Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

RADIOLOGI INTERVENSI

Pembimbing:

dr. Edwin M Hilman, Sp.Rad

Disusun Oleh :

Sera Fadila Gustami

1102014243

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH KABUPATEN BEKASI
PERIODE 22 FEBRUARI - 14 MARET 2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena


atas rahmat dan hidayah-Nya Status Ujian ini dapat terselesaikan dengan baik.
Referat ini disusun sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik stase Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas YARSI di RS Umum Daerah Kabupaten
Bekasi .

Dalam penulisan referat ini, tidak lepas dari bantuan dan kemudahan yang
diberikan secara tulus dari berbagai pihak.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada :
1 dr. Edwin M Hilman, Sp.Rad selaku pembimbing
2 Semua pihak terlibat dalam penulisan laporan status ujian ini yang tidak
bisa disebutkan satu-persatu.

Dalam penulisan referat ini tentu saja masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
referat ini.

Akhirnya, dengan mengucapkan Alhamdulillahirobbil ‘alamin referat ini telah


selesai dan semoga bermanfaat bagi semua pihak serta semoga Allah SWT
membalas semua kebaikan dengan balasan yang terbaik, Aamiin Ya Robbal
Alamin.

Bogor, 28 Februari 2021

Sera Fadila Gustami

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
I.I Latar Belakang........................................................................................4
I.II Tujuan.....................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................6
II.I
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu kedokteran berkembang pesat dari waktu ke waktu. Salah satu yang
paling berkembang adalah teknik pembedahan. Pembedahan kini dapat dilakukan
dengan teknik minimal invasif, menggunakan radiologi intervensi. Radiologi
intervensi merupakan teknik yang menggunakan berbagai gambar radiologi
sebagai panduan untuk menargetkan lokasi terapi secara tepat.
Dengan memanfaatkan pencitraan radiologi (sinar-X, ultrasound, CT-
scan, MRI), macam-macam terapi penyakit baik vaskular maupun non vaskular
dapat dilakukan dengan minimal invasi, yang berdampak pada rasa sakit yang
lebih minimal, lama tinggal di rumah sakit yang lebih singkat, dan proses
penyembuhan yang lebih cepat1.
Setelah dilakukan pertama kali pada tahun 1953 oleh seorang radiolog
Swedia bernama Seldinger, ilmu radiologi intervensi berkembang pesat.
Angioplasty pertama kali dilakukan pada tahun 1964 oleh Charles Theodore
Dotter yang juga dikenal sebagai “father of radiology”. Pada tahun 1966, teknik
embolisasi dilakukan pertama kali untuk mengobati tumor. Teknik embolisasi
selanjutnya dilakukan untuk tatalaksana perdarahan saluran pencernaan pada
tahun 1970. Seiring berjalannya waktu teknik radiologi intervensi berkembang
pesat dalam penanganan berbagai penyakit2.
Di Indonesia sendiri terdapat 3 rumah sakit yang mengawali teknik
radiologi intervensi di dalam negeri. Pertama yaitu Rumah Sakit Umum Pusat
Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta pada sekitar tahun 1950. Kemudian
pada kisaran tahun 1980, Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya juga
memulia kiprah dalam radiologi intervensi, dan dilanjutkan oleh Rumah Sakit
Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto pada tahun 1987.

4
1.2 Tujuan
Referat ini bertujuan untuk memahami lebih dalam mengenai radiologi
intervensi yang merupakan cabang ilmu radiologi.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Radiologi Intervensi mengacu pada berbagai teknik yang


bergantung pada penggunaan panduan gambar radiologi (fluoroskopi
sinar-X, ultrasound, computed tomography [CT] atau magnetic
resonance imaging [MRI]) untuk menentukan target terapi secara
tepat. Kebanyakan teknik radiologi intervensi digunakan untuk
alternative selain operasi terbuka dan laparoskopi, namun dengan
minimal invasi. Prosedur pelaksanaan Radiologi intervensi dimulai
dengan memasukkan jarum melalui kulit menuju target operasi,
disebut dengan pinhole surgery3.

2.2 Sejarah Radiologi Intervensi

Evolusi radiologi intervensi modern dimulai lebih dari setengah abad yang
lalu. Penggunaan alat pencitraan diagnostik yang sama yang telah merevolusi
praktik kedokteran menjadi kemungkinan dalam memandu berbagai macam
penegakkan diagnosis dan pengobatan penyakit. Konsep ini menyebabkan
kemajuan pengobatan yang pesat disetiap sistem organ tubuh. Menjadi jelas
bahwa dengan menggunakan pencitraan beberapa pasien dapat menjalani prosedur
invasif yang minimal dengan hal yang ingin ditargetkan, sehingga menghindari
operasi besar. Luasnya ilmu teknologi kedokteran dan perubahan yang sangat
signifikan setiap waktunya mengubah cara kita berpikir tentang penyakit itu
sendiri.Raum Radiologi intervensi didirikan pada 16 Januari 1964, ketika Sir
Charles Dotter dalam merawat seorang pasien perempuan yang menderita stenosis
arteri femoralis superfisial dengan menggunakan angioplasti transluminal
perkutan. Semua ahli radiologi intervensi mengakui Charles Dotter scbagai bapak
radiologi intervensi modern. Secara resmi, istilah “radiologi intervensi” diciptakan

6
oleh Alexander Margulis, yang diterbitkan pada tahun 1967 di American Journal
of Roentgenology.Due

Radiologi intervensi menggunakan teknik yang dipandu gambar untuk


melakukan prosedur invasif minimal, memberikan alternative dalam
mendiagnosis dan perawatan pasien yang risikonya lebih rendah untuk dapat
digunakan pada banyak penyakit medis.Arnold.

2.3 Prinsip Radiologi Intervensi untuk Mahasiswa Kedokteran & General

Practitioner

Kompetensi untuk mahasiswa kedokteran dan dokter umum untuk


radiologi intervensi.

a. Prinsip dasar radiologi intervensi


b. Peran radiologi intervensi dalam praktis klinis
c. Teknik panduan gambar yang digunakan di radiologi intervensi
d. Persetujuan dan persiapan pasien untuk prosedur radiologi intervensi
e. Pentingnya proteksi radiasi.

2.3 Macam-Macam Radiologi Intervensi

Secara garis besar, radiologi intervensi dapat dibagi menjadi


radiologi intervensi vaskular dan non vaskular. Radiologi intervensi
vaskular berhubungan atau melalui pembuluh darah, sedangkan
radiologi intervensi non vaskular tidak melalui atau berhubungan
dengan pembuluh darah4.

Jenis tindakan yang dapat dilakukan radiologi intervensi


terutama yang vaskular dapat dibedakan menjadi 2 kelompok
tindakan, yakni tindakan diagnostik dan terapi. Tindakan diagnostik
yang dilakukan adalah angiografi dengan membuat gambar dari
pembuluh darah suatu organ. Sedangkan untuk tindakan terapi yaitu
prosedur yang dilakukan pada radiologi intervensi terutama yang

7
vaskuler, prinsipnya adalah yang tidak lancar dijadikan lancar dengan
menggunakan balonisasi, stent atau hanya sekedar melakukan
flushing, sedangkan aliran yang terlalu lancar (bocor) ditutup dengan
menggunakan embolan, embolan cair, partikel atau coil4.

Beberapa pelayanan yang dapat dilakukan dengan teknik


radiologi intervensi yaitu; angioplasty, stent placement, biopsy dan
drainase, embolisasi, ablasi tumor, dan trombolisis.

2.2.1 Radiologi Intervensi Vaskular

2.2.1.1 Angiografi

Angiografi adalah pemeriksaan sinar-X untuk pembuluh


darah. Angiografi dilakukan untuk melihat keadaan pembuluh darah
dan membantu menegakkan diagnosis penyakit pada pembuluh
darah. Beberapa penyakit yang paling sering terjadi dan dapat
dilakukan pemeriksaan dengan angiografi yaitu aterosklerosis,
aneurisma, angina, dan penyumbatan aliran darah ke ginjal3.

Angiografi dilakukan dengan cara memasukkan kateter pada


pembuluh darah, kemudian disuntikkan kontras. Selanjutnya kontras
tersebut akan mengisi pembuluh darah sehingga kondisi pembuluh
darah dapat terlihat6.

8
Angiografi sendiri dibagi menjadi 2, yaitu arteriografi dan
flebografi/venografi.

Arteriografi

adalah pemeriksaan pembuluh darah arteri dengan menggunakan zat kontras.


Karena aliran darah pada arteri sangat cepat, maka digunakan rapid film changer
yang dapat memotret maksimal sampai 10 film per detik, sehingga setiap aliran
kontras dalam pembuluh darah dapat diikuti. Ada dua teknik dasar yang secara
luas digunakan untuk pemeriksaan arteriografi, yaitu:7

1. Pungsi jarum perkutan (percutaneous needle punctie).


2. Kateterisasi arteri perkutan (percutaneous arterial catherization).

Flebografi atau venografi merupakan pemeriksaan pembuluh


darah balik (vena) dengan menyuntikkan zat kontras ke dalam vena
tersebut. Karena aliran darah dalam vena lambat, maka tidak perlu
pemasangan rapid film changer. Indikasi venografi yaitu pada pasien
dengan edema akibat kelainan vena, varises, aneurisma vena,
penyumbatan vena, gangguan katup vena, dan penekanan vena oleh
massa tumor 7.

9
Alat yang digunakan untuk angiografi dapat merupakan mesin
konvensional untuk angiografi atau digital substraction angiography.
Digital substraction angiography (DSA) merupakan alat yang sering
digunakan. Saat ini, prosedur angiografi sering digantikan oleh by
computed tomography angiography atau magnetic resonance
angiography8. Saat ini CT-angiography sering dilakukan untuk
mendeteksi perdarahan pada saluran cerna yang tidak dapat
ditemukan dengan endoskopi3.

Sebelum melakukan angiografi, ada beberapa hal yang harus


disiapkan oleh pasien, yaitu:

a. Informed consent kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan


b. Pasien dipuasakan sejak malam hari sekitar 6 jam sebelum prosedur
dilakukan.
c. Mencukur rambut di bagian tubuh yang akan dimasukan kateter
d. Memberi tahu kepada dokter jika pernah mengalami reaksi
sebelumnya terhadap sinar-X (pewarna yang digunakan untuk sinar-X
ginjal dan CT scan).
e. Bagi penderita diabetes , pasien diminta untuk tidak meminum pil
diabetes pada hari prosedur.
f. Berikan obat penenang 2 jam sebelum pemeriksaan, berupa diazepam
10 mg.

Setelah prosedur angiografi dilakukan, dapat terjadi beberapa


efek samping, di antaranya; bruise (memar) pada daerah pembuluh
darah yang disuntikkan, hematom, dan false aneurysm, yang akan
hilang dengan sendirinya.

Perlu diperhatikan hal-hal yang menjadi kontraindikasi dari


pemeriksaan angiografi. Yang pertama, jika pasien memiliki alergi
terhadap yodium, karena bahan kontras mengandung yodium, maka
keadaan ini merupakan kontraindikasi absolut7.

10
2.2.1.2 Angioplasty dan Arterial stenting

Angioplasti adalah prosedur invasif minimal yang digunakan


untuk merawat arteri yang tersumbat atau menyempit. Sebagian besar
pembuluh yang tersumbat atau menyempit berada di ekstremitas
bawah (kaki). Akibatnya aliran darah ke kaki berkurang. Ini bisa
menyebabkan nyeri pada kaki, terutama saat berjalan. Dalam bentuk
yang lebih parah mungkin ada nyeri kaki dan tungkai saat istirahat,
dan terkadang ulserasi atau bahkan gangren. Angioplasti dilakukan
untuk meredakan atau memperbaiki gejala-gejala tersebut.3

Prosedur angioplasty dilakukan dengan cara memasukkan


jarum ke dalam arteri. Jarum tersebut kemudian akan diganti dengan
kateter yang menjadi jalan masuk x-ray dye. X-ray dye tersebut
kemudian akan menunjukkan arteri yang mengalami sumbatan atau
penyempitan. Selanjutnya, sebuah balon akan dikembangkan di
daerah yang mengalami sumbatan atau penyempitan, Setelah itu,
dimasukkan kembali x-ray dye untuk melihat apakah sumbatan atau
penyempitannya telah berhasil teratasi3.

Pada beberapa kasus, setelah dilakukan angioplasty, tetap


perlu pemasangan stent. Stent merupakan tabung tang terbuat dari

11
metal yang digunakan untuk mempertahankan bentuk dinding
pembuluh darah3.

Tingkat keberhasilannya sekitar 70%. Pasien yang tidak


berhasil diobati mungkin ditawarkan operasi terbuka untuk
memperbaiki gejala mereka. Risiko angioplasti sangat rendah.
Namun, setiap prosedur memiliki komplikasi. Untuk angioplasti ini
termasuk:3

 Memar di tempat arteri tertusuk.


 Pendarahan di tempat tusukan dapat menyebabkan pembekuan di sekitar
arteri (hematoma). Jika ini sangat besar, operasi kecil mungkin diperlukan
untuk memasang jahitan untuk menghentikan pendarahan lebih lanjut ..
 Meskipun sangat jarang, ada kemungkinan arteri tersumbat sepenuhnya.
Dalam keadaan ekstrim, hal ini dapat menyebabkan hilangnya suplai
darah ke anggota tubuh.
 Beberapa pasien memiliki reaksi alergi terhadap pewarna sinar-X. Ini
dapat menyebabkan ruam atau kesulitan bernapas
 Saat balon mengembang, kemungkinan arteri pecah. Ini sangat jarang dan
terkadang dapat diperbaiki di departemen sinar-X dengan stent. Jika ini
tidak memungkinkan, operasi segera mungkin diperlukan untuk
memperbaiki arteri.
 Ketika kabel dan tabung dilewatkan melalui penyumbatan, ada
kemungkinan fragmen kecil dari material yang menyebabkan
penyumbatan terlepas. Jika ini terjadi mereka mungkin melewati lebih
jauh kaki dan menyebabkan penyumbatan lain (embolisasi). Dalam
keadaan ini, operasi lebih lanjut mungkin diperlukan untuk membuang
fragmen ini. Seringkali ini dapat diangkat tanpa perlu pembedahan.

2.2.1.3 Endovascular Aortic Aneurysm Repair (EVAR)

12
EVAR dapat dilakukan untuk mengatasi aneurisma aorta
abdominalis (AAA), sebagai alternative dari operasi terbuka. EVAR
sendiri merupakan teknik yang baru berkembang sekitar 10 tahun
belakangan. Pada EVAR, graft yang akan dipasang pada pembuluh
darah sudah diletakkan pada kateter, kemudian dimasukkan melalui
arteri femoralis. Selanjutnya graft akan diletakkan pada pembuluh
darah yang mengalami aneurisma. Kelebihan dari EVAR sendiri
adalah mempersingkat waktu, nyeri paska operasi yang lebih ringan,
serta penyembuhan yang lebih cepat3.

2.2.2 Radiologi Intervensi Non-vaskular

Radiologi intervensi non-vaskular kebanyakan digunakan


pada terapi tumor, seperti ablasi tumor atau embolisasi tumor. Namun
radiologi intervensi juga dapat dilakukan untuk drainase cairan pada
toraks maupun abdomen, dam juga vertebroplasty.

2.2.2.1 Ablasi tumor

Radiologi intervensi pada ablasi tumor menerapkan teknik


ablasi radiofrekuensi. Ablasi radiofrekuensi (Radiofrequency
ablation/RFA) menggunakan tenaga panas yang menyebabkan
destruksi pada sel kanker. Sebuah jarum kecil akan dimasukkan ke
jaringan tumor, kemudian dipanaskan, yang akan menyebabkan
kerusakan dan destruksi dari sel kanker tersebut3.

Jarum yang digunakan sangat kecil, dengan diameter 1-2mm


sehingga sayatan yang dilakukan juga tidak besar. CT atau USG
digunakan sebagai media imaging untuk mengarahkan jarum yang
dimasukkan. Setelah jarum sudah mencapai target terapi, gelombang
radiofrekuensi akan dialirkan dan menciptakan getaran pada tip
needle. Panas dan getaran yang terjadi akan mendestruksi jaringan

13
yang sakit. Jaringan yang mati pada akhirnya akan menyusut dan
tidak perlu diangkat melalui operasi3.

Selain RFA, terdapat juga teknik cryoablation, yang


menggunakan es untuk membekukan tumor. Es yang digunakan
memiliki suhu di bawah -100°C, Teknik melakukan cryoablation
hampir sama dengan RFA, menggunakan jarum dengan diameter
1,5mm3.

2.2.2.2 Embolisasi

Teknik embolisasi digunakan untuk menyumbat pembuluh


darah yang memperdarahi sel tumor. Embolisasi terkadang
dikombinasikan dengan farmakoterapi (chemoembolization) atau
radioterapi (radioembolisasi) yang dapet mengurangi beberapa efek
samping dari terapi kanker3.

2.2.2.3 Percutaneous Bile Drainage

Percutaneous transhepatic biliary drainage merupakan


sebuah prosedur dimana pipa plastic, kecil, dan fleksibel dimasukkan
melalui kulit (perkutan) menuju hepar yang bertujuan untuk
mendrainase system ductus biliaris yang terobstruksi. Hepar
memproduksi cairan empedu yang membantu pencernaan lemak.
Cairan empedu megalir melalui ductus biliaris dan bermuara menuju
duodenum dan gallbladder. Jika ductus biliaris tersumbat makan
cairan empedu tidak dapat mengalir secara normal dan kembali
menuju hepar. Untuk meringankan obstruksi tersebut pemasangan
kateter (fine plastic drainage tube) perkutan menuju duktus biliaris
yang terobstruksi, setelah obstruksi, dan dalam duodenum

2.2.2.4 Vertebroplasty

14
Vertebroplasty adalah tindakan injeksi semen (material
tulang) ke dalam corpus vertebra untuk menghilangkan rasa sakit atau
memperbaiki vertebra yang fraktur. Teknik ini digunakan pertama
kali pada tahun 1984 sebagai terapi pada kompresi vertebra akibat
tumor. Vertebroplasty dilakukan dengan cara melakukan 1 atau 2
sayatan kecil pada setiap tulang yang dituju, Jarum ditempatkan pada
vertebra yang akan diterapi menggunakan panduan dari x-ray dan
prosedur vertebroplasty dilakukan melalui jarum tersebut. Hal ini
akan menghindari trauma yang lebih besar jika menggunakan operasi
terbuka3.

Saat ini, vertebroplasty sering dilakukan pada fraktur


kompresi akibat osteoporosis. Vertebroplasty dapat mengurangi rasa
sakit yang terjadi akibat gesekan antar tulang yang mengalami
fraktur3. Selain dengan teknik vertebroplasty, dapat juga dilakukan
teknik kyphoplasty, yatu dengan memasukkan balon terlebih dahulu
ke dalam corpus vertebra untuk menempatkan semen yang akan
dimasukkan.

Indikasi vertebroplasty yaitu:

a. Nyeri akibat fraktur osteoporotik yang tidak membaik setelah 3


minggu menggunakan obat anti nyeri
b. Nyeri akibat tumor jinak pada vertebra seperti hemangioma atau giant
cell tumour
c. Nyeri akibat tumor maligna pada vertebra
d. Nyeri akibat fraktur kompresi pada vertebra
Prosedur ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki risiko
perdarahan, pasien dengan infeksi hematogen, dan pasien dengan gangguan
jantung yang menunjukkan bahwa anastesi total tidak aman untuk dilakukan3.

15
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Radiologi Intervensi

Kelebihan radiologi intervensi untuk diagnosis dan


pengobatan berbagai penyakit yaitu:

a. Merupakan prosedur dengan minimal invasive, sehingga trauma yang


ditimbulkan lebih ringan
b. Hanya memerlukan waktu yang singkat
c. Biaya lebih murah
d. Mempersingkat lama tinggal di rumah sakit
e. Proses penyembuhan yang lebih singkat.

Namun, radiologi intervensi juga memiliki kekurangan, yaitu


belum dapat tersebar di seluruh Indonesia, mengingat prosedur ini
memerlukan alat-alat radiologi yang lengkap serta tenaga radiolog
yang juga telah mengambil pendidikan radiologi intervensi.3

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Society of Interventional Radiology. 2018. What is IR?.


https://www.sirweb.org/patients/what-is-interventional-radiology/ diakses
pada 28 Februari 2021
2. Kok H. K., et al. 2018. Interventional Radiology for Medical Students.
Springer International Publishing.
https://www.springer.com/gp/book/9783319538525 diakses pada 28
Februari 2021
3. British Society of Interventional Radiology. 2018. What is Interventional
Radiology?. https://www.bsir.org/patients/what-is-interventional-
radiology/ diakses pada 28 Februari 2021
4. Tandionugroho, S., 2015. Radiologi Intervensi (Usg, Ct Scan, Mri,
Flouroskopi). Https://Www.Omni-Hospitals.Com/Articles/Index/98
diakses pada 28 Februari 2021
5. Indonesian Society of Interventional Radiology. 2017.
https://inasir.com/tentang/pengertian-radiologi-intervensi/ diakses pada 28
Februari 2021
6. National Health Service Uk. 2017. Angiography.
Https://Www.Nhs.Uk/Conditions/Angiography/ Diakses pada 28 Februari
2021
7. Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
8. World Health Organization. 2020. Angiography.
Http://Www.Who.Int/Diagnostic_Imaging/Imaging_Modalities/Dim_Angi
ography/En/ diakses pada 28 Februari 2021

17
9. Baum R.A, Baum S. Interventional Radiology: a half century of
innovation. Radiology. 2014 Nov;273(2S):S75-91.
10. Duc NM, HA HD, Thong PM. An Overview of Vietnamese Society of
Interventional Radiology. Medical Archives. 2020 Ju;74(3):224.
11.

18

Anda mungkin juga menyukai