Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN ADENOCARSINOMA DUODENUM

DI BANGSAL DAHLIA II RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

Dosen Pembimbing : Induniasih,S.Kp,M.Kes

Di Susun Oleh :

Raden Roro Brilianti C NIM P07120216031.

PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA


LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Adenokarsinoma Duodenum di


Bangsal Dahlia II RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, telah disahkan dan disetujui pada :

Hari :

Tanggal :

Disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan

NIP. NIP.
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kanker merupakan salah satu penyebab utama mortalitas di dunia
(sekitar 13% dari seluruh penyebab mortalitas), diperkirakan angka mortalitas
sekitar 7,9 juta kematian pada tahun 2007. Menurut WHO jenis kanker
terbanyak penyebab mortalitas tiap tahunnya adalah kanker paru (1,4 juta
mortalitas/tahun),lambung (866.000 mortalitas/tahun), kanker usus besar
(677.000 mortalitas/tahun), liver (653.000 mortalitas/tahun), dan payudara
(548.000 mortalitas/tahun).
Di indonesia kanker menempati peringkat keenam penyebab kematian
sesudah infeksi, kardiovaskuler, kecelakaan lalu lintas, defisiensi nutrisi, dan
penyakit kongenital. Diperkirakan ada 170-190 kasus baru setiap 100.000
penduduk pertahun (Tjindarbudi, 2002). Sedangkan menurut Aziz (2006)
kanker usus besar menempati peringkat ke sembilan di Indonesia setelah kanker
Rahim, Payudara, Ovarium, Kulit, Tiroid, Rektum, dan Kelenjar getah bening.
Kanker usus merupakan pertumbuhan sel yang abnormal dan tidak bisa
dibatasi penyebarannya yang terjadi pada usus , dan pada stadium lanjut dapat
bermetastase pada daerah disekitar usus (Dalimartha, 2004). Kurang optimalnya
penatalaksanaan medis pada kanker usus akan berdampak pada jangka panjang
yaitu kekambuhan yang lebih parah. Bahkan sel-sel kanker akan bermetastase
ke bagian yang lebih luas (Margaretha, 2006).
Perbaikan kondisi pasien dengan Adenokarsinoma duodenum
memerlukan penatalaksanaan yang tepat oleh petugas kesehatan termasuk
perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan di rumah sakit. Untuk itu maka
perawat perlu mempelajari tentang konsep adenokarsinoma duodenum dan
penatalaksanaannya serta asuhan keperawatan pada pasien dengan
adenokarsinoma duodenum. Maka dalam makalah ini akan dibahas bagaimana
asuhan keperawatan pada pasien dengan adenokarsinoma duodenum.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, maka
penulis merumuskan masalah yaitu: Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Dengan Adenokarsinoma Duodenum?
C. Tujuan Laporan Kasus
1. Tujuan umum
Meningkatkan ketrampilan, kemampuan mengetahui, dan menerapkan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Adenokarsinoma Duodenum di
RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien Adenokarsinoma
Duodenum.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
Adenokarsinoma Duodenum.
c. Mampu menyusun rencana tindakan asuhan keperawatan pada pasien
Adenokarsinoma Duodenum.
d. Mampu melakukan tindakan keperawatan sesuai rencana keperawatan
pada pasien Adenokarsinoma Duodenum.
e. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien
Adenokarsinoma Duodenum.
II. Laporan Pendahuluan
A. Definisi
Tumor adalah suatu benjolan atau struktur yang menempati area
tertentu pada tubuh, dan merupakan neoplasma yang dapat bersifat jinak atau
ganas (FKUI, 2008 : 268). Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai
dengan pembagian sel yang tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk
menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di
jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh
(metastasis). Pertumbuhan yang tidak teratur ini menyebabkan kerusakan DNA,
menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembagian sel, dan fungsi
lainnya (Gale, 2000 : 177).
Kanker kolon adalah suatu bentuk keganasan dari masa
abnormal/neoplasma yang muncul dari jaringan epithelial dari colon (Brooker,
2001 : 72). Kanker kolon/usus besar adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas
di dalam permukaan usus besar atau rektum (Boyle & Langman, 2000 : 805).
Kanker kolon adalah pertumbuhan sel yang bersifat ganas yang tumbuh pada
kolon dan menginvasi jaringan sekitarnya (Tambayong, 2000 : 143).
Kanker usus merupakan pertumbuhan sel yang abnormal dan tidak bisa
dibatasi penyebarannya yang terjadi pada usus, dan pada stadium lanjut dapat
bermetastase pada daerah disekitar usus (Dalimartha, 2004).
Kanker usus halus adalah penyakit langka di mana sel-sel dalam
jaringan usus halus berubah (bermutasi). Sel-sel tersebut tumbuh tak terkendali
secara tak normal sehingga membentuk tumor. Ada lima jenis kanker usus
halus:

1. Adenokarsinoma terjadi pada 30 hingga 40 persen kasus kanker usus halus.


Adekarsinoma dimulai dari dinding usus halus. Awalnya tampak seperti
polip (non-kanker), tapi lama-lama bisa berubah jadi kanker.
2. Sarkoma adalah sel kanker yang muncul pada jaringan lunak usus halus.
3. Tumor karsinoid tumbuh perlahan-lahan dan biasanya diawali dari usus
halus bagian bawah. Tumor ini juga mungkin menyerang usus buntu
(appendix) atau rektum (dubur). Tumor ini bisa meningkatkan kadar hormon
tertentu, misalnya serotonin.
4. Gastrointestinal stromal tumors (GIST) adalah kanker usus halus yang
sangat jarang terjadi. Umumnya, kanker ini dimulai dari lambung, tapi tidak
semua tumor ini bersifat kanker.
5. Limfoma usus dimulai dari kelenjar getah bening. Orang dengan jenis
kanker ini biasanya juga memiliki gangguan imunodefisiensi. Maksudnya,
sistem imunnya terganggu atau melemah sehingga tubuh tidak bisa melawan
penyakit atau infeksi sebagaimana mestinya.

(https://hellosehat.com/penyakit/kanker-usus-halus)

B. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi
Panjang dari duodenum ± 25-30 cm, dimulai dari akhir pylorus
lambung, disebelah kanan tulang belakang pada vertebra lumbal 1, kemudian
membentuk C-shaped curve mengelilingi kaput pankreas dan akhirnya
berhubungan dengan yeyunum disebelah kiri vertebra lumbal 2. Duodenum
merupakan bagian paling proksimal, paling lebar, paling pendek, dan paling
sedikit pergerakannya dari bagian usus halus lainnya. Duodenum dibagi
menjadi 4 bagian:
a. Bagian pertama / superior / bulbus duodeni / duodenal cap / D1.
b. Bagian kedua / vertikal / descenden/ D2.
c. Bagian ketiga / horizontal / tranversal/ D3.
d. Bagian keempat / obliq / ascending / D4

2. Fisiologi
a. Motilitas
Pengatur pemacu potensial berasal dari dalam duodenum, mengawali
kontraksi, dan mendorong makanan sepanjang usus kecil melalui
segmentasi (kontraksi segmen pendek dengan gerakan mencampur ke
depan dan belakang) dan peristaltik (migrasi aboral dari gelombang
kontraksi dan bolus makanan). Kolinergik vagal bersifat eksitasi.
Peptidergik vagal bersifat inhibisi. Gastrin, kolesistokinin, motilin
merangsang aktivitas muskular; sedangkan sekretin dihambat oleh
glukagon.
b. Pencernaan dan Absorpsi
1) Lemak Lipase
Pankreas menghidrolisis trigliserida. Komponen yang
bergabung dengan garam empedu membentuk micelle. Micelle
melewati membran sel secara pasif dengan difusi, lalu mengalami
disagregasi, melepaskan garam empedu kembali ke dalam lumen dan
asam lemak serta monogliserida ke dalam sel. Sel
kemudian membentuk kembali trigliserida dan menggabungkannya
dengan kolesterol, fosfolipid, dan apoprotein membentuk kilomikron.
Asam lemak kecil memasuki kapiler menuju ke vena porta. Garam
empedu diresorbsi ke dalam sirkulasi enterohepatik diileum distal.
Dari 5 gr garam empedu, 0,5 gr hilang setiap hari, dan kumpulan ini
bersirkulasi ulang enam kali dalam 24 jam.
2) Protein
Didenaturasi oleh asam lambung, pepsin memulai proteolisis.
Protease pankreas (tripsinogen, diaktivasi oleh enterokinase menjadi
tripsin, dan endopeptidase, eksopeptidase), lebih lanjut mencerna
protein. Menghasilkan asam amino dan 2-6 residu peptida. Transpor
aktifmembawa dipeptida dan tripeptida ke dalam sel-sel absorptif.
3) Karbohidrat
Amilase pankreas dengan cepat mencerna karbohidrat dalam
duodenum.
4) Air dan Elektrolit
Air, cairan empedu, lambung, saliva, cairan usus adalah 8-10
L/hari, kebanyakan diabsorpsi. Air secara osmotik dan secara
hidrostatik diabsorpsi atau secara pasif berdifusi. Natrium dan klorida
diabsorpsi berpasangan dengan zat terlarut organik atau dengan
transpor aktif.
5) Bikarbonat
Diabsorpsi dengan pertukaran natrium/hidrogen.
6) Kalsium
Diabsorpsi melalui transpor aktif dalamduodenum, jejunum,
dipercepat oleh PTH dan vitamin D. Kalium di absorpsi secara pasif.
7) Fungsi Endokrin
Mukosa usus kecil melepaskan sejumlah hormon ke dalam darah
(endokrin) melalui pelepasan lokal (parakrin) atau sebagai
neurotransmiter.
a) Sekretin
Suatu asam amino 27 peptida dilepaskan oleh mukosa usus kecil
melalui asidifikasi atau lemak. Merangsang pelepasan bikarbonat
yang menetralkan asam lambung, rangsang aliran empedu dan
hambat pelepasan gastrin, asam lambung dan motilitas.
b) Kolesistokinin
Dilepaskan oleh mukosa sebagai respons terhadap asam amino
dan asam lemakakontraksi kandung empedu dengan relaksasi
sfingter Oddi dan sekresi enzim pankreas. Bersifat trofik bagi
mukosa usus dan pankreas, merangsang motilitas, melepaskan
insulin.
c) Fungsi Imun
Mukosa mencegah masuknya patogen. Sumber utama dari
imunglobulin, adalah sel plasma dalam lamina propria
(Syaifuddin.2006.Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia.Jakarta:EGC)
C. Etiologi
Terdapat empat etiologi utama kanker (Davey, 2005 : 334) yaitu :
1. Diet : kebiasaan mengkonsumsi makanan yang rendah serat (sayur-sayuran,
buah-buahan), kebiasaan makan makanan berlemak tinggi dan sumber
protein hewani.
2. Kelainan kolon
a. Adenoma di kolon : degenerasi maligna menjadi adenokarsinoma.
b. Familial poliposis : polip di usus mengalami degenerasi maligna menjadi
karsinoma.
c. Kondisi ulserative
b. Penderita colitis ulserativa menahun mempunyai risiko terkena karsinoma
kolon.
3. Genetik
Anak yang berasal dari orangtua yang menderita karsinoma kolon
mempunyai frekuensi 3 ½ kali lebih banyak daripada anak – anak yang
orangtuanya sehat (FKUI, 2001 : 207).
D. Patofisiologi
Kelainan kongenital, genetik, jenis kelamin, usia, rangsangan fisik
berulang, hormon, infeksi, gaya hidup dapat menimbulkan tumbuh atau
berkembangnya sel tumor. Sel tumor dapat bersifat jinak atau bersifat ganas.
Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak pada
umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak jaringan sehat sekitarnya
secara serempak sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus yang
memisahkan jaringan tumor dari jaringan sehat). Oleh karena bersimpai maka
pada umumnya tumor jinak mudah di keluarkan dengan cara operasi.
Sel tumor pada tumor ganas tumbuh cepat, sehingga tumor ganas pada
umumnya cepat menjadi besar. Sel tumor ganas tumbuh menyusap ke jaringan
sehat sekiranya, sehingga dapat digambarkan seperti kepiting dengan
kakikakinya mencengkeram alat tubuh yang terkena. Di samping itu, sel kanker
dapat menbuat anak sedar (metastasis) ke bagian alat tubuh lain yang jauh dari
tempat asalnya melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening dan
tumbuh kanker baru di tempat lain. Penyusupan sel kanker ke jaringan sehat
pada alat tubuh lainnya dapat merusak alat tubuh tersebut sehingga fungsi alaat
tersebut menjadi terganggu.
Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel
yang tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan bioligis
lainnya, baik dengan migrasi sel ke tempat yang jauh. Pertumbuhan yang tidak
teratur ini menyebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital
yang mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya. Adapun siklus
pertumbuhan sel kanker adalah membelah diri, membentuk RNA,
berdiferensiasi/proliferasi, membentuk DNA baru, duplikasi kromosom sel,
duplikasi DNA dari sel normal menjalani fase mitosis, fase istirahat.

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/68069/Chapter%20II.pdf
?sequence=4&isAllowed=y)

E. Manifestasi Klinis
Pasien kanker dapat mengalami kondisi-kondisi akibat dari pertumbuhan
kanker ataupun terapi yang diterima oleh pasien, seperti:
1. Anoreksia: sebagai asupan makanan yang kurang baik, ditunjukkan dengan
asupan energi kurang dari 20 kkal/kg BB/hari atau kurang dari 70% dari
asupan biasanya atau hilangnya selera makan pasien.
Anoreksia juga dapat diartikan sebagai gangguan asupan makan yang
dikaitkan dengan perubahan sistem saraf pusat yang mengatur pusat makan,
yang diikuti dengan satu dari gejala berikut, yaitu:
- Cepat kenyang
- Perubahan indera pengecap
- Perubahan indera penghidu
- Meat aversion(timbul rasa mual setelah konsumsi daging)
2. Mual dan muntah: mual yang disertai muntah dapat disebabkan karena
kemoterapi atau radiasi, maupun karena sebab lain (gastroparesis, gastritis,
obstruksi usus, gangguan metabolik). Pengobatan mual dan muntah dilakukan
berdasarkan penyebabnya.
3. Diare: terapi kanker dan obat-obatan dapat menyebabkan diare. Diare yang
tidak terkontrol dapat menyebabkan dehidrasi, penurunan berat badan,
menurunnya selera makan, dan kelemahan otot. Diare dibedakan menjadi 4
tingkat, yaitu:
 Tingkat 1: peningkatan frekuensi buang air besar (BAB) kali/hari, atau
peningkatan ringan produksi ostomy dibandingkan sebelumnya.
 Tingkat 2: frekuensi buang air besar (BAB) 4–6 kali/hari, atau
peningkatan sedang produksi ostomi dibandingkan sebelumnya
 Tingkat 3: frekuensi buang air besar (BAB) 7 kali atau lebih per hari,
atau peningkatan berat produksi ostomi dibandingkan sebelumnya,
mengganggu aktivitas seharihari.
 Tingkat 4: kondisi yang mengancam jiwa, perlu intervensi segera.
Penting untuk menjaga kecukupan hidrasi dengan cara minum 1 gelas
air setelah BAB, meningkatkan asupan natrium dan kalium yang berasal
dari buah pisang, sup, atau cairan elektrolit, dan konsumsi makanan
porsi kecil dan sering.
4. Konstipasi: umumnya disebabkan oleh obat-obatan, seperti opioid, anti emetik,
antidepresan, antikolinergik, antikonvulsan, dll. Meningkatkan asupan serat
larut dan minum air hingga 2 liter atau lebih per hari dapat mengurangi gejala
konstipasi, namun disesuaikan dengan klinis pasien dan tidak disarankan jika
ada obstruksi usus.
(Komite Penanggulangan Kanker Indonesia diunduh melalui
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKKolorektal.pdf).
F. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Menurut sejarah pengobatan kanker, penyembuhan kanker yang
pertama dicapai dengan pembedahan. Dan memang selama tumor masih
bersifat lokal, terapi pilihan adalah bedah (Sjamsuhidajat & Jond, 2005).
2. Radioterapi
Radioterapi pada waktu awalnya bertujuan untuk pengobatan paliatif
saja. Dengan perkembangan metode radiasi yang lebih baik, ternyata
radioterapi dapat menyembuhkan pula beberapa macam tumor. Prinsip cara
ini adalah penghancuran sebanyak mungkin sel-sel kanker dan sedikit
mungkin merusak jaringan yang sehat. Terapi ini dapat dilakukan terhadap
rekurensi pasca operasi dan metastasis jauh (misalnya ke tulang, hati, paru-
paru, otak), juga dapat diberikan radioterapi secara selektif, untuk
mengurangi gejala (misal nyeri, dll), dan memperpanjang usia (Desen, 2008).
3. Kemoterapi
Prinsip pengobatan kemoterapi pada kanker adalah mengeliminasi sel-
sel kanker yang sedang dalam siklus pembelahan. Kebanyakan obat
kemoterapi bekerja dengan jalan merusak enzim atau substrat yang
dipengaruhi oleh sistem enzim. Sebagian besar efek pada enzim atau substrat
berhubungan dengan sintesa DNA, dengan demikian obat sitostatika yang
bersifat anti tumor menghambat sel yang sedang membentuk DNA.
(http://eprints.ums.ac.id/20542/24/NASKAH_PUBLIKASI.pdf)
G. Klasifikasi
Klasifikasi kanker kolon menurut modifikasi DUKES adalah sebagai berikut:
5 A : kanker hanya terbatas pada mukosa dan belum ada metastasis.
B1 : kanker telah menginfiltrasi lapisan muskularis mukosa.
B2 : kanker telah menembus lapisan muskularis sampai lapisan propria.
C1 : kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening sebanyak
satu sampai empat buah.
C2 : kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening lebih dari 5
buah.
D : kanker telah mengadakan metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran
yang luas & tidak dapat dioperasi lagi.
Stadium kanker kolon
Terdapat beberapa macam klasifikasi staging Dukes pada kanker kolon
a. Stadium I : Kanker terjadi di dalam dinding kolon.
b. Stadium II : Kanker telah menyebar hingga ke lapisan otot kolon.
c. Stadium III: Kanker telah menyebar ke kelenjar-kelenjar limfe.
d. Stadium IV: Kanker telah menyebar ke organ-organ lain.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/68069/Chapter%20II.
pdf?sequence=4&isAllowed=y)
H. Komplikasi
Komplikasi pada pasien dengan kanker kolon yaitu:
1. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau
lengkap.
2. Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran
langsung.
3. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar
kolon yang menyebabkan hemorragi.
4. Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses. 5.
Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
5. Pembentukan abses.
Pembentukan fistula pada urinari bladder atau vagina. Biasanya tumor
menyerang pembuluh darah dan sekitarnya yang menyebabkan pendarahan.
Tumor tumbuh kedalam usus besar dan secara berangsur-angsur membantu
usus besar dan pada akirnya tidak bisa sama sekali. Perluasan tumor melebihi
perut dan mungkin menekan pada organ yang berada disekitanya (Uterus,
urinary bladder,dan ureter) dan penyebab gejala-gejala tersebut tertutupi oleh
kanker.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/68069/Chapter%20II.
pdf?sequence=4&isAllowed=y)
I. Pemeriksaan Penunjang

1. Duodenografi Hipotonik: Tanda utama dapat diamati adanya kekakuan pada


dinding usus, menghilangnya kemampuan peristaltik, kerusakan pada lipatan
membran mukosa, penyempitan yang abnormal pada saluran pencernaan,
abnormal pada intraluminal dengan bentuk kembang kol, dengan tanda-tanda
ini maka keakuratan diagnosis hingga 93%.
2. Pemeriksaan dengan fiber optik endoskopi atau Endoscopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP): duodenofiberscopy merupakan metode
pemeriksaan tambahan yang penting, yang merupakan diagnosis kualitatif.
Duodenofiberscopy dapat secara langsung mengamati daerah lesi, bentuk
dan ruang lingkupnya, dengan demikian berperan penting dalam diagnosa
dini kanker usus dua belas jari, tetapi pemeriksaan ini sulit dilakukan pada
bagian dalam usus dua belas jari.
3. CT-Scan: untuk pemeriksaan tingkat kanker usus duabelas jari dengan CT-
Scan lebih rendah, namun pemeriksaan ini mampu melihat hubungan tumor
dengan organ-organ yang berdekatan di daerah perut, selaput perut atau
kelenjar getah bening dan metastase hati.
4. Pemeriksaan awal dengan CT-Scan pada kanker papilla (putting / pentil) usus
12 jari menunjukkan memperbesaran papilla usus 12 jari, benjolan akan
terlihat pada sekitarnya, memperkuat arteri, pada fase tertentu dapat terlihat
jelas, terlihat jelas jauh lebih tinggi dari dinding usus, ini merupakan tanda
nyata dari kanker papilla usus 12 jari.
5. Ketika melakukan pemeriksaan kanker usus duabelas jari, harus
memperhatikan apakah dibagian lain ada lesi, baik karena dampak dari gas
dalam lambung dan dampak dari gas dalam rongga usus.
6. USG: pemeriksaan USG untuk kanker usus duabelas jari tingkatnya rendah,
namun presentase tingkat kejadian pembesaran saluran empedu tinggi,
pemeriksaan ini sangat bermanfaat dan membantu untuk pengambilan
tindakan operasi.
7. Gastrointestinal barium makan: pencernaan makan barium adalah metode
yang disukai diagnosis kanker usus 12 jari dengan angiografi dapat dengan
jelas memahami lesi, dan diagnosis diferensial. Menurut literatur yang
relevan, umum pantry angiografi dalam diagnosis kanker duodenum, tingkat
positif adalah 65%,sedangkan duodenum hipotonik kontras ganda barium
tingkat positif dari 93%.
8. Endoskopi atau endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)
cek: serat kolonoskopi merupakan diagnosis tambahan penting metode
skrining kanker duodenum, dapat langsung diamati lesi morfologi dan
luasnya, dan digambar kualitatif, dan dengan demikian diagnosis dini kanker
duodenum memiliki nilai penting, tetapi sulit untuk memeriksa duodenum
distal.
9. Tes darah tinja okultisme: tes darah tinja okultisme ini diperlukan untuk
memeriksa kanker duodenum. Ketika kanker duodenum berhubungan
dengan lesi ulseratif yang dominan, darah tinja okultisme bisa positif.
10. Pemeriksaan histopatologi: pemeriksaan histopatologi tentu merupakan
sarana penting kanker duodenum.
11. Selektif celiac arteri dan arteri mesenterika superior angiografi: pemeriksaan
banding belum dikonfirmasi yang menjalani selektif celiac arteri mesenterika
superior dan arteriografi dalam diagnosis.
(https://diagnosiskankerusus12jari.wordpress.com/2014/10/)
J. Clinical Pathway
Daftar Pustaka

Aziz, F. (2006). Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo

Boyle P, Langman, J.S.2000. ABC of colorectal cancer.Epidemiology.BMJ:GLOBOCAN.

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan.EGC:Jakarta.

Dalimartha, S. (2004). Deteksi Dini Kanker Dan Simplisia Antikanker. Jakarta: Penebar
Swadaya.

Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine; 64 manifestasi klinis dan 146 penyakit
medis.Erlangga:Jakarta.

Desen, W. (2008). Buku Ajar Onkologi Klinis. FKUI. Jakarta

FKUI. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II Ed 3. FKUI : Jakarta.

FKUI. 2008. Kamus Kedokteran, Ed. 5. FKUI : Jakarta.

Gale, Danielle & Charette, Jane. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. EGC:Jakarta.

Margaretha, M. (2006). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Tangerang: Binarupa Aksara.

Sjamsuhidajat, R. & Jond D.W (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Kedokteran
EGC ; 646-648.
Syaifuddin.2006.Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia.Jakarta:EGC

Tambayong, Jan, dr. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

Tjindarbudi, D. & Mangunkusumo, R. (2002). Cancer In Indonesia, Present

http://eprints.ums.ac.id/20542/24/NASKAH_PUBLIKASI.pdf

https://diagnosiskankerusus12jari.wordpress.com/2014/10/

https://hellosehat.com/penyakit/kanker-usus-halus/

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/68069/Chapter%20II.pdf?sequence=4
&isAllowed=y
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKKolorektal.pdf

Anda mungkin juga menyukai