Anda di halaman 1dari 279

PROTAP HIV

PENYUSUN PROTAP PENGOBATAN


ANTIRETROVIRAL (ARV)
PENGELOLAAN OBAT ANTIRETROVIRAL
(ARV)

Nomor Dokumen Nomor Revisi : 00 Jumlah Halaman


POKJA HIV
1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN Tanggal Ditetapkan
ANTIRETROVIRAL
(ARV)
Dr. Togi Asman Sinaga M. Kes NIP.
196107121988121001
PENGERTIAN Pengobatan obat ARV adalah serangkaian kegiatan yang dimulai dari
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribuasian, pencatatan
dan pelaporan obat ARV.
TUJUAN Memberikan pedoman tentang pengelolaan obat ARV sehingga proses
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyampaian, pendistribuasian, pencatatan
dan pelaporan dapat berjalan dengan baik.
KEBIJAKAN Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur
dan etik profesi petugas yang terkait .
PROSEDUR Apoteker dan Asisten Apoteker ( AA )
I. Perencanaan
1. Menghitung jumlah kumulatif pasien setiap rejimen setiap bulan
2. Menghitung masing – masing sisa stock obat pada akhir bulan
3. Perencanaan dilaksanakan setiap bulan untuk kebutuhan 3 bulan ke depan
dengan perhitungan buffer stock 2 bulan

II. Pengadaan
Pengadaan kebutuhan obat ARV dilaksanakan dengan mengajukan usulan
perencanaan kebutuhan obat ARV setiap bulan kepada :
Sekertaris Tim Pengendali dan Pemantau 3 by 5, up. Subdit AIDS & PMS
Ditjen P2-PL, Jl. Percetakan Negara No. 29 Gd. B Lt. 3 Jakarta Pusat, Fax.
021- 42880231, untuk dilakukan komplikasi dan verifikasi. Kebutuhan obat
ARV yang telah dikomplikasi dikirim kepada distributor yang telah ditunjuk
oleh Mentri Kesehatan.
Dengan tembusan kepada :
1. Ditjen Binfar dan Alkes
2. Ditjen Yanmed
3. Dinas Kesehatan Jakarta Pusat

III. Penerimaan :
Instalasai Farmasi menerima obat ARV dari distributor yang ditunjuk
pemerinta. Bukti penerimaan obat ARV dikirim melalui Fax no. 021-
42880231 ( Sekertaris Tim Pengendalian dan Pemantauan 3 by 5, up. Subdit
AIDS & PMS Ditjen P2-PL ) dan dikirim ke distributor yang bersangkutan.
Dalam proses penerimaan harus memperhatikan dan melakukan pengecekan
: Jenis, Jumlah, Kekuatan, Kualitas dan Tanggal Kadaluarsa obat ARV.
PENGELOLAAN OBAT ANTIRETROVIRAL
(ARV)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
PROSEDUR IV. Obat ARV yang diterima harus dicatat sesuai prosedur administrasi yang
berlaku. Kondisi penyimpanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Suhu penyimpanan 15 – 25 oC ( disimpan di ruang ber-AC, kecuali
kaletra disimpan di lemari es )
2) Kelembaban 30-50%
3) Tidak terkena cahaya langsung
4) Frist In Frist Out/Frist Expider Frist Out

V. Pendistribusian
1. Pendistribusian kepada ODHA rawat jalan
Dokter yang ditunjuk untuk memberukan terapi terhadap pasien
membuat resep untuk ODHA, selanjutnya ODHA membawa resep ke
Depo Farmasi untuk mendapatkan ARV disertai dengan konseling obat.
2. Pendistribusian kepada ODHA rawat inap
Dokter yang ditunjuk untuk memberikan terapi terhadap pasien
membuat resep untuk ODHA. Resep diserahkan kepada petugas Farmasi
diruangan ( AA satelit farmasi ) untuk selanjutnya dibawa ke Depo
Farmasi. Obat ARV diserahkan keada pasien sesuai sistem disribusi
yang berlaku ( sistem unit dose dispensing/UUD ).
3. Pendistribusian kerumah sakit satelit/Klinik VCT lain:
Rumah sakit satelit / Klinik VCT lain mengajukan permintaan dengan
menggunakan formulir permintaan obat ARV sesuai kebutuhan kepada
rumah sakit rujukan disertai dengan laporan pemakaian dan
melampirkan surat pengantar dari dokter/Tim Medik AIDS/Tim VCT.
Penyerahan obat ARV dilakukan sesuai prosedur yang berlaku.

VI. Pencatatan:
Setiap penerimaan dan pendistribusian obat ARV harus selalu dicatat dan
didokumentasikan, meliputi :
a. Bukti penerimaan obat ARV
b. Kartu stock obat ARV
c. From register pemberian ARV
d. From register stock obat ARV
e. Kartu ARV per pasien
f. Laporan bulanan

VII. Pelaporan :
Setiap penerimaan dan penggunaan ARV harus dilaporkan setiap bulan,
yang terdiri bagian Am yaitu perawatan medis, dan bagian B yaitu farmasi.
Bagian B dari laporan bulanan terdiri dari :
1. Rejimen pada akhir bulan, yang menjelaskan distribusi pasien sesuai
dengan jenis rejimen yang mereka terima selama bulan tersebut (
penulidan resep terakhir ). Hal ini memberikan informasi tentang resep
yang tersering digunakan, selain itu akan mengidentifikasi pasien yang
sudah mendapat rejime lini kedua.
2. Stock obat, yang menjelaskan konsumsi tiap – tiap obat selama bulan
PENGELOLAAN OBAT ANTIRETROVIRAL
(ARV)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
PROSEDUR tersebut. Pada kolom terakhir, mencatat jumlah obat yang diminta,
dengan memperhatikan stock penyangga selama 2 bulan dari jumlah
obat yang diberikan kepada pasien ODHA.
Setelah semua format laporan sudah diisi, maka laporan tersebut harus
dikirim pada minggu pertama bulan berikutnya ke petugas pencatatan
dan pelaporan untuk dikirimkan ke alamat yang tertera di formulir.
UNIT TERKAIT Instalasi Farmasi dan UPIPI

DOKUMENTASI 1. Formulir register pemberian oabt ARV


2. Formulir register stock obat ARV
3. Bukti penerimaan dan pengeluatan obat ARV
4. Kartu stock ARV
5. Kartu pasien penerimaan ARV
6. Laporan bulanan
REFERANSI Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk orang dengan HIV & AIDS (ODHA).
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik
Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI,2006
KONSELING OBAT ANTIRETROVIRAL (ARV)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
ANTIRETROVIRAL
(ARV)
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Konseling obat ARV adalah konseling obat yang diberikan kepada pasien yang
telah siap untuk memulai minum obat ARV dan pasien yang masih retap
meneruskan minum ARV.
Sasaran konseling obat konseli adalah ODHA dan Pengawasan Minum Obat
(POM) yaitu keluarga pasien, care giver, teman dekat, dll.
TUJUAN Memberikan pedomen tentang konseling obat ARV sehingga proses pemberian
informasi dan pemahaman yang benar mengenai obat ARV meliputi nama obat,
tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama
pengobatan, efek samping obat, interaksi obat, cara penyimpanan obat dan
penggunaan pbat – obat lain dapat berjalan dengan baik dan lancar.
KEBIJAKAN Melaksanakan KIE ( Komunikasi Informasi dan Edukasi ) mengenai obat
kepada setiap pasien sebagai bagian dari patient safety.
PELAKSANA Apoteker dan Aisten Apoteker (AA)
PROSEDUR A. Konseling untuk ODHA yang baru akan memulai minum obat ARV:
Tahapan – tahapa sebagai berikut :
1) Perkenalan: tujuan perkenalan adalah memberikan keyakinan kepada
koseli bahwa konseli berkomunikasi dengan orang yang tepat.
a) Sapa konseli dengan ramah dan senyum, perkenalkan nama anda,
profesi anda, kedudukan anda dalam penganganan obat ARV.
b) Tanyakan identitas konseli, mulai dari nama, umur, berat badan,
alamat, nomor telepon, status perkawinan ( sudah menikah apa
belum ), kesuburan ( sedang hamil atau ada program akan hamil ),
jenis obat yang sedang minum, nama pendamping minum obat,
hubungan dengan klien, alamat dan nomor telepon yang bisa
dihubungi, catat dalam kartu konseling.
2) Menggali pengetahuan konseli tentang HIV & AIDS: tunjukan untuk
mempermudah pemberian informasi kepada klien.
a) Apa dokter atau perawat sudah memberitahukan tentang penyakit
yang diderita, cara penularannya dan cara pengobatannya?. Bila
belum, jelaskan dan bila sudah, lanjutkan pertanyaan berikutnya.
b) Apakah dokter atau perawat sudah menjelaskan mengenai obat
ARV ?. bila tidak tahu lanjutkan pada pertanyaan, bila tahu namun
kurang jelas, sempurnakan jawaban tersebut.
3) Memberi penjelasan tentang obat, dengan tujuan adar klien benar –
benar memahami akan segala sesuatunya tentang obat ARV.
a) Jelaskan tujuan pengobatan ARV, tekankan pada kalimat “bahwa
obat ARV ini bukan untuk menyembuhkan penyakit tetapi hanya
menekan perkembangbiakan virus”.
b) Jelaskan bahwa obat ARV ini harus diminum seumur hidup.
KONSELING OBAT ANTIRETROVIRAL (ARV)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
PROSEDUR c) Jelaskan waktu dan cara meminum obat sesuai dengan resep yang
diberikan dokter. Jelaskan pula waktu dan cara meminum obat lain
selai obat ARV.
d) Berikan teknik supaya pasien selalu minum obat dengan tepat waktu.
e) Jelaskan apa yang harus dilakukan seandainya klien lupa meminum
obat.
f) Jelaskan apa yang akan terjadi seandainya klien sering lupa minum
obat.
g) Jelaskan efek samping masing – masing obat dan bagaimana cara
menanggulanginya.
h) Jelaskan cara menyimpan obat yang benar.
i) Beri peringatan pada koseli, bahwa obat ARV ini mahal, dan sekarang
obat ini disubsidi oleh pemerintah.
j) Beritahukan bagaimana cara memperoleh obat ini selanjutnya.
4) Verifikasi akhir : tujuannya untuk mengecek pemahaman koneli pada
ARV, yaitu dengan menanyakan lagi apa yang telah kita jelaskan.
Memberi kesempatan konseli untuk bertanya, dengan menanyakan apakah
ada sesuatu yang ingin ditanyakan ?. Jika ada dengarkan dan beri jawaban,
jika tidak lanjutkan.
5) Beri pengetahuan tentang makanan apa saja yang sebaiknya dikosumsi dan
apa saja yang harus dihindari.
6) Akhiri pembicaraan dengan memberikan obat dan meminta konseli unuk
menandatangani lembar pemberian obat dan ingatkan kapan konseli harus
kembali mengambil obat.
7) Lakukan pencatatan di buku catatan j konseling harian dan di kartu
konseling per pasien.

B. Konseling Untuk ODHA Yang Sudah Minum ARV


Tahapan – tahapan sebagai berikut :
1) Menyapa konseli dengan ramah dan senyum, mempersilahkan duduk dan
meminta kartu register nasional beserta resep yang diberikan dokter.
2) Membuat file klien, dengan mencocokan nama dan nomor register
nasional.
3) Membuka pertanyaan pada konseli, catat pada kartu konseling
 Jika rejimen obat tetap, tanyakan
a) Apa ada keluhan – keluhan yang dialami selama minum obat?.
b) Berapa jumlah obat yang masih tersisa ?.
c) Apakah selama ini obat diminum teratur dan tepat waktu, jika
tidak berapa kali lupa dan berapa kali tidak tepat waktu?.
d) Apakah masih minum obat lain, selain obat ARV?.
 Jika rejimen obat berbeda dengan sebelumnya, tanyakan
a) Apakah yang terjadi selama minum obat ini?.
b) Apa saudara tau kenapa obat ini diganti?.
c) Tanyakan data-data yang menunjang pengganti rejimen obat
misalnya: alergi, nilai SGOT, SGPT; Hb; kondisi kesuburan
(program hamil atau sedang hamil).
KONSELING OBAT ANTIRETROVIRAL (ARV)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
PROSEDUR d) Apakah dokter sudah menjelaskan bagaimana cara minum
obatnya?.
e) Apakah dokter sudah menjelaskan kemungkinan efek samping
yang akan terjadi?.
4) Memberi penjelasan
Jika rejimen obat tetap, ingatkan kembali tentang perlunya minum obat
secara teratur dan tepat waktu, ingatkan waktu dan cara minum obat lain
selain ARV, ingatkan tentang makanan – makanan yang sebaiknya
dikonsumsi dan dihindari, dan ingatkan juha kapan
a) konseling jaris ke,nali kontrol.
b) Jika rejimen obat diganti:
 Beri tahu kapan cara dan waktu minum obat yang benar.
 Jelaskan tentang kemuingkinan efek samping yang akan terjadi
dan bagaimana cara menanggulanginya.
 Jelaskan tentang manfaat obat lain yang diberikan dokter dan
bagaimana cara meminumnya.
 Ingatkan kembali tentang konsumsi makanan dan minuman yang
dianjurkan dan yang dihindari.
5) Memberi kesempatan konseli untuk bertanga, dengan menanyakan apakan
ada sesuatu yang ingin ditanyakan?. Jika ada dengrkan dan beri jawabanm
jika tidak, lanjutkan.
6) Akhiri pembicaraan dengan memberikan obat dan meminta konseli untuk
menandatanagani lembar pemberian obat dan ingatkan kapan konseli harus
kembali mengambil obat.
7) Lakukan pencatatan dibuku catatan harian konseling dan di kart konseling
per – pasien.
UNIT TERKAIT Instalasi Farmasi dan UPIPI
DOKUMENTASI 1. Mencatat setiap selesai kegiatan konseling ARV dibuku catatan harian
konseling dan kartu konseling/kartu ARV.
2. Membuat laporan bulanan/tribulan dan laporan kegiatan konseling obat.
REFERANSI Pedoman pelayanan Kefarmasian untuk orang dengan HIV & AIDS (ODHA)
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik
Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006
TERAPI ARV PADA PENDERITA KOINFEKSI
TB-HIV DEWASA
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
ANTIRETROVIRAL
(ARV)
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Petunjuk pemberian terapi ARV pada penderita ko-infeksi tuberkulosis (TB) dan
Humman Immunodeficiency Virus (HIV), sehingga menurunkan angka
mortalitas.
TUJUAN Memberikan petunjuk pemberian terapi ARV pada penderita ko-infeksi
tuberkulosis (TB) dan Humman Immunodeficiency Virus (HIV), sehingga
menurunkan angka mortalitas resiko terjadinya resistensi.
KEBIJAKAN TB merupakan Co-Infeksi dari HIV. Penatalaksanaan TB dan HIV harus
terintegrasi.
PELAKSANA Dokter yang merawat penderita, PPDS/Staff Penyakit Dalam dan Penyakit Paru
BAHAN/PERALATAN Perawat medis/Antiretroviral/Catatan medik
URAIAN ILMIAH 1. Infeksi TB merupakan penyebab kematian terbanyak oenderita HIV
diseluruh dunia
2. Akibat penurunan kekebalan (imunosupresi) yang terjadi pada penderita
HIV, kecenderungan infeksi baru kuman M. tuberculosis untuk berkembang
menjadi TB aktif semakin besar.
3. Adanya infeksi seoerti TB pada penderita yang terinfeksi HIV menyebabkan
HIV berreplikasi lebih cepat, sehingga menyebabkan penyakit yang lebih
progresif.
4. ARV dapat menurunkan insidens TB terkait HIV hingga lebih dari 80%
pada daerah endemik untuk kedua penyakit tersebut.
5. Pemberian terapi ARV dapat memperpanjang kelangsungan hidup (survival)
penderita ko-infeksi TB HIV.
PROSEDUR 1. Temukan penderita koinfeksi TB-HIV
 Temukan TB aktif pada semua penderita HIV
o Anamnesis adanya gejala Trias TB ( batuk lama, penurunan berat
badan, keringat malam ).
o Eksplorasi TB ekstra pulmonal ( misalnya : pembesaran kelenjar
getah bening, TB miliar, efusi pleura, TB genital, TB spondilitis ).
o Pemeriksaan foto thorax
o Pemeriksaan BTA sputum (S-P-S)
o Kultur suptum dan test kepekaan antituberjukulosis untuk M.
tuberculosis.
 Temukan HIV pendertia TB dengan pengobatan (baseline)
o Penderita TB dengan riwayat penggunaan narkoba suntik
(interavenasous dug = IDU)
o Penderita TB dengan riwayat seks bebas
o Penderita TB ekstra pulmonal usia muda
o Penderita TB dengan kuman penyebab multi drug resistant (
MDR-TB)
TERAPI ARV PADA PENDERITA KOINFEKSI
TB-HIV DEWASA

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
PROSEDUR 2. Pemeriksaan Laboratorium awal sebelum pengobatan (baseline)
 Pemeriksaan hematologi dasar ( darah lengkap )
 Pemeriksaan fungsi hati ( SGOT, SGPT )
 Pemeriksaan hitung CD4
3. Obati TB sesuai panduan DOTS
Pada umumnya obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan adalah kategori
I yaitu :
 Fase Intensif (2 bulan pertama, obat diminum setiap hari)
o Rifampicin 10 mg/kg BB/hari
o Isoniasid 5 mg/kg BB/hari
o Pyrazinamid 25 mg/kg BB/hari
o Ethambutol 20 mg/kg BB/hari

 Fase lanjutan (4 bulan berikutnya, obat diminum setiap hari atau 3 kali per
minggu)
o Rifampicin 10 mg/kg BB/hari/Isoniasi 10 mg/ kg BB/3x seminggu
o Isoniasid 5 mg/kg BB/hari
Bila masuk katebori II, ditambahkan:
Streptomicin 15 mg/kg BB/hari selama 2 bulan fase intensif
4. Pengobatan anti retro viral ( ARV )
1. Pengobatan untuk TB harus dimulai terlebih dahulu sebelum memulai
pengobatan ARV. Pertimbangkan nilai CD4 sebelum memulai ARV.
2. Bila CD4 < 200 sel/mm2 , maka ARV dimulai setelah 2 bulan fase
intensif.
3. Bila CD4 < 50 sel/mm2 , maka ARV dimulai segera setelah penderita
dapat mentolerir obat – obat antituberkulosis ( OAT )
4. ARV lini pertama untuk penderita yang mengdapatkan pengobatan OAT
dan ARV adalag Zidovudin ( ZDN )/ Lamivudin (3TC) atau d4T/3TC
ditambah dengan salah satu obat golongan Non-Nucleocide Reverse
Transcriptase Inhibirot ( NNRTI ) / Abacvir ( ABC ).
5. Jika dipakai rejimen yang mengandung NNRTI, maka Efavirenz (EFZ)
lebih dianjurkann karena toksisitas heparnya lebih rendah dibandingkan
Nevirapine (NVP)
6. Semua protease Inhibitor tidak boleh digunakan selama pengobatan OAT
yang mengandung Rifampicin, kecuali Saquinavir ( AQV/r)
5. Evaluasi
1. Evaluasi efek samping ARV dan OAT sesuai dengan kombinasi obat
yang dipilih
2. Evaluasi apakah terjadi Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome
(IRIS)
3. Evaluasi hitungg CD4 tiap 3 bulan
f) Evaluasi viral load tiap 6 – 12 bulan
UNIT TERKAIT Instalasi Farmasi dan UPIPI
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
PEMBERIAN ARV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/15
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
ANTIRETROVIRAL
(ARV)
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Pemberian ARV diharapkan dapat mengurangi laju penularan HIV di masyarakat,
menurunkan angka kesakitan dan kematian uang berhubungan dengan HIV,
memperbaiki kualitas hidup ODHA, memulihkan dan memelihara fungsi
kekebalan tubuh serta menekan replikasi virus secara maksimal dan secara terus
menerus ( DEPKES, 2004 )
TUJUAN 1. Memberikan panduan persyaratan dalam pemberian ARV
2. Memberikan panduan indikasi dalam pemberian ARV
3. Memberikan panduan menagani efek samping dan toksisitas ARV
4. Memberikan panduan pemberian ARV pascapajanan
5. Memberikan panduan pergantian dalam pemberian ARV akibat gagal terapi
atau toksisitas
KEBIJAKAN Unit Perawatan Penyakit Infeksi RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH Penatalaksana HIV & AIDS termasuk terapi ARV (ART) dimaksudkan untuk
menghambat replikasi virus. Terdapat empat kelas atiretroviral (ARV) yang
tersedia pengobatan HIV.
1. Nukleosida Reverse Transcriptase Inhubitor ( NRTIs)
Target obat golongan ini adalah enzim reverse transcriptase. Sebagai substart
alternatif, berkompetisi dengan nukleosida fisiologis. Stavudin (d4t) dan
zidofudin (AZT) analog timidin sedangkan Zalcitabine (ddC), emtricitabine
(FTC), dan lamivudine (3CT) analog cytidine.
2. Non-Nukleosida Transcriptase Inhibitors (NNRTIs)
Sama seperti nukleosida analog target obat golongan ini adalah enzim reverse
transcriptase. Namun obat ini langsung berikatan secara nonkompetitif dengan
enzim reverse transcriptase pada posisi dekat dengan temoat berikatan
nukleosida. Pada akhirnya, akan mengurangi pengikatan nukleosida. Berbeda
dengan NRTIs, NNRTIs tidak perlu diaktivasi dalam sel. Tiga NNRTIs yang
diperkenalkan pada tahun 1996 dan 1998 adalah nevirapine, delavirdine dan
efavirenz.
3. Protease inhibitor ( PIs)
HIV protease memotong polipeptida virus menjadi subunit fungsional. Jika
enzim protease dihambat maka akan terbentuk patrikel virus yang tidak bias
menginfeksi. Contoh PIs adalah indinavir, ritonavir dan saquinavir.

PROSEDUR Pemberian ART


Sesuai rekomendasi WHO maka ODHA dewasa seharusnya segera mulai ART
apabila :
A. Pemberian ART jika tersedia tes CD4
(1) Infeksi HIV Stadium IVmenurut criteria WHO, tanpa memandang jumlah
CD 4 T limfosit
(2) Infeksi HIV Stadium III menurut criteria WHO dengan jumlah CD4 T
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
PEMBERIAN ARV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/15
PROSEDUR limfosit < 350 sel/mm3
(3) Infeksi HIV Stadium I atau II menurut Kriteria WHO dengan jumlah CD4
< 200 sel/mm3
B. Pemberian ART jika tidak tersedia tes CD4
(1) Stadium IV WHO, tanpa memandang jumlah limfosit total
(2) Stadium III WHO, tanpa memandang jumlah limfosit total
(3) Stadium II WHO dengan jumlah limfosit total < 1200 sel/mm3
(DEPKES, 2004; WHO, 2006)

Rejimen ARV Lini – pertama bagi ODHA dewasa


Faktor yang harus diperhatikan dalam memilih rejimen ART baik ditingkat
program atau pun ditingkat individual menurut DEPKES adalah :

(1) Kesesuaian formulasi obat, terutama ketersedian kombinasi dosis tetap


(2) Efikasi obat
(3) Profil efek samping obat
(4) Persyaratan pemantauan laboratorium
(5) Kemungkinan kesinambungannya sebagai pilihan obat di masa depan
(6) Antisipasi kepatuhan oleh pasien
(7) Kondisi penyakit penyerta
(8) Kehamilan dan risikonya
(9) Penggunaan obat lain secara bersamaan dan potensi terjadinya interaksi
obat.
(10) Infeksi virus lain yang potensial meningkakan resistensi terhadap satu
atau lebih ARV, termasuk ARV lain yang diberikan sebelumnya sebagai
profilaksis atau terapi
(11) Ketersediaan dan harga ARV
(DEPKES, 2004; WHO, 2006)

Penilaian klinis dasar sama saja untuk keempat rejimen lini-pertama yang
direkomendasikan. Hal tersebut harus meliputi :
 Stadium penyakit HIV
 Menemukan adanya kondisi medis penyerta (misalnya TB, kehamilan,
Penyakit jiwa yang berat)
 Pengobatan penyakit penyerta secara terperinci, termasuk pengobatan
tradisional
 Berat badan
 Penilaian kesiapan pasien unuk menjalani terapi
Persyaratan
Sebelum memulai ART, sebaiknya tersedia layanan dan fasilitas khusus, karena
terapi yang rumit dan biaya tinggi, perlu pemantauan yang intensif
Layanan tersebut terdiri atas :
1. Layanan konseling dan pemeriksaan suka rela voluntary conseling and
testing (VCT) untuk menemukan kasus yang memerlukan pengobatan dan
layanan konseling tindak lanjut untuk memberikan dukungan psikososial
berkelanjutan.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
PEMBERIAN ARV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/15
PROSEDUR 2. Layanan konseling kepatuhan untuk memastikan kesiapan pasien menerima
pengobatan oleh konselor terlatih dan meneruskan pengobatan ( dapat
diberikan melalui pendampingan atau dukungan sebaya )
3. Layanan medis yang mamou mendiagnosa dan mengobati penyakit yang
seing berkaitan dengan HIV serta infeksi oportunistik
4. Layanan laboratorium yang mampu melakukan pemeriksaan laboratorium
rutin seperti pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah. Akses ke
laboratorium rujukan dan mampu melakukan pemeriksaan CD4 bermanfaat
bentuk memantau pengobatan.
5. Ketersedian ARV dan obat infeksi oportunistik serta penyakit terkait lain,
yang efektif, bermutu, terjangkau dan bersinambungan.

Penilaian klinis
Sebelum memulai terapi perlu dilakukan hal – hal sebagai berikut:
o Penggalian riwayat penyakit secara lengkap
o Pemeriksaan fisik lengkap
o Pemeriksaan laboratorium rutin
o Hitung limfosit total total lymphocyte count (TLC) dan bila mungkin
Pemeriksaan jumlah CD4

Perlu penilaian klinis yang terperinci sebagai berikut :


o Menilai stadium klinis infeksi HIV
o Mengidentifikasikan penyakit yang berhubungan dengan HIV di masa lalu
o Mengidentifikasikan penyakit yang terkait dengan HIV saat ini yang
membutuhkan pengobatan
o Mengidentifikasikan pengobatan lain yang sedang dijalani yang tepat
memengaruhi pemilihan terapi

Pemeriksaan fisik meliputi


o Berat badan, tanda vital
o Kulit; herpes zoster, sarcoma Kaposi, dimatitis HIV, pruritic popular
eruption (PPE), dermatitis seboroik berat, jelas suntikan (needle track)
atau jejas sayatan
o Limfadenopati
o Selaput lendir orofangieal; kandidiasis, sarcoma Kaposi, hairy
leukoplakis, HSV
o Pemeriksaan jantung, paru dan abdomen
o Pemeriksaan system saraf dan otot rangka; keadan kejiwaan,
berkurangnya fungsi motoris dan sensoris
o Pemeriksaan fudus mata; retinitis dan papil edema
o Pemeriksaan saluran kelamin/alat kandungan
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
PEMBERIAN ARV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 4/15
PROSEDUR Pemeriksaan Psikologis
o Untuk mengetahui status mental
o Menilai kesiapan menerima pengobatan jangka panjang atau seumur hidup

Pemeriksaan Laboratorium
o Pemeriksaan serologis untuk HIV dengan menggunakan strategi 2 atau
strategi 3 sesuai pedoman
o Limfosit total atau CD4 (jika tersedia)
o Pemeriksaan darah lengkap (terutama fungsi hati ) dan fungsi ginjal
o Pemeriksaan kehamilan

Pemeriksaan lain
o Sebelum mendapat ART pasien harus dipersiapkan secara matang dengan
konseling kepatuhan yang telah baku, sehingga pasien faham benar akan
manfaat, cara penggunaan, efek samping obat, tanda – tanda bahaya dan
lain sebagainya yang terkait dengan ART
o Pasien yang mendapat ART harus menjalani pemeriksaan untuk
pemantauan secara klinis dengan teratur.

Setelah terpi dimuai, penilaian klinis yang dilakukan harus meliputi


 Tanda gejala toksisitas obat yang mungkin timbul

Kepatuhan
 Respons terhadap terapi
 Pementauan laboratorium dasar

Dosis
Sebelum terapi dimulai, tanaga kesehatan harus berkonsultasi dengan pasien untuk
menjelaskan berapa jumlah obat yang harus diminum dan aturan pakai, kepatuhan
pasien untuk meminum obat sesuai aturan pakai sangat menentukan keberhasilan
terapi.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
PEMBERIAN ARV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 5/14
PROSEDUR Tabel 1. Dosis ARV untuk dewasa ( DEPKES, 2004; WHO, 2006 )

ARV Dosis
Golongan NRTIs
Lamivudine (3TC) 150 mg 3 kali/hari
300 mg 1 kali/hari
Stavudine (d4T) 40 mg 3 kali/hari > 60 kg
30 mg 2 kali/hari < 60 kg
Zidovudine (AZT atau ZDN) 250-300 mg 2 kali/hari
Tenovorin (TDF) 300 mg/hari
Didanosin (DDI) 250 mg/hari jika BB < 60 kg
400 mg/hari jika BB > 60 kg
Golongan NNRTIs
Efavirenz (EFV) 600 mg 1 kali/hari
Nevirapine (NVP) 200 mg 1 kali/hari selama 14 hari kemudian
200 mg 2 kali/hari
Golongan Pis
Lopinavir + ritonavir (LPV/r)Kapsul (Lopinavir 133,3 mg + ritonavir 33,3 mg)
3 kapsul 2 kali/hari, 4 kapsul 2 kali/hari bila
dikombinasikan dengan EFV atau NVP Teblet
(Lopinavir 200 mg + ritonavir 50 mg) 2 tablet 2
kali/hari bagi pasien baru 3 tablet 2 kali/hari bila
dikombinasikan dengan EFV atau NVP bagi
pasien lama.
Kemungkinan yang terjadi dalam 6 bulan pertama ARV
1. CD4 Recovery
Bagi kebanyakan pasien, jumlah CD 4 meningkat pada awal terapi ARV.
Keadaan ini bisa saja kontinu dan juga tidak jika pada dasarnya jumlah
CD4 pasien sangat rendah. Bagi beberapa pasien jumlah CD4 tidak akan
melibihi 200 sel/mm3 . Penilaian jumlah CD4 awal trend respons CD4
pada awal 6 bulan terapi diperlukan untuk mengkarakteristik kegagalan
imunologis (WHO, 2006).
2. Toksisitas awal ARV
Toksisitas ARV lini pertama terbagi kepada 2 kategori yaitu toksisitas
awal (early) dan toksisitas kemudian (later). Pada umumnya toksisitas
awal sering muncul pada awal beberapa minggu setelah terapi dan
penyebebnya adalah reaksi hipesensitivitas pada NNRTIs seperti EFV dan
NVP. Neutropenia dan anemia yang sering disebabkan oleh AZT terjadi
pada awal beberapa bulan terapi. Banyak toksisitas akut sering
menyebabkan kematian. Toksisitas renal, hepar dan asidosis laktat tidak
mungkin teridentifikasi pada awal terapi jika tidak dilakukan monitoring
laboratorium (WHO,2006).
3. Mortalitas karena ARV
Mortalitas selama ARV sering terjadi bila pasien yang menerima terapi
awal keriak berada di stadium klinis IV, imunosupresi yangn berat dan
jumlah CD4 yang terlalu rendah (WHO,2006).
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
PEMBERIAN ARV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 6/15
PROSEDUR 4. Immue Reconstitution Inflammatory Syndrome
Immue Reconstitution Inflammatory Syndrome (IRIS) adala suatu
spektum gejala hasil dari kemampuan untuk meningkatkan respons imun
terhadap antigen atau organisme yang terkait dengan recovery imun pada
ART. Karakteristik IRIS dapat disimak pada Tabel 2.

Tabel 2. Immue Reconstitution Inflammatory Syndrome

Frekuensi 10% pada pasien yang memulai ARV.


25% pada pasien yang memulai ARV dengan
CD4<50 sel/ mm3 atau dengan stadium klinis II
dan IV.
Waktu Antara 2-12 minggu setelah memulai ARV tapi
bisa juga timbul kemudian.
Simtom Penurunan status klinis setelah diberi ARV.
Teberkulosis (TB) yang muncul sebagai penyakit
baru yang aktif dan perkembangan bisul bernanah
ditempat vaksinasi BCG.
Infeksi hepatitis B atau C yang semakin parah.
IRIS yang sering Penyakit mycobacterium tuberculosis,
myobacterium avium complex (MAC) dan
cryptococcal.
Tatalaksana ARV dilanjutkan jika pasien bisa mentoleransi.
Terapi infeksi oportunistik yang aktif.
Kortikosteroid jangka pendek untuk mensupresi
respons inflamasi (reaksi yang menancam jiwa).
Prednisone 0,5-1 mg/kg/hari untuk 5-10 hari
untuk kasus IRIS yang moderat hingga berat.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
PEMBERIAN ARV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 7/15
PROSEDUR Tabel 3. Efek samping ARV (DEPKES, 2004)
Golongan Obat/ Efek Samping
Nama Obat
Golongan NRTIs
Lamivudine (3TC) Toksisitas rendah, asidosis laktat dengan steatosis
hepatitis.
Stavudine (d4T) pankreatitis, neuropati perifer, asidosis laktat
dengan steatosis hepatitis, lipoatrofi.
Zidovudine (ZV atau AZT) Anemia, neutropenia, intoleransi gastrointestinal,
sakit kepala, sukar tidur, miopatim asidosis laktat
dengan steatosis hepatitis.
Insufisiensi fungsi ginjal.
Didanosin (ddl) pankreatitis, neuropati perifer, mual, diare,
asidosis laktat dengan steatosis hepatitis (jarang).
Tenofovir (TDF) insufisiensi ginjal.
Golongan NNRTIs
Efavirenz (EFV) Gejala SSP seperti pusing, mengantuk, sukar
tidur, bingung, halusinasi, agitasi peningkatan
kadar transaminase, ruam kulit.
Nevirapine (NVP) peningkatan kadar, aminotransferase serum
hepatitis, toksisitas hati yang mengancam jiwa.
Golongan Pis
Lopinavir + ritonavir (LPV/r) intoleransi gastrointestinal, mual, muntah,
peningkatan enzim transaminase, hiperglikemia,
pemindahan lemak dan abnormalitas lipid.

Penggantian ARV
Ada kemungkinan perlu mengganti ARV baik oleh karena toksisitas atau
kegagalan terapi.
Toksisitas
Toksisitas terkait dengan ketidakmampuan untuk menahan efek samping dari obat,
sehingga terjadi disfungsi organ yang cukup berat.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
PEMBERIAN ARV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 8/15
PROSEDUR Tabel 4. Toksisitas ARV secara umum (WHO, 2006)
Anemia, neutropenia yang sering
Toksisitas hematologi
disebabkan oleh AZT
Disfungsi mitokondrial Sering disebabkan oleh obat NRTI,
termasuk asidosis laktat, hepatotoksik,
pancreatitis, neuropati peripheral,
lipoatropi dan miopati

Toksisitas renal Nefroliatiasis dan disfungsi tubular renal

Umumnya dengan Pis. Hiperlipidemia,


Abnormalitas matabolik akumulasi lemak, resistensi insulin,
diabetes dan osteopenia

Ruam kulit dan reaksi h hipersensitivitas,


sering pada NNRTI, pada beberapa
Reaksi alergi NRTI seperti ABC dan pada beberapa
Pls

Substitusi ARV karena Toksisitas


Prinsip umum dalam penggantian ARV tunggal karena toksisitas harus melibatkan
obat dari kelas ARV yang sama. Jika ARV yang menyebabkan toksisitas dalam
rejimen yang digunakan bias teridentifikasi, maka ARV tersebut bisa diganti
dengan ARV lain yang tidak memiliki toksisitas atau efek samping yang sama.
Bagi toksisitas yang bisa mengancam jiwa, mungkin tidak bisa dipastikan ARV
pengganti yang optimal dari kelas terapi yang sama. Misalnya dalam kasus terapi
dengan NVP yang bisa menyebabkan Stevens-Johnson Syndrome, substitusi
dengan NNRTIs yang lain tidak direkomendasikan karena potensial untuk terjadi
toksisitas spesifik yang lain. Dalam hal ini perlu dilakukan penggantian ke triple
NRTI regimen yaitu oenggantian NVP dengan ABC atau TDF jika pada asalnya
komponen NRTI dalam regimen tersebut adalah AZT atau 3TC. Bisa juga
dilakukan penggantian NVP dengan Pls. tapi jika diganti dengan Pls, harus
diwaspadai bahwa tidak ada rejimen lain yang direkomendasi jika terjadi
kegagalan terapi PIs (WHO, 2006)
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
PEMBERIAN ARV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 9/15
PROSEDUR
Table 5. toksisitas utama pada rejimen Arv lini-pertama dan anjuran obat
penggantinya (DEPKES, 2004)
Rejimen Toksisitas Obat Pengganti
Intoleransi Gl yang persisten Ganti AZT dengan d4T
oleh karena AZT/toksisitas
hematologis yang berat,
Hepatotoksis berat karena NVP Ganti NVP dengan EFV
(kalau hamil ganti
dengan NFV, LPV/r
atau ABC)
AZT/3TC/NVP Ruam kulit berat karena NVP Ganti NVP dengan EFV
(tetapi tidak mengancam jiwa),
Ruam kulit berat yang Ganti NVP dengan PI
mengancam jiwa (steven-
johnson syndrome) oleh karena
NVP
Intoleransi GI yang persisten Ganti AZT dengan d4T
oleh karena AZT/toksisitas
AZT/3TC/EFV hematologis yang berat,
Toksisitas susunan saraf pusat Ganti EFV dengan NVP
menetap oleh karena EFV
Neuropati oleh karena d4T atau Ganti d4T dengan AZT
Pankratitis,
Lipoatriofi oleh karena d4T, Ganti d4T dengan TDF
atau ABC
Hepatotoksik berat oleh karena Ganti NVP dengan EFV
NVP (kalau hamil ganti
dengan NFV, LPV/r
atau ABC)
d4T/3TC/NVP
Ruam kulit berat oleh karena Ganti NVP dengan EFV
NVP (tetapi tidak mengancam
jiwa),
Ruam kulit berat yang Ganti NVP dengan PI
mengancam jiwa oleh karena
NVP (Stevens-Johnson
syndrome)

Neuropati oleh karena d4T atau Ganti d4T dengan AZT


pankreatitis
Lipoatrofi oleh karena d4T, Ganti d4T dengan TDF
atau ABC
Toksisitas susunan saraf pusat Ganti EFV dengan NVP
menerap oleh karena EFV
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
PEMBERIAN ARV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 10/15
PROSEDUR Tabel 6. Toksisitas utama pada rejimen ARV lini-pertama dan anjuran obat
penggantinya (WHO, 2006)
ARV Toksisitas Obat Pengganti
Anemia berat atau TDF atau ABC
neutropenia, intoleransi
AZT
gastroitestinal berat
Asidosis laktat TDF atau ABC
Asidosisi laktat TDF atau ABC
d4T Lipoatrofi/sindrom metabolik
Neuropati periferal AZT atau TDF atau ABC
Toksisitas sistem saraf pusat NVP atau TDF atau ABC (atau PI)
EFV yang berat
Potensi teratogenik NVP or ABC (atau PI)
Hepatitis EFV atau TDF atau ABC (atau PI)
Reaksi hipersensitivitas TDF atau ABC (atau PI)
NVP Ruam kulit berat yang
mengancam jiwa
(stavens-johnson syndrome)

Panduan untuk menangani toksisitas ARV


(1) Menentukan keparahan toksisitas. Tingkat keparahan toksisitas bisa dilihat
di tabel 7
(2) Mengevaluasi terapi yang diberikan dan ditentukan sama ada toksisitas
yang terjadi disebabkan oleh ARV atau obat selain ARV yang diberikan
pada wakil yang bersamaan
(3) Mempertimbangkan penyakit lain yang diderita karena tidak semua
toksisitas yang timbul selama ART disebabkan oleh ARV.
(4) Menangani toksisitas yang terjadi berdasarkan keperahannya:
Grade 4 adalah reaksi toksisitas berat yang mengancam jiwa (severe life-
threatening). Tindakan yang harus dilakukan adalah segera hentikan ARV
sampai pasien stabil dan menangani gejala toksisitas yang terjadi.
Grade 3 adalah reaksi toksisitas berat (severe). Tindakan yang harus
dilakukan adalah menggantikan ARV yang menyebabkan toksisitas dari
kelas yang sama tetapi dengan profil toksisitas yang berbeda tanpa
menghentikan ARV.
Grade 2 adalah reaksi toksisitas sederhana (moderate). Tindakan yang
harus dilakukan adalah penerusan menggunakan ARV selama mungkin
dan bila pasien tindakan menunjukkan kemajuan dalam terapi maka
dilakukan penggantian ARV tunggal dari kelas yang sama tapi dengan
profil toksisitas yang berbeda.
Grade 1 adalah reaksi toksisitas lemah (mild). Harus diberi perhatian
tetapi tidak perlu penggantian obat (WHO, 2006)
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
PEMBERIAN ARV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 11/15
PROSEDUR
Tabel 7. Tingkat keparahan toksisitas
Hematologi Grade 1 Grade 2 Grade 3 Grade 4
Hemoglobin 08,-9,4 g/dl 7,0-7,9 g/dl 6,5-6,9 g/dl <6,5 g/dl

Neutrofil atau 1000-1500/mm3 750-990/mm3 500-749/mm3 <500/mm3


Limfosit total

Trombosit 75000-99000/mm3 50000-74999/mm3 20000-49999/mm3 <20000/mm3


Kimia Grade 1 Grade 2 Grade 3 Grade 4
NATRIUM
Hiponetremia 130-135 meq/l 123-129 meq/l 116-122 meq/l <116 meq/l

Hipernatremia 146-150 meq/l 151-157 meq/l 158-165 meq/l >165 meq/l


KALIUM
Hiperkalemia 5,6-6,0 meq/l 6,1-6,5 meq/l 6,6-7,0 meq/l >7,0 meq/l

Hipokalemia 3,3-3,4 meq/l 2,5-2,9 meq/l 2,0-2,4 meq/l <2,0 meq/l


BILIRUBIN
Hiperbilirubinemia >1,0-1,5 kali ULN >1,5-2,5 kali ULN >2,5-5 kali ULN >5 kali UNL
GLUKOSA
Hipoglikemi 55-64 mg/dl 40-45 mg/dl 30-39 mg/dl <30 mg/dl

Hiperglikemi 116-160 mg/dl 161-250 mg/dl 251-500 mg/dl >500 mg/dl


(tanpa puasa &
tanpa DM)

Trigliserida 200-399 mg/dl 400-750 mg/dl 751-1200 mg/dl >1200 mg/dl

Kreatinin > 1,0-1,5 kali UNL >1,5-3,0 kali UNL >3,0-6,0 kali UNL > 6,0 kali UNL
TRANSMINASE
AST (SGOT) 1,25-2,5, kali ULN >2,5-5,0 kali UNL >5,0-10,0 kali UNL >10,0 kali UNL

ALT (SGPT) 1,25-2,5 kali UNL >2,5-5,0 kali UNL >5,0-10,0 kali UNL >10,0 kali UNL

Gama GT 1,25-2,5 kali UNL >2,5-5,0 kali UNL >5,0-10,0 kali UNL >10,0 kali UNL

Alkaline fosfatase 1,25-2,5 kali UNL >2,5-5,0 kali UNL >5,0-10,0 kali UNL >10,0 kali UNL

Amylase >1,0-1,5 kali UNL >1,5-2,0 kali UNL >2,0-5,0 kali UNL >5,0 kali UNL

Pankreatik >1,0-1,5 kali UNL >1,5-2,0 kali UNL >2,0-5,0 kali UNL >5,0 kali UNL
amylase

Lipase >1,0-1,5 kali UNL >1,5-2,0 kali UNL >2,0-5,0 kali UNL >5,0 kali UNL

Laktat <2,0 kali UNL >20 x UNL Peningkatan laktat Peningkatan laktat
Tanpa asidosis Tanpa asidosis dengan pH < 7,3 dengan pH <7,3
tanpa konsekuensi tanpa konsekuensi
mengancam jiwa mengancam jiwa
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
PEMBERIAN ARV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 12/15
PROSEDUR
Grade 1 Gastrointestinal Grade 2 Grade 3 Grade 4
Lemah atau Mual Sedang makan Berat minimal biasa Harus diopname
sementara masih menurun selama < meneruskan selama
bias meneruskan 3 hari > 3 hari
makan

Kadang – kadang Muntah Moderat atau Berat semua intake Syok hipotensi
2-3 kali/hari atau muntah-muntah 4- muntah-muntah kan atau memerlukan
mild muntah- 5 kali/hari atau selama 24 jam atau terapi perenteral
muntah selama < 1 muntah selama > 1 hipotensi ortostatik
minggu minggu atau memerlukan
terapi parental

Ringan atau Diare Moderat atau Diare berdarah atau Syok hipotensi
muntah 3-4 persisten 5-7 hipotensi ortostatik atau memerlukan
kali/hari atau diare kali/hari atau diare atau > 7 kali/hari terapi pareneral
ringan selama < 1 ringan selama >1 diare atau
minggu minggu memerlukan terapi
parenteral
Grade 1 Respiratori Grade 2 Grade 3 Grade 4
Sesak saat aktivitas Sesak Sesak pada Sesak saat istirahat Sesak berat dan
aktivitas normal diperlukan terapi
O2
Grade 1 Urinalisis Grade 2 Grade 3 Grade 4
1+ Protein urine 2+ atau 3+ 4+ Sindrom neprotik

Kehilangan protein Protein urin 24 Kehilangan Kehilangan protein Dinsrom neprotik


200-1 g/hari atau jam protein 1-2 g/hari >2,3,5 g/hari atau atau kehilangan
<0,3 % atau 0,3-1,0% >1,0% neorotein >3,4
g/hari

Hanya Microskopis Haematuria Haematuria makro Haematuri makro Obstruksi


tanpa gumpalan dengan gumpalan
Miscellaneous Grade 1 Grade 2 Grade 3 Grade 4
Demam (>12 jam) 37,7-38,5 oC 38,6-39,0 oC 39,6-40,5 oC >40,5 oC
Berlangsung > 12
jam

Sakit kepala Ringan Sedang Berat Tidak ada respon


Ukur dengan segi Perlu rubah dengan analgesic
analgesic analgesic narkotik
nonnarkotika

Kulit ruam Eritema, pruritis Ras Ulserasi Salah satu


maculopapular dibawah:
luar - Sumbernya
membran
mukosa
- Sindrom
steven
jhonson
- Eritema
multiform
- Eksfoliasi
dermatitis

Kelemahan umum Aktivitas menurun Aktivitas menurun Aktivitas menurun Tidak bias jaga
25% 25-50% >50% tidak bias diri
bekerja
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
PEMBERIAN ARV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 13/15
PROSEDUR Definisi kegagalan terapi secara klinis & criteria CD4 pada ODHA dewasa
Tanda klinis Criteria CD4
o Timbulnya infeksi oportunistik baru o CD4 kembali ke jumlah sebelum terapi atau
atau keganasan yang memperjelas bahkan dibawahnya tanpa adanya infeksi
perkembangan yang memperjelas penyerta lain yang dapat menjelaskan terjadi
perkembangan penyakit yang penurunan CD4 sementara
memburuk. Hal tersebut harus o Penurunan jumlah CD4 > 50% dari jumlah
dibedakan dengann IRIS yang dapat tertinggi yang pernah dicapai selama terapi
saja timbul pada 3 bulan pertama tanpa infeksi penyerta lain yang dapat
ART dimulai. IRIS bukan merupakan menjelaskan CD4 sementara
tanda kegagalan terapi dan infeksi
oportunistik harus diterapi seperti
biasa, tanpa pengganti rejimen ARV
o Kambuhnya IO yang pernah diderita
o Munculnya atau kambuhnya penyakit
pada stadium III (termasuk HIV
wasting, diare kronis yang tidak jelas
penyebabnya, terulang infeksi
bacterial invasive, atau kandidiasis
mukosa yang kambuh atau menetap)

Rejimen ARV lini-kedua bagi ODHA dewasa bila dijumpai kegagalan terapi pada
rejimen lini-pertama

Kegagalan atau : Kegagalan atas:

d4T atau AZT TDF atau ABC


+
+
ddl
3TC +
+ LVP/r atau SQV/r
NVP atau EFV

Pencegahan pajanan
- Kepatuhan pada protocol kewaspadaan universal
- Imunisasi hepatitis B untuk petugas kesehatan bila sumbel daya
memungkinkan
- Tata laksana pascapanjanan untuk HIV, hepatitis B dan C
- Pemantauan dan pencatatan dari setiap pajanan akibat kecelakaan kerja

Pelaksanaan penanganan pajanan HIV ditempat kerja


- Pertolongan pertama diberikan segara setelah cedera : luka dan kulit yang
terkena darah atau cairan tubuh dicuci dengan sabun dan air, dan permukaan
mukosa dibilas dengan air
- Penilaian pajaan tentang potensi penularan infeksi HIV (berdasarkan cairan
tubuh dan tingkat berat pajaan)
- PPP untuk HIV dilakukan pada pajaan bersumber dari ODHA (atau sumber
yang kemungkinan terinfeksi dengan HIV)
- Sumber pajaan perlu dievaluasi tentang kemungkinan adanya infeksi HIV.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
PEMBERIAN ARV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 14/15
PROSEDUR - Pemeriksaan HIV atas sumber pajaan hanya dapat dilaksanakan setelah
diberikan konseling pra-tes dan mendapatkan persetujuan (informed consent).
Dan tersedia rujukan untuk konseling, dukungan selanjutnya serta jaminan
untuk menjaga koinfidensialitas.
- Evaluasi klinis dan pemerikaan terhadap petugas yang terpajan hanya
dilaksanakan setelah diberikan konseling dan dengan persetujuan (informed
consent)
- Edukasikan tentan cara, mengurangi pajanan dan berisiko terkena HIV perlu
diberikan oleh konselor yang menilai urutan terjadninya pajanan dengan cara
yang penuh perhatian dan tikda menghakimi
- Harus dibuat laporan pajanan

Table 8. penilaian pajanan untuk profilaksis pasca pajanan HIV.


Perlukaan kulit
Status infeksi sumber pajanan
Jenis pajanan HIV positif HIV positif Tidak Tidak HIV negative
Tingkat 1 Tingkat 2 diketahui diketahui
status HIV- sumbernya
nya

Kurang berat Dianjurkan Anjurkan Umumnya Umumnya Tidak perlu


pengobatan pengobatan tidak perlu tidak perlu PPP
dasar 2-obat dengan 3- PPP, PPP
PPP obat PPP pertimbangka
n 2-oabt PPP
bila sumber
berisiko

Lebih berat Pengobatan Anjurkan Umumnya Umumnya Tidak perlu


dengan 3- pengobatan tidak perlu tidak perlu PPP
obat PPP dengan 3- PPP, PPP
obat PPP pertimbangka
n 2-oabt PPP
bila sumber
berisiko

Pajanan pada lapisan mukosa atau pajanan pada luka di kulit


Status pada lapisan sumber pajanan
Volume Pertimbangk Anjurkan Umumnya Umumnya Tidak perlu
sedikit an pengobatan tidak perlu tidak perlu PPP
(beberapa pengobatan dengan 3- PPP PPP
tetes ) dasar 2-obat obat PPP pertimbangka
PPP n 2-obat PP
bila sumbel
berisiko

Volume berat Dianjurkan Anjurkan Umumnya Umumnya Tidak perlu


(tumpahan pengobatan pengobatan tidak perlu tidak perlu PPP
banyak dasar 2-obat dengan 3- PPP PPP
darah) PPP obat PPP pertimbangka
n 2-obat PPP
bila sumber
berisiko
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
PEMBERIAN ARV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 15/15
PROSEDUR
Rejimen ARV untuk profilaksisi pasca pajanan ( 4 minggu )

Tingkat risiko pajanan Rejimen


Risiko menengah (kemungkinan ada Rejimen kombinasi dua obat dasar,
risiko terjadi infeksi ) contohnya :
AZT 2 kali 300 mg + 150 mg atau
d4T 2 kali 40 mg + 3TC atau
ddl 1 kali 400 mg + d4T

Risiko tinggi (risiko terjadi infeksi rejimen kombinasi 3 obat, contohnya :


yang nyata, misalnya pajanan dengan AZT/3TC/IDR (3 kali 800 mg) atau
darah volume banyak, luka tusuk yang NFV (3 kali 750 mg)
dalam) AZT/3TC + NNRTI (EFV 1 kali 600
mg)2

Efek samping yang paling sering terjadi pada pemberian ARV adalah mual dan
rasa tidak enak. Pengaruh yang lainya kemungkinan sakit kepala, lelah, mual dan
diare

Efeksamping lain yang berat pada pemberian ARV adalah seperti di bawah ini
- NPV pernah dilaporkan hepatotoksisitas berat pada PPP (NVP tidak
dianjurkan untuk rejimen kombinasi pada PPP)
- ddl: pancreatitis yang fatal
- IDV/NFV : diare, hiperglikemia, lipodistrofi

Table 9. pemantauan laboratorium dan profilaksis pasca pajanan


Waktu Jika meminum PPP Tidak meminum PPP
Data dasar (dalam waktu HIV, HCV, HBV DL HIV, HCV, HBV
8 hari) Transaminase
Minggu ke-4 Transaminase, DL Transaminase
Bulan ke-3 HIV,HCV, HBV HIV, HCV, HBV
Transaminase Transaminase
Bulan ke-6 HIV, HCV, HBV HIV, HCV, HBV
transaminase transaminase

UNIT TERKAIT
PENGELOLAAN BAYI BARU LAHIR DARI IBU
DENGAN HIV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/7
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
ANTIRETROVIRAL
(ARV)
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Sebagian besar Bayi Baru Lahir yang terlahit dari ibu yang bermasalah dalam
arti menderita suatu penyakit, tidak menunjukan gejala sakit pada saat dilahirkan
atau beberapa waktu setelah lahir. Bukan berarti bayi baru lahir tersebut aman
dari gangguan akibat dari penyakit diderita ibu. Hal tersebut dapat menimbulkan
akibat yang merugikan bagi Bayi Baru Lahir (BBL), dan dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas bayi. Ibu bermasalah disini siartikan sebagai ibu yang
menderita sakit, sebelum, selama hamil, atau pada saat menghadapi proses
persalinan.
Dari state of the world’ Newborn, Save the children 2001, terdapat rumus dua
per tiga yaitu, lebih dari 7 juta bayi menginggal setiap tahun antara lahir hingga
12 bulan, hampir dua pertiga bayi yang meninggal, terjadi pada bulan pertama,
dari yang meninggal tersebu, dua pertiga meninggal pada umur satu minggu, dan
dua pertiga diantaranya meninggal pada dua puluh empat jam pertama
kehidupannya.
Disini sangat jelas bahwa masalah kesehatan Neonatal tidak dapat dilepaskan
dari masalah kesehatan perinatl dimana proses kehamilan, dan persalinan
memegang faktor amat penting.
TUJUAN Dari program kerja jangka pendek GBHO yang disusun IDAI, disebutkan bahwa
perlu meningkatkan program pencegahan dan penanggulangan penyakit,
terutama penyakit yang sering ditemukan atau yang menjadi masalah nasional,
diantaranya HIV & AIDS.
Sasaran kesehatan anak tahun 2010 diantaranya adalah angka kematian trun dari
45,7 per seribu kelahiran, menjadi 36 per seribu kesehatan (SKN), BBLR ( Bayi
Berat Lahir Rendah atau kurang 2500 gram ) menurun setinggi – tingginya 7%
(SKN). Sasaran kesehatan di RSUD Tarakan adalah pencegahan Bayi Baru Lahir
dari Ibu yang terkena HIV. Sehingga korban akibat penularan HIV lewat proses
kehamilan dapat ditekan.
KEBIJAKAN Bayi Baru Lahir yang Lahir dari ibu HIV & AIDS di ruang bersalin Seruni,
Ruang Perinatologi (Kemuning) dan ruang intensive care neonatal (NICU).
PROSEDUR Bayi Baru Lahir dai Ibu yang diketahui mengidap HIV selama kehamilanya, ibu
sudah diskrining menggunakan pemeriksaan serologis, atau sudah dikonfirmasi
dengan pemeriksaan Western Blot,6 maka untuk selanjutnya Bayi disebut BIHA
( Bayi dari Ibu dengan HIV&ADIS ).
Tidak ada tanda – tanda spesifik HIV yang dapat ditemukan pada saat lahir. Bila
terinfeksi pada saat perpartum, tanda klinis dapat ditemukan pada umur 2-6
minggu setelah lahir. Tetapi tes antibodi baru dapat dideteksi pada umur 18
bulan untuk menentikan status HIV bayi.
Bayi dengan infeksi HIV mempunyai jumlah virus yangtinggi dan akan menurun
seiring dengan meningkatnya imunologinya. Tetapi pada satu tahun pertama
untuk anak yang dicurigai HIV, diharapkan tumbuh imunologi secara normal,
PENGELOLAAN BAYI BARU LAHIR DARI IBU
DENGAN HIV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/7
PROSEDUR karena bila terapi menunggu umur lebih dari satu tahun berdasarkan julah CD4 +
dan Load Virus maka hal ini dikatakan kurang spesifik. Pengobatan harus dimulai
pada bayi yang menunjukan gejala simtomatis atau yang menunjukan jumlah sel
Cd4+ yang rendah, tanpa melihat umur.7
Tanpa penberian Antiretrovirus 25% bayi dengan ibu HIV positif akan tertular
sebelum dilahirkan atau pada waktu lahir, dan 15% tertular melalui ASI.
 Tentukan apakah ibu sedang mendapat pengobatan Antiretrovirus untuk HIV,
atau mendapatkan pangobatan antiretroviral untuk mencegah transmisi dari
ibu ke bayinya. Tujuan pemberian Antiretro Viral terapi adalah untuk
menekan HIV viral load sampai tidak terdeteksi dan mempertahankan jumlah
CD4+ sel sampai mencapai lebih dari 25% ( Cloherty )
 Kelola bayi dan ibu sesuai dengan protokol dan kebijakan yang adam,
tujuannya untuk Profilaksis.

Diagnosa Berdasarkan
Terminologi BIHA dipakai sebagai tanda pengenal dan kode bagi semua petugas
administrasi, medis, paramedis, pekarya, diberi tanda stiker merah pada catatan
medik, alat suntik, obat dan sebagainya yang ada hubungannya dengan penderita.
Tim BIHA adalah tim yang ditunjuk kepala bagian Anak untuk membuat dan
merancang petunjuk pelaksanaan hal yang berhubungan dengan BIHA.

Tes Diagnostik untuk Infeksi HIV pada Bayi.


 HIV Antibodi pada anak umur > 18 bulan dilakukan dengan metode
ELISA lgG anti HIVah, dapat ditransfer melalui plasenta pada trimester
III
Bila hasil pos sebelum umur 18 bulan, mungkin antibodi dari ibunya.
 VIRUS : HIV PCR DNA dari darah perifer pada waktu lahir, dan umur 3-
4 bulan.
Bila umur 4 bulan hasil negatif bayi bebas HIV
 Diagnosa HIV ditegakan apabila pemeriksaan PCR DNA/RNA HIV
POSITIP dua kali berturut selang satu bulan, bila keadaan demikian
ditemukan, mulai diberikan pengobatan Antiretro Virus ( lihat tabel 1).
Kondisi petugas kesehatan Rumah Sakit dengan petugas setempat, karena
bayi – bayi tersebut rawan untuk terjadinya infeksi.
 CD4 count rendah ( normal 2500-3500/ml pada anak, Dewasa 700-
1000/ml ) P24 Antigen test sudah kurang dipakai untuk diagnostik, karena
dipandang kurang sensitif terutama untuk bayi ( Richard Polin dan
Cloherty )
PENGELOLAAN BAYI BARU LAHIR DARI IBU
DENGAN HIV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/7
MANAJEMAN2,3,4,5,6,7,10,1 Manajemen umum
1
 Bayi yang dilahirkan ibu dengan HIV positif maka:
- Hormati kerahasiaan ibu dan keluarganya, dan lakukan konseling
pada keluarga.
- Rawat bayi seperti bayi yang lain, dan perhatian khususnya pada
pencegahan infeksi.
- Bayi tetap diberi imunisasi rutin
- Bila terdapat tanda klinis defisiensi imun yang berat, jangan diberi
vaksin hidup (BCG, OPV, Campak, MMR). Pada waktu pulang,
periksa DL, hitung Lymphosit T, serologi antu HIV, PCR DNA/RNA
HIV.
 Beri dukungan mental pada orang tuanya
 Anjurkan suaminya memakai kondom, untuk pencegahan penularan
infeksi.

Manajemen Khusus
Profilasis :
- Bila ibu sudah mendapat ARV (Antiretrovirus) atau Zidovudine
(AZT) 4 minggu sebelum melahirkan, maka setelah lahir bayi diberi
AZT 2 mg/kg berat badan per oral tiap 6 jam selama 6 minggu,
dimulai sejak bayi umur 12 jam. Hal ini dapat mengurangi resiko
terjadinya HIV dari 25% menjadi 8%.3,4
- Bila ibu sudah mendapat Nevirapine (NVP) dosis tunggal selama
proses persalinan dan bayi masih berumur kurang dari 3 hari, segera
beri bayi Nevirapine dalam suspensi 2 mg/kg berat badan secara oral
masa usia 48-72 jam sebaiknya pada umur 12 jam. Dosis tunggal.
- Untuk mencegah PCP, berikan TMP 2,5 mg/kg BB 2x sehari,
pemberian 3x seminggu, diberikan sejak bayi umur 6 minggu sampai
diagnosis HIV dapat disangkal (Polin), karena peak onset PCP adalah
pada umur 3-9 bulan (lihat tatalaksana setelah bayi pulang pada umur
6 bulan).
- Jadwalkan pemeriksaan tindak lanjut dalam 2 minggu untuk menilai
masalah pemberian minum dan pertumbuhan bayi (lihar Pemeriksaan
Tindak Lanjut).

Pemberian Minum:
 Lakukan konseling pada ibu tentang pilihan pemberian minum keoada
bayinya. Hargai dan dukunglah apapun pilihan ibu. Ijinkan ibu untuk
membuat pernyataan sendiri tentang pilihan yang terbaik untuk bayinya.
 Terangkan kepada ibu bahwa menyususi dapat berisiko menularkan infesi
HIV. Meskipun demikian, pemberian susu formula dapat meningkatkan
risiko kesakitan dan kematian, khususnya bila pemberian susu formula
tidak diberikan secara aman karena keterbatasan fasilitas air untuk
mempersiapkan atau karena tidak terjamin ketersediannya oleh keluarga.
 Terangkan pada ibu tentang untung dan rugi pilihan cara pemberian
PENGELOLAAN BAYI BARU LAHIR DARI IBU
DENGAN HIV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 4/7
minum :
- Susu formula dapat diberikan bila mudah didapat, dapat dijaga
kebersihanya dan selalu dapat tersedia.
- ASI Eksklusif dapat segera dihentikan bila susu formula sudah dapat
disediakan. Hentikan ASI pada saat memberikan susu formula.
- Semua bayi yang mendapatkan susu formula, perlu dilakukan tindak
lanjut dan beri dukungan kepada ibu cara menyediakan susu formula
dengan benar.
- Jangan memberikan minuman kombinasi (missal selang-seling antara
bubur buatan, susu formula, disamping pemberian ASI), karena risiko
terjadinya infeksi lebih tinggi dari pada bayi yang mendapatkan ASI
eksklusif saja, atau susu formula saja.

Pemberian susu formula:


 Ajari ibu cara mempersiapkan dan memberikan susu formula dengan
menggunakan salah satu alternative cara pemberian minum
 Anjurkan ibu untuk member susu formula 8 kali sehari, dan beri lagi
apabila bayi menginginkan
 Beri ibu petunjuk secara tertulis cara mempersiapkan susu formula
 Jalaskan mengenai risiko member susu formula dan cara mengindarinya.
Bayi akan diare apabila tangan ibu, air atau alat-alat yang digunakan tindak bersih
dan steril, atau bila susu yang disediakan terlalu lama tidak dimunimkan;
 Bayi tidak akan tumbuh baik apabila:
- Jumlah tiap kali minum terlalu sedikit
- Frekuensi pemberiannya terlalu sedikit
- Susu formula terlalu encer
- Bayi mengalami diare
 Nasihati Ibu untuk mengamati apakah terdapat tanda bahaya pada
bayinya, seperti:
- Minum kurang dari 6 kali dalam sehari atau minum hanya sedikit
- Diare
- Berat badan sulit naik
 Nasihati Ibu untuk melakukan kunjungan tindak lanjut:
- Kunjungan rutin untuk memonitor pertumbuhan
- Member dukungan cara-cara menyiapan formula yang aman
- Nasihati ibu untuk membawa bayinya bila sewaktu-waktu ditemukan
tanda bahaya (lihat atas).

Tindak Lanjut Setelah Pulang


Pemeriksaan darah PCR DNA/RNA dilakukan pada umur 1,2,4,6 dan 18 bulan.
Diagnosis HIV ditegakkan apabila pemeriksaan PCR DNA/RNA HIVPOSITIP
dua kali berturut selang satu bulan, bila keadaan demikian ditemukan, mulai
diberikan pengobatan Antiretro Virus. Koordinasi petugas Kesehatan Rumah Sakit
dengan petugas setempat, karena bayi – bayi tersebut rawan untuk terjadinya
infeksi.
PENGELOLAAN BAYI BARU LAHIR DARI IBU
DENGAN HIV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 5/7
Table 1. obat anti retrovirus untuk neonates ( bayi, 30 hari) dengan HIV
Minggu I:4 mg/kgBB/x diberikan 1x/hari
ZDV (AZT) Minggu II dan selanjutnya : 4 mg/kgBB/x diberikan
(Zidovudine, Retrovir) 2x/hari
Sediaan : capsul 100 mg dan 250 mg
Tablet 300 mg
3TC 2 mg/kgBB diberikan 2x/hari
(Lamivudine, Viracept) Sediaan : syrup 10 mg/ml
Tablet 150 mg
Minggu I:5 mg/kgBB/x atau 120 mg/m2 diberikan1x/hari
NVP Minggu II dan selanjutnya : 5 mg/kgBB/x atau
(Nevirapine, Viramune) 120 mg/m2 diberikan 2x/hari
Sediaan : syirup 10 mg/ml
Tablet 200 mg
Obat tersebut diatas diberikan bersamaan
NB : Profilaksis : lihat halaman depan

Tatalaksana di Ruang Perawata dan Setelah Pulang


I. Serelah lahir hari 1
1. Tidak diberi ASI, berikan susu formula biasa
2. Pengobatan profilaksis
a. Bila ibu mendapat pengobatan antiretrovirus (ARV) semasa hamil
dan intrapartum, AZT diberikan untuk bayi mulai usia 12 jam
selama 6 minggu setiap 6 jam dengan dosis 2 mg/Kg.
b. Bila ibu mendapat pengobatan ARV intrapartum saja, atau tidak
mendapat ARV, selain AZT untuk bayi diberi juga nevirapin
(NVP) dosis tunggal dalam masa usia 48-72 jam dengan dosis 2
mg/kg
c. Lapor tim BIHA IKA
II. Sebelum bayi dipulangkan
1. Pemeriksaan laboratorium darah tepi lengkap (Hb, leukosit, trombosit,
hitung jenis leukosit)
2. Imunisasi rutin kecuali BCG, bila terdapat tanda klinis defisiensi imun
berat tidak diberikan vaksin hiduo (BCG, Polio, Campak, Mumps,
Measles Rubeella)
III. Usia ≥ 4 minggu
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Enzim fungsi hati : SGOT / SGPT
b. PCR DNA / RNA HIV pertama, bila hasil positif langsung
konfirmasi dengan PCR RNA
2. Profilaksis AZT dihentikan setalah pemeberian 6 minggu bila hasil
PCR DNA HIV negative
3. Bila PCR RNA positif berarti infeksi HIV, diberi terapi ZDV, 3TC
dan NVP
4. Pengobatan Pneumocytis carinii dengan kontrimoksazol diberikan
setelah usia 6 minggu sampai dinyatakan infeksi HIV (-), dosis TMP
2,5 mg/kg BB 2x sehari diberikan 3 kali seminggu sampai dengan
PENGELOLAAN BAYI BARU LAHIR DARI IBU
DENGAN HIV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 6/7
PROSEDUR HIV negative.
5. Imunisasi rutin, bila ada tanda klinis defisiensi imun berat tidak diberi
vaksin hidup dan pasien dirujuk ke Tim BIHA
IV. Usia 2-4 bulan
1. Pemeriksaan fisik 1 x per bulan
a. Keadan umum, tanda vital, pemeriksaan organ sistemik, tumbuh
kembang
b. Bila ada kelainan klinis infeksi HIV seperti pada Tabel 1, rujuk ke
Tim GIHA
c. Pemeriksaan laboratorium sesuai klinis
2. Imunisasi rutin, bila ada tanda klinis defisiesi imun berat tidak diberi
vaksin hidup dan pasien dirujuk ke Tim BIHA.
V. Usia ≥ 4 bulan
1. Pemeriksaan laboratorium
PCR DNA kedua bila sebelumnya PCR DNA negatif. Bila negaif
berarti tidak terinfeksi HIV, bila positif, langsung dikonfirmasi
dengan PCR DNA. Bila PCR RNA konfirmasi positif, berarti
terinfeksi HIV, diberikan terapi AZT, 3TC dan NVP. Pemeriksaan
lain sesuai indikasi.
2. Imunisasi rutin, bila ada tanda klinis defisiensi imun berat tidak diberi
vaksin polio hidup dan pasien dirujuk ke Tim BIHA.
VI. Usia 6 bulan
1. Pemeriksaan fisis
a. Keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan organ sistemik, tumbuh
kembang
b. Bila ada kelainan klinis seperti pada Tabel 1, rujuk ke Tim BIHA
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah tepi; Hb, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit
b. Faal hati, SGOT/SGPT
c. PCR RNA HIV untuk konfirmasi bila pemeriksaan PCR RNA
sebelumnya negatif
3. Imunisasi rutin, bila ada tanda klinis defisiensi imun berat tidak diberi
vaksin polio hidup dan pasien dirujuk ke Tim BIHA
4. Bila sebelumnya tidak dilakukan pemeriksaan PCR RNA, periksa
serologi HIV dengan 3 reagen yanng berbeda
5. Bila hasil serologi HIV positif, diulang 1 bulan kemudian untuk
konfirmasi. Bila keduanya negatif, maka tidak terinfeksi HIV
6. Profilaksi kontrimoksasol dihentikan bila 2 kali pemeriksaan PCR
negatif, bila salah satu hasil PCR positif, profilaksi diberikan sampai
usia 12 bulan.
PENGELOLAAN BAYI BARU LAHIR DARI IBU
DENGAN HIV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 7/7
VII. Usia 12 bulan
1. Pemeriksaan fisis
a. Keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan organ sistematik, tunbuh
kembang
b. Bila ada kelainan klinis, rujuk ke Tim BIHA/PMTCT
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah tepi : Hb, leukosit, hitungan jenis leukosit
b. Serologi antiHIV
3. Bila serologi HIV (-) dan klinis baik : dapat dianggap bukan infeksi
HIV. Rencana pemeriksaan serologi anti HIV umur 18 bulan untuk
konfirmasi.
4. Bila serologi HIV (+) dan kinis baik, ulangi serologi pada usia 18
bulan
5. Bila serologi HIV (+) dan terdapat kelainan klinis, lihat pada Tabel 1,
rujuk ke Tim BIHA untuk evaluasi
6. Imunisasi rutin, bila ada tanda klinis defisiensi imun berat tidak diberi
vaksin polio hidup dan pasien dirujuk ke Tim BIHA
VIII. Usia 18 bulan
1. Pemeriksaan fisis
a. Keadaan umum, tanda vital, pemeriksaa organ sistematik, tumbuh
kembang
b. Bila ada kelainan klinis, lihat pada Tabel 1, rujuk ke Tim BIHA
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah tepi: Hb, leukosit, rombosit, hitung jenis leukosit
b. Serologi anti HIV
3. Serologi antiHIV (-): konfirmasi bukan infeksi HIV
4. Serologi antiHIV (+) : dianggap infeksi HIV, rujuk ke Tim BIHA
untuk pengobatan ARV
5. Imunisasi rutin, bila ada tanda klinis defisiensi imun berat tidak diberi
vaksin polio hidup dan pasien dirujuk ke Tim BIHA.

UNIT TERKAIT
PENYUSUNAN PROTAP LABORATORIUM HIV & AIDS
PROSEDUR TETAP PEMERIKSAAN
LABORATORIUM HIV & AIDS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
DIAGNOSIS INFEKSI Pemeriksaan anti-HIV
HIV
PENGOBAtAN ARV Untuk menentukan awal dan pemantauan pengobatan
(ART) 1. Pemeriksaan jumlah CD4
2. Beban Virus (Viral Load) HIV
INFEKSI 1. Mycobacterium tuberculosis (MT) dan Non-Tuberculosis Mycobacteria
OPORTUNISTIK (NTB)
2. Bakteri lain pada pemeriksaan dengan specimen
a. Darah
b. Feses
c. Pus
d. Cerebrospinal Fluid (cairan otak)
e. Sputum
f. Urin
3. Mikosis
a. Candidiasis
b. Cryptococcosis
c. Histoplasmosis
d. Aspergilosis
e. Pneumocytis pneumonia (PCP)
4. Parasit
a. Parasit
b. Toksoplasmosis
c. Distentri Ameba (Amebiasis)
d. Giardiasis
e. Ascariasis
f. Strongiloidiasis
g. Trichuris
h. Cryptosporidiosis
i. Schistosomiasis
5. Virus
a. Hepatitis C Virus
b. Hepatitis B Virus
c. Herper Simplex Virus dan Varicella-Zoster Virus
d. Cytomegalovirus
PROSEDUR TETAP PEMERIKSAAN
LABORATORIUM HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
PEMERIKSAAN 1. Darah rutin
PENUNJANG LAIN 2. Hati, SGOT, SGPT, Bilirubin
UNTUK PEMBERIAN 3. Ginjal: Urem, kreatinin
4. Kolesterol, trigliserida
5. Glukosa darah

Alur pemeriksaan
1. Oro-Pharyngeal Candidiasis
2. Diare kronis
3. Infeksi saluran pernafasan bawah
4. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
5. Sepsis
6. Meningitis
7. Hepatitis
8. Limfadenitis
PEMERIKSAAN DIAGNOSIS INFEKSI HIV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/4
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Diagnosis ditegakan berdasarkan manifestasi klinis dan hasil pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaan anti-HIV terutama digunakan untuk deteksi adanya
infeksi HIV. Diagnosis infeksi penting ditegakan unuk tatalaksana penanganan
pasien.
TUJUAN Menegakkan diagnosis infeksi HIV
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan (IRJ)
dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU) RSUD Tarakan
PELAKSANA DAN Pelaksana : Teknis laboratorium lulusan sekolah Menengah Analis Kesehatan,
PENANGGUNG Akademik Analis Kesehatan yang sudah terlatih.
JAWAB Penanggung jawab : Dokter Spesialis Patologi Klinik
ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Patologi Klinik RSUD Tarakan
PROSEDUR Persiapan Pasien
1. Sudah dilakukan konseling
2. Menandatangani informed concent
3. Pasien sebaiknya puasa 10-12 jam
Jenis Spesimen
1. Darah utuh/lengkap (whole blood)
2. Serum
3. Plasma (dengan antikogulan)
4. Darah kapiler

Pengambilan Spesimen
1. Darah utuh diambil dengan teknik flebotomi yang benar dan secara aseptik
(untuk sampel serum atau plasma )
2. Sampel plasma didapat dari darah utuh dimasukkan ke dalam vacutainer
yang berisi antikoagulan EDTA dan dikocok bolak-balik kurang lebih 10
kali, kemudian tabung dipusingkan disentrfus dengan kecepatan 3000 rpm
selma 5-15 menit. Plasma dipisahkan dan dimasukkan kedalam tabung.
3. Sampel serum didapat dari darah utuh dimasukkan ke dalam vacutainer tanpa
antikoagulan dan ditunggu sampai terjadi bekuan darah (± 15-30 menit),
kemudian tabung dipusingkan disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama
5-15 menit. Srum dipisahkan dan dimasukkan ke dalam tabung.

Pengiriman dan Penyimpanan


Penyimpanan
a. Serum atau plasma dapat bertahan selama 5 hari pada suhu 2-8 oC
b. Serum atau plasma disimpan pada suhu -20 oC apabila diperiksa lebih dari 7
hari
c. Darah EDTA dapat bertahan sampai 2 hari pada suhu 2-8 oC dan tidak boleh
dibekukan atau disimpan pada suhu -20 oC, sebaiknya segera diperiksa
PEMERIKSAAN DIAGNOSIS INFEKSI HIV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/4
Pengiriman
a. Sebaiknya segera dikirim
b. Waktu pengiriman tidak boleh melampaui masa stabilitas bahan
c. Tidak terkena sinar matahari sevara langsung
d. Kemasan memenuhi syarat keamanan kerja laboratorium termasuk
pemberian label yang bertuliskan “Bahan Pemeriksaan Infeksius”.
e. Di dalam kemasan suhu harus memenuhi syarat untuk pengiriman dengan
menggunakan ice box.

Metode Pemeriksaan
1. ELISA
2. Rapid test (Immunochromatography, dotblot)

Reagensia
1. Reagensia yang dipakai harus sudag terdaftar pada Departement
Kesehatan Republik Indonesia dan mengacu pada buku Hasil Evaluasi
Reagensia HIV di Indonesia tahun 2006.
2. Reagensia yang digunakan harus memiliki sensitivitas > 99% dan
spesifisitas >98%.
3. Reagensia menggunakan 3 macam reagen untuk diagnosis (strategi 3)
(lihat lampiran) dengan persayaratan reagensia sebagai berikut :
a. Sensitivitas reagen pertama >99%
b. Spesivisitas reagen kedua >98%
c. Spesifisitas reagen ketiga >99%
d. Preparasi antigen atau prinsip tes reagen 1,2 dan 3 tidak sama
4. Prosentase hasil kombinasi 2 reagensia pertama yang tidak sama < 5%

Alat
1. Mikropipet (ELISA)
2. Sentrifus
3. Vortex
4. Elisa Reader dan Washer (ELISA)

Cara kerja :
Masing – masing metode dikerjakan sesuai petunjuk dari prosedur reagen.

PEMANTAPAN 1. Pemerikasaan pekerjaan sesuai prosedur yang dianjurkan oleh tiap


MUTU prosedur reagensia
2. Pada tiap pemeriksaan disertakan kontrol positif dan kontrol negatif
3. Hindari penggunaan bahan yang lipemtik, hemolisis, dan ikterik
4. Reagensia disimpan pada keadaan sesuai petunjuk produsen
5. Hindari melakukan pooling bahan – bahan pemeriksaan
6. Viladitas pemeriksaan harus diperiksa diperiksa dahulu hasil pemeriksaan
daapat dibaca
7. Peralatan yang dipakai harus dapat berfungsi dengan baik dan terpantau
secara teratur
8. Pipet yang digunakan harus telah terkalibrasi
PEMERIKSAAN DIAGNOSIS INFEKSI HIV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/4
LAMPIRAN Strategi III menggunakan tiga macam tes ( A1, A2 dan A3 ) dan digunakan untuk
diagnosis, bila hasil tiha tes tersebut ( A1, A2 dan A3 ) reaktif, maka hasil harus
dikonfirmasi dengan sampel baru.
Bila hanya dua dari tiga hasil tes yang reaktif, maka harus dilaporkan sebagai
indeterminate (meragukan). Pemeriksaan ulang dapat dilakukan tiga bulan
kemudian. Bila hanya satu dari tiga hasil tes yang reaktif, maka kita harus melihat
faktor risiko orang tersebut. Pada seseorang dengan risiko tinggi, hasil harus
diulang dengan sampel darah baru.

A1
A1 positif A1 negatif

A2
Lapor sebagai
“Non-reaktif”

A1 positif A1 positif

Ulangi
A1 & A2

A1 pos, A2 pos A1 neg, A2 neg

A1 pos, A2 neg

A3 Lapor sebagai
“Non-reaktif”

A1 pos A1 pos A2 pos A3 neg A1 pos A2 neg A3 neg


A2 pos Or
A3 pos A1 pos A2 neg A3 pos

Risiko Risiko
tinggi rendah

Lapor sebagai Lapor sebagai Lapor sebagai Lapor sebagai


“reaktif” “indetermidate” “Indetermiate” “Non-reaktif”

Tes Konfirmasi
PEMERIKSAAN DIAGNOSIS INFEKSI HIV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 4/4
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LIMFOSIT T-CD4

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Pemberian ARV pada penyakit infeksi HIV & ADI perlu diketahui jumlah
limfosit T-CD4+, sehubungan dengan keadaan tersebut diperlukan pemeriksan
jumlah sel limfosit T-CD4+
TUJUAN Pemeriksaan hitung sel Limfosit T-CD4+ ditujukan untuk:
1. Menentukan status imun
2. Menentukan waktu pemberian antiretroviral
3. Menentukan hasil pengobatan
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), Instalasi
Gawat Darurat RSUD Tarakan. Rujukan luar RSUD Tarakan
PELAKSANA
URAIAN ILMIAH Viron HIV menyerang limfosit T-CD4+ karena terdapat reseptor pada limfosit T-
CD4 yang merupakan pasangan ideal bagi glikoprotein 120 (gp 120), meskipun
terjadi kompleks gp 120 dan reseprot limfotis T-CD4, agar HIV masuk ke dalam
limfosit masih memerlukan bantuan koreseptor CCR5 dan CXCR4 yang juga
terdapat dipermukaan limfosit.
Didalam limfosit terjadi rangkaian proses integrasi, transkripsi, tranlasi serta
replikasi virion HIV. Jumlah virion HIV yang berlipat ganda dan kemudian
keluar dari limfosit T-CD4+ untuk selanjutnya menyerang limfosit T-CD4+ yang
lain. Demikian proses ini terus berlangsung, sehingga jumlah limfosit T-CD4+
cebderung terus menurun.
Pengobatan ARV menghambat proses di atas sehingga jumlah limfosit T-CD4+
akan meningkat sesuai dengan keberhasilan pengobatan.
PELAKSANAAN DAN Pelaksanaan : Teknisi Laboratorium yang sudah terlatih, pelaksanaan flebotomi :
PENANGGUNG perawat, analis, bidan.
JAWAB Penanggung Jawab : Dokter Spesialis Patologi Klinik
ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Patologi Klinik RSUD Tarakan
PROSEDUR Persiapan pasien :
Sebaiknya puasa 12 jam, diperbolehkan minum air putih.
Jenis spesimen
Darah dengan antikoagulan K2EDTA/K3EDTA
Pengambilan spesimen
1. Darah utuh diambil dengan teknik flebotomi yang benar dan secara aseptik
2. Darah utuh sebanyak 2 atau 3 ml (sesuai dengan volume tabung)
dimasukkan ke dalam vacutainer steril yang berisi antikoagulan K2EDTA
atau K3EDTA dan dikocok bolak – balik kurang lebih 10 kali, tidak boleh
berbuih.
3. Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan ulang dilakukan pada hari yang
berbeda tetapi waktu pengambilan sama
PEMERIKSAAN LIMFOSIT T-CD4

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3

Penolakan spesimen
1. Hemolisis dan membeku
2. Ada bekuan (fibrin)
3. Lipemik

Pengiriman dan Penyimpanan


Penyimpanan
Spesimen dapat disimpan di suhu 20-25 oC sampai akan diperiksa dalam bentuk
darah utuh diperbolehkan 30 jam dari waktu pengambilan

Pengiriman
a. Waktu pengiriman tidak boleh melampaui masa stabilitas bahan
b. Tabung darah diletakan tegak/berdiri, spesimen dalam tabung diusahakan
tidak terkocok karena dapat menyebabkan lisis
c. Tidak terkena sinar matahari secara langsung
d. Kemasan memenuhi syarat keamanan kerja laboratorium termasuk
pemberian label yang bertuliskan “Bahan Pemeriksaan Infeksius”
e. Di dalam kemasan suhu harus memenuhi syarat 20-25 oC dengan
menggunakan ice box

Reagensia:
1. FACSCount control kit
2. BD TRUcountTM / 3 reagen kit
3. FACSFlow sheth fluid
4. FACSClean solution
5. FACSRinse solution
6. Calibrite 3 level
7. Lysing solution

Alat :
Mikropipet
Flowcytometry BD FACSCalibur
Vortex

Pemeriksaan Spesimen
1. Dibuat campuran lysing solution dan akuades dengan perbandingan 1:10
(50 µL lysing solution + 450 µL akuades)
2. Isi satu tabung trucount dengan 20 µL BD Tritest CD3/CD4/CD45
3. Ditambahkan kedalam tabung 50 µL bahan darah utuh yang sudah
dicampur antikoagulan EDTA
4. Vortex selama 5 detik
5. Inkubasi selama 15 menit pada suhu ruangan di tempat gelap
6. Ditambah 450 µL campuran lysing sulotion dan akuades
7. Vortex selama 5 detik
8. Inkubasi selama 15 menit pada suhu ruangan di tempat gelap
9. Baca dengan cutometer
PEMERIKSAAN LIMFOSIT T-CD4

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
PEMANTAPAN Dengan menggunakan kontrol dan kalibrator
KUALITAS
PENCATATAB DAB Pencatatan
PELAPORAN Hasil catat pada buku catatan kerja harian yang berisi data masing –
masing pemeriksaan dan rekapitulasi jumlah pasien dan spesimen yang
diterima. Data pasien disimpan selama 5 tahun untuk penderita IRJ dan 10
tahun untuk penderita IRNA.

Pelaporan
1. Hasil diketik pada lembar laporan hasil yang sudah tersedia dan
ditanda – tangani dokter penanggung jawab
2. Hasil : jumlah limfosit T-CD4+ dalam sel µL dan persen
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN VIRAL LOAD

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Angka kejadian dan kkematian penyakit infeksi HIV & AIDS yang masih tinggi
memerlukan penanganan pasien dengan terapi antiretroviral. Sehubungan
dengan hal tersebut diperlukan pemeriksaan viral load HIV untuk memantau
keberhasilan terapi.
TUJUAN Pemeriksaan ini berguna dalam membantu dokter klinik untuk menentukan
prognosis penderita HIV dengan mengatahui kadar baseline RNA HIV dan
membantu mengevaluasikeberhasilan terapi antirevroviral.
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), Instalasi
Gawat Darurat RSUD Tarakan. Rujukan luar RSUD Tarakan
PELAKSANA
URAIAN ILMIAH Humman Immunodeficiency Virus (HIV) adalah penyebab dari Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Selama 3-6 minggu setelah terpapar
dengan HIV, pada umumnya infeksi akan segera berkembang dengan gejala
seperti influenza dan akan terjadi juga ini akan disertai dengan respons imun
yang spesifik terhadap HIV dan pada viremia dalam plasma akan mengalami
penurunan, biasanya terjadi antara 4-6 minggu setelah timbulnya gejala. Setelah
fase akut tersebut seseorang yang terinfeksi masuk ke dalam fase asimtomatik
yang dapat berlangsung beberapa tahun lamanya. Periode asimtomatik, viremia
akan sangat rendah dalam darah, replikasi virus dan klirens tampak menjadi
proses dinamik yang mana rata-rata produksi virusnya tinggi dan limfosit T-
CD4+ yang terinfeksi sebanding dengan rata-rata tingginya klirens virus, sel yang
terinfeksi mati dan digantikan dengan sel limfosit T-CD4+, hasil keduanya relatif
stabil pada plasma viremia dan limfosit T-CD+.
Pada keadaan AIDS akan terjadi viremia yang tinggi.
Pengukuran kuantitatif viremia HIV pada aliran darah menunjukan tingginya
jumlah virus yang dapat dikorelasikan dengan meningkatnya risiko oenyakit.
Kadar RNA HIV tipe 1 dapat diukur secara langsung melalui viral RNA dalam
plasma dengan menggunakan amplifikasi asam nukleat.
PELAKSANAAN DAN Pelaksana Pengambilan darah : Perawat, Analis, bidan.
PENANGGUNG Pelaksana : Teknis Laboratorium yang sudah terlatih
JAWAB Penanggung Jawab : Dokter Spesialis Patologi Klinik
ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Patologi Klinik RSUD Tarakan
PROSEDUR Persiapan Pasien :
Puasa 12 jam, diperbolehkan minum air putih

Jenis spesimen
1. Serum
2. Plasma
PEMERIKSAAN VIRAL LOAD

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
Penolakan spesimen
1. Lipemik
2. Himolisis
3. Menggunakan antikoagulan Hepatin

Pengambilan Spesimen
1. Darah utuh diambil dengan teknik flebotomi yang bener dan secara
aseptik (menggunakan sarung tangan)
2. Darah utuh 2 atau 3 ml dimasukkan ke dalam vacutainer steril dengan
atau tanpa antikoagulan K2EDTA/K3EDTA dan dikocok bolak-balik
kurang lebih 10 kali, tidak boleh berubah
3. Spesimen dengan antikoagulan geparin tidak dianjurkan untuk tes ini
karena menghambat amplifikasi
4. Tabung dipusingkan pada sentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 5-
15 menit atau 1500xg selama 20 menit pada suhu ruangan
5. Serum atau plasma dipisahkan dengan pipet steril ke dalam tabung yang
steril dengan menggunakan sarung tangan

Pengiriman dan Penyimpanan


Penyimpanan
1. Spesimen darah utuh (whole blood) pada suhu 2-25oC tidak lebih dari 6
jam
2. Spesimen serum atau plasma:
- Pada suhu 2-8 oC ± 72 jam
- Pada suhu -20 oC ± 3 bulan
- Disimpan dalam aliquot 500µl, bila dalam keadaan beku dapat dua
kali dibekukan dan dicairkan
Pengiriman
Darah utuh:
a. Temperatur pengiriman 2-25 oC
b. Diproses dalam 6 jam dari pengambilan darah

Serum atau plasma


Temperatur pengiriman 2-8 oC atau dalam keadaan beku
a. Waktu pengiriman tidak boleh melampaui masa stabilitas bahan
b. Tidak terkena sinar matahaei secara langsung
c. Kemasan memenuhi syarat keamanan kerja laboratorium termasuk
pemberian label yang bertulisakan “Bahan Pemeriksaan Infeksius”
d. Di dalam kemasan suhu harus memenuhi syarat (memakai ice box)

Peralan dan regensia


1. Reagensia : COBAS AMPLICOR HIV-1 MONITOR Test, verion 1.5
(v1.5)
2. Peralatan :
a. Coobas Amplicor
b. Vortex
c. Sentrifus
PEMERIKSAAN VIRAL LOAD

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
d. Mikropipet
e. Printer
f. Tabung PCR
g. Safety cabinet Class Iib

Cara Kerja:
1. Persiapan Reagensia
Reagensia disiapkan sesuai prosedur yang ada
Hindari penggunaan bahan dengan hemolisis, ikterik dan lipemik
2. Preparasi spesimen dan kontrol
Spesimen dan kontrol disiapkan menurut prosedur yang dianjurkan dalam
kit.
3. Validitas pemeriksaan harus dinilai terlebih dahulu sebelum hasil
pemeriksaan dapat dibaca
4. Amplifikasi dab Deteksi
Amplifikasi dan deteksi sekaligus dapat dilakukan pada alat Cobas Amplicor.

PEMANTAPAN Dengan menggunakan kontrol positif dan negatif


KUALITAS
PENCATATAN DAN Pencatatan
PELAPORAN Hasil dicatat pada buku catatan kerja harian yang berisi data masing – masing
pemeriksaan dan rekapitulasi jumlah pasien dan spesimen yang diterima. Data
Pasien disimpan selama 5 tahun untuk penderita IRJ dan 10 tahun untuk penderita
IRNA

Pelaporan
Hasil diketik pada lembar laporan hasil yang sudah tersedia dan sitanda tangani
dokter penanggung jawab
Hasil ditulis dalam :
- Jumlah copies/mL
- IU/mL
- kg
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN SPESIMEN DARAH PADA
PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/6
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Deteksi mikroorganisme dalam darah pasien adalah penring, baik secara
diagnostik maupun prognostik. Ketika bakteri bermultiplikasi melebihi kapasitas
sistim rektikuloendotelial untuk menyingkirkanny, maka akan mengasilkan
keadaan bakterimia. Kultur darah penting dalam diagnosis dan terapi agen
penyebab sepsis.
TUJUAN Menentukan adanya penyebab infeksi dalam darah (bakterimia), infeksi
sistemik/sepsis dengan atau tanpa demam pada pasien HIV % AIDS
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pelaksanaan spesimen darah dilakukan oleh teknis laboratorium yang terlatih di
PENANGGUNG bidang biakan dan dalam melakukan karakterisasi mikroba penyebab infeksi
JAWAB sistemik atau demam, lulusan sekolah Menengah analis Kesehatan, Akademik
Analis Kesehatan, di bawah pengawasan / penanggung jawab seorang dokter ahli
Mikrobiologi Klinik atau dokter yang terlatih
URAIAN ILMIAH Ketika mikroba dapat mengatasi mekanisme pertahanan hospes yang normal dan
masuk dalam aliran darah melalui sistim limfe atau dari tempat ekstravaskuler,
maka mikroba tersebut dengan cepat menyebar keseluruh tubuh, menyebabkan
penyakit yang berat. Karena metode kultur sangan sensitif, maka prosedur harus
dikontrol secara hari-hari mulai tahap preanalitik (koleksi), untuk menghindari
misinterpretasi adanya suatu mikroorganisme komensal di kulit sebagai
penyebab infeksi. Volume darah yang adekuat merupakan satu faktor penting
dalam laboratorium untuk deteksi mikroorganisme yang ada dalam aliran darah;
makin banyak dilakukan kultur darah, tampaknya semakin mungkin
mendapatkan kultur positif.
ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan
PROSEDUR Persiapan Pasien :
1. tidak perlu puasa
2. sedapat mungkin koleksi darah dilakukan sebelum pemberian antimikroba
3. hindari oengambilan darah melalui intravenous line

Jenis Spesimen : Darah


Bahan pemeriksaan berupa darah diambil secara benar untuk menghindari
kontaminasi oleh mikroorganisme yang mengkolonisasi daerah di sekitar lokasi
pengambilan bahan pemeriksaan.

Pengambilan Spesimen :
1. Waktu Pengambilan Spesimen:
Spesimen darah sebaiknya diambil sebelum pemberian antibiotik.
PEMERIKSAAN SPESIMEN DARAH PADA
PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/6
Meskipun kultur darah dilakukan sebelum atau selama puncak demam
merupakan saat optimal untuk mendapatkan mikroorganisme, tetapi volume
darah lebih penting daripada waktu dalam deteksi penyebab bakteremia.
Ketika kondisi sepsis akut atau lainya (osteomielitis, meningitis, pneumonia,
atau pielonefritis) membutuhkan pemberian terapi antimikroba segera, maka
dapatkan dua kultur darah dengan volume maksimum berturutan dari tempat
anatomi uang berbeda sebelum terapi dimulai.
Untuk demam yang tidak diketahui penyebabnya, endokarditis bakterial
subakut, atau bakteremia atau fungemia terus-menerus lainya, maka dapatkan
maksimum tiga kultur darah dengan volume maksimum
Saat yang tepat untuk mendapatkan kultur darah dari pasien dengan terapi
antimikroba adalah darah diambil saat konsentrasi antimikroba terendah.

2. Volume Spesimen
Kultur Volume
Bakteri aerob
Anak 1-5 ml tiap pungsi vena
Dewasa 10-20 ml tiap pungsi vena
Bakteri anaerob
Anak 1-5 ml tiap pungsi vena
Dewasa 10-20 ml tiap pungsi vena

3. Teknik Pengambila Spesimen


A. Antisepsis kulit dan pungsi vena
- Pada tempat yang akan diambil darah dibersihkan dengan
etilalkohol 70%, mulai dari tengah, dibersihkan ke bagian luar
dengan solusi povidone-iodone 10% sekitar 1 menit.
- Biarkan tempat tersebut kering
- Jangan tempat lagi bagian yang akan diambil
B. Disienfeksi botol perbenihan darah
- Lewatkan mulut botol di atas api beberapa kali sebelum sampel
darah dimasukan
- Untuk botol Bactec/Bact alert, disinfeksi tutup karet botol
C. Pungsi vena
- Ambil darah vena
- Masukan kedalam botol perbenihan darah
- Campur dengan baik untuk mencegah pembekuan

4. Cara Penampungan Spesimen:


Darah ditampung dalam botol perbenihan darah bertutup alur yang steril atau
botol Bactec/Bact alert.
Perbandingan darah dan media adalah 1:10
PEMERIKSAAN SPESIMEN DARAH PADA
PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/6
Pengiriman dan Penyimpanan
Pengiriman :
Spesimen darah harus segeran dikirim ke laboratorium mikrobiologi klinik dalam
botol perbenihan darah atau botol Bectec/Bact alert. Waktu pengambilan spesimen
darah harus dicatat di botol perbenihan darah atau Bactec/Bact alert.
Botol kultur darah yang telah berisi spesimen darah tidak boleh dimasukkan kulkas
Pemyipanan:
Spesimen darah yang telah dimasukkan dalam botol perbenihan darah atau botol
Bactec/Bact alert dapat disimpan dalam suhu kamar sampai dilakukan pemrosesan,
maksimum selama 4 jam.

Kriteria penolakan spesimen


1. Botol kultur darah yang tidak berlabel → ditolak
2. Botol kultur darah yang retak ataupun pecah → tidak diproses
3. Botol kultur darah yang berlabel tidak ditolak, kecuali:
- Medium kadaluwarsa
- Volume atau jumlah botol kultur darah kurang
- Botol kultur diterima laboratorium > 12 jam setelah koleksi darah

Media & Reagensia:


Media & Regensia yang dipakai harus sudah terdaftar pada Departemen Kesehatan
RI.
Media
- Media harus mengandung antikoagulan (0,025-0,05% SPS)
- Media atau sistim untuk mengisolor kuman aerob/fakultatif anaerob atau
anearob
a. Medium cair
- BHI
- TSB
- Brucella
b. Medium padat
- Columbia agar
c. Sistim bifasik
d. Medium khusus untuk mengisolir kuman anaerob
- Thiglycollate
- Chopped Cooked Meat medium
e. Media identifikasi mikorba yang sesuai
f. Media untuk melakukan uji resistensi antimikroba

Reagensia
Reagensia untuk melakukan uji biokimia yang sesuai.
Cakram antibiotic yang dipakai untuk uji resistensi juga harus sudah terdaftar pada
Departement Kesehatan RI.
PEMERIKSAAN SPESIMEN DARAH PADA
PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 4/6
Alat :
Peralatan yang dibutuhkan adalah :
Berbagai alat keamanan dan keselamatan kerja petugas laboratorium:
1. Jas laboratorium
2. Masker
3. Sarung tangan
4. Face shield/goggles
5. Biosafety cabinet kelas II

Alat persiapan dan pemeriksaan:


1) Berbagai alat biakan mikrobilogi
2) Refrigerator terkalibrasi

Cara Kerja Pemeriksaan :


Pemeriksaan bakteri/jamur penyebab infeksi dalam darah (bakteremia) dilakukan
dengan cara biakan yang dilanjutkan dengan identifikasi menggunakan uji bikimia
dan uji kepekaan antibiotic

Keamanan
1. Saat bekerja dengan kultur darah, letakan botol kultur dalam biosafety
cabinet atau dibalik pelindung, atau masker wajah
2. Selalu gunakan sarung tangan, karena kultur darah berisi material dari
pasien yang mungkin mengandung pathogen yang ditularkan lewat darah
3. Gunakan alat transfer yang tanpa jarum atau jarum yang aman, dan jangan
menutup kembali tutup jarum tersebut.
4. Buanglah jarum dan semperit yang dipakai untuk pungsi ke dalam container
Kultur darah
1. Inkubasi kultur darah pada 35oC
2. Tiap hari dilihat ada tidaknya pertumbuhan (kultur positif) secara inspeksi
visual atau sistim otomatik, minimal selama 5 hari
3. Untuk inspeksi visual : perlu mengamati adanya hemolisis, turbiditas,
prosuksi gas, pembentukan pelikel, puffballs, dan clotting, yang
mengindikasikan adanya pertumbuhan mikroba.
4. Subkultur dilakukan hari I,II,V
5. Inkubasi sampai 28 hari bilamana suspek Brucellosis

Pemeriksaan Makroskopik Kultur Darah


Perhatian tiap botol untuk adanya pertumbuhan :
1. Lakukan subukltur pada 6-18 jam atau pada 72 jam pada media agar coklat.
Inkubasi dalam suasana CO2 pada suhu 35 oC selama 48 jam.
2. Tidak direkomendasikan melakukan subkultur untuk darah dengan inkubasi
secara abearob
3. Untuk sistim kultur darah bifasik:
Miringkan botol dengan hati – hati, sehingga cairan mengadakan kontak
dengan agat. Hal ini dilakukan 2x sehari untuk 2 hari pertama, dan
seterusnya dilakukan 1x sehari selama 5 hari.
PEMERIKSAAN SPESIMEN DARAH PADA
PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 5/6
4. Subkultur tidak perlu dilakukan pada kultur darah dengan sistim otomatik
(Bactec/Bact alert)
Metode Kultur untuk Kultur Darah yang Positif
- Buatlah sediaan dari kultur darah dan warnai Gram
- Periksa sediaan yang diwarnai Gram
- Lakukan subkultur pada media sesuai mikroorganisme yang Nampak pada
sediaan tersebut
- Lakukan identifikasi mikroba dengan uji biokimia berdasarkan hasil pewarnaan
Gram
- Lakukan uji kepekaan antimikroba

Identifikasi Bakteri / Jarum Penyebab Infeksi dalam Darah ( Bakteremia )


iksaan mikroba yang tumbuh
Uji Kepekaan Antibiotik
- Sesuai dengan protap uji kepekaan bakteri terhadap antibiotic

Pemeriksaan Spesimen darah untuk kultur jamur dapat dilihat pada bab pemeriksaan
jamur.
Pemeriksaan Spesimen Darah untuk Mycobacterium tuberculosis dapat dilihat pada
bab pemeriksaan Mycobacterium tuberculosis
Pemeriksaan Spesimen Darh untuk bekteri anaerob, dapat dilihat pada bab
Pemeriksaan Bakteri Anaerob

Interpretasi Hasil Kultur Darah


A. Laporan dari kultur positif biasanya berarti bahwa pasien dalam keadaan
bakterimia. Meskipun, mikroba kulit dapat menginfeksi kultur,
menyebabkan hasil yang positif palsu atau pseudobacteremia.
Penyebab lain pseudobacteremia:
- Jika organisme terlihat tetapi tidak dapat dikultur, organisme mati dapat
ditemukan dalam komponen medium dan menghasilkan sediaan positif
- Bacikkus atau bakteri lain dapat dijumpai pada sarung tangan yang
nonsteril dari si pengambil darah
- Kontaminasi alat dan supplies laboratorium yang digunakan dalam
kultur dapat mengkontaminasi specimen pasien
B. Dapat dijumpai adanya kultur campuran dan dihitung dalam jumlah yang
signifikan untuk bartermia. Waspadalah akan hal ini ketika memeriksa
sedian dan lempeng petri
C. Performans dan pelaran uji kepekaan antimikroba adalah kritikal untuk
perawatan pasien dan meningkatkan kesempatan terapi yang tepat dan
menyembuhkan.

Multipel
1. Sedikitnya jumlah organism mungkin tidak terdeteksi dalam interval
inkubasi dari kultur
2. Media yang digunakan mungkin tidak mensupport pertumbuhan beberapa
organism. Gunakan formulasi multiple akan mengingatkannya.
PEMERIKSAAN SPESIMEN DARAH PADA
PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 6/6
3. SPS mungkin menginhibisi pertumbuhan dan viabilitas organism
4. Penyakit lai dapat mirip dengan baketremia, karena adanya banyak
penyebab dari demam yang tidak diketahui.
5. Metabolism bakteri mungkin tidak memproduksi CO2 yang cukup untuk
deteksi dengan sistim otomatik
6. Ada sejumlah mikroorganisme fastidious yang menginfeksi darah yang
tidak dapat pada kultur darah rutin.

PEMANTAPAN Pemantapa Mutu Pemeriksaan Bakteri.Jamur Penyebab Infeksi dalam darah


MUTU melliputi:
PEMERIKSAAN 1) Uji sterilisasi medium
BAKTERI/JAMUR 2) Uji kualitas medium untuk menunjang pertumbuhan bakteri/jamur
PENYEBAB INFEKSI penyebab infeksi dalam darah
DALAM DARAH 3) Uji kesahihan/validitas reaksi biokimia dengan bakteri/jamur penyebab
infeksi dalam darah galur standar/”reference strain”
4) Uji kualitas pemawranaan Gram
5) Uji kesalinan / validitas suhu inkubator
PENCATATAN DAN Pencatatan
PELAPORAN - Specimen yang dikirim oleh UPIPI, IRJ dan IRNA RSUD Tarakan dicatat
dibuku pengiriman specimen
- Specimen yang diterima oleh laboratorium dicatat dalam buku penerimaan
specimen
- Hasil pemeriksaan laboratoriu dicatat dalam buku hasil pemeriksaan
laboratorium
Pelaporan
Hasil pemeriksaan laboratorium dilaporkan ke dokter yang mengirim
specimen/meminta pemeriksaan laboratorium.
- Lapran hasil pemeriksaan dengan perawatan Gram/ZN sesuai prosedur yang
berlaku
- Laporan hasil biakan dan identifikasi mirkoba
- Laporkan hasil uji resistensi antimiroba

PERLENGKAPAN Sarana pengeolah limbah infeksius padat dan cair :


PENUNJANG a. Sistim pemisahan limbah onfeksius dari non infeksius
b. Pengolah limbah padat
c. Pengolah limbah cair

Sarana penanggung kecelekaan kerja :


a. Penanganan tumpahan bahan infeksius
b. Penanganan kecelakaan kerja bagi petugas.
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN SPESIMEN TINJA PADA
PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/7
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Gastreonteritis dapat disebabkan oleh bakteri, parasit, atau virus. Karena begitu
luasnya pathogen penyebab dan kebutuhan dalam penghematan biaya, maka
masukan dari dokter yang merawat dan pedoman paktis dapat membantu
laboratorium untuk menentukan uji yang tepat untuk deteksi etiologi penyebab
diare.
TUJUAN Menentukan adanya penyebab infeksi pada saluran cerna atau tinja pada pasien
HIV & AIDS
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pemeriksaan specimen tinja dilakukan oleh teknisi laboratorium yang terlatih di
PENANGGUNG bidang biakan dan dalam melakukan karakterisasi mikroba penyebab infeksi
JAWAB saluran cerna/tinja, lulusan sekolah menengah analis kesehatan, akademik analis
kesehatan, dibawah pengawasan / penanggungjawab seorang dokter ahli
mikrobiologi klinik atau dokter yang terlatih
URAIAN ILMIAH Ketika kultur tinja rutin diminta, maka hanya bakteri penyebab diare yang paling
umum yang mungkin dideteksi (Salmonella spp, Shingella spp, dan
Compylobacter jejuni). Salmonella dan Shigella diseteksi dengan menggunakan
media diferensial dan selektif berdasarkan fermentasi laktosa dan produksi H2S.
karena beberapa batang Gram negative nonpatogenik ditemukan dalam tinja
normal juga memberikan reaksi yang sama dengan patogen enteric, skirining
biokimiawi dan aglutinasi perlu untuk indentifikasi. Patogen lain, seperti
Yersinia enterocolitica, Aeromonas spp, Plesiomonas shigelloides, Vibrio
cholera, dan Vibrio spp. Lainnya, termasuk Vibrio parahaemolyticus mungkin
terdeteksi dalam kultur rutin, tetapi kesempatan deteksi akan lebih baik bila
dokter menspesifikasi organism suspek.
ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan
PROSEDUR Persiapan Pasien:
1. Tidak perlu puasa
2. Sedapat mungkin koleksi tinja dilakukan sebelum pemberian antimikroba
3. Pasien melepaskan tinjanya ke dalam pan yang bersih dan kering atau
wadah special bermulut lebar di toilet

Jenis Spesimen
- Tinja
- Usap rectum
Bahan pemeriksaan berupa tinja/usap rectum diambil secara benar untuk
menghindari kontaminasi oleh mikroorganisme yang mengkolonisasi daerah di
sekitar lokasi oengambilan bahan pemeriksaan.
PEMERIKSAAN SPESIMEN TINJA PADA
PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/7
Pengambilan Spesimen:
1. Waktu pengambilan specimen
Specimen tinja/usap rectum sebaiknya diambil sebelum pemberian antibiotic
dan dilakukan pada fase akut diare (biasanya 5-7 hari) karena jumlah
patogen menurun seiring dengan waktu
Dapatkan dan kultur tinja segar dalam waktu 30 menit koleksi untuk isolasi
shigella spp, yang sngat fragil.

2. Volume specimen
Kultur Volume
Bateri aerob 5 ml atau 5g

3. Teknik pengambilan specimen


- Dilakukan secara aseptic
- Pasien melepaskan tinjanya ke dalam pan yang bersih dan kering atau
wadah special bermulut lebar di toilet
- Usap rectum dengan lidi kipas steril hamper 1 inci dari sphincter
anal, secara hati – hati rotasikan lidi kapas tersebut ke sampel kripta
anal, dan keluarakan lidi kapas tersebut. Masukan lidi kapas ke dalam
media transport.

4. Cara Penampungan Spesimen :


- Tinja ditampung dalam wadah (container) steril
- Usap rectum dimasukkan ke dalam media trasnpor Cary-Blair

Pengiriman dan Penyimpanan


Specimen tinja/usap rectum harus segera dikirim ke laboratorium mikrobiologi
klinik dalam wadah steril atau berisi media transport
Specimen dikirim menggunakan kotak tahan pecah dan dalam suasana dingin
(4oC)

Penyimpanan:
Specimen tinja/usap rectum yang telah dimasukkan dalam wadah steril atau berisi
media transport dapat disimpan dalam almari pendingin (4oC) maksimal 24 jam.
Kretiria Rejeksi :
1. Spesimen diperoleh dengan cara tidak aseptic
2. Spesimen ditampung dalam wadah (container) tidak steril
3. Spesimen ditampung dalam jumlah cukup
4. Spesimen dalam keadaan kering
5. Spesimen tidak dalam medium transport diterima > 2 jam setelah koleksi
6. Spesimen dalam medium transport terlambat lebih dari 3 hari pada 4oC
atau lebih dari 24 jam pada 25oC
7. Spesimen dengan indicator vial transport berubah menjadi warna kuning
8. Yinja dengan barium jangan diproses
9. Lebih dari 3 spesimen tinja dari pasien yang sama dalam masa 3 minggu
atau specimen multiple yang diterima dalam hari yang sama
PEMERIKSAAN SPESIMEN TINJA PADA
PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/7
Media & Reagensia :
Media & reagenia yang dipakai harus sudah terdaftar pada Departement
Kesehatan RI
Media
a. Cair ebrichment : Selenite F broth, APW
b. Agar diferensial : Mac Conkey, EMB
c. Agar selektif : SS agar, Bisnuth-Sulfiet agar, TCBS
d. Medium khusus untuk mengisolir kuman anaerob
- Thioglycollate
- Chopped Cooked Meat medium
e. Media identifikasi mikroba yang sesuai.
f. Media untuk melakukan uji resistensi antimikroba
Reagensia : reagensia untuk melakukan uji biokimia yang sesuai.
Cakram antibiotic yang dipakai untuk uji resistensi juga harus sudah terdaftar
pada Departemen Kesehatan RI.

Alat :
Peralatan yang dibutuhkan adalah :
Berbagai alat keamanan dan keselamatan kerja petugas laboratorium:
1. Jas laboratorium
2. Masker
3. Sarung tangan
4. Face shield / goggles
5. Biosafety cabinet kelas II
Alat persiapan dan pemeriksaan bahan :
1) Berbagai alat biakan mikrobiologi
2) Refrigerator terkalibrasi

Cara Kerja Pemeriksaan:


Pemeriksaan mikroba penyebab infeksi saluran cerna/tinja dilakukan dengan cara
biakan yang dilanjutkan dengan identifikasi menggunakan uji k=bikimia dan uji
kepekaan antibiotic
Pemeriksaan bakteriologi tinja ada 2 cara , yaitu :
1. Pemeriksaan cara langsung
2. Pemeriksaan cara tak langsung

Pemeriksaan Cara Langsung


Hari I
Spesimen langsung ditanam pada media diferensial yang berfungsi untuk
membedakan golongan kuman yang meragi laktosa dan tidak, dan media selektif
yang sekaligus berfungsi untuk isolasi kuman tertentu.
Inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam suasana aerob.

Hari II
Mellihat hasil pertemuan pada kedua media. Perhatikan sifat kolonim sifat
fermentasi terhadap laktosa atau sukrosa.
PEMERIKSAAN SPESIMEN TINJA PADA
PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 4/7
Lakukan pengecatan Gram, untuk mengarahkan pemeriksaan selanjutnya dan
pemilihan media. Bila batang Gram negative, tanam pada media agar miring
nutrient, yang berfungsi untuk isolasi dan sebagai stok pemeriksaan berikutnya.
Inkubasi pada suhu 37oC delama 24 jam suasana aerob.

Hari III
Melihat hasil pertumbuhan pada media agar miring nutrient, kemudian lakukan
penanaman pada media.

Triple Sugar Iron (TSI):


Tujuan : untuk melihat kemampuan kuman untuk memfermen-tasi glukosa,
laktosa, sukrosa menjadi indol dari asam amino, bergerak aktif.

Merhyl Red :
Tujuan : untuk melihat kuman untuk memproduksi asam

Voges-Proskaur :
Tujuan : untuk melihat kemampuan kuman dalam membentuk asetil metik
karbionol dalam media glukosa fosfat.

Simmon’s Citrate :
Tujuan : untuk melihat kemampuan kuman untuk memakai sitrat sebagai sumber
hidrat arang.

Urea :
Tujuan : untuk melihat kemampuan kuman untuk membentuk amonia dari yrea
dengan bantuan enzim urease yang akan mengubah biakan menjadi berwarna
merah jambu

Motility:
Tujuan : melihat pergerakan kuman
Semua media diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam dalam suasana aerob

HARI IV
Melihat hasil dari te TSI, IMViC, Urea dan Motility
Hasil positif ditandai dengan :
TSI : lihat tebel terlampir
Indol : terbentuk cincin merah pada permukaan media biakan setelah penambahan
reagen Kovac
Simmon’s Citrate : terbentuk warna biru tua pada media
Urea : terjadi perubahan warna pada media menjadi merah jambu
Motility : tampak adanya bentukan yang mirip kabut kemerahan

HARI V
Melakukan tes Voges-Proskauer
Hasil positif : bila berbentuk warna merah dalam waktu 15 menit setelah
penambahan alpha naphtol 5% 0,6 ml dan KOH 40% 0,2 ml
PEMERIKSAAN SPESIMEN TINJA PADA
PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 5/7
Dari data – data di atas bila hasilnya menjurus ke arah Salmonella dan Shigella,
maka perlu dilakukan tes aglutinasi dengan menggunakan entisera monovalen.

HARI VII
Melakukan tes Methyl Red
Hasil positif : terbentuk warna merah yang nyata setelah penambahan larutan
Methyl Red

CATATAN :
bila berdasarkan klinis kita curiga ke kuman Vibrio, maka pada hari I selain
ditanam pada media diferensial dan selektif, juga ditanam pada Alkali Pepton
Water. Sesudah inkubasi, dilanjutkan ditanam pada media agar miring nutrien.
Kemudian dilakukan tes-tes biokimia seperti biasa dan uji oksidase.

Pemeriksaan Cara Tak Langsung


Hari I
Melakukan penanaman pada media enrichment (selenite F Broth ) dan inkubasi
pada suhu 37oC selama 24 jam dalam suasana aerob
Tujuan penanaman pada media ini adalah untuk memperbanyak kuman
Salmonella yng ada dalam tinja, terutama dari penderita yang sudah diobati atau
kerier.

Hari II
Dari media erichment selanjutnya dilakukan penanaman pada media diferensial
dan selektif, inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam dalam suasana aerob.
Untuk pemeriksaan selanjutnua sama dengan pemeriksaan cara langsung.

Identifikasi Mikroorganisme Penyebab Infeksi dalam Tinja/Usap Rektum


- Sesuai dengan protap pemeriksaan mikroba yang tumbuh
Uji Kepekaan Antibiotik
- Sesuai dengan protap uji kepekaan bakteri terhadap antibiotik

Pemeriksaan Spesimen Tinja untuk Kultur Jamur dapat dilihat pada bab
Pemeriksaan Jamur.
Pemerikasan Spesimen Tinja untuk Myocacterium tuberculosis dapat dilihat pada
bab Pemeriksaan Mycobacterium tuberculosis.

Pemeriksaan Spesimen Tinja untuk bakteri anaerob, dapat dilihat pada bab
Pemeriksaan Bakteri Anaerob

Interpretasi Hasil Kultur Tunja/Usao Rektum


A. Isolasi patogen tinja mungkin tidak mengidentifikasikan penyebab penyakit.
Contoh : Salmonella ada pada status kareir, tanpa penyakit, dan Plesiomonas
adalah suatu patogen yang masih dipertanyakan.
B. Isolasi sebuah organisme yang toksinya bertanggung jawab untuk penyakit
mungkin tidak terindikasi bahwa organisme tersebut diproduksi pada pasien.
PEMERIKSAAN SPESIMEN TINJA PADA
PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 6/7
LIMITAS
I. Karena media yang di gunakan sangan selektif, beberapa patogen yang
seharusnya tumbuh mungkin terhambat pertumbuhannya. Makin banyak
media yang diinokulasi, tampaknya makin banyak patogen yang dapat
diisolasi
II. Penggunaan media entichment akan mendeteksi patogen lebih banyakm
tetapi biaya lebih mahal dan membutuhkan waktu lebih lama.
III. Tenpa permintaan yang khusus untuk Vibrio atau Yersinia, mungkin
medium selektif tidak diinokulasi dan mungkin patogen ini dapat atau tidak
dapat terdeteksi pada kultur
IV. Patogen yang ada dalam jumlah sedikit mungkin tidak terdeteksi.
Pemeriksaan dua spesimen yang terpisah dapat meningkatkan kemungkinan
deteksinya
V. Banyak escherichia coli patogen sulit diseteksi, karena tidak ada medium
untuuk seleksinya.
VI. Agen yang menyebabkan penyakit diare pada pasien mungkin belum dikenai
sebagai patogen tinja dan akan menyebabkan tidak terdeteksi
VII. Dokter harus menyadari ada agen lain, seperti virus dan parasit, yang
dapat menyebabkan penyakit.
PEMANTAPAN Pemantapa Mutu Pemeriksaan Bakteri Jamur Penyebab Infeksi dalam
MUTU darah meliputi:
PEMERIKSAAN 1) Uji sterilisasi medium
BAKTERI/JAMUR 2) Uji kualitas medium untuk menunjang pertumbuhan bakteri/jamur
PENYEBAB INFEKSI penyebab infeksi dalam darah
DALAM DARAH
3) Uji kesahihan/validitas reaksi biokimia dengan bakteri/jamur
penyebab infeksi dalam darah galur standar/”reference strain”
4) Uji kualitas pemawranaan Gram
5) Uji kesalinan / validitas suhu inkubator
PENCATATAN DAN Pencatatan
PELAPORAN - Specimen yang dikirim oleh UPIPI, IRJ dan IRNA RSUD Tarakan
dicatat dibuku pengiriman specimen
- Specimen yang diterima oleh laboratorium dicatat dalam buku
penerimaan specimen
- Hasil pemeriksaan laboratoriu dicatat dalam buku hasil pemeriksaan
laboratorium
Pelaporan
Hasil pemeriksaan laboratorium dilaporkan ke dokter yang mengirim
specimen/meminta pemeriksaan laboratorium.
- Lapran hasil pemeriksaan dengan perawatan Gram/ZN sesuai
prosedur yang berlaku
- Laporan hasil biakan dan identifikasi mirkoba
nsi antimiroba
PEMERIKSAAN SPESIMEN TINJA PADA
PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 7/7
PERLENGKAPAN Sarana pengeolah limbah infeksius padat dan cair :
PENUNJANG a. Sistim pemisahan limbah onfeksius dari non infeksius
b. Pengolah limbah padat
c. Pengolah limbah cair

Sarana penanggung kecelekaan kerja :


a. Penanganan tumpahan bahan infeksius
b. Penanganan kecelakaan kerja bagi petugas.
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN SPESIMEN PUS, ASPIRAT &
JARINGAN PADA PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/7
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Karena banyaknya mikroorganisme yang berhubungan dengan penyekit infeksi
pada kulit dan jaringan, maka prosedur pemeriksaan harus ditunjukan pada
mikroba yang sering diisolasi dari luka infeksi dan infeksi jaringan
TUJUAN Pemeriksaan spesimen pus, aspirat dan jaringan bertujuan untuk :
- Menentukan adanya penyebab infeksi pada kulit dan jaringan lunak pada
pasien HIV & AIDS
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pemeriksaan spesimen pus dilakukan oleh teknisi laboratorium yang terlatih di
PENANGGUNG bidang biakan dan dalam melakukan karakterisasi mikroba penyebab infeksi
JAWAB kulit dan jaringan, lulusan sekolah menengah analis kesehatan, akademik analis
kesehatan, dibawah pengawasan / penanggungjawab seorang dokter ahli
mikrobiologi klinik atau dokter yang terlatih
URAIAN ILMIAH Penyebab primer dari infeksi kulit dan jaringan adalah Staphylcococcus aureus,
Pseudomonas aeruginosa, anggota Enterobacteriacceae, Streptoccoccus beta
heamolyticus, dan berbagai anearob. Pada spesimen yang dikoleksi secara tepat,
adanya satu dari organisme tersebut mungkin merupakan indikasi akan
kebutuhan terpi animikroba. Karena infeksi luka dapat polimikrobik, terapi
mungkin diawali dengan kebutuhan akan antimikroba pada semua isolat.
Jaringan dan aspirat dapat diterima untuk kultur anearobik. Perlu ditekankan
bahwa kultur anaerobik, asalkan jaringan dan aspirat dikirim dalam konsidi
transpor anaerobik
ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan
PROSEDUR Persiapan Pasien:
1. Tidak perlu puasa
2. Sedapat mungkin koleksi pus, aspirat dan jaringan dilakukan sebelum
pemberian antimikroba

Jenis Spesimen
- Pus
- Aspirat
- Jaringan / biopsy / FNA
- Swab

Bahan pemeriksaan berupa pus, aspirat dan jaringan diambil secara benar untuk
menghindari kontaminasi oleh mikroorganisme yang mengkolonisasi daerah di
sekitar lokasi oengambilan bahan pemeriksaan.
PEMERIKSAAN SPESIMEN PUS, ASPIRAT &
JARINGAN PADA PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/7
Pengambilan Spesimen:
1. Waktu pengambilan specimen
Specimen pus, aspirat dan jaringan sebaiknya diambil sebelum pemberian
antibiotic.
Hanya dari luka yang secara klinis terinfeksi atau memburuk atau gagal
untuk sembuh dalam waktu lama.

2. Volume specimen
Kultur Volume
Bateri aerob -
Jamur -
Myocobacteria -

3. Teknik pengambilan spesimen


A. Umum
1. Bersihkan kulit atau permukaan mukosa
a. Untuk luka tertutup dan aspirat, disinfeksi koleksi untuk kultur
darah dengan alcohol 70% diikuti dengan solusi povidone-
iodine 10%. Simhkirkan iodine dengan alcohol sebelum
koleksi specimen.
b. Untuk luka terbuka, lakukan debridement jika cocok, dan
langsung bilas dengan saline steril sebelum koleksi.
2. Spesimen jaringan terinfeksi yang hidup, lebih baik dari pada
dibrissuperfisial.
3. Hindari koleksi dengan swab, bila sampel aspirat dan biopsy dapat
diperoleh.
B. Koleksi Spesimen setelah disinfeksi yang tepat
1. Bila speseimen diambil dari jaringan lunak uang tertutup (abses
tertutup)
a. Bahan specimen berupa pus diambil dengan cara aspirasi
menggunakan semperit steril. Untuk pemeriksaan kultur
anaerob jarum semperit harus ditutup karet bekas tutup vial
obat untuk menghindari kontak dengan oksigen luar
b. Beri lebel identitas penderita secara lengkap dan waktu
pengambilan
c. Kirim segenra ke laboratorium disertai dormulir pemeriksaan
2. Bila spesiemen diambil dari luka terbuka, abses yang penuh, luka
bakar :
a. Lakukan pembersihan pus atau jaringan nekrotik yang
menutup permukaan luka
b. Pus/sksudat diambil dari dasar luka dengan swab steril yang
dibasahi lebih dahulu dengan media cair (broth)
c. Swab harsu segera dimasukan kedalam media transport
Status atau Amies
d. Beri leber idenstitas penderita secara lengkap dan waktu
pengambilan
e. Kirim segera kelaboratorium disertai formulir pemeriksaan
PEMERIKSAAN SPESIMEN PUS, ASPIRAT &
JARINGAN PADA PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/7
3. FNA
a. Masukan jarum ke dalam jaringan, gunakan berbagai arah,
jika memungkinkan
b. Bila volume aspirat banyak, lepaslam jarum dan pasangkan
Lure-Lok pada semprit.
c. Jika volume kecil, aspirasi specimen ke dalam tabung
mikrosenstrifus steril yang berisi medium cair
4. Spesimen jaringan dan biopsy
a. Koleksi jaringan yang cukup, hindari area nekrotik, koleksi
3-4 mm sampel biopsy
b. Taruh potongan besar jaringan dalam container steril
5. Koleksi swab hanya jika tidak dapat memperoleh jaringan atau
asspirat.
a. Batasi penggunaan swab pada luka yang secara klinis
terinfeksi atau yang kronik dan tidak sembuh
b. Buang debris suprefisial dengan irigasi dan bersihkan dengan
saline steril nonbakteriostatik. Jika luka relative kering,
koleksi dengan dua swab kapas yangdibasahi dengan saline
steril
c. Putar swab pada permukaan luka sebanyak hamper lima kali,
difokuskan pada area yang ada pu atau jaringan inflamasi.
d. Jika diindikasikan kultur aerob dan anaerob, segera swab
masukan dalam tabung transport anaerobic.
4. Cara Penampungan Spesimen
a. Media transpor anaerobik untuk jaringan yang sedikit
b. Wadah steril untuk jaringan yang besar dengan salin non-bakteriostatik
pada kasa untuk mempertahankan kelembaban.
c. Semperit
1. Keluaran udara dari semperit, lepaskan jarum dan hubungkan
dengan Luer-Lok steril.
2. Alternatif, tempatkan isi aspirat dalam tabung koleksi darah steril
tanpa antikoagulan (misal vacutainer atau sejenis)
d. Medium kultur cair dalam tabung mikrosentrifus steril untuk FNA.
Tabung ini ideal untuk tipe spesimen, karena spesimeen mudah terlihat
dan dapat dicindang dengan batang gelas dalam laboratorium bila
diperlukan
e. Swab (idealnya, dapatkan dua swab, satu untuk pewarnaan Gram dan
satu untuk kultur) dalam sistim trasport dengan medium Stuart atau
Amies untuk mengawetkan spesimen dan menetralisir efek
penghambatan dari swab.
PEMERIKSAAN SPESIMEN PUS, ASPIRAT &
JARINGAN PADA PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 4/7
Pengiriman dan Penyimpanan
Pengiriman :
Spesimen aspirat dan jaringan harus segera dikirim ke laboratoium mikrobiologi
klinik dalam waktu 30 menit untuk mendapatkan agen penyebab paling baik.
a. Pertahanan kelembaban jaringan untuk menjaga vibilitas organism
b. Jangan dinginkan atau inkubasi sebelum atau selama transport. Jika ada
keterlambatan, simpan sampel pada suhu kamar, karena pada suhu rendah
sepertinya lebih banyak oksigen yang larut, yang merusak suasana
anaerob

Penyimpanan :
Wadah (kontainer) yang telah berisi specimen pus, aspirat, atau jaringan dapat
disimpan pada suhu kamar dalam waktu 30 menit sebelum dikerjakan.

Kriteria Rejeksi
1. Jangan diterima specimen untuk analisis mikrobiologikal dalam container
dengan formalin
2. Bila didapatkan sejumlah sel epitel squamous pada pewarnaan Gram,
terutama dari spesimen swab, mintalah sebuah rekoleksi jika ada bukti
infeksi.
3. Tolak swab yang terlambat dalam transit lebih dari 1 jam bila spesimen
tidak dalam sistim transport.
4. Untuk permintaan yang multiple (BTA, jarum, bakteri dan virus) tetapi
jumlah spesimen sedikit, kontak dokter untuk menentukan pemeriksaan
mana yang lebih penting dan tolak yang lain sebagai, kuantitas tidak
cukup”

Media & Reagensia :


Media & Reagensia yang dipakai harus sudah terdaftar pada Departemen
Kesehatan RI.

Media :
a. Agar darah
b. Agar coklat
c. Medium diferensial : Mac conkey atau EMB
d. Medium Thayer Martin atau sejenis
e. Medium kultur anaerob
f. Media identifikasi mikroba yang sesuai
g. Media untuk melakukan uji resistensi antimikroba

Reagensia :
Reagensia untuk melakukan pewarnaan Gram dan uji biokimia yang sesuai.
Cakrain antibiotic yang dipakai untuk uji resistensi juga harus sudah terdaftar
pada.
PEMERIKSAAN SPESIMEN PUS, ASPIRAT &
JARINGAN PADA PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 5/7
Alat :
Peralatan yang dibutuhkan adalah :
Bagian alat keamanan dan keselamatan kerja petugas laboratorium :
1. Jas leboratorium
2. Masker
3. Sarung tangan
4. Face Shield goggle
5. Biosafety cabinet kelas II

Alat persiapan dan pemeriksaan bahan :


1) Berbagai alat baikan mikrobiologi
2) Refrigerator terkalibrasi
3) Alat homogenizing jaringan

Cara Kerja Pemeriksaan:


Pemeriksaan mikroba penyebab infeksi kulit atau jaringan dilakukan dengan cara
baikan yang dilanujutkan dengan identifikasi menggunakan uji biokimia dan uji
kepekaan antibiotic.
A. Bilas spesimen diambil dengan semperit, maka harus ditanam segera pada
media agar darah, agar coklat dan agar Mac Conkey. Bila diduga jumlah
kumanya sedikit, maka dapat ditanam ke dalam media cair (broth) untuk
kultur aerob. Sedang kan untuk kultur anaerob harus ditanam pada media
anaerob Brucella agar yang ditambahkan darah domba 5% dan vitamin K
dan Hemin atau menggunakan media broth Thioglycollate ditambah
vitamin K dan Hemin.
B. Bila spesimen diambil dengan swab, maka harus diemulsikan ke dalam
0,5 ml media broth TSB atau burcelle mengunakan vortex mixer.
Emulasi spesimen dalam media broth tersebut ditanam pada media primer
untuk kultur aerob atau anaerobic

Inkubasi
Media yang sudah diinokulasi, diinkubasi pada 35-oC CO2, selama 24-28 jam .
Pemeriksaan Mikroskopik
a. Siapkan sediaan dengan menereskan 1 atau 2 tetes spesimen pada gelas
obyek yang sudah dibilas alcohol.
b. Biarkan mongering didalam Biosafety cabinet dan jaringan diratakan
c. Fiksasi dengan api
d. Warnailah dengan zat warna pewarnaan Gram
e. Interpretasikan pewarnaan Gram

Identifikasi Mikroorganisme Penyebab Infeksi Kulit atau Jaringan


- Sesuai dengan protap pemeriksaan mikroba yang tumbuh
PEMERIKSAAN SPESIMEN PUS, ASPIRAT &
JARINGAN PADA PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 6/7

PEMANTAPAN Uji Kepekaan Antibiotik


MUTU - Sesuai dengan protap uji kepekaan bakteri terhadap antibiotic
PEMERIKSAAN Pemeriksaan Spesimen pus, aspirat dan jaringan untuk Kultur Jamur dapat dilihat
BAKTERI/JAMUR pada bab Pemeriksaan Jamur.
PENYEBAB INFEKSI Pemeriksaan Spesimen pusm aspirat dan jaringan untuk Mycibacterium
DALAM DARAH tuberculosis dapat dilihat pada bab Pemeriksaan Mycobacterium tuberculosis.

Interpretasi Hasil Kultur Pus, aspirat dan jaringan


A. Hasil pemeriksaan yang berasal edari swab sering mengandung kuman
kolonisasi dan kuman flora normal kulit, sehingga hasil pemeriksaan
harus dibatasi hanya kuman yang sesuai dengan informasi klinis saja.
B. Hasil kultur yangterdiri dari kuman campuran (lebih dari 34 kuman)
menunjukkan kuman kontaminasi atau kolonisasi.

LIMITASI
A. Ahli mikrobiologi memegang peran kritikal dalam terapi infeksi luka,
Karen klinis sering menganggap berdasarkan laporan laboratorium
sebagai penyebab infeksi yang definitive. Penyajian identifikasi dan hasil
kepekaan yang tidak tepat dapat menyebabkan pemberian terapi segera
yang tidak perlu.
B. Adanya PMN merupakan indikasi suatu proses inflamator atau infeksius,
sementara adanya sel epitel mengindikasikan kontaminasi permukaan
dari spesimen. Spesimen yang berisi banyak sel spitel menyebabkan
akurasi hasil kultur dipertanyakan dalam diagnosis proses infeksius, dapat
berakibat ditolaknya spesimen untuk kultur
C. Jumlah organism yang sedikit atau organismen fasitidious yang sulit
tumbuh pada penanaman lempeng petri lengsung, mungkin akan tidak
didapatkan dalam kultur.

Pemantapa Mutu Pemeriksaan Bakteri Jamur Penyebab Infeksi dalam


darah meliputi:
1) Uji sterilisasi medium
2) Uji kualitas medium untuk menunjang pertumbuhan bakteri/jamur
penyebab infeksi dalam darah
3) Uji kesahihan/validitas reaksi biokimia dengan bakteri/jamur
penyebab infeksi dalam darah galur standar/”reference strain”
4) Uji kualitas pemawranaan Gram
5) Uji kesalinan / validitas suhu inkubator
PEMERIKSAAN SPESIMEN PUS, ASPIRAT &
JARINGAN PADA PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 7/7

PENCATATAN DAN Pencatatan


PELAPORAN - Specimen yang dikirim oleh UPIPI, IRJ dan IRNA RSUD Tarakan
dicatat dibuku pengiriman specimen
- Specimen yang diterima oleh laboratorium dicatat dalam buku
penerimaan specimen
- Hasil pemeriksaan laboratoriu dicatat dalam buku hasil pemeriksaan
laboratorium
Pelaporan
Hasil pemeriksaan laboratorium dilaporkan ke dokter yang mengirim
specimen/meminta pemeriksaan laboratorium.
- Pewarnaan Gram : laporkan hapusan sesuai prosedur yang berlaku
sesegera mungkin, biasanya dalam 1 jam untuk spesimen yang berasal
dari tempat kritis.
- Laporkan semua kultur negative sebagai “Tidak ada pertumbuhan
dalam 5 hari sampai 6-8 minggu” (tergantung jenis pemeriksaan yang
diminta)
- Laporkan organism yang memang diketahui selalu patogenik
- Umumnya, tidak dilakukan uji kepekaan antimikroba pada
mikroorganisme yang tidak dominan dalam kultur campuran, atau
mikrobiota kulit atau jika kultur tidak menunjukkan adanya bukti
proses infeksius. Buatlah perkecualian dalam kebijakan umum bila
ada permintaan dari klinis yang merawat pasien atau untuk tujuan
pengendalian infeksi.
PERLENGKAPAN Sarana pengeolah limbah infeksius padat dan cair :
PENUNJANG 1. Sistim pemisahan limbah onfeksius dari non infeksius
2. Pengolah limbah padat
3. Pengolah limbah cair

Sarana penanggung kecelekaan kerja :


a. Penanganan tumpahan bahan infeksius
b. Penanganan kecelakaan kerja bagi petugas.
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN SPESIMEN SEREBROSPINAL
PADA PASEIN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/6
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM HIV Tanggal Ditetapkan
& AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Meningitis bacterial merupakan hasil infeksi mikroba pada selaput otak
(meningens) Identifikasi dari penyebab infeksi adalah fungsi terpenting
laboratorium mikrobiologi diagnostic, karena meningitis akurat adalah
mengancam hidup seseorang.
TUJUAN Menentukan adanya penyebab infeksi pada susunan saraf pusat / cairan
serebrospinal pada pasien HIV & AIDS
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pemeriksaan spesimen pus dilakukan oleh teknisi laboratorium yang terlatih di
PENANGGUNG JAWAB bidang biakan dan dalam melakukan karakterisasi mikroba penyebab infeksi
kulit dan jaringan, lulusan sekolah menengah analis kesehatan, akademik analis
kesehatan, dibawah pengawasan / penanggungjawab seorang dokter ahli
mikrobiologi klinik atau dokter yang terlatih
URAIAN ILMIAH Meningitis akuta adalah suatu infeksi yang sangat serius. Cairan serebrospinal
dari seorang penderita yang diduga meningitis adalah spesimen darurat, yang
butuh segera diproses untuk menentukan kuman penyebabnya. Hasil positif yang
didapat, baik pada sediaan Gram ataupun kultur harus segera dilaporkan pada
dokter yang merawat.
Karena jumlah organism dalam cairan serebrospinal ≤ 103 CFU/ml, maka
konsentrasi pewarnaan Gram dengan sitosentrifugasi adalah penting untuk
diagnosis cepat. Konsentrasi dengan menggunakan sitospin dapan meningkatkan
lebih dari 100 kali dibandingkan dengan cairan tanpa sentrifugasi dan dengan
sentrifugasi konvensional.
Konsentrasi untuk kultur tidak perlu, asalkan inokulum lempeng petri cukup
untuk menditeksi jumlah organism yang biasanya sedikit.
ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan
PROSEDUR Persiapan pasien :
1. Tidak perlu puasa
2. Sedapat mungkin koleksi cairan serebrospinal dilakukan sebelum
pemberian antimikroba

Janis Spesimen : Cairan Serebrospinal


Bahan pemeriknsaan berupa cairan serebrospinal diambil secara benar untuk
menghindari kontaminasi oleh mikroorganisme yang mengkolonisasi daerah di
sekitar lokasi pengambilan bahan pemeriksaan
PEMERIKSAAN SPESIMEN
SEREBROSPINAL PADA PASEIN HIV &
AIDS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/6
Pengambilan Spesimen :
1. Waktu pengambilan spesimen :
Spesimen caoran serebrospinal sebaiknya diambil sebelum pemberian
antibiotic.

2. Volume Spesimen
Kultur Volume
Bakteri 1 ml
Jamur 2 ml
Mycobacteria 2 ml
Bakteri anaerob 1-2 ml

3. Teknik Pengambilan Spesimen:


1. Cairan serebrospinal diambil dengan cara pungsi lumbal
a. Cairan serebrospinal diambil secara aseptis
b. Masukan cairan serebrospinal tersebut kedalam tabung steril
c. Sediakan paling sedikt 3 tabung terpisah, sehingga cairan
serebrospinal dapat dianalisa dalam hal kimiawi, hematologi dan
mikrobiologi.
d. Mintalah tabung ke 2 atau yang paling keruh untuk pemeriksaan
mikrobiologi
e. Mintalah volume cairan yang cukup. Dianjurkan :
1. 1 ml untuk kultur bakteri
2. 2 ml untuk kultur jamur
3. 2 ml untuk kultur mikrobakteria
4. 2 ml untuk kultur anaerob
f. Bila menggunakan botol bactec/bact alert, maka lakukan disinfeksi
tutup karet botol sebelum memasukan spesimen kedalamnya.
2. Bahan dari abses otak
a. Lakukan aspirasi bahan
b. Masukan bahan aspirasi ke dalam tabung anaerob. Cara lain :
spesimen tetap di dalam semperit (collection syringe) seperti untuk
pemeriksaan anaerob yang lain. Segera kirim bahan ke laboratorium
c. Bila menggunakan botol bactec/bact alert, maka lakukan disinfeksi
tutup karet botol sebelum memasukan spesimen ke dalamnya.

4. Cara Penempungan Spesimen:


Cairan serebrospinal ditampung dalam botol perbenihan tertutup alur
yang steril atau botol Bactec/Bact alert.
PEMERIKSAAN SPESIMEN
SEREBROSPINAL PADA PASEIN HIV &
AIDS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/6
Pengiriman dan Penyimpanan
Pengiriman :
Spesimen cairan serebrospinal harus segera dikirim ke laboratorium mikrobiologi
klinik dalam botol perbenihan atau botol Bactec/Bact alert. Waktu pengambilan
spesimen cairan serebrospinal harus dicatat di botol perbenihan atau botol
Bactec/Bact alert/
Botol kultur yang telah berisi spesimen cairan serebrospinal tidak boleh
dimasukan kulkas.

Penyimpanan :
Spesimen cairan serebrospinal yang telah dimasukan dalam tabung/botol
perbenihan atau botol Bactec/Bact alert harus segera dikirim ke laboratorium
untuk diproses

Criteria Rejeksi
1. Untuk prioritas permintaan, hubungi dokter jika jumlah volume spesimen
kurang.
2. Spesimen dalam waduh yang bocor harus diproses, tetapi dengan
memberitahukan kemungkinan adanya kontaminasi pada dokter.
3. Tidak direkomendasikan untuk uji antigen langsung

Media & Regensia :


Media & Regensia yang dipakai harus sudah terdaftar pada Departemen
Kesehatan RI.

Media
a. Agar darah
b. Agar coklat
c. Medium cair (broth): BHI atau TSB
d. Medium khusus untuk mengisolir kuman anaerob
- Thioglycollate
- Chopped Cooked Meat medium
e. Media identifikasi mikroba yang sesuai
f. Media untuk melakukan uji resistensi antimikroba

Reagensia
Reagensia untuk melakukan uji biokimia yang sesuai.
Cakram antibiotic yang dipakai untuk uji resistensi juga harus sudah terdaftar
pada Departemen Kesehatan RI.
PEMERIKSAAN SPESIMEN
SEREBROSPINAL PADA PASEIN HIV &
AIDS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 4/6
Alat:
Peralatan yang dibutuhkan adalah :
Berbagai alat keamanan dan keselamatan kerja petugas laboratorium:
1. Jas laboratorium
2. Masker
3. Sarung tangan
4. Face shield/goggles
5. Biosafety cabinet kelas II

Alat persiapan dan pemeriksaan bahan


1. Berbagai alat biakan mikrobilogi
2. Refrigerator terkalibrasi
3. Sitosentrifus
4. Pipet Pasteur steril

Cara Kerja Pemeriksaan :


Pemeriksaan bakteri/jamur penyebab infeksi dalam cairan serebrospinal
dilakukan dengan cara biakan yang dilanjutkan dengan identifikasi menggunakan
uji biokimia dan uji kepekaan antibiotic.
Inokulasi :
1. Spesimen diproses segera setelah diterima
2. Cocokkan nama pasien pada lebel dan surat permintaan pemeriksaan
3. Catat :
a. Volume cairan serebrospinal
b. Tampilan makroskopis cairan serebrospinal, seperti jernihm berdarah,
berkabut, xanthochromic
4. Inokulasi pada media
a. Dengan menggunakan pipet steril, aspirasi cairan dari dasar tabung
koleksi
b. Teteskan 2 atau 3 tetes pada masing – masing media agar darah dan
media agar coklat. Lakukan goresan pada media tersebut dengan
menggunakan sengkelit terpisah.
c. Spesimen disentrifus, bila tersedia volume > 1 ml
1. Bila volume cairan > 1 ml, sentrifus 1.500 -3.000 g selama 20
menit. Lebih dipilih kecepatan yang lebih tinggi mengendapkan
bakteri.
2. Bila volume yang diterima ≤ 1 ml, lakukan vortex
d. Biarkan sentrifus berhenti sendiri, jangan dipaksa berhenti (brake)
e. Supernatal diaspirasi dengan pipet steril, tinggalkan sekitar 0,5 – 1,0
ml cairan dalam tabung spesimen. Simpan supernatant untuk
pemeriksaan tambahan. Simpan selam 1 minggu.
f. Sedimen divortex selama paling 30 detik untuk mencampur kembali
pellet. Ini merupakan tahap yang kritis. Jangan mencapur kembali
menggunakan pipet, karena bakteri dan sel – sel dapat tetap melekat
pada dinding tabung dan menyebabkan hasil negative palsu.
PEMERIKSAAN SPESIMEN SEREBROSPINAL
PADA PASEIN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 5/6
Pemeriksaan Kultur Cairan Serebrospinal:
1. Amati semua media agar dan broth terhadap adanya bukti-bukti
pertumbuhan secara makroskopis dalam 24 jam
2. Bila tidak terlihat adanya pertumbuhan pada media biakan, inkubasi
dilanjutkan
a. Baca lempeng agar secara aerobik setiap hari selama 4 hari
b. Jika pewarnaan Gram positif dan tidak ada pertumbuhan pada
lempeng agar atau diminta kultur jamur, pertahanan semua lempeng
agar selama paling sedikit 1 minggu.
c. Amati media cair setiap hari selama 4 hari dan pertahankan sampai 7
hari sebelum dibuang
3. Biakan yang positif (ada pertumbuhan)
a. Laporkan ke dokter yang merawat tentang adanya kultur yang positif
b. Buat sediaan Gram dari broth yang positif
c. Lakukan semikuantitasi pada lempeng agar yang psoitif
d. Buat sediaan Gram untuk setiap morfologi koloni yang berbeda
e. Lakukan identifikasi semua bakteri yang ditemukan
Identifikasi Mikroorganisme Penyebab Infeksi Dalam Cairan Serebrospinal
- Sesuai dengan protap pemeriksaan mikroba yang tumbuh
- Lakukan identifikasi semua isolat cairan serebrospinal, bila tidak ada
permintaan khusus dari dokter yang merawat
- Tidak perlu lakukan indentifikasi lengkap, bila isolat merupakan kontaminan
lempeng atau isolat adalah Staphylococcus koagulase negatif yang diisolasi
hanya dari media cair (broth)
Uji Kepekaan Antibiotik
- Sesuai dengan protap uji kepekaan bakteri terhadap antibiotik
- Untuk Haemophilus influenza dan Neisseria spp, lakukan uji beta laktamse
- Untuk mikroba lain, lakukan uji kepekaan seperti biasa

Pemeriksaan Spesimen Cairan Serebrospinal untuk kultur Jamur dapat dilihat


pada bab Pemeriksaan Jamur
Pemeriksaan Spesimen Cairan Serebrospinal untuk Mycobacterium tuberculosis
dapat dilihat pada bab Pemeriksaan Mycobacterium tuberculosis.
Pemeriksaan Spesimen Cairan Serebrospinal untuk bakteri anaerob, dapat dilihat
pada bab Pemeriksaan Bakteri Anaerob.

Interpretasi Hasil Kultur Cairan Serebrospinal


A. Biasanya kultur positif mngindikasikan adanya infeksi dengan organisme
B. Tidak adanya lekosit dalam cairan serebrospinal tidak dapat
menyingkirkan tidak adanya infeksi, terutama untuk Listeriosis.
C. Penyebab yang paling umum suatu meningitis bakterial yang dapat di
komunitas adalah Streptoccoccus pneumoniae. Adanya rapid biie
solubility spot test atau Quellung test pada streptococci hemolisa alpha
yang terlihat pada pewarna Gram adalah kunci dari diagnosa cepat.
D. Isolasi enterococci dari cairan serebrospinal selalu merupakan penyebab
yang harus dihadapi. Adanya organisme tersebut mungkin merupakan
indikasi dari strongyloidiasis
PEMERIKSAAN SPESIMEN SEREBROSPINAL
PADA PASEIN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 6/6
LIMITASI
A. Hasil positif palsu dapat berasal dari kontaminasi spesimen atau kultur
dengan mikroba kulit
Hasil negatif palsu dapat di sebabkan oleh sedikitnya jumlah organisme, terutama
pada terapi antimikroba, atau sifat alami fasitidious dari organisme infektif
PEMANTAPAN MUTU Pemantapa Mutu Pemeriksaan Bakteri Jamur Penyebab Infeksi dalam darah
PEMERIKSAAN meliputi:
BAKTERI/JAMUR 1) Uji sterilisasi medium
PENYEBAB INFEKSI 2) Uji kualitas medium untuk menunjang pertumbuhan bakteri/jamur
DALAM DARAH
penyebab infeksi dalam darah
3) Uji kesahihan/validitas reaksi biokimia dengan bakteri/jamur penyebab
infeksi dalam darah galur standar/”reference strain”
4) Uji kualitas pemawranaan Gram
5) Uji kesalinan / validitas suhu inkubator
PENCATATAN DAN Pencatatan
PELAPORAN - Specimen yang dikirim oleh UPIPI, IRJ dan IRNA RSUD Tarakan dicatat
dibuku pengiriman specimen
- Specimen yang diterima oleh laboratorium dicatat dalam buku penerimaan
specimen
- Hasil pemeriksaan laboratoriu dicatat dalam buku hasil pemeriksaan
laboratorium
Pelaporan
Hasil pemeriksaan laboratorium dilaporkan ke dokter yang mengirim
specimen/meminta pemeriksaan laboratorium.
- Laporan hasil pemeriksaan dengan pewarna Gram/ZN sesuai prosedur yang
berlaku, sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 1 jam
- Laporan hasil biakan dan identifikasi mikroba, genus dan spesies probabel
segera setelah uji preliminer lengkap
- Laporan hasil uji resistensi antimikroba

PERLENGKAPAN Sarana pengeolah limbah infeksius padat dan cair :


PENUNJANG 1. Sistim pemisahan limbah onfeksius dari non infeksius
2. Pengolah limbah padat
3. Pengolah limbah cair

Sarana penanggung kecelekaan kerja :


a. Penanganan tumpahan bahan infeksius
b. Penanganan kecelakaan kerja bagi petugas.
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN SPESIMEN SPUTUM PADA
PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/6
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM HIV Tanggal Ditetapkan
& AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Infeksi saluran nafas bawah merupaka penyebab utama morbiditas dan
mortalitas Diagnosis infeksi ini seringkali rumit karena konaminasi dari
spesimen sekret saluran nafas atas selama koleksi
TUJUAN Menentukan adanya penyebab infeksi pada susunan nafas bawah/sputum pada
pasien HIV & AIDS
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pemeriksaan spesimen pus dilakukan oleh teknisi laboratorium yang terlatih di
PENANGGUNG JAWAB bidang biakan dan dalam melakukan karakterisasi mikroba penyebab infeksi
kulit dan jaringan, lulusan sekolah menengah analis kesehatan, akademik analis
kesehatan, dibawah pengawasan / penanggungjawab seorang dokter ahli
mikrobiologi klinik atau dokter yang terlatih
URAIAN ILMIAH Kultur dari sekre saluran nafas bawah sangat membantu, tetapi pada
kenyataannya mempunyai arti terbatas, karena pada 40% sampai 60% kasus,
agen penyebab tidak dapat diisolasi. Kurangnya sensitivitas kultur mungkin
berhubungan dengan rendahnya sensitivitas (50%) kultur sputum untuk
Streptococcus pneumoniae, terutama jika spesimen tidak segera diproses
Spesimen harus diperiksa secara mikroskopik baik dalam segi kualitas maupun
mencari organisme yang berhubungan dengan repon sel-sel intlamatori
Terapi antimikroba yang tepat diperlukan untuk mengurangi mortalitas;
bagaimanapun, penggunaan antimikroba yang berlebihan merupakan penyebab
akan terjadinya resistensi antimikroba.
ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan
PROSEDUR Pemeriksaan Pasien :
a. Tidak perlu puasa
b. Sedapat mungkin koleksi sputum dilakukan sebelum pemberian
antimikroba
c. Pasien berkumur dengan air mateng sebelum koleksi sputum
d. Pasien mendapatkan instruksi untuk mengeluarkan sputum, bukan air
liur ataupun postnasal discharge

Jenis Spesimen :
Sputum
- Expectorated sputum
- Induced sputum
Bahan pemeriksaan berupa sputum diambil secara benar untuk menghindari
kontaminasi oleh mikroorganisme yang mengkolonisasi daerah disekitas lokasi
pengambilan bahan pemeriksaan.
PEMERIKSAAN SPESIMEN SPUTUM PADA
PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/6
Pengambilan Spesimen:
1. Waktu pengambilan Spesimen
Spesimen sputum sebaiknua diambil sebelum pemberian antibiotik

2. Volume Spesimen
Kultur Volume
Bakteri Aerob 1 ml
Jamur 3-5 ml
Mycobacteria 5-10 ml

3. Teknik pengambilan Spesimen


1. Expectorated sputum
a. Bila mungkin, pasien berkumur dengan air matang sebelum koleksi
spesimen
b. Instrusikan pada pasien untuk tidak mengeluarkan air liur atau
postnasal discharge ke dalam wadah (container)
c. Koleksi spesimen yang berasal dari batuk dalam ke dalam container
yang antibiotik
2. Induced sputum
a. Gunakan sikat gigi basah dan air steril atau salin, sikat mukosa
buccal, lidah dan gusi selama 5 sampai 10 menit sebelum prosedur
koleksi. Jangan gunakan odol gigi.
b. Kumur mulut pasien dengan menggunakan air atau salin steril
c. Dengan menggunakan nebulizer ultrasonik, biarkan pasien
manghirup sekitar 20 sampai 30 ml NaCl 3%
d. Koleksi induced sputum dalam kontainer antibocor

4. Cara Penampungan Spesimen:


Sputum ditampung dalam wadah (kontainer) antibocor steril

Pengiriman dan Penyimpanan


Pengiriman :
Spesimen sputum harus segera dikirim ke laboratorium mikrobiologi klinik dalam
wadah (kontainer) antibocor. Karena keterlambatan dalam pemrosesan lebih dari
1-2 jam akan menghasilkan kehilangan menemukan patogen fastibious, seperti
Streptococcus pneumoniae, dan terjadi overgrowth dari mikrobiota oronasal.

Penyimpanan :
Wadah (kontainer) yang telah berisi spesimen sputum dapat disimpan pada 2-8 oC
sampai kultur diproses.
PEMERIKSAAN SPESIMEN SPUTUM PADA
PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/6
Kriteria Rejeksi
1. Jangan diterima kultur ulangan pada interval kurang dari 48 jam
2. Tolak spesimen berikut untuk diagnosis penyakit saluran nafas bawah:
a. Koleksi sputum 24 jam
b. Sputum terkontaminasi
c. Saliva
d. Induced sputum
e. Nasal washes dan aspirat atau usap dari nares
f. Spesimen tenggorok
g. Spesimen untuk kultur anaerobik
3. Untuk spesimen yang terlambat dalam transit lebih dari 2 jam tanpa
pendingin, tunjukkan dalam laporan bahwa keterlambatan dalam trasit
mungkin hasil kultur diragukan

Media & Reagensia:


Media & reagensia yang dipakai harus sudah terdaftar pada Departemen
Kesehatan RI.

Media
a. Agar darah
b. Agar coklat
c. Medium diferensial : Mac Conkey atau EMB
d. Medium identifikasi mikroba yang sesuai
e. Media untuk melakukan uji resistensi antimikroba

Reagensia
Reagensia untuk melakukan pewarnaan Gram dan uji biokimia yang sesuai.
Cakram antibiotik yang dipakai untuk uiji resistensi juga harus sudah terdaftar
pada Departemen Kesehatan RI.

Alat :
Peralatan yang dibutuhkan adalah :
Berbagai alat keamanan dan keselamatan kerja petugas laboratorium :
1. Jas laboratorium
2. Masker
3. Sarung tangan
4. Face shield / goggles
5. Biosafety cabinet kelas II

Alat persiapan dan pemeriksaan baha :


1) Berbagai alat biakan mikrobiologi
2) Refrigerator terkalibrasi

Cara Kerja Pemeriksaan :


Pemeriksaan nmikroba penyebab infeksi dalam saluran nafas bawah/sputum
dilakukan dengan cara biakan yang dilanjutkan dengan identifikasi menggunakan
uji biokimia dan uji kepekaan antibiotik.
PEMERIKSAAN SPESIMEN SPUTUM PADA
PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 4/6
Inokulasi
Spesimen diproses dalam biological safety cabinet
1. Spesimen diproses segera setelah diterima untuk mempertahankan viabilitas
patogen dan menghindari penempatan pasien dalam risiko untuk prosedur
ulang
2. Seleksi bagian spesimen yang paling purulen atau berdarah
3. Buatlan pewarnaan Gram
4. Inokulasi pada media dengan menggunakan swab steril, stick atau pipet
pada media agar darah, agar coklat, dan Mac Conkey (atau EMB)

Inkubasi
Media yang sudah diinokulasi, diinkubasi pada 35-37 oC dalam 5% CO2 selama
minimum 48 jam; lebih baik 72 jam.

Pemeriksaan Mikroskopis
Pewarnaan Gram
a. Siapkan sediaan dengan meneteskan 1 atau 2 tetes spesimen pdaa gelas
obyek yang sudah dibilas alkohol
b. Biarkan mengering didalam Biosafety cabinet dan jangan diratakan
c. Fiksasi dengan api
d. Warnailah dengan zat warna pewarna Gram
e. Interpretasikan pewarnaan Gram

Pemeriksaan kultur Sputum


1. Amati semua media agar terhadap adanya bukti-bukti pertumbuhan secara
makroskopis dalam 24 jam
2. Inkubasi lempeng petri untuk tambahan 24 sampai 28 jam, yang berguna
untuk mendeteksi molds dan batang Gram negatif fastidious, tumbuh
lambat, seperti Bordetella spp.
3. Jika ada pertumbuhan pada 24 jam, amati lempeng petri lagi pada 48 jam
untuk morfologi yang tidak tampak pada 24 jam
4. Gunakan hasil pewarnaan Gram sebagai pedoman untuk
menginterpretasikan kultur
a. Gunakan adanya sel inflamatori dan bakteria dalam memutuskan proses
selanjutnya dari kultur
b. Bila kultur tidak cocok dengan hasil hapusan, tinjau kembali hapusan
untuk kedua kalinya
c. Ikuti pedoman yang ada untuk memproses dan melaporkan mikrobiota
yang signifikan
5. Subkultur pada media agar darah dan/atau agar coklat untuk mendapatkan
koloni yang terpisah untuk identifikasi akurat dari kultur campuran
6. Jika bakteri terlihat pada hapusan tetapi tidak tumbuh pada kultur,
perpanjangan masa inkubasi dan inokulasi pada media lainnua (misal untuk
Legionella, Bordetella pertussis, dan Mycobacterium)
PEMERIKSAAN SPESIMEN SPUTUM PADA
PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 5/6
Identifikasi Mikroorganisme Penyebab Infeksi Saluran Nafas Bawah/Sputum
- Sesuai dengan protap pemeriksaan mikroba yang tumbuh
- Lakukan identifikasi isolat dari sputum dalam jumlah yang signifikan,
dengan tipe koloni yang bukan merupakan mikrobiota resporatori normal
dan ada dalam
- Jumlah banyak pada kuadran ke dua atau lebih dari lempeng
- Jumlah sedikit dari spesies bakteri dalam kultur yang konsisten dengam agen
etikologik yang terlihat pada pewarnaan Gram diasosiasikan dengan sel
inflamasi

Uji Kepekaan Antibiorik


- Sesuai dengan protap uji kepekaan terhadap antibiotik
- Untuk Heamophilus infolenzae dab Beiisseria spp, lakukan uji beta
laktamase
- Untuk mikroba lain, lakukan uji kepekaan seperti biasa.

Pemeriksaan Spesimen Sputum untuk Kultur Jamur dapat dilihat pada bab
Pemeriksaan Jamur
Pemeriksaan Speseimen Sputum untuk Mycobacterium tuberculosis dapay dilihat
pada bab Pemeriksaan Mycobacterium tuberculosis

Interpretasi Hasil Kultur Sputum


A. Kultur positif dengan Streptococcus pneumonia atau Haemoghilus
influenzae umumnya mengindikasikan adanya indeksi dengan organism
tersebut, meskipun carriage dari organism ini dapar menunjukkan hasil
poditif palsu
B. Kultur positif dengan predominan batang Gram negative atau
Staphylococcus aureus biasnya mengindikasikan infeksi dengan agen itu
jika hapuasan menunjukkan proses infeksius melibatkan morfologi
koreponden
C. Kultur negative tidak dapat menyingkirkan infeksi. Kenyataannya,
beberapa group medis, tetapi banyak dokter setuju tentang keuntungan
untuk pneumonia yang berasasi dengan ventilator atau pneumonia
nosokomial

LIMITASI
A. Beberapa agen tidak tumbuh pada kultur rutin, tetapi dapat menjadikan
penyebab penyakit yang signifikan
B. Hasil negatif palsu dapat merupakan hasil kontaminasi specimen dengan
mikrobiota oral normal atau sebellumnya diterapi antimikroba
C. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh overinterpretasi hasil kultur.
PEMERIKSAAN SPESIMEN SPUTUM PADA
PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 6/6
PEMANTAPAN MUTU Pemantapa Mutu Pemeriksaan Bakteri Jamur Penyebab Infeksi dalam darah
PEMERIKSAAN meliputi:
BAKTERI/JAMUR 1) Uji sterilisasi medium
PENYEBAB INFEKSI 2) Uji kualitas medium untuk menunjang pertumbuhan bakteri/jamur
DALAM DARAH
penyebab infeksi dalam darah
3) Uji kesahihan/validitas reaksi biokimia dengan bakteri/jamur penyebab
infeksi dalam darah galur standar/”reference strain”
4) Uji kualitas pemawranaan Gram
5) Uji kesalinan / validitas suhu inkubator
PENCATATAN DAN Pencatatan
PELAPORAN - Specimen yang dikirim oleh UPIPI, IRJ dan IRNA RSUD Tarakan dicatat
dibuku pengiriman specimen
- Specimen yang diterima oleh laboratorium dicatat dalam buku penerimaan
specimen
- Hasil pemeriksaan laboratoriu dicatat dalam buku hasil pemeriksaan
laboratorium

Pelaporan
Hasil pemeriksaan laboratorium dilaporkan ke dokter yang mengirim
specimen/meminta pemeriksaan laboratorium.
- Pewarnaan Gram; laporkan hapusan sesuai prosedur yang berlaku sesegena
mungkin
- Jangan laporkan bila jumlah bakteri (< 1 dalam 20 lapangan pandang) yang
terlihat pada hapusan. Jika bakteri pada hapusan tidak terisolasi, buatlah
catatan pada laporan untuk indikasi ketidakcocokan ini
- Laporkan “Tidak ada pertumbuhan pada semua mikroorganisme seluran
nafas atau normal” jika tidak ada pertumbuhan pada semua lempeng Petri.
Catatan : Mungkin ini mengindikasikan adanya inhibisi antimicrobial dari
mikrobiota normal
- Laporan positif
- Laporan preliminer dan hasil akhir sebagai “Isolat kosistensi dengan
mikroorganisme yang ada pada saluran nafas atas” jika tidak ada pathogen
yang terisolasi
- Laporan semua pathogen dan uji kepekaan yang dibuat
- Berikan laporan prelimminer sesuai indikasi
- Laporkan uji kepekaan dengan pedoman NCCLS

PERLENGKAPAN Sarana pengeolah limbah infeksius padat dan cair :


PENUNJANG 1. Sistim pemisahan limbah onfeksius dari non infeksius
2. Pengolah limbah padat
3. Pengolah limbah cair

Sarana penanggung kecelekaan kerja :


a. Penanganan tumpahan bahan infeksius
b. Penanganan kecelakaan kerja bagi petugas.
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN SPESIMEN URIN PADA PASEIN
HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/5
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Infeksi saluran kemih sering didapatkan pada pasien yang berobat ke dokter dan
pasien yang dirawat di rumah sakit. Studi epidemiologi oleh E.H. Kass
menunjukkan hitung bakteri ≥ 105 CFU/ml kultur urin murni hasil Gram negatif
berhubungan dengan infeksi bacterial akut dari saluran kemih
TUJUAN Menentukan adanya infeksi pada saluran kemih pada pasien HIV & AIDS
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pemeriksaan spesimen pus dilakukan oleh teknisi laboratorium yang terlatih di
PENANGGUNG bidang biakan dan dalam melakukan karakterisasi mikroba penyebab infeksi kulit
JAWAB dan jaringan, lulusan sekolah menengah analis kesehatan, akademik analis
kesehatan, dibawah pengawasan / penanggungjawab seorang dokter ahli
mikrobiologi klinik atau dokter yang terlatih
URAIAN ILMIAH Spesimenn urin dikultur dari pasien yang mempunyai gejala infeksi saluran
kemih dan dari pasien yang asimtomatik dengan risiko tinggi. Bakteri / Jamur
penyebab infeksi saluran kemih terbatas, dengan mayoritas : Escherichia coli,
Enterococcus spp, Klebsiella spp, Enterobacter spp, Proteus spp, dan
Pseudomonas spp, Candida spp (ascending) serta Mycobacterium tuberculosis,
Salmonella spp. Leptospira spp, Staphylococcus aureus (descending)
ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan
PROSEDUR Persiapan Pasien :
1. Menjaga kebersihan dengan melakukan cuci tangan memakai sabun dan air
2. Tidak perlu puasa
3. Pada wanita (♀): hindari koleksi specimen urin saat haid
4. Sedapat mungkin koleksi urin dilakukan sebelum pemberian antimikroba
5. Mendapat instruksi untuk mengoleksi urin aliran tengah langsung ke dalam
wadah steril
6. Jangan mengoleksi urin dari bedpan atau urinal
7. Jangan mengirim urin yang berasal dari kantong kateter
8. Aspirasi supra public : Kandung kemih harus penuh dan teraba sebelum
aspirasi dilakukan

Jenis Spesimen :
1. Mid stream (aliran tengah)
2. Kateter
3. Aspirat supra public (SPA)
Bahan pemeriksaan berupa urin diambil secara benar untuk menghindari
kontaminasi oleh mikroorganisme yang mengkolonisasi daerah di sekitar lokasi
pengambila bahan pemeriksaan.
PEMERIKSAAN SPESIMEN URIN PADA PASEIN
HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/5
Pengambilan Spesimen:
1. Waktu Pengambilan Spesimen
Urin diambil pagi hari bila mungkin
Kulutr urin tidak boleh berasal dari urin yang dikumpulkan selama 24 jam.
Pada tujuan kultur Mycobactrium tuberculosis diambil urin tida kali
berturut-turut (pagi, sewaktu dating, esok pagi)

2. Volume Spesimen
Kultur Volume
Bakteri aeron 1-5 ml
Jamur >10 ml
Mycobacterium tuberculosis ± 50 ml (>20 ml)
Bakteri anaerob > 1 ml
Leptospira ± 5 ml

3. Teknik Pengambila Spesimen


1. Uein porsi tengah (Clean – voide midstream urine)
a. Wanita (♀)
1. Pasien mencuci tangannya dengan sabun dan air, bilas lalu
keringkan
2. Bersihkan meatus urethra dan vestibulum vagina dengan air
sabun
3. Bilas area tersebuut dengan air
4. Buka labia selama pengambilan
5. Biarkan urin keluar beberapa cc (jangan hentikan aliran urin)
6. Tamping urin porsi tengah dalam wadah
b. Pria (♂)
1. Pasien mencuri tangannya dengan sabun dan air, bilas lalu
keringkan
2. Bersihkan dengan kapas, tarik foreskin (kulit bagian depan ),
jika tak disirkumisisi dan cuci dengan air
3. Bilas area tersebut dengan air
4. Jaga doreskin tetap tertarik, biarkan urin keluar beberpa cc
5. Tamping urin porsi tengah dakam waduh steril
2. Urin Kateter (Idwelling catheter)
a. Klem distal kateter (± 5 cm dari port)
b. Bersihkan area kateter yang akan di punngsi ( proksimal dari klem)
dengan alcohol 70%
c. Secara aseptis, pungsi urin dengan semperit pada area tersebut
d. Tempatkan sampel urine dalam wadah steril
3. Aspirasi kandungan kemih suprapublik (SPA)
Diutamakan untuk pasien bayi dan orang dewasa yang sulit
mendapatkan urin tamping.
a. Kandung kemih pasien harus penuh
b. Cukur dan desinfeksi kulit suprapublik di atas symphisis pubis
c. Buka luka (dengan silet kecil) di atas symphisis pubis
d. Aspirasi urin dari kandung kemih dengan semperit secara aseptis
PEMERIKSAAN SPESIMEN URIN PADA PASEIN
HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/5
4. Cara Penampungan Spesimen
Urin ditampung dalam tabung bertutup alur yang steril

Pengiriman dan Penyimpanan


Pengiriman :
Specimen urin harus segera dikirim ke laboratorium mikrobiologi klinik dalan
tempat (wadah) steril dalam waktu kurang dari 30 menit atau dimasukkan ke
dalam medium transport anaerob (a.1. thioglycollate) untuk tujuan kultur anaerob
dari specimen urin SPA. Waktu pengambilan specimen urin harus dicatat
diwadah penampungan urin, dan harus dikultur kurang dari 2 jam sejak
pengambilan specimen.

Penyimpanan :
Specimen urin yang tidak dapat mencapai laboratorium dalam waktu kurang dari
2 jam dapat disimpan pada suhu 4oC selama 24 jam.

Media & Reagensia :


Media & reagensia yang dipakai harus sudah terdaftar pada Departemen
Kesehatan RI.
Media : Mac Conkey, agar darah, Lowenstein Jansen, media identifikasi mikroba
yang sesuai dan media untuk melakukan uji resistensi antimikroba.
Reagensia : reagensia untuk melakukan uji biokimia yang sesuai.
Cakram antibiotic yang dipakai untuk uji resistensi juga harus sudah terdaftar
pada Departemen Kesehatan RI.

Alat :
Peralatan yang dibutuhkan adalah :
Berbagai alat keamanan dan keselematan kerja petugas laboratorium:
1. Jas laboratorium
2. Masker
3. Sarung Tangan
4. Face shield/goggles
5. Biosafety cabinet kelas II

Alat persiapan dan pemeriksaan bahan :


1) Berbagai alat biakan mikrobiologi
2) Refrigerator terkalibrasi
PEMERIKSAAN SPESIMEN URIN PADA PASEIN
HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 4/5
Cara Kera Pemeriksaan :
Pemeriksaan bakter / jamur penyebab infeksi saluran kemih dilakukan dengan
cara biakan yang dilanjutkan dengan identifikasi menggunakan uji biokimia dan
uji kepekaan antibiotic.
Metode kultur untuk penghitungan kuman pada penentuan infeksi saluran kemih
adalah dengan Caliberated-loop direct streak method – teknik Mayo.
a. Pijarkan (red heat) sengkelitterkalibrasi volume 0,01 ml secara vertical
b. Biarkan sengkelit dingin
c. Campur (vortex) air kemih dalam wadah steril seluruhnya dengan baik
d. Masukkan sengkelit secara vertical ke dalam urin sehingga urin melekat
pada sengkelit
e. Lakukan goresan (streaking) dengan sengkelit tersebut pada agar darah
(BAP – darah domba 5%) dan Mac Conkey secara standar (sengkelit dari
lempeng satu ke lempeng lain tanpa dipijarkan lagi). Kultur dibuat duplo
(0,01 ml dan 0.001 ml).
Goresan dilakukan oada media agar miring Lowenstein Jensen untuk
permintaan kultur Mycobacterium tuberculosis. Goresan dilakukan pada
media selektif untuk Salmonella spp. (a.1. agar Salmonella-shigella)
f. Inkubasikan selama 24-48 jam pada suhu 35-37 oC secara aerib (kesuali
untuk urin dari aspirasi kandung kemih suprapubik: dapat dilakukan pula
secara anaerob)
g. Penghitungan kuman berdasarkan penghitungan koloni yang tumbuh,
colony forming unit per ml (CFU/ml). jumlah koloni yang tumbuh
dikalikan 102 untuk sengkelit kalibrasi 0,01 ml, dan dikalikan 103 untuk
sangkelit kalibrasi 0,001 ml.

Interpretasi Hasil Kultur Penghitungan Kuman Urin


1. Untuk urin Tampung Porsi Tengah/Urin Kateter:
103 CFU/ml → ada infeksi saluran kemih, jika terdapat ≤ 2 macam spesies
102-< 103 CFU/ml → belum tentu ada infeksi saluran kemih; atau
ditemukan > 2 macam spesien, maka ditulis pada komentar hasil;
kemungkinan ada infeksi saluran kemih pada keadaan penderita minum
antibiotik atau diuretic; atau dapat dihubungi klinis pengirim, untuk
ditanyaakan : apakah penderita minum antibiotic, atau diuretic, atau
keadaan klinis saluran kemih < 102 CFU/ml → tidak ada infeksi saluran
kemih, kecuali pada wanita dengan acute urethral syndrome dengan basil
enteric Gram negative.
2. Untuk urin dari Kandung Kemih (SPA)
Berapapun jumlah CFU/ml atau macam kuman tunggal maupun multiple
→ ada infeksi saluran kemih (hati-hati dengan flora kulit !!!)

Identifikasi Bakteri/Jamur Penyebab Infekso Saluran Kemih


- Sesuai dengan protap uji kepekaan bakteri terhadap antibiotic

Uji Kepekaan Antibiotik


- Sesuai dengan protap uji kepekaan bakteri terhadap antibiotic
PEMERIKSAAN SPESIMEN URIN PADA PASEIN
HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 5/5
Pemeriksaan Spesimen Urin untuk Kultur Jamur dapat dilihat pada bab
Pemeriksaan Jamur
Pemeriksaan Spesimen Urin untuk Mycobacterium tuberculosis dapat dilihat pada
bab Pemeriksaan Mycobacterium tuberculosis. Pemeriksaan Spesimen Urin untu
bakteri anaerob, dapat dilihat pada bab Pemeriksaan Bakteri Anaerob.

PEMANTAPAN MUTU Pemantapa Mutu Pemeriksaan Bakteri Jamur Penyebab Infeksi dalam darah
PEMERIKSAAN meliputi:
BAKTERI/JAMUR 1) Uji sterilisasi medium
PENYEBAB INFEKSI 2) Uji kualitas medium untuk menunjang pertumbuhan bakteri/jamur
DALAM DARAH
penyebab infeksi dalam darah
3) Uji kesahihan/validitas reaksi biokimia dengan bakteri/jamur penyebab
infeksi dalam darah galur standar/”reference strain”
4) Uji kualitas pemawranaan Gram
5) Uji kesalinan / validitas suhu incubator
PENCATATAN DAN Pencatatan
PELAPORAN - Specimen yang dikirim oleh UPIPI, IRJ dan IRNA RSUD Tarakan dicatat
dibuku pengiriman specimen
- Specimen yang diterima oleh laboratorium dicatat dalam buku penerimaan
specimen
- Hasil pemeriksaan laboratoriu dicatat dalam buku hasil pemeriksaan
laboratorium
Pelaporan
Hasil pemeriksaan laboratorium dilaporkan ke dokter yang mengirim
specimen/meminta pemeriksaan laboratorium.
- Laporan hasil pemeriksaan dengan pewarna Gram/ZN sesuai prosedur yang
berlaku
- Laporan hasil biakan dan identifikasi mikroba
- Laporan hasil uji resistensi antimikroba

PERLENGKAPAN Sarana pengeolah limbah infeksius padat dan cair :


PENUNJANG 1. Sistim pemisahan limbah onfeksius dari non infeksius
2. Pengolah limbah padat
3. Pengolah limbah cair

Sarana penanggung kecelekaan kerja :


a. Penanganan tumpahan bahan infeksius
b. Penanganan kecelakaan kerja bagi petugas.
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN HERPES SIMPLEX VIRUS
(HSV) DAN VARICELLA-ZOSTER VIRUS (VZV)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Virus apapun bias menginfeksi pasien dengan HIV, namun virus yang sering
menyebabkan infeksi oportunistik adalah herpes simplex virus (HSV, varicella-
zoster virus (VZV) dan cytomegalovirus (CMV). Virus Hepatitis B (HBV) dan
vius hepatitis C (HCV) sering ditemukan sebagai koinfeksi HIV
TUJUAN Untuk menegakan diagnosis infeksi oleh HSV dan VZV
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pelaksanaan : Teknis Laboratorium yang sudah terlatih
PENANGGUNG Penanggung jawab :
JAWAB - Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik (Mikroskopis)
- Dokter Spesialis Patologi Klinik ( serolohi )
URAIAN ILMIAH Infeksi oleh Herpes simolex virus type 1 (HSV 1) dan type 2 (HSV 2), primer
atau berulang, akan menyebabkan penyakit di mulut, genital atau ilkus di rectum
dan kadang - kadang divesera dan susunan syaraf pusat.
VZV menyebabkan Varicella pada infeksi primer dan Herpez Zoster pada
reinfeksi selanjutnya. Pada pemderita dengan HIV reaktivitas VZV
menyebabkan manifestasi herpes zoster yang berat dan lama dan kadang –
kadang menyebar luas.
CMV lebih sering menyebabkan infeksi oportunistik pada penderita dengan
imunodefisiensi berat. Manifestasi paling sering pada pasien AIDS adalah
retinitis. Yang lain : penyakit gastrointestinal, encephalitis, polyradiculitis dan
pneumonis. Diagnose HSV dan VZV terutama berdasarkan gejala dan tanda
klinis. Pemeriksaan serologis hanya bermanfaat untuk infeksi primer virus
herpes, tetapi tidak bermanfaat untuk reaktivitas dan penderita dengan
imunodefisiensi.
Pemeriksaan serologis yang digunakan untuk infeksi primer virus herpes simplex
adalah IgM HSV 1 dan 2, IgM HSV 1 dan 2m sedangkan untuk varicella-zoster
belum ada pemeriksaan serologinya.

ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan


PROSEDUR Macam Spesimen:
a. Sel scraping dari lesi kulit, mulut, ginetal dan anal untuk HSV.
b. Lesi VZV (Tzanck test) untuk mikroskopis
c. Serum atau plasma untuk pemeriksaan serologis

Pengambilan :
a. Waktu optimal pengambilan specimen: dekat onset atau sedini mungkin,
sebelum pemberian obat antiherpes.
PEMERIKSAAN HERPES SIMPLEX VIRUS
(HSV) DAN VARICELLA-ZOSTER VIRUS (VZV)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
b. Lesi kulit dan mukosa : Bukanlah vesikel yang baru terbeentuk, kerok sel-sel
di pinggir, dasar lesi. Hapuskan pada kaca objek yang kering dan bersih (2-3
kaca objek).
c. Serum diperoleh setelah dilakukan pemisahan dari sel darah dengan cara
sentrifugasi darah yang telah beku (clottes blood).
d. Plasma diperoleh setelah dilakukan pemisahan dari sel darah dengan cara
sentrifugasi darah dengan antikoagulan.

Pengiriman dan penyimpanan specimen


1. Mikroskopis
a. Semua specimen harus segera dan dikirim ke Laboratorium secepatnya
b. Slide dari lesi kulit dan mukosa mesti dikeringkan dahulu, lalu
dimasukkan kantong plastic, di-seal dan dikirim.
2. Serologis (Herpes simplex virus)
a. Specimen sebaiknya segera diperiksa
b. Bila terpaksa disimpan, serum atau plasma dapat disimpan pada suhu 2-
8 oC selama 1 minggu, bila -20 oC atau lebih rendah saat bertahan lebih
lama

Metode dan reagensia


a. Pemeriksaan mikroskopis sederhana dengan pewarnaan Giemsa, dicari
multibucleated giant cell.
b. Pemeriksaan enzyme Linked Immunosorbant Assay (ELISA) untuk
serologis IgM dan IgG HSV -1 dan HSV – 2.

Peralatan
a. Mikroskop cahaya
b. Mikroelisa reader, mikrosentrifus, mikropipet, frezzer

Cara kerja
a. Hapusan pada kaca objek difiksasi dengan methanol dan diwarnai dengan
cat Giemsa, diamati adanya multinucleated giant cell
b. Pemeriksaan serologis dilakukan sesuai prosedur kerja dan hasil dibaca
dengan microelisa reader.
PEMANTAPAN MUTU a. Spesimen tidak adekuat bila tidak terlihat sel epitel
b. Setiap kali mengerjakan ELISA, harus disertakan control positif dan negatif
PENCATATAN DAN 1. Mikroskopis (Pewarnaan Giemsa)
PELAPORAN Multibucleated gaint cell: positif atau negative
2. Serologi (ELISA)
a. Hasil dinyatakan reaktif bila absorbans di atas nilai cutoff
b. Hasil dinyatakan non-reaktif bila absorbans di bawah atau sama dengan
nilai cutoff

UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI
CYTOMEGALOVIRUS (CMV)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Terdapat interaksi infeksi HIV dengan CMV. Infeksi HIV yang disertai
koinfeksi CMV dapat mempercepat laju penurunan limfosit T-CD4+ dan menuju
kearah AIDS.
TUJUAN Untuk mendeteksi adanya infeksi CMV
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pelaksanaan : Teknis Laboratorium yang sudah terlatih
PENANGGUNG Penanggung jawab :Dokter Spesialis Patologi Klinik
JAWAB Pelasana pengambilan darah : Analis, Perawat, Bidan
URAIAN ILMIAH Cytomegalovirus merupakan grup dari famili herpes virus. Infeksi CMV pada
penderita HIV dengan gangguan system imun yang berat sering menyebabkan
infeksi pada susunan saraf pusat.
Pemeriksaan yang paling sensitive dan spesifik adalah isolasi virus dan kultur,
tetapi memerlukan sarana yang canggih. Pada saat ini pemeriksaan serologi
untuk mendeteksi antibody IgG dan IgM digunakan membantu diagnosis.

ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan


PROSEDUR Pemeriksaan Pasien :
Tidak diperlukan persiapan khusus

Jenis specimen
1. Serum
2. Plasma

Hindarai specimen :
1. Hemolisis
2. Ikterik
3. Lipemik

Pengambilan Spesimen :
1. Darah utuh diambil dengan teknik flebotomi yang benar dan secara
aseptic dan petugas menggunakan sarung tangan.
2. Plasma didapat dengan menggunakan antikogulan K2EDTA/K3EDTA.
3. Serum didapatkan dengan mendiamkan darah utuh tanpa antikoagulan
selama (15-30) menit sampai terbentuk serum kemudian dipusingkan
300 rpm selama 5-15 menit, kemudian serum dipisahkan ke tabung lain.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI
CYTOMEGALOVIRUS (CMV)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
Pengiriman dan Penyimpanan
Penyimpanan
Specimen dapat disimpan di suhu 2-8 oC selama 7 hari, dapat apabila
membutuhkan waktu waktu lebih lama disimpan pada suhu – 20oC.

Pengiriman
a. Waktu pengiriman tidak boleh melampaui masa stabilitas bahan.
b. Tidak terkena sinar matahari secara langsung
c. Kemasan memenuhi syarat keamanan kerja laboratorium termasuk
pemberian lebel yang bertuliskan “ Bahan Pemeriksaan Infeksius”.

Metode Pemeriksaan
ELISA : pemeriksaan anti-CMV dari kelas immunoglobulin M (IgM) dan
immunoglobulin G (IgG)

Reagensia :
CMV kit dengan prispin ELISA (IgG dan IgM CMV)

Peralatan :
1. Vortex
2. Sentrifus
3. Mikropipet
4. ELISA Reader
5. ELISA Washer

Pemeriksaan Serologi
Menggunakan prinsip ELISA, prsedur dilakukan sesuai petunjuk dari reagen yang
digunakan
PEMANTAPAN MUTU 1. Reagensia dan bahan pemeriksaan harus disimpan pada keadaan sesuai
petunjuk.
2. ELISA digunakan kintrol positif dan control negatif
PENCATATAN DAN Pencatatan
PELAPORAN Hasil dicatat pada buku catatan kerja harian yang berisi data masing – masing
pemeriksaan dan rekapitulasi jumlah pasien dan specimen yang diterima. Data
Pasien disimpan selama 5 tahun untuk penderita IRJ dan 10 tahun untuk penderita
IRNA.

Pelaporan
a. Hasil dinyatakan reaktif bila absorbans di atas nilai cutoff
b. Hasil dinyatakan non-reaktif bila absorbans di bawah atau sama dengan nilai
cutoff.
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI
VIRUS HEPATITIS B

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Tedapat interaksi infeksi HIV dengan virus hepatitis. Infeksi HIV yang disertai
koinfeksi HBV dapat mempercepat laju penurunan limfosit T-CD4+ dan menuju
kearah AIDS.
TUJUAN Untuk menegakan diagnosis infeksi virus Hepatitis B
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pelaksanaan : Teknis Laboratorium yang sudah terlatih
PENANGGUNG Penanggung jawab :Dokter Spesialis Patologi Klinik
JAWAB Pelasana pengambilan darah : Analis, Perawat, Bidan
URAIAN ILMIAH Hepatitis B merupakan penyakit infeksi oleh karena virus hepatitis B. diagnosis
Hepatitis B dapat ditegakan dengan pemeriksaan beberapa petanda Hepatitis B
yaitu : IgM anti HBc, HBsAg, HBeAg, Anti HBe, HBV DNA. Petanda Hepatitis
B tersebut dapat pula dipakai untuk pemantauan perjalanan penyakit tersebut.
Pada saat ini yang digunakan untuk mendeteksi adanya infeksi hepatitis virus B
adalah HBsAg.
ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan
PROSEDUR Persiapan Pasien :
Tidak diperlukan persiapan khusus.

Jenis specimen
1. Serum
2. Plasma

Pengambilan Spesimen:
1. Darah utuh diambil dengan teknik flebotomi yang benar dan secara
aseptic dan petugas menggunakan saraung tangan.
2. Plasma didapat dengan menggunakan antikoagulan K2EDTA/K3EDTA
3. Serum didapatkan dengan mendiamkan darah utuh tanpa antikoagulan
selama minimal 30 menit sampai terbentuk serum kemudian
dipusingkan 3000 rpm selama 5-15 menit

Pengiriman dan Penyimpanan


Penyimpanan
Spesimeen dapat disimpan di suhu 2-8 oC selama 7 hari, apaila membutuhkan
waktu lebih lama disimpan pada suhu -20 oC
PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI
VIRUS HEPATITIS B

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
Pengiriman
a. Waktu pengiriman tidak boleh melampaui masa stabilitas bahan.
b. Tidak terkena sinar matahari secara langsung
c. Kemasan memenuhi syarat keamanan kerja laboratorium termasuk
pemberian label yang bertulisan “Bahan Pemeriksaan Infeksius”.

Metode pemeriksaan
1. ELISA
2. Rapid tes

Raegensia
HBsAg kit dengan prinsip ELISA atau rapid test

Peralatan
1. Vortex
2. Sentrifus
3. Mikropipet
4. ELISA Reader
5. ELISA Washer

Pemeriksaan Serologi
HBsAg : Menggunakan prinsip ELISA dan Rapid test, prosedur dilakukan sesuai
petunjuk dari reagen yang digunakan
PEMANTAPAN ELISA digunakan control positif dan control negative
KWALITAS Rapid Test meggunakan garis control
1. Pencatatan
Hasil dicatat pada buku catatan kerja harian yang berisi data masing – masing
pemeriksaan dan rekapitulasi jumlah pasien dan specimen yang diterima. Data
Pasien disimpan selama 5 tahun untuk penderita IRJ dan 10 tahun untuk penderita
IRNA.

2. Pelaporan
HBsAg (ELISA)
a. Hasil dinyatakan reaktif bila absorbans di atas nilai cutoff
b. Hasil dinyatakan non-reaktif bila absorbans di bawah atau sama dengan
nilai cutoff

HBsAg (Rapid test)


Hasil dinyatakan reaktif bila tampak garis/band
Hasil dinyatakan non-reaktif bil tidak tampak gari/band
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI
VIRUS HEPATITIS C

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Infeksi HIV tidak saja disertai koinfeksi hepatitis B virus, tetapi juga hepatitis C
virus. Terdapat interaksi antara HIV dan HCV.
TUJUAN Untuk menegakan diagnosis infeksi virus Hepatitis C
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pelaksanaan : Teknis Laboratorium yang sudah terlatih
PENANGGUNG Penanggung jawab :Dokter Spesialis Patologi Klinik
JAWAB Pelasana pengambilan darah : Analis, Perawat, Bidan
URAIAN ILMIAH Hepatitis C merupakan penyakit yang disebabkan virus dan penularan terbanyak
melalui transfusi darah atau penggunaan jarum suntik yang tidak benar. Hepatitis
C sebelumnya dikenal sebagai hepatitis non-A-non-B. diagnosis Hepatitis C
ditegakkan dengan pemeriksaan AntiHCV. Pemeriksaan antiHCV dapat positif
semapai beberpa tahun. Hasil AntiHCV negative tidak menyingkirkan infeksi
hepatitis C karena tidak terjadi serokoversi sampai 6 bulan setelah paparan.
Kadar transaminase serum dapat bervariasi dari normal sampai meningkat.
Pemeriksaan HCV RNA dengan metode RT-PCR digunakan untuk konfirmasi
infeksi Hepatitis C akut.
ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan
PROSEDUR Persiapan Pasien :
Sebaiknya puasa, diperolehkan minum air putih.

Jenis specimen
1. Serum
2. Plasma

Pengambilan Spesimen:
1. Darah utuh diambil dengan teknik flebotomi yang benar dan secara aseptic
dan petugas menggunakan saraung tangan.
2. Plasma didapat dengan menggunakan antikoagulan K2EDTA/K3EDTA
3. Serum didapatkan dengan mendiamkan darah utuh tanpa antikoagulan
selama minimal 30 menit sampai terbentuk serum kemudian dipusingkan
3000 rpm selama 5-15 menit

Pengiriman dan Penyimpanan


Penyimpanan
Spesimeen dapat disimpan di suhu 2-8 oC selama 7 hari, apaila membutuhkan
waktu lebih lama disimpan pada suhu -20 oC
PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI
VIRUS HEPATITIS C

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
Pengiriman
a. Waktu pengiriman tidak boleh melampaui masa stabilitas bahan.
b. Tidak terkena sinar matahari secara langsung
c. Kemasan memenuhi syarat keamanan kerja laboratorium termasuk
pemberian label yang bertulisan “Bahan Pemeriksaan Infeksius”.
d. Supaya terjaga suhu di dalam kemasan digunakan ice box.

Metode pemeriksaan
1. ELISA
2. Rapid tes

Raegensia
HBsAg kit dengan prinsip ELISA atau rapid test

Peralatan
1. Vortex
2. Sentrifus
3. Mikropipet
4. ELISA Reader
5. ELISA Washer
6. Adsorben Pad

Pemeriksaan Serologi
HBsAg : Menggunakan prinsip ELISA dan Rapid test, prosedur dilakukan sesuai
petunjuk dari reagen yang digunakan
PEMANTAPAN ELISA digunakan control positif dan control negative. Repaid Test menggunakan
MUTU garis control.
PEMANTAPAN ELISA digunakan control positif dan control negative
KWALITAS Rapid Test meggunakan garis control
1. Pencatatan
Hasil dicatat pada buku catatan kerja harian yang berisi data masing – masing
pemeriksaan dan rekapitulasi jumlah pasien dan specimen yang diterima. Data
Pasien disimpan selama 5 tahun untuk penderita IRJ dan 10 tahun untuk penderita
IRNA.

2. Pelaporan
HBsAg (ELISA)
a. Hasil dinyatakan reaktif bila absorbans di atas nilai cutoff
b. Hasil dinyatakan non-reaktif bila absorbans di bawah atau sama dengan
nilai cutoff

HBsAg (Rapid test)


Hasil dinyatakan reaktif bila tampak garis/band
Hasil dinyatakan non-reaktif bil tidak tampak gari/band
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
CANDIDIASI

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/4
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Infeksi jamur yang dikelan sebagai mikosis merupakan salah satu penyebab
morbilitas dan mortalitas pada pasien AIDS. Mikosis digolongkan menjadi
infeksi jamur endemic dan infeksi jamur oporturistik. Candidiasis merupaka
penyebab tertinggi pada infeksi jamur oporturistik. Candidiasis pada ODHA
muncul dalam 3 bentuk candidiasis yaitu orofaring, esophagus dan vulvovaginal.
Sepsies tersering adalah calbicans.
TUJUAN Menemukan penyebab Candidiasis yaitu terutama Candida albicans pada ODHA
(Orang Dengan HIV AIDS)
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pelaksanaan : Teknis Laboratorium yang sudah terlatih
PENANGGUNG Penanggung jawab :Dokter Spesialis Patologi Klinik
JAWAB Pelasana pengambilan darah : Analis, Perawat, Bidan
URAIAN ILMIAH Penyebab Candidiasis adalah :
a. Candida albicans (>70%)
b. Candida tropicalis
c. Candida kruseii
d. Candida glabrata
e. Candida parapsilosis

Candida sp merupakan flora normal saluran cerna, dimana sulit dibedakan


apakah merupaka kontaminasi (cemaran) pathogen. Pada ODHA, candidiasis
tersering berupa Candidiasis vulvovaginal. Dilaporkan pernah dijumpai
candidiasis sestemik, intra-abdominal, meningitis dan osteomielitis. Candida
albicans merupakan penyebab tersering pada infeksi oportunistik ODHA.
ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Patologi Klinik RSUD Tarakan
PROSEDUR Keberhasilan isolasi jamur tergantung pada kualitas bahan pemeriksaan
pengambilan, pengiriman dan penanganan di lab.
Pesiapan pasien : tidak perlu persiapan khusus.
Pengambila specimen : aseptis, wadah steril dan tanpa pengawet.
Pengiriman dan penyimpanan : segera dikirim dan langsung dikerjakan

Pemeriksaan :
Bahan pemeriksaan :
 Kerikan kulit /kuku
 Usapan mukosa orofaring
 Hasil endoskopi dari esophagus
 Secret vagina
PEMERIKSAAN LABORATORIUM CANDIDIASI

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/4
 Tinja
 Darah

Pralatan :
Berbagai ala untuk keamanan dan keselamatan kerja bagi petugas laboratorium:
 Jas laboratorium
 Masker
 Sarung tangan
 Face shield/goggles
 Biosafety cabinet kelas II a-b

Berbagai alat untuk pemeriksaan bahan :


 Peralatan biakan jamur
o Bard-Parker Scalpel
o Fersep (epilaleng)
o Pemotong kuku, Gunting
o Alcohol 70%
o Kuret gigi
o Kapas steril (cotton swabs)
o Smemprit 5 ml (jarum no 18-20g)
o Jarum inokulasi, gelas objek bersih
o Tabung/cawing petristeril, media khusus jarum
 Binocular Mikroskop
 Incubator terkalibrasi
 Sentrifus
 Refrigerator terkalibrasi

Reagensia :
Untuk pemeriksaan biakan :
 KOH 10-20%
 Pewarnaan Gram

Media
Unruk pemeriksaan biakan :
 Sabauround’s Dextrose Agar/SDA (+ antibiotic)/Chrom agar/Cornmeal
Tween 80 agar
 SDA + antibiotic kloramfenikol

Cara kerja :
Sediaan langsung Mikroskopik:
1. Buat sediaan dari bahan yang dicurigai di atas gelas objek
2. Tetesi KOH 10% / LCB periksa dibawah mikroskop
3. Lihat gambaran blastokonidia/hifa semu, yeast, budding
PEMERIKSAAN LABORATORIUM CANDIDIASI

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/4
Pemeriksaan kultur:
 Media SDA (Sabauroud Dextrose Agar)
 Chrom agar

Inkubasi : inkubasi 37oC, lembab, ruang gelap, selama 48-72 jam


Identifikasi :
Grem tube test:
Suspense koloni masukkan tabung, tambahkan serum sapi (Calf serum) atau
serum manusia.
Inkubasi 37oC selama 2,5 sampai 3 jam, lihat secara visual dan mikroskopik.
Tampak yeast atau budding dan pseudohyphae. Amati minimum 5 germtube bila
isolate positif candida albicans.

Pencatatan dan pelaporan:


Pada pemeriksaan makroskopik :
Koloni Candida spp ( Cornmeal Tween 80 agar pada suhu 25 oC) berwarna krem
sampai kuning, cepat tumbuh dalam 3 hari.
Bentuk koloni konsistensi pasta, halus, kilap atau kering, kerut dan suram
tergantung spesies.

Pada pemeriksaan mikroskopik:


Blastoconodium berkelompok kecil, bantuk bulat memanjang. Semua spesies
membentuk Pseudohypha yang panjang dan bercabang atau lengkung.
Hifa sesungguhnya dan klamidospora di hasilkan oleh beberapa stain Candida
spp. Identifikasi spesies Candida dapat dilakukan dengan reagensia API Candida.

(Lampiran)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM CANDIDIASI

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 4/4
PEMANTAPAN Pada tiap pemeriksaan disertakan control posiitif yang mengandung spora
KWALITAS Candida pada kaca objek yang sama dengan bahan pemeriksaan
Untuk control : positif: C.albicans ATCC 60193 sedangkan control negative
menggunakan : C.tropicalis ATCC 66029
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
CRYPTOCOCCOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/4
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Cryptococcosis merupakan infeksi jamur sisteemik yang disebabkan oleh
Cryptococcus neofprmans. Infeksi terjadi dengan cara inhalasi spora ke dalam
saluran pernafasan, selanjutnya terjadi fungimia dan mengalami diseminasi ke
barbagai organ tubuh. Kriptokokosis pada ODHA, 80-90% bermanifestasi
sebagai meningitis kriptokokus, diikuti oleh infeksi paru, mata dan kulit.
Penyakit ini sering timbul ada ODHA dengan CD4< 100 sel/ul.
TUJUAN Menemukan penyebab infeksi Kriptokokosis yaitu Cryptococcus neoformans
pada ODHA.
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pelaksanaan : Teknis Laboratorium yang sudah terlatih
PENANGGUNG Penanggung jawab :Dokter Spesialis Patologi Klinik
JAWAB Pelasana pengambilan darah : Analis, Perawat, Bidan
URAIAN ILMIAH Terdapat 5 serotipe Cryptococcus ( A,B,C,D dan AD)
Varian: neoformans, gatti dan grubeii.
Klinis :
a. Invaso paru primer
b. Pada pasien imunokompromis infeksi akan menyebar dan kadang –
kadang menyeluruh (diseminata)
c. Predileksi disusunan saraf pusat.

Evaluasi CSF dengan cat India ink/alcian blue/mucicarmine


Pemeriksaan antigen cryptococcal serum, CSF atau aspirat paru → diagnosis
awal → hasil (+) > 99%, title >1:2048
Metode aglutinasi leteks dilapisi antibody antikapsuler
- Sediaan langsung (mikroskopik): tinta India/Nigrosin
- Biakan
- Serologi

Serologi:
- Deteksi antigen merupakan tes pilihan dengan sesitivitas dan spesifitas
sangat tinggi.
- Deteksi antibody lebih memiliki nilai prognostic daripada nilai diagnostic
- Saat pasien sembuh antibody menjadi positif dan titer antigen menurun
- Pada pasien AIDS deragukan akan membentuk antibody yang cukup untuk
terdeteksi pada saat penyembuhannya.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
CRYPTOCOCCOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/4
Pemeriksaan laboratorium:
Bahan pemeriksaan harus diambil sesuai dengan gejala klinis. Bahan pemeriksaan
tersering adalah caoran otak.
Cairan tubuh lain, dahak, jaringan biopsy, cairan prostat (pada kasus berulang)
dan darah untuk biakan hanya dipergunakan bila ada indikasi.
ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan
PROSEDUR Persiapan pasien : tidak perlu persiapan khusu
Pengambilan specimen L aseptic, wadah steril dan tanpa pengawet
Pengiriman dan penyimpanan : segera dan langsung dikerjakan

Pemeriksaan :
Bahan pemeriksaan :
 Sputum
 Serum/darah
 Cairan serebrospinalis
 Lesi kulit (jarang)

Peralatan :
Berbagai alat untuk keamanan dan keselamatan kerja bagi petugas laboratorium :
 Jas laboratorium
 Masker
 Sarung tangan
 Face shield/goggles
 Biosafety cabinat kelas II a-b

Berbagai alat untuk pemeriksaan bahan :


 Peralatan
o Alkohol 70%
o Kapas steril
o Semprit 5 ml (jarum no 18-20 g)
o Jarum inokulasi, gelas objek bersih
o Tabung/cawan/petristeril
 Mikroskop
 Incubator terkalibrasi
 Sentrifus terkalibrasi
 Refrigeratr terkalibrasi

Reagensia :
Untuk pemeriksaan mikroskopis/langsung :
 Tinta India atau Nigrosin
 Periodic Acid Schiff stain

Media
Untuk pemeriksaan biakan :
 Sabouround’s Dextrose Agar/SDA (+ antibiotiik)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
CRYPTOCOCCOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/4
Cara kerja:
Sadiaan langsung Mikroskopik:
 Pewranaan tinta India/Nigrosin
 Prepasi dibuat di bagian tengah kaca objek yang bersih dan bebas lemak
 Letakan 1 tetes tinta India atau Nigrosin di tengah kaca objek. Zat warna
yang terlalu banyak akan menyebabkan latar belakang terlalu gelap
 Bila pada pemeriksaan pewarnaan tampak terlalu gelap, tambahkan
sedikit air di tepi kaca penutup dan ketuk tepi kaca penutup perlahan
beberapa kali. Ini akan sedikit mengencerkan zat warana tersebut.
 Letakan 1 sengkelit atau lebih bahan pemeriksaan sedimen hasil
sentrifugasi bahan pemeriksaan cair (seperti cairan otak, urin atau cairan
tubuh lain) dekat dengan tetesam zat warna.
 Campur rata dengan sengkelit atau lebih baik dengan jarum steril.
Sengkelit harus sudah dingin sebelum dipakai, karena bila masih panas
akan meenyebabkan presipitasi zat warna.
 Pegang kaca penutup secara vertical dengan salah satu tepinya
menyentuh cairan di atas kaca objek. Cairan akan menyeebar sepanjang
tepinya akibat adanya tegangan permukaan.
 Dengan tetap menyentuhkan tepi kaca penutup pada permukaan cairan,
tutupkan kaca penutup.

Biakan :
- Pada Sabouraund’s Dextrose Agar (SDA) diinkubasi pada suhu 25oC dan 37
oC, koloni tanpak dalam waktu 48-72 jam, namun dapat membutuhkan
waktu lebih lama, tergantung jumlah jamur yang ada.
- Koloninya lunak dan memiliki konsistensi seperti krim atau seperti lender
bila mempunyai kapsul dalam jumlah banyak.
- Pada subkultur ulang, koloni cenderung menjadi kering karena besar kapsul
berkurang.

Pencatatan dan Pelaporan


Perhatikan adakah kapsul yang mengelilingi budding, kemudian bandingkan
dengan sitoplasma netrofil. Kapsul C, neoformans lebih besar dari sitoplasma
netrofil. Tampak kapsul dengan efek ‘halo’ disekitar bahan tak menyerap cat sel
yeast.

Lampiran :
Gambaran mikroskop :
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
CRYPTOCOCCOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 4/4
PEMANTAPAN Pada tiap pemeriksaan disertakan control positif yang mengandung spora
KWALITAS Cryptococcus pada kaca objek yang sama dengan bahan pemeriksaan.

UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
HISTOPLASMOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/4
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Histoplasmosis disebabkan oleh Histoplasma capsulatum. Histoplasma
capsulatum hidup dalan tanah yang tercemar kotoran burung, ayam dan
kelelawar. Gambaran klinis terbanyak pada ODHA yaitu berupa histoplasmosis
akut yang menimbulkan manifestasi retrosternal dan histoplasmosis diseminata
yang disertai manifestasi di kulit seperti lesi pustule hingga papulonekrosis.
TUJUAN Menemukan penyebab Histoplasmosis yaitu Histoplasma capsulatum pada
ODHA.
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pelaksanaan : Teknis Laboratorium yang sudah terlatih
PENANGGUNG Penanggung jawab :Dokter Spesialis Patologi Klinik
JAWAB
URAIAN ILMIAH Jamur ini bersifat dimorfik, ditanah tumbuh sebagai konidia, sedangkan jika
sporanya terhisap masuk ke paru berubah bentuk menjadi ragi. Ragi tersebut
kemudian masuk ke dalam makrofag alveolar, bermultiplaksi, menyebar
kekelenjar getah bening hilus mediastinum, lalu masuk sirkulasi.
Histoplasma capsulatum merupakan jamur intraseluler, memiliki 2 varian : varia
capsulatum dan varian duboisii (tipe Afrika)

Klinis :
- 95% kasus histoplasmosis tidak bergejala, subklinik atau beenigna.
- 5% kasus menunjukkan gejala penyakit paru progresif, penyakit kulit atau
sistemik menahun atau penyakit sistemik yang akut, ganas dan mematikan
- Sediaan langsung (mikroskopi): pewarnaan wright/giemsa.

Pemeriksaan laboratorium :
Bahan pemeriksaan harus diambil sesuai dengan gejala pada pasien.
Pathogen ini hidup dalam makrofog, sehingga bahan pemeriksaan yang ideal
diambil untuk pemeriksaan langsung dan biakan adalah sumsum tulang.
Kultur merupakan pemeriksaan baku emas untuk diagnosis definitive
Histoplasmosis. Jamur ini tumbuh lambat sehingga dibutuhkan waktu 2-4
minggu untuk mendapatkan hasil kultur. Kultur dapat diambil dari biopsy
sumsum tulang, darah perifer, biopsy kelenjar getah bening, lavase
bronkoalveoler ataupun biopsy kulit.
ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan
PROSEDUR Persiapan pasien : tidak perlu persiapan khusu
Pengambilan specimen L aseptic, wadah steril dan tanpa pengawet
Pengiriman dan penyimpanan : segera dan langsung dikerjakan
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
HISTOPLASMOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/4
Pemeriksaan :
Bahan pemeriksaan :
 Sputum
 Bilasan bronkus
 Biopsi sumsum tulang
 Darah
 Biopsi kulit bila ada lesi di kulit

Peralatan :
Berbagai alat untuk keamanan dan keselamatan kerja bagi petugas laboratorium :
 Jas laboratorium
 Masker
 Sarung tangan
 Face shield/goggles
 Biosafety cabinat kelas II a-b

Berbagai alat untuk pemeriksaan bahan :


 Peralatan
o Alkohol 70%
o Kapas steril
o Semprit 5 ml (jarum no 18-20 g)
o Sengkelit
o Jarum inokulasi, gelas objek bersih
o Tabung/cawan/petristeril
 Mikroskop
 Incubator terkalibrasi
 Sentrifus terkalibrasi
 Refrigeratr terkalibrasi

Reagensia :
Untuk pemeriksaan mikroskopis/langsung :
 Giemsa atau wright’s stain
 Methanol
 Buffer phosphate pH 7,2
 Lactophenol cotton blue/LCB

Media
Untuk pemeriksaan biakan :
 Madia Sabouraud (Sabouraud’s Dextrose Agar) (+ antibiotiik)
 Media agar darah
 Media mengandung cyloheximide.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
HISTOPLASMOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/4
Cara kerja:
Sediaan langsung :
a. Pewarnaan Wright
i. Buat sediaan hapus baik (darah tepi, sumsung tulang dsb) diatas kaca
objek yang bersih dan bebas lemak.
ii. Lapis dengan zat warna Wright yang baru disaring (harus menutupi
seluruh kaca objek) dan biarkan selama 1-3 menir untuk darah tepid an
10-15 menit untuk sumsum tulang.
iii. Tanpa membuang zat warna Wright, tambahkan larutan dapar/buffer (pH
6,4); tegangan permukaan akan menahan larutan tumpah.
iv. Tiup perlahan permukaan cairan supaya zat warna dan larutan dapar
tercampur rata. Saat tercampur rata akan tampak warna hijau metalik di
permukaan cairan. Biarkan selama 3 menit atau lebih (sumsum tulang
membutuhkan waktu lebih lama untuk terwarnai : 30-45 menit)
v. Cuci sediaan dengan hati-hati di bawah air mengalir, dan hapus bagian
bawah sediaan dengan kertas tissue bersih.
vi. Keringkan di udara terbuk, dan periksan di bawah mikroskop
b. Pewarnaan Giemsa :
i. Homogenisasi potongan jaringan dan buat apusan tipis dan rata
ii. Lapis sediaan dengan meranol dan biarkan selama 3-5 menit untuk
mamfiksasi
iii. Tambahkan larutan kerja Giemsa yang telah dibuat dan biarkan selama 45
menit.
iv. Cuci bersih sediaan dengan air kran mengalir
v. Keringkan dengan meletakkan sediaan di antara 2 lapis kertas pengisap.
vi. Periksa dengan lensa oli imersi

Sel ragi bertunas intraseluler di sediaan apus sumsum tulang atau darah tepi

Biakan :
- Pada Sabouraund’s Dextrose Agar (SDA) diinkubasi pada suhu 25oC dan
37 oC, 10-12 hari atau 2-4 minggu.
- H. capsulatun menunjukan dimorphism ternal dengan bentuk ragi bertunas
pada jaringan hiduo atau biakan pada suhu 37oC, atau bentuk jamur berhifa
(mould) ditanah atau biakan pada suhu di bawah 30oC.
- Pada SDA yang diinkubasi pada suhu 25 oC sebagian besar tubuh lebat,
berwarna putih atau coklat kekuningan, seperti kapas dengan bagian
transversal berwarna coklat muda. Kadang – kadang koloni glabrous atau
verukosa.
- Koloni pada agar darah BHI yang diinkubasi pada suhu 37oC rata,
basah/lembab, putih dan seperti ragi.
- Pada pemeriksaan mikroskopik tampak banyak sel seperti ragi bundar atau
oval yang bertunas, berukuran 3-4 x 2-3 mm.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
HISTOPLASMOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 4/4
Pencatatan dan Pelaporan :
- Makrokonidia : adanya makrokonidia besar (diameter 8-25 mm), bundar
sampai piriform, bersel tunggal, berdinding tebal yang khas yang terbentuk
pada konidiofor pendek, hialin dan tidak berdiferensiasi. Makrokobidia
terbentuk pada tahap perkembangan / pertumbuhan.
- Makrokonidia dengan tonjolan – tonjolan seperti jari atau duri (tuberkulata)
yang khas merupakan petunjuk diagnostic pasti untuk jamur ini, namun
tidak semua isolate jamur ini membentuk tuberkulata.
- Mikrokonidia, bila ada, berukuran kecil (diameter 2-4 mm), bulat samoai
piriform dan terapat pada cabang pendek atau langsung menempel pada sisi
hifa.

Lampiran :

PEMANTAPAN Pada tiap pemeriksaan disertakan control positif yang mengandung spora
KWALITAS Histoplasma capsulatum oada kaca objek yang sama dengan bahan pemeriksaan.
Perlu diperhatikan pengecatan sel lekosit di hapusan. Pada keadaan normal
tampak sel lekosit biru sampai violet.

UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
ASPERGILOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Kejadian aspergilosis pada ODHA tidak sebanyak infekssi jamur yang lain,
namun terinfeksi Aspergillus sp dapat menimbulkan kematian. Aspergilosis
invasif biasanya terjadi pada ODHA dengan CD4 < 50 sel/ul. Aspergillus sp
pada umumnya menginfeksi paru dengan berbagai manifestasi, juga dapat
menjadi diseminata. Kadangkala juga menginfekssi darah, sinus, kulit, telinga,
tulang, otak dan jantung.
TUJUAN Menemukan penyebab Aspergilosis pada ODHA
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pelaksanaan : Teknis Laboratorium yang sudah terlatih
PENANGGUNG Penanggung jawab :Dokter Spesialis Patologi Klinik
JAWAB Pelasana pengambilan darah : Analis, Perawat, Bidan
URAIAN ILMIAH Aspergilosis disebabkan oleh Aspergillus fumigatus, A. niger, A. flavus, A.
clavatus, A. nodulans. Aspergillus sp hidup dalam tanah dan sporanya yang
berukuran kecil muda berhamburan di udara sehingga mudah terhirup.
Aspergillus sp dapat berkoloni di bronkus, kista dan kavitas pasca tuberculosis.
ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan
PROSEDUR Persiapan pasien : tidak perlu persiapan khusu
Pengambilan specimen L aseptic, wadah steril dan tanpa pengawet
Pengiriman dan penyimpanan : segera dan langsung dikerjakan

Pemeriksaan :
Bahan pemeriksaan :
 Sputum ( dahak )
 Bilasan bronkus
 Biopsi paru

Peralatan :
Berbagai alat untuk keamanan dan keselamatan kerja bagi petugas laboratorium :
 Jas laboratorium
 Masker
 Sarung tangan
 Face shield/goggles
 Biosafety cabinat kelas II a-b
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
ASPERGILOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
Berbagai alat untuk pemeriksaan bahan :
 Peralatan
o Alkohol 70%
o Kapas steril
o Semprit 5 ml (jarum no 18-20 g)
o Sengkelit
o Jarum inokulasi, gelas objek bersih
o Tabung/cawan/petristeril
 Mikroskop
 Incubator terkalibrasi
 Sentrifus
 Refrigeratr terkalibrasi

Reagensia :
Untuk pemeriksaan mikroskopis/langsung :
 KOH 10-20%
 Alkohol 70%
 Lactophenol cotton blue/LCB

Media
Untuk pemeriksaan biakan :
 Madia Sabouraud Dextrose Agar/SDA (+ kloramfenikol)

Cara kerja:
Sediaan langsung :
Preparat gelas objek yang berisi baha ditetesi dengan KOH 10-20% atau LCB.
Selanjutnya dicari adakah gambaran konidia atau hifa.

Kultur :
1. Media ( slant ) Sabouraud Dextrose Agar
2. Inkubasi 45 sampai 50 oC
3. Lama inkubasi 48 jam sampai 72 jam
4. Aspergillus fumigitus bila tumbuh pada suhu 45 sampai 50 oC

Pencatatan dan Pelaporan


Hasil dikatakan Aspergillus spp bila tampak gambaran konidia dan hife seperti
yang tampak pada gambar dalam lampiran.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
ASPERGILOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
PEMANTAPAN Pada tiap pemeriksaan disertakan kontrol positif yang mengandung spora
KWALITAS Aspergillus spp pada kaca objek yang sama dengan bahan pemeriksaan.

UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PNEUMOCYSTIS PNEUMONIA (PCP)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Sejak organisme ini pertamakali ditemukan pada sebelum tahun 80-an,
organisme ini dianggap sebagai protoza. Pada tahun 1988 setelah dilakukan
analisis DNA, ternyata organisme ini merupakan suatu jamur. Sejak tahun 1999,
organisme ini diberi nama Pneumocystis jirovecii sp hominis. Tidak diketahui
pasti bagaimana jamur ini ditrasmisikan pada manusia, walaupun transmisi pada
hewan coba terbukti melaluli udara. Tampaknya transmisi pada manusia melalui
udara, karena DNA jamur dapat diidentifikasi pada spora udara di lingkungan
perumahan dan rumah sakit.
TUJUAN Menemukan penyebab Pneumocystis Pneumonia (PCP) yaitu Pneumocystis
jirovecii (carinii) ada ODHA.
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pelaksanaan : Teknis Laboratorium yang sudah terlatih
PENANGGUNG Penanggung jawab :Dokter Spesialis Patologi Klinik
JAWAB
URAIAN ILMIAH Jamur Pneumocystis ini tidak dapat dikultur, sehingga dibutuhkan pemeriksaan
mikroskopik spesimen sputum, lavage bronkoalveolar ataupun jaringa paru.
Diagnosis terbaik melalui bronkoskopi dengan lavase.
Pada pemeriksaan sputum ditemukan kista Pneumocystis jirovecii pada
mikroskop fluoresens dengan antibodi monoklonal. Sputum didapatkan dengan
batuk dalam setelah diakukan inhalasi dengan NaCl 3% (sensitivitas 60-95%)
atau melalui bilasan bronkoalveolar ( bronkoalveolar lavage/BAL) melalui
bronkoskopik (sensitivitas 96%). Kontraindikasi induksi sputum bila terdapat
komplikasi pneumothorax.
Diagnosis definitif PCP dapat ditegakkan jika pada pemeriksaan mikroskopik
ditemukan kista Pneumocystis jirovecii.

ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan


PROSEDUR Persiapan pasien : tidak perlu persiapan khusu
Pengambilan specimen L aseptic, wadah steril dan tanpa pengawet
Pengiriman dan penyimpanan : segera dan langsung dikerjakan

Pemeriksaan :
Bahan pemeriksaan :
 Sputum ( dahak )
 Bilasan bronkus
 Biopsi paru
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PNEUMOCYSTIS PNEUMONIA (PCP)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
Peralatan :
Berbagai alat untuk keamanan dan keselamatan kerja bagi petugas laboratorium :
 Jas laboratorium
 Masker
 Sarung tangan
 Face shield/goggles
 Biosafety cabinat kelas II a-b

Berbagai alat untuk pemeriksaan bahan :


 Peralatan
o Alkohol 70%
o Kapas steril
o Semprit 5 ml disposable (jarum no 18-20 g)
o Sengkelit /lidi/applicator stick
o Gelas objek
 Mikroskop
 Mikroskop fluoresesn

Reagensia :
Untuk pemeriksaan mikroskopis/langsung :
 Sulfonasi
 Toluidin
 Wright’s stain
 Bahan fluoresen

Cara kerja:
Hanya dilakukan pemeriksaan mikroskopis dan tidak dapat dilakukan biakan.
Sediaan langsung:
a. Mikroskopik
Teteskan pada gelas objek: 1 tetes cat Wright atau bahan fluoresen dan
bahan spesimen dengan lidi atau applicator stick.
Buat suspensi jangan terlalu tebal dan tipis, tutup dengan gelas penutup,
dan direkat dengan vaspar mencegah sediaan kering. Periksa dibawah
mikroskop: amati adanya kista P jirovecii (carinii).

PEMANTAPAN Pada tiap pemeriksaan disertakan kontrol positif yang mengandung kista P
KWALITAS jirovecii (carinii) pada kaca objek yang sama dengan bahan pemeriksaan.

UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PARASIT

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Penyakit parasit terdapar pada penderita dengan kekebalan melemah oleh
penyakit atau gangguan sistem kekebalan (immunocompromised) antara lain
pada penderita HIV & ADIS.
TUJUAN Untuk mendeteksi adanya infeksi parasit oada oenderita HIV & AIDS, sehingga
dapat dilakukan pengobatan secara tepat.
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pelaksanaan : Teknis Laboratorium yang sudah terlatih
PENANGGUNG Penanggung jawab :Dokter Spesialis Patologi Klinik
JAWAB Pelasana pengambilan darah : Analis, Perawat, Bidan
URAIAN ILMIAH Infeksi parasit berasal makanan atau minuman yang tercemar parasit, tertelan
dan kemudian dikeluarkan akan ditularkan melalui tinja.
ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan
PROSEDUR Persiapan Penderita
Siapkan wadah bersih untuk menampung tinja

Jenis spesimen
Tinja
a. Bentuk cair
Guna melihat gerakan protozoa trofozoit
Pemeriksaan dilakukan ½ jam sesudah berak ( ½ haour off passage)
b. Bentuk agak padat
Guna melihat beberapa protozoa kista
Telur cacing

Pengambilan Spesimen
1. Penting dalam cara mengambil dan mengirim bahan
2. Penemuan (identifikasi) bergantung pada awal perekatan (fiksasi)
3. Penderita tidak menggunakan laksana atau habis minum Barium enema (
foto saluran cerna)
Tempat mengambil dan mengirim bahan :
a. Bersih, kering, kedap air, waduh bermulut lebar, bertutup liur
b. Tidak terancam air
c. Dalam larutan garam atau sodium fosfat, tidak tercemar minyak
mineral
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PARASIT

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
Pengiriman dan Penyimpanan
Penyimpanan
Spesimen dapat disimpan di suhu 4 oC

Pengiriman ( menggunakan pengawet )


a. Polyvinyl mercuric chloride (PVA)
- Mercury chloride : perekatan (fiksasi)
- Polyvinyl alcohol:resin untuk pelekat
b. Formalin 5-10%: sedian basah, kista/telur, larva jangka lama. (untuk
metode kepekatan/konsentrasi)
c. Sodium-acetate-accetic acid formalin (SAF) –pekat, cat permanen,
albumin membantu pelekatan, baik digunakan untuk pengecatan
hematoxylin eosin.
d. Methiolate-iodine-formalin (MIF)
- Pengawet untuk protozoa/cacing sediaan basah dan pekat.

Metode pemeriksaan dan Reagensia


1. Mikroskopik
2. Mikroskop fluoresens

Reagensia :
1. Salin /eosin/Lugol: sediaan langsung
2. Bahan pemeriksaan dalam pengawet formalin/PVA:
Chromotrope, Trichrome, Tahan asam (Acid fast), Safranin

Peralatan:
1. Vortex
2. Sentrifus
3. Mikropipet
4. Gelas obyek
5. Gelas penutup

Cara kerja
Mikroskopik
Persiapan Pemeriksaan:
1. Pencahayaan diatur
2. Mikrometer okuler jangan diubah sesudah dikalibrasi
3. Teliti tepi gelas penutup
4. Amati seluruh sediaan
5. Gunakan acuan : gambar, ukuran, preparat yang positif

Pengamatan mikroskopik
Gerakan protozoa di larutkan cair/tinja lunak
Pengawet PVA tidak digunakan sebab keruh
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PARASIT

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
Sediaan basah
1. Salin: menemukan telur/larva dan kista dan kista membias (refraktif)
prootozoa
2. Iodine : menunjukkan inti secara lengkap
3. Pengamatan dengan sinar rendah ( bila dicurigai temukan objek baru,
sinar ditinggikan ).

Sediaan pekat (konsentrasi)


Dilakukan:
1. Bila jumlah parasit rendah
2. Mengilangkan sampah (debris)
a. Berdasarkan perbedaan antara parasit dan larutan
b. Trofozoit biasanya mati, amati telur, kista, larva

Cara memekatkan (konsentrasi):


1. Gunakan asetat ethyl formalin
2. Pemusingan (sentrifus) atau penggayaan berat (graviditas) mencakup
semua organisme dan stadia.

Cara mengapungkan (flotasi)


1. Hasil sampah (debris) tinja sedikit
2. Organisme diapungkan (suspensi) dalam zinc sulfate (S.G. = 1.180)
3. Sebagian besar parasit terdapat di lapisan permukaan
4. Telur terbuka/a,bruk (kolaps)
5. Kista protozoa berbuah beentuk (distorsi)
6. Teelur yang berat mungkin hilang tenggalam di dasar

PEMANTAPAN MUTU 1. Pemantapan mutu internal:darah, kontrol posotif pengecatan baku


2. Setiap laboratorium mempunyai uji kecakapan untuk uji membuktikan
penampilan evaluasi
3. Acuan : buku parasitologi, gambar, spesimen yang diawetkan
PPENCATATN DAN 1. Pencatatan
PELAPORAN Hasil dicatat pada buku catatan kerja harian yang berisi data masing-masing
pemeriksaan dan rekapitulasi jumlah penderita dan spesimen yang diterima. Data
pasien disimpan 5 tahun untuk penderita IRJ dan 10 tahun untuk penderita IRNA.
2. Pelaporan
Mengisi hasil pemeriskaan di borang pelaporan.
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN TOKSOPLASMOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Toksoplasmosis disebabkan oleh parasit interseluler Toksoplasma gondii.
Penularan dapat terjadi apabila mengkonsumsi daging yang terkontaminasi
oocyst atau kontak dengan nkotoran kucing yang mengandung oocyst.
Toksoplasmosis merupakan infeksi oportunistik pada enderita HIV. Oleh karena
itu pemeriksaan antibody Toksoplasma dapat diperiksa pada penderita HIV
dengan kecurigaan menderita infeksi oportunistik toksoplasmosis.
TUJUAN Pemeriksaan Toksoplasm bertujuan untuk menentukan adanya infeksi aktif atau
reaktivasi Toksoplasma gonddii pada pasien HIV berdasarkan titer IgG, IgM anti
Toksoplasma dan IgG avidity
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pelaksanaan : Teknis Laboratorium yang sudah terlatih
PENANGGUNG Penanggung jawab :Dokter Spesialis Patologi Klinik
JAWAB
URAIAN ILMIAH Pemeriksaan IgM dan IgM anti toksoplasma dipakai untuk mendiagnosis infeksi
Toksoplasma dan dapat membedakan apakah pasien dalam keadaan akut atau
kronis. Pemeriksaan IgG avidity dapat membedakan apakah infeksi
Toksoplasma terjadi dalam kurun waktu empat bulan atau lebih.
ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan
PROSEDUR Persiapan Pasien :
Pasien sebaiknua dalam keadaan puasa 10-12 jam.

Jenis Spesimem :
1. Serum
2. Plasma

Pengambilan Spesimen
1. Darah utuh diambil dengan teknik phelebotomy yang benar secara aseptik
(untuk sampel serum atau plasma).
2. Sampel plasma: darah utuh dimasukkan ke dalam vacutainer yang berisi
antikoagulan EDTA/Lithium Heparin dan dikocok bolak-balik kurang lebih
10 kali.
3. Tabung dipusingkan pada sentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 5-
15 manit.
PEMERIKSAAN TOKSOPLASMOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
Pengiriman dan Penyimpanan
Penyimpanan
a. Serum atau plasma dapat bertahan selama 2 hari pada suhu 2-8 oC
b. Serum atau plasma disimpan pada suhu -2 oC dapat bertahan sampai 6 bulan

Pengiriman
a. Waktu pengiriman tidak boleh melampaui masa stabilitas bahan
b. Tidak terkena sinar matahari secara langsung
c. Kemasan memenuhi syarat keamanan kerja laboratorium termasuk
pemberian label yang bertuliskan “Bahan Pemeriksaan Infeksius”.
d. Didalam kemasan suhu harus memenuhi syarat.

Pemeriksaan
1. ELISA = Enzyme-linked immunosorbent assy (IgG dan IgM anti
Toksoplasma ).
2. ELFA = enzyme-linked fluorescent immunoassay (IgG avidity).

Reagensia
1. IgM dan IgG anti Toksoplasma menggunakan reagensia dengan prinsip
ELISA (Antigen Toksoplasma dilapisi pada permukaan sumuran. Antigen
ini akan berikatan dengan IgM/IgG yang ada pada serum pasien, kemudian
dilakukan pencucian untuk menghilangkan bahan-bahan yang tidak terikat.
Penambahan konjugat ensim akan berikatan dengan kompleks antigen
antibodi, kelebihan konjugat dapat dihilangkan lewat proses pencucian. Pada
tahap terakhir ditambahkan TMB yang akan bereaksi dengan ensim pada
konjugat menyebabkan perubahan warna yang akan dideteksi pada ELISA
reader).
2. IgG Avidity menggunakan reagensia dengan prinsip ELFA dan dikerjakan
secara otomatis pada immunology analizer.

Alat :
1. Mikropipet
2. Sentrifus
3. Vortex
4. ELISA Reader dan Washer
5. ELFA otomatisasi

Cara kerja :
Masing – masing metode dikerjakan sesuai petunjuk dari produsen reagen.
PEMERIKSAAN TOKSOPLASMOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
PEMANTAPAN 1. Pemeriksaan dikerjakan sesuai prosedur yang dianjurkan oleh tiap produsen
KUALITAS reagensia
2. Pada tiap pemeriksaan disertakan kontrol positif dan kontrol negative
3. Hindari penggunaan bahan yang lipemik, hemolisis, dan ikterik
4. Hindari melakukan pooling bahan – bahan pemeriksaan
5. Reagensia disimpan pada keadaan sesuai petunjuk produsen
6. Validitas pemeriksaan harus diperiksa terlebih dahulu sebelum hasil
pemeriksan dapat dibaca.
7. Peralatan yang dipakai harus dapat berfungsi dengan baik dan terpantau
secara teratur
8. Pipet yang digunakan harus telah terkalibrasi
9. Menggunakan disposible tip agar tidak terjadi kontaminasi atau carry over.

PPENCATATN DAN Pencatatan


PELAPORAN Hasil dicatat pada buku catatan kerja harian yang berisi data masing-masing
pemeriksaan dan rekapitulasi jumlah pasien dan spesimen yang diterima. Data
pasien disimpan selama 5 tahun untuk penderita IRJ dan 10 tahun untuk penderita
IRNA.

Pelaporan
1. Hasil diketik pada lembar laporan hasil yang sudah tersedia dan ditanda
tangani dokter penanggung jawab.
2. IgM anti toksoplasma : hasil dapat dilaporkan sebagai negatif, positif dan
equivocal tanpa adanya titer.
3. IgG anti toksoplasma dilaporkan negatif, positif atau equivocal dengan
menggunakan titer antibodi. Pemeriksaan ulang pada 8-14 kemudian
sebaiknya dilakukan untuk mengetahui adanya peningkatan antibodi IgG.
Ratio indeks > 1,5 (dibandingkan pemeriksaan sebelumnya) menampakkan
peningkatan kadar antibodi yang bermakna dan sebagai petunjuk adanya
infeksi toksoplasma akut.
4. IgG Avidity dilaporkan dalam indeks. Indeks < 0,200 dinyatakan sebagai
low avidity (menunjukan adanya infeksi baru < 4 bulan). Indeks 0,200 ≥ dan
<0,300 dinyatakan bordeline avidity (diperlukan pemeriksaan IgG, IgM dan
Avidity tes 3 minggu kemudian). Indeks ≥ 0,300 dinyatakan sebagai high
avidity (menyingkirkan adanya kemungknan infeksi toksoplasma baru < 4
bulan).
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM DISENTRI
AMEBA (AMEBIASIS)
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Penyakit disentri ameba terdapat dioenderita dengan kekebalan melemah oleh
penyakit atau gangguan sistem kekebalan (immunocompromised) antara lain
pada penderita HIV & AIDS.
TUJUAN Untuk mendeteksi adanya infeksi parasit pada penderita HIV & AIDS, sehingga
dapat dilakukan pengobatan secara tepat.
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pelaksanaan : Teknis Laboratorium yang sudah terlatih
PENANGGUNG Penanggung jawab :Dokter Spesialis Patologi Klinik
JAWAB
URAIAN ILMIAH Infeksi parasit berasal makanan atau minuman yang tercemar parasit, tertelan
dan kemudian dikeluarkan akan ditularkan melalui tinja.
Entamoeba histolytia mempunyai 3 stadium, bentuk histolitika, bentuk minuta
dan bentuk kista. Bentuk histolitika, dan minuta berbentuk trofozoit. Bentuk
histolitika yang patogen dan berukuran besar dari minuta. Bentuk histolika
berinti di endoplasma. Ektoplasma bening dan homogen di bagian tepi sel.
Bantuk histolika berkembang biak dijaringan dan merusak jaringan tersebut
disebut Entamoeba histolytica. Bentuk kista di rongga usus besar bentuk bulat
dan lonjong mengandung bakteri dan sisa makanan. Bantuk minuta dapat
berubah bentuk histolitika dan tersebar di jaringan hati, paru dan otak. Infeksi
terjadi dengan menelan kista yang matang.
Siklus hidup : kista (stadia Infeksi) → keluar dari saluran penceranaan → sampai
empat (4) trofozoit dikeluarkan → penyakit → encystation → kista dikeluarkan
melalui tinja.

ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan


PROSEDUR Persiapan penderita
Siapkan wadah bersih untuk menampung tinja

Jenis Spesimen
Tinja
a. Bentuk cair
Guna melihat gerakan protozoa trofozoit
Pemeriksaan dilakukan ½ jam sesudah berak (1/2 hour of passage)
b. Bentuk agak padat
Guna melihat beberpa protozoit kista
PEMERIKSAAN LABORATORIUM DISENTRI
AMEBA (AMEBIASIS)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
Pengambilan dan Penyimpanan
Penyimpanan
Spesimen dapat disimpan di suhu 4 oC

Pengiriman (menggunakan pengawet)


Pengawet
a. Polyvinyl mercuric chloride (PVA)
- Mercury chloride : perekatan (fiksasi)
- Polyvinyl alcohol : resin untuk pelekat
b. Formalin 5-10% : sediaan basah, kista/telur, larva jangka lama (untuk
metode kepekatan/konsentrasi)
c. Sodium-acetate-acetic acid formalin ( SAF) – pekat, cat permanen,
albumin membantu pelekatan, baik digunakan untuk pencatatan
hemotoxylin eosin.
d. Merthiolate-iodine-formalin (MIF)
Pengawet untuk protozoa/cacing sediaan basah dan pekat.

Metode pemeriksaan dan Reagensia


1. Mikroskopik
2. Mikroskop fluoresens
3. ELISA

Reagensia
1. Salin/eosin/Lugol : sediaan langsung
2. Bahan pemeriksaan dalam pengawet Formlain/PVA: Trichrome

Peralatan:
1. Mikroskop
2. Gelas objek
3. Gelas penutup
4. Mikroelisa reader
5. Elisa washer

Cara Kerja
Mikroskopik
Persiapan pemeriksaan :
1. Pencahayaan diatur
2. Mikrometer okuler jangan diubah sesudah dikalibrasi
3. Teliti tepi gelas penutup
4. Amati seluruh sediaan (tedious)
5. Gunakan acuan: gambar, ukuran, preparat yang positif

Pengamatan mikroskopik
Gerakan protozoa di larutan cair/tinja lunak
Pengawet PVA tidak digunakan sebab keruh
PEMERIKSAAN LABORATORIUM DISENTRI
AMEBA (AMEBIASIS)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
Sediaan basah
1. Salin : menemukan kista membias (refraktil) protozoa
2. Iodine : menunjukkan inti secara lengkap
3. Pengamatan dengan sinar randah (bila dicurigai temuan objek baru, sinar
ditinggikan).

Sediaan pekat (konsentrasi )


1. Bila jumlah parasit rendah
2. Menghilangkan sampah (debris)
3. Berdasarkan perbedaan antara parasit dan larutan
4. Trofozoit biasanya mati, amati kista.

Perlu diperhatikan
1. Pemeriksaan mikroskopik tinja : amati trofozoit dan kista (negatif sampai
50% pada kasus )
2. Ekstraintestinal pemeriksaan mikroskop aspirat abses (negatif sampai
50% pada kasus, serologi, X-ray, CT scan, ultrasound, ruang tempat lesi)
3. Penentuan antigen (perangkat/kit untuk memeriksa tinja)
4. Uji serologis untuk menentukan antibodi, sangar sensitif dan spesifik.

Pengecatan tinja dengan Trichrome


Trofozoit ukuran 10-60 µm mempunyai kaki semu (pseudopodia) dan menelan
sel eritrosit
Kista : membulat (sferis) dengan inti sampai ukuran 10-20 µm.

PEMANTAPAN MUTU 1. Pemantapan mutu internal: darah, kontrol positif, pengecatan baku
2. Setiap laboratorium mempunyai uji kecakapan untuk uji membuktikan
penampilan evaluasi
3. Acuan : buku parasitologi, gambar, spesimen yang diawetkan.
PPENCATATN DAN Pencatatan :
PELAPORAN Hasil dicatat pada buku catatan kerja harian yang berisi data masing – masing
pemeriksaan dan rekapitulasi jumlah penderita dan spesimen yang diterima. Data
pasien disimpan selama 5 tahun untuk penderita IRJ dan 10 tahun untuk penderita
IRNA.

Pelaporan
Mengisi hasil pemeriksaan di borang pelaporan

UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM GIARDIASIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Penyebab giardiasis adalah Giardiasis lamblia, selain terdapat pada manusia juga
terdapat di hewan. Pada penderita HIV & AIDS banyak di temukan. Selain
menyebabkan gangguan intestinal juga dihubungkan dengan sindrom alergi,
urtikaria, arteritis retinal dan iridosiklitis pada anak dan dewasa. Pencegahan
dengan menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan.
TUJUAN Untuk mendetekssi adanya infeksi giardiasis pada penderita HIV & AIDS,
sehingga dapat dilakukan pengobatan secara tepat.
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pelaksanaan : Teknis Laboratorium yang sudah terlatih
PENANGGUNG Penanggung jawab :Dokter Spesialis Patologi Klinik
JAWAB Pelaksana Pengambilan Sampel : Analis, Perawat, Bidan
URAIAN ILMIAH Infeksi giardiasis terjadi karena tertelan makanan dan minuman yang
mengandung parasit. Akibat infeksi G.lamblia terjadi gangguan absorbsi
makanan, parasit melekat di mukosa duodenum, bagian proksimal yeyunum dan
kadang di saluran empedu. Parasit bergerak dengan flagela dan trofozoit
berpindah dari satu ke tempat lain. Trofozoit berkembang biak dengan membelah
longitudinal, dalam tinja cair ditemukan trofozoit. Pembentukan kista terjadi
sewaktu dalam perjalanan ke kolon. Kista tertelan → pengujaan (ekskistasi) di
saluran cerna atas → melepas sampai empat (4) trofozoit → penyakit →
ekskistasi → keluaran melalui tinja (kista).
ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan
PROSEDUR Pengambilan bahan
1. Sebaiknya sebelum minum antibiotik
2. Sebelum minum antidiare
3. Sampel diletakkan dalam wadah bersih
4. Tidak tercemar air kencing
5. Secepatnya dikirim ke laboratorium

Pengiriman dan Penyimpanan


Penyimpanan
Spesimen dapat di suhu 4oC

Pengiriman (menggunakan pengawet)


Pengawet
a. Polyvinyl mercuric chloride (PVA)
- Mercury chloride: perekatan (fiksasi)
- Polyvinyl alcohol: resin untuk pelekat
PEMERIKSAAN LABORATORIUM GIARDIASIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
b. Formalin 5-10%: sediaan basah, kista/telur, larva jangka lama ( untuk
metode kepekatan/konsentrasi)
c. Sodium-acetate-acetic acid formalin (SAF) –pekat, cat permanen,
albumin membantu pelekatan, baik digunakan untuk pengecatan
hematoxylin eosin.
d. Merthiolate-iodine-formalin (MIF)
- Pengawet untuk protozoa/cacing sediaan basag dan pekat

Metode pemeriksaan
1. Pemeriksaan tiga (3) tinja atau segera atau hirupan (aspirat) untuk trozofoit
dan kista sering negatif (rata-rata 50-70%) bergantung selang keluat dan
lekerana organisme.
2. Pengeenlan (deteksi) antigen ELISA lebih sensitif dan spesifik dari pada
cara mikroskopik.
3. FA (fluorescent antibody) langsung
4. Uji serat/string tes (Enterotest)-gelatin kapsul dimasukkan dengan tali

Pengecatan tinja dengan Trichrome


Trofozoit ukuran 10-20 µm, bentuk pir dengan dua (2) inti. Longitudinal
axoneme, badan parabasal dan 8 flagela
Kista : bentuk oval dengan inti sampai empat (4) ukuran 11 sampai 14 µm.

Reagensia
1. Salin/eosin/Lugol :sediaan langsung
2. Bahan pemeriksaan dalam pengawet Formalin/PVA: Trichrpme

Cara kerja
Mikroskopik
Persiapan pemeriksaan
1. Pencahayaan diatur
2. Mikrometer okuler jaringan diubah sesudah dikalibrasi
3. Teliti tepi gelas penutup
4. Amati seluruh sediaan (tedious)
5. Gunakan acuan : gambar, ukuran, preparat yang positif

Pengamatan mikroskopik
Gunakan frotozoa dilarutan cair / tinja lunak
Pengawet PVA tidak digunakan sebab keruh

Sediaan basah
1. Salin : menemukan telur /larva dan kista membias (refraktit) protozoa
2. Iodena : menunjukkan inti secara lengkap
3. Pengamatan dengan sinar rendah ( bila dicurigai temuan objek baru, sinar
ditinggikan).
PEMERIKSAAN LABORATORIUM GIARDIASIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
Sediaan pekat (konsentrasi)
1. Bila jumlah parasit rendah
2. Menghilangkan sampah (debris)
3. Berdasarkan perbedaan antara parasit dan larutan
4. Trofozoit biasanya mati, amati telur, kista, larva.

PEMANTAPAN MUTU 1. Pemantapan mutu internal: darah, kontrol positif, pengecatan baku
2. Setiap laboratorium mempunyai uji kecakapan untuk uji membuktikan
penampilan evaluasi
3. Acuan : buku parasitologi, gambar, spesimen yang diawetkan.

PPENCATATN DAN Pencatatan :


PELAPORAN Hasil dicatat pada buku catatan kerja harian yang berisi data masing – masing
pemeriksaan dan rekapitulasi jumlah penderita dan spesimen yang diterima. Data
pasien disimpan selama 5 tahun untuk penderita IRJ dan 10 tahun untuk penderita
IRNA.

Pelaporan
Mengisi hasil pemeriksaan di borang pelaporan

UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
ASCARIASIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Penyakit ascariasis disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides sering
ditemukan mulai bayi samapai dewasa. Infeksi ditemukan di daerah dengan
sanitasi yang buruk. Telur cacing ini dapat tahan hidup di dalam tanah
berminggu-minggu. Sumber pencemaran selain tanah juga sayuran. Telur
Ascaris lumbricoides dapat berjumlah ratusan ribu dalam sehari dan
disebarluaskan melalui tinja manusia.
TUJUAN Untuk mendetekssi adanya infeksi Ascariasis pada penderita HIV & AIDS,
sehingga dapat dilakukan pengobatan secara tepat.
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pelaksanaan : Teknis Laboratorium yang sudah terlatih
PENANGGUNG Penanggung jawab :Dokter Spesialis Patologi Klinik
JAWAB Pelaksana Pengambilan Sampel : Analis, Perawat, Bidan
URAIAN ILMIAH Telur tertelan → tersangkut diusus halus → di dinding usus → masuk peredaran
darah atau pembuluh limfe → dibawa kehati → jantung → paru → alveoli →
osofagus → dibatukkan dan tertelan → masak, kawin → betina bertelur →
dikeluarkan melalui tinja.
Ciri cacing dewasa jantan berukuran 15 sampai 31 cm, bagian 2-4 mm terdapat
ekor bengkok (curve)
Telur bentuk bulat (sferis) ukuran 55-95 µm pada 35-47 µm bergantung stadia
perkembangannya.
ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan
PROSEDUR Persiapan Penderita
Siapkan wadah bersih untuk menampung tinja

Jenis spesimen
Tinja
1. Bantuk cair
Guna melihat gerakan frotozoa trofozoit
Pemeriksaan dilakukan ½ jam sesudah berak (1/2 hour of passage)
2. Bentuk agak padat
Guna malihat beberapa protozoa kista
Telur cacing

Pengambilan Spesimen
Tempat mengambil dan mengirim bahan:
1. Bersih, kering, kedap air, wadah bermulut lebar, bertutup ulir
2. Tidak tercemar air
PEMERIKSAAN LABORATORIUM ASCARIASIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
Pengiriman dan Penyimpanan
Penyimpanan
Spesimen dapat disimpan di suhu 4 oC

Pengiriman
Pengawet
Bahan pemeriksaan dalam pengawet Formalin / PVA

Metode Pemeriskaan : Mikroskopik


Reagensia : Salin . eosin . Lugol : sediaan langsung

Peralatan :
1. Mikroskop
2. Gelas objek
3. Gelas penutup
4. Sentrifus

Cara kerja
Mikroskopik :
Persiapan pemeriksaan
1. Pencahayaan diatur
2. Mikrometer okuler jangan diubah sesudah dikalibrasi
3. Teliti tepi gelas penutup
4. Amati seluruh sediaan (tedious)
5. Gunakan acuan : gambar, ukuran, preparat yang positif

Pengamatan mikroskopik L pemeriksaan mikroskopik telur di tinja

Sediaan basah
1. Salin : menemukan telur
2. Iodine L menunjukkan inti secara lengkap
3. Pengamatan dengan sinar rendah (bila dicurigai temuan objek baru, sinar
ditinggikan)

Sediaan pekat (konsentrasi)


1. Bila jumlah parasit rendah
2. Menghilangkan sampah (debris)
3. Bedasarkan perbedaan antara parasit dan larutan
4. Amati telur

Cara memekatkan (konsentrasi)


1. Gunakan asetat ethyl formallin
2. Pemusingan (Sentrifuse)atau oenggayaan berat (graviditas) mencakup
semua organisme dan stadia.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM ASCARIASIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
Cara mengapungkan (flotasi)
1. Hasil sampah (debris) tinja sedikit
2. Organisme diapungkan (suspensi) dalam zinc sulfate (S.G = 1.180)
3. Sebagian besar parasit terdapat di lapisan permukaan
4. Telur terbuka
5. Telur yang berat mungkin hilang tenggelam di dasar

PEMANTAPAN MUTU 1. Pemantapan mutu internal: darah, kontrol positif, pengecatan baku
2. Setiap laboratorium mempunyai uji kecakapan untuk uji membuktikan
penampilan evaluasi
3. Acuan : buku parasitologi, gambar, spesimen yang diawetkan.

PPENCATATN DAN Pencatatan :


PELAPORAN Hasil dicatat pada buku catatan kerja harian yang berisi data masing – masing
pemeriksaan dan rekapitulasi jumlah penderita dan spesimen yang diterima. Data
pasien disimpan selama 5 tahun untuk penderita IRJ dan 10 tahun untuk penderita
IRNA.

Pelaporan
Mengisi hasil pemeriksaan di borang pelaporan

UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
STRONGILOIDIASIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Penyebab strongiloidiasis ialah Strongiloides stercoralis terdapat di penderita
dengan kekebalan melemah oleh penyakiy atau gangguan sistem kekebalan
(immunocompromised) antara lain pada penderita HIV. Penularan terjadi bila
manusia dengan kaki terlanjang menginjak tanah/kotoran yang mengandung
bentuk larva filari (menembus kulit)
TUJUAN Untuk mendetekssi adanya infeksi parasit pada penderita HIV & AIDS,
sehingga dapat dilakukan pengobatan secara tepat.
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pelaksanaan : Teknis Laboratorium yang sudah terlatih
PENANGGUNG Penanggung jawab :Dokter Spesialis Patologi Klinik
JAWAB Pelaksana Pengambilan Sampel : Analis, Perawat, Bidan
URAIAN ILMIAH Seperti cacing umumnya kecuali telur dierami diusus → bantuk rhabditi dilepas
→ berkembang menjadi bentuk larva filari → dikeluarkan bersama tinja →
dapat hidup bebas ditanah → dewasa meletakan telur di mukosa usus →
dieramkan menghasilkan larva yang menjangkit (infeksius) → menembus kulit,
dsb. Timbul autoinfeksi.

ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan


PROSEDUR Persiapan Penderita
Siapkan wadah bersih untuk menampung tinja

Jenis spesimen
Tinja
1. Bantuk cair
Guna melihat gerakan frotozoa trofozoit
Pemeriksaan dilakukan ½ jam sesudah berak (1/2 hour of passage)
2. Bentuk agak padat
Guna malihat beberapa protozoa kista
Telur cacing

Pengambilan Spesimen
Tempat mengambil dan mengirim bahan:
1. Bersih, kering, kedap air, wadah bermulut lebar, bertutup ulir
2. Tidak tercemar air
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
STRONGILOIDIASIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
Pengiriman dan Penyimpanan
Penyimpanan
Spesimen dapat disimpan di suhu 4 oC

Pengiriman
Pengawet
a. Polyvinyl Alcohol (PVA)
- Polyvinyli alcihil : resin untuk pelekat
b. Formalin 5-10% : sediaan basah larva jangka lama (untuk metode
kepekatan konsentrasi)
c. Sodium – acatate-acetic acid formalin (SAF) –pelat, cat permanen,
albumin membentu pelekatan, baik digunakan untuk pengecatan
hematoxyiin eosin.
d. Merhiolate-iodine-formalin (MIF)
- Pengawet untuk cacing sediaan basah dan pekat.

Metode pemeriksaan : Mikroskopik


Reagensia : Salin/eosin/Lugol : sediaan langsung

Peralatan :
1. Mikroskop
2. Gelas objek
3. Gelas penutup
4. Sentrifus

Cara kerja
Mikroskopik :
Persiapan pemeriksaan
1. Pencahayaan diatur
2. Mikrometer okuler jangan diubah sesudah dikalibrasi
3. Teliti tepi gelas penutup
4. Amati seluruh sediaan (tedious)
5. Gunakan acuan : gambar, ukuran, preparat yang positif

Pengamatan mikroskopik : mengamati ada larva

Sediaan basah
1. Salin : menemukan larva
2. Pengamatan dengan sinar rendah (bila dicurigai temuan objek baru, sinar
ditinggikan)

Sediaan pekat (konsentrasi)


1. Bila jumlah parasit rendah
2. Menghilangkan sampah (debris)
3. Bedasarkan perbedaan antara parasit dan larutan
4. Larva
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
STRONGILOIDIASIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
Cara memekatkan (konsentrasi)
1. Gunakan asetat ethyl formallin
2. Pemusingan (Sentrifuse)atau oenggayaan berat (graviditas) mencakup
semua organisme dan stadia.

Cara mengapungkan (flotasi)


1. Hasil sampah (debris) tinja sedikit
2. Organisme diapungkan (suspensi) dalam zinc sulfate (S.G = 1.180)
3. Sebagian besar parasit terdapat di lapisan permukaan

PEMANTAPAN MUTU 1. Pemantapan mutu internal: darah, kontrol positif, pengecatan baku
2. Setiap laboratorium mempunyai uji kecakapan untuk uji membuktikan
penampilan evaluasi
3. Acuan : buku parasitologi, gambar, spesimen yang diawetkan.

PPENCATATN DAN Pencatatan :


PELAPORAN Hasil dicatat pada buku catatan kerja harian yang berisi data masing – masing
pemeriksaan dan rekapitulasi jumlah penderita dan spesimen yang diterima. Data
pasien disimpan selama 5 tahun untuk penderita IRJ dan 10 tahun untuk penderita
IRNA.

Pelaporan
Mengisi hasil pemeriksaan di borang pelaporan

UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM TRICHURIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM HIV Tanggal Ditetapkan
& AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Penyebab infeksi trichuris yaitu Trichuris trichiura terdapat di penderita dengan
kekebalan melemah (immunocomromised) antara lain pada penderita HIV &
AIDS. Penularan terjadi pada keadaan lingkungan sanitasi jelek dan sesuai
dengan kehidupan parasit. Prevalensi trichuris masih tinggi di Indonesia, antara
lain disebabkan sanitasi dan hygiene masih rendah.
TUJUAN Untuk mendetekssi adanya infeksi parasit pada penderita HIV & AIDS,
sehingga dapat dilakukan pengobatan secara tepat.
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pelaksanaan : Teknis Laboratorium yang sudah terlatih
PENANGGUNG Penanggung jawab :Dokter Spesialis Patologi Klinik
JAWAB Pelaksana Pengambilan Sampel : Analis, Perawat, Bidan

URAIAN ILMIAH Telur tertelan → larva berkembang dalam usus besar → telur masuk dalam tinja.
Bentuk dewasa jantan penjangnya 30 sampai 45 mm bergelendong (coil) di
bagian ujung posteroir. Dewasa betina panjangnya 335 sampai 50 mm dengan
bantuk rambut (kejur) di ujung posterior.
Telur berdinding kulit tebal, betuk gentong dengan sumbat (plug) di ujung tiang
berukuran 50 samapai 55 µm, sekitar 22 sampai 24 µm

ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan


PROSEDUR Persiapan Penderita
Siapkan wadah bersih untuk menampung tinja

Jenis spesimen
Tinja segar bentuk cair
Guna melihat gerakan frotozoa trofozPengawet untuk cacing sediaan basah dan
pekat.

Metode pemeriksaan : Mikroskopik


Reagensia : Salin/eosin/Lugol : sediaan langsung

Peralatan :
1. Mikroskop
2. Gelas objek
3. Gelas penutup
4. Sentrifus
PEMERIKSAAN LABORATORIUM TRICHURIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
Cara kerja
Mikroskopik :
Persiapan pemeriksaan
1. Pencahayaan diatur
2. Mikrometer okuler jangan diubah sesudah dikalibrasi
3. Teliti tepi gelas penutup
4. Amati seluruh sediaan (tedious)
5. Gunakan acuan : gambar, ukuran, preparat yang positif

Pengamatan mikroskopik :
Pemeriksaan mikroskopik tinja untuk mencari telur

Sediaan pekat (konsentrasi)


1. Bila jumlah parasit rendah
2. Menghilangkan sampah (debris)

Cara mengapungkan (flotasi)


1. Hasil sampah (debris) tinja sedikit
2. Organisme diapungkan (suspensi) dalam zinc sulfate (S.G = 1.180)
3. Sebagian besar parasit terdapat di lapisan permukaan

PEMANTAPAN MUTU 1. Setiap laboratorium mempunyai uji kecakapan untuk uji membuktikan
penampilan evaluasi
2. Acuan : buku parasitologi, gambar, spesimen yang diawetkan.

PPENCATATN DAN Pencatatan :


PELAPORAN Hasil dicatat pada buku catatan kerja harian yang berisi data masing – masing
pemeriksaan dan rekapitulasi jumlah penderita dan spesimen yang diterima. Data
pasien disimpan selama 5 tahun untuk penderita IRJ dan 10 tahun untuk penderita
IRNA.

Pelaporan
Mengisi hasil pemeriksaan di borang pelaporan

UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Crptosporidiosis

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Penyakit Criptosporidiosis terdapat di penderita dengan kekebalan yang menurun
oleh penyakit atau gangguan sistem kekebalan (immunocompromised) antara lain
pada penderita HIV & AIDS. Infeksi tersebut dapat berasal dari daerah dengan
sanitasi jelek, atau perpindahan orang dari daerah endemik.
TUJUAN Pemeriksaan bertujuan menentukan Criptosporidiosis pada penderita HIN &
AIDS.
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pelaksanaan : Teknis Laboratorium yang sudah terlatih
PENANGGUNG Penanggung jawab :Dokter Spesialis Patologi Klinik
JAWAB Pelaksana Pengambilan Sampel : Analis, Perawat, Bidan
URAIAN ILMIAH Siklus hidup : oocyst tertelan bersama makanan → masuk ke usus → oocyst
,elepas sprozoit 1-2 minggu → masuk dalam sel inang → mikro dan makrogamet
→ zygote → dilepas dalam bentuk oocyst di tinja.

ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan


PROSEDUR Persiapan Penderita
Siapkan wadah bersih untuk menampung tinja

Jenis spesimen
1. Tinja
2. Paru ( sputum, bronchial washing, biopsi )
3. Cairan empedu
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Crptosporidiosis

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
Pengambilan Spesimen
1. Penting dalam cara mengambil dan mengirim bahan
2. Penemuan (Identifikasi) bergantung pada awal perekatan (fiksasi)
3. Penderita tidak menggunakan laksan atau habis minum Barium enema
(foto saluran cerna)
4. Tempat mengambil dan mengirim bahan :
a. Bersih, kering, kedap air, wadah bermulut lebar, bertutup ulir
b. Tidak tercemar air
c. Dalam larutan garam atau sodium fosfat, tidak tercemar minyak
mineral.

Pengiriman dan Penyimpanan


Penyimpanan
Spesimen dapat disimpan di suhu 4 oC

Pengiriman
Pengawet
a. Polyvinyl Alcohol (PVA)
- Polyvinyli alcihil : resin untuk pelekat
b. Formalin 5-10% : sediaan basah larva jangka lama (untuk metode
kepekatan konsentrasi)
c. Sodium – acatate-acetic acid formalin (SAF) –pelat, cat permanen,
albumin membentu pelekatan, baik digunakan untuk pengecatan
hematoxyiin eosin.
d. Merhiolate-iodine-formalin (MIF)
- Pengawet untuk cacing sediaan basah dan pekat.

Metode pemeriksaan :
1. Mikroskopik
2. ELISA
3. Mikroskop fluoresens

Reagensia : Pengecatan Giemsa, Tahan asam

Peralatan :
1. Binokular mikroskop
2. Gelas objek, gelas penutup
3. Sengkelit

Cara kerja
Mikroskopik :
Persiapan pemeriksaan
1. Pencahayaan diatur
2. Mikrometer okuler jangan diubah sesudah dikalibrasi
3. Teliti tepi gelas penutup
4. Amati seluruh sediaan (tedious)
5. Gunakan acuan : gambar, ukuran, preparat yang positif
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Crptosporidiosis

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
Prinsip : berdasarkan identifikasi oocyst 4-5 µm bentuk oval atau bulat dalam
tinja
1. Hapus tinja (tipis) di atas gelas objek keringkan
2. Fiksasi dengan methanol 1 menit
3. Tusng di atasnya carbol fuchsin selama 5 menit
4. Cuci kira – kira 3-5 detik dengan 50% ethanol
5. Cuci dengan air
6. Pelunturan warna dengan asam sulfat 1% 2 menit samapai warna hilang
7. Cuci dengan air keringkan
8. Pewarna methylene blue dituangkan 1 meniit
9. Cicu dengan air keringkan
10. Baca dengan low atau high dry objective dengan minyak imersi (100 x)
11. Oocyst berwarna merah, bentuk bulat

Metode konsentrasi
Bila jumlah parasit sedikit dengan menggunakan metode apung dengan Formalin
ether atau Formalin aetyl asetat.
PEMANTAPAN MUTU 1. Pemantapan mutu internal : darah, kontrol positif pengecatan baku
2. Setiap laboratorium mempunyai uji kecakapan untuk uji membuktikan
penampilan evaluasi
3. Acuan : buku parasitologi, gambar, spesimen yang diawetkan.

PPENCATATN DAN Pencatatan :


PELAPORAN Hasil dicatat pada buku catatan kerja harian yang berisi data masing – masing
pemeriksaan dan rekapitulasi jumlah penderita dan spesimen yang diterima. Data
pasien disimpan selama 5 tahun untuk penderita IRJ dan 10 tahun untuk penderita
IRNA.

Pelaporan
Mengisi hasil pemeriksaan di borang pelaporan

UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
MICROSPORODIOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Microsporodiosis terdapat pada penderita dengan kekebalan menurun antara lain
pada penderita HIV & AIDS. Penularan penyakit melalui minuman dan
makanan, tetapi penularan secara vertikal terjadi pada semua genus. Di dalam
usus hospes spesifik, spora bereaksi membentuk tonjolan filamen. Filamen
membentuk tabung yang berfungsi sebagai jarum hipodernis dan menembus
epitel usus. Inti dan stioplasma memperoleh membran baru dari sistem membran
dari plorosplast dan membentuk sel sporoplasma diinjeksikan secara aman dalam
sel hospes Plasma membran dari spora merupakan lapisan dinding dari spora
yang kosong. Sporoplasma sebagai parasit epitel usus.
Microsporidia tediri dari beberpa spesien parasit yang merupakan masalah untuk
HIV & AIDS.
Enterocytozoon bieneusi –terapat diusus halus dan kadang – kadang sebagai
penyebab sinusitis. Merupakan penyebab umum yang tidak dapat dijelaskan
sebagai akibat infeksi saluran empedu (cholangitis) encephalitozoon hellem –
penyebab infeksi sinus dan mata.
E cuniculi –penyebab infeksi sinus dan mata
Septata intestinalis-penyebab infeksi sinus dan mata
Gejalanya berat badan menurun dan diare.
TUJUAN Untuk mendeteksi adanya infeksi Microsporodiosis pada penderita HIV,
sehingga dapat dilakukan pengobatan secara tepat.
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pelaksanaan : Teknis Laboratorium yang sudah terlatih
PENANGGUNG Penanggung jawab :Dokter Spesialis Patologi Klinik
JAWAB Pelaksana Pengambilan Sampel : Analis, Perawat, Bidan
URAIAN ILMIAH Microsporidia terdiri filum bentuk spora membentuk parasit satu sel (unicellular)
diperkirakan 1 500 spesien Microsporidia terbatas pada hospes hewan dan
sebagian besar hewan sebagai hospes microsporidia. Diperkirakan 10% spesies
perasit vertebrata termasuk 10 spesies di manusia. Spora merupakan stadia
dalam siklus hidup microsporidium yang membedakan antara spesies bentuk
oval atau pyriform, tetapi bentuk batang (rod) atau spora sferis jarang dan
beberapa genus membentuk spora yang unik. Spora hidup sebagian besar ukuran
1 sampai 5 mikrometer, tetapi sebagian kecil, kecil sampai 40 mikrometer
panjangnya. Dinding spora tebal untuk melindungu yang dapat bertahan hidup
beberapa tahun di alam, 3 lapis dinding dibedakan : diluar kepadatan electron
(exospora), median, lebar dan kelihatan struktur endospora, mengandung kitin
dan plasma membrane interna.

ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan


PEMERIKSAAN LABORATORIUM
MICROSPORODIOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
PROSEDUR Persiapan Penderita
Siapkan wadah bersih untuk menampung tinja

Jenis spesimen
Tinja segar bentuk cair
Guna melihat gerakan frotozoa trofozoit
Pemeriksaan dilakukan ½ jam sesudah berak (1/2 hour of passage)

Pengambilan Spesimen
Tempat mengambil dan mengirim bahan:
1. Bersih, kering, kedap air, wadah bermulut lebar, bertutup ulir
2. Tidak tercemar air

Pengiriman dan Penyimpanan


1. Penyimpanan Spesimen dapat disimpan di suhu 4 oC
2. Penyimpanan menggunakan pengawet : 10% formalin

Metode pemeriksaan : Mikroskopik

Reagensia : cat modifikasi trichrome (chromotrope)

Peralatan :
1. Mikroskop
2. Gelas objek
3. Gelas penutup
4. Mikrotom
5. Bahan cat

Cara kerja
a. Mikroskopik : Histopatologi
b. Elektron mikroskop

PEMANTAPAN -
MUTU
PPENCATATN DAN Pencatatan :
PELAPORAN Hasil dicatat pada buku catatan kerja harian yang berisi data masing – masing
pemeriksaan dan rekapitulasi jumlah penderita dan spesimen yang diterima. Data
pasien disimpan selama 5 tahun untuk penderita IRJ dan 10 tahun untuk penderita
IRNA.

Pelaporan
Mengisi hasil pemeriksaan di borang pelaporan
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
MICROSPORODIOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Schistosomiasis
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Penyakit Schistosomiasis disebabkan Schistosoma japonicum terdapat di
penderita dengan kekebalan menurun antara lain pada penderita HIV & AIDS.
Kelainan tergantung berat infeksi stadium I gatal, urtikaria, gejala intoiksikasi,
demam, hepatomegali dan eosinophilia
Pada stadium II diremukan sindrom disentri, stadium III kronik ditemukan
sirosis hati, splenomegali biasanya penderita lemah, mungkin terdapat gejala
kelainan saraf, paru dan lainnya.
TUJUAN Untuk mendeteksi adanya infeksi parasit pada penderita HIV, sehingga dapat
dilakukan pengobatan secara tepat.
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pelaksanaan : Teknis Laboratorium yang sudah terlatih
PENANGGUNG Penanggung jawab :Dokter Spesialis Patologi Klinik
JAWAB Pelaksana Pengambilan Sampel : Analis, Perawat, Bidan
URAIAN ILMIAH Sumber infeksi Schistosomiasis berasal manusia dan hewan (tikus, babi, sapi,
anjing). Hospes perantaranya keong air (Oncomelania hupensis lindoensis).
Habitat keong di danau, sawah, daerah hutan.
Serkaria menginfeksi manusia di dalam air kemudian menjadi dewasa di vena
mesenterika superior. Telur ditemukan di dinding usus halus dan organ hati, paru
dan otak. Telur dikeluarkan bersama tinja, di dalam air menetas menjadi
mirasidium yang akan masuk keong, mirasidium menjadi sporokista → serkaria
→ menginfeksi manusia di dalam air.

ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan


PROSEDUR Persiapan Penderita
Siapkan wadah bersih untuk menampung tinja atau urin

Jenis spesimen
1. Urin segar
2. Tinja segar

Pengambilan Spesimen
1. Penting dalam cara mengambil dan mengirim bahan
2. Penemuan (Identifikasi) bergantung pada awal perekatan (fiksasi)
3. Penderita tidak menggunakan laksan atau habis minum Barium enema
(foto saluran cerna)
4. Tempat mengambil dan mengirim bahan :
a. Bersih, kering, kedap air, wadah bermulut lebar, bertutup ulir
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Schistosomiasis

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
b. Tidak tercemar air
c. Dalam larutan garam atau sodium fosfat, tidak tercemar minyak
mineral.

Pengiriman dan Penyimpanan


Penyimpanan Spesimen dapat disimpan di suhu 4 oC

Metode pemeriksaan : Mikroskopik : tinja, urine

Reagensia :
1. Trichrome, HE: sediaan langsung
2. Bahan pemeriksaan dalam pengawet formalin/PVA.

Peralatan :
1. Vortex
2. Sentrifus
3. Mikroskop
4. Gelas objek
5. Gelas penutup

Cara kerja
Mikroskopik :
Persiapan pemeriksaan
1. Pencahayaan diatur
2. Mikrometer okuler jangan diubah sesudah dikalibrasi
3. Teliti tepi gelas penutup
4. Amati seluruh sediaan (tedious)
5. Gunakan acuan : gambar, ukuran, preparat yang positif

Pengamatan mikroskopik :
1. Telur diamati
2. Pengawer PVA tidak digunakan sebab keruh

Sediaan basah
1. Salin : menemukan telur Iodine L menunjukkan inti secara lengkap
2. Pengamatan dengan sinar rendah (bila dicurigai temuan objek baru, sinar
ditinggikan)

Sediaan pekat (konsentrasi)


1. Bila jumlah parasit rendah
2. Menghilangkan sampah (debris)
3. Amati telur

Cara memekatkan (konsentrasi)


1. Gunakan asetat ethyl formallin
2. Pemusingan (Sentrifuse)atau oenggayaan berat (graviditas) mencakup
semua organisme dan stadia.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Schistosomiasis

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
Cara mengapungkan (flotasi)
1. Hasil sampah (debris) tinja sedikit
2. Organisme diapungkan (suspensi) dalam zinc sulfate (S.G = 1.180)
3. Telur terbuka
4. Telur yang berat mungkin hilang tenggelam di dasar

PEMANTAPAN MUTU 1. Berdasar slide preparat


2. Gambar atlas/buku parasitologi
PPENCATATN DAN Pencatatan :
PELAPORAN Hasil dicatat pada buku catatan kerja harian yang berisi data masing – masing
pemeriksaan dan rekapitulasi jumlah penderita dan spesimen yang diterima. Data
pasien disimpan selama 5 tahun untuk penderita IRJ dan 10 tahun untuk penderita
IRNA.

Pelaporan
Mengisi hasil pemeriksaan di borang pelaporan

UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN Mycobacterium tuberculosis dan
Non-Tuberculosis Mycobacteria (NTM)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/8
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Berbagai manifestasi tuberculosis dapat terjadi penderita dengan infeksi HIV,
sehingga specimen dapat berupa : Sputum, kumbah lampung, bronchoalveolar
lavage (BAL), fine needle aspiration biopsy (FNAB) kelenjar limfe, biopsy
jaringan, pus, cairan asites, cairan pleura, dan cairan serebrospinal.
Pada prinsipnya diagnosis laboratorium TB ditegakkan berdasar : deteksi basil
TB (Tuberkulosis) dengan cara pemeriksaan mikroskopis dan kultur, atau
deteksi produk bacteria (antara lain tuberculostearic acid, antigen, mycolic acid,
asam nukleat DNA, atau RNA)
TUJUAN 1. Menegakkan diagnosis
2. Menentukan pengobatan
3. Memantau kemajuan pengobatan
4. Menentukan tingkat penularan tuberculosis dan NTM, dengan cara :
a. Identifikasi Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium tuberculosis
complex, Mycobacterium avium complex/Mycobacterium aviium-
introcellulare complex, dan non tuberculosis mycobacterium (NTM)
lainnya.
b. Uji kepekaan (DST:drug sensitivity test) Mycobacteria terhadap
antimikroba obat anti tuberculosis (OAT) lini pertama kedua atau
antimikroba untuk NTM.
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pelaksanaan : dokter jaga SMF Mikrobiologi Klinik dan Teknik
PENANGGUNG Laboratorium ( analis ) yang sudah terlatih
JAWAB Penanggung jawab : Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik
URAIAN ILMIAH Infeksi HIV sangat berpengaruh pada pengendalian TB, dan dapat memperberat
penyakit TB; selain itu juga menyebabkan sakit berat pada infeksi non-
tuberculous mycobacteria AIDS.
Tuberculosis paling sering ditemukan sebagai penyebabb infeksi oportunistik
pada penderita AIDS.
Pada kondisi imunosupresi imunitas seluler jangka lama, M. avium complex
dapat menyebabkan infeksi menyebar sistemik.
Penegakan diagnosis TB atau NTM yang tepat dan cepat menentukan
pengobatan yang adekuat.

ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan


PROSEDUR Persiapan pasien :
1. Member penjelasan tujuan pemeriksaan laboratorium dan cara
pengambilan specimen oleh paramedic atau teknik laboratorium
PEMERIKSAAN Mycobacterium tuberculosis dan
Non-Tuberculosis Mycobacteria (NTM)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/8
2. Belum diberi antimikroba sebelum diambil spesien dan dicatat bila telah
diberikan antimikroba.
Jenis dan indikasi klinis
1. Sputum, dahak spontan, pada penderita batuk berdahak selama 3 minggu
atau lebih.
2. Sputum, dahak indukasi, pada penderita batuk selama 3 minggu atau lebih.
3. Aspirat kumbah lambung, pada penderita anak atau orang tua atau penderita
sakit berat, dengan batuk selama 3 minggu atau lebih, yang tidak bias
mengeluarkan dahak.
4. Aspirat BAL pada penderita deengan indikasi BAL (ditentukan oleh
Spesialis penyakit paru)
5. Darah, pada suspek miliar TB, bacterremia, atau demam
6. Cairan serebrospinal pada suspek meningitis TB
7. Cairan pleura pada suspek pleuritis TB
8. Cairan sendi, dan aspirat cairan tubuh lainnya.
9. Urin, pada suspek TB ginjal dan vesica urinaria.
10. Feces atau usap rectum, pada suspek TB colon
11. Biopsy jaringan, pada suspek spondilitis TB, limfadenitis TB (FNAB), dan
lainnya.

Pengambilan dan pengiriman specimen :


1. Specimen sputum, dahak spontan.
Pengambilan dahak dilakukan ditempat terbuka atau kamar terpisah,
terkena sinar matahari, ventilasi baik, jauh dari orang lain.
a. Petugas laboratorium/perawat member penjelasan mengenai pentingnya
pemeriksaan dahak, dan cara batuk yang benar (tarik-keluarkan nafas
dalam tiga kali atau sampai terasa akan batuk, segera dibatukkan, dahak
di tamping ke dalam pot dahak)
Diagnosis TB secara mikroskopis ditegakan atas dasar pemeriksaan 3
spesimen dahak, sewaktu, pagi, dan sewaktu, atau 2 spesimen dahak
pagi (2 hari berturut)
Sewaktu : pada saat pertama pasien diperiksa
Pagi : pada saat bangun pagi
Sewaktu : pada saat kedua pasien diperiksa
Untuk kultur dapat dilakukan pemeriksaan 2 spesimen dahak pagi.
b. Siapkan pot dahak bersih (disposable), bermulut lebar (diameter 6 cm
atau ulebih), volume 50 ml atau lebih, bertutup ulir, dari bahan plastic
tidak mudah pecah/bocor, tembus pandang.
c. Beri label identitas pasien dan ditulis specimen sputum pada dinding
pot dahak
d. Petugas berdiri dibelakang pasien jarak lebih dari 1 m, instruksi pasien :
buka pot dahak, letakkan tutup di meja, pegang pot dahakm menarik
nafas dalam, terasa akan batuk, pot dekatkan mulut, batukkan dahak ke
dalam pot, bila belum peroleh dahak kental, kuning kehijauan
(purulens), atau tekanan dari rongga dada, sampai memperoleh dahak
kental/purulens atau sampai volume dahak kental 5 ml (terutama untuk
tujuan kultur)
PEMERIKSAAN Mycobacterium tuberculosis dan
Non-Tuberculosis Mycobacteria (NTM)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/8
e. Patugas gunakan sarung tangan dan masker, terima pot dahak, periksa
adanya dahak purulens, tutup rapat pot dahak, usap kapas-lisol sekitar
mulut pot, kirim segera ke Laboratorium.
2. Specimen sputum, dahak indukasi bila sulit mengeluarkan dahak, malam
hari diberi tablet gliseril guayakolat 200 mg; dapat juga menggunakan
teknik nebulizer, bila dirawat diruang penyakit paru. Pot dahak dilabel :
berisi identitas pasien dan ditulis specimen indukasi.
Pengiriman segera kelaboratorium, dan segera dilakukan pemeriksaan
dalam waktu krang dari 2 jam, bila lebih dari 2 jam kurang dari 24 jam
dapat disimpan sementara pada suhu 4 oC. apabila diperkiraan lebih dari 24
jam sampai 7 hari harus digunakan pot dahak yang berisi CPC
(cetylpyridium chloride) 1% dan NaCL 2%, dan suhu 4 oC (2,5 cc CPC dan
2,5 cc NaCL) (diambil di Instalasi Mikrobiologi Klinik)
3. Aspirat kumbah lambung, volume minimal 10 ml, bangun tidur pagi, 2
spesimen pagi ( 2 hari berturut), dilakukan oleh dokter anak.
Specimen segera dikirim ke laboratorium dalam waktu kurang dari 2 jam.
Apabila diperkirakan lebih dari 2 jam aspirat dimasukkan dalam pot dahak
yang berisi sodium bicarbonate 3% (diambil dari Instalasi Mikrobiologi
Klinik), tidak lebih dari 24 jam, diletakkan dalam suhu 4oC.
4. Aspirat BAL, volume minimal 10 ml, diambil oleh dokter paru. Spesimen
segera dikirim ke Laboratorium dalam waktu kurang dari 2 jam, bila
diperkirakan lebih dari 2 jam, kurang dari 24 jam disimpan pada suhu 4 oC.
apabila diperkiranakan ± 7 hari, specimen dimasukkan ke dalam por dahak
berisi 1% CPC dari dalam suhu 4 oC.
Pengiriman/transportasi sputum, aspirat kumbah lambung, BAL, urin,
feces, di dalam pot-pot dimasukkan dalam ice box (suhu 4oC); kecuali
darah dan cairan serebrospinal dikirim dalam media kultur pada suhu
kamar (± 25 oC).
5. Darah vena: pada anak neonates (< 1 tahun) : volume darah 1-3 ml; pada
anak > 1 tahun : volume darah 3-5 ml; pada orang dewasa : 5-10 ml;
pengambilan specimen secara aseptic dapat dilakukan oleh perawat atau
petugas laboratorium atau dokter.
a. Siapkan antiseptic betadine, alcohol 70%, spet + jarum ( ukuran
anak/dewasa) volume 5 ml/10 ml/20 ml (disposable / steril)
b. Gunakan sarung tagan dan masker
c. Lakukan desinfeksi di daerah cubisi sesuai protap pengambilan darah,
menggunakan betadine-alkohol 70%
d. Darah dalam spet segera dimasukan ke dalam pot berisi antikoagulan
SPS (dari laboratorium Instalasi Mikrobiologi Klinik); atau langsung ke
dalam botol Media-TB (sesuaikan botol untuk anat atau dewasa) segera
atau kurang dari 2 jam kirim ke laboratorium dalam boks suhu kamar)
6. Cairan serebrospinal
Volume specimen minimal 1 ml, pengambilan specimen secara aseptic oleh
dokter (dokter yang merawat); specimen segera dimasukkan ke dalam
media kultur L-J/MGIT, kemudian segera atau kurang dari 24 jam dikirim
ke Laboratorium dalam boks pada suhu kamar.
PEMERIKSAAN Mycobacterium tuberculosis dan
Non-Tuberculosis Mycobacteria (NTM)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 4/8
7. Cairan Pleura
Volume specimen ± 10 ml, pengambilan specimen secara aseptic dilakukan
oleh dokter paru, specimen segera di masukkan ke dalam media kultur L-
J/MGIT, kemudian segera kurang dari 2 jam atau dalam 24 jam dikirim ke
laboratorium dalam boks pada suhu kamar.
8. Cairan sendi atau aspirat lainnya (pus dan lainnya) volume specimen
minimal 1 ml, diambil secara aseptic oleh perawat/petugas
laboratorium/dokter, segera dimasukkan ke dalam media kultur L-J, dan
segera atau kurang dari 2 jam atau dalam 24 jam , dikirim ke laboratorium
dalam boks suhu kamar.
9. Urin
Specimen ini dikumpulkan dari malam sampai bangun pagi, dengan
volume 50 – 100 ml dapat pot bersih (disposable plastic), specimen segera
atau kuran dari 2 jam dikirm dalam ice box (4oC) ke laboratorium
10. Feces atau usap rectum
Feces volume 10 ml dalam pot bersih (disposable), usap rectum langsung
padimasukkan tabung berisi media transport Middkebrook 7H9( dari
laboratorium).
Specimen segera dikirim ke laboratorium.
11. Biopsy jaringan
Pada limfadenitis menggunakan teknik fine needle aspiration biopsy
(FNAB), jaringan langsung dimasukkan ke dalam tabung berisi media
transport Middlebrook 7H9 (dari laboratorium)
Pada spondilitis, dapat menggunakan FNAB atau biopsy jaringan nekrotik
tulang 1 cn x 1 cm x 1 cm, jaringan langsung di masukkan ke dalam
kontener berisi media transport Middlebrook 7H9 (dari laboratorium).
Specimen segera atau kurang dari 2 jam dikirim ke laboratorium.
Transportasi specimen dari tempat jauh yang dikirim melalui pos,
menggunakan kontener plastic tidak mudah pecah atau bocor, dimasukkan
ke dalam kantong sealed plastic bag, kemudian dimasukkan ke dalam bok
yang kuat dengan tanda bichazard.

Metode pemeriksaan Laboratorium


1. Mikroskopis BTA (batang tahan asam)
a. Mikroskop sinar biasa
b. Mikroskop fluoresens
2. Metode kultur, identifikasi dan uji kepekaan terhadap obat anti mikroba.
a. Media agar padat Lowenstein-Jensen (L-J)
b. Media agar padat L-J + asam pyruvat
c. MGIT (Mycobacterium growth indicator tube)

Reagensia :
Cat warna Zeihl Neelsen (ZN), cat warna Acridine orange (AO), medium
Lowenstein Jensen (LJ), medium Middlebrook 7H9, medium Middlebrook 7H10,
Niacin test Strip (DIFCO), Nitrit Test Strip (DIFCO), asam pyrufat, MGIT
(Mycobacterium growth indicator tube), BACTEC system.
PEMERIKSAAN Mycobacterium tuberculosis dan
Non-Tuberculosis Mycobacteria (NTM)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 5/8
Alat :
Incubator, incubator CO2, sentrifus, mikroskop

Cara pemeriskaan laboratorium mikrobiologis:


1. Mikroskopis
a. Pewarnaan Zeihl Neelsen sesuai prosedur standar : SOP pemeriskaan
laboratorium Mikrobiologi
b. Pewarnaan auramme 0 atau acridine orange, mikroskop fluoresens,
lensa objective 10 x dan 40 x, hasil : menyatakan ada BTA atau tidak,
bila ada BTA dilakukan dengan restaning dengan Ziehl Neelsen. (
prosedur : SOP pemeriksaan laboratorium Mikrobilogis Instalasi
Mikrobiologis Klinik)
2. Kultur, identifikasi dan uji kepekaan
a. Specimen sputum dan specimen yang diambil secara tidak aseptic,
dilakukan proses dekontaminasi dan konsentrasi metode Petroff
modifikasi; sedangkan specimen yangh diambil secara aseptik langsung
dilakukan kultur.
b. Sedimen hasil dekontaminasi dan konsentrasi dan specimen dari cara
aseptic, langsung dikultur pada sedium L-J ( + sodium pyruvat); atau
MGIT.
Inkubasi kultur pada medium L-J pada suhu 37 oC untuk deteksi M.
tuberculosis complex, dan suhu 25 oC, 35 oC, 4 oC untuk NTM.
Pengamatan pertumbuhan koloni karakteristik dilakukan setiap minggu
sampai 8 minggu atau sampai menjadi positif atau ada kontaminasi.
Identifikasi koloni karakteristik menggunakan uji akumulasi niacin, uji
pertumbuhan pada medium PNB ( medium L-J + paranito beazoic acid
500 mg/l), dan pertumbuhan pada medium L-J (+ pyruvat).
3. Uji kepekaan Mikrobacteria terhadap antimikroba
(drug susceptibility testing = DST)
a. Uji kepekaan M, tuberculosis terhadap OAT lini pertama :
streptomycin, isonizzid, rifamipicin, pada medium L-J; menggunakan
metode standar proporsional.
b. Uji kepekaan M. tuberculosis terhadap OAT lini kedua, metode MGIT
c. Uji kepekaan NTM terhadap antimikroba, standar NCCLS, metode
MGIT.
PEMANTAPAN MUTU PMI ( Pementapan Mutu Internal )
1. Prosedur standar preparasi media
2. Uji kualitas media menggunakan stain referens M. fortuitum ATCC
3. Reagensia standard an tidak kadaluarsa
4. Prosedur standar uji pemeriksaan laboratorium ( sesuai protap)
5. Setiap uji disertakan uji pada strain control M. tuberculosis H37RV ATCC.
6. Contamination rate tidak lebih dari 5%
7. Mikroskopik, pembacaan ulang oleh supervisor, slide positif maupun
negative secara random lot sampling (cross checking).
PME (Pemantapan Mutu Eksternal)
Mengikuti PME (program QA) dari departemen kesehatan RI/Laboratorium
referral supranasional, sertifikasi KAN dan ISO.
PEMERIKSAAN Mycobacterium tuberculosis dan
Non-Tuberculosis Mycobacteria (NTM)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 6/8
PPENCATATN DAN Pencatatan:
PELAPORAN Mikroskopis pewarnaan Ziehl Neelsen, hasil dicatat dan dilaporkan berdasarkan
criteria IUATLD
1. Neegatif : 0 BTA/100 lp (oil immersion, mikroskop sinar)
2. Scanty : 1-9 BTA/100 lp (hasil sudah ulang)
3. 1+ : 10-99 BTA/100 lp
4. 2+ : 1-10 BTA/1 lp
5. 3+ : > 10 BTA/1 lp
( prosedur : SOP pemeriksaan laboratorium Mikrobiologis Instalasi Mikrobiologi
Klinik )
Pencatatan dan pelaporan hasil kultur, selain identifikasi/diagnosis juga jumlah
koloni:
1. Actual count (terhitung) < 20 kolobi
2. 1 + : 20-100 koloni
3. 2+ : koloni terpisah tapi tidak dapat dihitung
4. 3+ : pertumbuhan koloni confluent (gabung)

Definisi (Kriteria) resistensi pada :


Metode kultur standar proporsional =
Jumlah koloni yang tumbuh pada
Media dengan antimikroba x 100% ≥ 1%
Jumlah koloni yang tumbuh pada
Media tanpa antimikroba

Resistensi (R)
1. Streptomycin (4 mg/l) > 1%
2. Isoniazid (0,2 mg/l) > 1%
3. Rifampicin (40 mg/l) > 1%
4. Ethambutol (2 mg/l) > 1%

Hasil pertumbuhan koloni dicatat:


1. Actual count : < 20 koloni
2. 1+ : 20-100
3. 2+ : tidak dapat dihitung, koloni terpisah; setara > 100
koloni
4. 3+ : koloni tidak terpisah (confluent growth)

Pelaporan :
Sesuai format – TB – 04, dll
PEMERIKSAAN Mycobacterium tuberculosis dan
Non-Tuberculosis Mycobacteria (NTM)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 7/8
KEAMANAN KERJA Keamanan kerja
1. Siapkan wadah atau kontener berisi lisol/sodium hipochlotide 10% untuk
pembuangan kontener specimen dan bahan – bahan bekas specimen.
2. Gunakan masker dan sarung tangan setiap melakukan pemeriksaan
laboratorium
3. Lakukan pemeriksaan sesuai prosedur tetap, didalam biosafety cabinet (BSC
level III B); untuk preparasi sediaan mikroskopis, kultur, dan preparasi
DNA.
4. Bersihkan semua lapangan pekerjaan pemeriksaan laboratorium
menggunakan lisol, dan kemudian nyalakan UV dalam BSC level II B
selama 1 jam setelah selesai pekerjaan laboratorium/
5. Pemeriksaan kesehatan personil teknis laboratorium.

PERLENGKAPAN Manajemen system informasi


PENUNJNAG
Daftar pustaka
1. WHO
2. Bailey & scott, Diagnostic Microbiology
3. NCCLS

Lampiran :
1. Prosedur preparasi sediaan sputum, mikroskopis :
a. Tulis nomor laboratorium pada salah satu ujung kaca sediaan (glass
slide) bersih baru tanpa goresan (menggunakan diamond marker)
b. Gunakan sengkelit (ose/loop) diameter 5 mm, yang didah distreilkan
dari pijar-mendingin, diambil satu loop bagian kental/purulens,
letakkan dibagian tengah sediaan, ratakan dengan gerakan elips
berulang berupa diameter 3 x 2 cm, sterilkan ose dengan celupan ose
kedalam pasier/losil, kemudian pijarkan ose untuk sterilisasi; Ratakan
sediaan berulang menggunakan tusuk gigi baru-bersih dengan
gerakan spiral berulang sehingga sediaan membentuk gambaran
sarang kebah, keringkan sediaan dengan cara biakan mongering di
udara; dilakukan fixasi dengan cara lewatkan 3-4 detik di atas api
(flaming) ulangi 3-5 kali, setelah mendingin siap diwarnai.
2. Prosedur pengawetan Ziehl Neelsen
a. Letakan gelas sediaan diatas rak pewarnaan, posisi sediaan di atas
b. Tuangi carbol fauchsin 15 menutupi seluruh gelas/slide
c. Posisi dari bawah kaca gelas/slide, dengan cara lewatkan api dengan
gerakan bolak-balik, sampai tampak uap, pertahanan uap sampai 5
menit.
d. Kemudian biarkan mendingin
e. Berdirikan slide untuk membuang carbol fachsin
f. Bilas dengan air mengalir
g. Diluntur dengan alcohol asam, sampai tidak Nampak warna merah
h. Bilas dengan air mengalir
i. Tuangi warna pembanding methylene blue 0,1%, selama 30 detik
j. Buang cat warna, kemudian bilas air mengalir
PEMERIKSAAN Mycobacterium tuberculosis dan
Non-Tuberculosis Mycobacteria (NTM)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 8/8
k. Berdirikan slide, sampai air mengalir
l. Siap dibaca miroskopis

Pembacaan mikroskopis
- Tetesi sediaan apusan dengan minyak emersi, amati di bawah lensa
objective 100 x selama minimal 10 menit, sesuai standar IKATDL

Preparasi sediaan mikroskopis dan specimen biopsy jaringan


1. Jaringan diiris menggunakan microtome
2. 3 irisan yang posisinya terpisah, diambil, diletakkan diatas slide (kaca
gelas), dilakukan fiksasi dan pewarnaan Ziehl Neelsen

Preparasi kultur dari specimen biopsy jaringan


1. Jaringan dipotong-potong secara aseptic
2. Kemudian digerus, secara aseptic
3. Siap dikultur (Prosedur standar kultur)

Alur pemeriksaan laboratorium mikrobiologis (M. tuberculosis complex, M.


avium complex, dan NTM lain)

UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PEMANTAUAN ARV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Penderita HIV & AIDS apabila memenuhi indikasi dapat diberikan pengobatan
antiretrovital. Penggunaan antiretroviral dapat menimbulkan efek samping
berupa kelemahan, mual, muntah, hepatotoksik, penurunan fungus ginjal sampai
terjadi gagal ginjal, anemia, neutropenia, hiperlipidemia, hiperkolesterolemia,
gangguan toleransi glukosa, asidosis laktat. Pemantauan darah lengkap, fungsi
hati, fungsi ginjal, kadar glukosa dan profil lemak diperlukan untuk melihat
adanya efek samping dari obat-obatan ARV.
TUJUAN Untuk mengetahui atau memantau efek samping obat antiretroviral (ARV) dan
perjalanan penyakit.
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pelaksanaan : Teknis Laboratorium yang sudah terlatih
PENANGGUNG Penanggung jawab :Dokter Spesialis Patologi Klinik
JAWAB
URAIAN ILMIAH Obat – obatan yang sering digunakan di RSUD Taralan adalah Lamivudine,
Zidovudin, Evafiren.
Lamivudine memliki efek samping : fatigue, mual, muntah, diare, sakit kepala,
insomnia, mialgia and arthralga, Polineuropati perifer, pancreatitis and asidosis
laktik. Dosis Lamivudine bervariasi sesuai dengan fungsi ginjal pasien.
Zidovudin memliki beberapa efek samping yaitu : mual, muntah, abdominal
discomfort, nyeri kepala, mialga, and dizziness anemia makrositik, neutropenia.
Penngkatan LDH (Laktat dehidrogenase), CPK (kreatinin fosfpkinase) dan
transaminase.
Didanosin memilik efek samping serupa Lamivudin.
Jadwal pemantauan pemeriksaan laboratorium untuk memamntau efek samping
penggunaan antiretroviral dilakukan sesuai dengan protap pemantauan ARV.
ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan
PROSEDUR Persiapana pasien :
Pasien sebaiknya dalam keadaan puasa 10-12 jam.

Pengambilan specimen :
1. Darah utuh duambil dengan teknik flebotomi yang benar dan secara
aseptic (untuk sampel serum atau plasma)
2. Sampel plasma: darah utuh dimasukkan kedalam vacutainer yang berisi
atikoagulan EDTA/Lithium Heparin/Sodium Sitrat dan dikocok bolak-
balik kurang lebih 10 kali.
Tabung dipusingkan pada sentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama
5-15 menit.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PEMANTAUAN ARV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
3. Serum didapatkan dengan mendiamkan darah utuh selama minimal 30
menir sampai terbentuk serum kemudian dipusingkan 3000 rpm selama
5-15 menit.
4. Pemeriksaan hemtologi menggunakan darah utuh dan diberi antikoagulan
EDTA.

Pengambilan dan penyimpanan


Penyimpanan
a. Pemeriksaan hematologi sebaiknya diperiksa dalam waktu 3 jam setelah
pengambilan darah.
b. Pemeriksaan kimia klinik: serum/plasma harus segera dipisahkan dari
komponen darah dalam waktu satu jam, apabila tidak segera diperiksa
serum,dapat disimpan pada suhu 4-8 oC.
Pengiriman :
Metode
1. Pemeriksaan hematologi
Dapat menggunakan alat otomatis atau secara manual (kamar hitung
untuk pemeriksaan jumlah lekosit dan trombosit dan fotometer untuk
pemeriksaan hemoglobin serta hapusan darah untuk hitung jenis).
2. Kimia klinik
Dapat dikerjakan secara otomatis dengan alat autoanalizer atau secara
minimal dengan Fotometer.

Autoanalizer atau secara manual dengan menggunakan fotometer


Parameter:
a. SGOT, SGPT, Bilirubin
b. Ureum, Kreatinin
c. Glukosa darah
d. Kolesterol, trigliserida
e. Na, K
f. Darah lengkap.
Reagensia
1. Pemeriksaan hemtologi
Sesuai dengan alat hidung otomastis yang di pakai untuk
reagensiamanual. Untuk pemeriksaan hapusan darah tepi menggunakan
cat giemsa atau eirght.
2. Pemeriksaan Kimia Klinik
Disesuaikan dengan fotometer atau alat otomatus yang dipakai.
Alat :
1. Pemeriksaan hematologi
Cara otomatis: hematology analyzer
Cara manual :kamar hitung improved naubauerm pipet aritrosit dan
lekosit, fotometer.
2. Pemeriskaan kimia klinik
Cara otomatis : clinical chemistry autoanalyzer
Cara manual : fotometer, mikropipet, incubator
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PEMANTAUAN ARV

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
Cara kerja:
Masing – masing metode dikerjakan sesuai petunjuk dari produsen reagen dan
alat yang digunakan.

Pemantapan mutu
1. Pemeriksaan dikerjakan sesuai prosedur yang dianjurkan oleh tiap
prosedur reagensia.
2. Hindari penggunaan bahan yang lepemik, hemolisis, danikterik
3. Reagensia disamping pada keadaan sesuai petunjuk prosedur.
4. Peralatan yang dipakai harus da[at berfungsi dengan baik dan terpantau
secara teratur.
5. Pipet yang digunakan harus te;ah terkalibrasi.
6. Menggunakan disposable tip agar tidak terjadi kontaminasi atau carry
over
7. Bahan control internal disertakan setiap running alat atau pemeriksaan
8. Mengikuti pemantapan mutu eksternal

Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan
Hasil dicatat dibuku catatan kerja harian yang berisi data masing – masing
pemeriksaan dan rekapitulasi jumlah pasien dan specimen yang diterima. Data
pesien disimpan selama 5 tahun untuk penderita IRJ dan 10 tahun untuk penderita
IRNA.

Pelaopran
Hasil diketik pada lembar laporan hasil yang sudah tersedia dan ditanda-tangani
dokter penanggung jawab.

UNIT TERKAIT
PETUNJUK TEKNIS
ALUR PEMERIKSAAN LABORATORIUM
INFEKSI OPORTUNIS

Diare Kronik

Spesimen
Feses. Rectual Swab

Pemeriksaan
Laoratorium

Salmonellosis Shigellosis  Parasit lain


 Salmonella typhi  Shigella dysnteriae  Bakteri lain
 Salmonella paratyphi  Sshigella spesies  Jamur
 Salmonella sp.lain lain

Amebiasis
Colitis
 E. Coli toxigenic
(EPEC, EHEC,
EAEC, dll)
 Candidia albicans

Alur 1. Pemeriksaan laboratorium pada diare kronis


Keterangan :
EPEC = Entero Pathogenic Escherichia coli
EHEC = Entero Hemorrhagic Escherichia coli
EAEC = Entero Agregative Escherichia coli
Infeksi Saluran Pernafasan Bawah

Spesimen
Sputum (Spontan), BAL, Aspirat, Cairan Pleura, Darah FNA

Pemeriksaan Laboratorium

Pneumoniae Tuberkulosis Non Tuberkulosis


 Streptococcus pneumoniae  M. tuberculosis Mycobacteria (NTM)
 Jamur / mycosis M. avium intracellulare complex
- Pneumocytic jirovecci
- Cryptococcus
neuformans
- Histoplasmosis
- Candida sp
- Blastomyosis sp
Virus:
- Aspergillus sp Cytomegaloviru
- Dll s
 Heamophilus influenzae
 Enterobacteriaccea
 dll

Alur 2. Pemeriksaan laboratorium pada infeksi saluran pernafasan bawah


Keterangan :
BAL = Broncho Aleveolar Lavage
FNA = Fine Needle Aspiration

Oro Pharyngeal Candidiasis

Specimen
Pharyngeal swab, FNA

Pemeriksaan Lab

Candida albicans Candida sp.lain

Alur 3. Pemeriksaan laboratorium pada Oro Pharyngeal Candidiasis


Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Spesimen
Urin Porsi Tengah, Urin Aspiraso, Urin Kateter, Aspirasi supropublik

Pemeriksaan Laboratorium

Gram Negatif Gram Positif Jamur


- E. coll - Staphylococcus aureus - Candida albicans
- Enterobacteria yang - Jamur lain
lain
- Proteus mirabilis
- Proteus sp. Lain
- pseudomonas

Alur 4. Pemeriksaan laboratorium pada Infeksi Saluran Kemih (ISK)

SEPSIS

Spesimen
Darah dan Fokus Infeksi

Pemeriksaan Laboratorium

Bakteria Aerob Mycosis Bacteria Anaerob


- Gram pisitif - Candida albicans
- Gram negatif - Cryptococcus sp
- blastomycosis

Alur 5. Pemeriksaan laboratorium pada sepsis


Meningitis

Specimen
Cairan Serebrospinal (Liquor). Darah dan Fokus Infeksi

Pemeriksaan Lab

Bakterial Toksoplasma Tuberculosis Mycosis


- M. tuberkulosis - Cryptococcus neoformans

Alur 6. Pemeriksaan laboratorium pada meningitis

Hepatitis

Specimen
Serum, Darah

Virus Hepatitis B Virus Hepatitis C Cytomegalovirus

Alur 7. Pemriksaan laboratorium Hepatitis

Lymphadenitis

Specimen
FNAB

Pemeriksaan
Laboratorium

M. tuberkulosis NTM Bakteri PA


- M. arium-intracellulare
- M. scrofulaceum

Jamur

Alur 8. Pemeriksaan laboratorium pada Lymphedenitis


PENYUSUN PROTAP PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
PROFILASIS KONTRIMOKSASOL

Nomor Dokumen Nomor Revisi : 01 Jumlah Halaman


POKJA HIV
1/3
SOP Ditetapkan,
PENGOBATAN Tanggal Ditetapkan
INFEKSI 10/05/2016
OPORTUNISTIK
PENGERTIAN Infeksi opportunistic HIV di bidang penyakit dalam. Dengan semakin
meningkatnya jumlah penderita HIV, maka komplikasi yang timbul pada
penderita HIV juga akan makin meningkat. Sekitar 30-70 pasien penderita HIV
akan mendapatkan komplikasi dibidang penyakit Dalam. Mengingat makin
meningkatnya jumlah penderita, maka perlu dibuat suatu pedoman penanganan
penderita HIV & AIDS di RSUD Tarakan.
TUJUAN 1. Membudayakan penanganan penderita HIV & AIDS yang tetap sebagai
upaya meningkatkan mutu pelayanan, pendidikan dan penelitian sesuai
fungsi RSUD Tarakan sebagai rumah sakit rujukan kelas A dan rumah sakit
pendidikan. Mengindentifikasi secara dini setiap penyakit yang
berhubungan dengann infeksi HIV dan pengobatananya.
2. Memberikan profilasis primer bila ada indikasi
3. Menentukan saat yang tepat untuk memulai terapi antiretroviral.
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi RSUD Tarakan
ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan
PROSEDUR 1. PELAKSANAAN PENANGANAN PENDERITA HIV & AIDS
Adalah peserta PPDS I dengan suoervisor /penanggung jawab oleh
supervisor konsul/supervisor seksi infeksi
2. PRINSIP-PRINSIO DIAGNOSA GEJALA PENYAKIT DALAM
PADA PENDERITA HIV & AIDS
Diagnose terutama didasarkan anamnesa klinis tentang diskripsi bagaimana
gejala penyakit itu terjadi disertai pemeriksaan klinis dan penunjang.
1. Pemeriksaan fisik:
- Umum : penurunan berat badan, demam
- Pemeriksaan neurologi : neuropati prife, kelainan kognitif
- Perubahan kulit : herpes zoster, herpes simplex, folikulitis, tiena,
sarcoma Kaposi, prurigo, dermatitis seboroik, psoriasis berat
- Rongga mulut : sariawan, radang gusi, hairy leukoplakia
- Mata : funduskopi
- Kelenjar getah bening : pembesaran setempat atau menyeluruh
- Paru : PCP, sefusi pleura, TBC
- Abdomen : pembengkakan hati-limpa
- Genitalia : chanere / ulkus
- Anus : ulkus, kutil
2. Pemeriksaan laboratorium dan ronsen
- Hitung viral load
- Hitung limfosit CD4
- Mikroglobulin-beta 2
- Antigen p24
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
PROFILASIS KONTRIMOKSASOL

Nomor Dokumen Nomor Revisi : 00 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 2/3
Untuk menilai adanya infeksi oportunistik dapat dilakukan pemeriksaan :
- Serologi : toksoplasmosis, hepatitis, herpes simpleks, sitomegalovirus
- Uji tuberculin
- Pemeriksaan darah tepi lengkap, LED
- Uji fungsi hati, ginjal
- Foto dada
- CT Scan kepala

PROFILAKSIS KOTRIMOKSASOL
PENDAHULUAN Pemberian profilaksis Kotrimoksasol pada penderita HIV bias primer dan
sekunder
TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur pengobatan profilaksis pada infeksi oportunistik
yang sensitive terhadap kontrimoksasol
KEBIJAKAN Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Nomor :
……………. Tentang Kebajikan Pelayanan HIV AIDS Rumah Sakit
Umum Daerah Tarakan.
URAIAN ILMIAH Profilaksis primer: PCP, Toksoplasmosis, Diare (Isospora belli), Infeksi
respiratoris (Nocardia asteroid), Steptococcus pneumonia, Salmonella species,
Shigella species, Eschericia coli, Staplylococcus aures and Heamophilus
influenza.
Profilaksi Sekunder : PCP, Isospora belli dan Toksoplasmosis.
PROSEDUR 1. PELAKSANAAN PEMBERIAN PROFILAKSIS PRIMER & SEKUNDER
Adalah peserta PPDS I dengan supervisor/penanggung jawab oleh supervisor
konsul/supervisor seksi infeksi.

2. PRINSIP PROFILASKSIS KOTRIMOKSASOL PRIMER


 Semua penderita HIV dengan gejala klinis stadium II,III,IV
 Tanpa gejala kllinis dengan CD4 kurang dari 500 atau jumlah Limfosit
total < 1200
 Hamil setelah trimester pertama

3. PRINSIP PROFILAKSIS KONTRIMOKSASOL SEKUNDER


 Semua pasien setelah terkena infeksi PCP, dan Isospora belli
Toksoplasmosis

4. REKOMENDASI REGIMEN
 Kontrimoksasol 960 mg atau 2 x 480 mg
 Alternative bila alergi atau hamil trimester pertama : Dapsone 50 mg 2
x/ hari atau 100 mg/hari
 Jika CD4 < 100 dan antibody toksoplasma positif : Dapsone 50 mg 2 x/
hari atau 100 mg/hari + primetamin 50 mg perminggu dan asam folat 25
mg perminggu.
 Kasus reaksi obat yang tidak mengancam jiwa : hentikan obat selama 2
minggu kemudian
 Dicoba lagi TMP/SMX dengan dosis ditingkatkan secara perlahan-lahan
 Catatan : setelah desensitisasi di bawah pengawasan, hamper 70%
pasien dapat toleransi lagi dengan TMP/SMX.

PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN


PROFILASIS KONTRIMOKSASOL

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
5. KRITERIA MENGHENTIKAN TERAPI
a. Reaksi kulit yang berat
- Fixed drug reaction
- Sindrom stevens Johnson
- Gagal hati atau ginjal
- Tokksisitas yang berat pada system hematologi
b. Sebagai profilaksis primer
- Pasien yang mendapat HAART dengan peningkatan CD4 > 200/mm3
minimal selama 3 bulan
c. Sebagai terapi maintenan toksoplasmosis
- Profilaksis dihentikan jika ada gejala CD4 count > 200/ mm3
sedikitnya 6 bulan.

6. EVALUASI PENGOBATAN
 Tindak lanjut klinis
 Tiap bulan dan kemudian 3 bulan jika pengobatan dapat ditoleransi
dengan baik
 Monitoring gejala klinis dan toksisitas
 Menilai dan menguatkan kepatuhan
 Follow-up Laboratorium
 Mengukur hemoglobin dan jumlah lekosit 6 bulan bila terdapat fasilitas
dan ada indikasi klinis.
UNIT TERKAIT
Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi RSUD Tarakan
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
HEPATITIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Peluang infeksi HIV progresif menjadi HCV kronis mencapai 80-90%,
disbanding 60-70% orang dengan HIV negative. Pada ODHA peluang infeksi
HBV menjadi kronis 25% sedangkan pada HIV negative hanya 10%
TUJUAN 1. Membudayakan penanganan penderita HIV & AIDS yang tetap sebagai
upaya meningkatkan mutu pelayanan, pendidikan dan penelitian sesuai
fungsi RSUD Tarakan sebagai rumah sakit rujukan kelas A dan rumah sakit
pendidikan. Mengindentifikasi secara dini setiap penyakit yang
berhubungan dengann infeksi HIV dan pengobatananya.
2. Memberikan petunjuk penanganan hepatitis yang berhubungan dengan HIV
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH Etiologi virus :
- Hepatitis A
- Hepatitis B
- Hepatitis C
- Hepatitis D
- Hepatitis E

PROSEDUR 1. Tanda dan gejala


a. Seperti gejala Influenza
- Kelesuan, kelemahan
- Mengantuk
- Nafsu makan kurang (Anoreksia)
- Mual
- Rasa tidak enak di perut
- Demam
- Sakit kepala
b. Ikterus (termasuk air seni gelap, feses berwarna kelabu, dan gatal-gatal)
c. Pembesaran hati (hepatomegali)

2. Laboratorium
a. Serologi
- Hepatitis A : IgM anti-HAV
- Hepatitis B : Hbs Ag, Hbe Ag, IgM anti-HBc, HBV DNA
- Hepatitis C : anti-HCV, HCV RNA
b. Uji fungsi hati : SGPT, SGOT. Alkali Fosfatase, bilirubin direk, indirek,
urinalisis.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
HEPATITIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
3. Penemuan diagnostik:
a. Infeksi Hepatitis A
- Akut → pemeriksaan IgM HAV yang positif
b. Infeksi Hepatitis B
- Positif (HBsAg) dan positif HBcAB
c. Infeksi Hepatitis C
- Hasil pemeriksaan tes Anti-HVC yang positif
- Konfirmasi hasil pemeriksaan HCV yang positif
- Serologi penyaringan sering didapatkan negative palsu ketika CD4 <
100 sel/mm3

4. Pinatalaksanaan
a. Terapi farmakologis
1. Infeksi Hepatitis Virus A akut : Suportif
2. Infeksi Hepatitis Virus B akut :
- Alfa interferon 5 juta unit 2x/hari atau 10 juta unit 3 kali/minggu
untuk 12-24 minggu.
- Lamivudine 300 mg perhari
3. Infeksi Hepatitis Virus C akut :
- Interferon pegylated (PegIFN alfa 2a) 180 µg sub kutan/minggu
+ Ribavirin 600-1000 mg/hari selama 48 minggu
- Jika CD4 > 200 sel/mm3, dilakukan monitoring pemeriksaan
CD4
- Jika CD4 < 200 sel/mm3, terapi ARV

b. Anjuran :
1. Mengurangi konsumsi alcohol
2. Menghindarai obat-obat hepatotoksis seperti parasetamol
antiinflamasi non steroid yang hepatotoksik dan antibiotic yang
hepatotoksik

c. Pemantauan berkelanjutan
1. HIV dank o-infeksi HCP menendakan akselerasi penyakit HIV dan
HCV
2. Pengaruh yang hepatotoksik beberpa ARV (seperti : nevirapine
narkoba dan obat (seperti : ketokonazol) penting
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
HEPATITIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
a. Pencegahan
1. Vaksinasi
- Pemberian vaksin hepatitis A
- HBV vaksin untuk pasien-pasien dengan negative HBsAg dan
anti-HBs.
- Vaksin-vakisn sangat mahal dan jarang tersedia

2. Cuci tangan, dapat mengurangu risiko transmisi HAV


3. Pemakaian kondom mengurangi risiko transmisi Hetaitis B dan
Hepatitis C
4. Hati-hati pemakaian jarum suntik

UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
WASTING SYNDROME

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Penurunan berat badan pada stadium AIDS 37-100%
TUJUAN 1. Membudayakan penanganan penderita HIV & AIDS yang tetap sebagai upaya
meningkatkan mutu pelayanan, pendidikan dan penelitian sesuai fungsi RSUD
Tarakan sebagai rumah sakit rujukan kelas A dan rumah sakit pendidikan.
Mengindentifikasi secara dini setiap penyakit yang berhubungan dengann
infeksi HIV dan pengobatananya.
2. Memberikan petunjuk penanganan wasting syndrome yang berhubungan
dengan HIV
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH Penatalaksanaan HIV Wasting Syndrome bersama dengan mengatasi infeksi
primer, yaitu HIV dengan ARV dan infeksi oportunistik. Stomatitis aftosa, diare,
malabsorpsi, depresi atau penyebab anoreksia lain perlu segera diatasi.

PROSEDUR Penatalaksanaan
Terapi nutrisi dapat diberikan dengan berbagai cara : oral, enternal atau parenteral.
Dibutuhkan konsultasi gizi menentukan jenis diet yang sesuai untuk ODHA sesuai
keadaan penyakinya. Saat ini belum ada kesepakatan rekomendasi jumlah asupan
atau energy dan mikronutrien khusus untuk ODHA. Nutrisi yang diberiksan
sebaiknya tidak hanya mengembalikan berat badan, juga untuk mengembalikan
massa tubuh bebas lemak.

Terapi farmakologis
Perang nafsu makan seperti megestrol asetat dan dronabinol digunakan untuk
membantu meningaktkan asupan makanan dan berat badan pada ODHA.
Megestrol asetat banyak meningkatkan jumlah lemak disbanding massa bebas
lemak. Perangsang nafsu makan lain seperti siproheptadin baru diteliti dalam
skala kecil dan steroid sebaiknya dihindari karena efek sampingnya.

Testosterone intramuskuler digunakan jika kadar testosterone darah rendah untuk


meningkatkan massa bebas lemak dan menambah berat badan.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
WASTING SYNDROME

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
Tabel 1. Terapi farmakologis pada HIV-wasting syndrome

Obat Rute Dosis Efek samping yang


dering dilaporkan
Megastrol Oral (sirup) 1 kali 800 mg Impoten, gangguan
siklus mens, akne,
kehilangan rambut
Dromabinol Oral 2 kali 2,5-10 mg Iritabilitas, Insomnia,
gangguan mood,
halusinasi, ansietas,
gangguan
penglihatan,
hipotensi.
Testosteron Intramukuler 200 mg tiap 2 minggu Iritabilitasi
300 mg tiap 3 minggu kandungan kemih,
ereksi berulang,
gangguan mood,
edema, nyeri pada
tempat suntikan.

Tarapi farmakologis yang sudah dicoba untuk HIV –wasting syndrome adalah
talidomid, pentoksifilin, hormone pertumbuhan sintetik, nandrolon, oksandrolon
dan kototifen.

Pemberian obat sebaiknya juga disertai olah raga yang bersifat meningkatkan
kekuatan seperti bersepeda. Olahraga dapat meningkatkan kekuatan otot dan
memperbaiki nafsu makan.
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
KRIPTOKOKOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Mengingat tingginya prevalensi tuberculosis di Indonesia maka kemungkinan
adanya meningitis tuberculosis harus dipikirkan dalam diagnosis banding
meningitis pada ODHA dengan CD4 < 200 sel/µl gambaran klinis dan analisis
cairan serebrospinal yang serupa. Terdapatnya etiologi yang multiple juga
dipertimbangkan. Laporan kasus meningitis kriptokokus (MK) yang disertai
koinfeksi TB, tuberkuloma, maupun sifilis system saraf pusat.
TUJUAN 1. Membudayakan penanganan penderita HIV & AIDS yang tetap sebagai upaya
meningkatkan mutu pelayanan, pendidikan dan penelitian sesuai fungsi RSUD
Tarakan sebagai rumah sakit rujukan kelas A dan rumah sakit pendidikan.
Mengindentifikasi secara dini setiap penyakit yang berhubungan dengann
infeksi HIV dan pengobatananya.
2. Memberikan petunjuk penanganan kriptokokosis yang berhubungan dengan
HIV
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi RSUD Tarakan
PROSEDUR Diagnosis
Gamabaran pencitraan (imaging) pada meningitis kriptokokus (MK) tidak khas,
dapat ditemukan gambaran hirdosefalus, edema difus, atrofi, penyangatan menigen
dan pleksus koroideus. Gambaran pencitraan normal sering ditemukan. Pada
pemeriksaan MRI dapat ditemukan pelebaran ruangan Virchow-Robin, yang
tampak sebagai lesi hiperintens berukuran kecil pada T2 dan lesi hipoitens pada T1.
Kriptokokoma sering terjadi pada infeksi C. neoformans var. Gatti biasa terjadi
bukan pada penderita AIDS.

Diagnosis definitive kriptokokosis ditegakkan dengan isolasi jamur, pemeriksaan


histopatologi dan serologi antigen C. neoformans. Specimen pemeriksaan dapat
diambil dari darah, cairan serebrospinal, urine, cairan pleura, sputum, bilasan
bronkus, lesi kulit dan biopsy jaringan.

Pemeriksaan serum antigen C. neoformans pada pneumonia berat bermanfaat


sebagai pemeriksaan awal bila terdapat kecurigaan adaya kriptokokosis. Antigen
serum positif (antigemenia) harus dilakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi
jamur dari cairan serebrospinal, urine dan serbagai jaringan tubuh lainnya.

Diagnosis MK melalui pemeriksaan cairan serebrospinal, ditegakkan melalui


identifikasi jamur dengan pewarnaan tinta india, kultur, dan deteksi antigen C.
neoformans dengan reaksi aglutinasi. Ditemukan peningkatan sel tidak terlalu
tinggi yng didominasi oleh limfosit. Kadar glukosa dapat turun atau normal.
Protein biasa menunjukkan peningkatan yang moderat.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
KRIPTOKOKOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
Diagnosis kriptokokosis paru ditegakkan melalui pemeriksaan histopatologis dan
serologis darah.

Penatalaksanaan
Panduan terapi kriptokokosis terbagi dua, yaitu untuk infeksi berat ( meningitis )
dan infeksi ringan-sedang (pneumonia, antigenemia). Kriptokokosis pada organ
lain selain sistem saraf pusat dan paru tidak banyak diteliti. Disarankan untuk
memilih salah satu terapi di atas. Tindakan operatif fiperlukan untuk kasus
kriptokokoma, lesi tulang dan paru yang tidak berespons dengan terapi
medikametosa.

Tabel 1. Terapi kriptokokosis pada ODHA


Terapi
Meningitis kriptokokus
Pilihan pertama Indikasi : amfoterisin B.i.v.0,7-1 mg/kgBB/hari dan 5-
fluorositosir :oral 100 mg/kgBB/hari selama 2 minggu
Konsolidasi : flukonazol oral 400 mg/hari selama 8
minggu atau hingga cairan serebrospinal steril.
Pilihan kedua Induksi : amfoterisin B. i.v.0,7-1 mg/kgBB/hari selama
2 minggu
Konsolidasi : flukonazol oral 400 mg/kgBB/hari selama
10 minggu atau hingga cairan serebrospinal steril.
Pilihan ketiga Flukonazol oral 400-800 mg/hari dan fluorositosin oral
100 mg/kgBB/hari selama 6-10 minggu
Kriptokokosis paru (ringan-sedang), kriptokokosis diseminata dan antigenemia
Flukonazol 200-400 mg/hari secara oral
diberikan seterusnya hingga nilai CD4 > 200 sel/µl.

Di Indonesia tidak mudah mendapatkan 5-fluorositosin sehingga digunakan terapi


alternatif kedua untuk terapi induksi dan konsolidasi. Dengan amfoterisin B, yang
ada hanya amfoterisin B deoksikolat (AmBD).

Tatalaksana intrakrinal yang tinggi merupakan penyebab kematian pada sebagian


besar kasus MK. Juga menimbulkan gangguan pendengaran dan penglihatan.
Peningkatan tekanan intracranial pada MK dapat di atasi dengan pungsi lumbal
berulang dengan mengeluarkan cairan serebrospinal sebanyak 20-30 ml/hari
hingga mencapai tekanan yang diinginkan. Tindakan dikontraindikasikan pada
kasus dengan massa intrakranial, hidrosefalus obstruktif, gangguan koagulasi
darah dan adanya proses infeksi pada lokasi pungsi lumbal. Pada kasus yang tidak
berespons atau dijumoai tekanan yang sangat tinggi, dapat dilakukan tindakan
pemasangan drain lumbal atau operasi ventriculo-peritoneal shunt (VPS).
Gangguan kortikosteroid, manitol dan aset azolamid tidak memperlihatkan
manfaat yang nyata dalam tata laksana peningkatan tekanan intrakranial pada
MK.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
KRIPTOKOKOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
Tata laksana peningkatan tekanan intrakranial pada MK menurut rekomendasi
Mycoses study Group pada tahun 2000 adalah :
1. Pemeriksaan pencitraan sebelum pungsi lumbal pada tersangka MK untuk
mencari adanya kontraindikasi.
2. Bila pada pungsi lumbal didapatkan tekanan yang normal, 2 minggu
kemudian (setelah terapi amfoterisin) dilakukan pungsi lumbal ulang.
3. Bila tekanan intrakranial > 250 mmHg, dilakukan drainase hingga tercapai
tekanan < 200 mmHg atau didapatkan penurunan 50% dari tekanan semula.
Bila pada drainase yang pertama tidak dapat dicapai tekanan < 200 mmHg.
Dilakukan pungsi lumbal ulang setiap hari minggu dicapai tekanan > 200
mmHg.
4. Pemasangan drain lumbal diindikasikan bila tekanan > 400 mmHg
5. VPS diindikasikan bila pungsi lumbal berulang dan pemasangan drain
lumbal gagal untuk menurunkan tekanan dan cairan serebrospinal.

Profilaksis
Tidak ada terapi profilaksis primer yang dianjurkan untuk mencegah MK.
Profilaksis sekunder (rumatan) dengan salah satu regimen di bawah diberikan
seterusnya hingga nilai CD4 > 200 sel/µl/. Flukonazol 200 mg/hari secara oral (
pilihan pertama). Amfoterisin B 1 mg./kg/hari satu atau 2 kali 1 minggu secara
intravena. Intrakonazol 200 mg 2 kali 1 hari secara oral.

UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN SEPSIS

POKJA HIV Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


/A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Sepsis adalah sindrom radang sistemik akbiat infeksi, ditandai dengan gejala-gejala
: demam atau hipotermi, mengigil, takipnea, takikardi, nadi cepat dan lemah serta
gangguan mental yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme (virus, jamur,
protozoa, bakteri).

TUJUAN 1. Membudayakan penanganan penderita HIV & AIDS yang tetap sebagai upaya
meningkatkan mutu pelayanan, pendidikan dan penelitian sesuai fungsi RSUD
Tarakan sebagai rumah sakit rujukan kelas A dan rumah sakit pendidikan.
Mengindentifikasi secara dini setiap penyakit yang berhubungan dengann
infeksi HIV dan pengobatananya.
2. Memberikan petunjuk penanganan sepsis yang berhubungan dengan HIV

KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi RSUD Tarakan


URAIAN ILMIAH A. Infeksi berat, ditandai oleh 2 atau lebih keadaan sebagai berikut :
1. Suhu tubuh aksiler > 38,2 oC atau 36 oC
2. Leukosit > 12000/l atau < 4000/l
3. Kultur darah positif terhadap kuman yang patogen
4. Dugaan adanya sumber infeksi sebagai penyebab
5. Adanya infeksi bernanah

B. Respons sistemik yang ditandai oleh satu dari keadaan sebagai berikut :
1. Hipotensi yang tidak dapat dijelaskan (sistolik < 90 mmHg atau penurunan
> 40 mmHg dari tekanan darah semula)
2. Kegagalan faal organ yang multipel, antara lain : hati, ginjal,
gastrointestinal, paru, saraf dan jantung.
3. Alkalosis respiratorik atau asidosis metabolik
4. Diagnosis sepsis : 2 dari A + 1 dari B

PROSEDUR Prinsip penatalaksanaan sepsis adalam pemberian antibiotika (sesuai


mikroorganisme penyebab), neralisasi toksin, eliminasi berbagai mediator
inflamasi, dan suportif.

Kontrol infeksi merupakan pilar utama terapi


Konsep baru optimalisasi pemberian antibiotika dalam upaya mematikan kuman
patogen, maka antimikroba dibagi 2 golongan L concentration-dependent killing,
misalnya aminoglikosida dan fluorokuinolon; time-dependent killing, misalnya
betalaktam, makrolid, klindamisin, flusitosin.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
SEPSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
I. Panduan pemilihan antibiotika epiris pada sepsis tergantung situasi
(Munford 2005)
1. Cafepim 3x2 gram atau
2. Siprofloksasin 2 x 400 mg atau
3. Levofloksasin 2 x 750 mg ditambah vankomisin 15 mg/kgBB/12 jam.

II. Suportif Merabolik, hemodinamik dan respiratorik


Obat antimikroba hanya mampu mengeliminasi mikroorganisme penyebab,
sedangkan mediator kimiawi, sitokin yang terlanjut keluar perlu diatasi.
Karen pda sepsis terjadi hipermetabolik dan hiperkatabolisme protein, makan
dukungan nutrisi TKTP perlu diberikan termasuk susu protein 3 kali 20 gram
sehari.

Respirasi
Oksigen arterial diperiksa dengan pulse pxmetri atau dengan memeriksa gas
darah. Oksigen diberikan melalui pipa nasal, atau masker untuk mempertahankan
saturasi oksigen arteri lebih dari 95%. Bila terjadi gagal nafas dilakukan intubasi
dan ventilasi mekanik.

Support hemodinamik
Penanganan inisial terhadap pasien sepsis yang mengalami hipotensi harus
mencakup pemberian cairan intravena yang secara tipikal berupa 1 hingga 2 liter
larutan normal saline selama 1 hingga 2 jam. Curah urin harus dijaga di atas 30
ml/jam dengan pemberian cairan yang kontinyu; preparat diuretic seperti
furisemid dapat diberikan bila ddirekomendasikan.
Khusus ada syok septic, consensus direkomendasi
1. Cairan resusitasi segera diberikan dengan cairan yang ada
2. Cairan koloid lebih dianjurkan untuk resusitasi awal karena mempunyai efek
hemodinamik segera.
3. Infuse cairan selanjutnya dapat memakai koloid dan atau kristaloid.
Bila keadaan tak dapat diatasi dengan pemberian cairan saja, maka perlu diberi
obat vasopresor, golongan sympathomimetic amine. Norepinephrin biasanya baru
dipakai bila pemberian dopamine dan dobutamin tak berhasil menaikan tekanan
darah sistemik.

Dosis yang dianjurkan:


1. Dopamine : 2-25 µg/kg/menit didalam cairan infus (dextrose 5% atau normal
salin) sampai tekanan sistolik lebih dari 90 mmHg dan produksi urine lebih
dari 30 ml/jam.
2. Dobutamin 22-25 µg/kg/menit, titrasi sama dengan dopamine. Berguna pada
pasien dengan cardiac output rendah.
3. Norepinephrin dosis awal 0,1-0,2 µg/kgBB dan dilihat efek dalam beberpa
menit. Dosis maintenance adalah 0,05 µg/menit.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
SEPSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
Terapi Asidosis dan Koagulan Intravaskuler Diseminata
Biokarbonar kadang diberikan pada sidosis metabolic yang berat (pH arterial <
7,2); efektivitas terapi ini belum ditetapkan. Jika dipersulit oleh perdarahan yang
hebat, koagulasi intravaskuler diseminata harus diatasi dengan transfuse fresh
frozen plasma dan trombosit. Penanganan yang berhasil terhadap infeksi yang
mendasari sangat penting untuk memulihkan keadaan asidosis maupun koagulan
intravaskuler diseminata.

III. Imunoglobulin Intravena


Dosis awal IVIG yang dianjurkan adalah 0,4 g/kg perhari selama 3-5 hari dan
dosis rumatan antara 0,4 g dan 2,0 g/kg bila diperlukan biasanya antara 2-12
minggu. Kebanyakan pasien memerlukan pengulangan pemberian setiap 3-4
minggu.

UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
ASPERGILOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/1
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Aspergilosis invasive harus dicurigai jika terdapat gejala respiratorik pada ODHA
stadium lanjut dan tumbuh Aspergillus sp. Pada kultur sputum, terutama
Aspergillus fumigates. Aspergilosis invasive perlu dipikirkan pada ODHA dengan
gambaran klinis pneumonia, yang tidak ada respons dengan terapi antibiotic.
TUJUAN 1. Membudayakan penanganan penderita HIV & AIDS yang tetap sebagai upaya
meningkatkan mutu pelayanan, pendidikan dan penelitian sesuai fungsi RSUD
Tarakan sebagai rumah sakit rujukan kelas A dan rumah sakit pendidikan.
Mengindentifikasi secara dini setiap penyakit yang berhubungan dengann
infeksi HIV dan pengobatananya.
2. Memberikan petunjuk penanganan Aspergilosis yang berhubungan dengan
HIV
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH Diagnosis definitive aspergilosis dapat ditegakkan apabila ditemukannya
Aspergillus sp. pada jaringan dan kultur. Tumbuhnya Aspergillus sp. pada kultur
belum dapat menegakkan diagnosis, hanya 10-30% pasien dengan aspergilosis paru
invasive yang kulturnya positif.
Aspergillus juga dapat menginfeksi otak, sinus, telinga, mata, endokarditis,
esofagitis, limfadenitis, menyebabkan abses kulit, abses ginjal dan pancreas.
PROSEDUR Diagnosis
Gambaran radiologi aspergilosis paru invansif 30% berupa kavitas berdinding
tebal, terutama di lobus bawah, 20% berupa infiltrate difus atau nodular disalah
satu atau kedua paru. Pada sindro, onstruksi trakeobronkilitis pseudomembranosa
gambaran radiologis berupa infiltrate yang samar-samar segmental atau atelektasis
lobaris.
Pemeriksaan serologi untuk mendeteksi antibody tidak banyak membantu
diagnosis karena sebagian besar pasien pernah mengalami paparan asimtomatis
dengan Aspergillus sp.
Penatalaksanaan
Terapi yang dianjurkan untuk aspergilosis invasive adalah virokonazol intravena
dengan dosis 6 mg/kgBB tiap 12 jam sebanyakk 2 kali, dilanjutkan 4 mg/kgBB tiap
12 jam selama > 1 minggu, selanjutnya 2 kali 200 mg. obat ini belum tersedia di
Indonesia. Terapi alternative yang digunakan amfoterisin B i.v. 1,0 mg./kgBB/hari
hingga terjadi perbaikan klinis. Alternative lain itrakonazol 600 mg/hari selama 4
hari, diteruskan 400 mg/hari.
Profilaski
Tidak ada profilaksi primer atau pun sekunder yang terbukti bermanfaat untuk
aspergilosis pada ODHA.

UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
CYTOMEGALOVIRUS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Factor resiko infeksi Cytomegalovirus (CMV) jika CD4 < 50 sel/µl dan antibosi
CMV positif. Profilaksis primer tidak dianjurkan secara rutin untuk mencegah
infeksi SMV.
TUJUAN 1. Membudayakan penanganan penderita HIV & AIDS yang tetap sebagai upaya
meningkatkan mutu pelayanan, pendidikan dan penelitian sesuai fungsi RSUD
Tarakan sebagai rumah sakit rujukan kelas A dan rumah sakit pendidikan.
Mengindentifikasi secara dini setiap penyakit yang berhubungan dengann
infeksi HIV dan pengobatananya.
2. Memberikan petunjuk penanganan CMV yang berhubungan dengan HIV
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH Diagnosis definitive infeksi CMV dengan pemeriksaan mikroskopis (histology atau
serologi), kultur atau deteksi antigen pada specimen langsung dari jaringan yang
terkena atau cairan dari jaringan. Pemeriksaan antibody CMV sulit membedakan
infeksi baru dan infeksi lama. Oleh karena itu dikembangkan pemeriksaan antigen
CMV secara serologis dan PCR.

PROSEDUR Diagnosis
Diagnosis retinitis CMV ditegakkan bedasarkan gambaran klinis dan fundukskopi.
Diagnosis presumtif digunakan pada pemeriksaan oftalmologis serial (missal :
bercak diskrit pada retina dengan batas yang tegas, menyebar secara sentrifugal
sepanjang pembuluh darah, memburuk selama beberapa bulan dan sering diserti
vaskulitis, perdarahan dan nekrosis retinal). Resolusi penyakit aktif menyebabkan
parut di retina dan atrofi dengan retinal pigment & epithelial motting.

Mengkonfirmasi diagnosis CMV pada saluran cerna diperlukan biopsy mukosa


yang menunjjukkan tanda inflamasi dan CMV inclusion body. Untuk infeksi CMV
pada system saraf pusat perlu cairan serebrospinal untuk menemukan antigen atau
DNA CMV dan kultur.

Diagnosis definitive pneumonitis CMV ditegakkan apabila criteria berikut


ditemukan.
- Infiltrate baru
- Deteksi CMV dengan kultur, antigen atau asam nukleat pada sputum
- CMV inclusion body intraseluler pada jaringan paru atau makrofag dari
bilasan bronkoalveoler
- Tidak ditemukan pathogen lain
Penatalaksanaan
Pendekatan pertama adalah memperbaiki imunitas dengan pemberian
antiretrovirus.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
CYTOMEGALOVIRUS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
Table 1. rekomendasi antivirus untuk infeksi CMV pada ODHA
Maslfestasi Regimen pilihan
Mata - Gansiklovit i.v. 2 kali 5 mg/kgBB/hari diberikan
dalam infuse 1 jam selama 2-3 minggu. Dilanjutkan dengan
dosis rumatan gansiklovir i.v. 5 mg/kgBB/hari selama
1 hari
- Valgansiklovir oral 2 kali 900 mg selama 21 hari,
dilanjutkan dosis rumatan 1 kali 900 mg
- Foscarnet i.v. 3 kali 60 mg/kg atau 2 kali 90 mg/kg
selama 2-3 minggu, dilanjutkan dengan sosis rumatan
foscarnet i.v. 2 kali 90-120 mg.kg
Saluran cerna : - Gansiklovir i.v. 2 kali 5 mg.kb selama 2-3 minggu
- Valgansiklovir 2 kali 900 mg selama 2-3 minggu
- Foscarnet i.v. 3 kali 60 mg.kg atau 90 mg/kg selamaa
2-3 minggu. Terapi rumatan tidak diperlukan kecuali
terjadi relaps selama atau setelah terapi.
Paru : - Gansiklovir i.v. 2 kali 5 mg/kg selama > 21 hari
- Valgansiklovir 2 kali 900 mg selama 21 hari
- Foscarnet i.v. 3 kali 60 mg/kg atau 2 kali 90 mg/kg
selama 21 hari
System saraf : - Gansiklovir i.v. 2 kali 5 mg/kg selama 2-3 minggu
dikombinasi dengan foscarnet i.v. 3 kali 60 mg/kg
atau 2 kali 90 mg/kg selama 3-6 minggu, dilanjutkan
dengan terapi rumatan dengan
gansiklovir/valgansiklovir dan foscarnet dengan dosis
seperti retinitis CMV.
- Gansiklovir i.v. 2 kali 5 mg/kg selama 2-3 minggu,
dilanjuutkan terapi rumatan dengan gansiklovir i.v.
atau valgansiklovir dengan dosis seperti retinitis
CMV.

Keadaan ancaman gangguan penglihatan berat dan pemulihan system imun sulit
diharapkan, dapat dipasang implas gansiklovir intraokuler tiap 6-8 bulan
dikombinasikan dengan valgansiklovir oral dosis rumatan 1 kali 900 mg. pada
keadaan ancaman gangguan penglihatan berat dan pemulihan system imun dapat
diharamkan, implant gansiklovir intraokuler dikombinasi dengan valgansiklovir
oral dosis rumatan 1 kali 900 mg atau tetapi sistemik dengan gasiklovir,
valgansiklovir atau foscarnet.

Negara berkembang dengan sumber daya terbatas pendekatan utama disarankan


memperbaiki imunitas ODHA dengan menggunakan ARV, untuk menghemat
biaya retinitis CMV diterapi dengan injeksi gansiklovir intravitreal. Pendnekatan
ini memiliki risiko, tidak dapat menghentikan penyebaran infeksi sistemik.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
CYTOMEGALOVIRUS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
Profilaksis
Profilaksis sekunder (terapi rumatan) pada onfeksi CMV di mata susunan saraf.
Terapi rumatan dihentikan bila CD4 mencapai lenih dari 100-150 sel/µl selama 6
bulan dan penyakit tidak dalam keadaan aktif, dilanjutkan dengan pemeriksaan
oftalmologis rutin. Terapi dimulai jika CD4 turun < 50-100 sel/µl.

UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN DIARE

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/5
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Diare kronik adalah buang air besar dalam bentuk cair sebanyak 3 kali atau lebih
dalam sehari secara terus-menerus atau secara periodic selama lebih dari satu bulan
pada pasien infeksi HIV & AIDS yang simtomatik (Depkes RI, 2001). Sifat diare
kronik itu sendiri keluarnya feses yang terus menerus, berair, tanpa darah dan
lender. Sering disertakan mual, penurunan berat badan kram perut dan dehidrasi
(FHI, 2006).

TUJUAN 1. Membudayakan penanganan penderita HIV & AIDS yang tetap sebagai upaya
meningkatkan mutu pelayanan, pendidikan dan penelitian sesuai fungsi RSUD
Tarakan sebagai rumah sakit rujukan kelas A dan rumah sakit pendidikan.
Mengindentifikasi secara dini setiap penyakit yang berhubungan dengann
infeksi HIV dan pengobatananya.
2. Memberikan petunjuk penanganan diare kronis yang berhubungan dengan HIV

KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi RSUD Tarakan


URAIAN ILMIAH  Diare kronis merupakan masalah yang sering terjadi pada penderita HIV di
UPIPI, angka kejadian pada infeksi oportunistik di UPIPI pada tahun 2006
adalah 20%.
 Sifat diare : berair, tanpa darah dan lender
 Sering disertai mual, penurutan berat badan, kram perut dan dehidrasi.
 Penyebab :
Infeksi bakteri : Campylobacter, Shigella, dan Salmonella
Infeksi protozoa : Cryptoporidium sp. giardia lamblia, Isospora belli,
Entamoeba histolitica, Jenis mikrosporidium
Paparan toksin : E, coli dan Clostridium difficile
Infeksi mikrobakteria : M. tuberculosis, M. avium complex
Infeksi helminthik : Strongyloides stercoralis
Infeksi fungsi : candidal sp. ( jarang menjadi penyebab diarrhea)
 Infeksi oleh Salmonella non Tifoid, yang biasanya hanya menyebabkan
enteritis ada orang sehat, dapat menyebabkan sepsis pada pasien HIV & AIDS.
Gejala yang terjadi umumnya adalah rasa dingin dan demam tinggi tanpa
disertai diare (Hoffmann, 2006). Siprofloksasin dapat digunakan untuk terapi
gastroenteritis Salmonella dan kronis supresif ( CDC, 2006)
 Kriptosporodiasis merupakan penyakit saluran pencernaan yang terutama
disebabkan oleh Cryptosporidium parvum. Gejala penyakit ini adalah diare
yang disertai nyeri abdomen, mual, mmuntah. Pada pasien AIDS dengan CD4
> 50 sel/µl dapat digunakan Nitazoksanid untuk membunuh helmintes, bacteria
dan protozoa (CDC 2006). Selain itu, spiramisin dan azitromisin efektis untuk
mengurangu gejala dan jumlag parasit dalam tubuh (Kolter, 1997).
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
DIARE

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/5
Paromomisin, suatu aminoglikosida oral yang tidak diabsorpsi, efektif untuk
terapi diare (CDC, 2006)
PROSEDUR Prosedur terapi diare kronik pada pasien HIV & AIDS menurut Standart
Operating Procedures HIV Clinical Care For Adults and Adolescents yang
diterbitkan Family Health International Juni 2006 (FHI, 2006) dibedakan atas
kuman yang menjadi penyebab diare, sebagai berikut:
1. Etiologi : Salmonella
a. Tanda dan gejala
Demam, rasa tidak enak badan, kadang-kadang tanpa gejala-gejala GI
b. Uji laboratorium dann uji diagnostic lain
 Uji mikroskopi fese
- Sampel konsentrasi fese segar
- Diperlukan multiple sampel feses
 Kultur serologi feses dan darah

c. Temuan diagnostic
 Penemuan umum
 Kuman Salmonella bias ditemukan dalam kultur feses atau darah
 Widal yang meningkat dalam 2 minggu
d. Penatalaksanaan dan terapi
 Terapi farmakologis
- Kotrimolsasol 960 g 2 kali/hari atau kloramfenikol 250 mg 4
kali/hari selama 3 minggu
- Terapi lebih pendek : siprofloksasin 500 mg 2 kali/hari atau
ofloksasin 400 mg 2 kali/hari atau seftriakson 2 g IV selama 7-
10 hari.
- Jika pengobatan empiris dengan kotrimoksasol tidak efeksit
untuk pasien dengan bacillary dysentery, fluorokuinolon
merupakan pilihan, diikuti eritromisin jika ada gejala diare
berdarah
 Bila ada tanda-tanda sepsis, perlu pengobatan IV
 Beberpa pasien sering kambuh setelah terapi sehingga terapi
pemeliharaan terkadang diperlukan
 Rehidrasi dan koreksi gangguan elektrolit. Beri terapi antidiare
 Intake energy dan protein tinggi mengurangi derajat keparahan
2. Etiologi : Shigella
a. Tanda dan gejala
Demam tinggi, nyeri obdominal, diare berdarah
b. Penatalaksanaan dan terapi
 Uji primer
- Kotromiksasol 960 mg 2 kali/hari selama 5 hari
- Amoksisilin 500 mg 3 kali/hari selama10 hari
 Jika resistensi
- Siprofloksasin 500 mg 2 kali/hari atau norfloksasin 400 mg
selama 5 hari atau
- Asam nalidiksat 1 g 4 kali/hari selama 10
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
DIARE

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/5
e. Catatan
 Di Negara berkembang, resistensi shigella terhadap kotrimolsasol
mengalami peningkatan
 Jika kontimoksasol digunakan sebagai terapi empiric tidak efektif
untuk pasien dengan bacillary dysentery, fluoroquinolon merupakan
pilihan, diikuti eritromisin jika gejala diare berdarah.
3. Etiologi : Campylobacter
a. Tanda dan gejala
Demam, diare berdarah, nyeri abdominal, kehilangan berat badan.
b. Uji laboratorium
Kultur feses
c. Temuan diagnostic
Ditemukan kuman campylobacter pada kultur feses
d. Penatalajsanaan dan terapi
 Terapi primer
Eritromisin 500 mg 2 kali/hari selama 5 hari
 Terapi lain
Fluorokuinolon, tetapi resistensinya pada Negara berkembang dilaporkan antara
30-50%
4. Etiologi : Cryptosporidium
a. Tanda dan gejala:
Diare berat, volume banyak, encer/berair, nyeri abdominal, suara bising usus
meningkat, penurunan berat badan
b. Uji laboratorium dan uji diagnostic lain
Sampel feses dengan pengecatan AFB
c. Temuan diagnostic
 Oosita ditemukan dalam sampel feses
 Tidak ada kenaikan leukosit
d. Penatalaksanaan dan terapi
 Rehidrasi (IV)
 Paromomisin 500 mg 4 kali/hari selama 2-3 minggu, dosis penjagaan
paromomisin 500 mg 2 kali/hari selama diperlukan
 Codein fosfat 30-60 mg 3 kali/hari atau antidiare lain seperti
loperamid 2-4 mg 3 kali/hari atau 4 kali/hari, maksimum 32 mg
dalam 24 jam
 Terapi ARV dapat melindungi ODHA dari infeksi akibat
cryptosporidium
e. Pencegahan
 Cryptosporidia cepat menyebar dan dapat ditularkan melalui air,
makanan dan kontak antara bintang ke manusia dan manusia ke
manusia
 Pada ODHA dengan CD4 < 200 sl/mm3 perlu perhatian ekstra
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
DIARE

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 4/5
1. Etiologi : Isospora belli
a. Tanda dan gejala
Enteritis (radang usus disertai memar), diare cair, tidak ada demam, penurunan
berat badan, malabsorbsi, gejala klinis sama dengan Criptosporadium
b. Uji laboratorium
Kultur feses : sampel feses basah
c. Temuan diagnostic
 Oosita Isospora belli relative besar (2030 mm) dan dapat dengan
mudah dikenali dalam sediaan sampel fese basah yang tidak ternoda
 Tidak ada kenaikan leukosit
d. Penatalaksanaan dan terapi
 Kontromoksasol 960 mg 2 kali/hari untuk 10 hari, diikuti
kontrimoksasol 960 mg 1 kali/hari selama 3 minggu
 Pirimetamine dosis tinggi dengan asam folinat untuk mencegah
myelosupresi
 Terapi rumatan jangka panjang perlu untuk mencegah kekambuhan
2. Etiologi : Entamoeba histolitica
a. Tanda dan gejala
Radang usus besar, berdarah, kram, tanpa gejala
b. Uji laboratorium
Pada sampel feses yang ditemukan telur dari Entamoeba histolitica
c. Temuan diagnostic
 Tekur dan parasit dalam sampel feses
 Tidak ada kenaikan leukosit
d. Penatalaksanaan dan terapi
 Metronidazol 500-700 mg PO atau IV 3 kali/hari selama 5-10 hari
 Paromomycin 500 mg POP 4 kali/hari selama 7 hari
3. Etiologi : Giardia lambia
a. Tanda dan gejala :
Enternitas (radang usus disertai memar), diare cair, malabsorbi, edema atau asites,
adanya gas dalam perut (flatulen)
b. Uji laboratorium
Pada sampel feses yang ditemukan telur dari Giardia lambia
c. Temuan diagnostik
Telur dan parasit dalam sampel feses
d. Penatalaksanaan dan terapi
Metronidazol 250 mg PO 3 kali/hari selama 10 haro
e. Catatan
Umum terjadi pada populasi yang umum, tetapi sering terjadi kekambuhan yang
berat pada pasien HIV.
4. Etiologi : Strongyloides stercoralis
a. Tanda dan gejala
Serpiginous erythematous skin lesion (larva current), diare, nyeri abdominal,
batuk, sindrom hiperinfeksi merupakan karakteristik dari sepsis karena bakteri
gram negatif dengan sindroma acute respiratory distress, pembekuan darah
intravaskular dan peritronitis sekunder
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
DIARE

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 5/5
b. Uji laboratorium dan diagnostik lain
 Pemeriksaan kultur feses
 Pemeriksaan dahak
 Foto toraks
c. Temuan diagnostik
 Larva filariform pada feses
 Infiltrat difus paru pada pemeriksaan foto torakx
 Disseminated strongyloidiasis : larva filarifrom pada feses, sputum
cairan bronko-alveolar, cairan pleura, cairan peritonitis dan cairan
luka operasi
d. Penatalaksanaan dan terapi
 Terapi primer : invermectin 12 mg sehari selama 3 hari ( obat pilihan
untuk terapi strongyloidiasis sistemik )
 Terapi alternatif : albendazol 400 mg 2 kali /hari selama 5 hari
 Terapi penjagaan : diberikan 1 kali/bulan untuk menurunkan gejala
infeksi (albendazol 400 mg atau invermectin 6 mg tiap bulan)
e. Catatan
 Pasien imunokopromosi, strongyloids dapat menyebabkan
hiperinfeksi. Komplikasi serius ini disebut sindroma strongyloides
hiperinfeksi dengan kasus kematian yang tinggi
 Strongyloides hiferinfeksi secara umum dihubungkan dengan kondisi
lain akibat supresi terhadap imunitas.
 Disseminated strongyloidiasis heavy worm, dapat terjadi pada pasien
HIV tetapi merupakan sindroma hiperinfeksi yang sangat panjang
 Sindroma hiperinfeksi sering terjadi pada pasien yang menggunakan
steroid dosis tinggi.
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
HISTOPLASMOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Pada pasien imunokompeten, jamur ini dapat berakibat hidup intrasesluler seumur
hidup. Pada pasien imunokopromais kemungkinan reaktivasi manjadi besar dari
potensi diseminata.
TUJUAN 1. Membudayakan penanganan penderita HIV & AIDS yang tetap sebagai upaya
meningkatkan mutu pelayanan, pendidikan dan penelitian sesuai fungsi RSUD
Tarakan sebagai rumah sakit rujukan kelas A dan rumah sakit pendidikan.
Mengindentifikasi secara dini setiap penyakit yang berhubungan dengann
infeksi HIV dan pengobatananya.
2. Memberikan petunjuk penanganan diare kronis yang berhubungan dengan HIV
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH Terdapat 4 gambaran klinis :
1. Asimtomatis
2. Akut
3. Kronik
4. Diseminata
Pada HIV gambaran yang sering akut dan diseminata.
PROSEDUR Diagnosis
Kultur merupakan pemeriksaan baku emas untuk diagnosis definitive
histoplasmosis. Jamur ini tumbuh lambat, dibutuhkan waktu 2-4 minggu untuk
mendapatkan hasil kultur. Kultur dapat diambil dari biopsy sumsum tulang, darah
perifer, biopsy kelenjar getah bening, lavase bronkoalveoler, atau pun biopsi kulit.
Tes kulit dengan histoplasmin dan pamariksaan histopatologi jaringan kurang
sensitive dan spesifik untuk menegakkan diagnosis histoplasmosis, kecuali dari
pemeriksaan sumsumtulang. Ditemukannya antigen H. capsulatum di urine dan
serum dapat membantu diagnostic histoplasmosis. Antigen dapat dideteksi di urine
pada 90% kasus histoplasmosis diseminata dan 50% kasus. Pada histoplasmosis
paru akut kemungkinan ditemukan di urine 75%. Pemeriksaan serologi untuk
mendeteksi antibody dapat membantu diagnosis. Peningkatan titer lebig dari 4 kali
atau ≥ 1:32 mengindikasikan histoplasmosis akut. Hasil negative palsu dapat
terjadi pada pasien imunokompromais dan selama 6 minggu pertama sebelum
antibody terbentuk. Perkecualian pada meningitis histoplasmosis, ditemukannya
antibody pada cairan serebrospinal yang didukung gejala klinis cukup untuk
menunjang diagnosis. Tidak ada diagnosis presumtif histoplasmosis akut atau
diseminata pada ODHA.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
HISTOPLASMOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
Prenatalaksanaan
Tabel 1. Rekomendasi terapi histoplasmosis pada ODHA
Gambaran Klinis Manifestasi berat Manifestasi ringan-
sedang
Histoplasmosis paru Amfoterisin B i.v. 0,7 Gejala kurang dari 4
akut mg/kgBB/hari (dengan minggu : tidak diterapi
prednisone 60 mg/hari Gejala lebih dari 4
selama 2 minggu), minggu : itrakonazol 1-2
dilanjutkan intrakonazol oral kali 200 mg selama 6-12
2 kali 200 mg hingga 12 minggu
minggu

Histoplasmosis Induksi : Induksi :


diseminata Amfoterisin B i.v. 0,7-1 Itrakonazol 3 kali 200
mg/kgBB/hari, dilanjutkan mg selama 3 hari,
itrakonazol oral 2 kali 200 dilanjutkan 2 kali 200
mg hingga 12 minggu mg hingga 12 minggu
Rumatan : Rumatan :
Itrakonazol seumur hidup Itrakonazol seumur
hidup

Mediastinitis Amfoterisin B i.v. 0,7-1 Itrakonazol 2 kali 200


granulomatosa mg/kgBB/hari, dilanjutkan mg selama 6-12 minggu
itrakonazol oral 2 kali 200
mg hingga 12 minggu. Juga
pertimbangan kortikosteroid
atau drainasi bedah

Perikarditis Kontrikosteroid pada OAINS selama 2-12


obstruksi saluran napas atau minggu
drainase perikard

Meningitis Amfoterisin B dosis di atas


selama 12-16 minggu,
dilanjutkan itrakonazol 1 kali
200 mg

Arthritis/manifestasi OAINS selama 2-12 minggu OAINS selama 2-12


reumatologis minggu

Profilaksi
Profilaksi primer tidak direkomendasikan untuk pencegahan histoplasmosis pada
ODHA. Profilaksi sekunder hanya dianjurkan setelah terapi lengkap, saat ini
masih dianjurkan seumur hidup. [ilihan pertama menggunakan itrakonazol 1 kali
200 mg, dengan alternative flukonazol 800 mg/hari ( hanya juka tidak dapat
mentoleransi itrakonazol )
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
HISTOPLASMOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
TOKSOPLASMOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Diagnosis presumsif berdasarkan gejala klinis neurologi progresif pada ODHA
dengan nilai CD4 < 200 sel/µl disertai gambaran neuroimaging (CT/MRI) yang
sesuai. 70% kasus intraktranial pada HIV
TUJUAN 1. Membudayakan penanganan penderita HIV & AIDS yang tetap sebagai upaya
meningkatkan mutu pelayanan, pendidikan dan penelitian sesuai fungsi RSUD
Tarakan sebagai rumah sakit rujukan kelas A dan rumah sakit pendidikan.
Mengindentifikasi secara dini setiap penyakit yang berhubungan dengann
infeksi HIV dan pengobatananya.
2. Memberikan petunjuk penanganan Toksoplasmosis yang berhubungan dengan
HIV
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH Diagnosis definitive ET dapat ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi
jaringan otak. Pemeriksaan MRI lebih sensitive dari pada CT Scan dalam
menemukan lesi ET. Sembilan puluh persen memperlihatkan lesi tunggal atau
multiple yang hipodens pada CT atau hipotens pada MRI, menyangat kontras
berbentuk cincin (ring enhancement), disertai edema dan efek massa. Lesi yang
tidak disertai penyangatan kontras dilaporkan 6-20% kasus ET. Lokasi lesi yang
sering didapatkan pada ganglia basal, thalamus atau cortio-medullary junction.
Berdasarkan diagnosis presumtif, terapi empiris toksoplasma dapat dimulai.jika
diagnosis tersebut benar, lesi akan mengecil pada Ct-Scan atau MRI ulang setelah 2
minggu. Pada Et biasa dijumpai IgG yang positif, sedangkan IgM negative. Tidak
mengherankan karena ET pada ODHA biasanya merupakan reaktinasi laten.
Pemeriksaan serologi negative dijumpai pada 3-17% kasus ET yang didiagnosis
melaluui biopsy maupun presumtif.

European Federation of Neurological Societies (EFNS) mengeluarkan panduan tata


laksana, praktis sehingga semua ODHA dengan lesi massa intracranial dapat
diberikan terapi empiris anti toksoplasma selama 2 minggu, meskipun hasil uji
serologis negative atau lesinya tunggal. Bila tidak terdapat perbaikan klinis atau
radiologis, dianjurkan biopsy.

Perlu diagnosis banding limfoma system saraf pusat atau tuberkuloma dan
Progressive Multifocal Leucoencephalopathy (PML). Limfoma system saraf dapat
member gambaran imaging menyerupai ET. Gambaran lesi tunggal dengan
penyangatan kontras yang homogeny pada MRI, lebih menyokong pada diagnosis
limfoma. Pemeriksaan SPECT, PET dan M.R. Spektroskopi dapat membedakan
lesi ET dengan limfoma system saraf pusat.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
TOKSOPLASMOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
PROSEDUR Penatalaksanaan
Standar terapi ET adalah kombinasi pirimetanin dan sulfadiazine. Keduanya
bersifat aktif terhadap tekizoit yang menyebabkan kelainan patologis pada ET,
namun tidak aktif terhadap bentuk kista jaringan. Untuk mencegah kekambuhan,
setelah terapi fase akut selesai, dilanjutkan terapi rumatan jangka panjang. Asam
folinat (leukovorin), harus ditambah dalam rejimen standart untuk mencegah efek
samping toksisitas pirimetamin pada system hematologi. Walau masih
diperdebatkan steroid dapat digunakan dalam waktu singkat pada fase akut,
terutama bila dijumpai efek massa yang singnifikan dengan tanda edema luas
tanda herniasi di otak.
Respon klinis terapi standar ET terlihat dala 7 hari. Respons radiologi berupa
berkurangnya ukuran lesi dan penyangatan kontras terlihat pada minggu ke -2

Fase akut (3-6 minggu) Rumatan (profilaksis


sekunder)
Pilihan pertama Pirimetamin oral 200 mg hari Pirimetamin oral 25-50
pertama, selanjutnya 50-70 mg/hari + leukovorin oral
mg/hari + leukovorin oral 10- 10-20 mg/hari +
20 mg/hari + sulfadiazin oral sulfadiazah oral 500-000
1000-1500 mg/hari mg/hari

Pilihan kedua Pirimetamin + leukovorin Pirimetamin + leukovorin


(dosis di atas) + klindamisin (dosis di atas) +
oral atau i.v. 4 kali 600 mg klidamisin oral 4 kali 300-
450 mg.

Pilihan ketiga Pirimetamin + leukovorin Pirimetamin + leukovorin


(dosis di atas) + salah satu: (dosis di atas) + salah satu
Atovaquone oral 2 kali 1500 entibodi tersebut dosis
mg, azitromisin oral 1 kali sama
900-1200 mg, klaritromisin
oral 2 kali 500 mg dapson
oral 1 kali 100 mg misosikin
2 kali 150-200 mg.
Table 1. Rekomendasi terapi ET pada ODHA

Di Indonesia tidak tersedia sulfadiazine dan preparat pirimeramin dalam bentuk


tunggal. Karena dapat digunakan fansidar (pirimetamin 25 mg dan sulfadiksin
500 mg) dengan dosis pirimetamin dan klindamisin 4 kali 600 mg/hari secara oral
atau intravena.

Satu penelitian melaporkan kombinasi trimetoprim 10 mg/kgBB/hari dan


sulfamatoksazol 50 mg/kgBB/hari secara oral dan intravena cukup efektif sebagai
rejimen fase akut. Kotrimoksazol dapat digunakan untuk terapi ET fase akut pada
sarana kesehatan dengan persediaan obat yang terbatas.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
TOKSOPLASMOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
Profilaksis
Profilaksis primer TMP-SMZ DS (960 mg) 1 kali 1 tabel diberikan pada ODHA
dengan CD4 < 100 sel/µl dengan alternative:
- Dapson oral 1 kali 50 mg + pirimetamin 10 mg/minggu + leukovorin 25
mg/minggu
- Daspon oral 200 mg/minggu + pirimetamin 75 mg/minggu + leukovorin 25
mg/minggu
- Atovaquone oral 1 kali 1500 mg ± pirimetamin 25 mg/hari + leukovorin 10
mg/hari.

Profilaksis primer dihentikan bila CD4 > 200 sel/µl stabil selama > 3 bulan.
Terapi profilaksis primer dimulai kembali bila CD4 < 100 sel/µl.

Terapi rumatan (profilaksis sekunder) dapat dohentikan bila terjadi perbaikan


system imun, bila nilai CD4 > 200 sel/µl selama lebih dari 6 bulan. Terapi
profilaksis diberikan jika CD4 turun < 200 sel/µl dengan profilaksis PCP.

UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
DEMAM

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Demam lama adalah panas yang menetap atau berulang ( tempratur > 37,5 oC)
selama lebih dari 2 minggu muncul secara klinis pada pasien HIV.
TUJUAN 1. Membudayakan penanganan penderita HIV & AIDS yang tetap sebagai upaya
meningkatkan mutu pelayanan, pendidikan dan penelitian sesuai fungsi RSUD
Tarakan sebagai rumah sakit rujukan kelas A dan rumah sakit pendidikan.
Mengindentifikasi secara dini setiap penyakit yang berhubungan dengann
infeksi HIV dan pengobatananya.
2. Memberikan petunjuk penanganan Demam yang berhubungan dengan HIV
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH Demam itu bias dihubungkan dengan infeksi / peradangan – infeksi tidak
oportunis, seperti :
- Tuberculosis
- Bakterimia
- Meningitis kriptokokus
- Serebral toksoplasmosis
- Meningitis bacterial
- Neurosifilis
- Citomegalovirus
- Limfoma
- Malaria
- Reaksi obat/racun
- Yang lain
PROSEDUR Oerhatian gejala berikut :
- Gejala berkaitan dengan paru
- Sakit kepala
- Sindrom meningitis
- Kejang
- Gejala penyakit kulit
- Kesadaran lain
Laboratorium:
- Hapusan malaria
- Darah lengkap
- Biakan darah
- Kultur tinja
- Pewarnaan Gram dan Hapusan dahak
- Kultur dari dahak untuk vakteri patogen, AFB jika ada buruk yang produktif
- Foto toraks
- Test hati (ALT/AST)
- Serologi-serologi spesifik : B radang hati dan C, sipilis
- Analisa cairan serebro
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
DEMAM

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
Penatalaksanaan
a. Terapi kausal:
- Malaria : (lihat pada protokol malaria)
- Bakteremia/septiasemia:
 Siprofloksasin p.o. 500 mg 2 kali/hari selama 10 hari, atau
 Norfloksasin p.o. 500 mg 2 kali/hari selama 10 hari, atau
 Amoksisilin : 200 mg/kg per hari selama 10 hari
- Tuberkulosis
- Meningitis bakterial
- Meningitis kriptokokus

b. Terapi suportif
- Masukan Gizi dan cairan cukup
- Pelihara imbangan elektrolit dengan cairan pareteral
c. Terapi epiris:
Jika tes laboratorium tidak tersedia
- Terapi malaria, bila ada kecurigaan kuat
- Jika gagal terapi malaria, lakukan terapi septisemia
- Jika gaga; terapi sepsis, terapi tuberkulosis

Malaria
1. Etiologi : Plasmodium falciparum, P. Vivax
2. Tanda dan gejala
- Demam > 39 oC, disertai
- Kejang
- Koma
- Anamia parah
- Gagal nafas
- Hipoglikemia
3. Laboratorium
- Hapusan malaria
- Kadar haematokrit
- Glukosa darah
4. Penemuan diagnostik
- Hapusan malaria positif
5. Penatalaksanaan
I. Pengobatan serangan malaria akut (pengobatan radikal)
Klorokium : hari ke-1 dan ke-2 masing-masing dosis tunggal, 600 mg
(basa), hari ke-3, 300 mg, ditambah primakuin dosis tunggal 15
mg/hari pada hari ke-1 s/d 3.
II. Malaria palsiparum yang kebal kloronuin.
a. Sulfadoksin-primetamin (Fansidar, Suldox) dosis tunggal 3
tablet, ditambah primakuin dosis tunggal 45 mg pada hari ke-1
b. Kina sulfat : 3 kali 400 mg/hari selama 7 hari, primakuin dosis
tunggal 45 mg pada hari ke-1
Kemudian dapat diikuti : Doksisiklin 2 kali 100 mg/hari selama 7
hari atau Klindamisin 900 mg/hari selama 5 hari.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
DEMAM

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
III. Malaria vivaks ovale dan malariae.
Klorokuin : hari ke-1 dan ke-2 masing-masing dosis tunggal 600 mg
(basa) hari ke-3, 300 mg, ditambah primakuin dosis tunggal 15
mg/hari pada hari ke-1 s/d ke-5.
IV. Malaria dengan penyulit (malaria pernisiosa), misalnya malaria
serebralis.
a. Kina dihidrokloria 600 mg dalam 500 ml dextrose 5% diberikan
secara infus intravena selama 4 jam, dapat diulang tiap 8 jam.
Atau kina hidroklorida 20 mg/kg dalam 500 ml dextrose 5%
diberikan selama 4 jam diikuti 100 mg/kg diberikan dalam 2-4
jam dan dapat di ulang setiap 8 jam (dosis maksimum 1800
mg/hari)
b. Klorokuin sulfat 300 mg dalam 200 ml NaCl 0,9% diberikan
secara infus intravena selama 30 menit. Dapat diulang tiap 8 jam.
Bila penderita sudah sadar, secepatnya sisa obat diberikan per
oral sesuai dengan pengobatan radikal.

6. Penanganan komplikasi
- Panas :
 Parasetamol : 15 mg/kg 4 kali, atau
 Novalgin i.m. atau i.v. 2 kg/hari
- Kejang :
 Diazepam 10 mg i.v. (pelan-pelan)
- Anemia (Hct < 15% atau Hb < 5 g/dl)
 Transfusi darah : 20 mg/kgBB
- Hipoglikemia :
 Infus : dekstrosa 40%, dilanjutkan Glucoce 10% 14-21
tetes/menit
 Monitor Glukosa darah selama terpasang infus tiap 3 jam
- Gagal napas :
 Oksigen
 Cek insufisiensi kardiak dan edema paru
- Koma :
 Tempatkan pasien di dalam lateral dekubitus
 Evaluasi secara teratur koma (2 kali/hari)
 Pungsi lumbal
 Regulasi Glukosa darah
 Terapi kejang
- Gagal ginjal :
 Pertimbangan untuk dialisis
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
KANDIDIASIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Infeksi opportunistik HIV di bidang penyakit dalam akibat ‘Kandidiasis’
TUJUAN 1. Membudayakan penanganan penderita HIV & AIDS yang tetap sebagai upaya
meningkatkan mutu pelayanan, pendidikan dan penelitian sesuai fungsi RSUD
Tarakan sebagai rumah sakit rujukan kelas A dan rumah sakit pendidikan.
Mengindentifikasi secara dini setiap penyakit yang berhubungan dengann
infeksi HIV dan pengobatananya.
2. Memberikan petunjuk penanganan Kandidiasis yang berhubungan dengan HIV
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi RSUD Tarakan
PROSEDUR Diagnosis
Diagnosis definitif kandidiasis adalah ditemukannya kandida dengan pemeriksaan
langsung spesimen jaring (termasuk kerokan) dengan larutan KOH, bukan dengan
kultur. Identifikasi spesies dapat dilakukan dengan uji morfologi dan kultur jamur.
Kultur merupakan alat bantu yang baik untuk spesifikasi dan uji sensitivitas,
namun tidak digunakan untuk diagnosis karena tingginya kolonisasi.

Diagnosis kandidiasis orofaring biasanya gambaran klinis. Diagnosis presumsif


kandidiasis esofagus adalah didapatkan keluhan nyeri retrosternum dan
ditemukannya kandidiasis oral berdasar gambaran membran atau plak putih dengan
dasar eritema oada mulut atau ditemukannya filmen jamur pada kerokan jaringan.
Pemeriksaan endoskopi hanya diindikasikan jika tidak terdapat perbaikan dengan
pemberian flukonazol oral. Diagosis kandidiasis vulvovagina berdasarkan
gambaran klinis dan pemeriksaan sekret vagina dengan larutan KOH.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
KANDIDIASIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
Penatalaksanaan
Tabel 1. Terapi kandidiasis mukokutan pada ODHA

Manifestasi
Terpai pilihan Terapi alternatig
klinis
Kandidiasis - Nistatin drop 4-5 kumur - Itrakonazol suspensi
orofaring 500.000 U sampai lesi hilang 200 mg/hari saat perut
(10-14 hari) kosong
- Flukonazol oral 1 kali 100 mg - Amfoterisin B i.v. 0,3
selama 10-14 hari mg/khBB

Kandidiasis - Flukonazol oral 200 mg/hari Amfoterisin B i.v. 0,3


esofagus samapai 800 mg/hari selama 14- mg/kgBB
21 hari
- Itrakonazol suspensi 200
mg/hari selama 14-21

Kandidiasis Intravagina : - Flukonazol oral 1 kali


vulvovagina - Kotrimazol krim 1% 5 mg/hari 150 mg tunggal
selama 3 hari, atau tablet vagina - Itrakonazol oral 1-2
1 kali 100 mg selama 7-14 hari kali 200 mg selama 3
atau 2 kali 100 mg selama 3 hari
hari - Ketokonazol oral 1
- Mikonazol krim 2% 5 mg/hari kali 200 mg selama 5-
selama 7 hari 7 hari atau 2 kali 200
- Tiokonazol krim 0,8% 5 mg selama 3 hari
mg/hari selama 3 hari

Efektivitas preparat topikal nistatin untuk kandidiasis orofaring tergantung


lamanya kontrak anatara suspensi dan mukosa yang terkena. Setalah pemberinan
obat dianjurkan tidak makan atau minum selama 20 menit. Respon terapi terlihat
dalam 5 ahri pertama. Jika gagal jantung dengan preparat tropikal, gunakan
flukonazol dosis tinggi (400-800 mg/hari) atau terapi alternatif dan lakukan tes
sensitivitas terhadap anti jamur.

Beberapa kasus kandidiasis orofaring dan esofagus pada ODHA dilaporkan


mengalami kegagalan terapi dengan golongan azol, terutama pada ODHA dengan
CD4 rendah, penggunaan preparat azol jangka lama, disebabkan isolat non C.
albicans. Kadar hambat dibandingterhadap C. albicans, sehingga dianjurkan
penggunaan flukonazol dengan dosis yang lebih tinggi. Kadar hambat minimal
flukonazol pada C. kurusei sangat tinggi, sehingga flukonazol tidak dapat
digunakan
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
KANDIDIASIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
Profilaksis
Tidak ada terapi profilaksis untuk kandidiasis yang dianjurkan pada ODHA. Pada
kasus berat atau rekurens, dapat dipertimbangkan pemberian flukonazol oral 1
kali 100-200 mg atau itrakonazol oral 1 kali 200 mg. terapi yang terbaik adalah
meningkatkan kekebalan tubuh dengan ARV.

UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
CYTOMEGALO VIRUS RETINA DAN VITREOUS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Faktor risiko infeksi Cytomegalo Virus (CMV) jika CD4 < 50 sel/µl dan antibodi
CMV positif. Profilasksis primer tidak dianjurkan secara rutin untuk mencegah
infeksi CMV. Pada pasien HIV, 50-70% di antaranya didapatkan mempunyai
kelaianan pada mata.

TUJUAN 1. Membudayakan penanganan penderita HIV & AIDS yang tetap sebagai upaya
meningkatkan mutu pelayanan, pendidikan dan penelitian sesuai fungsi RSUD
Tarakan sebagai rumah sakit rujukan kelas A dan rumah sakit pendidikan.
Mengindentifikasi secara dini setiap penyakit yang berhubungan dengann
infeksi HIV dan pengobatananya.
2. Memberikan petunjuk penanganan CMV yang berhubungan dengan HIV
3. Waspadai bahwa jumlah kelainan mata pada HIV sangat besar

KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi RSUD Tarakan


URAIAN ILMIAH CMV retinitis dapat merupakan tanda dini dari AIDS. Angka kejadian 15-40%
pasien AIDS. CMV retinitis timbul rata-rata 9 bulan setelah diagnosis AIDS,
paling lama 5 tahun kemudian.
Vitritis dapat dideteksi dengan funduskopi dan USG mata. Vitritis dapat timbul
dalam berbagai tingkatan, tergantung pada status imunologis pasien.
Diagnosis definitif infeksi CMV dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
mikroskopis (distologi atau serologi), kultur atau deteksi antigen pada spesimen
langsung dari jaringan infeksi baru dan infeksi lama. Oleh karena itu
dikembangkan pemeriksaan antigen CMV secara serologis dan PCR.

PROSEDUR Diagnosis retinitis CMV ditegakkab berdasarkan gambaran klinis dan funduskopi.
Diagnosis presumtif digunakan pada pemeriksaan oftalmologis serial (misal :
perdarahan retina, mikro anerisma, cotton wool sport, bercak diskrit pada retina
dengan batas yang tegas, menyebar secara sentrifungal sepanjang pembuluh darah,
memburuk selama berada bulan dan sering disertai vaskulitis, perdarahan dan
nekrosis retina). Resolusi penyakit aktif menyebablan parut di retina dan atrofi
diagnosis vitiritis berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan funsuskopi dan USG.
Terlihat kekeruhan pada vitreous dalam berbagai tingkatan.

Penetalaksanaan
Pendekatan pertama adalah memperbaiki imunitas dengan pemberian
antiretrovirus.
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
Rekomendasi antivirus untuk infeksi CMV pada ODHA
Mata :
- Gansiklovir i.v 2 x 5 mg/kgBB/hari diberikan dalam infus 1 jam selama 2-3
minggu. Dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan gasiklovir i.v 5
mg/kgBB/hari selama 7 hari
- Valgansiklovir oral 2 x 900 mg selama 21 hari, dilanjutkan dosis rumatan 1
x 900 mg
- Foscarnet iv 3 x 60 mg/kb atau 2 x 90 mg/kg selama 2-3 minggu,
dilanjutkan dengan dosis rumatan foscarnet i.v. 3 x 90-120 mg/kg selama 7
hari
- Diperlukan terapi suspresi kronis

Keadaan ancaman gangguan penglihatan berat dan pemulihan sistem imun sulit
diharapkan, dapat dipasang implan gansiklovir intraokuler tiap 6-8 bulan
dikombinasikan dengan valgansiklovir oral dosis rumatan 1 x 900 mg. pada
keadaan ancaman gangguan penglihatan berat dan pemulihan sistem imun dapat
diharapkan, implan gansiklovir intraokuler dikombinasi dengan valgansiklovir
atau dosis rumatan 1 x 900 mg atau terapi sitemik dengan gasiklovir,
valgansiklovir atau foscarnet.

Untuk menghemat biaya retinitis CMV diterpi dengan injeks gansiklovir


intravitreal. Pendekatan ini memiliki resiko, tidak dapat mengehentikan
penyebaran infeksi sistemik.

Profilaksis
Profilaksis sekunder (terapi remutan) pada infeksi CMV di mata dan susunan
saraf. Terapi rumatan dihentikan bila CD4 mencapai lebih dari 100 – 150 sel/µl
selama 6 bulan dan penyakit tidak dalam keadaan aktif, dilanjutkan dengan
pemeriksaan oftalmologis rutin. Terapi dimulai jika CD4 turun < 50 – 100 sel/µl.

UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
NECROTIZING HERPETIC RETINITIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/1
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Necrotizing Herpetic Retinitis disebut juga ACUTE RETINAL NECROSIS (ARN)
Faktor resiko infeksi ARN jika CD4 < 50 sel/µl dan antibodi ARN positif.
Profilaksis primer tidak dianjurkan secara rutin mencegah infeksi ARN. 50-70%
penderita HIV didapatkan kelainan pada mata.
TUJUAN 1. Membudayakan penanganan penderita HIV & AIDS yang tetap sebagai upaya
meningkatkan mutu pelayanan, pendidikan dan penelitian sesuai fungsi RSUD
Tarakan sebagai rumah sakit rujukan kelas A dan rumah sakit pendidikan.
Mengindentifikasi secara dini setiap penyakit yang berhubungan dengann
infeksi HIV dan pengobatananya.
2. Memberikan petunjuk penanganan ARN yang berhubungan dengan HIV
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH Gejala awal : nyeri dan mata kabur
20% terjadi bilaterial.
Pada penderita immunicimpromized, terapi bentuk Progressive Outer Retinal
Necrosis (PORN) yang berjalan lebih progressive dan terdapat sparing pembuluh
darah retina.
Terdapat bercak keputihan yang besar, terutama di perifer retina. Berjalan
sentripeltal. Dapat terjadi neuritis optik, arterikolitis dan oklusi vaskuler. Jika
bercak menghilang akan digantikan dengan robekan retina yang besar dengan anka
kejadian retinal detachment yang tinggi.
PROSEDUR Mata
- Asiklovir iv 5 x 800 mg atau Famsiklovir oral 3 x 500 mg. terapi diteruskan
sampai terlihat resolusi
- Asiklovir oral 5 x 800 mg selama 3 bulan dapat mengurangi infeksi pada mata
jiran.
- Jika tidak didapatkan respon terapi sistemik, foscarnet dan gansiklovir intra
vitreal didapatkan angka keberhasilan yang lebih tinggi
- Resiko retinal datachment paling sering didapatkan pada minggu ke 8-12 dari
onset penyakit
- Profilaksis foto koagulasi laser. Untuk membatasi tepi nekrosis akan
memperkecil resiko detachment.
UNIT TERKAIT
KELAINAN OROFARING PADA PASIEN HIV &
AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Melakukan perawatan dan pengobatan pasien HIV & AIDS yang mengalami
kelainan di orofaring. Semua kelaianan yang timbul di daerah oral dan faring pada
pasien HIV-AIDS. Kelaianan tersebut bisa stomatitis, kandidiasis, necrotizing
gingivitis, hepers sempleks dan keganasan (Sarkoma Kaposi)
TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV & AIDS yang mengalami
kelaianan orofaring, sehingga penanganan dapat doberikan secara tepat.
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH Kelaianan orofaring pada pasien HIV & AIDS mempunyai banyak manifestasi.
Manifestasi tersebut merupakan infeksi oportunistik. Kelainan orofaring dapat
berupa stomatitis, kandidiasis, necrotizing ningivitis, herpes simpleks dan
keganasan (Sakroma Kaposi).
PROSEDUR Palaksanaan
PPDSI THT dan Staf Medik THT

Gejala Klinis dan Tanda


1. Stomatitis :
- Lesi kemerahan, ulseratif, tunggal atau multipel. Rasa nyeri.
2. Kandidiasis :
- Plak pseudomembran dengan dasar kemerahan, bentuk datar, atropik
3. Herpes simpleks :
- Lesi ulseratif, lesi punched out pada mukosa. Rasa nyeri
4. Nakteri (necrotizing gingiviti):
- Lesi ulseratif dan nekrosis pada gingiva
5. Sakroma kaposi
- Lesi kemerahan/keunguan, bisa datar atau noduler, pada palatum. Dapat
ulseratif.

Pemeriksaan Tambahan
Hapusan, kultur atau biopsi

Pengobatan
1. Stomatis
Topikal:
o Larutan gentian violet 1% : 2 kali sehari, selama 1 minggu
o Larutan Povidon iodine, kumur-kumur
o Larutan chlorhexidine, kumur-kumur
2. Kandidiasis
Topikal :
o Larutan gential violet 1%: 2 kali sehari, selama 1 minggu
Sistemik :
KELAINAN OROFARING PADA PASIEN HIV &
AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
o Fluconazole 200 mg dosis pertama, selanjutnya 100 mg/hari per oral
selama 7 sampai 14 hari
o Itraconazole 100 mg, 2 kali sehari, per oral, selama 10 sampai 14 hari.
3. Herpes simpleks:
Sistemik :
o Acyclovir 400 mg, 5 kali sehari, per oral, selama 14 sampai 21 hari
4. Bakteri (necrotizing gingivitis):
Tropikal :
o Larutan povidon iodine, kumur-kumur
o Larutan chlorhexidine, kumur-kumur
Sistemik :
o Metronidazole 250 mg, 3 kali sehari, per oral, selama 7 hari
o Clindamycin 300 mg, 3 kali sehari, per oral, selama 7 hari
5. Sarkoma kaposi:
Sistemik :
o Bleomisin 0,25-0,5 unit/kg i.m atau i.v. setiap minggu (bila ada respon,
diturunkan sampai 5 unit/minggu i.m. atau i.v.)
Dan vinblastin 100 mcg/kg i.v. dosis tunggal, dinaikkan setiap minggu
50 mcg/kg i.v. ( dosis rumatan 10 mg i.v. 1 sampai 2 kali per bulan).

Dokumen :
Status penderita
UNIT TERKAIT SMF Kulit dan Kelamin, SMF Penyakit Dalam
PERAWATAN MEDIS PENDERITA HIV & AIDS
DEWASA KOINFEKSI MYCOBACTERIUM
AVIUM COMPLEX (MAX)
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN  Mycobacterium Avium Complex (MAC) termasuk Mycobacterium non
Tuberkulosis yang banyak menyerang manusia pada keadaan Immuno
Compromise, seperti pada penderita HIV & AIDS
 Infeksi MAC cenderung timbul pada akhir perjalanan penyakit HIV sering
pada stadium AIDS, namun dapat pula terjadi pada stadium awal
 Faktor resiko penyakit infeksi MAC adalah infeksi HIV dan AIDS dengan
CD4 kurang dari 50 sel/mm3 atau HIV RNA lebih dari 100.000 kopi/mm3
 Transmisi MAC kedalam tubuh manusia dapat melalui cara perihalasi maupun
ingesti. Selanjutnya dapat menyebar ke darah, sum-sum tulang, liver, limpa,
keleenjar limphe, mata, kulit, jantung, dan paru.
TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan ko – infeksi
Mycobacterium Avium Complex (MAC) sehingga menurunkan angka martalitas.
KEBIJAKAN 1. UU No, 23 tahun 1992 tentang kesehatan
2. SK MenKes No. 436 tahun 1993 tentang Penerapan Standar Pelayanan RS dan
Standar Pelayanan Medis
3. SK Direktur RSUD Tarakan No. /SK/RST/2011 tentang TIM Akreditasi
RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH Kelaianan orofaring pada pasien HIV & AIDS mempunyai banyak manifestasi.
Manifestasi tersebut merupakan infeksi oportunistik. Kelainan orofaring dapat
berupa stomatitis, kandidiasis, necrotizing ningivitis, herpes simpleks dan
keganasan (Sakroma Kaposi).
PROSEDUR Mikro –organisma penyebab
Mycobacterium Avium Complex (MAC)

Gejala dan tanda awal


Dapat dibagi menjadi :
1. Gejala Pulmoner
- Batuk kering persisten, jarang disertai dengan produksi Sputum
- Sesak nafas
2. Gejala Sistemik
- Demam
- Penurunan berat badan
- Kelelahan
- Keringat malam
- Diare
- Nyeri abdominal, yang berkaitan dengan gejala enteroklitis dan mal
absorbsi kronis
- Lymphadenopati
- Hepatosplenomegali, dan pembesaran kelenjar lymphe intra abdominal
PERAWATAN MEDIS PENDERITA HIV & AIDS
DEWASA KOINFEKSI MYCOBACTERIUM
AVIUM COMPLEX (MAX)
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
- Gejala infeksi yang terlokalisir pada beberapa organ terkait misalnya :
osteomyelitis, pencreatitis maupun meningoencephalitis

Radiologis
- Gambaran radiologis mirip dengan infeksi tuberkulosis yang mengalami
reaktifasi TBC dengan kavitas
- Infiltrat terutama pada lobus atas, dan dapat tersebar keseluruh lapangan
paru
- 5-10% gambaran radiologis normal

Laboratorium
 Diagnosis ditegakkan dengan adanya kuman MAC pada kultur darah,
feces serta cairan tubuh lainnya
 Bila gagal bisa dilakukan biopsi sum-sum tulang dan hati
 Basil tahan asam yang ditemukan bersifat non fotokromogen

Tatalaksanaan dan pengobatan


 Lama pemberian terapi pada penderita HIV & AIDS belum ada
kespakatan, namun dianjurkan penghentian terapi setelah 12 bulan jika
tidak ditemukan gejala dan tanda infeksi MAC, disertai peningkatan CD4
> 100 sel/mm3 yang menerap lebih dari 6 bulan dengan pemberian ART,
 Regimen terapi pada infeksi Mycobacterium Avium Complex

Terapi pilihan Untuk Kuman Resisten Makrolid


Klaritromisin 2x500 mg + etambuton Mosikfloksasin 1 x 400 mg, atau
15 mg/kgBB, atau Azitromisin 1 x 600 Levofloksasin 1 x 500-750 mg +
mg + etambutol 15 mg/kgBB Etambutol 15 mg/kgBB + Rifambutin
1x300 mg ± Amikasin iv 10-15
mg/kgBB

Terapi Profilaksis
 Terapi Profilaksis primer sebaiknya diberikan pada penderita AIDS
dengan resiko tinggi infeksi MAC, yaitu CD4 < 50 sel/mm3, namun
harus dibutuhkan tidak terdapat infeksi MAC. Terapi profilaksis bisa
dihentikam jika CD4 > 100 sel/mm3 yang menerap selama > 3 bulan
 Regimen terapi profilaksis infeksi Mycobacterium Avium Complex

Profilaksis Pilihan Profilaksis Alternatif


Klaritromisin 2x500 mg, Rifambutin 1x300 mg.
Atau Azitromisin 1200 mg/minggu Atau
Azitromisin 1x500-600 mg

UNIT TERKAIT SMF Kulit dan Kelamin, SMF Penyakit Dalam


PERAWATAN MEDIS PENDERITA HIV & AIDS
DEWASA HISTOPLASMOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Histoplasmosis pneumonia adalah infeksi oportunistik yang disebabkan oleh H.
capsulatum, dapat terjadi pada penderita imunosupresif termasuk penderita HIV &
AIDS

TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan penderita HIV dengan infeksi


oportunistik Histoplasmosis pneumonia, agar penanganan dapat diberikan secara
teapt, sehingga penurunan angka mortalitas.
KEBIJAKAN 1. UU No, 23 tahun 1992 tentang kesehatan
2. SK MenKes No. 436 tahun 1993 tentang Penerapan Standar Pelayanan RS dan
Standar Pelayanan Medis
3. SK Direktur RSUD Tarakan No. /SK/RST/2011 tentang TIM Akreditasi
RSUD Tarakan
BAHAN / PERALATAN Perawatan medis/Antiretroviral / Catatan medik
TENAGA Dokter yang merawat penderita
PELAKSANA
PROSEDUR Mikro – organism penyebab
Histoplasmosis capsulatum

Gejala
 Kebanyakan asimtomatis atau ringan sehingga tidak berobat
 Infeksi saluran nafas atas dan bawah nonspesifik seperti influenza : panas
badan, meninggal, batuk nonproduktif, nyeri kepala, otot dan sendi

Laboratorium dan penunjang diagnostic lainnya


 Serologi HIV dan hitung CD4
 Induksi sputum
 Broncho-alveolar lavarge (BAL)
 Pengecatan : Wright, mucicarmine
 Biakan

Diagnosis
 Pemeriksaan fisik
o Tidak spesifik
 Foto dada
o Pneumonitis +/- pembesaran kelenjar hilus
o Dapat menjadi nodul solier, dengan nekrosis atau kalsifikasi
o Infiltrate mikronodular difus
o Bentuk kronis-Kavitas biasanya pada PPOK (lobus superior)
PERAWATAN MEDIS PENDERITA HIV & AIDS
DEWASA HISTOPLASMOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
Tindakan diagnostic lebih lanjut bila memungkinkan :
 Antigen histoplasma polisakharida (HPA) pada serum dan urin
 Hapusan darah tepid an BAL, biopsy sumsum tulang
 Kultur darah dan BAL

Tatalaksana dan pengobatan


Histoplasmosis pada AIDS tidak dapat disembuhkan, perlu obat seumur hidup
untuk mencegah relaps.
 Terapi farmakologis

Nama obat Dosis Jalur pemberian Keterangan


Amfoterisin B 500-1000 mg Intravena
(AMB) dosis kumulatif

itraconazole 2x200 mg/hari Seumur hidup,


pencegahan relaps

UNIT TERKAIT
PERAWATAN MEDIS PENDERITA HIV & AIDS
DEWASA CRYPTOCOCCOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Cryptocococcosis pneumonia adalah infeksi oportunistik yang disebabkan oleh C.
Neoformans, dapat terjadi pada penderita imunosupresif termasuk penderita HIV &
AIDS.

TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan penderita HIV dengan infeksi


Cryptocococcosis pneumonia, agar penanganan dapat diberikan secara teapt,
sehingga penurunan angka mortalitas.
KEBIJAKAN 1. UU No, 23 tahun 1992 tentang kesehatan
2. SK MenKes No. 436 tahun 1993 tentang Penerapan Standar Pelayanan RS dan
Standar Pelayanan Medis
3. SK Direktur RSUD Tarakan No. /SK/RST/2011 tentang TIM Akreditasi
RSUD Tarakan
BAHAN / PERALATAN Perawatan medis/Antiretroviral / Catatan medik

TENAGA Dokter yang merawat penderita


PELAKSANA
PROSEDUR Mikro – organism penyebab
Cryptocococcosis neuformans

Gejala
 Biasanya pada CD4 < 200 sel/dL
 > 80% panas badan selama beberapa minggu
 Nyeri kepala ringan sampai berat
 Leher kaku, kesadaran menurun, fotofobia, defek neurologis fokal
 Keluhan respirasi : batuk, sesak, nyeri dada
 Hepatosplenomegali
 Kulit : papula dengan umbilikasi menyerupai molluscum contagiosum
 Mata, telinga, saluran cerna

Laboratorium dan penunjang diagnostic lainnya


 Serologi HIV dan hitung CD4
 Induksi sputum
 Broncho-alveolar lavarge (BAL)
 Pengecatan : Wright, mucicarmine
 Biakan

Diagnosis
 Gejala Klinis
o Penderita HIV dengan CD4 < 200, dengan gejala batuk dan demam
PERAWATAN MEDIS PENDERITA HIV & AIDS
DEWASA CRYPTOCOCCOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
 Pemeriksaan fisik
o Tidak spesifik
 Foto dada
o Infiltrate difus seperti PCP, infiltrate interstisial local, infiltrate alveoloar
fokal, nodul single atau multiple, efusi pleura minimal Infiltrat
interstisial/perihilar difus
Tindakan diagnostic lebih lanjut bila memungkinkan :
 Serum positif untuk antigen 9pada kasus dengan meningitis)
 Induksi sputum/BAL untuk mencari mikro-organisme penyebab
 Analisis gas darah untuk menilai derajat hipoksemia

Tatalaksana dan pengobatan


 Terapi farmakologi

Nama obat Dosis Jalur pemberian Keterangan


Amfoterisin B 0,7 mg/kgBB/hari Intravena Kombinasi
(AMB) induksi 100 mg/hari Amfoterisin
bersama dengan terbagi dalam dengan
flucytosline dosis 4 x sehari Flucytosine
(target 80 µg/dL)

Fluconazole 200-400 mg/hari Seumur hidup,


pencegahan relaps

UNIT TERKAIT
PERAWATAN MEDIS PENDERITA HIV & AIDS
DEWASA ASPERGILOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Aspergilosis pneumonia adalah infeksi oportunistik yang disebabkan olah
Aspergillus spp, terutama Aspergillus fumigates dapat terjadi pada penderita
imunosupresif termasuk penderita HIV & AIDS

TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan penderita HIV dengan infeksi


oportunistik Aspergillus spp, agar penanganan dapat diberikan secara teapt,
sehingga penurunan angka mortalitas.
KEBIJAKAN 1. UU No, 23 tahun 1992 tentang kesehatan
2. SK MenKes No. 436 tahun 1993 tentang Penerapan Standar Pelayanan RS dan
Standar Pelayanan Medis
3. SK Direktur RSUD Tarakan No. /SK/RST/2011 tentang TIM Akreditasi
RSUD Tarakan
BAHAN / PERALATAN Perawatan medis/Antiretroviral / Catatan medik
TENAGA Dokter yang merawat penderita
PELAKSANA
PROSEDUR Mikro – organism penyebab
Aspergillus spp

Gejala
 Padas badan, batuk, sesak bafas, nyeri dada, batuk darah

Laboratorium dan penunjang diagnostic lainnya


 Serologi HIV dan hitung CD4
 Induksi sputum
 Broncho-alveolar lavarge (BAL)
 Pengecatan : Wright, mucicarmine
 Biakan

Diagnosis
 Pemeriksaan fisik
o Tidak spesifik
 Foto dada
o Infiltrat fokal menyerupai pneumonia bacterial
o Infiltrat dengan kavitas dapat mencapai 10 cm
o Infiltrat patchy bilateral
o Infiltrat bilateral difus atau intersitisial menyerupai PCP
Tindakan diagnostic lebih lanjut bila memungkinkan :
 Antigen histoplasma polisakharida (HPA) pada serum dan urin
 Hapusan darah tepid an BAL, biopsy sumsum tulang
PERAWATAN MEDIS PENDERITA HIV & AIDS
DEWASA ASPERGILOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
 Kultur darah dan BAL

Tatalaksana dan pengobatan


Hasil pengobatan walaupun dengan Amfoterisin jelek
 Terapi farmakologis
Nama obat Dosis Jalur pemberian Keterangan
Amfoterisin B Intravena
(AMB) selihterapi
dengan
itraconazole

itraconazole Oral

UNIT TERKAIT
PERAWATAN MEDIS PENDERITA HIV & AIDS
DEWASA KOINFEKSI PNEUMONIA
BAKTERIAL
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Infeksi HIV mengakibatkan efek pada sistim imuniti seluler dan humoral Infeksi
Bakterial Pneumonia cenderung timbul akibat efek pada limfosit T. (Legionella,
Nocardia, Rhodococccus equi), limfosit B (S. pneumonie, H. Influenzae,
Haemophilus sp) dan granulosit (S.Aureus, kuman Gram-negatif)

TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan penderita HIV dengan ko-infeksi


Bakterial Pneumonia sehingga mennurunkan angka mortalitas.

KEBIJAKAN 1. UU No, 23 tahun 1992 tentang kesehatan


2. SK MenKes No. 436 tahun 1993 tentang Penerapan Standar Pelayanan RS dan
Standar Pelayanan Medis
3. SK Direktur RSUD Tarakan No. /SK/RST/2011 tentang TIM Akreditasi
RSUD Tarakan
BAHAN / PERALATAN Perawatan medis/Antiretroviral / Catatan medik
TENAGA Dokter yang merawat penderita
PELAKSANA
PROSEDUR Mikro – organism penyebab
A. Pneumoniae, H. Influenzae

Gejala dan tanda awal


 Padas badan ( 9—100%)
 Batuk (90-100%)
 Produksi sputum, (60-100%)
 Sesak nafas (45-75%)

Radiologis
Gambaran Radiologis berupa:
 Konsolidasi lobar (60-80%)
 Infiltrate difus (20-40%)

Laboratorium dan penunjang diagnostic lainnya


Diagnosis ditegakkan dengan adanya kuman pada pengecatan Gram dari dahak,
cairan BAL dan kultur darah.

Tatalaksana dan pengobatan


 Sefalosporin generasi 2 dan 3
 Atau trimetropim sulfametoksasol
 Atau β-lactam/β-lactamase inhibitor
PERAWATAN MEDIS PENDERITA HIV & AIDS
DEWASA KOINFEKSI PNEUMONIA
BAKTERIAL
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
Untuk Nosocomial Pneumonia
 Antipseudomonal penicillin (atau sefalosporin gen 3) ± aminoglikosida atau
 Antipseudomonal lainnya (imipenem, siproflaksasin) ± aminoglikosida
UNIT TERKAIT
PENGOBATAN KARSINOMA ANUS PADA
PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Keganasan anus yang terjadi sering disertai dengan infeksi pada daerah anus, dapat
juga terjadi infeksi karena HIV

TUJUAN 1. Membudayakan penanganan penderita HIV & AIDS yang tetap sebagai upaya
meningkatkan mutu pelayanan, pendidikan dan penelitian sesuai fungsi RSUD
Tarakan sebagai rumah sakit rujukan kelas A dan rumah sakit pendidikan.
Mengindentifikasi secara dini setiap penyakit yang berhubungan dengann
infeksi HIV dan pengobatananya.
2. Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan Karsinoma
Anus, sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH Definisi
Karsinoma anus merupakan squamous cell carcinoma pada tepi anus yang timbul
antara linea dentate dan batas luar kulit perianal (sampai batas 5 cm dari anal
verge).
Karsinoma anus berhubungan dengan kejadian infeksi human papilloma virus
(HPV); riwayat hubungan seksual melalui anus atau adanya penyakit menular
seksual; tiwayat terapi imunosupresi; riwayat keganasan serviks, vulva, atau
vagina; serta infeksi human immunodeficiency virus (HIV).
Infeksi HIV mempunyai prevalensi tinggi pada karsinoma anus, dengan frekuensi
80 kali dengan hitungan CD4 < 500/mm3. Dysplasia pada neoplasma anus
meningkat sesuai dengan penurunan hitungan CD4, lesi low grade berubah menjadi
lesi higt grade.

PROSEDUR Pelaksanaan Penanganan Pasien


Pelaksanaan adalah peserta PPDS I dengan supervisor / penanggung jawab pleh
supervisor konsultan / supervisor divisi.

Prinsip Diagnosis
Pasien dating dengan keluhan perdarahan, massa yang teraba, rasa gatal, nyeri, atau
tenesmus. Pada pemeriksaan didapatkan massa tersebut tampak atau teraba,
memiliki tepi yang menonjol keluar dengan ulserasi pada daerah sentral. Lesi ini
juga memiliki hubungan dengan kejadian kondiloma pada anus dan fistula ani
kronis. Lesi ini merupakan keganasan yang tumbuh lambat, dan mengalami
mentastasis lannjut.

Diagnosis
Diagnosis ditagakkan melalui anamnesis, pemeriksaan klinis, colok dubur,
proktoskopi, biopsy pada lesi yang dicurigai dan pembesaran kelenjar getah bening
inguinal dan pemeriksaan histopatologis dari sediaan biopsy. Dilakukan staging
PENGOBATAN KARSINOMA ANUS PADA
PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
dengan pemeriksaan tambahan x-ray/CT toraks, dan sonografi/CT/MRI pada
pelvis.
Selain itu juga dilakukan skiring ginekologis untuk pasien wanita, dan pemeriksaan
serologis HIV.

Diagnosis Banding
Keganasan rectum dengan infiltrasi pada anus

Penatalaksanaan
1. Eksisi luas dengan batas 2 cm dari kulit sehat pada tepi lesi pada lesi primer
berukuran ≤ 2 cm tanpa metastasis. Bila batas eksisi masih tidak adekuat, dapat
dilakukan re-eksisi atau radioterapi local, dengan atau tanpa kemoterapi
menggunakan 5-FU.
2. Pada lesi nerukuran > 2 cm atau dengan merasrasis, dilakukan kombinasi
radioterapi (55-59 Gy) dan kemoterapi menggunakan Mitomycin/5-FU; atau
kemoterapi 5-FU/Cisplatin diikuti kombinasi 5-FU / Cisplatin dan radioterapi
(55-59 Gy).

Evaluasi dalam 8-12 minggu dengan pemeriksaan klinis dan colok dubur:
1. Pada pasien dengan stable disease dan progressive disease, dilakukan reseksi
abdominoperineal, atau dilakukan kemoterapi menggunakan 5-FU / Cisplatin
diikuti reseksi abdominoperineal; diseksi inguinal pada pasien dengan
merasrasis regional pada kelenkar gerah bening inguinal; kemorerapi
menggunakan rehimen berbasis Cisplartin pada pasien merasrasis jauh.
2. Pada pasien dengan complete response, lakukan evaluasi setiap 6 bulan dengan
pemeriksaan klinis, volok dubur, pemeriksaan inguinal, dan staging ulang
selama 5 tahun.

Terapi HIV sesuai protap pemberian ARV

Dokumen
Pencatatan rekam medis oleh dokter Supervisor, PPDS 1, tenaga medis lainnya

Sumber
1. Schwarts Principle of Surgery 8 th ed. Mc Graw Hill Inc. 2005
2. Standard Operating Procedures, HIV Clinical Care for Adults and
Adolescents. Family Health International. June 2006
3. Anal Carcinoma version 2.2006, in National Comprehensive Cancer Network,
Clinical Practice Guidelines in Oncology –v2.2006

UNIT TERKAIT
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
HERPES SIMPLEKS GENETALIS PADA PASIEN
HIV & ADIS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Herpes simpleks merupaka peyakit akut yang ditandai dengan timbulnya visikel
yang berkelompok di atas dasar eritem, berulang, mengenai permukaan
mukokutaneus dan disebabkan oleh Virus Herpes simpleks

TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan infeksi oportunistik
Hereps Simpleks Genetalis, sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
PROSEDUR GEJALA KLINIS
Masa inkubasi 3-7 hari
1. Lesi primer
a. Dapat asimtomatis
b. Gejala prodormal berupa rasa panas (terbakar) dan gagal
c. Gejala lesi berupa vesikel yang mudah pecah/erosi/ulkus dangkal
bergerombol di atas dasar eritem dan disertai rasa nyeri
d. Setelah timbul lesi dapat terjadi demam, malaise dan nyeri otot
e. Kelenjar limfe regional membesar dan nyeri pada perabaan
2. Lesi rekuren
a. Gejala lebih ringan, lesi berdifat local, unilateral, berupa lesi
vaskulouleseratif dan apat menghilang dalam waktu 5 hari
b. Permulaan lesi didahului oleh rasa gatal, padas dan nyeri
c. Teradapat factor pencetus

DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan melalui anamneses, gejala klinis pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain :
1. Tzanck Test
2. Pemeriksaan antibodi poliklonal dengan cara imunofluoresensi,
imunoperoksidase dan ELISA.

DIAGNOSIS BANDING
Infeksi Sreptococcus, sphthosis, pemphigus vulgaris, sifilis, chancroid,
lymphogranuloma venereum.

PENYULIT
Radikuloneuropati, encephalitis, hepatitis, monoartikular arthritis, eritema
multiforma dan Bell’s palsy.
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
HERPES SIMPLEKS GENETALIS PADA PASIEN
HIV & ADIS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
PENATALAKSANAAN
1. Lesi primer
 Simtomatis : analgesic, kompres
 Anti virus
 Alternative pilihan terapi sebagai berikut :
a. Asiklovir 5 x 200 mg/hari selama 7-10 hari
b. Komplikasi berat asiklovir intravena 3 x 5 mg/kgBB/kali selama 7-10
hari
c. Valasiklovir 2 x 500 mg/hari selama 7-10 hari
d. Foscarnet 3 x 40 mg/kgBB/ hari IV
e. Cidovovil gel 0,3% atau 1%
2. Lesi rectum
Lesi ringan L simtomatis, krim. Asiklovir
Lesi berat
Alternative pilihan terapi sebagai berikut:
a. Asiklovir 5 x 200 mg/hari selama 5 hari
b. Asiklovir 3 x 400 mg/hari selama 5 hari
c. Asiklovir 2 x 800 mg/hari selama 5 hari
d. Valasiklovir 2 x 500 mg/hari selama 5 hari
e. Foscarnet 3 x 40 mg/kkBB/hari IV, cidovovil gel 0,3%

Rekuran > 8 kali/tahun diberikan terapi supersif selama 6 bulan


a. Asiklovir 3 – 4 x 200 mg/hari atau,
b. Valasiklovir 1 x 500 mg/hari

UNIT TERKAIT
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
SIFILIS PADA PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Sisfilis adalah penyakit akibat hubungan seksual yang disebabkan oleh Treponema
(Spirochaeta) pallidum dapat menjangkit seluruh organ tubuh serta dapat menebus
plasenta, dan perjalanan klinisnya melewati beberapa stadium.

TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan infeksi oportunistik
Sifilis, sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
PROSEDUR GEJALA KLINIS
Perjalanan klinis penyakit ini mempunyai beberapa stadium, antara lain :
1. Stadium 1 (sifilis Primer)
2. Stadium II (Sifilif Sekunder)
3. Latent syphilis : Early syphilis dan Late latent syphilis
4. Stadium III (Sifilis Tersier)

Stadium I
Timbul suatu ulkus yang disebut ulkus durum

Stadium II
Lesi sekunder timbul 4-10 minggu setelah timbulnya lesi primer.
1. Lesi diikuti berbentuk macam-macam :
a. Roseolae syphilitica merupakan macula yang pertama timbul
b. Papulo-sirsiner : papula yang timbul kemudian yang menyusun diri
menjadi setengah lingkaran atau satu lingkaran penuh.
c. Korona veneris: gerombolan papula yang terdapat di dahi/muka.
d. Kondilomata lata (bila 1 lesi: kondiloma lautan) banyak papula yang table
berwarna putih keabu-abuan, basah, berbentuk bulat/bulat lonjong,
terdapat di daerah yang lembab seperti : genital, perineum, anus, aksila.
e. Bila lesi-lesi di atas menyembuh mungkin meninggalkan bekas berupa
macula hipopigmentasi disebut leukoderma sifilitika.
2. Lesi pada mukosa mulut:
a. Mucous patch/muqous plaque
b. Ulkus (snail track ulcer) : ulkus yang melingkar seperti jalannya siput,
didapatkan pada palatum atau mukosa pipi.
3. Lesi di kepala rambut:
4. Pembesaran getah bening generalisata dengan sifat-sifat : soliter, tidak nyeri
dan tidak saling melekat.
Latent Syphilis
Pada fase ini tidak ada gejala klinis tetapi pemeriksaan serooginya positif.
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
SIFILIS PADA PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
Stadium III
Berupa gumma. Cimulai dengan timbulnya granuloma di dalam jaringan (otot,
tulang, dsb) yang kemudian memecah ke permukaan membentuk ulkus yang dalam
dengan dasar tertutup pus.tepi ulkus meninggi dank eras dindingnya curam (seperti
dilubangi), proses gumma juga terjadi pada laring, paru, gastrointestinal, hepar dan
testis.
Pada kardiovaskuler, sifilis III menyebabkan miokarditis, gangguan katup jantung
dan aneurisma aorta.

LABORATORIUM
 Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap (Dark Field)
 Penenrian antibiotic di dalam serum

Pada waktu terjadi infeksi Treponema, baik yang menyebabkan sifilis, frambusia,
atau pinta, akan dihasilkan berbagai variasi antibiotic. Beberapa tes yang telah
dikenal dapat mendeteksi antibody nonspesifik, akan tetapi menunjukkan reaksi
dengan IgM dan juga IgG, ialah:
1. Tes yang menentukan antibody nonspesifik
a. Tes Wasserman
b. Tes Khan
c. Tes VDRL (Venereal Diseasis Resarch Laboratory)
d. Tes Elisa (Enzyme Linked. I.m. mumo Sorbent Assay)

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
2. Gejala klinis
3. Pemeriksaan laboratorium

PENGOBATAN
1. Early Syphilis
Alternative pilihan terapi sebagai berikut :
a. Benzatin Penicillin G 2.4 juta unit i.m. dosis tunggal
b. Aq. Penicillin Procaine G 600.000 U i.m. sekali sehari selama 10 hari
c. Doxycycline 2 x 100 mg/hari p.o selama 4 minggu
d. Tetracycline 4 x 500 mg/hari p.o selama 4 minggu
e. Erythromycin 4 x 500 mg/hari p.o selama 4 minggu
f. Ceftriaxone 250 mg sehari i.m. selama 10 hari
2. Late Syphilis
Alternative pilihan terapi sebagai berikut :
a. Benzhatine Penicillin G 2,4 juta i.m. satu minggu sekali selama 3 minggu
b. Daxycycline 2 x 100 mg/hari p.o. selama 4 minggu
c. Tetracycline 4 x 500 mg/hari p.o. selama 4 minggu
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
SIFILIS PADA PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
3. Latent Syphilis
Alternative pilihan terapi sebagai berikut :
a. Early latent syphilis: Benzathine Penicillin G 2,4 juta unit i.m. dosisi
tunggal
b. Late latent syphilis Benzathine Penicillin G 2,4 juta unit i.m. satu minggu
sekali sampai 3 minggu
c. Bila alergi terhadap penicillin dapat diberikan :
1. Doxycycline 2 x 100 mg/hari p.o. selama 4 minggu
2. Tetracycline 4 x 500 mg/hari p.o. selama 4 minggu
Erythromycin 4 x 500 mg/hari oral selama 4 minggu.
UNIT TERKAIT
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
KONDILOMA AKUMINATA PADA PASIEN HIV
& AIDS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Kondiloma Akuminata adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
Virus Papiloma Humanus (VPH) dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada
kulit dan mukosa.
Sinonim : penyakit jengger ayam, kulit kelamin, genital warts

TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan infeksi oportunistik
kondiloma akuminata, sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.

KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan

PROSEDUR GEJALA KLINIS


1. Masa inkubasi sering kali sukar ditentukan secara tepat dan dapat bervariasi
antara 3 minggu – 8 bulan (rata-rata 3 bulan).
2. Gambaran klinis sangat bervariasi, berupa suatu vegetasi bertangkai dengan
permukaan yang berjinjot0jonjot (eksofitik) dan beberapa bergabung
membentuk lesi yang lebig besar sehingga tampak seperti kembang kol; atau
berupa papul dengan permukaan yang alus dan licin dengan diameter 1-2 mm
yang bergabung menjadi plakat lebar.

DIAGNOSA
Ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Untuk lesi yang meragukan dapat dilakukan
pemeriksaan dengan membubuhkan asam asetat 5% pada lesi selama 3-5 menit.
Lesi kondiloma akuminata akan berubah menjadi putih. Dapat pula dilakukan
pemeriksaan histopatologis.

DIAGNOSIS BANDING
1. Kondiloma latum (kondilomata lata : bila lesi banyak)
2. Karsinoma sel skuamosa

PENGOBATAN
1. Kemoterapi
a. Tingtura Podofilin 25%
b. Podofilotoksin 0,5%
c. Asam Trikloroasetat 25-50%
2. Tindakan bedah
a. Bedah skalpel
b. Bedah listrik: biasanya efektif tetapi membutuhkan anestesi lokal
c. Bedah beku
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
KONDILOMA AKUMINATA PADA PASIEN HIV
& AIDS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
3. Interferon
4. Imunoterapi
5. Laser karbondioksida (bila memungkinkan)
UNIT TERKAIT
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
SARKOMA KAPOSI PADA PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/1
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Merupakan tumor endotel pembuluh darah yang disebabkan oleh virus herpes
humanus tipe 8, Virus itu sendiri.

TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan infeksi oportunistik
Sarkoma Kaposi, sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
PROSEDUR GEJALA KLINIS
Makula berwarna ungu tua, atau pacth keunguan, papula, nodul dengan atau tanpa
ulkus atau erosi. Lesi visceral umumnya tidak terdiagnosis dan ditemukan sebelum
dilakukan suatu autopsi. Keterlibatan paru-paru terjadi pada 10% pasien,
merupakan bentuk yang paling menyusahkan, dapat menyebabkan dispnea dan
haemoptisis. Manifestasi visseral lainya termasuk hilangnya darah gastrointestinal
dan nyeri abdominal.

PENATALAKSANAAN
1. Bedah. Lesi kecil batas tegas dapat dilakukan eksisi
2. Cryotherapy. Dilakukan dengan nitrogen cair kadang merupakan terapi efektif
untuk lesi kecil, hasil terbaik terlihat pada lesi makula dan papua dengan
diameter kurang dari 1 cm. obati tiap lesi dengan dua kali silkus pencarian dari
aplikasi nitrogen cair; 30-60 detik pada tiap silkusnya. Cara ini dapat diulang
3x seminggu; pasien membutuhkan rata-rata tiga kali terapi.
3. Radiasi, mungkin merupakan terapi yang efektif untuk lesi terlokalosaso.
Dengan seleksi waktu dan dosis yang teliti, memperhatikan tehnik, Lesi yang
terdapat di hampir semua bagian kulit dan berbagai ukuran lesi dapat dilakukan
terapi dengan efektif. Radiasi sangat efektif untuk mengurangi perdarahan
(80%) dan (30%)
4. Interferon alfa-2a dan interferon alfa-2b terutama untuk sarkoma kaposi
viseral.

Kemoterapi sestemik merupakan pilihan terapi untuk lesi kuatan yang luas dan
Sarkoma kaposi visceral. Bahan utama yang dapat menunjukkan suatu respon
adalah doxorubicin dan bleomycin.

UNIT TERKAIT
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
FOLIKULITIS / KARBUNKEL / ABSES PADA
PASIEN HIV & AIDS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Folikulitis adalah infeksi akut dari satu folikel rambut, bila jaringan sekitarnya juga
terkena disebut furunkel, bila yang terinfeksi beberapa folikel rambut disebut
karbunkel, disebabkan oleh Staphylococcus aureus.

TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan infeksi oportunistik
folikulitis, karbunkel, abses sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
PROSEDUR GEJALA KLINIS
1. Folikulitis/Furunkel
a. Mula – mula nodul kecil yang mengalami keradangan pada folikel rambut,
kemudian menjadi pustula dan mengalami nekrosis dan menyembuh
setelah pus keluar dan meninggalkan sikatrik. Proses nekrosis dalam 2 hari
– 3 minggu.
b. Nyeri, terutama pada yang akut, dapat membesar dihidung, lubang teling
luar.
c. Gejala Konsitusional yang sedang (panas badan, malaise, mual)
d. Dapat satu atau banyak dan dapat kembuh-kambuhan.
e. Tempat predileksi : muka, leher, lengan, pergelangan tangan dan jari-jari
tangan, pantat dan daerah anogenital.
2. Karbunkel
a. Pada permulaan infeksi terasa sangat nyeri dan tampak benjolan merah,
permukaan halus, bentuk seperti kubah dan lunak.
b. Beberapa hari ukuran membesar 3-10 sm
c. Supurasi terjadi setelah 5-7 hari dan pus keluar dari banyak lubang fistes.
d. Setelah nekrosis tempak nodul yang menggaung atau luka yang dalam
dengan dasar yang purulen.

PENYULIT
1. Sepsis
2. Meningitis
3. Thrombosis sinus kavernosum bila furunkel di bibir atas dan pipi

PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan topikal
a. Bila lesi masih basah/kotor dikompres dengan Solusia Sodium khloride
0,9%
b. Bila lesi telah bersih, diberi salep natrium fusidat atau Framisitin Sulfat
kasa steril.
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
FOLIKULITIS / KARBUNKEL / ABSES PADA
PASIEN HIV & AIDS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
2. Pengobatan sistemik
Antibiotika umumnya diberikan 7-10 hari
a. Penisilina dan simisintetiknya (Pilih salah satu)
1. Penisilina G Prokain injeksi
Dosis : 0,6 – 12 juta I.U. i.m. 1-2 kali/hari
Anak-anak : 25.000 – 50.000 I.U./kg/dosis, 1- 2 kali/hari.
2. Amisilin
Dosis : 250 – 500 mg/dosis, 4 kali/hari a.c
Anak-anak : 7,5 – 25 mg/kg/dosis, 4 kali / hari a.c
3. Amoksilin
Dosis : 250 – 500 mg/dosis, 3 kali/hari a.c
Anak-anak : 7,5 – 25 mg/kg/dosis, 3 kali/hari a.c
4. Kloksasilin (untuk Staphyloccoci yang kebal penisilin)
Dosis : 250 – 500 mg/dosis, 4 kali/hari a.c
Anak-anak : 10 – 25 mg/kg/fodid, 4 kali/hari a.c
5. Dikloksasilin (untuk Staphyloccoci yang tebal penisilin)
Dosis : 125 – 250 mg/dosis, 3 – 4 kalilhari a.c
Anak-anak : 5 – 15 mg/kg/dosis, 3 – 4 kali/hari a.c
6. Eritromisin
Dosis : 250 – 500 mg/dosis, 4 kali/hari p.c
Anak-anak : 12,5 – 25 mg/kg/dosis, 4 kali/hari p.c.
7. Klindamisin
Dosis : 150 – 300 mg/dosis, 3 – 4 kali/hari
Anak-anak lebih 1 bulan : 8 – 20 mg/kg/hari, 3 – 4 kali/hari.

3. Pengobatan penyakit dasarnya misalkan diabetes mellitus.


4. Tindakan
Insisi bila telah supurasi.

UNIT TERKAIT
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
ERISIPELAS PADA PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Erisipelas adalah infeksi bakteri akut pada dermis dan jaringan subkutan bagian
atas yang disebabkan oleh Streptococcus beta hemolyticus group A, B, G dan
Sterptococcus group B.
TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan infeksi oportunistik
Erisipelas, sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
PROSEDUR GEJALA KLINIS
Biasanya didahului gejala prodromal malaise, bisa disertai reaksi konstitsional
yang hebat berupa panas tinggi, sakit kepala, menggigil, muntah, nyeri sendi. Lesi
kulit berupa kemerahan atau eritema lokal berbatas jelas dengan tepi meninggi,
teraba panas, terasa nyeri. Di atasnya dapat ada vesikel atau bula yang mengandung
cairan seropurulen. Lokasi tersering di wajah dan tungkai, sedang pada bayi sering
di perut.

PEMERIKSAAN
1. Umumnya terdapat leukositosis : ≥ 20.000 / mm3
2. Kultur darah serta spesimen dan cairan vesikula atau erosi atau ulkus
3. Organisme penyebab juga bisa didapatkan pada fisura, daerah trauma yang
letaknya dekar atau jauh dari anggota badan yang terinfeksi.
4. Bila lesi di wajah, kuman harus dicari di hidunh, tenggorokan, konjungtiva
serta sinus – sinus.

DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis kontak
2. Selulitis
3. Lepra tipa tuberkuloid akut pada wajah

PENYULIT
1. Fassitis
2. Myositis
3. Abses subkutan
4. Sepsis

PENATALAKSANAAN
1. Sebaiknya tirah baring
2. Bagian tubuh yang terkena diimobilisasi
3. Obat pilihan adalah penisilin :
a. Benzyl penicillin 600 – 1200 mg, iv tiap 6 jam minimal 10 hari
b. Penisilin G kristal : 1,2 juta IU, i.m./iv 6 kali/24 jam, 10 hari
c. Penisilin G prokain : 0,6 – 1,2 juta IU, i.m., 2 kali/24 jam, 10 hari
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
ERISIPELAS PADA PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
d. Aminopensilin :
1. Amiksisilin 3 dd 500 mg
2. Ampisilin 4 dd 250-500 mg, 7-10 hari
3. Amoksisilin dengan Asam Klavulanat 20 mg/kgBB/hari, 10 hari
e. Kloksasilin 4 dd 250-500 mg 10 hari
f. Dikloksasilin 4 dd 250-500 10 hari
4. Obat alternatif (pilih salah satu)
a. Eritromisin stearat 4 dd 250-500 mg : anak 40mg/kgBB/hari, 10 hari
b. Klindamisin 4 dd 150-300 mg : anak 15 mg/kgBB/hari 10 hari
Siproflaksasin 2 dd 500 mg 7 hari (untuk anak di atas 13 tahun)
UNIT TERKAIT
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
IMPETIGO PADA PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Impetigo adalah penyakit infeksi piogenik pada kulit yang superfisial dan menular
disebabkan oleh Staphylococcus dan/atau Streptococcus
TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan infeksi oportunistik
Impetigo, sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
PROSEDUR GEJALA KLINIS
A. Impetigo kontagiosa
1. Tersering pada anak-anak
2. Tempat predileksi : muka sekitar hidung dan mulut, anggota gerak (kecuali
telapak tangan dan nkaki), dan badan
3. Kelainan kulit : Vesikel/bula berdinding tipis di atas kulit yang eritem yang
cepat memecah, sehingga vesikel/bulanya sendiri jarang sekalli terlihat,
yang terlatih adalah khas berupa krusta tebal berwarna kuning
kecoklatan/keemasan/seperti konstitusi (= demam, malaise, mual), kecuali
bila kelaianan kulitnya berat.
B. Impetigo bulosa
1. Pada semua umur
2. Tempat predileksi : muka dan bagian tubuh lainya termasuk telapak tangan
dan telapak kaki, mukosa membran dapat tertekan.
3. Kelainan kulit :
Timbul bula yang bertambah besar, kurang cepat pecah dapat tahan 2-3
hari. Isi bula mula-mula jernih, kemudian keruh, sesudah pecah tampak
krusta kecoklatan yang tepinya melus dan tengahnya menyembuhkan
sehingga tampak gambaran lesi sirsiner.

PEMERIKSAAN
Bila diperlukan dapat memeriksa isi bula dengan pengecatan gram untuk mencari
Staphylococcus-Streptococcus.

DIAGNOSIS BANDING
1. Varisela
2. Ektamia
3. Sifilis stadium II]
4. Pemfigus

PENYULIT
1. Glomerolonefritis
2. Sepsis
3. Pneumonia
4. Meningitis
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
IMPETIGO PADA PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan topikal
a. Krem anitibiotik
b. Drainge : bula dan pustula ditusuk jarum steril untuk mencegah penyebaran
lokal
c. Kompres larutan Sodium kloride 0,9%
2. Pengobatan sistemik
Diberikan pada kasus – kasus berat, lama pengobatan paling sedikit 7-10 hari.
Penisilin dan semisitentiknya (pilih salah satu)
a. Kloksasilin (Untuk Staphylococci yang kebal penisilin)
Dosis : 250-500 mg/dosis, 4 kali/hari a.c
Anak –anak : 10-25 mglkg/dosis, 3-4 kali/hari a.c
b. Dikloksasin (Untuk staphylococci yang kebal penisilin )
Dosis : 125-250 mg/dosis, 3-4 kali/hari a.c
Anak –anak : 5-15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/hari a.c
c. Fenoksimetil penisilin (penisilin V)
Dosis : 250-500 mg, 4 kali/hari a.c
Anak – anak : 7,5 – 12,5 mg/dosis, 4 kali/hari a.c
d. Eritromisin
Dosis : 250 -500 mg/dosis, 4 kali/ hari p.c
Anak – anak : 12,5-50 mg/kg/dosis, 4 kali/hari p.c
e. Klindamisin
Dosis : 150 -300 mg/dosis, 3-4 kali/hari
Anak – anak lebih 1 bulan : 8-20 mg/kg/hari, 3-4 kali/hari
3. Kebersihan
a. Mandi teratur dengan sabun mandi
b. Pakaian, handuk, sprei ganti dan dicuci air panas dan dipalao sendiri.
UNIT TERKAIT
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
DERMATOFITOSIS PADA PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/5
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Dermatofitosis (= Tinea, Ringworm) adalah infeksi jamur dermatofit (spesies
Microsporum, Trichophyton dan Epidermophyton) yang menyerang epidermis
bagian superfisialis (stratum korneum), kuku dan rambut.
TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan infeksi oportunistik
Dermayofitosis, sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
PROSEDUR GEJALA KLINIS
Ada 9 bentuk :
Tiena kapitis, Tiena favosa (tidak ada di Indonesia), Tinea korporis, Tinea
imbrikata, Tinea kruris, Tinea unfuim, Tinea pedis, Tinea manuum dan Tinea
barbae ( jarang ditemukan lagi).

I. TINEA KAPITIS
Infeksi dermatofit pada kepala, alis dan bulu mata
Umumnya pada anak – anak :
1. Infeksi ektothrik : Miselium menjadi arthrokonidia disekitar batang
rambut/bawah kutikula dan destruksi kultikula.
Ada 2 bentuk :
a. Gray patch (antiropofilik : M. ferrugineum)
Berskuama, disertai radang ringan, gatal ringan/sangat, rambut
keabuan, kusut, rapuh terpotong beberapa milimeter di atas kepala →
alopesia lampu Wood (+) hijau terang
b. Keroin (Zoofilik)
a) Karena M. canis
Keradangan berat, lampu Wood (+) hijau terang
b) Karena T. mentagrophytes dan T. verrucosum
Keroin celis (+), nyeri, rambut mudah putus, lampu Wood (-)
2. Infeksi endothrik : Miselium mennjadi arthokonidia didalam batang
rambut, selalu antropofilik (T. violaceum), lesi mutipel, banyak,
terpencar, tidak semua rambut di lesi terkena → alopesia.
Black dot: rambut putu tepat di orifisium folikel rambut, kronis →
dapat sampai dewasa, lampu Wood: (-)

II. TINEA KORPRIS


Infeksi dermatofik pada kulit halus (glabrous skin)
2 bentuk tersering : bentuk annular dan bentuk iris
Makula eritematus berbatas jelas, tepi polisiklis, aktif (meninggi, ada papul,
vesikel, meluas), sembuh ditengah (central healing) tertutup skuma.
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
DERMATOFITOSIS PADA PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/5
III. TINEA IMBARIKATA
Bentuk tinea korporis karena T. concentricum dan terdapatnya terbatas di
daerah tertentu (Pulau Pasifik, Asia tenggara, Amerika tengah dan selatan).
Khas : polisiklik, makula papulo skuamous, tersusun cincin yang konsentris,
meluas ke seluruh badan, stratum korneum terlepas dan tepi bebasnya
menghadap tengah. Kepekaan T. concentrium dipengaruhi gen autosomal
resesif.

IV. TINEA KRURIS


Adalah infeksi dermatofit pada sela paha, perinium dan daerah perianal dapat
meluas ke daerah gluteus dan pubis, efloresensi = Tinea korporis, bilateral
tetapi tidak simetris, paha di mana sisi skrotum yang lebih turun lesinya lebih
luas. Skrotum dan penis tidak terkena, skrotum sebagai reservoir → kambuh –
kambuhan.

V. TINEA UNGUIM
Adalah invasi dermatofit ke lampeng kuku

VI. TINEA PEDIS


Adalah infeksi dermatofit pada kaki, mengenai sela jari kaki dan telapak kaki.
1. Intertriginosa kronis : bentuk tersering
Kulit mengelupas, maserasi dan pecah – pecah, tersering pada antara jari
kaki IV & V dan III & IV, tertutup epidermis dan debris mati, putih,
maserasi, meluas ke telapak kaki, tumit & dorsum pedis, khas
hiperhidrosis dan khas tidak enak.
2. Bentuk hiperkeratotik papuloskuamosa kronis
Khas daerah kulir merah muda, tertutup skuma putih keperakan, bilateral,
berupa bercak-bercak. Moccasin foot: bila mengenai seluruh kaki.
3. Bentuk vesikuler
Khas lesi vesikel, vesikulo pustula dan dapat bula, jarang pada tumit dan
daerah depan, seperti erisipelas, sering terjadi reaksi id
4. Bentuk ulseratif akut
Proses eksematoid vesikulopustula dan penyebaran cepat, disertai infeksi
sekunder bakteri.

VII. TINEA INKOGNITO


Adalah infeksi dermatofit pada daerah interdigitalis, permukaan palmar dan
dorsum manus. Bentuk tersering adalah Hiperkeratosis difusa. Unilateral,
dapat disertai 1 atau 2 kaki terkena ( Tinea pedis ), kuku tidak/dapat terkena.

VIII. TINEA INGKOGNITO


Infeksi dermatofit yang berubah karena kortikosteroid sistemik atau topikal
yang diberikan karena kelaianan yang telah ada atau salah diagnosis tinea.
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
DERMATOFITOSIS PADA PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/5
DIAGNOSIS
1. Anamnesis dan gejala klinis khas
2. Laboratorium:
a. Pemeriksaan langsung dengan KOH 10-20% / dapat + tinea Parker
b. Kultur
c. Pemeriksaan lampu Wood

DIAGNOSIS BANDING
Tergantung lokasi kelainannya
Dermatitis, Pyoderma, Kandidiasis, Erythema anulare sentrifugum, Erythema
intertrigo, Morbus Hansen MB, Psoriasis vulgaaris, Pityriasis rosea, Alopesia,
Trichotillomania, Onikholisis, Distrofik ungguium

PENYULIT
 Tergantung lokasi yang terkena
 Infeksi sekunder, alopesia, reaksi id, kekambuhan, hiperpigmentasi

PENATALAKSANAAN
 Lesi basah/infeksi sekunder
1. Kompres sol sodium khlorida 0,9% 3-5 hari
2. Antibiotika oral 5-7 hari
 Obat topikal
1. Salep Whitfield (=AAV I → asidum salisilikum 6% + asidum
bensoikum 12%)
2. Salep 2-4/3-10.2 x/hari
3. Mikonasol 2 x/hari
4. Pengobatan umumnya minimal selama 3 minggu (2 minggu sesudah
KOH negatif/klinis membaik), untuk mencegah kekambuhan pada obat
fungistatik

 Obat oral
1. Griseofulvin
Anal : 10 mg/kgBB/hari (microsize)
5,5 mg/kgBB/hari (ultra microsize)
Dewasa : 500-1000 mg/hari

2. Terbinafrin
Anak : 3-6 mg/kgBB/hari
10-20 kg: 62,5 mg (1/4 tablet)/hari
20-40 kg: 125 mg (1/2 tablet)/hari
Dewasa: 1 tablet (250 mg)/hari
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
DERMATOFITOSIS PADA PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 4/5
Obat oral
a. Terbinafrin : 1 tablet/hari
Tangan : 6-8 minggu, kaki : 12-16 minggu
b. Itrakonasol
a) 2 kapsul/hari
Tangan : 6 minggu, kaki : 12 minggu
b) Terapi denyut (pulse treatment)
Pemberian obat dengan dosis tinggi dalam waktu singkat pada
itrakonasol
a. Tinea unguim
400 mg (2x2 kapsul)/hari untuk 1 minggu
Istirahat 3 minggu / siklus
- Kuku tangan : 2 siklus
- Kuku kaki : 3-4 siklus
 Keadaan khusus
1. Tinea kapitis
a. Obat oral
Griseofulvin (gold standard), 6-12 minggu
20 mg/kgBB/hari (microsize)
15 mg/kgBB/hari (ultra microsize)

b. Ajuvan
1) Shampo selenium sulfid 1-1, 8%
2) Shampo ketokonasol 1-2% 2-3 x/minggu
3) Rambut tidak perlu dipotong/dicukur
2. Tinea unguium
a. Obat topikal
Indikasi
1) SWO (Superfisial White Onicomikosis), dikerok dulu
2) DLSO (Distal Lateral Subungual Onicomikosis) terbatas pada
kurang 2/3 bagian distal (terbaik ≤ 1/3 bagian distal) dan yang
terkena tak lebih dari 3 kuku
3) Kombinasi obat koral
4) Pencegahan kambuh

Macam obat topikal


Ciclopirox 8% laquer
- 1 x / minggu 6 bulan, atau
- Bulan I: 3x/atau
- Bulan II :2 x/minggu
- Bulan III : 1 x/minggu

Bedah kuku
a. Curettage
a) SWO (Superfisial White Onicomikosis)
b) Sehubungan debris, mengurangu beban kuku yang harus diobati oral
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
DERMATOFITOSIS PADA PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 5/5
b. Pencabutan kuku tak dilakukan
a) Dikloksasilin (untuk Staphylococci yang kebal Penisilin)
Dosis : 125-250 mg/dosis, 3-4 kali/hari a.c
Anak-anak : 5-15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/hari a.c
b) Fenoksimetil penisilin (penisilin V)
Dosis : 250 – 500 mg. 4 kali/hari a.c
Anak – anak : 7,5-12,5 mg/dosis, 4 kali/hari a.c
c) Eritromisin
Dosis L 250-500 mg/dosis, 4 kali/haris p.c
Anak – anak : 12,5-50 mg/kg/dosis, 4 kali/hari p.c
d) Klindamisin
Dosis : 150 – 300 mg/dosis : 3-4 kali/hari
Anak – anak lebih 1 bulan : 8 – 20 mg/kg/hari, 3-4 kali/hari

3. Kebersihan
a. Mandi teratur dengan sabun mandi
b. Pakaian, handuk, sprei sering ganti dan dicuci air panas dan dipakai
sendiri.
UNIT TERKAIT
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
KANDIDIASIS SUPERFISIALIS PADA PASIEN
HIV & AIDS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/4
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Kandidiasis (= Kandidosis) adalahinfeksi primer atau sekunder dari genus Candida
yang penting disebabkan oleh Candida albicans.
Kandidiasis superfisialis adalah kandidiasis pada dermatomikosis superfisialis,
yang sering dijumpai adalah :
1. Mengenai mukosa
Oral, vaginitis dan balanitis
2. Mengenai kulit
Intertriginosa dan generalisata, paronikhia dan onikomikosis, daerah
pokok/diaper/napkin.

TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan infeksi oportunistik
Kandidiasis superfisialils, sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.

KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan

PROSEDUR GEJALA KLINIS


1. Mengenai mukosa
Kandidiasis oral (KO)
1. Kandidiasis pseudomenmbran akut (=thrush)
Lesi putih tebal pada mukosa bukal, gusi atau lidah, plaknya dapat
dikerok, terasa nyeri, eritem dan dapat berdarah.
2. Kandidiasis eritema
Nampak eritema dan oedema
a. Kandidiasis atrofi akut (= stomatitis antibiotik)
b. Kandidiasis atrofi kronis (= stomatis gigi palsu dan glossitis)
c. Kandidiasis hiperplastik kronis (= kandida leukoplakis)
Bercak putih, dapat diraba sampai plak kasar melekat erat dan tidak
dapat dikerok, pada lidah, palatum atau mukosa bukal. Sering pada
perokok.
d. Angular kheilitis (= Perleche, Kandida kheilosis)
Eritema dan fisura pada ujung mulut, pada pemakai gigi palsu yang
tidak pas, biasa menjilat bibir, usia lanjut dengan kuliy kendor pada
lubang mulut.

Kandidiasis vulvovaginalis (= Kandida vulvovaginitis = KVV)


Gatal dan rasa panas sangat pada vulva dan vagina. Keluar cairan tebal, putih,
seperti susu dan plak putih melekat pada vulva, vagina atau serviks.
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
KANDIDIASIS SUPERFISIALIS PADA PASIEN
HIV & AIDS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/4
Kandida balanitis/Kandida balanoposthitis
Erosi merah superfisialis dan pustul berdinding tipis di atas glans penis dan sulkus
koronarium (balanitis) dan juga pada preputium penis yang tidak disirkumsisi
(balanoposthitis).

Mengenai kuliy (Kandidiasis kutis = KK)


Kandidiasis intertriginosa (= kandida intertrigo) dan Kandidiasis generalisata.
Mengenai daerah pelipatan –pelipatan badan, umbilikus, pannikulus (lipatan lemak
badan) dan dapat meletus ke kulit badan (generalisata). Dapat mengenai skrotum
dan penis.
Kulit nyeri, inflamasi, eritematus dan ada satelit vesikel/pustul, bula atau
papulopustular yang pecah meninggalkan permukaan yang kasar dengan tepi yang
erosi.
 Erosio interdigitale blastomycetica (Kandidiasis interdigitalis)
Kandidiasis mengenai sela jari tangan (tersering)/sela jari kaki. Tersering pada
sela jari tiga. Pada yang sering/terus menerus terkena air.
Paronikhia dan Onikomikosis
1. Kandida paronikhia
Infeksi lipatan kuku proksimal atau kutikula, khas adanya eritema, oedema,
dan cairan purulen, tebal, pus putih, membentuk kantong yang mungkin
menyebabkan infeksi kuku. Terasa nyeri.
Tersering pada obat orang yang tangannya sering terkena air, tepung,
karbohidrat lain.
2. Kandida onikomikosis (= kandida onikhia)

DIAGNOSIS BANDING
1. Kandidiasis oral : difteria, leukoplakia karena keganasan dan kheilitis.
2. Kandidiasis vulvovaginalis : trikhomoniasis vaginalis, bakterial vaginosis
dan leukorhoe fisiologis pada kehamilan.
3. Kandidiasis balanitis : infeksi bakteri, herpes simpleks, psoriasis dan likhen
planus.
4. Kandidiasis kutis : dermatofitosis, dermatitis seborrhoika, eritema
intertrigo, eritrasma, peoriasis, pyoderma.

PENATALAKSANAAN
Kandidiasis oral
Obat topikal
1. Nystatin oral suspensi
- 4-6 (400.000-600.000 µ), 4 x/hari sesudah makan
- Harus ditahan di mulut beberapa menit sebelum ditelan
- Bayi : 2 ml, 4 x/hari
Kasus kronis beberapa bulan
2. Solusio genitian violet 1%
Dioleskan 2 x/hari selama 3 hari
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
KANDIDIASIS SUPERFISIALIS PADA PASIEN
HIV & AIDS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/4
Tabel oral
Indikasi
1. Resiko tinggi terjadinya disseminasi (kandidiasis sistemik) yaitu pada:
- Pasien granulositopenia/immunokompromais
- Mendapat therapi immunisupresif
2. Dengan terapi topikal hasilnya gagal atau tidak sembuh :
Dosis :
1. Flukonazole 2x200 mg selama 2-4 hari
2. Kapsul itrakonazol 100-200 mg (1-2 kapusl)/hari selama 4 minggu

Kandidiasis Vulvovaginalis
Obat topikal
Nystatin suppositoria vagina
1 tablet (100.000 µ)/malam selama 12 hari
Indikasi obat topikal :
a. Wanita hamil/sidah menikah
b. KVV akut (ringan-sedang)

Tablet oral
Indikasi:
a. Wanita belum menikah
b. KVV berat/KVVR perlu jangka lama 10-14 hari.
Dosis:
1. Kapsul Itrakonazol (100 mg)
- 2x1 kapsul selama 2-3 hari
- 2x2 kapsul selama 1 hari selang 8 jam
2. Flukonazol (100 mg) dosis tunggal’

Kandida balanitis/halanoposthitis
1. Mikonasol krim
Dioleskan pagi dan malam selama 1 minggu
2. Memeriksa dan mngeobati pasangannya

Kandidiasia kulit
Obat topikal
Mikonazol krim. Dioleskan 2x sehari
Dioleskan 2x/hari selama 14 hari, dapat lebih sampai 4 minggu, sebaiknya 1-2
minggu sesudah sembuh/KOH negatif. Untuk kandida paronikhia perlu wakt 3-4
bulan.
Obtal oral
Indikasi :
1. Bila lesi luas
2. Pasien imunokompromasis berat
3. Paronikhia yang gagal dengan obat topikal/berat/kronis
Dosis : kapsul intrakonazol
1x2 kapsul / hari selama 7 hari
Kandida onikomikosis.
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
KANDIDIASIS SUPERFISIALIS PADA PASIEN
HIV & AIDS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 4/4
UNIT TERKAIT
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
VARISELA PADA PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Varisela merupakan penyakit kulit dengan kelainan berbentuk vesikula yang
tersebar, terutama menyerang anak-anak, bersifat mudah menular yang disebabkan
oleh virus Varisela –Zoster.
TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan infeksi oportunistik
Varisela, sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
PROSEDUR GEJALA KLINIS/SIMTOM
1. Inkubasi L 10-20 hari
2. Pada anak – anak gejala prodromal adalah ringan, terdiri atas malaise, nyeri
kepala dan sumer-sumer yang timbul sebelum erupsi keluar.
Pada orang dewasa gejala prodromal lebih berat dan lebih lama. Panas badan
sesuai dengan luasnya lesi bahkan kadang-kadang mencapai 40-41 oC selama
4-5 hari. Pada beberapa pasien sering juga disertai rasa gatal.
Setelah stadium prodromal timbul banyak macula/papula cepat berubah
menjadi vesikula. Selama beberapa hari akan timbul vesikula baru sehingga
umur dari lesi tidak sama. Kulit sekitar lesi berwarna eritematus. Pada
anamnesis ada kontak dengan pasien varisela atau zoster.
Lesi paling banyak terdapat dibadan kemudian pada muka, kepala dan
ekstremitas, distribusinya bersifat sentripel pada paha dan lengan atas lebih
banyak daripada tungkai bagian bawah dan lengan bawah. Sering terdapat
vesikula pada mukosa mulut dan kadang-kadang juga pada mukosa lain seperti
pada konjungtiva.
Setelah 5 hari kebanyakan lesi mengalami kristasi dan lepas dalam waktu 1-3
minggu. Penyakit dianggap menular 24 jam sebelum erupsi timbul sampai
semua krusta lepas.

PENYULIT
1. Infeksi sekunder
2. Komplikasi lain pada anak jarang, pada orang dewasa dapat terjadi
ensefalitis pneumonia dan glomerulonefritis

PENATA LAKSANAAN
Umum
1. Istirahat cukup
2. Bila ada panas:
Dewasa : Merampiron 3 x 500 mg/hari
Parasetamol 4 x 500 mg/hari
Anak : Parasetamol : 4 x 10 mg/kg/dosis
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
VARISELA PADA PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
3. Bila ada sekunder infeksi dapat diberikan antibiotic oral:
- Dikloksasilin : 12,5-50 mg/kg/hari
- Eritromisin stearat : 4 x 250 – 500 mg/hari

Khusus
- Asiklovir : sebaiknya sedini mungkin (dalam 1-3 hari pertama)
Oral : dewasa : 5 x 800 mg/hari (selama 7-10 hari)
Anak : 20 mg/kgBB/kali sampai 800 mg 4 kali/hari (5 hari)
Salep antibiotika : untuk yang erosi : salep Sodium fusidat
- Valasiklovir : 3 x 500 mg selama 7-10 hari
- Foscannet 2 x 100 mg/kg/hari pada pasien yang ……………

UNIT TERKAIT
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
HERPES ZOSTER PADA PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Herpes zoster (HZ) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Varisela-Zoster
yang sifatnya localized, terutama menyerang orang dewasa cirri khas berupa nyeri
radikuler, unilateral dan gerombolan vesikel yang tersebar sesuai dermatom yang
diinervasi oleh satu ganglion saraf semsoris.

TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan infeksi oportunistik
Herpes Zoster, sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
PROSEDUR GEJALA KLINIS
1. Stadium prodromal
Gejala pertama adalah berupa gatal/rasa nyeri pada dermatom yang
terserang disertai dengan panas, malaise dan nyeri kepala.
2. Stadium erupsi.
Mula-mula timbul papel atau placer berbentuk urtika yang setelah 1-2 hari
akan timbul gerombolan vasikel di atas kulit yang eritematus sedangkan
kulit diantara gerombolan tetap normal, usia lesi pada satu gerombolan
adalah sama sedangkan usia lesi dengan dermatom, unilateral dan biasanya
tidak melewati garis tengah dari tubuh.
3. Stadium krustasi
Vesikel menjadi purulen, mengalami krustasi dan lepas dalam waktu 1-2
minggu. Sering terjadi neuralgi pasca herpetika, terutama pada orang tuan
yang dapat berlangsung berbulan-bulan parestesi yang bersifat sementara.

DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis Kontak Alergika
2. Varisela
3. Herpes Simpleks
4. Penyakit – penyakit dengan elforesensi bula : - pemfigus Vulgaris
5. Dermatitis Herpetiformis dari Duhring
6. Pulous Pemfigoid

PENYULIT
1. Infeksi sekunder
2. Neuralgi pasca herpetika
3. Kerato-kunjungtivitis pada herper zoster optilmikus.
4. Sindrom Ramsay-Hunt
5. Zoster generalisata : suatu zoster yang disertai dengan varisela
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
HERPES ZOSTER PADA PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
PENATALAKSANAAN
Umum
1. Analgetik : metapiron : 4 x 1 tab/hari
2. Bila ada sekunder infeksi : antibiotika Eritromisin : 4 x 250-500 mg.hari,
Dikloksasilin : 3 x 125 -250 mg/hari atau lainnya.
3. Local :
a. Bilas basah : kompres larutan garam faali
b. Bila erosi : salep sodium fusidat
c. Bila kering : bedak salisil 2%
Khusus
1. Asiklovir
Dosis : Dewasa : 5 x 800 mg/hari selama 7-10 hari
Anak : 20 mg/kgBB/kali sampai 800 mg/kali, 4 kali/hari
Asiklovir tidak dapat menghilangkanneuralgi pasca hepetika
2. Valasiklovir : 3 x 500 mg/hari selama 7-10 hari, inj Foscannet 2 x 100
mg/kgBB
3. Neuralgi pasca herpetika:
a. Aspirin : 3 x 1 tablet (500 mg)/hari
b. Anti Depresan Trisiklik mis. Amitriptyline 50-100 mg/hari:
1. Hari 1 : 1 tablet (25 mg)
2. Hari 2 : 2 x 1 tablet
3. Hari 3 : 3 x 1 tablet
c. Karbamasepin : 1 – 2 x 1 tablet (200 mg)/hari
Khusus untuk trigeminal neuralgia
4. Pada H.Z optalmikus perlu konsul ke spesialis mata atau dapat diberikan :
1. Asiklovir salep mata 5 kali/4 jam
2. Dan juga Ofloxasin / Siplofoxasin obat tetes mata
Hari 1 dan 2 : 1 tetes/2-4 jam

UNIT TERKAIT
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
SKABIES PADA PASIEN HIV & AIDS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Penyakit kulit menular yang ditandai dengan keluhan utama gatal terutama di
malam hari yang disebabkan Sarcoptes scabiei var hominis.
TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan infeksi oportunistik
Akabies, sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
PROSEDUR GEJALA KLINIS
Gatal terutama pada malam hari sehingga dapat mengganggu pasien.
Lesi yang khas dan patognomonik berupa terowongan kecil, sedikit meninggi,
berkelok-kelok berwarna putih keabu-abuan (bila belum ada infeksi sekunder),
panjangnya kurang lebih 10 mm.
Kelainan dapat berupa papula, vesikula, urtika, ekskoriasi, krusta dan bila timbul
infeksi sekunder terdapat pustule.

DIAGNOSIS BANDING
1. Pyoderma
2. Pedikulosis korporis
3. Dermatitis
4. Prurigo
PENYULIT
1. Eczema infantum
2. Urtikaria
3. Post scabetic dermatitis
4. Persistent nodule
5. Infeksi sekunder
PENATALAKSANAAN
1. Farmakologis (pilih salah satu)
a. Salep yang mengandung asam salisilat dan sulfur selama 3-4 hari,
kemudian dapat diulang setelah satu minggu.
b. Salep yang mengandung Benzoas benzilicus selama 3 malam
kemudian dapat di ulangi setelah satu minggu.
c. Salep yang mengandung Gamma benzene hexachlorida selama 1
malam, kemudian dapat diulang setelah satu minggu.
d. Malathion 0,5% dalam basis air berfungsi sebagai skabisid dioleskan
pada kulit dalam 24 jam. Aplikasi kedua bias diulang beberapa hari
kemudian.
e. Krim permerhrin 5% (terbaik, dapat untuk semua umur dan wanita
hamil). Dioleskan pada seluruh tubuh dari leher kebawah dan dicuci
setelah 8-14 jam, merupakan obat yang paling efektif bila terjadi
kegagalan pengobatan dengan Gamma Benxene Hexachloride 1%.
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
SKABIES PADA PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
2. Semua baju dan alat – alat tidur dicuci dengan air panas serta mandi
dengan sabun
3. Semua anggota keluarga atau orang seisi rumah yang berkontak dengan
pasien harus diperiksa dan bila juga menderita scabies juga diobati bersam
agar tidak terjadi penularan kembali.
4. Keluhan gatal dapat diberi antihistamn dengan setengah dosis biasanya,
infeksi sekunder dapat diberi antibiotika.
UNIT TERKAIT
PENGOBATAN DERMATITIS SEBOROIK PADA
PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Dermatitis Seboroik (DS) adalah penyakit kulit dengan keradangan superfisial
kronis yang mengalami remisi dan eksaserbasi dengan area seboroik sebagai
tempat predileksi.
TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan Dermatitis Seboroik,
sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
PROSEDUR GEJALA KLINIS
Pada bayi (usia 2-10 minggu)
1. Pada kepala (daerah frontal dan parietal) khas disebut cradle cap, dengan
krusta tebal, pecah-pecah dan berminyak tanpa ada dasar kemerahan dan
kurang/tidak gatal.
2. Pada lokasi lain lesi tampak kemerahan atau merah kekuningan yang
tertutup dengan skuama berminyak, kurang/tidak gatal.

Pada dewasa (pada usia pubertas, rata-rata pada usia 18-40 tahun, dapat pada usia
tua).
1. Umumnya gatal
2. Pada area seboroik, berupa makula atau plakat, folikuler, perifolikular atau
papula, kemerahan atau kekuningan dengan derajat ringan sampai berat,
inflamasi, skuma dan krusta tipis sampai tebal yang kering, basah atau
berminyak.
3. Bersifat kronis dan mudah kambuh, sering berkaitan dengan kelelahan,
stres atau paparan sinar matahari, HIV & AIDS.

DIAGNOSA BANDING
Pityriasis kapitis (ketombe), Psoriasis vulgaris, Dermatitis kontak, Rosasea,
Kandidiasis intertrigo, Eritrasna, Tinea cruris, dematitis atopi, Pityriasis rosea,
Pemfigus eritematosus, Pemfigus foleaseus, Neuridermatitis, Pityriasis versikolor.

PENYULIT
1. Kerontokan rambut
2. Infeksi sekunder
3. Eritroderma
4. Penyakit leiner

PENATALAKSANAAN
Terapi farmakologis :
1. Preparat anti fungsi untuk menurunkan kolonisasi yeast yang bersifat
lipofilik
2. Preparat anti inflamasi
PENGOBATAN DERMATITIS SEBOROIK PADA
PASIEN HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
Terapi
a. Skuama melekar dan tebal pada bayi : minyak mineral hangat,
diberikan 8-12 jam, skuma dilepas dengan sikat halus, lalu dilanjutkan
dengan shampoo yang tepat.
b. Shampoo anti dan druff yang mengandung : Selenium sulfid 2,5%,
atau Pyrithion zinc 1-2%, atau Ketokonasol 2% yang diberikan setiap
hari atau selang sehari.
c. Untuk skuma yang tebal dan difus:
- Minyak mineral hangat/olium olivarum dilanjutkan dengan
shampoo tar
- Kombinasi coal tar dan keratolotik
- Losia kortikosteroid 1-3 kali sehari, atau salep asidum salisilikum 5
3. Krem hidrokortison 1% dapat ditambah 1-2 kali sehari untuk menekan
eritema dan gatal

Obat Sistemik
1. Tablet kortikosteroid (prednison atau deksamerason)
Dosis 2-3 kali 2 tablet sampai keadaan membaik, lalu dosis diturunkan
secara bertahap.
2. Tablet itrakonazol (kemasan 100 mg)
Dosis 2 kali 1 tablet selama 2 minggu

UNIT TERKAIT
PENGOBATAN PADA PASIEN SINDROMA
STEVENS-JOHNSON HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Sindrom Steven-Johnson (SJS) termasuk penyakit kulit dan mukosa yang akut dan
berat, yang diakibatkan oleh reaksi intolerans terhadap obat dan beberapa infeksi.
TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan Sindroma Steven-
Johnson, sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
PROSEDUR GEJALA KLINIS
Gejala Klinis di mulai dengan:
1. Sindroma prodromal yang nonspesifiks dan reaksi konstitusional berupa
meningkatnya suhu tubuhm sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, nyeri
dada, mialgi, sehingga pasien berobat. Dalam keadaan ini, sering pasien
mendapat pengobatan antibiotik, dan aniinflamaso, sehingga menyebabkan
kesukaran dalam mengidentifikasi obat penyebab SJS.
2. Gejala kulit tampak berupa makula eritematus yang menyerupai
morbilliform rash, timbul pada muka, leher, dagu, tubuh dan ekstremitas.
Lesi target (target lesions) dan bula dengan Nikolsky sign positif sering
didapatkan. Lesi membesar dan bertambah banyak.
3. Kelainan membran mukosa. Bibir, mukosa mulut dirasakan sakit, disertai
kelainann mukosa yang eritematus, sembab dan diserai bula yang
kemudian akan pecah sehingga timbul erosi yang tertutup
pseudomembrane (necrotic epithelium dan fibrin). Bibir diliputi massive
hermorrhagic crusts.
Kelaianan pada kelamin juga dering didapat berupa bula yang hemorhagik
dan erosi.

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis yang cermat untuk mengetahui penyebab SJS terutama obat
yang diduga sebagai penyebab.
2. Pemeriksaan klinis, berupa pemeriksaan gejala prodromal, kelaianan kulit
dan kelaianan mukosa serta mata
3. Pemeriksaan adanya infeksi yang mungkin sebagai penyebab SJS.

DIAGNOSIS BANDING
1. Generalized bullous dixed drug eruption
2. TEN (toxic epidermal necrolysis)
3. Staohylococcal Scalded Skin Syndrome (4S)
4. Paparan bahan iritan yang poten terhadap kulit.

1.
PENGOBATAN PADA PASIEN SINDROMA
STEVENS-JOHNSON HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
PENATALAKSANAAN
1. Perawatan ditempat khusus untuk mencegah infeksi
2. Mengidentifikasi dan menghentikan pemekaian obat penyebab
3. Perbaikan terhadap keseimbangan cairan, elektrolit dan protein (sebaiknya
pertama kali diperiksa GJ Plasma)
4. Pemberian glukokortikoid misalnya metil prednisolon 20-80 mg per oral
(1,5 – 2 mg/kgBB/hari) atau pemberian deksamerason injeksi (0,15 – 0,2
mg/kgBB/hari), selama ada perbaikan klinis, kemudian dilanjutkan oral.
5. Pemberian antibiotik untuk infeksi, dengan catatan menghindari pemberian
sulfonamide, dan antibiotik yang sering juga sebagai penyebab SJS
misalnya penisilin, cephalosporin. Sebaiknya antibiotik yang diberikan
berdasarkan hasil kultur kulit, mukosa dan sputum. Dapat dipakai injeksi
gentamisin 2-3 x 80 mg i.v. (1-1,5 mg/kgBB/hari).
6. Hematokrit, blood gases, keseimbangan cairan dan eleksrolit selalu di
monitor
7. Pemberian makanan TKTP (tinggi kalori tinngi protein)
8. Perawatan dan pengobatan kelaianan mata

PENYULIT
2. Sepsis
3. Pneumoni
4. Gagal ginjal

UNIT TERKAIT
PENGOBATAN PADA PASIEN PRURIGO VON
HEBRA HIV & AIDS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/1
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Prurigo merupakan penyakit berbentuk papula, kronis dan kumat-kumatan,
tergolong salah satu bentuk neurodermatitis, predileksi terutama di ekstremitas
bagian ekstensor.

TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan prurgio von hebra
sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.

KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan

PROSEDUR GAMBARAN KLINIS


Berupa papula berbentuk kubah dengan vesikula pada puncaknya, vesikula hanya
terdapat pada waktu singkat, karena segera menghilang akibat garukan, sehingga
yang tertinggal hanya papula yang berkrusta dan erosi. Jika berjalan kronis, kulit
tampak kecoklatan dan berlikenifikasi.

DIAGNOSIS BANDING
1. Skabies

PENATALAKSANAA
1. Topikal : krim keratolitik
Krim kortikosteroid
2. Antihistamin
3. Kortikosteroid intralesi

UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS KOINFEKSI
TUBERKULOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/5
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Infeksi Tuberkulosis (TB) merupakan penyebab kematian terbanyak pasien HIV di
seluruh dunia.
Adanya infeksi seperti TB pada pasien yang terinfeksi HIV menyebabkan HIV
berreplikasi lebih cepat, sehingga menyebabkan penyakit yang lebih progresif.

TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV & AIDS dan memberikan
petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan ko-infeksi tersebut sehingga
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH 1. Infeksi TB merupakan penyebab kematian terbanyak pasien HIV di seluruh
dunia
2. Akibat penurunan kekebalan (imunosupresi) yang terjadi pada pasien HIV,
kecenderungan infeksi baru kuman M. tuberculosis untuk berkembang menjadi
TB aktif semakin besar.
3. Adanya infeksi seperti TB pada pasien yang terinfeksi HIV menyebabkan HIV
berreplikasi lebih cepat, sehingga menyebabkan penyakit yang lebih progresif.
4. Ko –infeksi TB-HIV dapat muncul sebagai kondisi klinis dan gambaran
radiologis yang tipikal maupun atipikal. Gambaran atipikal biasanya didapatan
pada keadaan imunosupresi yang berat.
5. Tanda – tanda awal penyakit TB mungkin manjadi jelas sewaktu-waktu dalam
perjalanan infeksi HIV.
6. TB dapat muncul sebelum manifestasi lain dari infeksi HIV atau setelah gejala
HIV muncul.
7. TB dapat muncul sebagai lesi pulmoner maupun eksta pulmoner. Lesi
pulmoner dapat berupa infiltrat di lapangan paru atas infiltrat bilateral, kavitas,
fobrosis, atau pearikan jaringan paru. Lesi ekstra pulmoner dapat berupa
limpedenitis, efusi pleura, TB miliar, perikarditia, atau meningitis.

PROSEDUR 1. Menidentifikasikan adanya koinfeksi TB pada pasien HIV & AIDS


 Identifikasi mikro-organisma penyebab:
Mycobacterium tuberculosis

 Gagal dan tanda awal :


- Batuk lebih dari 3 minggu dan tidak berespon dengan terapi antibiotik
biasa.
- Produksi sputum yang perulen, kadang – kadang disertai bercak darah
- Demam pada malam hari
- Berkeringat pada malam hari
- Penurunan berat badan
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS KOINFEKSI
TUBERKULOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/5
 Bantuk manifestasi infeksi TB
 TB Pulmoner
- Infltrat di lapangan paru atas
- Kavitas
- Fibrosis
- Penarikan jaringan paru
 TB ekstra pulmoner
- Limpadenitis
- Efusi pleura
- Perikarditis
- TB milier
- Meningitis
TB ekstra pulmoner lebih sering dijumpai pada infeksi HIV stadium lanjut.

 Evaluasi riwayat dan gejala gangguan pernafasan


- Evaluasi riwayat kontak dengan pasien baruk kordis.
- Evaluasi apakah pasien tersebut pasien “baru” atau sudah pernah
mendapatkan terapi TB sebelumnya.
 Laboratorium dan penunjang diagnostik lainya
Pemeriksaan sputum mikroskopik dengan pengecatan metode Ziehl –
Neelsen (ZN)
1. Pasien rawat jalan
Kumpulkan 3 sample sputum (SPS) dalam dua hari berturut-turut
a. Sampel 1 : kumpulkan sputum,pada saat pasien datang pertama
kali ke poliklinik (hari 1)
b. Sampel 2 : pada saat kunjungan hari 1 berikan waduh sputum dan
berikan petunjuk mengumpulkan sputum pada pagi hari berikutnya
sebelum makan (hari 2). Buatlah perjanjian untuk kunjungan pada
pasien hari ke-2
c. Sampel 3 : kumpulkan sputumke-3 di poliklinik pada saat pasien
menyerahkan sempel ke -2.
2. Pasien rawat inap
Kumpulan sputum pagi hari (sebelum makan) tiga hari berturut-turut

Hasil Negatif Palsu


Pasien yang dicurigai TB post primer tetapi hasil pemeriksaan sputumnya negatif 3
kali berturut-turut mungkin memamng tidak menderita TB, atau bisa juga
disebabkan oleh karena pengambilan sampel, atau karena kesalahan-kesalahan
pada saat mempersiapkan hapusan maupun interpretasinya.
 Gambaean Radiologis
- Walaupun hasil sputum negatif, bila pasien masih dicurigai menderita TB,
lakukan pemeriksaan foto dada
- Hasil yang khas: Infiltrat lapangan atas paru disertai kavitas
- Tidak ada gambaran radiologis yang spesifik pada pasien HIV. Pada
imunosupresi yang berat gambaran sering kali atipikal (seperti urian di
atas)
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS KOINFEKSI
TUBERKULOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/5

Gejala dan gambaran radiologis terkait dengan derajat imunosupresi


Imunosupresi ringan-sedang Imunosupresi berat
TB post primer, biasanya dengan BTA Hejala atipikal menyerupai TB post
sputum positif primer BTA sputum sering negatif
Gambaran radiologis khas Gambaran radiologis khas
1. Infiltrat di lapangan paru atas 1. Infiltrat interstisial, sering
dan/atau infiltrat bilateral pada lapangan paru bawah,
2. Kavitas tanpa gambaran kavitas dan
3. Fibrosis fibrosis
4. Penarikan jaringan paru 2. Sering menyerupai gambaran
pneumonia bakterial
3. Infiltrat unilateral atau
bilateral di lapangan bawah
paru lebih sering dijumpai dari
pada di lapangan atas paru
Pada daerah endemik HIV, sulit untuk
mendiagnosis TB dari gembaran
radiologis

2. Tatalaksana dan pengobatan


Tujuan pengobatan:
- Menyembuhkan pasien TB
- Mencegah kematian akibat TB maupun komplikasi tahap lanjut akibat
TB.
- Menceegah kekambuhan TB
- Menurunkan penularan TB kepada orang lainnya.

Pengobatan:
Obati pasien ko-infeksi TB-HIV sesuai Petunjuk Pengobatan TB Nasional dan
berkoordinasi dengan Penanggung jawab Program TB tingkat Propinsi.

Rejimen pengobatan :
1. Fase intensif (2-3 bulan pertama)
a. Digunakan 3 atau lebih kombinasi obat
b. Pasien yang infeksius akan menjadi non-infeksius dalam 2 minggu
pengobatan, gejala akan mengalami perbaikan.
2. Fase lanjutan (4-6 bulan setelah fase intensif)
Digunakan 2 kombinasi obat dengan jangka waktu yang lebih lama. Obat –
obatan tersebut mengeliminasi sisa-sisa kuman yang tertinggal.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS KOINFEKSI
TUBERKULOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 4/5

Jalur
Nama Obat Efektivitas Toksisitas
pemberian
Obat Lini ke-1
Isoniasid (INH) **** Oral Rendah
Rifampicin (RMP) **** Oral Rendah
Pyrazinamide (PZA) *** Oral Rendah
Streptomycin (SM) *** Intramuskuler Sedang
Ethambutol (EMB) ** Oral Rendah
Obat Lini ke-2
Ethionamide *** Oral Tinggi
Kanamycin *** Intramuskuler Sedang
Amikacin *** Intramuskuler Sedang
Cycloserin ** Oral Tinggi
Capreomycin ** Intramuskuler Sedang
Thiocetazone * Oral Sedang
Paminosalicylic acid (PAS) * Oral Sedang
Oflaxacin *** Oral Sedang
Fluorokuinolon lain *** Oral Sedang

Pengamatan selama pengobatan


1. Lakukan pemeriksaan hapusan sputum seperti berikut:
a. Pada saat diagnosis ditegakkan
b. Pada saat akhir fase intensif
c. Pada fase lanjutan (akhir bulan ke 5)
d. Pada saat akhir pengobatan (bulan ke 6 atau ke 8)
2. Pemeriksaan kultur sputum diperlukan untuk mengevaluasi hasil terapi,
dan adanya resistensi kuman.
3. Foto dada diperlukan untuk mengevaluasi adanya kemungkinan infeksi lain
atau adanya resistensi kuman.
4. Gunakan stratagi Directly Observed Treatment (DOT)

Pengobatan Antiretroviral (ARV) untuk pasien ko-infeksi TB-HIV


1. Pengobatan untuk TB harus dimulai lebih dahulu sebelum memulai
pengobatan ARV. Pertimbangkan nilai CD4 sebelum memulai ARV.
2. Bila CD4 < 200, maka ARV dimulai setelah 2 bulan fase intensif
3. Bila CD4 < 50, maka ARV dimulai segera setelah pasien dapat mentolerir
obat-obat antituberkulosis (OAT)
4. ARV lini pertama untuk pasien yang mendapatkan pengobatan OAT dan
ARV adalah Zidovudin (ZDV)/Lamivudin (3TC) atau d4T/3CT ditambah
dengan salah satu obat golongan Non-Nucleocide Reverse Transcriptase
Inhibitor (NNRTI)/ Abacavir (ABC).
5. Jika dipakai rejimen yang mengandung NNRTIm maka Efavirenz (EFZ)
lebih dianjurkan karena toksisitas heparnya lebih rendah dibandingkan
Nevirapine (NVP).
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS KOINFEKSI
TUBERKULOSIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 5/5
6. Semua Protease Inhibitor tidak boleh digunakan selama pengobatan OAT
yang mengandung Rifampicin, kecuali Saquinavir (SQV/r).

UNIT TERKAIT
PENANGANAN PENDERITA HIV & AIDS
PNEUMOCYSTIC PNEUMONIA

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Pneumocystic adalah infeksi oportunistik yang sering terjadi pada penderita
imunisupresif termasuk penderita HIV & AIDS, yang ditandai dengan proses
eksudasi eosinofilik yang mengisi rongga alveolar dan penebalan jaringan
interstisial paru yang akhirnya menimbulkan proses fibrosis.

TUJUAN  Mengidentifikasi adanya infeksi PCP pada penderita HIV & AIDS
 Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan infeksi
oportunistik pneumocystic pneumonia, agar penanganan dapat diberikan secara
tepat, sehingga menurunkan angka mortalitas.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH 1. PCP merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada
penderita HIV & AIDS
2. Terutama menginfeksi penderita dengan CD4 < 200 sel/mm3
3. Diagnostik pasti yaitu ditemukannya organisme Pneumocystic jiroveci di
saluran nafas namun kadang – kadang sulit sehingga seringkali diagnosis hanya
berdasarkan klinis
4. Trimethoprim – sulfamethoxazole tetap merupakan pilihan utama untuk
pengobatan dan pencegahan.

PROSEDUR 1. Mengidentifikasi adanya infeksi PCP pada penderita HIV & AIDS
 Identifikasi mikro-organisma penyebab :
Pneumocystic jiroveci

 Gejala dan tanda awal:


1. Sering tidak spesifik dan berkembang secara perlahan-lahan
2. Batuk kering non produktif
3. Sesak nafas yang semakin memberat saat melakukan aktivitas
4. Demam
5. Nyeri dada yang semakin memberat dalam beberapa hari/minggu
6. Penderita makin lemah sejalan dengan makin progresifnya penyakit
yang ditandai dengan :
- Demam
- Sesak nafas berat
- Hipoksia disertai disorientasi dan penurunan kesadaran
7. Dengan makin lanjutnya perjalanan penyakit akan tampak gambaran
interstitial pneumoni pada foto dada
PENANGANAN PENDERITA HIV & AIDS
PNEUMOCYSTIC PNEUMONIA

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
 Laboratorium dan penunjang diagnostik lainnya
1. Serologi HIV dan hitung CD4
2. Induksi sputum
3. Broncho-alveolar lavage (BAL) atau biopsi
4. Analisis gas darah
5. LDH serum
6. Bila prosedur diagnostik tersebut di atas tidak tersedia, maka diagnosis
ditegakkan berdasarkan klinis dan gambaran foto dada.
 Diagnosis
o Gejala klinis
Penderita HIV yang berat dan ditandai dengan CD4 < 200, tanpa
cotrimoxazole profilaksis dengan gejala batuk non produktif, sesak
saat beraktifitas dan demam.
o Pemeriksaan fisik
a. Tidak spesifik, hanya didapatkan frekwensi nafas yang
meningkat,
b. Kadang – kadang ditemukan ronki kering
o Foto dada
a. Infiltrat interstisial/perihilar difus
b. Kadang – kadang disertai gambaran pneumotoraks sebagai
komplikasi yang paling sering.
o Tindakan diagnosis lebih lanjut bila memungkinkan
a. Induksi sputum/BAL untuk mencari mikro-organisme penyebab
b. Analisis gas darah untuk menilai derajat hipoksemia
c. Pemeriksaan LDH serum untuk meniai keparahan proses
inflamasi.
2. Tatalaksana dan pengobatan
Terapi farmakologis

Jalur
Nama obat Dosis Keterangan
pemberian
Trimethoprim- 15-20 mg/kg per hari Oral/*Intravena Pilihan utama
sulfamethoxazole 75-100 mg/kg per
hari

Primaquine plus 30 mg per hari Oral Pilihan alternatif


Clindamycin 600 mg 3 kali per
hari

Otavaquone 750 mg 2 kali per Oral Pilihan alternatif


hari

*Pentamidine 4 mg/kg per hari Intravena Pilihan alternatif


600 mg per hari Aerosol
PENANGANAN PENDERITA HIV & AIDS
PNEUMOCYSTIC PNEUMONIA

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
Bila terjadi hipoksemia
Hasil analisa gas darah menunjukan gambaran PaO2 < 70 mmHg atau A-a gradient
> 35 mmHg, berikan kortikosteroid :
a. Prednisone 2 x 40 mg ( hari 1-7 )
b. Prednisone 1 x 40 ( hari 8-13 )
c. Prednisone 1 x 20 mg ( hari 14-21 )

Evaluasi / monitoring
Evaluasi ketat analisis gas darah. Bila didapatkan tanda gagal nafas perlu dipasang
ventilator. Umumnya hipoksemia akan membaik dalam 3-4 hari.

Terapi suportif
Berikan oksigen, cairan, dan nutrisi yang adekuat.

Terapi profilaksis
Profilaksis PCP diberikan bila pada penderita HIV hitung CD4 < 200 sel/mm3
Profilaksis dihentikan jika CD4 > 200 sel/mm3 dan menetap selama 3 bulan.

Obat-obat untuk profilaksis adalah sebagai berikut :


Nama Obat Dosis Jalur Keterangan
Trimethoprin- 1 tablet Forte per hari atau Oral Pilihan utama
sulfamethoxazole 1 tablt biasa per hari atau
1 tablet forte 3 kali per
minggu

Dapsone 50 mg 2 kali per hari atau Oral Pilihan


100 mg per hari alternative

Dapsone plus 50 mg per hari Oral Pastikan penderita


Pyrimethamine plus 50 mg per minggu tidak mengidap
Leucovorin 25 mg per minggu defisiensi enzim
glucose-6-
phosphate
dehydrogenase
Dapsone plus 200 mg per minggu Oral
Pyrimethamine plus 50 mg per minggu
Leucovorin 25 mg per minggu

*Pentamidine 300 mg per bulan Aerosol

*Otavaquone 1500 mg per hari Oral Berikan dengan


makanan
berlemak untuk
meningkatkan
absorbsi
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS KOINFEKSI
MYCOBACTERIUM AVIUM COMPLEX (MAC)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Mycobacterium avium Complex (MAC) termasuk mycobacterium non
tuberculosis yang banyak menyerang manusia pada keadaan immunocompromice
antara lain pada pasien HIV & AIDS. Merupakan penyebab utama infeksi sistemik
pada pasien dengan CD4 < 50 sel/mm3
TUJUAN  Mengidentifikasi adanya infeksi MAC pada penderita HIV & AIDS
 Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan ko-infeksi
Mycobacterium avium complex (MAC) sehingga menurunkan angka
mortalitas.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH 1. MAC termasuk Mycobacterium non Tuberkulosis yang banyak menyerang
manusia pada keadaan Immuno Compromise, seperti pada pasien HIV &
AIDS
2. Infeksi MAC cenderung timbul pada akhi perjalanan penyakit HIV sering pada
stadium AIDS, namun dapat pula terjadi pada stadium awal
3. Faktor resiko penyakit infeksi MAC adalah infeksi HIV & AIDS dengan CD4
kurang dari 50 sel/mm3 atau HIV RNA lebih dari 100.000 kopi/mm3
4. Transmisi MAC kedalaman tubuh manusia dapatl melalui cara perinhalasi
maupun ingesti. Selanjutnya dapat menyebar ke darah, sum-sum tulang, liver,
limpa, kelenjar limphe, mata, kulit, jantung, dan paru.

PROSEDUR 1. Mengidentifikasi ifeksi MAC pada pasien HIV & AIDS


 Mengidentifikasi mikroorganisme penyebab :
Mycobacterium Avium Complex (MAC)
 Gejala dan Tanda awal
Dapat dibagi menjadi:
1. Gejala Pulmoner
a. Batuk kering persisten, jarang disertai dengan produksi Sputum
b. Sesak napas
2. Gejala Sistemik
a. Demam
b. Penurunan Berat Badan
c. Kelelahan
d. Keringat Malam
e. Diare
f. Nyeri Abdominal, yang berkaitan dengan gejala enterkolitis dan
mal absorbsi kronis
g. Lymphadenopati
h. Hepatosplenomegali, dan pembesaran kelenjar lymphe intra
abdiminal
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS KOINFEKSI
MYCOBACTERIUM AVIUM COMPLEX (MAC)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
Gejala infeksi yang terlokalisir pada beberapa organ terkait
misalnya : osteomyelitis, pancreatitis maupun
meningoencephalitis.

 Radiologi
1. Gambaran radiologi mirip dengan infeksi tuberkulosis yang mengalami
reaktifasi TBC dengan kavitas
2. Infiltrat terutama pada lobus atas, dan dapat tersebar keseluruh
lapangan paru
3. 5-10% gambaran radiologis normal

 Laboratorium dan penunjang diagnostik lainnya


1. Diagnostik ditegakkan dengan adanya kuman MAC pada kultur darah,
feces serta cairan tubuh lainnya
2. Bila gagal bisa dilakukan biosi sum-sum tulang dan hati
3. Basil tahan asam yang ditemukan bersifat non fotomogen

 Tatalaksana dan pengobatan


1. Lama pemberian terapi pada pasien HIV & AIDS belum ada
kesepakatan, namun dianjurkan penghentian terapi setalah 12 bulan
jika tidak ditemukan gejala dan tanda infeksi MAC, disertai
peningkatan CD4 > 100 sel/mm3 yang menetap leebih dari 6 bulan
dengan pemberian ART
2. Regimen terapi pada infeksi MAC

Tearpi PIlihan Untuk Kuman Resisten Makrolid


Klaritomisin 2 x 500 mg + Etambutol Mosikfloksasin 1 x 400 mg, atau
15 mg/kgBB, atau Azitromisin 1 x 600 Levoflaksasin 1 x 500 – 750 mg +
mg + Etambutol 15mg/kgBB etambutol 15 mg/kgBB + Rifambutin
1 x 300 mg ± Amikasin iv 10-15
mg/kgBB
Terapi Profilaksis
 Terapi Profilaksis primer sebaiknya diberikan pada PASIEN AIDS dengan
resiko tinggi infeksi MAC, yaitu CD3 < 50 sel/mm3, namun harus
dibuktikan tidak terdapat infeksi MAC. Terapi profilaksis bisa dihentikan
jika CD4 > 100 sel/mm3 yang menetap selama > 3 bulan
 Regimen terapi profilaksis infeksi Mycobacterium Avium Complex
Profilaksis Pilihan Profilaksisi Alternatif
Klaritomisin 2 x 500 mg, atau Rifambutin 1 x 300 mg, atau
Azitrimisin 1200 mg/minggu Azitromisin 1 x 500-600 mg
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DENGAN
KELAINAN NEUROLOGIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Dengan semakin meningkatnya jumlah pasien HIV, maka komplikasi neurologis
yang timbul pada pasien HIV juga akan makin meningkat. Diperkirakan dari
sekitar 30-70 persen pasien HIV akan mendapatkan komplikasi neurologis.
Mengingat makin meningkatnya jumlah pasien, maka tentunya perlu dibuat suatu
pedoman penanganan pasien HIV & AIDS di RSUD Tarakan.

TUJUAN Memberikan pedoman tatalaksana terapi untuk komplikasi dan kelainan neurologis
pada pasien HIV & AIDS

KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan


URAIAN ILMIAH BATASAN
Komplikasi neurologis HIV pada sistem saraf adalah gejala neurologis yang timbul
pada pasien HIV & AIDS, yang meliputi kelainan baik pada sistem saraf pusat,
maupun pada sistem saraf tepi.

PROSEDUR  PELAKSANAAN PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS


Pelaksanaan adalah peserta PPDS I dengan supervisor / penanggung jawab
oleh supervisor konsul/supervisor saraf tepi.

 PRINSIP-PRINSIP DIAGNOSIS GEJALA NEUROLOGIS PADA


PASIEN HIV & AIDS
 Diagnosis terutama didasarkan anamnesis kllinis tentang deskripsi
bagaimana gejala neurologis itu terjadi disertai pemeriksaan klinis
 Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan :
a. Pungsi Lumbal
b. Kultur Cairan Serebro Spinalis
c. Elekroensefalograti
d. EMG/NCV (Elektromiografi/Nerve Conduction Velocity)
e. CT Scan kepala/MRI Kepala
 Peran Pungsi Lumbal sebagai berikut:
a. Memastikan diagnosis adanya infeksi intrakranial
b. Membentu menentukan jenis infeksi
c. Melakukan kultur cairan serebro spinalis apabila memungkinkan
 Peran Kultur Cairan Serebro Spinalis :
a. Menentukan jenis infeksi
b. Menentukan sensitifitas antibiotika
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DENGAN
KELAINAN NEUROLOGIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
 Peran Elektroensefalografi :
a. Menambah bobot pada diagnosa klinis (EEG tidak membuktikan atau
membuktikan deagnosa epilepsi)
b. Membantu menentukan klasifikasi epilepsi
c. Memperlihatkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak
 Peran EMG/NCV adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui apakah kelainan pada susunan saraf tepi atau susunan saraf
pusat
b. Diagnosis banding oada oenyakit saraf tepi, disfungsi transmisi
neuromuskuler, atau penyakit otot.
c. Menentukan apakah letak lesi pada saraf tepu, akar saraf, pleksus, atau
motor neuron
d. Memastikan penyebab dari disfusi saraf yang timbul, apakah
merupakan gengguan aksonal, demyelinating atau keduanya.

UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN MENINGITIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/7
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Dengan meningkatnya jumlah kasus HIV & AIDS, maka jumlan infeksi
oportunistik juga akan meningkat. Salah satu bentuk infeksi oportunistik ini pada
sistem saraf pusat berupa meningitis, yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur,
atau karena sebab lain.

TUJUAN Memberikan peroman tatalaksana terapi untuk meningitis pada pasien HIV &
AIDS
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH Meningitis merupakan suatu proses peradangan yang mengenai jaringan selaput
otak (mengingat). Penyebab infeksidi sini adalah bakteri, virus, jamur atau pun
agen lain.
Mengingat begitu banyak penyebab yang mungkin terjadi maka penanganan
ditunjukan pada tatalaksana secara umum dan tatalaksana secara khusus sesuai
dengan penyebab yang ditemukkan.

PROSEDUR Penanganan Pasien Meningitis

PENANGANAN PASIEN MENINGITIS BAKTERIAL

1. Pelaksanaan penanganan pasien


Pelaksanaan peserta PPDS I dengan supervisor/penanggung jawab oleh
supervisor konsul/supervisor seksi infeksi

2. Prinsip-prinsip diagnosis gejala meningitis bakterial


Diagnosis terutama didasarkan anamnesis klinis tentang deskripsi bagaimana
gejala neurologis itu terjadi disertai pemeriksaan klinis.
Gejala klinis yang tampak berupa kondisi berikut
1. Sering kali gejala awal hanya berupa nyeri telan atau gejala seperti
penyakit influenza.
2. Panas, mengigil
3. Nyeri kepala
4. Kaku kuduk
5. Mual, muntah
6. Badan terasa lemah
7. Gelisah
8. Defisit neurologis fokal
9. Kejang
10. Kesadaran menurun sampai kome
PENANGANAN PASIEN MENINGITIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/7
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan :
a. Darah
b. Pungsi Lumbal
1. Tekanan : meningkat
2. Hitung sel didapatkan lebih dari 1000 sel/mm3, terutama polimorfonukler
3. Kadar glukosa liquor serebro spinalis menurun
4. Kadar protein meningkat lebih dari 150 mg/dL dan dapat sampai lebih
dari 1.000 mg/dL
c. Kultur cairan serebro spinalis
d. Kultur darah dan tes sensitivitas
e. CT Scan kepala/MRI Kepala

3. Terapi meningitis secara umum


 Observasi dan monitoring tanda vital
 Tirah baring total
 Monitoring saluran pencernaan dan saluran kemih
 Bolak-balik pasien untuk mencegah terjadinya dekubitus

4. Tatalaksana khusus
 Tatalaksana khusus diberikan sesuai dengan penyebab dari meningitis yang
terjadi
Terapi meningitis bakterial pada pasien HIV.
 Antibiotika sesuai terapi empiris, apabila hasil kultur sudah diketahui,
antibiotika diubah sesuai hasil tersebut
 Sebagai pilihan pertama untuk penggunaan obat-obatan ini adalah :
- Ceftrizoxime/Ceftriaxone/Ceftazidime + Vancomycin atau
- Chloramphenicol + Trimethoprim/sulftamethoxazole.

Bila prevalesi S.pneumonia resistent cephalosporin > 2% diberikan :


- Ceftriaxone/Ceftizoxime/Ceftazidime + Vancomycin atau
- Chloramphenicol/Clindamycin/Meropenem.
 Vancomycin harus ditambahkan bila meningitis pneumokokus
resisten terhadap peniccilin atau cephalosporin
 Preparat lain yang dapat digunakan antara lain :
1. Cofotaxim
2. Cefoperazone + Sulbactam
3. Gentamycin
4. Trimethoprim Sulfamethoxazole
5. Meropenem
Terapi diberikan sampai tampak adanya perbaikan atau minimal dalam
waktu 14 hari
 Vitamin neuritrioik
PENANGANAN PASIEN MENINGITIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/7
Tabel 1. Dosis antibiotik untuk terapi meningitis bakterial
Dosis total sehari
Antibiotik Interval pemberian
untuk dewasa
Penisilin, Kristal G 24 juta U/hari 2-4 jam
Aspisilin 12-18 g/hari 4 jam
Seforaksim 8-12 g/hari 4 jam
Seftisoksim 4-8 g/hari 12 jam
Seftazadin 4-8 g/hari 6 jam
Seftriaxon 4 g/hari 12 jam
Klirampenikol 4 g/hari 8 jam
Amikasin, Kanamisin 1 g/hari 8 jam
Genramisin 1 g/hari 8-12 jam
Trimeroprim Sulfametaksasol 200 mg/hari 8 jam
10 mg/kg/hari
(trimerhoprim)
Metronidazol 1-2 g/hari 12 jam
Sulbinisilin 12 g/hari 4 jam
Kloxacilin 12 g/hari 4 jam
Siprofloxacin 1,5 g/hari 12 jam
Pefloxasin & ofloxasin 800 mg/hari 12 jam
Vancomisin 3 g/hari 6 jam
Oxacellin 9-12 g/hari 4 jam

meropinem 2 g/hari 6 jam

Pencegahan
- Diberikan apabila Cd4 kurang dari 200/mm3 atau pada pasien dengan
Stadium II,III, atau IV berdasarkan kriteria WHO
- Preparat yang digunakan adalah Cotrimoxazole (trimethoprim [TMP] 160
mg, sulfamethoxazole [AMX] 80 mg) sekali sehari

PENANGANAN PASIEN MENINGITIS TUBERKULOSA


1. Pelaksanaan penanganan pasien
Pelaksanaan adalah peserta PPDS I dengan supervisor/penanggung jawab
pleh sipervisor konsul/seksi infeksi

2. Prinsip-prinsip diagnosis gejala meningitis tuberkulosa


Diagnosis terutama didasarkan pada anamnesis klinis tentang deskripsi
bagaimana gejala neurplogis itu terjadi disertai pemeriksaan klinis
 Onset lebih lambat daripada meningitis bakterial
 Terdapat fokus di tempat lain
 Rangsang meningen, kaku kuduk
 Kelainan saraf kranial, terutama saaraf ke –VI
 Nyeri kepala
 Difisit neurologis foka
PENANGANAN PASIEN MENINGITIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 4/7
 Badan terasa lemah
 Gelisah
 Kejang
 Kesadaran menurun sampai koma

Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan :


1. Darah
2. X-foto Thorax
3. Pungsi Lumbal
a. Tekanan : normal atau sedikir meningkat
b. Hitung sel sedikir meningkat berkisar antara 50-400/mm3,
terutama mononuklear
c. Kadar glukosa sedikit menurun
d. Kadar protein meningkat banyak, sering kali lebig dari 1.000
mg/dL
e. Terdapat terdapat pilkel
4. Kultur cairan serebro spinalis
5. Kultur darah dan tes sensitivitas
6. CT Scan Kepala/MRI Kepala

3. Terapi meningitis tuberkulosa secara umum


 Observasi dan monitoring tanda vital
 Tirah baring total
 Monitor saluran pencernaan dan saluran kemih
 Bolak-balik posisi pasien untuk mencegah terjadinya dekubitus
4. Tatalaksana khusus meningitis tuberkulosis
1. Dipergunakan quadruple drug
 INH
 Rifampicin
 Pyrazinamid
 Streptomycin sukfate imtramuskuler.
2. Apabila terdapat kelainan hepar, maka preparat yang digunakan adalah
a. INH
b. Ethambutol
c. Streptomycin
PENANGANAN PASIEN MENINGITIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 5/7
Tabel 2. Terapi farmakologis untuk meningitis tuberkulosa.
Dosis Interval
Obat Dosis ESO
Maksimal Pemberian
INH Dewasa: Dewasa : 24 jam Hepatotoksik
5-10 400 mg/hari Neuropati
mg/kg/hari perifer
per os Reaksi
hematogen
Alergi

Rifampisin Dewasa : 600 mg/hari 24 jam Hepatotoksik


15-20
mg/kg/hari
p.o

Pyrazinamide Dewasa : 2 gr/hari p.o 6-8 jam Hepatotoksis


30-35 mg/kg/ Hiperurisemia
hari p.o

Streptomisin- Dewasa : 1 gr/hari i.m 12-24 jam Alergi


sulfat 15 mg/kg/ Gangguan
hari i.m vestibuler

ethambutol Dewasa :
15 mg/kgBB/ hari

PENANGANAN PASIEN MENINGITIS KRIPTOKOKUS


1. Pelaksanaan penanganan pasien
Pelaksanaan adalah peserta PPDS I dengan supervisor/penanggung jawab oleh
supervisor konsul/supervisor selso infeksi

2. Prinsif – prinsif diagnosis gejala meningitis kriptokokus


Diagnosis terutama didasarkan anamnesis klinis tentang deskripsi bagaimana
gejala neurologis itu terjadi disertai pemeriksaan klinis.
Gejala klinis yang tampak berupa :
1. Pada mulanya tidak spesifik,
2. Gejala awal ini dapat berlangsung lebih dari 1 bulan
3. Nyeri kepala berylang eksaserbasi akut yang berkembang terus hingga
menjadi nyri kepala yang mentap.
4. Panas
5. Badan terasa lemah dan nyeri pada seluruh tubuh
6. Kaku kuduk
7. Mual, muntah
8. Perubahan perilaku
9. Didapatan gejala ekstrakranial yang lain, seperti :
 Lesi di kulit
 Pneumonitis
PENANGANAN PASIEN MENINGITIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 6/7
 Effusi pleura
 Retinitis

Pemeriksaan penunjang :
1. Pungsi Lumbal
 Tekanan LP meningkat
 Menggunakan pengecatan dengan tinta India
 Pemeriksaan antigen kriptokokus dari cairan serebro spinalis
 Kadar protein meningkat berkaisar 50-150 mg/dL
 Didapatkan pleiositosis mononukler (5-100 mg/dL)
 Kultur darah : 50-70% positif
 Antigen kriptokokus dari serum : > 95% positif.

3. Tatalaksana khusus meningitis kriptokokus


Pilihan utama terapi :
1. Awal (Fase induksi):
o Amphotericin B 0,7 mg/kg/hari (iv) + flucytosine 100
mg/kg/hari per oral selama 14 hari, dilanjutkan dengan
2. Lanjutan (Fase konsolidasi):
o Fluconazole 400 mg/hari selama 8-10 minggu (atau sampai
pemeriksaan LCS steril), yang kemudian dilanjutkan dengan
3. Fase perawatan (suppresive)
o Fluconazole 200 mg/hari seterusnya

Pilihan alternatif
1. Amphotericin B 0,7 mg/kg/hari iv + flucytosine 100 mg/kg/hari
p.o selama 14 hari dilanjutkan dengan itraconazole 2 x 200 mg/hari
selama 8 minggu.
2. Amphotericin B 0,7 mg/kg/hari i.v tanpa p.o. selama 14 hari
dilanjutkan dengan fluconazole 400 mg/hari selama 8-10 minggu.
3. Fluconazole 400-800 mg/hari p.o. + flucytosine 100 mg/kg/hari
p.o. selama 6-10 minggu
4. Fluconazole 400 mg/hari p.o. selama 8 minggu, dilanjutkan dengan
200 mg sekali sehari
5. Itraconazole 3 x 200 mg p.o/hari selama 3 hari, dilanjutkan dengan
2 x 200 mg p.o. selama 8 minggu, setelah pemberian amphotericin
pada terapi awal.

Monitoring pengobatan
1. Monitoring dan evaluasi fungsi gejala pada pemberian
amphotericin dan fluconazole, awasi terjadinya dehidrasi pada
pengobatan dengan amphotericin i.v.
2. Ulangan pungsi lumbal dilakukan bila terdapat kegagalan terapi
atau apabila didapatkan gejala baru setelah dilakukan pengobatan
selama 2 minggu
PENANGANAN PASIEN MENINGITIS

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 7/7
3. Pemberian pengobatan pada fese perawatan (suppresive) dapat
dihentikan apabila kadar CD4 didapatkan > 100-200 mm3 selama
> 6 bulan dan pasien telah menyelesaikan terapiawal dan gejala
sudah tidak tampak lagi.

UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN TOKSOPLASMA
SEREBRAL

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Salah satu bentuk infeksi oportunistik pada system saraf pusat pada pasien adalah
toksoplasma serebral

TUJUAN Memberikan peroman tatalaksana terapi untuk toksoplasma serebral pada pasien
HIV & AIDS
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH - Toksoplasma serebral merupakan salah satu komplikasi neurologis yang sering
didapatkan.
- Apabila pasien toksoplasma serebral ini tidak mendapatkan terapi rumatan
(maintenance therapy), maka toksoplasma serebral ini biasanya akan kambuh
kembali.

PROSEDUR 1. Pelaksanaan penanganan penderita


Pelaksananaan adalah peserta PPDS I dengan supervisor/penanggung jawab
oleh supervisor konsul/seksi infeksi.

2. Prinsip – prinsip diagnose


1. Etiolofi : Toksoplasma gondii
2. Gejala dan tanda klinis
3. Nyeri kepala
4. Panas
5. Kebingungan
6. Kejang
7. Gejala neuro – psikiatri
8. Deficit neurologis fokal
9. Kesadaran menurun
10. Pemeriksaan laboratorium
o Pemeriksaam titer IgG
o Kadar CD4 biasanya di bawah 200 sel/mm3
11. Radiologi
o CT Scan atau MRI Kepala
- Gambaran lesi spherical dengan kontras enhancement pada basal
ganglia/korteks disertai dengan nudema disekitarnya, serta
memberikan efek massa.

3. Tatalaksana terapi
Terapi fase akut :
1. Pilihan pertama :
a. Pirimetamin 200 mg hari pertama, selanjutnya 50-75 mg/hari ditambah
dengan
PENANGANAN PASIEN TOKSOPLASMA
SEREBRAL

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
b. Sulfadisin 4-6 gr/hari ditambah juga dengan
c. Leukoferin 10-20 mg/hari
2. Pilihan kedua :
a. Pirimetamin 200 mg hari pertama, selanjutnya 20-75 mg/hari ditambah
dengan
b. Klindamisin oral atau IV 4x600 mg/hari ditambah juga dengan
c. Leukoferin 10-20 mg/hari
3. Pilihan ketiga :
a. Pirimetamin dan leucoverin dengan dosis yang sama ditambah dengan
salah satu obat dibawah ini :
- Atofakuon per oral 2x1500 mg
- Asitromisin 1 x 900-1200 mg
- Klaritomisin per oral 2x500 mg
- Dapson 1x100 mg
- Minoksoklin 2x150-200 g

Terapi rumatan
1. Pilihan pertama :
a. Pirimeamin 25-50 mg/hari
b. Sulfadiasin 2 gr/hari
c. Leukoferin 10-20 mg/hari
2. Pilihan kedua :
a. Pirimetamin 25-50 mg/hari
b. Klindamisin per oral 4x300-45 mg/hari
c. Leukoferin 10-20 mg/hari
3. Pilihan ketiga :
a. Pirimetamin 25-50 mg/hari
b. Atofakuon per oral 2x1500 mg/hari
c. Leukoferin 10-20 mg/hari
4. Apabila tidak diberikan terapi rumatan, maka angka kekambuhan berkisaar
10-70% /tahun.
5. Pada pasien yang mendapat HAART, erapi rumatan ini dapat dihentikan
apabila kadar CD4 > 200 sel/mm3
a. Selama 3 bulan pada profilaksis primer
b. Selama 6 bulan pada profilaksis sekunder
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN AIDS DEMENTIA
COMPLEX (ADC) DAN HIV ASSOCIATED
DEMETIA (HAD)
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/4
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Dengan makin meningkatnya jumlah pasien HIV, maka pasien AIDS dementia
complex (ADC) dan HIV associated Dementia (HAD) juga makin meningkat.

TUJUAN Memberikan pedoman tatalaksana pasian AIDS dementia complex (ADC) dan HIV
associated Dementia (HAD) yang tepat sebagai upaya meningkatkan mutu
pelayanan, pendidikan dan penelitian sesuai fungsi RSUD Tarakan sebagai rumah
sakit rujukan kelas A dan rumah sakit pendidikan.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH - ADC merupakan komplikasi yang sering terjadi pada stadium lanjut (CD4 200
sel/mm3)
- Insiden ADC meningkat 3 kali pada Cd4 < 200 mm3
- Pada 10% px kasus HIV & AIDS, AIDS merupakan gejala yang timbul
pertama kali
- Gejala klinis berupa trias berikut.
1. Gangguan kognitif bervariasi dari amnesia ringan/local sampai
glonal/berat. Gambaran gangguan kognitif ini perlu dibedakan dengan
penyebab lain dementia subkortikal
2. Gangguan motorik
3. Perubahan perilaku
- Gajala motorik dapat menyerupai penyakit Parkinson
- Fluktuasi gejala klinis sering kali sulit diramalkan
- Kematian sering kali disebabkan karena terjadinya pneumonia aspirasi dan
atau karena infeksi oportunistik
PROSEDUR 1. Pelaksanaan penanganan pasien
Pelaksanaan dikonsul : adalah peserta PPDS I dengan supervisor/penanggung
jawab oleh supervisor konsul/seksi infeksi.
- Pasien HIV dengan keluhan kognitif:
o Mudah lupa dan atau
o Perubahan prilaku
- Pasien HIV dengan keluhan kognitif dilakukan pemeriksaan MMSE
(minimetal scor evaluatin)
o Nilai MMSE 30-27 : Normal
o Nilai MMSE 27-24 : Evaluasi ulang 6 bulan
o Nilai MMSE < 24 : Probable gangguan kognitif
 Apabila hasil MMSE < 24, pasien dirujuk ke klinik neuro
berhaviour dengan persetujuan supervisor konsul

Pelaksana di poli Neurobehaviour : adalah peserta PPDS I yang bertugas di


poli neurobeehaviour dengan supervisor / penanggung jawab oleh
supervisor poli neurobhaviour. Di disini dilakukan pemeriksaan:
PENANGANAN PASIEN AIDS DEMENTIA
COMPLEX (ADC) DAN HIV ASSOCIATED
DEMETIA (HAD)
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/4
a. CERAD.
b. Strub and Black
c. Instrument neurropsikologi yang lain sesuai kebutuhan klinis

2. Prinsip – prinsip diagnosis ADC & HAD


Gejala yang tampak adalah sebagai berikut :
- Tidak didapatkan panas
- Trias gangguan kognitif, perilaku dan motorik.

1. Gangguan kognitif berupa


a. Forgetfulness
b. Sulit sampai tidak dapat melakukan konsentrasi
c. Perlambatan fungsi mental (mental slowing down)
d. Penurunan kemampuan aktifitas mental
2. Gangguan perilaku (behavioural symptoms)
a. Apatis
b. Perlambatan respom emsoisonal
c. Penarikan diri dari lingkungannya
d. Depresi, gelisah dan ketidak stabilan emosi
3. Gangguan motorik
a. Gangguan sampai hilangnya keseimbangan dan fungsi koordinasi
b. Kelemahan pada kedua tungkai bawah
c. Paraplegia
4. Pada stadium lanjut
a. Deteriorasi bicara, yang dapat berkembang menjadi mutism
b. Tidur di tempat tidur terus (bedridden)
c. Inkontinentia urine dan alvi
d. Kejang
e. Tremor, klonus, terapat tenda gejala lobus frontalis
f. Kesadaran pada umumnya baik, dengan terkadang lebih banyak waktu
tidurnya.

Pemeriksaan
- Evaluasi status mental pasien
1. Bergantung kepada respon yang didapat, maka lanjutkan dengan
pemeriksaan neuropsikologis yang lain, dan apabila didapatkan keluhan
kognitifm seperti :
2. Mudah lupa dan atau
3. Perubahan perilaku
- Maka dilanjutkan dengan pemeriksaan MMSE:
1. Nilai MMSE 30-27 : Normal
2. Nilai MMSE 27-24 : Evaluasi ulang 6 bulan
3. Nilain MMSE < 24 : Probable gannguan kognitif
PENANGANAN PASIEN AIDS DEMENTIA
COMPLEX (ADC) DAN HIV ASSOCIATED
DEMETIA (HAD)
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/4
- Apabila hasil MMSE < 24, pasein dirujuk ke klinik neuro behavior dengan
persetujuan supervisor konsul
- Pelaksana di polli Neurobehaviour
Adalah peserta PPDS I yang bertugas di poli neurobehaviour dengan
supervisor / penanggung jawab oleh supervisor poli neuribehaviour. Disini
dilakukan pemeriksaan
a. CERAD
b. Strub and Black
c. Instrument neuripsikologis yang lain sesuai kebutuhan klinis

Pemeriksaan Penunjang
- Diagnosis terutama didasarkan atas gejala klinis
- Pungsi Lumbal
- CT Scan /MRI

Pemeriksaan berdasarkan :
- Gejala klinis
- Pungsi lumbal :
a. Tigapuluh sampai lima pulun persen pasien masih dalam batas normal
b. Protein : meningkat pada 60% pasien.
c. Leukosit : meningkat ( terutama mononuclear) pada 5-10 % pasien
d. Beta -2 mikroglobulin L eningkat (> 3 mg/L)
- Tes neuropsikologi L memberikan gambaran adalah dementia subkortikal
- CT Scan/MRI
a. Gambaran hyperintense yang difus pada substansi putih yang dalam
b. Lokasi bervariasi
c. Tidak ada gambaran enhancement
d. Arofi serebri : prominen
e. Tidak ada gambaran efek massa
- Tes beuripsikologi : memberikan gambaran adalah dementia subkortikal

4. Tatalaksana terapi ADC & HAD


- Antiretroviral yang dapat menembus sawar darah otak
1. AZT, d4T, ABC, nevirapine
2. Penggunaan AZT telah terbukti bermanfaat pada kasus sedang sampai
berat
3. Pemberian AZT ini sebaiknya diberikan secapat mungkin setelah
diagnosis ditegakkan
4. Lakukan monitoring terapi dengan melakukan evaluasi tes neurokognitif

- Obat sedative yang digunakan apabila pasien mengalami agitasi dan


aggression
1. Mulailah dengan dosisi keci;
2. Hindari terjadinya sedasi yang berlebih
3. Cegah keinginan untuk melukai dirinya sendiri
4. Berikan nutrisi yang memadai
PENANGANAN PASIEN AIDS DEMENTIA
COMPLEX (ADC) DAN HIV ASSOCIATED
DEMETIA (HAD)
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 4/4
- Support untuk perawat/pengasuh (caregiver)
1. Berikan waktu giliran yang tercantum bagi perawat/pengasuh
2. Berikan konseling.

UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN DENGAN INFEKSI
SITOMEGALO VIRUS (CMV)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Salah satu bentuk infeksi oportunistik pada sistem saraf pusat dapat disebabkan
oleh sitomegalo virus.

TUJUAN Memberikan pedoman tata laksana terapi untuk infeksi sitomegalo virus (CMV)
pada pasien HIV dan AIDS
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH - Kelainan pada sistem saraf merupakan manifestasi tersering kedua setelah
retinitis. Manifestasi yang terjadi pada sistem saraf dapat mengenai pada otak,
medulla spinalis dan saraf tepi.
- Mengingat komplikasi pada mata merupakan komplikasi yang tersering, maka
perlu dilakukan evaluasi funduskopi secara rutin apabila CD4 < 100 sel/uL
- Diagnosis infeksi CMV pada sistem saraf pusat tidak mudah dibuat
- IgG dan IgM CMV tidak spesifik
- Imaging dan LCS tidak spesifik
- Adanya gambaaran ventikulitis merupakan gambaran yang khas pada penyakit
ini.

PROSEDUR 1. Pelaksanaan penanganan pasien


Pelaksanaan adalah peserta PPDS I dengan supervisor/penanggung jawab oleh
supervisor konsul/seksi infeksi.

2. Prinsip – prinsip diagnosis infeksi CMV


- Gejala sering kali timbul apabila kadar CD4 < 500 mm3
- Jarang, akan tetapi merupakan penyakit yang sangat fatal pada kondisi
yang jelek
- Apabila tidak dilakukan penanganan dengan baik dapat mengakibatkan
terjadinya penurunan kemampuan penglihatan sampai menyebabkan
kebutaan.
- Biya pengobatan sangat mahal dan sering kali tidak tersedia
- Perlu penanganan khusus.

3. Penatalaksanaan
- Etiologi : Virus sitomegalo
- Gejala dan tanda klinis
1. Sering kali asitomatis
2. Defek lapang pandang, atau berkurangnya ketajaman penglihatan
(diminished acuity)
3. Retinitis
a. Adanya infiltrat di retina yang berwarna putih kekuningan
b. Perdarahan intra retina
PENANGANAN PASIEN DENGAN INFEKSI
SITOMEGALO VIRUS (CMV)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
4. Adanya penebalan berwarna putih (apacification) di retina. Retinal
detachment, apabila penyakir bertambah parah.
5. Gejala neurologis, berupa gambaran ensefalitis, dapat pula berupa
poliradikulopati
6. Gejala yang lain :
a. Paru – paru : Pneumonia → 1%
b. Gastrointertinal : diare, kolitis, ulser esophagus pada 12-15%
pasien.
- Pemeriksaan
1. Konsul kebagian mata
2. Fundoskopi : lihat perubahan, seperti adanya infiltrat atau perdarahan
3. Endoskopi upper gastrointertinal apabila ada indikasi

4. Diagnosis
1. Retina :
a. Semua bagian dapat terganggu
b. Predileksi lesi didapatkan pada kutub posterior retina
c. Khas didapatkan gangguan dari pembuluh darah retina, di mana selalu
abnormal pada daerah yang mengalami retinitis.
2. Sering kali didapatkan lesi pada daerah Optic nerver head dan makula
3. Uveitis minimal atau tidak didapatkan
4. EMG demyelinisasi
5. Pungsi lumbal
a. Tidak khas
b. Sel dan protein biasanya meningkat
c. Antigen CMV pada cairan likuor serebro spinalis

5. Tata laksana dan terapi


Terapi pilihan
1. Lesi yang menyebabkan gangguan penglihatan:
Implan genciclovir intraokular (jika tersedia) diberikan setiap 6-8 bulan +
valganciclovir 2 x 900 mg per oral diberikan bersama makanan selama
14-12 hari, dilanjutkan 900 mg/hari
2. Pada lesi perifer : valgancyclovir 2 x 900 mg per oral diberikan bersama
makanan selama 14-12 hari, kemudian dilanjutkan dengan 900 mg/hari
3. Ekstraokuler : gancyclovir dan/atau forcarnet

Terapi Alternatif
1. Gancyclovir 2 x 5 mg/kg I,v. selama 14-12 hari, dilanjutkan dengan
valgancyclovir 4 x 900 mg po.
2. Foscarnet 3 x 60 mg/kg i.v. atau 2 x 90 mg/kg i.v. diberikan selama 14-12
hari, kemudian dilanjutkan 2 x 90-120 mg/kg i.v.
3. Gancyclovir 2 x 5 mg/kg i.v. selama 14-12 hari kemudian dilanjutkan 5
mg/kg/hari
4. Valgancyclovir 2 x 900 mg p.o. selama 21 hari, kemudian dilanjutkan 900
mg/hari.
PENANGANAN PASIEN DENGAN INFEKSI
SITOMEGALO VIRUS (CMV)

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
Terapi rumatan
1. Valgancyclovir 900 mg/hari p.o.
2. Implan gancyclovir intraokular setiap 6 bulan + gancyclovir oral
3. Foscarnet 90 – 120 mg/kg/hari i.v.
4. Cidofovir 5 mg/kg i.v. setiap 2 minggu sekali

Monitoring terapi
1. Pasien tanpaperbaikan sistem imun memerlukan terapi rumatan seumur
hidup untuk retinitisnya.
2. Bisa terjadi kekambuhan jika tidak ada perbaikan sistem imun
3. Berikan terapi yang sama seperti yang digunakan sebelumnya untuk
setiap kekambuhan, walaupun diduga telah terjadi kekebalan atau adanya
toksisitas.
4. Hentikan terapi rumatan apabila
a. Kadar CD4 lebih dari 100-150 mm3 selama ≥ 6 bulan
b. Tidak ada tanda atau gejala yang menunjukkan aktivitas penyakit.
c. Tersedianya pemeriksaan mata secara rutin
5. Berikan kembali terapi rumatan apabila kadar CD4 turun dibawah 50 –
100 sel/mm3.
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN PARIFER

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Salah satu bentuk komplikasi pada pasien HIV dapat berupa suatu neuropati perifer
baik yang tipe motorik, maupun sensori. Pentingnya penatalaksanaan yang baik
dan mengetahui penyebabnya diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan.

TUJUAN Memberikan pedoman tata laksana terapi untuk gejala dan tanda neuripati perifer
motorik dan nyeri sensorik pada pasien HIV dan AIDS.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH Penyebab terjadinya neuropati perifer motorik dan neuropati nyeri sensorik perifer
adalah :
1. Virus HIV sendiri, CMV, herpes zoster, mikobakterium
2. Infeksi yang terjadi karena penurunan respon imun yang progresif
3. Kondisi yang sering kali berhubungan dengan penyakit kronis
a. Nutrisi yan tidak mencukupi
b. Penggunaan banyak obat (multiple drug therapy), pemakaian ramuan
herbal, seperti :
 INH
 Metronidazole
 NRTIs (d4,ddI,ddC)
 Ramuan herbal
c. Gagal ginjal dengan urema
d. Gangguan elektrolit
e. Kanker

PROSEDUR 1. Pelaksanaan penanganan pasien


Pelaksanaan adalah peserta PPDS I dengan supervisor/penanggung jawab oleh
supervisor konsul / seksi infeksi

2. Prinsip – prinsip diagnosis neuropati perifer


Gejala dan tanda
Pada umunya yang sering tergantung adalah nyeri sensoris, sehingga gejala
yang timbul berupa gangguan senssoris.
1. Nyeri rasa tebal/mati rasa
a. Pada ibu jajri kaki dan telapak kaki
b. Pergelangan kaki, tulang kering, dan jari – jari dapat terganggu pada
stadium lanjut
c. Episode berulang (recurrent episodes of pins and needles) nyeri tusuk
dan nyri tekan pada anggota gerak atas dan bawah
2. Rasa terbakar yang hebat
a. Pada bagian distal ekstermitas inferior
PENANGANAN PASIEN PARIFER

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/3
b. Diperberat/provokasi oleh suhu yang ekstrem, raba atau kering
c. Terkadang timbul rasa nyeri dalam.
3. Nyeri dan sakit pada otot.
a. Mild/moderate tenderness, kelemahan
b. Biasanya pada paha dan bahu
c. Kelemahan dengan kesulitan bangun dari duduk dan mengangkat
tangan sampai keatas bahu
d. Kelemahan dan rasa pegal yang berkembang cepat pada kaki.
4. Lain – lain
a. Keringat yang banyak
b. Hipotensi postural
c. Dizziness

5. Stadium lanjut
a. Berkurangnya rasa sensoris dan vibrasi
b. Berkurangnya atau menurunnya refleks ankle dan lutut
c. Disfungsi autonom
d. Kontrol kencing dan berak yang jelek

Pemeriksaan
1. EMG
2. Tes ambang sensoris dan suhu
3. CPK
4. Lumbal pungsi
5. Kadar serum B12 dan TSH

3. Tatalaksana terapi neuropati perifer


1. Singkirkan penyebab lain, seperti
a. Obat – obatan yang bersifat neurotoksik
b. Alkohol
c. Kencing manis
d. Defisiensi vitamin B12
e. Tiroid
2. Hentikan penggunaan obat – obatan bersifat neurotoksik
3. Kontrol nyeri
a. Nyeri ringan sampai sedang’untuk nyeri sedang : codein
b. Ibuprofen 3 x 600-800 mg per oral
c. Gabapentin 3 x 300-1200 mg
d. Amitripriline 1 x 25-50 mg diberikan malam hari
e. Phenytoin 2 x 50-200 mg
f. Carbamazepin 3 x 100-200 mg. terutama diberikan untuk ‘shooting
pain’
g. Lidocaine salep 20-30%, untuk penggunaan topikal
h. Gejala yang berat
i. Methadone dosis sampai dengan 4 x 20 mg, atau
j. Morphine
PENANGANAN PASIEN PARIFER

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/3
k. Dapat dipertimbangkan pemberian bersama/kombinasi antara
antidepresan dan anti kejang
l. Hindari penggunaan sepatu yang ketatm kurangi akitivitas jalan
4. Fisioterpi
5. Berikan nutrisi dan vitamin yang adekuat
6. Berikan konseling yang memadai
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN LIMFOMA SISTEM
SARAF PUSAT

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/1
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Limfoma pada sistem saraf pusat yang merupakan suatu komplikasi pada pasoen
HIV dan AIDS yang sering terjadi setalah tokxoplasma pada sistem saraf pusat .
dengan adanya suatu penatalaksanaan yang baik diharapkan dapat menurunkan
angka kesakitan maupun angka kematian pasien.

TUJUAN Memberikan pedoman tata laksana terapi untuk pasien limfoma pada sistem saraf
pusat pada pasien HIV dan AIDS.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH - Merupakan komplikasi stadium akhir pada nyakit HIV, CD4 < 100
- Kelainan ini diperkirakan didapatkan pada sekitar 2% dari pasien AIDS
PROSEDUR 1. Pelaksanaan penanganan pasien
Pelaksanaan adalah peserta PPDS I dengan supervisor/penanggung jawab oleh
supervisor konsul / supervisor seksi infeksi

2. Prinsip – prinsip diagnosis Limfoma sistem saraf pusat


Gejala dan tanda
1. Gejala yang timbul bersifat subakkut
2. Defisit neurologis fokal
3. Adanya gambaran ensefalopati
4. Jarang didapatlam panas, hal ini yang membedakan dengan toksoplasma
5. Manifestasi limfoma pada sistemik seringkali tidak didapatkan

Pemeriksaan
1. Punsi lumbal, bila tidak didapatkan kontra-indikasi. Gambaran analisis
cairan lumbal:
a. Pleositosis
b. Protein : normal atau sedikit meningkat
c. Kadar glukosa : normal
d. PCR L Virus Epstein Barr
2. SPECT Thallium : Terdapat pengambilan thallium
3. MRI : Gambaran lesi massa yang meningkat (enhancing mass lesions)
4. Biopsi : diagnosa pasti

3. Tatalaksana terapi limfoma sistema saraf pusat


1. Methotrexate intravena, intrathecal, dan intraventrikuler
2. Radioterapi
3. HAART diberikan segera sesudah diagnosa ditegakkan
UNIT TERKAIT
PELAKSANAAN INFEKSI OPORTUNISTIK (OI)
HIV & AIDS PADA BAYI DAN ANAK

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/9
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu kumpulan gejala
akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV.
Infeksi oportunistik adalah infeksi yang timbul akibat penurunan kekebalan tubuh.
Infeksi ini dapat timbul akibat mikroba (bakteri, jamur, virus) yang berasal dari
luar tubuh maupun yang berasal dari dalam tubuh (endogenous infection).
Pengobatan infeksi oportunistik merupakan bagian dari manajemen ODHA yang
sangat penting untuk kelangsungan hidup anak (chlid suvival).

TUJUAN  Menuntun pelaksanaan tatacara diagnosis penderita OI bayi dan anak


 Menuntun pelaksanaan tatacara pengobatan OI (opportunistic infection)
KEBIJAKAN  Rawat Jalan HIV anak di RSUD Tarakan
 Rawat Inap RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH  Etiologi : masing – masing OI sangat berbeda, penentuan etiologi harus
didekati maksimal mungkin karena sangat penting dan merupakan faktor resiko
kesakitan dan kematian
 Patogenesis : sebagian besar penularan terjadi melalui mukosa. Patogenesis
tiap penyakit sangat tergantung pada jenis infeksi (eksogenous atau
endogenous) dan jenis penyebab infeksi
 Gejala klinis : manifestasi klinis infeksi OI sangat bervariasi. Sebagian besar
bayi tidak menunjukkan kelainan pada saat lahir, sebagian telah menunjukkan
gejala klinis sebagai hasil infeksi intra uterine. Gejala awal tidak khas, seperti
limfadenopatim hepatospleno-megali, atau tidak spesifik, seperti gagal tumbuh,
diare atau batuk berkepanjangan. Adanya gejala yang persisten menunjukkan
perbedaan dengan infeksi pada umumnya. Pada kasus tertentu pengobatan
diare, atau dengan kelainan neurologik.

Prosedur dan Tatacara diagnosis


1. Pada setiap OI diusahakan mencapai diagnosis definitif dengan pemeriksaan
etiologi kultur kuman, virus atau serologik.
2. Diagnosis presumpiteve hanya boleh dibuat berdasarkan adanya gejala klinik
yang khas.
3. Etiologi OI sangat tergantung pada tingkat supresi imunologik
 Pada kasus pendekatan sindrom (syndromic approach) diagnosis diarahkan
pada adanya OI yang tersering, misalnya :
 Pada anak dengan batuk dicari adanya PCP (pneumocystis jiroveci
pnemonia), pnemonia bakterial, TBC (tubervulosis) dan LIP
(lymphocytic interstital pnemonia)
 Pada anak dengan diare, diperiksa adanya dehidrasi, adanya darah dalam
tinja, diare kronik
PELAKSANAAN INFEKSI OPORTUNISTIK (OI)
HIV & AIDS PADA BAYI DAN ANAK

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/9
 Pada anak dengan demam berulang diperiksa adanya malaria, DHF,
meningitis atau tanda AIDS yang lanjut (advencer AIDS)
 Pada anak dengan kelainan neurologik periksa adanya HIV ensefalopati
atau adanya infeksi spesifik pada SSP.
PROSEDUR DAN Kandidiasi :
TATALAKSANA  Klinis adanya membran yang mudah dilepas, pada kandidiasis esofageal:
PENDERITA odynophagia, nyeri telan, atau nyeri retristernal. Pewarnaan sediaan KOH
OPORTUNISTIK PADA menunjukkan adanya budding sel ragi, pada kandidiasis esofageal: Uji telan
ANAK HIV
BERDASARKAN PADA
(braium swallow) menunjukkan gambaran cobblestone. Endoskopi : plak
GEJALA KLINIK DAN putih kecil hingga plak konfluen, dengan hiperemi dan ulserasi luas.
ETIOLOGI  Pengobatan dengan nistatin 400.000-600.000 unti 5 kali sehari selama 7-14
hari atau fluconazole oral 3-6 mg/kgBB sekali sehari selama 7 hari.
Kandidiasis esofageal : fluconazole oral 3-6 mg/kgBB sekali selama 7-14
hari.

MAC (Mycobacterium avium complex)


 Demam, keringat mala, berat badan turun, diare kronik dan nyeri abdomen
dengan netropenia, peningkatan LDH atau fosftase alkali.
 Diagnosis pasti dengan baikan, atau adanya makrofag dengan kuman tahan
asam di dalamnya.
 ARV disertai dengan 2 obat di bawah selama 12 bulan :
- Clarithromycin 7,5-12 mg/kg dua kali sehari ditambah
- Ethambutol 15-25 mg/kg sekali sehari
- Pada kasus yang berat ditambahkan amikasin atau ciproflaxasin.

PCP (Pneumocystis jiroveci pneumonia)


 Batuk kering, sulit bernapas yan progresif, sianosis, panas dan takipnu;
retraksi dada atau stridor (pneumonia berat atau sangat berat seperti dalam
IMCI).
 Umumnya mempunyai onset cepat terutama pada bayi kurang dari 6 bulan
PCP merupakan penyakit paling berat pada infeksi HIV anak. Anak dengan
sesak napas akut dan tidak pernah mendapat profilaksis primer, curigai
debagai PCP.
 Pada x ray : infiltrate parenkim dengan gambaran ground glass atau
reticulogranular, dengan kadar LDH yang tinggi pada BAL dengan cat Gram
dinding kista warna coklat hitam atau cat Wright trophozoit dan intrasistik
sporozoit biru pucat.
 Kontrimoksazol 15-20 mg/kgBB/hari TMP terbagi dalam 3-4 dosis selama 21
hari. Steroid mennurunkan kematian pada PCP berat. Pada kasus intoleransi
TMP-SMZ, berikan dapsone + trimethoprim atau primaquin + clindamycin.

TBC
1. Adanya riwayat kontak TB yang positif disertai dengan tanda dan gejala TB
(Gejala Nonsepsifik, seperti batuk kronis, demam, keringat malam, anoreksia,
berat badan turun. Pada anak besar : batuk produktif dan batuk darah) dengan
tes tuberculin positif, foto dada menunjukkan adannya pembesaran kelenjar
PELAKSANAAN INFEKSI OPORTUNISTIK (OI)
HIV & AIDS PADA BAYI DAN ANAK

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/9
2. parahiler. Tidak ada respon terhadap terapi antibiotic berspektrum luas
standar.
3. Skrining TB dengan tes tuberculin : Test tuberculin rutin untuk menemukan
dan mengobati infeksi laten TB pada anak dengan HIV. Semua anak pada
waktu diagnosis (pada anak besar).
 Tuberculin Tes +(> 5 mm) : eksklusi TB aktif dengan menggunakan
pedoman local/nasional. Berikan terapi INH (10-15 mg/kg, maksimum
300 mg)/hari selama 9 bulan (dengan piridoksin sesuai pedoman local)
 Indikasi lain :
a. INH harus diberikan pada semua anak < 3 tahun dengan kontak TB
aktif +
b. Profilaksis INH harus diberikkan pada semua anak dengan nkontak
TB aktif +
c. INH tidak diberikan pada anak yang sebelumnya telah mendapat INH
profilaksis, pernah di terapi TB, memiliki kontraindikasi pemberian
INH, atau diduga mengidap TB aktif
4. Case definition
 Dua atau lebih hapusan sputum positif untuk kuman tahan asam, atau
 Satu hapusan sputum positif disertai dengan gambaran foto dada sesuai
TB, atau
 Satu hapusan sputum positif dengan biakan positif sputum
 Kasus hapusan positif lebih sering pada remaja, sedang pada anak
hapusan sputum lebih sering negative sehingga perlu tambahan.
a. Tiga hapusan sputum negative
b. Gambaran foto paru yang sesuai dengan TB paru
c. Tidak ada respons terhadap antibiotika spectrum luas
d. Putusan klinisi untuk memberikan OAT panuh
5. Pengobatan dilakukan dengan OAT selama 6 bulan dengan menggunakan
rifampisin, dengan gabungan INH (10-15 mg/kgBB), rifampisin (10
mg/kgBB), Pyrazinemide (25 mg/kgBB), dengan tambahan bila perlu
ethambutol 20 mg/kgBB atau strepromisin 25 mg/kgBB.
6. Pengobatan dilakukan selama 6 bulan, 2 bulan intensif dan 4 atau 6 bulan
lanjutan dengan INH + rif atau INH _ ethambutol. Gabungan INH +
Rif+PZA+ Etham dengan atau tanpa sterptomisin digunakan pada gagal
terapi, relaps atau pengobatan yang terputus. Sedang pada kasus MDR TB,
pengobatan dilakukan secara individual tailoring.
7. Tatalaksana TB pada anak dengan HIV yang sedang atau akan mendapatkan
pengobatan ARV harus dilakukan lebih hati-hati dengan mempertimbangkan
interaksi antar obat yang mungkin terjadi.
 Pada penderita HIV anak dengan TB dan belum mendapat ART:
1. Penderita HIV Stadium : 4 : Mulai ART segera setelah terapi TB (2-8
minggu setelah mulai OAT). Rejimen ART yang dipakai:
- Umur < 3 tahun : Utama : 2 NRTI + ritonavir, alternative : 3
NRTI atau 2NRTI + NVP
- Umur > 3 tahun : Utama : 2 NRTI + EFV, Alternatif : -3 NRTI
PELAKSANAAN INFEKSI OPORTUNISTIK (OI)
HIV & AIDS PADA BAYI DAN ANAK

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 4/9
2. Penderita HIV stadium 3 : Bila tidak bias diperiksa CD4 : Mulai ART
segera setelah terapi TB (2-8 minggu setelah mulai OAT). Bila bias
diperiksa CD4: Mulai ART tergantung keadaan klinis dan CD4, serta
respons klinis dan imunologis terhadap terapi TB. Pada
Imunodefisiensi berat dan lanjut : Mulai ART segera setelah terapi TB
(2-8 minggu setelah mulai OAT).
Pada Imunodefisiensi ringan : setalah selesai OAT, monitor ketat
respons terhadap terapi. Bila tidak ada perbaikan, mulai ART. Bila
ART dapat ditunda sampai selesai terapi TB, dipakai ART lini
pertama 2NRTI + 1NNRTI.

 Pada penderita HIV anak dengan ART yang baru didiagnosis TB:
1. Anak dengan rejimen standar lini pertama (2NRTI + 1NNRTI)
didiagnosis TB.
TB dapat disebabkan karena 3 hal : TB karena infeksi primer (terjadi
setiap saat), TB sebagai bagian IRIS (dalam 3 bulan pertama ART),
atau TB sebagai tanda gagal terapi dari rejimen ART lini pertama
(terjadi setelah 24 minggu ART). OAT menggunakan rifampin segera
diberikan, dengan ART dilanjutkan, dinilai bilamana perlu merubah
rejimen ART dengan cara melihat respons OAT. Bila respons OAT
kurang bak, pertimbangkan merubah rejimen ART yang dipakai.
Rejimen ARV yang digunakan : Utama : lanjutkan rejiemn standar
lini pertama 2NRTI + 1NNRTI bila memakai EFV. Alternatif : bila
mungkin rubah menjadi 2 NRTI + ritonavir bila umur < 3 memakai
NVP. Pada kasus TB karena gagal terapi ART lini pertama, rubat
ART ke rejimen lini kedua.
2. Anak dengan rejimen standar lini ke dua (NRTI/NNRTI + boosted
PPI) yang didiagnosis TB:
TB dapat disebabkan karena 2 hal : TB karena infeksi primer (terjadi
setiap saat), atau TB sebagai tanda gagal terai dari rejimen ART lini
pertama (terjadi setelah 24 minggu ART). OAT menggunakan
rifampin segera diberikan, dengan dinilai bilamana perlu
merupabah/menghentikan rejimen ART dengan cara melihat resons
OAT.
Rejimen ARV yang digunakan : Pada TB primer, tetapi ARV
dilanjutkan dengan menaikkan dosis RTV hingga sama dengan dosis
LPV dalam mg. lakukan konsultasi ahli untuk pembuatan rejimen
khusus. Pada kasus TB karena gagal ART lini pertama, hentikan ART
hingga selesai OAT, lakukan konsultasi ahli untuk pembuatan
rejimen khusus.

HSV/HZV
1. Gejala HSV gingivostomatitis : panas, itirtabel, ulkus pada permukaan gusi,
perioral, mukosa oral yang nyeri. HSV ensefalitis : panas, kesadaran terganggu,
tingkah laku abnormal. Infeksi primer varisela : vesikel yang gatal,
menyeluruh. Herper zoster: vesikel berisi air, nyeri, distribusi menurut
PELAKSANAAN INFEKSI OPORTUNISTIK (OI)
HIV & AIDS PADA BAYI DAN ANAK

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 5/9
dermatom.
2. HSV gingivostomatitis dan HZV : diagnosis secara klinis, diagnosis HSV
encephalitis dengan HSV DNA pada CSF.
3. HSV ginggivostomatitis atau HSV encephalitis menggunakan acyclovir 10
mg/kgBB/dosis intravenous selama 14-21 hari, sedangkan infeksi verisela
primer digunakan acyclovir 10 mg/kgBB/sosis atau 500 mg/m2/dosis,
intravena, 3 x/hari slema 7 hari pada anak dengan imunosupresi sedang-berat.
Preparat oral hanya diberikan pada imunosupresi ringan namun pada herpes
zoster dosis dinaikkan menjadi 20 mg/kgBB 4 x sehari, per oral, selama 7 hari.

CMV
1. Sebagai besar anak akan tidak menunjukkan adanya gejala atau keluhan,
sebaiknya diperiksa adanya CMV retinitis. Bentuk CMV ekstraokuler: Krilitis
CMV, esofagitis CMV, pnemonitis CMV, hepatitis CMV.
2. Pengobatan diberikan dengan ganciclovir 5-7,5 mg/kgBB dua kali sehari
selama 21 hari.

Cryoptosporidiosis
1. Diare subakut atau kronik dengan tinja cair, nyeri oerut dan mual, muntah
2. Oocyst kecil terlihat di tinja dengan metode Kinyoun
3. Pengobatan dengan ARV palng baik, bisa ditambahkan nitazoxamid 2 x 100
mg per hari (umur 1-3 tahun), 2 x 200 mg/hari (umur 4-11)

Criptococcosis
1. Muncul sebagai meningoensefalitis atau infeksi tersebar (disseminated) yang
menimbulkan papul seperti pada molluscum
2. Pemeriksaan CSF menunjukkan tekanan intrakranial meningkat, proteinCSF
meningkat, pleositosis mononuclear Penawaraan tinta India caoran likuor CSF
atau pewarna Wright dan kerokan kulit akan menunjukkan budding yeast.
3. Terapi induksi : Amphotericin B (0,7-1,5 mg/kg/hari) dan flucytosine (25
mg/kg/dosis, 4 x/hari) selama 2 minggu. Terapi Konsolidasi: Fluconazole 5-6
mg/kg/dosis, 2 x/hari selama 8 minggu. Tetapi rumatan : Fluconazole 3-6
mg/kg/hari.

PROSEDUR DAN Sindroma Batuk :


TATALAKSANA 1. Anak dengan dyspnea berat atau distress, buat foto dada, berikan oksigen PCP
PENDERITA INFEKSI sangat gawat pada anak dengan HIV. Kontrikosteroid boleh diberikan, bila tak
OPORTUNISTIK PADA tahan CTX bisa diganti dengan dapsone + trimethoprim atau primakuin +
ANAK BERDASARKAN
Klindamisin.
PADA PENDEKATAN
SINDROMA  Bila tidak dalam profilaksis Kotrimoksazol, pertimbangkan PCP dan
berikan Kontrimoksazol 15-20 mg/kgBB/hari selama 14-21 hari.
 Bila sudah dengan profilaksis Kotrimoksazol, pertimbangan pneumonia
bakterial, beri ampisilin iv atau generasi ke 3 sefalosporin.
PELAKSANAAN INFEKSI OPORTUNISTIK (OI)
HIV & AIDS PADA BAYI DAN ANAK

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 6/9
2. Anak dengan batuk berdahak pertimbangkan pneumonia bakterial, terutama
bila didapatkan pula nafas cepat, retraksi dada, pernafasan cuping hidung,
wheezing dan merintih dan berikan amoislin 100-200 mg/kgBB atau ceftriaxon
100 mg/kgBB dalam 30 menit, selama minimal 10 hari. Pada daerah yang
sering ditemukan drug-resistant Streptococcus pnemoniae (DRSP) diberikan
cephalosporin generasi ketiga : cefotaxime 50 mg/kg i.v. setiap 6 jam atau
ceftriaxone i.v./i.m 80 mg/kg/hari diberikan dalam 30 menit selama 10 hari.
3. Anak dengan batuk kering, pertimbangkan LIP atau infeksi virus.
 LIP ditandai dengan persistent bilateral reticulonodular interstitial infiltrate
dan terapi diberikan bila sesak saja, berupa prednisolone 1-2 mg/kg –
sekali sehari selama 14-21 hari, tappering off.
 Pnemonia viral dengan perawatan supportf, misal cairan secukupnya,
oksigen bila distress, bronkodilator bila ada wheezing.

Sindroma Diare:
1. Diare dengan dehidrasi, lakukan rehidrasi, cari penyebab, jangan memberikan
antibiotika dulu.
2. Diare dengan darah dalam tinja, obati dengan antibiotika untuk shigellpsis
misal ampisilin atau ciprofloksasin selama 5 hari, bilamana dalam waktu 2 hari
belum membaik, pertimbangkan mengganti antimikroba untuk protozoa atau
parasit. Kotrimoksazol dan ampisilin tidak efektif lagi karena resistensi yang
luas.
3. Diare kronik sangat dijumpai dengan anak. Penyebab yang dicari adalah semua
kerusakan mukosa, bacterial overgrowth, bile acid diarrhea, infeksi CMV.
Pemeriksaan tinja ditunjukan untuk mencari candidia, cryptosporidium,
microsporidia, shigella, salmonella, campylobacter.
4. Secara empirik dapat diberikan neomysin atau colistin + cholestyramine
5. Pemberian terapi disesuaikan mikroorganisme penyebab (lihat tabel)
PELAKSANAAN INFEKSI OPORTUNISTIK (OI)
HIV & AIDS PADA BAYI DAN ANAK

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 7/9
Bakteri Patogen pada Diare Kronis
Etiologi Terapi
Bakteri
Salmonella (non typoidal) Ciprofloxacin 10-15 mg/kg, 2 x/hari,
selama 5 hari.
Shigella Ciprofloxacin 10-15 mg/kg, 2 x/hari,
selama 5 hari
Esheria coli Tanpa antibiotic
Campylobacter jejuni Eritromisin 12,5 mg/kg, 4 x/hari, selama
5 hari atau Ciprofloxacin 10-15 mg/kg, 2
x/hari, selama 5 hari
Mycobacterium avium complex Clarithromycin 15 mg/kg/hari, 2 x/hari
ditambah Ethambutol 15-25 mg/kg, 4
x/hari (ditambah rifabutin 6 mg/kg, 1
x/hari)
M. tuberculosis Terapi Tuberkulosis standar
Yersinia enterocolitis TMP-SMZ: TMP 4 mg/kg + SMZ 20
mg/kg, 2 x/hari selama 5 hari.
Virus
Cytomegalovirus Tatalaksana Suportif karena terapi yang
direkomendasikan secara interasional
(gancyclovir) sangat mahal
Tatalaksana suposrtif
Ratavirus
Protozoa
Cryptosporidium Belum ada terapi yang efektif, resolusi
spontan dapat terjadi serelah terapi ARV
TMP-SMZ : TMP 4 mg/kg + SMZ 20
Isospora belli mg/kg, 4 x/hari selama 10 hari.
Pertimbangkan terapi rumatan.
Giardia lambliaMicrosporidia Metronidazole 5 mg/kg. 3 x/hari selama 5
hari
Entamoeba histolytica Metronidazole 10 mg/kg. 3 x/hari selama
10 hari
microsporidia Metronidazole 5 mg/kg, 3 x/hari selama 5
hari
Parasit
Strongyloides Albendazole 10 mg/kg, 1 x/hari selama 3
hari (maksimum 400 mg/dosis)
Jamur
Candidia albicans Nistatin 100.000 IU p.o. 3 x/hari selama
5-7 hari untuk kasus ringan.
Alternatif : Ketokonazol 5 mg/kg/dosis,
1-2 x/hari, atau fluconazol 3-6 mg/kg, 1
x/hari (juga untuk kasus sedang-berat).
PELAKSANAAN INFEKSI OPORTUNISTIK (OI)
HIV & AIDS PADA BAYI DAN ANAK

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 8/9
Sindroma Demam:
1. Panas terus menerus (demam > 5 hari) atau panas berulang (lebih dari satu
episode demam selama 5 hari)
2. Di daerah edemis malaria, diagnosis harus ditegakkan dan pengobatan segera
dimulai sesuai dengan pedoman setempat.
3. Tanda klinik DHF ditegakkan dan pengobatan sesuai dengan pedoman
setempat
4. Bilamana demam disertai kelainan SSP, lakukan pungsi lumbal dan berikan
pengobatan antibiorika yang sesuai
5. Bilamana ada tanda AIDS yang lanjut (oral thrush, lesi kulit, dll), amati
kembali kepatuhan dan evaluasi adanya gagal terapi, efek simpang atau IRIS
6. Bilamana tanada HIV lanjut tidak ada, cari penyebab lain seperti TB, infeksi
jamur sistemik, MAC, infeksi fokal bakteri atau virus.

Sindroma Kelainan Neurologik


1. Episode akut : kejang, kelainan fokal neurologik misal toksoplasmosis) atau
meningismus yang akut (misal meningitis cryptococcal, meningitis bakterial,
meningitis tuberkulosis atau CMV ensefalitis). Episode akut dapat terjadi pada
anak dengan HIV yang sebelumnya sehat atau tumpangan pada ensefalopati
HIV. Lakukan pungsi lumbal dan lakukan pengobatan yang sesuai misal
meningitis.
2. Static encephalopathy (disfungsi motor atau defisit perkembangan dengan
berbagai tingkat yang tidak progresif dalam pemeriksaan neurologik serial)
atau progressive encephalopathy (penurunan motorik, kognitif, bahasa secara
progressive), difungsi motor dan kognitif, diobati sebagai HIV ensefalopati
3. Progressive encephalopathy : penurunan fungsi motorik, kognitif atau bahasa
yang progresif, keterlambatan perkembangan yang bertambah; dapat terjadi
kapan saja atau mulai tahun pertama kehidupan.
Bila terjadi kenaikan tekanan SSP, curigai adanya perdarahan atau SOP,
tindakan disesuaikan
4. Pemeriksaan CSF: meningitis akut: Leukosit > 100/mm3. Penawaran Gram dan
kultur CSF dapat menunjukkan bakteri. Meningitis cryptococcal : Pewarnaan
tinta India dapat menunjukkan ragi (yeast). Antigen Cryptococcal dapat
terdeteksi pada serum serum dan CSF. Meningitis fungsi : kultur CSF dapat
mendeteksi infeksi jamur. Rejimen ART harus mengandung AZT atau d4T
yang memiliki penetrasi CNS luas.
5. Bilamana semua tetapi negative, pertimbangkan HIV ensefalopati dan berikan
segera ARV

PENCEGAHAN 1. PCP : berikan CTX dengan dosis susai dengan umur atau berat badan, sekali
sehari sampai CD4 kembali normal.
Pedoman Profilaksis Kotrimoksazol (CTX) untuk pencegahan PCP.
- CTX diberikan pada semua bayi yang terekspos HIV sampai dapat
ditentukan status HIV. Semua penderita HIV usia < 12 bulan harus
diberikan profilaksis CTX.
PELAKSANAAN INFEKSI OPORTUNISTIK (OI)
HIV & AIDS PADA BAYI DAN ANAK

Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman


POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 9/9
- Ibu positif HIV, maka bayi yang dilahitkan akan mendapat CTX mulai usia
4 – minggu sampai HIV pada bayi tersebut dapat disingkirkan. Sejak usia
6-8 minggu, maka harus dilakukan pemeriksaan virologik dan bila negative
CTX dihentikan
- Untuk anak HIV usia > 12 bulan, profilaksis PCP ditentukan stadium klinis
dan CD4 bila mungkin, bila positif, lakukan assessment dan tatalaksana
susuai dengan prosedur pada terapi ARV
- Untuk anak di bawah 1 tahun, hasil positif mengharuskan profilaksis CTX,
tanpa melihat status klinik dan imunologik.
- Pada anak usia 1-5 tahun CTX diberikan pada anak dengan stadium 2,3,4
tanpa melihat hasil CD4, atau pada semua stadium dengan CD4 < 25%
- Pada anak usia di atas 6 tahun, pada semua stadium dengan CD4 kurang
dari 350 atau pada stadium 3-4 tanpa melihat CD4 nya.
- Dosis untuk profilaksis : Di Bawah 6 bulan dengan dosis TMP 20 mg
sekali sehari.
Usia 6-5 tahun dengan dosis 40 mg TMP Usia 6-14 tahun dengan dosis 80 mg
TMP. Di atas 14 tahun…..
Pedoman Memulai profilaksis Kotrimoksazol pada Anak dengan
Infeksi/Terekspos HIV
 Semua bayi yang terekspos HIV mulai umur 4-6 minggu sampai tidak
mendapat ASI dan HIV dapat dieksklusi
 Semua anak dengan diagnosis klinis presumptive HIV berat sampai tidak
mendapat ASI dan HIV dapat dieksklusi
 Semua anak dengan infeksi HIV umur < 12 bulan
 Semua anak dengan infeksi HIV disertai:
- Gejala klinis HIV & AIDS (stadium 3 atau 4)
- Infeksi PCP sebelumnya
- Disfungsi imun yang ditanda : CD4% < 15%, anak 1-5 tahun : CD4 <
500, anak > 6 tahun : CD4 < 200
2. TBC : INH diberikan selama 6-9 bulan
3. MAC : clarithromsin + etambutol atau Azithromisin + etambutol pada pasca
terapi untuk mencegah rekuensi
4. Imunisasi : tidak diberikan vaksin hidup, misalnya BCG, OPV, MMR.
Campak, dan dianjurkan menggunakan vaksin influenza, pneumo, Hib.
Vaksinai rutin tetap dilakukan sesuai jadwal.
UNIT TERKAIT 1. Rekam Medik
2. Farmasi
3. Laboratorium

Anda mungkin juga menyukai