PENDAHULUAN
FAKULTAS TEKNIK 1
B151 yaitu sebesar 80 HV (Hardness Vickers Test).[5] Kemudian uji densitas
yang harus mendekati standar material yang telah ada yaitu 8,94 g/cm3.[3]
Kemudian dilanjuti Pengujian Metalografi guna untuk mengetahui dan
mempelajari morfologi fasa yang terjadi pada sampel uji. Untuk mengetahui
sifat kelistrikan pada paduan ini, melibatkan pengujian termoelektrikal dengan
menggunakan alat yaitu LSR-4 yang merupakan pengembangan teknologi dari
LSR-3. Dalam beberapa tahun terakhir, termoelektrik semakin banyak
digunakan dalam aplikasi seperti lemari pendingin, pendingin minuman,
pendingin komponen elektronik, dan perangkat pemilahan paduan logam. Lebih
jauh lagi digunakan dalam generator termoelektrik untuk pemulihan panas
limbah (misalnya di mobil untuk mengurangi gas emisi CO2). [6]
FAKULTAS TEKNIK 2
1.4 Batasan Masalah
Agar penelitian terfokus pada maksud dan tujuan yang telah diuraikan, maka
penelitian ini dibatasi permasalahan sebagai berikut:
1. Dasar pada paduan awal adalah Cu (Tembaga)
2. Persentase paduan yaitu 70% Cu dan 30%Ni
3. Tekanan kompaksi yang digunakan sebesar 60 kg/cm2, 70 kg/cm2 dan 80
kg/cm2
4. Temperatur sintering yaitu 900oC berdasarkan diagram biner paduan Cu-Ni
5. Waktu proses sintering yang digunakan yaitu 5 jam
6. Proses pengujian yang dilakukan yaitu :
a. Uji Densitas
b. Uji Termoelektrikal (LSR-4)
c. Pemeriksaan Analisa Metalografi
d. SEM-EDS (Scanning Electron Microscope-Electron Deposition
Scanning)
e. Uji Kekerasan Vickers
FAKULTAS TEKNIK 3
BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN
Memuat dan menjelaskan seluruh data yang diperoleh dari hasil penelitian,
mulai dari persiapan, pelaksanaan, pemeriksaan dan pengujian yang kemudian
dibahas dengan membandingkan data awal dengan data hasil penelitian.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Menjelaskan mengenai beberapa kesimpulan dari hasil penelitian dan beberapa
saran untuk memperbaiki penelitian berikutnya.
FAKULTAS TEKNIK 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Termoelektrikal
Termoelektrik adalah sirkuit terintegrasi dalam bentuk solid yang
menggunakan tiga prinsip termodinamika yang dikenal sebagai efek Seebeck,
Peltier dan Thompson. Konstruksinya terdiri dari pasangan material
semikonduktor tipe-p dan tipe-n yang membentuk termokopel yang memiliki
bentuk seperti sandwich antar dua wafer keramik tipis. untuk menghasilkan
panas dan dingin di masing-masing sisinya jika arus listrik digunakan biasanya
diaplikasikan sebagai sistem pendingin misalnya kotak pendingin vaksin atau
untuk menghasilkan listrik ketika panas dan dingin digunakan sebagai
perbedaan temperaturnya.
FAKULTAS TEKNIK 5
perbedaan tegangan pada ujung yang satu dengan ujung yang lain” (
Muhaimin, 1993).
Untuk keperluan pembangkitan lisrik tersebut umumnya bahan yang
digunakan adalah bahan semikonduktor. Semikonduktor adalah bahan yang
mampu menghantarkan arus listrik namun tidak sempurna. Semikonduktor
yang digunakan adalah semikonduktor tipe n dan tipe p. Bahan semikonduktor
yang digunakan adalah bahan semikonduktor ekstrinsik. Terdapat tiga sifat
bahan termoelektrik yang penting, yaitu : Koefisien Seebeck (s), Konduktifitas
panas, Resistivitas (ρ).[7]
Efek Seebeck adalah jika 2 buah logam yang berbeda disambungkan
salah satu ujungnya, kemudian diberikan suhu yang berbeda pada sambungan,
maka terjadi perbedaan tegangan [1]
Efek Peltier mengalirkan listrik pada dua buah logam yang direkatkan
dalam sebuah rangkaian. Ketika arus listrik dialirkan, terjadi penyerapan panas
pada sambungan kedua logam tersebut dan pelepasan panas pada sambungan
yang lainnya. Pelepasan dan penyerapan panas ini saling berbalik begitu arah
arus dibalik. Penemuan yang terjadi pada tahun 1934 ini kemudian dikenal
dengan efek Peltier.
Secara sederhana Peltier telah mengamati bahwa jika arus listrik
dilewatkan melalui persimpangan dua bahan berbeda (A dan B), panas diserap
atau ditolak di persimpangan tergantung pada arah arus untuk menjaga suhu
konstan.
FAKULTAS TEKNIK 6
Gambar 2.3 Ilustrasi Efek Peltier
Efek Thomson menyatakan bahwa terdapat penyerapan atau pelepasan
panas bolak-balik dalam penghantar homogen yang terkena perbedaan panas dan
perbedaan listrik secara simultan. Didapat bahwa gradien potensial hasil dari
perbedaan temperatur adalah positif searah dengan gradien temperatur.
FAKULTAS TEKNIK 7
Gambar 2.4 Tembaga
2.3 Nikel
Nikel adalah salah satu elemen utama dari inti bumi yang diperkirakan
sebagian besar terbuat dari campuran nikel dan besi. Nikel juga ditemukan dalam
kerak bumi di mana merupakan unsur ke dua puluh dua yang paling berlimpah.
Kebanyakan nikel yang ditambang untuk keperluan industri ditemukan dalam bijih
seperti pentlandit, garnierite, dan limonit. Produsen nikel terbesar adalah Rusia,
Kanada, dan Australia. Nikel juga ditemukan dalam meteorit di mana ia sering
ditemukan dalam hubungannya dengan besi. Deposit nikel terbesar ada di Kanada
FAKULTAS TEKNIK 8
diperkirakan berasal dari meteorit raksasa yang jatuh ke bumi ribuan tahun yang
lalu.
Dalam kondisi standar nikel adalah logam berwarna putih keperakan yang cukup
keras, tapi mudah dibentuk. Nikel adalah salah satu dari beberapa elemen yang
magnetik pada suhu kamar. Nikel bisa dipoles untuk mengkilap dan tahan korosi.
Ini juga merupakan konduktor listrik dan panas yang layak.
FAKULTAS TEKNIK 9
logam dasar tembaga dapat memberikan paduan tembaga-nikel memiliki struktur
fasa tunggal yaitu alfa (perlit). Alfa dalam bentuk dendritik mengandung sejumlah
besar nikel mulai dari tengah hingga tepi dendrit. Sejumlah besar nikel juga ada
pada daerah interdendritik. Struktur dendrit dapat rusak oleh perawatan mekanis.
Jika elemen-elemen paduan tidak dihomogenisasi bahkan dengan perawatan termal
dan mekanis yang berulang. Penunjukan standar untuk C71500 Tembaga Nikel
adalah ASTM B466 dan ASME SB466.[3]
FAKULTAS TEKNIK 10
Keterbatasan proses metalurgi serbuk adalah:
a.Serbuk logam sangat mahal dan sulit penyimpanannya karena mudah
terkontaminasi.
b. Peralatan mahal.
c. Bentuk yang rumit tidak dapat dibuat karena selama penekanan serbuk tidak
mampu mengalir mengisi ruang cetakan.
d. Beberapa jenis serbuk logam yang halus merupakan sumber bahaya ledakan
dan kebakaran.
Meskipun semua logam secara teoritis dapat dibuat menjadi serbuk, tetapi
hanya beberapa jenis logam yang dimanfaatkan dalam pembuatan benda jadi.
Pembuatan serbuk logam dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu:
1. Cara Mekanis
Cara mekanis adalah suatu cara pembuatan serbuk logam dengan bantuan
alat-alat mekanis atau mesin, seperti:
a. Machining
Pemesinan adalah teknik yang mudah untuk memberikan bentuk, oleh
karena itu sangat berguna bagi produksi serbuk dalam skala kecil.
b. Milling
Milling merupakan tumbukan mekanis menggunakan bola-bola keras
adalah pendekatan klasik untuk pembuatan serbuk dari material yang mudah
pecah (brittle). Penggilingan terdiri dari tabung berotasi dengan bola-bola
secara terus menerus beradu dengan material. Material akan hancur menjado
serbuk.
2. Cara Fisika
Electrolitic Depotition, cara ini sangat umum diterapkan pada
pembuatan serbuk logam, seperti besi, perak dan beberapa jenis logam lainnya.
Caranya dengan memisahkan unsur logam dari larutan garamnya. Untuk
membuat serbuk besi digunakan elektroda pelat baja yang dipasang sebagai
anoda dalam tangki sebagai katoda dan besi mengendap pada elektroda tersebut.
Digunakan arus searah dan setelah kurang lebih 48 mm, diperoleh endapan
setebal 2 mm. Pelat katoda kemudian dikeluarkan dan besi elektrolitik diambil,
FAKULTAS TEKNIK 11
kemudian besi yang sangat rapuh ini dicuci dan disaring. Serbuk kemudian
dianil untuk pelunakan
3. Cara Kimia
Cara ini adalah dengan proses reduksi, yaitu menghilangkan oksigen dari oksida
logam. Cara ini hampir dapat digunakan pada setiap logam. Pada proses
reduksi, oksida logam direduksi menjadi serbuk dengan mengalirkan gas
reduktor pada suhu di bawah titik cair. Untuk serbuk besi, biasanya digunakan
suatu oksida besi. Oksida ini dicampur dengan serbuk kokas dan dimasukkan
ke dalam tanur putar. Pada akhir pemisahan, campuran ini dipanaskan sampai
suhu 1050oC, hal ini menyebabkan karbon bereaksi dengan oksida oksigen yang
terdapat dalam oksida besi. Terbentuklah gas yang dialirkan keluar. Besi yang
tertinggal cukup murni dan berbentuk sponge. Serbuk logam lainnya, seperti
wolfram, molybdenum. Nikel, dan kobalt dibuat dengan proses yang sama.
4. Cara Atomisasi
Cara ini adalah penyemprotan logam cair dengan menggunakan media cair atau
gas yang bersuhu rendah. Cairan logam ditekan lewat nozzle dan didinginkan
dengan udara, atau air. Proses ini bergantung pada pemilihan nozzle, tekanan,
temperatur gas, dan jumlah aliran logam. Cara ini ada dua macam yaitu:
a. Gas atomization
Teknik ini untuk menghasilkan logam dengan gas atau udara yang
bertekanan.
b. Water atomization
Teknik ini untuk menghasilkan serbuk logam dimana temperatur
logam cair kurang lebih 1600oC. Semprotan air dengan tekanan tinggi diarahkan
pada aliran logam cair. Air dapat diarahkan dengan satu penyemprot atau lebih,
karena pendinginan yang cepat maka bentuk serbuknya irregular dan kasar.
Tekanan yang sangat tinggi menghasilkan kecepatan air yang tinggi dan
menghasilkan ukuran partikel yang halus. Berikut ini adalah mekanisme
pembentukan partikel.[9]
FAKULTAS TEKNIK 12
Gambar 2.8 Pembuatan Serbuk
FAKULTAS TEKNIK 13
2.6 Diagram fase 2 komponen yang larut padat tak terbatas (solid solution)
Dalam hal ini kedua komponen paduan bisa membentuk larutan baik pada
fase cair maupun padat dengan segala komposisi. Maka satu-satunya kemungkinan
adalah bahwa larutan padatnya adalah larutan padat substitusional. Kedua
komponen harus memiliki bentuk kristal yang sama dan jari-jari atomnya juga
hampir sama.
Untuk membuat diagram fasenya diambil satu seri paduan dari kedua
komponen tersebut, mulai dari A 100%, B 0% ( A murni ) sampai A 0%, B 100% (
B murni ). Semua contoh paduan masing-masing dipanaskan sampai mencair.
Kemudian didinginkan sangat lambat dan diamati perubahan fase yang terjadi
selama pendinginan.
Pada diagram fase daerah di atas garis liquidus adalah dearah fase larutan cair
(liquid solution) dan daerah di bawah garis solidus adalah daerah larutan padat
(solid solution). Daerah di antara kedua garis tersebut adalah daerah 2 fase yaitu
larutan cair dan larutan padat. Larutan padat biasanya diberi nama dengan huruf
Yunani,a, b, d, g dsb.
Dari suatu diagram fase dapat diketahui :
Fase/struktur apa yang akan terjadi pada suatu paduan dengan komposisi
tertentu pada suatu temperatur tertentu.
FAKULTAS TEKNIK 14
Komposisi kimia suatu fase dari suatu paduan tertentu pada temperatur
tertentu.
Perbandingan berat dari fase-fase yang ada pada suatu paduan dengan
komposisi tertentu pada temperatur tertentu.
Untuk mencari komposisi kimia suatu fase pada temperatur tertentu, ditarik
garis mendatar dari temperatur yang dimaksud hingga memotong garis batas
daerah fase yang diamati. Garis ini dinamakan tie line.
Perbandingan berat antara larutan cair dan larutan padat yang ada pada paduan
35%Ni, 65% Cu pada temperatur 1250oC ditunjukkan oleh perbandingan panjang
penggal garis R dan S. Panjang R (sebelah kiri) menunjukkan berat fase padat
(sebelah kanan), dan panjang S (sebelah kanan) menunjukkan berat fase cair
(sebelah kiri).
FAKULTAS TEKNIK 15
menghasilkan panas dan sistem pembakaran dapat menghemat miliaran dolar jika
dapat ditangkap dan diubah menjadi listrik melalui perangkat termoelektrik. Untuk
aplikasi yang menantang ini, Linseis telah mengembangkan alat instrumen evaluasi
karakteristik yaitu ; LSR-4 “LINSEIS - Seebeck & Electric Resistivity Unit”.
Prinsip Pengukuran
Sampel dibentuk berupa silinder atau prisma dan diposisikan secara vertikal
di antara dua elektroda. Blok elektroda bawah berisi pemanas, sedangkan
seluruh pengaturan pengukuran terletak di tungku. Tungku yang mengelilingi
pengaturan pengukuran memanaskan sampel ke arah suhu yang ditentukan.
Pada suhu ini pemanas sekunder di blok elektroda bawah menciptakan gradien
suhu yang ditetapkan. Dua termokopel yang menghubungi kemudian mengukur
gradien suhu T1 dan T2. Mekanisme kontak termokopel yang unik
memungkinkan pengukuran menajdi akurasi. Suhu tertinggi dari gaya gerak d
pada satu kawat dari masing-masing dua termokopel. Metode DC menggunakan
empat terminal yang digunakan untuk mengukur Resistensi Listrik. Dengan
menerapkan arus konstan (I) di kedua ujung sampel dan mengukur perubahan
tegangan (dV) antara satu kawat di masing-masing dari dua pasangan
termokopel.
FAKULTAS TEKNIK 16
Gambar 2.13 Prinsip kerja LSR-4
FAKULTAS TEKNIK 17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
PROBLEM STATEMENT :
Pengaruh variasi besarnya penekanan kompaksi terhadap sifat mekanik dan termoelektrik
1. 1997. Martin Djamin. Pengaruh waktu Variasi Tekanan Kompaksi sebesar 60 kg/cm2,
penuaan terhadap sifat fisik pada sintesa 70 kg/cm2 dan 80kg/cm2.
bahan paduan ingat bentuk Cu Ni Al.
2. UNS C71500, ASTM B151 Cupro Nickel
Alloy DATA DAN HASIL PENGUJIAN LAB
1. Pengujian densitas dengan Archimedes
3. LINSEIS LSR-4 2. Pengujian sifat termoelektrik dengan
LSR-4
4. 2006. Pengfei Qiu, Xun Shi, Lidong Chen. 3. Pemeriksaan dan Analisa Metalografi
Cu-based thermoelectric materials 4. SEM-EDS
5. Pengujian Kekerasan dengan Vickers
NO
KRITERIA
1. Densitas meningkat hingga 95%
2. Mendapatkan sifat mekanik dan sifat
termoelektrik yang baik
FAKULTAS TEKNIK 18
A
YES
KESIMPULAN
Adanya variasi penekanan beban kompaksi berpengaruh terhadap sifat mekanik dan sifat
termoelektrikal material dan mempengaruhi densitas porositas antar butir
FAKULTAS TEKNIK 19
3.2 Skema Proses Penelitian
Untuk dapat melakukan proses pembuatan paduan 70Cu-30Ni dengan
metoda paduan Metalurgi serbuk, diperlukan rancangan diagram alir sebagai
berikut :
Penimbangan serbuk
Berat total 1.5 gr
Pencampuran
(Manual Mixing)
Waktu : 30 menit
Pengepresan (Kompaksi)
Variasi Tekanan Kompaksi :
60 kg/cm2, 70 kg/cm2 dan
80kg/cm2
Pemanasan :
Sintering : 900oC
Waktu : 5 jam
Karakterisasi
- Pengujian Densitas
- Pengujian Termoelektrik
- Pemeriksaan dan Analisa Metalografi
- SEM-EDS
- Pengujian Kekerasan Vickers
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian
FAKULTAS TEKNIK 20
3.3 Penjelasan Skema Proses Penelitian
3.3.1 Persiapan Bahan
Pemilihan bahan serbuk yaitu serbuk Copper (kemurnian 99%) dan Nikel
(kemurnian 99%) dengan presentase 70% Copper dan 30% Nikel dengan masing-
masing berat 1.5 gr per sampel. Berat masing-masing sampel sama hanya saja
tekanan kompaksinya yang berbeda yaitu 60 kg/cm2, 70 kg/cm2 dan 80kg/cm2.
A B
C D
Gambar 3.3 (a) Serbuk Cu dan Ni dengan kemurnian 99% ; (b) Penimbangan serbuk Cu dengan
kemurnian 99% ; (c) Penimbangan serbuk Ni dengan kemurnian 99% dan (d) Sampel yang dipisah
sesuai variasi tekaan kompaksi
[Sumber: Hasil objek penelitian, PPET-LIPI. 2 Juni 2018]
FAKULTAS TEKNIK 21
Cara Penentuan Jumlah berat pada sampel yaitu :
Berat yang dibutuhkan x Persen sampel = Berat sampel
1.5 gr x 70% Cu = 1.05 gr Cu
1.5 gr x 30% Ni = 0.45 gr Ni
Jadi berat sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 1.05 gr untuk Cu dan
0.45 gr untuk Ni dengan perbedaan variasi tekanan kompaksi yaitu 60 kg/cm2, 70
kg/cm2 dan 80kg/cm2.
3.3.2 Mixing
Mixing merupakan proses mencampurkan satu atau lebih bahan dengan
menambahkan satu bahan ke bahan lainnya sehingga membuat suatu bentuk yang
seragam dari beberapa konstituen baik cair – padat, padat – padat , maupun cair -
gas. Mixing pada penelitian kali ini menggunakan botol kaca kecil dikarenakan
berat material hanya 1.5 gr. Tidak menggunakan alat Milling dikarenakan jumlah
berat hanya sedikit sehingga dikhawatirkan pada saat proses milling berat material
dapat kehilangan berat yang lebih banyak. Proses mixing dilakukan dalam waktu
30 menit. Mixing disini dilakukan manual dengan perputaran jari-jari tangan.
A B
Gambar 3.4 (a) Serbuk Cu dan Ni yang akan dicampur dengan persentase 70Cu30Ni kemurnian
99% ; (b) Botol yang akan digunakan untuk Mixing
[Sumber: Hasil objek penelitian, PPET-LIPI. 4 Juni 2018]
FAKULTAS TEKNIK 22
3.3.3 Kompaksi
Kompaksi merupakan proses pemadatan serbuk menjadi sampel dengan
bentuk tertentu sesuai dengan cetakannya. Ada 2 jenis kompaksi yaitu kompaksi
basah dan kompaksi kering. Kompaksi basah yaitu pemadatan serbuk dengan
menggunakan temperatur kamar sedangkan kompaksi kering pemadatan serbuk
dengan temperatur diatas temperatur kamar. Pada penelitian ini menggunakan
kompaksi basah dikarenakan tidak ada alat kompaksi kering dan dikarenakan juga
material yang digunakan mudah teroksidasi.[4] Sampel dikompaksi menggunakan
alat hydraulic press karena dapat memadatkan serbuk dengan beban kompaksi yang
diinginkan. Beban yang digunakan untuk kompaksi yaitu 60 kg/cm2, 70 kg/cm2 dan
80kg/cm2. dengan berat tiap sampel 1.5 gr. Dies yang digunakan yaitu berdiameter
10 mm. Waktu penekanan yaitu 10 detik.
A B
FAKULTAS TEKNIK 23
3.3.4 Sintering
Sintering yaitu pemanasan pada temperatur di bawah titik leleh material
komposit disebut dengan sintering. Dimana tujuan sintering yaitu meningkatkan
ikatan antar partikel pada saat proses sintering. Temperatur yang digunakan untuk
sintering sampel 70Cu30Ni yaitu 900oC dimana ditentukan berasarkan diagram
biner yang telah ada. Holding time yang digunakan yaitu 5 jam (300 menit). Dengan
pre-heat 500oC dengan waktu penahanan 30 Menit. Tujuan pre-heat pada material
ini agar tidak terjadi thermal shock dimana dapat menyebabkan retak pada sampel.
Pada proses sintering untuk sampel ini, sampel dikubur/diselimuti serbuk karbon
aktif agar mencegah sampel teroksidasi.
A B
FAKULTAS TEKNIK 24
C D
Gambar 3.6 (a) Sampel Hasil Kompaksi (b) Sampel dikubur dengan karbon aktif (c) sampel siap di
sintering (d) Tungku Muffle
[Sumber: Hasil objek penelitian, PPET-LIPI. 10 Juni 2018]
3.3.5 Finishing
Proses pendinginan yang dilakukan yaitu annealing dimana proses
pendinginan tersebut didalam tungku hingga temperatur kamar. Tujuannya agar
menjaga sampel tidak retak yang disebabkan oleh laju pendinginan. Kemudian
setelah itu sampel dibersihkan dari pengotor permukaan seperti karbon.
Gambar 3.7 Sampel setelah melalu proses finishing (pengamplasan dan pemolesan) foto dari kiri :
80kg/cm2, 70 kg/cm2 dan 60 kg/cm2
[Sumber: Hasil objek penelitian, PPET-LIPI. 15 Juni 2018]
FAKULTAS TEKNIK 25
3.4 Perancangan Parameter Proses
Adapun perancangan parameter proses ini dilakukan untuk memperoleh
percobaan yang baik, maka ditetapkan parameter proses yang digunakan dalam
penelitian ini seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.1.
FAKULTAS TEKNIK 26
Densitas merupakan salah satu sifat penting dari suatu zat adalah kerapatan
atau massa jenisnya atau disebut densitas (density) dimana perbandingan massa
terhadap volume zat. Dimana ρ adalah massa jenis zat (kg/m3), m adalah massa zat
(kg) dan V adalah Volume zat (m3). Setiap benda yang tercelup sebagian atau
seluruhnya ke dalam fluida, akan mendapat gaya ke atas sebesar berat fluida yang
dipindahkan oleh benda tersebut itulah hukum Archimedes. Benda yang dicelupkan
ke dalam air maka ada tiga kemungkinan yang akan dialami oleh benda tersebut,
yaitu mengapung, melayang dan tenggelam. Benda yang dikatakan terapung dalam
zat cair bila sebagian benda tercelup dan sebagian lagi muncul diudara, karena
massa jenis benda lebih kecil dari massa jenis zat cair.[10] Cara melakukan
pengujian densitas ialah sebagai berikut :
1. Persiapkan alat dan bahan seperti amplas, gelas kimia ukuran 100 ml 1 buah
, kawat tembaga tebal 0.5mm secukupnya, pensil 2 batang, kertas, neraca
digital dengan 3 angka dibelakang koma, jangka sorong, air aqua dm,
perekat cair, alkohol dan spesimen uji yaitu 70Cu30Ni.
2. Amplas semua bagian permukaan material hingga mengkilap mulai dari
amplas kasar hingga amplas halus dan bersihkan dengan air alcohol agar
kotoran yang menempel pada specimen seperti minyak dapat bersih dengan
baik.
3. Ukur dimensi spesimen uji dengan menggunakan jangka sorong agar
presisi. Setelah itu catat sebagai data (tebal dan diameter).
4. Timbang berat kering material dengan menggunakan neraca digital. Catat
berat yang didapatkan sebagai Berat Kering (Wk).
5. Siapkan air aquades dan tuangkan kedalam gelas kimia berukuran 100 ml.
Siapkan specimen uji dengan cara menempelkan ujung kawat tembaga
dengan perekat dan bagian ujung lain tembaga digulung dengan
menggunakan pensil.
6. Letakkan gelas kimia yang berisi aqua dm 100 ml kedalam neraca digital.
Pastikan sudah terkalibrasi diangka nol.
7. Sejajarkan material hingga berada ditengah-tengah gelas kimia. Tidak
terlalu mengapung dan tidak terlalu tenggelam.
FAKULTAS TEKNIK 27
8. Setelah itu hitung hingga 10 detik sampai penunjuk berat pada neraca digital
benar-benar stabil diangka yang pasti.
9. Kemudian catat angka yang tertera pada neraca digital sebagai data berat
basah (Wb).
10. Cara menetukan Densitas Archimedes yaitu menggunakan rumus :
𝑚
𝑉 = 𝜋 𝑑 2h hasil rumus tersebut dimasukkan kerumus 𝜌 = 𝑥 1000
𝑣
FAKULTAS TEKNIK 28
b. Efek Peltier
Penemuan Seebeck memberikan inspirasi pada Jean Charles Peltier
untuk melihat kebalikan dari fenomena tersebut. Dia mengalirkan listrik
pada dua buah logam yang direkatkan dalam sebuah rangkaian. Ketika arus
listrik dialirkan, terjadi penyerapan panas pada sambungan kedua logam
tersebut dan pelepasan panas pada sambungan yang lainnya. Pelepasan dan
penyerapan panas ini saling berbalik begitu arah arus dibalik. Penemuan
yang terjadi pada tahun1934 ini kemudian dikenal dengan efek Peltier.
c. Efek Thompson
Efek Thomson menyatakan bahwa terdapat penyerapan atau
pelepasan panas bolak-balik dalam penghantar homogen yang terkena
perbedaan panas dan perbedaan listrik secara simultan. Didapat bahwa
gradien potensial hasil dari perbedaan temperatur adalah positif searah
dengan gradien temperatur.
Pada praktikum ini digunakan material semikonduktor yang saling
terhubung. Dalam Semikonduktor tipe‐n, elektron bertindak sebagai
pembawa muatan mayoritas . Sebaliknya, pada semikonduktor tipe‐p,
jumlah elektron sangat sedikit. Ketika elektron berpindah ke tingkat
energi yang lebih tinggi, tempat yang ditinggalkan elektron kemudian
disebut sebagai hole. Hole bertindak sebagai pembawa muatan positif.
Karena satu elektron bergerak, dia meninggalkan sebuah hole yang
kemudian akan diisi oleh elektronl ain. Satu elektron berpindah untuk
mengisi hole tadi dan meninggalkan hole baru. Hal ini mengakibatkan
hole tampak bergerak ke arah yang berlawanan dengan arah elektron.
Dalam semikonduktor tipe‐p, pembawa muatan mayoritas adalah
hole.[1]
Konsep perhitungan panas Seebeck coefficent yaitu dengan pemberian
panas melalui eletroda A dan B, dimana panas yang diberikan eletktroda B lebih
panas dibanding elektroda A. Pemberian panas dengan temperatus berbeda berguna
untuk melihat nilai kecepatan transfer panas pada sampel yang sedang diuji dan
FAKULTAS TEKNIK 29
juga dapat menilai hambatan tegangan listrik yang diterima sampel yang diuji.
Konsep kerja dapat dilihat pada gambar 3.6 sebagai berikut.
1.556 mV
B Temperatur ∆𝑉
measurement 𝑆𝑒𝑒𝑏𝑒𝑐𝑘 𝑐𝑜𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑒𝑛𝑡 =
𝑡𝑒𝑚𝑝. 𝐵 − 𝑡𝑒𝑚𝑝. 𝐴
Hi Temp. Electrode
FAKULTAS TEKNIK 30
B
Elektroda
Sampel Uji
Probes
Suzceptor
Thermal Control
Gambar 3.9 (a) Alat Uji Termoelektrikal SLR-4 (b) Posisi Sampel pada alat Uji (c) Bagian-
bagian alat Uji (d) alat penstabil panas
[Sumber: Hasil objek penelitian, PPET-LIPI. 25 Januari 2019]
FAKULTAS TEKNIK 31
3.5.3 Pemeriksaan dan Analisa Metalografi
Pada penelitian kali ini sampel yang akan di metalografi adalah sampel
dengan persentase 70Cu30Ni. Menurut standar yang ada struktur kristal yang
terbentuk ialah FCC dan memiliki fasa tunggal yaitu a phase solid solution.
Penambahan unsur Ni dapat meningkatkan ketahanan korosi dan oksidasi.
FAKULTAS TEKNIK 32
e. Etching, yaitu proses pemberian larutan etsa pada spesimen uji sehingga
dapat memunculkan struktur mikro dengan jelas.
f. Viewing, yaitu proses pengamatan pada spesimen uji menggunakan
mikroskop metalurgi.
A B
Gambar 3.11 (a) Larutan etsa FeCl3 5gr, HCl 10 ml dan aquades 100ml (b) Alat amplas dan poles
(c) mikroskop optik
[Sumber: Hasil objek penelitian, PPET-LIPI. 01 Januari 2019]
FAKULTAS TEKNIK 33
seringkali obyek pengamatan yang terbilang kecil dan mengandung komponen non
konduktif, seperti lapisan pasivasi oksida pada permukaan, SEM dapat memberikan
kontras yang relatif rendah terlebih pada perbesaran tinggi. Oleh karena itu SEM
harus dioperasikan dengan pengaturan parameter elektron seperti high voltage, spot
size, bias dan beam current juga parameter optik seperti kontras, fokus dan
astigmatismus yang tepat sehingga diperoleh hasil gambar yang optimal secara
ilmiah dan tidak memberikan interpretasi ganda. Selain itu, proses pengambilan
gambar dan analisis kimia dengan SEM sangatlah dipengaruhi oleh jenis sampel
berikut cara penangannya serta teknik preparasinya disamping kemampuan
operasional dari operator nya.[12]
FAKULTAS TEKNIK 34
dengan frekuensi variabel pada permukaan sampel. Semakin kecil berkas
difokuskan semakin besar resolusi lateral yang dicapai. Kesalahan fisika pada
lensa-lensa elektromagnetik berupa astigmatismus dikoreksi oleh perangkat
stigmator. SEM tidak memiliki sistem koreksi untuk kesalahan aberasi lainnya.[12]
Yang kedua adalah sumber elektron, biasanya berupa filamen dari bahan kawat
tungsten atau berupa jarum dari paduan Lantanum Hexaboride LaB6 atau Cerium
Hexaboride CeB6, yang dapat menyediakan berkas elektron yang teoretis memiliki
energi tunggal (monokromatik), Ketiga adalah imaging detector, yang berfungsi
mengubah sinyal elektron menjadi gambar/image. Sesuai dengan jenis elektronnya,
terdapat dua jenis detektor dalam SEM ini, yaitu detektor SE dan detektor BSE.
Untuk menghindari gangguan dari molekul udara terhadap berkas elektron, seluruh
jalur elektron (column) divakum hingga 10-6 torr. Tetapi kevakuman yang tinggi
menyebabkan naiknya sensitifitas pendeteksian alat terhadap non-konduktifitas,
yang menyulitkan analisis pada bahan bahan non-konduktif, seperti keramik dan
oksida. Untuk mengatasi hal tersebut SEM ini memiliki opsi untuk dapat
dioperasikan dengan vakum rendah, yang disebut LowVaccum Mode. Dengan
teknik low vaccum kita dapat menganalisis bahan yang non konduktif sekalipun.
Tekanan pada mode ini berkisar antara 30 hingga 70Pa.[12]
FAKULTAS TEKNIK 35
B
Gambar 3.13 (a) alat Uji SEM-EDS JSM-6510LA (b) Bagian dalam alat uji SEM-EDS
[Sumber: Hasil objek penelitian, PPET-LIPI. 28 Februari 2019]
Pengambilan spektrum EDS dan pengolahan data yang bertujuan kualitatif dan
analisis kuantitatif memerlukan pertimbangan khusus. Pertama, operasi kondisi
harus disesuaikan untuk memaksimalkan tingkat penghitungan sinar-X pada
tegangan akselerasi tertinggi untuk menghindari kerusakan balok-sensitif spesimen
seperti mikroplastik. Spektrum harus dikumpulkan dari besar area, menggunakan
probe besar (kombinasi ukuran probe dan bukaan akhir) dan untuk periode waktu
yang dioptimalkan (perubahan dalam komposisi kimia atau kontaminasi dapat
terjadi untuk waktu akuisisi spektrum panjang). Jika perlu, lanjut analisis area yang
lebih kecil dapat dilakukan dalam kondisi di mana resolusi spasial ditingkatkan.
Untuk keperluan representatif dan statistik dapat memastikan bahwa unsur kimia
ringan hadir dalam beberapa persen berat juga terdeteksi, beberapa spektrum di
daerah acak sampel dapat dikumpulkan. Setelah akuisisi spektrum, didapatkan
sebuah puncak, puncak paling intens dan puncak lainnya mengikuti sebagian unsur
lainnya teridentifikasi.[13]
FAKULTAS TEKNIK 36
3.5.6 Pengujian Kekerasan (Vickers Hardness Test)
Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan
suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang cukup
kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid. Beban yang dikenakan
juga jauh lebih kecil dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu antara
1 sampai 1000 gram. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil
bagi (koefisien) dari beban uji (F) dengan luas permukaan bekas luka tekan
(injakan) dari indentor(diagonalnya) (A) yang dikalikan dengan sin (136°/2). [14]
Pengujian Vickers Bersadarkan ASTM E384 Metode uji meliputi penentuan
Knoop dan bahan kekerasan Vickers, verifikasi Knoop dan mesin pengujian
kekerasan Vickers, dan kalibrasi Knoop standar dan blok uji Vickers. Metode uji
meliputi Knoop dan kekerasan Vickers pengujian yang dilakukan menggunakan uji
kekuatan dalam mikro.
Langkah kerja pengujian hardness vikers sesuai standar ASTM E384 :
1. Pastikan benda uji sejajar parallel pada bagian atas dan bawah.
2. Benda uji dibersihkan dari pelumas, oksida, bahan asing.
3. Sebelum digunakan, benda uji di etsa agar permukaan benda uji bersih.
4. Setting alat uji Vickers pada pembebanan 50 gr.
5. Posisikan benda uji pada dudukan dan dekatkan pada lensa hingga focus.
6. Geser lensa optic dengan indenter lalu pencet tombol START, tunggu
hinggan selesai.
7. Geser kembali indenter dengan lensa dan posisikan garis hitam pertama
pada titik ujung kiri benda uji.
8. Geserkan satu garis hitam lagi pada ujung titik sebelah kanan hsil
penetrasi.
9. Lalu ukur berapa panjang (d1) dalam satuan micron (µ).
10. Putar 90o pengukuran garis dan lakukan hal yang sama seperti tahap 7
hingga 9.
11. Maka didapatkan nilai panjang (d2) dalam satuan micron (µ)
FAKULTAS TEKNIK 37
Gambar 3.14 Alat uji kekerasan micro vickers
[Sumber: Hasil objek penelitian, PPET-LIPI. 01 Januari 2019]
FAKULTAS TEKNIK 38
BAB IV
PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini ditampilkan data penelitian berupa angka dan grafik , data hasil
proses dan hasil pengujian dari material 70Cu30Ni yang telah dibuat.
11 mm
2 mm
FAKULTAS TEKNIK 39
Kurva Sintering
1200
1000
Holding Time 5 jam
900oC
Temperatur oC
800
600 Pre-Heat
500oC
400
200
0
90 120 240 540
(Menit)
FAKULTAS TEKNIK 40
4.2.1 Perhitungan Pengujian Densitas
Perhitungan Densitas 70Cu30Ni dengan kompaksi 60 kg/cm2
1
𝑉= 𝑥 3.14 (11.55)2 x 1.96 = 205.2530
4
1.331
𝜌 = 205.2530 𝑥 1000 = 6.48 g/cm3 Nilai Densitas Teoritis
1.331
𝜌 = 0.201 = 6.62 g/cm3 Nilai Densitas Archimedes
FAKULTAS TEKNIK 41
Gambar 4.3 Kurva Kenaikan Densitas
FAKULTAS TEKNIK 42
4.3.1 Resistivitas (Hambatan)
FAKULTAS TEKNIK 43
4.3.2 Seebeck Coefficent
FAKULTAS TEKNIK 44
4.3.3 Power Factor
FAKULTAS TEKNIK 45
4.4 Pemeriksaan dan Analisa Metalografi
Bertujuan untuk melihat mikrostruktur yang terbentuk pada sampel uji dan fasa
yang terjadi pada sampel uji. Hasil pemeriksaan mikrostruktur pada standar ASTM
B151 pada gambar 4.10. Dimana material 70Cu30Ni memiliki struktur kristal FCC
(Face Centre Cubic) dan hanya memiliki fasa tunggal. Pada analisa metalografi juga
dapat melihat porositas yang ada pada sampel yang diuji.
500x 150x
FAKULTAS TEKNIK 46
Kompaksi 70 kg/cm2 B
500x 150x
Kompaksi 80 kg/cm2 C
500x 150x
Gambar 4.9 (a) Mikrotruktur 70Cu30Ni tekanan kompaksi 60 kg/cm2 (b) Mikrotruktur
70Cu30Ni tekanan kompaksi 70 kg/cm2 (c) Mikrotruktur 70Cu30Ni tekanan kompaksi 80 kg/cm2
FAKULTAS TEKNIK 47
Porositas
Pengotor
(Compound, Debu Halus)
Gambar 4.10 Analisa Mikrostruktur pada sampel kompaksi 60kg/cm2 perbesaran 200x
FAKULTAS TEKNIK 48
Gambar 4.11 Analisa Mikrostruktur pada sampel menggunakan image j
FAKULTAS TEKNIK 49
Gambar 4.12 Kurva Analisa Mikrostruktur pada sampel menggunakan image j
Kawah
Garis Butir
FAKULTAS TEKNIK 50
B
Gambar 4.13 (a) Hasil foto SEM sampel 70Cu30Ni kompaksi 80 kg/cm2 perbesaran 1000x (b)
EDS sampel 70Cu30Ni kompaksi 80 kg/cm2 perbesaran 1400x
[Sumber: Hasil objek penelitian, PPET-LIPI. 28 Februari 2019]
FAKULTAS TEKNIK 51
Gambar 4.15 EDS Spectrum area 2
Tabel 4.7 Kandungan elemen pada daerah spektrum 2
Spectrum Element (Wt%) Fasa
Area Copper Nickel
Cu2Ni1
2 71,24 28,76
FAKULTAS TEKNIK 52
Gambar 4.18 EDS Spectrum area 7
Tabel 4.9 Kandungan elemen pada daerah spektrum 7
Spectrum Element (Wt%) Fasa
Area Copper Nickel
Cu2Ni1
7 70,63 29,37
FAKULTAS TEKNIK 53
Gambar 4.21 EDS Spectrum area 10
Tabel 4.12 Kandungan elemen pada daerah spektrum 10
Spectrum Element (Wt%) Fasa
Area Copper Nickel
Cu2Ni1
10 69,69 30,31
FAKULTAS TEKNIK 54
Tabel 4.14 Pendistribusian persen unsur berdasarkan daerah spectrum (EDS)
Element (Wt%)
No. Spectrum Area
Copper Nickel
1 1 71,29 28,71
2 2 71,24 28,76
3 4 68,73 31,27
4 6 69,41 30,59
5 7 70,63 29,37
6 8 70,31 29,69
7 9 69,69 30,31
8 10 69,69 30,32
9 11 70,93 29,07
AVERAGE 69,94 30,06
FAKULTAS TEKNIK 55
4.5 Pengujian Kekerasan Vickers
4.5.1 Data Pengujian Kekerasan
Tabel 4.18 Kekerasan sampel uji 70Cu30Ni
Nilai Kekerasan (HV)
Kompaksi Kompaksi Kompaksi
60 kg/cm2 70 kg/cm2 80 kg/cm2
19,77 57,45 47,80
35,81 73,68 79,30
41,95 77,30 87,87
30,45 70,23 90,13
28,67 58,70 61,29
37,08 65,50 61,29
41,95 67,06 90,13
41,95 77,30 87,87
37,71 75,11 66,95
28,67 55,07 47,75
19,77 57,45 47,80
Nilai HV rata-rata
34,40 67,74 72,04
Gambar 4.16 Kenaikan Nilai kekerasan rata -rata terhadap tekanan Kompaksi
FAKULTAS TEKNIK 56
BAB V
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan analisa dan pembahasan dari data-data hasil pengujian
pada penelitian. Hasil data yang dianalisa meliputi pengaruh variasi tekanan
kompaksi terhadap sifat Thermoelectric berupa, Koefiesien Seebeck, Resivitas
listrik dan Power Factor. Serta nilai kekerasan terhadap paduan 70Cu30Ni yang
telah diproses menggunakan Metoda metalurgi serbuk. Analisa SEM-EDS dan
Metalografi untuk melihat morfologi fasa dan porositas sampel.
Gambar 4.1 Pada sampel uji penelitian menggunakan dies berukuran 11 mm
dengan tebal 2 mm dengan variasi tekanan kompaksi yaitu 60 kg/cm2, 70 kg/cm2,
dan 80 kg/cm2. Dan setiap sampel uji memiliki masing-masing berat 1,5 gr sesuai
berat yang telah ditentukan.
Kenaikan pada temperatur sintering dari 25 hingga 500 yaitu 1.5 jam, dari 500-
900 yaitu 2 jam. Total kenaikan temperatur yaitu 4 jam. Holding time 5 jam jadi,
total proses sintering yaitu 9 jam kerja. Penurunan temperatur dengan metoda
annealing (pendinginan didalam tungku).
Proses sintering diawali dengan pre-heat mulai dari temperatur kamar hingga
temperatur 500oC yang bertujuan untuk menghindari thermalshock. Setelah
mencapai temperatur 500oC, ditahan selama 30 menit agar pendistribusian panas
yang diterima oleh sampel merata. Kemudian temperatur dinaikkan lagi hingga
temperatur sintering 900oC dan ditahan selama 5 jam. Proses sintering bertujuan
untuk memperkuat ikatan antar butir, densifikasi dan mengeliminasi porositas yang
ada pada sampel.
Dapat dilihat pada tabel 4.3 bahwa material mengalami penyusutan pada tebal
sampel dan mengalami pemuaian pada diameter sampel. Dan juga mengalami
penurunan berat yang signifikan. Berat yang hilang dapat disebabkan proses
finishing pada sampel seperti pengamplasan dan pemolesan yang bertujuan untuk
menghilangkan serbuk karbon yang menempel pada permukaan sampel.
Perbedaan nilai densitas pada sampel dikarenakan pada nilai densitas teoritis
dinilai dari perhitungan berat kering sedangkan densitas archimedes didapatkan dari
FAKULTAS TEKNIK 57
nilai pembagian berat kering yang dibagi berat basah. Nilai densitas digunakan
untuk memastikan apakah ada kenaikan pada nilai densitas archimedes atau tidak.
Hasil Pengujian Densitas membuktikan bahwa pengaruh variasi tekanan
kompaksi berpengaruh pada nilai densitas. Semakin tinggi tekanan kompkasi maka
nilai densitas semakin baik. Pada Pengujian Densitas pada sampel 70Cu30Ni
didapatkan mulai dari terendah yaitu dengan tekanan kompaksi 60 kg/cm2, 70
kg/cm2, dan 80 kg/cm2 dengan nilai densitas archimedes yang terendah yaitu 6.62
g/cm3, 8.13 g/cm3, dan 8.71 g/cm3. Semakin besar tekanan kompaksi yang
diberikan berpengaruh pada nilai densitas yang dihasilkan. Pengujian densitas ini
juga membuktikan bahwa semakin besar nilai densitas, semakin kecil porositas
yang terbentuk pada sampel. Hal ini dikarenakan tekanan kompaksi berpengaruh
pada pendistribusian partikel yang diberikan variasi gaya tekan yang berbeda.
Pada Gambar 4.5 menjelaskan bahwa pada tekanan kompaksi 80 kg/cm2
memiliki nilai resistivitas yang kecil dengan nilai 0,3873 pada temperatur akhir
115,1 oC dan dengan nilai resistivitas terbesar pada kompaksi 60 kg/cm2 dengan
temperatur akhir 115,3 oC. Jadi semakin besar tekanan kompaksi maka resistivitas
(hambatan) semakin kecil. Jika resistivitas (hambatan) semakin kecil, Proses
transfer elektron semakin baik dan sifat termoelektrik yang didapatkan juga
semakin baik. Hal ini dikeranakan pengaruh tekanan kompaksi semakin besar
diberikan sehingga butir yang diberikan tekanan saling bertabrakan dan menempel
satu butir dengan yang lainnya.
Pada kurva seebeck menunjukan bahwa sampel uji 70Cu30Ni termasuk
golongan material type-n (-) yang memiliki muatan elektron yang lebih besar
dibanding hole-nya. Material ini disebut material semi-konduktor tipe-n yang hanya
dapat menghantarkan panas pada suhu tertentu dan arus tertentu. Pada kurva
seebeck sampel 70Cu30Ni tidak ditemukan dimana puncak material tersebut dapat
menjadikan material semi-konduktor yang dapat menghantarkan panas dengan
temperature dan arus tertentu. Pada kurva diatas tekanan kompaksi 80 kg/cm2
memiliki nilai seebeck yang lebih besar dengan nilai -46,8 µV/K dengan temperatur
115,3 oC, sedangkan pada standar referensi Linseis SLR-4 dengan paduan
55Cu45Ni memiliki nilai seebeck sebesar -42,42 µV/K dengan temperatur 100 oC
. Semakin besar nilai seebeck maka sifat termoelektrik yang dihasilkan semakin
FAKULTAS TEKNIK 58
baik. Hal ini dikarenakan kemampuan transfer electron yang berjalan semakin
mudah untuk menghantarkan electron dari titik A ke titik lainnya.
Power Factor paling baik pada tekanan kompaksi 80 kg/cm2 memiliki nilai
power factor sebesar 4,969 mW/mK^2. Semakin besar nilai seebeck semakin besar
juga nilai power factor yang dihasilkan. Untuk power factor tekanan kompaksi
terbaik yaitu 80 kg/cm2 dapat melampaui referensi standar linseis dimana referensi
tersebut menggunakan paduan 55Cu45Ni hanya memiliki nilai power factor sebesar
3,649 mW/mK^2. Semakin besar nilai power factor maka sifat termoelektrik yang
dihasilkan semakin baik.
Dapat dianalisa pada mikrostruktur sampel 70Cu30Ni bahwa pengaruh tekanan
kompaksi berpengaruh terhadap porositas yang terjadi pada sampel uji. Semakin
besar tekanan kompaksi, densifikasi antar partikel semakin kuat. Semakin besar
tekanan kompaksi maka semakin baik proses densifikasi. Pada sampel uji tekanan
kompaksi 80 kg/cm2, Densifikasi semakin solid sehingga tidak terlihat ada porositas
pada sampel.
Pada Kurva diatas menunjukan pengaruh tekanan kompaksi terhadap
porositas. Semakin besar tekanan kompaksi maka porositas semakin kecil.
Porositas paling besar pada tekanan kompaksi 60 kg/cm2 dengan persentase 6,568%
dan yang terkecil pada tekanan kompaksi 80 kg/cm2 persentase 3,043%. Semakin
kecil poroitas berpengaruh pada hambatan yang terjadi pada sampel sehingga
kemampuan transfer elektron semakin baik. Dengan resistivitas yang kecil maka
sifat termoelektrikal juga semakin baik.
Pada perbesaran 1000x, Gambar A dapat dilihat banyaknya kawah pada sampel
uji 70Cu30Ni kompaksi 80kg/cm2. Hal ini disebabkan adanya turbulensi yang
terjadi antara elemen (unsur) dan oksida yang ada disekitar elemen. Butir yang
terbentuk pada sampel uji tidak teratur, hal ini dikarenakan bentuk butir yang tidak
seragam (irregular) . Untuk Perbesaran 1400x Gambar B memetakan daerah spot
area yang dapat menganalisa elemen apa saja yang ada pada daerah yang di spot
area. Spot area yang diperiksa yaitu 9 spot yang bertujuan untuk melihat persentase
sampel CuNi apakah terdistribusi merata atau tidak. Hasil analisa tersebut akan
dipaparkan pada sub-bab 4.5.1
FAKULTAS TEKNIK 59
Pada Kurva pendistribusian elemen berdasarkan spot area dapat dilihat bahwa
pendistribusian elemen tembaga dan nikel relatif merata. Hal ini dikarenakan
pengaruh proses mixing yang baik dan waktu mixing yang sesuai.
Pada pengujian kekerasan, semakin besar tekanan kompaksi maka nilai
kekerasan juga semakin besar, hanya saja tidak menyentuh angka standar ASTM
B151 yakni dengan nilai 80 HV karena angka densitas pada sampel ini tertinggi
pada 8,71 g/cm3 sedangkan pada standar yaitu 8,95 g/cm3 sehingga angka kekerasan
yang didapatkan pada sampel uji tidak dapat melampaui angka kekerasan standar.
Semakin besar nilai kekerasan berbanding lurus pada nilai densitas, semakin tinggi
nilai densitas, nilai resisivitas semakin kecil sehingga kemampuan transfer elektron
atau panas semakin cepat dikarenakan hambatan yang dimiliki kecil. Semakin kecil
hambatan maka nilai koefisien seebeck semakin besar. Nilai power factor
berpengaruh terhadap sifat termoelektrikal sampel. Semakin besar nilai power
factor maka sifat termoelektrikal semakin baik.
FAKULTAS TEKNIK 60
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Proses pembuatan paduan Cu-Ni dengan presentase 70%Cu dan 30% Ni
dengan cara yaitu mixing selama 30 menit , kompaksi dengan beban 60
kg/cm2, 70 kg/cm2, 80 kg/cm2 dan di sintering pada temperatur 900 oC
selama 5 jam dengan pendinginan annealling.
2. Alat yang digunakan pada proses pembuatan paduan 70Cu30Ni yaitu
mixing dengan menggunakan botol kaca yang telah di sterilkan, kompaksi
dengan alat hydraulic press dengan beban maksimal penekanan 203,8
kg/cm2, sintering dengan tumgku muffle dengan maksimal temperatur 1000
o
C.
3. Bahwa tekanan kompaksi berpengaruh terhadap sifat mekanik dan sifat
termoelektrik. Bahwa tekanan kompaksi yang lebih tinggi mempengaruhi
sifat mekanik seperti nilai kekerasan yaitu sebesar 72,04 HV dengan nilai
densitas archimedes 8,71 g/cm3 pada tekanan kompaksi 80 kg/cm2.
Kemudian juga berpengaruh pada morfologi mikrostruktur sampel, dimana
semakin besar tekanan kompaksi maka porositas juga semakin berkurang.
4. Pada sifat termoelektrik diketahui bahwa semakin besar tekanan kompaksi
maka nilai resistivitas semakin kecil dan nilai seebeck semakin besar.
Tekanan kompaksi juga berpengaruh pada nilai power factor dimana
semakin besar nilai seebeck nilai power factor juga semakin besar.
5. Semakin besar resistivitas maka jalannya transfer panas atau elektron
semakin sulit. Semakin besar nilai seebeck maka nilai power factor semakin
baik. Semakin besar nilai power factor maka sifat termoelektrik yang
dihasilkan semakin baik.
6. Pendistirbusian elemn Cu dan Ni relatif merata dikarenakan proses mixing
yang baik dan waktu yang sesuai. Semakin besar tekanan kompaksi, serbuk
semakin rapat hal ini disebabkan beban yang diberikan besar sehingga
partikel antar elemen bertabrakan satu dengan yang lain mengisi ruang
kosong.
FAKULTAS TEKNIK 61
5.2 Saran
1. Untuk penelitian berikutnya, tekanan kompaksi bisa dinaikkan dengan
tekanan kompaksi 90 kg/cm2.
2. Jika tekanan kompaksi hanya 80 kg/cm2, holding time pada saat proses
sintering dapat ditambah menjadi 7 jam. Karena proses sintering juga
mempengaruhi peetumbuhan butir dan proses necking yang lebih solid.
FAKULTAS TEKNIK 62
DAFTAR PUSTAKA
[1] M. Ilham, S. Eka, M. Putra, and P. S. Fisika, “TERMOELEKTRIK,” no. 1,
pp. 1–5, 2013.
[2] U. Lachish and I. Researcher, “Thermoelectric Effect Peltier Seebeck and
Thomson,” no. April, 2016.
[3] T. Covered, “Copper Nickel Alloy 70 / 30 – UNS C71500 – Cupronickel,”
pp. 1–4, 2012.
[4] F. Berat, “METALURGI SERBUK By : Nurun Nayiroh.”
[5] C. D. Association, “Copper Development Association Beryllium Copper,”
no. 54, 1962.
[6] “THERMAL THERMO ANALYSIS PHYSICAL.”
[7] N. Putra, R. A. Koestoer, M. Adhitya, A. Roekettino, and B. Trianto,
“KENDARAAN HIBRID,” vol. 13, no. 2, pp. 53–58, 2009.
[8] “2Bl01181,” pp. 9–20, 2008.
[9] “No Title.”
[10] U. Densitas, P. K. Pertiwi, A. Leny, K. Yusro, and P. M. Si,
“Menggunakan Neraca O Houss dan Neraca Pegas,” pp. 1–5, 2015.
[11] User1, “Microsoft PowerPoint - lecture 4 - Copper and copper alloys.ppt,”
pp. 1–40, 2007.
[12] A. Sujatno, R. Salam, A. Dimyati, P. Sains, and B. Maju, “STUDI
SCANNING ELECTRON MICROSCOPY ( SEM ) UNTUK
KARAKTERISASI PROSES OXIDASI PADUAN ZIRKONIUM,” vol. 9,
no. November, pp. 44–50, 2015.
[13] C. A. Chemistry and A. V. Gir, “Application of Scanning Electron
Microscopy e Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy,” no. June, 2017.
[14] ا. عيسى, No Titleااااااا ااااااا. 2019.
FAKULTAS TEKNIK 63