Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Termoelektrik merupakan teknologi yang bekerja dengan mengkonversi
energi panas menjadi energi listrik secara langsung (generator
termoelektrik),energi listrik menjadi energi panas (water heater) , dari listrik
menghasilkan dingin (pendingin termoelektrik). Untuk menghasilkan listrik,
material termoelektrik cukup diletakkan sedemikian rupa dalam rangkaian yang
menghubungkan sumber panas dan dingin. Dari rangkaian itu akan dihasilkan
sejumlah listrik sesuai dengan jenis bahan yang dipakai.[1]
Ada beberapa fenomena termoelektrik yaitu; Efek seebeck, Efek
peltier,dan Efek Thomson kegunaan atau pemanfaatan termoelektrik digunakan
untuk menghasilkan tegangan listrik diantaranya Lampu pembakaran minyak
yang mampu menyalakan radio, pembangkit daya untuk kendaraan Hybrid , dan
penggunaan termoelektrik untuk elemen pendingin Box Cooler. [2]
Pada penelitian Tugas Akhir kali ini menggunakan paduan 70Cu30Ni.
Paduan Cu dan Ni (Cupro Nickel) merupakan paduan dengan persentase nikel
2% sampai 30% dan memiliki ketahanan oksida tinggi dan ketahanan korosi
retak tegang. Kemampuan ketahanan oksida tinggi biasa didapatkan pada
lingkungan lembab dan beruap. Paduan ini memiliki ketahanan panas terhadap
temperatur tinggi yaitu mencapai 1171°C. Ketahanan korosi dan kekuatan pada
paduan ini meningkat karena pertambahan elemen mangan, besi dan kromium
[3]. Pemaduan unsur 70Cu30Ni menggunakan elemen berupa serbuk (metalurgi
serbuk). Keunggulan metalurgi serbuk yaitu dapat mengatur besar butir dan
mengendalikan besar porositas pada elemen yang digunakan. Metalurgi serbuk
juga dapat digunakan untuk membuat material dengan geometri yang rumit.[4]
Proses metalurgi serbuk meliputi pencampuran, penekanan (kompaksi),
sintering, dan finishing.
Proses pembuatan paduan ini melibatkan pengujian kekerasan untuk
mendapatkan data nilai kekerasan pada paduan apakah sampel uji termasuk
kategori lunak atau keras, nilai standar kekerasan telah ditentukan pada ASTM

FAKULTAS TEKNIK 1
B151 yaitu sebesar 80 HV (Hardness Vickers Test).[5] Kemudian uji densitas
yang harus mendekati standar material yang telah ada yaitu 8,94 g/cm3.[3]
Kemudian dilanjuti Pengujian Metalografi guna untuk mengetahui dan
mempelajari morfologi fasa yang terjadi pada sampel uji. Untuk mengetahui
sifat kelistrikan pada paduan ini, melibatkan pengujian termoelektrikal dengan
menggunakan alat yaitu LSR-4 yang merupakan pengembangan teknologi dari
LSR-3. Dalam beberapa tahun terakhir, termoelektrik semakin banyak
digunakan dalam aplikasi seperti lemari pendingin, pendingin minuman,
pendingin komponen elektronik, dan perangkat pemilahan paduan logam. Lebih
jauh lagi digunakan dalam generator termoelektrik untuk pemulihan panas
limbah (misalnya di mobil untuk mengurangi gas emisi CO2). [6]

1.2 Rumusan Masalah


Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana cara pembuatan paduan 70Cu30Ni ?
2. Metode pemaduan serbuk apa yang digunakan pada paduan 70Cu30Ni?
3. Bagaimana pengaruh variasi tekanan kompaksi pada porositas, densitas dan
sifat mekanik pada paduan 70Cu30Ni ?
4. Bagaimana pengaruh variasi tekanan kompaksi terhadap sifat termoelektrik
pada paduan 70Cu30Ni ?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mempelajari dan Memahami proses pembuatan paduan 70Cu30Ni dengan
metode metalurgi serbuk.
2. Mempelajari dan Memahami penggunaan alat yang digunakan pada saat
proses Tugas Akhir.
3. Mengetahui dan Memahami pengaruh tekanan kompaksi pada paduan
70Cu30Ni terhadap sifat mekanik dan sifat termoelektrik.

FAKULTAS TEKNIK 2
1.4 Batasan Masalah
Agar penelitian terfokus pada maksud dan tujuan yang telah diuraikan, maka
penelitian ini dibatasi permasalahan sebagai berikut:
1. Dasar pada paduan awal adalah Cu (Tembaga)
2. Persentase paduan yaitu 70% Cu dan 30%Ni
3. Tekanan kompaksi yang digunakan sebesar 60 kg/cm2, 70 kg/cm2 dan 80
kg/cm2
4. Temperatur sintering yaitu 900oC berdasarkan diagram biner paduan Cu-Ni
5. Waktu proses sintering yang digunakan yaitu 5 jam
6. Proses pengujian yang dilakukan yaitu :
a. Uji Densitas
b. Uji Termoelektrikal (LSR-4)
c. Pemeriksaan Analisa Metalografi
d. SEM-EDS (Scanning Electron Microscope-Electron Deposition
Scanning)
e. Uji Kekerasan Vickers

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan yang digunakan pada penelitian ini terbagi dalam
beberapa kerangka penulisan, sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
batasan masalah dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Menjelaskan mengenai teori dasar yang mendukung penelitian dengan
meninjau beberapa pustaka.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Menjelaskan mengenai metodologipenelitian,skema proses penelitian,serta
jadwal pelaksanaan penelitian.

FAKULTAS TEKNIK 3
BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN
Memuat dan menjelaskan seluruh data yang diperoleh dari hasil penelitian,
mulai dari persiapan, pelaksanaan, pemeriksaan dan pengujian yang kemudian
dibahas dengan membandingkan data awal dengan data hasil penelitian.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Menjelaskan mengenai beberapa kesimpulan dari hasil penelitian dan beberapa
saran untuk memperbaiki penelitian berikutnya.

FAKULTAS TEKNIK 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Termoelektrikal
Termoelektrik adalah sirkuit terintegrasi dalam bentuk solid yang
menggunakan tiga prinsip termodinamika yang dikenal sebagai efek Seebeck,
Peltier dan Thompson. Konstruksinya terdiri dari pasangan material
semikonduktor tipe-p dan tipe-n yang membentuk termokopel yang memiliki
bentuk seperti sandwich antar dua wafer keramik tipis. untuk menghasilkan
panas dan dingin di masing-masing sisinya jika arus listrik digunakan biasanya
diaplikasikan sebagai sistem pendingin misalnya kotak pendingin vaksin atau
untuk menghasilkan listrik ketika panas dan dingin digunakan sebagai
perbedaan temperaturnya.

Gambar 2.1 Aplikasi Termoelektrik

Teknologi termoelektrik adalah teknologi yang bekerja dengan


mengkonversi energi panas menjadi listrik secara langsung (generator
termoelektrik), atau sebaliknya, dari listrik menghasilkan dingin (pendingin
termoelektrik). Untuk menghasilkan listrik, material termoelektrik cukup
diletakkan sedemikian rupa dalam rangkaian yang menghubungkan sumber
panas dan dingin. Dari rangkaian itu akan dihasilkan sejumlah listrik sesuai
dengan jenis bahan yang dipakai.
Prinsip kerja dari termoelektrik adalah dengan berdasarkan Efek Seebeck
yaitu “jika 2 buah logam yang berbeda disambungkan salah satu ujungnya,
kemudian diberikan suhu yang berbeda pada sambungan, maka terjadi

FAKULTAS TEKNIK 5
perbedaan tegangan pada ujung yang satu dengan ujung yang lain” (
Muhaimin, 1993).
Untuk keperluan pembangkitan lisrik tersebut umumnya bahan yang
digunakan adalah bahan semikonduktor. Semikonduktor adalah bahan yang
mampu menghantarkan arus listrik namun tidak sempurna. Semikonduktor
yang digunakan adalah semikonduktor tipe n dan tipe p. Bahan semikonduktor
yang digunakan adalah bahan semikonduktor ekstrinsik. Terdapat tiga sifat
bahan termoelektrik yang penting, yaitu : Koefisien Seebeck (s), Konduktifitas
panas, Resistivitas (ρ).[7]
Efek Seebeck adalah jika 2 buah logam yang berbeda disambungkan
salah satu ujungnya, kemudian diberikan suhu yang berbeda pada sambungan,
maka terjadi perbedaan tegangan [1]

Gambar 2.2 Ilustrasi Efek Seebeck

Efek Peltier mengalirkan listrik pada dua buah logam yang direkatkan
dalam sebuah rangkaian. Ketika arus listrik dialirkan, terjadi penyerapan panas
pada sambungan kedua logam tersebut dan pelepasan panas pada sambungan
yang lainnya. Pelepasan dan penyerapan panas ini saling berbalik begitu arah
arus dibalik. Penemuan yang terjadi pada tahun 1934 ini kemudian dikenal
dengan efek Peltier.
Secara sederhana Peltier telah mengamati bahwa jika arus listrik
dilewatkan melalui persimpangan dua bahan berbeda (A dan B), panas diserap
atau ditolak di persimpangan tergantung pada arah arus untuk menjaga suhu
konstan.

FAKULTAS TEKNIK 6
Gambar 2.3 Ilustrasi Efek Peltier
Efek Thomson menyatakan bahwa terdapat penyerapan atau pelepasan
panas bolak-balik dalam penghantar homogen yang terkena perbedaan panas dan
perbedaan listrik secara simultan. Didapat bahwa gradien potensial hasil dari
perbedaan temperatur adalah positif searah dengan gradien temperatur.

2.2 Tembaga (Copper)


Tembaga (Cu) adalah logam dengan nomor atom 29, massa atom 63,546,
titik lebur 1083 °C, titik didih 2310 °C, jari-jari atom 1,173 A° dan jari-jari ion
Cu2+ 0,96 A°. Tembaga adalah logam transisi (golongan I B) yang berwarna
kemerahan, mudah regang dan mudah ditempa. Tembaga bersifat racun bagi
makhluk hidup. Isoterm adsorpsi merupakan suatu keadaan kesetimbangan yaitu
tidak ada lagi perubahan konsentrasi adsorbat baik di fase terserap maupun pada
fase gas atau cair. Isoterm adsorpsi biasanya digambarkan dalam bentuk kurva
berupa plot distribusi kesetimbangan adsorbat antara fase padat dengan fase gas
atau cair pada suhu konstan. Isoterm adsorpsi merupakan hal yang mendasar dalam
penentuan kapasitas dan afinitas adsorpsi suatu adsorbat pada permukaan adsorben
(Kundari, dkk, 2008).[8]

FAKULTAS TEKNIK 7
Gambar 2.4 Tembaga

Logam Cu dapat masuk ke dalam semua kondisi lingkungan, apakah itu


pada daerah perairan, tanah ataupun udara (lapisan atmosfer). Tembaga yang masuk
ke dalam strata lingkungan dapat datang dari bermacam- macam sumber. Tetapi
sumber–sumber masukan logam Cu ke dalam kondisi lingkungan yang umum dan
diduga paling banyak adalah dari kegiatan- kegiatan perindustrian, kegiatan rumah
tangga dan dari pembakaran serta mobilitas bahan-bahan bakar. Logam Cu
termasuk logam berat essensial, jadi meskipun beracun tetapi sangat dibutuhkan
manusia dalam jumlah yang kecil. Toksisitas yang dimiliki Cu baru akan bekerja
bila telah masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah yang besar atau melebihi
nilai toleransi organisme terkait (Palar, 1994). [8]
Tembaga adalah suatu metal reddish-coloured Daya hantar listrik elektrik
dan termal tinggi Tembaga termasuk metal yang paling tua, karena banyak artifacts
dari tembaga telah ditemukan pada tahun 8700 BC.

2.3 Nikel
Nikel adalah salah satu elemen utama dari inti bumi yang diperkirakan
sebagian besar terbuat dari campuran nikel dan besi. Nikel juga ditemukan dalam
kerak bumi di mana merupakan unsur ke dua puluh dua yang paling berlimpah.
Kebanyakan nikel yang ditambang untuk keperluan industri ditemukan dalam bijih
seperti pentlandit, garnierite, dan limonit. Produsen nikel terbesar adalah Rusia,
Kanada, dan Australia. Nikel juga ditemukan dalam meteorit di mana ia sering
ditemukan dalam hubungannya dengan besi. Deposit nikel terbesar ada di Kanada

FAKULTAS TEKNIK 8
diperkirakan berasal dari meteorit raksasa yang jatuh ke bumi ribuan tahun yang
lalu.

Gambar 2.5 Nickel properties

Dalam kondisi standar nikel adalah logam berwarna putih keperakan yang cukup
keras, tapi mudah dibentuk. Nikel adalah salah satu dari beberapa elemen yang
magnetik pada suhu kamar. Nikel bisa dipoles untuk mengkilap dan tahan korosi.
Ini juga merupakan konduktor listrik dan panas yang layak.

Gambar 2.6 Nikel

2.4 Paduan 70Cu30Ni


Paduan tembaga-nikel memiliki presentase paduan dari 2 hingga 30% nikel
dan memiliki ketahanan oksidasi yang tinggi dan ketahanan korosi retak tegang
(SCC). Resistensi oksidasi yang tinggi tahan terhadap lingkungan udara dan uap
yang lembab. Paduan ini stabil secara termal dan memiliki kekuatan tingkat sedang
(medium alloy) bahkan tahan terhadap suhu tinggi. Ketahanan korosi dan kekuatan
paduan ini ditingkatkan biasanya dengan penambahan mangan, besi, niobium, dan
kromium. Paduan nikel tembaga juga memiliki kemampuan fabrikasi yang baik dan
ketahanan terhadap pengkarangan yang tinggi.[3] Sifat nikel yang dapat larut dalam

FAKULTAS TEKNIK 9
logam dasar tembaga dapat memberikan paduan tembaga-nikel memiliki struktur
fasa tunggal yaitu alfa (perlit). Alfa dalam bentuk dendritik mengandung sejumlah
besar nikel mulai dari tengah hingga tepi dendrit. Sejumlah besar nikel juga ada
pada daerah interdendritik. Struktur dendrit dapat rusak oleh perawatan mekanis.
Jika elemen-elemen paduan tidak dihomogenisasi bahkan dengan perawatan termal
dan mekanis yang berulang. Penunjukan standar untuk C71500 Tembaga Nikel
adalah ASTM B466 dan ASME SB466.[3]

Gambar 2.7 Contoh material Copper-Nickel 70/30

2.5 Metalurgi Serbuk


Metalurgi serbuk adalah suatu proses pembuatan komponen dari serbuk
logam atau campuran bahan baku logam melalui penekanan dan disertai dengan
pemanasan pada suhu (logam padat) di bawah temperatur cair serbuk.
Pemanasan selama proses penekanan atau sesudah penekanan dikenal dengan
istilah sinter. Produk hasil metalurgi serbuk dapat terdiri dari produk campuran
berbagai serbuk logam atau dapat pula terdiri dari campuran bahan bukan
logam, untuk meningkatkan ikatan partikel dan mutu benda jadi.
Keuntungan proses metalurgi serbuk adalah:
a. Porositas produk dapat dikendalikan dan diatur.
b. Serbuk yang murni akan menghasilkan produk yang murni.
c. Hasil produk mempunyai toleransi yang tinggi, permukaan halus, dan keras.
d.Dapat menghasilkan komponen kecil dan permukaan yang halus dalam
jumlah banyak dan mampu bersaing dengan cara pemesinan.
e. Dapat menghasilkan produk dengan bahan yang berbeda.

FAKULTAS TEKNIK 10
Keterbatasan proses metalurgi serbuk adalah:
a.Serbuk logam sangat mahal dan sulit penyimpanannya karena mudah
terkontaminasi.
b. Peralatan mahal.
c. Bentuk yang rumit tidak dapat dibuat karena selama penekanan serbuk tidak
mampu mengalir mengisi ruang cetakan.
d. Beberapa jenis serbuk logam yang halus merupakan sumber bahaya ledakan
dan kebakaran.
Meskipun semua logam secara teoritis dapat dibuat menjadi serbuk, tetapi
hanya beberapa jenis logam yang dimanfaatkan dalam pembuatan benda jadi.
Pembuatan serbuk logam dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu:
1. Cara Mekanis
Cara mekanis adalah suatu cara pembuatan serbuk logam dengan bantuan
alat-alat mekanis atau mesin, seperti:
a. Machining
Pemesinan adalah teknik yang mudah untuk memberikan bentuk, oleh
karena itu sangat berguna bagi produksi serbuk dalam skala kecil.
b. Milling
Milling merupakan tumbukan mekanis menggunakan bola-bola keras
adalah pendekatan klasik untuk pembuatan serbuk dari material yang mudah
pecah (brittle). Penggilingan terdiri dari tabung berotasi dengan bola-bola
secara terus menerus beradu dengan material. Material akan hancur menjado
serbuk.
2. Cara Fisika
Electrolitic Depotition, cara ini sangat umum diterapkan pada
pembuatan serbuk logam, seperti besi, perak dan beberapa jenis logam lainnya.
Caranya dengan memisahkan unsur logam dari larutan garamnya. Untuk
membuat serbuk besi digunakan elektroda pelat baja yang dipasang sebagai
anoda dalam tangki sebagai katoda dan besi mengendap pada elektroda tersebut.
Digunakan arus searah dan setelah kurang lebih 48 mm, diperoleh endapan
setebal 2 mm. Pelat katoda kemudian dikeluarkan dan besi elektrolitik diambil,

FAKULTAS TEKNIK 11
kemudian besi yang sangat rapuh ini dicuci dan disaring. Serbuk kemudian
dianil untuk pelunakan
3. Cara Kimia
Cara ini adalah dengan proses reduksi, yaitu menghilangkan oksigen dari oksida
logam. Cara ini hampir dapat digunakan pada setiap logam. Pada proses
reduksi, oksida logam direduksi menjadi serbuk dengan mengalirkan gas
reduktor pada suhu di bawah titik cair. Untuk serbuk besi, biasanya digunakan
suatu oksida besi. Oksida ini dicampur dengan serbuk kokas dan dimasukkan
ke dalam tanur putar. Pada akhir pemisahan, campuran ini dipanaskan sampai
suhu 1050oC, hal ini menyebabkan karbon bereaksi dengan oksida oksigen yang
terdapat dalam oksida besi. Terbentuklah gas yang dialirkan keluar. Besi yang
tertinggal cukup murni dan berbentuk sponge. Serbuk logam lainnya, seperti
wolfram, molybdenum. Nikel, dan kobalt dibuat dengan proses yang sama.
4. Cara Atomisasi
Cara ini adalah penyemprotan logam cair dengan menggunakan media cair atau
gas yang bersuhu rendah. Cairan logam ditekan lewat nozzle dan didinginkan
dengan udara, atau air. Proses ini bergantung pada pemilihan nozzle, tekanan,
temperatur gas, dan jumlah aliran logam. Cara ini ada dua macam yaitu:
a. Gas atomization
Teknik ini untuk menghasilkan logam dengan gas atau udara yang
bertekanan.
b. Water atomization
Teknik ini untuk menghasilkan serbuk logam dimana temperatur
logam cair kurang lebih 1600oC. Semprotan air dengan tekanan tinggi diarahkan
pada aliran logam cair. Air dapat diarahkan dengan satu penyemprot atau lebih,
karena pendinginan yang cepat maka bentuk serbuknya irregular dan kasar.
Tekanan yang sangat tinggi menghasilkan kecepatan air yang tinggi dan
menghasilkan ukuran partikel yang halus. Berikut ini adalah mekanisme
pembentukan partikel.[9]

FAKULTAS TEKNIK 12
Gambar 2.8 Pembuatan Serbuk

Gambar 2.9 Bentuk partikel

Metalurgi serbuk adalah metode yang terus dikembangkan dari proses


manufaktur yang dapat mencapai bentuk komponen akhir dengan
mencampurkan serbuk secara bersamaan dan dikompaksi dalam cetakan, dan
selanjutnya disinter di dalam furnace (tungku pemanas).
Langkah-langkah yang harus dilalui dalam metalurgi serbuk, antara lain:
1. Preparasi material
2. Pencampuran (mixing)
3. Penekanan (kompaksi)
4. Pemanasan (sintering)

FAKULTAS TEKNIK 13
2.6 Diagram fase 2 komponen yang larut padat tak terbatas (solid solution)
Dalam hal ini kedua komponen paduan bisa membentuk larutan baik pada
fase cair maupun padat dengan segala komposisi. Maka satu-satunya kemungkinan
adalah bahwa larutan padatnya adalah larutan padat substitusional. Kedua
komponen harus memiliki bentuk kristal yang sama dan jari-jari atomnya juga
hampir sama.

Gambar 2.10 Diagram Biner Cu-Ni

Untuk membuat diagram fasenya diambil satu seri paduan dari kedua
komponen tersebut, mulai dari A 100%, B 0% ( A murni ) sampai A 0%, B 100% (
B murni ). Semua contoh paduan masing-masing dipanaskan sampai mencair.
Kemudian didinginkan sangat lambat dan diamati perubahan fase yang terjadi
selama pendinginan.
Pada diagram fase daerah di atas garis liquidus adalah dearah fase larutan cair
(liquid solution) dan daerah di bawah garis solidus adalah daerah larutan padat
(solid solution). Daerah di antara kedua garis tersebut adalah daerah 2 fase yaitu
larutan cair dan larutan padat. Larutan padat biasanya diberi nama dengan huruf
Yunani,a, b, d, g dsb.
Dari suatu diagram fase dapat diketahui :
 Fase/struktur apa yang akan terjadi pada suatu paduan dengan komposisi
tertentu pada suatu temperatur tertentu.

FAKULTAS TEKNIK 14
 Komposisi kimia suatu fase dari suatu paduan tertentu pada temperatur
tertentu.
 Perbandingan berat dari fase-fase yang ada pada suatu paduan dengan
komposisi tertentu pada temperatur tertentu.
Untuk mencari komposisi kimia suatu fase pada temperatur tertentu, ditarik
garis mendatar dari temperatur yang dimaksud hingga memotong garis batas
daerah fase yang diamati. Garis ini dinamakan tie line.

Gambar 2.11 Diagram Komposisi Ni pada Cu

Perbandingan berat antara larutan cair dan larutan padat yang ada pada paduan
35%Ni, 65% Cu pada temperatur 1250oC ditunjukkan oleh perbandingan panjang
penggal garis R dan S. Panjang R (sebelah kiri) menunjukkan berat fase padat
(sebelah kanan), dan panjang S (sebelah kanan) menunjukkan berat fase cair
(sebelah kiri).

2.7 LINSEIS LSR-4 (pengembangan LSR-3 dan LZT)


Daya termal, daya termoelektrik, atau koefisien Seebeck dari suatu material
dapat menentukan besarnya tegangan termoelektrik yang diinduksi dalam
menangkap/tanggapi perbedaan suhu di seluruh material tersebut. Koefisien
Seebeck memiliki satuan (V / K). Dalam beberapa tahun terakhir banyak hal yang
telah ditunjukkan dalam berbagai metode konversi secara langsung yang berasal
dari energi panas menjadi listrik. Limbah panas dari sebuah mesin yang

FAKULTAS TEKNIK 15
menghasilkan panas dan sistem pembakaran dapat menghemat miliaran dolar jika
dapat ditangkap dan diubah menjadi listrik melalui perangkat termoelektrik. Untuk
aplikasi yang menantang ini, Linseis telah mengembangkan alat instrumen evaluasi
karakteristik yaitu ; LSR-4 “LINSEIS - Seebeck & Electric Resistivity Unit”.

Gambar 2.12 Instrumen LSR-4

Prinsip Pengukuran
Sampel dibentuk berupa silinder atau prisma dan diposisikan secara vertikal
di antara dua elektroda. Blok elektroda bawah berisi pemanas, sedangkan
seluruh pengaturan pengukuran terletak di tungku. Tungku yang mengelilingi
pengaturan pengukuran memanaskan sampel ke arah suhu yang ditentukan.
Pada suhu ini pemanas sekunder di blok elektroda bawah menciptakan gradien
suhu yang ditetapkan. Dua termokopel yang menghubungi kemudian mengukur
gradien suhu T1 dan T2. Mekanisme kontak termokopel yang unik
memungkinkan pengukuran menajdi akurasi. Suhu tertinggi dari gaya gerak d
pada satu kawat dari masing-masing dua termokopel. Metode DC menggunakan
empat terminal yang digunakan untuk mengukur Resistensi Listrik. Dengan
menerapkan arus konstan (I) di kedua ujung sampel dan mengukur perubahan
tegangan (dV) antara satu kawat di masing-masing dari dua pasangan
termokopel.

FAKULTAS TEKNIK 16
Gambar 2.13 Prinsip kerja LSR-4

Beberapa fitur yang dimiliki LSR-4 pengembangan dari LSR-3 sebelumnya


yaitu sebagai berikut :

Gambar 2.14 tabel fitur LSR-4

FAKULTAS TEKNIK 17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian


FAKTA :
1. Paduan Cu-Ni Dengan presentase unsur tertentu menghasilkan paduan material yang baik.[3]
2. Proses kompaksi dan sintering untuk memperkuat ikatan partikel antar unsur. [4]
3. Cu (Copper) memiliki konduktivitas listrik yang baik. [3]

PROBLEM STATEMENT :

Pengaruh variasi besarnya penekanan kompaksi terhadap sifat mekanik dan termoelektrik

STUDI LITERATUR : VARIABEL PENELITIAN :

1. 1997. Martin Djamin. Pengaruh waktu Variasi Tekanan Kompaksi sebesar 60 kg/cm2,
penuaan terhadap sifat fisik pada sintesa 70 kg/cm2 dan 80kg/cm2.
bahan paduan ingat bentuk Cu Ni Al.
2. UNS C71500, ASTM B151 Cupro Nickel
Alloy DATA DAN HASIL PENGUJIAN LAB
1. Pengujian densitas dengan Archimedes
3. LINSEIS LSR-4 2. Pengujian sifat termoelektrik dengan
LSR-4
4. 2006. Pengfei Qiu, Xun Shi, Lidong Chen. 3. Pemeriksaan dan Analisa Metalografi
Cu-based thermoelectric materials 4. SEM-EDS
5. Pengujian Kekerasan dengan Vickers

ANALISA DAN PEMBAHASAN

1. Pengaruh variasi tekanan kompaksi terhadap nilai densitas


2. Pengaruh variasi tekanan kompaksi terhadap porositas
3. Pengaruh variasi tekanan kompaksi terhadap sifat mekanik dan sifat termoelektrikal

NO
KRITERIA
1. Densitas meningkat hingga 95%
2. Mendapatkan sifat mekanik dan sifat
termoelektrik yang baik

FAKULTAS TEKNIK 18
A
YES
KESIMPULAN
Adanya variasi penekanan beban kompaksi berpengaruh terhadap sifat mekanik dan sifat
termoelektrikal material dan mempengaruhi densitas porositas antar butir

Gambar 3.1 Metodologi penelitian.

FAKULTAS TEKNIK 19
3.2 Skema Proses Penelitian
Untuk dapat melakukan proses pembuatan paduan 70Cu-30Ni dengan
metoda paduan Metalurgi serbuk, diperlukan rancangan diagram alir sebagai
berikut :

Serbuk 70% Cu Serbuk 30% Ni

Penimbangan serbuk
Berat total 1.5 gr

Pencampuran
(Manual Mixing)
Waktu : 30 menit

Pengepresan (Kompaksi)
Variasi Tekanan Kompaksi :
60 kg/cm2, 70 kg/cm2 dan
80kg/cm2

Pemanasan :
Sintering : 900oC
Waktu : 5 jam

Karakterisasi
- Pengujian Densitas
- Pengujian Termoelektrik
- Pemeriksaan dan Analisa Metalografi
- SEM-EDS
- Pengujian Kekerasan Vickers
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian

FAKULTAS TEKNIK 20
3.3 Penjelasan Skema Proses Penelitian
3.3.1 Persiapan Bahan
Pemilihan bahan serbuk yaitu serbuk Copper (kemurnian 99%) dan Nikel
(kemurnian 99%) dengan presentase 70% Copper dan 30% Nikel dengan masing-
masing berat 1.5 gr per sampel. Berat masing-masing sampel sama hanya saja
tekanan kompaksinya yang berbeda yaitu 60 kg/cm2, 70 kg/cm2 dan 80kg/cm2.
A B

C D

Gambar 3.3 (a) Serbuk Cu dan Ni dengan kemurnian 99% ; (b) Penimbangan serbuk Cu dengan
kemurnian 99% ; (c) Penimbangan serbuk Ni dengan kemurnian 99% dan (d) Sampel yang dipisah
sesuai variasi tekaan kompaksi
[Sumber: Hasil objek penelitian, PPET-LIPI. 2 Juni 2018]

FAKULTAS TEKNIK 21
Cara Penentuan Jumlah berat pada sampel yaitu :
Berat yang dibutuhkan x Persen sampel = Berat sampel
1.5 gr x 70% Cu = 1.05 gr Cu
1.5 gr x 30% Ni = 0.45 gr Ni
Jadi berat sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 1.05 gr untuk Cu dan
0.45 gr untuk Ni dengan perbedaan variasi tekanan kompaksi yaitu 60 kg/cm2, 70
kg/cm2 dan 80kg/cm2.

3.3.2 Mixing
Mixing merupakan proses mencampurkan satu atau lebih bahan dengan
menambahkan satu bahan ke bahan lainnya sehingga membuat suatu bentuk yang
seragam dari beberapa konstituen baik cair – padat, padat – padat , maupun cair -
gas. Mixing pada penelitian kali ini menggunakan botol kaca kecil dikarenakan
berat material hanya 1.5 gr. Tidak menggunakan alat Milling dikarenakan jumlah
berat hanya sedikit sehingga dikhawatirkan pada saat proses milling berat material
dapat kehilangan berat yang lebih banyak. Proses mixing dilakukan dalam waktu
30 menit. Mixing disini dilakukan manual dengan perputaran jari-jari tangan.

Tabel 3.1 Parameter Proses Mixing


Jenis Mixing Dry Mixing
Tipe Mixing Manual (with Hand)
Waktu Mixing 30 Menit

A B

Gambar 3.4 (a) Serbuk Cu dan Ni yang akan dicampur dengan persentase 70Cu30Ni kemurnian
99% ; (b) Botol yang akan digunakan untuk Mixing
[Sumber: Hasil objek penelitian, PPET-LIPI. 4 Juni 2018]

FAKULTAS TEKNIK 22
3.3.3 Kompaksi
Kompaksi merupakan proses pemadatan serbuk menjadi sampel dengan
bentuk tertentu sesuai dengan cetakannya. Ada 2 jenis kompaksi yaitu kompaksi
basah dan kompaksi kering. Kompaksi basah yaitu pemadatan serbuk dengan
menggunakan temperatur kamar sedangkan kompaksi kering pemadatan serbuk
dengan temperatur diatas temperatur kamar. Pada penelitian ini menggunakan
kompaksi basah dikarenakan tidak ada alat kompaksi kering dan dikarenakan juga
material yang digunakan mudah teroksidasi.[4] Sampel dikompaksi menggunakan
alat hydraulic press karena dapat memadatkan serbuk dengan beban kompaksi yang
diinginkan. Beban yang digunakan untuk kompaksi yaitu 60 kg/cm2, 70 kg/cm2 dan
80kg/cm2. dengan berat tiap sampel 1.5 gr. Dies yang digunakan yaitu berdiameter
10 mm. Waktu penekanan yaitu 10 detik.

Tabel 3.2 Parameter Proses Kompaksi


Jenis Kompaksi Kompaksi Basah
Alat Kompaksi Hydraulic Press
Beban Maksimum Alat 203.8 kg/cm2
Beban Kompaksi 60 kg/cm2, 70 kg/cm2 dan 80kg/cm2
Waktu Penekanan 10 Detik

A B

Gambar 3.5 (a) Hydraulic Press (b) Dies kompaksi diameter 10 mm


[Sumber: Hasil objek penelitian, PPET-LIPI. 4 Juni 2018]

FAKULTAS TEKNIK 23
3.3.4 Sintering
Sintering yaitu pemanasan pada temperatur di bawah titik leleh material
komposit disebut dengan sintering. Dimana tujuan sintering yaitu meningkatkan
ikatan antar partikel pada saat proses sintering. Temperatur yang digunakan untuk
sintering sampel 70Cu30Ni yaitu 900oC dimana ditentukan berasarkan diagram
biner yang telah ada. Holding time yang digunakan yaitu 5 jam (300 menit). Dengan
pre-heat 500oC dengan waktu penahanan 30 Menit. Tujuan pre-heat pada material
ini agar tidak terjadi thermal shock dimana dapat menyebabkan retak pada sampel.
Pada proses sintering untuk sampel ini, sampel dikubur/diselimuti serbuk karbon
aktif agar mencegah sampel teroksidasi.

Tabel 3.3 Parameter Proses Sintering

Jenis Tungku Tungku Muffle


Temperatur Awal 25 °C
Kenaikan Temperatur Tidak diketahui
Temperatur Pre-Heat 500°C Holding Time 30 Menit
Temperatur Sintering 900°C Holding Time 5 Jam
Penurunan Temperatur Tidak diketahui

A B

FAKULTAS TEKNIK 24
C D

Gambar 3.6 (a) Sampel Hasil Kompaksi (b) Sampel dikubur dengan karbon aktif (c) sampel siap di
sintering (d) Tungku Muffle
[Sumber: Hasil objek penelitian, PPET-LIPI. 10 Juni 2018]

3.3.5 Finishing
Proses pendinginan yang dilakukan yaitu annealing dimana proses
pendinginan tersebut didalam tungku hingga temperatur kamar. Tujuannya agar
menjaga sampel tidak retak yang disebabkan oleh laju pendinginan. Kemudian
setelah itu sampel dibersihkan dari pengotor permukaan seperti karbon.

Gambar 3.7 Sampel setelah melalu proses finishing (pengamplasan dan pemolesan) foto dari kiri :
80kg/cm2, 70 kg/cm2 dan 60 kg/cm2
[Sumber: Hasil objek penelitian, PPET-LIPI. 15 Juni 2018]

FAKULTAS TEKNIK 25
3.4 Perancangan Parameter Proses
Adapun perancangan parameter proses ini dilakukan untuk memperoleh
percobaan yang baik, maka ditetapkan parameter proses yang digunakan dalam
penelitian ini seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.4 Penetapan Parameter Proses Penelitian

No Komposisi dan Tahapan Parameter Proses


1 Paduan Cu-Ni (CopperNickel) 70% Cu - 30% Ni
2 Temperatur Sintering 9000 C,
3 Waktu Penahanan Sintering 5 jam
4 Metoda pendinginan Annealling
5 Tekanan Kompaksi 60 kg/cm2, 70 kg/cm2 dan 80kg/cm2
6 Penahan Waktu Kompaksi 10 detik.

3.5 Prosedur Pengujian Penelitian dan Penjelasan


3.5.1 Pengujian Densitas Archimedes
Densitas ukuran kerapatan suatu zat yang dinyatakan banyaknya zat / massa
per satuan volume. Jadi satuannya adalah satuan massa persatuan volume. Semakin
tinggi massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya.
Massa jenis berfungsi untuk menentukan zat. Setiap zat memiliki massa jenis yang
berbeda. Dan satu zat berapapun massanya berapapun volumenya akan memiliki
massa jenis yang sama. Perbedaan nilai kepadatan setiap bahan yang disebabkan
oleh komponen penyusunya akan menyisakan oleh komponen penyusunnya akan
menyisakan celah celah kosong diantara rapat serbuk penyusun material tersebut.
Faktor yang mempengaruhi tingkat porositas serbuk adalah ukuran butir (Grain
size), bentuk butir, susunan butir, maka porositasnya pun akan semakin kecil.
Demikian pula bentuk membundar (spherical) akan mengurangi nilai porositas
dimana rongga kosong diantara serbuk semakin berkurang. Pengurangan nilai
porositas dimana rongga kosong diantara serbuk semakin berkurang. Pengujian ini
mengacu pada standar pengujian ASTM D792-00. Pengurangan nilai porositas pun
juga dipengaruhi oleh susunan dan bahan serbuk. Dimana susunan serbuk yang
homogen akan semakin mengurangi jumlah rongga dan porositas.[10]

FAKULTAS TEKNIK 26
Densitas merupakan salah satu sifat penting dari suatu zat adalah kerapatan
atau massa jenisnya atau disebut densitas (density) dimana perbandingan massa
terhadap volume zat. Dimana ρ adalah massa jenis zat (kg/m3), m adalah massa zat
(kg) dan V adalah Volume zat (m3). Setiap benda yang tercelup sebagian atau
seluruhnya ke dalam fluida, akan mendapat gaya ke atas sebesar berat fluida yang
dipindahkan oleh benda tersebut itulah hukum Archimedes. Benda yang dicelupkan
ke dalam air maka ada tiga kemungkinan yang akan dialami oleh benda tersebut,
yaitu mengapung, melayang dan tenggelam. Benda yang dikatakan terapung dalam
zat cair bila sebagian benda tercelup dan sebagian lagi muncul diudara, karena
massa jenis benda lebih kecil dari massa jenis zat cair.[10] Cara melakukan
pengujian densitas ialah sebagai berikut :
1. Persiapkan alat dan bahan seperti amplas, gelas kimia ukuran 100 ml 1 buah
, kawat tembaga tebal 0.5mm secukupnya, pensil 2 batang, kertas, neraca
digital dengan 3 angka dibelakang koma, jangka sorong, air aqua dm,
perekat cair, alkohol dan spesimen uji yaitu 70Cu30Ni.
2. Amplas semua bagian permukaan material hingga mengkilap mulai dari
amplas kasar hingga amplas halus dan bersihkan dengan air alcohol agar
kotoran yang menempel pada specimen seperti minyak dapat bersih dengan
baik.
3. Ukur dimensi spesimen uji dengan menggunakan jangka sorong agar
presisi. Setelah itu catat sebagai data (tebal dan diameter).
4. Timbang berat kering material dengan menggunakan neraca digital. Catat
berat yang didapatkan sebagai Berat Kering (Wk).
5. Siapkan air aquades dan tuangkan kedalam gelas kimia berukuran 100 ml.
Siapkan specimen uji dengan cara menempelkan ujung kawat tembaga
dengan perekat dan bagian ujung lain tembaga digulung dengan
menggunakan pensil.
6. Letakkan gelas kimia yang berisi aqua dm 100 ml kedalam neraca digital.
Pastikan sudah terkalibrasi diangka nol.
7. Sejajarkan material hingga berada ditengah-tengah gelas kimia. Tidak
terlalu mengapung dan tidak terlalu tenggelam.

FAKULTAS TEKNIK 27
8. Setelah itu hitung hingga 10 detik sampai penunjuk berat pada neraca digital
benar-benar stabil diangka yang pasti.
9. Kemudian catat angka yang tertera pada neraca digital sebagai data berat
basah (Wb).
10. Cara menetukan Densitas Archimedes yaitu menggunakan rumus :
𝑚
𝑉 = 𝜋 𝑑 2h hasil rumus tersebut dimasukkan kerumus 𝜌 = 𝑥 1000
𝑣

Hasil tersebut menghasilkan densitas tidak sebenarnya/teoritis. Cara


mengkonversi ke densitas sebenarnya yaitu dengan menggunakan rumus
𝑊𝑘
𝜌 = 𝑊𝑏

Densitas teoritis digunakan untuk memastikan kevalid-an densitas


Archimedes berhasil atau tidak saat dilakukan.

3.5.2 Pengujian Termoelektrikal


Termoelektrik adalah teknologi yang bekerja dengan mengkonversi energi
panas menjadi listrik secara langsung (generator termoelektrik), atau sebaliknya,
dari listrik menghasilkan dingin (pendingin termoelektrik). Untuk menghasilkan
listrik, material termoelektrik cukup diletakkan sedemikian rupa dalam rangkaian
yang menghubungkan sumber panas dan dingin. Dari rangkaian itu akan dihasilkan
sejumlah listrik sesuai dengan jenis bahan yang dipakai. Efek termoelektrik
dipengaruhi olehtiga efek yg berbeda yaitu :
a. Efek seebeck Jika 2 buah logam yang berbeda disambungkan salah satu
ujungnya, kemudian diberikan suhu yang berbeda pada sambungan, maka
terjadi perbedaan tegangan pada ujung yang satu dengan ujung yang lain.
Fenomena ini pertama kali ditemukan oleh Seebeck sehingga disebut efek
Seebeck atau umumnya dikenal dengan nama prinsip termokopel. Tegangan
yang dihasilkan ini sebanding dengan perbedaan temperatur diantara dua
junction. Semakin besar perbedaan temperatur,semakin besar tegangan
diantara junction. Dari fenomena ini, kitadapat menentukan koefisien
Seeback , yaitu:

FAKULTAS TEKNIK 28
b. Efek Peltier
Penemuan Seebeck memberikan inspirasi pada Jean Charles Peltier
untuk melihat kebalikan dari fenomena tersebut. Dia mengalirkan listrik
pada dua buah logam yang direkatkan dalam sebuah rangkaian. Ketika arus
listrik dialirkan, terjadi penyerapan panas pada sambungan kedua logam
tersebut dan pelepasan panas pada sambungan yang lainnya. Pelepasan dan
penyerapan panas ini saling berbalik begitu arah arus dibalik. Penemuan
yang terjadi pada tahun1934 ini kemudian dikenal dengan efek Peltier.
c. Efek Thompson
Efek Thomson menyatakan bahwa terdapat penyerapan atau
pelepasan panas bolak-balik dalam penghantar homogen yang terkena
perbedaan panas dan perbedaan listrik secara simultan. Didapat bahwa
gradien potensial hasil dari perbedaan temperatur adalah positif searah
dengan gradien temperatur.
Pada praktikum ini digunakan material semikonduktor yang saling
terhubung. Dalam Semikonduktor tipe‐n, elektron bertindak sebagai
pembawa muatan mayoritas . Sebaliknya, pada semikonduktor tipe‐p,
jumlah elektron sangat sedikit. Ketika elektron berpindah ke tingkat
energi yang lebih tinggi, tempat yang ditinggalkan elektron kemudian
disebut sebagai hole. Hole bertindak sebagai pembawa muatan positif.
Karena satu elektron bergerak, dia meninggalkan sebuah hole yang
kemudian akan diisi oleh elektronl ain. Satu elektron berpindah untuk
mengisi hole tadi dan meninggalkan hole baru. Hal ini mengakibatkan
hole tampak bergerak ke arah yang berlawanan dengan arah elektron.
Dalam semikonduktor tipe‐p, pembawa muatan mayoritas adalah
hole.[1]
Konsep perhitungan panas Seebeck coefficent yaitu dengan pemberian
panas melalui eletroda A dan B, dimana panas yang diberikan eletktroda B lebih
panas dibanding elektroda A. Pemberian panas dengan temperatus berbeda berguna
untuk melihat nilai kecepatan transfer panas pada sampel yang sedang diuji dan

FAKULTAS TEKNIK 29
juga dapat menilai hambatan tegangan listrik yang diterima sampel yang diuji.
Konsep kerja dapat dilihat pada gambar 3.6 sebagai berikut.

Low Temp. Electrode

Measurement Voltage Betrween Point


A Temperatur A and B
measurement

1.556 mV

B Temperatur ∆𝑉
measurement 𝑆𝑒𝑒𝑏𝑒𝑐𝑘 𝑐𝑜𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑒𝑛𝑡 =
𝑡𝑒𝑚𝑝. 𝐵 − 𝑡𝑒𝑚𝑝. 𝐴

Hi Temp. Electrode

Gambar 3.8 Konsep kerja alat uji termoelektrikal


[Sumber: Hasil objek penelitian, PPET-LIPI. 30 Januari 2019]

FAKULTAS TEKNIK 30
B

Elektroda

Sampel Uji

Probes

Suzceptor

Thermal Control

Gambar 3.9 (a) Alat Uji Termoelektrikal SLR-4 (b) Posisi Sampel pada alat Uji (c) Bagian-
bagian alat Uji (d) alat penstabil panas
[Sumber: Hasil objek penelitian, PPET-LIPI. 25 Januari 2019]

FAKULTAS TEKNIK 31
3.5.3 Pemeriksaan dan Analisa Metalografi
Pada penelitian kali ini sampel yang akan di metalografi adalah sampel
dengan persentase 70Cu30Ni. Menurut standar yang ada struktur kristal yang
terbentuk ialah FCC dan memiliki fasa tunggal yaitu a phase solid solution.
Penambahan unsur Ni dapat meningkatkan ketahanan korosi dan oksidasi.

Gambar 3.10 Mikrostruktur 70Cu30Ni dengan perbesaran 150x [11]

Pengujian yang dilakukan untuk menganalisa struktur mikro dan mengenali


fasa-fasa yang terbentuk. Preparasi sampel menggunakan standar ASTM E3-01
dan E7-03, pengetsaan menggunakan standar ASTM E407-99 dan pengukuran
butir mengacu standar ASTM E112-96. Tahapan dalam melakukan pengujian ini
adalah :
a. Cutting, yaitu proses pemotongan spesimen uji yang akan diamati.
b. Mounting, yaitu proses pembingkaian terhadap spesimen uji yang telah
dipotong untuk memudahkan dalam proses pemegangan saat grinding
maupun polishing nantinya.
c. Grinding, yaitu proses mengampelasan dengan kertas ampelas secara
berurutan dari yang terkasar, selama proses grinding diberi air sebagai
media pendingin dan menghindari oksidasi pada permukaan spesimen.
d. Polishing, yaitu proses penghalusan dan menghilangan sisa-sisa goresan
proses grinding menggunakan kain beludru dan pasta poles.

FAKULTAS TEKNIK 32
e. Etching, yaitu proses pemberian larutan etsa pada spesimen uji sehingga
dapat memunculkan struktur mikro dengan jelas.
f. Viewing, yaitu proses pengamatan pada spesimen uji menggunakan
mikroskop metalurgi.
A B

Gambar 3.11 (a) Larutan etsa FeCl3 5gr, HCl 10 ml dan aquades 100ml (b) Alat amplas dan poles
(c) mikroskop optik
[Sumber: Hasil objek penelitian, PPET-LIPI. 01 Januari 2019]

3.5.4 SEM-EDS (Scanning Electron Microscope-Electron Deposition


Scanning)
Scanning Electron Microscopy (SEM) dipahami sebagai teknik yang sesuai
yang diterima dan diakui oleh komunitas peneliti material dunia, ini ditandai
dengan diberikannya penghargaan Nobel terhadap para penemunya, Ernst Ruska
dan Max Knoll. Identifikasi struktur mikro lapisan oksida dengan menggunakan
SEM tidaklah sekedar pengambilan gambar dan fotografi, tetapi harus dilakukan
dengan teknik dan metode operasi yang benar mengingat proses pembentukan
image pada alat ini merupakan proses fisika yang merupakan interaksi korpuskular
antara elektron sumber dengan atom pada bahan. Meskipun sinyal data yang
dihasilkan cukup kuat dibanding mikroskop optik atau XRD, tetapi karena

FAKULTAS TEKNIK 33
seringkali obyek pengamatan yang terbilang kecil dan mengandung komponen non
konduktif, seperti lapisan pasivasi oksida pada permukaan, SEM dapat memberikan
kontras yang relatif rendah terlebih pada perbesaran tinggi. Oleh karena itu SEM
harus dioperasikan dengan pengaturan parameter elektron seperti high voltage, spot
size, bias dan beam current juga parameter optik seperti kontras, fokus dan
astigmatismus yang tepat sehingga diperoleh hasil gambar yang optimal secara
ilmiah dan tidak memberikan interpretasi ganda. Selain itu, proses pengambilan
gambar dan analisis kimia dengan SEM sangatlah dipengaruhi oleh jenis sampel
berikut cara penangannya serta teknik preparasinya disamping kemampuan
operasional dari operator nya.[12]

Gambar 3.12 Diagram Prinsip Kerja alat SEM


Dalam Gambar 3.12 adalah skema diagram standar SEM JSM-6510LA dari
fabrikan JEOL yang digunakan dalam penelitian ini dengan fasilitas analisis
komposisi kimia berupa detektor sinar X. Komponen utama alat SEM ini pertama
adalah tiga pasang lensalensa elektromagnetik yang berfungsi memfokuskan berkas
elektron menjadi sebuah titik kecil, lalu oleh dua pasang scan coil discan-kan

FAKULTAS TEKNIK 34
dengan frekuensi variabel pada permukaan sampel. Semakin kecil berkas
difokuskan semakin besar resolusi lateral yang dicapai. Kesalahan fisika pada
lensa-lensa elektromagnetik berupa astigmatismus dikoreksi oleh perangkat
stigmator. SEM tidak memiliki sistem koreksi untuk kesalahan aberasi lainnya.[12]
Yang kedua adalah sumber elektron, biasanya berupa filamen dari bahan kawat
tungsten atau berupa jarum dari paduan Lantanum Hexaboride LaB6 atau Cerium
Hexaboride CeB6, yang dapat menyediakan berkas elektron yang teoretis memiliki
energi tunggal (monokromatik), Ketiga adalah imaging detector, yang berfungsi
mengubah sinyal elektron menjadi gambar/image. Sesuai dengan jenis elektronnya,
terdapat dua jenis detektor dalam SEM ini, yaitu detektor SE dan detektor BSE.
Untuk menghindari gangguan dari molekul udara terhadap berkas elektron, seluruh
jalur elektron (column) divakum hingga 10-6 torr. Tetapi kevakuman yang tinggi
menyebabkan naiknya sensitifitas pendeteksian alat terhadap non-konduktifitas,
yang menyulitkan analisis pada bahan bahan non-konduktif, seperti keramik dan
oksida. Untuk mengatasi hal tersebut SEM ini memiliki opsi untuk dapat
dioperasikan dengan vakum rendah, yang disebut LowVaccum Mode. Dengan
teknik low vaccum kita dapat menganalisis bahan yang non konduktif sekalipun.
Tekanan pada mode ini berkisar antara 30 hingga 70Pa.[12]

FAKULTAS TEKNIK 35
B

Gambar 3.13 (a) alat Uji SEM-EDS JSM-6510LA (b) Bagian dalam alat uji SEM-EDS
[Sumber: Hasil objek penelitian, PPET-LIPI. 28 Februari 2019]

Pengambilan spektrum EDS dan pengolahan data yang bertujuan kualitatif dan
analisis kuantitatif memerlukan pertimbangan khusus. Pertama, operasi kondisi
harus disesuaikan untuk memaksimalkan tingkat penghitungan sinar-X pada
tegangan akselerasi tertinggi untuk menghindari kerusakan balok-sensitif spesimen
seperti mikroplastik. Spektrum harus dikumpulkan dari besar area, menggunakan
probe besar (kombinasi ukuran probe dan bukaan akhir) dan untuk periode waktu
yang dioptimalkan (perubahan dalam komposisi kimia atau kontaminasi dapat
terjadi untuk waktu akuisisi spektrum panjang). Jika perlu, lanjut analisis area yang
lebih kecil dapat dilakukan dalam kondisi di mana resolusi spasial ditingkatkan.
Untuk keperluan representatif dan statistik dapat memastikan bahwa unsur kimia
ringan hadir dalam beberapa persen berat juga terdeteksi, beberapa spektrum di
daerah acak sampel dapat dikumpulkan. Setelah akuisisi spektrum, didapatkan
sebuah puncak, puncak paling intens dan puncak lainnya mengikuti sebagian unsur
lainnya teridentifikasi.[13]

FAKULTAS TEKNIK 36
3.5.6 Pengujian Kekerasan (Vickers Hardness Test)
Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan
suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang cukup
kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid. Beban yang dikenakan
juga jauh lebih kecil dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu antara
1 sampai 1000 gram. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil
bagi (koefisien) dari beban uji (F) dengan luas permukaan bekas luka tekan
(injakan) dari indentor(diagonalnya) (A) yang dikalikan dengan sin (136°/2). [14]
Pengujian Vickers Bersadarkan ASTM E384 Metode uji meliputi penentuan
Knoop dan bahan kekerasan Vickers, verifikasi Knoop dan mesin pengujian
kekerasan Vickers, dan kalibrasi Knoop standar dan blok uji Vickers. Metode uji
meliputi Knoop dan kekerasan Vickers pengujian yang dilakukan menggunakan uji
kekuatan dalam mikro.
Langkah kerja pengujian hardness vikers sesuai standar ASTM E384 :
1. Pastikan benda uji sejajar parallel pada bagian atas dan bawah.
2. Benda uji dibersihkan dari pelumas, oksida, bahan asing.
3. Sebelum digunakan, benda uji di etsa agar permukaan benda uji bersih.
4. Setting alat uji Vickers pada pembebanan 50 gr.
5. Posisikan benda uji pada dudukan dan dekatkan pada lensa hingga focus.
6. Geser lensa optic dengan indenter lalu pencet tombol START, tunggu
hinggan selesai.
7. Geser kembali indenter dengan lensa dan posisikan garis hitam pertama
pada titik ujung kiri benda uji.
8. Geserkan satu garis hitam lagi pada ujung titik sebelah kanan hsil
penetrasi.
9. Lalu ukur berapa panjang (d1) dalam satuan micron (µ).
10. Putar 90o pengukuran garis dan lakukan hal yang sama seperti tahap 7
hingga 9.
11. Maka didapatkan nilai panjang (d2) dalam satuan micron (µ)

FAKULTAS TEKNIK 37
Gambar 3.14 Alat uji kekerasan micro vickers
[Sumber: Hasil objek penelitian, PPET-LIPI. 01 Januari 2019]

FAKULTAS TEKNIK 38
BAB IV
PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengumpulan Data dan Pembahasan

Pada bab ini ditampilkan data penelitian berupa angka dan grafik , data hasil
proses dan hasil pengujian dari material 70Cu30Ni yang telah dibuat.

4.1.1 Pengukuran Dimensi Spesimen (Pre-Sintering)


Tabel 4.1 Dimensi Spesimen (Pre-Sintering)
Spesimen Tekanan Wk h d
Kompaksi
Uji (berat (mm) (mm)
kering) gr
70Cu30Ni 60 kg/cm2 1.5 2.00 11.00
70Cu30Ni 70 kg/cm2 1.5 2.00 11.00
70Cu30Ni 80kg/cm2 1.5 2.00 11.00

11 mm

2 mm

Gambar 4.1 Bentuk Sampel Uji 70Cu30Ni

4.1.2 Data Proses Sintering


Tabel 4.2 Data Proses Sintering
Jenis Tungku Tungku Muffle
Temperatur Awal 25 °C
Kenaikan Temperatur Tidak diketahui
Temperatur Pre-Heat 500°C Holding Time 30 Menit
Temperatur Sintering 900°C Holding Time 5 Jam
Penurunan Temperatur Tidak diketahui

FAKULTAS TEKNIK 39
Kurva Sintering
1200

1000
Holding Time 5 jam

900oC
Temperatur oC

800

600 Pre-Heat
500oC
400

200

25 Temperatur Ruangan Tungku 25oC

0
90 120 240 540
(Menit)

Gambar 4.2 Kurva Sintering

4.1.3 Pengukuran Dimensi Spesimen (Pasca Sintering)


Tabel 4.3 Dimensi Spesimen (Pasca Sintering)
Spesimen Tekanan Wk h d
Kompaksi
Uji (berat (mm) (mm)
kering) gr
70Cu30Ni 60 kg/cm2 1.331 1.96 11.55
70Cu30Ni 70 kg/cm2 1.447 1.96 10.86
70Cu30Ni 80kg/cm2 1.037 1.42 10.54

4.2 Pengujian Densitas


Tabel 4.4 Data Pengujian Densitas
Spesimen Tekanan Wk Wb h d Densitas Densitas
Kompaksi
Uji (berat (berat (mm) (mm) Teoritis Archimedes
kering) basah) (g/cm3) (g/cm3)
70Cu30Ni 60 kg/cm2 1.331 0.201 1.96 11.55 6.48 6.62
70Cu30Ni 70 kg/cm2 1.447 0.178 1.96 10.86 7.97 8.13
70Cu30Ni 80kg/cm2 1.037 0.119 1.42 10.54 8.37 8.71

FAKULTAS TEKNIK 40
4.2.1 Perhitungan Pengujian Densitas
Perhitungan Densitas 70Cu30Ni dengan kompaksi 60 kg/cm2
1
𝑉= 𝑥 3.14 (11.55)2 x 1.96 = 205.2530
4
1.331
𝜌 = 205.2530 𝑥 1000 = 6.48 g/cm3 Nilai Densitas Teoritis
1.331
𝜌 = 0.201 = 6.62 g/cm3 Nilai Densitas Archimedes

Perhitungan Densitas 70Cu30Ni dengan kompaksi 70 kg/cm2


1
𝑉= 𝑥 3.14 (10.86)2 x 1.96 = 181.4618
4
1.447
𝜌 = 181.4618 𝑥 1000 = 7.97 g/cm3 Nilai Densitas Teoritis
1.447
𝜌 = 0.178 = 8.13 g/cm3 Nilai Densitas Archimedes

Perhitungan Densitas 70Cu30Ni dengan kompaksi 80 kg/cm2


1
𝑉= 𝑥 3.14 (10.54)2 x 1.42 = 123.8338
4
1.037
𝜌 = 123.8338 𝑥 1000 = 8.37 g/cm3 Nilai Densitas Teoritis
1.037
𝜌 = 0.119 = 8.71 g/cm3 Nilai Densitas Archimedes

𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐴𝑟𝑐ℎ𝑖𝑚𝑒𝑑𝑒𝑠 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖


𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝐾𝑒𝑏𝑒𝑟ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 = 𝑥100%
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑎𝑖 𝑠𝑡𝑟𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
8.71
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝐾𝑒𝑏𝑒𝑟ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 = 𝑥100% = 97.42%
8.94

Keberhasilan Pengujian Densitas Archimedes pada spesimen uji 70Cu30Ni sebesar


𝟗𝟕. 𝟒𝟐% oleh variasi tekanan kompaksi sebesar 80 kg/cm2

FAKULTAS TEKNIK 41
Gambar 4.3 Kurva Kenaikan Densitas

4.3 Pengujian Termoelektrikal (Electrical Properties)


Pengujian termoelektrikal bertujuan untuk menilai resistivitas (hambatan),
seebeck coefficent, dan power factor. alat yang digunakan yaitu LSR-4 buatan
Jerman. Nilai Absolute Seebeck Coefficent dihasilkan dari perbedaan temperatur
hingga menghasilkan sebuah tegangan. Dan nilai resistivitas dihasilkan dari
kemampuan transfer panas elektroda B menuju elektroda A yang dimana material
tersebut dapat dikatakan semi-konduktor atau konduktor. Power factor didapatkan
dari perhitungan nilai seebeck dan nilai resistivitas. Pada saat sampel dipanaskan,
kondisi ruang tungku harus hampa (vakum) agar tidak terkontaminasi dengan udara
atau pengotor lainnya.

FAKULTAS TEKNIK 42
4.3.1 Resistivitas (Hambatan)

Gambar 4.5 Kurva Resistivitas terhadap temperatur

FAKULTAS TEKNIK 43
4.3.2 Seebeck Coefficent

Gambar 4.6 Kurva Absolute Seebeck terhadap temperatur

FAKULTAS TEKNIK 44
4.3.3 Power Factor

Gambar 4.7 Power Factor terhadap temperatur

FAKULTAS TEKNIK 45
4.4 Pemeriksaan dan Analisa Metalografi
Bertujuan untuk melihat mikrostruktur yang terbentuk pada sampel uji dan fasa
yang terjadi pada sampel uji. Hasil pemeriksaan mikrostruktur pada standar ASTM
B151 pada gambar 4.10. Dimana material 70Cu30Ni memiliki struktur kristal FCC
(Face Centre Cubic) dan hanya memiliki fasa tunggal. Pada analisa metalografi juga
dapat melihat porositas yang ada pada sampel yang diuji.

Gambar 4.8 Mikrostruktur paduan 70Cu30Ni perbesaran 150x[11]

4.4.1 Pemeriksaan dan Analisa Metalografi


Kompaksi 60 kg/cm2 A Literatur[11]

500x 150x

FAKULTAS TEKNIK 46
Kompaksi 70 kg/cm2 B

500x 150x

Kompaksi 80 kg/cm2 C

500x 150x

Gambar 4.9 (a) Mikrotruktur 70Cu30Ni tekanan kompaksi 60 kg/cm2 (b) Mikrotruktur
70Cu30Ni tekanan kompaksi 70 kg/cm2 (c) Mikrotruktur 70Cu30Ni tekanan kompaksi 80 kg/cm2

FAKULTAS TEKNIK 47
Porositas

Pengotor
(Compound, Debu Halus)

Gambar 4.10 Analisa Mikrostruktur pada sampel kompaksi 60kg/cm2 perbesaran 200x

4.4.2 Analisa Porositas (image j)

FAKULTAS TEKNIK 48
Gambar 4.11 Analisa Mikrostruktur pada sampel menggunakan image j

Tabel 4.5 Persen porositas terhadap tekanan kompaksi


Tekanan Kompaksi % 100%-
No.
(kg/cm2) Area %Area
1 60 93,432 6,568
2 70 96,284 3,716
3 80 96,957 3,043

FAKULTAS TEKNIK 49
Gambar 4.12 Kurva Analisa Mikrostruktur pada sampel menggunakan image j

4.5 Analisa SEM-EDS


A

Kawah

Garis Butir

FAKULTAS TEKNIK 50
B

Gambar 4.13 (a) Hasil foto SEM sampel 70Cu30Ni kompaksi 80 kg/cm2 perbesaran 1000x (b)
EDS sampel 70Cu30Ni kompaksi 80 kg/cm2 perbesaran 1400x
[Sumber: Hasil objek penelitian, PPET-LIPI. 28 Februari 2019]

4.5.1 Analisa EDS berdasarkan daerah spektrum

Gambar 4.14 EDS Spectrum area 1


Tabel 4.6 Kandungan elemen pada daerah spektrum 1
Spectrum Element (Wt%) Fasa
Area Copper Nickel
Cu2Ni1
1 71,29 28,71

FAKULTAS TEKNIK 51
Gambar 4.15 EDS Spectrum area 2
Tabel 4.7 Kandungan elemen pada daerah spektrum 2
Spectrum Element (Wt%) Fasa
Area Copper Nickel
Cu2Ni1
2 71,24 28,76

Gambar 4.16 EDS Spectrum area 4


Tabel 4.8 Kandungan elemen pada daerah spektrum 4
Spectrum Element (Wt%) Fasa
Area Copper Nickel
Cu2Ni1
4 71,24 28,76

Gambar 4.17 EDS Spectrum area 6


Tabel 4.9 Kandungan elemen pada daerah spektrum 6
Spectrum Element (Wt%) Fasa
Area Copper Nickel
Cu2Ni1
6 69,41 30,59

FAKULTAS TEKNIK 52
Gambar 4.18 EDS Spectrum area 7
Tabel 4.9 Kandungan elemen pada daerah spektrum 7
Spectrum Element (Wt%) Fasa
Area Copper Nickel
Cu2Ni1
7 70,63 29,37

Gambar 4.19 EDS Spectrum area 8


Tabel 4.10 Kandungan elemen pada daerah spektrum 8
Spectrum Element (Wt%) Fasa
Area Copper Nickel
Cu2Ni1
8 70,31 29,69

Gambar 4.20 EDS Spectrum area 9


Tabel 4.11 Kandungan elemen pada daerah spektrum 9
Spectrum Element (Wt%) Fasa
Area Copper Nickel
Cu2Ni1
9 69,69 30,31

FAKULTAS TEKNIK 53
Gambar 4.21 EDS Spectrum area 10
Tabel 4.12 Kandungan elemen pada daerah spektrum 10
Spectrum Element (Wt%) Fasa
Area Copper Nickel
Cu2Ni1
10 69,69 30,31

Gambar 4.22 EDS Spectrum area 11


Tabel 4.13 Kandungan elemen pada daerah spektrum 11
Spectrum Element (Wt%) Fasa
Area Copper Nickel
Cu2Ni1
11 70,93 29,07

*Cara Perhitungan Penyetaraan Fasa


Contoh :
Spectrum Area 1
Copper %Wt = 71,29 Massa atom Cu = 63,546
Nickel %Wt = 28,71 Massa atom Ni = 58,963
%𝑊𝑡 𝐶𝑢 %𝑊𝑡 𝑁𝑖
𝐶𝑢: 𝑁𝑖 = 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑡𝑜𝑚 𝐶𝑢 ∶ 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑡𝑜𝑚 𝑁𝑖
71,29 28,71
= 63,546 ∶ 58,963
= 1,12 ∶ 0,48
= 1 ∶ 0,5 (penyetaraan x2) = 2 : 1 (2 sebagai x, 1 sebagai y)
= Cu2Ni1

FAKULTAS TEKNIK 54
Tabel 4.14 Pendistribusian persen unsur berdasarkan daerah spectrum (EDS)
Element (Wt%)
No. Spectrum Area
Copper Nickel
1 1 71,29 28,71
2 2 71,24 28,76
3 4 68,73 31,27
4 6 69,41 30,59
5 7 70,63 29,37
6 8 70,31 29,69
7 9 69,69 30,31
8 10 69,69 30,32
9 11 70,93 29,07
AVERAGE 69,94 30,06

Gambar 4.15 Kurva pendistirbusian elemen berdasarkan daerah spektrum

FAKULTAS TEKNIK 55
4.5 Pengujian Kekerasan Vickers
4.5.1 Data Pengujian Kekerasan
Tabel 4.18 Kekerasan sampel uji 70Cu30Ni
Nilai Kekerasan (HV)
Kompaksi Kompaksi Kompaksi
60 kg/cm2 70 kg/cm2 80 kg/cm2
19,77 57,45 47,80
35,81 73,68 79,30
41,95 77,30 87,87
30,45 70,23 90,13
28,67 58,70 61,29
37,08 65,50 61,29
41,95 67,06 90,13
41,95 77,30 87,87
37,71 75,11 66,95
28,67 55,07 47,75
19,77 57,45 47,80
Nilai HV rata-rata
34,40 67,74 72,04

Gambar 4.16 Kenaikan Nilai kekerasan rata -rata terhadap tekanan Kompaksi

FAKULTAS TEKNIK 56
BAB V
ANALISA DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan analisa dan pembahasan dari data-data hasil pengujian
pada penelitian. Hasil data yang dianalisa meliputi pengaruh variasi tekanan
kompaksi terhadap sifat Thermoelectric berupa, Koefiesien Seebeck, Resivitas
listrik dan Power Factor. Serta nilai kekerasan terhadap paduan 70Cu30Ni yang
telah diproses menggunakan Metoda metalurgi serbuk. Analisa SEM-EDS dan
Metalografi untuk melihat morfologi fasa dan porositas sampel.
Gambar 4.1 Pada sampel uji penelitian menggunakan dies berukuran 11 mm
dengan tebal 2 mm dengan variasi tekanan kompaksi yaitu 60 kg/cm2, 70 kg/cm2,
dan 80 kg/cm2. Dan setiap sampel uji memiliki masing-masing berat 1,5 gr sesuai
berat yang telah ditentukan.
Kenaikan pada temperatur sintering dari 25 hingga 500 yaitu 1.5 jam, dari 500-
900 yaitu 2 jam. Total kenaikan temperatur yaitu 4 jam. Holding time 5 jam jadi,
total proses sintering yaitu 9 jam kerja. Penurunan temperatur dengan metoda
annealing (pendinginan didalam tungku).
Proses sintering diawali dengan pre-heat mulai dari temperatur kamar hingga
temperatur 500oC yang bertujuan untuk menghindari thermalshock. Setelah
mencapai temperatur 500oC, ditahan selama 30 menit agar pendistribusian panas
yang diterima oleh sampel merata. Kemudian temperatur dinaikkan lagi hingga
temperatur sintering 900oC dan ditahan selama 5 jam. Proses sintering bertujuan
untuk memperkuat ikatan antar butir, densifikasi dan mengeliminasi porositas yang
ada pada sampel.
Dapat dilihat pada tabel 4.3 bahwa material mengalami penyusutan pada tebal
sampel dan mengalami pemuaian pada diameter sampel. Dan juga mengalami
penurunan berat yang signifikan. Berat yang hilang dapat disebabkan proses
finishing pada sampel seperti pengamplasan dan pemolesan yang bertujuan untuk
menghilangkan serbuk karbon yang menempel pada permukaan sampel.
Perbedaan nilai densitas pada sampel dikarenakan pada nilai densitas teoritis
dinilai dari perhitungan berat kering sedangkan densitas archimedes didapatkan dari

FAKULTAS TEKNIK 57
nilai pembagian berat kering yang dibagi berat basah. Nilai densitas digunakan
untuk memastikan apakah ada kenaikan pada nilai densitas archimedes atau tidak.
Hasil Pengujian Densitas membuktikan bahwa pengaruh variasi tekanan
kompaksi berpengaruh pada nilai densitas. Semakin tinggi tekanan kompkasi maka
nilai densitas semakin baik. Pada Pengujian Densitas pada sampel 70Cu30Ni
didapatkan mulai dari terendah yaitu dengan tekanan kompaksi 60 kg/cm2, 70
kg/cm2, dan 80 kg/cm2 dengan nilai densitas archimedes yang terendah yaitu 6.62
g/cm3, 8.13 g/cm3, dan 8.71 g/cm3. Semakin besar tekanan kompaksi yang
diberikan berpengaruh pada nilai densitas yang dihasilkan. Pengujian densitas ini
juga membuktikan bahwa semakin besar nilai densitas, semakin kecil porositas
yang terbentuk pada sampel. Hal ini dikarenakan tekanan kompaksi berpengaruh
pada pendistribusian partikel yang diberikan variasi gaya tekan yang berbeda.
Pada Gambar 4.5 menjelaskan bahwa pada tekanan kompaksi 80 kg/cm2
memiliki nilai resistivitas yang kecil dengan nilai 0,3873 pada temperatur akhir
115,1 oC dan dengan nilai resistivitas terbesar pada kompaksi 60 kg/cm2 dengan
temperatur akhir 115,3 oC. Jadi semakin besar tekanan kompaksi maka resistivitas
(hambatan) semakin kecil. Jika resistivitas (hambatan) semakin kecil, Proses
transfer elektron semakin baik dan sifat termoelektrik yang didapatkan juga
semakin baik. Hal ini dikeranakan pengaruh tekanan kompaksi semakin besar
diberikan sehingga butir yang diberikan tekanan saling bertabrakan dan menempel
satu butir dengan yang lainnya.
Pada kurva seebeck menunjukan bahwa sampel uji 70Cu30Ni termasuk
golongan material type-n (-) yang memiliki muatan elektron yang lebih besar
dibanding hole-nya. Material ini disebut material semi-konduktor tipe-n yang hanya
dapat menghantarkan panas pada suhu tertentu dan arus tertentu. Pada kurva
seebeck sampel 70Cu30Ni tidak ditemukan dimana puncak material tersebut dapat
menjadikan material semi-konduktor yang dapat menghantarkan panas dengan
temperature dan arus tertentu. Pada kurva diatas tekanan kompaksi 80 kg/cm2
memiliki nilai seebeck yang lebih besar dengan nilai -46,8 µV/K dengan temperatur
115,3 oC, sedangkan pada standar referensi Linseis SLR-4 dengan paduan
55Cu45Ni memiliki nilai seebeck sebesar -42,42 µV/K dengan temperatur 100 oC
. Semakin besar nilai seebeck maka sifat termoelektrik yang dihasilkan semakin

FAKULTAS TEKNIK 58
baik. Hal ini dikarenakan kemampuan transfer electron yang berjalan semakin
mudah untuk menghantarkan electron dari titik A ke titik lainnya.
Power Factor paling baik pada tekanan kompaksi 80 kg/cm2 memiliki nilai
power factor sebesar 4,969 mW/mK^2. Semakin besar nilai seebeck semakin besar
juga nilai power factor yang dihasilkan. Untuk power factor tekanan kompaksi
terbaik yaitu 80 kg/cm2 dapat melampaui referensi standar linseis dimana referensi
tersebut menggunakan paduan 55Cu45Ni hanya memiliki nilai power factor sebesar
3,649 mW/mK^2. Semakin besar nilai power factor maka sifat termoelektrik yang
dihasilkan semakin baik.
Dapat dianalisa pada mikrostruktur sampel 70Cu30Ni bahwa pengaruh tekanan
kompaksi berpengaruh terhadap porositas yang terjadi pada sampel uji. Semakin
besar tekanan kompaksi, densifikasi antar partikel semakin kuat. Semakin besar
tekanan kompaksi maka semakin baik proses densifikasi. Pada sampel uji tekanan
kompaksi 80 kg/cm2, Densifikasi semakin solid sehingga tidak terlihat ada porositas
pada sampel.
Pada Kurva diatas menunjukan pengaruh tekanan kompaksi terhadap
porositas. Semakin besar tekanan kompaksi maka porositas semakin kecil.
Porositas paling besar pada tekanan kompaksi 60 kg/cm2 dengan persentase 6,568%
dan yang terkecil pada tekanan kompaksi 80 kg/cm2 persentase 3,043%. Semakin
kecil poroitas berpengaruh pada hambatan yang terjadi pada sampel sehingga
kemampuan transfer elektron semakin baik. Dengan resistivitas yang kecil maka
sifat termoelektrikal juga semakin baik.
Pada perbesaran 1000x, Gambar A dapat dilihat banyaknya kawah pada sampel
uji 70Cu30Ni kompaksi 80kg/cm2. Hal ini disebabkan adanya turbulensi yang
terjadi antara elemen (unsur) dan oksida yang ada disekitar elemen. Butir yang
terbentuk pada sampel uji tidak teratur, hal ini dikarenakan bentuk butir yang tidak
seragam (irregular) . Untuk Perbesaran 1400x Gambar B memetakan daerah spot
area yang dapat menganalisa elemen apa saja yang ada pada daerah yang di spot
area. Spot area yang diperiksa yaitu 9 spot yang bertujuan untuk melihat persentase
sampel CuNi apakah terdistribusi merata atau tidak. Hasil analisa tersebut akan
dipaparkan pada sub-bab 4.5.1

FAKULTAS TEKNIK 59
Pada Kurva pendistribusian elemen berdasarkan spot area dapat dilihat bahwa
pendistribusian elemen tembaga dan nikel relatif merata. Hal ini dikarenakan
pengaruh proses mixing yang baik dan waktu mixing yang sesuai.
Pada pengujian kekerasan, semakin besar tekanan kompaksi maka nilai
kekerasan juga semakin besar, hanya saja tidak menyentuh angka standar ASTM
B151 yakni dengan nilai 80 HV karena angka densitas pada sampel ini tertinggi
pada 8,71 g/cm3 sedangkan pada standar yaitu 8,95 g/cm3 sehingga angka kekerasan
yang didapatkan pada sampel uji tidak dapat melampaui angka kekerasan standar.
Semakin besar nilai kekerasan berbanding lurus pada nilai densitas, semakin tinggi
nilai densitas, nilai resisivitas semakin kecil sehingga kemampuan transfer elektron
atau panas semakin cepat dikarenakan hambatan yang dimiliki kecil. Semakin kecil
hambatan maka nilai koefisien seebeck semakin besar. Nilai power factor
berpengaruh terhadap sifat termoelektrikal sampel. Semakin besar nilai power
factor maka sifat termoelektrikal semakin baik.

FAKULTAS TEKNIK 60
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Proses pembuatan paduan Cu-Ni dengan presentase 70%Cu dan 30% Ni
dengan cara yaitu mixing selama 30 menit , kompaksi dengan beban 60
kg/cm2, 70 kg/cm2, 80 kg/cm2 dan di sintering pada temperatur 900 oC
selama 5 jam dengan pendinginan annealling.
2. Alat yang digunakan pada proses pembuatan paduan 70Cu30Ni yaitu
mixing dengan menggunakan botol kaca yang telah di sterilkan, kompaksi
dengan alat hydraulic press dengan beban maksimal penekanan 203,8
kg/cm2, sintering dengan tumgku muffle dengan maksimal temperatur 1000
o
C.
3. Bahwa tekanan kompaksi berpengaruh terhadap sifat mekanik dan sifat
termoelektrik. Bahwa tekanan kompaksi yang lebih tinggi mempengaruhi
sifat mekanik seperti nilai kekerasan yaitu sebesar 72,04 HV dengan nilai
densitas archimedes 8,71 g/cm3 pada tekanan kompaksi 80 kg/cm2.
Kemudian juga berpengaruh pada morfologi mikrostruktur sampel, dimana
semakin besar tekanan kompaksi maka porositas juga semakin berkurang.
4. Pada sifat termoelektrik diketahui bahwa semakin besar tekanan kompaksi
maka nilai resistivitas semakin kecil dan nilai seebeck semakin besar.
Tekanan kompaksi juga berpengaruh pada nilai power factor dimana
semakin besar nilai seebeck nilai power factor juga semakin besar.
5. Semakin besar resistivitas maka jalannya transfer panas atau elektron
semakin sulit. Semakin besar nilai seebeck maka nilai power factor semakin
baik. Semakin besar nilai power factor maka sifat termoelektrik yang
dihasilkan semakin baik.
6. Pendistirbusian elemn Cu dan Ni relatif merata dikarenakan proses mixing
yang baik dan waktu yang sesuai. Semakin besar tekanan kompaksi, serbuk
semakin rapat hal ini disebabkan beban yang diberikan besar sehingga
partikel antar elemen bertabrakan satu dengan yang lain mengisi ruang
kosong.

FAKULTAS TEKNIK 61
5.2 Saran
1. Untuk penelitian berikutnya, tekanan kompaksi bisa dinaikkan dengan
tekanan kompaksi 90 kg/cm2.
2. Jika tekanan kompaksi hanya 80 kg/cm2, holding time pada saat proses
sintering dapat ditambah menjadi 7 jam. Karena proses sintering juga
mempengaruhi peetumbuhan butir dan proses necking yang lebih solid.

FAKULTAS TEKNIK 62
DAFTAR PUSTAKA
[1] M. Ilham, S. Eka, M. Putra, and P. S. Fisika, “TERMOELEKTRIK,” no. 1,
pp. 1–5, 2013.
[2] U. Lachish and I. Researcher, “Thermoelectric Effect Peltier Seebeck and
Thomson,” no. April, 2016.
[3] T. Covered, “Copper Nickel Alloy 70 / 30 – UNS C71500 – Cupronickel,”
pp. 1–4, 2012.
[4] F. Berat, “METALURGI SERBUK By : Nurun Nayiroh.”
[5] C. D. Association, “Copper Development Association Beryllium Copper,”
no. 54, 1962.
[6] “THERMAL THERMO ANALYSIS PHYSICAL.”
[7] N. Putra, R. A. Koestoer, M. Adhitya, A. Roekettino, and B. Trianto,
“KENDARAAN HIBRID,” vol. 13, no. 2, pp. 53–58, 2009.
[8] “2Bl01181,” pp. 9–20, 2008.
[9] “No Title.”
[10] U. Densitas, P. K. Pertiwi, A. Leny, K. Yusro, and P. M. Si,
“Menggunakan Neraca O Houss dan Neraca Pegas,” pp. 1–5, 2015.
[11] User1, “Microsoft PowerPoint - lecture 4 - Copper and copper alloys.ppt,”
pp. 1–40, 2007.
[12] A. Sujatno, R. Salam, A. Dimyati, P. Sains, and B. Maju, “STUDI
SCANNING ELECTRON MICROSCOPY ( SEM ) UNTUK
KARAKTERISASI PROSES OXIDASI PADUAN ZIRKONIUM,” vol. 9,
no. November, pp. 44–50, 2015.
[13] C. A. Chemistry and A. V. Gir, “Application of Scanning Electron
Microscopy e Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy,” no. June, 2017.
[14] ‫ا‬. ‫عيسى‬, No Title‫ااااااا ااااااا‬. 2019.

FAKULTAS TEKNIK 63

Anda mungkin juga menyukai