PBL Perdarahan
PBL Perdarahan
Bintik- bintik atau peteki yang ditemukan atau merupakan manifestasi klinis dari
skenaio di atas merupakan lesi perdarahan keunguan, mendatar 1-4 mm, bulat, tidak
memucat, berdarah, dan dapat bergabung menjadi lebih besar disebut purpura. Dapat
ditemukan pada membran mukosa dan kulit khususnya di daerah yang bebas atau
daerah tertekan. Peteki umumnya menggambarkan adanya kelainan trombosit,
manifestasi utama yang ditemukan bila jumlah trombosit kurang dari 30.000/mm3.
Sama halnya dengan peteki, epistaksis juga merupakan manifestasi yang sering
menggambarkan adanya gangguan trombosit sehingga memudahkan perdarahan pada
mukosa yaitu mukosa hidung. Adapun mekanisme keduanya hampir sama yaitu,
menurunnya konsentrasi platelet pada sirkulasi memudahkan darah keluar atau
merembes keluar dari pembuluh darah kapiler (permeabilitas dan fragilitas
meningkat) di daerah perifer, karena gagalnya fungsi platelet. Darah akan
menyembur di bawah kulit dan menyebabkan degradasi dari sel darah merah
oleh makrofag akibat akumulasi darah di bawah kulit. Kemudian tampaklah
pigmen hipersegmentasi dibawah kulit yaitu peteki. Sementara epistaksis diduga
ini dapat berasal dari lesi petekie pada mukosa nasal yang kemudian
menyebabkan mudahnya terjadi perdarahan spontan (epistaksis). Ditambah
usia pasien yang sudah lanjut usia, pada usia lanjut, banyak pembuluh
darahnya rapuh dan lapisan lemak dibawah kulitnya tipis sehingga setiap
pembuluh darah kecil di perifer mudah robek dan sejumlah kecil darah akan
merembes dan menimbulkan bintik-bintik merah di kulit (peteki).
Hal tersebut bersamaan dengan terjadinya pelepasan histamine oleh sel mast
di daerah jaringan yang rusak. Histamin yang dilepaskan ini membuat pembuluh
darah bervasodilatasi untuk meningkatkan aliran darah pada daerah yang
terinfeksi. Selain itu, histamine juga membuat permeabilitas kapiler meningkat
sehingga protein plasma yang seharusnya tetap berada di dalam pembuluh darah
akan mudah keluar ke jaringan. Hal ini yang menyebabkan kulit berwarna
kemerahan.
Djuanda, Adhi. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam.
Jakarta : FKUI. Hal 134-135.
A. Gangguan Vaskular
Berbagai kelainan dapat terjadi pada tiap tingkat mekanisme hemostasis.
Pasien dengan kelainan pada sistem vaskular biasanya menunjukkan
perdarahan kulit dan sering melibatkan membrane mukosa. Perdarahan
dapat diklasifikasikan menjadi purpura alergi dan purpura nonalergi. Pada
kedua keadaan ini, fungsi trombosit dan faktor pembekuan adalah normal.
Terdapat banyak bentuk purpura nonalergi, yaitu penyakit-penyakit di
mana tidak terdapat alergi sejati tetapi terjadi berbagai bentuk vaskulitis.
Vaskulitis atau radang pembuluh,timbul dan merusak integritas pembuluh
sehingga mengakibatkan purpura.
Jaringan penyokong pembuluh yang memburuk dan tidak efektif, seperti
yang terlihat pada proses penuaan,mengakibatkan purpura senilis. Umumnya
terlihat perdarahan kulit pada dorsum manus dan lengan bawah, yang diperburuk
oleh trauma. Kecuali gangguan kosmetik, ini merupakan keadaan yang tidak
membahayakan. Manifestasi kulit yang serupa terlihat pada terapi kortikosteroid
yang lama, yang dianggap diakibatkan oleh katabolisme protein dalam jaringan
penyokong vaskular. Hal yang serupa juga terdapat pada sariawan, penyakit yang
berkaitan dengan malnutrisi, dan alkoholisme yang mempengaruhi integritas
jaringan ikat dinding pembuluh darah.
Bentuk purpura vaskular yang dominan otosomal, , telangiectasia
hemoragik herediter (penyakit Osler Weber Rendu), menunjukkan
epistaksis dan perdarahan saluran cerna intermtten yang hebat.
Telangiectasia difus ditemukan pada mukosa bukal , lidah, hidung, dan
bibir, dan mungkin meluas keseluruh saluran cerna. Umumnya telangiectasia
timbul pada masa dewasa. Tujuan pengobatan hanya untuk suportif.
Sindrom Ehlers Danlos, suatu penyakit herediter lain, menyebabkan
penurunan daya pengembangan jaringan perivascular yang menyebabkan
perdaraha hebat.
Purpura alergika atau purpura anafilaktoid di duga diakibatkan oleh
kerusakan imunologis pada pembuluh. Penyakit ini ditandai oleh perdarah
petekie pada bagian-bagian bebas tubuh dan juga mengenai bokong.
Purpura Henoch-Schonlein, suatu purpura dan perdarahan mukosa, gejala-
gejala saluran cerna, dan artritis, adalah bentuk purpura alergika yang
terutama menyerang anak-anak. Mekanisme penyakit ini tidak diketahui
dengan baik. Gejala-gejala sering didahului oleh infeksi. Penderita mengalami
peradangan pada cabang-cabang pembuluh darah, kapiler dan vena,
mengakibatkan pecahnya pembuluh , kehilangan sel darah merah, dan perdarahan.
Glomerulonephritis adalah komplikasi yang sering terjadi. Pengobatan adalah
suportif dengan menghindari aspirin serta seyawa-senyawanya.
B. Gangguan Trombosit
Kelainan jumlah atau fungsi trombosit (atau keduanya) dapat mengganggu
koagulasi darah.trombosit yang terlalu banyak atau terlalu sedikit mengganggu
koagulasi darah.
Keadaan yang ditandai dengan trombosit berlebihan dinamakan
trombositosis atau trombositemia. Istilah-istilah ini saling tertukar (Barui,
Finazzi, 1998). Trombositosis umumnya didefinisikan sebagai peningkatan
jumlah trombosit lebih dari 400.000/mm3 dan dapat primer atau sekunder.
Trombositosis primer timbul dalam bentuk trombositemia primer, yang
terjadi proliferasi abnormal megakariosit, dengan jumlah trombosit melebihi
1 juta. Trombositosis primer juga ditemukan dengan gangguan
mieloproliferatif lain, seperti polisitemia vera, atau leukemia granulositik
kronik.
Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit kurang dari
100.000/mm3. Jumlah trombosit yang rendah ini dapat merupakan akibat
berkurangnya produksi atau meningkatnya penghancuran trombosit
C. Gangguan Pembekuan
Gangguan pembekuan dapat terjadi akibat dari defisiensi factor-faktor
pembekuan.
Factor-faktor pembekuan.
Faktor Nama deskriptif Bentuk aktif
I Fibrinogen Subunit fibrin
II Protrombin Protease serin
III Faktorjaringan (tromboplastin) Reseptor/kofaktor
V Factor labil (kalsium) Kofaktor
VII Prokonvertin Protease serin
VIII Factor anti hemofilik Protease serin
IX Factor Christmas Protease serin
X Faktor stuart-Prower Protease serin
XI Precursor tromboplastin plasma Protease serin
XII Faktor Hageman Protease serin
XIII Factor penstabil fibrin (prekalikrein) Transglutaminase/Protease serin
Pada umumnya, yang sering mengalami defisiensi adalah factor VII
(penyebab penyakit hemophilia A), factor IX (penyebab penyakit hemophilia
B), dan factor XI, XIII.
Selain itu defisiensi vitamin K juga dapat mengganggu proses pembekuan.
Pada dasarnya gangguan pembekuan dibagi menjadi 2 yaitu:
I. Kelainan pembekuan herediter
a. Hemophilia A, defisiensi factor VIII herediter yang paling banyak
ditemukan. Gen factor VII terletak diujunglengankromosom X.
b. Hemophilia B, defisiensi factor IX.
c. Defisiensi factor XI dan XIII
II. Kelainan pembekuan didapat
a. Defisiensi vitamin K
b. Penyakit hati
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC).
Penatalaksanaan
Terapi untuk ITP terdiri atas:
1. Terapi untuk mengurangi proses imun sehingga mengurangi perusakan
trombosit
a. Terapi kortikosteroid
1). untuk menekan aktivitas mononuclear phagocyte (makrofag)
sehingga mengurangi destruksi trombosit.
2). mengurangi pengikatan IgG oleh trombosit
3). menekan sintesis antibodi
4). preparat yang diberi: prednison 60-80 mg/hari kemudian turunkan
perlahan-lahan, untuk mencapai dosis pemeliharaan. Dosis
pemeliharaan sebaiknya kurang dari 15 mg/hari. Sekitar 80% kasus
mengalami remisi setelah terapi steroid.
Patogenesis
Pada ITP jumlah trombosit menurun disebabkan oleh trombosit diikat oleh antibodi,
terutama igG. Antibodi terutama ditujukan terhadap gpIIb-IIIaa atau Ib. Trombosit
yang diselimuti antibodi kemudian difagositir oleh makrofag dalam RES terutama
lien, akibatnya akan terjadi trombositopenia. Keadaan ini menyebabkan kompensasi
dalam bentuk peningkatan megakariosit dalam sumsum tulang.
Gambaran Klinik
Gambaran klinik ITP, yaitu :
1. onset pelan dengan perdarahan melalui kulit atau mukosa berupa : petechie,
echymosis, easy bruising, menorrhagia, epistaksis atau perdarahan gusi.
2. perdarahan SSP jarang terjadi tetapi jika terjadi bersifat fatal..
3. Splenomegali dijumpai pada <10% kasus.
Penatalaksanaan
Jika terdapat perdarahan membahayakan maka berikan 25 mg Vitamin K1
intravena perlahan-lahan. Juga berikan transfuse plasma segar atau fresh frozen
plasma.
Patofisiologi
Vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak, merupakan suatu naftokuinon
yang berperan dalam modifikasi dan aktivasi beberapa protein yang berperan dalam
pembekuan darah, seperti protrombin atau faktor II,VII,IX,X dan antikoagulan protein
C dan S, serta beberapa protein lain seperti protein Z dan M yang belum banyak
diketahui perannya dalam pembekuan darah.
Ada tiga bentuk vitamin K yang diketahui yaitu:
1. Vitamin K1 (phytomenadione), tedapat pada sayuran hijau. Sediaan yang ada
saat ini adalah cremophor dan vitamin K mixed micelles (KMM).
2. Vitamin K2 (menaquinone) disintesis oleh flora usus normal seperti Bacteriodes
fragilis dan beberapa strain E. coli.
3. Vitamin K3 (menadione) merupakan vitamin K sintetik yang sekarang jarang
diberikan pada neonatus karena dilaporkan dapat menyebabkan anemia
hemolitik.
Secara fisiologis kadar faktor koagulasi yang bergantung pada vitamin K dalam tali
pusat sekitar 50% dan akan menurun dengan cepat mencapai titik terendah dalam 48-
72 jam setelah kelahiran. Kemudian kadar faktor ini akan bertambah secara perlahan
selama beberapa minggu tetapi tetap berada di bawah kadar orang dewasa.
Peningkatan ini disebabkan oleh absorpsi vitamin K dari makanan.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering ditemukan adalah perdarahan, pucat dan
hepatomegali ringan. Perdarahan dapat terjadi spontan atau akibat trauma, terutama
trauma lahir. Pada kebanyakan kasus perdarahan terjadi di kulit, mata, hidung dan
saluran cerna. Perdarahan kulit sering berupa purpura, ekimosis atau perdarahan
melalui bekas tusukan jarum suntik.
Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi tersering (63%), 80-100% berupa
perdarahan subdural dan subaraknoid. Pada perdarahan intrakranial didapatkan gejala
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) bahkan kadang-kadang tidak menunjukkan
gejala ataupun tanda. Pada sebagian besar kasus (60%) didapatkan sakit kepala,
muntah, anak menjadi cengeng, ubun-ubun besar membonjol, pucat dan kejang.
Kejang yang terjadi dapat bersifat fokal atau umum. Gejala lain yang dapat ditemukan
adalah fotofobia, edema papil, penurunan kesadaran, perubahan tekanan nadi, pupil
anisokor serta kelainan neurologis fokal.
C. Trombositosis Essensial
Penatalaksanaan
Tujuan terapi pada ET adalah mengendalikan hitung thrombosit sehingga
mencegah thrombosis. Untuk penderita dengan resiko tinggi thrombosis
sebaiknya thrombosit dipertahankan di bawah 600 x 109 /l. Hidroksiurea
merupakan obat yang sering diberikan untuk menurunkan jumlah thrombosit.
Interferon-alpha dapat dipertimbangkan pada penderita dengan umur yang
lebih muda. Anagrelide merupakan obat yang sangat efektif untuk menurunkan
jumlah thrombosit, saat ini sedang mengalami uji klinik fase lanjut. Busulfan
dan 32P dapat menurunkan thrombosit tetapi efek samping jangka panjangnya
kurang baik. Untuk pengelolaan jangka pendek dapat dipertimbangkan platelet
pheresis. Aspirin dapat diberikan untuk mencegah thrombosis, sepanjang tidak
ada riwayat perdarahan.
Gejala Klinik
Gejala klinik ET adalah:
a. Sekitar 50% bersifat asimtomatik;
b. Sekitar 20-50% menunjukkan gejala perdarahan abnormal atau thrombosis.
Perdarahan terutama dari mukosa berupa: hematemesis melena atau hemoptoe.
Oklusi mikrovaskuler menimbulkan transient ischemic attack, atau ischemia
digital dengan parestesia atau gangrene. Thrombosis arteri atau vena besar dapat
terjadi, kadang-kadang disertai trombosis pada vena hepar atau lien.
c. Splenomegali ringan dijumpai pada 50% kasus;
d. Hepatomegali hanya dijumpai pada 15-20% kasus.
D. Von Willebrand Disease
Penatalaksanaan
Pengobatan untuk VWD adalah :
a. Infuse desmopressin (DDAVP) yang dapat melepaskan VWF dari
cadangan dalam endotel
b. Terapi ganti dengan “single donor cryoprecipitate” jangan
mrmakai F.VIII Concentrate
c. Dapat juga diberikan epsilon aminocaproic acid atau asam
traneksamat
4. Mekanisme Hemostasis
Hemostatis adalah mekanisme tubuh untuk mencegah perdarahan dan
menghentikan perdarahan secara spontan. Bilamana terdapat luka pada pembuluh
darah, segera akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga aliran darah ke
pembuluh darah yang terluka berkurang. Kemudian trombosit akan berkumpul dan
melekat pada bagian pembuluh darah yang terluka untuk membentuk sumbat
trombosit. Faktor pembekuan darah yang diaktifkan akan membentuk benang-benang
fibrin yang akan membuat sumbat trombosit menjadi non permeable sehingga
perdarahan dapat dihentikan.
Jadi dalam proses hemostatis terjadi 3 reaksi yaitu reaksi vaskuler berupa
vasokonstriksi pembuluh darah, rekasi seluler yaitu pembentukan sumbat
trombosit dan reaksi biokimia yaitu pembentukan fibrin.
Peran sistem vaskuler dalam mencegah perdarahan meliputi proses kontraksi
pembuluh darah (vasokontriksi) serta aktivasi trombosit dan pembekuan darah.
Pembuluh darah dilapisi sel endotel. Apabila lapisan endotel rusak maka jaringan
ikat di bawah endotel seperti kolagen, serat elastin dan membrane basalis terbuka
sehingga terjadi aktivasi trombosit yang menyebabkan adhesi trombosit dan
pembentukan sumbat trombosit.
Trombosit mempunyai peran penting dalam hemostatis yaitu pembentukan
dan stabilisasi sumbat trombosit. Pembentukan sumbat trombosit terjadi melalui
beberapa tahap yaitu adhesi trombosit, agregasi trombosit, dan reaksi pelepasan.
Apabila pembuluh darah luka, maka sel endotel akan rusak sehingga jaringan ikat
di bawah endotel akan terbuka. Hal ini akan mencetuskan adhesi trombosit yaitu
suatu proses dimana trombosit melekat pada permukaan asing tertutama serat
kolagen. Faktor ini berfungsi sebagai jembatan antara trombosit dan jaringan
subendotel disamping melekat pada permukaan asing, trombosit akan melekat
pada trombosit lain dan proses ini disebut sebagai agregasi trombosit. Agregasi
trombosit mula-mula dicetuskan oleh ADP yang dikeluarkan oleh trombosit yang
melekat pada serat subendotel. Agregasi yang terbentuk disebut agregasi
trombosit primer yang bersifat reversible. Trombosit pada agregasi primer akan
mengeluarkan ADP sehingga terjadi agregasi trombosit sekunder yang bersifat
irreversible. Disamping ADP, untuk agregasi trombosit diperlukan ion kalsium
dan fibrinogen. Agregasi trombosit terjadi karena adanya pembentukan ikatan
diantara fibrinogen yang melekat pada dinding trombosit dengan perantara ion
kalsium. Selama proses agregasi, terjadi perubhan bentuk trombosit dari bentuk
cakram menjadi bulat disertai dengan pembentuka pseudopodi. Akibat perubahan
bentuk ini maka granula trombosit akan terkmpul di tengah dan akhirnya akan
melepaskan isinya. Proses ini disebut sebagai reaksi pelepasan dan memerlukan
adanya energy. Masa agregasi trombosit akan melekat pada endotel, sehingga
terbentuk sumbat trombosit yang akan menutup luka pada pembuuh darah.
Walaupun masih permeable terhadap cairan, sumbat trombosit dapat
menghentikan perdarahan pada pembuluh darah kecil. Tahap terakhir untuk
menghentikan perdarahan adalah pembentukan sumbat trombosit yang stabil
melalui pembentukan fibrin.
5. Langkah-langkah diagnosis:
1. Anamnesis
Anamnesis terpimpin dari kedua gejala/keluhan pasien
Riwayat penyakit terdahulu
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat psikososial: kebiasaan makan suplai nutrisi dan vitamin, keadaan
lingkungan
Riwayat pengobatan
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi:
Tanda-tanda perdarahan: peteki, ekimosis, purpura atau perdarahan lain yang
mungkin muncul.
Palpasi
Organomegali
Perkusi (tidak bermakna)
Auskultasi (tidak bermakna)
3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
- Pemeriksaan darah rutin (complete blood count)
- Laju Endap Darah
- Apusan darah tepi
- PT (Protrombin time)
- aPTT (activated protrombin time)
- Indeks eritrosit: MCV (mean corpuscular volume), MCH/MCHC.
-
6. Farmakokinetik obat-obat hemostasis yang terkait skenario:
Hemostatika sistemik
1. Terapi obat untuk kekurangan / kelainan fakor pembekuan darah, antara lain:
a. Preparat plasma
Preparat plasma berfungsi untuk “ Replacement Therapy” pada kelainan /
kekurangan faktor pembekuan darah ( transfusi )
1) Fresh whole blood
2) Plasma segar
3) Preparat protrombin kompleks faktor II.VII, IX, V ( vit K dependent
clotting factor )
4) Faktor XII murni
b. Vitamin K
Sumber vitamin K terbagi atas 2, yaitu :
1) Alami
a) Vit K1 ( phytonadione )
b) Vit K2 ( menadione )
Vitamin-vitamin tersebut dapat larut dalam lemak. Dalam proses
absorpsinya, vitamin K alami membutuhkan bantuan dari empedu.
2) Sintetik
Yang termasuk vitamin K sintetik adalah Vit K, yang bersifat larut
dalam air dan proses absorpsinya tidak membutuhkan bantuan dari
empedu.
c. Desmopresin, berfungsi untuk meningkatkan aktivitas faktor VIII pada
penderita hemofili ringan. Pemberian sebelum dan sesudah minor surgery,
dapat mencegah perdarahan yang berlebihan. Dosis pada desmopresinadalah
0,3 – 0,6 mg / kg BB iv
2. Anti fibrinolitik, seperti :
a. Asam amino kaproat bekerja dengan menghambat aktivasi plasminogen
sehingga pembentukan plasmin tidak terjadi.
b. Asam traneksamat, pada klinis digunakan untuk terapi perdarahan akut pada
hemofilia dan perdarahan lainnya.
3. Untuk gangguan adhesi trombosit
Yang biasa digunakan adalah etamsilat. Dalam klinis digunakan untuk
perdarahan kapiler dan menorrhagia ( perdarahan menstruasi yang berlebihan).