Anda di halaman 1dari 8

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

POLA ASUH ANAK

DI WISMA NURI RSJ. Prof. HB. SAANIN PADANG

Disusun Oleh:
(Kelompok 2)

FAHRUR ROZI
FEBRI AFRIANI PUTRI
REGA DIAN SARI
VEGI VERA SUKMA
WIWIK SANTI SARTIKA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA


PADANG
2019/2020
SATUAN ACARA PENYULUHAN

A.  Latar Belakang


Di Indonesia, Departemen Kesehatan RI (2003) mencatat bahwa 70% gangguan jiwa
terbesar adalah Skizofrenia. Menurut Arif (2006) mengungkapkan bahwa 99% pasien yang
dirawat di rumah sakit jiwa adalah pasien dengan diagnosis medis skizofrenia.  Lebih dari
90% pasien skizofrenia mengalami halusinasi (Yosep, 2011).  Stuart & Laraia (2005)
menyatakan bahwa pasien dengan diagnosis medis skizofrenia sebanyak 20% mengalamai
halusinasi pendengaran dan penglihatan secara bersamaan, 70% mengalami halusinasi
pendengaran, 20% mengalami halusinasi penglihatan, dan 10% mengalami halusinasi
lainnya. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa jenis halusinasi yang paling banyak
diderita oleh pasien dengan skizofrenia adalah pendengaran.
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan sensori persepsi.
Pasien yang mengalami halusinasi biasanya merasakan sensori palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan (Direja, 2011). Sensori dan persepsi
yang dialami pasien tidak bersumber dari kehidupan nyata, tetapi dari diri pasien itu sendiri.
Dapat disimpulkan bahwa pengalaman sensori tersebut merupakan sensori persepsi palsu.
Chaery (2009) menyatakan bahwa dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang
mengalami halusinasi adalah kehilangan kontrol dirinya. Pasien akan mengalami panik dan
perilakunya dikendalikan oleh halusinasi. Pada situasi ini pasien dapat melakukan bunuh diri
(suicide), membunuh orang lain (homicide),bahkan merusak lingkungan Untuk memperkecil
dampak yang ditimbulkan halusinasi, dibutuhkan penanganan yang tepat. Data di rumah sakit
jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2012 menunjukkan bahwa pasien rawat inap yang
menderita halusinasi memiliki presentasi 78% dari jumlah pasien rawat inap seluruhnya di
tahun tersebut. Data lain menunjukkan bahwa jumlah penderita halusinasi pada bulan Januari
2012 yaitu: 128 orang, bulan Februari 2012: 90 orang, bulan Maret 2012: 132 orang, serta
bulan April 2012: 140 orang, dengan 70% di antaranya memiliki diagnosis keperawatan
halusinasi pendengaran. Dengan banyaknya angka kejadian halusinasi, semakin jelas bahwa
dibutuhkan peran perawat untuk membantu pasien agar dapat mengontrol halusinasinya.
            Peran perawat dalam menangani halusinasi di rumah sakit antara lain melakukan
penerapan standar asuhan keperawatan, terapi aktivitas kelompok, dan melatih keluarga
untuk merawat pasien dengan halusinasi. Standar asuhan keperawatan mencakup penerapan
strategi pelaksanaan halusinasi. Strategi pelaksanaan adalah penerapan standar asuhan
keperawatan terjadwal yang diterapkan pada pasien yang bertujuan untuk mengurangi
masalah keperawatan jiwa yang ditangani (Fitria, 2009). Strategi pelaksanaan pada
pasien halusinasi mencakup kegiatan mengenal halusinasi, mengajarkan pasien menghardik
halusinasi, minum obat dengan teratur, bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi
muncul, serta melakukan aktivitas terjadwal untuk mencegah halusinasi (Keliat dkk, 2010).
            Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Carolina (2008) menunjukkan bahwa
dengan penerapan asuhan keperawatan yang sesuai standar dapat membantu menurunkan
tanda dan gejala halusinasi sebesar 14%. Kemampuan kognitif pasien meningkat 47% serta
kemampuan psikomotor sebanyak 48%. Sulastri (2010) dalam penelitiannya terhadap 30
responden didapatkan bahwa penerapan asuhan keperawatan dapat mengontrol gejala
halusinasi pasien. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pada kelompok intervensi
terjadi peningkatan nilai kemampuan mengontrol halusinasi, sedangkan pada kelompok
kontrol tidak mengalami perubahan. Hasil dari kedua penelitian tersebut sama-sama
menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi
sebelum dan setelah diterapkan strategi pelaksanaan halusinasi. Dampak halusinasi sangat
membahayakan yaitu berisiko menimbulkan perilaku kekerasan. Fakta lain menggambarkan
bahwa jumlah pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan terus meningkat.
Menilik dua alasan tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan riset tentang pengaruh
penerapan strategi pelaksanaan untuk membantu pasien mengontrol halusinasi dengar.
Diharapkan dengan adanya penerapan strategi pelaksanaan ini dapat membantu pasien
mengontrol halusinasi pendengarannya sehingga dampak negatif yang ditimbulkan dapat
diminimalisir. 

B.     TUJUAN
1.      Tujuan Umum
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan, keluarga yang berkunjung ke RSJ Prof.
HB . SAANIN PADANG mampu memahami apa perannya dalam mencegah kekambuhan
penderita gangguan jiwa dengan halusinasi.

2.      Tujuan Khusus


Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 1x30 menit diharapkan keluarga
yang berkunjung di RSJ Prof.HB SAANIN PADANG mampu :
 Menyebutkan pengertian halusinasi
 Menyebutkan pencetus terjadinya halusinasi
 Menyebutkan tanda dan gejala halusinasi
 Menyebutkan tipe-tipe halusinasi
 Menyebutkan proses terjadinya halusinasi

C.     Penatalaksaan Kegiatan:


1. Pokok Pembahasan
a.       Pengertian halusinasi
b.      Menyebutkan pencetus terjadinya halusinasi
c.       Tanda dan gejala halusinasi
d.      Tipe-tipe halusinasi
e.       Proses terjadinya halusinasi
f.       Cara mengatasi pasien halusinasi

2. Sasaran dan target


Klien dengan diagnosa Halusinasi

3. Metode
1. Prolog
2. Ceramah
3. Tanya jawab

4. Media
1. Laptop
2. Infocus
3. Leaflet

5. Waktu dan Tempat


Pukul 10.00 Wib di WISMA NURI RSJ. Prof. HB SAANIN PADANG

6. Pengorganisasian dan fungsinya/ Uraian Tugas


1.      Moderator : Febri Afriani Putri
2.      Penyaji : Rega Dian Sari
3.      Observer : Vegi Vera Sukma
4.      Fasilitator : Fahrur Rozi
Wiwik Santi Sartika

7. Setting tempat
Moderator

  Klien

Penyaji

Observer

Fasilitator

8. Kegiatan Penyuluhan
N KEGIATAN PENYULUH PESERTA WAKTU
O.
1.    Pembukaan -Menyampaikan salam -Menjawab salam 09.00-09.05
     dan salam -menjelaskan tujuan -Mendengar WIB
penyuluhan -Memberi respon

2.    Penyampaian -menyampaikan materi : - mendengarkan 09.05-09.20


     materi 1. pengertian halusinasi dan WIB
2. menyebutkan pencetus - memperhatikan
halusinasi
3. menyebutkan tanda dan
gejala halusinasi
4. menyebutkan tipe-tipe
halusinasi
5. proses terjadinya
halusinasi
6. cara mengtasi pasien
dengan halusinasi

-Tanya jawab
- Menyimpulkan hasil
materi yang di diskusikan
-Menyampaikan salam

Penutup dan -Menjawab


salam - Mendengarkan 09.20-09.30
- Menjawab salam WIB

9. Lampiran Materi:
1.      Pengertian
Halusinasi adalah terjadnya persepsi dalam kondisi sadar tanpa adanya rangsang yang
nyata terhadap indera. Kualitas dari persepsi itu dirasakan penderita sangat jelas, substansial,
dan berasal dari luar ruang nyatanya. Defines ini dapat membedakan halusinasi dengan
mimpi, berhayal, ilusi, dan pseudohalusinasi ( tidak sama dengan persepsi sesungguhnya,
namun tidak dalam keadaan terkendali ). Contoh dari fenomena ini adalah dimana seseorang
mengalami gangguan penglihatan , dimana ia merasa melihat suatu objek , namun indera
penglihatan orang lain tidak bisa menangkap objek yang sama.
Halusinasi juga harus dibedakan dengan delusi pada persepsi, dimana indera
menangkap rangsang nyata, namun persepsi nyata yang diterimanya itu diberikan makna
yang dan berbeda (bizzare). Sehingga orang yang mengalami delusi lebih percaya kepada
hal-hal yang atau tidak masuk logika. Halusinasi dapat dibagi berdasarkan indera yang
bereaksi saat persepsi ini terbentuk, yaitu:
a. Halusinasi visual
b. Halusinasi auditori
c. Halusinasi olfaktori
d. Halusinasi gustatori
e. Halusinasi taktil

2.      Pencetus halusinasi:


a. Sakit dengan panas tinggi sehingga mengganggu keseimbangan tubuh.
b. Gangguan jiwa Skizofrenia
c. Pengkonsumsian narkoba atau narkotika tertentu seperti : ganja, morphin, kokain,
dan ltd
d. Mengkonsumsi alkohol berkadar di atas 35% : seperti vodka, gin di atas batas
kewajaran
e. Trauma yang berlebihan.

3.      Tanda dan gejala halusinasi:


a. Berbicara, senyum, tertawa sendiri.
b. Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, menghidu ataumencium,
merasasesuatau yang tidak nyata
c. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
d. Tidak dapatmembedakan hal yangnyatadantidaknyata.
e. Tidak bisa memusatkan perhatian dan konsentrasi.
f. Tidak bisa memusatkan perhatian dan konsentrasi.
g. Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.
h. Sikap curiga dan bermusuhan.
i. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
j. Ketakutan
k. Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri, mandi, sikat gigi, gantipakaian, berhias
yang rapi.
l. Mudah tersinggung, jengkel, marah.
m. Menyalahkan diri sendiri, orang lain.
n. Muka merah kadang pucat.
o. Tekanan darahmeningkat.
p. Napas terengah – engah nadi cepat, banyak keringat.

4.      Tipe-tipe halusinasi


Halusinasi dibagi menjadi beberapa jenis, yitu sebagai berikut (Maramis, 2004):
a. Halusinasi penglihatan (visual, optik) adalah perasaan melihat sesuatu objek
tetapi pada kenyataannya tidak ada. 
b. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik) adalah perasaan mendengar suara-
suara,berupa suara manusia, hewan atau mesin, barang, kejadian alamiah dan
musik. 
c. Halusinasi penciuman (olfaktorik) adalah perasaan mencium sesuatu bau atau
aroma tetapi tidak ada. 
d. Halusinasi pengecapan (gustatorik) adalah kondisi merasakan sesuatu rasa tetapi
tidak ada dalam mulutnya, seperti rasa logam. 
b. Halusinasi peraba (taktil) adalah kondisi merasa diraba, disentuh, ditiup, disinari
atau seperti ada ulat bergerak di bawah kulitnya. 
c. Halusinasi kinestetik adalah kondisi merasa badannya bergerak dalam sebuah
ruang, atau anggota badannya bergerak.

5.      Proses terjadinya halusinasi


Fase-fase halusinasi menurut Farida, Yudi, hal 106 meliputi :
a. Fase Pertama
Disebut juga fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap ini masuk
dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik : klien mengalami stress, cemas,
perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat
diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang
menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.
Perilaku klien : menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang
cepat, diam dan asyik sendiri, respon verbal yang lambat jika sedang asyik
dengan halusinasinya.

b. Fase Kedua
Disebut juga fase condemming atau ansietas berat. Pengalaman sensori yang
menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin
mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang diekspresikan.
Fase ini bersifat psikotik ringan.
Perilaku klien : meningkatkan tanda-tanda system saraf otonom akibat
ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan, dan tekanan darah.8
Rentang perhatin menyempit, asyik dengan pengalaman sensori dan
kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita.

c. Fase Ketiga
Adalah fase controlling. Klien mengalami ansietas berat dan pengalaman
sensorik menjadi berkuasa. Klien berhenti menghentikan perlawanan kesepian
jika sensori halusinasi berhenti. Fase ini bersifat psikotik.
Perilaku klien : kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih
diikuti, kesukaran berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya
beberapa detik atau menit.

d. Fase Keempat
Disebut juga fase Conquering. Klien mengalami panik dan umumnya menjadi
melebur dalam halusinasi. Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien
mengikuti perintah halusinasi. Karakteristik : halusinasi berubah menjadi
mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak
berdaya, hilang kontrol.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, menarik diri.Cara mengatasi pasien dengan halusinasi

6.      Cara mengatasi halusinasi


a. Bila penderita sedang dalam keadaan relatif baik, ajak bicara/ diskusi dan
tanyakan hal hal apa yang bisa membuatnya lebih nyaman dan mengurangi
dampak dari halusinasi tersebut. Misalnya: tanyakan kapan atau pada kondisi
seperti apa halusinasi tersebut muncul, kapan halusinasi itu jarang atau tidak
muncul, dll.
b. Berikan rasa nyaman dan perlindungan
c. Kurangi rangsangan yang bisa mencetuskan halusinasi (suara TV atau radio
yang terlalu keras, teriakan-teriakan, gaduh, banyak orang/ tamu, dll.
d. Identifikasi hal hal yang menjadi pemicu stress. Misalnya: banyak orang/
kerumunan orang di toko atau mall, beradu mulut, dimarahi, dll.
e. Ciptakan hal hal atau kegiatan yang bisa mengalihkannya dari halusinasi,
seperti: melakukan kegiatan yang menyenangkan hatinya (bermusik, berkebun,
menggambar, dll), melakukan pekerjaan rumah yang ringan, diajak ngobrol,
mendengarkan radio atau melihat TV, dll.
f. Latihan teknik relaksasi
g. Minum obat sesuai perintah dokter

10. Kriteria Hasil


1.      Evaluasi Pre
o Keluarga pasien antusias dengan diadakannya penyuluhan kesehatan tentang
mencegah kekambuhan penderita gangguan jiwa dengan halusinasi
o keluarga pasien kooperatif dalam acara penyuluhan
2.   Evaluasi Post
o Keluarga pasien mampu memahami tentang :
1.Menyebutkan apa itu halusinasi
2. Menyebutkan faktor pencetus dari halusinasi
3. Menyebutkan tanda dan gejala halusinasi
4. Menyebutkan apa saja tipe-tipe dari halusinasi
5. Bagaimana proses terjadinya halusinasi
6. Bagaimana cara mengatasi pasien dengan halusinasi

11. Penutup

Disetujui Oleh:

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

Ns. Jumilia M.Kep Ns.Taufik Hidayat S.Kep Ns. Cindy Cleodora S.Kep

Padang, 2019
Ketua Kelompok

Febri Afriani Putri

Anda mungkin juga menyukai