Anda di halaman 1dari 17

1.

Patomekanisme bercak merah

Bintik- bintik atau peteki yang ditemukan atau merupakan manifestasi klinis dari
skenaio di atas merupakan lesi perdarahan keunguan, mendatar 1-4 mm, bulat, tidak
memucat, berdarah, dan dapat bergabung menjadi lebih besar disebut purpura. Dapat
ditemukan pada membran mukosa dan kulit khususnya di daerah yang bebas atau
daerah tertekan. Peteki umumnya menggambarkan adanya kelainan trombosit,
manifestasi utama yang ditemukan bila jumlah trombosit kurang dari 30.000/mm3.
Sama halnya dengan peteki, epistaksis juga merupakan manifestasi yang sering
menggambarkan adanya gangguan trombosit sehingga memudahkan perdarahan pada
mukosa yaitu mukosa hidung. Adapun mekanisme keduanya hampir sama yaitu,
menurunnya konsentrasi platelet pada sirkulasi memudahkan darah keluar atau
merembes keluar dari pembuluh darah kapiler (permeabilitas dan fragilitas
meningkat) di daerah perifer, karena gagalnya fungsi platelet. Darah akan
menyembur di bawah kulit dan menyebabkan degradasi dari sel darah merah
oleh makrofag akibat akumulasi darah di bawah kulit. Kemudian tampaklah
pigmen hipersegmentasi dibawah kulit yaitu peteki. Sementara epistaksis diduga
ini dapat berasal dari lesi petekie pada mukosa nasal yang kemudian
menyebabkan mudahnya terjadi perdarahan spontan (epistaksis). Ditambah
usia pasien yang sudah lanjut usia, pada usia lanjut, banyak pembuluh
darahnya rapuh dan lapisan lemak dibawah kulitnya tipis sehingga setiap
pembuluh darah kecil di perifer mudah robek dan sejumlah kecil darah akan
merembes dan menimbulkan bintik-bintik merah di kulit (peteki).

Kemerahan yang terjadi diakibatkan karena proses inflamasi.

Hal tersebut bersamaan dengan terjadinya pelepasan histamine oleh sel mast
di daerah jaringan yang rusak. Histamin yang dilepaskan ini membuat pembuluh
darah bervasodilatasi untuk meningkatkan aliran darah pada daerah yang
terinfeksi. Selain itu, histamine juga membuat permeabilitas kapiler meningkat
sehingga protein plasma yang seharusnya tetap berada di dalam pembuluh darah
akan mudah keluar ke jaringan. Hal ini yang menyebabkan kulit berwarna
kemerahan.

Patomekanisme bintik putih (skuama)


Sel-sel hidup pada stratum basalis mengalami diferensiasi. Kemudian
bergerak ke atas (stratum korneum) menjadi sel-sel mati yang berisi keratin. Pada
stratum korneum sel-sel tanduk menghasilkan sel keratosit yang mengalami
keratinisasi. Tapi karena adanya suatu proses inflamasi sehingga menyebabkan
proses dari keratinisasi terganggu. Sel-sel tanduk yang telah mati mengalami
penumpukan kemudian menyebabkan terbentuknya skuama pada kulit.

Djuanda, Adhi. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam.
Jakarta : FKUI. Hal 134-135.

2. Gangguan perdarahan yang dapat terjadi

A. Gangguan Vaskular
Berbagai kelainan dapat terjadi pada tiap tingkat mekanisme hemostasis.
Pasien dengan kelainan pada sistem vaskular biasanya menunjukkan
perdarahan kulit dan sering melibatkan membrane mukosa. Perdarahan
dapat diklasifikasikan menjadi purpura alergi dan purpura nonalergi. Pada
kedua keadaan ini, fungsi trombosit dan faktor pembekuan adalah normal.
Terdapat banyak bentuk purpura nonalergi, yaitu penyakit-penyakit di
mana tidak terdapat alergi sejati tetapi terjadi berbagai bentuk vaskulitis.
Vaskulitis atau radang pembuluh,timbul dan merusak integritas pembuluh
sehingga mengakibatkan purpura.
Jaringan penyokong pembuluh yang memburuk dan tidak efektif, seperti
yang terlihat pada proses penuaan,mengakibatkan purpura senilis. Umumnya
terlihat perdarahan kulit pada dorsum manus dan lengan bawah, yang diperburuk
oleh trauma. Kecuali gangguan kosmetik, ini merupakan keadaan yang tidak
membahayakan. Manifestasi kulit yang serupa terlihat pada terapi kortikosteroid
yang lama, yang dianggap diakibatkan oleh katabolisme protein dalam jaringan
penyokong vaskular. Hal yang serupa juga terdapat pada sariawan, penyakit yang
berkaitan dengan malnutrisi, dan alkoholisme yang mempengaruhi integritas
jaringan ikat dinding pembuluh darah.
Bentuk purpura vaskular yang dominan otosomal, , telangiectasia
hemoragik herediter (penyakit Osler Weber Rendu), menunjukkan
epistaksis dan perdarahan saluran cerna intermtten yang hebat.
Telangiectasia difus ditemukan pada mukosa bukal , lidah, hidung, dan
bibir, dan mungkin meluas keseluruh saluran cerna. Umumnya telangiectasia
timbul pada masa dewasa. Tujuan pengobatan hanya untuk suportif.
Sindrom Ehlers Danlos, suatu penyakit herediter lain, menyebabkan
penurunan daya pengembangan jaringan perivascular yang menyebabkan
perdaraha hebat.
Purpura alergika atau purpura anafilaktoid di duga diakibatkan oleh
kerusakan imunologis pada pembuluh. Penyakit ini ditandai oleh perdarah
petekie pada bagian-bagian bebas tubuh dan juga mengenai bokong.
Purpura Henoch-Schonlein, suatu purpura dan perdarahan mukosa, gejala-
gejala saluran cerna, dan artritis, adalah bentuk purpura alergika yang
terutama menyerang anak-anak. Mekanisme penyakit ini tidak diketahui
dengan baik. Gejala-gejala sering didahului oleh infeksi. Penderita mengalami
peradangan pada cabang-cabang pembuluh darah, kapiler dan vena,
mengakibatkan pecahnya pembuluh , kehilangan sel darah merah, dan perdarahan.
Glomerulonephritis adalah komplikasi yang sering terjadi. Pengobatan adalah
suportif dengan menghindari aspirin serta seyawa-senyawanya.

B. Gangguan Trombosit
Kelainan jumlah atau fungsi trombosit (atau keduanya) dapat mengganggu
koagulasi darah.trombosit yang terlalu banyak atau terlalu sedikit mengganggu
koagulasi darah.
Keadaan yang ditandai dengan trombosit berlebihan dinamakan
trombositosis atau trombositemia. Istilah-istilah ini saling tertukar (Barui,
Finazzi, 1998). Trombositosis umumnya didefinisikan sebagai peningkatan
jumlah trombosit lebih dari 400.000/mm3 dan dapat primer atau sekunder.
Trombositosis primer timbul dalam bentuk trombositemia primer, yang
terjadi proliferasi abnormal megakariosit, dengan jumlah trombosit melebihi
1 juta. Trombositosis primer juga ditemukan dengan gangguan
mieloproliferatif lain, seperti polisitemia vera, atau leukemia granulositik
kronik.
Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit kurang dari
100.000/mm3. Jumlah trombosit yang rendah ini dapat merupakan akibat
berkurangnya produksi atau meningkatnya penghancuran trombosit

C. Gangguan Pembekuan
Gangguan pembekuan dapat terjadi akibat dari defisiensi factor-faktor
pembekuan.
Factor-faktor pembekuan.
Faktor Nama deskriptif Bentuk aktif
I Fibrinogen Subunit fibrin
II Protrombin Protease serin
III Faktorjaringan (tromboplastin) Reseptor/kofaktor
V Factor labil (kalsium) Kofaktor
VII Prokonvertin Protease serin
VIII Factor anti hemofilik Protease serin
IX Factor Christmas Protease serin
X Faktor stuart-Prower Protease serin
XI Precursor tromboplastin plasma Protease serin
XII Faktor Hageman Protease serin
XIII Factor penstabil fibrin (prekalikrein) Transglutaminase/Protease serin
Pada umumnya, yang sering mengalami defisiensi adalah factor VII
(penyebab penyakit hemophilia A), factor IX (penyebab penyakit hemophilia
B), dan factor XI, XIII.
Selain itu defisiensi vitamin K juga dapat mengganggu proses pembekuan.
Pada dasarnya gangguan pembekuan dibagi menjadi 2 yaitu:
I. Kelainan pembekuan herediter
a. Hemophilia A, defisiensi factor VIII herediter yang paling banyak
ditemukan. Gen factor VII terletak diujunglengankromosom X.
b. Hemophilia B, defisiensi factor IX.
c. Defisiensi factor XI dan XIII
II. Kelainan pembekuan didapat
a. Defisiensi vitamin K
b. Penyakit hati
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC).

Diatesis hemoragik adalah keadaan patologik gangguan perdarahan yang timbul


karena kelainan faal hemostasis. Dilihat dari patogenesisnya, maka diathesis
hemoragik dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1. Diatesis hemoragik karena faktor vaskuler
2. Diatesis homoragik karena faktor trombosit
3. Diatesis hemoragik karena faktor koagulasi

I. Diatesis Hemoragik karena Faktor Vaskuler


Diathesis hemoragik karena faktor vaskuler adalah penyakit – penyakit dengan
kecenderungan perdarahan yang disebabkan oleh kelainan patologik pada dinding
pembuluh darah. Kelainan ini dapat dibagi menjadi :
a. Herediter: Hereditary hemorrhagic teleangiectasia
b. Didapat, terdiri atas:
1) Purpura simpleks
2) Purpura senilis
3) Purpura alergik, terdiri atas Sindrom Henoch – Schonlein, purpura pada
arthritis rematoid, SLE, dan penyakit kolagen lain karena terjadinya
vaskulitis.
4) Purpura karena infeksi, misalnya pada sepsis akibat infeksi meningokokus
5) Scurvy, defisiensi vitamin C yang menimbulkan kerusakan bahan interseluler
sehingga pembuluh darah mudah pecah sehingga terjadi perifollicular
petechie.
6) Purpura karena steroid yang mengakibatkan atrofi jaringan ikat penyangga
kapiler bawah kulit sehingga pembuluh darah mudah pecah.

II. Diatesis Hemoragik karena Kelainan Trombosit

Diatesis hemoragik karena kelainan trombosit dapat dibagi menjadi 2 golongan,


yaitu :
a. Trombositopenia, yaitu penurunan jumlah trombosit. Trombositopenia dapat
disebabkan oleh berbagai etiologi, yaitu gangguan produksi trombosit oleh
megakariosit dalam sumsum tulang, penghancuran trombosit di darah tepi,
maldistribusi misalnya pooling pada suatu organ, akibat pengenceran misalnya
akibat transfusi masif dengan darah simpan.
b. Trombopati, yaitu gangguan pada faal trombosit yang tidak berfungsi dengan
baik tetapi jumlah trombosit dalam batas normal. Trombopati dapat dibagi
menjadi trombopati herediter, terdiri atas platelet pool storage disease,
trhomboastenia glanzman, sindrom bernard – soulier, penyakit von Willebrand.
Trombopati didapat, terdiri atas hiperglobulinemia, akibat terapi aspirin, kelainan
mieloproliferatif, gagal ginjal, dan penyakit hati menahun.

III. Diatesis Hemoragik karena kelainan Faktor Koagulasi


a. Gangguan koagulasi herediter :
1) Hemofili A dan B
b. Gangguan koagulasi didapat :
1) Defisiensi vitamin K
2) Gangguan perdarahan pada penyakit hati
3) Disseminated intravascular coagulation (DIC)
4) Kelainan akibat timbulnya antibody terhadap faktor pembeku

3. Diagnosis banding & Penatalaksanaan:


A. Idiopathic Thrombositopenik Purpura (ITP)
B. Perdarahan akibat defisiensi vitamin K
C. Von Willebrand Disease
D. Essential Trombositopemia

A. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


ITP adalah kelainan akibat trombositopenia yang tidak diketahui penyebabnya
(Idiopatik), tetapi sekarang diketahui sebagian besar kelainan ini disebabkan oleh
proses imun karena itu disebut juga sebagai autoimmune thrombocytopenic purpura.
Secara klinik dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu akut dan kronik.

Penatalaksanaan
Terapi untuk ITP terdiri atas:
1. Terapi untuk mengurangi proses imun sehingga mengurangi perusakan
trombosit
a. Terapi kortikosteroid
1). untuk menekan aktivitas mononuclear phagocyte (makrofag)
sehingga mengurangi destruksi trombosit.
2). mengurangi pengikatan IgG oleh trombosit
3). menekan sintesis antibodi
4). preparat yang diberi: prednison 60-80 mg/hari kemudian turunkan
perlahan-lahan, untuk mencapai dosis pemeliharaan. Dosis
pemeliharaan sebaiknya kurang dari 15 mg/hari. Sekitar 80% kasus
mengalami remisi setelah terapi steroid.

b. Jika dalam 3 bulan tidak memberi respons pada kortikosteroid


(thrombosit <30x109/l) atau perlu dosis pemeliharaan yang tinggi
maka diperlukan :
1). Splenoktomi-sebagian besar memberi respon baik.
2). Obat-obat imunosupresif lain: vincristin, cyclophosphamide atau
azathioprim.

2. Terapi suportif, terapi untuk mengurangi pengaruh trombositopenia.


a Pemberian androgen (Danazol)
b Pemberian high dose immuglobulin untuk menekan fungsi makrofag.
c Transfusi konsentrat trombosit hanya dipertimbangkan pada penderita
dengan resiko perdarahan major.

Patogenesis
Pada ITP jumlah trombosit menurun disebabkan oleh trombosit diikat oleh antibodi,
terutama igG. Antibodi terutama ditujukan terhadap gpIIb-IIIaa atau Ib. Trombosit
yang diselimuti antibodi kemudian difagositir oleh makrofag dalam RES terutama
lien, akibatnya akan terjadi trombositopenia. Keadaan ini menyebabkan kompensasi
dalam bentuk peningkatan megakariosit dalam sumsum tulang.
Gambaran Klinik
Gambaran klinik ITP, yaitu :
1. onset pelan dengan perdarahan melalui kulit atau mukosa berupa : petechie,
echymosis, easy bruising, menorrhagia, epistaksis atau perdarahan gusi.
2. perdarahan SSP jarang terjadi tetapi jika terjadi bersifat fatal..
3. Splenomegali dijumpai pada <10% kasus.

B. Perdarahan Akibat Defisiensi Vitamin K

Kekurangan vitamin K akan mengganggu“ vitamin K-dependent factors”:


prothrombin, F.VII, F.IX dan F.X sehingga menyebabkan gangguan pada kaskade
koagulasi, terutama pada extrinsix pathway dan common pathway. Penyebab
defisiensi vitamin K, yaitu:
1. Penyediaan vitamin K tidak adekuat
a. Penderita dengan nutrisi tidak adekuat
b. Penderita memakai antibiotika jangka panjang sehingga membunuh flora
usus
2. Absorbsi terganggu
a. Ikterus obstruktiva
b. Kelainan usus dengan steatorrhea (sprue, ileitis)
3. Fungsi vitamin K dihambat oleh antikoagulan

Penatalaksanaan
Jika terdapat perdarahan membahayakan maka berikan 25 mg Vitamin K1
intravena perlahan-lahan. Juga berikan transfuse plasma segar atau fresh frozen
plasma.

Patofisiologi
Vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak, merupakan suatu naftokuinon
yang berperan dalam modifikasi dan aktivasi beberapa protein yang berperan dalam
pembekuan darah, seperti protrombin atau faktor II,VII,IX,X dan antikoagulan protein
C dan S, serta beberapa protein lain seperti protein Z dan M yang belum banyak
diketahui perannya dalam pembekuan darah.
Ada tiga bentuk vitamin K yang diketahui yaitu:
1. Vitamin K1 (phytomenadione), tedapat pada sayuran hijau. Sediaan yang ada
saat ini adalah cremophor dan vitamin K mixed micelles (KMM).
2. Vitamin K2 (menaquinone) disintesis oleh flora usus normal seperti Bacteriodes
fragilis dan beberapa strain E. coli.
3. Vitamin K3 (menadione) merupakan vitamin K sintetik yang sekarang jarang
diberikan pada neonatus karena dilaporkan dapat menyebabkan anemia
hemolitik.
Secara fisiologis kadar faktor koagulasi yang bergantung pada vitamin K dalam tali
pusat sekitar 50% dan akan menurun dengan cepat mencapai titik terendah dalam 48-
72 jam setelah kelahiran. Kemudian kadar faktor ini akan bertambah secara perlahan
selama beberapa minggu tetapi tetap berada di bawah kadar orang dewasa.
Peningkatan ini disebabkan oleh absorpsi vitamin K dari makanan.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering ditemukan adalah perdarahan, pucat dan
hepatomegali ringan. Perdarahan dapat terjadi spontan atau akibat trauma, terutama
trauma lahir. Pada kebanyakan kasus perdarahan terjadi di kulit, mata, hidung dan
saluran cerna. Perdarahan kulit sering berupa purpura, ekimosis atau perdarahan
melalui bekas tusukan jarum suntik.
Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi tersering (63%), 80-100% berupa
perdarahan subdural dan subaraknoid. Pada perdarahan intrakranial didapatkan gejala
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) bahkan kadang-kadang tidak menunjukkan
gejala ataupun tanda. Pada sebagian besar kasus (60%) didapatkan sakit kepala,
muntah, anak menjadi cengeng, ubun-ubun besar membonjol, pucat dan kejang.
Kejang yang terjadi dapat bersifat fokal atau umum. Gejala lain yang dapat ditemukan
adalah fotofobia, edema papil, penurunan kesadaran, perubahan tekanan nadi, pupil
anisokor serta kelainan neurologis fokal.
C. Trombositosis Essensial

Trombositosis Esensial atau essential thrombocythemia (ET) adalah kelainan


mieloproliferatif klonal yang primer mengenai megakariosit yang ditandai oleh
thrombositosis menetap dalam darah tepi an peningkatan jumlah serta besar
megakariosik dalam sumsum tulang.
Insiden ET di Negara Barat diperkirakan 1-2,5 per 100.000 penduduk per tahun.
Sebagian besar kasus berumur 50-60 tahun, hampir sama pada laki-laki maupun
perempuan.

Penatalaksanaan
Tujuan terapi pada ET adalah mengendalikan hitung thrombosit sehingga
mencegah thrombosis. Untuk penderita dengan resiko tinggi thrombosis
sebaiknya thrombosit dipertahankan di bawah 600 x 109 /l. Hidroksiurea
merupakan obat yang sering diberikan untuk menurunkan jumlah thrombosit.
Interferon-alpha dapat dipertimbangkan pada penderita dengan umur yang
lebih muda. Anagrelide merupakan obat yang sangat efektif untuk menurunkan
jumlah thrombosit, saat ini sedang mengalami uji klinik fase lanjut. Busulfan
dan 32P dapat menurunkan thrombosit tetapi efek samping jangka panjangnya
kurang baik. Untuk pengelolaan jangka pendek dapat dipertimbangkan platelet
pheresis. Aspirin dapat diberikan untuk mencegah thrombosis, sepanjang tidak
ada riwayat perdarahan.

Gejala Klinik
Gejala klinik ET adalah:
a. Sekitar 50% bersifat asimtomatik;
b. Sekitar 20-50% menunjukkan gejala perdarahan abnormal atau thrombosis.
Perdarahan terutama dari mukosa berupa: hematemesis melena atau hemoptoe.
Oklusi mikrovaskuler menimbulkan transient ischemic attack, atau ischemia
digital dengan parestesia atau gangrene. Thrombosis arteri atau vena besar dapat
terjadi, kadang-kadang disertai trombosis pada vena hepar atau lien.
c. Splenomegali ringan dijumpai pada 50% kasus;
d. Hepatomegali hanya dijumpai pada 15-20% kasus.
D. Von Willebrand Disease

Von Willebrand Disease (VWD) adalah penyakit karena kekurangan von


Willebrand Factor (VWF). VWF yang beredar dalam darah yang melekat pada Faktor
VIII. Fungsi utama dari VWF untuk mengikat trombosit, fragmen sel kecil dalam
darah, untuk pecah kecil dalam pembuluh darah. Selain itu, fungsi terpenting dari
VWF in vivo adalah mempermudah adhesi trombosit ke dinding pembuluh darah
yang rusak. Oleh karena itu, VWF sangat penting dalam proses normal hemostasis.
Selain fungsinya dalam adhesi trombosit, VWF juga memiliki fungsi sebagai
pengangkut untuk factor VIII. Apabila factor VIII diaktifkan oleh thrombin, factor ini
akan terpisah dengan VWF dsan menjalankan proses koagulasinya.
Pada sebagian besar kasus penyakit ini diwariskan sebagai penyakit dominan
autosomal, tetapi pernah dilaporkan beberapa varian resesif autosomal yang jarang
ditemukan. VWD diwariskan tetapi dalam cara yang berbeda untuk hemofilia. Ini
mempengaruhi perempuan sesering pria. Gen abnormal tidak pada kromosom X
(kromosom seks terkait), tetapi pada autosom (kromosom biasa, bukan kromosom
yang berhubungan dengan seks). Beberapa orang dengan VWD berat memiliki dua
gen yang abnormal, satu dari setiap orangtua.
Baik pria maupun wanita dengan VWD sering frustrasi karena kasus-kasus ringan
gangguan mungkin sulit untuk mendiagnosa. Ini adalah kelainan perdarahan yang
paling umum dan mempengaruhi sekitar 200.000 orang di Australia, yang sebagian
besar tidak terdiagnosis. Insiden pasti VWD sulit diketahui karena pada banyak kasus
manifestasi klinisnya ringan dan diagnosis memerlukan pemeriksaan canggih dan
penyakit ini dimungkinkan merupakan penyakit herediter yang paling sering
ditemukan.

Penatalaksanaan
Pengobatan untuk VWD adalah :
a. Infuse desmopressin (DDAVP) yang dapat melepaskan VWF dari
cadangan dalam endotel
b. Terapi ganti dengan “single donor cryoprecipitate” jangan
mrmakai F.VIII Concentrate
c. Dapat juga diberikan epsilon aminocaproic acid atau asam
traneksamat

Etiologi dan Patomekanisme


Von Willebrand Disease (VWD) yang disebabkan oleh defisiensi VWF (Von
Willebrand Factor) yang bersifat herediter yakni sebagai penyakit dominan
autosomal, tetapi pernah dilaporkan beberapa varian resesif autosomal yang jarang
ditemukan. Gen abnormal tidak pada kromosom X (kromosom seks terkait), tetapi
pada autosom (kromosom biasa, bukan kromosom yang berhubungan dengan seks).
Beberapa orang dengan VWD berat memiliki dua gen yang abnormal, satu dari setiap
orangtua.
VWF sangat penting dalam proses normal hemostasis. Selain fungsinya dalam
adhesi trombosit, VWF juga memiliki fungsi sebagai pengangkut untuk factor VIII.
Apabila factor VIII diaktifkan oleh thrombin, factor ini akan terpisah dengan VWF
dsan menjalankan proses koagulasinya. Bila terjadi defisiensi dari VWF maka secara
langsung dapat mengakibatkan abnormalitas dari proses koagulasi dan regulasi
hemostasis normal.
Klasifikasi Von Willebrand Disease (VWD) dan Patogenesis
Varian klasik dari VWD sendiri antara lain VWD tipe 1 yang merupakan varian
yang paling sering terjadi, yangh ditandai dengan berkurangnya jumlah VWF dalam
darah. Karena VWF menstabilkan factor VIII dengan mengikatnya, defisiensi VWF
menyebabkan penurunan sekunder dari factor VIII. Varian VWD yang lebih jarang
menujukkan kelainan kuantitatif dan kualitatif. Tipe 2 dibagi menjadi beberapa
subtype yang semuanya ditandai dengan hilangnya multimer VWF berberat molekul
tinggi. Karena multimer ini merupakan bentuk VWF yang paling aktif, terjadi
defisiensi secara fungsional. Pada tipe 2a, multimer berberat molekul tinggi tidak
disintesis sehingga terjadi defisiensi sejati. Pada tipe 2b, disintesis multimer berberat
molekul tinggi yang disfungsional dan secara cepat dibersihkan dari sirkulasi.
Multimer berberat molekul tinggi ini dapat menyebabkan agregasi trombosit spontan.
Pada tipe 3 tidak terjadi sama sekali sintesis VWF.
Gambaran Klinis
VWD secara klinis ditandai dengan perdarahan spontan dari selaput lender,
perdarahan berlebih dari luka (injury), menoragia, dan memanjangnya waktu
perdarahan (bleeding time).
Di Negara barat VWD relative sering dijumpai, diperkirakan mengenai 1%
penduduk dunia, tetapi di Indonesia belum banyak dilaporkan. Penyakit ini
diturunkan secara autosomal dominan. Manifestasi kliniknya adalah :
a. Perdarahan sedang
b. Epistaksis sejak kecil
c. Perdarahan dari lika, ekstraksi gigi, atau postoperasi
d. Perdarahan besar, hematom
e. Perdarahan sendi jarang dijumpai

4. Mekanisme Hemostasis
Hemostatis adalah mekanisme tubuh untuk mencegah perdarahan dan
menghentikan perdarahan secara spontan. Bilamana terdapat luka pada pembuluh
darah, segera akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga aliran darah ke
pembuluh darah yang terluka berkurang. Kemudian trombosit akan berkumpul dan
melekat pada bagian pembuluh darah yang terluka untuk membentuk sumbat
trombosit. Faktor pembekuan darah yang diaktifkan akan membentuk benang-benang
fibrin yang akan membuat sumbat trombosit menjadi non permeable sehingga
perdarahan dapat dihentikan.
Jadi dalam proses hemostatis terjadi 3 reaksi yaitu reaksi vaskuler berupa
vasokonstriksi pembuluh darah, rekasi seluler yaitu pembentukan sumbat
trombosit dan reaksi biokimia yaitu pembentukan fibrin.
Peran sistem vaskuler dalam mencegah perdarahan meliputi proses kontraksi
pembuluh darah (vasokontriksi) serta aktivasi trombosit dan pembekuan darah.
Pembuluh darah dilapisi sel endotel. Apabila lapisan endotel rusak maka jaringan
ikat di bawah endotel seperti kolagen, serat elastin dan membrane basalis terbuka
sehingga terjadi aktivasi trombosit yang menyebabkan adhesi trombosit dan
pembentukan sumbat trombosit.
Trombosit mempunyai peran penting dalam hemostatis yaitu pembentukan
dan stabilisasi sumbat trombosit. Pembentukan sumbat trombosit terjadi melalui
beberapa tahap yaitu adhesi trombosit, agregasi trombosit, dan reaksi pelepasan.
Apabila pembuluh darah luka, maka sel endotel akan rusak sehingga jaringan ikat
di bawah endotel akan terbuka. Hal ini akan mencetuskan adhesi trombosit yaitu
suatu proses dimana trombosit melekat pada permukaan asing tertutama serat
kolagen. Faktor ini berfungsi sebagai jembatan antara trombosit dan jaringan
subendotel disamping melekat pada permukaan asing, trombosit akan melekat
pada trombosit lain dan proses ini disebut sebagai agregasi trombosit. Agregasi
trombosit mula-mula dicetuskan oleh ADP yang dikeluarkan oleh trombosit yang
melekat pada serat subendotel. Agregasi yang terbentuk disebut agregasi
trombosit primer yang bersifat reversible. Trombosit pada agregasi primer akan
mengeluarkan ADP sehingga terjadi agregasi trombosit sekunder yang bersifat
irreversible. Disamping ADP, untuk agregasi trombosit diperlukan ion kalsium
dan fibrinogen. Agregasi trombosit terjadi karena adanya pembentukan ikatan
diantara fibrinogen yang melekat pada dinding trombosit dengan perantara ion
kalsium. Selama proses agregasi, terjadi perubhan bentuk trombosit dari bentuk
cakram menjadi bulat disertai dengan pembentuka pseudopodi. Akibat perubahan
bentuk ini maka granula trombosit akan terkmpul di tengah dan akhirnya akan
melepaskan isinya. Proses ini disebut sebagai reaksi pelepasan dan memerlukan
adanya energy. Masa agregasi trombosit akan melekat pada endotel, sehingga
terbentuk sumbat trombosit yang akan menutup luka pada pembuuh darah.
Walaupun masih permeable terhadap cairan, sumbat trombosit dapat
menghentikan perdarahan pada pembuluh darah kecil. Tahap terakhir untuk
menghentikan perdarahan adalah pembentukan sumbat trombosit yang stabil
melalui pembentukan fibrin.

5. Langkah-langkah diagnosis:
1. Anamnesis
 Anamnesis terpimpin dari kedua gejala/keluhan pasien
 Riwayat penyakit terdahulu
 Riwayat penyakit keluarga
 Riwayat psikososial: kebiasaan makan suplai nutrisi dan vitamin, keadaan
lingkungan
 Riwayat pengobatan
2. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi:
Tanda-tanda perdarahan: peteki, ekimosis, purpura atau perdarahan lain yang
mungkin muncul.
 Palpasi
Organomegali
 Perkusi (tidak bermakna)
 Auskultasi (tidak bermakna)
3. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium:
- Pemeriksaan darah rutin (complete blood count)
- Laju Endap Darah
- Apusan darah tepi
- PT (Protrombin time)
- aPTT (activated protrombin time)
- Indeks eritrosit: MCV (mean corpuscular volume), MCH/MCHC.
-
6. Farmakokinetik obat-obat hemostasis yang terkait skenario:

Hemostatika sistemik
1. Terapi obat untuk kekurangan / kelainan fakor pembekuan darah, antara lain:
a. Preparat plasma
Preparat plasma berfungsi untuk “ Replacement Therapy” pada kelainan /
kekurangan faktor pembekuan darah ( transfusi )
1) Fresh whole blood
2) Plasma segar
3) Preparat protrombin kompleks faktor II.VII, IX, V ( vit K dependent
clotting factor )
4) Faktor XII murni
b. Vitamin K
Sumber vitamin K terbagi atas 2, yaitu :
1) Alami
a) Vit K1 ( phytonadione )
b) Vit K2 ( menadione )
Vitamin-vitamin tersebut dapat larut dalam lemak. Dalam proses
absorpsinya, vitamin K alami membutuhkan bantuan dari empedu.
2) Sintetik
Yang termasuk vitamin K sintetik adalah Vit K, yang bersifat larut
dalam air dan proses absorpsinya tidak membutuhkan bantuan dari
empedu.
c. Desmopresin, berfungsi untuk meningkatkan aktivitas faktor VIII pada
penderita hemofili ringan. Pemberian sebelum dan sesudah minor surgery,
dapat mencegah perdarahan yang berlebihan. Dosis pada desmopresinadalah
0,3 – 0,6 mg / kg BB iv
2. Anti fibrinolitik, seperti :
a. Asam amino kaproat bekerja dengan menghambat aktivasi plasminogen
sehingga pembentukan plasmin tidak terjadi.
b. Asam traneksamat, pada klinis digunakan untuk terapi perdarahan akut pada
hemofilia dan perdarahan lainnya.
3. Untuk gangguan adhesi trombosit
Yang biasa digunakan adalah etamsilat. Dalam klinis digunakan untuk
perdarahan kapiler dan menorrhagia ( perdarahan menstruasi yang berlebihan).

Anda mungkin juga menyukai