BAB I ....................................................................................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN ................................................................................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................................................................... 5
2.1.Vaksin ...................................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN .................................................................................................................................................................... 91
3.1 Stabilitas vaksin dan aspek penyimpanan ................................................................. Error! Bookmark not defined.1
BAB IV
1
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Vaksin
Vaksin adalah suatu antigen yang berwujud mikroorganisme yang tidak hidup atau
sudah mati atau juga yang masih hidup namun dilemahkan, yang beberapa bagiannya masih
utuh dan telah di olah. Dapat juga berupa mikroorganisme yang sudah diubah menjadi toksoid
ataupun protein rekombinan yang bisa menimbulkan efek kekebalan spesifik terhadap suatu
penyakit infeksi tertentu. (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 42 tahun 2013).
Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV, vaksin adalah sediaan yang mengandung
zat antigenik yang mampu menimbulkan kekebalan aktif dan khas pada manusia. Vaksin
dapat dibuat dari bakteri, riketsia atau virus dan dapat berupa suspensi organisme hidup atau
inaktif atau fraksifraksinya atau toksoid.
Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapatkan respon imun spesifik yang akan dapat
melindungi seseorang yang telah di vaksinasi tersebut terhadap penyakit ketika ia terkena agen
infeksi di kemudian hari. Kemampuan vaksin untuk merespon sistem imun tanpa memicu
terjadinya penyakit sering kali dikombinasikan dengan ajuvan, yakni zat yang dapat
memancing atau menarik sel-sel infalamasi tambahan ke tempat bekerjanya vaksin dan
merangsang mereka untuk melepaskan berbagai macam sitotoksin dalam jumlah yang lebih
besar. Selanjutnya sinyal-sinyal kimia tersebut akan merangsang dan mengaktifkan sel
makrofag dan limfosit untuk memperoleh tambahan fungsi perlindungan. (NPI Guide, 2002).
Perbedaan ini mencerminkan bahwa tidak hanya agen infeksi dalam vaksin yang
berbeda, melainkan juga bagaimana vaksin tersebut digunakan dan melalui mekanisme apa
vaksin tersebut dapat bekerja menghasilkan suatu efek (NPI Guide, 2002).
3
Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi iv, jenis-jenis vaksin dibagi menjadi 3
kategori, di antaranya:
1. Vaksin bakteri, yakni vaksin yang dibuat dari biakan galur bakteri yang sesuai
dalam media cair atau padat yang sesuai dan mengandung bakteri hidup atau inaktif
atau komponen imunogeniknya.
2. Vaksin toksoid bakteri, yakni vaksin yang diperoleh dari toksin yang telah dikurangi atau
dihilangkan sifat toksisitasnya hingga mencapai tingkat tidak terdeteksi, tanpa mengurangi
sifat imunogenisitasnya.
3. Vaksin virus dan riketsia, yakni vaksin yang berasal dari susoensi virus atau riketsia yang
alam telur berembrio, dalam biakan sel atau jaringan yang sesuai, atau dapar berupa virus
atau riketsia hidup atau inaktif atau komponen imunogeniknya, di mana dalam vaksin virus
hidup umumnya dibuat dari virus galur khas yang virulensinya telah dilemahkan.
Vaksin Subunit
Mengambil hanya suatu bagian protein virus untuk dibuat menjadi suatu vaksin,
contoh
vaksin hepatitis B dan vaksin influenza. atau Vaksin diformulasikan hanya dengan beberapa
komponen yang dimurnikan dari virus tanpa memasukkan seluruh bagian virus disebut dengan
vaksin subunit. Komponen virus yang diambil adalah protein virus yang dikenali oleh
antibodi. Pada banyak kasus, protein yang digunakan adalah protein struktural virus,
khususnya protein yang ditemukan pada permukaan virion, yang merupakan target utama dari
respons imun.
Teknik Rekombinan DNA mengklon suatu gen virus yang cocok pada virus non patogen,
bakteri, ragi, atau sel serangga atau sel tanaman untuk memproduksi protein yang
imunogenik.
Contoh Vaksin: Herpes Simplex
1. Komponen aktif
Komponen aktif vaksin sering dikenal sebagai ‘antigen’ vaksin yang dapat
menginduksi terjadinya respon imun. Komponen ini merupakan bentuk modifikasi
atau bentuk sebagian dari virus, bakteri, atau toksin yang dapat menyebabkan penyakit,
sesuai dengan spesifikasi vaksin tersebut. Antigen vaksin ini diubah dari bentuk
aslinya sehingga tidak lagi dapat menyebabkan penyakit namun harus tetap dapat
5
menghasilkan respon imun yang sesuai. Ada sejumlah cara untuk mendapatkan
komponen aktif ini, yakni menggunakan virus hidup yang dilemahkan live-attenuated,
virus inaktif inactivated, menggunakan suatu bagian dari virus atau bakteri misalnya
lapisan terluar polisakarida dari suatu virus atau bakteri, atau dengan menggunakan
toksin yang dihasilkan oleh suatu bakteri.
2. Adjuvan
Adjuvan digunakan untuk meningkatkan respon imun terhadap vaksin. Contoh
adjuvan adalah berbagai macam garam aluminium seperti aluminium hidroksida,
aluminium fosfat, dan kalium aluminium fosfat tawas. Salah satu cara adjuvan dalam
meningkatkan respon imun tubuh diperkirakan adalah dengan menjaga agar antigen
berada dekat dengan tempat injeksi sehingga antigen dapat dengan mudah diakses oleh
sel-sel sistem imun tubuh.
Penggunaan aluminium adjuvan dalam vaksin umumnya berarti hanya sedikit
kandungan antigen per dosis vaksin, di mana dalam kasus tertentu, dosis antigen lebih
sedikit diperlukan. Keberadaan adjuvan dalam vaksin sering dikaitkan dengan reaksi
lokal yang terjadi di tempat injeksi setelah dilakukan
vaksinasi.
3. Pelarut (Diluent)
Pelarut merupakan cairan yang diberikan atau disiapkan secara terpisah dan
digunakan untuk melarutkan vaksin dengan konsentrasi yang tepat sebelum
pemberian. Pelarut yang biasanya digunakan adalah saline steril atau air steril.
4. Stabilisator
Stabilisator merupakan komponen tambahan yang digunakan untuk membantu
menjaga efektivitas suatu vaksin dengan menjaga antigen dan komponen vaksin
lainnya tetap stabil selama proses pembuatan dan penyimpanan. Stabilisator mampu
mencegah komponen vaksin menempel pada sisi vial vaksin. Contoh stabilisator
adalah laktosa dan sukrosa, glisin dan monosodium glutamat keduanya merupakan
asam amino atau garam-garam dari asam amino, dan serum albumin manusia atau sapi.
Gelatin, di mana merupakan hasil hidrolisis sebagian dari kolagen, biasanya berasal
dari sapi atau babi, dapat ditambahkan ke dalam vaksin sebagai stabilisator.
5. Preservatif
6
Preservatif atau pengawet digunakan untuk mencegah terjadinya
kontaminasi jamur dan atau bakteri dalam vaksin. Pengawet terdapat pada beberapa
vaksin, tapi tidak semua vaksin. Awalnya, pengawet digunakan
untuk mencegah kontaminasi bakteri dari kemasan dosis ganda, namun saat ini
kemasan dosis ganda sudah jarang bahkan tidak lagi digunakan. Pengawet
yang digunakan di antaranya tiomersal, fenoksietanol, dan fenol.
6. Komponen Jejak
Komponen jejak adalah sejumlah kecil sisa zat yang telah digunakan pada
tahap awal proses produksi vaksin. Keberadaan komponen ini bergantung pada proses
manufaktur yang digunakan, bisa berupa cairan kultur sel, protein telur, ragi,
antibiotik, atau agen penginaktif. Biasanya, hanya sedikit sekali zat ini terdeteksi
dalam produk akhir sediaan vaksin
Terkait dengan penyimpanan vaksin, aturan umum untuk sebagian besar vaksin, bahwa
vaksin harus didinginkan pada temperatur 2-80C dan tidak membeku. Sejumlah vaksin (DPT,
Hepatis A dan Hepatis B) akan tidak aktif bila beku. Vaksin yang disimpan dan diangkut
secara tidak benar akan kehilangan pontensinya. Instruksi pada lembar penyuluhan (brosur)
informasi produk harus disertakan.
Pemantauan suhu vaksin sangat penting dalam menetapkan secara cepat apakah vasin
masih layak digunakan atau tidak, selama ini masih banyak petugas kesehatan yang
beranggapan bahwa bila ada pendingin maka vaksin sudah aman, bahkan ada yang berfikir
7
kalau semakin dingin maka vaksin semakin baik. Pendapat itu perlu diluruskan, karena semua
vaksin akan rusak bila terpapar panas atau terkena sinar matahari langsung. Tetapi beberapa
vaksin juga tidak tahan terhadap pembekuan, bahkan dapat rusak secara permanen dalam
waktu yang lebih singkat dibandingkan bila vaksin terpapar panas
8
BAB III
PEMBAHASAN
9
harus dipenuhi, maka ketika suatu material biologis diproduksi,
persoalan cold-chain upaya menjaga stabilitas suhu dingin yang diperlukan produk
untuk tetap berada di range tertentu selama proses produksi hingga
distribusi menjadi penting diperhatikan, khususnya ketika suatu vaksin atau
produk biologis lainnya dikirim secara internasional dimana waktu distibusi
menjadi hal yang riskan Huynh-Ba dan Zahn, 2009. Jika cold-chain tidak dapat
dipertahankan, vaksin yang poten sekalipun tingkat efikasinya akan hilang
(Parthsarthy et al., 2001). Kebanyakan vaksin kehilangan potensinya akibat dari
panas dan sinar matahari, sehingga diperlukan perlindungan dari keduanya
(Desaiet al., 1990). Untuk itu dalam proses perancangan vaksin, harus
memperhatikan metode yang digunakan dalam pengiriman dan perlu untuk
mendesain studi stabilitas yang akan mendukung penyimpangan yang mungkin
dapat terjadi (PATH,2006). Metode freeze-thaw atau heat-stress biasanya
diterapkan untuk membantu memperkirakan proses penyimpanan dan mencegah
terjadinya penyimpangan pengiriman. Akan tetapi, meskipun sudah diterapkan,
kualitas produk khususnya waktu simpan produk tetap tidak dapat dipastikan
begitu saja. Karena baik metode freeze-thaw maupun heat-stress yang dilakukan
terhadap produk pun dapat mengakibatkan kemungkinan lainnya, seperti
terjadinya degradasi dalam formulasi zat biologis (Hyunh-Ba dan Zahn, 2009).
Suhu adalah faktor yang sangat penting dalam penyimpanan vaksin karena dapat
menurunkan potensi maupun efikasi vaksin yang bersangkutan apabila disimpan
10
pada suhu yang tidak sesuai. Penyimpanan vaksin pada suhu yang berubah-ubah
akan menyebabkan penurunan potensi yang cukup besar.
Setiap vaksin yang berasal dari bahan biologi harus dilindungi dari pengaruh sinar
matahari langsung maupun tidak langsung, sebab bila tidak demikian maka vaksin
tersebut akan mengalami kerusakan dalam waktu singkat (Kristiani, 2008).
11
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Profil penyimpanan vaksin meliputi tentang kelengkapan sarana termasuk ketersediaan
pemantau suhu penyimpanan dan kondisi vaksin.
Kelengkapan sarana termasuk ketersediaan pemantau suhu penyimpanan dan kondisi vaksin harus
lengkap tersedia freeze tag atau freeze watch dan generator.
2. Kondisi vaksin lengkap ketersediaannya di tangani dengan sangat hati-hati. faktor yang
mempengaruhi kestabilan sediaan vaksin terdiri dari kelembapan , suhu dan sinar matahari
4.2 Saran
Diharapkan agar lebih memperhatikan kesediaan sarana penunjang kegiatan penyimpanan
vaksin serta perawatan dan pemeliharaannya agar dapat terus berfungsi dengan baik dalam menjaga
kualitas mutu vaksin dalam penyimpanan.
Kemudian di harapkan agar dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan untuk penyimpanan
vaksin.
12
DAFTAR PUSTAKA
NPIGiude. (2002). Vaccine and How they Work. Usa: NPI Reference Guide on
Vaccines and Vaccine Safety,p. 5-10.
13
14