Anda di halaman 1dari 17

JOURNAL READING

Infektif Konjungtivitis Akut


di Pelayanan Primer: Siapa saja yang Memerlukan Antibiotik?
Responden dengan Data Metaanalisis

Disusun Oleh :
Titik Fadhilah
1810211003

Pembimbing :
dr. Andi Elizar Asriyani, M.Kes, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN MATA


RSUD PASAR MINGGU JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
“VETERAN” JAKARTA
PERIODE 13 MEI 2019 s/d 15 JUNI 2019
LEMBAR PENGESAHAN

JOURNAL READING

Infectif Konjungtivitis Akut


di Pelayanan Primer: Siapa saja yang Memerlukan Antibiotik?
Responden Dengan Data Metaanalisis

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Departemen Mata
RSUD Pasar Minggu

Disusun oleh :
Titik fadhilah 1810211003

Pembimbing

dr. Andi Elizar Asriyani, M.Kes, Sp.M


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadiran Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya
journal reading yang berjudul tentang “infektif konjungtivitis akut di pelayanan primer: siapa
saja yang memerlukan antibiotik?, data responden dengan metaanalisis” dapat terselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.Andi Elizar Asriyani, M.Kes, Sp.M selaku
pembimbing selama penulis menjalani kepaniteraaan klinik mata di RSUD Pasar Minggu serta
teman-teman yang saling membantu dan mendukung.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan jurnal reading ini oleh karena
itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga journal reading yang disusun penulis ini
dapat bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan di masa yang akan datang.
i.

Jakarta, Mei 2019


Penulis
Infektif Konjungtivitis Akut di Pelayanan Primer: Siapa saja yang
Memerlukan Antibiotik?, Responden dengan Data Metaanalisis
Jefferis J, Perera R, Everith H, Van Weert H, Rievelt R, Glasziou P, and Peter Rose

Abstrak
Latar Belakang: infektif konjungtivitis akut merupakan masalah yang umum di pelayanan
primer, secara sederhana diterapi dengan antibiotik tropikal. Beberapa para klinisi
mempertanyakan kelebihan dari antibiotik topikal untuk pasien dengan konjungtivitis infektif
akut. Tujuan: untuk menentukan kelebihan antibiotic ini untuk pengobatan konjungtivitis infektif
akut dalam perawatan pelayanan primer dan pada bagian kelompok mana yang paling
memerlukan antibiotik. Desain: pada setiap individu menggunakan metaanalisis. Metode:
Percobaan yang relevan diidentifikasi dan data individual pasien dikumpulkan untuk
metaanalisis dan analisis subkelompok. Hasil: Tiga uji coba yang memenuhi syarat dapat
diidentifikasi. Setiap masing-masing data pasien yang tersedia untuk analisis yaitu 622 pasien.
80% (246/308) dari pasien yang menerima antibiotik dan 74% (233/314) dari kelompok pasien
yang datang untuk kontrol yang telah disembuhkan pada hari ke 7. Ada kelebihan signifikan dari
antibiotik versus kontrol untuk penyembuhan dalam tujuh hari dan semua kasus gabungan
(perbedaan risiko 0,08 , Interval kepercayaan 95% (Cl) = 0,01-0,14). subkelompok yang
menunjukkan manfaat signifikan dari antibiotik terutama pada pasien dengan dengan sekret atau
keluarnya cairan berupa purulen (perbedaan risiko 0,09, 95% Cl = 0,01-0,17) dan pasien dengan
derajat keparahan ringan mata merah (perbedaan risiko 0,10, 95% Cl = 0,02-0,18), sedangkan
jenis kelompok kontrol yang digunakan (tetes plasebo versus tidak ada sama sekali)
menunjukkan interaksi yang signifikan secara statistik (p = 0,03). Kesimpulan: Konjungtivitis
akut yang terlihat di dalam perawatan pelayanan primer dapat dianggap sebagai kondisi yang
dapat sembuh dengan sendirinya, dengan sebagian besar pasien menjadi lebih baik terlepas dari
terapi antibiotik. Pasien dengan keluarnya cairan purulen atau keparahan mata merah ringan
mungkin memiliki manfaat kecil dari antibiotik. Praktik peresepan perlu diperbarui, dengan
mempertimbangkan hasil ini.

Kata kunci: Agen antibakteri; konjungtivitis; pelayanan keluarga; metaanalisis.


Pendahuluan
Konjungtivitis infektif akut merupakan masalah umum di dalam pengaturan perawatan
pelayanan primer, terhitung hingga 1% dari konsultasi dokter umum di Inggris. Pengobatan
standar untuk konjungtivitis infektif akut secara umum diberikan dengan antibiotik topikal. Ada
sedikit bukti dari perawatan pelayanan primer yang menjadi dasar keputusan pengobatan sampai
tahun 2005, ketika tiga percobaan berdasarkan populasi perawatan pelayanan primer
dimunculkan. Ada percobaan yang dikonfirmasi pada resolusi tinggi pada kasus yang tidak
terobati dan terbatasnya efek antibiotik di peraturan pelayanan primer. Selanjutnya, pedoman
klinis telah diperbarui untuk membatasi penggunaan antibiotik. Selain itu, perbedaan antara
penyebab virus dan bakteri sulit karena alasan klinis, dan umumnya tidak praktis untuk meminta
dan menunggu hasil mikrobiologi sebelum memulai pengobatan.
Sejak tahun 2005, GPs(general practitioners) dokter umum telah menanggapi bukti
dengan mengurangi tingkat peresepan untuk konjungtivitis infektif akut, tetapi ketersediaan
kloramfenikol di Inggris telah menghasilkan 48% dalam penggunaan choramphenicol topikal.
Mengidentifikasikan bagian kelompok akan mendapatkan manfaat dari antibiotic yang penting
dalam menterapi untuk memandu peresepan para praktiksi di kedua pelayanan primer dan
apotek. Studi sebelumnya belum cukup luas untuk menganalisis subkelompok yang handal. Data
metaanalisis pasien individu telah terbukti menjadi metode yang efisien untuk analisis
subkelompok ketika hanya sebatas sejumlah beberapa uji coba.
Penelitian ini dilakukan dengan data metaanalisis pada masing-masing pasien, dengan
tujuan menilai manfaat/kelebihan antibiotik secara keseluruhan serta keuntungan di beberapa
klompok pasien dengan konjungtivitis infektif akut dalam pengaturan perawatan primer.

Metode
Seleksi pada penelitian
Daftar pusat ; cochrance uji coba terkontrol (CENTRAL), Embase, MEDLINE, dan Pubmed
dicari untuk uji coba terkontrol secara acak termasuk April 2010. Filter metodologi digunakan
untuk mengidentifikasi uji coba terkontrol acak (RCTs) di Embase dan MEDLINE; tidak ada
batasan atau penyaringan yang digunakan. Istilah pencarian berikut yang digunakan seperti kata
kunci konjungtivitis, agen kuman bakteri, konjungtivitis akut dan antibakteri atau antibiotik.
Percobaan memenuhi syarat untuk dimasukkan jika dilakukan dalam pengaturan perawatan
primer dan diacak, membandingkan antibiotik dengan plasebo atau tanpa pengobatan.
Sebanyak 332 uji coba yang berpotensi relevan untuk diidentifikasi; 325 dari ini
dikeluarkan pada ulasan judul dan abstrak oleh dua penilai independen; tujuh diambil untuk
ulasan teks lengkap dan di mana klarifikasi diperlukan, penulis dihubungi; tiga dari artikel ini
memenuhi kriteria inklusi. Penulis menguji coba individual dan menghubungi kemudian
meminta data mentah mereka. Data berikut diminta dari masing-masing peneliti: hasil pada hari
ke 7, hasil kultur, usia, gejala-gejala atau rekam medis pasien saat ke dokter umum, dan adakah
discharge purulen dan keparahan dari mata merah.
* Bagaimana dengan kecocokkan antibiotik ini
Kloramfenikol topikal tetes mata ini tersedia untuk pasien dan dijual bebas di apotek Inggris,
meskipun tidak ada pedoman tentang pasien, jika ada, yang akan mendapat manfaat dari
antibiotik. Sejumlah uji klinis telah mempertanyakan manfaat antibiotik topikal untuk
konjungtivitis akut, tetapi secara individual mereka terlalu sedikit untuk melakukan analisis
subkelompok. Data metaanlisis ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar pasien dengan
konjungtivitis infektif akut akan menjadi lebih baik tanpa antibiotik. Pasien dengan keluarnya
cairan purulen dan keparahan mata merah dapat memperoleh kelebihan dari pemberian
antibiotik.

Hasil Pengukuran
Hasil pengukuran utama adalah ketika mengalami perbaikkan pada hari ke-7. Kultur bakteri
positif dipaparkan yang digunakan sebagai alat ukur kedua atau sekunder dalam pengukuran
identifikasi kehadiran berkembangnya prediksi bakteri positif. Alasan untuk menggunakan kultur
pertumbuhan bakteri positif sebagai alat ukur hasil sekunder karena itu sebelumnya telah
menunjukkan bahwa ada efek pengobatan yang lebih kuat pada pasien dengan kultur bakteri
positif, dan ini lebih berguna dalam pengaturan klinis di mana kultur bakteri jarang dilakukan.
Penyembuhan pada hari ke 7 didefinisikan sebagai tidak ada gejala yang tersisa yang dicatat
dalam buku harian pasien pada hari ke 7 didalam buku rekam medis harian, jika tidak menurut
catatan dokter umum pada hari ke 7 yang menyatakan resolusi konjungtivitis lengkap.
Untuk uji coba menggunakan catatan harian, pasien dengan data yang hilang pada hari ke
7 dihitung sebagai sembuh pada hari ke 7 jika catatan harian terakhir mereka menunjukkan
mereka sembuh (sama dengan nilai terakhir diawal). Analisis buku harian menunjukkan bahwa
tingkat kekambuhan setelah 'penyembuhan' sangat rendah (<5%) dan karenanya imputasi ini
masuk akal. Pasien tanpa informasi buku harian dan data yang hilang pada hari ke 7
diperlakukan sebagai analisis yang hilang dan sensitivitas dengan asumsi (a) semua sembuh dan
(b) tidak ada yang sembuh dilakukan untuk menilai dampaknya pada hasil.
Kultur bakteri positif didefinisikan sebagai pertumbuhan bakteri patogen. Bakteri patogen
yang ditemukan seperti Haemophilus influenza atau Streptococcus pneumonia, dengan
Moraxella catarrhalis sehingga sebagai patogen bakteri pada anak-anak (0-18 tahun) dan
pertumbuhan yang signifikan termasuk dalam satu percobaan sperti Staphylococcus aureus.

Pengubah efek potensial


Pengubah efek potensial untuk analisis subkelompok yang dipilih sesuai dengan literatur dan
pedoman saat ini, serta data yang tersedia. Pedoman saat ini menyarankan antibiotik yang
diresepkan di mana konjungtivitis yang parah, atau pada anak-anak di mana mereka mungkin
dipulangkan dari sekolah atau pada tempat penitipan anak. Literatur sebelumnya telah
menyarankan prediktor konjungtivitis bakteri-positif yang kemungkinan mendapat manfaat dari
antibiotik ini dapat meningkatnya keparahan kemerahan, dan keluarnya cairan. Oleh karena itu
pengubah efek potensial yang dipilih adalah usia (<5 tahun /> 5 tahun dan tetapi <18 tahun),
kultur positif (+/ - untuk bakteri patogen), keparahan mata merah (ringan / sedang atau berat) dan
keluarnya sekret purulen (ya / tidak). catatan perawat atau rekam medis pasien dan dokter umum
di setiap kunjungan awal digunakan untuk mendeklarasikan prediktor ini.

Analisis statistik
Semua data percobaan diperiksa untuk konsistensi, dan setiap pertanyaan diselesaikan dengan
investigator utama. Analisis untuk pengobatan yang telah digunakan. Kumpulan data
digabungkan menjadi file SPSS dan hasil diperoleh dari tabulasi silang. Hasil ini dimasukkan
dalam conchrane review manager perangkat lunak RevMan 5.0 untuk menghitung perkiraan efek
gabungan, 95% interval kepercayaan (Cls) untuk efek gabungan, dan tingkat heterogenitas untuk
setiap subkelompok melalui studi penelitian. Perbedaan risiko dan rasio risiko yang digunakan
sebagai alat ukur ringkasan untuk perhitungan ini (model efek tetap digunakan tidak semua).
Untuk menilai apakah efek antibiotik diubah oleh pengubah efek potensial (usia, kultur
positif, keparahan mata, dan pengeluaran secret purulen), analisis regresi logistik kondisional
efek tetap digunakan untuk menghitung interaksi. Untuk model ini, variabel dependen adalah
penyembuhan pada hari ke 7 (ya / tidak), dengan variabel independen yang diberikan oleh
kelompok pengacakan (antibiotik ya versus tidak), pengubah efek (misalnya, ag <5 tahun /> 5
tahun tetapi <18) tahun), dan istilah interaksi (usia x kelompok random). Model-model ini
dipasang di STATA menggunakan perintah xt log it, dengan percobaan sebagai variabel
pengindeksan untuk memperhitungkan perbedaan dalam uji coba. Untuk mengeksplorasi
prediktor potensial dari kultur positif, langkah-langkah ringkasan diagnostik dihitung
(sensitivitas, spesifisitas, rasio kemungkinan positif, rasio kemungkinan negatif, dan rasio
peluang (OR) dari rasio kemungkinan) dari data frekuensi sederhana (tidak dihitung untuk
percobaan perbedaan). OR yang disesuaikan dihitung untuk memperhitungkan perbedaan uji
coba, menggunakan model regresi logistik kondisional efek tetap mirip dengan yang digunakan
untuk menilai interaksi efek, tetapi dalam kasus ini dengan budaya positif sebagai variabel
dependen (sebagai hasil).

Hasil
Pencarian menghasilkan tiga RCTs yang dilakukan dalam pengaturan perawatan pelayanan
primer. Data dari beberapa telah tersedia. Karakteristik penelitian ditunjukkan pada tabel 1.

Untuk percobaan oleh (Rietveld et al), data tersedia untuk 163 dari 181 pasien yang awalnya
diacak/Random. Untuk penelitian dari (Rose et al), data tersedia untuk 317 dari 326 pasien yang
awalnya juga random. Tujuan dari metaanalisis ini adalah untuk membandingkan terapi
antibiotik dengan plasebo atau tidak ada terapi antibiotic sama sekali, dan oleh karena itu
antibiotik yang ditunda dari studi oleh Everitt et al (n = 109) yang dikeluarkan dari metaanalisis.
Dari 198 pasien yang tersisa dalam uji coba oleh data Everitt et al tersedia untuk 142. Hal itu
menunjukkan jumlah total 622 pasien termasuk dalam metaanalisis ini.
Menggabungkan data dari ketiga percobaan, 80% (246/308) pasien yang menerima
antibiotik dan 74% (233/314) dari kontrol disembuhkan pada hari ke 7. Perbedaan risiko antara
antibiotik dan kelompok kontrol adalah 0,08 (95% Cl = 0,01 hingga 0,14), memberikan angka
yang diperlukan untuk mengobati 13.
Tabel 2 menunjukkan efek antibiotik pada jumlah pasien yang sembuh pada hari ke 7
untuk subkelompok yang berbeda. Efek tidak menggunakan plasebo pada kelompok kontrol
dibandingkan dengan kontrol plasebo. Subkelompok yang secara signifikan mendapat manfaat
dari antibiotik adalah mereka yang mengeluarkan cairan purulen dan mereka yang memiliki mata
merah ringan. Jenis kontrol yang digunakan (plasebo atau tanpa tetes) menunjukkan interaksi
yang signifikan secara statistik. Percobaan yang tidak menggunakan plasebo menunjukkan efek
antibiotik yang signifikan dibandingkan dengan kontrol (perbedaan risiko (RD) = 0,23, 95% Cl =
0,08 hingga 0,37), sedangkan kombinasi dari dua percobaan yang menggunakan plasebo
menunjukkan efek antibiotik yang tidak signifikan. dibandingkan dengan kontrol (RD = 0,03,
95% Cl = -0,04 hingga 0,11). Gambar 1 menunjukkan RDs antara antibiotik dan tidak ada
kelompok antibiotik untuk penyembuhan pada hari ke 7 untuk setiap subkelompok. Tingkat
heterogenitas di seluruh percobaan ditunjukkan pada Gambar 1.
Analisis sensitivitas berdasarkan pada asumsi bahwa semua data yang hilang tidak ada
untuk pasien yang (a) disembuhkan atau (b) tidak disembuhkan menunjukkan pengurangan efek
pada kelompok tanpa plasebo (Everit et al percobaan saja) ketika data yang hilang diperlakukan
sebagai tidak sembuh. (RD = 0,14; 95% Cl = 0 hingga 0,28). ini lebih konsisten dengan hipotesis
nol daripada dalam analisis utama. Sisa hasilnya kuat untuk pilihan nilai yang diperhitungkan
untuk data yang hilang.
Tabel 3 menunjukkan prediktor hasil kultur positif yang dipaparkan. Spesifisitas dan
sensitivitas ditunjukkan, demikian juga rasio kemungkinan positif dan negatif. Nilai prediktif
dari faktor gabungan juga ditampilkan.
Diskusi
Ringkasan
Data meta individu pasien analisis penggunaan antibiotik untuk konjungtivitis akut dalam
perawatan pelayan primer menunjukkan bahwa ada efek keseluruhan kecil yang signifikan dari
antibiotik versus kontrol, dengan jumlah yang diperlukan untuk mengobati 13, namun, sebagian
besar pasien pulih pada hari ke 7 apakah mereka menerima antibiotik atau tidak. Hanya
mengambil dua uji coba yang menggunakan kontrol plasebo, tidak ada efek signifikan
keseluruhan antibiotik dibandingkan kontrol. Subkelompok pasien yang diidentifikasi
mendapatkan manfaat dari antibiotik adalah mereka yang mengeluarkan secret purulen dan
keparahan ringannya mata merah. Prediktor kultur positif bakteri pada presentasi adalah
keluarnya sekret purulen dan usia kurang dari 5 tahun.
Ditemukan bahwa pasien dengan keparahan mata merah ringan lebih mungkin mendapat
manfaat dari antibiotik dibandingkan dengan mereka yang memiliki mata merah sedang atau
berat. Ini bisa jadi karena penyebab konjungtivitis akibat virus dan alergi serta diagnosis
alternatif seperti espiscleritis, dapat memberikan mata merah yang lebih dramatis. Mungkin juga
bahwa pada pasien dengan hanya mata merah ringan, diagnosis konjungtivitis akut lebih
bergantung pada adanya tanda-tanda dan gejala yang lebih spesifik.
Studi sebelumnya telah menggambarkan fekruensi banyaknya secret purulen sebagai
indikator penyebab bakteri, dengan anggapan bahwa ini akan membantu dokter memutuskan
pasien mana yang akan mendapat manfaat dari antibiotik. Dalam penelitian ini, frekuensi
banyaknya sekret purulen memang memprediksi manfaat dari antibiotik dan juga memprediksi
kultur bakteri positif. Namun positif kultur bakteri bukan merupakan indikator manfaat dari
antibiotik dalam penelitian ini. Ini mungkin mencerminkan ketidakakuratan budaya, terutama
dalam pengaturan perawatan primer di mana waktu transportasi dapat mengacaukan hasilnya.
Mungkin juga karena ukuran sampel yang tidak mencukupi. Namun dalam kedua kasus efeknya
cenderung kecil dan temuan menunjukkan bahwa bahkan ketika penyebab konjungtivitis adalah
bakteri, sebagian besar pasien akan menjadi lebih baik tanpa menggunakan antibiotik.
Selain tingkat kesembuhan pada hari ke 7, yang merupakan ukuran hasil utama dalam
penelitian ini, juga penting untuk mengetahui apakah antibiotik dapat mempersingkat durasi
gejala. Untuk mengatasi ini, analisis kelangsungan pasien dilakukan pada dua data set
menggunakan buku harian pasien. Hasilnya konsisten dengan yang dilaporkan dalam
metaanalisis ini. Dengan tidak ada perbedaan dalam waktu pemulihan untuk percobaan oleh rose
et al, tetapi perbedaan yang jelas dalam percobaan oleh everitt et al, yang tidak menggunakan
plasebo.

Kelebihan dan keterbatasan dalam penelitian ini


Kekuatan utama dari penelitian ini adalah bahwa dengan menggunakan data pasien individu dari
tiga uji coba menghasilkan 622 pasien, memberikan kekuatan studi yang lebih besar daripada
studi individu, dan memungkinkan analisis subkelompok. Ada tingkat heterogenitas yang
berbeda di seluruh studi, yang memungkinkan data untuk digabungkan. Namun ada juga
beberapa keterbatasan. Kualitas tiga studi yang dimasukkan adalah variabel. Ketiga studi merinci
teknik pengacakan mereka. Uji coba oleh Rose et al, dan rietveld et al dibutakan dan
menggunakan masking yang memadai. Dalam uji coba rose et al, sembilan dari 326 pasien
hilang sehubungan dengan 7 hari tindak lanjut. Dalam uji coba rietveld et al, 18 dari181 pasien
mangkir. Dalam uji coba everitt et al, tidak ada data tentang penyembuhan pada hari ke 7 untuk
56 dari 198 pasien. Juga harus dicatat bahwa sejumlah besar pasien (30%) dalam kelompok
kontrol dari percobaan everitt et al melanjutkan ke antibiotik penerima.
Dua dari studi yang dimasukkan dalam metaanalisis ini menggunakan plasebo di
kelompok kontrol, sementara satu tidak. Gambar 1 menunjukkan efek sighnificant dari antibiotik
versus kontrol dalam uji coba tanpa menggunakan plasebo, tetapi tidak dalam dua uji coba
menggunakan plasebo. Ini menyoroti kebutuhan untuk menggunakan plasebo dalam uji coba
obat terkontrol secara acak, tetapi juga menunjukkan bahwa mungkin ada kebersihan atau efek
irigasi menempatkan tetes non antibiotik ke dalam mata. Ini adalah temuan yang menarik dan
akan menjadi area untuk penelitian lebih lanjut. Meskipun kurangnya bukti melarang pedoman
yang jelas di sini, membersihkan mata adalah prosedur yang murah dan sederhana dan bisa
menjadi bagian dari saran manajemen yang diberikan oleh dokter.
Semua penelitian di sini dilakukan pada populasi perawatan primer. Oleh karena itu, ini
membatasi implikasi penelitian pada populasi perawatan primer yang tidak dipilih.

Perbandingan dengan literatur yang ada.


Ulasan Cochrane sebelumnya tentang penggunaan antibiotik untuk konjungtivitis juga
menunjukkan manfaat yang signifikan hanya dari antibiotik secara keseluruhan dari perawatan
sekunder serta perawatan primer dan termasuk beberapa penelitian yang lebih tua yang tidak
dianggap berkualitas tinggi. Ada penelitian yang lebih baru, tidak dilakukan dalam perawatan
pelayanan primer, telah menunjukkan efek signifikan antibiotik untuk konjungtivitis. Sulit untuk
membandingkan penelitian ini dengan tiga uji coba terbaru dalam perawatan sekunder, karena
fokus mereka adalah mikrobiologis daripada klinis. Ketiga uji coba membatasi analisis mereka
pada kultur pasien yang positif, dan karenanya mengecualikan lebih dari setengah pasien yang
diacak. Spektrum penyakit terlihat dalam perawatan sekunder, dan fokus pada penyembuhan
mikrobiologis cenderung menjelaskan perbedaan-perbedaan ini.
Efek kecil antibiotik pada konjungtivitis akut yang telah diperlihatkan di sini mirip
dengan yang ditemukan dalam ulasan sistematis yang mengamati sakit tenggorokan dan otitis
media. Bukti terbaru juga menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik untuk otitis media akut
dapat meningkatkan tingkat kekambuhan. Lembaga nasional untuk kesehatan dan keunggulan
klinis telah menyusun pedoman untuk membatasi penggunaan antibiotik untuk membatasi
infeksi saluran pernapasan dalam perawatan primer. Mengingat temuan ini, pedoman smilar
perlu disusun untuk penggunaan antibiotik dalam konjungtivitis infektif akut. Hasil ini
mendukung pernyataan baru-baru ini bahwa itu adalah kesalahan untuk membuat kloramfenikol
tersedia tanpa resep karena rendahnya kemanjuran obat dalam mengobati konjungtivitis.

Implikasi untuk lapangan


Metaanalisis data pasien ini menunjukkan bahwa antibiotik topikal memiliki manfaat terbatas
pada konjungtivitis infektif akut dan sebagian besar pasien akan sembuh tanpa mereka. Ada
sejumlah kecil pasien yang mendapat manfaat dari antibiotik, termasuk pasien dengan keluarnya
secret purulen dan pasien dengan keparahan mata merah. Namun, bahkan dalam kelompok ini
manfaat antibiotik terbatas. Penggunaan antibiotik secara bijaksana penting untuk mengurangi
risiko resistensi antibiotik pada populasi masyarakat. Praktik pemberian resep dan kebijakan
perlu diperbarui untuk mencerminkan hasil ini. Selain itu, harapan pasien akan penggunaan
antibiotik perlu diatasi, karena mereka cenderung menjadi kekuatan pendorong yang kuat di
balik keputusan pengobatan.
Tinjauan Pustaka
Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai oleh dilatasi vaskular,
infiltrasi selular dan eksudasi. yang disebabkan oleh mikro-organisme (virus,
bakteri,jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia. Konjungtivitis itu sendiri
merupakan inflamasi pada jaringan konjungtiva yang dapat terjadi secara akut maupun
kronis akibat invasi mikroorganisme dan atau reaksi imunologi.

Konjungtivitis Karena agen infeksi: Konjungtivitis Bakterial

Terdapat dua bentuk konjungtivitis bacterial: akut (dan subakut) dan menahun. Penyebab
konjungtivitis bakteri paling sering adalah Staphylococcus, Pneumococcus, dan Haemophilus.
Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan mikroorganisme seperti
Haemophilus influenza. Lamanya penyakit dapat mencapai 2 minggu jika tidak diobati dengan
memadai.

Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu dari sekian
antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam beberapa hari. Konjungtivitis
purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau Neisseria meningitides dapat menimbulkan
komplikasi berat bila tidak diobati secara dini. Konjungtivitis Bakteri Penyebab paling sering
adalah S. pneumonia, S. aureus, H.influenza, dan Moraxella catarrhalis. Neiseria gonorhoae
adalah penyebab yang jarang ditemukan namun menyebabkan gejala klinis yang berat. Penularan
umumnya terjadi melalui kontak langsung dan tidak langsung dengan secret konjungtiva
penderita lain atau penyebaran infeksi dari hidung seta mukosa sinus.2

Pada konjungtivitis bakteri dapat ditemukan tanda dan gejala :


- Mata merah, rasa berpasir, dan perih
- Sukar membuka mata terutama saat pagi hari
- Umumnya bilateral
- Adanya secret bersifat purulen
- Edema kelopak, injeksi konjungtiva
- Erosi epitel lapisan permukaan kornea
- Limfadenopati

Diagnosis
A. Tanda dan Gejala

- Iritasi mata,

- Mata merah,

- Sekret mata,

- Palpebra terasa lengket saat bangun tidur

- Kadang-kadang edema palpebra

Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke mata sebelahnya melalui tangan.
Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan kuman
seperti seprei, kain, dll.1,5

B. Pemeriksaan Laboratorium

Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapat diketahui dengan


pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan pulasan
Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil
polimorfonuklear.1,2,5 Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan
disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika penyakit itu purulen, bermembran
atau berpseudomembran. Studi sensitivitas antibiotika juga baik, namun sebaiknya harus
dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil sensitifitas antibiotika telah ada, tetapi
antibiotika spesifik dapat diteruskan.

C. Komplikasi dan Sekuel

-Blefaritis marginal menahun sering menyertai konjungtiva stafilokokus kecuali pada pasien
sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva dapat terjadi pada
konjungtivitis pseudomembranosa dan pada kasus tertentu yang diikuti ulserasi kornea
dan perforasi.

-Ulserasi kornea marginal dapat terjadi pada infeksi N gonorroeae, N konchii, N


meningitides, H aegyptus, S gonorrhoeae berdifusi melalui kornea masuk camera
anterior, dapat timbul iritis toksik.1,2

Terapi

Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen


mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai dengan
terapi topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih antibiotika
yang cocok untuk mengobati infeksi N gonorroeae, dan N meningitides. Terapi topical
dan sistemik harus segera dilkasanakan setelah materi untuk pemeriksaan laboratorium
telah diperoleh.

Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus


dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva. Untuk
mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan secara
khusus hygiene perorangan.

Perjalanan dan Prognosis

Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat


berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali
konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan
memasuki tahap mnehun) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati dapat
berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi
gerbang masuk bagi meningokokus ke dalam darah dan meninges, hasil akhir
konjungtivitis meningokokus adalah septicemia dan meningitis. Konjungtivitis bacterial
menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi masalah pengobatan yang
menyulitkan.

Anda mungkin juga menyukai