Anda di halaman 1dari 26

Laporan Kasus

Ulkus Kornea

Oleh:

Mochammad Arsyi Gandi, S.Ked

NIM. 1730912310085

Pembimbing:

dr. Revanggi Marendra Rizky Surya, Sp.M

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Mei, 2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1

BAB II. LAPORAN KASUS .......................................................................... 3

BAB III. IDENTIFIKASI MASALAH DAN ANALISA KASUS ................. 8

BAB IV. PENUTUP ......................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 23


BAB I
PENDAHULUAN

Ulkus kornea merupakan keadaan patologik kornea yang ditandai oleh

adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan

kornea dapat terjadi dari epitel sampai stroma.1,2,3 Ulkus kornea yang luas

memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan

timbulnya komplikasi seperti desmetokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan

kebutaan.1,2,3,4 Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea

dan merupakan penyebab kebutaan urutan kedua di Indonesia.1 Insidensi ulkus

kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan

predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian

lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.1 Diagnosis dapat

ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang baik dibantu slit lamp, sedangkan

kausanya atau penyebabnya ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikroskopik dan

kultur.

Tujuan penatalaksanaan ulkus kornea adalah eradikasi bakteri dari kornea,

menekan reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea,

mempercepat penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki

tajam penglihatan.1,4 Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemberian terapi yang

tepat dan cepat sesuai dengan kultur serta hasil uji sensitivitas mikroorganisme

penyebab.1,3,4 Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat

lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada

tidaknya komplikasi yang timbul.5,6,7 Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu

penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskuler. Penyembuhan

1
2

yang lama mungkin juga mempengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini,

apabila ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotik maka dapat

menimbulkan masalah baru, yaitu resistensi. Demikian akan dilaporkan sebuah

kasus seorang perempuan dengan ulkus kornea di bangsal RSUD Ulin Banjarmasin.
BAB II
LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien

• Nama : Ny. S

• Umur : 45 tahun

• Jenis Kelamin : Perempuan

• Agama : Islam

• Alamat : Mundak RT.003/002

• Pekerjaan : Petani

• Suku : Banjar

• Tanggal pemeriksaan : 22 Mei 2019

2. Anamnesis

A. Keluhan Utama:

Mata kanan tidak dapat melihat.

B. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dengan keluhan tidak bisa melihat pada mata kanan sejak

2 bulan yg lalu. Keluhan muncul secara perlahan diawali dengan rasa sakit dan

terasa ada yg mengganjal di mata. Keluhan disertai mata merah dan sering

berair. Riwayat trauma pada pasien didapatkan bahwa pasien pernah terkena

serbuk pohon yg masuk ke mata pasien saat bekerja menoreh karet. Pasien

memiliki riwayat DM sejak 2 bulan.

Pasien berobat dengan dokter spesialis mata di RS Pelaihari seminggu

setelah trauma dan dilakukan rawat jalan dengan menjalanni pengobatan secara

3
4

rutin, namun pengobatan yang sedang berjalan tidak memberikan pengaruh

lebih terhadap keluhan pasien dan keluhan dirasakan semakin memberat setiap

minggunya.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Keluhan yang sama (-), hipertensi (-), diabetes mellitus (+).

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama.

E. Riwayat Alergi

Riwayat alergi makanan (-) dan alergi obat-obatan (-).

F. Riwayat Pengobatan

Riwayat pembedahan (-).

3. Pemeriksaan Fisik

A. Status Generalis

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran/GCS : Compos mentis / E4V5M6

B. Pemeriksaan Tanda Vital

Nadi : 72 kali/menit reguler kuat angkat

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Frekuensi Napas : 20x kali/menit

Suhu : 36,7 C

Kepala – leher

• Mata : anemis (-/-), icterus (-/-), reflex pupil RCL/RCTL (SDE/+), isokor

• Pembesaran KGB preaurikular (-)


5

C. Status Oftalmologis

Mata Kanan Mata Kiri


No Pemeriksaan
(OD) (OS)
1. Visus 1/~ 6/60
2. Posisi Bola Mata Sentral Sentral
Ke segala Ke segala
3. Gerakan bola mata
arah arah
Edema (-) (-)
Massa (-) (-)
Palpebra Hiperemi (-) (-)
4.
Superior Pseudoptosis (-) (-)
Entropion (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Edema (-) (-)
Massa (-) (-)
Palpebra
5. Hiperemi (-) (-)
Inferior
Entropion (-) (-)
Ektropion (-) (-)
6. Fissura palpebral + 10 mm + 10 mm
Hiperemi (+) (-)
Konjungtiva
7. Sikatrik (-) (-)
Palpebra
Folikel (-) (-)
Hiperemi (+) (-)
Konjungtiva
8. Sikatrik (-) (-)
Fornix
Folikel (-) (-)
Injeksi Konjungtiva (-) (-)
Injeksi Pericorneal (-) (-)
Konjungtiva Massa (-) (-)
9.
Bulbi Edema (-) (-)
Subconjunctival
(-) (-)
bleeding
Bentuk Cembung Cembung
Kejernihan Keruh Jernih
10. Kornea Permukaan Licin Licin
Ulkus (+) (-)
Benda Asing (-) (-)
11. Sklera Warna Hiperemis Putih
12. COA COA Cukup Cukup
13. Iris Warna SDE Coklat
Bulat dan Bulat dan
Bentuk
regular regular
Refleks cahaya
14. Pupil (SDE) (+)
langsung
Refleks cahaya tidak
(SDE) (+)
langsung
6

Kejernihan SDE Jernih


15. Lensa
Iris Shadow (SDE) (-)
Tekanan Bola
16. TIO palpasi N2 N
Mata

D. Diagnosis Banding

Diagnosis banding yang dapat ditentukan dari kasus ini yaitu:

1. OD Ulkus Kornea

2. OD Endoftalmitis

F. Diagnosis Utama

Diagnosis utama yang didapatkan pada kasus ini yaitu OD Ulkus Kornea.

G. Tatalaksana

Pengobatan ulkus kornea adalah diberikan antibiotik yang sesuai dengan

penyebabnya, sikloplegik untuk mencegah sinekia posterior dan mengurangi rasa

sakit akibat spasme silier. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak
7

dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat atau perlunya obat sistemik.

Pengobatan diberikan sampai terjadi epitelisasi dan mata terlihat tenang. Pada ulkus

kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti bila dengan pengobatan tidak

sembuh dan terjadinya jaringan parut yang mengganggu penglihatan.1

Pasien pada kasus ini, dilakukan tindakan operatif berupa Flap Konjungtiva

pada Rabu, 22 Mei 2019. Sebelum dilakukan tindakan operatif, pasien menjalani

pengobatan menggunakan obat secara rutin yang diberikan oleh dokter mata di

daerah Pelaihari, namun pasien tidak tahu mengenai obat tersebut, dengan terapi

pengobatan tersebut keluhan tidak berkurang dan semakin bertambah.


BAB III

IDENTIFIKASI MASALAH DAN ANALISA KASUS

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan data medis pasien diatas, ditemukan beberapa permasalahan.

Adapun permasalahan medis yang terdapat pada pasien adalah:

SUBJEKTIF

• Mata kanan tidak dapat melihat, mata kanan terasa sakit, seperti ada yang

mengganjal, mata merah dan sering berair.

Keluhan utama pasien adalah mata kanan tidak dapat melihat. Pasien juga

mengeluhkan sakit mata yang dirasakan terus memberat, benda asing yang

mengganjal pada mata dan mata merah. Ini merupakan gejala yang terdapat pada

ulkus kornea. Pasien memiliki riwayat gula darah tinggi, dan baru terdiagnosis saat

dirawat di RSUD Ulin.

OBJEKTIF

Pada pemeriksaan status oftalmologis pada mata didapatkan:

➢ Pada OD :

1. Visus 1/~ (Blind perseption)

2. Palpebra superior dan inferior dalam batas normal

3. Konjungtiva palpebra dan konjungtiva fornix hiperemi

4. Kornea tampak keruh dan didapatkan ulkus

5. COA cukup

6. RCL (SDE) / RCTL (SDE)

7. Iris (SDE)

8
9

8. Kejerniha lensa dan iris shadow (SDE)

9. TIO palpasi N2

10. Lain-lain dalam batas normal

➢ Pada OS :

1. Visus 6/60

2. Palpebra superior dan inferior dalam batas normal

3. Konjungtiva dalam batas normal

4. Kornea jernih

5. COA cukup

6. RCL (+) / RCTL (+)

7. Lensa jernih

8. TIO palpasi N1

9. Lain-lain dalam batas normal

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik di atas, diagnosis endoftalmitis dapat

disingkirkan karena didapatkannya keluhan tidak dapat melihat (Blind perception)

pada anamnesis dan pemeriksaan visus sehingga berhubungan dengan ulkus

kornea. Selain itu keluhan nyeri pada kepala, mata dan kelopak mata tidak dirasakan

bengkak, kemudian dari pemeriksaan fisik, tidak didapatkan edem palpebra

superior, injeksi konjungtiva, hipopion, edem kornea dan vetritis yang merupakan

manifestasi klinis dari endoftalmitis.


10

2. Analisa Kasus

A. Definisi

Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat

kematian jaringan kornea.1

B. Epidemiologi

Berdasarkan kepustakaandi USA, laki-laki lebih banyak menderita ulkus

kornea, yaitu sebanyak 71%. Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya

kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko terjadinya

trauma termasuk trauma kornea.

Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di

Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena

trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang idiopatik.11

Menurut Suharjo dan Fatah Widodo, penelitian di RS Sardjito, Yogyakarta,

terhadap 57 kasus ulkus kornea dengan tingkat keparahan ringan (43,9%), sedang

(31,6%), dan berat (24,7%). Faktor predisposisi terbanyak adalah trauma (68,4%).

Gambaran mikroskopik dan kultur dari hasil scraping didapatkan basil gram

– (26,8%), coccus gram – (16,7%), jamur (13,6%), coccus gram + (7,8%), basil

gram + (3%), dan yang tidak terdeteksi (33,4%).

Keberhasilan terapi yang dinilai dari visus didapatkan visus baik > 6/18

(21,1%), visus rendah <6/18 (17,5%), buta < 3/60 (33,3%), dan tidak terdeteksi 16

(28,1%).11
11

C. Klasifikasi

Berdasarkan lokasi dan penyebabnya, ulkus kornea dibagi menjadi :

I. Ulkus Kornea Sentral

A. Ulkus Kornea Bakterialis

• Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah

tengahkornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk

cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam

dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh

streptokokus pneumonia. 8-11

• Ulkus Staphilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putih

kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel.

Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai

edema stroma dan infiltrasi sel leukosit.Walaupun terdapat hipopion ulkus

seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.

• Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral

kornea.ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea.

Invasi ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam.

Gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang

dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti

cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.

Gambar 5. Ulkus kornea Pseudomonas


12

• Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang

dalam.Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga

memberikan gambarankarakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus

terlihat dengan infiltrasi sel yang penuhdan berwarna kekuning-kuningan.

Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan

di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu ditemukan hipopion.

Diagnosa pasti bila ditemukan dakriosistitis. 8-11

B. Ulkus Kornea Fungi

Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa

minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini. Pada

permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak

kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu

pada bagianepitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di

bagian sentral sehinggaterdapat satelit-satelit disekitarnya..Ulkus kadang-

kadang dalam, seperti ulkus yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida

bentuk ulkus lonjong dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi

akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.9

Gambar 6. Ulkus kornea fungi


13

C. Ulkus Kornea Virus

• Ulkus Kornea Herpes Zooster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan

gejala prodromal. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala

kulit. Pada mata dapat ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra,

konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibatterdapatnya infiltrat subepitel dan

stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan

dendrit herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan

fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaanyang

berat pada kornea biasanya disertai dengan infeksi sekunder. 10

Gambar 7. Ulkus kornea herpes zooster

• Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus

herpessimplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai

dengan tandainjeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di

permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi.

terdapat hipertesi pada korneasecara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat

pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil,

ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya.10

D. Ulkus Kornea Acanthamoeba

Biasanya diawali rasa sakit yang lebih berat dengan temuan klinisnya, mata

tampak kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea

indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural.8


14

II. Ulkus Kornea Perifer

A. Ulkus Marginal

Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk

ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi

stafilococcus, toksit atau alergi dan gangguan sistemik pada

influenza ,infeksi disentri basilar ,maupun gonokokus. Yang berbentuk

cincin biasanya terletak lebih lateral, dapat ditemukan pada penderita

leukemia akut, sistemik lupus eritromatosus. 8-11

Gambar 8. Ulkus kornea marginal

B. Ulkus Mooren

Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral.

Ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai

sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah

teori hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya

menyerang satu mata (unilateral). Pasien dapat mengalam nyeri yang sangat

hebat. Umumnya menyerang seluruh permukaan kornea dan meninggalkan

satu bagian yang sehat pada sentral kornea. 9

Gambar 9. Ulkus Mooren


15

D. Etiologi

I. Infeksi

o Infeksi Bakteri

Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella

merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk

sentral.Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat

mukopurulen pada infeksi akibat Pseudomonas aeruginosa.8-11

o Infeksi Jamur

Candida, Fusarium, Aspergilus dan Cephalosporium

o Infeksi virus

Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas

dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah

akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila

mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster,

variola, vacinia (jarang). 8-11

o Acanthamoeba

Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang sering terjadi pada

pengguna lensa kontak.8

II. Non-infeksi

o Bahan kimia, bersifat asam atau basa Bahan asam yang dapat merusak mata

terutama bahan anorganik, organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam

mengenai mata maka akan terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila

konsentrasinya tidak tinggimaka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan

hanya bersifatsuperfisial saja. Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan
16

pembersihyang mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat

akanterjadi penghancuran kolagen kornea. 8-11

o Radiasi atau suhu, misalnya terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar

matahari terus menerus yang akan merusak epitel kornea.

o Sindrom Sjorgen

Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang

merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur air

mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel

yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan

lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas

dengan flurosein. 8-11

o Obat-obatan

Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid,

anestesi lokal dan golongan imunosupresif lainnya.

o Defisiensi vitamin A akibat kurangnya asupan makanan atau gangguan absorbsi

di saluran cerna.

o Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.

o Reaksi hipersensitifitas misalnya pada penyakit autoimun SLE. 8-11

F. Patofisiologi
Kornea bersifat avaskuler, maka pada waktu terjadi inflamasi sel-sel

leukosit tidak dapat masuk ke jaringan. Maka badan kornea, dan sel-sel lain yang

terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian

disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagai

injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi darisel-sel mononuclear, sel


17

plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat,

yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas- batas tak jelas

dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbulah

ulkus kornea.8

G. Manifestasi Klinis

Gejala Subjektif

• Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva

• Sekret mukopurulen

• Merasa ada benda asing di mata

• Pandangan kabur

• Mata berair

• Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus

• Silau (fotofobia)

• Nyeri

Infiltrat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat

pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.

Gejala Objektif

• Injeksi siliar

• Hilangnya sebagian jaringan kornea dan tampak adanya infiltrat Hipopion 8-11

H. Penatalaksanaan

I. Penatalaksanaan Medika Mentosa

Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh

spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan

pada ulkuskornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang


18

mengandung antibiotik,anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi

peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi dan perlu

diberi obat secara sistemik.12

• Sulfas atropine sebagai salep atau larutan. Sulfas atropine memiliki efek

jangka panjang hingga1-2 minggu.

Efek kerja sulfas atropine :

➢ Sedatif, menghilangkan rasa sakit.

➢ Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.

➢ Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil. Dengan

lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodasi sehingga

mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil,

terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapatdilepas

dan mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru

• Skopolamin sebagai midriatika.

• Analgetik, dapat diberikan tetes pantokain, atau tetrakain.

• Antibiotik

Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum

luas misalnya ofloxacin. Dapat diberikan dalam bentuk salep, tetes atau

injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan

salep mata karena dapat efek obat jangka panjang dan juga dapat

menimbulkan erosi kornea kembali.

• Anti jamur misalnya topikal amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml.

• Anti Viral misalnya acyclovir.


19

Untuk pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal untuk

mengurangi gejala, sikloplegik.12-14

II. Penatalaksanaan Non-Medika Mentosa

• Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena

dapatmenghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media

yang baik terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang

diperlukan pada ulkusyang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.

• Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan Kauterisasi maupun

pengerokan epitel yang sakit.8

• Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak menunjukkan

perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan yang baru

yang banyak mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh.8

• Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari

sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi

perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau

sudah sembuh flap konjungtiva ini dapatdilepaskan kembali. Bila seseorang

dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan sulfasatropine,

antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan melakukan banyak

gerakan.12

• Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka dapat

dilakukan :

1. Iridektomi dari iris yang prolaps

2. Iris reposisi

3. Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva


20

4. Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat

Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama,

kita obatiseperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai

akhirnya sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga

secara sistemik.12

Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak berhasil.

Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan,

kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta

memenuhi beberapa kriteria yaitu (1).Kemunduran visus yang cukup menggangu

aktivitas penderita (2).Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.

(3).Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.12

J. Prognosis

Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan, kecepatan

penanganan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi

yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang

lama,karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan

dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka

prognosisnya menjadi lebih buruk.12


BAB IV
PENUTUP

Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat

kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak

ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel

radang. Ada dua bentuk ulkus kornea yaitu ulkus sentral dan ulkus marginal atau

perifer.

Penyebab tukak kornea adalah bakteri, jamur, akantamuba, dan virus. Pada

tukak kornea perifer dapat disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun. Bentuk

tukak dapat fokal, multifokal atau difus. Perjalanan penyakit tukak kornea dapat

progresif, regresi atau membentuk jaringan parut.

Ulkus kornea akan memberikan gejala mata merah, sakit mata ringan hingga

berat, fotofobia, penglihatan menurun dan kadang kotor. Ulkus kornea akan

memberikan kekeruhan berwarna putih pada kornea, iris sukar dilihat karena

keruhnya kornea akibat edema dan infiltrasi sel radang pada kornea. Dapat disertai

penipisan kornea, lipatan descement, reaksi jaringan uvea berupa flare, hipopion,

hifema dan sinekia posterior. Adanya ulkus ini dapat dibuktikan dengan

pemeriksaan fluoresensi sebagai daerah berwarna kehijauan pada kornea. Daerah

kornea yang tidak terkena akan tetap berwarna jernih dan tidak terlihat infiltrasi sel

radang.

Pengobatan ulkus kornea adalah diberikan antibiotik yang sesuai dengan

penyebabnya, sikloplegik untuk mencegah sinekia posterior dan mengurangi rasa

sakit akibat spasme silier. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak

dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat atau perlunya obat sistemik.

21
22

Pengobatan diberikan sampai terjadi epitelisasi dan mata terlihat tenang. Pada ulkus

kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti bila dengan pengobatan tidak

sembuh dan terjadinya jaringan parut yang mengganggu penglihatan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Sitompul R, Mardiono M, Fatma A, Soedarman Arah Penatalaksanaan


Ulkus Kornea Bakteri.Perdami Jaya, Jakarta, 1999; hal 25-35.

2. Kunimoto D Y, Corneal Ulceration in the elderly in Hyderabad, South India.


Ophthalmology, January 2000 Vol. 84: 554-598.

3. Mohammadpour M, Mohajernezhadfard Z, Khodabande A, Vahedi


P.Antibiotic Susceptibility Patterns of Pseudomonas Corneal Ulcers in
ContactLens Wearers. Middle East Afr J Ophthalmol. 2011; 18(3): 228–
234.

4. Smolin G, and Thaft RA. Bacterial Disease, The Cornea, Little Brown
andCompany Bpasienton/ Toronto, 1983.

5. Douglas J R and Maric F P. Infectious Corneal Infiltrate, The Wills


Eye Manual. Lippincott William, Philadelphia, 1999.

6. Singh R, Umapathy T, Abedin A, Eatamadi H, Maharajan S, Dua HS.


Choroidaldetachment in perforated corneal ulcers: frequency and
management.Ophthalmology,Br J Ophthalmol. 2006; 90(9): 1111–1114.

7. Srinivasan M, Lalitha P, Mahalakshmi R, Prajna NV, Mascarenhas


I,Chidambaram JD, et al .Corticosteroids for Bacterial Corneal Ulcers. Br
JOphthalmol. 2009; 93(2): 198–202.

8. Yanoff M, Duker JS. Ophthalmology. 3rd edition. Philadelphia : Elsevier,


2009.

9. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta : FKUI, 2012.

10. Vaughan D.Opthalmologi umum. Edisi 14. Jakarta : Widya Medika, 2002.

23
24

11. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ulkus kornea dalam : Ilmu
penyakit pata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Edisi ke-2.
Jakarta : Sagung Seto, 2002.

12. Ronald PC, Peng TK. A textbook of clinical opthalmology ; A Practical


Guide to Disorders of the Eyes and Their Management. 3rd Edition. 2009.

13. Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Edisi ke-10. Jakarta: EGC,
2007.

14. Syarif A, dkk. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta : FKUI, 2007.

Anda mungkin juga menyukai