Laporan Simulasi Persilangan Dihibrida
Laporan Simulasi Persilangan Dihibrida
DIHIBRIDA
Disusun Oleh:
Karima Widiyastuti 4411416048
Shinta Hedy C 4411416037
Edward Louis Krey 4411416062
B. PERMASALAHAN
1. Dalam kegiatan ini dapat menunjukkan terjadinya prinsip berpasangan
secara bebas?
2. Buat diagram persilangannya!
3. Berapa perbandingan fenotip yang diperoleh?
4. Bagaimana hasil perbandingan data kelompok dengan data kelompok
lain?
5. Hasil uji dengan menggunakan Chi Square?
6. Buat kesimpulan dari hasil kerja!
C. LANDASAN TEORI
Persilangan dihibrida atau persilangan dengan dua sifat beda,
melibatkan dua pasang gen. Pada saat pembentukan gamet setiap pasangan
gen akan memisah, selanjutnya gen atau alel yang telah memisah ini akan
mengelompok dengan gen atau alel yang lain secara bebas. Oleh mendel
hal ini disebut sebagai prinsip pengelompokan gen secara bebas
(independent assortment).
Dalam hukum II mendel atau dikenal dengan The Law of
Independent assortmen of genes atau Hukum Pengelompokan Gen Secara
Bebas dinyatakan bahwa selama pembentukan gamet, gen-gen yang sealel
akan memisah secara bebas dan mengelompok dengan gen lain yang
bukan alelnya. Pembuktian hukum ini dipakai pada dihibrida atau
polihibrida, yaitu persilangan dari 2 individu yang memiliki satu atau lebih
karakter yang berbeda. Dihibrida adalah hibrid dengan 2 sifat beda.
Fenotipe adalah penampakan atau perbedaan sifat dari suatu individu
tergantung dari susunan genetiknya yang dinyatakan dengan kata-kata
(misalnya mengenai ukuran, warna, bentuk, rasa, dan lainnya). Genotipe
adalah susunan atau konstitusi genetik dari suatu individu yang ada
hubungannya dengan fenotipe; biasanya dinyatakan dengan simbol atau
tanda pertama dari fenotipe. Oleh karena individu itu bersifat diploid,
maka genotipenya dinyatakan dengan huruf dobel, misalnya AA, Aa, aa,
AABB,dan lainnya. Sebelum melakukan percobaan, harus diketahui cara
pewarisan sifat. Dua pasang yang diawasi oleh pasangan gen yang terletak
pada kromosom yang berlainan. Sebagai contoh, Mendel melakukan
percobaan dengan menanam kacang ercis yang memiliki dua sifat beda.
Mula-mula tanaman galur murni yang memiliki biji bulat berwarna kuning
disilangkan dengan tanaman galur murni yang memiliki biji keriput
berwarna hijau, maka F1 seluruhnya berupa tanaman yang berbiji bulat
berwarna kuning. Biji-biji dari tanaman F1 ini kemudian ditanam lagi dan
tanaman yang tumbuh dibiarkan mengadakan penyerbukan sesamanya
untuk memperoleh keturunan F2 dengan 16 kombinasi yang
memperlihatkan perbandingan 9/16 tanaman berbiji bulat warna kuning :
3/16 berbiji bulat warna hijau : 3/16 berbiji keriput berwarna kuning : 1/16
berbiji keriput berwarna hijau atau dikatakan perbandingannya adalah ( 9 :
3 : 3 : 1 ).
Bila semua gamet individu diketahui, maka genotipe individu itu
juga akan diketahui. Suatu uji silang monohibrida menghasilkan ratio
fenotipe 1:1, menunjukkan bahwa ada satu pasang faktor yang memisah.
Suatu uji silang dihibrida menghasilkan ratio 1:1:1:1, menunjukkan bahwa
ada dua pasang faktor yang berpisah dan berpilih secara bebas (Johnson,
1983: 98).
Hukum pewarisan ini mengikuti pola yang teratur dan terulang dari
generasi ke generasi. Dengan mempelajari cara pewarisan gen tunggal
akan dimengerti mekanisme pewarisan suatu sifat dan bagaimana suatu
sifat tetap ada dalam populasi. Demikian juga akan dimengerti bagaimana
pewarisan dua sifat atau lebih Banyak sifat pada tanaman, binatang dan
mikrobia yang diatur oleh satu gen. Gen-gen dalam individu diploid
berupa pasangan-pasangan alel dan masing-masing orang tua mewariskan
satu alel dari satu pasangan gen tadi kepada keturunannya. Pewarisan sifat
yang dapat dikenal dari orang tua kepada keturunannya secara genetik
disebut hereditas (Crowder, 1990).
Mendel melakukan persilangan ini dan memanen 315 ercis bulat-
kuning, 101 ercis keriput-kuning, 108 bulat-hijau dan 32 ercis keriput-
hijau. Hanyalah 32 ercis keriput-hijau yang merupakan genotipe tunggal.
Hasil-hasil ini membuat Mendel mendirikan hipotesisnya yang terakhir
(hukum Mendel kedua). Distribusi satu pasang faktor tidak bergantung
pada distribusi pasangan yang lain. Hal ini dikenal sebagai hukum
pemilihan bebas . Ciri khas karya Mendel yang cermat ialah bahwa ia lalu
menanam semua ercis ini dan membuktikan adanya genotipe terpisah di
antara setiap ercis dengan kombinasi baru ciri-cirinya (Kimball, 1983).
Hukum II Mendel disebut juga hukum asortasi. Mendel
menggunakan kacang ercis untuk dihibrida, yang pada bijinya terdapat dua
sifat beda, yaitu soal bentuk dan warna biji. Persilangan dihibrida yaitu
persilangan dengan dua sifat beda sangat berhubungan dengan hukum II
Mendel yang berbunyi “independent assortment of genes”. Atau
pengelompokan gen secara bebas. Hukum ini berlaku ketika pembentukan
gamet, dimana gen sealel secara bebas pergi ke masing-masing kutub
ketika meiosis. B untuk biji bulat, b untuk biji kisut, K untuk warna
kuning dan k untuk warna hijau. Jika tanaman ercis biji bulat kuning
homozygote (BBKK) disilangkan dengan biji kisut hijau (bbkk), maka
semua tanaman F1 berbiji bulat kuning. Apabila tanaman F1 ini dibiarkan
menyerbuk kembali, maka tanaman ini akan membentuk empat macam
gamet baik jantan ataupun betina masing-masing dengan kombinasi BK,
Bk,Bk, bk. Akibatnya turunan F2 dihasilkan 16 kombinasi.yang terdiri
dari empat macam fenotip, yaitu 9/16 bulat kuning, 3/16 bulat hijau, 3/16
kisut kuning dan 1/16 kisut hijau. Dua diantara fenotip itu serupa dengan
induknya semula dan dua lainnya merupakan fariasi baru
(Gooddenough,1984).
Hukum II Mendel yaitu pengelompokan gen secara bebas berlaku
ketika pembuatan gamet. Dimana gen sealel secara bebas pergi ke masing
masing kutub meiosis. Pembuktian hukum ini dipakai pada dihibrida atau
polihibrida, yaitu persilangan dari dua individu yang memiliki dua atau
lebih karakter yang berdeba. Hukum ini juga disebut hukum Asortasi.
Hibrida adalah turunan dari suatu persilangan antara dua individu yang
secara genetik berbeda. Persilangan dihibrida yaitu persilangan dengan dua
sifat beda sangat berhubungan dengan hukum II Mendel yang berbunyi
“Independent assortment of genes” atau pengelompokan gen secara bebas.
Arti hibrida semacam itu juga dikemukakan oleh Gardner. Ratio fenotipe
klasik yang dihasilkan dari perkawinan dihibrida adalah 9:3:3:1, ratio ini
diperoleh oleh alel-alel pada kedua lokus memperlihatkan hubungan
dominan dan resesif. Ratio ini dapat dimodifikasi jika atau kedua lokus
mempunyai alel-alel dominan dan alel lethal (Crowder,1990: 43).
Persilangan dihibrid adalah persilangan antara individu untuk 2 gen
yang berbeda. Eksperimen Mendel dengan bentuk biji dan warna ercis
adalah sebuah contoh dari persilangan dihibrida. Metode Punnett kuadrat
menentukan rasio fenotipe dan genotipenya. Dua sifat beda yang dipelajari
Mendel yaitu bentuk dan warna kapri. Pada penelitian terdahulu diketahui
bahwa biji bulat (W) dominan terhadap biji berkerut (w), dan
menghasilkan nisbah 3:1. Pada keturunan F2, Mendel juga mendapatkan
bahwa warna biji kuning (G) dominan terhadap biji hijau (g), dan
segregasi dengan nisbah 3:1. Persilangan kapri dihibrida berbiji kuning
bulat dan berbiji hijau berkerut menghasilkan nisbah fenotipe 9:3:3:1.
Nisbah genotipenya dapat diperoleh dengan menjumlahkan genotipe-
genotipe yang sama di antara 16 genotipe yang terlihat dalam segitiga
Punnett (Crowder, 1999).
Menurut Goodenough (1984), Mendel memperoleh hasil yang tetap
sama dan tidak berubah-ubah pada pengulangan dengan cara penyilangan
dengan kombinasi sifat yang berbeda. Prinsip segregasi berlaku untuk
kromosom homolog. Pasangan-pasangan kromosom homolog yang
berbeda mengatur sendiri pada khatulistiwa metafase I dengan cara bebas
dan tetap bebas selama meiosis. Sebagai akibatnya, gen-gen yang terletak
pada kromosom non homolog, dengan kata lain, gen-gen yang tidak
terpaut mengalami pemilihan bebas secara meiosis Pengamatan ini
menghasilkan formulasi hukum genetika Mendel kedua, yaitu hukum
pilihan acak, yang menyatakan bahwa gen-gen yang menentukan sifat-sifat
yang berbeda dipindahkan secara bebas satu dengan yang lain, dan sebab
itu akan timbul lagi secara pilihan acak pada keturunannya. Individu-
individu demikian disebut dihibrida atau hibrida dengan 2 sifat beda .
Berdasarkan data F2 dihibrida, Mendel menyusun Hukum
Perpaduan Bebas yang berisi bahwa “Segregasi suatu pasangan gen
tidak bergantung kepada segregasi pasangan gen lainnya, sehingga di
dalam gamet-gamet yang terbentuk akan terjadi pemilihan kombinasi
gen-gen secara bebas”. Dari F1 bergenotipe AaBb dalam proses
pembentukan gamet alel A dapat bebas berpadu dengan B atau b, juga a
bebas memilih B atau b. Akibat perpaduan bebas ini maka setiap jenis
gamet yang terbentuk, yaitu AB, Ab, aB, dan ab akan mempunyai
frekuensi yang sama. Dalam kasus dihibrid akan mempunyai frekuensi
masing-masing 0,25. Akibat perpaduan bebas dari alel-alel dalam
pembentukan gamet dan penggabungan bebas gamet-gamet dalam
perkawinan, maka dalam kasus alel dominan-resesif F2 akan mempunyai
fenotipe dengan perbandingan 9:3:3:1. Untuk membuktikan Hukum
Perpaduan Bebas dilakukan uji silang dihibrida dengan menyilangkan F1
terhadap tetua resesif. Terbukti kebenaran Hukum ini dengan munculnya
turunan uji silang dengan perbandingan 1:1:1:1 untuk fenotipe yang
menggambarkan gamet AB, Ab, aB, dan ab (Campbell, 2002).
D. ALAT DAN BAHAN
Alat :
- Alat tulis
- Kantong
Bahan :
- Kancing genetika 4 macam warna (merah, hitam, kuning dan hijau)
masing – masing 48 buah.
E. METODE KERJA
1. Mengambil 4 warna kancing (merah, kuning, hijau dan hitam) masing-
masing sebanyak 48 buah, selanjutnya ditentukan simbol gen dan sifat
yang diwakili oleh setiap warna kancing.
2. Setiap warna kancing dipisahkan menjadi dua bagian yang satu bagian
sebagai gamet jantan dan satu bagian lain sebagai gamet betina.
3. Mengancingkan atau mentangkupkan dua kancing menjadi satu dengan
kombinasi warna yang berbeda – beda sesuai macam gamet yang
dihasilkan.
4. Kemudian menepelkan gamet jantan dan gamet betina masing –
masing dalam kantong yang berbeda – beda.
5. Mengambil satu persatu tangkupan kancing dari setiap kantong dan
dipertemukan.
6. Mencatat hasil dan memasukkan ke dalam tabel.
F. HASIL
1. Hasil Kegiatan Kelompok
Db =n–1
=4–1
=3
α = 0.05
X2tabel = 7.82
X2 hitung < X2 tabel
0.862 7,82
Ho diterima.
IV. Analisis Data Kelompok
Db =n–1
=4–1
=3
α = 0.05
X2tabel = 7.82
X2 hitung < X2 tabel
0.354 7.82 , maka Ho diterima.
H0 dterima, jadi tidak ada perbedaan antara hasil praktikum dengan Hukum II
Mendel ( hasil pengamatan sesuai dengan Hk. II Mendel)
V. Diagram Persilangan
A. Dokumentasi
B. Jawaban Pertanyaan
Hukum II Mendel akan terjadi penyatuan gen dan alel secara bebas.
Asortasi ialah penggabungan gen dan alel yang mengatur suatu sifat
tertentu. Pada saat fertilisasi akan terjadi peleburan (penyatuan) sel
gamet yang mengandung gen – gen tunggal. Kemudian gen akan
dipertemukan dengan alelnya sehinga mampu mengekspresikan sifat
tertentu. Zigot yang terbentuk adalah hasil peleburan dua sel gamet
(jantan dan betina) yang membawa masing – masing separuh
kromosom. Sifat individu baru akan ditentukan oleh kombinasi gen –
alel baru yang terbentu, mungkin akan sama dengan induk atau dapat
berbeda.
3. Apakah hasil yang anda peroleh sesuai dengan rasio fenotipe yang
diperoleh Mendel pada F2 9:3:3:1? Jelaskan!