Laporan Pendahuluan CAD
Laporan Pendahuluan CAD
LAPORAN PENDAHULUAN
CORONARY ARTERY DISEASE
1. Defenisi
Penyakit arteri koroner adalah penyempitan atau penyumbatan arteri koroner, arteri
yang menyalurkan darah ke otot jantung. Bila aliran darah melambat, jantung tak mendapat
cukup oksigen dan zat nutrisi. Hal ini biasanya mengakibatkan nyeri dada yang disebut
angina. Bila satu atau lebih dari arteri koroner tersumbat sama sekali, akibatnya adalah
serangan jantung (kerusakan pada otot jantung)
2. Etologi
Terdapat empat faktor resiko biologis yang tak dapat diubah, yaitu: usia, jenis
kelamin, ras dan riwayat keluarga. Kerentanan terhadap aterosklerosis koroner meningkat
dengan bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Wanita
tampaknya relative kebal terhadap penyakit ini sampai setelah menopause, dan kemudian
menjadi sama rentannya seperti pria. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai
penjelasan adanya imunitas wanita pada usia sebelum menopause. Orang Amerika-Afrika
lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit putih. Akhirnya, riwayat keluarga
yang positif terhadap penyakit jantung koroner (yaitu, saudara atau orang tua yang menderita
penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis
premature.
Faktor-faktor resiko tambahan lainnya masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
memperlambat proses aterogenik. Faktor-faktor resiko mayor adalah:
1) Hiperlipidemia
Lipid plasma adalah kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas berasal dari
oksigen, dari makanan dan endogen dari sintesis lemak.kolesterol dan trigriserida adalah dua
jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis yang penting sehubungan dengan
asteriogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma tetapi terikat pada protein sebagai mekamisme
transport dalam serum. Peningkatan kolesterol dihubungkan dengan meningkatnya
resikoterhadap koronaria sementara kadar kolesterol HDL yang meningkat tampaknya
berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit arteri koronaria.
2) Hipertensi
Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko yang paling membahayakan karena biasanya tidak
menunjukan gejalasampai kondisi telah menjadi lanjut/ kronis. Tekanan darah tinggi
menyebabkan meningkatnya gradien tekanan yang harus dilawan oleh ventrikel kiri saat
memompa darah. Tekanan tinggi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kebutuhan
oksigen jantung meningkat.
3) Merokok
Resiko meroko tergantung pada jumlah roko yang digunakan perhari, bukan pada lamanya
seseorang merokok. Seseorang yang meroko lebih dari sebungkus sehari, beresiko mengalami
kesehatan khususnya gangguan jantu 2 kali lebih besar daripada mereka yang tidakmerokok.
Merokok berperan dalam memperburuk kondisi penyakit arteri koroner melalui 3 cara
meliputi:
Menghirup asam akan meningkatkan kadar karbonn monoksida (CO) darah. Hemoglobin,
komponen darah yang mengangkut oksigen lebih mudah terikat pada karbon monoksida
daripada oksigen. Hal ini menyebabkan oksigen yang disuplai ke jantung menjadi sangat
berlebih, sehingga jantung bekerja lebih berat untuk menghasilkan energi yang sama
besarnya.
Asam nikotinat pada tembakau memicu pelepasan katekolamin, yang menyebabkan kontriksi.
Merokok, meningkatkan adhesi trombositmengakibatkan pembentukan thrombus
4) Diabetes Militus
Penderita DM cenderung memiliki prevalensi arteriosklerosis yang lebih tinggi, demikian
juga pada kasus arteriosklerosis koloner prematur berat. Hiperglekimia menyebabkan
peningkatan agrerasi trombosit yang ddapat menyebabkan trombus. Hiperglekimia
bisamenjadi penyebab kelainan metabolisme lemak/ predisposisi terhadap degenerasi
vaskular yang berkaitan dengan gangguan intoleransi terhadap glukosa.
3. Patofisiologi
Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri besar.
Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan mengganggu absorbsi nutrient oleh sel-sel
endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran darah
karena timbunan ini menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang
terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi
semakin sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding
kasar, akan cenderung terjadi pembentukan bekuan darah. Halini menjelaskan bagaimana
terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang merupakan
komplikasi tersering aterosklerosis.
Berbagai teori mengenai bagaimana lesi aterosklerosis terjadi telah diajukan,tetapi
tidak satu pun yang terbukti secara meyakinkan. Mekanisme yang mungkin, adalah
pembentukan thrombus pada permukaan plak; danpenimbunan lipid terus menerus. Bila
fibrosa pembungkus plak pecah, maka febris lipid akan terhanyut dalam aliran darah dan
menyumbat arteri dan kapiler di sebelah distal plak yang pecah.
7. Diagnosa keperawatan
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan jantung atau sumbatan
pada arteri koronaria.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen,
adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi pada miokard.
3) Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan dalam rate,
irama, konduksi jantung, menurunya preload atau peningkatan SVR, miocardial infark.
4) Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan tekanan darah,
hipovolemia.
5) Resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan excess berhubungan dengan penurunan perfusi
organ (renal), peningkatan retensi natrium, penurunan plasma protein.
8. Intervensi
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan jantung atau
sumbatan pada arteri koronaria.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan adanya
penurunan rasa nyeri dada, menunjukan adanya penuruna tekanan dan cara berelaksasi.
Rencana:
Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.
Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran).
Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada.
Ciptakan suasana lingkungan yangtenang dan nyaman.
Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.
Kolaborasi dalam : Pemberian oksigen dan Obat-obatan (beta blocker, anti angina, analgesic)
Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan pengobatan dengan narkosa.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi pada miokard.
Tujuan:
setelah di lakukan tindakan perawatan klien menunnjukan peningkatan kemampuan dalam
melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak adanya angina.
Rencana:
Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah melakukan aktivitas.
Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.
Anjurkan pada pasien agar tidak “ngeden” pada saat buang air besar.
Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh pasien.
Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisiki bahwa aktivitas melebihi batas.
3) Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan dalam
rate, irama, konduksi jantung, menurunya preload atau peningkatan SVR, miocardial
infark.
Tujuan:
tidak terjadi penurunan cardiac output selama di lakukan tindakan keperawatan.
Rencana:
Lakukan pengukuran tekanan darah (bandingkan kedua lengan pada posisi berdiri, duduk dan
tiduran jika memungkinkan).
Kaji kualitas nadi.
Catat perkembangan dari adanya S3 dan S4.
Auskultasi suara nafas.
Dampingi pasien pada saat melakukan aktivitas.
Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi kafeine.
Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat-obatan anti disritmia.
4) Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
tekanan darah, hipovolemia.
Tujuan:
selama dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan perfusi jaringan.
Rencana:
Kaji adanya perubahan kesadaran.
Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin dan penurunan kualitas nadi perifer.
Kaji adanya tanda Homans (pain in calf on dorsoflextion), erythema, edema.
Kaji respirasi (irama, kedalam dan usaha pernafasan).
Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal distensi, constipasi).
Monitor intake dan out put.
Kolaborasi dalam: Pemeriksaan ABG, BUN, Serum ceratinin dan elektrolit.
5) Resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan excess berhubungan dengan penurunan
perfusi organ (renal), peningkatan retensi natrium, penurunan plasma protein.
Tujuan:
tidak terjadi kelebihan cairan di dalam tubuh klien selama dalam perawatan.
Rencana:
Auskultasi suar nafas (kaji adanya crackless).
Kaji adanya jugular vein distension, peningkatan terjadinya edema.
Ukur intake dan output (balance cairan).
Sajikan makan dengan diet rendah garam.
Kolaborasi dalam pemberian deuritika.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Sudarth, 2001. Buku keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC