Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

RADIOLOGI DIAGNOSTIK DAN INTERVENSI PADA


PENYAKIT BUERGER

Pembimbing
dr. Andi Darwis, Sp
Rad (K)

Disusun oleh:
Haniyyah
1710221004

SMF RADIOLOGI
RSUP PERSAHABATAN
PERIODE 16 OKTOBER – 18 NOVEMBER
2017
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT
RADIOLOGI DIAGNOSTIK DAN INTERVENSI PADA PENYAKIT
BUERGER

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di bagian


SMF RADIOLOGI RSUP PERSAHABATAN

Disusun oleh :
Haniyyah 1710221004

Pembimbing

dr. Andi Darwis, Sp Rad (K)

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan referat
dengan judul “Radiologi Diagnostik dan Intervensi Pada Penyakit Buerger”.
Referat ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik
Pendidikan Profesi Dokter di SMF Radiologi RSUP Persahabatan
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan rasa terima kasih
kepada dr. Andi Darwis, Sp Rad (K) selaku pembimbing dalam pembuatan
pembuatan referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini banyak terdapat
kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharap
kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi teman-teman dan semua pihak yang berkepentingan bagi
pengembangan ilmu kedokteran. Amin.

Jakarta, Oktober 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2
II.1 Anatomi Pembuluh Darah.........................................................................2
II.2 Penyakit Buerger.......................................................................................4
BAB III KESIMPULAN........................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................20

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit Buerger, dikenal juga dengan nama tromboangiitis obliterans,


pertama kali diperkenalkan oleh Felix von Winiwarter pada tahun 1879 dalam
sebuah artikel berjudul “A strange form of endarteritis and endophlebitis with
gangrene of the feet”. Kemudian pada tahun 1908, Leo Buerger menjelaskan
secara akurat dan detail berdasarkan penemuan patologis pada 11 ekstremitas
yang diamputasi akibat penyakit ini(1).
Penyakit Buerger merupakan vaskulitis non-aterosklerosis yang terutama
melibatkan pembuluh darah arteri dan vena yang berukuran kecil dan sedang pada
ekstremitas atas dan bawah(2). Penyakit Buerger ditandai dengan adanya oklusi
segmental pembuluh darah akibat trombus sel mononuklear(3).
Penyakit Buerger terjadi di seluruh dunia, tetapi lebih umum terjadi di
Timur Tengah dan Asia daripada di Amerika Utara dan Eropa Barat (4). Prevalensi
Penyakit Buerger dari semua pasien dengan penyakit arteri perifer dilaporkan
berkisar dari serendah 0,5-5,6 % di Eropa Barat sampai setinggi 45-63 % di India,
16-66 % di Korea dan Jepang, dan 80 % pada Yahudi Ashkenazi(5). Penyakit
Buerger umumnya terjadi pada laki-laki berusia kurang dari 45 tahun(2), tetapi
beberapa penelitian melaporkan adanya peningkatan prevalensi pada wanita mulai
dari 11 % sampai 23 % (4).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi Pembuluh Darah


Sistem kardiovaskular memiliki 3 jenis pembuluh darah utama, yaitu arteri,
vena dan kapiler. Arteri membawa darah dari jantung. Saat mencapai jaringan
perifer, arteri terus bercabang dengan diameter yang semakin kecil. Cabang arteri
terkecil disebut arteriol. Dari arteriol, darah bergerak ke kapiler, dimana difusi
terjadi antara darah dan cairan interstisial. Dari kapiler, darah memasuki venula
kecil, yang bersatu membentuk vena yang lebih besar yang mengembalikan darah
ke jantung(6).
Dinding arteri dan vena memiliki tiga lapisan yang berbeda, yaitu tunika
intima, tunika media dan tunika adventisia.
a. Tunika intima atau tunika interna
Lapisan dalam dari sebuah pembuluh darah yang mencakup lapisan endotel
dan lapisan jaringan ikat di sekitarnya dengan sejumlah serat elastis. Pada
arteri, margin luar tunika intima mengandung lapisan tebal serat elastis yang
disebut membran elastis internal.
b. Tunika media
Lapisan tengah pembuluh darah ini berisi lembaran konsentris jaringan otot
polos dalam kerangka jaringan ikat yang longgar. Serabut kolagen mengikat
tunika media ke tunika intima dan tunika eksterna. Tunika media umumnya
lapisan paling tebal di arteri kecil. Tunika media dipisahkan dari tunika
eksterna oleh pita tipis serat elastis yang disebut membran elastis eksternal.
Sel otot polos tunika media mengelilingi endothelium yang melapisi lumen
pembuluh darah. Saat otot halus berkontraksi, diameter pembuluh darah
mengecil, dan saat relaksasi, diameternya membesar. Arteri besar juga
mengandung lapisan sel otot halus yang memanjang secara longitudinal.
c. Tunika adventitia
Lapisan luar pembuluh darah ini adalah selubung jaringan ikat. Di arteri, serat
kolagen mengandung serabut elastik yang tersebar. Pada pembuluh darah,
umumnya lebih tebal daripada tunika media dan mengandung jaringan serat

2
elastis dan kumpulan sel otot polos. Serat jaringan ikat dari tunika adventisia
biasanya menyatu dengan jaringan di sekitarnya, menstabilkan dan
menancapkan pembuluh darah(6).

Gambar 1. Perbedaan Lapisan Arteri dan Vena

Gambar 2. Arteri dan Vena Ekstremitas Atas

3
Gambar 3. Arteri dan Vena Ekstremitas Bawah

II.2 Penyakit Buerger


II.2.1 Definisi
Penyakit Buerger merupakan penyakit pembuluh darah nonaterosklerotik
yang ditandai oleh fenomena oklusi pembuluh darah, inflamasi segmental
pembuluh darah arteri dan vena berukuran kecil dan sedang yang dapat
melibatkan ekstremitas atas maupun ekstremitas bawah(1).

II.2.2 Etiologi dan Patofisiologi


Penyebab penyakit Buerger belum diketahui dengan pasti. Merokok
merupakan faktor utama onset dan progresifitas penyakit ini. Hipersensitivitas
seluler penderita penyakit Buerger meningkat setelah pemberian injeksi ekstrak
tembakau. Selain itu dibandingkan dengan aterosklerosis terjadi peninggian titer
antibodi terhadap kolagen tipe I dan tipe III, antibodi terhadap elastin pembuluh

4
darah. Selain itu pada penyakit ini terjadi aktivasi jalur endotelin-1 yang bersifat
vasokonstriktor poten, peningkatan kadar molekul adhesi, dan sitokin yang
berperan terhadap proses inflamasi(7).
Faktor genetik merupakan faktor yang berpengaruh terhadap munculnya
penyakit ini. Beberapa peneliti telah mendokumentasikan peningkatan antigen
HLAA9 dan HLA-Bw5 atau HLA-B8, B35, dan B40 pada penderita Eropa dan
Asia Timur(7).

II.2.3 Gambaran Klinis


Gambaran klinis penyakit Buerger terutama disebabkan oleh iskemia. Gejala
yang paling sering dan utama adalah nyeri yang bermacam-macam tingkatnya.
Nyeri terjadi saat istirahat dan bertambah pada waktu malam dan keadaan dingin,
dan akan berkurang bila ekstremitas dalam keadaan tergantung. Serangan nyeri
juga dapat bersifat paroksimal dan sering mirip dengan gambaran penyakit
Raynaud. Pada keadaan lebih lanjut, ketika telah ada tukak atau gangren, maka
nyeri sangat hebat dan menetap.
Tanda dan gejala lain dari penyakit ini meliputi rasa gatal dan bebal pada
tungkai dan fenomena Raynaud (suatu kondisi dimana ekstremitas distal: jari,
tumit, tangan, kaki, menjadi putih jika terkena suhu dingin).
Perubahan kulit seperti pada penyakit sumbatan arteri kronik lainnya kurang
nyata. Pada mulanya kulit hanya tampak memucat ringan terutama di ujung jari.
Pada fase lebih lanjut tampak vasokonstriksi yang ditandai dengan campuran
pucat-sianosis-kemerahan bila mendapat rangsangan dingin. Berbeda dengan
penyakit Raynaud, serangan iskemia disini biasanya unilateral. Pada perabaan,
kulit sering terasa dingin. Selain itu, pulsasi arteri yang rendah atau hilang
merupakan tanda fisik yang penting.
Ulkus dan gangren terjadi pada fase yang lebih lanjut dan sering didahului
dengan udem dan dicetuskan oleh trauma. Gambar 3 merupakan gambar jari
pasien penyakit Buerger yang telah terjadi gangren. Kondisi ini sangat terasa nyeri
dan dimana suatu saat dibutuhkan amputasi pada daerah yang tersebut.

5
Gambar 4. Ujung Jari Pada Pasien dengan Penyakit Buerger

Perjalanan penyakit ini khas, yaitu secara bertahap bertambah berat.


Penyakit berkembang secara intermitten, tahap demi tahap, bertambah falang
demi falang, jari demi jari. Datangnya serangan baru dan jari mana yang akan
terserang tidak dapat diramalkan. Morbus buerger ini mungkin mengenai satu kaki
atau tangan, mungkin keduanya. Penderita biasanya kelelahan dan payah sekali
karena tidurnya terganggu oleh nyeri iskemia.

II.2.4 Kriteria Diagnosis


Diagnosis pasti penyakit Buerger sering sulit jika kondisi penyakit ini sudah
sangat parah. Ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan kriteria diagnosis
walaupun kriteria tersebut kadang-kadang berbeda antara penulis yang satu
dengan yang lainnya.
a. Kriteria Shionoya
Yang termasuk kriteria ini yaitu riwayat merokok, usia belum 50 tahun,
memiliki penyakit oklusi arteri infrapopliteal, flebitis migrans pada salah
satu ekstremitas atas dan tidak ada faktor risiko aterosklerosis selain
merokok. Seluruh kriteria ini harus terpenuhi untuk menegakkan
diagnosis.

b. Kriteria Ollin
 Yang termasuk kriteria ini sebagai berikut:
 Berumur antara 20-40 tahun

6
 Merokok atau memiliki riwayat merokok
 Ditemukan iskemi ekstremitas distal yang ditandai oleh klaudikasio,
nyeri saat istirahat, ulkus iskemik atau gangren dan
didokumentasikan oleh tes pembuluh darah non-invasif
 Telah menyingkirkan penyakit autoimun lain, kondisi hiperkoagulasi,
dan diabetes mellitus dengan pemeriksaan laboratorium
 Telah menyingkirkan emboli berasal dari bagian proksimal yang
diketahui dari echokardiografi atau arteriografi
 Penemuan arteriografi yang konsisten dengan kondisi klinik pada
ekstremitas yang terlibat dan yang tidak terlibat

c. Kriteria Mills dan Poter


Kriteria eksklusi:
1. Sumber emboli proksimal
2. Trauma dan lesi local
3. Penyakit autoimun
4. Keadaan hiperkoagubilitas
5. Aterosklerosis: Diabetes, Hiperlipidemia, Hipertensi, Gagal Ginjal.

Kriteria mayor:
 Onset gejala iskemi ekstremitas distal sebelum usia 45 tahun
 Pecandu rokok
 Tidak ada penyakit arteri proksimal pada poplitea atau tingkat distal
brakial
 Dokumentasi objektif penyakit oklusi distal seperti: Doppler arteri
segmental dan pletismografi 4 tungkai, arteriografi , histopatologi.

Kriteria minor:
 Phlebitis superfisial migran
 Episode berulang trombosis lokal vena superfisial pada ekstremitas
dan badan
 Sindrom Raynaud atau Fenomena Raynaud

7
d. Kriteria skoring Papa dkk. mengembangkan sistem scoring untuk
memudahkan diagnosis(7).

Tabel 1. Kriteria Skoring Untuk Diagnosis Penyakit Buerger


Positive Points
<30 years +2
Age ot onset
30-40 years +1
Present +2
Foot claudication
By history +1
Symptomatic +2
Upper extremity
Asymptomatic +1
Present +2
Phlebitis migrans
By history only +1
Present +2
Raynaud’s syndrome
By history only +1
If typical, both +2
Angiography; biopsy
Either +1
Negative Points
45-50 years -1
Age at onset
>50 years -2
Female -1
Sex/smoking
Non smoker -2
Single limb -1
Location
No leg involvement -2
Brachial -1
Absent pulses
Femoral -2
Discovered after diagnosis 5-10 -1
Atherosclerosis, diabetes,
years
hypertension, hyperlipidemia
2-5 years later -2

Tabel 2. Interpretasi Skor Diagnosis Penyakit Buerger


Score Points Probability of Diagnosis
0-1 Diagnosis excluded
2-3 Diagnosis suspected (low probability)
4-5 Diagnosis probable (medium probability)
≥6 Diagnosis definite (high probability)

II.2.5 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Histopatologi
Berdasarkan penemuan histopatologi perjalanan penyakit Buerger terdiri
dari tiga fase yaitu fase akut, sub akut dan kronik.

8
1. Fase akut merupakan keadaan oklusi trombi yang dideposit di dalam
lumen pembuluh darah. Pada fase akut ditemukan neutrofil
polimorfonuklear (PMN), mikroabses, dan multinucleated giant
cells. Meskipun inflamasi terjadi pada semua lapisan pembuluh
darah akan tetapi arsitektur normal pembuluh darah tetap
dipertahankan. Penemuan ini yang membedakan antara penyakit
Buerger dengan aterosklerosis dan penyakit vaskulitis sistemik lain(1).

Gambar 5. Histopatologi Fase Akut Penyakit Buerger

2. Fase subakut merupakan fase oklusi trombi yang semakin progresif,


terdapat rekanalisasi parsial, dan mikroabses mulai menghilang(9).

9
Gambar 6. Histopatologi Fase Subakut Penyakit Buerger

3. Fase kronik merupakan fase rekanalisasi ekstensif pembuluh darah.


Pada fase ini terjadi peningkatan vaskularisasi tunika media dan
adventisia pembuluh darah, dan fibrosis perivaskuler. Pada fase
kronik ini histologi sangat sulit dibedakan dari penyakit pembuluh
darah kronik lain(1).

Gambar 7. Histopatologi Fase Kronik Penyakit Buerger

b. Pemeriksaan Laboratorium

10
Saat ini belum ada pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendiagnosis
penyakit Buerger. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu
diagnosis adalah sebagai berikut(1):
1. Darah lengkap
2. Tes fungsi hati
3. Tes fungsi ginjal dan urinalisis
4. Gula darah puasa untuk menyingkirkan diabetes melitus
5. Profil lipid
6. Tes Venereal Disease Research Laboratory (VDRL)
7. Penapisan autoimun:
 Laju sedimentasi eritrosit (ESR Westergren). Pada penyakit
Buerger biasanya normal.
 Faktor reumatoid (RF). Pada penyakit Buerger biasanya normal.
 Antibodi antinuklear (ANA). Pada penyakit Buerger normal.
Antibodi antisentromer merupakan petanda serologis untuk
sindrom CREST dan Scl 70 (penanda serologis untuk
skleroderma).
8. Penapisan keadaan hiperkoagulasi:
 Kadar protein C, protein S, dan antitrombin III
 Antibodi antifosfolipid
 Faktor V Leiden
 Prothrombin
 Homosisteinemia

II.2.6 Pemeriksaan Radiologi


a. Arterial Duplex Scan dan USG Doppler
Arterial duplex scan tidak hanya digunakan untuk menyingkirkan
lesi aterosklerotik proksimal dan menunjukkan adanya oklusi arteri distal
saja, tetapi juga untuk memvisualisasi dan mengevaluasi secara fungsional
gambaran corkscrew collateral dengan menggunakan continues wave
Doppler ultrasound. Dari sebuah studi di Poland, analisis gelombang
spektrum Doppler yang dilakukan pada 40 subjek dengan penyakit

11
Buerger dan 40 subjek yang sehat menunjukkan bahwa terdapat penurunan
amplitudo reversed diastolic flow, tanpa adanya penurunan amplitudo
peak systolic yang signifikan pada subjek dengan penyakit Buerger. Para
penulis menyimpulkan bahwa penurunan resistensi vaskular dapat terjadi
karena akibat dari meningkatnya aliran darah kolateral dan rendahnya
resistensi arteri kutan. Maka dari itu, indeks resistensi dapat menjadi
parameter yang berguna dalam diagnosis dini penyakit Buerger dan
memantau progresivitas penyakit(9).

Gambar 8. USG Doppler

b. Angiografi
Digital Substraction Angiography (DSA) memainkan peran penting
dalam mendukung diagnosis penyakit Buerger dan untuk menyingkirkan
penyebab iskemia lain. Temuan arteriografi pada penyakit Buerger

12
mungkin sugestif tapi tidak patognomonik, oleh karena itu metode ini
tidak dapat dikatakan menjadi gold standard untuk mendiagnosis penyakit
Buerger(9). Pada pemeriksaan angiografi dapat ditemukan:
1. Gambaran lesi oklusi segmental pembuluh darah kecil dan sedang
(medium) diselingi gambaran segmen normal
2. Martorell sign atau gambaran kolateral pembuluh darah seperti
“corkscrew,” “spider legs” or “tree roots” meskipun gambaran ini
dapat juga dijumpai pada skleroderma, sindrom CREST
(Calcinosis, Raynaud’s phenomenon, esophageal dysmotility,
sclerodactyly and telangiectasia)
3. Di arteri proksimal tidak dijumpai aterosklerosis, aneurisma dan
sumber emboli lain.

Gambar 9. Angiografi Pasien Buerger Disease

c. Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Angiography


(MRA)
Gadolinium-enhanced MR Angiography dan 64-slice multidetector
CT Angiography dapat menjadi alternatif diagnostik untuk penyakit
Buerger. CT angiografi dan MRA dapat mengidentifikasi stenosis/oklusi
segmental, pembuluh kolateral yang berdekatan dengan tempat oklusi,
sumber oklusi proksimal, atau dapat menyingkirkan diagnosis vaskulitis
lain(9).

13
Gambar 10. CT Angiografi Pada Penyakit Buerger

II.2.7 Diagnosa Banding


a. Neuropati perifer, penyakit ateroskerosis perifer, emboli dan trombosis
arteri, trombosis perifer idiopatik
b. Artritis Takayasu, sindrom CREST
c. Keadaan hiperkoagulasi, systemic lupus erythematosus, skleroderma
d. Trauma okupasi, acrocyanosis, frostbite, ulkus neurotropik

II.2.8 Terapi
Tujuan utama penanganan adalah memperbaiki kualitas hidup. Cara yang
dapat dilakukan adalah menghindari dan menghentikan faktor yang memperburuk
penyakit, memperbaiki aliran darah menuju tungkai atau ekstremitas, mengurangi
rasa sakit akibat iskemi, mengobati tromboflebitis, memperbaiki penyembuhan
luka atau ulkus(1).
a. Terapi non bedah
 Berhenti merokok
Intervensi terapeutik yang paling penting pada penyakit Buerger
adalah berhenti merokok. Pasien penyakit Buerger tidak hanya

14
harus berhenti merokok aktif, tetapi juga merokok pasif,
mengunyah dan menghisap tembakau karena tembakau telah
diidentifikasi sebagai penyebab penyakit Buerger dan kejadian
ulangan(5).
 Analog prostasiklin seperti iloprost; merupakan vasodilator dan
mampu menghambat agregasi platelet.
 Calcium channel blocker untuk mengurangi efek vasokonstriksi
penyakit ini.
 Bosentan. Obat ini merupakan antagonis kompetitif dari endotelin-
1 sehingga memiliki kemampuan vasodilatasi. Suatu penelitian
menunjukkan bahwa bosentan menghasilkan perbaikan kondisi
klinis penyembuhan ulkus dan gambaran angiografi. Bosentan
selama 28 hari lebih efektif dibandingkan aspirin untuk mengatasi
nyeri saat istirahat dan penyembuhan ulkus.
 Obat analgesik seperti analgetik narkotik atau obat anti inflamasi
non steroid mungkin membantu mengatasi nyeri pada beberapa
pasien.
 Terapi gen dengan vascular endothelial growth factor (VEGF).
Isner dkk. (1998) menyuntikkan total 4000 μg VEGF165 plasmid
DNA dengan dua kali penyuntikan intramuskular (2000 μg
VEGF165 plasmid DNA pada awal dan 2000 μg VEGF165
plasmid DNA pada akhir minggu keempat) memberikan hasil
menjanjikan dalam penyembuhan ulkus akibat iskemi dan
menghilangkan nyeri saat istirahat.
 Terapi stem cell yaitu terapi autolog whole bone marrow stem cell
(WBMSC) menunjukkan perbaikan seperti penyembuhan ulkus,
menghilangkan nyeri iskemik, rekanalisasi arteri dan menurunkan
risiko amputasi tungkai.
 Spinal Cord Stimulation hasilnya baik untuk menghilangkan nyeri
dan penyembuhan ulkus. Stimulasi ini dapat menghambat transmisi
sinyal penghantar nyeri pada serabut saraf simpatis. Selain itu juga

15
pada saat bersamaan terjadi peningkatan perfusi mikrosirkulasi
akibat inhibisi serabut saraf simpatis.
b. Terapi Bedah
 Simpatektomi; bertujuan untuk mengurangi efek vasokonstriksi
akibat saraf simpatis.
 Penyisipan kawat Kirschner intramedulla. Pada beberapa pasien,
dapat merangsang angiogenesis, penyembuhan ulkus tungkai dan
meredakan nyeri saat istirahat.
 Operasi bypass arteri.
c. Radiologi Intervensi
 Angioplasti
Percutaneous Transluminal Angioplasty (PTA) adalah prosedur
yang dapat membuka pembuluh darah yang tersumbat
menggunakan kateter, dengan "balon" di ujungnya. Saat kateter
sudah berada di tempat oklusi, balon dikembangkan untuk
membuka pembuluh darah sehingga aliran darah normal
kembali(10).

Gambar 11. Percutaneous Transluminal Angioplasty

16
 Trombektomi Mekanik
Trombektomi mekanik dengan sistem Rotarex
menggabungkan dua efek penting, yaitu fragmentasi gumpalan
secara mekanis dan pemindahan material yang terfragmentasi
tersebut dari pembuluh darah di bawah tekanan negatif untuk
mencegah embolisasi perifer.
Kateter trombektomi mekanik Rotarex terdiri dari dua
silinder dengan sisi celah. Silinder bagian dalam dipasang pada
batang kateter dan silinder luar ke spiral berputar yang digerakkan
oleh motor listrik pada kecepatan 40-60.000 putaran per menit.
Rotasi pada kecepatan ini menyebabkan tekanan negatif sehingga
material oklusi tersedot ke celah aspirasi dimana ia dimaserasi dan
kemudian disedot. Bahan aspirasi diangkut melalui kateter oleh
spiral berputar ke dalam kantong aspirasi.
Stanek dkk. melaporkan bahwa sistem Rotarex
memungkinkan penanganan yang cepat dan efisien terhadap oklusi
tromboembolik arterial perifer. Hal ini dilaporkan menjadi alat
yang aman untuk pengobatan tromboembolik arteri pada fase akut,
subakut, maupun kronis. Hal ini dapat digunakan untuk oklusi
pendek atau panjang dengan keberhasilan yang sama, asalkan
penyumbatan tidak terlalu banyak kalsifikasi dan guidewire telah
melewati sumbatan(11).

Gambar 12. Trombektomi Mekanik dengan Sistem Rotarex

17
II.2.9 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penyakit Buerger adalah sebagai berikut(7):
a. Ulkus
b. Gangren
c. Infeksi
d. Amputasi
e. Oklusi arteri koroner, renal, splenik, atau arteri mesenterika.

II.2.10 Prognosis
Kematian karena penyakit Buerger sangat jarang. CDC melaporkan bahwa
dari tahun 1999 sampai 2007 penyakit Buerger merupakan penyebab dari 117
kematian di Amerika Serikat(7).
Di antara pasien yang berhenti merokok, 94 % tidak diamputasi. Di antara
pasien yang berhenti merokok sebelum mengalami critical limb ischemia, tingkat
amputasi medekati 0 %. Sebaliknya, pasien yang terus mengkonsumsi tembakau,
tingkat amputasi dalam 8 tahun sebesar 43 %(7).

18
BAB III
KESIMPULAN

1. Penyakit Buerger merupakan penyakit inflamasi segmental pembuluh darah


arteri dan vena berukuran kecil dan sedang. Penyakit ini berbeda dengan
vaskulitis lain dan memerlukan ketelitian diagnosis.
2. Penyebab penyakit ini belum diketahui tetapi faktor merokok, imunitas dan
genetik saling berkaitan dan diduga berperan penting terhadap progresifivitas
penyakit ini.
3. Belum ada pemeriksaan laboratorium spesifik untuk menegakkan diagnosis
pasti.
4. Gambaran radiologi pada penyakit Buerger meliputi oklusi segmental dengan
kolateral Corkscrew di pembuluh darah distal pada ekstremitas atas maupun
bawah.
5. Sampai saat ini belum ada terapi spesifik. Penanganan bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup, mengurangi progresivitas, mengurangi
komplikasi; dapat dilakukan dengan terapi farmakologi, bedah, dan radiologi
intervensi.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Nurtamin, T. Penyakit Buerger. Cermin Dunia Kedokteran. 2014;41:749-751.


2. Conde ID & Pena C. Buerger Disease (Thromboangiitis Obliterans).
Techniques in Vascular and Interventional Radiology. 2014;17:234-240.
3. Seebald J & Gritters, L. Thromboangiitis Obliterans (Buerger Disease).
Radiology Case Report. 2015;10:9-11.
4. Rivera-Chavarria IJ & Brenes-Gutierrez JD. Thromboangiitis Obliterans
(Buerger’s Disease). Annals of Medicine and Surgery. 2016;7:79-82.
5. Klein-Weigel PF & Richter JG. Thromboangiitis Obliterans (Buerger’s
Disease). Vasa. 2014;43:337-350.
6. Martini F, Nath JL & Bartholomew EF. (2012). Fundamentals of Anatomy &
Physiology: Benjamin Cummings.
7. Hanly EJ. Buerger Disease (Thromboangiitis Obliterans).
http://emedicine.medscape.com/article/460027-media. [diakses tanggal 31
Oktober 2017]
8. Dimmick SJ, Goh AC, Cauzza E, Steinbach LS, Baumgartner I, Stauffer E,
Voegelin E, Anderson E. Imaging appearances of Buerger’s disease
complications in the upper and lower limbs. Clinical Radiology.
2012;67:1207-1211.
9. Cronenwett, JL & Johnston, KW. (2014). Rutherford’s Vascular Surgery 8th
Edition: Elsavier.
10. Johns Hopkins Medicine. Percutaneus Transluminal Angioplasty.
https://www.hopkinsmedicine.org/interventional-
radiology/procedures/pta/index.html. [diakses tanggal 7 November 2017]
11. Kilicksmez O & Oguzkurt L. Mechanical Thrombectomy With Rotarex
System in Buerger’s Disease. Journal of Clinical Imaging Science. 2015;5:1-4.

20

Anda mungkin juga menyukai