila terjadi gangguan pada lobus

frontalis, maka akan terjadi perubahan pada aktivitas

motorik, gangguan intelektual, perubahan kepribadian dan

juga emosi yang tidak stabil. Sedangkan fungsi utama dan

lobus temporalis adalah mengatur bahasa, ingatan dan juga

emosi. Sehingga gangguan yang terjadi pada korteks

temporalis dan nukleus- nukleus limbik yang berhubungan

pada lobus temporalis akan menyebabkan timbulnya gejala

halusinasi.

(3) Neurokimia

Neurotransmiter yang berperan menyebabkan skizoprenia

adalah dopamin dan serotonin. Salah satu teori yang

terkenal memperlihatkan dopamin sebagai faktor penyebab,

ini dibuktikan dengan obat- obat yang menyekat reseptor

dopamin pascasinaptik mengurangi gejala psikotik dan pada

kenyataannya semakin efektif obat tersebut dalam

mengurangi skizoprenia. Sedangkan serotonin berperan

sebagai modulasi dopamin, yang membantu mengontrol

kelebihan dopamin. Adanya overload reuptake

neurotransmiter dopamin dan serotonin mengakibatkan

kerusakan komunikasi antar sel otak, sehingga jalur

penerima dan pengirim informasi di otak terganggu.


16

Keadaan ini mengakibatkan informasi tidak dapat diproses

sehingga terjadi kerusakan dalam persepsi yang

berkembang menjadi halusinasi dan kesalahan dalam

membuat kesimpulan yang berkembang menjadi delusi.

(4) Imunovirologi

Paparan prenatal terhadap virus influenza terutama selama

trimester pertama, mungkin menjadi salah satu faktor

penyebab skizoprenia pada beberapa orang tetapi tidak pada

orang lain (Brown et al, 2004 dalam Satrio dkk, 2015).

Teori ini didukung oleh temuan riset yang memperlihatkan

lebih banyak orang dengan skizoprenia lahir di musim

dingin atau awal musim semi dan daerah perkotaan (Van Os

et al, 2004 dalam Satrio dkk, 2015). Temuan ini

menunjukkan musim potensial dan tempat lahir berdampak

terhadap resiko untuk terkena skizoprenia. Infeksi virus

lebih sering terjadi pada tempat- tempat ramai dan musim

dingin (Gallagher et al, 2007; Velling et al, 2008 dalam

Stuart, 2009 dalam Satrio dkk, 2015).

b) Faktor Psikologis

Menurut Townsend, (2009) dalam Satrio dkk, (2015)

awal terjadinya skizoprenia difokuskan pada hubungan

dalam keluarga yang mempengaruhi perkembangan

gangguan ini, teori awal menunjukkan kurangnya hubungan

antara orang tua dengan anak serta disfungsi sistem


17

keluarga sebagai penyebab terjadinya skizoprenia.

Lingkungan emosional yang tidak stabil mempunyai resiko

besar pada perkembangan skizoprenia, pada masa anak-

anak disfungsi sosial seperti trauma masa kecil, kekerasan

dan hubungan interpersonal yang kurang hangat diterima

anak sehingga sangat mempengaruhi perkembangan

neurologikal anak dan dapat menyebabkan anak rentan

terhadap skizoprenia dikemudian hari (Sinaga, 2007 dalam

Satrio dkk, 2015).

c) Faktor sosial budaya

Faktor budaya sosial yang dapat menyebabkan

terjadinya skizoprenia adalah karena tidak adanya

penghasilan, kemiskinan, adanya kekerasan, tidak punya

tempat tinggal serta diskriminasi ras, golongan, usia

maupun jenis kelamin (Seaward, 1997, dalam Videback,

2008 dalam Satrio dkk, 2015).

2) Faktor Presipitasi

Faktor pencetus halusinasi diakibatkan oleh gangguan umpan

balik di otak yang mengatur jumlah dan waktu dalam proses

informasi. Stimulasi penglihatan dan pendengaran pada awalnya di

saring oleh hipotalamus dan dikirim untuk diproses oleh lobus

frontal dan bila informasi yang disampaikan terlalu banyak pada

suatu waktu atau jika informasi itu salah, lobus frontal

mengirimkan pesan overload ke ganglia basal dan di ingatkan lagi


18

oleh hipotalamus untuk memperlambat transmisi ke lobus frontal.

Penurunan fungsi dari lobus frontal menyebabkan gangguan pada

proses umpan balik dalam penyampaian informasi yang

menghasilkan proses informasi yang overload (Stuart & Laraia,

2005; Stuart, 2009 dalam Satrio dkk, 2015).

3) Penilaian Terhadap Stressor

Penilaian terhadap stressor merupakan penilaian individu ketika

menghadapi stressor yang datang. Menurut Sinaga (2007 dalam

Satrio dkk, 2015), faktor biologis, psikososial dan lingkungan

saling berintegrasi satu sama lainpada saat individu mengalami

stress sedangkan individu sendiri memiliki kerentanan (diatesis),

yang jika diaktifkan oleh pengaruh stress maka akan menimbulkan

gejala schizofrenia.

4) Sumber Koping

Berdasarkan Stuart dan Laraia (2005) dalam Satrio dkk, (2015),

sumber koping adalah suatu hal yang penting untuk membantu

klien dalam mengatasi stressor yang dihadapinya. Sumber koping

tersebut meliputi asset ekonomi, sosial support, nilai dan

kemampuan individu mengatasi masalah. Apabila koping individu

baik, maka ia akan mampu mengatasi stressor tersebut.

Keluarga merupakan salah satu sumber koping yang

dibutuhkan individu ketika mengalami stress. Proses penyesuaian

penyesuaian pasca psikotik (Moller, 2006, dalam Stuart, 2009

dalam Satrio dkk, 2015) terdiri dari 4 fase yaitu:


19

a. Efikasi (kemanjuran) pengobatan untuk secara konsisten

mengurangi gejala dan menstabilkan disonasi kognitif setelah

episode pertama memakan waktu 6 sampai 12 bulan.

b. Awal pengenalan diri (insight) sebagai proses mandiri

melakukan pemeriksaan realitas yang dapat diandalkan.

Pencapaian keterampilan ini memakan waktu 6 sampai 18

bulan dan tergantung pada keberhasilan pengobatan dan

dukungan yang berkelanjutan.

c. Setelah mencapai pengenalan diri, proses pencapain kognitif

meliputi keteguhan melanjutkan hubungan interpersonal normal

dan reenganing dalam kegiatan yang sesuai dengan usia yang

berkaitan dengan sekolah dan bekerja. Fase ini berlangsung 1

sampai 3 tahun.

d. Ordinariness/ kesiapan kembali seperti sebelum sakit ditandai

dengan kemampuan untuk secara konsisten dan dapat

diandalkan dan terlibat dalam kegiatan yang sesuai dengan usia

lengkap dari kehidupan sehari- harimencerminkan tujuan

prepsychosis. Fase ini berlangsung minimal 2 tahun. Sumber

daya keluarga seperti pemahaman orang tua terhadap penyakit,

keuangan, ketersediaan waktu dan energi, kemampuan untuk

menyediakan dukungan yang berkelanjutan, mempengaruhi

jalannya penyesuaian postpsykotik.


20

6. Mekanisme Koping

Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi

(Stuart dan Laraia, 2005 dalam Satrio dkk, 2015) meliputi:

a) Regresi: menjadi malas beraktivitas sehari- hari

b) Proyeksi: mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan

mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu

benda.

c) Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan

stimulus internal.

d) Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien.

7. Tanda Dan Gejala Secara Umum

Ada beberapa tanda dan gejala secara umum terhadap masalah

halusinasi menurut SDKI, (2017) yaitu sebagai berikut:

a. Data Subjektif

Pasien mengatakan :

1) Mendengarkan suara – suara bisikan atau melihat bayangan

2) Merasakan sesuatu melalui indera perabaan, penciuman,

perabaan atau pengecapan

3) Menyatakan kesal

b. Data Objektif

1) Distoral persepsi

2) Respon tidak sesuai


21

3) Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba, atau

mencium sesuatu

4) Melihat ke satu arah

5) Konsentrasi buruk

6) Menyendiri

7) Melamun

8) Disorientasi waktu, tempat, orang dan situasi

9) Curiga

10) Mondar- mandir

11) Bicara sendiri

8. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko perilaku kekerasan

b. Halusinasi

c. Harga diri rendah

d. Gangguan hubungan sosial

9. Rencana Tindakan Keperawatan Klien Gangguan Jiwa

N Perencanaan
o.
D Dx Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
x Keper
awata
n
Gangg Tujuan
uan umum :
Persep Klien
si mampu
Sensori mengontro
: l
Halusi halusinasi
nasi yang
dialami
Tujuan 1. Setelah....X Identifikasi fokus masalah klien,
khusus: pertemuan klien dengan:
Pertemuan menunjukkan  Sapa klien dengan ramah
pengkajian tanda- tanda baik verbal maupun non
22

Klien percaya kepada verbal


mampu perawat dan  Perkenalkan nama, nama
menunjuk mengenali masalah panggilan perawat dan
kan tanda- yang dialami, tujuan perawat berinteraksi
tanda dengan kriteria:  Tanyakan dan panggil
percaya  Ekspresi nama kesukaan klien
kepada wajah  Tunjukkan sikap empati,
perawat bersahabat jujur, dan menepati janji
dan  Menunjuk setiap kali berinteraksi
mengenali kan rasa  Tanyakan perasaan klien
masalah senang dan masalah yang dialami
yang  Ada klien
dialami kontak  Buat kontrak interaksi
mata yang jelas
 Mau  Beri perhatian kepada
berkenalan klien dan perhatikan
 Bersedia kebutuhan dasar klien
menceritak  Dengarkan dengan penuh
an masalah perhatian ungkapan
yang masalah klien
dialami
Pertemua 1. Setelah....X Bantu klien mengidentifikasi
n1 pertemuan klien halusinasi:
Klien menjelaskan  Adakan kontak sering dan
mampu halusinasi yang singkat secara bertahap
mengident dialami dengan  Observasi tingkah laku
ifikasi kriteria: klien terkait dengan
halusinasi  Mencerita halusinasinya (*
dan kan isi dengar/lihat/penghidu/raba
mampume halusinasi /kecap), jika menemukan
ngendalika yang klien yang sedang
n dialami halusinasi:
halusinasi  Mencerita  tanyakan apakah
yang kan waktu klien mengalami
dialami halusinasi sesuatu
dengan yang (hakusnasi
latihan dialami dengar/raba/peng
menghardi  Mencerita hidu/kecap)
k kan  jika klien
frekuensi menjawab ya,
halusinasi tanyakan apa
yang yang sedang
dialami dialaminya
 Mencerita  katakan bahwa
kan situasi perawat percaya
halusinasi klien mengalami
yang hal tersebut,
dialami namun perawat
 Mencerita sendiri tidak
kan mengalaminya
persaan (dengan nada
dan respon bersahabat tanpa
dari menuduh atau
halusinasi menghakimi)
yang  katakan bahwa
dialami ada klien lain
yang mengalami
23

hal yang sama


 katakan bahwa
perawat akan
membantu klien
 jika klien tidak sedang
berhalusinasi, diskusikan
dengan klien:
 isi, waktu dan
frekuensi
terjadinya
halusinasi
(pagi,siang, sore,
malam atau
sering dan
kadang- kadang)
 situasi dan
kondisi yang
menimbulkan
halusinasi atau
tidak
menimbulkan
halusinasi
 perasaan dan
respon waktu
halusinasi muncul
2. setelah....X 1. latih klien
pertemuan klien mengendalikan
mengendalikan halusinasi dengan
halusinasi yang menghardik
dialami dengan  diskusikan cara
latihan menghardik, yang digunakan
dengan kriteria: klien
 menutup kedua (membiarkan,
telinga tidur, marah,
 memejamkan mata menyibukkan
 melawan halusinasi diri, dll)
yang dialami  jika cara
dengan menghardik yang
digunaka
n adaptif
beri
pujian
 jika cara
yang
digunaka
n
maladapt
if
diskusik
an
kerugian
cara
tersebut
 jelaskan cara
mengontrol
halusinasi :
hardik, obat,
bercakap- cakap,
24

melakukan
kegiatan
 diskusikan cara
baru untuk
memutus/
mengontrol
timbulnya
halusinasi :
katakan pada diri
sendiri bahwa ini
tidak nyata (“
saya tidak mau
dengar/ lihat/
penghidu/ raba/
kecap pada saat
halusinasi terjadi)
 menghardik
sambil tutup mata
dan tutup telingan
 anjurkan klien
menggunakan
cara yang sudah
dilatih saat
halusinasi muncul
 msukkan jadwal
kegiatan untuk
latihan
menghardik
Pertemua 1. Setelah....X 2. Latih klien
n II pertemuan mengendalikan
Klien klien halusinasi dengan
mampu mengendalikan memanfaatkan obat
mengendal halusinasi yang  Evaluasi
ikan dialami dengan kegiatan
halusinasi latihan latihan
yang memanfaatkan menghardik.
dialami obat, dengan Beri pujian
dengan kriteria:  Latih cara
memanfaat  Meng mengontrol
kan obat ungka halusinasi
pkan dengan obat
prinsi (jelaskan 6
p 6 benar:
benar pasien,
obat obat,dosis,
 Menj waktu, cara
elaska dan
n kontinuitas
prinsi minum obat)
p:  Masukkan
benar pada jadwal
pasie kegiatan
n, untuk latihan
obat, mengahardik
dosis, dan minum
waktu obat
dan
25

cara
 Meng
ungka
pkan
konti
nuitas
minu
m
obat
dan
pengo
batan
Pertemua 1. Setelah....X 3. Latih klien
n III pertemuan mengendalikan
Klien klien halusinasi dengan cara
mampu mengendalikan bercakap- cakap
mengendal hausinasi yang  Evaluasi
ikan dialami dengan kegiatan
halusinasi latihan cara latihan
yang fisik, dengan menghardik
dialami kriteria: dan obat.
dengan  Mengungk Beri pujian
cara apkan  Latih cara
verbal/ halusinasi mengontrol
bercakap- yang halusinasi
cakap muncul dengan
kepada bercakap-
orang lain cakap saat
(sesama terjadi
klien, halusinasi
perawat  Menemui
dan orang lain
anggota (perawat/
keluarga) teman/
 Bercakap- anggota
cakap keluarga)
dengan untuk
sesama menceritakan
klien tentang
 Bercakap- halusinasinya
cakap  Meminta
dengan perawat/
perawat sesama klien/
dan anggota
naggota keluarga
keluarga menyapa/
 Meminta mengajak
perawat/ bercakap-
sesama cakap saat
klien/ halusinasi
anggota muncul
keluarga  Masukkan
menyapa/ pada jadwal
mengajak kegiatan
bercakap- untuk latihan
cakap menghardik,
minum obat
26

dan
bercakap-
cakap
Pertemua 1. Setelah.....X 4. Latih klien
n IV pertemuan klien mengendalikan
klien mengendalikan halusinasi dengan
mampu halusinasi yang cara kegiatan
mengendal dialami dengan terjadwal
ikan latihan cara  Evaluasi
halusinasi spiritual, dengan kegiatan
yang kriteria: latihan
dialami  Mengungk menghardik
dengan apkan dan obat dan
cara kegiatan bercakap-
latihan aktivitas cakap. Beri
kegiatan sehari- pujian
terjadwal hari dari  Latih cara
bangun mengontrol
tidur halusinasi
sampai dengan
tidur lagi melakukan
 Mengisi kegiatan
kegiatan harian (mulai
yang bisa 2 kegiatan)
dilakukan  Membuat
pada dan
waktu melaksanaka
halusinasi n jadwal
muncul kegiatan
 Memilih sehari- hari
kegiatan yang telah di
dan susun
memprakt  Masukkan
ekkan pada jadwal
kegiatan kegiatan
untuk untuk latihan
mengendal menghardik,
ikan minum obat,
halusinasi bercakap-
cakap dan
kegiatan
harian
Pertemua 1. Setelah....X 5. Latih klien
nV pertemuan klien mengendalikan
Klien mengendalikan halusinasi dengan
mampu halusinasi yang cara menghardik
mengendal dialami dengan dan obat dan
ikan latihan cara fisik, bercakap- cakap dan
halusinasi obat, verbal dan kegiatan terjadwal
yang spiritual, dengan  Evaluasi
dialami kriteria: kegiatan
 Memprakt latihan
ekkan menghardik
latihan dan obat dan
menghardi bercakap-
k cakap dan
 Memprakt kegiatan
27

ekkan terjadwal.
latihan Beri pujian
obat  Nilai
 Memprakt kemampuan
ekkan yang sudah
latihan mandiri
bercakap-  Nilai apakah
cakap halusinasi
 Memprakt sudah
ekkan terkontrol
latihan
terjadwal

B. Menghardik Halusinasi

1. Pengertian

Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri

terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul,

sehingga halusinasi tersebut terputus. Klien dilatih untuk mengatakan

“tidak” terhadap halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan

halusinasinya. kalau ini dapat dilakukan, klien akan mampu

mengendalikan diri dan tidak akan mengikuti perintah halusinasi yang

muncul. Mungkin halusinasi tetap ada, namun dengan kemampuan ini

klien tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam

halusinasinya (Trimelia S, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh

Anggraini, dkk (2013) menunjukkan bahwa ada pengaruh menghardik

terhadap penurunan tingkat halusinasi dengar dengan p-value 0,000.

2. Tahapan Menghardik

Tahapan menghardik menurut Trimelia S, (2011) meliputi :

a. Menjelaskan tujuan menghardik halusinasi

b. Menjelaskan cara menghardik halusinasi


28

c. Memperagakan cara menghardik

d. Meminta klien memperagakan ulang cara menghardik

e. Memantau penerapan cara menghardik, menguatkan perilaku klien.

3. Standar Prosedur Operasional pada Klien Halusinasi

Prosedur Pelaksanaan :

1) Fase Orientasi

a. Perawat mengucapkan salam pembuka

b. Perawat menanyakan apakah masalah halusinasi yang

diceritakan klien dipertemukan sebelumnya masih dijalani?,

perawat menanyakan apa yang dilakukan klien saat halusinasi

muncul?

c. Perawat bersama klien menyepakati kontrak yang terdiri dari

topik, waktu dan tempat

d. Perawat menjelaskan tujuan interaksi yang akan dilakukan

2) Fase Kerja

a) Perawat dan klien mendiskusikan:

(1) Tentang isi halusinasi yang dirasakan, apakah berupa

pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan,

pengecapan, kinestik atau sinestetik

(2) Waktu, frekuensi, situasi, perasaan dan respon dari

halusinasi yang dialami

(3) Perawat menjelaskan bahwa yang dialami oleh klien itu

adalah halusinasi, dimana klien salah mempersepsikan

stimulus yang sebetulnya tidak ada sumbernya


29

(4) Perawat menjelaskan cara mengontrol halusinasi ada 4

cara : latihan menghardik, memanfaatkan obat, bercakap-

cakap dan kegiatan terjadwal

b) Perawat mencontohkan cara mengontrol halusinasi latihan

menghardik:

(1) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol

timbulnya halusinasi : katakan pada diri sendiri bahwa ini

tidak nyata (“saya tidak mau

dengar/lihat/penghidu/raba/kecap pada saat halusinasi

terjadi”)

(2) Menghardik sambil tutup mata dan tutup telinga

(3) Menghardik bisa dilakukan dalam hati bila klien sudah

bisa fokus untuk melawat halusinasi yang dialami dan pada

waktu malam hari dan situasi ramai agar tidak

mengganggu orang lain

c) Perawat menganjurkan klien mempraktekan latihan yang

sudah dicontohkan perawat

d) Perawat menyatakan kepada klien untuk fokus waktu latihan

agar memiliki dampak yang positif terhadap kesembuhan klien

e) Perawat dan klien memasukkan pada jadwal kegiatan untuk

latihan menghardik
30

3) Fase Terminasi

a) Perawat menanyakan perasaan klien setelah latihan

menghardik, apa saja tadi yang didiskusikan, apa yang

dilakukan oleh klien saat muncul halusinasi

b) Perawat meminta klien untuk mempraktekan kembali cara

menghardik

c) Perawat memberikan reinforcement positif terkait apa yang

dilakukan klien

d) Perawat meminta klien untuk melakukan apa yang sudah dilatih

sesuai jadwal

e) Perawat dan klien menyepakati kontrak berikutnya terkait

topik, waktu dan tempat untuk masalah yang lain

f) Perawat mengakhiri kegiatan dengan salam penutup.


31

BAB III

METODE PENULISAN

A. Desain

Desai Karya Tulis Ilmiah ini menggunakan desain penerapan.Karya

tulis ilmiah ini dimaksudkan untuk mengetahui penurunan tingkat

halusinasi pendengaran dengan cara mengahardik. Dalam mengeksplorasi

masalah halusinasi pendengaran tersebut meliputi pengambilan data yang

mendalam serta sumber informasi yang jelas, serta mengevaluasi

pelaksanaan sebelum dan sesudah pelaksanaan penerapan latihan

menghardik di ruang Kutilang Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi

Lampung.

B. Subjek Studi Kasus

Partisipan/subjek penerapan yang diambil oleh penulis dalam karya

tulis ilmiah ini adalah klien dengan gangguan sensori persepsi :

halusinasipendengaran. Subjek dalam penerapan intervensi keperawatan

ini berjumlah 4 klien, 2 klien menggunakan metode tutup telinga dan 2

klien lainnya tutup mata dan tutup telinga . Adapun kriteria subjek dalam

karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut :

1) Bersedia menjadi responden

2) Bersedia dilatih menghardik untuk mengontrol halusinasi

3) Mengalami gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran

4) Tidak mengalami gangguan pendengaran

5) Tahap halusinasi kedua yaitu fase condeming (menjengkelkan)

31
32

C. Definisi Operasional

Definisi operasional digunakan untuk membatasi ruang lingkup

atau pengertian variabel- variabel diamati atau diteliti. Definisi

operasional juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran

atau pengamatan terhadap variabel- variabel yang bersangkutan serta

pengembangan instrument (alat ukur)

tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur Ukur
1. Tanda dan Kondisi Lembar Ceklist Presentase Ordinal
gejala yang observasi pada setiap
halusinasi muncul pada (terlampi point. Nilai Ringan
klien yang r) dari (< 33%)
dapat sekluruh
diobservasi point Sedang
melalui data kemudian (33%-66%)
subjektif diubah
dan objektif menjadi Berat
persentase (>66%)
dengan
rumus :

Jumlah
poin(ceklis)
jumlah item

...X
100%=....%
2. Kemampu Kemampuan Lembar Melakukan Persentase Ordinal
an latihan yang observasi ceklist pada
menghardi ditunjukkan (terlampi setiap poin. Ringan
k dengan dengan r) Nilai dari (< 33%)
cara tutup latihan seluruh
telinga menghardik poin Sedang
dengan cara kemudian (33%-66%)
tutup telinga diubah
dalam menjadi Berat
melawan persentase (>66%)
halusinasi dengan
rumus:

Jumlah
33

poin(ceklis)
jumlah item

...X
100%=....%
3. Kemampu Kemampuan Lembar Melakukan Persentase Ordinal
an latihan yang observasi ceklist pada
menghardi ditunjukkan (terlampi setiap poin. Ringan
k dengan dengan r) (< 33%)
Nilai dari
cara tutup latihan
telinga dan menghardik seluruh
poin Sedang
tutup mata dengan cara
tutup telinga kemudian (33%-66%)
dan tutup diubah
mata dalam menjadi Berat
melawan persentase (>66%)
halusinasi
dengan
rumus:

Jumlah
poin(ceklis)
jumlah item

...X
100%=....%

D. Lokasi dan Waktu

Penerapan ini telah dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2018 sampai

12 Juli 2018 di Ruang Kutilang Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi

Lampung yaitu selama 4 hari.

E. Instrument KTI

1. Metode Pengumpulan Data

a) Wawancara

Wawancara merupakan suatu metode yang dipergunakan

untuk mengumpulkan data, dimana akan didapatkan keterangan

atau informasi secara lisan dari responden atau bercakap- cakap


34

dan bertatap muka. Wawancara sebagai pembantu utama dari

metode observasi.

b) Observasi

Observasi atau pengamatan adalah suatu prosedur yang

berencana, yang antara lain meliputi melihat, mendengar, dan

mencatat sejumlah aktivitas tertentu atau situasi tertentu yang

ada hubungannya dengan masalah yang diteliti

2. Standar Operasional Prosedur

2) Fase Orientasi

a. Perawat mengucapkan salam pembuka

b. Perawat menanyakan apakah masalah halusinasi yang

diceritakan klien dipertemukan sebelumnya masih dijalani?,

perawat menanyakan apa yang dilakukan klien saat halusinasi

muncul?

c. Perawat bersama klien menyepakati kontrak yang terdiri dari

topik, waktu dan tempat

d. Perawat menjelaskan tujuan interaksi yang akan dilakukan

4) Fase Kerja

f) Perawat dan klien mendiskusikan:

(1) Tentang isi halusinasi yang dirasakan, apakah berupa

pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan,

pengecapan, kinestik atau sinestetik

(2) Waktu, frekuensi, situasi, perasaan dan respon dari

halusinasi yang dialami


35

(3) Perawat menjelaskan bahwa yang dialami oleh klien itu

adalah halusinasi, dimana klien salah mempersepsikan

stimulus yang sebetulnya tidak ada sumbernya

(4) Perawat menjelaskan cara mengontrol halusinasi ada 4

cara : latihan menghardik, memanfaatkan obat, bercakap-

cakap dan kegiatan terjadwal

g) Perawat mencontohkan cara mengontrol halusinasi latihan

menghardik:

(1) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol

timbulnya halusinasi : katakan pada diri sendiri bahwa ini

tidak nyata (“saya tidak mau

dengar/lihat/penghidu/raba/kecap pada saat halusinasi

terjadi”)

(2) Menghardik sambil tutup mata dan tutup telinga

(3) Menghardik bisa dilakukan dalam hati bila klien sudah

bisa fokus untuk melawat halusinasi yang dialami dan pada

waktu malam hari dan situasi ramai agar tidak

mengganggu orang lain

h) Perawat menganjurkan klien mempraktekan latihan yang

sudah dicontohkan perawat

i) Perawat menyatakan kepada klien untuk fokus waktu latihan

agar memiliki dampak yang positif terhadap kesembuhan klien

j) Perawat dan klien memasukkan pada jadwal kegiatan untuk

latihan menghardik
36

5) Fase Terminasi

a) Perawat menanyakan perasaan klien setelah latihan

menghardik, apa saja tadi yang didiskusikan, apa yang

dilakukan oleh klien saat muncul halusinasi

b) Perawat meminta klien untuk mempraktekan kembali cara

menghardik

c) Perawat memberikan reinforcement positif terkait apa yang

dilakukan klien

d) Perawat meminta klien untuk melakukan apa yang sudah dilatih

sesuai jadwal

e) Perawat dan klien menyepakati kontrak berikutnya terkait

topik, waktu dan tempat untuk masalah yang lain

f) Perawat mengakhiri kegiatan dengan salam penutup.

F. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang akan dilakukan dalam karya tulis ilmiah

ini menurut Notoatmodjo (2010) meliputi :

1) Wawancara

Wawancara merupakan suatu metode yang dipergunakan untuk

mengumpulkan data, dimana akan didapatkan keterangan atau

informasi secara lisan dari responden atau bercakap- cakap dan

bertatap muka. Wawancara sebagai pembantu utama dari metode

observasi

.
37

2) Observasi

Observasi atau pengamatan adalah suatu prosedur yang

berencana, yang antara lain meliputi melihat, mendengar, dan

mencatat sejumlah aktivitas tertentu atau situasi tertentu yang ada

hubungannya dengan masalah yang diteliti.

G. Analisis Data

Analisa data dilakukan sejak penulis melakukan penerapan di

lapangan, sewaktu pengumpulan data sampai dengan data terkumpul.

Terkait dengan penerapan yang akan penulis lakukan, berikut adalah

urutan dalam analisis data menurut Sugiyono (2016):

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan data yang dikumpulkan dari hasil

wawancara, observasi dan dokumen. Hasil dituliskan dalam bentuk

catatan naratif, kemudian disalin dalam bentuk transkip (catatan

terstruktur).

2. Mereduksi data

Mereduksi data yaitu sebagai proses seleksi, pemfokusan,

transformasi data kasar yang ada di lapangan langsung dan

diteruskan pada waktu pengumpulan data, dengan demikian reduksi

data dimulai sejak penulis memfokuskan wilayah penerapan.


38

3. Penyajian data

Penyajian data yaitu rangkaian organisasi informasi yang

memungkinkan penerapan dilakukan. Penyajian data diperoleh

berbagai jenis, jaringan kerja, keterkaitan kegiatan atau tabel.

4. Kesimpulan

Penarikan kesimpulan yaitu dalam pengumpulan data, penulis harus

mengerti terhadap sesuatu yang diteliti langsung dilapangan dengan

menyusun pola pengarahan dan sebab akibat.

H. Etik Karya Tulis Ilmiah

Etika penulisan karya tulis ilmiah menurut Notoatmodjo(2010)

harus memperhatikan hal- hal sebagai berikut:

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human

dignity)

Hal yang harus dipertibangkan adalah hak- hak subjek

untuk mendapatkan informasi tentang tujuan penelitia atau

penerapan yang dilakukan, hal tersebut dilakukan sebagai

ungkapan untuk menghormati harkat dan martabat subjek (inform

consent).

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (respect for privacy

and confidentiality)

Setiap orang mempunyai hak- hak dasar individu termasuk

privasi dan kebebasan dalam memberikan informasi. Setiap orang

berhak untuk tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada


39

orang lain. Oleh sebab itu tidak boleh menampilkan informasi

mengenai identitas dan kerahasiaan identita subjek.

3. Keadilan dan inklusivitas/ keterbukaan (respect for justice an

inclusiveness)

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga dengan kejujuran,

keterbukaan, dan kehati-hatian. Contoh sikap terbuka yakni dengan

menjelaskan prosedur penerapan. Prinsip keadilan contohnya tidak

membeda- bedakan ras, suku, gender, agama, etnis dan sebagainya.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan

(balancing harms and benefits)

Hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi

masyarakat pada umumnya, dan subjek pada khususnya. Berusaha

meminimalisasi dampak yang merugikan. Oleh karena itu

penerapan yang dilakukan dapat mencegah rasa sakit, cidera, stress

maupun kematian subjek.


40

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Gambaran Umum Lokasi Studi Kasus

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung

yang terletak di JL. Raya Gedong Tataan KM 13 Kabupaten Pesawaran

tanggal 23 September 1991. Fasilitas yang tersedia di Rumah Sakit Jiwa

Daerah Provinsi Lampung ini diantara lain Instalasi rehabilitasi medik,

Konsultasi gizi, Laboratorium, Poliklinik fisioterapi, Poliklinik jiwa, Ruang

rawat inap dan UGD 24 jam. Kapasitas Rumah Sakit Jiwa ini meliputi 105

kamar tidur dengan hunian sekitar 95%. Ruang rawat inap terdapat

beberapa unit diantaranya PICU, Kutilang, NAPZA, Cendrawasih, Melati

dan Instalasi pelayanan umum.

Berdasarkan laporan rekam medik (RM) pada bulan Mei-Juli 2018

di RSJ Daerah Provinsi Lampung khususnya di ruang Kutilang terdapat

195 klien, dengan 95 (38%) klien halusinasi. Dilihat dari frekuensi kejadian

gangguan jiwa diketahui bahwa terdapat 95 klien halusinasi (38%) berada

di ruang Kutilang sehingga pengambilan data dilakukan di ruang Kutilang.

2. Gambaran Subjek Studi Kasus

Pada penerapan ini dipilih 4 pasien dengan halusinasi pendengaran

yang dibagi menjadi dua bagian yaitu 2 klien dilatih untuk melakukan cara

menghardik dengan menutup kedua telinga, kemudian 2 klien dilatih

menghardik dengan cara menutup kedua telinga dan menutup mata.

Keempat klien tersebut telah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan

40
41

yaitu klien bersedia menjadi responden, klien bersedia dilatih cara

menghardik, tidak mengalami gangguan pendengaran, mengalami

gangguan halusinasi pendengaran, mengalami tahap atau fase kedua

halusinasi yaitu fase menjengkelkan (condeming). Adapun gambaran

karakteristik subjek serta data- data yang telah didapatkan pada saat

pengkajian sesuai dengan tahapan rencana penerapan adalah sebagai

berikut :

a) Subjek 1 (Tn. E)

Tn. E berumur 38 tahun, jenis kelamin laki- laki, beragama islam,

pendidikan terakhir yang ditempuh adalah SMA, suku jawa. Tn. E

masuk ruangan perawatan pada tanggal 13 Juni 2018 dengan alasan

sering bicara sendiri, bengong, sulit tidur, tidak mau mandi dan putus

obat selama kurang lebih 3 bulan. Klien juga mengatakan bahwa klien

merasa hampa dan kehilangan setelah klien bercerai dengan istrinya.

Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 9 Juli 2018 di Ruang

Kutilang RSJ Daerah Provinsi Lampung didapatkan data dimana klien

suka melamun, klien seolah sedang mendengar sesuatu, kontak mata

mudah beralih. Dan didapatkan tanda- tanda vital meliputi Tekanan

Darah: 100/70 mmHg, Pernapasan: 19x/ menit, Nadi: 100x/menit,

Suhu: 36,4º C.

b) Subjek 2 (Tn. D)

Tn. D berumur 55 tahun, jenis kelamin laki- laki, beragama islam,

pendidikan terakhir SMA, suku lampung. Tn. D masuk ruangan

perawatan pada tanggal 10 Juni 2018 dengan alasan gaduh gelisah,


42

merasa curiga, berbicara sendiri dan suka mengusap- usap lantai tanpa

alasan yang jelas, klien juga putus obat selama ± 3 bulan. Pada saat

dilakukan pengkajian pada tanggal 9 Juli 2018 di Ruang Kutilang RSJ

Daerah Provinsi Lampung didapatkan data dimana klien seolah

sedang berbicara pada seseorang, kontak mata mudah beralih,

jawaban tidak sesuai dengan apa yang dipertanyakan. Klien juga

mengatakan bahwa hubungan klien dengan keluarga terdapat

kerenggangan dan tidak harmonis, klien menganggap bahwa dirinya

tidak diakui dikeluarga. Tekanan Darah: 90/80 mmHg, Pernapasan:

20x/menit, Nadi: 90x/menit, Suhu: 36,5º C.

c) Subjek 3 (Tn. H)

Tn. H berumur 22 tahun, jenis kelamin laki- laki, beragama islam,

pendidikan terakhir SMA, suku jawa. Tn. H masuk ruangan perawatan

pada tanggal 1 Juli 2018 dengan alasan gelisah, merusak barang,

curiga dan diketahui klien mempunyai tekanan pikiran dikarenakan

memiliki hutang dan tidak mempunyai pekerjaan yang tetap, klien

juga putus obat selama ± 3 bulan.. Pada saat dilakukan pengkajian

pada tanggal 9 Juli 2018 di Ruang Kutilang RSJ Daerah Provinsi

Lampung didapatkan data dimana klien mengatakan bahwa klien

sering mendengar suara bisikan yang tak jelas, klien suka melamun.

Tekanan Darah: 110/90 mmHg, Pernapasan: 22x/ menit, Nadi:

98x/menit, Suhu: 36º C.


43

d) Subjek 4 ( Tn. A)

Tn. A berumur 28 tahun, jenis kelamin laki- laki, beragama islam,

pendidikan terakhir yang ditempuh SD, suku jawa. Tn. A masuk ruang

perawatan pada tanggal 22 Mei 2018 dengan alasan membunuh ibu

kandungnya sendiri, sering bicara ngelantur dan sering bicara sendiri

dan sering senyum sendiri. Klien mengatakan bahwa hubungan klien

dengan orang tua tidak begitu baik, klien menilai ibunya kurang

peduli, klien ingin sekolah tinggi namun tidak tercapai karena klien

hanya tamatan SD, klien juga mengatakan bahwa klien mempunyai

kekuatan yang berasal dari leluhur. Pada saat dilakukan pengkajian

pada tanggal 9 Juli 2018 di Ruang Kutilang RSJ Daerah Provinsi

Lampung didapatkan data dimana klien mengatakan sering mendengar

suara bisikan, sering merasa curiga kepada orang lain. Tekanan Darah:

120/80 mmHg, Pernapasan: 22X/menit, Nadi: 90x/ menit, Suhu: 36,7º

C.
44

3. Pemaparan Fokus Studi

a. Tanda dan Gejala Sebelum Dilakukan Latihan Menghardik

Tabel 3.1
Tanda dan Gejala Halusinasi Pendengaran Sebelum Latihan
Cara Menghardik

Keterangan Keterangan
No. Gejala Kel. I Kel. II
H-0 H-0
1. Mendengar suara bisikan 1 √ 3 √
2 √ 4 √
2. Mendengar suara bisikan 1 √ 3 √
dan bayangan 2 √ 4 √
3. Merasakan sesuatu melalui 1 √ 3 -
mendengar suara bisikan
atau bayangan 2 √ 4 √
4. Merasakan sesuatu di 1 √ 3 -
dalam tubuh 2 √ 4 √
5. Mengalami kekacauan 1 √ 3 √
pikiran 2 √ 4 √
6. Mengalami distorsi/ 1 √ 3 √
kesalahan mempersepsi 2 √ 4 √
sensori (stimulus)
7. Respon tidak sesuai 1 √ 3 √
2 √ 4 √
8. Respon/ kontak mata klien 1 √ 3 √
mudah beralih 2 √ 4 √
9. Bersikap seolah 1 √ 3 √
melihat/mendengar
kekacauan pikiran 2 √ 4 √
10. Tampak merenung bicara 1 √ 3 √
sendiri 2 √ 4 √
1 100% 3 80%
Skor
2 100% 4 100%
Rata- rata 100% 90%

Berdasarkan pada tabel 3.1 diatas, didapatkan hasil presentase tanda dan

gejala sebelum dilakukan menghardik. Pada kelompok 1 dengan hasil

100% dengan kategori kriteria berat. Pada kelompok 2 dengan hasil 90%

dengan kategori kriteria berat.


45

b. Kemampuan Mengidentifikasi Dalam Latihan Menghardik


Sebelum Dilatih Cara Menghardik

Tabel 3.2 Data Observasi Gambaran Sebelum Latihan


Menghardik pada Klien 1 sampai klien 4 dengan Halusinasi
Pendengaran
No. Uraian S 09/07/18 S 09/07/18
1 1 - 3 √
Mengidentifikasi isi halusinasi
2 - 4 -
2 1 - 3 -
Mengidentifikasi Waktu Halusinasi
2 - 4 -
3 1 - 3 -
Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
2 - 4 -
4 Mengidentifikasi situasi yang 1 - 3 -
menimbulkan halusinasi 2 - 4 -
5 Mengidentifikasi respon klien terhadap 1 - 3 -
halusinasi 2 - 4 -
6 1 - 3 -
Mengidentifikasi jenis halusinasi
2 - 4 -
7 Mempraktekkan cara menghardik dengan 1 - 3 -
menutup kedua telinga dan mata 2 - 4 -
8 Memasukkan ke dalam jadwal kegiatan 1 - 3 -
harian 2 - 4 -
Skor 1 0 3 1
2 0 4 0
Presentase 1 0% 3 12,5%
2 0% 4 0%
Rata-rata 0% 12,5%

Berdasarkan tabel 3.2 Didapatkan hasil pada kelompok 1 kemampuan

sebelum latihan menghardik dengan rata-rata 0% kriteria rendah.. Hasil

pada kelompok 2 kemampuan sebelum dilakukan latihan menghardik

dengan rata-rata 12,5% kriteria rendah.


46

c. Tanda dan Gejala Setelah dilakukan Latihan Menghardik

3.3 Tabel Tanda dan Gejala setelah dilakukan Latihan


Menghardik

Keterangan Keterangan
No. Gejala Kel. I Kel. II
H-4 H-4
1. Mendengar suara bisikan 1 - 3 -
2 - 4 -
2. Mendengar suara bisikan 1 - 3 -
dan bayangan 2 - 4 -
3. Merasakan sesuatu melalui 1 - 3 -
mendengar suara bisikan
2 - 4 -
atau bayangan
4. Merasakan sesuatu di 1 - 3 -
dalam tubuh 2 - 4 -
5. Mengalami kekacauan 1 √ 3 -
pikiran 2 √ 4 -
6. Mengalami distorsi/ 1 - 3 -
kesalahan mempersepsi
sensori (stimulus) 2 - 4 -
7. Respon tidak sesuai 1 - 3 -
2 - 4 -
8. Respon/ kontak mata klien 1 - 3 -
mudah beralih 2 - 4 -
9. Bersikap seolah 1 - 3 -
melihat/mendengar
kekacauan pikiran 2 - 4 -
10. Tampak merenung bicara 1 - 3 -
sendiri 2 - 4 -
1 1 3 0
Skor
2 1 4 0
1 10% 3 0%
Presentase
2 10% 4 0%
Rata-rata 10% 0%

Berdasarkan pada tabel 3.3 diatas, didapatkan hasil rata-rata tanda dan

gejala sesudah dilakukan menghardik. Pada kelompok 1 yaitu 10% dengan

kriteria rendah. Pada kempok 2 yaitu 0% dengan kriteria rendah.

d. Kemampuan Mengidentifikasi Dalam Latihan Menghardik Setelah

Dilatih Cara Menghardik


47

Tabel 3.4 Kemampuan Mengidentifikasi Setelah Latihan


Menghardik pada Klien 1 dan 2 dengan Halusinasi
Pendengaran

Berdasarkan pada tabel 3.4 diatas, didapatkan hasil rata-rata kemampuan

sesudah dilakukan menghardik. Pada kelompok 1 yaitu 100% dengan

No. Uraian S 12/07/18 S 12/07/18


1 1 √ 3 √
Mengidentifikasi isi halusinasi
2 √ 4 √
2 1 √ 3 √
Mengidentifikasi Waktu Halusinasi
2 √ 4 √
3 1 √ 3 √
Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
2 √ 4 √
4 Mengidentifikasi situasi yang 1 √ 3 √
menimbulkan halusinasi 2 √ 4 √
5 Mengidentifikasi respon klien terhadap 1 √ 3 √
halusinasi 2 √ 4 √
6 1 √ 3 √
Mengidentifikasi jenis halusinasi
2 √ 4 √
7 Mempraktekkan cara menghardik dengan 1 √ 3 √
menutup kedua telinga dan mata 2 √ 4 √
8 Memasukkan ke dalam jadwal kegiatan 1 √ 3 √
harian 2 √ 4 √
Skor 1 8 3 8
2 8 4 8
Presentase 1 100% 3 100%
2 100% 4 100%
Rata- rata 100% 100%
kriteria tinggi. Pada kelompok 2 didapatkan hasil rata-rata sesudah

observasi gambaran latihan menghardik selama 4 hari, pada kelompok 2

yaitu 100% dengan kriteria tinggi.

e. Tanda dan Gejala Sebelum dan Setelah Dilakukan Latihan

Menghardik

Subjek Hari 0 Hari 4


100% 10%
1
Kel. I
100% 10%
2
48

T 90% 0%
3
Kel. a
II 100% 0%
b 4
e
l 3.5 Tanda dan Gejala Sebelum dan Setelah Dilakukan
Latihan Menghardik

6)

Kelompok Presentase Hari 0 Kategori Presentase Hari 4


100% Tinggi 10% Rendah
1
95% Tinggi 0% Rendah
2

Berdasarkan pada tabel 3.5 tanda dan gejala didapatkan hasil sebelum dan

sesudah dilakukan menghardik dengan perselisihan pada kelompok 1 yaitu

90% dan kelompok 2 yaitu 95%.

f. Kemampuan Mengidentifikasi Sebelum dan Setelah Dilakukan

Latihan Menghardik

Tabel 3.6 Kemampuan Mengidentifikasi Sebelum dan Setelah


Latihan Menghardik

Subjek Keterangan 09/07/18 10/07/18 11/07/18 12/07/18 Total


Presentase
Sebelum 0% 50% 75% 100% 56,25%
1
Sesudah 50% 75% 100% 100% 81,25%
Kel. I
Sebelum 0% 50% 75% 100% 56,25%
2
Sesudah 50% 75% 100% 100% 81,25%
Sebelum 12,5% 62,5% 87,5% 100% 65,25%
3
Kel. Sesudah 62,5% 87,5% 100% 100% 87,5%
II Sebelum 0% 50% 75% 100% 56,25%
4
Sesudah 50% 75% 100% 100% 81,25%

Berdasarkan pada tabel 3.6 diatas, didapatkan total rata-rata nilai

kemampuan perbedaan sebelum dan sesudah diberikan latihan

menghardik. Total rata-rata sebelum dan sesudah diberikan latihan

menghardik kelompok 1 yaitu 68,75% dan kelompok 2 yaitu 72.56%.


49

A. Pembahasan

1. Hasil Pengkajian Tanda Gejala dan Kemampuan Sebelum dilakukan

Latihan Menghardik

Dari hasil analisis yang dilakukan di ruang Kutilang Rumah Sakit Jiwa

Daerah Provinsi Lampung dengan masalah halusinasi pendengaran.

Pada saat pengkajian pada subjek 1 berumur 38 tahun dengan kategori

dewasa muda, beragama islam. Kondisi klien nampak kebingungan,

melamun, dan kontak mata yang mudah beralih saat diajak berbicara.

Klien mengatakan sulit tidur pada malam hari karena masih sering

mendengar suara bisikan seperti orang-orang tertawa dan bicara tidak

jelas.

Pada klien 2 berumur 55 tahun dengan kategori lansia awal, beragama

islam. Kondisi klien saat dikaji klien seolah sedang mendengarkan sesuatu

dari arah tertentu sehingga tidak fokus terhadap pembicaraan yang sedang

berlangsung, klien terlihat gelisah, kontak mata klien mudah beralih.

Pada klien 3 berumur 22 tahun dengan kategori dewasa awal,

beragama islam. Kondisi klien suka melamun, klien merasa pikiran kacau

dan masih sering mendengar suara bisikan yang tak jelas.

Pada klien 4 berumur 28 tahun, beragama islam. Kondisi klien saat

dikaji klien terlihat bingung, klien merasa seolah ia memiliki kekuatan

didalam dirinya, klien mengatakan sering mendengar bisikan dan klien

suka melamun.
50

Menurut peneliti, keempat klien mengalamai halusinasi yang ditandai

dengan mendengar suara bisikan dan mendengar suara bisikan dan

bayangan. Mereka sama-sama memiliki persepsi sensori yang salah.

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Towsend (2009 dalam

Satrio, dkk, 2015) bahwa halusinasi merupakan suatu bentuk persepsi atau

pengalaman indera dimana tidak terdapat stimulusi terhadap reseptor-

reseptornya. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah yang

mungkin meliputi salah satu dari kelima panca indera.

Adapun tindakan yang dapat dilakukan untuk mengontrol halusinasi

yaitu dengan cara menghardik, bercakap- cakap dengan orang lain,

melakukan aktivitas secara terjadwal dan dengan minum obat secara

teratur.

Pada keempat subjek yang mengalami halusinasi disebabkan oleh 2

faktor yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi. pada subjek 1 dan

subjek 2 mengalami faktor predisposisi yaitu faktor psikologi dimana

hubungan dengan anggota keluarga yang tidak baik yang menimbulkan

gangguan pada kejiwaan klien. Dan faktor presipitasinya adalah kedua

klien putus obat selama 3 bulan yang mengganggu neurotransmiter pada

otak.

Pada subjek 3 faktor predisposisinya adalah sosial budaya dimana

klien tidak mempunyai pekerjaan yang tetap untuk membayar hutangnya.

Pada subjek 4 faktor predisposisinya adalah psikologis dimana hubungan

dengan keluarga tidak harmonis terutama hubungan dengan ibu. Faktor

presipitasi pada subjek 3 adalah putus obat selama 3 bulan yang


51

mengganggu neurotransmiter pada otak, pada subjek 4 faktor

presipitasinya adalah klien merasa memiliki kekuatan yang berasal dari

leluhurnya dimana hal ini berhubungan dengan gangguan umpan balik

diotak yang mengatur umpan balik di otak.

Didapatkan hasil tanda dan gejala sebelum dilakukan menghardik pada

subjek 1 yaitu dengan kriteria berat 100%, subjek 2 dengan kriteria berat

100%, klien 3 dengan kriteria berat 80%, klien 4 dengan kriteria berat

100%.

Didapatkan hasil presentase sebelum observasi gambaran latihan

menghardik pada subjek 1 didapatkan hari pertama 0%, hari kedua 50%,

hari ketiga 75%, hari keempat 100%, pada subjek 2 didapatkan hari

pertama 0%, hari kedua 50%, hari ketiga 75%, hari keempat 100%, pada

subjek 3 didapatkan hari pertama 12,5%, hari kedua 62,5%, hari ketiga

87,5%, hari keempat 100%, subjek 4 didapatkan hari pertama 0%, hari

kedua 50%, hari ketiga 75%, hari keempat 100%.

World Health Organitation (WHO) menyatakan bahwa skizofrenia

mempengaruhi lebih dari 23 juta orang diseluruh dunia. Ditandai oleh

distorsi dalam berpikir, persepsi, emosi, bahasa, rasa diri, dan perilaku.

Pengalaman umum termasuk halusinasi mendengar suara atau melihat hal-

hal yang tidak ada dan delusi keyakinan palsu yang menetap (WHO,

2018).

Latihan menghardik merupakan upaya mengendalikan diri terhadap

halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul, sehingga

halusinasi tersebut terputus. Klien dilatih untuk mengatakan “tidak”


52

terhadap halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya.

kalau ini dapat dilakukan, klien akan mampu mengendalikan diri dan tidak

akan mengikuti perintah halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap

ada, namun dengan kemampuan ini klien tidak akan larut untuk menuruti

apa yang ada dalam halusinasinya (Trimelia S, 2011).Tahapan menghardik

meliputi menjelaskan tujuan menghardik halusinasi, menjelaskan cara

mengahardik halusinasi, memperagakan cara menghardik, meminta klien

memperagakan ulang cara menghardik, memantau penerapan cara

menghardik, dan menguatkan perilaku klien (Trimelia S, 2011).

2. Hasil Pengkajian Tanda Gejala dan Kemampuan Setelah dilakukan

Latihan Menghardik

Didapatkan hasil tanda dan gejala setelah dilakukan menghardik pada

subjek 1 dan 2 (metode tutup telinga) yaitu dengan kriteria ringan yaitu

10%, pada subjek 3 dan 4 (metode tutup mata dan tutup telinga) yaitu

dengan kriteria ringan 0%.

Kelompok2 yaitu subjek 3 dan 4 memiliki kemampuan mengontrol

halusinasi yang lebih baik dibandingkan kelompok1 yaitu subjek 1 dan 2

dibandingkan kemampuan mengontrol halusinasi sebelum dilakukan

intervensi.

Didapatkan hasil presentase sesudah observasi gambaran latihan

menghardik selama 4 hari, pada subjek 1 didapatkan prsentase sesudah

menghardik dengan hari pertama 50%, hari kedua 75%, hari ketiga dan

keempat 100%. pada subjek 2 didapatkan presentase hari pertama 50%,

hari kedua 75%, hari ketiga dan keempat 100%. Pada subjek 3 didapatkan
53

presentase hari pertama 62,5%, hari kedua 87,5%, hari ketiga dan keempat

100%, pada subjek 4 didapatkan presentase hari pertama 50%, hari kedua

75%, hari ketiga dan keempat 100%. Klien mengalami peningkatan setiap

harinya.

3. Tanda Gejala dan Kemampuan Sebelum dan Setelah dilakukan

Latihan Menghardik

Hasil analisis gambaran kemampuan pada keempat klien dalam

mengidentifikasi halusinasi dengan menggunakan latihan menghardik

dengan cara tutup telinga serta tutup mata dan tutup telinga, Pada tanda

gejala sebelum dan sesudah dilakukan menghardik didapatkan subjek 1

dan 2 mengalami penurunan dengan kriteria ringan 10%. Pada subjek 3

dan 4 didapatkan penurunan dengan kriteria rendah 0%.

Dalam kemampuan sebelum dan sesudah dilakukan latihan

menghardik pada subjek 1 dengan total rata-rata sebelum 56,25% dan

sesudah 81,25%, subjek 2 yaitu sebelum 56.25% dan sesudah 81,25%,

subjek 3 sebelum 65,62% dan sesudah 87,5%, subjek 4 sebelum 56,25%

dan sesudah 81.25%. didapatkan hasil kemampuan yang mengalami

peningkatan yang lebih besar dalam mengontrol halusinasi yaitu pada

kelompok 2 yaitu subjek 3 dan 4 (metode tutup mata dan tutup telinga) hal

ini karena subjek lebih fokus dan berkonsentrasi dalam menghardik

dengan menutup mata dan menutup telinga.Diketahui bahwa menghardik

dengan cara tutup telinga dapat menurunkan tanda dan gejala halusinasi

pendengaran, hal ini dibuktikan Pada penelitian yang dilakukan oleh

Anggraini, dkk (2015), tentang perawat dalam menurunkan tingkat


54

halusinasi dengan cara menghardik pada pasien halusinasi pendengaran di

Rumah Sakit Jiwa Daerah Daerah Dr. Aminogondohutomo, dengan hasil

didapatkan bahwa dengan cara diberi latihan menghardik dengan cara

tutup telinga, subjek akan mengalami penurunan tingkat halusinasi dengar,

hal ini dikarenakan pada saat subjek menutup telinga saat melakukan

terapi menghardik, subjek menjadi lebih terfokus dan konsentrasi pada

halusinasinya. Namun ketika dilakukan perbandingan dengan metode

tutup mata dan tutup telinga ternyata lebih efektif dalam meningkatkan

kemampuan mengidentifikasi maupun menurunkan tanda dan gejala

halusinasi yang dialami oleh kedua klien dibandingkan hanya dengan

menutup telinga saja karena subjek menjadi lebih terfokus dan terarah. Hal

ini dibuktikan dengan adanya penerapan yang dilakukan selama 4 hari

dimana dalam 1 hari dilakukan setidaknya 3 kali dalam mempraktekkan

cara menghardik pada klien.

Dari hasil analisis gambaran kemampuan mengontrol halusinasi

sebelum dan sesudah latihan menghardik pada pasien halusinasi di Ruang

Kutilang Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung . Bahwa keempat subjek

mampu mengontrol halusinasi ditandai dengan penurunan tanda dan gejala

sebelum dan sesudah dilakukan menghardik dan peningkatan kemampuan

sebelum dan sesudah latihan mengardik. Keadaan subjek setelah latihan

menghardik subjek mengatakan merasa nyaman, rileks, pandangan klien

sudah tidak kosong dan tidak mendengar bisikan suara maupun melihat

bayangan.
55

B. Keterbatasan Penerapan

Penerapan karya tulis ilmiah ini sudah sesuai dengan prosedur, namun

masih memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya adalah :

1. Pada penerapan ini, keempat subjek mengalami penurunan tanda dan

gejala halusinasi pendengaran, namun masih terdapat beberapa tanda

halusinasi pendengaran yang belum teratasi dan keempat subjek masih

membutuhkan perawatan lebih lanjut agar keempat subjek benar- benar

mampu mengontrol halusinasinya.

2. Pada penerapan ini hanya dilakukan selama 4 hari dimana sebetulnya itu

adalah waktu yang sangat singkat untuk melihat seberapa besar perubahan

yang ditimbulkan oleh adanya latihan menghardik ini pada keempat

subjek.

3. Pada penerapan ini juga terdapat keterbatasan pelaksanaan menghardik

dalam meyakinkan responden untuk dijadikan subjek penelitian.


56

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penerapan di atas maka dapat diambil

kesimpulan bahwa :

Halusinasi merupakan persepsi klien yang salah terhadap lingkungan tanpa

stimulus yang nyata, memberi persepsi yang salah atau pendapat tentang

sesuatu tanpa ada objek/ rangsangan yang nyata dan hilangnya

kemampuan manusia untuk membedakan rangsang internal pikiran dan

rangsan eksternal (dunia luar). Tindakan yang dapat digunakan untuk

dapat mengontrol halusinasi adalah dengan cara menghardik. Digunakan 2

metode yang berbeda pada 4 subjek, dimana kelompok 1 yaitu subjek 1

dan 2 dilatih menghardik dengan cara tutup telinga, dan kelompok 2 yaitu

subjek 3 dan 4 dilatih menghardik dengan cara tutup mata dan tutup

telinga. Sebelum dilatih menghardik, pada kelompok 1 yaitu subjek 1 dan

2 (metode tutup telinga) persentase pada tanda dan gejala halusinasi

mencapai 100% tinggi menjadi 10% dalam kategori rendah setelah

dilakukan latihan menghardik. Pada kelompok 2 yaitu subjek 3 dan 4

(metode tutup mata dan tutup telinga) persentase pada tanda dan gejala

mencapai 95% dengan kategori tinggi dan setelah dilakukan latihan

menghardik menjadi 0% dalam kategori rendah. Persentase kemampuan

klien dalam mengidentifikasi halusinasi sebelum dilakukan latihan

menghardik pada kelompok 1,pada subjek 1 dari 0% menjadi 100%

56
57

setelah dilakukan latihan menghardik pada hari keempat, subjek 2 dari 0%

menjadi 100% setelah dilakukan latihan menghardik. Pada kelompok 2,

pada subjek 3 dari 12,5% menjadi 100% setelah dilakukan latihan

menghardik pada hari keempat, pada subjek 4 dari 0% menjadi 100%

setelah dilkukan latihan menghardik pada hari keempat. Didapatkan total

rata- rata pada kemampuan subjek sebelum dan setelah dilakukan latihan

menghardik yaitu pada kelompok 1 yaitu 68,75% dan kelompok 2 yaitu

72.56%. Ketika dilakukan perbandingan antara metode tutup telinga serta

tutup mata dan tutup telinga, ternyata metode tutup mata dan tutup

telingalebih efektif dalam meningkatkan kemampuan mengidentifikasi

maupun menurunkan tanda dan gejala halusinasi yang dialami oleh kedua

klien dibandingkan hanya dengan menutup telinga saja karena subjek

menjadi lebih terfokus dan terarah. Hal ini dibuktikan dengan adanya

penerapan yang dilakukan selama 4 hari dimana dalam 1 hari dilakukan

setidaknya 3 kali dalam mempraktekkan cara menghardik pada klien.


58

B. Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan

Hendaknya dipertimbangkan untuk menambah buku- buku bacaan tentang

kejiwaan agar mahasiswa menjadi lebih mudah dalam mempelajari ilmu

tentang kejiwaan.

2. Bagi Rumah Sakit

Untuk lebih meningkatkan pelayanan dan meningkatkan dalam bidang

keperawatan terutama dalam menangani klien dengan masalah halusinasi

pendengaran, mungkin akan lebih baik lagi jika latihan menghardik

diberikan kepada klien halusinasi yaitu satu hari dilakukan latihan

sebanyak 3 kali.

3. Bagi Klien dan Keluarga

Penerapan ini dapat diterapkan pada klien dengan harapan klien dapat

mengontrol halusinasinya walaupun klien sudah kembali kerumah untuk

membantu proses pemulihan klien dalam menghadapi halusinasinya.

4. Bagi Penulis

Diharapkan penerapan dalam karya tulis ilmiah ini dapat digunakan dalam

pengembangan penerapan- penerapan selanjutnya khususnya terkait pada

masalah halusinasi pendengaran.

Anda mungkin juga menyukai