II. Pengadaan
Pengadaan kebutuhan obat ARV dilaksanakan dengan mengajukan usulan
perencanaan kebutuhan obat ARV setiap bulan kepada :
Sekertaris Tim Pengendali dan Pemantau 3 by 5, up. Subdit AIDS & PMS
Ditjen P2-PL, Jl. Percetakan Negara No. 29 Gd. B Lt. 3 Jakarta Pusat, Fax.
021- 42880231, untuk dilakukan komplikasi dan verifikasi. Kebutuhan obat
ARV yang telah dikomplikasi dikirim kepada distributor yang telah ditunjuk
oleh Mentri Kesehatan.
Dengan tembusan kepada :
1. Ditjen Binfar dan Alkes
2. Ditjen Yanmed
3. Dinas Kesehatan Jakarta Pusat
III. Penerimaan :
Instalasai Farmasi menerima obat ARV dari distributor yang ditunjuk
pemerinta. Bukti penerimaan obat ARV dikirim melalui Fax no. 021-
42880231 ( Sekertaris Tim Pengendalian dan Pemantauan 3 by 5, up. Subdit
AIDS & PMS Ditjen P2-PL ) dan dikirim ke distributor yang bersangkutan.
Dalam proses penerimaan harus memperhatikan dan melakukan pengecekan
: Jenis, Jumlah, Kekuatan, Kualitas dan Tanggal Kadaluarsa obat ARV.
PENGELOLAAN OBAT ANTIRETROVIRAL
(ARV)
V. Pendistribusian
1. Pendistribusian kepada ODHA rawat jalan
Dokter yang ditunjuk untuk memberukan terapi terhadap pasien
membuat resep untuk ODHA, selanjutnya ODHA membawa resep ke
Depo Farmasi untuk mendapatkan ARV disertai dengan konseling obat.
2. Pendistribusian kepada ODHA rawat inap
Dokter yang ditunjuk untuk memberikan terapi terhadap pasien
membuat resep untuk ODHA. Resep diserahkan kepada petugas Farmasi
diruangan ( AA satelit farmasi ) untuk selanjutnya dibawa ke Depo
Farmasi. Obat ARV diserahkan keada pasien sesuai sistem disribusi
yang berlaku ( sistem unit dose dispensing/UUD ).
3. Pendistribusian kerumah sakit satelit/Klinik VCT lain:
Rumah sakit satelit / Klinik VCT lain mengajukan permintaan dengan
menggunakan formulir permintaan obat ARV sesuai kebutuhan kepada
rumah sakit rujukan disertai dengan laporan pemakaian dan
melampirkan surat pengantar dari dokter/Tim Medik AIDS/Tim VCT.
Penyerahan obat ARV dilakukan sesuai prosedur yang berlaku.
VI. Pencatatan:
Setiap penerimaan dan pendistribusian obat ARV harus selalu dicatat dan
didokumentasikan, meliputi :
a. Bukti penerimaan obat ARV
b. Kartu stock obat ARV
c. From register pemberian ARV
d. From register stock obat ARV
e. Kartu ARV per pasien
f. Laporan bulanan
VII. Pelaporan :
Setiap penerimaan dan penggunaan ARV harus dilaporkan setiap bulan,
yang terdiri bagian Am yaitu perawatan medis, dan bagian B yaitu farmasi.
Bagian B dari laporan bulanan terdiri dari :
1. Rejimen pada akhir bulan, yang menjelaskan distribusi pasien sesuai
dengan jenis rejimen yang mereka terima selama bulan tersebut (
penulidan resep terakhir ). Hal ini memberikan informasi tentang resep
yang tersering digunakan, selain itu akan mengidentifikasi pasien yang
sudah mendapat rejime lini kedua.
2. Stock obat, yang menjelaskan konsumsi tiap – tiap obat selama bulan
PENGELOLAAN OBAT ANTIRETROVIRAL
(ARV)
Fase lanjutan (4 bulan berikutnya, obat diminum setiap hari atau 3 kali per
minggu)
o Rifampicin 10 mg/kg BB/hari/Isoniasi 10 mg/ kg BB/3x seminggu
o Isoniasid 5 mg/kg BB/hari
Bila masuk katebori II, ditambahkan:
Streptomicin 15 mg/kg BB/hari selama 2 bulan fase intensif
4. Pengobatan anti retro viral ( ARV )
1. Pengobatan untuk TB harus dimulai terlebih dahulu sebelum memulai
pengobatan ARV. Pertimbangkan nilai CD4 sebelum memulai ARV.
2. Bila CD4 < 200 sel/mm2 , maka ARV dimulai setelah 2 bulan fase
intensif.
3. Bila CD4 < 50 sel/mm2 , maka ARV dimulai segera setelah penderita
dapat mentolerir obat – obat antituberkulosis ( OAT )
4. ARV lini pertama untuk penderita yang mengdapatkan pengobatan OAT
dan ARV adalag Zidovudin ( ZDN )/ Lamivudin (3TC) atau d4T/3TC
ditambah dengan salah satu obat golongan Non-Nucleocide Reverse
Transcriptase Inhibirot ( NNRTI ) / Abacvir ( ABC ).
5. Jika dipakai rejimen yang mengandung NNRTI, maka Efavirenz (EFZ)
lebih dianjurkann karena toksisitas heparnya lebih rendah dibandingkan
Nevirapine (NVP)
6. Semua protease Inhibitor tidak boleh digunakan selama pengobatan OAT
yang mengandung Rifampicin, kecuali Saquinavir ( AQV/r)
5. Evaluasi
1. Evaluasi efek samping ARV dan OAT sesuai dengan kombinasi obat
yang dipilih
2. Evaluasi apakah terjadi Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome
(IRIS)
3. Evaluasi hitungg CD4 tiap 3 bulan
f) Evaluasi viral load tiap 6 – 12 bulan
UNIT TERKAIT Instalasi Farmasi dan UPIPI
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
PEMBERIAN ARV
Penilaian klinis dasar sama saja untuk keempat rejimen lini-pertama yang
direkomendasikan. Hal tersebut harus meliputi :
Stadium penyakit HIV
Menemukan adanya kondisi medis penyerta (misalnya TB, kehamilan,
Penyakit jiwa yang berat)
Pengobatan penyakit penyerta secara terperinci, termasuk pengobatan
tradisional
Berat badan
Penilaian kesiapan pasien unuk menjalani terapi
Persyaratan
Sebelum memulai ART, sebaiknya tersedia layanan dan fasilitas khusus, karena
terapi yang rumit dan biaya tinggi, perlu pemantauan yang intensif
Layanan tersebut terdiri atas :
1. Layanan konseling dan pemeriksaan suka rela voluntary conseling and
testing (VCT) untuk menemukan kasus yang memerlukan pengobatan dan
layanan konseling tindak lanjut untuk memberikan dukungan psikososial
berkelanjutan.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
PEMBERIAN ARV
Penilaian klinis
Sebelum memulai terapi perlu dilakukan hal – hal sebagai berikut:
o Penggalian riwayat penyakit secara lengkap
o Pemeriksaan fisik lengkap
o Pemeriksaan laboratorium rutin
o Hitung limfosit total total lymphocyte count (TLC) dan bila mungkin
Pemeriksaan jumlah CD4
Pemeriksaan Laboratorium
o Pemeriksaan serologis untuk HIV dengan menggunakan strategi 2 atau
strategi 3 sesuai pedoman
o Limfosit total atau CD4 (jika tersedia)
o Pemeriksaan darah lengkap (terutama fungsi hati ) dan fungsi ginjal
o Pemeriksaan kehamilan
Pemeriksaan lain
o Sebelum mendapat ART pasien harus dipersiapkan secara matang dengan
konseling kepatuhan yang telah baku, sehingga pasien faham benar akan
manfaat, cara penggunaan, efek samping obat, tanda – tanda bahaya dan
lain sebagainya yang terkait dengan ART
o Pasien yang mendapat ART harus menjalani pemeriksaan untuk
pemantauan secara klinis dengan teratur.
Kepatuhan
Respons terhadap terapi
Pementauan laboratorium dasar
Dosis
Sebelum terapi dimulai, tanaga kesehatan harus berkonsultasi dengan pasien untuk
menjelaskan berapa jumlah obat yang harus diminum dan aturan pakai, kepatuhan
pasien untuk meminum obat sesuai aturan pakai sangat menentukan keberhasilan
terapi.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
PEMBERIAN ARV
ARV Dosis
Golongan NRTIs
Lamivudine (3TC) 150 mg 3 kali/hari
300 mg 1 kali/hari
Stavudine (d4T) 40 mg 3 kali/hari > 60 kg
30 mg 2 kali/hari < 60 kg
Zidovudine (AZT atau ZDN) 250-300 mg 2 kali/hari
Tenovorin (TDF) 300 mg/hari
Didanosin (DDI) 250 mg/hari jika BB < 60 kg
400 mg/hari jika BB > 60 kg
Golongan NNRTIs
Efavirenz (EFV) 600 mg 1 kali/hari
Nevirapine (NVP) 200 mg 1 kali/hari selama 14 hari kemudian
200 mg 2 kali/hari
Golongan Pis
Lopinavir + ritonavir (LPV/r)Kapsul (Lopinavir 133,3 mg + ritonavir 33,3 mg)
3 kapsul 2 kali/hari, 4 kapsul 2 kali/hari bila
dikombinasikan dengan EFV atau NVP Teblet
(Lopinavir 200 mg + ritonavir 50 mg) 2 tablet 2
kali/hari bagi pasien baru 3 tablet 2 kali/hari bila
dikombinasikan dengan EFV atau NVP bagi
pasien lama.
Kemungkinan yang terjadi dalam 6 bulan pertama ARV
1. CD4 Recovery
Bagi kebanyakan pasien, jumlah CD 4 meningkat pada awal terapi ARV.
Keadaan ini bisa saja kontinu dan juga tidak jika pada dasarnya jumlah
CD4 pasien sangat rendah. Bagi beberapa pasien jumlah CD4 tidak akan
melibihi 200 sel/mm3 . Penilaian jumlah CD4 awal trend respons CD4
pada awal 6 bulan terapi diperlukan untuk mengkarakteristik kegagalan
imunologis (WHO, 2006).
2. Toksisitas awal ARV
Toksisitas ARV lini pertama terbagi kepada 2 kategori yaitu toksisitas
awal (early) dan toksisitas kemudian (later). Pada umumnya toksisitas
awal sering muncul pada awal beberapa minggu setelah terapi dan
penyebebnya adalah reaksi hipesensitivitas pada NNRTIs seperti EFV dan
NVP. Neutropenia dan anemia yang sering disebabkan oleh AZT terjadi
pada awal beberapa bulan terapi. Banyak toksisitas akut sering
menyebabkan kematian. Toksisitas renal, hepar dan asidosis laktat tidak
mungkin teridentifikasi pada awal terapi jika tidak dilakukan monitoring
laboratorium (WHO,2006).
3. Mortalitas karena ARV
Mortalitas selama ARV sering terjadi bila pasien yang menerima terapi
awal keriak berada di stadium klinis IV, imunosupresi yangn berat dan
jumlah CD4 yang terlalu rendah (WHO,2006).
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
PEMBERIAN ARV
Penggantian ARV
Ada kemungkinan perlu mengganti ARV baik oleh karena toksisitas atau
kegagalan terapi.
Toksisitas
Toksisitas terkait dengan ketidakmampuan untuk menahan efek samping dari obat,
sehingga terjadi disfungsi organ yang cukup berat.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
PEMBERIAN ARV
Kreatinin > 1,0-1,5 kali UNL >1,5-3,0 kali UNL >3,0-6,0 kali UNL > 6,0 kali UNL
TRANSMINASE
AST (SGOT) 1,25-2,5, kali ULN >2,5-5,0 kali UNL >5,0-10,0 kali UNL >10,0 kali UNL
ALT (SGPT) 1,25-2,5 kali UNL >2,5-5,0 kali UNL >5,0-10,0 kali UNL >10,0 kali UNL
Gama GT 1,25-2,5 kali UNL >2,5-5,0 kali UNL >5,0-10,0 kali UNL >10,0 kali UNL
Alkaline fosfatase 1,25-2,5 kali UNL >2,5-5,0 kali UNL >5,0-10,0 kali UNL >10,0 kali UNL
Amylase >1,0-1,5 kali UNL >1,5-2,0 kali UNL >2,0-5,0 kali UNL >5,0 kali UNL
Pankreatik >1,0-1,5 kali UNL >1,5-2,0 kali UNL >2,0-5,0 kali UNL >5,0 kali UNL
amylase
Lipase >1,0-1,5 kali UNL >1,5-2,0 kali UNL >2,0-5,0 kali UNL >5,0 kali UNL
Laktat <2,0 kali UNL >20 x UNL Peningkatan laktat Peningkatan laktat
Tanpa asidosis Tanpa asidosis dengan pH < 7,3 dengan pH <7,3
tanpa konsekuensi tanpa konsekuensi
mengancam jiwa mengancam jiwa
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
PEMBERIAN ARV
Kadang – kadang Muntah Moderat atau Berat semua intake Syok hipotensi
2-3 kali/hari atau muntah-muntah 4- muntah-muntah kan atau memerlukan
mild muntah- 5 kali/hari atau selama 24 jam atau terapi perenteral
muntah selama < 1 muntah selama > 1 hipotensi ortostatik
minggu minggu atau memerlukan
terapi parental
Ringan atau Diare Moderat atau Diare berdarah atau Syok hipotensi
muntah 3-4 persisten 5-7 hipotensi ortostatik atau memerlukan
kali/hari atau diare kali/hari atau diare atau > 7 kali/hari terapi pareneral
ringan selama < 1 ringan selama >1 diare atau
minggu minggu memerlukan terapi
parenteral
Grade 1 Respiratori Grade 2 Grade 3 Grade 4
Sesak saat aktivitas Sesak Sesak pada Sesak saat istirahat Sesak berat dan
aktivitas normal diperlukan terapi
O2
Grade 1 Urinalisis Grade 2 Grade 3 Grade 4
1+ Protein urine 2+ atau 3+ 4+ Sindrom neprotik
Kelemahan umum Aktivitas menurun Aktivitas menurun Aktivitas menurun Tidak bias jaga
25% 25-50% >50% tidak bias diri
bekerja
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
PEMBERIAN ARV
Rejimen ARV lini-kedua bagi ODHA dewasa bila dijumpai kegagalan terapi pada
rejimen lini-pertama
Pencegahan pajanan
- Kepatuhan pada protocol kewaspadaan universal
- Imunisasi hepatitis B untuk petugas kesehatan bila sumbel daya
memungkinkan
- Tata laksana pascapanjanan untuk HIV, hepatitis B dan C
- Pemantauan dan pencatatan dari setiap pajanan akibat kecelakaan kerja
Efek samping yang paling sering terjadi pada pemberian ARV adalah mual dan
rasa tidak enak. Pengaruh yang lainya kemungkinan sakit kepala, lelah, mual dan
diare
Efeksamping lain yang berat pada pemberian ARV adalah seperti di bawah ini
- NPV pernah dilaporkan hepatotoksisitas berat pada PPP (NVP tidak
dianjurkan untuk rejimen kombinasi pada PPP)
- ddl: pancreatitis yang fatal
- IDV/NFV : diare, hiperglikemia, lipodistrofi
UNIT TERKAIT
PENGELOLAAN BAYI BARU LAHIR DARI IBU
DENGAN HIV
Diagnosa Berdasarkan
Terminologi BIHA dipakai sebagai tanda pengenal dan kode bagi semua petugas
administrasi, medis, paramedis, pekarya, diberi tanda stiker merah pada catatan
medik, alat suntik, obat dan sebagainya yang ada hubungannya dengan penderita.
Tim BIHA adalah tim yang ditunjuk kepala bagian Anak untuk membuat dan
merancang petunjuk pelaksanaan hal yang berhubungan dengan BIHA.
Manajemen Khusus
Profilasis :
- Bila ibu sudah mendapat ARV (Antiretrovirus) atau Zidovudine
(AZT) 4 minggu sebelum melahirkan, maka setelah lahir bayi diberi
AZT 2 mg/kg berat badan per oral tiap 6 jam selama 6 minggu,
dimulai sejak bayi umur 12 jam. Hal ini dapat mengurangi resiko
terjadinya HIV dari 25% menjadi 8%.3,4
- Bila ibu sudah mendapat Nevirapine (NVP) dosis tunggal selama
proses persalinan dan bayi masih berumur kurang dari 3 hari, segera
beri bayi Nevirapine dalam suspensi 2 mg/kg berat badan secara oral
masa usia 48-72 jam sebaiknya pada umur 12 jam. Dosis tunggal.
- Untuk mencegah PCP, berikan TMP 2,5 mg/kg BB 2x sehari,
pemberian 3x seminggu, diberikan sejak bayi umur 6 minggu sampai
diagnosis HIV dapat disangkal (Polin), karena peak onset PCP adalah
pada umur 3-9 bulan (lihat tatalaksana setelah bayi pulang pada umur
6 bulan).
- Jadwalkan pemeriksaan tindak lanjut dalam 2 minggu untuk menilai
masalah pemberian minum dan pertumbuhan bayi (lihar Pemeriksaan
Tindak Lanjut).
Pemberian Minum:
Lakukan konseling pada ibu tentang pilihan pemberian minum keoada
bayinya. Hargai dan dukunglah apapun pilihan ibu. Ijinkan ibu untuk
membuat pernyataan sendiri tentang pilihan yang terbaik untuk bayinya.
Terangkan kepada ibu bahwa menyususi dapat berisiko menularkan infesi
HIV. Meskipun demikian, pemberian susu formula dapat meningkatkan
risiko kesakitan dan kematian, khususnya bila pemberian susu formula
tidak diberikan secara aman karena keterbatasan fasilitas air untuk
mempersiapkan atau karena tidak terjamin ketersediannya oleh keluarga.
Terangkan pada ibu tentang untung dan rugi pilihan cara pemberian
PENGELOLAAN BAYI BARU LAHIR DARI IBU
DENGAN HIV
UNIT TERKAIT
PENYUSUNAN PROTAP LABORATORIUM HIV & AIDS
PROSEDUR TETAP PEMERIKSAAN
LABORATORIUM HIV & AIDS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
DIAGNOSIS INFEKSI Pemeriksaan anti-HIV
HIV
PENGOBAtAN ARV Untuk menentukan awal dan pemantauan pengobatan
(ART) 1. Pemeriksaan jumlah CD4
2. Beban Virus (Viral Load) HIV
INFEKSI 1. Mycobacterium tuberculosis (MT) dan Non-Tuberculosis Mycobacteria
OPORTUNISTIK (NTB)
2. Bakteri lain pada pemeriksaan dengan specimen
a. Darah
b. Feses
c. Pus
d. Cerebrospinal Fluid (cairan otak)
e. Sputum
f. Urin
3. Mikosis
a. Candidiasis
b. Cryptococcosis
c. Histoplasmosis
d. Aspergilosis
e. Pneumocytis pneumonia (PCP)
4. Parasit
a. Parasit
b. Toksoplasmosis
c. Distentri Ameba (Amebiasis)
d. Giardiasis
e. Ascariasis
f. Strongiloidiasis
g. Trichuris
h. Cryptosporidiosis
i. Schistosomiasis
5. Virus
a. Hepatitis C Virus
b. Hepatitis B Virus
c. Herper Simplex Virus dan Varicella-Zoster Virus
d. Cytomegalovirus
PROSEDUR TETAP PEMERIKSAAN
LABORATORIUM HIV & AIDS
Alur pemeriksaan
1. Oro-Pharyngeal Candidiasis
2. Diare kronis
3. Infeksi saluran pernafasan bawah
4. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
5. Sepsis
6. Meningitis
7. Hepatitis
8. Limfadenitis
PEMERIKSAAN DIAGNOSIS INFEKSI HIV
Pengambilan Spesimen
1. Darah utuh diambil dengan teknik flebotomi yang benar dan secara aseptik
(untuk sampel serum atau plasma )
2. Sampel plasma didapat dari darah utuh dimasukkan ke dalam vacutainer
yang berisi antikoagulan EDTA dan dikocok bolak-balik kurang lebih 10
kali, kemudian tabung dipusingkan disentrfus dengan kecepatan 3000 rpm
selma 5-15 menit. Plasma dipisahkan dan dimasukkan kedalam tabung.
3. Sampel serum didapat dari darah utuh dimasukkan ke dalam vacutainer tanpa
antikoagulan dan ditunggu sampai terjadi bekuan darah (± 15-30 menit),
kemudian tabung dipusingkan disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama
5-15 menit. Srum dipisahkan dan dimasukkan ke dalam tabung.
Metode Pemeriksaan
1. ELISA
2. Rapid test (Immunochromatography, dotblot)
Reagensia
1. Reagensia yang dipakai harus sudag terdaftar pada Departement
Kesehatan Republik Indonesia dan mengacu pada buku Hasil Evaluasi
Reagensia HIV di Indonesia tahun 2006.
2. Reagensia yang digunakan harus memiliki sensitivitas > 99% dan
spesifisitas >98%.
3. Reagensia menggunakan 3 macam reagen untuk diagnosis (strategi 3)
(lihat lampiran) dengan persayaratan reagensia sebagai berikut :
a. Sensitivitas reagen pertama >99%
b. Spesivisitas reagen kedua >98%
c. Spesifisitas reagen ketiga >99%
d. Preparasi antigen atau prinsip tes reagen 1,2 dan 3 tidak sama
4. Prosentase hasil kombinasi 2 reagensia pertama yang tidak sama < 5%
Alat
1. Mikropipet (ELISA)
2. Sentrifus
3. Vortex
4. Elisa Reader dan Washer (ELISA)
Cara kerja :
Masing – masing metode dikerjakan sesuai petunjuk dari prosedur reagen.
A1
A1 positif A1 negatif
A2
Lapor sebagai
“Non-reaktif”
A1 positif A1 positif
Ulangi
A1 & A2
A1 pos, A2 neg
A3 Lapor sebagai
“Non-reaktif”
Risiko Risiko
tinggi rendah
Tes Konfirmasi
PEMERIKSAAN DIAGNOSIS INFEKSI HIV
Penolakan spesimen
1. Hemolisis dan membeku
2. Ada bekuan (fibrin)
3. Lipemik
Pengiriman
a. Waktu pengiriman tidak boleh melampaui masa stabilitas bahan
b. Tabung darah diletakan tegak/berdiri, spesimen dalam tabung diusahakan
tidak terkocok karena dapat menyebabkan lisis
c. Tidak terkena sinar matahari secara langsung
d. Kemasan memenuhi syarat keamanan kerja laboratorium termasuk
pemberian label yang bertuliskan “Bahan Pemeriksaan Infeksius”
e. Di dalam kemasan suhu harus memenuhi syarat 20-25 oC dengan
menggunakan ice box
Reagensia:
1. FACSCount control kit
2. BD TRUcountTM / 3 reagen kit
3. FACSFlow sheth fluid
4. FACSClean solution
5. FACSRinse solution
6. Calibrite 3 level
7. Lysing solution
Alat :
Mikropipet
Flowcytometry BD FACSCalibur
Vortex
Pemeriksaan Spesimen
1. Dibuat campuran lysing solution dan akuades dengan perbandingan 1:10
(50 µL lysing solution + 450 µL akuades)
2. Isi satu tabung trucount dengan 20 µL BD Tritest CD3/CD4/CD45
3. Ditambahkan kedalam tabung 50 µL bahan darah utuh yang sudah
dicampur antikoagulan EDTA
4. Vortex selama 5 detik
5. Inkubasi selama 15 menit pada suhu ruangan di tempat gelap
6. Ditambah 450 µL campuran lysing sulotion dan akuades
7. Vortex selama 5 detik
8. Inkubasi selama 15 menit pada suhu ruangan di tempat gelap
9. Baca dengan cutometer
PEMERIKSAAN LIMFOSIT T-CD4
Pelaporan
1. Hasil diketik pada lembar laporan hasil yang sudah tersedia dan
ditanda – tangani dokter penanggung jawab
2. Hasil : jumlah limfosit T-CD4+ dalam sel µL dan persen
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN VIRAL LOAD
Jenis spesimen
1. Serum
2. Plasma
PEMERIKSAAN VIRAL LOAD
Pengambilan Spesimen
1. Darah utuh diambil dengan teknik flebotomi yang bener dan secara
aseptik (menggunakan sarung tangan)
2. Darah utuh 2 atau 3 ml dimasukkan ke dalam vacutainer steril dengan
atau tanpa antikoagulan K2EDTA/K3EDTA dan dikocok bolak-balik
kurang lebih 10 kali, tidak boleh berubah
3. Spesimen dengan antikoagulan geparin tidak dianjurkan untuk tes ini
karena menghambat amplifikasi
4. Tabung dipusingkan pada sentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 5-
15 menit atau 1500xg selama 20 menit pada suhu ruangan
5. Serum atau plasma dipisahkan dengan pipet steril ke dalam tabung yang
steril dengan menggunakan sarung tangan
Cara Kerja:
1. Persiapan Reagensia
Reagensia disiapkan sesuai prosedur yang ada
Hindari penggunaan bahan dengan hemolisis, ikterik dan lipemik
2. Preparasi spesimen dan kontrol
Spesimen dan kontrol disiapkan menurut prosedur yang dianjurkan dalam
kit.
3. Validitas pemeriksaan harus dinilai terlebih dahulu sebelum hasil
pemeriksaan dapat dibaca
4. Amplifikasi dab Deteksi
Amplifikasi dan deteksi sekaligus dapat dilakukan pada alat Cobas Amplicor.
Pelaporan
Hasil diketik pada lembar laporan hasil yang sudah tersedia dan sitanda tangani
dokter penanggung jawab
Hasil ditulis dalam :
- Jumlah copies/mL
- IU/mL
- kg
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN SPESIMEN DARAH PADA
PASIEN HIV & AIDS
Pengambilan Spesimen :
1. Waktu Pengambilan Spesimen:
Spesimen darah sebaiknya diambil sebelum pemberian antibiotik.
PEMERIKSAAN SPESIMEN DARAH PADA
PASIEN HIV & AIDS
2. Volume Spesimen
Kultur Volume
Bakteri aerob
Anak 1-5 ml tiap pungsi vena
Dewasa 10-20 ml tiap pungsi vena
Bakteri anaerob
Anak 1-5 ml tiap pungsi vena
Dewasa 10-20 ml tiap pungsi vena
Reagensia
Reagensia untuk melakukan uji biokimia yang sesuai.
Cakram antibiotic yang dipakai untuk uji resistensi juga harus sudah terdaftar pada
Departement Kesehatan RI.
PEMERIKSAAN SPESIMEN DARAH PADA
PASIEN HIV & AIDS
Keamanan
1. Saat bekerja dengan kultur darah, letakan botol kultur dalam biosafety
cabinet atau dibalik pelindung, atau masker wajah
2. Selalu gunakan sarung tangan, karena kultur darah berisi material dari
pasien yang mungkin mengandung pathogen yang ditularkan lewat darah
3. Gunakan alat transfer yang tanpa jarum atau jarum yang aman, dan jangan
menutup kembali tutup jarum tersebut.
4. Buanglah jarum dan semperit yang dipakai untuk pungsi ke dalam container
Kultur darah
1. Inkubasi kultur darah pada 35oC
2. Tiap hari dilihat ada tidaknya pertumbuhan (kultur positif) secara inspeksi
visual atau sistim otomatik, minimal selama 5 hari
3. Untuk inspeksi visual : perlu mengamati adanya hemolisis, turbiditas,
prosuksi gas, pembentukan pelikel, puffballs, dan clotting, yang
mengindikasikan adanya pertumbuhan mikroba.
4. Subkultur dilakukan hari I,II,V
5. Inkubasi sampai 28 hari bilamana suspek Brucellosis
Pemeriksaan Spesimen darah untuk kultur jamur dapat dilihat pada bab pemeriksaan
jamur.
Pemeriksaan Spesimen Darah untuk Mycobacterium tuberculosis dapat dilihat pada
bab pemeriksaan Mycobacterium tuberculosis
Pemeriksaan Spesimen Darh untuk bekteri anaerob, dapat dilihat pada bab
Pemeriksaan Bakteri Anaerob
Multipel
1. Sedikitnya jumlah organism mungkin tidak terdeteksi dalam interval
inkubasi dari kultur
2. Media yang digunakan mungkin tidak mensupport pertumbuhan beberapa
organism. Gunakan formulasi multiple akan mengingatkannya.
PEMERIKSAAN SPESIMEN DARAH PADA
PASIEN HIV & AIDS
Jenis Spesimen
- Tinja
- Usap rectum
Bahan pemeriksaan berupa tinja/usap rectum diambil secara benar untuk
menghindari kontaminasi oleh mikroorganisme yang mengkolonisasi daerah di
sekitar lokasi oengambilan bahan pemeriksaan.
PEMERIKSAAN SPESIMEN TINJA PADA
PASIEN HIV & AIDS
2. Volume specimen
Kultur Volume
Bateri aerob 5 ml atau 5g
Penyimpanan:
Specimen tinja/usap rectum yang telah dimasukkan dalam wadah steril atau berisi
media transport dapat disimpan dalam almari pendingin (4oC) maksimal 24 jam.
Kretiria Rejeksi :
1. Spesimen diperoleh dengan cara tidak aseptic
2. Spesimen ditampung dalam wadah (container) tidak steril
3. Spesimen ditampung dalam jumlah cukup
4. Spesimen dalam keadaan kering
5. Spesimen tidak dalam medium transport diterima > 2 jam setelah koleksi
6. Spesimen dalam medium transport terlambat lebih dari 3 hari pada 4oC
atau lebih dari 24 jam pada 25oC
7. Spesimen dengan indicator vial transport berubah menjadi warna kuning
8. Yinja dengan barium jangan diproses
9. Lebih dari 3 spesimen tinja dari pasien yang sama dalam masa 3 minggu
atau specimen multiple yang diterima dalam hari yang sama
PEMERIKSAAN SPESIMEN TINJA PADA
PASIEN HIV & AIDS
Alat :
Peralatan yang dibutuhkan adalah :
Berbagai alat keamanan dan keselamatan kerja petugas laboratorium:
1. Jas laboratorium
2. Masker
3. Sarung tangan
4. Face shield / goggles
5. Biosafety cabinet kelas II
Alat persiapan dan pemeriksaan bahan :
1) Berbagai alat biakan mikrobiologi
2) Refrigerator terkalibrasi
Hari II
Mellihat hasil pertemuan pada kedua media. Perhatikan sifat kolonim sifat
fermentasi terhadap laktosa atau sukrosa.
PEMERIKSAAN SPESIMEN TINJA PADA
PASIEN HIV & AIDS
Hari III
Melihat hasil pertumbuhan pada media agar miring nutrient, kemudian lakukan
penanaman pada media.
Merhyl Red :
Tujuan : untuk melihat kuman untuk memproduksi asam
Voges-Proskaur :
Tujuan : untuk melihat kemampuan kuman dalam membentuk asetil metik
karbionol dalam media glukosa fosfat.
Simmon’s Citrate :
Tujuan : untuk melihat kemampuan kuman untuk memakai sitrat sebagai sumber
hidrat arang.
Urea :
Tujuan : untuk melihat kemampuan kuman untuk membentuk amonia dari yrea
dengan bantuan enzim urease yang akan mengubah biakan menjadi berwarna
merah jambu
Motility:
Tujuan : melihat pergerakan kuman
Semua media diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam dalam suasana aerob
HARI IV
Melihat hasil dari te TSI, IMViC, Urea dan Motility
Hasil positif ditandai dengan :
TSI : lihat tebel terlampir
Indol : terbentuk cincin merah pada permukaan media biakan setelah penambahan
reagen Kovac
Simmon’s Citrate : terbentuk warna biru tua pada media
Urea : terjadi perubahan warna pada media menjadi merah jambu
Motility : tampak adanya bentukan yang mirip kabut kemerahan
HARI V
Melakukan tes Voges-Proskauer
Hasil positif : bila berbentuk warna merah dalam waktu 15 menit setelah
penambahan alpha naphtol 5% 0,6 ml dan KOH 40% 0,2 ml
PEMERIKSAAN SPESIMEN TINJA PADA
PASIEN HIV & AIDS
HARI VII
Melakukan tes Methyl Red
Hasil positif : terbentuk warna merah yang nyata setelah penambahan larutan
Methyl Red
CATATAN :
bila berdasarkan klinis kita curiga ke kuman Vibrio, maka pada hari I selain
ditanam pada media diferensial dan selektif, juga ditanam pada Alkali Pepton
Water. Sesudah inkubasi, dilanjutkan ditanam pada media agar miring nutrien.
Kemudian dilakukan tes-tes biokimia seperti biasa dan uji oksidase.
Hari II
Dari media erichment selanjutnya dilakukan penanaman pada media diferensial
dan selektif, inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam dalam suasana aerob.
Untuk pemeriksaan selanjutnua sama dengan pemeriksaan cara langsung.
Pemeriksaan Spesimen Tinja untuk Kultur Jamur dapat dilihat pada bab
Pemeriksaan Jamur.
Pemerikasan Spesimen Tinja untuk Myocacterium tuberculosis dapat dilihat pada
bab Pemeriksaan Mycobacterium tuberculosis.
Pemeriksaan Spesimen Tinja untuk bakteri anaerob, dapat dilihat pada bab
Pemeriksaan Bakteri Anaerob
Jenis Spesimen
- Pus
- Aspirat
- Jaringan / biopsy / FNA
- Swab
Bahan pemeriksaan berupa pus, aspirat dan jaringan diambil secara benar untuk
menghindari kontaminasi oleh mikroorganisme yang mengkolonisasi daerah di
sekitar lokasi oengambilan bahan pemeriksaan.
PEMERIKSAAN SPESIMEN PUS, ASPIRAT &
JARINGAN PADA PASIEN HIV & AIDS
2. Volume specimen
Kultur Volume
Bateri aerob -
Jamur -
Myocobacteria -
Penyimpanan :
Wadah (kontainer) yang telah berisi specimen pus, aspirat, atau jaringan dapat
disimpan pada suhu kamar dalam waktu 30 menit sebelum dikerjakan.
Kriteria Rejeksi
1. Jangan diterima specimen untuk analisis mikrobiologikal dalam container
dengan formalin
2. Bila didapatkan sejumlah sel epitel squamous pada pewarnaan Gram,
terutama dari spesimen swab, mintalah sebuah rekoleksi jika ada bukti
infeksi.
3. Tolak swab yang terlambat dalam transit lebih dari 1 jam bila spesimen
tidak dalam sistim transport.
4. Untuk permintaan yang multiple (BTA, jarum, bakteri dan virus) tetapi
jumlah spesimen sedikit, kontak dokter untuk menentukan pemeriksaan
mana yang lebih penting dan tolak yang lain sebagai, kuantitas tidak
cukup”
Media :
a. Agar darah
b. Agar coklat
c. Medium diferensial : Mac conkey atau EMB
d. Medium Thayer Martin atau sejenis
e. Medium kultur anaerob
f. Media identifikasi mikroba yang sesuai
g. Media untuk melakukan uji resistensi antimikroba
Reagensia :
Reagensia untuk melakukan pewarnaan Gram dan uji biokimia yang sesuai.
Cakrain antibiotic yang dipakai untuk uji resistensi juga harus sudah terdaftar
pada.
PEMERIKSAAN SPESIMEN PUS, ASPIRAT &
JARINGAN PADA PASIEN HIV & AIDS
Inkubasi
Media yang sudah diinokulasi, diinkubasi pada 35-oC CO2, selama 24-28 jam .
Pemeriksaan Mikroskopik
a. Siapkan sediaan dengan menereskan 1 atau 2 tetes spesimen pada gelas
obyek yang sudah dibilas alcohol.
b. Biarkan mongering didalam Biosafety cabinet dan jaringan diratakan
c. Fiksasi dengan api
d. Warnailah dengan zat warna pewarnaan Gram
e. Interpretasikan pewarnaan Gram
LIMITASI
A. Ahli mikrobiologi memegang peran kritikal dalam terapi infeksi luka,
Karen klinis sering menganggap berdasarkan laporan laboratorium
sebagai penyebab infeksi yang definitive. Penyajian identifikasi dan hasil
kepekaan yang tidak tepat dapat menyebabkan pemberian terapi segera
yang tidak perlu.
B. Adanya PMN merupakan indikasi suatu proses inflamator atau infeksius,
sementara adanya sel epitel mengindikasikan kontaminasi permukaan
dari spesimen. Spesimen yang berisi banyak sel spitel menyebabkan
akurasi hasil kultur dipertanyakan dalam diagnosis proses infeksius, dapat
berakibat ditolaknya spesimen untuk kultur
C. Jumlah organism yang sedikit atau organismen fasitidious yang sulit
tumbuh pada penanaman lempeng petri lengsung, mungkin akan tidak
didapatkan dalam kultur.
2. Volume Spesimen
Kultur Volume
Bakteri 1 ml
Jamur 2 ml
Mycobacteria 2 ml
Bakteri anaerob 1-2 ml
Penyimpanan :
Spesimen cairan serebrospinal yang telah dimasukan dalam tabung/botol
perbenihan atau botol Bactec/Bact alert harus segera dikirim ke laboratorium
untuk diproses
Criteria Rejeksi
1. Untuk prioritas permintaan, hubungi dokter jika jumlah volume spesimen
kurang.
2. Spesimen dalam waduh yang bocor harus diproses, tetapi dengan
memberitahukan kemungkinan adanya kontaminasi pada dokter.
3. Tidak direkomendasikan untuk uji antigen langsung
Media
a. Agar darah
b. Agar coklat
c. Medium cair (broth): BHI atau TSB
d. Medium khusus untuk mengisolir kuman anaerob
- Thioglycollate
- Chopped Cooked Meat medium
e. Media identifikasi mikroba yang sesuai
f. Media untuk melakukan uji resistensi antimikroba
Reagensia
Reagensia untuk melakukan uji biokimia yang sesuai.
Cakram antibiotic yang dipakai untuk uji resistensi juga harus sudah terdaftar
pada Departemen Kesehatan RI.
PEMERIKSAAN SPESIMEN
SEREBROSPINAL PADA PASEIN HIV &
AIDS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 4/6
Alat:
Peralatan yang dibutuhkan adalah :
Berbagai alat keamanan dan keselamatan kerja petugas laboratorium:
1. Jas laboratorium
2. Masker
3. Sarung tangan
4. Face shield/goggles
5. Biosafety cabinet kelas II
Jenis Spesimen :
Sputum
- Expectorated sputum
- Induced sputum
Bahan pemeriksaan berupa sputum diambil secara benar untuk menghindari
kontaminasi oleh mikroorganisme yang mengkolonisasi daerah disekitas lokasi
pengambilan bahan pemeriksaan.
PEMERIKSAAN SPESIMEN SPUTUM PADA
PASIEN HIV & AIDS
2. Volume Spesimen
Kultur Volume
Bakteri Aerob 1 ml
Jamur 3-5 ml
Mycobacteria 5-10 ml
Penyimpanan :
Wadah (kontainer) yang telah berisi spesimen sputum dapat disimpan pada 2-8 oC
sampai kultur diproses.
PEMERIKSAAN SPESIMEN SPUTUM PADA
PASIEN HIV & AIDS
Media
a. Agar darah
b. Agar coklat
c. Medium diferensial : Mac Conkey atau EMB
d. Medium identifikasi mikroba yang sesuai
e. Media untuk melakukan uji resistensi antimikroba
Reagensia
Reagensia untuk melakukan pewarnaan Gram dan uji biokimia yang sesuai.
Cakram antibiotik yang dipakai untuk uiji resistensi juga harus sudah terdaftar
pada Departemen Kesehatan RI.
Alat :
Peralatan yang dibutuhkan adalah :
Berbagai alat keamanan dan keselamatan kerja petugas laboratorium :
1. Jas laboratorium
2. Masker
3. Sarung tangan
4. Face shield / goggles
5. Biosafety cabinet kelas II
Inkubasi
Media yang sudah diinokulasi, diinkubasi pada 35-37 oC dalam 5% CO2 selama
minimum 48 jam; lebih baik 72 jam.
Pemeriksaan Mikroskopis
Pewarnaan Gram
a. Siapkan sediaan dengan meneteskan 1 atau 2 tetes spesimen pdaa gelas
obyek yang sudah dibilas alkohol
b. Biarkan mengering didalam Biosafety cabinet dan jangan diratakan
c. Fiksasi dengan api
d. Warnailah dengan zat warna pewarna Gram
e. Interpretasikan pewarnaan Gram
Pemeriksaan Spesimen Sputum untuk Kultur Jamur dapat dilihat pada bab
Pemeriksaan Jamur
Pemeriksaan Speseimen Sputum untuk Mycobacterium tuberculosis dapay dilihat
pada bab Pemeriksaan Mycobacterium tuberculosis
LIMITASI
A. Beberapa agen tidak tumbuh pada kultur rutin, tetapi dapat menjadikan
penyebab penyakit yang signifikan
B. Hasil negatif palsu dapat merupakan hasil kontaminasi specimen dengan
mikrobiota oral normal atau sebellumnya diterapi antimikroba
C. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh overinterpretasi hasil kultur.
PEMERIKSAAN SPESIMEN SPUTUM PADA
PASIEN HIV & AIDS
Pelaporan
Hasil pemeriksaan laboratorium dilaporkan ke dokter yang mengirim
specimen/meminta pemeriksaan laboratorium.
- Pewarnaan Gram; laporkan hapusan sesuai prosedur yang berlaku sesegena
mungkin
- Jangan laporkan bila jumlah bakteri (< 1 dalam 20 lapangan pandang) yang
terlihat pada hapusan. Jika bakteri pada hapusan tidak terisolasi, buatlah
catatan pada laporan untuk indikasi ketidakcocokan ini
- Laporkan “Tidak ada pertumbuhan pada semua mikroorganisme seluran
nafas atau normal” jika tidak ada pertumbuhan pada semua lempeng Petri.
Catatan : Mungkin ini mengindikasikan adanya inhibisi antimicrobial dari
mikrobiota normal
- Laporan positif
- Laporan preliminer dan hasil akhir sebagai “Isolat kosistensi dengan
mikroorganisme yang ada pada saluran nafas atas” jika tidak ada pathogen
yang terisolasi
- Laporan semua pathogen dan uji kepekaan yang dibuat
- Berikan laporan prelimminer sesuai indikasi
- Laporkan uji kepekaan dengan pedoman NCCLS
Jenis Spesimen :
1. Mid stream (aliran tengah)
2. Kateter
3. Aspirat supra public (SPA)
Bahan pemeriksaan berupa urin diambil secara benar untuk menghindari
kontaminasi oleh mikroorganisme yang mengkolonisasi daerah di sekitar lokasi
pengambila bahan pemeriksaan.
PEMERIKSAAN SPESIMEN URIN PADA PASEIN
HIV & AIDS
2. Volume Spesimen
Kultur Volume
Bakteri aeron 1-5 ml
Jamur >10 ml
Mycobacterium tuberculosis ± 50 ml (>20 ml)
Bakteri anaerob > 1 ml
Leptospira ± 5 ml
Penyimpanan :
Specimen urin yang tidak dapat mencapai laboratorium dalam waktu kurang dari
2 jam dapat disimpan pada suhu 4oC selama 24 jam.
Alat :
Peralatan yang dibutuhkan adalah :
Berbagai alat keamanan dan keselematan kerja petugas laboratorium:
1. Jas laboratorium
2. Masker
3. Sarung Tangan
4. Face shield/goggles
5. Biosafety cabinet kelas II
PEMANTAPAN MUTU Pemantapa Mutu Pemeriksaan Bakteri Jamur Penyebab Infeksi dalam darah
PEMERIKSAAN meliputi:
BAKTERI/JAMUR 1) Uji sterilisasi medium
PENYEBAB INFEKSI 2) Uji kualitas medium untuk menunjang pertumbuhan bakteri/jamur
DALAM DARAH
penyebab infeksi dalam darah
3) Uji kesahihan/validitas reaksi biokimia dengan bakteri/jamur penyebab
infeksi dalam darah galur standar/”reference strain”
4) Uji kualitas pemawranaan Gram
5) Uji kesalinan / validitas suhu incubator
PENCATATAN DAN Pencatatan
PELAPORAN - Specimen yang dikirim oleh UPIPI, IRJ dan IRNA RSUD Tarakan dicatat
dibuku pengiriman specimen
- Specimen yang diterima oleh laboratorium dicatat dalam buku penerimaan
specimen
- Hasil pemeriksaan laboratoriu dicatat dalam buku hasil pemeriksaan
laboratorium
Pelaporan
Hasil pemeriksaan laboratorium dilaporkan ke dokter yang mengirim
specimen/meminta pemeriksaan laboratorium.
- Laporan hasil pemeriksaan dengan pewarna Gram/ZN sesuai prosedur yang
berlaku
- Laporan hasil biakan dan identifikasi mikroba
- Laporan hasil uji resistensi antimikroba
Pengambilan :
a. Waktu optimal pengambilan specimen: dekat onset atau sedini mungkin,
sebelum pemberian obat antiherpes.
PEMERIKSAAN HERPES SIMPLEX VIRUS
(HSV) DAN VARICELLA-ZOSTER VIRUS (VZV)
Peralatan
a. Mikroskop cahaya
b. Mikroelisa reader, mikrosentrifus, mikropipet, frezzer
Cara kerja
a. Hapusan pada kaca objek difiksasi dengan methanol dan diwarnai dengan
cat Giemsa, diamati adanya multinucleated giant cell
b. Pemeriksaan serologis dilakukan sesuai prosedur kerja dan hasil dibaca
dengan microelisa reader.
PEMANTAPAN MUTU a. Spesimen tidak adekuat bila tidak terlihat sel epitel
b. Setiap kali mengerjakan ELISA, harus disertakan control positif dan negatif
PENCATATAN DAN 1. Mikroskopis (Pewarnaan Giemsa)
PELAPORAN Multibucleated gaint cell: positif atau negative
2. Serologi (ELISA)
a. Hasil dinyatakan reaktif bila absorbans di atas nilai cutoff
b. Hasil dinyatakan non-reaktif bila absorbans di bawah atau sama dengan
nilai cutoff
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI
CYTOMEGALOVIRUS (CMV)
Jenis specimen
1. Serum
2. Plasma
Hindarai specimen :
1. Hemolisis
2. Ikterik
3. Lipemik
Pengambilan Spesimen :
1. Darah utuh diambil dengan teknik flebotomi yang benar dan secara
aseptic dan petugas menggunakan sarung tangan.
2. Plasma didapat dengan menggunakan antikogulan K2EDTA/K3EDTA.
3. Serum didapatkan dengan mendiamkan darah utuh tanpa antikoagulan
selama (15-30) menit sampai terbentuk serum kemudian dipusingkan
300 rpm selama 5-15 menit, kemudian serum dipisahkan ke tabung lain.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI
CYTOMEGALOVIRUS (CMV)
Pengiriman
a. Waktu pengiriman tidak boleh melampaui masa stabilitas bahan.
b. Tidak terkena sinar matahari secara langsung
c. Kemasan memenuhi syarat keamanan kerja laboratorium termasuk
pemberian lebel yang bertuliskan “ Bahan Pemeriksaan Infeksius”.
Metode Pemeriksaan
ELISA : pemeriksaan anti-CMV dari kelas immunoglobulin M (IgM) dan
immunoglobulin G (IgG)
Reagensia :
CMV kit dengan prispin ELISA (IgG dan IgM CMV)
Peralatan :
1. Vortex
2. Sentrifus
3. Mikropipet
4. ELISA Reader
5. ELISA Washer
Pemeriksaan Serologi
Menggunakan prinsip ELISA, prsedur dilakukan sesuai petunjuk dari reagen yang
digunakan
PEMANTAPAN MUTU 1. Reagensia dan bahan pemeriksaan harus disimpan pada keadaan sesuai
petunjuk.
2. ELISA digunakan kintrol positif dan control negatif
PENCATATAN DAN Pencatatan
PELAPORAN Hasil dicatat pada buku catatan kerja harian yang berisi data masing – masing
pemeriksaan dan rekapitulasi jumlah pasien dan specimen yang diterima. Data
Pasien disimpan selama 5 tahun untuk penderita IRJ dan 10 tahun untuk penderita
IRNA.
Pelaporan
a. Hasil dinyatakan reaktif bila absorbans di atas nilai cutoff
b. Hasil dinyatakan non-reaktif bila absorbans di bawah atau sama dengan nilai
cutoff.
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI
VIRUS HEPATITIS B
Jenis specimen
1. Serum
2. Plasma
Pengambilan Spesimen:
1. Darah utuh diambil dengan teknik flebotomi yang benar dan secara
aseptic dan petugas menggunakan saraung tangan.
2. Plasma didapat dengan menggunakan antikoagulan K2EDTA/K3EDTA
3. Serum didapatkan dengan mendiamkan darah utuh tanpa antikoagulan
selama minimal 30 menit sampai terbentuk serum kemudian
dipusingkan 3000 rpm selama 5-15 menit
Metode pemeriksaan
1. ELISA
2. Rapid tes
Raegensia
HBsAg kit dengan prinsip ELISA atau rapid test
Peralatan
1. Vortex
2. Sentrifus
3. Mikropipet
4. ELISA Reader
5. ELISA Washer
Pemeriksaan Serologi
HBsAg : Menggunakan prinsip ELISA dan Rapid test, prosedur dilakukan sesuai
petunjuk dari reagen yang digunakan
PEMANTAPAN ELISA digunakan control positif dan control negative
KWALITAS Rapid Test meggunakan garis control
1. Pencatatan
Hasil dicatat pada buku catatan kerja harian yang berisi data masing – masing
pemeriksaan dan rekapitulasi jumlah pasien dan specimen yang diterima. Data
Pasien disimpan selama 5 tahun untuk penderita IRJ dan 10 tahun untuk penderita
IRNA.
2. Pelaporan
HBsAg (ELISA)
a. Hasil dinyatakan reaktif bila absorbans di atas nilai cutoff
b. Hasil dinyatakan non-reaktif bila absorbans di bawah atau sama dengan
nilai cutoff
Jenis specimen
1. Serum
2. Plasma
Pengambilan Spesimen:
1. Darah utuh diambil dengan teknik flebotomi yang benar dan secara aseptic
dan petugas menggunakan saraung tangan.
2. Plasma didapat dengan menggunakan antikoagulan K2EDTA/K3EDTA
3. Serum didapatkan dengan mendiamkan darah utuh tanpa antikoagulan
selama minimal 30 menit sampai terbentuk serum kemudian dipusingkan
3000 rpm selama 5-15 menit
Metode pemeriksaan
1. ELISA
2. Rapid tes
Raegensia
HBsAg kit dengan prinsip ELISA atau rapid test
Peralatan
1. Vortex
2. Sentrifus
3. Mikropipet
4. ELISA Reader
5. ELISA Washer
6. Adsorben Pad
Pemeriksaan Serologi
HBsAg : Menggunakan prinsip ELISA dan Rapid test, prosedur dilakukan sesuai
petunjuk dari reagen yang digunakan
PEMANTAPAN ELISA digunakan control positif dan control negative. Repaid Test menggunakan
MUTU garis control.
PEMANTAPAN ELISA digunakan control positif dan control negative
KWALITAS Rapid Test meggunakan garis control
1. Pencatatan
Hasil dicatat pada buku catatan kerja harian yang berisi data masing – masing
pemeriksaan dan rekapitulasi jumlah pasien dan specimen yang diterima. Data
Pasien disimpan selama 5 tahun untuk penderita IRJ dan 10 tahun untuk penderita
IRNA.
2. Pelaporan
HBsAg (ELISA)
a. Hasil dinyatakan reaktif bila absorbans di atas nilai cutoff
b. Hasil dinyatakan non-reaktif bila absorbans di bawah atau sama dengan
nilai cutoff
Pemeriksaan :
Bahan pemeriksaan :
Kerikan kulit /kuku
Usapan mukosa orofaring
Hasil endoskopi dari esophagus
Secret vagina
PEMERIKSAAN LABORATORIUM CANDIDIASI
Pralatan :
Berbagai ala untuk keamanan dan keselamatan kerja bagi petugas laboratorium:
Jas laboratorium
Masker
Sarung tangan
Face shield/goggles
Biosafety cabinet kelas II a-b
Reagensia :
Untuk pemeriksaan biakan :
KOH 10-20%
Pewarnaan Gram
Media
Unruk pemeriksaan biakan :
Sabauround’s Dextrose Agar/SDA (+ antibiotic)/Chrom agar/Cornmeal
Tween 80 agar
SDA + antibiotic kloramfenikol
Cara kerja :
Sediaan langsung Mikroskopik:
1. Buat sediaan dari bahan yang dicurigai di atas gelas objek
2. Tetesi KOH 10% / LCB periksa dibawah mikroskop
3. Lihat gambaran blastokonidia/hifa semu, yeast, budding
PEMERIKSAAN LABORATORIUM CANDIDIASI
(Lampiran)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM CANDIDIASI
Serologi:
- Deteksi antigen merupakan tes pilihan dengan sesitivitas dan spesifitas
sangat tinggi.
- Deteksi antibody lebih memiliki nilai prognostic daripada nilai diagnostic
- Saat pasien sembuh antibody menjadi positif dan titer antigen menurun
- Pada pasien AIDS deragukan akan membentuk antibody yang cukup untuk
terdeteksi pada saat penyembuhannya.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
CRYPTOCOCCOSIS
Pemeriksaan :
Bahan pemeriksaan :
Sputum
Serum/darah
Cairan serebrospinalis
Lesi kulit (jarang)
Peralatan :
Berbagai alat untuk keamanan dan keselamatan kerja bagi petugas laboratorium :
Jas laboratorium
Masker
Sarung tangan
Face shield/goggles
Biosafety cabinat kelas II a-b
Reagensia :
Untuk pemeriksaan mikroskopis/langsung :
Tinta India atau Nigrosin
Periodic Acid Schiff stain
Media
Untuk pemeriksaan biakan :
Sabouround’s Dextrose Agar/SDA (+ antibiotiik)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
CRYPTOCOCCOSIS
Biakan :
- Pada Sabouraund’s Dextrose Agar (SDA) diinkubasi pada suhu 25oC dan 37
oC, koloni tanpak dalam waktu 48-72 jam, namun dapat membutuhkan
waktu lebih lama, tergantung jumlah jamur yang ada.
- Koloninya lunak dan memiliki konsistensi seperti krim atau seperti lender
bila mempunyai kapsul dalam jumlah banyak.
- Pada subkultur ulang, koloni cenderung menjadi kering karena besar kapsul
berkurang.
Lampiran :
Gambaran mikroskop :
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
CRYPTOCOCCOSIS
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
HISTOPLASMOSIS
Klinis :
- 95% kasus histoplasmosis tidak bergejala, subklinik atau beenigna.
- 5% kasus menunjukkan gejala penyakit paru progresif, penyakit kulit atau
sistemik menahun atau penyakit sistemik yang akut, ganas dan mematikan
- Sediaan langsung (mikroskopi): pewarnaan wright/giemsa.
Pemeriksaan laboratorium :
Bahan pemeriksaan harus diambil sesuai dengan gejala pada pasien.
Pathogen ini hidup dalam makrofog, sehingga bahan pemeriksaan yang ideal
diambil untuk pemeriksaan langsung dan biakan adalah sumsum tulang.
Kultur merupakan pemeriksaan baku emas untuk diagnosis definitive
Histoplasmosis. Jamur ini tumbuh lambat sehingga dibutuhkan waktu 2-4
minggu untuk mendapatkan hasil kultur. Kultur dapat diambil dari biopsy
sumsum tulang, darah perifer, biopsy kelenjar getah bening, lavase
bronkoalveoler ataupun biopsy kulit.
ALUR SPESIMEN Spesimen di kirim ke Laboratorium Mikrobilogi Klinik RSUD Tarakan
PROSEDUR Persiapan pasien : tidak perlu persiapan khusu
Pengambilan specimen L aseptic, wadah steril dan tanpa pengawet
Pengiriman dan penyimpanan : segera dan langsung dikerjakan
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
HISTOPLASMOSIS
Peralatan :
Berbagai alat untuk keamanan dan keselamatan kerja bagi petugas laboratorium :
Jas laboratorium
Masker
Sarung tangan
Face shield/goggles
Biosafety cabinat kelas II a-b
Reagensia :
Untuk pemeriksaan mikroskopis/langsung :
Giemsa atau wright’s stain
Methanol
Buffer phosphate pH 7,2
Lactophenol cotton blue/LCB
Media
Untuk pemeriksaan biakan :
Madia Sabouraud (Sabouraud’s Dextrose Agar) (+ antibiotiik)
Media agar darah
Media mengandung cyloheximide.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
HISTOPLASMOSIS
Sel ragi bertunas intraseluler di sediaan apus sumsum tulang atau darah tepi
Biakan :
- Pada Sabouraund’s Dextrose Agar (SDA) diinkubasi pada suhu 25oC dan
37 oC, 10-12 hari atau 2-4 minggu.
- H. capsulatun menunjukan dimorphism ternal dengan bentuk ragi bertunas
pada jaringan hiduo atau biakan pada suhu 37oC, atau bentuk jamur berhifa
(mould) ditanah atau biakan pada suhu di bawah 30oC.
- Pada SDA yang diinkubasi pada suhu 25 oC sebagian besar tubuh lebat,
berwarna putih atau coklat kekuningan, seperti kapas dengan bagian
transversal berwarna coklat muda. Kadang – kadang koloni glabrous atau
verukosa.
- Koloni pada agar darah BHI yang diinkubasi pada suhu 37oC rata,
basah/lembab, putih dan seperti ragi.
- Pada pemeriksaan mikroskopik tampak banyak sel seperti ragi bundar atau
oval yang bertunas, berukuran 3-4 x 2-3 mm.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
HISTOPLASMOSIS
Lampiran :
PEMANTAPAN Pada tiap pemeriksaan disertakan control positif yang mengandung spora
KWALITAS Histoplasma capsulatum oada kaca objek yang sama dengan bahan pemeriksaan.
Perlu diperhatikan pengecatan sel lekosit di hapusan. Pada keadaan normal
tampak sel lekosit biru sampai violet.
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
ASPERGILOSIS
Pemeriksaan :
Bahan pemeriksaan :
Sputum ( dahak )
Bilasan bronkus
Biopsi paru
Peralatan :
Berbagai alat untuk keamanan dan keselamatan kerja bagi petugas laboratorium :
Jas laboratorium
Masker
Sarung tangan
Face shield/goggles
Biosafety cabinat kelas II a-b
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
ASPERGILOSIS
Reagensia :
Untuk pemeriksaan mikroskopis/langsung :
KOH 10-20%
Alkohol 70%
Lactophenol cotton blue/LCB
Media
Untuk pemeriksaan biakan :
Madia Sabouraud Dextrose Agar/SDA (+ kloramfenikol)
Cara kerja:
Sediaan langsung :
Preparat gelas objek yang berisi baha ditetesi dengan KOH 10-20% atau LCB.
Selanjutnya dicari adakah gambaran konidia atau hifa.
Kultur :
1. Media ( slant ) Sabouraud Dextrose Agar
2. Inkubasi 45 sampai 50 oC
3. Lama inkubasi 48 jam sampai 72 jam
4. Aspergillus fumigitus bila tumbuh pada suhu 45 sampai 50 oC
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PNEUMOCYSTIS PNEUMONIA (PCP)
Pemeriksaan :
Bahan pemeriksaan :
Sputum ( dahak )
Bilasan bronkus
Biopsi paru
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PNEUMOCYSTIS PNEUMONIA (PCP)
Reagensia :
Untuk pemeriksaan mikroskopis/langsung :
Sulfonasi
Toluidin
Wright’s stain
Bahan fluoresen
Cara kerja:
Hanya dilakukan pemeriksaan mikroskopis dan tidak dapat dilakukan biakan.
Sediaan langsung:
a. Mikroskopik
Teteskan pada gelas objek: 1 tetes cat Wright atau bahan fluoresen dan
bahan spesimen dengan lidi atau applicator stick.
Buat suspensi jangan terlalu tebal dan tipis, tutup dengan gelas penutup,
dan direkat dengan vaspar mencegah sediaan kering. Periksa dibawah
mikroskop: amati adanya kista P jirovecii (carinii).
PEMANTAPAN Pada tiap pemeriksaan disertakan kontrol positif yang mengandung kista P
KWALITAS jirovecii (carinii) pada kaca objek yang sama dengan bahan pemeriksaan.
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PARASIT
Jenis spesimen
Tinja
a. Bentuk cair
Guna melihat gerakan protozoa trofozoit
Pemeriksaan dilakukan ½ jam sesudah berak ( ½ haour off passage)
b. Bentuk agak padat
Guna melihat beberapa protozoa kista
Telur cacing
Pengambilan Spesimen
1. Penting dalam cara mengambil dan mengirim bahan
2. Penemuan (identifikasi) bergantung pada awal perekatan (fiksasi)
3. Penderita tidak menggunakan laksana atau habis minum Barium enema (
foto saluran cerna)
Tempat mengambil dan mengirim bahan :
a. Bersih, kering, kedap air, waduh bermulut lebar, bertutup liur
b. Tidak terancam air
c. Dalam larutan garam atau sodium fosfat, tidak tercemar minyak
mineral
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PARASIT
Reagensia :
1. Salin /eosin/Lugol: sediaan langsung
2. Bahan pemeriksaan dalam pengawet formalin/PVA:
Chromotrope, Trichrome, Tahan asam (Acid fast), Safranin
Peralatan:
1. Vortex
2. Sentrifus
3. Mikropipet
4. Gelas obyek
5. Gelas penutup
Cara kerja
Mikroskopik
Persiapan Pemeriksaan:
1. Pencahayaan diatur
2. Mikrometer okuler jangan diubah sesudah dikalibrasi
3. Teliti tepi gelas penutup
4. Amati seluruh sediaan
5. Gunakan acuan : gambar, ukuran, preparat yang positif
Pengamatan mikroskopik
Gerakan protozoa di larutkan cair/tinja lunak
Pengawet PVA tidak digunakan sebab keruh
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PARASIT
Jenis Spesimem :
1. Serum
2. Plasma
Pengambilan Spesimen
1. Darah utuh diambil dengan teknik phelebotomy yang benar secara aseptik
(untuk sampel serum atau plasma).
2. Sampel plasma: darah utuh dimasukkan ke dalam vacutainer yang berisi
antikoagulan EDTA/Lithium Heparin dan dikocok bolak-balik kurang lebih
10 kali.
3. Tabung dipusingkan pada sentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 5-
15 manit.
PEMERIKSAAN TOKSOPLASMOSIS
Pengiriman
a. Waktu pengiriman tidak boleh melampaui masa stabilitas bahan
b. Tidak terkena sinar matahari secara langsung
c. Kemasan memenuhi syarat keamanan kerja laboratorium termasuk
pemberian label yang bertuliskan “Bahan Pemeriksaan Infeksius”.
d. Didalam kemasan suhu harus memenuhi syarat.
Pemeriksaan
1. ELISA = Enzyme-linked immunosorbent assy (IgG dan IgM anti
Toksoplasma ).
2. ELFA = enzyme-linked fluorescent immunoassay (IgG avidity).
Reagensia
1. IgM dan IgG anti Toksoplasma menggunakan reagensia dengan prinsip
ELISA (Antigen Toksoplasma dilapisi pada permukaan sumuran. Antigen
ini akan berikatan dengan IgM/IgG yang ada pada serum pasien, kemudian
dilakukan pencucian untuk menghilangkan bahan-bahan yang tidak terikat.
Penambahan konjugat ensim akan berikatan dengan kompleks antigen
antibodi, kelebihan konjugat dapat dihilangkan lewat proses pencucian. Pada
tahap terakhir ditambahkan TMB yang akan bereaksi dengan ensim pada
konjugat menyebabkan perubahan warna yang akan dideteksi pada ELISA
reader).
2. IgG Avidity menggunakan reagensia dengan prinsip ELFA dan dikerjakan
secara otomatis pada immunology analizer.
Alat :
1. Mikropipet
2. Sentrifus
3. Vortex
4. ELISA Reader dan Washer
5. ELFA otomatisasi
Cara kerja :
Masing – masing metode dikerjakan sesuai petunjuk dari produsen reagen.
PEMERIKSAAN TOKSOPLASMOSIS
Pelaporan
1. Hasil diketik pada lembar laporan hasil yang sudah tersedia dan ditanda
tangani dokter penanggung jawab.
2. IgM anti toksoplasma : hasil dapat dilaporkan sebagai negatif, positif dan
equivocal tanpa adanya titer.
3. IgG anti toksoplasma dilaporkan negatif, positif atau equivocal dengan
menggunakan titer antibodi. Pemeriksaan ulang pada 8-14 kemudian
sebaiknya dilakukan untuk mengetahui adanya peningkatan antibodi IgG.
Ratio indeks > 1,5 (dibandingkan pemeriksaan sebelumnya) menampakkan
peningkatan kadar antibodi yang bermakna dan sebagai petunjuk adanya
infeksi toksoplasma akut.
4. IgG Avidity dilaporkan dalam indeks. Indeks < 0,200 dinyatakan sebagai
low avidity (menunjukan adanya infeksi baru < 4 bulan). Indeks 0,200 ≥ dan
<0,300 dinyatakan bordeline avidity (diperlukan pemeriksaan IgG, IgM dan
Avidity tes 3 minggu kemudian). Indeks ≥ 0,300 dinyatakan sebagai high
avidity (menyingkirkan adanya kemungknan infeksi toksoplasma baru < 4
bulan).
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM DISENTRI
AMEBA (AMEBIASIS)
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
LABORATORIUM Tanggal Ditetapkan
HIV & AIDS
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Penyakit disentri ameba terdapat dioenderita dengan kekebalan melemah oleh
penyakit atau gangguan sistem kekebalan (immunocompromised) antara lain
pada penderita HIV & AIDS.
TUJUAN Untuk mendeteksi adanya infeksi parasit pada penderita HIV & AIDS, sehingga
dapat dilakukan pengobatan secara tepat.
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi (UPIPI), Instalasi Rawat Jalan
(IRJ) dan Instalasi Rawat Inap (IRNA), Intencive Care Unit (ICU), RSUD
Tarakan
PELAKSANAAN DAN Pelaksanaan : Teknis Laboratorium yang sudah terlatih
PENANGGUNG Penanggung jawab :Dokter Spesialis Patologi Klinik
JAWAB
URAIAN ILMIAH Infeksi parasit berasal makanan atau minuman yang tercemar parasit, tertelan
dan kemudian dikeluarkan akan ditularkan melalui tinja.
Entamoeba histolytia mempunyai 3 stadium, bentuk histolitika, bentuk minuta
dan bentuk kista. Bentuk histolitika, dan minuta berbentuk trofozoit. Bentuk
histolitika yang patogen dan berukuran besar dari minuta. Bentuk histolika
berinti di endoplasma. Ektoplasma bening dan homogen di bagian tepi sel.
Bantuk histolika berkembang biak dijaringan dan merusak jaringan tersebut
disebut Entamoeba histolytica. Bentuk kista di rongga usus besar bentuk bulat
dan lonjong mengandung bakteri dan sisa makanan. Bantuk minuta dapat
berubah bentuk histolitika dan tersebar di jaringan hati, paru dan otak. Infeksi
terjadi dengan menelan kista yang matang.
Siklus hidup : kista (stadia Infeksi) → keluar dari saluran penceranaan → sampai
empat (4) trofozoit dikeluarkan → penyakit → encystation → kista dikeluarkan
melalui tinja.
Jenis Spesimen
Tinja
a. Bentuk cair
Guna melihat gerakan protozoa trofozoit
Pemeriksaan dilakukan ½ jam sesudah berak (1/2 hour of passage)
b. Bentuk agak padat
Guna melihat beberpa protozoit kista
PEMERIKSAAN LABORATORIUM DISENTRI
AMEBA (AMEBIASIS)
Reagensia
1. Salin/eosin/Lugol : sediaan langsung
2. Bahan pemeriksaan dalam pengawet Formlain/PVA: Trichrome
Peralatan:
1. Mikroskop
2. Gelas objek
3. Gelas penutup
4. Mikroelisa reader
5. Elisa washer
Cara Kerja
Mikroskopik
Persiapan pemeriksaan :
1. Pencahayaan diatur
2. Mikrometer okuler jangan diubah sesudah dikalibrasi
3. Teliti tepi gelas penutup
4. Amati seluruh sediaan (tedious)
5. Gunakan acuan: gambar, ukuran, preparat yang positif
Pengamatan mikroskopik
Gerakan protozoa di larutan cair/tinja lunak
Pengawet PVA tidak digunakan sebab keruh
PEMERIKSAAN LABORATORIUM DISENTRI
AMEBA (AMEBIASIS)
Perlu diperhatikan
1. Pemeriksaan mikroskopik tinja : amati trofozoit dan kista (negatif sampai
50% pada kasus )
2. Ekstraintestinal pemeriksaan mikroskop aspirat abses (negatif sampai
50% pada kasus, serologi, X-ray, CT scan, ultrasound, ruang tempat lesi)
3. Penentuan antigen (perangkat/kit untuk memeriksa tinja)
4. Uji serologis untuk menentukan antibodi, sangar sensitif dan spesifik.
PEMANTAPAN MUTU 1. Pemantapan mutu internal: darah, kontrol positif, pengecatan baku
2. Setiap laboratorium mempunyai uji kecakapan untuk uji membuktikan
penampilan evaluasi
3. Acuan : buku parasitologi, gambar, spesimen yang diawetkan.
PPENCATATN DAN Pencatatan :
PELAPORAN Hasil dicatat pada buku catatan kerja harian yang berisi data masing – masing
pemeriksaan dan rekapitulasi jumlah penderita dan spesimen yang diterima. Data
pasien disimpan selama 5 tahun untuk penderita IRJ dan 10 tahun untuk penderita
IRNA.
Pelaporan
Mengisi hasil pemeriksaan di borang pelaporan
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM GIARDIASIS
Metode pemeriksaan
1. Pemeriksaan tiga (3) tinja atau segera atau hirupan (aspirat) untuk trozofoit
dan kista sering negatif (rata-rata 50-70%) bergantung selang keluat dan
lekerana organisme.
2. Pengeenlan (deteksi) antigen ELISA lebih sensitif dan spesifik dari pada
cara mikroskopik.
3. FA (fluorescent antibody) langsung
4. Uji serat/string tes (Enterotest)-gelatin kapsul dimasukkan dengan tali
Reagensia
1. Salin/eosin/Lugol :sediaan langsung
2. Bahan pemeriksaan dalam pengawet Formalin/PVA: Trichrpme
Cara kerja
Mikroskopik
Persiapan pemeriksaan
1. Pencahayaan diatur
2. Mikrometer okuler jaringan diubah sesudah dikalibrasi
3. Teliti tepi gelas penutup
4. Amati seluruh sediaan (tedious)
5. Gunakan acuan : gambar, ukuran, preparat yang positif
Pengamatan mikroskopik
Gunakan frotozoa dilarutan cair / tinja lunak
Pengawet PVA tidak digunakan sebab keruh
Sediaan basah
1. Salin : menemukan telur /larva dan kista membias (refraktit) protozoa
2. Iodena : menunjukkan inti secara lengkap
3. Pengamatan dengan sinar rendah ( bila dicurigai temuan objek baru, sinar
ditinggikan).
PEMERIKSAAN LABORATORIUM GIARDIASIS
PEMANTAPAN MUTU 1. Pemantapan mutu internal: darah, kontrol positif, pengecatan baku
2. Setiap laboratorium mempunyai uji kecakapan untuk uji membuktikan
penampilan evaluasi
3. Acuan : buku parasitologi, gambar, spesimen yang diawetkan.
Pelaporan
Mengisi hasil pemeriksaan di borang pelaporan
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
ASCARIASIS
Jenis spesimen
Tinja
1. Bantuk cair
Guna melihat gerakan frotozoa trofozoit
Pemeriksaan dilakukan ½ jam sesudah berak (1/2 hour of passage)
2. Bentuk agak padat
Guna malihat beberapa protozoa kista
Telur cacing
Pengambilan Spesimen
Tempat mengambil dan mengirim bahan:
1. Bersih, kering, kedap air, wadah bermulut lebar, bertutup ulir
2. Tidak tercemar air
PEMERIKSAAN LABORATORIUM ASCARIASIS
Pengiriman
Pengawet
Bahan pemeriksaan dalam pengawet Formalin / PVA
Peralatan :
1. Mikroskop
2. Gelas objek
3. Gelas penutup
4. Sentrifus
Cara kerja
Mikroskopik :
Persiapan pemeriksaan
1. Pencahayaan diatur
2. Mikrometer okuler jangan diubah sesudah dikalibrasi
3. Teliti tepi gelas penutup
4. Amati seluruh sediaan (tedious)
5. Gunakan acuan : gambar, ukuran, preparat yang positif
Sediaan basah
1. Salin : menemukan telur
2. Iodine L menunjukkan inti secara lengkap
3. Pengamatan dengan sinar rendah (bila dicurigai temuan objek baru, sinar
ditinggikan)
PEMANTAPAN MUTU 1. Pemantapan mutu internal: darah, kontrol positif, pengecatan baku
2. Setiap laboratorium mempunyai uji kecakapan untuk uji membuktikan
penampilan evaluasi
3. Acuan : buku parasitologi, gambar, spesimen yang diawetkan.
Pelaporan
Mengisi hasil pemeriksaan di borang pelaporan
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
STRONGILOIDIASIS
Jenis spesimen
Tinja
1. Bantuk cair
Guna melihat gerakan frotozoa trofozoit
Pemeriksaan dilakukan ½ jam sesudah berak (1/2 hour of passage)
2. Bentuk agak padat
Guna malihat beberapa protozoa kista
Telur cacing
Pengambilan Spesimen
Tempat mengambil dan mengirim bahan:
1. Bersih, kering, kedap air, wadah bermulut lebar, bertutup ulir
2. Tidak tercemar air
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
STRONGILOIDIASIS
Pengiriman
Pengawet
a. Polyvinyl Alcohol (PVA)
- Polyvinyli alcihil : resin untuk pelekat
b. Formalin 5-10% : sediaan basah larva jangka lama (untuk metode
kepekatan konsentrasi)
c. Sodium – acatate-acetic acid formalin (SAF) –pelat, cat permanen,
albumin membentu pelekatan, baik digunakan untuk pengecatan
hematoxyiin eosin.
d. Merhiolate-iodine-formalin (MIF)
- Pengawet untuk cacing sediaan basah dan pekat.
Peralatan :
1. Mikroskop
2. Gelas objek
3. Gelas penutup
4. Sentrifus
Cara kerja
Mikroskopik :
Persiapan pemeriksaan
1. Pencahayaan diatur
2. Mikrometer okuler jangan diubah sesudah dikalibrasi
3. Teliti tepi gelas penutup
4. Amati seluruh sediaan (tedious)
5. Gunakan acuan : gambar, ukuran, preparat yang positif
Sediaan basah
1. Salin : menemukan larva
2. Pengamatan dengan sinar rendah (bila dicurigai temuan objek baru, sinar
ditinggikan)
PEMANTAPAN MUTU 1. Pemantapan mutu internal: darah, kontrol positif, pengecatan baku
2. Setiap laboratorium mempunyai uji kecakapan untuk uji membuktikan
penampilan evaluasi
3. Acuan : buku parasitologi, gambar, spesimen yang diawetkan.
Pelaporan
Mengisi hasil pemeriksaan di borang pelaporan
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM TRICHURIS
URAIAN ILMIAH Telur tertelan → larva berkembang dalam usus besar → telur masuk dalam tinja.
Bentuk dewasa jantan penjangnya 30 sampai 45 mm bergelendong (coil) di
bagian ujung posteroir. Dewasa betina panjangnya 335 sampai 50 mm dengan
bantuk rambut (kejur) di ujung posterior.
Telur berdinding kulit tebal, betuk gentong dengan sumbat (plug) di ujung tiang
berukuran 50 samapai 55 µm, sekitar 22 sampai 24 µm
Jenis spesimen
Tinja segar bentuk cair
Guna melihat gerakan frotozoa trofozPengawet untuk cacing sediaan basah dan
pekat.
Peralatan :
1. Mikroskop
2. Gelas objek
3. Gelas penutup
4. Sentrifus
PEMERIKSAAN LABORATORIUM TRICHURIS
Pengamatan mikroskopik :
Pemeriksaan mikroskopik tinja untuk mencari telur
PEMANTAPAN MUTU 1. Setiap laboratorium mempunyai uji kecakapan untuk uji membuktikan
penampilan evaluasi
2. Acuan : buku parasitologi, gambar, spesimen yang diawetkan.
Pelaporan
Mengisi hasil pemeriksaan di borang pelaporan
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Crptosporidiosis
Jenis spesimen
1. Tinja
2. Paru ( sputum, bronchial washing, biopsi )
3. Cairan empedu
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Crptosporidiosis
Pengiriman
Pengawet
a. Polyvinyl Alcohol (PVA)
- Polyvinyli alcihil : resin untuk pelekat
b. Formalin 5-10% : sediaan basah larva jangka lama (untuk metode
kepekatan konsentrasi)
c. Sodium – acatate-acetic acid formalin (SAF) –pelat, cat permanen,
albumin membentu pelekatan, baik digunakan untuk pengecatan
hematoxyiin eosin.
d. Merhiolate-iodine-formalin (MIF)
- Pengawet untuk cacing sediaan basah dan pekat.
Metode pemeriksaan :
1. Mikroskopik
2. ELISA
3. Mikroskop fluoresens
Peralatan :
1. Binokular mikroskop
2. Gelas objek, gelas penutup
3. Sengkelit
Cara kerja
Mikroskopik :
Persiapan pemeriksaan
1. Pencahayaan diatur
2. Mikrometer okuler jangan diubah sesudah dikalibrasi
3. Teliti tepi gelas penutup
4. Amati seluruh sediaan (tedious)
5. Gunakan acuan : gambar, ukuran, preparat yang positif
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Crptosporidiosis
Metode konsentrasi
Bila jumlah parasit sedikit dengan menggunakan metode apung dengan Formalin
ether atau Formalin aetyl asetat.
PEMANTAPAN MUTU 1. Pemantapan mutu internal : darah, kontrol positif pengecatan baku
2. Setiap laboratorium mempunyai uji kecakapan untuk uji membuktikan
penampilan evaluasi
3. Acuan : buku parasitologi, gambar, spesimen yang diawetkan.
Pelaporan
Mengisi hasil pemeriksaan di borang pelaporan
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
MICROSPORODIOSIS
Jenis spesimen
Tinja segar bentuk cair
Guna melihat gerakan frotozoa trofozoit
Pemeriksaan dilakukan ½ jam sesudah berak (1/2 hour of passage)
Pengambilan Spesimen
Tempat mengambil dan mengirim bahan:
1. Bersih, kering, kedap air, wadah bermulut lebar, bertutup ulir
2. Tidak tercemar air
Peralatan :
1. Mikroskop
2. Gelas objek
3. Gelas penutup
4. Mikrotom
5. Bahan cat
Cara kerja
a. Mikroskopik : Histopatologi
b. Elektron mikroskop
PEMANTAPAN -
MUTU
PPENCATATN DAN Pencatatan :
PELAPORAN Hasil dicatat pada buku catatan kerja harian yang berisi data masing – masing
pemeriksaan dan rekapitulasi jumlah penderita dan spesimen yang diterima. Data
pasien disimpan selama 5 tahun untuk penderita IRJ dan 10 tahun untuk penderita
IRNA.
Pelaporan
Mengisi hasil pemeriksaan di borang pelaporan
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
MICROSPORODIOSIS
Jenis spesimen
1. Urin segar
2. Tinja segar
Pengambilan Spesimen
1. Penting dalam cara mengambil dan mengirim bahan
2. Penemuan (Identifikasi) bergantung pada awal perekatan (fiksasi)
3. Penderita tidak menggunakan laksan atau habis minum Barium enema
(foto saluran cerna)
4. Tempat mengambil dan mengirim bahan :
a. Bersih, kering, kedap air, wadah bermulut lebar, bertutup ulir
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Schistosomiasis
Reagensia :
1. Trichrome, HE: sediaan langsung
2. Bahan pemeriksaan dalam pengawet formalin/PVA.
Peralatan :
1. Vortex
2. Sentrifus
3. Mikroskop
4. Gelas objek
5. Gelas penutup
Cara kerja
Mikroskopik :
Persiapan pemeriksaan
1. Pencahayaan diatur
2. Mikrometer okuler jangan diubah sesudah dikalibrasi
3. Teliti tepi gelas penutup
4. Amati seluruh sediaan (tedious)
5. Gunakan acuan : gambar, ukuran, preparat yang positif
Pengamatan mikroskopik :
1. Telur diamati
2. Pengawer PVA tidak digunakan sebab keruh
Sediaan basah
1. Salin : menemukan telur Iodine L menunjukkan inti secara lengkap
2. Pengamatan dengan sinar rendah (bila dicurigai temuan objek baru, sinar
ditinggikan)
Pelaporan
Mengisi hasil pemeriksaan di borang pelaporan
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN Mycobacterium tuberculosis dan
Non-Tuberculosis Mycobacteria (NTM)
Reagensia :
Cat warna Zeihl Neelsen (ZN), cat warna Acridine orange (AO), medium
Lowenstein Jensen (LJ), medium Middlebrook 7H9, medium Middlebrook 7H10,
Niacin test Strip (DIFCO), Nitrit Test Strip (DIFCO), asam pyrufat, MGIT
(Mycobacterium growth indicator tube), BACTEC system.
PEMERIKSAAN Mycobacterium tuberculosis dan
Non-Tuberculosis Mycobacteria (NTM)
Resistensi (R)
1. Streptomycin (4 mg/l) > 1%
2. Isoniazid (0,2 mg/l) > 1%
3. Rifampicin (40 mg/l) > 1%
4. Ethambutol (2 mg/l) > 1%
Pelaporan :
Sesuai format – TB – 04, dll
PEMERIKSAAN Mycobacterium tuberculosis dan
Non-Tuberculosis Mycobacteria (NTM)
Lampiran :
1. Prosedur preparasi sediaan sputum, mikroskopis :
a. Tulis nomor laboratorium pada salah satu ujung kaca sediaan (glass
slide) bersih baru tanpa goresan (menggunakan diamond marker)
b. Gunakan sengkelit (ose/loop) diameter 5 mm, yang didah distreilkan
dari pijar-mendingin, diambil satu loop bagian kental/purulens,
letakkan dibagian tengah sediaan, ratakan dengan gerakan elips
berulang berupa diameter 3 x 2 cm, sterilkan ose dengan celupan ose
kedalam pasier/losil, kemudian pijarkan ose untuk sterilisasi; Ratakan
sediaan berulang menggunakan tusuk gigi baru-bersih dengan
gerakan spiral berulang sehingga sediaan membentuk gambaran
sarang kebah, keringkan sediaan dengan cara biakan mongering di
udara; dilakukan fixasi dengan cara lewatkan 3-4 detik di atas api
(flaming) ulangi 3-5 kali, setelah mendingin siap diwarnai.
2. Prosedur pengawetan Ziehl Neelsen
a. Letakan gelas sediaan diatas rak pewarnaan, posisi sediaan di atas
b. Tuangi carbol fauchsin 15 menutupi seluruh gelas/slide
c. Posisi dari bawah kaca gelas/slide, dengan cara lewatkan api dengan
gerakan bolak-balik, sampai tampak uap, pertahanan uap sampai 5
menit.
d. Kemudian biarkan mendingin
e. Berdirikan slide untuk membuang carbol fachsin
f. Bilas dengan air mengalir
g. Diluntur dengan alcohol asam, sampai tidak Nampak warna merah
h. Bilas dengan air mengalir
i. Tuangi warna pembanding methylene blue 0,1%, selama 30 detik
j. Buang cat warna, kemudian bilas air mengalir
PEMERIKSAAN Mycobacterium tuberculosis dan
Non-Tuberculosis Mycobacteria (NTM)
Pembacaan mikroskopis
- Tetesi sediaan apusan dengan minyak emersi, amati di bawah lensa
objective 100 x selama minimal 10 menit, sesuai standar IKATDL
UNIT TERKAIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PEMANTAUAN ARV
Pengambilan specimen :
1. Darah utuh duambil dengan teknik flebotomi yang benar dan secara
aseptic (untuk sampel serum atau plasma)
2. Sampel plasma: darah utuh dimasukkan kedalam vacutainer yang berisi
atikoagulan EDTA/Lithium Heparin/Sodium Sitrat dan dikocok bolak-
balik kurang lebih 10 kali.
Tabung dipusingkan pada sentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama
5-15 menit.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PEMANTAUAN ARV
Pemantapan mutu
1. Pemeriksaan dikerjakan sesuai prosedur yang dianjurkan oleh tiap
prosedur reagensia.
2. Hindari penggunaan bahan yang lepemik, hemolisis, danikterik
3. Reagensia disamping pada keadaan sesuai petunjuk prosedur.
4. Peralatan yang dipakai harus da[at berfungsi dengan baik dan terpantau
secara teratur.
5. Pipet yang digunakan harus te;ah terkalibrasi.
6. Menggunakan disposable tip agar tidak terjadi kontaminasi atau carry
over
7. Bahan control internal disertakan setiap running alat atau pemeriksaan
8. Mengikuti pemantapan mutu eksternal
Pelaopran
Hasil diketik pada lembar laporan hasil yang sudah tersedia dan ditanda-tangani
dokter penanggung jawab.
UNIT TERKAIT
PETUNJUK TEKNIS
ALUR PEMERIKSAAN LABORATORIUM
INFEKSI OPORTUNIS
Diare Kronik
Spesimen
Feses. Rectual Swab
Pemeriksaan
Laoratorium
Amebiasis
Colitis
E. Coli toxigenic
(EPEC, EHEC,
EAEC, dll)
Candidia albicans
Spesimen
Sputum (Spontan), BAL, Aspirat, Cairan Pleura, Darah FNA
Pemeriksaan Laboratorium
Specimen
Pharyngeal swab, FNA
Pemeriksaan Lab
Spesimen
Urin Porsi Tengah, Urin Aspiraso, Urin Kateter, Aspirasi supropublik
Pemeriksaan Laboratorium
SEPSIS
Spesimen
Darah dan Fokus Infeksi
Pemeriksaan Laboratorium
Specimen
Cairan Serebrospinal (Liquor). Darah dan Fokus Infeksi
Pemeriksaan Lab
Hepatitis
Specimen
Serum, Darah
Lymphadenitis
Specimen
FNAB
Pemeriksaan
Laboratorium
Jamur
PROFILAKSIS KOTRIMOKSASOL
PENDAHULUAN Pemberian profilaksis Kotrimoksasol pada penderita HIV bias primer dan
sekunder
TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur pengobatan profilaksis pada infeksi oportunistik
yang sensitive terhadap kontrimoksasol
KEBIJAKAN Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Nomor :
……………. Tentang Kebajikan Pelayanan HIV AIDS Rumah Sakit
Umum Daerah Tarakan.
URAIAN ILMIAH Profilaksis primer: PCP, Toksoplasmosis, Diare (Isospora belli), Infeksi
respiratoris (Nocardia asteroid), Steptococcus pneumonia, Salmonella species,
Shigella species, Eschericia coli, Staplylococcus aures and Heamophilus
influenza.
Profilaksi Sekunder : PCP, Isospora belli dan Toksoplasmosis.
PROSEDUR 1. PELAKSANAAN PEMBERIAN PROFILAKSIS PRIMER & SEKUNDER
Adalah peserta PPDS I dengan supervisor/penanggung jawab oleh supervisor
konsul/supervisor seksi infeksi.
4. REKOMENDASI REGIMEN
Kontrimoksasol 960 mg atau 2 x 480 mg
Alternative bila alergi atau hamil trimester pertama : Dapsone 50 mg 2
x/ hari atau 100 mg/hari
Jika CD4 < 100 dan antibody toksoplasma positif : Dapsone 50 mg 2 x/
hari atau 100 mg/hari + primetamin 50 mg perminggu dan asam folat 25
mg perminggu.
Kasus reaksi obat yang tidak mengancam jiwa : hentikan obat selama 2
minggu kemudian
Dicoba lagi TMP/SMX dengan dosis ditingkatkan secara perlahan-lahan
Catatan : setelah desensitisasi di bawah pengawasan, hamper 70%
pasien dapat toleransi lagi dengan TMP/SMX.
6. EVALUASI PENGOBATAN
Tindak lanjut klinis
Tiap bulan dan kemudian 3 bulan jika pengobatan dapat ditoleransi
dengan baik
Monitoring gejala klinis dan toksisitas
Menilai dan menguatkan kepatuhan
Follow-up Laboratorium
Mengukur hemoglobin dan jumlah lekosit 6 bulan bila terdapat fasilitas
dan ada indikasi klinis.
UNIT TERKAIT
Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi RSUD Tarakan
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
HEPATITIS
2. Laboratorium
a. Serologi
- Hepatitis A : IgM anti-HAV
- Hepatitis B : Hbs Ag, Hbe Ag, IgM anti-HBc, HBV DNA
- Hepatitis C : anti-HCV, HCV RNA
b. Uji fungsi hati : SGPT, SGOT. Alkali Fosfatase, bilirubin direk, indirek,
urinalisis.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
HEPATITIS
4. Pinatalaksanaan
a. Terapi farmakologis
1. Infeksi Hepatitis Virus A akut : Suportif
2. Infeksi Hepatitis Virus B akut :
- Alfa interferon 5 juta unit 2x/hari atau 10 juta unit 3 kali/minggu
untuk 12-24 minggu.
- Lamivudine 300 mg perhari
3. Infeksi Hepatitis Virus C akut :
- Interferon pegylated (PegIFN alfa 2a) 180 µg sub kutan/minggu
+ Ribavirin 600-1000 mg/hari selama 48 minggu
- Jika CD4 > 200 sel/mm3, dilakukan monitoring pemeriksaan
CD4
- Jika CD4 < 200 sel/mm3, terapi ARV
b. Anjuran :
1. Mengurangi konsumsi alcohol
2. Menghindarai obat-obat hepatotoksis seperti parasetamol
antiinflamasi non steroid yang hepatotoksik dan antibiotic yang
hepatotoksik
c. Pemantauan berkelanjutan
1. HIV dank o-infeksi HCP menendakan akselerasi penyakit HIV dan
HCV
2. Pengaruh yang hepatotoksik beberpa ARV (seperti : nevirapine
narkoba dan obat (seperti : ketokonazol) penting
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
HEPATITIS
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
WASTING SYNDROME
PROSEDUR Penatalaksanaan
Terapi nutrisi dapat diberikan dengan berbagai cara : oral, enternal atau parenteral.
Dibutuhkan konsultasi gizi menentukan jenis diet yang sesuai untuk ODHA sesuai
keadaan penyakinya. Saat ini belum ada kesepakatan rekomendasi jumlah asupan
atau energy dan mikronutrien khusus untuk ODHA. Nutrisi yang diberiksan
sebaiknya tidak hanya mengembalikan berat badan, juga untuk mengembalikan
massa tubuh bebas lemak.
Terapi farmakologis
Perang nafsu makan seperti megestrol asetat dan dronabinol digunakan untuk
membantu meningaktkan asupan makanan dan berat badan pada ODHA.
Megestrol asetat banyak meningkatkan jumlah lemak disbanding massa bebas
lemak. Perangsang nafsu makan lain seperti siproheptadin baru diteliti dalam
skala kecil dan steroid sebaiknya dihindari karena efek sampingnya.
Tarapi farmakologis yang sudah dicoba untuk HIV –wasting syndrome adalah
talidomid, pentoksifilin, hormone pertumbuhan sintetik, nandrolon, oksandrolon
dan kototifen.
Pemberian obat sebaiknya juga disertai olah raga yang bersifat meningkatkan
kekuatan seperti bersepeda. Olahraga dapat meningkatkan kekuatan otot dan
memperbaiki nafsu makan.
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
KRIPTOKOKOSIS
Penatalaksanaan
Panduan terapi kriptokokosis terbagi dua, yaitu untuk infeksi berat ( meningitis )
dan infeksi ringan-sedang (pneumonia, antigenemia). Kriptokokosis pada organ
lain selain sistem saraf pusat dan paru tidak banyak diteliti. Disarankan untuk
memilih salah satu terapi di atas. Tindakan operatif fiperlukan untuk kasus
kriptokokoma, lesi tulang dan paru yang tidak berespons dengan terapi
medikametosa.
Profilaksis
Tidak ada terapi profilaksis primer yang dianjurkan untuk mencegah MK.
Profilaksis sekunder (rumatan) dengan salah satu regimen di bawah diberikan
seterusnya hingga nilai CD4 > 200 sel/µl/. Flukonazol 200 mg/hari secara oral (
pilihan pertama). Amfoterisin B 1 mg./kg/hari satu atau 2 kali 1 minggu secara
intravena. Intrakonazol 200 mg 2 kali 1 hari secara oral.
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN SEPSIS
TUJUAN 1. Membudayakan penanganan penderita HIV & AIDS yang tetap sebagai upaya
meningkatkan mutu pelayanan, pendidikan dan penelitian sesuai fungsi RSUD
Tarakan sebagai rumah sakit rujukan kelas A dan rumah sakit pendidikan.
Mengindentifikasi secara dini setiap penyakit yang berhubungan dengann
infeksi HIV dan pengobatananya.
2. Memberikan petunjuk penanganan sepsis yang berhubungan dengan HIV
B. Respons sistemik yang ditandai oleh satu dari keadaan sebagai berikut :
1. Hipotensi yang tidak dapat dijelaskan (sistolik < 90 mmHg atau penurunan
> 40 mmHg dari tekanan darah semula)
2. Kegagalan faal organ yang multipel, antara lain : hati, ginjal,
gastrointestinal, paru, saraf dan jantung.
3. Alkalosis respiratorik atau asidosis metabolik
4. Diagnosis sepsis : 2 dari A + 1 dari B
Respirasi
Oksigen arterial diperiksa dengan pulse pxmetri atau dengan memeriksa gas
darah. Oksigen diberikan melalui pipa nasal, atau masker untuk mempertahankan
saturasi oksigen arteri lebih dari 95%. Bila terjadi gagal nafas dilakukan intubasi
dan ventilasi mekanik.
Support hemodinamik
Penanganan inisial terhadap pasien sepsis yang mengalami hipotensi harus
mencakup pemberian cairan intravena yang secara tipikal berupa 1 hingga 2 liter
larutan normal saline selama 1 hingga 2 jam. Curah urin harus dijaga di atas 30
ml/jam dengan pemberian cairan yang kontinyu; preparat diuretic seperti
furisemid dapat diberikan bila ddirekomendasikan.
Khusus ada syok septic, consensus direkomendasi
1. Cairan resusitasi segera diberikan dengan cairan yang ada
2. Cairan koloid lebih dianjurkan untuk resusitasi awal karena mempunyai efek
hemodinamik segera.
3. Infuse cairan selanjutnya dapat memakai koloid dan atau kristaloid.
Bila keadaan tak dapat diatasi dengan pemberian cairan saja, maka perlu diberi
obat vasopresor, golongan sympathomimetic amine. Norepinephrin biasanya baru
dipakai bila pemberian dopamine dan dobutamin tak berhasil menaikan tekanan
darah sistemik.
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
ASPERGILOSIS
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
CYTOMEGALOVIRUS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/3
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Factor resiko infeksi Cytomegalovirus (CMV) jika CD4 < 50 sel/µl dan antibosi
CMV positif. Profilaksis primer tidak dianjurkan secara rutin untuk mencegah
infeksi SMV.
TUJUAN 1. Membudayakan penanganan penderita HIV & AIDS yang tetap sebagai upaya
meningkatkan mutu pelayanan, pendidikan dan penelitian sesuai fungsi RSUD
Tarakan sebagai rumah sakit rujukan kelas A dan rumah sakit pendidikan.
Mengindentifikasi secara dini setiap penyakit yang berhubungan dengann
infeksi HIV dan pengobatananya.
2. Memberikan petunjuk penanganan CMV yang berhubungan dengan HIV
KEBIJAKAN Unit Perawatan Intermediate Penyakit Infeksi RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH Diagnosis definitive infeksi CMV dengan pemeriksaan mikroskopis (histology atau
serologi), kultur atau deteksi antigen pada specimen langsung dari jaringan yang
terkena atau cairan dari jaringan. Pemeriksaan antibody CMV sulit membedakan
infeksi baru dan infeksi lama. Oleh karena itu dikembangkan pemeriksaan antigen
CMV secara serologis dan PCR.
PROSEDUR Diagnosis
Diagnosis retinitis CMV ditegakkan bedasarkan gambaran klinis dan fundukskopi.
Diagnosis presumtif digunakan pada pemeriksaan oftalmologis serial (missal :
bercak diskrit pada retina dengan batas yang tegas, menyebar secara sentrifugal
sepanjang pembuluh darah, memburuk selama beberapa bulan dan sering diserti
vaskulitis, perdarahan dan nekrosis retinal). Resolusi penyakit aktif menyebabkan
parut di retina dan atrofi dengan retinal pigment & epithelial motting.
Keadaan ancaman gangguan penglihatan berat dan pemulihan system imun sulit
diharapkan, dapat dipasang implas gansiklovir intraokuler tiap 6-8 bulan
dikombinasikan dengan valgansiklovir oral dosis rumatan 1 kali 900 mg. pada
keadaan ancaman gangguan penglihatan berat dan pemulihan system imun dapat
diharamkan, implant gansiklovir intraokuler dikombinasi dengan valgansiklovir
oral dosis rumatan 1 kali 900 mg atau tetapi sistemik dengan gasiklovir,
valgansiklovir atau foscarnet.
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN DIARE
TUJUAN 1. Membudayakan penanganan penderita HIV & AIDS yang tetap sebagai upaya
meningkatkan mutu pelayanan, pendidikan dan penelitian sesuai fungsi RSUD
Tarakan sebagai rumah sakit rujukan kelas A dan rumah sakit pendidikan.
Mengindentifikasi secara dini setiap penyakit yang berhubungan dengann
infeksi HIV dan pengobatananya.
2. Memberikan petunjuk penanganan diare kronis yang berhubungan dengan HIV
c. Temuan diagnostic
Penemuan umum
Kuman Salmonella bias ditemukan dalam kultur feses atau darah
Widal yang meningkat dalam 2 minggu
d. Penatalaksanaan dan terapi
Terapi farmakologis
- Kotrimolsasol 960 g 2 kali/hari atau kloramfenikol 250 mg 4
kali/hari selama 3 minggu
- Terapi lebih pendek : siprofloksasin 500 mg 2 kali/hari atau
ofloksasin 400 mg 2 kali/hari atau seftriakson 2 g IV selama 7-
10 hari.
- Jika pengobatan empiris dengan kotrimoksasol tidak efeksit
untuk pasien dengan bacillary dysentery, fluorokuinolon
merupakan pilihan, diikuti eritromisin jika ada gejala diare
berdarah
Bila ada tanda-tanda sepsis, perlu pengobatan IV
Beberpa pasien sering kambuh setelah terapi sehingga terapi
pemeliharaan terkadang diperlukan
Rehidrasi dan koreksi gangguan elektrolit. Beri terapi antidiare
Intake energy dan protein tinggi mengurangi derajat keparahan
2. Etiologi : Shigella
a. Tanda dan gejala
Demam tinggi, nyeri obdominal, diare berdarah
b. Penatalaksanaan dan terapi
Uji primer
- Kotromiksasol 960 mg 2 kali/hari selama 5 hari
- Amoksisilin 500 mg 3 kali/hari selama10 hari
Jika resistensi
- Siprofloksasin 500 mg 2 kali/hari atau norfloksasin 400 mg
selama 5 hari atau
- Asam nalidiksat 1 g 4 kali/hari selama 10
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
DIARE
Profilaksi
Profilaksi primer tidak direkomendasikan untuk pencegahan histoplasmosis pada
ODHA. Profilaksi sekunder hanya dianjurkan setelah terapi lengkap, saat ini
masih dianjurkan seumur hidup. [ilihan pertama menggunakan itrakonazol 1 kali
200 mg, dengan alternative flukonazol 800 mg/hari ( hanya juka tidak dapat
mentoleransi itrakonazol )
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
HISTOPLASMOSIS
Perlu diagnosis banding limfoma system saraf pusat atau tuberkuloma dan
Progressive Multifocal Leucoencephalopathy (PML). Limfoma system saraf dapat
member gambaran imaging menyerupai ET. Gambaran lesi tunggal dengan
penyangatan kontras yang homogeny pada MRI, lebih menyokong pada diagnosis
limfoma. Pemeriksaan SPECT, PET dan M.R. Spektroskopi dapat membedakan
lesi ET dengan limfoma system saraf pusat.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
TOKSOPLASMOSIS
Profilaksis primer dihentikan bila CD4 > 200 sel/µl stabil selama > 3 bulan.
Terapi profilaksis primer dimulai kembali bila CD4 < 100 sel/µl.
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
DEMAM
b. Terapi suportif
- Masukan Gizi dan cairan cukup
- Pelihara imbangan elektrolit dengan cairan pareteral
c. Terapi epiris:
Jika tes laboratorium tidak tersedia
- Terapi malaria, bila ada kecurigaan kuat
- Jika gagal terapi malaria, lakukan terapi septisemia
- Jika gaga; terapi sepsis, terapi tuberkulosis
Malaria
1. Etiologi : Plasmodium falciparum, P. Vivax
2. Tanda dan gejala
- Demam > 39 oC, disertai
- Kejang
- Koma
- Anamia parah
- Gagal nafas
- Hipoglikemia
3. Laboratorium
- Hapusan malaria
- Kadar haematokrit
- Glukosa darah
4. Penemuan diagnostik
- Hapusan malaria positif
5. Penatalaksanaan
I. Pengobatan serangan malaria akut (pengobatan radikal)
Klorokium : hari ke-1 dan ke-2 masing-masing dosis tunggal, 600 mg
(basa), hari ke-3, 300 mg, ditambah primakuin dosis tunggal 15
mg/hari pada hari ke-1 s/d 3.
II. Malaria palsiparum yang kebal kloronuin.
a. Sulfadoksin-primetamin (Fansidar, Suldox) dosis tunggal 3
tablet, ditambah primakuin dosis tunggal 45 mg pada hari ke-1
b. Kina sulfat : 3 kali 400 mg/hari selama 7 hari, primakuin dosis
tunggal 45 mg pada hari ke-1
Kemudian dapat diikuti : Doksisiklin 2 kali 100 mg/hari selama 7
hari atau Klindamisin 900 mg/hari selama 5 hari.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
DEMAM
6. Penanganan komplikasi
- Panas :
Parasetamol : 15 mg/kg 4 kali, atau
Novalgin i.m. atau i.v. 2 kg/hari
- Kejang :
Diazepam 10 mg i.v. (pelan-pelan)
- Anemia (Hct < 15% atau Hb < 5 g/dl)
Transfusi darah : 20 mg/kgBB
- Hipoglikemia :
Infus : dekstrosa 40%, dilanjutkan Glucoce 10% 14-21
tetes/menit
Monitor Glukosa darah selama terpasang infus tiap 3 jam
- Gagal napas :
Oksigen
Cek insufisiensi kardiak dan edema paru
- Koma :
Tempatkan pasien di dalam lateral dekubitus
Evaluasi secara teratur koma (2 kali/hari)
Pungsi lumbal
Regulasi Glukosa darah
Terapi kejang
- Gagal ginjal :
Pertimbangan untuk dialisis
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
KANDIDIASIS
Manifestasi
Terpai pilihan Terapi alternatig
klinis
Kandidiasis - Nistatin drop 4-5 kumur - Itrakonazol suspensi
orofaring 500.000 U sampai lesi hilang 200 mg/hari saat perut
(10-14 hari) kosong
- Flukonazol oral 1 kali 100 mg - Amfoterisin B i.v. 0,3
selama 10-14 hari mg/khBB
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
CYTOMEGALO VIRUS RETINA DAN VITREOUS
TUJUAN 1. Membudayakan penanganan penderita HIV & AIDS yang tetap sebagai upaya
meningkatkan mutu pelayanan, pendidikan dan penelitian sesuai fungsi RSUD
Tarakan sebagai rumah sakit rujukan kelas A dan rumah sakit pendidikan.
Mengindentifikasi secara dini setiap penyakit yang berhubungan dengann
infeksi HIV dan pengobatananya.
2. Memberikan petunjuk penanganan CMV yang berhubungan dengan HIV
3. Waspadai bahwa jumlah kelainan mata pada HIV sangat besar
PROSEDUR Diagnosis retinitis CMV ditegakkab berdasarkan gambaran klinis dan funduskopi.
Diagnosis presumtif digunakan pada pemeriksaan oftalmologis serial (misal :
perdarahan retina, mikro anerisma, cotton wool sport, bercak diskrit pada retina
dengan batas yang tegas, menyebar secara sentrifungal sepanjang pembuluh darah,
memburuk selama berada bulan dan sering disertai vaskulitis, perdarahan dan
nekrosis retina). Resolusi penyakit aktif menyebablan parut di retina dan atrofi
diagnosis vitiritis berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan funsuskopi dan USG.
Terlihat kekeruhan pada vitreous dalam berbagai tingkatan.
Penetalaksanaan
Pendekatan pertama adalah memperbaiki imunitas dengan pemberian
antiretrovirus.
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
Rekomendasi antivirus untuk infeksi CMV pada ODHA
Mata :
- Gansiklovir i.v 2 x 5 mg/kgBB/hari diberikan dalam infus 1 jam selama 2-3
minggu. Dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan gasiklovir i.v 5
mg/kgBB/hari selama 7 hari
- Valgansiklovir oral 2 x 900 mg selama 21 hari, dilanjutkan dosis rumatan 1
x 900 mg
- Foscarnet iv 3 x 60 mg/kb atau 2 x 90 mg/kg selama 2-3 minggu,
dilanjutkan dengan dosis rumatan foscarnet i.v. 3 x 90-120 mg/kg selama 7
hari
- Diperlukan terapi suspresi kronis
Keadaan ancaman gangguan penglihatan berat dan pemulihan sistem imun sulit
diharapkan, dapat dipasang implan gansiklovir intraokuler tiap 6-8 bulan
dikombinasikan dengan valgansiklovir oral dosis rumatan 1 x 900 mg. pada
keadaan ancaman gangguan penglihatan berat dan pemulihan sistem imun dapat
diharapkan, implan gansiklovir intraokuler dikombinasi dengan valgansiklovir
atau dosis rumatan 1 x 900 mg atau terapi sitemik dengan gasiklovir,
valgansiklovir atau foscarnet.
Profilaksis
Profilaksis sekunder (terapi remutan) pada infeksi CMV di mata dan susunan
saraf. Terapi rumatan dihentikan bila CD4 mencapai lebih dari 100 – 150 sel/µl
selama 6 bulan dan penyakit tidak dalam keadaan aktif, dilanjutkan dengan
pemeriksaan oftalmologis rutin. Terapi dimulai jika CD4 turun < 50 – 100 sel/µl.
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS DAN
NECROTIZING HERPETIC RETINITIS
Pemeriksaan Tambahan
Hapusan, kultur atau biopsi
Pengobatan
1. Stomatis
Topikal:
o Larutan gentian violet 1% : 2 kali sehari, selama 1 minggu
o Larutan Povidon iodine, kumur-kumur
o Larutan chlorhexidine, kumur-kumur
2. Kandidiasis
Topikal :
o Larutan gential violet 1%: 2 kali sehari, selama 1 minggu
Sistemik :
KELAINAN OROFARING PADA PASIEN HIV &
AIDS
Dokumen :
Status penderita
UNIT TERKAIT SMF Kulit dan Kelamin, SMF Penyakit Dalam
PERAWATAN MEDIS PENDERITA HIV & AIDS
DEWASA KOINFEKSI MYCOBACTERIUM
AVIUM COMPLEX (MAX)
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Mycobacterium Avium Complex (MAC) termasuk Mycobacterium non
Tuberkulosis yang banyak menyerang manusia pada keadaan Immuno
Compromise, seperti pada penderita HIV & AIDS
Infeksi MAC cenderung timbul pada akhir perjalanan penyakit HIV sering
pada stadium AIDS, namun dapat pula terjadi pada stadium awal
Faktor resiko penyakit infeksi MAC adalah infeksi HIV dan AIDS dengan
CD4 kurang dari 50 sel/mm3 atau HIV RNA lebih dari 100.000 kopi/mm3
Transmisi MAC kedalam tubuh manusia dapat melalui cara perihalasi maupun
ingesti. Selanjutnya dapat menyebar ke darah, sum-sum tulang, liver, limpa,
keleenjar limphe, mata, kulit, jantung, dan paru.
TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan ko – infeksi
Mycobacterium Avium Complex (MAC) sehingga menurunkan angka martalitas.
KEBIJAKAN 1. UU No, 23 tahun 1992 tentang kesehatan
2. SK MenKes No. 436 tahun 1993 tentang Penerapan Standar Pelayanan RS dan
Standar Pelayanan Medis
3. SK Direktur RSUD Tarakan No. /SK/RST/2011 tentang TIM Akreditasi
RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH Kelaianan orofaring pada pasien HIV & AIDS mempunyai banyak manifestasi.
Manifestasi tersebut merupakan infeksi oportunistik. Kelainan orofaring dapat
berupa stomatitis, kandidiasis, necrotizing ningivitis, herpes simpleks dan
keganasan (Sakroma Kaposi).
PROSEDUR Mikro –organisma penyebab
Mycobacterium Avium Complex (MAC)
Radiologis
- Gambaran radiologis mirip dengan infeksi tuberkulosis yang mengalami
reaktifasi TBC dengan kavitas
- Infiltrat terutama pada lobus atas, dan dapat tersebar keseluruh lapangan
paru
- 5-10% gambaran radiologis normal
Laboratorium
Diagnosis ditegakkan dengan adanya kuman MAC pada kultur darah,
feces serta cairan tubuh lainnya
Bila gagal bisa dilakukan biopsi sum-sum tulang dan hati
Basil tahan asam yang ditemukan bersifat non fotokromogen
Terapi Profilaksis
Terapi Profilaksis primer sebaiknya diberikan pada penderita AIDS
dengan resiko tinggi infeksi MAC, yaitu CD4 < 50 sel/mm3, namun
harus dibutuhkan tidak terdapat infeksi MAC. Terapi profilaksis bisa
dihentikam jika CD4 > 100 sel/mm3 yang menerap selama > 3 bulan
Regimen terapi profilaksis infeksi Mycobacterium Avium Complex
Gejala
Kebanyakan asimtomatis atau ringan sehingga tidak berobat
Infeksi saluran nafas atas dan bawah nonspesifik seperti influenza : panas
badan, meninggal, batuk nonproduktif, nyeri kepala, otot dan sendi
Diagnosis
Pemeriksaan fisik
o Tidak spesifik
Foto dada
o Pneumonitis +/- pembesaran kelenjar hilus
o Dapat menjadi nodul solier, dengan nekrosis atau kalsifikasi
o Infiltrate mikronodular difus
o Bentuk kronis-Kavitas biasanya pada PPOK (lobus superior)
PERAWATAN MEDIS PENDERITA HIV & AIDS
DEWASA HISTOPLASMOSIS
UNIT TERKAIT
PERAWATAN MEDIS PENDERITA HIV & AIDS
DEWASA CRYPTOCOCCOSIS
Gejala
Biasanya pada CD4 < 200 sel/dL
> 80% panas badan selama beberapa minggu
Nyeri kepala ringan sampai berat
Leher kaku, kesadaran menurun, fotofobia, defek neurologis fokal
Keluhan respirasi : batuk, sesak, nyeri dada
Hepatosplenomegali
Kulit : papula dengan umbilikasi menyerupai molluscum contagiosum
Mata, telinga, saluran cerna
Diagnosis
Gejala Klinis
o Penderita HIV dengan CD4 < 200, dengan gejala batuk dan demam
PERAWATAN MEDIS PENDERITA HIV & AIDS
DEWASA CRYPTOCOCCOSIS
UNIT TERKAIT
PERAWATAN MEDIS PENDERITA HIV & AIDS
DEWASA ASPERGILOSIS
Gejala
Padas badan, batuk, sesak bafas, nyeri dada, batuk darah
Diagnosis
Pemeriksaan fisik
o Tidak spesifik
Foto dada
o Infiltrat fokal menyerupai pneumonia bacterial
o Infiltrat dengan kavitas dapat mencapai 10 cm
o Infiltrat patchy bilateral
o Infiltrat bilateral difus atau intersitisial menyerupai PCP
Tindakan diagnostic lebih lanjut bila memungkinkan :
Antigen histoplasma polisakharida (HPA) pada serum dan urin
Hapusan darah tepid an BAL, biopsy sumsum tulang
PERAWATAN MEDIS PENDERITA HIV & AIDS
DEWASA ASPERGILOSIS
itraconazole Oral
UNIT TERKAIT
PERAWATAN MEDIS PENDERITA HIV & AIDS
DEWASA KOINFEKSI PNEUMONIA
BAKTERIAL
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Infeksi HIV mengakibatkan efek pada sistim imuniti seluler dan humoral Infeksi
Bakterial Pneumonia cenderung timbul akibat efek pada limfosit T. (Legionella,
Nocardia, Rhodococccus equi), limfosit B (S. pneumonie, H. Influenzae,
Haemophilus sp) dan granulosit (S.Aureus, kuman Gram-negatif)
Radiologis
Gambaran Radiologis berupa:
Konsolidasi lobar (60-80%)
Infiltrate difus (20-40%)
TUJUAN 1. Membudayakan penanganan penderita HIV & AIDS yang tetap sebagai upaya
meningkatkan mutu pelayanan, pendidikan dan penelitian sesuai fungsi RSUD
Tarakan sebagai rumah sakit rujukan kelas A dan rumah sakit pendidikan.
Mengindentifikasi secara dini setiap penyakit yang berhubungan dengann
infeksi HIV dan pengobatananya.
2. Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan Karsinoma
Anus, sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH Definisi
Karsinoma anus merupakan squamous cell carcinoma pada tepi anus yang timbul
antara linea dentate dan batas luar kulit perianal (sampai batas 5 cm dari anal
verge).
Karsinoma anus berhubungan dengan kejadian infeksi human papilloma virus
(HPV); riwayat hubungan seksual melalui anus atau adanya penyakit menular
seksual; tiwayat terapi imunosupresi; riwayat keganasan serviks, vulva, atau
vagina; serta infeksi human immunodeficiency virus (HIV).
Infeksi HIV mempunyai prevalensi tinggi pada karsinoma anus, dengan frekuensi
80 kali dengan hitungan CD4 < 500/mm3. Dysplasia pada neoplasma anus
meningkat sesuai dengan penurunan hitungan CD4, lesi low grade berubah menjadi
lesi higt grade.
Prinsip Diagnosis
Pasien dating dengan keluhan perdarahan, massa yang teraba, rasa gatal, nyeri, atau
tenesmus. Pada pemeriksaan didapatkan massa tersebut tampak atau teraba,
memiliki tepi yang menonjol keluar dengan ulserasi pada daerah sentral. Lesi ini
juga memiliki hubungan dengan kejadian kondiloma pada anus dan fistula ani
kronis. Lesi ini merupakan keganasan yang tumbuh lambat, dan mengalami
mentastasis lannjut.
Diagnosis
Diagnosis ditagakkan melalui anamnesis, pemeriksaan klinis, colok dubur,
proktoskopi, biopsy pada lesi yang dicurigai dan pembesaran kelenjar getah bening
inguinal dan pemeriksaan histopatologis dari sediaan biopsy. Dilakukan staging
PENGOBATAN KARSINOMA ANUS PADA
PASIEN HIV & AIDS
Diagnosis Banding
Keganasan rectum dengan infiltrasi pada anus
Penatalaksanaan
1. Eksisi luas dengan batas 2 cm dari kulit sehat pada tepi lesi pada lesi primer
berukuran ≤ 2 cm tanpa metastasis. Bila batas eksisi masih tidak adekuat, dapat
dilakukan re-eksisi atau radioterapi local, dengan atau tanpa kemoterapi
menggunakan 5-FU.
2. Pada lesi nerukuran > 2 cm atau dengan merasrasis, dilakukan kombinasi
radioterapi (55-59 Gy) dan kemoterapi menggunakan Mitomycin/5-FU; atau
kemoterapi 5-FU/Cisplatin diikuti kombinasi 5-FU / Cisplatin dan radioterapi
(55-59 Gy).
Evaluasi dalam 8-12 minggu dengan pemeriksaan klinis dan colok dubur:
1. Pada pasien dengan stable disease dan progressive disease, dilakukan reseksi
abdominoperineal, atau dilakukan kemoterapi menggunakan 5-FU / Cisplatin
diikuti reseksi abdominoperineal; diseksi inguinal pada pasien dengan
merasrasis regional pada kelenkar gerah bening inguinal; kemorerapi
menggunakan rehimen berbasis Cisplartin pada pasien merasrasis jauh.
2. Pada pasien dengan complete response, lakukan evaluasi setiap 6 bulan dengan
pemeriksaan klinis, volok dubur, pemeriksaan inguinal, dan staging ulang
selama 5 tahun.
Dokumen
Pencatatan rekam medis oleh dokter Supervisor, PPDS 1, tenaga medis lainnya
Sumber
1. Schwarts Principle of Surgery 8 th ed. Mc Graw Hill Inc. 2005
2. Standard Operating Procedures, HIV Clinical Care for Adults and
Adolescents. Family Health International. June 2006
3. Anal Carcinoma version 2.2006, in National Comprehensive Cancer Network,
Clinical Practice Guidelines in Oncology –v2.2006
UNIT TERKAIT
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
HERPES SIMPLEKS GENETALIS PADA PASIEN
HIV & ADIS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Herpes simpleks merupaka peyakit akut yang ditandai dengan timbulnya visikel
yang berkelompok di atas dasar eritem, berulang, mengenai permukaan
mukokutaneus dan disebabkan oleh Virus Herpes simpleks
TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan infeksi oportunistik
Hereps Simpleks Genetalis, sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
PROSEDUR GEJALA KLINIS
Masa inkubasi 3-7 hari
1. Lesi primer
a. Dapat asimtomatis
b. Gejala prodormal berupa rasa panas (terbakar) dan gagal
c. Gejala lesi berupa vesikel yang mudah pecah/erosi/ulkus dangkal
bergerombol di atas dasar eritem dan disertai rasa nyeri
d. Setelah timbul lesi dapat terjadi demam, malaise dan nyeri otot
e. Kelenjar limfe regional membesar dan nyeri pada perabaan
2. Lesi rekuren
a. Gejala lebih ringan, lesi berdifat local, unilateral, berupa lesi
vaskulouleseratif dan apat menghilang dalam waktu 5 hari
b. Permulaan lesi didahului oleh rasa gatal, padas dan nyeri
c. Teradapat factor pencetus
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan melalui anamneses, gejala klinis pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain :
1. Tzanck Test
2. Pemeriksaan antibodi poliklonal dengan cara imunofluoresensi,
imunoperoksidase dan ELISA.
DIAGNOSIS BANDING
Infeksi Sreptococcus, sphthosis, pemphigus vulgaris, sifilis, chancroid,
lymphogranuloma venereum.
PENYULIT
Radikuloneuropati, encephalitis, hepatitis, monoartikular arthritis, eritema
multiforma dan Bell’s palsy.
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
HERPES SIMPLEKS GENETALIS PADA PASIEN
HIV & ADIS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
PENATALAKSANAAN
1. Lesi primer
Simtomatis : analgesic, kompres
Anti virus
Alternative pilihan terapi sebagai berikut :
a. Asiklovir 5 x 200 mg/hari selama 7-10 hari
b. Komplikasi berat asiklovir intravena 3 x 5 mg/kgBB/kali selama 7-10
hari
c. Valasiklovir 2 x 500 mg/hari selama 7-10 hari
d. Foscarnet 3 x 40 mg/kgBB/ hari IV
e. Cidovovil gel 0,3% atau 1%
2. Lesi rectum
Lesi ringan L simtomatis, krim. Asiklovir
Lesi berat
Alternative pilihan terapi sebagai berikut:
a. Asiklovir 5 x 200 mg/hari selama 5 hari
b. Asiklovir 3 x 400 mg/hari selama 5 hari
c. Asiklovir 2 x 800 mg/hari selama 5 hari
d. Valasiklovir 2 x 500 mg/hari selama 5 hari
e. Foscarnet 3 x 40 mg/kkBB/hari IV, cidovovil gel 0,3%
UNIT TERKAIT
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
SIFILIS PADA PASIEN HIV & AIDS
TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan infeksi oportunistik
Sifilis, sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
PROSEDUR GEJALA KLINIS
Perjalanan klinis penyakit ini mempunyai beberapa stadium, antara lain :
1. Stadium 1 (sifilis Primer)
2. Stadium II (Sifilif Sekunder)
3. Latent syphilis : Early syphilis dan Late latent syphilis
4. Stadium III (Sifilis Tersier)
Stadium I
Timbul suatu ulkus yang disebut ulkus durum
Stadium II
Lesi sekunder timbul 4-10 minggu setelah timbulnya lesi primer.
1. Lesi diikuti berbentuk macam-macam :
a. Roseolae syphilitica merupakan macula yang pertama timbul
b. Papulo-sirsiner : papula yang timbul kemudian yang menyusun diri
menjadi setengah lingkaran atau satu lingkaran penuh.
c. Korona veneris: gerombolan papula yang terdapat di dahi/muka.
d. Kondilomata lata (bila 1 lesi: kondiloma lautan) banyak papula yang table
berwarna putih keabu-abuan, basah, berbentuk bulat/bulat lonjong,
terdapat di daerah yang lembab seperti : genital, perineum, anus, aksila.
e. Bila lesi-lesi di atas menyembuh mungkin meninggalkan bekas berupa
macula hipopigmentasi disebut leukoderma sifilitika.
2. Lesi pada mukosa mulut:
a. Mucous patch/muqous plaque
b. Ulkus (snail track ulcer) : ulkus yang melingkar seperti jalannya siput,
didapatkan pada palatum atau mukosa pipi.
3. Lesi di kepala rambut:
4. Pembesaran getah bening generalisata dengan sifat-sifat : soliter, tidak nyeri
dan tidak saling melekat.
Latent Syphilis
Pada fase ini tidak ada gejala klinis tetapi pemeriksaan serooginya positif.
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
SIFILIS PADA PASIEN HIV & AIDS
LABORATORIUM
Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap (Dark Field)
Penenrian antibiotic di dalam serum
Pada waktu terjadi infeksi Treponema, baik yang menyebabkan sifilis, frambusia,
atau pinta, akan dihasilkan berbagai variasi antibiotic. Beberapa tes yang telah
dikenal dapat mendeteksi antibody nonspesifik, akan tetapi menunjukkan reaksi
dengan IgM dan juga IgG, ialah:
1. Tes yang menentukan antibody nonspesifik
a. Tes Wasserman
b. Tes Khan
c. Tes VDRL (Venereal Diseasis Resarch Laboratory)
d. Tes Elisa (Enzyme Linked. I.m. mumo Sorbent Assay)
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
2. Gejala klinis
3. Pemeriksaan laboratorium
PENGOBATAN
1. Early Syphilis
Alternative pilihan terapi sebagai berikut :
a. Benzatin Penicillin G 2.4 juta unit i.m. dosis tunggal
b. Aq. Penicillin Procaine G 600.000 U i.m. sekali sehari selama 10 hari
c. Doxycycline 2 x 100 mg/hari p.o selama 4 minggu
d. Tetracycline 4 x 500 mg/hari p.o selama 4 minggu
e. Erythromycin 4 x 500 mg/hari p.o selama 4 minggu
f. Ceftriaxone 250 mg sehari i.m. selama 10 hari
2. Late Syphilis
Alternative pilihan terapi sebagai berikut :
a. Benzhatine Penicillin G 2,4 juta i.m. satu minggu sekali selama 3 minggu
b. Daxycycline 2 x 100 mg/hari p.o. selama 4 minggu
c. Tetracycline 4 x 500 mg/hari p.o. selama 4 minggu
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
SIFILIS PADA PASIEN HIV & AIDS
TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan infeksi oportunistik
kondiloma akuminata, sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.
DIAGNOSA
Ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Untuk lesi yang meragukan dapat dilakukan
pemeriksaan dengan membubuhkan asam asetat 5% pada lesi selama 3-5 menit.
Lesi kondiloma akuminata akan berubah menjadi putih. Dapat pula dilakukan
pemeriksaan histopatologis.
DIAGNOSIS BANDING
1. Kondiloma latum (kondilomata lata : bila lesi banyak)
2. Karsinoma sel skuamosa
PENGOBATAN
1. Kemoterapi
a. Tingtura Podofilin 25%
b. Podofilotoksin 0,5%
c. Asam Trikloroasetat 25-50%
2. Tindakan bedah
a. Bedah skalpel
b. Bedah listrik: biasanya efektif tetapi membutuhkan anestesi lokal
c. Bedah beku
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
KONDILOMA AKUMINATA PADA PASIEN HIV
& AIDS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
3. Interferon
4. Imunoterapi
5. Laser karbondioksida (bila memungkinkan)
UNIT TERKAIT
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
SARKOMA KAPOSI PADA PASIEN HIV & AIDS
TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan infeksi oportunistik
Sarkoma Kaposi, sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
PROSEDUR GEJALA KLINIS
Makula berwarna ungu tua, atau pacth keunguan, papula, nodul dengan atau tanpa
ulkus atau erosi. Lesi visceral umumnya tidak terdiagnosis dan ditemukan sebelum
dilakukan suatu autopsi. Keterlibatan paru-paru terjadi pada 10% pasien,
merupakan bentuk yang paling menyusahkan, dapat menyebabkan dispnea dan
haemoptisis. Manifestasi visseral lainya termasuk hilangnya darah gastrointestinal
dan nyeri abdominal.
PENATALAKSANAAN
1. Bedah. Lesi kecil batas tegas dapat dilakukan eksisi
2. Cryotherapy. Dilakukan dengan nitrogen cair kadang merupakan terapi efektif
untuk lesi kecil, hasil terbaik terlihat pada lesi makula dan papua dengan
diameter kurang dari 1 cm. obati tiap lesi dengan dua kali silkus pencarian dari
aplikasi nitrogen cair; 30-60 detik pada tiap silkusnya. Cara ini dapat diulang
3x seminggu; pasien membutuhkan rata-rata tiga kali terapi.
3. Radiasi, mungkin merupakan terapi yang efektif untuk lesi terlokalosaso.
Dengan seleksi waktu dan dosis yang teliti, memperhatikan tehnik, Lesi yang
terdapat di hampir semua bagian kulit dan berbagai ukuran lesi dapat dilakukan
terapi dengan efektif. Radiasi sangat efektif untuk mengurangi perdarahan
(80%) dan (30%)
4. Interferon alfa-2a dan interferon alfa-2b terutama untuk sarkoma kaposi
viseral.
Kemoterapi sestemik merupakan pilihan terapi untuk lesi kuatan yang luas dan
Sarkoma kaposi visceral. Bahan utama yang dapat menunjukkan suatu respon
adalah doxorubicin dan bleomycin.
UNIT TERKAIT
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
FOLIKULITIS / KARBUNKEL / ABSES PADA
PASIEN HIV & AIDS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Folikulitis adalah infeksi akut dari satu folikel rambut, bila jaringan sekitarnya juga
terkena disebut furunkel, bila yang terinfeksi beberapa folikel rambut disebut
karbunkel, disebabkan oleh Staphylococcus aureus.
TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan infeksi oportunistik
folikulitis, karbunkel, abses sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
PROSEDUR GEJALA KLINIS
1. Folikulitis/Furunkel
a. Mula – mula nodul kecil yang mengalami keradangan pada folikel rambut,
kemudian menjadi pustula dan mengalami nekrosis dan menyembuh
setelah pus keluar dan meninggalkan sikatrik. Proses nekrosis dalam 2 hari
– 3 minggu.
b. Nyeri, terutama pada yang akut, dapat membesar dihidung, lubang teling
luar.
c. Gejala Konsitusional yang sedang (panas badan, malaise, mual)
d. Dapat satu atau banyak dan dapat kembuh-kambuhan.
e. Tempat predileksi : muka, leher, lengan, pergelangan tangan dan jari-jari
tangan, pantat dan daerah anogenital.
2. Karbunkel
a. Pada permulaan infeksi terasa sangat nyeri dan tampak benjolan merah,
permukaan halus, bentuk seperti kubah dan lunak.
b. Beberapa hari ukuran membesar 3-10 sm
c. Supurasi terjadi setelah 5-7 hari dan pus keluar dari banyak lubang fistes.
d. Setelah nekrosis tempak nodul yang menggaung atau luka yang dalam
dengan dasar yang purulen.
PENYULIT
1. Sepsis
2. Meningitis
3. Thrombosis sinus kavernosum bila furunkel di bibir atas dan pipi
PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan topikal
a. Bila lesi masih basah/kotor dikompres dengan Solusia Sodium khloride
0,9%
b. Bila lesi telah bersih, diberi salep natrium fusidat atau Framisitin Sulfat
kasa steril.
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
FOLIKULITIS / KARBUNKEL / ABSES PADA
PASIEN HIV & AIDS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 2/2
2. Pengobatan sistemik
Antibiotika umumnya diberikan 7-10 hari
a. Penisilina dan simisintetiknya (Pilih salah satu)
1. Penisilina G Prokain injeksi
Dosis : 0,6 – 12 juta I.U. i.m. 1-2 kali/hari
Anak-anak : 25.000 – 50.000 I.U./kg/dosis, 1- 2 kali/hari.
2. Amisilin
Dosis : 250 – 500 mg/dosis, 4 kali/hari a.c
Anak-anak : 7,5 – 25 mg/kg/dosis, 4 kali / hari a.c
3. Amoksilin
Dosis : 250 – 500 mg/dosis, 3 kali/hari a.c
Anak-anak : 7,5 – 25 mg/kg/dosis, 3 kali/hari a.c
4. Kloksasilin (untuk Staphyloccoci yang kebal penisilin)
Dosis : 250 – 500 mg/dosis, 4 kali/hari a.c
Anak-anak : 10 – 25 mg/kg/fodid, 4 kali/hari a.c
5. Dikloksasilin (untuk Staphyloccoci yang tebal penisilin)
Dosis : 125 – 250 mg/dosis, 3 – 4 kalilhari a.c
Anak-anak : 5 – 15 mg/kg/dosis, 3 – 4 kali/hari a.c
6. Eritromisin
Dosis : 250 – 500 mg/dosis, 4 kali/hari p.c
Anak-anak : 12,5 – 25 mg/kg/dosis, 4 kali/hari p.c.
7. Klindamisin
Dosis : 150 – 300 mg/dosis, 3 – 4 kali/hari
Anak-anak lebih 1 bulan : 8 – 20 mg/kg/hari, 3 – 4 kali/hari.
UNIT TERKAIT
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
ERISIPELAS PADA PASIEN HIV & AIDS
PEMERIKSAAN
1. Umumnya terdapat leukositosis : ≥ 20.000 / mm3
2. Kultur darah serta spesimen dan cairan vesikula atau erosi atau ulkus
3. Organisme penyebab juga bisa didapatkan pada fisura, daerah trauma yang
letaknya dekar atau jauh dari anggota badan yang terinfeksi.
4. Bila lesi di wajah, kuman harus dicari di hidunh, tenggorokan, konjungtiva
serta sinus – sinus.
DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis kontak
2. Selulitis
3. Lepra tipa tuberkuloid akut pada wajah
PENYULIT
1. Fassitis
2. Myositis
3. Abses subkutan
4. Sepsis
PENATALAKSANAAN
1. Sebaiknya tirah baring
2. Bagian tubuh yang terkena diimobilisasi
3. Obat pilihan adalah penisilin :
a. Benzyl penicillin 600 – 1200 mg, iv tiap 6 jam minimal 10 hari
b. Penisilin G kristal : 1,2 juta IU, i.m./iv 6 kali/24 jam, 10 hari
c. Penisilin G prokain : 0,6 – 1,2 juta IU, i.m., 2 kali/24 jam, 10 hari
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
ERISIPELAS PADA PASIEN HIV & AIDS
PEMERIKSAAN
Bila diperlukan dapat memeriksa isi bula dengan pengecatan gram untuk mencari
Staphylococcus-Streptococcus.
DIAGNOSIS BANDING
1. Varisela
2. Ektamia
3. Sifilis stadium II]
4. Pemfigus
PENYULIT
1. Glomerolonefritis
2. Sepsis
3. Pneumonia
4. Meningitis
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
IMPETIGO PADA PASIEN HIV & AIDS
I. TINEA KAPITIS
Infeksi dermatofit pada kepala, alis dan bulu mata
Umumnya pada anak – anak :
1. Infeksi ektothrik : Miselium menjadi arthrokonidia disekitar batang
rambut/bawah kutikula dan destruksi kultikula.
Ada 2 bentuk :
a. Gray patch (antiropofilik : M. ferrugineum)
Berskuama, disertai radang ringan, gatal ringan/sangat, rambut
keabuan, kusut, rapuh terpotong beberapa milimeter di atas kepala →
alopesia lampu Wood (+) hijau terang
b. Keroin (Zoofilik)
a) Karena M. canis
Keradangan berat, lampu Wood (+) hijau terang
b) Karena T. mentagrophytes dan T. verrucosum
Keroin celis (+), nyeri, rambut mudah putus, lampu Wood (-)
2. Infeksi endothrik : Miselium mennjadi arthokonidia didalam batang
rambut, selalu antropofilik (T. violaceum), lesi mutipel, banyak,
terpencar, tidak semua rambut di lesi terkena → alopesia.
Black dot: rambut putu tepat di orifisium folikel rambut, kronis →
dapat sampai dewasa, lampu Wood: (-)
V. TINEA UNGUIM
Adalah invasi dermatofit ke lampeng kuku
DIAGNOSIS BANDING
Tergantung lokasi kelainannya
Dermatitis, Pyoderma, Kandidiasis, Erythema anulare sentrifugum, Erythema
intertrigo, Morbus Hansen MB, Psoriasis vulgaaris, Pityriasis rosea, Alopesia,
Trichotillomania, Onikholisis, Distrofik ungguium
PENYULIT
Tergantung lokasi yang terkena
Infeksi sekunder, alopesia, reaksi id, kekambuhan, hiperpigmentasi
PENATALAKSANAAN
Lesi basah/infeksi sekunder
1. Kompres sol sodium khlorida 0,9% 3-5 hari
2. Antibiotika oral 5-7 hari
Obat topikal
1. Salep Whitfield (=AAV I → asidum salisilikum 6% + asidum
bensoikum 12%)
2. Salep 2-4/3-10.2 x/hari
3. Mikonasol 2 x/hari
4. Pengobatan umumnya minimal selama 3 minggu (2 minggu sesudah
KOH negatif/klinis membaik), untuk mencegah kekambuhan pada obat
fungistatik
Obat oral
1. Griseofulvin
Anal : 10 mg/kgBB/hari (microsize)
5,5 mg/kgBB/hari (ultra microsize)
Dewasa : 500-1000 mg/hari
2. Terbinafrin
Anak : 3-6 mg/kgBB/hari
10-20 kg: 62,5 mg (1/4 tablet)/hari
20-40 kg: 125 mg (1/2 tablet)/hari
Dewasa: 1 tablet (250 mg)/hari
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
DERMATOFITOSIS PADA PASIEN HIV & AIDS
b. Ajuvan
1) Shampo selenium sulfid 1-1, 8%
2) Shampo ketokonasol 1-2% 2-3 x/minggu
3) Rambut tidak perlu dipotong/dicukur
2. Tinea unguium
a. Obat topikal
Indikasi
1) SWO (Superfisial White Onicomikosis), dikerok dulu
2) DLSO (Distal Lateral Subungual Onicomikosis) terbatas pada
kurang 2/3 bagian distal (terbaik ≤ 1/3 bagian distal) dan yang
terkena tak lebih dari 3 kuku
3) Kombinasi obat koral
4) Pencegahan kambuh
Bedah kuku
a. Curettage
a) SWO (Superfisial White Onicomikosis)
b) Sehubungan debris, mengurangu beban kuku yang harus diobati oral
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
DERMATOFITOSIS PADA PASIEN HIV & AIDS
3. Kebersihan
a. Mandi teratur dengan sabun mandi
b. Pakaian, handuk, sprei sering ganti dan dicuci air panas dan dipakai
sendiri.
UNIT TERKAIT
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
KANDIDIASIS SUPERFISIALIS PADA PASIEN
HIV & AIDS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/4
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Kandidiasis (= Kandidosis) adalahinfeksi primer atau sekunder dari genus Candida
yang penting disebabkan oleh Candida albicans.
Kandidiasis superfisialis adalah kandidiasis pada dermatomikosis superfisialis,
yang sering dijumpai adalah :
1. Mengenai mukosa
Oral, vaginitis dan balanitis
2. Mengenai kulit
Intertriginosa dan generalisata, paronikhia dan onikomikosis, daerah
pokok/diaper/napkin.
TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan infeksi oportunistik
Kandidiasis superfisialils, sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.
DIAGNOSIS BANDING
1. Kandidiasis oral : difteria, leukoplakia karena keganasan dan kheilitis.
2. Kandidiasis vulvovaginalis : trikhomoniasis vaginalis, bakterial vaginosis
dan leukorhoe fisiologis pada kehamilan.
3. Kandidiasis balanitis : infeksi bakteri, herpes simpleks, psoriasis dan likhen
planus.
4. Kandidiasis kutis : dermatofitosis, dermatitis seborrhoika, eritema
intertrigo, eritrasma, peoriasis, pyoderma.
PENATALAKSANAAN
Kandidiasis oral
Obat topikal
1. Nystatin oral suspensi
- 4-6 (400.000-600.000 µ), 4 x/hari sesudah makan
- Harus ditahan di mulut beberapa menit sebelum ditelan
- Bayi : 2 ml, 4 x/hari
Kasus kronis beberapa bulan
2. Solusio genitian violet 1%
Dioleskan 2 x/hari selama 3 hari
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
KANDIDIASIS SUPERFISIALIS PADA PASIEN
HIV & AIDS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/4
Tabel oral
Indikasi
1. Resiko tinggi terjadinya disseminasi (kandidiasis sistemik) yaitu pada:
- Pasien granulositopenia/immunokompromais
- Mendapat therapi immunisupresif
2. Dengan terapi topikal hasilnya gagal atau tidak sembuh :
Dosis :
1. Flukonazole 2x200 mg selama 2-4 hari
2. Kapsul itrakonazol 100-200 mg (1-2 kapusl)/hari selama 4 minggu
Kandidiasis Vulvovaginalis
Obat topikal
Nystatin suppositoria vagina
1 tablet (100.000 µ)/malam selama 12 hari
Indikasi obat topikal :
a. Wanita hamil/sidah menikah
b. KVV akut (ringan-sedang)
Tablet oral
Indikasi:
a. Wanita belum menikah
b. KVV berat/KVVR perlu jangka lama 10-14 hari.
Dosis:
1. Kapsul Itrakonazol (100 mg)
- 2x1 kapsul selama 2-3 hari
- 2x2 kapsul selama 1 hari selang 8 jam
2. Flukonazol (100 mg) dosis tunggal’
Kandida balanitis/halanoposthitis
1. Mikonasol krim
Dioleskan pagi dan malam selama 1 minggu
2. Memeriksa dan mngeobati pasangannya
Kandidiasia kulit
Obat topikal
Mikonazol krim. Dioleskan 2x sehari
Dioleskan 2x/hari selama 14 hari, dapat lebih sampai 4 minggu, sebaiknya 1-2
minggu sesudah sembuh/KOH negatif. Untuk kandida paronikhia perlu wakt 3-4
bulan.
Obtal oral
Indikasi :
1. Bila lesi luas
2. Pasien imunokompromasis berat
3. Paronikhia yang gagal dengan obat topikal/berat/kronis
Dosis : kapsul intrakonazol
1x2 kapsul / hari selama 7 hari
Kandida onikomikosis.
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
KANDIDIASIS SUPERFISIALIS PADA PASIEN
HIV & AIDS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 4/4
UNIT TERKAIT
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
VARISELA PADA PASIEN HIV & AIDS
PENYULIT
1. Infeksi sekunder
2. Komplikasi lain pada anak jarang, pada orang dewasa dapat terjadi
ensefalitis pneumonia dan glomerulonefritis
PENATA LAKSANAAN
Umum
1. Istirahat cukup
2. Bila ada panas:
Dewasa : Merampiron 3 x 500 mg/hari
Parasetamol 4 x 500 mg/hari
Anak : Parasetamol : 4 x 10 mg/kg/dosis
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
VARISELA PADA PASIEN HIV & AIDS
Khusus
- Asiklovir : sebaiknya sedini mungkin (dalam 1-3 hari pertama)
Oral : dewasa : 5 x 800 mg/hari (selama 7-10 hari)
Anak : 20 mg/kgBB/kali sampai 800 mg 4 kali/hari (5 hari)
Salep antibiotika : untuk yang erosi : salep Sodium fusidat
- Valasiklovir : 3 x 500 mg selama 7-10 hari
- Foscannet 2 x 100 mg/kg/hari pada pasien yang ……………
UNIT TERKAIT
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
HERPES ZOSTER PADA PASIEN HIV & AIDS
TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan infeksi oportunistik
Herpes Zoster, sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
PROSEDUR GEJALA KLINIS
1. Stadium prodromal
Gejala pertama adalah berupa gatal/rasa nyeri pada dermatom yang
terserang disertai dengan panas, malaise dan nyeri kepala.
2. Stadium erupsi.
Mula-mula timbul papel atau placer berbentuk urtika yang setelah 1-2 hari
akan timbul gerombolan vasikel di atas kulit yang eritematus sedangkan
kulit diantara gerombolan tetap normal, usia lesi pada satu gerombolan
adalah sama sedangkan usia lesi dengan dermatom, unilateral dan biasanya
tidak melewati garis tengah dari tubuh.
3. Stadium krustasi
Vesikel menjadi purulen, mengalami krustasi dan lepas dalam waktu 1-2
minggu. Sering terjadi neuralgi pasca herpetika, terutama pada orang tuan
yang dapat berlangsung berbulan-bulan parestesi yang bersifat sementara.
DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis Kontak Alergika
2. Varisela
3. Herpes Simpleks
4. Penyakit – penyakit dengan elforesensi bula : - pemfigus Vulgaris
5. Dermatitis Herpetiformis dari Duhring
6. Pulous Pemfigoid
PENYULIT
1. Infeksi sekunder
2. Neuralgi pasca herpetika
3. Kerato-kunjungtivitis pada herper zoster optilmikus.
4. Sindrom Ramsay-Hunt
5. Zoster generalisata : suatu zoster yang disertai dengan varisela
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
HERPES ZOSTER PADA PASIEN HIV & AIDS
UNIT TERKAIT
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
SKABIES PADA PASIEN HIV & AIDS
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/2
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Penyakit kulit menular yang ditandai dengan keluhan utama gatal terutama di
malam hari yang disebabkan Sarcoptes scabiei var hominis.
TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan infeksi oportunistik
Akabies, sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
PROSEDUR GEJALA KLINIS
Gatal terutama pada malam hari sehingga dapat mengganggu pasien.
Lesi yang khas dan patognomonik berupa terowongan kecil, sedikit meninggi,
berkelok-kelok berwarna putih keabu-abuan (bila belum ada infeksi sekunder),
panjangnya kurang lebih 10 mm.
Kelainan dapat berupa papula, vesikula, urtika, ekskoriasi, krusta dan bila timbul
infeksi sekunder terdapat pustule.
DIAGNOSIS BANDING
1. Pyoderma
2. Pedikulosis korporis
3. Dermatitis
4. Prurigo
PENYULIT
1. Eczema infantum
2. Urtikaria
3. Post scabetic dermatitis
4. Persistent nodule
5. Infeksi sekunder
PENATALAKSANAAN
1. Farmakologis (pilih salah satu)
a. Salep yang mengandung asam salisilat dan sulfur selama 3-4 hari,
kemudian dapat diulang setelah satu minggu.
b. Salep yang mengandung Benzoas benzilicus selama 3 malam
kemudian dapat di ulangi setelah satu minggu.
c. Salep yang mengandung Gamma benzene hexachlorida selama 1
malam, kemudian dapat diulang setelah satu minggu.
d. Malathion 0,5% dalam basis air berfungsi sebagai skabisid dioleskan
pada kulit dalam 24 jam. Aplikasi kedua bias diulang beberapa hari
kemudian.
e. Krim permerhrin 5% (terbaik, dapat untuk semua umur dan wanita
hamil). Dioleskan pada seluruh tubuh dari leher kebawah dan dicuci
setelah 8-14 jam, merupakan obat yang paling efektif bila terjadi
kegagalan pengobatan dengan Gamma Benxene Hexachloride 1%.
PENGOBATAN INFEKSI OPORTUNISTIK
SKABIES PADA PASIEN HIV & AIDS
Pada dewasa (pada usia pubertas, rata-rata pada usia 18-40 tahun, dapat pada usia
tua).
1. Umumnya gatal
2. Pada area seboroik, berupa makula atau plakat, folikuler, perifolikular atau
papula, kemerahan atau kekuningan dengan derajat ringan sampai berat,
inflamasi, skuma dan krusta tipis sampai tebal yang kering, basah atau
berminyak.
3. Bersifat kronis dan mudah kambuh, sering berkaitan dengan kelelahan,
stres atau paparan sinar matahari, HIV & AIDS.
DIAGNOSA BANDING
Pityriasis kapitis (ketombe), Psoriasis vulgaris, Dermatitis kontak, Rosasea,
Kandidiasis intertrigo, Eritrasna, Tinea cruris, dematitis atopi, Pityriasis rosea,
Pemfigus eritematosus, Pemfigus foleaseus, Neuridermatitis, Pityriasis versikolor.
PENYULIT
1. Kerontokan rambut
2. Infeksi sekunder
3. Eritroderma
4. Penyakit leiner
PENATALAKSANAAN
Terapi farmakologis :
1. Preparat anti fungsi untuk menurunkan kolonisasi yeast yang bersifat
lipofilik
2. Preparat anti inflamasi
PENGOBATAN DERMATITIS SEBOROIK PADA
PASIEN HIV & AIDS
Obat Sistemik
1. Tablet kortikosteroid (prednison atau deksamerason)
Dosis 2-3 kali 2 tablet sampai keadaan membaik, lalu dosis diturunkan
secara bertahap.
2. Tablet itrakonazol (kemasan 100 mg)
Dosis 2 kali 1 tablet selama 2 minggu
UNIT TERKAIT
PENGOBATAN PADA PASIEN SINDROMA
STEVENS-JOHNSON HIV & AIDS
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis yang cermat untuk mengetahui penyebab SJS terutama obat
yang diduga sebagai penyebab.
2. Pemeriksaan klinis, berupa pemeriksaan gejala prodromal, kelaianan kulit
dan kelaianan mukosa serta mata
3. Pemeriksaan adanya infeksi yang mungkin sebagai penyebab SJS.
DIAGNOSIS BANDING
1. Generalized bullous dixed drug eruption
2. TEN (toxic epidermal necrolysis)
3. Staohylococcal Scalded Skin Syndrome (4S)
4. Paparan bahan iritan yang poten terhadap kulit.
1.
PENGOBATAN PADA PASIEN SINDROMA
STEVENS-JOHNSON HIV & AIDS
PENYULIT
2. Sepsis
3. Pneumoni
4. Gagal ginjal
UNIT TERKAIT
PENGOBATAN PADA PASIEN PRURIGO VON
HEBRA HIV & AIDS
TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan prurgio von hebra
sehingga penanganan dapat diberikan secara tepat.
DIAGNOSIS BANDING
1. Skabies
PENATALAKSANAA
1. Topikal : krim keratolitik
Krim kortikosteroid
2. Antihistamin
3. Kortikosteroid intralesi
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS KOINFEKSI
TUBERKULOSIS
TUJUAN Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV & AIDS dan memberikan
petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan ko-infeksi tersebut sehingga
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH 1. Infeksi TB merupakan penyebab kematian terbanyak pasien HIV di seluruh
dunia
2. Akibat penurunan kekebalan (imunosupresi) yang terjadi pada pasien HIV,
kecenderungan infeksi baru kuman M. tuberculosis untuk berkembang menjadi
TB aktif semakin besar.
3. Adanya infeksi seperti TB pada pasien yang terinfeksi HIV menyebabkan HIV
berreplikasi lebih cepat, sehingga menyebabkan penyakit yang lebih progresif.
4. Ko –infeksi TB-HIV dapat muncul sebagai kondisi klinis dan gambaran
radiologis yang tipikal maupun atipikal. Gambaran atipikal biasanya didapatan
pada keadaan imunosupresi yang berat.
5. Tanda – tanda awal penyakit TB mungkin manjadi jelas sewaktu-waktu dalam
perjalanan infeksi HIV.
6. TB dapat muncul sebelum manifestasi lain dari infeksi HIV atau setelah gejala
HIV muncul.
7. TB dapat muncul sebagai lesi pulmoner maupun eksta pulmoner. Lesi
pulmoner dapat berupa infiltrat di lapangan paru atas infiltrat bilateral, kavitas,
fobrosis, atau pearikan jaringan paru. Lesi ekstra pulmoner dapat berupa
limpedenitis, efusi pleura, TB miliar, perikarditia, atau meningitis.
Pengobatan:
Obati pasien ko-infeksi TB-HIV sesuai Petunjuk Pengobatan TB Nasional dan
berkoordinasi dengan Penanggung jawab Program TB tingkat Propinsi.
Rejimen pengobatan :
1. Fase intensif (2-3 bulan pertama)
a. Digunakan 3 atau lebih kombinasi obat
b. Pasien yang infeksius akan menjadi non-infeksius dalam 2 minggu
pengobatan, gejala akan mengalami perbaikan.
2. Fase lanjutan (4-6 bulan setelah fase intensif)
Digunakan 2 kombinasi obat dengan jangka waktu yang lebih lama. Obat –
obatan tersebut mengeliminasi sisa-sisa kuman yang tertinggal.
PENANGANAN PASIEN HIV & AIDS KOINFEKSI
TUBERKULOSIS
Jalur
Nama Obat Efektivitas Toksisitas
pemberian
Obat Lini ke-1
Isoniasid (INH) **** Oral Rendah
Rifampicin (RMP) **** Oral Rendah
Pyrazinamide (PZA) *** Oral Rendah
Streptomycin (SM) *** Intramuskuler Sedang
Ethambutol (EMB) ** Oral Rendah
Obat Lini ke-2
Ethionamide *** Oral Tinggi
Kanamycin *** Intramuskuler Sedang
Amikacin *** Intramuskuler Sedang
Cycloserin ** Oral Tinggi
Capreomycin ** Intramuskuler Sedang
Thiocetazone * Oral Sedang
Paminosalicylic acid (PAS) * Oral Sedang
Oflaxacin *** Oral Sedang
Fluorokuinolon lain *** Oral Sedang
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PENDERITA HIV & AIDS
PNEUMOCYSTIC PNEUMONIA
TUJUAN Mengidentifikasi adanya infeksi PCP pada penderita HIV & AIDS
Memberikan petunjuk prosedur perawatan pasien HIV dengan infeksi
oportunistik pneumocystic pneumonia, agar penanganan dapat diberikan secara
tepat, sehingga menurunkan angka mortalitas.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH 1. PCP merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada
penderita HIV & AIDS
2. Terutama menginfeksi penderita dengan CD4 < 200 sel/mm3
3. Diagnostik pasti yaitu ditemukannya organisme Pneumocystic jiroveci di
saluran nafas namun kadang – kadang sulit sehingga seringkali diagnosis hanya
berdasarkan klinis
4. Trimethoprim – sulfamethoxazole tetap merupakan pilihan utama untuk
pengobatan dan pencegahan.
PROSEDUR 1. Mengidentifikasi adanya infeksi PCP pada penderita HIV & AIDS
Identifikasi mikro-organisma penyebab :
Pneumocystic jiroveci
Jalur
Nama obat Dosis Keterangan
pemberian
Trimethoprim- 15-20 mg/kg per hari Oral/*Intravena Pilihan utama
sulfamethoxazole 75-100 mg/kg per
hari
Evaluasi / monitoring
Evaluasi ketat analisis gas darah. Bila didapatkan tanda gagal nafas perlu dipasang
ventilator. Umumnya hipoksemia akan membaik dalam 3-4 hari.
Terapi suportif
Berikan oksigen, cairan, dan nutrisi yang adekuat.
Terapi profilaksis
Profilaksis PCP diberikan bila pada penderita HIV hitung CD4 < 200 sel/mm3
Profilaksis dihentikan jika CD4 > 200 sel/mm3 dan menetap selama 3 bulan.
Radiologi
1. Gambaran radiologi mirip dengan infeksi tuberkulosis yang mengalami
reaktifasi TBC dengan kavitas
2. Infiltrat terutama pada lobus atas, dan dapat tersebar keseluruh
lapangan paru
3. 5-10% gambaran radiologis normal
TUJUAN Memberikan pedoman tatalaksana terapi untuk komplikasi dan kelainan neurologis
pada pasien HIV & AIDS
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN MENINGITIS
TUJUAN Memberikan peroman tatalaksana terapi untuk meningitis pada pasien HIV &
AIDS
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH Meningitis merupakan suatu proses peradangan yang mengenai jaringan selaput
otak (mengingat). Penyebab infeksidi sini adalah bakteri, virus, jamur atau pun
agen lain.
Mengingat begitu banyak penyebab yang mungkin terjadi maka penanganan
ditunjukan pada tatalaksana secara umum dan tatalaksana secara khusus sesuai
dengan penyebab yang ditemukkan.
4. Tatalaksana khusus
Tatalaksana khusus diberikan sesuai dengan penyebab dari meningitis yang
terjadi
Terapi meningitis bakterial pada pasien HIV.
Antibiotika sesuai terapi empiris, apabila hasil kultur sudah diketahui,
antibiotika diubah sesuai hasil tersebut
Sebagai pilihan pertama untuk penggunaan obat-obatan ini adalah :
- Ceftrizoxime/Ceftriaxone/Ceftazidime + Vancomycin atau
- Chloramphenicol + Trimethoprim/sulftamethoxazole.
Pencegahan
- Diberikan apabila Cd4 kurang dari 200/mm3 atau pada pasien dengan
Stadium II,III, atau IV berdasarkan kriteria WHO
- Preparat yang digunakan adalah Cotrimoxazole (trimethoprim [TMP] 160
mg, sulfamethoxazole [AMX] 80 mg) sekali sehari
ethambutol Dewasa :
15 mg/kgBB/ hari
Pemeriksaan penunjang :
1. Pungsi Lumbal
Tekanan LP meningkat
Menggunakan pengecatan dengan tinta India
Pemeriksaan antigen kriptokokus dari cairan serebro spinalis
Kadar protein meningkat berkaisar 50-150 mg/dL
Didapatkan pleiositosis mononukler (5-100 mg/dL)
Kultur darah : 50-70% positif
Antigen kriptokokus dari serum : > 95% positif.
Pilihan alternatif
1. Amphotericin B 0,7 mg/kg/hari iv + flucytosine 100 mg/kg/hari
p.o selama 14 hari dilanjutkan dengan itraconazole 2 x 200 mg/hari
selama 8 minggu.
2. Amphotericin B 0,7 mg/kg/hari i.v tanpa p.o. selama 14 hari
dilanjutkan dengan fluconazole 400 mg/hari selama 8-10 minggu.
3. Fluconazole 400-800 mg/hari p.o. + flucytosine 100 mg/kg/hari
p.o. selama 6-10 minggu
4. Fluconazole 400 mg/hari p.o. selama 8 minggu, dilanjutkan dengan
200 mg sekali sehari
5. Itraconazole 3 x 200 mg p.o/hari selama 3 hari, dilanjutkan dengan
2 x 200 mg p.o. selama 8 minggu, setelah pemberian amphotericin
pada terapi awal.
Monitoring pengobatan
1. Monitoring dan evaluasi fungsi gejala pada pemberian
amphotericin dan fluconazole, awasi terjadinya dehidrasi pada
pengobatan dengan amphotericin i.v.
2. Ulangan pungsi lumbal dilakukan bila terdapat kegagalan terapi
atau apabila didapatkan gejala baru setelah dilakukan pengobatan
selama 2 minggu
PENANGANAN PASIEN MENINGITIS
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN TOKSOPLASMA
SEREBRAL
TUJUAN Memberikan peroman tatalaksana terapi untuk toksoplasma serebral pada pasien
HIV & AIDS
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH - Toksoplasma serebral merupakan salah satu komplikasi neurologis yang sering
didapatkan.
- Apabila pasien toksoplasma serebral ini tidak mendapatkan terapi rumatan
(maintenance therapy), maka toksoplasma serebral ini biasanya akan kambuh
kembali.
3. Tatalaksana terapi
Terapi fase akut :
1. Pilihan pertama :
a. Pirimetamin 200 mg hari pertama, selanjutnya 50-75 mg/hari ditambah
dengan
PENANGANAN PASIEN TOKSOPLASMA
SEREBRAL
Terapi rumatan
1. Pilihan pertama :
a. Pirimeamin 25-50 mg/hari
b. Sulfadiasin 2 gr/hari
c. Leukoferin 10-20 mg/hari
2. Pilihan kedua :
a. Pirimetamin 25-50 mg/hari
b. Klindamisin per oral 4x300-45 mg/hari
c. Leukoferin 10-20 mg/hari
3. Pilihan ketiga :
a. Pirimetamin 25-50 mg/hari
b. Atofakuon per oral 2x1500 mg/hari
c. Leukoferin 10-20 mg/hari
4. Apabila tidak diberikan terapi rumatan, maka angka kekambuhan berkisaar
10-70% /tahun.
5. Pada pasien yang mendapat HAART, erapi rumatan ini dapat dihentikan
apabila kadar CD4 > 200 sel/mm3
a. Selama 3 bulan pada profilaksis primer
b. Selama 6 bulan pada profilaksis sekunder
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN AIDS DEMENTIA
COMPLEX (ADC) DAN HIV ASSOCIATED
DEMETIA (HAD)
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 1/4
Ditetapkan,
Direktur RSUD Tarakan
SOP
PENGOBATAN
Tanggal Ditetapkan
INFEKSI
OPORTUNISTIK
Dr. R. Koesmedi Priharto, SpOT, M.Kes
NIP. 195808071987031007
PENGERTIAN Dengan makin meningkatnya jumlah pasien HIV, maka pasien AIDS dementia
complex (ADC) dan HIV associated Dementia (HAD) juga makin meningkat.
TUJUAN Memberikan pedoman tatalaksana pasian AIDS dementia complex (ADC) dan HIV
associated Dementia (HAD) yang tepat sebagai upaya meningkatkan mutu
pelayanan, pendidikan dan penelitian sesuai fungsi RSUD Tarakan sebagai rumah
sakit rujukan kelas A dan rumah sakit pendidikan.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH - ADC merupakan komplikasi yang sering terjadi pada stadium lanjut (CD4 200
sel/mm3)
- Insiden ADC meningkat 3 kali pada Cd4 < 200 mm3
- Pada 10% px kasus HIV & AIDS, AIDS merupakan gejala yang timbul
pertama kali
- Gejala klinis berupa trias berikut.
1. Gangguan kognitif bervariasi dari amnesia ringan/local sampai
glonal/berat. Gambaran gangguan kognitif ini perlu dibedakan dengan
penyebab lain dementia subkortikal
2. Gangguan motorik
3. Perubahan perilaku
- Gajala motorik dapat menyerupai penyakit Parkinson
- Fluktuasi gejala klinis sering kali sulit diramalkan
- Kematian sering kali disebabkan karena terjadinya pneumonia aspirasi dan
atau karena infeksi oportunistik
PROSEDUR 1. Pelaksanaan penanganan pasien
Pelaksanaan dikonsul : adalah peserta PPDS I dengan supervisor/penanggung
jawab oleh supervisor konsul/seksi infeksi.
- Pasien HIV dengan keluhan kognitif:
o Mudah lupa dan atau
o Perubahan prilaku
- Pasien HIV dengan keluhan kognitif dilakukan pemeriksaan MMSE
(minimetal scor evaluatin)
o Nilai MMSE 30-27 : Normal
o Nilai MMSE 27-24 : Evaluasi ulang 6 bulan
o Nilai MMSE < 24 : Probable gangguan kognitif
Apabila hasil MMSE < 24, pasien dirujuk ke klinik neuro
berhaviour dengan persetujuan supervisor konsul
Pemeriksaan
- Evaluasi status mental pasien
1. Bergantung kepada respon yang didapat, maka lanjutkan dengan
pemeriksaan neuropsikologis yang lain, dan apabila didapatkan keluhan
kognitifm seperti :
2. Mudah lupa dan atau
3. Perubahan perilaku
- Maka dilanjutkan dengan pemeriksaan MMSE:
1. Nilai MMSE 30-27 : Normal
2. Nilai MMSE 27-24 : Evaluasi ulang 6 bulan
3. Nilain MMSE < 24 : Probable gannguan kognitif
PENANGANAN PASIEN AIDS DEMENTIA
COMPLEX (ADC) DAN HIV ASSOCIATED
DEMETIA (HAD)
Nomor Dokumen Tanggal : 27/07/2012 Jumlah Halaman
POKJA HIV /A/Pokja_HIV/RST/2012 Nomor Revisi : 00 3/4
- Apabila hasil MMSE < 24, pasein dirujuk ke klinik neuro behavior dengan
persetujuan supervisor konsul
- Pelaksana di polli Neurobehaviour
Adalah peserta PPDS I yang bertugas di poli neurobehaviour dengan
supervisor / penanggung jawab oleh supervisor poli neuribehaviour. Disini
dilakukan pemeriksaan
a. CERAD
b. Strub and Black
c. Instrument neuripsikologis yang lain sesuai kebutuhan klinis
Pemeriksaan Penunjang
- Diagnosis terutama didasarkan atas gejala klinis
- Pungsi Lumbal
- CT Scan /MRI
Pemeriksaan berdasarkan :
- Gejala klinis
- Pungsi lumbal :
a. Tigapuluh sampai lima pulun persen pasien masih dalam batas normal
b. Protein : meningkat pada 60% pasien.
c. Leukosit : meningkat ( terutama mononuclear) pada 5-10 % pasien
d. Beta -2 mikroglobulin L eningkat (> 3 mg/L)
- Tes neuropsikologi L memberikan gambaran adalah dementia subkortikal
- CT Scan/MRI
a. Gambaran hyperintense yang difus pada substansi putih yang dalam
b. Lokasi bervariasi
c. Tidak ada gambaran enhancement
d. Arofi serebri : prominen
e. Tidak ada gambaran efek massa
- Tes beuripsikologi : memberikan gambaran adalah dementia subkortikal
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN DENGAN INFEKSI
SITOMEGALO VIRUS (CMV)
TUJUAN Memberikan pedoman tata laksana terapi untuk infeksi sitomegalo virus (CMV)
pada pasien HIV dan AIDS
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH - Kelainan pada sistem saraf merupakan manifestasi tersering kedua setelah
retinitis. Manifestasi yang terjadi pada sistem saraf dapat mengenai pada otak,
medulla spinalis dan saraf tepi.
- Mengingat komplikasi pada mata merupakan komplikasi yang tersering, maka
perlu dilakukan evaluasi funduskopi secara rutin apabila CD4 < 100 sel/uL
- Diagnosis infeksi CMV pada sistem saraf pusat tidak mudah dibuat
- IgG dan IgM CMV tidak spesifik
- Imaging dan LCS tidak spesifik
- Adanya gambaaran ventikulitis merupakan gambaran yang khas pada penyakit
ini.
3. Penatalaksanaan
- Etiologi : Virus sitomegalo
- Gejala dan tanda klinis
1. Sering kali asitomatis
2. Defek lapang pandang, atau berkurangnya ketajaman penglihatan
(diminished acuity)
3. Retinitis
a. Adanya infiltrat di retina yang berwarna putih kekuningan
b. Perdarahan intra retina
PENANGANAN PASIEN DENGAN INFEKSI
SITOMEGALO VIRUS (CMV)
4. Diagnosis
1. Retina :
a. Semua bagian dapat terganggu
b. Predileksi lesi didapatkan pada kutub posterior retina
c. Khas didapatkan gangguan dari pembuluh darah retina, di mana selalu
abnormal pada daerah yang mengalami retinitis.
2. Sering kali didapatkan lesi pada daerah Optic nerver head dan makula
3. Uveitis minimal atau tidak didapatkan
4. EMG demyelinisasi
5. Pungsi lumbal
a. Tidak khas
b. Sel dan protein biasanya meningkat
c. Antigen CMV pada cairan likuor serebro spinalis
Terapi Alternatif
1. Gancyclovir 2 x 5 mg/kg I,v. selama 14-12 hari, dilanjutkan dengan
valgancyclovir 4 x 900 mg po.
2. Foscarnet 3 x 60 mg/kg i.v. atau 2 x 90 mg/kg i.v. diberikan selama 14-12
hari, kemudian dilanjutkan 2 x 90-120 mg/kg i.v.
3. Gancyclovir 2 x 5 mg/kg i.v. selama 14-12 hari kemudian dilanjutkan 5
mg/kg/hari
4. Valgancyclovir 2 x 900 mg p.o. selama 21 hari, kemudian dilanjutkan 900
mg/hari.
PENANGANAN PASIEN DENGAN INFEKSI
SITOMEGALO VIRUS (CMV)
Monitoring terapi
1. Pasien tanpaperbaikan sistem imun memerlukan terapi rumatan seumur
hidup untuk retinitisnya.
2. Bisa terjadi kekambuhan jika tidak ada perbaikan sistem imun
3. Berikan terapi yang sama seperti yang digunakan sebelumnya untuk
setiap kekambuhan, walaupun diduga telah terjadi kekebalan atau adanya
toksisitas.
4. Hentikan terapi rumatan apabila
a. Kadar CD4 lebih dari 100-150 mm3 selama ≥ 6 bulan
b. Tidak ada tanda atau gejala yang menunjukkan aktivitas penyakit.
c. Tersedianya pemeriksaan mata secara rutin
5. Berikan kembali terapi rumatan apabila kadar CD4 turun dibawah 50 –
100 sel/mm3.
UNIT TERKAIT
PENANGANAN PASIEN PARIFER
TUJUAN Memberikan pedoman tata laksana terapi untuk gejala dan tanda neuripati perifer
motorik dan nyeri sensorik pada pasien HIV dan AIDS.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH Penyebab terjadinya neuropati perifer motorik dan neuropati nyeri sensorik perifer
adalah :
1. Virus HIV sendiri, CMV, herpes zoster, mikobakterium
2. Infeksi yang terjadi karena penurunan respon imun yang progresif
3. Kondisi yang sering kali berhubungan dengan penyakit kronis
a. Nutrisi yan tidak mencukupi
b. Penggunaan banyak obat (multiple drug therapy), pemakaian ramuan
herbal, seperti :
INH
Metronidazole
NRTIs (d4,ddI,ddC)
Ramuan herbal
c. Gagal ginjal dengan urema
d. Gangguan elektrolit
e. Kanker
5. Stadium lanjut
a. Berkurangnya rasa sensoris dan vibrasi
b. Berkurangnya atau menurunnya refleks ankle dan lutut
c. Disfungsi autonom
d. Kontrol kencing dan berak yang jelek
Pemeriksaan
1. EMG
2. Tes ambang sensoris dan suhu
3. CPK
4. Lumbal pungsi
5. Kadar serum B12 dan TSH
TUJUAN Memberikan pedoman tata laksana terapi untuk pasien limfoma pada sistem saraf
pusat pada pasien HIV dan AIDS.
KEBIJAKAN UPIP, IRNA Medik dan IRNA Bedah RSUD Tarakan
URAIAN ILMIAH - Merupakan komplikasi stadium akhir pada nyakit HIV, CD4 < 100
- Kelainan ini diperkirakan didapatkan pada sekitar 2% dari pasien AIDS
PROSEDUR 1. Pelaksanaan penanganan pasien
Pelaksanaan adalah peserta PPDS I dengan supervisor/penanggung jawab oleh
supervisor konsul / supervisor seksi infeksi
Pemeriksaan
1. Punsi lumbal, bila tidak didapatkan kontra-indikasi. Gambaran analisis
cairan lumbal:
a. Pleositosis
b. Protein : normal atau sedikit meningkat
c. Kadar glukosa : normal
d. PCR L Virus Epstein Barr
2. SPECT Thallium : Terdapat pengambilan thallium
3. MRI : Gambaran lesi massa yang meningkat (enhancing mass lesions)
4. Biopsi : diagnosa pasti
TBC
1. Adanya riwayat kontak TB yang positif disertai dengan tanda dan gejala TB
(Gejala Nonsepsifik, seperti batuk kronis, demam, keringat malam, anoreksia,
berat badan turun. Pada anak besar : batuk produktif dan batuk darah) dengan
tes tuberculin positif, foto dada menunjukkan adannya pembesaran kelenjar
PELAKSANAAN INFEKSI OPORTUNISTIK (OI)
HIV & AIDS PADA BAYI DAN ANAK
Pada penderita HIV anak dengan ART yang baru didiagnosis TB:
1. Anak dengan rejimen standar lini pertama (2NRTI + 1NNRTI)
didiagnosis TB.
TB dapat disebabkan karena 3 hal : TB karena infeksi primer (terjadi
setiap saat), TB sebagai bagian IRIS (dalam 3 bulan pertama ART),
atau TB sebagai tanda gagal terapi dari rejimen ART lini pertama
(terjadi setelah 24 minggu ART). OAT menggunakan rifampin segera
diberikan, dengan ART dilanjutkan, dinilai bilamana perlu merubah
rejimen ART dengan cara melihat respons OAT. Bila respons OAT
kurang bak, pertimbangkan merubah rejimen ART yang dipakai.
Rejimen ARV yang digunakan : Utama : lanjutkan rejiemn standar
lini pertama 2NRTI + 1NNRTI bila memakai EFV. Alternatif : bila
mungkin rubah menjadi 2 NRTI + ritonavir bila umur < 3 memakai
NVP. Pada kasus TB karena gagal terapi ART lini pertama, rubat
ART ke rejimen lini kedua.
2. Anak dengan rejimen standar lini ke dua (NRTI/NNRTI + boosted
PPI) yang didiagnosis TB:
TB dapat disebabkan karena 2 hal : TB karena infeksi primer (terjadi
setiap saat), atau TB sebagai tanda gagal terai dari rejimen ART lini
pertama (terjadi setelah 24 minggu ART). OAT menggunakan
rifampin segera diberikan, dengan dinilai bilamana perlu
merupabah/menghentikan rejimen ART dengan cara melihat resons
OAT.
Rejimen ARV yang digunakan : Pada TB primer, tetapi ARV
dilanjutkan dengan menaikkan dosis RTV hingga sama dengan dosis
LPV dalam mg. lakukan konsultasi ahli untuk pembuatan rejimen
khusus. Pada kasus TB karena gagal ART lini pertama, hentikan ART
hingga selesai OAT, lakukan konsultasi ahli untuk pembuatan
rejimen khusus.
HSV/HZV
1. Gejala HSV gingivostomatitis : panas, itirtabel, ulkus pada permukaan gusi,
perioral, mukosa oral yang nyeri. HSV ensefalitis : panas, kesadaran terganggu,
tingkah laku abnormal. Infeksi primer varisela : vesikel yang gatal,
menyeluruh. Herper zoster: vesikel berisi air, nyeri, distribusi menurut
PELAKSANAAN INFEKSI OPORTUNISTIK (OI)
HIV & AIDS PADA BAYI DAN ANAK
CMV
1. Sebagai besar anak akan tidak menunjukkan adanya gejala atau keluhan,
sebaiknya diperiksa adanya CMV retinitis. Bentuk CMV ekstraokuler: Krilitis
CMV, esofagitis CMV, pnemonitis CMV, hepatitis CMV.
2. Pengobatan diberikan dengan ganciclovir 5-7,5 mg/kgBB dua kali sehari
selama 21 hari.
Cryoptosporidiosis
1. Diare subakut atau kronik dengan tinja cair, nyeri oerut dan mual, muntah
2. Oocyst kecil terlihat di tinja dengan metode Kinyoun
3. Pengobatan dengan ARV palng baik, bisa ditambahkan nitazoxamid 2 x 100
mg per hari (umur 1-3 tahun), 2 x 200 mg/hari (umur 4-11)
Criptococcosis
1. Muncul sebagai meningoensefalitis atau infeksi tersebar (disseminated) yang
menimbulkan papul seperti pada molluscum
2. Pemeriksaan CSF menunjukkan tekanan intrakranial meningkat, proteinCSF
meningkat, pleositosis mononuclear Penawaraan tinta India caoran likuor CSF
atau pewarna Wright dan kerokan kulit akan menunjukkan budding yeast.
3. Terapi induksi : Amphotericin B (0,7-1,5 mg/kg/hari) dan flucytosine (25
mg/kg/dosis, 4 x/hari) selama 2 minggu. Terapi Konsolidasi: Fluconazole 5-6
mg/kg/dosis, 2 x/hari selama 8 minggu. Tetapi rumatan : Fluconazole 3-6
mg/kg/hari.
Sindroma Diare:
1. Diare dengan dehidrasi, lakukan rehidrasi, cari penyebab, jangan memberikan
antibiotika dulu.
2. Diare dengan darah dalam tinja, obati dengan antibiotika untuk shigellpsis
misal ampisilin atau ciprofloksasin selama 5 hari, bilamana dalam waktu 2 hari
belum membaik, pertimbangkan mengganti antimikroba untuk protozoa atau
parasit. Kotrimoksazol dan ampisilin tidak efektif lagi karena resistensi yang
luas.
3. Diare kronik sangat dijumpai dengan anak. Penyebab yang dicari adalah semua
kerusakan mukosa, bacterial overgrowth, bile acid diarrhea, infeksi CMV.
Pemeriksaan tinja ditunjukan untuk mencari candidia, cryptosporidium,
microsporidia, shigella, salmonella, campylobacter.
4. Secara empirik dapat diberikan neomysin atau colistin + cholestyramine
5. Pemberian terapi disesuaikan mikroorganisme penyebab (lihat tabel)
PELAKSANAAN INFEKSI OPORTUNISTIK (OI)
HIV & AIDS PADA BAYI DAN ANAK
PENCEGAHAN 1. PCP : berikan CTX dengan dosis susai dengan umur atau berat badan, sekali
sehari sampai CD4 kembali normal.
Pedoman Profilaksis Kotrimoksazol (CTX) untuk pencegahan PCP.
- CTX diberikan pada semua bayi yang terekspos HIV sampai dapat
ditentukan status HIV. Semua penderita HIV usia < 12 bulan harus
diberikan profilaksis CTX.
PELAKSANAAN INFEKSI OPORTUNISTIK (OI)
HIV & AIDS PADA BAYI DAN ANAK