Anda di halaman 1dari 18

JOURNAL READING

ASSESSMENT OF ANTIBIOTIC TREATMENT OF CELLULITIS


AND ERYSIPELAS
A SYSTEMATIC REVIEW AND META-ANALYSIS

Pembimbing :
dr. Reni Fajarwati, Sp.KK

Disusun oleh :

Naifah Luthfiyah Putri 1820221170

KEPANITERAAN KLINIK KULIT KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR MINGGU
PERIODE 22 JULI 2019 – 24 AGUSTUS 2019
LEMBAR PENGESAHAN

KOORDINATOR KEPANITERAAN KLINIK KULIT DAN KELAMIN


RSUD PASAR MINGGU

Jurnal Dengan Judul:

Assessment of Antibiotic Treatment of Cellulitis and Erysipelas


A Systematic Review and Meta-analysis

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti ujian


Kepaniteraan Klinik di Dapartemen Kulit Kelamin
RSUD Pasar Minggu

Disusun Oleh :
Naifah Luthfiyah Putri 1820221170

Telah Disetujui Oleh Pembimbing:

dr. Reni Fajarwati, Sp.KK

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat, nikmat,
karunia dan hidayah-Nya, jurnal yang berjudul “Assessment of Antibiotic
Treatment of Cellulitis and Erysipelas A Systematic Review and Meta-analysis”
dapat diselesaikan.
Penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada
dr. Reni Fajarwati, Sp.KK selaku pembimbing yang dengan penuh dedikasi,
kesabaran, dan keikhlasan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam
membimbing penulis sehingga hambatan dalam penulisan jurnal ini dapat teratasi.
Penulis menyadari bahwa tulisan dalam jurnal ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mohon maaf apabila terdapat kekurangan
pada jurnal. Penulis juga mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari
semua pihak agar menjadi lebih baik. Semoga jurnal ini bermanfaat bagi para
pembaca dan kemajuan ilmu pengetahuan khususnya kedokteran dikemudian hari.

Jakarta, Agustus 2019

Naifah Luthfiyah Putri

ii
PENILAIAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN
SELULITIS DAN ERISIPELAS
SEBUAH TINJAUAN SISTEMATIK DAN META-ANALISIS

KEPENTINGAN
Konsesus mengenai pemberian antibiotik yang optimal untuk pasien selulitis dan
erisipelas masih sedikit. Data-data yang tersedia tidak menunjukkan keunggulan
dari salah satu jenis obat, dan data terbatas hanya pada rute pemberian antibiotik
yang paling tepat atau pada durasi terapi.

TUJUAN
Untuk menilai efikasi dan keamanan pemberian antibiotik pada pasien selulitis
yang tidak membutuhkan tindakan operasi.

SUMBER DATA
Sumber data yang digunakan pada penelitian ini dicari hingga 28 Juni 2016:
Cochrane Central Register of Controlled Trials (2016, issue 5), Medline (dari
1946), Embase (dari 1974), dan Latin American and Carribean Health Sciences
Information System (LILACS) (dari 1982). Kesimpulan, 5 data hasil penelitian
dan daftar referensi untuk penelitian ini dicari. Pencarian data dari PubMed dan
Google Scholar dilakukan dari 28 Juni 2016 ke 31 Desember 2018.

PEMILIHAN PENELITIAN
Uji klinis acak yang membedakan perbedaan antibiotik, rute pemberian dan durasi
pemberian diinklusikan.

EKSTRAKSI DATA DAN SINTESIS


Pada penelitian ini menggunakan prosedur metodelogi dari Cochrane yang telah
terstandarisasi, untuk pengumpulan data dan analisa. Untuk hasil penelitian ini,
risk ratio 95% Cl dikalkulasi. Tabel ringkasan dibuat untuk nilai akhir,
berdasarkan pendekatan GRADE untuk menilai kualitas bukti.
PENGUKURAN HASIL
Hasil utama adalah proporsi pasien yang sembuh, peningkatan, pulih, atau gejala
bebas atau pengurangan gejala pada akhir pengobatan , seperti apa yang telah
dilaporkan pada penelitian ini. Hasil kedua merupakan kejadian efek samping.

HASIL
Dari total 43 penelitian dengan 5999 partisipan, yang berumur 1 bulan-96 tahun,
diinklusikan. Pada 15 penelitian (35%) selulitis merupakan diagnosis utama pada
pasien, dan pada penelitian lain proporsi pasien selulitis sebesar 29,7% (22,9%-
50,3%). Secara keseluruhan, tidak ada bukti yang menunjukkan keunggulan salah
satu jenis antibiotik dengan jenis antibiotik yang lain, dan antibiotik yang bertugas
untuk melawan Staphylococcus aureus yang resisten terhadap methicillin tidak
menunjukkan keuntungan. Penggunaan antibiotik secara intravena dibandingkan
pemberian antibiotik oral dan pemberian antibiotik lebih dari 5 hari tidak
digunakan dengan bukti yang kuat.

KESIMPULAN
Pada tinjauan sistematik dan meta-analisis ini, ditemukan bukti yang cukup lemah
untuk jenis antibiotik yang tepat, rute pemberian, dan durasi pemberian antibiotik
pada pasien selulitis; untuk penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan
serangkaian hasil standar, termasuk skor keparahan, dosis, dan durasi terapi.

Selulitis merupakan infeksi kulit yang bersifat akut yang paling sering
terjadi. Panduan pengobatan pasien selulitis yang telah dipublikasikan kebanyakan
berdasarkan bukti dari penelitian sebelumnya mengenai infeksi pada kulit dan
jaringan lunak (selulitis), atau pendapat dari para ahli. Meskipun panduan
pengobatan pasien selulitis telah dipublikasikan, variasi pada pengobatan pasien
selulitis telah diidentifikasi.
Tinjauan sistematis dan meta-analisis ini bertujuan untuk memberi informasi
mengenai pembuatan pedoman berbasis bukti yang mencakup pilihan jenis
antibiotik, rute pemberian, durasi pemberian, peran kombinasi antibiotik, dan
kesenjangan dalam penelitian.
METODE
Peneliti mencari data hingga 28 Juni 2016: Cochrane Central Register of
Controlled Trials (2016, issue 5), Medline (dari 1946), Embase (dari 1974), dan
LILACS (Latin American dan Carribean Health Sciences Information System;
dari 1982). Peneliti juga mencari 5 data hasil penelitian dan daftar referensi untuk
penelitian ini. Pencarian data dari PubMed dan Google Scholar dilakukan dari 28
Juni 2016 ke 31 Desember 2018.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien yang terdiagnosa selulitis
yang terpilih secara acak. Peneliti menggunakan istilah selulitis termasuk juuga
erisipelas, karena dua kondisi tersebut tidak mudah dibedakan. Fokus ulasan ini
adalah pasien selulitis lebih membutuhkan terapi antibiotik daripada profilaksis.
Peneliti mempertimbangkan uji klinis acak jika dibuat penelitian mengenai
perbandingan antara regimen pengobatan satu dengan regimen pengobatan
lainnya, termasuk regimen antibiotik, rute pemberian, dan durasi terapi.
Hasil utama mengenai proporsi pasien yang sembuh, mengalami perbaikan,
atau bebas atau gejala klinis berkurang di akhir pengobatan biasanya dilaporkan
oleh pasien atau praktisi kesehatan. Tidak ada alat ukur yang terstandarisasi yang
digunakan pada penelitian ini karena setiap penelitian menetapkan titik waktu dan
kriteria yang berbeda untuk menilai perbaikan gejala klinis pasien. Hasil sekunder
dilaporkan jika terdapat kejadian efek samping.
Peneliti mengidentifikasi uji klinis tersebut yang sudah dipublikasikan
dalam bahasa inggris secara relevan. Data dan strategi pencarian data yang
peneliti gunakan dijelaskan dalam bagian Appendiks 1 pada bagian Suplemen.
Peneliti juga memeriksa bibliografi penelitian terkait sebagai tambahan penelitian.
Peneliti tidak melakukan pencarian yang berbeda untuk menilai efek samping dari
intervensi target, tetapi peneliti memeriksa data mengenai kejadian efek samping
pada penelitian terkait.
Semua penelitian mengenai terapi antibiotik yang termasuk ke dalam ulasan
sistematis sebelumnya pada tahun 2010 dimasukkan dalam ulasan penelitian ini.
Potensi penelitian untuk variabel inklusi secara independen diperiksa oleh kami,
dua orang dari tim peneliti (R.B dan O.M.W) terhadap kriteria inklusi. Jika kedua
dari tim peneliti setuju jika penelitian tidak relevant terhadap tujuan dari ulasan
ini, maka penelitian tersebut diekslusikan. Jika tidak jelas hubungannya yang
dilihat dari abstrak, maka kedua orang dari tim peneliti akan memeriksa teks
lengkap penelitian tersebut. Setiap perselisihan diantara kedua orang dari tim
peneliti diselesaikan dengan konsesus dan berdasarkan penulis ketiga (P.F) jika
diperlukan.
Dari informasi yang peneliti dapatkan dari semua penelitian, deskripsi
mengenai populasi, intervensi, durasi pengobatan, jumlah subjek penelitian diatur
secara acak ke dalam masing-masing kelompok perlakuan, jumlah subjek
penelitian yang sembuh atau tidak respon terhadap pengobatan, jumlah subjek
penelitian yang hilang untuk diikuti (follow up), dan durasi follow up. Untuk
semua potensi penelitian, kami (R.B dan O.M.W) secara independen mengambil
dan menganalisa data, dan satu dari kami (R.B) memasukkan data ke dalam
RevMan, versi 5.3 (Nordic Cochrane Centre).
Enam tipe bias telah dinilai : seleksi, kinerja, deteksi, gesekan, pelaporan,
dan bias lainnya (Appendix 2 di bagian Suplemen). Peneliti mengikuti
rekomendasi dari Buku Saku Cochrane untuk ulasan sistematik terhadap
intervensi dan peneliti mengelompokkan setiap penelitian terkait ke dalam
kelompok yang memiliki tinggi, rendah, atau kurang jelas risiko bias.

ANALISA STATISTIKA
Untuk penelitian yang sejenis dengan tipe intervensi dibandingkan, peneliti
melakukan meta-analisis untuk mengkalkulasi efek pengobatan setiap penelitian.
Model Mantel-Haenszel digunakan untuk mengkalkulasi efek pengobatan bila
heterogenitas rendah dan keuntungan dari penelitian kecil berlebihan. Karena
jumlah penelitian terkait sedikit, peneliti menafsirkan nilai I 2 50% atau lebih untuk
mewakili heterogenitas yang besar dan mengaplikasikan model efek-acak. Hasil
penelitian dinyatakan sebagai risk ratio (RR) dengan 95% Cl untuk hasil
penelitian.
Peneliti menilai kejadian withdrawal, dropout, deviasi protokol yang baik
seperti apakah partisipan ini dianalisis ke dalam kelompok awal mereka yang
acak.
HASIL
Proses seleksi pada penelitian ini telah dirangkum pada Figure 1. Ringkasan
hasil penelitian, menggunakan pendekatan GRADE untuk menilai kualitas bukti,
telah dijelaskan pada tabel 1 di bagian Suplemen.
Dari 41 penelitian, dua diantaranya terdiri dari 2 set perbandingan kemudian
diperlakukan sebagai studi terpisah (Bucko et al 2002 dan Daniel 1991),
meningkatkan jumlah penelitian menjadi 43. Satu penelitian terhitung menjadi 2
dan dipresentasikan dalam 2 kertas halaman (Corey et al 2010 dan Wilcox et al
2010).
43 penelitian didalamnya terdapat 5999 partisipan, yang berumur 1 bulan
hingga 96 tahun. Penjelasan lengkap penelitian ini telah dirangkum pada tabel 2 di
bagian Suplemen. Selulitis merupakan diagnosis utama pada 15 penelitian (35%),
dan penelitian lainnya proporsi pasien dengan selulitis berkisar 8,9% hingga
90,9%, dengan nilai median 29,7% (22,9% - 50,3%).
Sebagian besar penelitian yaitu membandingkan antar antibiotik atau durasi
pengobatan. Tidak ada penelitian yang membandingkan antibiotik dengan
plasebo. Untuk sebagian besar penelitian, durasinya berbeda-beda, tergantung dari
kebutuhan klinis. Sebagian besar penelitian mempunyai durasi yang berbeda
tetapi tidak dengan antibiotik yang sama. Karena antibiotik yang digunakan sangat
bervariasi, peneliti tidak dapat meneliti variasi dalam dosis antibiotik dan luaran
klinis.
Karena setiap penelitian melaporkan hasilnya dengan cara yang berbeda,
peneliti menganggap proporsi pasien yang sembuh equivalen dengan proporsi
pasien yang mengalami perbaikan gejala klinis. Kriteria untuk menegakkan bahwa
pasien telah mengalami perbaikan dan titik waktu untuk menilai kesembuhan atau
perbaikan sangat bervariasi. Kualitas untuk follow up dimulai dari penilaian
seluruh partisipan hingga asumsi penyembuhan telah terjadi kecuali bila partisipan
kembali sakit.
Alasan untuk mengekslusikan sebagian besar penelitian adalah karena
mereka tidak menyajikan hasil populasi pasien selulitis, penelitian tersebut
merupakan uji klinis acak-quasi, atau penelitian tersebut tidak memiliki proses
pengacakan yang jelas. Tipe risiko dari bias untuk setiap penelitian disajikan pada
Gambar 2 dan Appendix 2 di bagian Suplemen.

Gambar 1. Bagan Seleksi Artikel

21 Naskah artikel 908 data 18 data teridentifikasi


lengkap termasuk ke teridentifikasi melalui melalui sumber
dalam ulasan 2010 pencarian data pencarian lainnya

926 data dinilai


779 data ditolak

147 naskah artikel lengkap dinilai


untuk eligibilitas

25 naskah artikel lengkap


ditolak
103 naskah artikel lengkap 19 penelitian dimasukkan ke
diekslusikan dala sintesis kualitatif
1 penelitian ditambah

43 penelitian termasuk ke dalam meta-analisis

EFEK DARI INTERVENSI


Penisilin vs Sefalosporin
Tiga Penelitian (n=86) membandingkan penisilin dengan sefalosporin. Pada dua
penelitian, pemberian ampisilin secara intravena dan sulfabaktam dibandingkan
dengan pemberian cefazolin secara intravena, dan penelitian ketiga
membandingkan seftriakson (iv) dengan flucloxacillin (iv). Peneliti menemukan
tidak ada perbedaan pada kedua kelompok antibiotik. Hasil ini dibuktikan dengan
tingkat heterogenitas yang tinggi (RR=0.98;95%CI,0.68-1.42;I2= 70%)(Gambar
1.1 di bagian Supplement). Dua penelitian dilaporkan terdapat kejadian efek
samping. Tidak ditemukan perbedaan antar kelompok (RR = 0.48; 95% CI, 0.14-
1.69; n = 68) (Gambar 1.2 di bagian Supplement).

Sefalosporin Jenis Lama vs Sefalosporin Jenis Baru


Peneliti mengidentifikasi enam penelitian (n=527) yang dikelompokkan menjadi 4
subgrup. Tidak ada pemberian sefalosporin tunggal yang diterima menjadi
standart untuk perbandingan. Peneliti menetapkan sefalosporin jenis baru menjadi
sefalosporin A dan sefalosporin jenis lama menjadi sefalosporin B. Peneliti
menemukan tidak ada perbedaan antara dua regimen antibiotik tersebut (RR =
1.02; 95% CI, 0.96-1.09) (Gambar 2.1 di bagian Supplement). Hanya satu
penelitian yang melaporkan data untuk kejadian efek samping pada subgrup
selulitis; kejadian efek samping pada kelompok cefazolin-probenecid lebih
banyak ditemukan dibandingkan kelompok seftriakson iv (21% vs 10%), tetapi
tidak ditemukan perbedaan secara statistik (RR = 0.50; 95% CI, 0.22-1.16; n =
134) (Gambar 2.2 di bagian Supplement).

Beta-Laktam vs Makrolid, Lincosamide, atau Streptogramin


Dua penelitian membandingkan benzylpenicillin (iv) dengan makrolida oral
(roxithromycin) dan streptogramin (pristinamycin). Partisipan pada kedua
penelitian tersebut merupakan pasien erisipelas, terduga streptococcal, dan oleh
karena itu, partisipan sensitif pengobatan penicillin. Penelitian lain
membandingkan cloxacillin oral dengan azithromycin, dan penelitian komunitas
membandingkan flucloxacillin dengan eritromisin oral. Penelitian kecil, yang
dimana terdiri dari partisipan pasien selulitis, membandingkan cefalexin dengan
azithromycin.
Penelitian lebih lanjut membandingkan clindamycin oral dengan sequential
(i.v) dan flucloxacillin oral. Dengan total, enam penelitian (n=596) ditemukan.
Peneliti menemukan tidak ada perbedaan antara dua pengobatan tersebut (RR =
0.94; 95% CI, 0.85-1.04; I2 = 44%) (Gambar 3.1 di bagian Supplement).
Penelitian ini secara terpisah dipublikasikan, termasuk penelitian lain tetapi
dengan penemuan yang sama. Tiga penelitian melaporkan adanya kejadian efek
samping. Tidak ada perbedaan yang signifikan antar kelompok (RR = 0.70; 95%
CI, 0.45-1.08; n = 397) (Gambar 3.2 di bagian Supplement).

Gambar 2. Tipe Risiko Bias Untuk Setiap Penelitian

Quinolone atau Vancomycin vs Antibiotik Lain


Peneliti menemukan tiga penelitian (n=160) membandingkan quinolone
dengan antibiotik lain: satu membandingkan novel fluoroquinolone dengan
linezolid, satu membandingkan moxifloxacin dengan penisilin/ kombinasi
inhibitor beta-laktamase, dan satu membandingkan delafloxacin dengan
tigecycline. Peneliti menemukan tidak ada perbedaan antar kelompok tersebut
(RR = 1.04; 95% CI, 0.94-1.16) (Gambar 4.1 in the Supplement). Data mengenai
kejadian efek samping tidak dapat diambil.
Peneliti mengidentifikasi 10 penelitian (n=2275), dikelompokkan menjadi 3
subgrup membandingkan vancomycin dengan antibiotik lain. Peneliti menemukan
tidak ada perbedaan antara kedua pengobatan (RR = 1.00; 95% CI, 0.98-1.02)
(Gambar 5.1 di bagian Supplement).

Vancomycin Plus Gram (+), Plus Gram (-), atau masing-masing vs Antibiotik Lain
Satu penelitian (n=625) membandingkan vancomycin diikuti dengan
linezolid oral dengan dalbavancin. Tidak ditemukan perbedaan antara pemberian
vancomycin tunggal atau kombinasi dengan antibiotik lain (RR =
0.99;95%CI,0.94-1.04) (Gambar 5.1.1 di bagian Supplement).
Empat penelitian (n=853) membandingkan vancomycin dikombinasikan
dengan antibiotik untuk Gram (-): vancomycin dengan oritavancin (aztreonam
diperbolehkan), vancomycin ditambah aztreonam dengan ceftaroline fosamil, dan
vancomycin ditambah seftazidim dengan ceftrobiprole medocaril. Tidak
ditemukan perbedaan antara vancomycin tunggal atau kombinasi dengan
antibiotik lain (RR = 1.00; 95%CI, 0.96-1.05) (Gambar 5.1.2 di bagian
Supplement).
Hanya penelitian (n=101) selulitis dengan kejadian efek samping spesifik
tidak menunjukkan perbedaan antar dua pengobatan (RR = 1.02; 95%CI,0.42-
2.51) (Gambar 5.2 di bagian Supplement).

Linezolid vs Antibiotik Lain


Empat penelitian (n=1024) membandingkan linezolid dengan berbagai jenis
antibiotik lain: novel fluoroquinolone, tedizolid phosphate, dan vancomycin.
Tidak ditemukan perbedaan antara linezolid dengan antibiotik lain (RR = 1.00;
95% CI, 0.95-1.05) (Gambar 6.1 di bagian Supplement). Data mengenai efek
samping tidak dapat diambil.

Clindamycin vs Trimethoprim Sulfamethoxazole


Satu penelitian (n=248) membandingkan clindamycin dengan trimethoprim
sulfamethoxazole. Penelitian ini mengenai infeksi kulit dan termasuk partisipan
dengan selulitis di lingkungan yang prevalensi methicilin resistant Staphylococcus
aureus (MRSA) nya tinggi. Tidak ditemukan perbedaan antara clindamycin dan
trimethoprim-sulfamethoxazole (RR = 1.05; 95%CI,0.96- 1.15) (Gambar 7.1 di
bagian Supplement). Data mengenai kejadian efek samping tidak dapat diambil.

Antibiotik MRSA-Aktif vs Antibiotik Non MRSA-Aktif


Dua penelitian (n=557) meneliti mengenai apakah penambahan antibiotik
yang melawan MRSA mempengaruhi luaran klinis. MRSA-Aktif (sefalosporin +
trimethoprim-sulfamethoxazole) dibandingkan dengan sefalosporin ditambah
placebo. Tidak ada perbedaan antara antibiotik MRSA-Aktif dan antibiotik non-
MRSA-Aktif (RR = 0.99; 95% CI, 0.92-1.06) (Gambar 8.1 di bagian
Supplement). Satu penelitian mengekslusikan pasien dengan selulitis purulent,
sedangkan penelitian lain menginklusikan pasien dengan pustule diameter kurang
dari 3 mm. Walaupun jumlahnya sangat sedikit (n=19), selulitis purulent bukan
merupakan faktor untuk menilai respon terhadap terapi. Penelitian ketiganya
memasukkan data mengenai kejadian efek samping. Peneliti tidak menemukan
perbedaan antara dua pengobatan (RR = 1.03; 95% CI, 0.92-1.14; n = 642)
(Gambar 8.2 di bagian Supplement).

Penelitian Lain Yang Tidak Termasuk


Satu penelitian (n=19) membandingkan cefalexin 500 mg dua kali sehari
dengan 250 mg empat kali sehari. Tidak ditemukan perbedaan antar kelompok
(RR = 1.00; 95% CI, 0.81-1.23) (Gambar 9.1 di bagian Supplement).
Satu penelitian membandingkan meropenem dengan imipenem-cilastatin
untuk infeksi kulit dan struktur kulit. Tidak ditemukan perbedaan yang signifikan
secara statistik di dalam subgrup selulitis (RR = 0.88; 95%CI,0.68-1.15; n = 81)
(Gambar 9.2 di bagian Supplement).
Satu penelitian (n=81) menilai tambahan benzylpenicillin untuk regimen
yang menerima flucloxacillin (suhu, nyeri, atau diameter area infeksi dinilai pada
hari 1 dan 2 pengobatan). Tidak ditemukan efek luaran klinis yang signifikan
secara statistik. Tidak ada efek samping yang dilaporkan pada penelitian ini.
Satu penelitian (n=410) membandingkan flucloxacillin ditambah
clindamycin dengan flucloxacillin ditambah placebo dan ditemukan tidak ada
perbedaan yang signifikan antara 2 alokasi pada hari kelima follow up (RR =
1.07; 95% CI, 0.98-1.18) (Gambar 9.4.1 di bagian Supplement). Perbedaan
kejadian efek samping yang signifikan secara statistik diperiksa, terutama diare,
yang terjadi dua kali lebih sering pada kelompok clindamycin (RR = 1.87; 95%CI,
1.23- 2.86; P = .004) (Gambar 9.4.2 di bagian Supplement).
Satu penelitian (n=18) membandingkan ticarcillin dan asam klavulanat
dengan moxalactam. Tidak ditemukan perbedaan antar kelompok (RR = 1.00;
95%CI,0.82-1.22) (Gambar 9.5 di bagian Supplement).
Satu penelitian membandingkan gatifloxacin oral dengan levofloxacin oral
sebagai uji infeksi kulit dan struktur kulit. Ditemukan perbedaan yang sedikit
signifikan secara statistik, memihak gatifloxacin (RR = 1.17; 95%CI, 1.01-1.35;n
= 82;P = .03; bukti dengan kualitas rendah) (Gambar 9.6 di bagian Supplement).
Satu penelitian (n=112) membandingkan benzylpenicillin (iv) dengan
penicillin (im) (benzylpenicillin dan procaine penicillin) untuk 10 hari. Tidak
ditemukan hasil yang berbeda (RR = 0.93; 95% CI, 0.79-1.10) (Gambar 9.7.1 di
bagian Supplement), tetapi kejadian efek samping lebih sering terjadi pada
kelompok pemberian obat secara intravena (RR = 7.25; 95% CI, 1.73-30.45; P = .
007) (Gambar 9.7.2 in the Supplement).

Durasi pemberian antibiotik cepat vs lama


Peneliti mengidentifikasi lima penelitian (n=916) yang membandingkan
durasi pengobatan yang cepat dengan yang lama. Hanya satu penelitian yang
membandingkan durasi untuk jenis antibiotik yang sama. Satu penelitian
membandingkan dosis tunggal oritavancin, glikopeptida dengan waktu paruh yang
panjang, dengan pemberian vancomycin selama 7-10 hari. Dua penelitian oleh
Daniel membandingkan pemberian azithromycin selama 5 hari dengan pemberian
cloxacillin atau eritromisin selama 7 hari. Satu penelitian membandingkan
pemberian levofloxacin selama 5 hari dengan pemberian selama 10 hari.
Penelitian lain membandingkan pemberian tedizolid selama 6 hari dengan
pemberian selama 10 hari. Tidak ditemukan perbedaan antara durasi pemberian
antibiotik yang cepat dan lama (RR = 0.99;95%CI,0.94-1.04) (Gambar 10.1 di
bagian Supplement). Hanya satu penelitian (n=87) dilaporkan terdapat kejadian
efek samping yang cenderung mengalami withdrawal, tidak signifikan secara
statistik (RR = 0.33; 95%CI,0.01- 7.79) (Gambar 10.2 di bagian Supplement).

Antibiotik Intravena vs Antibiotik Oral


Peneliti mengidentifikasi empat penelitian (n=550), meskipun satu
penelitian disusun secara spesifik untuk membandingkan pemberian antibiotik
secara oral dengan intravena sangat sedikit (n=47) dan ditemukan tidak ada
perbedaan dalam luaran klinis. Dua penelitian (n=357) meneliti makrolida oral
atau streptogramin oral terhadap benzylpenicilin iv. Regimen antibiotik yang oral
menujukkan lebih efektif dibandingkan dengan benzylpenicillin iv. Pallin et al
memasukkan data mengenai rute pemberian antibiotik, walaupun penelitian
tersebut tidak disusun untuk menilai rute pemberian.
Untuk hasil, peneliti menemukan bukti kualitas yang rendah yang
menjelaskan bahwa pemberian secara intravena lebih inferior dibandingkan
dengan pemberian secara oral (RR = 0.83; 95%CI,0.75-0.93;P < .001) (Gambar
11.1 di bagian Supplement). Meskipun kejadian efek samping lebih banyak terjadi
pada kelompok pemberian oral, tetapi tidak ditemukan perbedaan yang signifikan
secara statistik antar kelompok tersebut RR = 1.11; 95%CI,0.73- 1.68; n = 549; I2
= 46%) (Gambar 11.2 di bagian Supplement).

PEMBAHASAN
Dari data yang disajkan, tidak mungkin untuk menetapkan regimen
antibiotik yang efektif untuk selulitis, mengingat bahwa tidak ada satu antibiotik
yang sifatnya superior dibandingkan yang lain. Penggunaan sefalosporin
dibandingkan dengan penisilin tidak didukung meskipun dalam penelitian
menunjukkan kesetaraan. Demikian pula, glycopeptida, oxazolidinone, dan
daptomycin tidak menunjukkan tingkat yang superior dibandingkan dengan jenis
antibiotik lain. Penggunaan terapi kombinasi tidak didukung, sebagaimana
penelitian dengan terapi kombinasi tidak menunjukkan luaran klinis yang lebih
baik.
Penggunaan terapi oral didukung dengan data yang terbatas untuk antibiotik
oral vs antibiotik intravena dan dengan uji coba dimana hanya antibiotik oral yang
digunakan menghasilkan luaran klinis yang baik. Penelitian terdahulu mengenai
antimikroba untuk erisipelas yang diberikan secara oral menghasilkan luaran
klinis yang baik. Pada ulasan ini, ketika antibiotik oral dibandingkan dengan
antibiotik intravena, antibiotik oral menunjukkan lebih efektif.
Mengidentifikasi durasi optimum untuk terapi antibiotik tidak mungkin
dilakukan, dengan hanya satu uji yang disusun untuk menilai mengenai durasi
pemberian antibiotik secara spesifik, tetapi tidak didukung bukti yang kuat untuk
terapi lebih dari 5 hari. Penelitian oleh Hepburn et al hanya mengacak menjadi
pengobatan yang lama pada hari kelima, yang dimana beliau tidak
mengklarifikasikan penggunaan antibiotik dalam jangka waktu lama untuk pasien
yang lambat untuk mengalami perbaikan. Antibiotik yang bertugas melawan
MRSA pada pasien selulitis diteliti pada dua penelitian. Tidak ada penelitian yang
menunjukkan keuntungan jenis antibiotik ini, namun mendukung bahwa selulitis
merupakan infeksi streptococcal.

KETERBATASAN PENELITIAN
Penelitian ini memiliki banyak keterbatasan. Sebagian besar penelitian ini
kurang konsisten, kurang jelas dan kurang tepat untuk menetapkan terapi selulitis,
membuat perbandingan antara pengobatan sulit. Nilai akhir yang terstandarisasi
dibutuhkan dengan penilaian yang kemudian harus dipatuhi. Nilai akhir tersebut
harus objektif (bukan tentang edema, kadar neutrofil dengan kadar normal) dan
tidak subjektif (keluar dari RS, perubahan pemberian intravena menjadi oral).
Berdasarkan wawancara dengan partisipan, hasil yang diinginkan partisipan
adalah waktu untuk menyelesaikan gejala yang tidak menyenangkan, seperti
nyeri, namun hanya enam penelitian yang menunjukkan perbaikan gejala. Hasil
yang lebih umum adalah proporsi pasien yang sembuh atau mengalami perbaikan,
suatu penilaian sering dinilai pada akhir perawatan atau hingga 2 minggu setelah
perawatan dan didefinisikan sebagai pengurangan atau tidak adanya tanda atau
gejala asli. Waktu atau definisi ini tidak memungkinkan diskriminasi antar
perawatan, yang mana mempengaruhi lamanya gejala atau lama tinggal di rumah
sakit.
Penelitian terdahulu tidak menentukan atau tidak mengecualikan peserta
yang menerima antibiotik sebelumnya dan memasukkan peserta yang tidak
berespon terhadap pengobatan. Sebaliknya, 17 penelitian mengecualikan peserta
yang telah menerima antibiotik sebelum pendaftaran, meskipun periode ekslusik
sangat bervariasi antar penelitian.
Sebagian besar penelitian memasukkan populasi campuran yaitu pasien
infeksi kulit dan infeksi struktur kulit; kecuali kalau penelitian tersebut
menampilkan data subgrup untuk pasien selulitis, peneliti tidak dapat
memasukkan partisipan tersebut ke dalam penelitian. Keputusan untuk
menunjukkan data ini mungkin bias, karena peneliti mungkin lebih suka
menampilkan data untuk spesifik kelompok penyakit tertentu jika respons
terhadap perawatan bervariasi.
Sebagian besar penelitian, organisme kausatif tidak dilakukan isolasi.
Sebagian besar penelitian dengan populasi yang penyakit campuran dilaporkan
data subgrup untuk organisme penyebab, tetapi tidak untuk tipe jaringan yang
terlibat. Tingkat isolasi untuk organisme penyebab rendah untuk selulitis, jarang
tinggi dari 25%. Tingkat ini menjelaskan bahwa, pada sebagian besar penelitian,
75% partisipan dengan selulitis akan diekslusikan.
Sebagian besar penelitian tidak cukup kuat untuk menjelaskan mengenai
proses pembagian alokasi (Gambar 2), dan hanya pada penelitian terbaru
menyediakan penghitungan besar sampel. Sebelas penelitian dideksripsikan secara
terbuka, dengan lima penelitian tambahan diduga tidak mengaburkan, (desaian
penelitian tersebut tidak spesifik). Kurangnya mengaburkan, dalam kombinasi
dengan kurangya alat ukur objektif, dapat meningkatkan risiko bias.

KETERLIBATAN PENELITIAN
Mengingat rendahnya kualitas bukti yang peneliti identifikasi, diperlukan
penelitian tambahan untuk mendefinisikan manajemen yang optimal untuk
selulitis. Uji klinis yang akan datang hanya mencakup partisipan dengan selulitis
saja dan mengatasi masalah spesifik yang terkait dengan terapi. Penelitian
selanjutnya perlu mengklarifikasi durasi terapi dan apakah perlu waktu yang lebih
lama pada penyakit yang lebih parah. Tidak ada penelitian yang memasukkan
perbandingan dosis, dan kecenderungan unutk meningkatkan dosis untuk
mengatasi kegagalan terapi tanpa menguji hipotesa ini. Penelitian selanjutnya
perlu mengklarifikasi dosis dan apakah dosis diberikan sesuai dengan berat badan
asli atau berat badan ideal.
Uji klinis acak perlu dilakukan dengan membandingkan antibiotik intravena
dengan antibiotik oral untuk partisipan dalam suatu komunitas: hasil penelitian
tersebut akan memiliki implikasi untuk pengiriman dan efektivitas biaya terapi di
rumah, meminimalisir keterlibatan penggunaan intravena di rumah atau
kunjungan rawat jalan. Selain itu, penelitian perlu memiliki kriteria yang telah
terstandarisasi untuk menilai keparahan (Kriteria sindrom respon inflamasi
sistemik, fungsi ginjal dan area eritem) untuk memungkinkan pemeriksaan rute
pengobatan, dosis, dan durasi. Seperangkat hasil yang terstandarisasi perlu
didirikan untuk penelitian tersebut. Hasil penelitian harus meliputi pengukuran
gejala sistemik (nadi, tekanan darah), dengan gejala lokal (inflamasi, edema),
darah (neutrofil, urea), dan keluhan utama pasien (nausea, nyeri,
mobilitas).Pengecualian penelitian, misalnya durasi antibiotik sebelum masuk
waktu penelitian) dan waktu tindak lanjut (aktivitas awal, terlambat, dan kembali
normal) harus distandarisasi jika memungkinkan.

KESIMPULAN
Bukti terkini tidak mendukung tingkat superioritas satu jenis antibiotik terhadap
jenis antibiotik lainnya, dan penggunaan antibiotik kombinasi tidak didukung
dengan data uji klinis. Kurangnya bukti yang mendukung penggunaan antibiotik
intravena dibandingkan antibiotik oral atau untuk jangka waktu perawatan lebih
dari 5 hari.

Anda mungkin juga menyukai