Anda di halaman 1dari 111

I.

REFRAKSI DAN LENSA KONTAK

MIOPIA
PENGERTIAN
Kelainan refraksi di mana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat
(tanpa akomodasi) akan dibias membentuk bayangan di depan retina.
Berdasarkan besar kelainan refraksi, dibagi :
1. Myopia ringan :  -0.25 s/d  -3.00
2. Myopia sedang :  -3.25 s/d  -6.00
3. Myopia berat :  -6.25 atau lebih
Berdasarkan perjalanan klinis, dibagi :
1. Myopia simpleks : dimulai pada usia 7-9 tahun dan akan bertambah sampai berhenti
tumbuh + usia 20 tahun.
2. Myopia progresif : myopia bertambah secara cepat (+ 4.0 D / tahun) dan sering
disertai perubahan vitreo-retinal.
ANAMNESIS
1. Gejala utamanya kabur melihat jauh
2. Sakit kepala (jarang)
3. Cenderung memicingkan mata bila melihat jauh
4. Suka membaca
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang ditemukan.
DIAGNOSIS
Refraksi subyektif
- Metoda “Trial and Error”
Jarak pemeriksaan 6 meter / 5 meter / 20 feet.
Digunakan kartu snellen yang diletakkan setinggi mata penderita.
Mata diperiksa satu persatu.
Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata.
Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis negative.
Refraksi obyektif
- Retinoskopi : dengan lensa kerja  +2.00, pemeriksa mengamati refleksi fundus yang
bergerak berlawanan dengan arah gerakan retinoskop (against movement) kemudian
dikoreksi dengan lensa sferis negative sampai tercapai netralisasi.
- Autorefraktometer
DIAGNOSIS BANDING
1. Diplopia
2. Degenerasi macula (macular degeneration)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Auto Refrakto-keratometri (ARK)
2. Streak Retinoskopi
TERAPI
1. Kacamata
Koreksi dengan lensa sferis negative terlemah yang menghasilkan tajam penglihatan
terbaik.
2. Lensa kontak
Untuk : anisometropia
myopia tinggi
3. Rujul pto Bedah refraktif
a. Bedah refraktif kornea : tindakan untuk merubah kurvatura permukaan anterior
kornea (Excimer laser, operasi Lasik).
b. Bedah refraktif lensa : tindakan ekstraksi lensa jernih, biasanya diikuti dengan
implantasi lensa intraokuler (Refractive Lens Exchange).
EDUKASI
1. Kelainan ini merupakan bawaan dan biasanya akan betambah sesuai
dengan pertambahan usia. Penambahan akan berhenti bila masa pertumbuhan
berhenti (usia 18 – 20 tahun).
2. Miopia tidak bisa dikurangi dengan pemberian obat dan vitamin.
3. Pemakaian kacamata hanya untuk alat bantu / koreksi, tidak untuk
mengurangi ukuran myopia.
4. Beberapa usaha yang bisa dilakukan untuk menghambat progresivitas
myopia antara lain adalah mengurangi akomodasi dengan cara melepas kaca mata
minusnya saat melakukan aktivitas penglihatan dekat, dan menambah aktivitas yang
menggunakan penglihatan jauh.
PROGNOSIS
Prognosis umumnya bonam.
INDIKATOR MEDIS
Tidak perlu rawat inap.
KEPUSTAKAAN
1. Basic and Clinical Science Course, Optics, Refraction and Contract Lenses, Section
3, American Academy of Ophthalmology, 2009.
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr.
Soetomo Surabaya, 2006
3. Abrams D : Duke Elder’s Practice of Refraction, 9 th ed, Churchill Livingstone,
Edinburgh-London-New York, 1978, pp. 44-51
4. Philips CI : Basic Clinical Ophthalmology, Churchill Livingstone, Edinburgh, 1984,
pp. 40-42
5. Sloane AE : Manual of Refraction, 3 rd ed, Little, Brown and Company, Boston, 1979,
pp. 39-47
6. Vaughn D et all : General Ophthalmology, 15th ed, Appleton & Lange, A Simon &
Schuster Company, 1999, pp. 365-366

HIPERMETROPIA
PENGERTIAN
Kelainan refraksi di mana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat
(tanpa akomodasi) akan dibiaskan membentuk bayangan di belakang retina.
Berdasarkan besar kelainan refraksi, dibagi :
1. Hipermetropia ringan :  + 0.25 s/d  + 3.00
2. Hipermetropia sedang :  + 3.25 s/d  + 6.00
3. Hipermetropia berat :  + 6.25 atau lebih
Berdasarkan kemampuan akomodasi, dibagi :
1. Hipermetropia latent : kelainan hipermetropik yang dapat dikoreksi dengan tonus otot
siliaris secara fisiologis, di mana akomodasi masih aktif.
2. Hipermetropia manifest, dibagi :
- Hipermetropia manifest fakultatif : kelainan hipermetropik yang dapat dikoreksi
dengan akomodasi sekuatnya atau dengan lensa sferis positif.
- Hipermetropia manifest absolute : kelainan hipermetropik yang tidak dapat
dikoreksi dengan akomodasi sekuatnya.
3. Hipermetropia total :
Jumlah dari hipermetropia latent dan manifest.
ANAMNESIS
1. Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih, hipermetropia
pada orang tua di mana amplitude akomodasi menurun.
2. Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang terang
atau penerangan kurang.
3. Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata yang
lama dan membaca dekat.
4. Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama bila melihat
pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka waktu yang lama,
misalnya menonton TV, dll.
5. Mata sensitive terhadap sinar.
6. Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia.
7. Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti konvergensi
yang berlebihan pula.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
Refraksi subyektif
- Metoda “Trial and Error”
Jarak pemeriksaan 6 meter / 5 meter / 20 feet dengan menggunakan kartu Snellen
yang diletakkan setinggi mata penderita.
Mata diperiksa satu persatu.
Ditentukan visus/tajam penglihatan masing-masing mata.
Pada dewasa dan visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif.
Pada anak-anak dan remaja dengan visus 6/6 dan keluhan asthenopia akomodativa
dilakukan tes sikloplegik, kemudian ditentukan koreksinya.
Refraksi obyektif
- Retinoskop
Dengan lensa kerja  + 2.00 pemeriksa mengamati refleksi fundus yang bergerak
searah gerakan retinoskop (with movement), kemudian dikoreksi dengan lensa sferis
positif sampai tercapai netralisasi.
- Autorefraktometer
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Auto Refrakto-Keratometri (ARK)
2. Streak Retinoskopi
TERAPI
1. Kacamata
Koreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang menghasilkan tajam penglihatan
terbaik.
2. Lensa kontak terutama untuk Anisometropia dan Hipermetropia tinggi
3. Rukuk pro Bedah refraksi (LASIK)
EDUKASI
1. Kelainan ini merupakan bawaan dan biasanya akan betambah sesuai dengan
pertambahan usia. Penambahan akan berhenti bila masa pertumbuhan berhenti (usia
18 – 20 tahun).
2. Hipermetropia tidak bisa dikurangi dengan pemberian obat dan vitamin.
3. Pemakaian kacamata hanya untuk alat bantu / koreksi, tidak untuk mengurangi
ukuran hipermetropia.
4. Koreksi optik sebaiknya digunakan agar mata lebih relax baik untuk penglihatan
jauh apalagi untuk penglihatan dekat.
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Basic and Clinical Science Course, Optics, Refraction, and Contact lenses, Section 3,
The Foundation of The American Academy of Ophthalmology, 2009
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr.
Soetomo Surabaya, 2006
3. Abrams D : Duke Elder’s Practice of Refraction, 9 th ed, Churchill Livingstone,
Edinburgh-London-New York, 1978, pp. 37-41
4. Philips CI : Basic Clinical Ophthalmology, Churchill Livingstone, Edinburgh, 1984,
pp. 39-40
5. Sloane AE : Manual of Refraction, 3 rd ed, Little, Brown and Company, Boston, 1979,
pp. 39-47
6. Vaughn D et all : General Ophthalmology, 15th ed, Appleton & Lange, A Simon &
Schuster Company, 1999, p. 366

ASTIGMATISM
PENGERTIAN
Kelainan refraksi di mana pembiasaan pada meridian yang berbeda tidak sama. Dalam
keadaan istirahat (tanpa akomoadasi) sinar sejajar yang masuk ke mata difokuskan pada
lebih dari satu titik.
1. Astigmatism regular
Pada bentuk ini selalu didapatkan dua meridian yang saling tegak lurus. Disebut
Astigmatism with the rule bila meridian vertical mempunyai daya bias terkuatnya.
Bentuk ini lebih sering pada penderita muda. Disebut Astigmatism against the rule
bila meridian horizontal mempunyai daya bias terkuat. Bentuk ini lebih sering pada
penderita yang lebih tua. Kelainan refraksi ini bisa dikoreksi dengan lensa silinder
2. Astigmatism ireguler
Pada bentuk ini didapatkan titik focus yang tidak beraturan. Penyebab tersering
adalah kelainan kornea seperti sikatriks kornea, keratokonus. Bisa juga disebabkan
kelainan lensa seperti katarak imatur. Kelainan refraksi ini tidak bisa dikoreksi
dengan lensa silinder.
ANAMNESIS
1. Penglihatan buram
2. Head tilting
3. Menengok untuk melihat jelas
4. Memicingkan mata
5. Memegang bahan bacaan lebih dekat
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
Refraksi subyektif
- Metoda “Trial and Error”
Jarak pemeriksaan 6 meter / 5 meter / 20 feet dengan menggunakan kartu snellen
yang diletakkan setinggi mata penderita.
Mata diperiksa satu persatu.
Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata.
Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa silinder negative atau positif dengan
aksis diputar 0o sampai 180o. Kadang-kadang perlu dikombinasi dengan lensa sferis
negative atau positif.
Refraksi obyektif
- Retinoskopi : dengan lensa  + 2.00, pemeriksa mengamati refleksi fundus, bila
berlawanan dengan gerakan retinoskop (against movement) dikoreksi dengan lensa
sferis negative, sedangkan bila searah dengan gerakan retinoskop (with movement)
dikoreksi dengan lensa sferis positif. Meridian yang netral lebih dulu adalah
komponen sferisnya. Meridian yang belum netral dikoreksi dengan lensa silinder
positif sampai tercapai netralisasi. Hasil akhirnya dilakukan transposisi.
- Autorefraktometer
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. ARK
2. Streak Retinoskopi
TERAPI
1. Astigmatism regular, diberikan kacamata sesuai kelainan yang didapatkan, yaitu
dikoreksi dengan lensa silinder negative atau positif dengan atau tanpa kombinasi
lensa sferis.
2. Astigmatism ireguler, bila ringan bisa dikoreksi dengan lensa kontak keras.
3. Rujuk Bedah refraksi.
EDUKASI
1. Kelainan ini merupakan bawaan dan biasanya akan betambah sesuai dengan
pertambahan usia. Penambahan akan berhenti bila masa pertumbuhan berhenti (usia
18 – 20 tahun).
2. Astigmatism tidak bisa dikurangi dengan pemberian obat dan vitamin.
3. Pemakaian kacamata hanya untuk alat bantu / koreksi, tidak untuk mengurangi
ukuran astigmatism.
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Basic and Clinical Science Course, Optics, Refraction, and Contact Lenses, Section
3, American Academy of Ophthalmology, 2009
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr.
Soetomo Surabaya, 2006
3. Sloane AE : Manual of Refraction, 3 rd ed, Little, Brown and Company, Boston, 1979,
pp. 49-59
4. Vaughn D et all : General Ophthalmology, 15th ed, Appleton & Lange, A Simon &
Schuster Company, 1999, p. 366-367

PRESBIOPIA
PENGERTIAN
Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya
umur. Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata
karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul
sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih
keras (sclerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung, dengan demikian
kemampuan melihat dekat makin kurang.
ANAMNESIS
Pada awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil.
Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung menegakkan
punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga mencapai titik dekatnya
dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas. Presbiopia mulai timbul pada umur
sekitar 40 tahun.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
1. Penderita terlebih dahulu dikoreksi penglihatannya jauhnya dengan metoda
“trial and error” hingga visus mencapai 6/6
2. Dengan menggunakan koreksi jauhnya kemudian secara binokuler
ditambahkan lensa sferis positif dan diperiksa dengan menggunakan kartu “Jaeger”
pada jarak 0,33 meter
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Auto Refrakto-Keratometri
TERAPI
Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu 40 tahun (umur
rata-rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun diatasnya ditambahkan lagi
sferis + 0.50
Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara :
1. Kacamata baca untuk melihat dekat saja
2. Kacamata bifocal untuk melihat jauh dan dekat
3. Kacamata progressive di mana tidak ada batas bagian lensa untuk melihat
jauh dan melihat dekat
Jika koreksi jauhnya tidak dapat mencapai 6/6 maka penambahan lensa sferis (+) tidak
terikat pada pedoman umur, tetapi boleh diberikan seberapapun sampai dapat membaca
dekat dengan nyaman.
EDUKASI
1. Presbiopia akan selalu bertambah sesuai dengan usia, dengan ukuran
maksimal S+3.00 D (pada usia sekitar 60 tahun)
2. Pemakaian kacamata bifocal memerlukan waktu adaptasi untuk awal
pemakaian.
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Basic and Clinical Science Course, Optics, Refraction, and Contact Lenses,
Section 3, American Academy of Ophthalmology, 2009
2. Abrams D : Duke Elder’s Practice of Refraction, 9 th ed, Churchill
Livingstone, Edinburgh-London-New York, 1978, pp. 65-67
3. Philips CI : Basic Clinical Ophthalmology, Churchill Livingstone,
Edinburgh, 1984, pp. 39
4. Sloane AE : Manual of Refraction, 3rd ed, Little, Brown and Company,
Boston, 1979, pp. 127-137
5. Vaughn D et all : General Ophthalmology, 15 th ed, Appleton & Lange, A
Simon & Schuster Company, 1999, p. 365
6. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr.
Soetomo Surabaya, 2006

LENSA KONTAK
PENGERTIAN
Lensa yang langsung menempel pada kornea. Jenis lensa kontak antara lain:
1. Lensa kontak keras / Polimetil metakrilat
2. Lensa kontak lunak / Hisdroksi etil metakrit
3. Lensa kontak rigit gas permeable, dengan transmisi oksigen yang tinggi
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Pendahuluan dengan Slitlamp biomikroskopi :
- Pemeriksaan segmen anterior bola mata
- Pemeriksaan kualitas dan kuantitas air mata
4. Khusus :
- Base curve (kelengkungan kornea sentral anterior) dengan keratometer
- Power dengan cara refraksi dan over refraksi
- Diameter
- Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TERAPI
EDUKASI
Perawatan dan pemeliharaan lensa kontak, meliputi:
1. Pemakaian dan pelepasan
2. Pencucian dan pembilasan
3. Disinfeksi
Pembersih protein dan pelumas
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Basic and Clinical Science Course, Optics, Refraction, and Contact Lenses, Section 3,
American Academy of Ophthalmology, 2009, pp. 168-197
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr.
Soetomo Surabaya, 2006
3. M. Ruben and M. Guillan : Contact Lens Practice, 1 st ed, Chapman & Hall 2-6
Boundary Row, London, 1994, pp. 497-529

III. STARBISMUS

STARBISMUS
PENGERTIAN
Penyimpangan posisi bola mata yang terjadi oleh karena syarat-syarat penglihatan
binokuler yang normal tidak terpenuhi.
Syarat-syarat penglihatan binokuler normal :
1. Faal masing-masing mata baik
2. Kerjasama dan faal masing-masing otot luar bola mata baik
3. Kemampuan fusi : normal
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN FISIK
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TERAPI
EDUKASI
1. Koreksi kelainan refraksi bila ada
2. Terapi ambliopia
3. Koreksi bedah dilakukan secepat mungkin setelah onset (tidak lama setelah onset)
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN

IV. PENYAKIT MATA LUAR

HORDEOLUM
PENGERTIAN
Suatu peradangan supuratif kelenjar Zeis, kelanjar Moll (hordeolum eksterternum) atau
kelenjar Meibom (hordeolum internum).
ANAMNESIS
- Gejala subyektif dirasakan mengganjal pada kelopak mata rasa yang bertambah kalau
menunduk
- Tampak suatu benjolan pada kelopak mata atas / bawah yang berwarna merah dan
nyeri bila ditekan
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Inspeksi
3. Slitlamp biomikroskop
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
- Visus tidak menurun
- Secara umum gambaran ini sesuai dengan suatu abses kecil, tampak suatu benjolan
pada kelopak mata atas/bawah yang berwarna merah dan sakit bila ditekan di dekat
pangkal bulu mata
DIAGNOSIS BANDING
1. Kalasion
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TERAPI
- Kompres hangat selama 10-15 menit, 3-4 kali sehari
- Antibiotic :
o Topical
o Sistemik
- Analgesic bila disertai nyeri
Bila tidak terjadi resorbsi dengan pengobatan konservatif, atau sudah fase abses,
dianjurkan insisi dan drainage.
EDUKASI
Perbaikan hygiene dapat mencegah terjadinya infeksi kembali
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. American Academy of Ophthalmology, Basic and Clinical Science, Course section 7
External Disease and Corneal, 2009
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr.
Soetomo Surabaya, 2006
3. Miller J.H : Parson’s disease of the eye, 18 th ed, Churchill Livingstone, 1990, pp. 253-
257
4. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 12 th ed, Lange Medical Publication,
Maruzen Asia, 1989, pp. 55-56
5. Wright P : Clinical Ophthalmology, Wright IOP Publishing Limited, Bristol BS16NX,
1987, pp. 107-129
6. Seminar sehari Perdami : Glaukoma, Penyakit Mata Luar, Katarak dan
Fakoemulsifikasi, Surabaya 12 Juli 1997
7. Newell F.W. : Ophthalmology, Principles and Concepts, Fifth Ed, The CV Mosby Co
– St Louis, 1982, p 181

KALAZION
PENGERTIAN
Suatu peradangan lipogranuloma menahun dengan konsistensi tidak lunak dari kelenjar
Meibom.
ANAMNESIS
- Gejala subyektif berupa gejala peradangan ringan.
Apabila kista ini cukup besar dapat menekan bolamata dan dapat menimbulkan
gangguan refraksi berupa astigmatisma
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Inpeksi
3. Slitlamp biomikroskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
- Gangguan obyektif :
Kelopak mata tampak tebal dan edema
Teraba suatu benjolan pada kelopak mata yang konsistensinya agak keras
Pada ujung kelenjar Meibom terdapat massa kuning dari sekresi kelenjar yang tertahan
Bila kalzion yang terinfeksi, dapat terjadi jaringan granulasi yang menonjol keluar
DIAGNOSIS BANDING
- Hordeolum interna
- Abses palpebra
- Meibomianitis
- Kista retensi kelenjar Moll
- Hemangioma palpebra
- Neurofibromatosis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TERAPI
- Kompres hangat
Pembedahan berupa insisi dan kuretase untuk mengeluarkan isi kelenjar.
EDUKASI
Pada kalazion yang berulang-ulang timbul sesudah pembedahan sebaiknya dipikirkan
kemungkinan keganasan sehingga perlu pemeriksaan histopatologi.
PROGNOSIS
Baik.
Bisa terjadi berulang-ulang pada lokasi yang berbeda.
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. American Academy of Ophthalmology, Basic and Clinical Science, Course section 7
External Disease and Corneal, 2009
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr.
Soetomo Surabaya, 2006
3. Fedukowitz, HB : External infections of the eye, 3 rd ed, Appleton Century Croft /
Norwalk, Connecticut, 1985, pp. 21-22
4. Miller J.H : Parson’s disease of the eye, 18 th ed, Churchill Livingstone, 1990, pp. 353-
357
5. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 12 th ed, Lange Medical Publication,
Maruzen Asia, 1989, pp. 55-56
6. Seminar sehari Perdami : Glaukoma, Penyakit Mata Luar, Katarak dan
Fakoemulsifikasi, Surabaya 12 Juli 1997
7. Newell F.W. : Ophthalmology, Principles and Concepts, Fifth Ed, The CV Mosby Co
– St Louis, 1982, p 181

KONJUNGTIVITIS
PENGERTIAN
Suatu keradangan konjungtiva yang disebabkan bacteria, virus, jamur, chlamidia, alergi
atau iritasi dengan bahan-bahan kimia
ANAMNESIS
Keluhan utama berupa rasa ngeres, seperti ada pasir di dalam mata, gatal, panas, kemeng
di sekitar mata, epifora, mata merah dan keluar kotoran (beleken).
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
Slitlamp biomikroskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis konjungtivitis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
laboratorium.
DIAGNOSIS
Pemeriksaan klinis:
- Visus tidak menurun
- Hyperemia konjungtiva : konjungtiva berwarna meraholeh karena pengisian
pembuluh darah konjungtiva yang dalam keadaan normal kosong
Pengisian pembuluh darah konjungtiva terutama di daerah fornix akan semakin
menghilang atau menipis ke arah limbus
- Epifora : keluarnya air mata yang berlebihan
- Pseudotosis : kelopak mata atas seperti akan menutup, oleh karena edema
konjungtiva palpebra dan eksudasi sel-sel radang pada konjungtiva palpebra
- Hipertrofi papiler : suatu reaksi onspesifik konjungtiva di daerah tarsus dan limbus,
berupa tonjolan-tonjolan yang berbentuk polygonal
- Folikel : suatu reaksi nonspesifik konjungtiva biasanya karena infeksi virus, berupa
tonjolan kecil-kecil yang berbentuk bulat
- Khemosis : edema konjungtiva
- Membrane atau pseudomembran : suatu membrane yang berbentuk oleh karena
koagulasi fibrin
- Preaurikular adenopati : pembesaran kelenjar limfe preaurikular

Pemeriksaan laboratorium
- Ditemukannya kuman-kuman atau mikroorganisme dalam sediaan langsung dari
kerokan konjungtiva atau getah mata, juga sel-sel radang polimorfonuklear atau sel-sel
radang mononuclear.
- Pada konjungtivitis karena jamur ditemukan adanya hyfe
- Pada konjungtivitis karena alergi ditemukan sel-sel Eosinofil
DIAGNOSIS BANDING
- Skleritis dan episkleritis
- Keratitis
- Glaukoma akut dan sub akut
Uveitis anterior
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium :
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat
sediaan yang dicat dengan pengecatan Gram atau Giemsa dapat dijumpai sel-sel radang
polimorfonuklear, sel-sel mononuclear, juga bakteri atau jamur penyebab konjungtivitis
dapat diidentifikasi dari pengecatan ini
Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan Giemsa akan
didapatkan sel-sel Eosinofil
TERAPI
Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab. Dua penyebab klasik
konjungtivitis bakteri akut adalah Streptococcus pneumoni dan Haemophyllus
aegypticus.
Pada umumnya konjungtivitis karena bakteri dapat diobati dengan antibiotic
topical
Konjungtivitis karena jamur sangat jarang. Dapat diberi Amphotericin B 0,1%
yang efektif untuk Aspergillus dan Candida. Konjungtivitis karena virus, pengobatan
terutama ditujukan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder dengan antibiotic.
Pengobatan utama adalah suportif. Berikan kompres hangat atau dingin, bersihkan secret
dan dapat memakai air mata buatan. Pemberian kortikosteroid tidak dianjurkan untuk
pemakaian rutin
Konjungtivitis karena alergi diobati dengan antihistamin atau kortikosteroid topical
EDUKASI
1. Kondisi imunitas dan stamina dapat berpengaruh pada lamanya proses penyembuhan
2. Hati-hati untuk penggunaan obat steroid topical. Bila obat steroid topical diperlukan
harus dengan pengawasan yang ketat dari dokter.
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8. California:
American Academy of Ophthalmology 2011; p.149-157.
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo
Surabaya, 2006
3. Miller J.H : Parson’s disease of the eye, 18th ed, Churchill Livingstone, 1990, pp. 127-134
4. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 12th ed, Lange Medical Publication,
Maruzen Asia, 1989, pp. 78-83
5. Wright P : Clinical Ophthalmology, Wright IOP Publishing Limited, Bristol BS16NX,
1987, pp. 107-129
6. Seminar sehari Perdami : Glaukoma, Penyakit Mata Luar, Katarak dan Fakoemulsifikasi,
Surabaya 12 Juli 1997

GONOBLENORE
PENGERTIAN
Konjungtivitis yang hiperakut dengan sekret purulen yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoea.
ANAMNESIS
Penyakit gonoblenore dapat terjadi secara mendadak. Masa inkubasi dapat terjadi
beberapa jam sampai 3 hari. Keluhan utama : mata merah, bengkak, dengan sekret seperti
nanah yang kadang-kadang bercampur darah.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Slitlamp biomikroskopi
3. Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
Pemeriksaan klinis : keradangan konjungtiva yang hiperakut
- Hiperemi konjungtiva
- Getah mata seperti nanah yang banyak sekali
- Kelopak mata bengkak oleh karena edema konjungtiva palpebra dan konjungtiva
bulbi
- Pendarahan dapat terjadi oleh karena edema konjungtiva yang hebat. Hal ini akan
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah konjungtiva, dan timbul pendarahan
Pemeriksaan laboratorium :
Kerokan konjungtiva atau getah mata yang purulen dicat dengan pengecatan
Gram dan diperiksa di bawah mikroskop. Didapatkan kokus Gram negative yang
berpasang-pasangan seperti biji kopi yang tersebar di luar dan di dalam sel, adalah
kuman-kuman Neisseria gonorrhoea.
DIAGNOSIS BANDING
Endoftalmitis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
TERAPI
- Gonoblenore tanpa penyulit pada kornea
Topical :
Salep mata Tetracycline HCl 1% atau Ciprofloxacin 0.3% yang diberikan minimal 6 kali
sehari pada neonatus dan diberikan sedikitnya tiap 2 jam sekali pada penderita dewasa,
dilanjutkan sampai 5 kali sampai terjadinya resolusi
Sebelum diberikan salep/tetes mata, sekret harus diberikan terlebih dahulu
Sistemik :
Pada orang dewasa diberikan Penicillin G 4,8 juta IU intra muscular dalam dosis tunggal
ditambah dengan Probenecid 1 gram peroral, atau Ampicillin dosis tunggal 3,5 gram
peroral
Pada neonatus dan anak-anak injeksi penicillin diberikan dengan dosis 50.000-100.000
IU/kgBB
Bila penderita tidak tahan dengan obat-obatan derivate penicillin bisa diberikan
Thiamphenicol 3,5 gram dosi tunggal atau Tetracycline 1,5 gram dosis initial dilanjutkan
dengan 4 kali 500 mg/hari selama 4 hari

- Gonoblenore dengan penyulit pada kornea


Topikal :
Ciprofloxacin 0,3% dengan cara pemberian sbb :
Hari I : 1-2 tetes, setiap 15 menit selama 6 jam
Selanjutnya diberikan 2 tetes setiap 30 menit
Hari II : 2 tetes tiap 1 jam
Hari III : 2 tetes tiap 4 jam
Obat-obat topical lain yang dapat diberikan ialah : Bacitracin, Vancomycin, Cephaloridin,
Cephazolin, Gentamycin, Tobramycin, Carbenicillin dan Polymyxin B
Sistemik :
Pengobatan sistemik diberikan seperti pada gonoblenore tanpa penyulit (ulkus kornea)
Selain obat-obat spesifik untuk Neisseria Gonorrhea dapat diberikan : sikloplegik
(Scopolamin 0,25%) 2-3 X setiap hari untuk menghilangkan nyeri karena spasme siliar
dan mencegah sinekia
Apabila ada bahaya perforasi yang mengancam (descemetocele) dapat dilakukan operasi
flap konjungtiva “partial conjunctival bridge flap”
EDUKASI
1. Penyakit bersifat hiperakut dan infeksius, memerlukan perawatan intensif dan isolasi.
2. Sumber penularan harus diketahui dan diberikan penjelasan untuk melakukan
pemeriksaan dan pengobatan
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8.
California: American Academy of Ophthalmology, 2011.
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr.
Soetomo Surabaya, 2006
3. Miller J.H : Parson’s disease of the eye, 18 th ed, Churchill Livingstone, 1990, pp. 129-
132, 181
4. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 12 th ed, Lange Medical Publication,
Maruzen Asia, 1989, pp. 77-99
5. WHO : Conjunctivitis of New Born Prevention and Treatment at the Primary Health
Care, 1986, pp. 2-39
6. Smollin G : the Cornea Scientific Foundations and Clinical Practice, Little, Brown
and Co. – Boston / Toronto, 1983, p. 158-166
7. Roussel T.J. : Treatment of Gonococcal Conjunctivitis

TRAKOMA
PENGERTIAN
Keradangan konjungtiva yang akut, subakut atau kronik disebabkan oleh Chlamydia
trachomatis.
ANAMNESIS
Periode inkubasi sekitar 5-14 hari dengan rata-rata sekitar 7 hari. Pada bayi dan anak-
anak perjalanan penyakitnya sangat ringan, akan tetapi pada orang dewasa perjalanan
penyakitnya dapat akut atau subakut, seperti pada konjungtivitis yaitu : mata merah, nyeri
epifora, folokel dan hipertropi papiler.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Slitlamp biomikroskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
Berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratorium
DIAGNOSIS
Pemeriksaan klinis :
Didapatkan folikel-folikel dan hipertropi papiler pada tarsus di bagian atas,
pannus, Herbert’s pits, entropion, trikiasis, atau sikatrik tarsus bagian atas
Gambaran klinis pada trachoma oleh McCallan digambarkan sebagai berikut :
Stadium I : didapatkan folikel yang imatur dan hipertropi papiler pada tarsus di
bagian atas
Stadium IIa : didapatkan folikel yang matur dan hipertropi papiler pada tarsus di
bagian atas
Stadium IIb : hipertropi papiler makin jelas sehingga menutupi folikel
Pada stadium IIa dan IIb disebut sebagai : established trakoma
Pada stadium IIa dan IIb juga didapatkan epithelial keratis,
subepitelial keratis, pannus, herbert’s pits
Stadium III : trachoma aktif dan sikatrik (di samping sikatrik didapatkan juga
folikel dan hipertropi papiler)
Stadium IV : sikatrik tanpa disertai tanda-tanda trachoma aktif

Pemeriksaan laboratorium :
Kerokan konjungtiva dicat dengan Giemsa didapatkan sel-sel polimorfonuklear,
sel plasma, sel leber (makrofag yang besar dan berisi debris), juga didapatkan inclusion
bodi pada sitoplasma sel-sel konjungtiva yang disebut Halberstaedler – Prowasek
Inklusion Bodies.
DIAGNOSIS BANDING
Konjungtivitis vernalis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
TERAPI
Topical :
Trakoma sampai sekarang masih diobati dengan Tetracycline 1%, Erythromycin dan
Sulfonamide 15% berupa tetes mata ataupun salep mata. Pemberian topical selama 3
bulan
Sistemik :
Tetracycline 250 mg sehari 4 kali selama 3-4 minggu
Erythromycine 250 mg sehari 4 kali selama 3-4 minggu
Dosis dapat diperbesar, dengan lama pemberian lebih pendek
Dosis : 2-4 Gram/hari, selama 14 hari
Pengobatan ditunjang dengan kebersihan perorangan dan gizi yang baik
EDUKASI
Menjaga hygiene mata
Penyuluhan kesehatan komunitas
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Miller J.H : Parson’s disease of the eye, 18th ed, Churchill Livingstone, 1990, pp. 135-138
2. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 12th ed, Lange Medical Publication,
Maruzen Asia, 1989, pp. 77-99
3. Wright P : Clinical Ophthalmology, Wright IOP Publishing Limited, Bristol BS16NX,
1987, pp. 117-119
4. Seminar sehari Perdami : Glaukoma, Penyakit Mata Luar, Katarak dan Fakoemulsifikasi,
Surabaya 12 Juli 1997
5. Newell F.W. : Ophthalmology, Principles and Concepts, Fifth Ed, The CV Mosby Co – St
Louis, 1982, p 192
6. Basic and Clinical Science, Course Section 7 External Disease and Cornea, California:
American Academy of Ophthalmology, 2009, p. 53
7. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo
Surabaya, 2006

KONJUNGTIVITIS VERNAL
PENGERTIAN
Keradangan bilateral konjungtiva yang berulang menurut musim dengan gambaran
spesifik hipertropi papiler di daerah tarsus dan limbus.
Menurut lokalisasinya dibedakan tipe palpebral dan tipe limbal. Pada tipe palpebral, pada
beberapa tempat akan mengalami hiperplasi sedangkan di bagian lain mengalami atrofi.
Perubahan mendasar terdapat di substansia propia. Substansia propia terinfiltrasi sel-sel
limfosit, plasma dan eosinofil. Pada stadium lanjut jumlah sel-sel limfosit, plasma dan
eosinofil akan semakin meningkat, sehingga terbentuk tonjolan jaringan di daerah tarsus,
disertai pembentukan pembuluh darah baru. Degenerasi hyaline di stroma terjadi pada
fase dini dan semakin menghebat pada stadium lanjut
Pada tipe limbal juga terjadi perubahan yang serupa sebagaimana yang terjadi
pada tipe palpebral, hanya lokalisasinya saja yang berbeda yaitu pada limbus konjungtiva
ANAMNESIS
- Gatal pada mata merupakan keluhan utama pada hampir semua penderita
konjungtivitis vernal.
- Mata terlihat kotor / tidak bersih / tidak putih (merah kecoklatan)
- Kotoran mata elastis (bila ditarik molor)
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
Berdasarkan atas pemeriksaan klinis dan laboratorium
DIAGNOSIS
Pemeriksaan klinis :
- Anamnesa adanya keluhan gatal, mata merah kecoklatan (kotor)
- Palpebra : didapatkan hipertropi papiler, couble-stone, Giant’s papillae. Dapat
terjadi ptosis bilateral, kadang-kadang yang satu lebih ringan dibandingkan yang lain.
Prosis terjadi karena infiltrasi cairan ke dalam sel-sel konjungtiva palpebra dan infiltrasi
sel-sel limfosit plasma, eosinofil, juga adanya degenerasi hyaline pada stroma
konjungtiva
- Konjungtiva bulbi : warna merah kecoklatan dan kotor, terutama di area fisura
Interpalpebralis
- Limbus : Horner Trantas dots (gambaran seperti renda pada limbus). Merupakan
penumpukan eosinofil dan merupakan hal yang patognomonis pada konjungtivitis vernal
- Kornea : dapat ditemukan pungtat epithelial keratopati, kadang-kadang didapatkan
ulkus kornea yang berbentuk bulat lonjong vertical. Kelainan di kornea ini tidak
membutuhkan pengobatan khusus

Pemeriksaan laboratorium :
- Pada pemeriksaan kerokan konjungtiva atau getah mata didapatkan sel-sel eosinofil
dan eosinofil granul
DIAGNOSIS BANDING
1. Trachoma : didapatkan folikel pada stadium awal yang akhirnya terselubung dengan
hipertropi papiler, sedangkan pada konjungtivitis vernal tidak pernah didapatkan folikel
2. Hey fever konjungtivitis : pembengkakan terjadi karena adanya infiltrasi cairan ke dalam
sel
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
TERAPI
Kortikosteroid local diberikan pada fase akut dengan gejala mata merah kecoklatan
(kotor) dan keluhan sangat gatal. Diberikan setiap 2 jam selama 4 hari, untuk selanjutnya
digantikan obat-obat lain seperti :
1. Sodium cromoglycate 2% : 4-6 x 1 tetes / hari
2. Naphazoline & Pheniramine maleat 4 x 1 tetes / hari

Pada kasus-kasus berat dapat dipertimbangkan pemberian :


1. Kortikosteroid peroral
2. Antihistamin peroral
Yang perlu diperhatikan bagi penderita :
1. Tidak boleh menggunakan obat tetes mata steroid secara terus menerus
2. Setiap pembelian obat harus dengan resep dokter
3. Bahaya pemakaian steroid : infeksi bakteri dan jamur, glaucoma
4. kontrol secara teratur sesuai saran dokter mata
Kompres dingin selama 10 menit beberapa kali sehari dapat mengurangi keluhan-keluhan
penderita
EDUKASI
Usahakan menghindari faktor pencetus.
Hati-hati bila pengobatan menggunakan kortikosteroid topical, harus dengan pengawasan
dokter, karena tidak jarang mengakibatkan glaucoma dan dapat berakhir dengan
kebutaan.
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8. California:
American Academy of Ophthalmology, 2011.
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo
Surabaya, 2006
3. Miller J.H : Parson’s disease of the eye, 18th ed, Churchill Livingstone, 1990, pp. 135-138
4. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 12th ed, Lange Medical Publication,
Maruzen Asia, 1989, pp. 77-99
5. Wright P : Clinical Ophthalmology, Wright IOP Publishing Limited, Bristol BS16NX,
1987, pp. 117-119
6. Clinical Signs Journal : Allergic conjunctivitis, Vol XV No. 3, 1994
7. British Journal of Ophthalmology : Leonardi A, Borghesan F, Avarello A, Plebani M,
Secchi A.G : “Effect of Loxodamide and disodium chromoglycate on tear Eosinophil
cationic protein in Vernal keratoconjunctivitis” ; 81:23-26 ; 1997

PTERIGIUM
PENGERTIAN
Penebalan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga, mirip daging yang menjalar ke
kornea.
ANAMNESIS
Keluhan penderita mata merah dan timbulnya bentukan seperti daging yang menjalar ke
kornea.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
Slitlamp biomikroskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
Gambaran klinis :
pterigium ada 2 macam, yaitu yang tebal dan mengandung banyak pembuluh darah, atau
yang tipis dan tidak mengandung pembuluh darah. Pterigium yang mengalami iritasi
dapat menjadi merah dan menebal yang kadang-kadang dikeluhkan kemeng oleh
penderita.

Patologi :
Pada pemeriksaan hispatologi didapatkan konjungtiva mengalami degenerasi
hyaline dan elastis, sedangkan di kornea terjadi degenerasi hyaline dan elastis pada
membrane Bowman
DIAGNOSIS BANDING
1. Pingeukulum : penebalan terbatas pada konjungtiva bulbi, berbentuk nodul yang
berwarna kekuningan
2. Pseudopterigium : suatu reaksi dari konjungtiva oleh karena ulkus kornea. Pada
pengecekan dengan sonde, sonde dapat masuk di antara konjungtiva dan kornea
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Patologi
TERAPI
Pterigium ringan tidak perlu diobati. Pterigium yang mengalami iritasi, dapat diberikan
anti inflamasi tetes mata golongan steroid, non steroid dan vasokonstriktor tetes mata

Indikasi operasi (ekstirpasi) :


1. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus
2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil
3. Pterigium yang sering memberi keluhan mata merah, berair dan silau karena
astigmatismus
4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita
EDUKASI
Bila tidak menimbulkan keluhan atau gangguan penglihatan tidak harus dilakukan
operasi, karena bersifat rekuren.
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8. California:
American Academy of Ophthalmology, 2011.
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo
Surabaya, 2006
3. Bankes JLK : Clinical Ophthalmology a Text Colour and Atlas ELBS / Churchill
Livingstone Reprint ed. 1986, pp. 42-43
4. Miller J.H : Parson’s disease of the eye, 18th ed, Churchill Livingstone, 1990, pp. 142
5. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 12th ed, Lange Medical Publication,
1989, pp. 98
6. British Journal of Ophthalmology : Mahar P.S.; Nwokora G.E. : Role of Mitomycin C in
Pterygium surgery, 77 : 433-435, 1993
7. British Journal of Ophthalmology : Rachmiel R.; Leiba H; Levartovsky S : Results of
treatment with topical Mitomycin C 0,02% following excision of primary pterygium; 79 :
233-236, 1995
8. Suryo SS; Akbar P.A : Pengobatan pterygium dengan tetes mata Thiotepa pasca bedah
dalam usaha mengurangi tubuh ulang : Kumpulan makalah KONAS Perdami VI
Semarang 4-6 Juli 1988

3. KORNEA

KERATITIS NOMULARIS
= KERATITIS SAWAHICA
= KERATITIS PUNCTATA TROPICA
PENGERTIAN
Keradangan kornea dengan gambaran infiltrate sub epitel berbentuk bulatan seperti mata
uang (coin lesion).
Organisme penyebabnya diduga virus yang masuk ke dalam epitel kornea melalui luka
kecil setelah terjadinya trauma ringan pada mata
Replikasi virus pada sel epitel diikuti penyebaran toksin pada stroma kornea
menimbulkan kekeruhan / infiltrate yang khas berbentuk bulat seperti mata uang
Kelainan ini dapat mengenai semua umur, seringkali mengenai satu mata tapi
beberapa kasus dapat mengenai kedua mata.
ANAMNESIS
Penderita mengeluh perasaan adanya benda asing dan fotofobi. Kekaburan terjadi
apabila infiltrate pada stroma kornea berada pada aksis visual
Kadang penderita melihat sendiri adanya bercak putih pada matanya. Khas pada
penderita ini tidak terdapat riwayat konjungtivitis sebelumnya
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Slitlamp biomikroskopi dengan flouresin
Sensibilitas kornea
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
- Keluhan adanya benda asing, fotofobi, kadang-kadang disertai penglihatan kabur bila
infiltrate berada di tengah aksis visual
- Tidak terdapat hiperemi konjungtiva maupun hiperemi peri-kornea
- Retroiluminasi : tampak bercak putih bulat di bawah epitel kornea baik di daerah
sentral atau perifer. Epitel di atas lesi sering mengalami elevasi dan tampak irregular.
Umur bulatan infiltrate tidak selalu sama dan terdapat kecenderungan bergabung menjadi
satu. Besar infiltrate bervariasi + 0,5 – 1,5 mm
- Tes fluoresin : Menunjukkan hasil negative
- Tes sensibilitas kornea : Baik (tidak menurun)
DIAGNOSIS BANDING
1. E.K.C (Epidemic Kerato Conjunctivitis)
- Didahului konjungtivitis
- Infiltrate lebih tebal dibandingkan infiltrate pada keratitis numuralis
2. Varicella keratitis
- Ada tanda-tanda varicella sebelumnya dan lesi pada kornea timbul setelah lesi di
kulit menghilang
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TERAPI
Kortikosteroid topical (missal: dexamethasone) diberikan 3-4 kali sehari akan
mengurangi keluhan penderita, diberikan sampai 5-7 hari dan pemberian dapat diulang
sampai 4-6 minggu untuk mencegah timbulnya keluhan berulang.
EDUKASI
Penyembuhan lama, perlu kerjasama pasien untuk pengobatan secara teratur.
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8.
California: American Academy of Ophthalmology, 2011.
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr.
Soetomo Surabaya, 2006
3. Grayson Merill : Disease of the cornea, 2 nd ed, CV Mosby Co, St Louis, 1983, pp. 97-
100
4. Smolin Gilbert, Thoft Richard A : The Cornea-Scientific Foundation and Clinical
practice, 1st ed, Edited by Gilbert smolin, 1983, pp. 226-229
Vughan D, Asbury T : General Ophthalmology, Lange Medical Publication 11 th ed 1986,
p. 107

ULKUS KORNEA KARENA BAKTERI


PENGERTIAN
Ulkus kornea yang timbul akibat infeksi kuman-kuman (bakteri).
- Ulkus kornea terjadi setelah adanya kerusakan epitel kornea. Walaupun kerusakan epitel
terjadi dibagian tepi / perifer kornea, tetapi ulkus cenderung bermigrasi ke tengah kornea
- Sering diikuti hipopion yaitu endapan sel-sel radang di dalam kamera anterior
ANAMNESIS
Mendadak mata merah, nyeri, seperti ada benda asing, epifora dan fotofobi, disertai
penglihatan kabur.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Slitlamp biomikroskopi dengan fluoresin
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
- Mendadak mata merah, seperti ada benda asing, merah epifora dan fotofobi.
- Visus : menurun
- Hiperemi perikornea
- Retroiluminasi : Infiltrate pada kornea berupa bercak putih pada epitel sampai stroma,
bisa kecil tapi bisa menutup seluruh kornea, tidak jarang di atas lesi menjadi rapuh
- Tes fluoresin : Hasil positif di tepi ulkus
- Hipopion : berupa cairan kental di dalam bilik mata depan
- Laboratorium :
- Hapusan langsung : untuk mengetahui jenis kuman dengan pengecatan “Gram”.
- Biakan kuman : untuk identifikasi kuman. Untuk keperluan pemeriksaan laboratorium ini
bahan diambil dari tepi ulkus menggunakan kapas steril
DIAGNOSIS BANDING
Ulkus kornea akibat jamur :
- Di sekitar infiltrate induk terdapat infiltrat satelit
- Elemen jamur ditemukan di dalam bilik mata depan (hype)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : scraping ulcus untuk pewarnaan (Gram, KOH, dll) dan kultur sensitivitas
antibiotika.
TERAPI
Antibiotic :
Pemilihan Antibiotik :
- Empiris selama 2 hari, kalau tidak membaik dilakukan scrapping untuk
pewarnaan Gram dan kultur.
- Tergantung hasil pewarnaan dan biakan kuman
Cara pemberian :
- Topical
- Sistemik
Pemilihan rawat jalan / rawat inap :
- Tergantung berat ringan ulkus
Penatalaksanaan ulkus kornea yang dianjurkan ;

Ukuran Ulkus Lokasi pada Kornea Penatalaksanaan


A. 3 mm Tidak pada sumbu mata Rawat Jalan
Antibiotik topical tiap jam
B. 3 mm Pada sumbu mata Rawat tinggal
Antibiotic topical tiap jam
C. 3 mm + hypopyion Disegala tempat Rawat inap
Antibiotic topical tiap jam
Antibiotic sistemik

EDUKASI
1. Pengobatan biasanya memerlukan waktu yang lama.
2. Diperlukan ketekunan dan kepatuhan dalam pengobatan.
3. Tajam penglihatan pada kebanyakan kasus tidak akan pulih kembali, karena adanya
jaringan parut pada kornea.
Pada kasus yang berat dapat terjadi prolaps isi bola dan endoftalmitis yang memerlukan
tindakan pengangkatan bola mata.
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8.
California: American Academy of Ophthalmology, 2011.
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr.
Soetomo Surabaya, 2006Smolin Gilbert, Thoft Richard A : The Cornea – Scientific
Foundation and Clinical Practice, 1st ed, edited by Gilbert Smolin, 1983, pp 156-166
3. Grayson Merill : Disease of The Cornea, 2 nd ed, CV Mosby, St. Louis, 1983, pp. 45-
76
4. Vaughan D. Asbury T : General Ophthalmology, 11th ed, Lange Medical Publication,
California, 1986, pp. 109-112

KERATITIS DENDRITIKA
= KERATITIS HERPES SIMPLEX
PENGERTIAN
Keradangan kornea akibat virus Herpes Simplex
Infeksi primer :
Terjadi akibat kontak langsung dengan penderita herpes simplex, pada bayi baru lahir
akibat kontak langsung dengan jalan lahir ibu yang terkontaminasi virus herpes simplex.
Kontak dapat pula terjadi secara oral, seksual atau melalui media lain seperti: obat-obat
mata, handuk, tangan penderita dll.
Lesi yang timbul pada kornea diakibatkan penetrasi virus ke dalam sel epitel didahului
mikro utama, sehingga virus berkembang melalui siklus replikasi di sepanjang cabang-
cabang saraf oftalmik pada kornea sehingga terbentuk infiltrate berupa kekeruhan
menyerupai pita halus bercabang-cabang (dendrite), sedang toksin yang dihasilkan akan
menembus stroma dan menimbulkan kekeruhan kornea berbentuk cakram (disciformis).
Lesi pada kornea dapat mengalami ulserasi.
ANAMNESIS
Penderita mengeluh fotofobi dan epifora (banyak airmata). Keluhan bersifat ringan akibat
serangan virus pada cabang saraf oftalmik pada kornea sehingga kornea mengalami hipo
sampai anestesi. Kekaburan terjadi apabila lesi berada tepat di tengah aksis visual.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Slitlamp biomikroskopi dengan fluoresin
Sensibiltas kornea
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
- Visus : menurun bila lesi berada di kornea sentral
- Pemeriksaan mata luar :
o Infeksi primer :
 Berupa keratis punctata difusa non spesifik
 Sering disertai :
 Konjungtivitis folikularis akut
 Pembentukan pseudomembran
o Herpes rekuren :
 Lesi kornea khas berbentuk dendrite tetapi bisa berbentuk filament, geografis, disiform
maupun punctata
 Tes fluoresin : (+) pada lesi epitel
Tes sensibilitas : menurun sampai negative
DIAGNOSIS BANDING
- Keratis Herpes Zoster
o Didahului oleh infeksi herpes zoster di organ tubuh lain, misalnya zoster oftalmikus di
dahi dan palpebra herpes zoster fasialis dipipi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TERAPI
Primer
- Acyclovir peroral 5 x 400mg selama 7 – 10 hari
-Acyclovir topical 5 kali sehari
-Artifisial tears
2. Sekunder
- Acyclovir topical 5 kali sehari
- steroid topical 4 kali sehari
- artificial tears
EDUKASI
Penyakit ini sering residif, hindari faktor pencetus
2. Pada kasus yang lanjut perlu dilakukan cangkok kornea untuk memperbaiki tajam
penglihatan.
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8.
California: American Academy of Ophthalmology, 2011.
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr.
Soetomo Surabaya, 2006
3. Smolin G, Thoft Ricard A : The Cornea-Scientific foundation and clinical practice, 1 st
ed, edited by Gilbert Smolin, 1983, pp 178-189
4. Grayson Merill : Disease of The Cornea, 2 nd ed, CV Mosby, St Louis, 1983, pp. 150-
176
5. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 11th ed, Lange Medical Publication,
California, 1986, pp. 112-114

KERATOPATI BULOSA
PENGERTIAN
Kelainan kornea ditandai adanya bula di permukaan kornea akibat edema kornea kronis
Kerusakan endotel kornea menyebabkan cairan akuos humor di bilik mata depan masuk
menembus stroma sampai epitel kornea menyebabkan edema dan bentukan bula di epitel.
ANAMNESIS
Perasaan adanya benda asing sampai nyeri yang sangat dikeluhkan terutama bila
penderita berkedip, disertai epifora dan fotofobi.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Slitlamp biomikroskopi
3. Fluoresin test
Tekanan Intraokuler
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
- Perasaan adanya benda asing sampai nyeri yang sangat bila berkedip, disertai epifora
dan fotofobi.
- Visus menurun akibat edema kornea
- Retroiluminasi : Kornea keruh (edema) disertai bercak-bercak seperti kantung air di
permukaan tampak menonjol berisi air, dapat berupa bula yang besar dan mengalami
fluktuasi bila ditekan pelan-pelan. Di sekitar bula sering didapat infiltrate berwarna putih.
Bula dapat pecah dan menimbulkan erosi kornea yang luas. Sering ditemui adanya lipatan
descemet berbentuk garis-garis putih di bawah stroma
- Tes fluoresin : Menunjukkan hasil positif bila terjadi erosi kornea akibat bula yang
pecah
DIAGNOSIS BANDING
- Keratis Herpes Simplex :
o Didahului mikrotrauma
o Tes sensibilitas : menurun
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TERAPI
- Bahan hiperosmotik : salep NaCl 5% diberikan 3-4 kali/hari
- Obat-obat sikloplegik : Atropin 0,5-1% tetes mata diberikan 1 kali sehari
- Lensa kontak khusus (“bandage lens”)
- Keratoplasti tembus (penetrating keratoplasty)
EDUKASI
Pengobatan hanya untuk mengurangi keluhan (simptomatis) dan faktor penyebabnya.
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr.
Soetomo Surabaya, 2006
2. External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8.
California: American Academy of Ophthalmology, 2011
3. .Phillip C : Basical Clinical Ophthalmology, ELBS 1 st Published, Churchill
Livingstone, 1986, p. 124
4. Leibowtz : Corneal Disoders; Clinical Diagnosis and Management, W.B. Saunders
Co, 1984, pp. 172-180
Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 13th ed, Lange Medical Publication,
California, 1992, p. 121-122

4. KATARAK

KATARAK KONGENITAL
PENGERTIAN
Kekeruhan lensa yang terjadi sejak lahir.
Katarak congenital sering disertai kelainan congenital lainnya sehingga merupakan
sindrom, antara lain :
- Sindrom rubella : disertai kelainan jantung, telinga dan genitor urinary
- Galaktosemi : adanya gangguan metabolisme galaktosa. Sering disertai retardasi
mental, hambatan pertumbuhan, dan gangguan fungsi hati.
- Hipoglikemi : kadar gula darah 20 mg / 100 ml atau kurang yang terjadi berulang-
ulang menyebabkan konvulsi, somnolen, diaforesis dan tidak sadar.
- Sindrom lowe (sindrom okuloserebral renal) : katarak nuclear bilateral dan
mikrofakia bisa disertai retardasi mental, proteinuria, glukosuria dan batu ginjal.
- Distrofi miotonik : suatu penyakit autosomal dominant. Katarak ditandai dengan
bintik-bintik halus tersebar di korteks dan subkapsular. Nucleus jernih. Kelainan sistemik
yang menyertai adalah distrofi otot-otot, gangguan kontraksi dan relaksasi, atropi testis.
ANAMNESIS
Subyektif : Penurunan atau gangguan penglihatan
Obyektif : Tampak warna putih pada pupil akibat kekeruhan lensa (Leukokoria)
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
- Pemeriksaan tajam penglihatan secara objektif untuk mengevaluasi visual respon
- Lampu senter : diamati apakah bayi masih ada reaksi terhadap cahaya, yaitu
mengikuti arah cahaya. Dengan pupil yang telah dilebarkan tampak kekeruhan lensa putih
keabuan.
- Oftalmoskopi : mengevaluasi refleks fundus
- Pemeriksaan USG mata
- Pemeriksaan IgG, IgM Rubela
- Konsul dokter spesialis anak
DIAGNOSIS BANDING
1. Retinoblastoma
2. PHPV
3. Ablatio Retina Kongenital
4. ROP
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG
Laboratorium : serologi IgG dan IgM Rubella
TERAPI
1. Pembedahan : apabila didapatkan katarak unilateral yang padat, sentral dengan diameter
lebih dari 2 mm atau katarak menyerang kedua mata, dianjurkan ekstraksi katarak pada
waktu bayi berusia 6 bulan untuk memungkinkan berkembangnya tajam penglihatan dan
mencegah ambliopia. Apabila operasi ini berhasil baik, operasi mata kedua dapat
dilakukan segera
2. Bila Rubela positif operasi ditunda 1-2 tahun kemudian sehingga resiko penyulit operasi
lebih rendah
3. Tindakan pembedahan berupa disisi lensa diikuti dengan aspirasi irigasi. Dilakukan
kapsulotomi posterior primer dan vitrektomi anterior untuk mencegah kekeruhan pada
kapsul posterior
4. Pemasangan lensa intraokuler dapat dilakukan jika diameter kornea > 10 mm
EDUKASI
Sering terjadi kekeruhan kapsul posterior paska operasi
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 15th ed, Lange Medical Publication,
California, 1995, pp. 30-36
2. Basic and Clinical Science Course : Lens and Cataract, The Foundation of The American
Academy of Ophthalmology, 2001-2002, pp. 30-36
3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo
Surabaya, 2006

KATARAK SENILIS
PENGERTIAN
Setiap kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut.
Menurut tebal tipisnya kekeruhan lensa, katarak senil dibagi menurut 4 stadia :
1. Katarak insipien
Kekeruhan lensa tampak terutama di bagian perifer korteks berupa garis-garis yang
melebar dan makin ke sentral menyerupai ruji sebuah roda
Biasanya pada stadium ini belum menimbulkan gangguan tajam penglihatan yang
bermakna
2. Katarak imatur atau katarak intumesen
Kekeruhan terutama di bagian posterior nucleus dan belum mengenai seluruh lapisan
lensa. Terjadi pencembungan lensa karena lensa menyerap cairan, akan mendorong iris ke
depan yang menyebabkan bilik mata depan menjadi dangkal
Lensa yang menjadi lebih cembung akan meningkatkan daya bias, sehingga terjadi
perubahan refraksi
3. Katarak matur
Kekeruhan sudah mengenai seluruh lensa, warna menjadi putih keabu-abuan
Tajam penglihatan menurun sampai hitung jari atau gerakan tangan atau persepsi cahaya
4. Katarak hipermatur
Apabila stadium matur dibiarkan akan terjadi pencairan korteks dan nucleus tenggelam ke
bawah (KATARAK MORGAGNI), atau lensa akan terus kehilangan cairan dan keriput
(SHRUNKEN CATARACT). Operasi pada stadium ini kurang menguntungkan karena
menimbulkan penyulit.
ANAMNESIS
- Tajam penglihatan menurun; makin tebal kekeruhan lensa, tajam penglihatan makin
mundur
Demikian pula bila kekeruhan terletak di sentral dari lensa penderita merasa lebih kabur
dibandingkan kekeruhan di perifer
- Penderita merasa lebih enak membaca dekat tanpa kacamata seperti biasanya karena
miopisasi
- Kekeruhan di subkapsular posterior menyebabkan penderita mengeluh silau dan
penurunan penglihatan pada keadaan terang
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
- Visus menurun bisa sampai LP (+). Diperiksa proyeksi iluminasi dari segala arah
pada katarak matur untuk mengetahui fungsi retina secara garis besar
- Refleks pupil terhadap cahaya pada katarak masih normal.
- Leukokoria : Tampak pupil berwarna putih pada katarak matur dan kekeruhan pada
lensa terutama bila pupil dilebarkan, berwarna putih keabu-abuan yang harus dibedakan
dengan refleks senil.
- Tes iris shadow (bayangan iris pada lensa) : yang positif pada katarak imatur dan
negative pada katarak matur
- Refleks fundus pada stadium insipien dan imatur tampak kekeruhan kehitam-hitaman
dengan latar belakang jingga sedangkan pada stadium matur hanya didapatkan warna
kehitaman tanpa latar belakang jingga atau refleks fundus negative
DIAGNOSIS BANDING
1. Refleks senil : pada orang tua dengan lampu senter tampak warna pupil keabu-abuan
mirip katarak, tetapi pada pemeriksaan refleks fundus positif
2. Katarak komplikata : katarak terjadi sebagai penyulit dari penyakit mata (missal uveitis
anterior) atau penyakit sistemik (misal Diabetes Mellitus)
3. Katarak karena penyebab lain : misal obat-obatan (kortikosteroid), radiasi, rudapaksa
mata dan lain-lain
4. Kekeruhan badan kaca
5. Ablasi retina
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG
2. Biometri
3. Laboratorium : BSN
TERAPI
1. Pada stadis insipien dan imatur bisa dicoba koreksi dengan lensa kacamata yang
terbaik
2. Pencegahan sampai saat ini belum ada
3. Pembedahan : dilakukan apabila kemunduran tajam penglihatan penderita telah
mengganggu pekerjaan sehari-hari dan tidak dapat dikoreksi dengan kaca mata.
4. Pembedahan berupa ekstraksi katarak yang dapat dikerjakan dengan cara :
a. ECCE
b. ICCE
c. SICS
5. Koreksi afakia (mata tanpa lensa)
a. Implantasi intra okuler : lensa intra okuler ditanam setelah lensa mata diangkat
b. Kaca mata
Kekuatan lensa yang diberikan sekitar + 10 D bila sebelumnya emetrop
c. Lensa kontak : diberikan pada afakia monokuler di mana penderita koperatif, trampil dan
kebersihan terjamin
Kaca mata dan lensa kontak diberikan apabila pemasangan lensa intra okuler tidak dapat
dilakukan atau merupakan kontraindikasi
EDUKASI
1. Aturan perawatan paska operasi harus diikuti, sampai batas waktu yang ditentukan.
2. Diperlukan control rutin paska operasi sampai batas waktu yang diperlukan (1 – 3 bulan)
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 15th ed, Lange Medical Publication,
California, 1995, pp. 160, 164-165
2. Basic And Clinical Science Course : Lens and Cataract, The Foundation of The American
Academy of Ophthalmology, 2001-2002, pp. 40-45, 96-110
3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo
Surabaya, 2006

5. GLAUKOMA

GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP PRIMER AKUT


PENGERTIAN
Kelainan mata yang terjadi karena Tekanan Intra Okuler (TIO) meningkat secara
cepat sebagai hasil dari tertutupnya sudut Bilik Mata Depan (BMD) secara total dan
mendadak akibat blok pupil karena kondisi primer mata dengan segmen anterior yang
kecil.
ANAMNESIS
Keluhanmerah, nyeri periokuler, penglihatan sangat menurun dan melihatwarna pelangi
sekitar sumber cahaya (halo), dapat disertai mual dan muntah.
Keluhan dan gambaran klinis timbul sebagai akibat dari peningkatan TIO yang mendadak
dan sangat tinggi.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus
2. Tonometer (Schiotz / Applanasi / NCT)
3. Biomikroskopi lampu celah
Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
- Keluhan mata merah dan nyeri
- Visus menurun
- Biomicroskopi / Slit Lamp
Segmen anterior didapatkan hyperemia limbal dan konjungtiva, edema kornea, BMD
dangkal dengan flare dan cells, iris bombans tanpa adanya rubeosis iridis, pupil dilatasi
bulat lonjong vertical reflex negative, lensa posisi normal tidak katarak.
- Tonometri : TIO sangat tinggi
- Gonioskopi : sudut BMD tertutup dengan PSA
- Papil Saraf Optik (PSO) hyperemia
DIAGNOSIS BANDING
1. Glaucoma sudut tertutup sekunder karena kelainan lensa :
- Glaucoma fakomorfik (lensa yang membesar)
- Glaucoma ektopia lentis anterior
2. Glaucoma sudut tertutup sekunder karena blok pupil akibat inflamasi intra
okuler
3. Glaucoma sudut tertutup sekunder karena rubeosis iridis (Glaukoma
neovaskuler)
Glaucoma maligna
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Gonioskopi
2. Perimetri
Imaging
TERAPI
A. Segera menurunkan TIO
1. Hiperosmotik : Glycerine 1,5 gr/kgBB 50% larutan dapat dicampur
dengan sari jeruk; bila sangat mual dapat diganti dengan Manitol 1-15 gr/kgBB 20%
larutan intravena (dalam infuse 3-5 cc/menit = 60 – 100 tetes/menit.
Hati-hati pada orang tua, penderita penyakit jantung, ginjal dan hati.
2. Acetazolamide 500 mg oral dilanjutkan 250 mg sehari 4 kali
Hati-hati pada : penderita batu ginjal, obstruksi paru menahun dan gangguan fungsi hati.

B. Menekan reaksi radang


Steroid sistemik topical : Prednisolone 1% atau dexamethasone 0,1% sehari 4 kali

C. Sesudah + 1 jam, periksa TIO dan sudut BMD


a. Pada umumnya TIO sudah mulai turun dan bila sudah < 40 mmHg, beri
Pilocarpine 2% dan setelah ½ jam bila TIO tetap turun dan sudut mulai terbuka beri
Pilocarpine 1% sehari 4 kali, Timolol 0,5% sehari 2 kali, topical Prednisolone 1% atau
dexamethasone 0,1% sehari 4 kali
Pilocarpine tidak perlu diberi secara “intensive”
Bila kondisi mata sudah mulai tenang terutama bila kornea sudah jernih, dilakukan
Bedah Iridektomi Perifer (bedah IP).
Bila TIO tetap tinggi dan sudut tetap tertutup, harus dipikirkan kemungkinan glaucoma
sudut tertutup karena kelainan lensa jangan diberi Pilocarpine akan menambah lensa
bergerak kedepan, blok pupil)
Siapkan pasien untuk dirujuk Argon Laser Peripheral Iridoplasty (ALPI) yang akan
mengkerutkan iris perifer sehingga sudut terbuka, TIO turun, kondisi mata menjadi
tenang (2-3 hari) untuk selanjutnya dilakukan laser PI.

D. Pasca bedah IP
Gonioskopi :
a. Sudut terbuka; Pilocarpine diteruskan sampai tampak jelas lubang IP, Timolol
dan Prednisolone atau Dexamethasone diteruskan sampai kondisi mata tenang (bebas dari
inflamasi)
b. Sudut tetap tertutup; dugaan Glaukoma plateau iris, Glaukoma ektopia lentis
anterior, Glaukoma maligna

E. Untuk Mata jiran (Fellow Eye)


Sementara Pilocarpine 1% sehari 4 kali dan Timolol 0.5% ( 1- 2kali sehari), atau Timolol
0.5% saja, sampai saat terbaik untuk dilakukan Laser PI atau Bedah IP
Pemberian Pilocarpine harus disertai obat anti glaucoma lainnya misal Timolol maleat
0,5% .
EDUKASI
1. Pasien harus menggunakan obat tetes mata sesuai dengan petunjuk dokter, terutama
dalam hal kepatuhan (compliance, adherence) dan jumlah pemberian obat per hari.
2. Pasien harus teratur berobat ke dokter mata untuk melakukan pemeriksaan tekanan intra
okular, penilaian status saraf N II (struktur anatomi saraf mata) dan lapang pandang
fungsi penglihatan).
3. Pemeriksaan teratur juga dikenakan kepada keluarga pasien.
4. Berobat teratur bila terdapat penyakit penyerta sistemik, terutama diabetes melitus.
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Brubaker RF; Cantor LB; Epstein D; Gross RL; Katz LJ; Noecker RJ; Schuman JS;
Simmons ST; Guide to Glaucoma Management, A Continuing Medical Education
Program; Review of Ophthalmology; Sept 2001; 25-28
2. Cantor L; Fechtner RD; Michael AJ; Simmons ST; Wilson AR; Brown SVL, eds.
Basic and Clinical Science Course, Glaucoma, Section 10; 2001-2002; San Francisco;
The Foundation of The American Academy of Ophthalmology; 72-81, 100-108, 130-146,
147-153, 163-166
3. Kanski JJ; Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach; 4 th ed; Oxford;
Butterworth-Heinemann; 1999; 206-217, 229, 243-248
4. Ritch R; Shields MB; Krupin T; eds. The Glaucomas; 2nd ed; 1996; St Louis, Mosby;
821-836, 841-853, 103-104, 1521-1527, 1549-1551, 1707-1708, 1715-1716
5. Sefansson E; Costa VP, Harris A; Wiederholt M; CO-REGULATION, A
Comprehensive Approach for Glaucoma Management, Highlight from a Satelite
Symposium with the 13th Congress of the European Society of Ophthalmology; Istambul,
June 4, 2001; 1-2, 3-4
6. Pedoman Diagnosis Terapi RSU Dr. Soetomo, Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata, Divisi
Glaukoma, RSU Dr. Soetomo, tahun 2006
7. Lowe RF; Lim ASM: Primary Angle closure Glaucoma. PG PUBLISHING.
Singapore.Hong Kong.New Delhi.Auckland.Boston. 1989.
8. Krupin T,M.D.: Manual of Glaucoma. Diagnosis and Management. Churchill
Livingstone. NewYork, Edinbergh, London, Melbourne 1988
GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP PRIMER KRONIS
DENGAN GEJALA
PENGERTIAN
Sudut tertutup akut yang berlangsung lama prolonged appositional closure sehingga
menjadi sinekia anterior perifer (SAP) yang menyebabkan TIO tetap tinggi disertai
kerusakan pada PSO.
ANAMNESIS
Keluhan nyeri periokuler, penglihatan sangat menurun dan melihatwarna pelangi sekitar
sumber cahaya (halo).
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus
2. Tonometer (Schiotz / Applanasi / NCT)
3. Biomikroskopi lampu celah
4. Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
- Riwayat serangan GSTP Akut beberapa waktu yang lalu dan gambaran klinis
utama
- Visus menurun
- segmen anterior didapatkan hyperemia limbal dan konjungtiva, Atrofi iris, Fixed
semidilated pupil, BMD dangkal, glaukomflecken
- TIO tinggi
- Sudut BMD tertutup
- PSO sudah mulai atrofi
DIAGNOSIS BANDING
- Glaucomatocyclitis krisis (syndrome Posner-Schlossman)
- Glaukoma sudut tertutup akut
- Glaukoma neovaskular
- Glaukoma berpigmen
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Gonioskopi
2. Perimetri
3. Imaging
TERAPI
a. Bila SAP tidak luas, langsung Laser PI atau Bedah IP untuk membuka sudut yang
aposisi dan mencegah SAP bertambah luas kemudian dilanjutkan dengan obat-obat.
Bila sudut yang tertutup 75%, pada umumnya TIO masih tetap tinggi (<35 mmHg) yang
menandakan bahwa fungsi TM sudah terganggu akibat SAP sehingga obat-obat tidak
dapat menolong, harus dilanjutkan dengan trabekulektomi bila perlu disertai antimetabolit
EDUKASI
- Menjelaskan kepada penderita dan keluarganya bahwa tujuan terapi dan operasi
yg dilakukan untuk mempertahankan kondisi yang ada saat ini.
- Pentingnya memonitor kondisi pasien karena peningkatan tekanan intra ocular
dapat mengakibatkan gangguang lapangan pandang.
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Boyd BF; Luntz M; Boyd S; eds. Innovations in the Glaucomas, Etiology, Diagnosis
and Management; English edition 2002; Eldorado Panama; Highlights of Ophthalmology
International; 83-87, 269-278, 293-294, 297-300, 301-304, 373-376
2. Brubaker RF; Cantor LB; Epstein D; Gross RL; Katz LJ; Noecker RJ; Schuman JS;
Simmons ST; Guide to Glaucoma Management, A Continuing Medical Education
Program; Review of Ophthalmology; Sept 2001; 25-28
3. Bournias TE; Cohen JS; Gross RL; Schuman JS; Katz LJ; 3 Targets Total Glaucoma
Management; Ocular Surgery News; April 2002; 5,10-11,13
4. Cantor L; Fechtner RD; Michael AJ; Simmons ST; Wilson AR; Brown SVL, eds.
Basic and Clinical Science Course, Glaucoma, Section 10; 2001-2002; San Francisco;
The Foundation of The American Academy of Ophthalmology; 72-81, 100-108, 130-146,
147-153, 163-166
5. Kanski JJ; Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach; 4 th ed; Oxford;
Butterworth-Heinemann; 1999; 206-217, 229, 243-248
6. Ritch R; Shields MB; Krupin T; eds. The Glaucomas; 2nd ed; 1996; St Louis, Mosby;
821-836, 841-853, 103-104, 1521-1527, 1549-1551, 1707-1708, 1715-1716
7. Sefansson E; Costa VP, Harris A; Wiederholt M; CO-REGULATION, A
Comprehensive Approach for Glaucoma Management, Highlight from a Satelite
Symposium with the 13th Congress of the European Society of Ophthalmology; Istambul,
June 4, 2001; 1-2, 3-4
8. Pedoman Diagnosis Terapi RSU Dr. Soetomo, Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata, Divisi
Glaukoma, RSU Dr. Soetomo, tahun 2006
9. Lowe RF; Lim ASM: Primary Angle closure Glaucoma. PG PUBLISHING.
Singapore.Hong Kong.New Delhi.Auckland.Boston. 1989.
10. Krupin T,M.D.: Manual of Glaucoma. Diagnosis and Management. Churchill
Livingstone. NewYork, Edinbergh, London, Melbourne 1988

GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP KARENA EKTOPIA


LENTIS ANTERIOR
PENGERTIAN
Kelainan mata yang terjadi karena TIO meningkat dengan cepat sebagai hasil dari
tertutupnya sudut akibat subluksasi lensa anterior.
ANAMNESIS
Keluhan nyeri periokuler, penglihatan sangat menurun dan melihatwarna pelangi sekitar
sumber cahaya (halo).
PEMERIKSAAN FISIK
- Visus
- Tonometri
- Segmen anterior
- Gonioskopi
- Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
Riwayat trauma atau adanya tanda-tanda dari penyakit sindroma tertentu, BMD dangkal
dan tampak lensa yang subluksasi anterior TIO tinggi, sudut tertutup.
DIAGNOSIS BANDING
- Sindroma Iridokorneal endotelial (ICE)
- Glaukoma sudut tertutup akut
- Glaukoma sudut tertutup sekunder
- Perifer Anterior Sinekia (PAS)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Humphrey
- Pemeriksaan OCT
TERAPI
A. Posisi terlentang (lensa bergerak ke posterior)
Hiperosmotik; vitreous mengkerut sehingga lensa lebih mudah untuk bergerak ke
posterior, blok pupil lepas
Timolol dan Topikal Prednisolone atau Dexamethasone
B. Bila kornea sudah jernih, lakukan Bedah IP
C. Pemberian Pilocarpine membuat pupil kontriksi untuk cegah lensa yang sudah di
posterior tidak kembali subluksasi ke anterior. Bila TIO tetap tinggi dan BMD tetap
dangkal Bedah IP maka ekstraksi lensa harus dilakukan
EDUKASI
Menjelaskan pada penderita dan keluarga tentang keadaan sakitnya, kepatuhan
menggunakan obat dan control teratur untuk mencegah kebutaan.
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Boyd BF; Luntz M; Boyd S; eds. Innovations in the Glaucomas, Etiology, Diagnosis and
Management; English edition 2002; Eldorado Panama; Highlights of Ophthalmology
International; 83-87, 269-278, 293-294, 297-300, 301-304, 373-376
2. Brubaker RF; Cantor LB; Epstein D; Gross RL; Katz LJ; Noecker RJ; Schuman JS;
Simmons ST; Guide to Glaucoma Management, A Continuing Medical Education
Program; Review of Ophthalmology; Sept 2001; 25-28
3. Bournias TE; Cohen JS; Gross RL; Schuman JS; Katz LJ; 3 Targets Total Glaucoma
Management; Ocular Surgery News; April 2002; 5,10-11,13
4. Cantor L; Fechtner RD; Michael AJ; Simmons ST; Wilson AR; Brown SVL, eds. Basic
and Clinical Science Course, Glaucoma, Section 10; 2001-2002; San Francisco; The
Foundation of The American Academy of Ophthalmology; 72-81, 100-108, 130-146, 147-
153, 163-166
5. Kanski JJ; Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach; 4 th ed; Oxford; Butterworth-
Heinemann; 1999; 206-217, 229, 243-248
6. Ritch R; Shields MB; Krupin T; eds. The Glaucomas; 2 nd ed; 1996; St Louis, Mosby; 821-
836, 841-853, 103-104, 1521-1527, 1549-1551, 1707-1708, 1715-1716
7. Sefansson E; Costa VP, Harris A; Wiederholt M; CO-REGULATION, A Comprehensive
Approach for Glaucoma Management, Highlight from a Satelite Symposium with the 13 th
Congress of the European Society of Ophthalmology; Istambul, June 4, 2001; 1-2, 3-4
8. Pedoman Diagnosis Terapi RSU Dr. Soetomo, Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata, Divisi
Glaukoma, RSU Dr. Soetomo, tahun 2005
9. Lowe RF; Lim ASM: Primary Angle closure Glaucoma. PG PUBLISHING.
Singapore.Hong Kong.New Delhi.Auckland.Boston. 1989.
10. Krupin T,M.D.: Manual of Glaucoma. Diagnosis and Management. Churchill
Livingstone. NewYork, Edinbergh, London, Melbourne 1988

GLAUKOMA SUDUT TERBUKA PRIMER


PENGERTIAN
Kelainan mata dengan Neuropati Optik Kronik yang Progresif secara perlahan yang
ditandai dengan atrofi dan gaung papil saraf optic (PSO) yang khas disertai gambaran
hilangnya lapang pandangan yang khas pula dimana TIO tinggi merupakan factor risiko
utama.
ANAMNESIS
Biasanya asimtomatik sampai stadium lanjut. Gejala awal gangguan lapang pandang
sampai tunnel vision, penderita baru berobat dengan keluhan lapang pandang kedua mata
telah sangat terganggu, walaupun fiksasi sentral tetap baik hingga stadium lanjut, dan sisa
penglihatan terahir adalah lapangan pandang temporal (temporal island).
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus : normal atau menurun
2. Tonometri : TIO tinggi atau normal
3. Funduscopi : Gaung papil = cupping = excavatio  Cup Disk Ratio (CDR)
4. Gonioskopi : Sudut terbuka, tanpa PAS
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
1. Visus normal atau menurun
2. TIO >22mmHg pada 60%-70% kasus; 30%-40% kasus TIO <21mmHg
3. Gambaran papil n. optikus
a. Lekukan diskus optikus (cupping)
b. Lekukan pada lapisan neurosensoris (notching)
c. Penipisan rima neurosensoris
d. Splinter hemorrhage (Drance hemorrhage)
e. C/D rasio asimetris lebih dari 0,2 tanpa ada anisometrop
f. Bayonet sign
g. Lapisan neurosensoris superior atau inferior lebih tipis dibandingkan
temporal atau bagian nasal lebih tipis dibandingkan temporal (ISNT)
h. Pembesaran C/D rasio >0,6
4. Gonioskopi Sudut terbuka, tanpa PAS
5. Gambaran hilangnya lapang pandangan yang khas ;nasal step, skotoma
parasentral/arkuata yang meluas dari bintik buta ke nasal. Stadium lanjut temporal island
6. Mata tenang, TIO berfluktuasi, tidak ada edema kornea mikrokistik
DIAGNOSIS BANDING
- Hipertensi Okuli
- Diskus Optikus dengan cupping fisiologis, dimana C/D rasio membesar, simetris,
tidak ada notching, tanpa gangguan lapangan pandang, Tekanan Intraokuler normal
- Glaukoma sudut terbuka sekunder
- Glaukoma karena peninggian tekanan vena episklera ; Sindroma sturge Weber,
fistula carotis-cavernosa, tumor intra ocular
- Glaukoma sudut tertutup sekunder
- Glaukoma sudut tertutup kronis primer
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Lapang Pandangan :
Bila perlu pemeriksaan OCT
TERAPI
Tujuan : mempertahankan fungsi penglihatan dan kualitas hidup
Strategi : - menurunkan TIO
- meningkatkan sirkulasi darah pada PSO
- mencegah meluasnya kematian sel ganglion retina : Neuroprotection

Menurunkan TIO
I. Tentukan Target TIO
1. Perhatikan factor usia, luasnya kerusakan dan tingginya TIO
2. Hasil dari Advanced Glaucoma Intervention Study (AGIS) menunjukkan TIO
< 18 mmHg terutama bila < 14 mmHg tidak menunjukkan progresivitas penyakit
II. Target TIO dapat dicapai melalui :
1. Obat sebagai pilihan pertama
Obat-obat yang dapat digunakan
a. Beta antagonis topical; menghambat produksi akuos
Betaxolol 0,25%-0,5%; timolol 0,25%-0,5% : sehari 2 kali. Carteolol 2% ed 1 x sehari
(pagi);
Kontra indikasi : asma, penyakit obstruksi paru, hipotensi, penyakit jantung dengan
kemungkinan bradikardia
b. Prostaglandin analog : melancarkan pembuangan uvea sclera
Latanoprost 0.005%; travoprost 0.004% = malam 1 kali; tafloprost 0,0015% 1 x malam
Unoproston 0.12% = sehari 2 kali
c. Prostamide : melancarkan pembuangan melalui trabekular dan
melalui uvea sclera bimatoprost 0.03% = malam 1 kali
d. Alfa 2 selected agonist : menghambat produksi akuos dan
melancarkan pembuangan uvea sclera
Brimonidine 0.15%, 0.2% = sehari 2 kali
e. Penghambat Carbonic Anhydrase Topikal : menghambat produksi
akuos dorzolamide 2%; brinzolamide 1% = sehari 2-3 kali
f. Obat-obat kombinasi
Timolol + dorzolamide; timolol + latanoprost
g. Pilocarpine 2% sehari 4 kali
Acetazolamide tablet 250 mg
Kedua obat ini sudah jarang digunakan karena efek samping yang sangat mengganggu
kenyamanan penderita (visus terganggu terutama di malam hari, nyeri sekitar mata,
frekuensi pemakaian >3x untuk Pilocarpine serta rasa mual, lemah, parestesi untuk
Acetazolamide)

2. Rujuk untuk Laser : efektif, non invasive. Tipe laser trabekuloplasti


; Argon Laser Trabeculoplasty (ALT) atau Laser Trabeculoplasty (LTP),; Diode Laser
Trabeculoplasty (DLT), freq. Doubled Nd:YAG (selektive/SLT).
Berdasar hasil Glaucoma Laser Trial (GLT), LTP pada Glaukoma Sudut Terbuka Primer
(GSBP) selama 2 tahun pertama sama efektifnya dengan obat-obatan. Penderita harus
diberi pengertian bahwa LTP dapat menunda perlunya tindakan bedah dan janganlah
menganggap bahwa LTP dapat menyembuhkan glaukoma yang diderita.Sebelum
dilakukan laser tekanan intraokuler (tio) diturunkan dahulu dengan obat obatan.

Kontraindikasi laser pada glaucoma inflammatory atau dengan membrane pada


sudut.Kontraindikasi relative pada angle recess, mata dengan kerusakan yang berat
sehingga tio tidak dapat turun.
Terapi pasca laser topical steroid 4-6xselama 4-14 hari, cek ulang tio.

Meningkatkan sirkulasi darah pada PSO


Obat-obat yang dapat meningkatkan sirkulasi darah pada PSO : penghambat Carbonic
Anhydrase Topikal : dorzolamide
Beta antagonis topical yang selektif : betaxolol

Neuroprotection
Masih tetap percobaan klinis, khususnya Brimonidine dan Memantine

Proses penatalaksanaan
Dalam proses penatalaksanaan untuk mancapai Target TIO maka perlu
memperhatikan factor penting, yaitu :
a. Kualitas hidup : jangan sampai terganggu
b. Kepatuhan : untuk obat, jumlah dan frekuensi pemakaian harus
sekecil mungkin, jadwal pemakaian, dll

3. Bedah filtrasi : Trabekulektomi


Pada kondisi-kondisi tertentu dimana obat-obat sukar dicapai atau sukar
menggunakannya atau kontraindikasi maupun TIO sedemikian tinggi yang dengan obat-
obat kemungkinan besar tidak dapat mencapai target maka Trabekulektomi dapat
merupakan pilihan pertama.
EDUKASI
Memberi pengertian pada penderita dan keluarganya untuk mematuhi penggunaan obat
obatan, rajin control teratur memeriksakan matanya ke dokter mata untuk mencegah
terjadinya kebutaan.
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Cantor L; Fechtner RD; Michael AJ; Simmons ST; Wilson AR; Brown SVL, eds. Basic
and Clinical Science Course, Glaucoma, Section 10; 2001-2002; San Francisco; The
Foundation of The American Academy of Ophthalmology; 72-81, 100-108, 130-146, 147-
153, 163-166
2. Kanski JJ; Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach; 4 th ed; Oxford; Butterworth-
Heinemann; 1999; 206-217, 229, 243-248
3. Ritch R; Shields MB; Krupin T; eds. The Glaucomas; 2 nd ed; 1996; St Louis, Mosby; 821-
836, 841-853, 103-104, 1521-1527, 1549-1551, 1707-1708, 1715-1716
4. Sefansson E; Costa VP, Harris A; Wiederholt M; CO-REGULATION, A Comprehensive
Approach for Glaucoma Management, Highlight from a Satelite Symposium with the 13 th
Congress of the European Society of Ophthalmology; Istambul, June 4, 2001; 1-2, 3-4
5. Pedoman Diagnosis Terapi RSU Dr. Soetomo, Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata, Divisi
Glaukoma, RSU Dr. Soetomo, tahun 2005
6. Lowe RF; Lim ASM: Primary Angle closure Glaucoma. PG PUBLISHING.
Singapore.Hong Kong.New Delhi.Auckland.Boston. 1989.

GLAUKOMA FAKOLITIK
PENGERTIAN
Merupakan glaucoma sekunder sudut terbuka yang timbul akibat keluarnya
protein lensa pada katarak matur dan hipermatur.
ANAMNESIS
Tajam penglihatan menurun bertahap. Mata merah dan nyeri mendadak.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
- Tajam penglihatan menurun sampai hanya dapat memeriksa persepsi cahaya
- TIO meningkat sangat tinggi
- Hiperemi konjungtiva dan siliar
- Edema kornea
- BMD dalam, didapatkan flare, sel, tanpa KP terdapat partikel putih yang melayang
pada kasus yang berat partikel tersebut membentuk “pseudohypopion”
- Lensa didapatkan katarak matur dan hipermatur
- Gonioskopis, sudut terbuka
DIAGNOSIS BANDING
1. Glaukoma fakomorfik
- Katarak imatur atau matur
- Sudut BMD tertutup
2. Glaucoma sudut tertutup akut
- Lensa jernih
- Sudut tertutup
3. Glaucoma neovaskuler
- Neovaskularisasi pada iris
4. Glaucoma sekunder kornea uveitis
- Sinekia posterior total, iris bombans, sudut tertutup
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Gonioskopi
- USG B-scan
TERAPI
1. Obat-obat untuk menurunkan tekanan intra okuler
- Bahan hiperosmotik
- Penghambat karbonik anhidrase
- adrenergic antagonis, topical
Diberikan kortikosteroid topical dan sistemik untuk menekan reaksi radang sebelum
pembedahan
2. Tindakan pembedahan dilakukan segera setelah diagnosis ditegakkan.
Tindakan bedah meliputi Ekstraksi katarak ekstrakapsuler atau dg tehnik Fakoemulsikasi
EDUKASI
Menjelaskan pada penderita dan keluarganya bahwa tujuan terapi yang dilakukan untuk
mempertahankan kondisi saat ini serta mencegah komplikasi lebih lanjut
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Cantor L; Fechtner RD; Michael AJ; Simmons ST; Wilson AR; Brown SVL, eds.
Basic and Clinical Science Course, Glaucoma, Section 10; 2001-2002; San Francisco;
The Foundation of The American Academy of Ophthalmology
2. Hoskins HD, Kass MA : Becker-Shaffers. Diagnosis and Therapy of Glaucomas, The
CV Mosby Company, St. Louis, 1989
3. Kanski JJ; Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach 4 th ed. Butterworth-
Heinemann, 1999, p. 228
4. Ritch R; Shields MB; Krupin T; eds. The Glaucomas; 2nd ed; 1996; St Louis, Mosby;
Year Book Inc., p. 1023-1033
Gumansalangi Els Aswan, Nurwasis, Komaratih E., Pedoman Diagnosis Terapi RSU Dr.
Soetomo, Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata, Divisi Glaukoma, RSU Dr. Soetomo, tahun
2002

GLAUKOMA FAKOMORFIK
PENGERTIAN
Merupakan suatu glaucoma sekunder sudut tertutup yang timbul akibat lensa
yang membesar pada katarak imatur atau matur
ANAMNESIS
Keluhan
- Mata tiba-tiba merah dan nyeri
- Tajam penglihatan mendadak menurun
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
gonioskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
- Mata merah, nyeri dan visus menurun
- Hiperemi limbal (siliar) dan konjungtiva
- Edema kornea
- BMD dangkal
- Pupil midmidriasis reflek menurun, iris bombans (pada blok pupil)
- Lensa katarak imatur/matur
- TIO sangat tinggi
Sudut BMD tertutup
DIAGNOSIS BANDING
1. Glaukoma sudut tertutup primer akut
- Lensa jernih
- Pupil lebar lonjong
2. Glaukoma sudut tertutup sekunder karena uveitis
Keratik presipitat, flare dan sel sinekia postetior total, iris bomban sudut tertutup
3. Glaucoma neovaskuler
- Neovaskularisasi pada iris
4. Glaucoma fakolitik
- Katarak matur/hipermatur
- Sudut terbuka
PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG B Scan
TERAPI
Segera turunkan TIO dengan obat-obat
- Bahan hiperosmotik (glycerin, manitol)
- Karbonik anhidrase inhibitor (acetazolamid)
-  adrenergic antagonis (timolol) tetes mata
Tindakan pembedahan
- Bila katarak matur, tensi sudah turun dengan obat selanjutnya segera ekstraksi
katarak. Apabila tensi tidak turun dapat dilakukan sklerostomi posterior untuk aspirasi
vitreus melalui pars plana, untuk menurunkan TIO kemudian dilakukan ekstraksi katarak
dianjurkan iridektomi perifer.
- Lensa dengan katarak imatur
Tensi turun dengan obat, dilakukan laser iridotomi atau iridektomi melalui kornea
selanjutnya gonioskopi ulang, bila sudut tertutup/terbuka sempit lakukan trabekulektomi
- Tensi tidak turun dengan obat
Dilakukan bedah filtrasi dahulu.Ekstraksi katarak dilakukan pada tahap
berikutnya.Operasi katarak diusahakan dengan insisi kecil melalui kornea untuk
mengurangi kerusakan konjungtiva.
EDUKASI
Menjelaskan pada penderita dan keluarganya tentang kondisi sakitnya, bila penderita
tidak rawat inap, penderita harus dating keesokan harinya untuk memonitor TIO.
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Cantor L; Fechtner RD; Michael AJ; Simmons ST; Wilson AR; Brown SVL, eds.
Basic and Clinical Science Course, Glaucoma, Section 10; 2001-2002; San Francisco;
The Foundation of The American Academy of Ophthalmology, p. 106-109
2. Hoskins HD, Kass MA : Becker-Shaffers. Diagnosis and Therapy of Glaucomas, The
CV Mosby Company, St. Louis, 1989
3. Kanski JJ; Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach 4 th ed. Butterworth-
Heinemann, 1999, p. 229
Ritch R; Shields MB; Krupin T; eds. The Glaucomas; 2 nd ed; 1996; St Louis, Mosby; Year
Book Inc., p. 1033-1055

GLAUKOMA SEKUNDER KARENA UVEITIS ANTERIOR


PENGERTIAN
Merupakan suatu glaucoma sekunder sudut terbuka ataupun tertutup yang disebabkan
radang pada iris pada badan siliar.
Glaucoma sekunder sudut terbuka
Radang iris dapat menimbulkan edema pada lembar-lembar trabekula dan
endotelnya (trabekulitis), ataupun terjadi penumpukan bahan-bahan radang pada saluran
pembuangan sehingga akuos humor tidak dapat dibuang dengan akibat tekanan intra
okuler (TIO) meningkat

Glaucoma sekunder sudut tertutup


Pada stadium lanjut uveitis anterior, radang iris dapat menimbulkan sinekia
posterior total sehingga terjadi blok pupil dan akuos humor terbendung di bilik mata
belakang yang menyebabkan iris perifer menonjol ke depan (iris bombans) sampai ke
trabekula sehingga sudut bilik mata depan tertutup dengan akibat TIO meningkat.
ANAMNESIS
- Mata merah, silau, berair, nyeri
Penglihatan menurun
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
5. Gonioskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
Glaucoma sekunder sudut terbuka
- Mata merah, silau, berair, nyeri
- Visus menurun
- Hiperemi perilimbal
- Pupil miosis, reflek lambat
- TIO tinggi > 21 mmHg
- Sudut bilik mata depan terbuka

Glaucoma sekunder sudut tertutup


- Mata merah, silau, berair, nyeri
- Visus menurun
- Hiperemi perilimbal
- Pupil sinekia posterior total
- Iris bombans
- TIO tinggi > 21 mmHg
Sudut bilik mata depan tertutup
DIAGNOSIS BANDING
1. Glaucoma sudut tertutup primer akut
- Pupil lebar lonjong
2. Glaucoma fakolitik
- Lensa katarak matur / hipermatur
3. Glaucoma fakomorfik
- Lensa katarak imatur / matur
4. Glaucoma neovaskuler
- Neovaskularisasi pada iris
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- USG B scan
TERAPI
I. Terhadap uveitis anterior
1. Tetes siklopegik untuk :
- Melebarkan pupil untuk melepaskan sinekia
- Menghilangkan spasme otot siliar agar nyeri hilang
Atropine 1% - 4%; homatropin 1% - 5%; atau scopolamine 0,25%
2. Obat anti radang untuk menekan reaksi radang
- Topical : dexamethason 0,1% atau prednisolone 1%
- Suntikan subkonjungtiva atau periokuler bila radang sangat hebat
- Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)
- Atau prednisolone succinate 25 mg (1 ml)
- Atau triamcinolone acetonid 4 mg (1 ml)
- Atau methylprednisolone acetate 20 mg
- Sistemik diberikan bila dengan cara di atas belum berhasil mengatasi
reaksi radang.
Prednisolone dimulai dengan 80 mg tiap hari sampai tanda radang berkurang lalu dosis
diturunkan 5 mg tiap hari.
II. Terhadap Glaukoma
- Obat-obat :
Timolol 0,25% - 0,5% 1 tetes tiap 12 jam
Acetazolamide 250 mg tiap 6 jam
- Pembedahan : bila tanda-tanda radang sudah hilang tetapi TIO masih
tinggi
Bila sudah terjadi perlekatan iris dengan trabekula (Peripheral Anterior Synechia = PAS)
maka dilakukan bedah filtrasi
Bila sudut terbuka : bedah filtrasi
EDUKASI
Menjelaskan pada pasien dan keluarganya tentang sakitnya yang memerlukan kerjasama
yang baik antara dokter dan pasien, dimana pasien harus mematuhi cara penggunaan obat
obatan yang diberikan dan kontrol teratur sesuai jadwal yang sudah ditentukan.
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Cantor L; Fechtner RD; Michael AJ; Simmons ST; Wilson AR; Brown SVL, eds.
Basic and Clinical Science Course, Glaucoma, Section 10; 2001-2002; San Francisco;
The Foundation of The American Academy of Ophthalmology, p. 115-116
2. Hoskins HD, Kass MA : Becker-Shaffers. Diagnosis and Therapy of Glaucomas,
The CV Mosby Company, St. Louis, 1989, p. 242-248, 352-353, 524
3. Kanski JJ; Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach 4 th ed. Butterworth-
Heinemann, 1999, p. 224-227
4. Ritch R; Shields MB; Krupin T; eds. The Glaucomas; 2 nd ed; 1996; St Louis,
Mosby; Year Book Inc., p. 1225-1258
5. Boyd BF; Luntz M; Boyd S; eds. Innovations in the Glaucomas, Etiology,
Diagnosis and Management; English edition 2002; Eldorado Panama; Highlights of
Ophthalmology International; p. 367-373

6. UVEA

UVEITIS ANTERIOR AKUT


PENGERTIAN
Radang akut pada jaringan iris, badan silier atau keduanya. Radang akut pada jaringan ini
diawali dengan dilatasi pembuluh darah kecil yang kemudian diikuti eksudasi, sehingga
jaringan iris edema, pucat dan refleks menjadi lambat sampai terhenti sama sekali.
Eksudasi fibrin dan sel radang masuk ke bilik mata depan, maka akuos humor menjadi
keruh dinamakan flare dan sel positif. Bila sel radang menggumpal dan mengendap di
bagian bawah bilik mata depan dinamakan hipopion, dan bila mengendap di endotel
kornea dinamakan keratik presipitat.
ANAMNESIS
Penderita mengeluh :
- Mata terasa ngeres seperti ada pasir.
- Mata merah disertai air mata.
- Nyeri, baik saat ditekan maupun digerakkan
- Blefarospasme
- Penglihatan kabur.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
- Kelopak mata edema disertai ptosis ringan.
- Konjungtiva merah, kadang-kadang disertai kemosis
- Hiperemi perikorneal, yaitu dilatasi pembuluh darah siliar sekitar limbus
- Bilik mata depan keruh (flare), disertai adanya hipopion atau keratik presipitat
- Iris edema dan warna menjadi pucat
- Sinekia posterior, yaitu pelekatan iris dengan lensa
- Pupil menyempit, bentuk tidak teratur, reflek lambat sampai negative
DIAGNOSIS BANDING
1. Konjungtivitis akut
2. Glaucoma akut

Gejala Konjungtivitis Akut Uveitis Akut Glaucoma Akut

Nyeri Negatif Moderate Sangat


Sekret Positif Negatif Negatif
Visus Normal Mundur Sangat Mundur
Hiperemi Konjungtiva Perikornea Perikornea
Kornea Jernih Biasanya Jernih Keruh
Pupil Normal Miosis Midriasis
Refleks Pupil Normal Lambat Negatif
Tekanan intra Okuler Normal Normal Tinggi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG b scan
TERAPI
Tujuan dari pengobatan ialah untuk pengembalian atau memperbaiki fungsi penglihatan
mata
Obat yang diberikan :
- Midriatikum / sikloplegik, missal :
o Sulfas atropine 1% sehari 3 kali tetes atau
o Homatropin 2% sehari 3 kali tetes atau
o Scopolamine 0,2% sehari 3 kali tetes
- Anti inflamasi :
o Topical (tetes mata kortikosteroid)
o Oral
Dewasa :
 Preparat kortikosteroid:
Oral : prednisone 2 tablet sehari 3 kali
Subkonjungtiva : hidrokortison 0,3 cc
 Preparat non kortikosteroid
Anak :
 Prednisone 0,5 mg/kgBB, sehari 3 kali
- Antibiotik (diberikan bila ada indikasi yang jelas):
Dewasa :
o Local berupa teets mata, kadang-kadang dikombinasi dengan preparat steroid.
o Subkonjungtiva, kadang-kadang dikombinasi dengan steroid.
o Pre-oral : Chloramphenicol sehari 3 kali 2 kapsul
Anak :
o Chloramphenicol 25 mg/kgBB, sehari 3-4 kali
EDUKASI
Konsultasi untuk mencari kemungkinan adanya penyakit sistemik
- Penyakit dalam : diabetes mellitus, rheumatic, dll
- Penyakit paru : tuberculosis
- T.H.T. : sinusitis, dll
- Gigi : abses atau karies gigi
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo
Surabaya, 2006
2. Kanski JJ: Uveitis, Butterworth & Co, 1999
3. Spencer WH: Uveal tract, Ophthalmic pathology Vol III, 3 rd ed, Saunders, 1985, pp. 1996-
2034
4. Vaughan D, Asbury T: General Ophthalmology, 15 th ed, Lange Medical Publication, 2001,
pp. 143-145
5. American Academy of Ophthalmology: Intra Ocular Inflamation and Uveitis, section 9,
San Fransisco, 2009, pp. 119-120

ENDOFTALMITIS
PENGERTIAN
Endoftalmitis adalah peradangan dalam bola mata, disertai terjadinya abses pada badan
kaca.
ANAMNESIS
1. Visus menurun
2. Nyeri (pada sebagian besar kasus)
3. Kelopak mata bengkak
Mata merah dan bengkak
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
1. Endoftalmitis tipe ringan (lambat)
- Nyeri ringan
- Visus > 3/60
- Biasanya terjadi hari ke 7-14 post operasi
- Kultur sering positif mengandung Staphylococcus epidermis, bila negative harus
waspada : infeksi lain, bahan beracun atau iritasi
2. Endoftalmitis akut tipe berat (cepat)
- 1-4 hari post operasi
- Visus < 3/60
- Nyeri (keluhan jelas)
- Kuman penyebab : Staphylococcus aureus, gram (-) Serratia, Proteus,
Pseudomonas

3. Endoftalmitis kronis
- Onset dan tanda-tanda sangat bervariasi
- Visus baik
- Nyeri minimal
- Hipopion sangat jarang
- Kuman penyebab yang tersering :
1. 6 minggu post op : P.acnes, radangnya nongranulomatous
2. 3 bulan post op : Candida albicans
3. 3 bulan – 2 tahun post op : P. Acnes dengan tanda-tanda radang
granulomatous, KP dan hipopyon ringan
Dapat juga oleh karena tindakan Nd. Yag laser kapsulotomi
Endoftalmitis endogen
4. Sebabnya oleh karena septicemia : misalnya pada penyakit kronis,
penyakit imuno-supresif dll.
5. Bersifat akut
6. Nyeri
7. Visus menurun
8. Terdapat hipopion
9. Vitritis
Kadang-kadang terjadi bersamaan pada kedua mata
DIAGNOSIS BANDING
Sulit membedakan endoftalmitis oleh karena bakteri, jamur atau oleh karena keradangan
intra-okuler yang lain.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG
2. Tapping/aspirasi badan kaca dan bilik mata depan : Kultur dan Tes sensitivitas
TERAPI
Profilaksis
1. Dilakukan pemberian antibiotic pre-operasi pada palpebra dan konjungtiva pada penderita
dengan resiko tinggi; misalnya blefaritis, gangguan lakrimal, konjungtivitis sikatrikalis,
pemakai prostesis, diabetes mellitus dan penderita dengan imuno-supresif
2. Pemberian povidon-jodium 5%
3. Drapping yang baik
(pemberian irigasi antibiotic dan subkonjungtiva memberikan hasil yang tidak pasti)

Terapi
- Terapi endoftalmitis sangat tergantung pada tipe lambat/cepat, derajat keradangan dan
luasnya keradangan
- Pada kasus dengan visus LP (+): Vitrektomi dan pemberian antibiotic intra vitreal
memberikan hasil yang lebih baik
- Gram (+)
- Vancomycine
- Gram (-)
- Aminoglikosida : Gentamycine, tobramycine, amikacin (ketiga obat ini toksik untuk
retina), sefalosporin
- Fluoroquinolon oral dikenal mempunyai penetrasi yang baik intra-okuler dan
mempunyai potensi yang baik untuk bakteri (kecuali untuk Streptococcus dan bakteri
gram (+) hanya mempunyai potensi terbatas)

Cara pemberian :
1. Topical
2. Sub-konjungtiva : Vancomycine / Cephalosporine
3. Intra-okuler / intravitrus : Vancomycine, Amikacin dan Amphoterisin-B
4. Pada kasus Candida : dengan oral Fluconazol dan topical Flucitocyn
(buku lain mengatakan : intravitreal amikacin / cephalosporin tidak memberikan hasil
yang bermakna)
Dosis :

Nama Generik Sub-konj Intra-venous Intra-vitreous


1. Amikacin 25 mg 6 mg / kgBB tiap 12 jam 0.4 mg
2. Cephazolin 100 mg 1 g / 6-8 jam 2 mg
3. Vancomycine 25 mg 1 g / 12 jam 1 mg
4. Gentamycine 20 mg 70 – 100 mg / 8 jam 0.1 – 0.2 mg
5. Amphoterisin B 1-2 mg (tergantung tipe kasus) 0.005 - 0.010 mg
Sedangkan pemberian steroid masih controversial
EDUKASI
1. Pengobatan biasanya memerlukan waktu yang lama.
2. Diperlukan ketekunan dan kepatuhan dalam pengobatan.
3. Tajam penglihatan pada kebanyakan kasus tidak akan pulih kembali. Karena terjadi
kerusakan struktur didalam bola mata
4. Pada kasus yang berat dapat terjadi prolaps isi bola yang memerlukan tindakan
pengangkatan bola mata.
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Vaughan D, Asbury T. : General Ophthalmology, 14 th ed, Lange Medical Publication,
1995, pp. 69, 183-184
2. American Academy of Ophthalmology : Intra Ocular Inflamation and Uveitis, section 9,
San Francisco, 2001, pp. 208
3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo
Surabaya, 2006

7. RETINA

SENTRAL SERUS KORIO RETINIPATI


PENGERTIAN
Kelainan macula retina di mana ada pengumpulan cairan di bawah retina akibat adanya
lubang kebocoran dari lapisan epitel pigmen.
ANAMNESIS
Penderita mengeluh mata kabur mendadak untuk membaca dan melihat jauh,
terutama jika melihat benda tampak lebih kecil atau lebih besar dari mata yang sehat, dan
penderita akan melihat suatu bayangan gelap berbentuk bulat atau lonjong di tengah
lapang pandangan.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slit lamp Biomikroskopi
4. Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
- Visus menurun, dengan koreksi lensa positif biasanya akan lebih baik
- Tidak ada rasa nyeri pada mata dan mata tenang
- Tekanan bola mata dan segmen anterior dalam batas normal
- Pemeriksaan penglihatan warna : melemah terhadap semua warna
- Pemeriksaan Amsler grid : terdapat kelainan
- Pada pemeriksaan retina dengan oftalmoskop tampak ada penonjolan retina di daerah
macula retina yang berbentuk bulat lonjong dengan batas yang jelas
- Pada pemeriksaan Fundsal Fluorescein Angiography (FFA) tampak adanya
hiperflourescense (pooling) dengan gambaran yang khas (smokes tag)
- Pemeriksaan OCT tampak adanya cairan di sub sensoric layer macula.
DIAGNOSIS BANDING
Penyakit retina yang dapat menyebabkan edema macula misalnya Cystoid Macular
Edema, neovaskularisasi koroidal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. FFA (Fundal Fluorescein Angiography)
2. OCT (Optical Coherent Tomography)
3. Persepsi Warna
4. Pemeriksaan Amsler Grid
TERAPI
Konservatif selama 3-4 bulan (biasanya visus akan membaik dalam waktu 3-4 bulan),
dapat diberikan:
- Acetazolamid
- Nonsteroid Anti inflamasi
- roborantia
2. Foto coagulasi laser didahulukan dengan pertimbangan
- Sudah berlangsung 3-4 bulan tanpa ada kemajuan
- CSCR yang berulang
- Pekerjaan penderita membutuhkan visus yang prima untuk kedua mata
- CSCR pada mata jiran
3. Photodynamic Therapy (PDT) dilakukan pada kebocoran yang dekat dengan fovea
sentral dan tidak memungkinkan dilakukan laser fotokoagulasi
4. Injeksi anti VEGF (Bevacizumab) intravitreal
EDUKASI
Proses pengobatan memerlukan waktu yang lama.
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Carl Regillo. et.al, Basic and Clinical Science Course Retina and Vireous, American
Academy of Ophthalmology, San Fransisco, 2011, pp. 55-59
2. Ryan SJ. et al., Retina, 4th ed,Elsevier Mosby, Philadephia, 2006, pp.
3. Boyd S, et al., Retinal and Vitreoretinal Disease and Surgery, Jaypee, New Delhi,
2010, pp. 309 – 323.
4. Peoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006.

DEGENERASI MAKULA SENIL


PENGERTIAN
Kelainan degenerasi yang progresif dari lapisan pigmen epitel, membrane Bruch lapisan
luar retina dan korio kapiler di daerah macula retina pada usia lanjut.
Etiologi dan patofisiologi penyakit ini belum jelas
Secara teknis ARMD dibagi menjadi :
A. Bentuk Non eksudatif (dry type)
B. Benduk eksudatif (wet type)
1. A.R.M.D. Non Eksudatif
Ditandai dengan beberapa derajat atropi dan degenerasi lapisan luar retina, epitel pigmen
retina, membrane Bruch dan korio kapiler
Pada pemeriksaan fundus okuli tampak drusen yang makin lama dapat bertambah banyak
dan besar saling bergabung
Dalam perkembangan penyakit bisa stabil atau berubah menjadi bentuk eksudatif
2. A.R.M.D Eksudatif
Penyakit ini ditandai dengan adanya cairan serus atau darah di bawah epitel pigmen
Keadaan di atas disebabkan oleh karena kerusakan membran Bruch
Sebelum terjadi perdarahan didahului dengan adanya neovaskularisasi subretinal
ANAMNESIS
Keluhan penderita tergantung stadium dan bentuk AMD, mulai dari kemunduran tajam
penglihatan secara perlahan sampai dengan kebutaan
Juga didapatkan metamorfopsia dan skotoma sentral serta gangguan penglihatan warna
PEMERIKSAAN FISIK
- Visus dan refraksi
- Amsler grid
- Tonometri
- Slitlamp biomikroskop
- Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
- Visus menurun
- Funduskopi didapatkan degerasi macula
- Angiografi fluoresin : terlihat jelas gambaran neovaskularisasi koroid, dan dapat
menentukan tindakan/pengobatan dan prognosis paska pengobatan
ARMD dry/non neovascular, ditandai dengan :
1. Drusen
2. Detachment retina yang geografik dan non geografik hyper pigmentasi makula

ARMD wet/eksudatif/neovaskular, ditandai dengan :


1. Perdarahan sub makula
2. Ablasi retina eksudatif
3. RPE detachment
4. Sikatrik fibrovaskuler disiform
5. Perdarahan Vitreous
DIAGNOSIS BANDING
Korioretinitis dari berbagai penyebab
Polypoidal Chorioretinopathy
Retinal Angiomatous Proliferation
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- FFA
- OCT
TERAPI
Pada tipe dry (non neovaskuler)
Dapat diberikan roborantia berupa vitamin dan antioksidan
b. Pada tipe wet (CNV) dapat dilakukan:
- Fotocoagulasi laser pada CNV di luar fóvea
- PDT pada CNV di daerah fovea sentral
- Injeksi anti VEGF intravitreal pada CNV
c. Penggunaan alat bantú penglihatan (low visión aid)
EDUKASI
Dianjurkan mengikuti gaya hidup sehat:
- Memakai kaca mata pelindung sinar matahari
- Tidak merokok
- Menghindari obesitas
- Regulasi hipertensi dan diabetes mellitus bila ada
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Carl Regillo. et.al, Basic and Clinical Science Course Retina and Vireous, American
Academy of Ophthalmology, San Fransisco, 2011, pp.
2. Ryan SJ. et al., Retina, 4th ed, Elsevier Mosby, Philadephia, 2006, pp.
3. Boyd S, et al., Retinal and Vitreoretinal Disease and Surgery, Jaypee, New Delhi,
2010, pp.
4. Moreno JMR, Johnson TM, Instant Clinical Diagnosis in Ophthalmology: Retina and
Vitreous, Jaypee. New Delhi, 2009, pp.
5. Peoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006.

RETINOPATI DIABETIK
PENGERTIAN
Kelainan retina akibat diabetes mellitus. Dasar kelainan RD adalah terjadinya
mikroangiopati di pembuluh darah kapiler retina, kelainan ini sering disebut dengan
“Intra retinal microangiopathy” (microvascular abnormalities).
ANAMNESIS
Tajam penglihatan bisa normal, menurun atau sampai tidak bisa melihat. Ada riwayat
menderita Diabetes Mellitus, kadang penderita tidak tahu kalau menderita DM.
PEMERIKSAAN FISIK
- Visus dan refraksi
- Tonometri
- Slitlamp Biomikroskop
- Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
- Pemeriksaan fundal fluorescein angiography (FFA) dapat melihat dengan jelas adanya
mikroaneurisma yang berdifusi atau tidak berdifusi, daerah hipoksia atau iskemi adanya
neovaskularisasi di retina di papil maupun di vitreous dan melihat dengan pasti adanya
edema di macula atau di retina, serta Intra Retina Micro Angiopathy (IRMA)
- Pemeriksaan OCT terutama untuk mendeteksi adanya edema macula.

Dibagi dalam beberapa stadium, yaitu :


1. Nonproliferative Diabetic Retinopaty (NPDR) :
a. NPDR ringan : terdapat paling sedikit satu mikroaneurisma. Tidak termasuk B,C,D
b. NPDR sedang : terdapat perdarahan atau mikroaneurisma, atau keduanya. Eksudat lunak,
venous beading, dan IRMA dapat ditemukan dengan derajat yang ringan. Tidak termasuk
C,D
c. NPDR berat : bila terdapat salah satu dari 3 kriteria berikut :
- Terdapat perdarahan dan atau mikroaneurisma pada keempat kuadran
- Venous beading pada dua kuadran atau lebih
- IRMA paling sedikit pada 1 kuadran
d. NPDR sangat berat : bila terdapat 2 kriteria atau lebih dari lesi NPDR berat, tetapi tidak
terdapat neovaskularisasi
2. Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR), retinopati diabetika proliferatif, terdapat :
- Neovaskularisasi pada discus optikus (NVD) atau bagian retina lain (NVE)
- Perdarahan pre retina atau vitreus
- Proliferasi jaringan fibrous
a. PDR awal : terdapat neovaskularisasi, tidak termasuk B
b. “High Risk” PDR (retinopati diabetika poliferatif resiko tinggi) : terdapat salah satu dari
criteria berikut :
- NVD ringan dengan perdarahan vitreus
- NVD sedang sampai berat dengan atau tanpa perdarahan vitreus (NVD ¼
sampai 1/3 luas discus optikus)
- NVE – ½ luas discus optikus dengan perdarahan vitreus
c. PDR lanjut : sudah terdapat proliferasi jaringan fibrous dan ablasi retina traksi,
corpus vitreous bleeding, dan neovacular glaucoma.

3. Clinically significant macular edema (CSME), edema macula yang bermakna secara
klinis, bila terdapat salah satu hal berikut :
- Edema retina yang terletak pada atau di dalam radius 500 µm dari pusat
macula
- Eksudat keras yang terletak pada atau di dalam radius 500 µm dari pusat
macula
- Penebalan retina lebih dari luas discus yang terdalam dalam radius 1 diameter
discus optikus dari pusat macula
DIAGNOSIS BANDING
. Mikroaneurisma dan perdarahan akibat retinopati hipertensi, oklusi vena retina
2. Perdarahan vitreous dan neovaskularisasi akibat kelainan vitreo-retinoa yang lain
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- FFA
- OCT
USG
TERAPI
1 Konsutasi Penyakit Dalam untuk pengendalian kadar gula darah, tekanan darah dan
kolesterol darah untuk semua jenis dan tingkat retinopati DM
2 NPDR ringan sampai sedang tanpa edema macula :
Kontrol gula darah, tekanan darah dan kolesterol darah, pemeriksaan retina sampai 3-6
bulan
3 NPDR berat sampai PDR ringan untuk DM tipe 2 : bisa dilakukan fotokoagulasi laser
PRP.
4 PDR high risk : segera dilakukan laser panretina
5 Bila terdapat edema macula yang bermakna secara klinik : segera dilakukan fotokoagulasi
fokal yang akan mengurangi resiko penurunan penglihatan sedang, injeksi anti VEGF
intra vitreal akan memperbaiki visus pada sebagian besar kasus
6 Neovaskularisasi yang menetap walaupun telah dilakukan fotokoagulasi laser, dapat
diterapi dengan injeksi anti VEGF intra vitreal
7 Tindakan bedah vitrektomi dilakukan bila terdapat perdarahan vitreus massif yang tidak
diserap, dan ablasi retina tarikan yang melibatkan macula
Efek samping dari fotokoagulasi laser adalah berkurangnya lapang pandang perifer,
gangguan adaptasi gelap terang
EDUKASI
1. Regulasi Diabetes Mellitus dan faktor resiko yang lain seperti tekanan
darah dan kolesterol darah sangat penting untuk mencegah progresivitas Diabetik
Retinopati.
2. Kerusakan saraf mata yang sudah terjadi tidak dapat dipulihkan
fungsinya.
3. Tindakan Laser Fotokoagulasi diperlukan untuk mempertahankan sisa
penglihatan yang ada.
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Carl Regillo. et.al, Basic and Clinical Science Course Retina and Vireous, American
Academy of Ophthalmology, San Fransisco, 2011, pp.
2. Ryan SJ. et al., Retina, 4th ed, Elsevier Mosby, Philadephia, 2006, pp.
3. Boyd S, et al., Retinal and Vitreoretinal Disease and Surgery, Jaypee, New Delhi,
2010, pp.
4. Moreno JMR, Johnson TM, Instant Clinical Diagnosis in Ophthalmology: Retina and
Vitreous, Jaypee. New Delhi, 2009, pp.
5. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006.

KELAINAN FUNDUS PADA HIPERTENSI


PENGERTIAN
Suatu gambaran fundus mata yang diakibatkan oleh hipertensi, yang mengenai system
vaskuler retina, kapiler khoroid dan saraf optic
Hipertensi arterial : Minimal diastole 90 mmHg
Minimal systole 140 mmHg
ANAMNESIS
Pada umumnya tanpa keluhan, kecuali bila didapatkan komplikasi pada retina akan
didapatkan keluhan penglihatan menurun dan tidak dapat dikoreksi dengan kacamata.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
Adanya sclerosis vaskuler menunjukkan proses yang sudah lama (kronis), sedangkan
proses akut hanya ditandai dengan angiospasme
Klasifikasi Keith – Wagener masih relevan untuk menentukan prognosis klinis suatu
hipertensi
Semakin lanjut tingkatan sklerotik vaskuler akan meningkatkan resiko terjadinya oklusi
vaskuler di segmen vital seperti otak (CVA) atau di jantung (Ischemic Heart Diasease)

Tidak satupun klasifikasi yang sesuai untuk diterapkan pada fundus penderita hipertensi
secara kronologis
Klasifikasi Leishman (1957) cukup baik untuk menerangkan kronologis terjadinya,
namun kurang praktis, sedangkan menurut Keith-Wagener (1939) masih banyak dipakai
oleh para klinisi karena lebih praktis dalam menilai prognosis hipertensinya
Klasifikasi Keith-Wagener (1939):
Std I : penyempitan arteri dan sclerosis
Std II : Std. I ditambah : copper wire arteriole, AV nicking, dan penyempitan
Arteriole
Std III : Std II ditambah : Eksudat lunak, spasme arteriole, macular star,
perdarahan “flame”, perdarahan “blot”
Std IV : Std III ditambah edema pupil saraf optic

Vaskulopati dan Retinopati


Perubahan yang terjadi pada system vaskuler baru terjadi setelah hipertensi
berlangsung cukup lama, dikatakan 10 sampai 15 tahun dan bersifat menetap
Retinopati terjadi karena dekompensasi system vaskuler, sifatnya reversible

Khoroidopati
Terjadi pada fase akut dengan tekanan arterial yang cukup tinggi, biasanya pada
eklamsi/pre-eklamsi, feokromositoma atau “accelerated hypertension”
Zona nonperfusi yang luas mengenai kapiler khoroid akan menyebabkan eksudasi dan
separasi retina

Neuropati Saraf Optik


Edema papil saraf optic, perdarahan retina superficial sekitar papil saraf optic,
edema macula sekunder, menunjukkan adanya hypertensive – ensefalopati
DIAGNOSIS BANDING
1. Edema papil Std IV dengan proses desak ruang dan optic neuritis. Foto tengkorak, tajam
penglihatan dan lapang pandang dapat membedakannya
2. Eksudat dan perdarahan, dengan diabetic retinopati, jenis eksudatnya berbeda, dengan
FFA jelas dapat dibedakan, jenis vaskulopatinya
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. FFA
2. OCT
TERAPI
- Mengatasi penyebab primer dari hipertensi adalah yang paling tepat
- Informasi funduskopik / oftalmoskopik sangat bermanfaat untuk menentukan tindakan
atau pengobatan yang tepat
- Retinopati hipertensi tidak memerlukan pengobatan khusus di bidang mata, kecuali
komplikasi berupa oklusi vaskuler memerlukan foto angiografi fundus, bila perlu
fotokoagulasi laser
EDUKASI
Kontrol tekanan darah dan faktor sistemik lain (konsultasi penyakit dalam).
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. American Academy of Ophthalmology : Retina and Vitreous, Section 12. Chapter V,
Retinal Vascular Disease, 2009
2. Peoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum
Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
3. Leitman GH : Fundus Examination, Manual for Eye Examination and Diagnosis, Medical
Economic Company, Second Ed, 50-60, 1981
4. Michaelson, Isaac : Hypertensive and arteriosclerotic arteriopaties, Text Book of Fundus
of the Eye, third ed. Churchill Livingstone, 171 – 199, 1980
5. Vaughan D : Hypertensive retinopathy, disease of the retina, General Ophthalmology.
Asian Ed, 1998

OKLUSI ARTERI RETINA


A. OKLUSI ARTERI RETINA SENTRAL
PENGERTIAN
Kelainan retina akibat sumbatan akut Ateri Retina Sentral.
ANAMNESIS
Penurunan tajam penglihatan yang sangat berat, mendadak dan tanpa rasa sakit.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
1. Penurunan visus yang sangat berat, mendadak dan tanpa rasa sakit
2. Refleks pupil : afferent papillary defect
3. Funduskopi:
a. Dalam 1 minggu retina pucat, edema, dengan macula merah (cherry red spot)
b. Dalam 2 minggu arteri-arteri menciut (ghost vessels), edema menghilang, papil atrofi
Bila ada arteri cilioretina maka tajam penglihatan akan lebih baik
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Visual Field (Kampimetri) pada pemeriksaan awal dan setiap 2 minggu sampai gambaran
menetap
2. FFA pada pemriksaan awal dan 2 minggu setelah oklusi
TERAPI
1. Parasentesa bilik mata depan bila kejadian kurang dari 2 jam
2. Massage bola mata tiap 5 atau 10 detik diulangi beberapa kali bila kejadian lebih dari 2
jam dan kurang dari 8 jam
3. Acetazolamid 4 x 250mg, kalium 1 x 1 tablet bila kejadian lebih dari 2 jam dan kurang
dari 24 jam
4. Konsul Penyakit Dalam (hematologi) untuk terapi terhadap kausa / faktor resiko
5. Rujuk pro Fotokoagulasi laser bila timbul neovaskularisasi
6. Pemeriksaan lanjut berkala setiap 2 minggu pada bulan pertama, tiap bulan pada 3 bulan
selanjutnya dan tiap 3 bulan setelah itu.
EDUKASI
Tajam penglihatan jarang sekali dapat pulih.
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN

B. OKLUSI ARTERI RETINA CABANG


PENGERTIAN
Sumbatan akut pada cabang-cabang arteri retina sentral.
ANAMNESIS
Tajam penglihatan tidak terlalu turun, mendadak dan tanpa nyeri.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
1. Tajam penglihatan tidak begitu menurun bila tidak mengenai cabang arteri retina di
daerah macula
2. Retina di daerah oklusi tampak pucat
3. Emboli di daerah oklusi arteri tampak dengan arteri spastic atau menjadi ghost vessels
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Visual Field
2. FFA
3. OCT
TERAPI
1. Konsul Penyakit Dalam (hematologi) untuk terapi terhadap kausa
2. Pemeriksaan lanjut berkala seperti CRAO
EDUKASI
Perlunya regulasi faktor resiko yaitu: hipertensi dan dislipidemia.
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Leitman GH : Fundus Examination, Manual for Eye Examination and Diagnosis, Medical
Economic Company, Second Ed, 50-60, 1981
2. Carl Regillo. et.al, Basic and Clinical Science Course Retina and Vireous, American
Academy of Ophthalmology, San Fransisco, 2011, pp.
3. Ryan SJ. et al., Retina, 4th ed, Elsevier Mosby, Philadephia, 2006, pp.
4. Boyd S, et al., Retinal and Vitreoretinal Disease and Surgery, Jaypee, New Delhi, 2010,
pp.
5. Moreno JMR, Johnson TM, Instant Clinical Diagnosis in Ophthalmology: Retina and
Vitreous, Jaypee. New Delhi, 2009, pp.
6. American Academy of Ophthalmology : Retina and Vitreous, Section 12. Chapter V,
Retinal Vascular Disease, 2009

OKLUSI VENA RETINA


A. OKLUSI VENA RETINA SENTRAL
PENGERTIAN
Penyumbatan akut vena retina sentral.
ANAMNESIS
Tajam penglihatan turun mendadak dan tanpa nyeri.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
1. Tajam penglihatan mendadak menurun
2. Refleks pupil : afferent pupillary defect
3. Funduskopi : papil kadang-kadang batas kabur, vena melebar, perdarahan
diseluruh retina berupa flame shape, dots atau blots.
Tipe non iskemik : perdarahan jarang, vena berkelok-kelok
Tipe iskemik : pada retina ditemukan perdarahan massif, blood and thunder appearance, cotton wool
spots, neovas-kularisasi di papil N II (NVD) atau di retina (NVE), perdarahan vitreous.
Bias disertai Glaucoma Neovaskuler dengan rubeosis
iridis
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Visual Field
2. FFA
3. OCT
TERAPI
1. Konsul Penyakit Dalam (Hematologi) untuk terapi kausa
2. Monitoring funduskopi dan tekanan intraokuler
3. Injeksi anti-VEGF
4. Terapi laser:
Indikasi:
a. Kebocoran pembuluh-pembuluh darah di daerah macula yang menyebabkan edema
macula dan visus menurun
b. CRVO tipe non iskemik dengan visus menurun sampai 6 / 20
c. CRVO tipe iskemik
Teknik:
a. CRVO dengan edema macula : teknik focal
b. CRVO tipe iskemik: panretinal photocoagulation
Vitrektomi dengan / tanpa endolaser pada CRVO tipe iskemik yang disertai perdarahan
vitreous
EDUKASI
1. Tindakan laser dilakukan terutama untuk mencegah terjadinya
komplikasi glaukoma neovaskuler, bukan untuk memperbaiki tajam penglihatan.
2. Perlunya regulasi faktor resiko seperti Hipertensi, Dislipidemia dan
Diabetes Mellitus.
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
B. OKLUSI VENA RETINA CABANG
PENGERTIAN
Penyumbatan akut pada vena retina cabang.
ANAMNESIS
Kabur mendadak tanpa rasa nyeri.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
1. Tajam pengilhatan terganggu bila di daerah macula terkena
2. Lapang pandangan terganggu
3. Funduskopi:
- Perdarahan retina distal dari daerah yang tersumbat
- Crossing phenomen pada daerah penyumbatan
- Hollenhorst plagues pada cabang pembuluh darah tersumbat
- Edema macula bila pembuluh darah ke macula terkena
- Tanda-tanda iskemik : cotton wool spots, NVE, perdarahan vitreous
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Visual Field
2. FFA
3. OCT
TERAPI
1. Konsul Penyakit Dalam (hematologi) untuk terapi kausa / faktor resiko
2. Injeksi anti-VEGF
3. Terapi laser:
a. Bila timbul tanda-tanda iskemik : teknik scatter
b. Bila timbul tanda-tanda edema macula: teknik fokal
4. Vitrektomi dengan / tanpa endolaser pada BRVO yang disertai perdarahan vitreous
EDUKASI
Perlunya regulasi faktor resiko seperti Hipertensi, Dislipidemia dan Diabetes Mellitus.
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Leitman GH : Fundus Examination, Manual for Eye Examination and Diagnosis, Medical
Economic Company, Second Ed, 50-60, 1981
2. Carl Regillo. et.al, Basic and Clinical Science Course Retina and Vireous, American
Academy of Ophthalmology, San Fransisco, 2011, pp.
3. Ryan SJ. et al., Retina, 4th ed, Elsevier Mosby, Philadephia, 2006, pp.
4. Boyd S, et al., Retinal and Vitreoretinal Disease and Surgery, Jaypee, New Delhi, 2010,
pp.
5. Moreno JMR, Johnson TM, Instant Clinical Diagnosis in Ophthalmology: Retina and
Vitreous, Jaypee. New Delhi, 2009, pp.
6. American Academy of Ophthalmology : Retina and Vitreous, Section 12. Chapter V,
Retinal Vascular Disease, 2009

8. NEURO – OFTAMOLOGI

NEURITIS OPTIK TIPIKAL


PENGERTIAN
Peradangan pada nervus optikus yang berhubungan dengan proses demyelinasi primer
pada nervus optikus.
ANAMNESIS
1. Penurunan visus mendadak pada satu atau dua mata
2. Nyeri pada pergerakan bola mata
3. Tidak ada gejala neurologi lainnya
PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan oftalmologi umum (tajam penglihatan)
2. Pemeriksaan dengan lampu celah
Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
1. Penurunan tajam penglihatan yang bervariasi (dari 6/6 sampai Nol)
2. Penurunan presepsi warna dan kontras yang bervariasi
3. RAPD pada mata yang terkena
4. Kelainan lapang pandangan (yang tersering adalah skotoma sentral)
5. Papil Nervus II
a. Dua pertiga pasien akan tampak normal
b. Sepertiga akan menunjukkan gambaran edema papil yang ringan sampai moderat
c. Tidak ada gambaran eksudat keras maupun cotton wol spot
DIAGNOSIS BANDING
- Papil edema
Non AION
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Visual Field
2. Pemeriksaan warna dan sensitivitas kontras
3. Pemeriksaan MRI pada kasus yang berulang
TERAPI
Pemberian Kortikosteroid setelah sebelumnya dilakukan konsultasi dengan spesialis
penyakit dalam atau Spesialis anak sesuai dengan usia pasien untuk kontraindikasi
pemberian. Pemberian kortisteroid dengan cara Intravena, pasien dirawat inap.
Kortikosteroid yang dapat diberikan adalah Metylprednisolon 1 g intravena dalam dosis
terbagi (@250) selama 3 hari berturut-turut atau dexamethason 40 mg iv selama 5 hari
berturut-turut diteruskan dengan pemberian metylprednisolon 0,8 mg/kgbb atau
prednison 1 mg/kgbb dalam dosis tunggal setelah pasien rawat jalan. Pengobatan dengan
steroid mulai di tapering off setelah tajam penglihatan pasien menetap selama 2 minggu.
EDUKASI
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita
2. Menjelaskan mengenai pengobatan steroid yang diberikan dan efek samping yang
mungkin timbul.
PROGNOSIS
Tergantung onset dan kerusakan serta ada/ tidaknya penyakit lain yang menyertai.
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology. Neuroopthalmology, 2008.
2. Anthony pane, Michael Burdon, Neil R Miller, The Neurophthalmology, Survival Guide,
2007.
3. Neil R Miller, Nancy J Newman; clinical Neuroophthalmology Walsh-Hoyt, 6 th ed/2005.
4. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum
Dokter Soetomo Surabaya, 2006.

NON ARTERITIK ISKEMIK OPTIK NEUROPATI


PENGERTIAN
Penurunan virus mendadak pada satu mata pada asi usia > 40 tahun yang
disebabkan oleh penurunan pada nervus optikus.
ANAMNESIS
1. Penurunan visus mendadak pada satu atau dua mata
2. Nyeri pada pergerakan bola mata
3. Tidak ada gejala neurologi lainnya
PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan oftalmologi umum (tajam penglihatan)
2. Pemeriksaan dengan lampu celah
Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
1. Penurunan Tajam penglihatan mendadak pada satu mata tanpa disertai rasa nyeri pada
pergerakan
2. Riwayat Hipertensi, hiperkolesterolemi, diabetes atau hiperkoagulas (dapat ditemui
maupun tidak)
3. RAPD pada mata yang terkena
4. Edema papil yang seringkali segmental dan disertai perdarahan peripapil
5. Gangguan Lapang Pandangan (arkuata atau altitudinal)
6. Tidak ditemukan adanya gejala polymyalgia atau Giant cell arteritik
DIAGNOSIS BANDING
Neuritis Optika Atypical
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Visual Field
2. Pemeriksaan warna dan sensitivitas kontras
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kolesterol
b. Gula darah
c. Hemostasis
4. Pemeriksaan MRI pada kasus yang berulang
TERAPI
Tata laksana pada penyakit yang mendasari.
EDUKASI
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita
2. Menjelaskan mengenai pengobatan yang diberikan
PROGNOSIS
Tergantung onset dan kerusakan serta ada/ tidaknya penyakit lain yang menyertai
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology. Neuroopthalmology, 2008.
2. Anthony pane, Michael Burdon, Neil R Miller, The Neurophthalmology, Survival Guide,
2007.
3. Neil R Miller, Nancy J Newman; clinical Neuroophthalmology Walsh-Hoyt, 6 th ed/2005.

TRAUMATIK OPTIK NEUROPATI


PENGERTIAN
Optik neuropati yang disebabkan trauma pada kepala atau mata.
ANAMNESIS
Penurunan visus mendadak pasca trauma langsung maupun tidak langsung.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan oftalmologi umum (tajam penglihatan)
2. Pemeriksaan dengan lampu celah
Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
1. Buram mendadak setelah riwayat trauma kepala ataupun mata
2. Umumnya unilateral
3. Terdapat penurunan tajam penglihatan dapat disertai adanya diplopia maupun tidak
4. RAPD pada mata yang terkena
5. Papil nervus optik umumnya normal pada keadaan awal kemudian memucat setelah 4
minggu
6. Dapat ditemukan adanya gangguan pergerakan
7. Terdapat gangguan lapang pandangan
DIAGNOSIS BANDING
Neuritis Optika Atypical
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Visual Field
2. Pemeriksaan CT Scan/MRI orbita
TERAPI
1. Beberapa pasien mengalami perbaikan dengan sendirinya
2. Tata laksana meliputi observasi, pemberian kortikosteroid, ataupun operasi bila
memungkinkan. Kortikosteroid diberikan dengan cara pemberian metylprednisolon iv
1g/hari selama 3 hari dibagi menjadi 4 (@ 250 mg). Jenis operasi yang umum dilakukan
adalah orbital decompression atau orbital canal decompression.
EDUKASI
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita
2. Menjelaskan mengenai pengobatan steroid yang diberikan dan efek samping yang
mungkin timbul.
PROGNOSIS
Tergantung onset dan kerusakan serta ada/ tidaknya penyakit lain yang menyertai.
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology. Neuroopthalmology, 2008.
2. Anthony pane, Michael Burdon, Neil R Miller, The Neurophthalmology, Survival Guide,
2007.
3. Neil R Miller, Nancy J Newman; clinical Neuroophthalmology Walsh-Hoyt, 6 th ed/2005.

PAPIL EDEMA
PENGERTIAN
Edema pada kedua nervus optik yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intracranial
oleh karena terdapatnya SOP atau hidrosefalus yang dapat dibuktikan pada pemeriksaan
neuroimaging.
ANAMNESIS
Tajam penglihatan dapat normal, maupun menurun, dengan dapat disertai dengan gejala
nerurologis seperti nyeri kepala hebat, tinnitus pulsatile, non spesifik paaraestesia dan
gejala lain yang berhubungan dengan penyebabnya.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan oftalmologi umum (tajam penglihatan)
2. Pemeriksaan dengan lampu celah
3. Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
1. Dapat ditemukan gejala nerurologis seperti nyeri kepala hebat, tinnitus pulsatile, non
spesifik paaraestesia dan gejala lain yang berhubungan dengan penyebabnya.
2. Terdapat keluhan Transient Visual Obscuration
3. Fotopsia
4. Terkadang dapat ditemukan adanya dipolopia yang disebabkan oleh parese n III, IV atau
VI karena peningkatan tekanan intrakranial.
5. Tajam penglihatan dapat normal atau menurun
6. Persepsi warna dapat normal atau menurun
Gangguan lapang pandangan
DIAGNOSIS BANDING
Neuritis Optika
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Visual Field
TERAPI
Tata laksana ditujukan pada penyebabnya.
EDUKASI
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita
Menjelaskan mengenai pengobatan yang diberikan
PROGNOSIS
Tergantung onset dan kerusakan serta ada/ tidaknya penyakit lain yang menyertai.
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology. Neuroopthalmology, 2008.
2. Anthony pane, Michael Burdon, Neil R Miller, The Neurophthalmology, Survival Guide,
2007.
3. Neil R Miller, Nancy J Newman; clinical Neuroophthalmology Walsh-Hoyt, 6 th ed/2005.
4. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum
Dokter Soetomo Surabaya, 2006.

PAPIL ATROFI
PENGERTIAN
Papil atrofi adalah degenerasi saraf optic yang tampak sebagai papil saraf optic yang
berwarna lebih pucat dari pada normal.
1. Papil atrofi primer :
- Terjadi sebagai akibat proses degenerasi di retina atau proses retrobulber
- Klinis tampak papil berbatas jelas, ekskavasio yang lebar, tampak lamina kribrosa
pada dasar ekskavasio
2. Papil atrofi sekunder
- Terjadi sebagai akibat peradangan akut saraf optic yang berakhir dengan proses
degenerasi
- Tampak tepi papil agak kabur, warna pucat sedangkan lamina kribrosa tidak
tampak
ANAMNESIS
Tajam penglihatan menurun perlahan-lahan sampai buta
Bila disebabkan oleh proses intracranial bisa disertai keluhan sering pusing/sakit kepala
yang berlangsung lama.
PEMERIKSAAN FISIK
- Visus
- Tonometri
- Slitlamp Biomikroskop
- Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
- Kemunduran tajam penglihatan perlahan-lahan, bisa sampai 0
- Gangguan lapang pandangan : berupa pelebaran dari bintik buta
- Kelainan fundus okuli :
o Papil N II pucat, batas tegas.
o Pembuluh darah retina mengecil atau menghilang
DIAGNOSIS BANDING
Anterior Iskhemik Optik Neuropati (AION)
Papil glaukomatosa
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Visual Field
- CT-Scan Kepala dan orbita
TERAPI
- Diusahakan mencari penyebabnya
- Evaluasi pada mata jiran
EDUKASI
Visus yang menurun karena papil atrofi tidak dapat diperbaiki.
PROGNOSIS
Dubius ad bonam
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Basic And Clinical Science Course : Neuro Ophthalmology, American Academy of
Ophthalmology, 1999-2000
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
3. Collum, Chang : The Wills Eye Manual, Office and Emergency Rooms. Diagnosis
and Treatment of eye desease 2nd ed., 1994, p. 241-291
4. Miller Stephen J.H. : Parson’s Desease of the Eye, 7 th ed. Longman Group Ltd., New
York, 1984, pp. 225-226, 349
5. Neuro Ophthalmology Diagnosis and Management, Grant T. Liu, MD. : Nicholas C.
Volpe, MD : Stephen L. Galetta, MD, W.B. Sounders Company, 2001
6. Pavan Langston D. : Manual of Diagnosis and Therapy, 1 st ed., Little Brown and Co,
Boston, 1980, pp. 318-330
7. Phillips CI. : Basic Clinical Ophthalmology, 1st ed., Churchill Livingstone, Medical
Devision of Longman Group UK, ELBS, ed., 1986, p. 142
8. Vaughan D : General Ophthalmology, 15th ed, Lange Medical Publication, California,
1999, pp. 249-287

9. RUDAPAKSA DAN REKONSTRUKSI MATA

BENDA ASING DI KORNEA


PENGERTIAN
Adanya benda asing (gram/serbuk besi, kaca, serangga kecil, dll) di kornea akibat trauma
okuli.
ANAMNESIS
Penderita mengeluh adanya benda asing yang masuk ke mata, nyeri, mata berair dan
silau.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Slitlamp biomikroskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
 Visus menurun atau normal
 Adanya benda asing di kornea mata
 Tes fluoresin (+)
DIAGNOSIS BANDING
Benda asing di konjungtiva palpebra superior
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Fluoresin test
TERAPI
Benda asing di permukaan kornea harus diambil
 Berikan anestesi local / topical tetes mata
 Pengeluaran benda asing dengan :
o Memakai slit lamp biomikroskop/loupe
o Ujung jarum suntik steril (disposable hypodermic needle) no. 25 gauge atau foreign body
spud
 Sikloplegik tetes mata (short acting) untuk mencegah spasme iris, iridosiklitis, traumatic
iritis, (bila perlu)
 Salep mata antibiotic diberikan 3 kali sehari
 Bebat mata selama 2 hari
Evaluasi ulang / control 2 hari setelah pengambilan benda asing
EDUKASI
PROGNOSIS
Baik
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Danny M, (ed), 2001-2002, Basic and Clinical Sciences Course, External Disease and
Cornea, sect. 7, American Academy of Ophthalmology, p. 369-371
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
3. Paton & Goldberg, 1985, Management of ocular injuries, 2 nd ed., WB Saunders Co.
USA, p. 61-65, 127-133
4. Roper Hall MJ., 1987, Eye Emergencies, Churchill Livingstone New York, p. 74
5. Rhee, JD, Pyfer MF. (ed), 1999, Office and Emergency Room, Diagnosis and
Treatment of Eye Disease, The Wills Eye manual, 3 rd ed., Lippincott Williams & Wilkins,
p. 24-26
6. Vaughan D, General Ophthalmology, 1999, 15th ed, Lange Medical Publication,
Maruzen Asia, p. 348-349

HIFEMA PADA RUDAPAKSA TUMPUL


PENGERTIAN
Pendarahan dalam Bilik Mata Depan (BMD) yang berasal dari pecahnya pembuluh darah
pada iris atau badan silier akibat rudapaksa tumpul.
Rudapaksa tumpul dengan kecepatan tinggi pada bola mata akan menimbulkan tekanan
yang sangat tinggi di dalam bola mata dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah
arteri di iris, badan silier dan pembuluh darah arteri dan vena di khoroid di mana
pendarahannya masuk ke dalam BMD terjadilah hifema.
ANAMNESIS
Penglihatan kabur setelah mata penderita terkena benda tumpul.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
 Tajam penglihatan menurun
 Tekanan intraokuli (TIO) normal / meningkat / menurun
 Bentuk pupil normal / midriasis / lonjong (oftalmoplegi interna)
 Pelebaran pembuluh darah perikornea
 Hifema (+)
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Fluoresin test
2. USG
TERAPI
Konservatif :
 Tirah baring sempurna dengan posisi kepala lebih tinggi dari badan
 Istirahatkan mata dengan bebat mata
 Bila perlu pada anak-anak dapat diberikan/ditambahkan obat penenang
 Antibiotika tetes mata bila ada tanda-tanda infeksi atau kortikosteroid tetes mata bila ada
inflamasi
 Antifibrinolitik oral/inj. Dapat diberikan, untuk mencegah pendarahan ulang

Operatip :
Tindakan parasintesa atau pengeluaran darah dari bilik mata depan (BMD) dikerjakan
bila :
 Ada tanda-tanda kenaikan tekanan intra okuler atau glaucoma sekunder
 Hifema yang tetap dan tidak berkurang lebih dari 5 hari
Hemosiderosis pada endotel kornea
EDUKASI
Pada penderita dengan riwayat trauma mata, dapat disertai timbulnya katarak lebih awal
dari seharusnya.
PROGNOSIS
Bila tidak disertai penyulit prognosis baik.
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Danny M, ed, 2001-2002, Basic and Clinical Sciences Course, External Disease and
Cornea, sect. 7, American Academy of Ophthalmology, p. 364-368
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum
Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
3. Paton & Goldberg, 1985, Management of Ocular Injuries, 2 nd ed., WB Saunders Co.
USA, p. 188-198
4. Roper Hall MJ., 1987, Eye Emergencies, Churchill Livingstone New York, p. 88-90
5. Rhee, JD, Pyfer MF., (ed), 1999, Office and Emergency Room, Diagnosis and Treatment
of Eye Disease, The Wills Eye Manual, 3rd ed., Lippincott Williams & Wilkins, p. 32-37
Vaughan D, General Ophthalmology, 1999, 15th ed., Lange Medical Publication, Maruzen
Asia, p. 351

RUDAPAKSA MATA KARENA BAHAN KIMIA


PENGERTIAN
Rudapaksa mata yang disebabkan oleh bahan kimia basa atau asam

Contoh bahan kimia bersifat asam :


asam sulfat, air accu, asam sulfite, asam klorida, zat pemutih, asam asetat
Contoh bahan kimia bersifat basa :
amoniak, Freon/bahan pendingin lemari es, sabun, shampoo, kapur gamping, semen,
tiner, lem, kaustik soda
Bakan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan presipitasi
dengan jaringan protein di sekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan terhadap
bahan asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir.
Bahan asam yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi
koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel kornea terkelupas. Bahan asam tidak
menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di kornea, sedangkan apabila mata terkena
bahan kimia basa maka bahan basa tersebut akan bergabung dengan asam lemak dalam
sel membrane sehingga terjadi proses saponifikasi/penyabunan yang mengakibatkan
kerusakan sel, diikuti koagulasi dan pelunakan jaringan. Pada kornea mata bahan basa
tersebut dapat penetrasi ke dalam stroma kornea sehingga secara cepat merusak jaringan
kolagen dan proteoglikan. Pada bahan basa kuat penetrasinya sampai ke BMD hingga
terjadi inflamasi serta dapat menyebabkan kerusakan jaringan di konjungtiva, sclera
berupa iskemia, koagulasi dan nekrosis, karena pelunakan jaringan penetrasi bisa sampai
ke koroid dan retina.
ANAMNESIS
Penderita mengeluh adanya bahan kimia asam atau basa yang mengenai mata disertai rasa
nyeri sampai tidak bisa membuka mata, berair, kabur dan silau.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
- Tajam penglihatan menurun
- Kelopak mata bengkak, kadang-kadang ada luka baker
- Konjungtiva hyperemia, kemosis, karena bahan kimia basa bisa terjadi iskemia dan
nekrosis konjungtiva dan sclera, tergantung berat ringannya keadaan
- Kornea edema, tes fluoresin (+)/erosi, sampai kekeruhan kornea yang hebat

Klasifikasi tingkat keparahan akibat rudapaksa kimia berdasarkan M.J. Roper-Hall

Grade Kornea Konjungtiva Prognosis


I Erosi kornea Iskemia (-) Baik
II Keruh, detail iris jelas Iskemia < 1/2 limbus Baik
Kerusakan epitel total, stromal
III Iskemia 1/3 – 1/2 limbus Kurang baik
keruh, detail iris kabur
IV Keruh/putih detail iris tak tampak Iskemia > 1/2 limbus Jelek

DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Fluoresin test
TERAPI
 Semua rudapaksa/trauma kimia merupakan kasus emergensi/darurat, sebaiknya
pertolongan pertama mulai dilakukan pada tempat kejadian sesegera mungkin, dengan
cara mencuci/irigasi dengan air bersih (air mineral, sumur, PDAM) sesering mungkin
sebelum dirujuk ke RS terdekat
 Berikan anestesi local tetes mata
 Diikuti irigasi dengan aquadest steril, cairan fisiologis (normal saline, Ringer Lactat)
secara manual memakai spuit 20 cc disposable, atau secara drip/continuous irrigation
dengan infusion set
 Irigasi selain ditujukan pada kornea mata, juga untuk fornik superior/inferior, bila ada sisa
bahan kimia dapat dibersihkan dengan lidi kapas steril basah atau pinset
 Irigasi minimal 1 liter untuk masing-masing mata, untuk bahan kimia asam irigasi
dilakukan selama ½ jam, untuk bahan kimia basa irigasi Selama 1 jam
 Parasentesa untuk menetralisir pH di BMD, dengan memakai BSS untuk mengganti
aquous humor yang terkontaminasi bahan kimia

Obat-obat :
 Sikloplegik jangka panjang (Atropin 2%) diberikan 1 tetes untuk mengurangi spasme iris,
mengurangi/mencegah perlekatan iris dengan lensa (sinekia anterior)
 Antibiotic tetes mata untuk mencegah infeksi sekunder
 Untuk kasus yang berat (grade 3 dan 4), dengan uveitis dapat diberikan kortikosteroid
tetes mata pada 2 minggu pertama untuk mengurangi inflamasi dengan
evaluasi/observasi ketat, pemberian steroid tetes mata > dari 2 minggu, harus hati-hati
karena dapat menghambat reepitelialisasi
 Vitamin C tetes mata, mengurangi perlunakan kornea
EDUKASI
Pada kasus yang berat disertai kerusakan struktur permukaan mata akan menetap atau
bersifat residif.
PROGNOSIS
Hal-hal yang berpengaruh terhadap prognosis kesembuhan akibat trauma kimia :
 Pertolongan pertama saat kejadian, semakin cepat, semakin baik prognosisnya
 Jumlah dan tingkat kepekatan konsentrasi bahan kimia, semakin banyak jumlah dan
kepekatannya tinggi maka kerusakannya semakin hebat
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Danny M, (ed), 2001-2002, Basic and Clinical Sciences Course, External Disease and
Cornea, sect. 7, American Academy of Ophthalmology, p. 359-361
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum
Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
3. Freeman M.K. Ocular Trauma, 1979, Chemical and Thermal Burns of The Eye, Appleton
Century Crofts, New York, p. 126
4. Paton & Goldberg, 1985, Management of ocular injuries, 2 nd ed., WB Saunders Co. USA,
p. 93-99
5. Roper Hall MJ. 1987, Eye Emergencies, Churchill Livingstone New york, p. 88
6. Rhee, JD, Pyfer MF 9ed), 1999, Office and Emergency Room, Diagnosis and Treatment
of Eye Disease, The Wills Eye Manual, 3rd ed., Lippincott Williams & Wilkins, p. 19-22
7. Vaughan D, General Ophthalmology, 1999, 15th ed., Lange Medical Publication, Maruzen
Asia, p. 351-352

RUDAPAKSA TAJAM BOLAMATA


PENGERTIAN
Rudapaksa mata oleh benda tajam yang merusak dinding bola mata sebagian (laserasi)
atau menembus seluruh tebal dinding bola mata (penetrasi).
ANAMNESIS
Penderita mengeluh terkena benda tajam, penglihatan kabur, keluar air mata, berdarah,
nyeri, silau.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
Tanda-tanda perforasi bolamata :
 Blefarospasme
 Visus menurun, tekanan bola mata (TIO) menurun/hipotoni
 BMD dangkal, pupil ireguler, prolaps iris, kadang ada hifema
 Konjungtiva hyperemi, kemosis
 Kornea edem, laserasi (+)
 Sclera laserasi, prolaps vitreus, khoroid
 Kapsul lensa rupture, massa lensa di BMD
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Flouresin dan Siedel test
2. USG
TERAPI
1. Mempertahankan bola mata, dimana setiap kebocoran harus dijahit
2. Setiap jaringan yang keluar digunting atau dibuang, bila prolaps jaringan terjadi lebih dari
24 jam. Bila prolaps jaringan terjadi <24 jam, dapat dilakukan reposisi.
a. Antibiotic tetes mata tiap jam dan antibiotic injeksi subkonjungtiva, untuk
mengurangi terjadinya infeksi
b. Antibiotic profilaksis (terutama diberikan pada kasus trauma tembus dan fraktur
orbita) secara sistematik (i.v), berspektrum luas, dosis tunggal, diberikan pre operasi
c. Laserasi konjungtiva : robek > 1 cm jahit dengan polyglactine 8.0
d. Laserasi sclera : jahit dengan Nylon / Virgin Silk 8.0
e. Laserasi kornea : jahit dengan nylon 10.0, jahitan interrupted “water tight”
jarak antar jahitan 2 mm, secara lameler, dengan
menggunakan mikroskop
f. Kapsul lensa pecah, maka pengeluaran lensa dilakukan setelah penjahitan primer
g. Bila trauma berhubungan dengan segmen posterior bola mata dan adanya intra
okuler foreign body perlu dilakukan vitrektomi.
EDUKASI
1. Untuk mempertahankan bentuk bola mata, setiap luka harus ditutup/dijahit.
2. Pulihnya tajam penglihatan bergantung pada luasnya kerusakan yang terjadi.
3. Apabila tidak memungkinkan untuk mempertahankan bola mata, dapat dilakukan
pengangkatan bola mata. Untuk kemudian dilakukan pemasangan protesa.
PROGNOSIS
Dubia, tergantung luas dan lokasi kerusakan struktur bola mata, ada tidaknya infeksi.
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Danny M, (ed) 2001-2002, Basic and Clinical Sciences Course, External Disease and
Cornea, sect. 7, American Academy of Ophthalmology, p. 371-382
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum
Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
3. Paton & Goldberg, 1985, Management of Ocular Injuries, 2 nd ed., WB Saunders Co.
USA, p. 133-170
4. Roper Hall MJ., 1987, Eye Emergencies, Churchill Livingstone New York, p. 91-92, 99-
100
5. Rhee, JD, Pyfer MF. (ed) 1999, Office and Emergency Room, Diagnosis and Treatment
of Eye Disease, The Wills Eye Manual, 3rd ed., Lippincott Williams & Wilkins, p. 46-48
Vaughan D, General Ophthalmology, 1999, 15th ed., Lange Medical Publication, Maruzen
Asia, p. 349-350
LASERASI KELOPAK MATA
PENGERTIAN
Rudapaksa pada kelopak mata akibat benda tajam yang mengakibatkan luka
robek/laserasi.
ANAMNESIS
 Kelopak mata bengkak, berdarah, luka robek (+)
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus
2. Inspeksi
3. Slit Lamp Biomikroskop
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
 Anamnesis riwayat trauma
 Luka robek bisa sebagian ketebalan atau seluruh ketebalan/lid margin
 Pemeriksaan Radiologis (foto polos kepala/CT Scan), bila ada kecurigaan adanya
benda asing, fraktur orbita, rupture posterior bolamata
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG bila diperlukan
2. Pemeriksaan Radiologis
TERAPI
 Umumnya tergantung pada lokasi dan kedalaman luka
 Memperhatikan prinsip teknis bedah okuloplasti
1. Partial thickness / “superficial eyelid laceration” (kulit + Orbic Okuli) –
jahit kulit dengan benang non absorble 6.0 secara interrupted
2. Full thickness / dengan lid margin; buatlah irisan pentagonal :
a. Jahit lid margin  dengan teknik 2 jahitan atau 3 jahitan
2 jahitan : tarsus dijahit dengan tarsus dari tiap sisi luka dengan benang absorble 5.0/6.0, simpul
diluar, sebanyak 2 jahitan atau secara vertical mattress, pada tarsal plate
3 jahitan : jahitan pertama melalui lash line, orifisium gld. Meibom dan kadang-kadang melalui
gray line, dengan benang absorble 5.0/6.0
b. Jahit otot Orbic. Oculi dengan benang absorble 5.0/6.0 secara interrupted
c. Jahit kulit dengan benang non absorble 5.0/6.0
3. Laserasi di bagian kantus medialis cek saluran lakrimalis menggunakan probing / Anel
tes. Bila terjadi laserasi pada kanalis lakrimalis lakukan repair kanalis menggunakan
pigtail probe dengan benang Silk 4.0. Bila ligament kantus medius / kantus literalis
ruptus, jahit ligament kantus ke ujung putusannya atau jahitan ke periosteum (medius: di
atas Krista Lakrimalis Anterior / lateral : diatas sutura zygomatikofrontalis bagian dalam)
dengan benang absorble 5.0, posisikan secara anatomis normal.
 Beri antibiotic salep mata, antibiotic sistemik oral 3-5 hari
 Angkat jahitan kulit 5-7 hari post operasi, jahitan lid margin diangkat
10-14 hari post operasi
EDUKASI
Bila terjadi penyulit paska operasi (lagoftalmos, enteropion/ektropion, ptosis, jaringan
sikatrik) perlu dilakukan tindakan lanjutan.
PROGNOSIS
Pada umumnya baik
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Danny M, (ed) 2001-2002, Basic and Clinical Sciences Course, External Disease and
Cornea, sect. 7, American Academy of Ophthalmology, p. 166-168
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
3. Rhee, JD, Pyfer MF. (ed) 1999, Office and Emergency Room, Diagnosis and
Treatment of Eye Disease, The Wills Eye Manual, 3 rd ed., Lippincott Williams & Wilkins,
p. 28-31
4. Roper Hall MJ., 1987, Eye Emergencies, Churchill Livingstone New York, p. 52-55
5. Vaughan D, General Ophthalmology, 1999, 15 th ed., Lange Medical Publication,
Maruzen Asia, p. 347-3

PTOSIS KONGENITAL
PENGERTIAN
Kelainan congenital yang menyebabkan gangguan mengangkat kelopak mata.
ANAMNESIS
Mata tampak mengantuk dan penderita mengalami kesulitan untuk membuka mata sejak
lahir. Kadang-kadang penglihatan terganggu.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Inspeksi
4. Slitlamp biomikroskopi
5. Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
 Pemeriksaan visus dengan Snellen
 Aksi levator :
 Penderita duduk didepan pemeriksa
Pemeriksa memegang dengan ibu jari di daerah alis
Penderita melihat ke arah bawah, kemudian ke atas
Perbedaan kedua jarah ini merupakan aksi levator
 MLD = Margin Limbal Distance
Jarak tepi limbus bawah sampai ke tepi kelopak, pada saat penderita melihat ke atas.
 Bell’s fenomena yaitu bila penderita tidur bola mata menggulir ke atas
 MRD = Margin Reflex Distance, yaitu jarah pupil ke tepi kelopak mata pada posisi
normal
DIAGNOSIS BANDING
Ptosis kogenital dengan anomaly lain
Ptosis neurogenik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Visual Field
USG
TERAPI
- Dilakukan Sling Fascia atau silicon bila aksi levator < 4 mm
Dengan bantuan fascia atau silicon maka otot levator digantung pada otot frontalis
sehingga gerakan membuka mata dapat lebih lebar
- Reseksi levator
Dikerjakan bila aksi levator > 4 mm
EDUKASI
PROGNOSIS
Baik
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Chen William P : Oculoplastic Surgery, The Essentials, Thieme New York, New York,
2001, p. 90-91
2. Collin J.R.O. : A Manual of Systematic Eyelid Surgery, Second Ed., Churchill
Livingstone, London, UK, 1989, p. 43-44
3. Danny, M. (ed) 2001-2002, Basic and Clinical Science Course: Orbit, Eyelid, and
Lacrimal System, Section 7, The Foundation of American Academy of Ophthalmolofy,
USA, 2009, p. 189-198
4. Kansky Jack J. : Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach, Fourth ed.,
Butterworth Heinemann, A Division of Reed Educational and Professional Publishing
Ltd, Oxford, 1999,
5. Vaughn D : General Ophthalmology, 15th ed, Appleton and Lange, Stamford, Connecticut,
1999, p. 83-85

DAKRIOSISTITIS
PENGERTIAN
Infeksi pada sakus lakrimalis merupakan penyakit akut atau kronis yang terjadi
pada bayi atau orang dewasa.Umumnya unilateral dan selalu didahului oleh adanya
sumbatan duktus nasolakrimalis.
ANAMNESIS
Penderita mengeluh nyeri di daerah kantus medialis yang menyebar ke daerah dahi, orbita
sebelah dalam dan gigi depan.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Inspeksi
4. Slitlamp biomikroskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
Pada keadaan akut tidak boleh dilakukan irigasi maupun sondage
Pemeriksaan foto sinus dan CT Scan untuk menyingkirkan diagnosa banding.
DIAGNOSIS BANDING
Abses Palpebra
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi
TERAPI
 Kompres air hangat berulang-ulang
 Antibiotic topical maupun sistemik sesuai dengan hasil kultur dan tes kepekaan
 Dekompresi sakus
 Probing dan Dacryocystorhinostomy dilakukan bila keadaan sudah tenang
EDUKASI
PROGNOSIS
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Chen William P : Oculoplastic Surgery, The Essentials, Thieme New York, New York,
2001, p. 285
2. Collin J.R.O. : A Manual of Systematic Eyelid Surgery, Second Ed., Churchill
Livingstone, London, UK, 1989, p. 109-111
3. Danny, M. (ed) 2001-2002, Basic and Clinical Science Course: Orbit, Eyelid, and
Lacrimal System, Section 7, The Foundation of American Academy of Ophthalmolofy,
USA, 2001, p. 248-254
4. Kansky Jack J. : Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach, Fourth ed.,
Butterworth Heinemann, A Division of Reed Educational and Professional Publishing
Ltd, Oxford, 1999, p. 53
5. Vaughn D : General Ophthalmology, 15th ed, Appleton and Lange, Stamford, Connecticut,
1999, p. 88-89
6. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum
Dokter Soetomo Surabaya, 2006.

DAKRIOSISTITIS KRONIS PADA BAYI


PENGERTIAN
Infeksi pada sakus lakrimalis sekunder akibat obstruksi duktus nasolakrimalis.
ANAMNESIS
Keluhan air mata selalu berlinang dan kadang-kadang diikuti kotoran mata.
PEMERIKSAAN FISIK
- Slitlamp biomikroskopi
- Inspeksi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
Epifora berulang
DIAGNOSIS BANDING
 Kelainan pada kornea, misalnya erosi kornea, keratitis
Trichiasis, karena epibleptropia
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TERAPI
 Epiforia tanpa infeksi dilakukan masase daerah saluran air mata
 Epiforia dengan infeksi dilakukan masase di daerah saluran air mata dan diikuti dengan
pemberian tetes mata antibiotic
 Pada stenosis yang menetap sampai lebih dari 6 bulan dan diikuti dakriosistitis dapat
dilakukan probing, dengan Bowman probe 0.00
 Epifora dengan atau tanpa infeksi dimana 2 kali probing kondisi tetap, maka dilakukan
dakriosistirinostomi dengan sebelumya dilakukan pemeriksaan dakriosistografi
EDUKASI
PROGNOSIS
Baik
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Chen William P : Oculoplastic Surgery, The Essentials, Thieme New York, New York,
2001, p. 285
2. Danny, M. (ed) 2001-2002, Basic and Clinical Science Course: Orbit, Eyelid, and
Lacrimal System, Section 7, The Foundation of American Academy of Ophthalmolofy,
USA, 2001, p. 248-254
3. Kansky Jack J. : Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach, Fourth ed.,
Butterworth Heinemann, A Division of Reed Educational and Professional Publishing
Ltd, Oxford, 1999, p. 53
4. Vaughn D : General Ophthalmology, 15th ed, Appleton and Lange, Stamford, Connecticut,
1999, p. 88

10. ORBITA / ONKOLOGI

RETINOBLASTOMA
PENGERTIAN
Tumor ganas jaringan embriyonal retina pada anak dan bayi sampai umur lima tahun.
ANAMNESIS
Tajam penglihatan menurun.Mata merah yang sifatnya residif, mata juling dan memberi
kesan membesar / lebih besar dari mata jiran-nya. Bila mata kena sinar akan memantul
seperti mata kucing, disebut :”amaurotic cat’s eye”.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Inspeksi
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
- Visus menurun
- Mata merah dan sidatnya residif
- Mata juling
- ”Amaurotic cat’s eye”
- Proptosis
- Pada pupil tampak adanya reflek keputih-putihan disebut lekokoria. Bila tumor
tumbuh cepat tanpa diikuti system pembuluh darah, maka sebagian sel tumor mengalami
nekrose dan melepaskan bahan-bahan toksik yang menyebabkan iritasi pada jaringan
uvea, sehingga timbul uveitis disertai dengan pembentukan hipopion dan hifema.

Diagnosis pasti retinoblastoma intraokuler hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan


patologi-anatomi, karena tindakan biopsy merupakan kontra-indikasi, maka untuk
menegakkan diagnosis digunakan beberapa pemeriksaan sebagai sarana penunjang :
1. Pemeriksaan fundus okuli ditemukan adanya massa yang menonjol dari retina disertai
pembuluh darah pada permukaan maupun di dalam massa tumor tersebut dan berbatas
kabur
2. Pemeriksaan X foto, hampir 60-70 % penderita retinoblastoma menunjukkan adanya
kalsifikasi. Bila tumor mengadakan infiltrasi ke saraf optic foramen optikum melebar.
3. Ultrasonografi : dengan pemeriksaan ini dapat mengetahui adanya massa intraokuler
meskipun media keruh, gambaran shadowing dan kalsifikasi.
4. “Lactic acid dehydrogenase” (LDH) : dengan membandingkan kadar LDH akuos
humor dan serum darah. Bila rasio lebih besar dari 1,5 dicurigai kemungkinan adanya
retinoblastoma intraokuler (pada keadaan normal rasio kurang dari 1)
5. CT Scan kepala termasuk orbita, bila terdapat proptosis atau kecurigaan perluasan
tumor ke ekstraokular atau metastasis intrakranial atau pad USG terdapat perluasan ke N.
II
6. Pemeriksaan PA terhadap bola mata yang mengandung tumor ditujukan untuk
konfirmasi diagnosis hispatologik beserta diferensiasi tumor dan penetapan perluasan
tumor, sehingga memberikan informasi untuk pengobatan lebih lanjut dan penentuan
prognosis penderita. Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dilaporkan ialah :
a) Perluasan dan penyebaran tumor
 ke anterior bola mata :
badan siliar
 Ke posterior :
koroid, sclera, N II dan sayatan N. II
 keluar bola mata :
jaringan orbita
b) Differensiasi tumor :
 diferensiasi baik
 diferensiasi buruk
DIAGNOSIS BANDING
b) Katarak
c) Persistent hyperplastic primary vitreus
d) Retinopathy of prematurity
e) Ablasi retina
Panoftalmitis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG
2. X-ray
3. CT-Scan kepala dan orbita
4. Laboratorium : LDH
TERAPI
- Pembedahan :
Enukleasi : dilakukan pada tumor yang masih terbatas intraokuler ialah dengan
mengangkat seluruh bolamata dan memotong saraf optic sepanjang mungkin
Eksenterasi orbita : dilakukan pada tumor yang sudah ekstensi ke jaringan orbita ialah
dengan mengangkat seluruh isi orbita dengan jaringan periostnya
Sesudah operasi, diberikan terapi radiasi untuk membunuh sisa-sisa sel tumor.
Untuk kosmetik bila memungkinkan dapat dipasang protesa.
- Khemoterapi : Diberikan bila sudah terjadi metastase ke organ tubuh lainnya
- Fotokoagulasi : Diatermi atau krioterapi diberikan bila tumor masih terbatas di retina

Catatan : radiasi dan kemoterapi dilakukan dirumah sakit rujukan yang mempunyai
fasilitas
EDUKASI
Bila masih terbatas di retina, kelangsungan hidup lima tahun 95%
Bila metastase ke orbita, kelangsungan hidup lima tahun 5%
Bila metastase ke tubuh, kelangsungan hidup lima tahun 0%
PROGNOSIS
1. Jenis tindakan / pengobatan tergantung dari stadium tumor, bila perlu dilakukan terapi
lanjutan (radioterapi dan kemoterapi).
2. Kelangsungan hidup tergantung stadium dari tumor.
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
2. The Foundation of American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science
Course. Retina and Vitreous. Section 12 ; 2003-2004 : p. 256-263.
3. Zwaan J. Leuckocoria. In : van Heuven WAJ, Zwaan J, eds. Decision Making in
Pediatric Ophthalmology. An Algoritmic Approach. 2nd Edition. Mosby, 2000 p. 182-83.
4. Peyman, Apple, Sander : Intraocular tumor Appleton, Century, Crot TS, New York,
1981, pp. 235-285
5. Spencer W.H : Ophthalmic Pathology, An Atlas and Textbook, Vol II, 3 rd ed, WB
Saunders, 1985, pp. 1292-1351
6. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 12 th ed, Lange Medical Publication,
California, 1989, pp. 187-188

SELULITIS ORBITA AKUT


PENGERTIAN
Suatu keradangan akut dari jaringan orbita yang disebabkan oleh kuman. Proses
keradangan akut dapat disebabkan oleh kuman piogenik seperti pneumokok, streptokok
atau stafilokok, yaitu kuman yang sering menyebabkan sinusitis atau dakrioadenitis.
Infeksi dapat terjadi secara langsung dari radang sinus paranasalis, melalui pembuluh
darah misalnya pada piore atau bakteremi dan melalui trauma terutama bila ada benda
asing yang masuk ke jaringan orbita.Secara hispatologi ditemukan sel polimorfonuklear
dan nekrose jaringan.
ANAMNESIS
Serangan dari penyakit ini terjadi secara mendadak dengan keluhan:
- Nyeri sekitar bola mata pada perabaan dan pergerakan bola mata
- Kelopak mata bengkak dan merah
- Bola mata (konjungtiva) merah dan bengkak
- Terjadinya penurunan visus
- Bola mata tampak menonjol
- Gangguan pergerakan bola mata
- Diplopia
- Panas badan
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Inspeksi
4. Slitlamp biomikroskopi dengan fluoresin
5. Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
- Terjadinya penurunan visus terutama pada selulitis orbita posterior yang disebabkan
karena terjadinya keradangan atau penekanan pada saraf optic
- Inspeksi
Palpebra terlihat bengkak yang hebat dan merah, begitu juga konjungtiva
Proptosis terjadi secara mendadak karena bola mata terdorong ke depan oleh selulitis
orbita posterior
Gangguan pergerakan bola mata.Terlibatnya otot ekstraokuler pada selulitis orbita akut
ini menyebabkan hambatan pada pergerakan bola mata. Pada infeksi yang hebat, mata
tidak dapat digerakkan sama sekali yang disebut : “frozen globe”.
- Palpasi
Didapatkan nyeri tekan dan bila terbentuk abses akan ada suatu fluktuasi
- Tes fluoresin
Terjadinya keratitis eksposur akibat proptosis yang mendadak dan hebat dapat diperiksa
dengan tes ini
- Oftalmoskopi
Untuk melihat keadaan fundus okuli bila terjadi papilledema atau perdarahan retina
Bila ada, harus dipikirkan terjadinya komplikasi suatu trombosis sinus kavernosus
- Pembiakan kuman
Pembiakan kuman dari bahan yang dibiakan yang berupa pus dapat ditemukan kuman
penyebab
- Pemeriksaan darah
Laju endap darah meningkat dan lekositosis
DIAGNOSIS BANDING
1. Pseudotumor orbita
2. Oftalmopati tiroid
3. Trombosis sinus kavernosus
Trombosis sinus kavernosus mungkin terjadi bilateral tetapi pada selulitis orbita hampir
selalu uniteral. Penurunan visus terjadi hebat dengan tidak adanya reflek pupil dan
disertai papilledema
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium : kultur kuman dan LED
TERAPI
- Antibiotic spectrum luas diberikan secara sistemik.
- Insisi abses pada tempat fluktuasi bila sudah terjadi abses
Dicari infeksi fokal dan diobati
EDUKASI
PROGNOSIS
Tergantung keadaan pasien.
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
2. Krohel G, Steward W : Orbital Disease, A practical Approach, New York, Grune &
Stratton Inc, 1981, p. 133-136
3. Spencer W.H, : Ophthalmic Pathology, An Atlas and Textbook, Vol III, Third Ed, WB
Saunders Co, Philadelphia, 1986, pp. 2812-2818
4. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 10 th ed, Lange Medical Publication,
Maruzen Ltd, 1983, pp. 138-139

KELAINAN MATA PADA PENYAKIT GRAVE


PENGERTIAN
Kelainan pada mata berupa eksoftalmos yang terjadi karena adanya infiltrasi sel radang
dan proliferasi jaringan ikat dalam orbita, dengan etiologi yang belum jelas.
ANAMNESIS
Pada anamnesis perlu ditanyakan tentang keluhan umum seperti banyak keringat,
berdebar-debar, gelisah dan tidak tahan panas. Keluhan pada mata yang sering ialah
seperti ada pasir pada mata, air mata yang berlebihan, mata yang tampak membelalak.
Pernah dilaporkan keluhan penderita hanya dengan air mata yang berlebihan
Pada umumnya keluhan diawali dengan mata kelihatan menonjol, merah, ngeres, epifora
dan terasa panas.Bila sakit berlanjut pergerakan bola mata terhambat, bisa terjadi
diplopia.Penglihatan bisa menurun samapi buta.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Hertel eksoftalmometer
3. Tonometri
4. Slitlamp biomikroskopi
5. Funduskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
1. Retraksi kelopak mata merupakan tanda permulaan dan yang terpenting dalam
menegakkan diagnosis klinis karena tanda ini terdapat pada 94% Oftalmopati Grave.
Status hormonal oftalmopati Grave dapat hipertiroid 80%, eutiroid 10% dan hipertiroid
10%
Retraksi kelopak mata menyebabkan bola mata tampak menonjol tapi pada pemeriksaan
eksoftalmometer masih dalam keadaan normal.Stadium awal ini kemudian diikuti
infiltrasi sel-sel radang pada jaringan orbita, mata mulai menonjol, merah, ngeres, epifora
dan terasa panas.
Apabila retraksi terus bertambah, kelopak mata tak dapat menutup dengan sempurna,
karena menjadi kering, mudah timbul ulkus kornea dan radang pada bola
mata.Pergerakan bola mata terhambat, obyek yang dilihat jadi kembar. Tajam penglihatan
menurun sampai buta
2. Tanda pada pemeriksaan klinis diklasifikasikan menurut Werner dan telah diterima oleh
“The American Thyroid Association” yang disingkat sebagai NOSPECS
Klas 0 : tidak terdapat tanda maupun gejala (No physical sign or symptoms)
Klas 1 : hanya terdapat tanda retraksi kelopak mata atas, mata membelalak dan lid lag (Only
signs Upperlid retraction, stare and lid lag)
Klas 2 : mengenai jaringan lunak (Soft tissue involvement)
Klas 3 : Proptosis
Klas 4 : mengenai otot luar bolamata (Extraocular muscle involvement)
Klas 5 : mengenai kornea (Corneal involvement)
Klas 6 : hilangnya penglihatan karena terkenanya saraf optic (sight loss due to optic nerve
involvement)
Klasifikasi ini sangat membantu di dalam komunikasi yang lebih baik pada penanganan
penyakit Grave dan dipakai sebagai dasar dari pengobatannya
3. Ultrasonografi (USG)
Gambaran yang khas adalah pembengkakan jaringan lunak orbita dengan akustik yang
normal. Penebalan jaringan lunak ini yang terpenting dilihat adanya penebalan dari otot
luar bolamata
4. Computed Tomography Scanning (CT Scan)
Dapat terlihat 4 tanda cardinal dari kelainan pada orbita yaitu proptosis, penebalan otot
bolamata, penebalan saraf optic dan prolap septum orbitalis kea rah anterior karena
hipertrofi jaringan lemak dan atau penebalan otot
DIAGNOSIS BANDING
Bila proptosis terjadi bilateral dan disertai retraksi kelopak mata atas, lid lag dan
hambatan pergerakan bolamata ke arah atas maka praktis tidak terdapat kesukaran dalam
menegakkan diagnosis Oftalmopati Grave walaupun tiroksikosis tidak ditemukan. Lain
halnya bila proptosis terdapat pada saru sisi atau asimetris pada status eutiroid. Pada
keadaan ini lebih sulit untuk menegakkan diagnosis oftalmopati Grave perlu
menyingkirkan penyebab proptosis lainnya seperti tumor orbita, selulitis orbita dan fistula
karotis sinus kavernosus.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG
2. CT Scan
TERAPI
Tujuan terapi adalah paliatif, karena kelainan mata tersebut adalah suatu self limiting
desease, kadang-kadang suatu saat penyakit dapat regresi
Terapi diberikan local maupun sistemik, tergantung dari berat ringannya kelainan mata
- Stadium awal kelainan retraksi kelopak mata, dapat diberikan :
- Kelopak diplester waktu tidur
- Retraksi kelopak mata disertai mata merah, lakrimasi, ngeres, fotofobi, diberikan :
- Kompres dingin waktu pagi
- Tidur dengan bantal tinggi
- Air mata buatan
- Kaca mata hitam
- Bila proses bertambah berat, sehingga mata sukar menutup dengan sempurna, pergerakan
bola mata terhambat dan terlihat adanya ancaman terjadinya ulkus kornea dan gangguan
visus, diberikan :
- Prednisone 40-80 mg/hari
- Kasus yang hebat dilakukan tindakan :
- Dekompresi
EDUKASI
Dibutuhkan penatalaksanaan yang lama.
PROGNOSIS
Tergantung keadaan proptosis.
INDIKATOR MEDIS
KEPUSTAKAAN
1. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
2. Melvin G, Alper : Orbit Roentgenology Endocrine Orbital Disease, John Wiley &
Son, New York, 1981, pp. 70-92
3. Spencer W.H, : Ophthalmic Pathology, An Atlas and Textbook, Vol III, Third Ed, WB
Saunders Co, Philadelphia, 1986, pp. 2765-2776
4. Sidney C Werner : Disease of the Orbit : Orbital Change in Grave’s Disease, Harper
& Row, New York, 1982, pp. 263-268
5. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 12 th ed, Lange Medical Publication,
Maruzen Ltd, 1989, pp. 235-236

Anda mungkin juga menyukai