Anda di halaman 1dari 23

Etika Bisnis: Pelanggaran dalam Etika Pemasaran dan

Produksi
01 May

Pelanggaran etika bisnis dalam segi pemasaran dan produksi kerap terjadi dalam dunia bisnis,
baik itu dalam negeri ataupun luar negeri. Dalam pelanggaran etika pemasaran, sudah
beberapa kasus yang tersorot media. Beberapa kasus dalam negeri misalnya, beberapa
perusahaan seperti Nissan Motor Indonesia (NMI) yang bermasalah perihal pemasaran mobil
irit bahan bakar minya mereka (BBM) dan juga PT. Telekomunikasi Selular (Telkomsel) vs
PT. XL Axiata (XL) yang saling menyindir dalam perang iklan mereka. Adapula kasus
pemasaran di luar negeri seperti yang dialami oleh PT. Gunung Mas terkait dengan impor
gula yang akan dipasarkan namun tidak layak. Itulah beberapa contoh kasus terkait dengan
pelanggaran pemasaran, yang akan dibahas sebagai berikut.

Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi yang diajukan PT Nissan Motor Indonesia
(NMI) atas gugatan yang diajukan Ludmilla Arief. Ludmilla yang merupakan pemilik pemilik
Nissan March yang sudah 2 kali menang melawan produsen kendaraan asal Jepang itu.

“Menolak permohonan pemohon,” tulis panitera MA yang dikutip Liputan6.com melalui


websitenya, Selasa (1/10/2013).

Perkara ini diadili oleh Majelis Hakim yang diketuai Valerine JL Kriekhoff, dengan anggota
Djafni Djamal dan Syamsul Ma’arif. Putusan diketok pada 26 Maret 2013.

Kasus ini berawal saat Ludmilla membeli Nissan March pada 7 Maret 2011 di dealer resmi
Nissan di kawasan Warung Buncit, Jakarta Selatan. Dia tertarik membeli mobil itu lantaran
dalam iklan dan brosurnya menyebutkan kendaraan tersebut irit BBM. 18 Kilometer yang
ditempuh hanya membutuhkan 1 liter bensin.

Namun, apa yang dialami Ludmilla berbeda jauh dengan apa yang diimingi. Konsumsi bahan
bakar Nissan March versi automatic yang dibelinya ternyata hanya 1:8, artinya 1 liter bahan
bakar hanya menempuh 8 kilometer.

Ludmilla sempat menuntut PT NMI. Karena tak ada titik temu, Ludmilla membawa kasusnya
ke YLKI dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Ludmilla pun menuntut
Nissan membeli kembali mobilnya sesuai dengan harga pembelian. Namun, Nissan
menolaknya. Mereka hanya ingin membeli dengan harga Rp 138 juta, sesuai dengan harga
Nissan March bekas.

Akhirnya pada 16 Februari 2012, BPSK memutuskan agar Nissan membeli mobil Ludmilla di
harga Rp 150 juta. Hal ini sesuai dengan keputusan mediasi kedua belah pihak.

BPSK menyatakan Nissan melanggar Pasal 9 ayat (1) huruf k UU Perlindungan Konsumen
yang menyatakan, “pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan
suatu barang atau jasa secara tidak benar. Kemudian menawarkan sesuatu yang mengandung
janji yang belum pasti”.
Selain itu, BPSK juga menyatakan Nissan melanggar ketentuan Pasal 10 huruf c UU
Perlindungan Konsumen. Aturan itu berbunyi, “pelaku usaha dalam menawarkan barang atau
jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan,
mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai
kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang atau jasa”.

Tak puas atas putusan BPSK, Nissan menggugat balik keputusan itu. Nissan pun mengajukan
gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mereka meminta agar pengadilan
membatalkan keputusan BPSK.

Namun, upaya Nissan gagal. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan mereka.
Barang bukti yang dibawa Nissan untuk memberatkan Ludmilla dimentahkan hakim.

Nissan yang tak puas atas putusan itu kembali mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Namun, upaya Nissan kembali kandas.

Pelanggaran yang dilakukan oleh Nissan merupakan pelanggaran etika pemasaran. Sebuah
perusahaan dalam memasarkan produk mereka, diwajibkan untuk menyatakan keadaan yang
sebenar-benarnya terkait produk mereka. Namun hal tersebut tidak diperindah oleh Nissan,
yang justru malah menyatakan bahwa mobil mereka irit BBM. Namun setelah pemilik mobil
Nissan March yakni Ludmilla melakukan test-drive hasil yang ditunjukkan mobil ini justru
boros BBM. Dalam brosur dinyatakan bahwa mobil Nissan March dapat menempuh 18
kilometer untuk 1 liter BBM. Namun hasil test-drive menyatakan bahwa mobil Nissan March
hanya dapat menempuh 8 kilometer untuk 1 liter BBM. Hal inilah yang menjadi kesalahan
NMI terhadap konsumen mereka terkait pemasaran yang mereka lakukan. Karena kasus ini,
NMI harus membeli mobil Nissan March milik Ludmillah seharga Rp 150 juta.

Sebagai perusahaan, alangkah baik ketika melakukan pemasaran dengan jujur. Tanpa
mengurang-ngurangi isi produk atau bahkan melebih-lebihkan isi produk di iklan mereka. Hal
serupa yang harus dilakukan oleh NMI untuk mengembalikan kepercayaan konsumen yang
telah dikecewakan. Pemaksaan dalam pemasaran agar produk tersebut laku di pasaran justru
membawa petaka bagi NMI. Karena terlalu melebih-lebihkan iklan dalam brosur mereka,
memang awalnya Ludmilla tertarik untuk membeli. Tetapi konsumen saat ini cukup pintar
dalam memilih produk, bahkan Ludmilla melakukan test-driveuntuk menguji mobil miliknya
tersebut. Berhati-hati dan jujur dalam pemasaran pilihan yang tepat, karena konsumen
sekarang cukup pintar dalam memilah produk yang akan mereka pakai.

Beritaunik.net – Perang provider celullar paling seru saat ini adalah antara XL dan
Telkomsel. Berkali-kali kita dapat melihat iklan-iklan kartu XL dan kartu as/simpati
(Telkomsel) saling menjatuhkan dengan cara saling memurahkan tarif sendiri.

Kini perang 2 kartu yang sudah ternama ini kian meruncing dan langsung tak tanggung-
tanggung menyindir satu sama lain secara vulgar.

Bintang iklan yang jadi kontroversi itu adalah SULE, pelawak yang sekarang sedang naik
daun. Awalnya Sule adalah bintang iklan XL. Di XL, Sule bermain satu frame dengan bintang
cilik Baim dan Putri Titian.
Di situ, si Baim disuruh om sule untuk ngomong, “om sule ganteng”, tapi dengan kepolosan
dan kejujuran (yang tentu saja sudah direkayasa oleh sutradara ) si baim ngomong, “om sule
jelek..”.

Setelah itu, sule kemudian membujuk baim untuk ngomong lagi, “om sule ganteng” tapi kali
ini si baim dikasih es krim sama sule. Tapi tetap saja si baim ngomong, “om sule jelek”.
XL membuat sebuah slogan, “sejujur baim, sejujur XL”.

Iklan ini dibalas oleh TELKOMSEL dengan meluncurkan iklan kartu AS. Awalnya, bintang
iklannya bukan sule, tapi di iklan tersebut sudah membalas iklan XL tersebut dengan kata-
katanya yang kurang lebih berbunyi seperti ini, “makanya, jangan mau diboongin anak
kecil..!!!”

Nggak cukup di situ, kartu AS meluncurkan iklan baru dengan bintang sule. Di iklan
tersebut, sule menyatakan kepada pers bahwa dia sudah tobat. Sule sekarang memakai kartu
AS yang katanya murahnya dari awal, jujur. Sule juga berkata bahwa dia kapok diboongin
anak kecil sambil tertawa dengan nada mengejek.

Perang iklan antar operator sebenarnya sudah lama terjadi. Namun pada perang iklan yang
satu ini, tergolong parah. Biasanya, tidak ada bintang iklan yang pindah ke produk kompetitor
selama jangka waktu kurang dari 6 bulan. Namun pada kasus ini, saat penayangan iklan XL
masih diputar di Televisi, sudah ada iklan lain yang “menjatuhkan” iklan lain dengan
menggunakan bintang iklan yang sama.

Pelanggaran etika pemasaran yang dilakukan oleh Telkomsel terkait dengan pelanggaran
dalam periklanan. Iklan yang dimuat dalam iklan kartu seluler As, menggunakan bintang
iklan yang sama dengan tujuan untuk menjatuhkan operator lain yaitu XL. Dalam undang-
undang terkait dengan periklanan sudah jelas. Ketika memasarkan produk tidak boleh secara
langsung ataupun tidak langsung bertujuan untuk menjatuhkan pihak lain atau perusahaan
lain. Namun hal Telkomsel tidak memperindah hal tersebut yang justru menggunakan bintang
iklan Sule, yang sebelumnya sudah menjadi bintang XL dengan kata-kata sindiran terhadap
XL. Dalam kurun waktu 6 bulan ketika XL masih menayangkan iklan tersebut, Telkomsel
menayangkan iklannya untuk persaingan. Namun hal tersebut dipandang sebagai sindiran
untuk menjatuhkan pihak XL.

Telkomsel seharusnya menggunakan iklan yang sesuai dengan kode etik periklanan dan
sesuai dengan etika pemasaran. Memang pasar Telkomsel menjadi lebih luas apalagi untuk
kartu seluler As. Tetapi hal ini dipandang salah karena memang melanggar aturan main dalam
periklanan di Indonesia. Alangkah baik ketika perusahaan menampilkan iklan tanpa tujuan
tertentu apalagi untuk menjatuhkan perusahaan lain. Sekedar mengiklankan untuk
memasarkan produk mereka, itu hal sudah lebih dari cukup dalam pemasaran. Karena
menggunakan iklan di televisi cukup signifikan untuk memasarkan produk mereka. Tentu
tanpa harus menjatuhkan pihak lain.

Liputan6.com, Jakarta: Sejumlah anggota Komisi III DPR dan petani tebu melakukan
inspeksi mendadak ke Pelabuhan Tanjungpriok, Jakarta Utara, Senin (3/12). Mereka
menemukan sebuah kapal tengah membongkar 20 ribu ton raw sugar atau gula pasir mentah
di tempat itu. Lantaran langsung dikemas di karung setelah diturunkan, anggota
Dewan mengkhawatirkan kalau gula tersebut langsung dipasarkan ke masyarakat. Sebab, hal
itu akan menjatuhkan harga gula lokal. Kekhawatiran itu disampaikan Wakil Ketua Komisi III
DPR Imam Churmen, yang turut dalam rombongan itu.

Imam menjelaskan, sidak ini dilakukan setelah mereka mendapat laporan dari masyarakat
setempat yang mencium penyimpangan pemasaran gula impor. Benar saja, Tim Komisi III
DPR memergoki sebuah kapal yang sedang menurunkan gula pasir mentah. Gula itu langsung
dikemas dalam karung berukuran 50 kilogram yang layak dikonsumsi. Padahal, gula itu
tampak kotor, berwarna kecoklatan, dan tak layak untuk dikonsumsi.

Selain tak layak dikonsumsi, menurut Imam, para petani juga khawatir pemasaran gula itu
dapat menyebabkan harga gula lokal jatuh. Hal itu patut dikhawatirkan, mengingat harga jual
gula impor sejauh ini hanya Rp 1.800 per kilogram. Sedangkan harga gula lokal di atas Rp
3.000 per kilogram. Untuk menyelesaikan masalah ini, Imam mengatakan, DPR akan
meminta keterangan pejabat PT Gunung Mas sebagai pengimpor. Hal itu dilakukan
mengingat pemerintah telah mengenakan bea masuk lebih tinggi sebesar 20 persen terhadap
gula impor yang dijual langsung ke masyarakat. Sedangkan bea masuk gula impor untuk
industri hanya sebesar 20 persen.

Pelanggaran etika pemasaran kali ini terkait dengan impor secara internasional yang telah
masuk ke dalam Indonesia. Hal yang dilakukan oleh PT. Gunung Mas untuk mendapatkan
laba yang tinggi melalui barang impor tidak diperindah karena pemasaran yang cacat. Tujuan
yang telah salah digunakan oleh PT. Gunung Mas untuk memperoleh laba akan mencacatkan
perekonomian Indonesia terutama harga gula dalam negeri yang akan turun. Pengawasan
yang kurang menjadi titik vital, ketika pelaku bisnis seperti ini masuk ke Indonesia.

Seharusnya PT. Gunung Mas ketika akan memasarkan produk impor mereka alangkah baik
untuk berlaku jujur. Menggunakan barang impor yang tak layak dan dapat menjatuhkan
perekonomian dalam negeri merupakan pelanggaran fatal yang dilakukan perusahaan
tersebut. Strategi untuk menggunakan barang impor memang baik, namun ketika dilakukan
dengan cara yang kotor justru akan berhujung pada kegagalan semata. Hal yang dialami PT.
Gunung Mas ini memberi pelajaran bahwa pengawasan terkait bea cukai harus lebih
diperketat, karena pelaku bisnis sudah cukup pintar dalam menjalankan usaha mereka.

Berikutnya membahas terkait dengan pelanggaran etika produksi, beberapa kasus dapat
menjadi contoh. Seperti kasus yang dialami oleh PT. Indofood dengan produk Indomie
mereka yang di ekspor ke Taiwan memiliki kandungan tak layak di negara tersebut.
Begitupula dalam negeri, seperti halnya PT. Ajinomoto yang terjerat kasus perihal kandungan
lemak babi dalam produknya juga PT. Megasari Makmur dengan produk obat anti nyamuk
HIT yang mengandung zat aditif di dalamnya. Berikut ulasan lengkapnya.

TEMPOInteraktif, Taiwan – Dua jaringan supermarket terbesar di Taiwan berhenti menjual


produk mi instan merek Indomie setelah pemerintah Taiwan menemukan bahan pengawet
yang dilarang di produk asal Indonesia.

Pusat Keamanan Makanan Taiwan telah menguji mi tersebut dan bakal menanyakannya
terhadap insiden tersebut ke para importir dan distributor. Importir dari Hong Kong
mengatakan mi-mi tersebut diperkirakan dibawa ke Thailand secara ilegal.
Beberapa warga Taiwan mengatakan mereka akan membeli mi merek lain. Sementara, para
tenaga kerja Indonesia di Taiwan mengaku akan tetap memakan Indomie karena harganya
enak dan murah.

Pemerintah Taiwan mengumumkan menarik mi instan Indomie, Jumat. Penarikan itu


dilakukan setelah dua bahan pengawet terlarang, methyl p-hydroxybenzoate dan benzoic acid,
ditemukan di dalam Indomie. Bahan pengawet tersebut hanya dibolehkan untuk kosmetik.

Bahan pengawet tersebut dilarang digunakan di makanan-makanan di Taiwan, Kanada, dan


Eropa. Jika bahan pengawet tersebut dikonsumsi, bisa menyebabkan orang muntah. Bahkan,
kalau bahan pengawet tersebut dimakan untuk jangka waktu yang cukup lama atau dalam
jumlah yang banyak, itu bisa menyebabkan metabolic acidosis, sebuah kondisi akibat terlalu
banyak mengkonsumsi asam.

Jaringan toko ParknShop dan Wellcome menarik semua produk Indomie dari supermarket-
supermarket milik mereka.

Importir Indomie di Taiwan, Fok Hing (HK) Trading, mengatakan mi produk Indomie sudah
memenuhi standar keamanan makanan di Hong Kong maupun Badan Kesehatan Dunia
(WHO). Fok Hing (HK) Trading mengutip penilaian kualitas Indomie pada Juni yang
menyatakan tidak menemukan kandungan pengawet terlarang di Indomie.

“Mi Indomie aman dimakan dan mereka masuk ke Hong Kong melalui salurang impor
resmi,” tulis Fok Hing (HK) Trading. “Produk yang mengandung racun dan ditemukan di
Taiwan diduga diimpor secara ilegal.”

Sebuah supermarket Indonesia di Taiwan, East-Southern Cuisine Express, di Causeway Bay


mengatakan bahwa produk Indomie mereka bukan barang selundupan dan aman dimakan.

Satu paket berisi lima bungkus Indomie di Taiwan dijual 10 dolar Hong Kong (Rp 11. 500)
Sementara, merek lainnya seharga 15 dolar Hong Kong (Rp 17.200) sampai 20 dolar Hong
Kong (Rp 23.000).

Indomie diminati di Hong Kong setelah sebuah iklan menunjukkan seorang bayi menari dan
terbang setelah minum satu mangkuk Indomie.

Sementara itu, produsen Indomie di Indonesia, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk
(ICBP), mengatakan produk-produk mereka sudah memenuhi standar internasional.)

“ICBP menegaskan bahwa produk-produknya telah sesuai dengan petunjuk global yang
dibuat CODEX Alimentarius Commission, badan standar makanan internasional. Kami
sedang mengkaji situasi di Taiwan terkait beberapa laporan tersebut dan akan mengambil
langkah yang diperlukan untuk melindungi konsumen kami di negara itu dan negara lainnya,”
ujar Direktur ICBP Taufik Wiraatmadja dalam siaran pers di situs Indofood, Senin (11/10).

Pelanggaran etika produksi yang dilakukan oleh PT. Indofood dalam produk Indomie mereka,
menyebabkan ditariknya produk mereka di Taiwan. Kandungan zat yang terlarang di negara
tersebut sebagai penyebab produk ini ditarik dari peredarannya. Diperkirakan bahwa
kandungan dalam produk mie instan tersebut memiliki zat bahan kosmetik. Hal tersebut
melanggar etika produksi, karena membahayakan untuk dikonsumsi dan zat yang memang
terlarang di negara tersebut. Namun diperkirakan juga bahwa produk yang masuk ke Taiwan
adalah produk ilegal, dan bukan milik PT. Indofood. Akan tetapi masih menjadi tanggung
jawab PT. Indofood untuk mengklarifikasi zat yang ada dalam produk Indomie mereka.

Seharusnya PT. Indofood lebih jeli dalam menggunakan zat-zat kandungan yang ada di dalam
produk mereka. Seperti halnya produk Indomie, memang disukai oleh masyarakat Indonesia
di luar negeri dengan harga murah dan rasa yang enak. Akan tetapi ketika menggunakan
kandungan yang membahayakan, itulah yang melanggar etika produksi. Untuk prediksi
bahwa produk di Taiwan itu adalah ilegal, PT. Indofood harus lebih jeli dalam pengawasan
produk-produk mereka yang telah di distribusi. Jangan sampai ketika sudah di distribusi ke
negara lain, di negara lain itu diolah kembali dengan kandungan berbahaya untuk dikonsumsi.

TEMPO Interaktif, Jakarta:Presiden Direktur PT Ajinomoto Indonesia Mitzudo Arakawa


ditahan di Polda Metro Jaya sejak Minggu malam (7/1). Ia ditahan setelah
sebelumnyaGeneral Manager Yusi Purba dan General Affair Manager Tjokorda Bagus
Sudharta diamankan polisi. “Mereka kini ditahan di Polda Metro Jaya,” kata Kepala
Direktorat Reserse Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Harry Montolalu.
Sementara itu, 4 orang direksi PT Ajinomoto lainnya, telah ditahan di Markas Kepolisian
Jawa Timur di Surabaya.

Menurut Harry, saat ini Unit Reserse Ekonomi Polda Metro Jaya tengah mengumpulkan
laporan-laporan pemeriksaan dari laboratorium MUI dan POM. Laporan-laporan ini akan
ditindaklanjuti dengan laporan laboratorium Forensik Polri. Selain itu, polisi juga akan
memeriksa gudang Ajinomoto di Sunter. “Saat ini sedang dilihat unsur pelanggaran terhadap
UU Perlindungan Konsumen,” kata Harry saat tiba di Polda.

Para direksi PT Ajinomoto itu disidik atas tuduhan penipuan. Sesuai pasal 62 UU
Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999, mereka diancam hukuman 5 tahun penjara atau
denda Rp 2 milyar rupiah. Sementara itu, sesuai pasal 3 KUHP tahun 1978 mereka dapat
diancam dengan hukuman penjara 4 tahun.

Tapi, menurut kuasa hukum PT Ajinomoto, Amir Syamsuddin tindakan polisi dalam
menangani kasus Ajinomoto itu sudah di luar batas kewenangan mereka. Hal itu terutama
ketika polisi menutup pabrik PT Ajinomoto. “Mereka telah bertindak sebagai eksekutor,
padahal proses hukum belum berjalan,” ujarnya Tempo Interaktif di kantornya di Kuningan,
Jakarta, Senin (8/1).

Ia mengkhawatirkan nasib 3.000 karyawan PT Ajinomoto Indonesia (AI) yang belum jelas
nasibnya setelah delapan direksinya ditangkap. Begitu pula dengan penutupan dan penyegelan
pabrik PT AI di Mojokerto dan di Sunter, Jakarta. “Padahal, jika pabrik tidak ditutup,
produksi bisa diekspor ke negara nonmuslim,” ujarnya. Menurut Amir, selama ini PT AI
adalah penghasil devisa negara dan termasuk pembayar pajak terbesar negara.

Namun, menurut pengacara senior itu, kliennya tidak akan konfrontatif dalam menanggapi
masalah ini. Mereka tidak akan menghalangi apa yang sudah dilakukan polisi. “Kita tetap
akan menunggu proses hukum yang berjalan di pengadilan untuk membuktikan bahwa tidak
ada unsur kesengajaan dari kasus ini,” ujarnya.

Menurut Amir kliennya mencoba mengambil nilai positif dengan ditahannya 8 direksi
termasuk Mitzudo Arakawa. Ia menduga, jika tidak menunjukkan keseriusannya, polisi akan
dinilai tidak pernah serius, sehingga menimbulkan kegeraman masyarakat. “Dikhawatirkan
masyarakat bertindak main hakim sendiri,” ujarnya.

Kuasa hukum PT AI itu mengaku akan melihat masalah ini secara hukum. Hal itu akan
dibuktikan di pengadilan nanti. Sementara ini, upaya yang telah dilakukan pihak PT AI adalah
dengan meminta maaf kepada masyarakat. Menurut Amir, hal ini bukanlah pekerjaan mudah.
Apalagi dalam suasana seperti ini. “Mereka harus bersabar, dan permintaan maaf ini harus
secara gradual, tidak semudah membalik tangan,” katanya.

Sementara itu, di Kepolisian Daerah Metro Jaya, Wakil Kepala Polda Metro Jaya Brigjen
Makbul Padmanagara, membantah tegas tudingan Amir. “Penutup pabrik ini merupakan
bagian dari penyidikan,” ujarnya. Makbul pun menegaskan bahwa persoalan minta maaf tidak
dapat menyelesaikan masalah. Soalnya, kasus ini telah menyinggung perasaan umat Islam
Indonesia.

Pelanggaran etika produksi yang dilakukan PT. Ajinomoto Indonesia adalah penipuan
terhadap konsumen. Setelah diselidiki, ternyata kandungan dalam produk Ajinomoto
memiliki kandungan lemak babi yang haram di konsumsi untuk masyarakat muslim di
Indonesia. Sebagai perusahaan yang beredar dalam negara mayoritas muslim dan juga
memiliki badan sertifikasi halal, PT. Ajinomoto Indonesia tidak memperindah peraturan yang
berlaku. Lemak babi yang ada dalam kandungan produk mereka jelas haram untuk
dikonsumsi oleh masyarakat muslim. Hingga produk tersebut dapat beredar cukup lama
merupakan kasus penipuan terhadap konsumen.

Sama halnya dengan kasus produksi pada mayoritasnya, kebanyakan penyalahgunaan


kandungan dalam produk mereka yang membawa produk tersebut melanggar etika produksi.
Alangkah baik ketika PT. Ajinomoto berlaku jujur sehingga tak perlu memberi sertifikasi
halal untuk produk mereka dan menyarankan untuk tidak mengkonsumsi bagi konsumen
muslim. Lebih baik lagi ketika badan sertifikasi halal ini lebih mewaspadai produk-produk
makanan yang mudah dikonsumsi oleh masyarakat muslim di Indonesia.

TEMPO Interaktif, Jakarta: Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan produsen


obat anti-nyamuk HIT, PT Megasari Makmur ke Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya, siang
ini. Barang bukti yang dibawa HIT semprot cair dan isi ulang.

Dalam laporannya, Ketua Pendiri LBH Kesehatan Iskandar Sitorus mengungkapkan, yang
menjadi korban adalah Setiawan, 19 tahun, seorang pembantu rumah tangga di rumah
pasangan Sucipto dan Rahayu.

Peristiwanya terjadi pada 11 Juni. Ketika itu, kata Iskandar, Setiawan mengalami pusing,
mual dan muntah setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk
HIT. “Majikannya, Rahayu, langsung membawa Setiawan ke Klinik Medina Laza, Pondok
Kelapa, Kali Malang, Jakarta Timur.

Dokter Man Surman yang memeriksa Setiawan, kata Iskandar, menegaskan bahwa Setiawan
keracunan. Hal itu ditunjukkan dari hasil pemeriksaan yang dikeluarkan klinik tersebut.

Kasus ini hingga masuk ke LBH Kesehatan, katanya, bermula dari kunjungan Iskandar ke
rumah Sucipto yang kebetulan temannya, di Kompleks Billy Moon, Jalan Kepala Hijau IV,
Blok D 1 Nomor 12, Kali Malang, Jakarta Timur. Pada kunjungan tiga hari setelah kejadian
itulah, sang majikan bercerita.

“Setiawan tidak ikut saat melapor, karena dia masih trauma. Dia pernah dipanggil polisi untuk
kasus kejadian pencurian di rumah majikannya,” ujar Iskandar.
Menurut dia , ada tiga kasus korban keracunan HIT. “Cuma yang dua belum mau melapor.
Salah satunya di Parung,” katanya.

Dalam laporannya, Iskandar menyatakan bahwa produsen HIT telah melakukan tindak pidana
penggunaan zat adiktif. Hal itu telah melanggar Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan.

“Ancamannya maksimal lima tahun penjara,” ujarnya.

Pelanggaran etika produksi yang dilakukan oleh PT. Megasari Makmur terkait dengan produk
obat anti nyamuk HIT yang beredar sama seperti kasus produksi yang lainnya. Terbukti
mengandung zat aditif di dalam produk HIT ini, dapat menyebabkan konsumen keracunan.
Bertujuan untuk membunuh nyamuk dengan lebih cepat dan dengan harga murah namun
menggunakan zat yang berbahaya. Hal tersebut menyalahgunakan etika produksi yang telah
ada. Wajar saja ketika salah satu konsumen yang terkena dampak produk HIT ini melaporkan
ke pihak berwajib, karena memang terbukti produk tersebut mengandung zat berbahaya.

Sebagai perusahaan yang memproduksi barang konsumsi untuk masyarakat, seharusnya


diproduksi dengan cara yang baik dan menggunakan bahan-bahan yang layak konsumsi.
Kebanyakan kasus produksi tersebut terkait dengan kandungan dalam produk itu. Seharusnya
PT. Megasari Makmur tak perlu mengeluarkan produk berbahaya seperti HIT, apalagi dengan
kandungan yang sangat berbahaya di dalamnya. Boleh saja memproduksi obat anti nyamuk,
namun seharusnya dengan zat-zat yang tidak membahayakan bagi manusia.

Begitulah sederetan kasus terkait dengan pelanggaran etika pemasaran dan produksi.
Kebanyakan hal yang dilanggar adalah terkait dengan periklanan dan juga kandungan di
dalam produk. Sudah semestinya, sebagai perusahaan menaati etika yang telah berlaku di
masyarakat. Agar menyediakan barang-barang yang layak pakai atau layak dikonsumsi dan
melalui pemasaran yang baik dan sesuai.

(Luthfan Ramadhan Hidayat, 125020207111020, Etika Bisnis)

Dosen: Nanang Suryadi


BPOM Sita Kosmetik Ilegal Mengandung Obat Terlarang

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO --- Bahan kosmetik yang disita BPOM Semarang di


Purwokerto, Rabu (15/5), diperkirakan mengandung obat terlarang.
Kepala BPOM Semarang, Dra Zulaimah MSi Apt, menyebutkan hasil uji laboratorium
krim kecantikan yang disita dari satu satu rumah produksi di Kompleks Perumahan
Permata hijau tersebut, memang masih belum selesai.
''Tapi dari daftar bahan baku yang sudah disita, kosmetik tersebut kami perkirakan
mengandung berbagai jenis obat-obat keras yang peredarannya sangat kami batasi,''
kata Zualimah, saat ditelepon dari Purwokerto, Kamis (16/5).
Bahkan baku yang dipergunakan sebagai bahan baku krim tersebut, antara lain berupa
Bahan Kimia Obat (BKO) seperti obat-obatan jenis antibiotik, deksametason, hingga
hidrokuinon. ''Kami belum tahu, apakah obat-obatan BKO tersebut, dimasukkan dalam
krim kosmetik atau tidak, karena masih dilakukan penelitian. Namun untuk bahan kimia
hidrokuinon, kami perkirakan menjadi salah satu bahan utama pembuatan kosmetik,''
jelasnya.
Di Indonesia, kata Zulaimah, bahan aktif Hidrokuinon sangat dibatasi penggunaannya.
Bahan aktif tersebut, hanya diizinkan digunakan dalam kadar yang sangat sedikit, dalam
bahan kosmetik pewarna rambut dan cat kuku atau kitek. Untuk pewarna rambut,
maksimal kadar hidrokuinon hanya 0,3 persen sedangkan untuk cat kuku hanya 0,02
persen. ''Sedangkan untuk krim kulit, sama sekali tidak boleh digunakan,'' jelasnya.
Ia mengakui, di masa lalu zat aktif hidrokuinin ini memang banyak digunakan untuk
bahan baku krim pemutih atau pencerah hulit. Namun setelah banyak kasus warga yang
mengeluh terjadinya iritasi dan rasa terbakar pada kulit akibat pemakaian zat
hidrokuinon dalam krim pemutih ini, maka penggunaan hidrokuinon dibatasi.
''Pemakaian jangka panjang bisa menyebabkan pigmen kulit yang terpapar zat ini
menjadi mati. Bahkan, setelah sel pigmen mati, kulit bisa berubah menjadi biru kehitam-
hitaman,'' ujarnya menjelaskan.
Sementara mengenai adanya obat antibiotik dan deksametason yang ikut disita,
Zulaimah menyebutkan masih belum tahu penggunaan obat ini. Obat-obatan tersebut,
mestinya merupakan obat oral atau yang dikonsumsi dengan cara minum. Selain itu,
penggunaannya juga dibatasi karena merupakan golongan obat keras.
''Karena itu, kami masih belum tahu untuk apa obat-obatan itu. Kita masih melakukan
pengujian, apakah obat-obatan tersebut digunakan sebagai campuran krim tersebut atau
tidak,'' katanya.
Petugas BPOM sebelumnya menyita ribuan kemasan krim pemutih kulit di salah satu
rumah di perumahan Permata Hijau yang merupakan komplek perumahan elite di Kota
Purwokerto. Di rumah yang diduga menjadi rumah tempat pembuatan krim kosmetik,
petugas dari BPOM juga menemukan berbagai bahan baku pembuatan krim.
Penggerebekan rumah produksi krim kecantikan itu, dilakukan karena rumah produksi
tersebut belum memiliki izin produksi dari BPOM. Sementara penggunaan bahan baku
kosmetik harus mendapat pengawasan ketat, karena penggunaan bahan baku yang
tidak semestinya bisa membahayakan konsumen.
Penggerebekan dilakukan, setelah petugas BPOM mendapat banyak keluhan dari
konsumen yang mengaku kulitnya terasa terbakar dan mengalami iritasi setelah
menggunakan krim yang dibeli dari salon kecantikan. Setelah dilakukan pengusutan,
ternyata krim tersebut diperoleh dari rumah produksi di Purwokerto.
Zulaimah menyebutkan, krim pemutih hasil produksi warga Purwokerto ini, dijual ke klinik
klinik dan salon kecantikan di seluruh wilayah Tanah Air. "Dari hasil catatan transaksi
yang kita peroleh, krim pemutih itu banyak dijual di Semarang, Banyumas, Bali,
Jabodetabek dan terbesar di Jabar hingga Bandung,'' jelasnya.
Ia menyebutkan, pemilik rumah produksi yang berinisial S, sudah dalam pengawasan
petugas BPOM. ''Mulai besok akan kami periksa. Bukan tidak mungkin nantinya akan
ada tersangkalain dalam kasus ini,'' jelasnya. Ditambahkannya, pelanggaran dalam
bidang POM, sesuai UU No 35 tahun 2009 bisa dikenai sanksi pidana maksimal 15
tahun atau denda Rp 1,5 miliar.

Reporter : Eko Widiyatno Redaktur : Karta Raharja Ucu

ANALISIS :
Istanto Oerip Ketua PII mengatakan bahwa Etika didefinisikan sebagai penyelidikan terhadap
alam dan ranah moralitas dimana istilah moralitas dimaksudkan untuk merujuk pada
‘penghakiman’ akan standar dan aturan tata laku moral. Etika juga bisa disebut sebagai studi
filosofi perilaku manusia dengan penekanan pada penentuan apa yang dianggap salah dan
benar.

Dari definisi itu kita bisa mengembangkan sebuah konsep etika bisnis. Tentu sebagian kita
akan setuju bila standar etika yang tinggi membutuhkan individu yang punya prinsip moral
yang kokoh dalam melaksanakannya. Namun, beberapa aspek khusus harus dipertimbangkan
saat menerapkan prinsip etika ke dalam bisnis.

Pertama, untuk bisa bertahan, sebuah bisnis harus mendapatkan keuntungan. Jika keuntungan
dicapai melalui perbuatan yang kurang terpuji, keberlangsungan perusahaan bisa terancam.
Banyak perusahaan terkenal telah mencoreng reputasi mereka sendiri dengan skandal dan
kebohongan.

Kedua, sebuah bisnis harus dapat menciptakan keseimbangan antara ambisi untuk
mendapatkan laba dan kebutuhan serta tuntutan masyarakat sekitarnya. Memelihara
keseimbangan seperti ini sering membutuhkan kompromi atau bahkan ‘barter’.

Tujuan etika bisnis adalah menggugah kesadaran moral para pelaku bisnis dalam menjalankan
good business dan tidak melakukan ‘monkey business’ atau dirty business. Etika bisnis
mengajak para pelaku bisnis mewujudkan citra dan manajemen bisnis yang etis agar bisnis itu
pantas dimasuki oleh semua orang yang mempercayai adanya dimensi etis dalam dunia bisnis.

Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk meraih
keuntungan, masih banyak perusahaan yang melakukan berbagai pelanggaran moral. Praktik
curang ini bukan hanya merugikan perusahaan lain, melainkan juga masyarakat dan negara.
Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) tumbuh subur di banyak perusahaan.

Pelanggaran Prinsip Etika Bisnis yang dilakukan oleh para pengusaha kosmetik berbahaya
yaitu pelanggaran terhadap undang-undang kesehatan dan undang-undang perlidungan
konsumen dimana perusahaan tidak memberikan peringatan kepada konsumen mengenai
kandungan yang ada didalam produk mereka yang sangat berbahaya untuk kesehatan.
Melakukan apa saja untuk mendapatkan keuntungan pada dasarnya dapat dilakukan asalkan
tidak merugikan pihak manapun. Seharusnya para produsen kosmetik lebih mementingkan
keselamatan komnsumen diatas kepentingan perusahaan maka tentunya perusahaan itu sendiri
akan mendapatkan laba yang lebih besar atas kepercayaan masyarakat terhadap produk
tersebut.

Etika bisnis tidak akan dilanggar jika ada aturan dan sanksi. Kalau semua tingkah laku salah
dibiarkan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Repotnya, norma yang salah ini akan
menjadi budaya. Oleh karena itu bila ada yang melanggar aturan diberikan sanksi untuk
memberi pelajaran kepada yang bersangkutan. Ada tiga sasaran dan ruang lingkup pokok
etika bisnis. Pertama, etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi,
dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis. Dengan kata lain, etika
bisnis pertama-tama bertujuan untuk menghimbau para pelaku bisnis untuk menjalankan
bisnis secara baik dan etis.

Kedua, menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, buruh, atau karyawan dan


masyarakatluas pemilik aset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan
mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktik bisnis siapapun juga. Pada tingkat ini, etika
bisnis berfungsi menggugah masyarakat bertindak menuntut para pelaku bisnis untuk
berbisnis secara baik demi terjaminnya hak dan kepentingan masyarakat tersebut.

Ketiga, etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis
tidaknya suatu praktek bisnis. Dalam hal ini, etika bisnis lebih bersifat makro atau lebih tepat
disebut etika ekonomi. Dalam lingkup makro semacam ini, etika bisnis bicara soal monopoli,
oligopoli, kolusi, dan praktik semacamnya yang akan sangat mempengaruhi, tidak saja sehat
tidaknya suatu ekonomi, melainkan juga baik tidaknya praktik bisnis dalam sebuah negara.
PELANGGARAN ETIKA BISNIS-PRODUKSI DAN PEMASARAN
Studi Kasus Pada Produk Johnson & Johnson
Johnson & Johnson merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak dalam pembuatan dan
pemasaran obat-obatan serta alat kesehatan lainnya di banyak negara di dunia.

Tylenol adalah obat rasa nyeri yang di produksi oleh McNeil Consumer Product Company
yang kemudian menjadi bagian anak perusahaan Johnson & Johnson. Tingkat penjualan
Tylenol sangat mengagumkan dengan pangsa pasar 35% di pasar obat analgetika yaitu obat
peredam nyeri, atau setara dengan 7% dari total penjualan grup Johnson & Johnson.

Pada hari kamis tgl 30 September 1982, laporan mulai diterima oleh kantor pusat Johnson &
Johnson bahwa adanya korban meninggal dunia di Chicago setelah meminum kapsul obat
Extra Strength Tylenol. Kasus kematian ini menjadi awal penyebab rangkaian krisis
management yang telah dilakukan oleh Johnson & Johnson. Pada kasus itu, tujuh orang
dinyatakan mati secara misterius setelah mengonsumsi Tylenol di Chicago. Setelah diselidiki,
ternyata Tylenol itu mengandung racun sianida. J&J segera menarik 31 juta botol Tylenol di
pasaran dan mengumumkan agar konsumen berhenti mengonsumsi produk itu hingga
pengumuman lebih lanjut, meski penyelidikan masih dilakukan guna mengetahui pihak yang
bertanggung jawab,. J&J bekerja sama dengan polisi, FBI, dan FDA (BPOM-nya Amerika
Serikat) menyelidiki kasus itu. Hasilnya membuktikan bahwa keracunan itu disebabkan oleh
pihak lain yang memasukkan sianida ke botol-botol Tylenol. Biaya yang dikeluarkan J&J
dalam kasus itu lebih dari 100 juta dollar AS. Namun, karena kesigapan dan tanggung jawab
yang mereka tunjukkan, perusahaan itu berhasil membangun reputasi bagus yang masih
dipercaya hingga kini. Begitu kasus itu diselesaikan, Tylenol dilempar kembali ke pasaran
dengan penutup lebih aman dan produk itu segera kembali menjadi pemimpin pasar.
Johnson & Johnson memberitakan semua proses produksi dan quality control-nya ke public,
tidak hanya pada penyidik. Dalam dua atau tiga hari saja, semua inventaris Tylenol ditarik
dari semua rak supermarket dan drugstores secara nasional, dan semua produksi Tylenol
berhenti. Karena karyawan dan pekerja tidak bersalah, mereka tetap mendapat gaji. J&J
kemudian segera menciptakan sistem packaging yang lebih aman namun jauh lebih mahal
pada saat itu, tanpa menaikkan harga (alias mengorbankan profit). Banyak lagi jurus ampuh
yang dia gunakan, tetapi saya lupa.
Kesimpulan. J&J tidak akan pernah lari dari tanggung-jawab pada publik, dan secara pro-aktif
memperbaiki peri-lakunya sendiri, meski indikasinya kemudian mulai mengarah ke tindakan
usil, dan bukan kebocoran kualitas di pabrik-pabrik Tylenol. J&J menjadi produsen consumer
goods dan pharmaceutical company yang paling profitable dalam sejarah.
Saran. Dalam etika bisnis apabila perilaku mencegah pihak lain menderita kerugian
dipandang sebagai perilaku yang etis, maka perusahaan yang menarik kembali produknya
yang memiliki cacat produksi dan dapat membahayakan keselamatan konsumen, dapat
dipandang sebagai perusahaan yang melakukan perilaku etis dan bermoral.
Sumber : https://docs.google.com/document/d/1dphvBV-

*Indonesia
Sabtu, 09 Februari 2013
PELANGGARAN ETIKA BISNIS-PRODUKSI : Studi Kasus Pada PT. Megasari Makmur
Perjalanan obat nyamuk bermula pada tahun 1996, diproduksi oleh PT Megasari Makmur
yang terletak di daerah Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat. PT Megasari Makmur juga
memproduksi banyak produk seperti tisu basah, dan berbagai jenis pengharum ruangan. Obat
nyamuk HIT juga mengenalkan dirinya sebagai obat nyamuk yang murah dan lebih tangguh
untuk kelasnya. Selain di Indonesia HIT juga mengekspor produknya ke luar Indonesia.
Obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT Megarsari Makmur dinyatakan ditarik dari
peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos yang dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan terhadap manusia. Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi Pestisida,
telah melakukan inspeksi di pabrik HIT dan menemukan penggunaan pestisida yang
menganggu kesehatan manusia seperti keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan
pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.
HIT yang promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya
karena bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan Chlorine yang
sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-nyamuk HIT yang
dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang).
Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT Megarsari Makmur ke
Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu seorang
pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan muntah akibat keracunan, setelah
menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk HIT.
Namun demikian, karyawan perusahaan-perusahaan besar tidak dapat dikatakan “dengan
sengaja dan dengan bebas turut dalam tindakan bersama itu” untuk menghasilkan tindakan
perusahaan atau untuk mengejar tujuan perusahaan. Seseorang yang bekerja dalam struktur
birokrasi organisasi besar tidak harus bertanggung jawab secara moral atas setiap tindakan
perusahaan yang turut dia bantu. Faktor ketidaktahuan dan ketidakmampuan yang
meringankan dalam organisasi perusahaan birokrasi berskala besar, sepenuhnya akan
menghilangkan tanggung jawab moral orang itu.
Dari kasus diatas terlihat bahwa perusahaan melakukan pelanggaran etika bisnis terhadap
prinsip kejujuran. Perusahaan besarpun berani untuk mengambil tindakan kecurangan untuk
menekan biaya produksi produk. Mereka melakukannya hanya untuk mendapatkan laba yang
besar dan ongkos produksi yang minimal. Mengenyampingkan aspek kesehatan konsumen
dan membiarkan penggunaan zat berbahaya dalam produknya. Dalam kasus HIT sengaja
menambahkan zat diklorvos untuk membunuh serangga padahal bila dilihat dari segi
kesehatan manusia, zat tersebut bila dihisap oleh saluran pernafasan dapat menimbulkan
kanker hati dan lambung.
Dan walaupun perusahaan sudah meminta maaf dan juga mengganti barang dengan
memproduksi barang baru yang tidak mengandung zat berbahaya tapi seharusnya perusahaan
juga memikirkan efek buruk apa saja yang akan konsumen rasakan bila dalam penggunaan
jangka panjang. Sebagai produsen memberikan kualitas produk yang baik dan aman bagi
kesehatan konsumen selain memberikan harga yang murah yang dapat bersaing dengan
produk sejenis lainnya.
Kesimpulan. Pelanggaran Prinsip Etika Bisnis yang dilakukan oleh PT. Megarsari Makmur
yaitu Prinsip Kejujuran dimana perusahaan tidak memberikan peringatan kepada
konsumennya mengenai kandungan yang ada pada produk mereka yang sangat berbahaya
untuk kesehatan dan perusahaan juga tidak memberi tahu penggunaan dari produk tersebut
yaitu setelah suatu ruangan disemprot oleh produk itu semestinya ditunggu 30 menit terlebih
dahulu baru kemudian dapat dimasuki /digunakan ruangan tersebut.
Saran. Melakukan apa saja untuk mendapatkan keuntungan pada dasarnya boleh dilakukan
asal tidak merugikan pihak mana pun dan tentu saja pada jalurnya. Disini perusahaan
seharusnya lebih mementingkan keselamatan konsumen yang menggunakan produknya
karena dengan meletakkan keselamatan konsumen diatas kepentingan perusahaan maka
perusahaan itu sendiri akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar karena kepercayaan /
loyalitas konsumen terhadap produk itu sendiri. PT Megarsari harusnya memberikan ganti
rugi kepada konsumen karena telah merugikan para konsumen. PT Megarsari harusnya
menarik semua produk HIT yang telah dipasarkan dan mengajukan izin baru untuk
memproduksi produk HIT Aerosol Baru dengan formula yang bebas dari bahan kimia
berbahaya.
http://nildatartilla.wordpress.com/2013/02/09/contoh-kasus-pelanggaran-etika-bisnis-oleh-pt-
megasari-makmur/

*Indonesia
Kamis, 17 Desember 2009
PELANGGARAN ETIKA BISNIS-PRODUKSI : Studi Kasus Maraknya Peredaran Makanan
dengan Zat Pewarna Bahaya
DEPOK - Hasil uji laboratorium Dinas Kesehatan Kota Depok menyebutkan, sebanyak tujuh
pasar tradisional di Depok terbukti menjual bahan pangan yang mengandung zat berbahaya.
Sebelum diuji, Dinkes mengambil sample di puluhan pedagang di pasar tradisional dengan
menggunakan enam parameter bahan tambahan yaitu, boraks, formalin, rodhamin, methanil
yellow (pewarna tekstil), siklamat (pemanis buatan), serta bakteri makanan.
Kepala Seksi Pengawasan Obat dan Makanan Dinas Kesehatan Kota Depok, Yulia Oktavia
mengatakan, enam parameter tambahan pangan berbahaya tersebut dilarang digunakan untuk
campuran makanan lantaran akan menyebabkan penyakit kanker dalam jangka panjang serta
keracunan dalam jangka pendek. "Harus nol sama sekali seluruhnya, karena sangat berbahaya
bagi kesehatan. " Ujar Yulia kepada okezone, Sabtu (3/10/2009).Yulia menambahkan,
makanan yang dijual para pedagang di pasar dan terbukti menggunakan bahan tambahan
pangan berbahaya di antaranya, mie basah, bakso, otak-otak, kwetiau, tahu kuning, pacar cina,
dan kerupuk merah. "Yang paling parah ada kerupuk merah atau kerupuk padang yang biasa
digunakan di ketupat sayur, itu ada di lima pasar, dan terbukti menggunakan rodhamin atau
pewarna tekstil," paparnya. Langkah selanjutnya, kata Yulia, pihaknya akan mengumpulkan
seluruh pedagang untuk dibina mengenai keamanan pangan dan makanan jajanan sehat.
Setelah itu, baru diterapkan sanksi hukum pidana sesuai Undang-Undang Perlindungan
Konsumen dan Keamanan Pangan. Sanksinya bisa berupa kurungan penjara.
Tujuh pasar yang terbukti menjual pangan mengandung bahan tambahan pangan berbahaya
diantaranya, Pasar Musi, Dewi Sartika, Mini, Sukatani, Cisalak, Kemiri Muka, dan Depok
Jaya. Sebagian di antaranya, berasal dari produsen di daerah Depok maupun Bogor.
Keberadaan peraturan daerah (perda) tentang makanan dan minuman yang diperbolehkan
dijual di kantin sekolah tidak menjamin hilangnya praktik-praktik ilegal penambahan zat
campuran pada makanan anak-anak itu. Karena itu yang harus dikedepankan adalah
penegakan payung hukum yang sudah ada. "Regulasi itu sudah ada, baik dalam bentuk
undang-undang ataupun peraturan menteri. Yang perlu adalah penegakan hukumnya," ujar
Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail di Depok, Jawa Barat, Kamis (11/6/2009). Lontaran
Nur Mahmudi merespons atas wacana perlunya dibuat perda khusus tentang jajanan di
sekolah lantaran maraknya praktik penambahan bahan tambahan makanan yang berbahaya
dalam jajanan sekolah. Nur Mahmudi menjelaskan, Menteri Kesehatan pada tahun 1987 telah
mengeluarkan peraturan tentang bahan-bahan yang boleh digunakan sebagai bahan makanan
tambahan. Karena itu, pemerintah tinggal melakukan pembinaan kepada produsen maupun
konsumen. Yang menjadi tantangan, tambah Nur Mahmudi, adalah melakukan pengawasan
terhadap para produsen. Jika industri makanan tersebut legal, dalam artian alamat pabriknya
jelas dan memiliki izin usaha, maka pemerintah bisa dengan mudah melakukan pembinaan.
"Yang jadi masalah kalau produk itu tidak berlabel, tidak beralamat, maka perlu kerja keras
dari berbagai pihak," katanya. "Untuk sementara kita pilih anak SD karena ini bagian dari
upaya menyelamatkan generasi ke depan," jelasnya.
Dinas Kesehatan Depok beberapa hari lalu melakukan pengambilan sampel jajanan ke 30
kantin SD di Kota Depok. Hasilnya 30 persen sampel positif mengandung boraks, 16 persen
mengandung formalin, tiga persen mengandung siklamat, metanil yellow, dan rodamin. Untuk
bahan boraks umumnya ditemukan pada produk krupuk putih, bakso, dan nuggets. Sementara
zat formalin ditemukan pada nugget dan mie. Zat siklamat yang jumlahnya melebihi takaran
ada pada produk es sirup dan es mambo. Untuk zat metanil yellow (pewarna kuning) dan
rodamin (pewarna merah) atau yang lebih dikenal sebagai pewarna tekstil ditemukan pada
permen karet.
Kesimpulan. Terdapat enam parameter bahan yang ditambahan ke dalam makanan/ minuman
yaitu, boraks, formalin, rodhamin, methanil yellow (pewarna tekstil), siklamat (pemanis
buatan), serta bakteri makanan. Ke depannya, Nur Mahmudi berjanji pemeriksaan jajanan di
Depok tidak hanya terbatas pada jajanan anak SD saja. Tapi juga akan merambah kantin-
kantin di perkantoran.
Saran. Perlu adanya sadar diri didalam hati para produsen makanan dan minuman yang akan
menjual produknya ke pasaran, harus adanya penerapkan etika didalam bisnis agar tidak
adanya kecurangan atau kebohongan yang terjadi pada perusahaan produsen itu nantinya dan
perlu diterapkannya sanksi atau hukuman yang berat apabila ada salah satu produsen yang
melanggarnya, sehingga etika di dalam bisnis pun dapat berjalan dengan baik dan lancar di
perusahaan tersebut.

http://pipitindriani.blogspot.com/2009/11/contoh-kasus-pelanggaran-etika-bisnis.html
PELANGGARAN ETIKA PEMASARAN
*Indonesia
Selasa, 06 September 2011
PELANGGARAN ETIKA BISNIS-PEMASARAN : Studi Kasus Pada Susu Formula
VHRmedia, Jakarta - Belum ada produsen susu formula di Indonesia yang menerapkan aturan
pemasaran susu pengganti air susu ibu (ASI) sesuai Kode.
Hal itu dikatakan Chairwoman Indonesia Breastfeeding Center, Utami Roesli. Menurut dia,
Kode adalah aturan internasional yang melarang produsen susu formula mempromosikan
produk pengganti ASI secara langsung kepada masyarakat. Misalnya promosi melalui tenaga
medis, telepon langsung kepada konsumen, atau memberikan sampel susu formula dalam
acara-acara seminar.

“Sejauh pandangan saya, belum ada produsen susu formula yang menerapkan Kode di
Indonesia,” kata Utami Roesli, seusai diskusi mengkritisi teknik pemasaran susu formula
untuk bayi, di Jakarta, Rabu (9/6). Agus Pambagyo dari Koalisi Advokasi ASI mengatakan,
jumlah pelanggaran kode etik pemasaran susu formula paling banyak terjadi di Indonesia. “Ini
yang harus ditindak, jika kita ingin memiliki generasi penerus yang lebih cerdas, sehat, dan
berakhlak baik.”

Menurut David Clark, Nutrition Specialist Legal Unicef, Kode dibutuhkan untuk
meningkatkan konsumsi ASI pada bayi. Konsumsi ASI yang tidak optimal terutama pada usia
0-6 bulan bisa mengakibatkan kematian bayi. David mengatakan, bahwa kekurangan ASI
meningkatkan risiko bayi terkena diabetes, infeksi telinga, IQ rendah, atau serangan kanker
payudara bagi ibu.
Kesimpulan. Dari kasus di atas ,seharusnya produsen dari susu formula tidak membuat
pengganti dari ASI karena menurut David Clark, Nutrition Specialist Legal Unicef konsumsi
ASI pada usia 0-6 bulan dapat menyebabkan kematian bayi ,diabetes ,infeksi telinga ,IQ
rendah dan akibat lainnya.
Saran. Sebaiknya produsen membuat produk yang tidak menggantikan ASI tetapi membuat
susu formula untuk bayi yang berusia 6bulan keatas. Seharusnya, pemerintah membuat
peraturan tentang kewajiban untuk para Ibu, agar memberikan ASI ekslusif kepada bayinya
pada usia 0-6 bulan.
http://yudhalimiyana.blogspot.com/2011/04/kasus-pelanggaran-etika-pemasaran.html
*Indonesia
Jumat, 06 September 2011
PELANGGARAN ETIKA BISNIS-PEMASARAN : Studi Kasus Pada Rumah Makan Siap
Saji tentang Pemakaian Angciu dan Minyak Babi

Jaringan rumah makan siap saji asal Indonesia. Restoran ini menyajikan makanan khas
Indonesia seperti nasi goreng, mi goreng, kwetiau goreng, dan masih banyak lagi. Saat ini
sudah terdapat lebih dari 50 gerai di kota-kota di Indonesia. Isu mengenai penggunaan angciu
dan minyak babi di restoran “S” ternyata masih merebak. Meskipun sudah dibantah oleh
manajemen “S”, kabar fiktif itu terus bergulir di media sosial.

Inilah kisah dosen akuntansi salah satu universitas negeri tentang restoran “S” yang tidak
memiliki sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu. “Ada kerabat yang mau
beli franchise “S”. Tapi ketika mau bikin kontrak perjanjian, ternyata pihak pemilik franchise
mewajibkan penggunaan angciu (arak) dan minyak babi dalam beberapa masakan,” ujarnya.

Tapi, kata Prof, jawaban pemilik franchise sungguh arogan dan mencengangkan. Menurut
pemilik franchise, “S” mewajibkan menunya menggunakan minyak babi dan angciu.

”Di sini (“S”) wajib pakai itu. Lagian kita gak pakai label halal kok. Kalau gak mau ya
sudah,” ujar pihak “S” sebagaimana diungkap Prof. Sementara PT “SS” selaku perusahaan
yang membawahi restoran ini membantah hal tersebut. “Isu yang berkembang itu tidak benar.
Minyak-minyak kami memakai brand-brand halal. Semua makanan kami halal,” kata
Operational Manager “S”, Namun ia membenarkan bahwa sampai saat ini perusahaan belum
mempunyai sertifikasi halal dari MUI.

Saat ini perusahaan sedang mengumpulkan sertifikat-sertifikat dari para supplier. “Supplier
kita kan banyak, kita sedang kumpulkan sertifikatnya sebagai syarat mengurus ke MUI,”
katanya.

Majelis Ulama Indonesia melalui Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika
Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) membenarkan restoran “S” belum mengantongi
sertifikat halal. “Maka, bersama ini disampaikan bahwa MUI melalui Lembaga Pengkajian
Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia belum pernah melakukan
pemeriksaan atas produk makanan/minuman dan atau mengeluarkan sertifikat halal untuk
restoran “S” di mana pun,” tulis MUI di situs resminya Kemudian pertanyaan yang muncul
adalah, apakah pemilik bisnis “S” salah? Yang salah utamanya adalah bila ada pebisnis
Muslim yang tutup mata dan tetap mengambil bisnis ini. Lebih salah lagi adalah para Muslim
yang sudah tahu info ini tetapi juga tutup mata dan makan di sana.

Kesimpulan. Etika bisnis belum dijalankan secara maksimal, baik dilihat dari etika promosi
maupun keadilan konsumen. Majelis Ulama Indonesia melalui Lembaga Pengkajian Pangan,
Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) membenarkan restoran
“S” belum mengantongi sertifikat halal. Saat ini perusahaan sedang mengumpulkan sertifikat-
sertifikat dari para supplier. Meski Muslim di negeri ini mayoritas, tetap tidak bisa memaksa
pihak pengusaha rumah makan harus memakai label halal dan atau harus seperti yang kaum
Muslimin inginkan.

Saran. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau restoran atau rumah makan yang belum
bersertifikasi halal agar segera mengajukan sertifikasi halal. Untuk berhati-hati sebaiknya
masyarakat muslim Indonesia menahan diri terlebih dahulu sampai sertifikasi halal
dikeluarkan. Untuk para pengusaha restoran yang menggunakan barang-barang yang haram
dalam pandangan Islam, hendaklah mencantumkan label mengandung babi atau mengandung
arak dan seterusnya pada rumah makannya. Jika pengusaha tidak mengindahkan anjuran
tersebut, ada baiknya ormas-ormas Islam yang bergerak, dengan memberi label yang sangat
besar dan menempelkanya di tempat usaha yang haram tersebut dengan label mengandung
babi atau angciu atau lainnya yang mengharamkan.

http://salam-online.com/2013/08/diprotes-gunakan-angciu-minyak-babi-jawaban-solaria-
dinilai-arogan.html#sthash.MY1XNArb.dpuf

*Luar Negeri
Jumat, 24 September 2010
PELANGGARAN ETIKA BISNIS-PEMASARAN : Studi Kasus Pada Produk Indomie di
Taiwan
Menjelang dibukanya persaingan pasar bebas, Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan
perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis atau etika dalam berbisnis. Hal ini sangat penting
diperhatikan dalam melakukan kegiatan bisnis dan mengembangkan diri dalam pembangunan
ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti
mekanisme pasar. Dalam kegiatan bisnis ini persaingan antar perusahaan terutama perusahaan
besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan
melanggar peraturan yang berlaku.
Apalagi persaingan yang akan dibahas adalah persaingan produk impor dari Indonesia yang
ada di Taiwan. Karena harga yang lebih murah serta kualitas yang tidak kalah dari produk-
produk lainnya. Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena
disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari
peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan
benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk
membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk
menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong, dua supermarket terkenal
juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Description: http://pandji99.files.wordpress.com/2011/09/indomie.jpg?w=645
Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil
Kepala BPOM Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah
terkait produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX
DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX
DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadi, apalagi pihak negara
luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam
produk Indomie.
A. Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di
dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah
bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya
ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik sendiri
pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%.
Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia
dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung
nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut, tetapi kadar
kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut
Kustantinah.
Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per
kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali
daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-
muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.
Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision,
produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi
dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk
Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena
standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
Kesimpulan. Dari pembahasan diatas terdapat beberapa faktor yang menjadikan produk
Indomie dilarang dipasarkan dinegara Taiwan. Beberapa faktor diantaranya adalah harga yang
di tawarkan, bahan dasar atau zat pengawet yang digunakan dan aturan standarisasi. Jika dari
harga, harga yang ditawarkan indomie lebih murah dibanding dengan makanan sejenis dengan
kualitas yang sama, serta zat pengawet atau bahan pengawet yang digunakan indomie
dikatakan berbahaya karena telah melebihi standar pemakaian di Taiwan, namun menurut
Ketua BPOM Kustantinah kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan
aman untuk dikonsumsi. Sedangkan aturan Negara masing-masing yang memiliki pandangan
berbeda, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk
Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan
kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec.
Saran. Indomie harus lebih professional dalam menjalankan bisnis, bukan hanya untuk
mencari keuntungan dari segi ekonomi, tetapi harus juga menjaga etika dan moralnya di
masyarakat Internasional yang menjadi konsumen perusahaan tersebut, serta harus mematuhi
peraturan-peraturan yang dibuat sesuai dengan peraturan Negara yang menjadi tempat
penjualan. Dengan mengindahkan etos dan etis bisnis, aturan-aturan, norma-norma serta nilai
moral yang berlaku dalam bisnis yang baik maka kepercayaan konsumen terhadap perusahaan
tetap terjaga.
klan Dan Dimensi Etisnya

Tugas Softskil Etika Bisnis


Contoh kasus produk shampoo Pantene, Dove dan Sunsilk pada media iklan televisi :

 Iklan shampoo Pantene

Shampoo pantene mempromosikan produknya dengan menampilkan penyanyi ternama seperti


Anggun. Pada iklan tersebut Anggun memperlihatkan rambutnya yang semula rontok dan
berketombe, tetapi setelah menggunakan shampoo Pantene dia menyatakan bahwa rambutnya
tidak rontok bahkan ketombe hilang setelah menggunakan shampoo tersebut. Anggun juga
menyatakan pantene sebagai shampoo terbaik dan tidak menjadi duta shampoo lain.

 Iklan shampoo Sunsilk dan Dove

Kedua produk shampoo ini sama-sama berasal dari PT Unilever Tbk. Shampoo Sunsilk lebih
dulu diperkenalkan dibandingkan shampoo dove. Tidak jauh berbeda dengan iklan yang
ditayangkan keduanya. Kedua shampoo tersebut mempromosikan produknya dengan
menampilkan artis dan penyanyi yang sama-sama terkenal, yang menampilkan rambut indah
setelah menggunakan shampoo tersebut. Pada shampoo Sunsilk selain menampilkan artis
terkenal mereka juga lebih meyakinkan konsumen dengan bekerja sama oleh para pakar
rambut di dunia. Sunsilk juga menampilkan performance Ariel bagi wanita yang beruntung
menggunakan shampoo sunsilk.
Pada shampoo Dove mereka juga menampilkan model dan penyanyi terkenal, mereka juga
menyatakan bahwa Dove adalah shampoo terbaik dan para artis tersebut menampilkan rambut
indah setelah menggunakan shampoo tersebut. Selain menampilkan rambut indah para artis
juga menyatakan bahwa shampoo Dove lebih baik dan mereka berkata Dove I Love It.
Analisis :
Jadi, menurut kelompok kami dapat disimpulkan bahwa produk-produk shampoo yang
mempromosikan shampoonya melalui media iklan televisi masih kurang baik. Hal ini
disebabkan produk yang ditayangkan saling menjatuhkan satu sama lain, dan juga belum
terbukti kenyataannya seperti yang diperlihatkan oleh artis-artis pada produk shampoo
tersebut. Konsumen juga merasa dibuat bingung untuk memutuskan produk shampoo mana
yang sesuai dengan jenis rambut para konsumen.
Etika secara moral para produsen juga harus menjalankan kewajibannya untuk bertanggung
jawab atas iklan yang ditayangkan. Bertanggung jawab atas memberikan informasi yang jelas
agar para konsumen tidak merasa kecewa telah menggunakan produknya. Dan memberikan
fakta bukan janji-janji palsu atas penayangan iklan produk mereka.
Berdasarkan sudut pandang keadilan konsumen, kenyataannya masih banyak konsumen yang
belum mendapat keadilan penuh setelah menggunakan produk shampoo. Hal ini dikarenakan
produsen shampoo memasang iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Kenyataan bahwa
tidak semua warga Indonesia yang memiliki rambut lurus dan indah, tetapi iklan-iklan
shampoo yang ditampilkan dimedia televisi menampilkan artis-artis yang setelah
menggunakan shampoo tersebut akan memiliki rambut lurus, indah dan tidak rontok,
kenyataannnya tidak semua orang yang memakai shampoo akan memiliki rambut lurus dan
tidak rontok.
YLKI
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia disingkat YLKI adalah organisasi non-pemerintah
dan nirlaba yang didirikan di Jakarta pada tanggal 11 Mei1973. Tujuan berdirinya YLKI
adalah untuk meningkatkan kesadaran kritis konsumen tentang hak dan tanggung jawabnya
sehingga dapat melindungi dirinya sendiri dan lingkungannya..
Pada awalnya, YLKI berdiri karena keprihatinan sekelompok ibu-ibu akan kegemaran
konsumen Indonesia pada waktu itu dalam mengonsumsi produk luar negeri. Terdorong oleh
keinginan agar produk dalam negeri mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia maka para
pendiri YLKI tersebut menyelenggarakan aksi promosi berbagai jenis hasil industri dalam
negeri.

sumber:
http://suhartoalbas.blogspot.co.id/2016/10/kasus-iklan-dan-dimensi-etisnya.html

Anda mungkin juga menyukai