Anda di halaman 1dari 2

Latar Belakang Adanya SAK EMKM

Untuk mewujudkan UMKM Indonesia yang maju, mandiri, dan modern, Dewan Standar
Akuntansi Keuangan (Dsak) IAI telah mengesahkan Exposure Draft Standar Akuntansi
Keuangan Entitas Mikro, Kecil, Dan Menengah (“ED SAK EMKM”) pada tanggal 18 Mei 2016.
SAK EMKM dirancang sebagai standar akuntansi yang sederhana yang dapat digunakan untuk
entitas mikro kecil dan menengah, sehinga UMKM dapat menyusun laporan keuangan untuk
tujuan akuntabilitas dan pengambilan keputusan. Laporan keungan tersebut dapat juga digunakan
oleh entitas untuk memperoleh pendanaan dari pihak lain serta lampiran pelaporan pajak.

Dengan disahkannya ED SAK EMKM ini, maka standar akuntansi keuangan di Indonesia
nantinya akan menjadi lengkap dengan tiga pilar standar keuangan, yakni SAK umum yang
berbasis IFRS, SAK ETAP, dan SAK EMKM. ED SAK EMKM ini diharapkan dapat membantu
sekitar 57,9 juta pelaku UMKM di Indonesia dalam menyusun laporan keuangannya dengan
tepat tanpa harus terjebak dalam kerumitan standar akuntansi keuangan yang jauh lebih
sederhana bila dibandingkan dengan SAK ETAP. Misalnya dari sisi tehnikal, ED SAK EMKM
murni menggunakan dasar pengukuran biaya historis sehingga UMKM cukup mencatat asset dan
liabilitasnya sebesar biaya perolehannya.

Pada tahun 2014, salah satu fokus IAI dalam mendukung program kerakyatan adalah untuk
mendampingi aparat desa dalam melakukan pengelolaan dan penyusunan laporan keuangan yang
sesuai dengan standar akuntansi yang baik. Dengan meluncurkan program “Akuntan Masuk
Desa”. Program ini dibuat dengan harapan agar akuntansi dapat dipahami oleh para pelaku
didesa. Pada pertengahan tahun 2015 IAI menyisipkan satu program kerja untuk menyusun SAK
yang lebih sederhana dari SAK ETAP. Usulan nama untuk pilar SAK tersebut adalah SAK
Entitas Mikro, Kecil, dan Menengah (SAK EMKM).

Dasar penyusunan pertimbangan dalam penyusunan pilar SAK EMKM, karena menurut data
statistic dari Kementerian Koperasi dan UKMM, pada tahun 2013 total UMKM di Indonesia
mencapai 57.895.721. beberapa riset yang pernah dilakukan juga menemukan bahwa masih
banyak UMKM di Indonesia yang belum mampu menyusun laporan keuangan baik karena
standar akuntansi yang ada masih terlalu sulit sehingga belum dapat diterapkan oleh UMKM.
Dengan adanya UU No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang
mewajibkan agar LKM dapat menyusun laporan keuangan sesuai standar akuntansi keuangan
yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai