Anda di halaman 1dari 32

Grand Case

FRAKTUR FEMUR

Oleh :

Rahmat Akbar 1840312234

Pembimbing:

Dr. dr. Roni Eka Saputra, Sp.OT(K)

BAGIAN ILMU BEDAH

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2019
BAB 1
PENDAHULUAN

Fraktur adalah suatu diskontinuitas struktur tulang yang sebagian besar


disebabkan oleh trauma.1 Secara umum, fraktur diklasifikasikan menjadi fraktur
terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur dikatakan tertutup (sederhana) jika jaringan
kulit di atasnya masih utuh, sehingga tidak ada kontak antara fragmen tulang yang
patah dengan lingkungan luar. Namun jika kulit atau salah satu dari rongga tubuh
tertembus yang mengakibatkan fragmen tulang fraktur terekspos ke luar, maka
disebut fraktur terbuka (compound). Fraktur terbuka cenderung untuk mengalami
kontaminasi dan infeksi dibandingkan fraktur tertutup.1,2

Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja,


kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat faktor
lain seperti proses degeneratif dan patologi. Menurut Depkes RI 2011, dari sekian
banyak kasus fraktur di Indonesia, fraktur pada ekstremitas bawah akibat
kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu
sekitar 46,2%.3

Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas tulang femur yang bisa


terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian),
kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Femur merupakan
tulang terbesar dan terkuat dalam tubuh orang dewasa. Dengan demikian, trauma
langsung yang keras, seperti yang dapat dialami pada kecelakaan lalu lintas,
diperlukan untuk menimbulkan fraktur tulang femur. Patah pada tulang femur
dapat menimbulkan perdarahan cukup banyak serta mengakibatkan penderita
mengalami syok.3

Berdasarkan jenisnya, fraktur dibagi dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur
terbuka. Sebuah fraktur dikatakan fraktur tertutup (sederhana) apabila jaringan
kulit diatasnya masih utuh, sehingga tidak ada kontak antara fragmen tulang yang
patah dengan lingkungan luar. Namunbilafragmen tulang yang mengalami fraktur
terekspos ke luar, maka disebut fraktur terbuka (compound). Fraktur terbuka lebih
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 2
yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi daripada fraktur
tertutup.2 Jenis fraktur biasanya berhubungan dengan mekanisme trauma,
misalnya trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur tipe transversal oblik
pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan trauma tipe spiral.4

Prinsip penanganan fraktur tidak terlepas dari primary survey untuk


menemukan dan mengatasi kondisi life threatening yang ada pada pasien,
terutama pada layanan primer. Penatalaksaan yang tepat pada pasien fraktur
menentukan outcome nya. Bila dalam penatalaksanaan dan perawatan tepat,
tulang yang patah dapat menyatu kembali dengan sempurna (union). Namun bila
penatalaksanaan tidak tepat, maka fraktur dapat menyatu tidak sempurna
(malunion), terlambat menyatu (delayed union), ataupun tidak menyatu (non
union). Perawatan yang baik juga perlu untuk mencegah terjadinya komplikasi
pada pasien fraktur.3

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 3


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Femur


Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan
tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Ruang di
tengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hemapoetik, yang membentuk
berbagai sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan
mengatur kalsium dan fosfat.1
Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan mempunyai
lima fungsi utama, yaitu :2
a. Membentuk rangka badan.
b. Sebagai pengumpil dan tempat melekat otot.
c. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat
dalam, seperti otak, sumsum tulang belakang, jantung, dan paru-paru.
d. Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium, dan garam.
e. Sebagai organ yang berfungsi sebagai jaringan hemapoetik untuk
memproduksi sel-sel darah merah , sel-sel darah putih, dan trombosit.
Tulang dalam garis besarnya dibagi atas; tulang panjang, tulang
pendek, dan tulang pipih dimana os femur termasuk kedalam salah satu tulang
panjang.2
Femur adalah tulang terpanjang dan terkuat pada tubuh. Tulang femur
menghubungkan antara tubuh bagian panggul dan lutut. Kata “ femur” merupakan
bahasa latin untuk paha. Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput,
collum, trochanter major dan minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua
pertiga berbentuk seperti bola dan berartikulasi dengan acetabulum dari tulang
coxae membentuk articulation coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil
yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum dari caput.
Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan
memasuki tulang pada fovea. Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada
batang femur, berjalan ke bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 4


kurang 125 derajat, pada wanita sedikit lebih kecil dengan sumbu panjang batang
femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat berubah karena penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher
dan batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea
intertrochanterica di depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di
bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum quadratum. Bagian batang
femur umumnya berbentuk cembung ke arah depan. Berbentuk licin dan bulat
pada permukaan anteriornya, pada bagian belakangnya terdapat linea aspera,
tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah. Tepian medial berlanjut ke
bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum
pada condylus medialis. Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista
supracondylaris lateralis. Pada permukaan postertior batang femur, di bawah
trochanter major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan
dengan linea aspera. Bagian batang melebar kearah ujung distal dan membentuk
daerah segitiga datar pada permnukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.
Ujung bawah femur memilki condylus medialis dan lateralis, yang di
bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior
condylus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut
membentuk articulation genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan
medialis. Tuberculum adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus
medialis.

Gambar 1. Os Femur Sinistra3

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 5


Vaskularisasi femur berasal dari arteri iliaka komunis kanan dan kiri.
Saat arteri ini memasuki daerah femur maka disebut sebagai arteri femoralis.
Tiap-tiap arteri femoralis kanan dan kiri akan bercabang menjadi arteri profunda
femoris, ramiarteria sirkumfleksia femoris lateralis asenden, rami arteria
sirkumfleksia femoris lateralis desenden, arteri sirkumfleksia femoris medialis
dan arteria perforantes. Perpanjangan dari arteri femoralis akan membentuk arteri
yang memperdarahi daerah genu dan ekstremitas inferior yang lebih distal. Aliran
balik darah menuju jantung dari bagian femur dibawa oleh vena femoralis kanan
dan kiri.

Gambar 2. Struktur Vaskularisasi Femur

2.2 Fraktur
2.2.1 Definisi Fraktur
Fraktur merupakan suatu patahan pada struktur jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan trauma, baik trauma langsung ataupun
tidak langsung1.Akibat dari suatu trauma pada tulang dapat bervariasi tergantung
pada jenis, kekuatan dan arahnya trauma.Patahan tadi mungkin tidak lebih dari
suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks.Biasanya patahan itu

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 6


lengkap dan fragmen tulang bergeser.Bila kulit diatasnya masih utuh, keadaan ini
disebut fraktur tertutup (fraktur sederhana),namun bila kulit atau salah satu dari
rongga tubuh tertembus keadaan ini disebut fraktur terbuka yang cenderung
mengalami kontaminasi dan infeksi.3
2.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi fraktur menurut Rasjad (2007):
1. Berdasarkan etiologi:
a) fraktur traumatik
b) fraktur patologis
c) fraktur stress terjadi karena adanya trauma terus menerus di suatu
tempat
2. Berdasarkan klinis:
a) Fraktur terbuka
b) Fraktur tertutup
Ada beberapa subtipe fraktur secara klinis antara lain:
1. Fragility fracture
Merupakan fraktur yang diakibatkan oleh karena trauma minor.
Misalnya, fraktur yang terjadi pada seseorang yang mengalami
osteoporosis, dimana kondisi tulang mengalami kerapuhan. Kecelakaan
ataupun tekanan yang kecil bisa mengakibatkan fraktur.
2. Pathological fracture
Fraktur yang diakibatkan oleh struktur tulang yang abnormal.Tipe
fraktur patologis misalnya terjadi pada individu yang memiliki penyakit
tulang yang mengakibatkan tulang mereka rentan terjadi fraktur.
3. High-energy fraktur
High-energy fraktur adalah fraktur yang diakibatkanoleh adanya trauma
yang serius, misalnya seseorang yang mengalami kecelakaan jatuh dari
atap sehingga tulangnya patah.Stress fracture adalah tipe lain dari high-
energy fracture, misalnya pada seorang atlet yangmengalami trauma
minor yang berulang kali. Kedua tipe fraktur ini terjadi pada orang yang
memiliki struktur tulang yang normal.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 7


Beberapa ahli yang lain membagi jenis fraktur berdasarkan pada ada
tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan paparan luar sebagai fraktur
tertutup (closed fracture) dan fraktur terbuka (openfracture).
2.2.3 Derajat Fraktur
Derajat fraktur tertutup menurut Tscherne dan Oestern berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1. Derajat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
2. Derajat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3. Derajat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan adanya pembengkakan.
4. Derajat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman terjadinya sindroma kompartement.
Derajat fraktur terbuka menurut Gustillo berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma, yaitu:
1. Derajat I: laserasi < 1 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.
2. Derajat II: laserasi >1 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi
fragmen jelas, kontaminasi sedang
3. Derajat III: luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringansekitar,
kontaminasi berat, konfigurasi fraktur kominutif
 IIIa: fraktur segmental atau sangat kominutif, penutupan tulang
dengan jaringan lunak cukup adekuat
 IIIb; terkelupasnya periosteum dan tulang tampak terbuka
 IIIc: disertai kerusakan pembuluh darah tanpa memperhatikan
kerusakan jaringan lunak

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 8


Gambar 2. Klasifikasi Fraktur Terbuka Berdasarkan Gustilo dan Anderson
Price & Wilson (2006) juga membagi derajat kerusakan tulang menjadi
dua, yaitu patah tulang lengkap (complete fracture) apabila seluruh tulang patah;
dan patahtulang tidak lengkap (incomplete fracture) bila tidak melibatkan seluruh
ketebalan tulang.Hal ini ditentukan oleh kekuatan penyebab fraktur dan kondisi
kerusakan tulang yang terjadi trauma.
Patah tulang dapat dibagi menurut garis frakturnya, misalnya fisura, patah
tulang segmental, patah tulang sederhana, patah tulang kominutif, patah tulang
segmental, patah tulang kompresi, impresi, dan patologis.5

Gambar 3. Jenis patah tulang: A. Fisura, B. Oblik, C. Tranversal (lintang),


D. Kominutif, E. Segmental.10

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 9


Klasifikasi fraktur menurut beberapa ahli memiliki beberapa perbedaan
yang digambarkan dalam tabel berikut.

2.2.4 Etiologi dan Patofisiologi


Fraktur umumnya terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan
akibat trauma. Trauma tersebut dapat bersifat langsung atau tidak langsung.
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur
pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif ataupun
transverse dan jaringan lunak juga mengalami kerusakan. Sementara itu, pada
trauma yang tidak langsung trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari
daerah fraktur dan biasanya jaringan lunak tetap utuh.5
Meskipun hampir sebagian besar fraktur disebabkan kombinasi beberapa
gaya (memutar, membengkok, kompresi, atau tegangan), pola garis fraktur pada
hasil pemeriksaan sinar X akan menunjukkan mekanisme yang dominan.5
Tekanan pada tulang dapat berupa:
1. Berputar (twisting) yang menyebabkan fraktur bersifat spiral
2. Kompresi yang menyebabkan fraktur oblik pendek

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 10


3. Membengkok (bending) yang menyebabkan fraktur dengan fragmen
segitiga ‘butterfly’
4. Regangan (tension) cenderung menyebabkan patah tulang transversal; di
beberapa situasi dapat menyebabkan avulsi sebuah fragmen kecil pada titik
insersi ligamen atau tendon.5

Gambar 4. Mekanisme cedera: (a) spiral (twisting); (b) oblik pendek (kompresi);
(c) pola ‘butterfly’ segitga (bending); (d) transversal (tension). Pola spiral dan
oblik panjang biasanya disebabkan trauma indirek energi rendah; pola bending
dan transversal disebabkan oleh trauma direk energi tinggi.5

Setelah terjadinya fraktur komplit, biasanya fragmen yang patah akan


mengalami perpindahan akibat kekuatan cedera, gravitasi, ataupun otot yang
melekat pada tulang tersebut.
Perpindahan yang terjadi yaitu sebagai berikut:
1. Translasi (shift) – fragmen bergeser ke samping, ke depan, atau ke
belakang.
2. Angulasi (tilt) – fragmen mengalami angulasi dalam hubungannya
dengan yang lain.
3. Rotasi (twist) – Satu fragmen mungkin berbutar pada aksis
longitudinal; tulang terlihat lurus.
4. Memanjang atau memendek – fragmen dapat terpisah atau mengalami
overlap.5
Daya rotasi menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang pada tingkat
yang berbeda, daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek,
biasanya pada tingkat yang sama. Pada cedera tak langsung, salah satu fragmen

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 11


tulang dapt menembus kulit, pada yang cedera langsung dapat merobek kulit
diatas fraktur. Kecelakaan sepeda motor adalah penyebab tersering.5

2.2.5 Proses Penyembuhan Fraktur5


Proses penyembuhan fraktur adalah proses biologis alami yang akan
terjadi pada setiap fraktur.
1. Destruksi jaringan dan pembentukan hematom
Pada permulaan akan terjadi perdarahan di sekitar patahan tulang, yang
disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periosteum yaitu
fase hematom (2-8 jam sesudah trauma).
2. Inflamasi dan proliferasi seluler
Dalam 8 jam sesudah terjadinya fraktur terjadi reaksi inflamasi akut
yaitu dengan adanya migrasi sel-sel inflamasi dan inisiasi proliferasi sel,
dibawah periosteum dan didalam saluran medula yang tertembus. Ujung
fragmen tulang dikelilingi oleh jaringan seluler yang menghubungkan lokasi
fraktur. Hematom yang membeku perlahan- lahan diabsorbsi kemudian akan
menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dan vaskuler hingga
hematom berubah menjadi jaringan fibrosis dengan kapiler baru yang halus di
dalamnya. Jaringan ini menyebabkan fragmen tulang saling menempel yang
dinamakan kalus fibrosa
3. Pembentukan Kalus
Di dalam jaringan fibrosis ini kemudian juga tumbuh sel jaringan
mesenkim yang bersifat osteogenic dan kondrogenik. Sel ini berubah menjadi
sel konroblast yang akan membentuk kondroid yang merupakan bahan dasar
tulang rawan, sedangkan di tempat yang jauh dari patahan tulang yang
vaskularisasinya relative banyak, sel ini berubah menjadi osteoblast dan
membentuk osteoid yang merupakan bahan dasar tulang. Kondroid dan osteoid
ini mula-mula tidak mengandung kalsium sehingga tidak terlihat pada foto
rontgen.Pada fase ini juga terbentuk osteoklas yang mulai membersihkan
tulang yang mati. Pada tahap selanjutnya terjadi penulangan atau
osifikasi.Kesemuanya ini menyebabkan kalus fibrosa berubah menjadi kalus
tulang yang lebih padat dan pada empat minggu setelah cedera fraktur
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 12
menyatu.Pada foto rontgen, proses ini terlihat sebagai bayangan radio-opak,
tetapi bayangan garis patah tulang masih terlihat.Fase ini disebut fase
penyatuan klinis.
4. Konsolidasi
Bila aktivitas osteoblas dan osteoklas berlanjut, sel tulang ini mengatur
diri secara lamellar seperti sel tulang normal. Selanjutnya, terjadi pergantian sel
tulang secara berangsur-angsur oleh sel tulang yang mengatur diri sesuai
dengan garis tekanan dan tarikan yang bekerja pada tulang. Akhirnya Kekuatan
kalus ini sama dengan kekuatan tulang biasa yang cukup kaku sehingga tidak
memungkinkan osteoklas menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur,
dan dibelakangya osteoblast mengisi celah- celah sisa antara fragmrn tulang
yang baru. Proses ini berjalan cukup lambat dan mungkin butuh beberapa bulan
sebelum tulang cukup kuat untuk membawa beban normal (6-12 minggu).
5. Remodeling
Pada fase ini fraktur telah dijembatani oleh tulang yang solid. Selama
beberapa bulan bahkan tahun, tulang yang baru terbentuk tersebut akan
kembali diubah oleh proses pembentukan dan resorpsi tulang, lamela yang
lebih tebal pada tempat yang tekanannya tinggi, dinding – dinding yang tak
perlu dibuang, rongga sumsum dibentuk sehingga tidak akan tampak lagi garis
fraktur, terutama pada anak- anak dapat memperoleh bentuk yang mirip dengan
normalnya.5,10

Gambar 5. Fase Penyembuhan Fraktur: (a)Hematoma; (b)Inflamasi; (c) Kalus;


(d)Konsolidasi; (e)Remodeling.5

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 13


2.3 Fraktur Femur
2.3.1 Definisi
Fraktur adalah pemecahan suatu bagian, terutama pada tulang atau
terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan. Sedangkan pada fraktur femur
adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh
trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang
atau osteoporosis.4,5
2.3.2 Epidemiologi
Fraktur femur biasanya disebabkan oleh trauma akibat tekanan yang
berlebihan pada tulang melebihi kapasitas tulang tersebut. Secara epidemiologi,
fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan
perbandingan 3:1. Insiden fraktur femur di USA diperkirakan 1 orang setiap
10.000 penduduk setiap tahunnya. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh unit
pelaksana teknis terpadu Imunoendokrinologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia pada tahun 2006 di Indonesia dari 1690 kasus kecelakaan lalu lintas,
249 kasus atau 14,7%-nya mengalami fraktur femur.
2.3.3 Klasifikasi
Fraktur femur dapat dibagi dalam :
1. Fraktur Collum Femur :
Fraktur Collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu
misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor
langsung terbentur dengan benda keras ataupun disebabkan oleh trauma tidak
langsung yaitu karena gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah,
dibagi dalam :
• Fraktur Intrakapsuler (Fraktur Collum femur)
• Fraktur Extrakapsuler (Fraktur Intertrochanter femur)
2. Fraktur Subtrochanter Femur
Fraktur Subtrochanter Femur adalah fraktur dimana garis patahnya
berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi
yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding dan
Magliato, yaitu: Tipe 1: garis fraktur satu level dengan trochanter minor Tipe 2:
garis patah berada 1-2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor Tipe 3: garis
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 14
patah berada 2-3 inch di distal dari batas atas trochanter. Fraktur ini dapat terjadi
pada setiap umur dan biasanya akibat trauma yang hebat. Gambaran klinisnya
berupa anggota gerak bawah dalam keadaan rotasi eksterna, memendek, dan
ditemukan pembengkakan pada daerah proksimal femur disertai nyeri pada
pergerakan. Pada pemeriksaan radiologis dapat meninjukkan fraktur yang terjadi
dibawah trokhanter minor. Garis fraktur bisa bersifat transverse, oblik atau spiral,
dan sering bersifat kominutif. Fragmen proksimal dalam keadaan posisi fleksi
sedangkan distal dalam keadaan posisi abduksi dan bergeser ke proksimal.
Pengobatan dengan reduksi terbuka dan fiksasi interna dengan menggunakan
plate dan screw. Komplikasi yang sering timbul adalah nonunion dan malunion.
Komplikasi ini dapat dikoreksi dengan osteotomi atau bone grafting.
3. Fraktur Batang (midshaft) Femur
Fraktur batang femur merupakan fraktur yang sering terjadi pada orang
dewasa muda. Jika terjadi pada pasien manula, fraktur ini harus dianggap
patologik sebelum terbukti sebaliknya. Fraktur spiral biasanya disebabkan oleh
jatuh dengan mekanisme terpuntir/ twisting injury. Fraktur transverse dan oblik
biasanya akibat angulasi atau benturan langsung, oleh karena itu sering ditemukan
pada kecelakaan sepeda motor. Pada benturan keras, fraktur mungkin bersifat
kominutif atau tulang dapat patah lebih dari satu tempat.
Femur diliputi oleh otot yang kuat dan merupakan proteksi untuk tulang
femur, tetapi juga dapat berakibat jelek karena dapat menarik fragmen fraktur
sehingga bergeser. Femur dapat pula mengalami fraktur patologis akibat
metastasis tumor ganas. Fraktur femur sering disertai dengan perdarahan masif
yang harus selalu dipikirkan sebagai penyebab syok. Klasifikasi fraktur femur
dapat bersifat tertutup atau terbuka, simpel, komunitif, fraktur Z atau segmental.
4. Fraktur Distal Femur
Dibagi menjadi 2 :
• Suprakondiler Femur
Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus
femur dan batas metafisis dengan diafisis femur. Fraktur terjadi karena tekanan
varus atau valgus disertai kekuatan aksial dan putaran. Klasifikasi fraktur
suprakondiler femur terbagi atas : tidak bergeser, impaksi, bergeser, impaksi,
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 15
bergeser dan komunitif. Fragmen bagian distal selalu terjadi dislokasi ke
posterior, hasil ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan otot-otot
gastrocnemius, biasanya fraktur supracondylar ini disebabkan oleh trauma
langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus
atau varus dan disertai gaya rotasi.
• Interkondiler Femur
Fraktur intercondylar femur, adalah fraktur dimana, garis fraktur diantara
condylus medialis dan lateralis, umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.
Mekanisme terjadinya fraktur femur dapat disebabkan oleh trauma langsung atau
tidak langsung. Menurut Swiontkowski dan Stovitz, trauma langsung, gaya atau
energi trauma akan mengenai sepanjang shaft femur atau di regio trokhanter,
sedangkan trauma tidak langsung oleh karena tarikan otot illiopsoas di trochanter
minor dan otot adductor di trochanter mayor.
2.3.4 Gambaran Klinis
Fraktur batang femur pada bayi tidak jarang terjadi akibat trauma
persalinan. Secara klinis, bayi yang bersangkutan tidak mau menggerakkan
tungkai yang patah sehingga kadang dianggap lumpuh. Pada fraktur batang femur
dewasa, patah tulang diafisis femur biasanya perdarahan dalam cukup luas
sehingga dapat menimbulkan syok. Secara klinis penderita tidak dapat bangun,
bukan saja karena nyeri tetapi juga ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh
tungkai bawah terotasi ke luar, terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian
proksimal sebagai akibat perdarahan dalam jaringan lunak.5
2.3.5 Diagnosis
Pemeriksaan yang dilakukan dalam menegakkan diagnosis : 2
a. Riwayat penderita
Menggali gejala atau keluhan yang membuat pasien datang untuk
diperiksa seperti riwayat trauma; waktu, cara, lokasi terjadinya trauma. Sifat
nyerinya, riwayat penyakit lainnya serta latar belakang sosialnya.
b. Pemeriksaan fisik
1. Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
a. Syok, anemia atau perdarahan.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 16


b. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang
belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan
abdomen.
c. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.
2. Pemeriksaan lokal
- Inspeksi (Look)
 Bandingkan dengan bagian yang sehat.
 Perhatikan posisi anggota gerak.
 Keadaan umum penderita secara keseluruhan.
 Ekspresi wajah karena nyeri.
 Lidah kering atau basah.
 Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan.
 Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau fraktur terbuka.
 Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai
beberapa hari.
 Perhatikan adanya pembengkakan, deformitas berupa angulasi,
rotasi dan kependekan, gerakan yang tidak normal.
 Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada
organ-organ lain.
 Perhatikan kondisi mental penderita.
 Keadaan vaskularisasi.
- Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri.
 Temperatur setempat yang meningkat.
 Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya
disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat
fraktur pada tulang. Nyeri dapat berupa nyeri tekan yang sifatnya
sirkuler dan nyeri tekan sumbu sewaktu menekan atau menarik

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 17


dengan hati-hati anggota badan yang patah searah dengan
sumbunya.10
 Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan
secara hati-hati.
 Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi
arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai
dengan anggota gerak yang terkena.
 Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian
distal daerah trauma , temperatur kulit.
 Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk
mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai.
- Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan
secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang
mengalami trauma untuk menilai apakah terdapat nyeri dan krepitasi
ketika sendi digerakkan. Selain itu dilakukan juga penilaian Range of
Movement (ROM). Pada pederita dengan fraktur, setiap gerakan akan
menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan
secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada
jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
2 Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris
dan motoris serta gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia,
aksonotmesis atau neurotmesis. Kelaianan saraf yang didapatkan harus
dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan
tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan
selanjutnya.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi
serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak
selanjutnya, maka sebaliknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 18


untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis. Syarat
pemeriksaan radiologis yang dilakukan adalah:1
Two view: Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar X
tunggal, dan sekurang-kurangnya harus dilakukan dua sudut pandang
(antero posterior dan lateral)
Two Joint: Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami
fraktur dan angulasi. Tetapi, angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau
tulang yang lain juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-
sendi di atas dan di bawah fraktur keduanya harus disertakan pada foto
sinar-X.
Two limbs: Pada sinar X tulang anak-anak, epifisis yang normal dapat
mengacaukan diagnosis fraktur, foto pada tungkai yang tidak cedera akan
bermanfaat.
Two injuries: Kekuatan yang hebat sering sering menyebabkan cedera pada
lebih dari satu tingkat. Karena itu, bila ada fraktur pada kalkaneus atau
femur, perlu juga diambil foto sinar-X pada pelvis dan tulang belakang.
Two occasions: Segera setelah cedera, suatu fraktur (misalnya pada skafoid
karpal) mungkin sulit dilihat. Kalau ragu-ragu, sebagai akibat reposisi
tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian dapat memudahkan
diagnosis.
d. Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin, fungsi hati, fungsi ginjal, GDS, CT/BT.
2.3.5 Penatalaksanaan
1. Tatalaksana Umum
Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada suatu fraktur, maka
diperlukan tatalaksana kondisi umum pasien. Berdasarkan protokol ATLS,
prinsip penanganan trauma dibagi menjadi tiga, yaitu:5
1. Primary survey: penilaian cepat dan tatalaksana cedera yang
mengancam nyawa. Tahap ini terdiri dari Airway dengan proteksi
vertebra servikal, Breathing, Circulation dengan kontrol perdarahan,
Disability dan status neurologis, serta Exposure (paparan) dan
Environment (lingkungan).
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 19
2. Secondary survey: evaluasi detail dari kepala hingga ke jari kaki untuk
mengidentifikasi cedera lainnya. Tahap ini terdiri dari: anamnesis,
pemeriksaan fisik, selang dan jari pada setiap lubang, pemeriksaan
neurologis, uji diagnostik lebih jauh, dan evaluasi ulang.
3. Tatalaksana definitf: tatalaksana khusus dari cedera yang telah
diidentifikasi
Pada fraktur, tujuan utama terapi adalah mempertahankan fungsi
dengan komplikasi minimal. Prinsip penanganan fraktur ada empat, yaitu
rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.9
1. Rekognisi, yaitu mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan radiologis. Perlu diperhatikan
lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik pengobatan yang
sesuai, komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengobatan.
2. Reduksi, yaitu tindakan mengembalikan posisi fraktur seoptimal
mungkin ke keadaan semula, dan sedapat mungkin mengembalikan
fungsi normal, mencegah komplikasi seperti kekakuan dan
deformitas.
Reduksi dapat dilakukan secara tertutup atau terbuka. Terdapat
dua komponen pada reduksi, yaitu memindahkan fragmen dan
menilai apakah posisi yang diinginkan telah tercapai.Seringkali
setelah fraktur direduksi perlu distabilisasi selama masa
penyembuhan berlangsung. Terdapat beberapa metode untuk
stabilisasi, yaitu penggunaan gips, spalk, traksi, plates and screws,
intramedullary nailing, atau fiksator eksternal.
3. Retensi, yaitu imobilisasi fraktur sehingga mempertahankan kondisi
reduksi selama penyembuhan.
4. Rehabilitasi, untuk mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal
mungkin.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 20


Pengobatan yang dapat diberikan pada fraktur batang femur :2
1. Terapi konservatif
a. Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi
definitif untuk mengurangi spasme otot.
b. Traksi tulang berimbang dengan bagian Pearson pada sendi lutut.
Indikasi traksi terutama fraktur yang bersifat komunitif dan segmental.
c. Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah terjadi union fraktur
secara klinis.
2. Terapi operatif
a. Pemasangan plate dan screw terutama pada fraktur proksimal dan distal
femur.
b. Mempergunakan K-Nail, AO-nail, atau jenis-jenis lain baik dengan
operasi tertutup ataupun terbuka.
c. Fiksasi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur komunitif.
Infected pseudoartrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan
lunak yang hebat.

2.3.6 Komplikasi
1. Komplikasi dini :
a. Infeksi
Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant
berupa internal fiksasi yang dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat
terjadi karena luka yang tidak steril. Sehingga debridemen harus dilakukan
sebelum luka ditutup.
b. Cedera vaskular
Fraktur ½ bagian proksimal tibia dapat merusak arteri popliteus, dan
dapat menimbulkan kerusakan tulang yang diakibatkan adanya defisiensi
suplai darah akibat avaskuler nekrosis.
c. Sindroma kompartemen
Kompartemen sindrom merupakan suatu kondisi dimana terjadi
penekanan terhadap syaraf, pembuluh darah dan otot didalam kompatement
osteofasial yang tertutup.Hal ini mengawali terjadinya peningkatan tekanan
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 21
interstisial, kurangnya oksigen dari penekanan pembuluh darah, dan diikuti
dengan kematian jaringan. Dengan gejala pain, paresthesia, pallor,
pulselessness.
Fraktur 1/3 proksimal cendrung menyebabkan perdarahan dan
perluasan jaringan lunak dalam kompartemen fasial kaki, sehingga
menyebabkan iskemia otot. Gips yang terlalu ketat pada kaki juga dapat
menyebabkan kompartemen sindrom. Biasanya diterapi seperti fraktur
terbuka tingkat III yang memerlukan fiksator luar dan penundaan penutupan
luka.
2. Komplikasi lanjut
a. Delayed union, fraktur femur pada pada orang dewasa mengalami union
dalam 4 bulan. Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi
penyambungan tulang tetapi terhambat yang disebabkan oleh adanya
infeksi dan tidak tercukupinya peredaran darah ke fragmen.
b. Non union, apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik
dicurigai adanya non union dan diperlukan fiksasi interna dan bone graft.
Non union merupakan kegagalan suatu fraktur untuk menyatu setelah 5
bulan mungkin disebabkan oleh faktor seperti usia, kesehatan umum dan
pergerakan pada tempat fraktur
c. Malunion, adalah suatu keadaan tulang patah yang telah mengalami
penyatuan dengan fragmen fraktur berada dalam posisi tidak normal
(posisi buruk). Malunion terjadi karena reduksi yang tidak akurat, atau
imobilisasi yang tidak efektif dalam masa penyembuhan.
d. Kaku sendi lutut, setelah operasi femur biasanya terjadi kesulitan
pergerakan pada sendi lutut. Hal ini disebabkan oleh adanya adhesi
periarticular atau adhesi intramuscular. Hal ini dapat dihindari apabila
fisioterapi yang intensif dan sistematis dilakukan lebih awal.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 22


BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. Y
Umur : 48 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jalan Andalas No 3 Padang Timur
Tanggal MRS : 19 Mei 2019
RM : 01.04.96.55

3.2 Anamnesa
Keluhan Utama
Nyeri pada paha kanan pasca kecelakaan lalu lintas sejak ± 6 jam sebelum
masuk rumah sakit.
Primary Survey
Airway : Clear
Breathing : Spontan, gerakan dada simetris kiri dan kanan, RR 22x/menit
Circulation : Akral hangat, tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 92x/menit, CRT
< 2 detik
Disability : GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor, reflek cahaya +/+

Riwayat Penyakit Sekarang


- Pasien datang dengan keluhan nyeri pada paha kanan pasca kecelakaan lalu
lintas sejak ± 6 jam sebelum masuk rumah sakit.
- Sebelumnya pasien sedang mengendarai sepeda motor sendirian, kemudian
dari arah berlawanan terdapat truk yang menabrak pasien dengan mekanisme
trauma tidak diketahui. Lalu pasien terjatuh ke arah kanan. Pasien memakai
helm dan sadar setelah kejadian. Pasien terjatuh di aspal.
-

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 23


- Pasien merasa sangat nyeri dan paha kanan tidak bisa digerakkan
- BAB dan BAK tidak ada keluhan
- Pasien dibawa ke RSUD Arosuka mendapatkan perawatan luka dan dilakukan
rontgen panggul dan paha.
- Riwayat mual, muntah, pusing, nyeri kepala atau kejang setelah kejadian tidak
ada
- Riwayat keluar cairan atau darah dari hidung, mulut dan telinga setelah
kejadian tidak ada
- Riwayat sesak nafas setelah kejadian tidak ada
- Riwayat alergi tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada riwayat patah tulang sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama seperti pasien.

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan


Pasien adalah seorang ibu rumah tangga

3.3 Pemeriksaan Fisik


Secondary Survey
Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)
TekananDarah : 110/70 mmHg
Nadi : 92 kali/menit
Nafas : 22 kali/menit
Suhu : 36,7 ºC
Nyeri : VAS 7

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 24


Status Generalisata
Kepala : Inspeksi: hematom (-), VL (-)
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor, refleks cahaya +/+
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Kulit : Turgor kulit baik
Gigi dan mulut : Tidak ditemukan kelainan
Leher : Tidak ditemukan kelainan
Thoraks
Paru
- Inspeksi : Simetris, kiri = kanan, jejas (-)
- Palpasi : Fremitus kiri = kanan
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari LMCS sinistra RIC V
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : BJ 1 dan 2 normal, irama regular, murmur (-), Gallop (-)
Abdomen :
- Inspeksi : Distensi (-), Jejas (-)
- Palpasi : Muscle rigid (-), nyeri tekan (-), nyeri lepas(-)
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus (+) N

Status Lokalis (Regio Femur Dextra)


Look :
- Deformitas (+)
- Udem (+)
- VL (+) luka robek

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 25


Feel :
- Nyeri tekan (+), NVD baik (sensorik dan motorik baik, refilling kapiler < 2”)
- Luka robek ukuran 1x1

Movement :
- Pergerakan terbatas pada kaki yang sakit.
- Pergerakan jari- jari kaki (+)
- ROM sulit dinilai.

True lenght:
Dextra : 76 cm
Sinistra : 79 cm
Appearance Length:
Dextra : 82 cm
Sinistra : 85 cm

3.4 Diagnosis Kerja


Fraktur femur terbuka (D)

3.5 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium Hematologi (19 Mei 2019)
Hb : 10,8 gr%
Leukosit : 13.780/mm3
Trombosit : 260.000/mm3
Hematokrit : 22%
PT : 13,3
APTT : 35,9
Kesan : Anemia ringan, Leukositosis

Laboraturium Kimia Klinik


GDS : 114 mg/dl
Ureum darah : 24 mg/dl
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 26
Kreatinin darah : 0,7 mg/dl
Natrium : 141 Mmol/L
Kalium : 3,9 Mmol/L
Klorida : 112 Mmol/L
SGOT : 46 u/L
SGPT : 24 u/L
Pemeriksaan Radiologi
- Rontgen Pelvis

- Rontgen femur dextra

Kesan: Fraktur femur dextra communited terbuka

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 27


3.6 Diagnosis
Fraktur femur dextra communited terbuka grade I

3.7 Tatalaksana
- IVFD NaCl 0,9%
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram IV
- Inj. Ketorolac 3 x 1 amp
- Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
- Bed Rest Total
- Perkin traksi

Rencana Terapi: ORIF Elektif

3.8 Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad sanam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 28


BAB 4
DISKUSI

Pasien perempuan usia 46 tahun datang dengan keluhan yyeri pada paha
kanan pasca kecelakaan lalu lintas sejak ± 6 jam sebelum masuk rumah sakit serta
tidak bisa digerakkan. Hal ini dikarenakan pada daerah tersebut terdapat
kerusakan jaringan karena terjadi diskontinuitas pada tulang sehingga
menimbulkan nyeri. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami trauma
langsung di paha kanan. Pasien sadar setelah kejadian. Keluhan BAB dan BAK
tidak ada.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan deformitas (+), udem (+), VL (+),
nyeri tekan (+), NVD baik (sensorik dan motorik baik, refilling kapiler < 2”),
pergerakan terbatas pada kaki yang sakit, pergerakan jari- jari kaki (+) dan ROM
sulit dinilai. Dari pemeriksaan ini sudah dapat disimpulkan adanya fraktur.
Namun untuk memastikan frakturnya maka dilakukan pemeriksaan penunjang
berupa foto rontgen. Dari pemeriksaan rontgen didapatkan fraktur femur dextra
communited terbuka.
Pada fraktur diafisis femur biasanya perdarahan dalam cukup luas dan
besar sehingga dapat menyebabkan syok. Secara klinis pasien tidak dapat bangun
bukan hanya karena nyeri, tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya
seluruh tungkai bawah terotasi keluar, terlihat lebih pendek, dan bengkak pada
bagian proksimal sebagai akibat perdarahan ke dalam jaringan lunak. Pertautan
biasanya diperoleh dengan penanganan secara tertutup, dan normalnya
memerlukan waktu 20 minggu atau lebih.
Pada orang dewasa, fraktur ditangani secara konsevatif dengan traksi
skelet, baik pada tuberositas tibia maupun suprakondiler. Cara ini biasanya
berhasil mempertautkan fraktur femur. Yang penting adalah latihan otot dan
pergerakan sendi, terutama M. quadriceps otot tungkai bawah, lutut, dan
pergelngan kaki. Namun cara traksi skelet memerlukan waktu istirahat di tempat
tidur yang lama sehingga untuk mempercepat mobilisasi dan memperpendek masa
istirahat di tempat tidur, dapat dianjurkan untuk melakukanrreposisi terbuka dan
pemasangan fiksasi interna yang kokoh. Fiksasi interna biasanya berupa pin
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 29
Kuntscher intramedular. Untuk fraktur yang tidak stabil, misalnya fraktur batang
femur yang kominutif atau fraktur batang femur bagian distal, pin intramedular
dapat dikombinasikan dengan pelat untuk neutralisasi rotasi.
Pada fraktur femur pasien ini dilakukan perkin traksi untuk mengurangi
rasa sakit dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut disekitar daerah
yang fraktur.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 30


DAFTAR PUSTAKA

1. Apley AG, Solomon Luis. Apley’s System of Orthopaedics and


fracture.7thEdition. Jakarta: Widya Medika.
2. Bailey and Love’s short practice of surgery 26th edition. 2013.
3. Thomas M. S., Jason H.C. Fractures. Mescape Reference Available from
http://emedicine.medscape.com/article/1269242-overview#aw2aab6b3.
Accessed January 18, 2019.
4. Jonathan C. Open Fracture. Orthopedics. Available from
http://orthopedics.about.com/cs/brokenbones/g/openfracture.htm.
Accessed January 18, 2019.
5. Bucholz RW, Heckman JD, Court-Brown C, et al., eds. Rockwood and
Green. Fractures in adults. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2006. p. 2081-93.
6. Jon C. Thompson. Netter’s concise orthopaedic anatomy. 2nd
edition.Philadelphia: Saunders; 2010. p. 293-4.
7. Rasjad C.Trauma. Dalam pengantar Ilmu Bedah Ortopedi – Edisi 2.
Makassar : Bintang Lamumpatue, 2003. hal370-1;455-62
8. Sjamsuhidajat dan Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed 2. Jakarta: EGC.
2004
9. Thompson JC. Netter’s Concise Atlas of Orthopaedic Anatomy. USA.
Elsevier. 2002
10. William NS, Bulstrode CJK, O’Connel PR. Extremity trauma. Bailey and
love: Short Practice Surgery 25 th ed. 2008. London: Edward Arnold.
11. Gosling T and Giannoudis P. Skeletal Trauma: Basic Science,
Management, and Reconstruction. Clinical Key. 2015.
12. George W. Wood II General Principles of Fracture Treatment in Canale
St. Campbells Operative Orthopaedic. Edisi ke-10. Philladelphia: Mosby;
2003:2669-85.
13. Michael A. Anatomi dan fisiologi tulang dan sendi. Dalam : Patofisologi,
konsep klinis proses-proses penyakit. Ed 6. Editor : Sylivia.A, Lorraine M.
Jakarta: EGC, 2005p1357-73
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 31
14. Rasjad C. Struktur dan Fungsi Tulang. Dalam : Pengantar Ilmu Bedah
Ortopedi. Makassar : Bintang Lamumpatue, 2012.
15. Grace P, Borley N. Surgery at Glance. Ed 2. British : Blackwell publishing
company. 2002

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 32

Anda mungkin juga menyukai