Anda di halaman 1dari 50

DASAR – DASAR SISTEM

PROTEKSI TEGANGAN TINGGI


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................. i


DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ..........................................................................................................ii
2. DASAR-DASAR SISTEM PROTEKSI TEGANGAN TINGGI .................................. 1
2.1 POLA PROTEKSI GARDU INDUK ................................................................... 1
2.1.1 Proteksi Trafo Tenaga ............................................................................. 1
2.1.2 Proteksi Busbar/Diameter/Kopel ........................................................... 13
2.2 POLA PROTEKSI PENGHANTAR.................................................................. 24
2.2.1 Pola Proteksi Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) ......................... 24
2.2.2 Pola Proteksi Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT) ......................... 29
2.2.3 Pola Proteksi Saluran Campuran .......................................................... 31
2.2.4 Prinsip Kerja Relai Proteksi ................................................................... 32
2.3 PERALATAN BANTU PROTEKSI ................................................................... 39
2.3.1 Synchro check ....................................................................................... 39
2.3.2 Penutup Balik Otomatis (Autoreclose) ................................................... 40
2.3.3 AVR Trafo tenaga .................................................................................. 45

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2-1. Diagram Proteksi Gardu Induk ............................................................... 1


Gambar 2-2. Peralatan Sistem Proteksi Trafo Tenaga 150/20 kV .............................. 1
Gambar 2-3. Sistem Proteksi Trafo Tenaga 150/20 kV .............................................. 5
Gambar 2-4. Prinsip Kerja Relai Differensial............................................................... 5
Gambar 2-5. Karakteristik Kerja Relai Differensial ...................................................... 6
Gambar 2-6. Rangkaian Arus Relai REF Saat terjadi Gangguan Eksternal................ 7
Gambar 2-7. Kurva/Karakteristik Relai OCR ............................................................... 8
Gambar 2-8. Kurva/Karakteristik Relai GFR ............................................................... 9
Gambar 2-9. Karakteristik Waktu UVR adalah Inverse ............................................. 12
Gambar 2-10. karakteristik Waktu OVR adalah Inverse............................................ 13
Gambar 2-11. Pola Proteksi Differensial Busbar pada Gardu Induk 150 kV ............. 14
Gambar 2-12. Pola Proteksi Differensial Busbar Jenis Low Impedance ................... 16
Gambar 2-13. a) Jenis Non Bias relai dan b) Jenis Bias Relai.................................. 16
Gambar 2-14. Relai Differensial ................................................................................ 17
Gambar 2-15. Relai Differensial Jenis High Impedance ........................................... 19
Gambar 2-16. Skema Proteksi .................................................................................. 20
Gambar 2-17. Diagram Logic CBF ............................................................................ 21
Gambar 2-18. Zona Proteksi SZP ............................................................................. 23
Gambar 2-19. Diagram Urutan Kerja ........................................................................ 23
Gambar 2-20. Contoh Jangkauan Distance Relay Penghantar 150 kV PLTA Singkarak – Lubuk
Alung – PIP – Pauh Limo ................................................................... 32
Gambar 2-21. Karakteristik Impedansi ...................................................................... 33
Gambar 2-22. Karakteristik Mho Z1, Z2 Partial Cross-polarise, ................................ 34
Gambar 2-23. Karakteristik Reaktance dengan Starting Mho ................................... 34
Gambar 2-24. Karakteristik Quadrilateral .................................................................. 35
Gambar 2-25. Typikal Relai Differensial Arus ........................................................... 35
Gambar 2-26. Relai Differensial Pilot Jenis Arus ...................................................... 36
Gambar 2-27. Relai Differensial Pilot Jenis Tegangan ............................................. 36
Gambar 2-28. Tipikal Relai Perbandingan Sudut Fasa ............................................. 37
Gambar 2-29. Diagram Pola Directional Selective Relay .......................................... 39
Gambar 2-30. Konfigurasi Jaringan .......................................................................... 42
Gambar 2-31. Pola A/R pada 1½ PMT ..................................................................... 44
Gambar 2-32. SUTT yang tersambung ke Trafo dengan sambungan T ................... 45
Gambar 2-33. Ilustrasi Penyebaran Tegangan pada Primary Feeder System Radial46

DAFTAR TABEL

Tabel 2-1. Kebutuhan Fungsi Relai Proteksi Terhadap Berbagai Gangguan ............. 3
Tabel 2-2. Kriteria Sistem Proteksi Sesuai SPLN 52-1 ............................................... 4
Tabel 2-3. Pembagian Clearing Time Gangguan ...................................................... 25
Tabel 2-4. Blocking Scheme Pola Pengaman SUTT 150 kV .................................... 29
Tabel 2-5. Pola Pengaman Transmisi 70 kV Saluran Kabel Tanah .......................... 30
Tabel 2-6. Pola Pengaman Transmisi 150 kV Saluran Kabel Tanah ........................ 31
Tabel 2-7. Pola Pengaman Saluran Campuran dengan Saluran Kabel Dominan ..... 31
DASAR-DASAR SISTEM PROTEKSI TEGANGAN TINGGI

2.1 POLA PROTEKSI GARDU INDUK

Sistem proteksi merupakan bagian yang sangat penting dalam suatu instalasi
tenaga listrik, selain untuk melindungi peralatan utama bila terjadi gangguan
hubung singkat, sistem proteksi juga harus dapat mengeliminiir daerah yang
terganggu dan memisahkan daerah yang tidak tergangggu, sehingga
gangguan tidak meluas dan kerugian yang timbul akibat gangguan tersebut
dapat di minimalisasi. Relai proteksi gardu induk seperti yang terlihat pada
Gambar 0-1 terdiri dari:
 Relai proteksi Trafo Tenaga;  Relai proteksi PMT;
 Relai proteksi busbar atau kopel;  Relai proteksi kapasitor dan
reaktor.
OHL OHL

Proteksi PHT Proteksi PHT

Proteksi BUSBAR

BUS 150KV-4000A
I
II

UNINDO
TD-2 (60 MVA)

NGR: 12 Ω NGR: 12 Ω
1000 A 1000A
Proteksi
Proteksi TRAFO Proteksi TRAFO
PEMBANGKIT

PLTG

Proteksi
FEEDER

Gambar 0-1. Diagram Proteksi Gardu Induk

1
2.1.1 Proteksi Trafo Tenaga

Peralatan proteksi trafo tenaga terdiri dari Relai Proteksi, Trafo Arus (CT),
Trafo Tegangan (PT/CVT), PMT, Catu daya AC/DC yang terintegrasi dalam
suatu rangkaian, sehingga satu sama lainnya saling keterkaitan. Fungsi
peralatan proteksi adalah untuk mengidentifikasi gangguan dan memisahkan
bagian jaringan yang terganggu dari bagian lain yang masih sehat serta
sekaligus mengamankan bagian yang masih sehat dari kerusakan atau
kerugian yang lebih besar.

PMT 150 KV

CT150  Indikasi relai


 Data Scada
CTN150
RELAI  Event Recorder
PROTEKSI  Disturbance Recorder

NGR
CATU DAYA
CTN20
CT20 DC / AC

PMT 20 KV

OCR/GF3

Gambar 0-2. Peralatan Sistem Proteksi Trafo Tenaga 150/20 kV

2.1.1.1 Gangguan Pada Trafo Tenaga terdiri dari:


1. Gangguan Internal
Gangguan yang terjadi di daerah proteksi trafo, baik didalam trafo
maupun diluar trafo sebatas lokasi CT.

Penyebab gangguan internal biasanya akibat:


 Kegagalan isolasi pada belitan, lempengan inti atau baut pengikat
inti atau Penurunan nilai isolasi minyak yang dapat disebabkan oleh
kualitas minyak buruk, tercemar uap air dan adanya dekomposisi
karena overheating, oksidasi akibat sambungan listrik yang buruk;
 Kebocoran minyak;

1
 Ketidaktahanan terhadap arus gangguan (electrical dan mechanical
stresses);
 Gangguan pada tap changer;
 Gangguan pada sistem pendingin;
 Gangguan pada bushing.

Gangguan internal dapat dikelompokan menjadi 2 (dua) kelompok,


yaitu:

a. Incipient fault:
Gangguan terbentuk lambat, dan akan berkembang menjadi
gangguan besar jika tidak terdeteksi dan tidak diatasi. Yang
termasuk kedalam gangguan incipient fault, yaitu: Overheating,
overfluxsing, dan over pressure.
Penyebab Overheating
 Ketidaksempurnaan sambungan baik elektrik maupun magnetic;
 Kebocoran minyak;
 Aliran sistem pendingin tersumbat;
 Kegagalan kipas atau pompa sistem pendingin.
Penyebab overfluxing
Terjadi saat overvoltage dan under frekuensi, dapat menyebabkan
bertambahnya rugi-rugi besi sehingga terjadi pemanasan yang
dapat menyebabkan kerusakan isolasi lempengani inti dan bahkan
isolasi belitan.
Penyebab Overpressure
 Pelepasan gas akibat overheating;
 Hubung singkat belitan-belitan sefasa;
 Pelepasan gas akibat proses kimia.

b. Active fault:
Disebabkan oleh kegagalan isolasi atau komponen lainnya yang
terjadi secara cepat dan biasanya dapat menyebabkan kerusakan
yang parah.
Penyebab dari gangguan Active fault adalah sebagai berikut:
 Hubung singkat fasa-fasa atau fasa dengan ground;
 Hubung singkat antar lilitan sefasa (intern turn);
2
 Core faults;
 Tank faults; Bushing flashovers.

2. Gangguan Eksternal
Gangguan yang terjadi diluar daerah proteksi trafo. Umumnya
gangguan ini terjadi pada jaringan yang akan dirasakan dan
berdampak terhadap ketahanan kumparan primer maupun
sekunder/tersier Trafo. Fenomena gangguan ekternal seperti:
• Hubung singkat pada jaringan sekunder atau tersier (penyulang)
yang menimbulkan through fault current. Frekuensi dan besaran
arus gangguan diprediksi akan mengurangi umur operasi trafo;
• Pembebanan lebih (Overload );
• Overvoltage akibat surja hubung atau surja petir;
• Under atau over frequency akibat gangguan system;
• External system short circuit.

2.1.1.2 Fungsi Proteksi Trafo tenaga terhadap gangguan


Untuk memperoleh efektifitas dan efisen dalam menentukan sistem proteksi
trafo tenaga, maka setiap peralatan proteksi yang dipasang harus
disesuaikan dengan kebutuhan dan prediksi gangguan yang akan terjadi
yang mengancam ketahanan trafo itu sendiri. Jenis relai proteksi yang
dibutuhkan seperti Tabel 0-1.
Tabel 0-1. Kebutuhan Fungsi Relai Proteksi Terhadap Berbagai Gangguan

3
2.1.1.3 Pola Proteksi Trafo tenaga berdasarkan SPLN 52-1
Kebutuhan peralatan proteksi trafo berdasarkan kapasitas trafo sesuai SPLN
adalah seperti pada Tabel 0-2 dibawah ini.
Tabel 0-2. Kriteria Sistem Proteksi Sesuai SPLN 52-1

2.1.1.4 Proteksi utama Trafo Tenaga


Proteksi utama adalah suatu sistem proteksi yang diharapkan sebagai
prioritas untuk mengamankan gangguan atau menghilangkan kondisi tidak
normal pada trafo tenaga. Proteksi tersebut biasanya dimaksudkan untuk
memprakarsainya saat terjadinya gangguan dalam kawasan yang harus
dilindungi. (lEC 15-05-025).
Ciri-ciri pengaman utama:
 Waktu kerjanya sangat cepat seketika (instanteneoues);
 Tidak bisa dikoordinasikan dengan relai proteksi lainnya;
 Tidak tergantung dari proteksi lainnya;
 Daerah pengamanannya dibatasi oleh pasangan trafo arus, dimana relai
differensial dipasang.

4
OCR/GFR
50/51P/51GP

87NP

87T

SBEF
87NS
51NS

OCR/GFR
50/51S/51GS
REL 20 kV

OCR/GFR
50/51/51G

Gambar 0-3. Sistem Proteksi Trafo Tenaga 150/20 kV

1. Differential relay (87T)


Relai differensial arus berdasarkan H. Kirchoff, dimana arus yang
masuk pada suatu titik, sama dengan arus yang keluar dari titik
tersebut.
Relai differensial arus membandingkan arus yang melalui daerah
pengamanan.

Gambar 0-4. Prinsip Kerja Relai Differensial

Fungsi relai differensial pada trafo tenaga adalah mengamankan


transformator dari gangguan hubung singkat yang terjadi di dalam
transformator, antara lain hubung singkat antara kumparan dengan
kumparan atau antara kumparan dengan tangki. Relai ini harus bekerja

5
kalau terjadi gangguan di daerah pengamanan, dan tidak boleh bekerja
dalam keadaan normal atau gangguan di luar daerah pengamanan.
Relai ini merupakan unit pengamanan dan mempunyai selektifitas
mutlak. Karakteristik diffrensial relai.

Id
Slope 2
(I1-I2)
Operate Id
area Slope = 100
Ih
Slope 1 %
block area
Id
m Ih
(I1+I2)/2

Gambar 0-5. Karakteristik Kerja Relai Differensial

2. Restricted Earth Fault (REF)

Prinsip kerja relai REF sama dengan dengan relai differensial, yaitu
membandingkan besarnya arus sekunder kedua trafo arus yang
digunakan, akan tetapi batasan daerah kerjanya hanya antara CT fasa
dengan CT titik netralnya. REF ditujukan untuk memproteksi gangguan
1-fasa ketanah.

Pada waktu tidak terjadi gangguan/keadaan normal atau gangguan di


luar daerah pengaman, maka ke dua arus sekunder tersebut di atas
besarnya sama, sehingga tidak ada arus yang mengalir pada relai,
akibatnya relai tidak bekerja.

Pada waktu terjadi gangguan di daerah pengamanannya, maka kedua


arus sekunder trafo arus besarnya tidak sama oleh karena itu, akan
ada arus yang mengalir pada relai, selanjutnya relai bekerja.

Fungsi dari REF adalah untuk mengamankan transformator bila ada


gangguan satu satu fasa ke tanah di dekat titik netral transformator
yang tidak dirasakan oleh rele differensial.

6
Gambar 0-6. Rangkaian Arus Relai REF Saat terjadi Gangguan Eksternal

2.1.1.5 Proteksi Cadangan Trafo Tenaga

Proteksi cadangan adalah suatu sistem proteksi yang dirancang untuk


bekerja ketika terjadi gangguan pada sistem tetapi tidak dapat diamankan
atau tidak terdeteksinya dalam kurun waktu tertentu karena kerusakan atau
ketidakmampuan proteksi yang lain (proteksi utama) untuk mengerjakan
pemutus tenaga yang tepat.

Proteksi cadangan dipasang untuk bekerja sebagai pengganti bagi proteksi


utama pada waktu proteksi utama gagal atau tidak dapat bekerja
sebagaimana mestinya. (IEC l6-05-030).

Ciri-ciri pengaman cadangan :


 waktu kerjanya lebih lambat atau ada waktu tunda (time delay), untuk
memberi kesempatan kepada pengaman utama bekerja lebih dahulu;
 Relai pengaman cadangan harus dikoordinasikan dengan relai proteksi
pengamanan cadangan lainnya di sisi lain;
 Secara sistem, proteksi cadangan terpisah dari proteksi utama.

Pola Proteksi cadangan pada trafo tenaga umumnya terdiri dari OCR untuk
gangguan fasa-fasa atau 3-fasa dan GFR untuk gangguan 1-fasa ketanah
seperti yang terlihat pada Tabel 0-1 di atas.

1. Relai Arus Lebih (50/51)


Prinsip kerja relai arus lebih adalah berdasarkan pengukuran arus,
yaitu relai akan bekerja apabila merasakan arus diatas nilai settingnya.
OCR dirancang sebagai pengaman cadangan Trafo jika terjadi
gangguan hubung singkat baik dalam trafo (internal fault) maupun
7
gangguan ekternal (external fault). Oleh karena itu, setting arus OCR
harus lebih besar dari kemampuan arus nominal trafo yang diamankan
(110 – 120% dari nominal), sehingga tidak bekerja pada saat trafo
dibebani nominal, akan tetapi harus dipastikan bahwa setting arus relai
masih tetap bekerja pada arus hubung singkat fasa-fasa minimum.

Karateristik waktu kerja terdiri dari:


- Definite
- Normal/Standar inverse
- Very inverse
- Long time inverse

Gambar 0-7. Kurva/Karakteristik Relai OCR

Relai ini digunakan untuk mendeteksi gangguan fasa–fasa, mempunyai


karakteristik inverse (waktu kerja relai akan semakin cepat apabila arus
gangguan yang dirasakannya semakin besar) atau definite (waktu kerja
tetap untuk setiap besaran gangguan). Selain itu pada relai arus lebih
tersedia fungsi high set yang bekerja seketika (moment/instantaneous).

Untuk karakteristik inverse mengacu kepada standar IEC atau


ANSI/IEEE. Relai ini digunakan sebagai proteksi cadangan karena
tidak dapat menentukan titik gangguan secara tepat, dan juga ditujukan
untuk keamanan peralatan apabila proteksi utama gagal kerja.

8
Agar dapat dikoordinasikan dengan baik terhadap relai arus lebih disisi
yang lain (bukan relai arus lebih yang terpasang di penghantar), maka
karakteristik untuk proteksi penghantar yang dipilih adalah kurva yang
sama yaitu standard inverse (IEC) / normal inverse (ANSI/IEEE).

2. Ground Fault Relay (50N/51N)


Prinsip kerja GFR sama dengan OCR yaitu berdasarkan pengukuran
arus, dimana relai akan bekerja apabila merasakan arus diatas nilai
settingnya.

GFR dirancang sebagai pengaman cadangan Trafo jika terjadi


gangguan hubung singkat fasa terhadap tanah, baik dalam trafo
(internal fault) maupun gangguan ekternal (external fault). Setting arus
GFR lebih kecil daripada OCR, karena nilai arus hubungsingkatnya pun
lebih kecil dari pada arus hubung singkat fasa-fasa.

Karateristik waktu kerja terdiri dari:

- Definite
- Normal/Standar inverse
- Very inverse
- Long time inverse

Gambar 0-8. Kurva/Karakteristik Relai GFR

Relai ini digunakan untuk mendeteksi gangguan fasa–tanah, sehingga


karakteristik waktu yang dipilihpun cenderung lebih lambat daripada
waktu OCR. Pada GFR setting highset diblok, kecuali untuk tahanan
500 Ω di sisi sekunder trafo.

9
3. Stand By Earth Fault (SBEF)
Di Indonesia ada tiga jenis pentanahan netral yaitu dengan tahanan
rendah (12 Ω, 40 Ω), langsung (solid) dan pentanahan dengan tahanan
tinggi (500 Ω). Stand By Earth Fault adalah rele pengamanan untuk
sistem pentanahan dengan Neutral Grounding Resistance (NGR) pada
trafo.

Penyetelan relai SBEF ini mempertimbangkan faktor – faktor sebagai


berikut:

o Pola pentanahan netral trafo;


o Ketahanan termis tahanan netral trafo (NGR);
o Ketahanan shielding kabel disisi dipasang NGR (khususnya pada
sistem dengan netral yang ditanahkan langsung atau dengan NGR
tahanan rendah);
o Sensitifitas relai terhadap gangguan tanah;
o Pengaruh konfigurasi belitan traso (dilengkap dengan belitan delta
atau tidak).
Untuk pemilihan waktu dan karakteristik SBEF dengan memperhatikan
ketahanan termis NGR. Karena arus yang mengalir ke NGR sudah
dibatasi oleh resistansi terpasang pada NGR itu sendiri. Karena nilai
arus yang flat, maka pemilihan karakteristik waktu disarankan
menggunakan Definite atau Long Time Inverse.

a. Tahanan Rendah, NGR 12 Ohm, 1000 A, 10 detik

Jenis relai : relai gangguan tanah tak berarah (SBEF, 51NS)


Karakteristik : long time inverse
Setelan arus : (0.1 – 0.2) x In NGR
Setelan waktu :  50% x ketahanan termis NGR, pada If=1000 A
Setelan highset : tidak diaktifkan

b. Tahanan Rendah, NGR 40 Ohm, 300 A, 10 detik

Jenis : relai gangguan tanah (SBEF, simbol 51NS)


Karakteristik : Long Time Inverse
Setelan arus : (0.3 – 0.4) x In NGR
Setelan waktu :  50 % x ketahanan termis NGR, pada
10
If=300 A
Setelan highset : tidak diaktifkan

c. Tahanan Tinggi, NGR 500 Ohm, 30 detik

Jenis : relai gangguan tanah tak berarah


Karakteristik : long time inverse (LTI)/ definite
Setelan arus : (0.2 – 0.3) x In NGR
Setelan waktu : 1.  8 detik (LTI) trip sisi incoming dan 10 detik
untuk sisi 150 KV pada If=25 A untuk NGR
yang mempunyai t = 30 detik;
2. Apabila belum ada relai dengan karakteristik
LTI maka menggunakan definite, t1=10 detik
(trip sisi 20 kV) dan t2 = 13 detik (trip sisi 150
kV).

4. Over/Under Voltage Relay (59/27)


Over Voltage Relay (OVR) dan Under Voltage Relay (UVR) adalah relai
yang mengamankan peralatan instalasi dari pengaruh perubahan
tegangan lebih atau tegangan kurang. Peralatan instalasi mempunyai
nilai batas maksimum dan minimum dalam pengoperasiannya. Jika
melebihi nilai maksimum atau minimum batas kerja operasinya,
peralatan tersebut dapat rusak. Sehingga untuk mejaga peralatan dari
kerusakan akibat perubahan tegangan yang signifikan tersebut
dibutuhkan OVR dan UVR.

Prinsip dasar OVR dan UVR adalah bekerja apabila dia mencapai titik
setingannya. OVR akan bekerja jika tegangan naik, melebihi dari
setingannya, sedangka UVR bekerja jika tegangan turun, kurang dari
nilai setingannya.

OVR diaplikasikan pada:


1. Sebagai pengaman gangguan fasa ke tanah (pergeseran titik netral)
pada jaringan yang disuplai dari trafo tenaga dimana titik netralnya
ditanahkan melalui tahanan tinggi/mengambang;
2. Sebagai pengaman gangguan fasa ke tanah stator generator
dimana titik netral generator ditanahkan lewat trafo distribusi;
11
3. Sebagai pengaman overspeed pada generator.

UVR diaplikasikan pada:


1. Berfungsi mencegah strating motor bila suplai tegangan turun;
2. Pengamanan sistem dapat dikombinasikan dengan relai frekuensi
kurang.

Karakteristik waktu OVR/UVR adalah inverse:

Gambar 0-9. Karakteristik Waktu UVR adalah Inverse

12
Gambar 0-10. karakteristik Waktu OVR adalah Inverse

Keterangan:
t : waktu
K : Kosntanta (5 atau 40)
V : tegangan input
Vs : tegangan seting
Tms : Time Multiple Setting

2.1.2 Proteksi Busbar/Diameter/Kopel

Peralatan proteksi busbar dirancang untuk mengamankan peralatan busbar


jika terjadi gangguan hubungsingkat pada busbar. Pada sistem gardu induk
yang menggunakan 3 (tiga) PMT atau 1,5 (satu setengah) PMT (one and a
half breaker), proteksi busbar disebut juga proteksi diameter. Gangguan
hubung singkat pada busbar umumnya jarang terjadi, namun jika terjadi
dampaknya sangat besar terhadap ketahanan peralatan instalasi dan dapat
menimbulkan masalah stabilitas transient, serta dapat menimbulkan
pemadaman yang meluas.

Oleh karena itu, fungsi proteksi busbar atau diameter, selain untuk
menghindari kerusakan peralatan instalasi, juga sangat diharapkan dapat
menghindari pemadaman secara menyeruh dalam suatu gardu induk jika
terjadi gangguan hubung singkat di busbar.

Macam-macam proteksi busbar/diameter pada sistem tegangan tinggi/ekstra


tinggi, yaitu:

 Relai Differential Busbar;


 Relai Arus Sirkulasi (Circulating Current Protection – CCP);
 Relai Kegagalan PMT ( Circuit Breaker Failure – CBF);
 Relai Arus Jangkauan Pendek (Short Zone Protection – SZP);
 Relai Arus Lebih Gangguan fasa-fasa (OCR);
 Relai arus Lebih gangguan fasa-tanah (GFR).

2.1.2.1 Relai Differential Busbar


Mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan akibat gangguan hubung
singkat di busbar, maka dirancang suatu proteksi yang selektif dan dapat
bekerja dengan cepat.

13
Keuntungan relai Differential busbar antara lain:
 Waktu pemutusan yang cepat (pada basic time);
 Bekerja untuk gangguan di daerah proteksinya;
 Tidak bekerja untuk gangguan di luar daerah proteksinya;
 Selektif, hanya mentripkan pmt-pmt yang terhubung ke seksi yang
terganggu;
 Imune terhadap malakerja, karena proteksi ini men-tripkan banyak PMT.

Kerugian relai Differential busbar antara lain:


 Pemasangannya lebih rumit harus mengontrol status PMT dan PMS;
 Relatif lebih mahal dibandingan dengan relai arus lebih, karena
dibutuhkan CT pada setiap bay yang diproteksi.

A
150KV
B

BBP- CT1-1 CT1-2 CT1-3 CT1-4

CT2-1 CT2-2 CT2-3


1
BBP-
KOPEL

2
OHL-1 OHL-2
TD-1 TD-2 TD-3

Gambar 0-11. Pola Proteksi Differensial Busbar pada Gardu Induk 150 kV

14
Konfigurasi pemutus yang digunakan pada gardu induk tegangan tinggi
yang menggunakan skema konfigurasi 1,5 (satu setengah) PMT (circuit
breaker and a half). Relai differential busbar (buspro) diterapkan di kedua
busbar dengan pola duplikasi (BBP-A1 & BBP-A2 dan BBP-B1 & BBP-B2).

Rangkaian yang paling sederhana untuk memberikan proteksi busbar


duplikasi adalah skema duplikasi menggunakan relai impedansi tinggi
seperti pada sistem proteksi sisi tegangan tinggi trafo tenaga.

Pemutusan diberikan berdasarkan susunan pemutusan dua dari dua (two-


out-of-two) untuk memenuhi persyaratan pengamanan sistem.

Sebuah skema tunggal berdasarkan prinsip differensial bias impedansi


rendah dapat digunakan pada skema proteksi busbar numerik. Skema ini
memiliki susunan integrasi penuh, serta tingkat keamanan dan kehandalan
diberikan oleh skema monitor internal (internal watchdog) sehingga tidak
diperlukan skema duplikasi penuh.

Jenis/pola proteksi busbar banyak ragamnya, tetapi yang akan di bahas


disini adalah proteksi busbar differensial dengan jenis low dan high
impedans.
1. Differential Jenis Low Impedance

Relai differensial bekerja berdasarkan hukum Kirchoff yaitu jumlah arus


yang melalui satu titik sama dengan nol. Pada relai differensial yang
dimaksud suatu titik adalah daerah yang diamankan (protected zones)
yang dibatasi trafo arus yang tersambung ke relai differensial Pada
keadaan tanpa gangguan atau gangguan di luar daerah yang
diamankan, jumlah arus yang melalui daerah yang diamankan sama
dengan nol. Pada keadaan gangguan di dalam daerah yang
diamankan, jumlah arus yang melalui daerah yang diamankan tidak
sama dengan nol.

Relai differensial jenis low impedans merupakan relai differensial arus,


secara sederhana dapat digambarkan seperti Gambar 0-12.

Perbedaan (differensial) arus yang melalui daerah yang diamankan ini


akan melalui operating coil relai.

F2 15
End A Protected End B

IA Zones
IB

F1
IR1 = 0

Gambar 0-12. Pola Proteksi Differensial Busbar Jenis Low Impedance

Secara umum relai differensial arus adalah:

 Membandingkan besaran arus yang melalui suatu daerah yang


diamankan;
 Relai ini harus bekerja jika gangguan di dalam daerah yang
diamankan dan harus stabil jika gangguan di luar daerah proteksi;
 Merupakan suatu unit protection.

Pada saat terjadi gangguan diluar daerah pengamanannya (F1), arus


differensial yang masuk ke relai IR = 0, sebaliknya jika gangguan terjadi
didaerah pengamananya IR  0, sehingga relai akan bekerja.

Karakteristik kerja dari relai jenis low impedance ini adalah sebagai
berikut:

 Daerah pengaman adalah di dalam daerah yang dilingkupi CT yang


tersambung ke relai differensial;
 Bekerja seketika;
 Tidak perlu dikoordinasikan dengan pengaman lain;
 Merupakan pengaman utama dan tidak berlaku sebagai pengaman
cadangan.

I diff I diff
Operate
Operate

Restrain
Restrain
Trough current Trough current
a) b)
Gambar 0-13. a) Jenis Non Bias relai dan b) Jenis Bias Relai

16
Relai differensial jenis non bias menggunakan relai arus lebih sebagai
operating coil dan pada kondisi arus gangguan eksternal yang besar
sekali relai ini tidak stabil.

Hal ini disebabkan oleh:

 Komponen dc arus gangguan tidak sama;


 Kejenuhan setiap CT tidak sama;
 Rasio setiap CT tidak tepat sama.

Relai differensial jenis bias memperbaiki kelemahan di atas dengan


prosentasi slope tertentu seperti pada Gambar 0-14 dibawah ini :

End A Protected End B

IA Zones IB

B = bias/restrain coil
2.1.1.2 B 2.1.1.1 B
2.1.1.3 R

Gambar 0-14. Relai Differensial


Setelan arus kerja:

smallest current in operating coil to cause


% min pick up = x100 %
operation
rated current of the operating
coil
Setelan Slope:
current in operating coil to cause
% slope = x 100 %
operation
current in
restraining
I A – IB
= X 100 %
(IA + IB) / 2

Berdasarkan persamaan diatas maka:


Arus minimum pick up : 30 – 40% In
Setelan slope : 30 – 50% dengan pertimbangan:
 Kesalahan trafo arus CT : 10 %
 Mismatch : 4%
17
 Arus eksitasi : 1%
 Faktor keamanan : 5%

Cek Zone:

check zone berfungsi untuk memastikan bahwa gangguan merupakan


gangguan internal dan untuk mencegah maloperasi jika ada kelainan
pada proteksi busbar masing-masing zone, misalnya ada wiring yang
terbuka atau terhubung singkat.

Jika terjadi gangguan pada zone 1, maka jumlah arus dari masing-
masing CT a, b dan c tidak sama dengan nol, akibatnya ada arus yang
melalui relai R1. Hal ini juga dirasakan oleh relai R3 yang akan
menutup kontaknya untuk memberi tegangan positip, dan dengan
menutupnya kontak dari relai R1 maka sinyal trip akan dikirim ke pmt
yang dilingkupi CT a,b dan c. Dengan demikian zone 1 dapat diisolir
dari sistem. Jika ada rangkaian arus yang terbuka pada zone proteksi,
maka pada saat beban yang cukup besar atau pada saat ada
gangguan eksternal, akan menyebabkan proteksi busbar pada zone
tersebut tidak stabil atau relai dari busbar tersebut akan menutup
kontaknya. Tetapi dengan adanya chek zone, relai tersebut tidak
mendapat tegangan positip sehingga mal operasi dapat dicegah.
2. Relai differensial busbar jenis high impedance.
Relai Differensial jenis High impedance menggunakan stabilising
resistor yang dipasang seri dengan relai differensial arusnya. Relai
disetting dengan memperhitungkan sensitivitas untuk gangguan internal
dan stabilitas untuk gangguan eksternal. Sensitivitas terhadap
gangguan internal ditentukan oleh besarnya setting arus relai.
Setelan arus ditentukan (20% – 30%) In CT.

If
Rct1 RL1 RL2 Rct2
Rstab
CT If
CT
R V
1 2

IF Ekivalensi CT
jenuh 18
Gambar 0-15. Relai Differensial Jenis High Impedance

Stabilitas untuk gangguan eksternal ditentukan oleh besarnya nilai


stabilising resistor yang dihitung berdasarkan drop tegangan pada
salah satu rangkaian CT (V) pada arus hubung singkat eksternal
maksimum (If) dengan salah satu CT jenuh. Besarnya tegangan pada
terminal stabilising resistor dan relai (VR) harus diset lebih besar dari
drop tegangan tersebut, sehingga pada kondisi terburuk ini relai masih
stabil.
Setelan tegangan harus lebih besar dari tegangan pada terminal
stabilising resistor.
Vset > k x V
Vset > k x If (RL2 + Rct2 )
Dimana, V = tegangan jatuh pada terminal stabilising resistor
k = Faktor keamanan (antara 1.5 – 2.0)

Karena relai diset pada arus hubung singkat tertentu, jika suatu saat
arus hubung singkat tersebut bertambah besar dan salah satu relai
jenuh maka relai tersebut menjadi tidak stabil untuk gangguan
eksternal, tetapi akan tetap stabil jika tidak ada CT yang jenuh.

Dari uraian di atas dapat dikatakan relai differential high impedance


memiliki stabilitas yang lebih baik untuk gangguan eksternal khususnya
jika terjadi kejenuhan dari salah satu CT.

Tidak seperti relai differensial low impedance yang memiliki


bias/restraint yang dapat menetralisir akibat perbedaan rasio (delta
rasio kecil) pada gangguan eksternal, relai high impedance tidak
memiliki kemampuan ini sehingga disyaratkan CT yang digunakan
memiliki rasio yang sama.

Secara keseluruhan kebutuhan yang harus dipenuhi untuk relai


differensial high impedance ini adalah (pertimbangan dalam
menentukan setelan):
 rasio CT sama;
 resistansi CT rendah;
 knee voltage CT tinggi;

19
 burden wiring CT rendah;
 CT jenis low reactance.
Dari uraian di atas jika CT terpasang tidak sama dan rasio disamakan
dengan penambahan ACT maka harus dipenuhi persyaratan di atas,
tetapi sulit dipenuhi ACT dengan kebutuhan di atas, sehingga
pemakaian ACT tidak direkomendasikan untuk relai diffrensial
jenis high impedance.

2.1.2.2 Relai Arus Sirkulasi (Circulating Current Protection/87)

Pada gardu induk dengan konfigurasi diameter, filosofi zone proteksi harus
tercover oleh relai proteksi utama, seperti yang ditunjukan Gambar 0-16,
dimana konfigurasi diameter A yang digunakan saluran penghantar dan
rangkaian diameter-B digunakan bay trafo interbus.

Masing-masing busbar diproteksi oleh proteksi busbar (BBPa dan BBPb),


zona proteksi penghantar diproteksi oleh Distance relai (LP), dan zona
proteksi Trafo interbus diproteksi oleh Differential Trafo Interbus (87T).

Untuk mengcover zona proteksi antara proteksi Penghantar dengan Trafo


Interbus harus diproteksi dengan proteksi arus sirkulasi (CCP/Circulating
Current Protection) yang saling berpotongan (overlap) dengan proteksi CT
(LP = proteksi penghantar, 87T = proteksi differensial trafo) pada masing-
masing rangkaian.
CCPa
BBP

CCPb

LP

87T

Gambar 0-16. Skema Proteksi

20
2.1.2.3 Proteksi Kegagalan PMT (Breaker Fail-CBF)

Sistem proteksi kegagalan pemutus (CBF) bekerja pada saat relai lokal
memberikan perintah pemutusan (trip), tetapi pemutus (PMT) gagal
membuka untuk memutuskan arus gangguan. Pola proteksi kegagalan
pemutus (CBF) dirancang sederhana terdiri dari detektor gangguan, indikasi
status pemutus, dan relai waktu yang akan bekerja ketika relai proteksi
saluran memberikan perintah pemutusan. Setelah waktu tunda tertentu
(umumnya 10 s.d. 20 siklus), proteksi CBF akan memberikan perintah trip
kepada semua pemutus terkait .

Jika sistem CBF ini sering bekerja, detektor gangguan lebih baik disetel
diatas arus pembebanan maksimum dan dibawah arus gangguan minimum
di saluran transmisi tersebut. Jika detektor gangguan diaktifkan hanya pada
saat skema kegagalan pemutus aktif, setelan nilai kerja bisa disetel dibawah
arus pembebanan maksimum.

Gambar 0-17. Diagram Logic CBF

Prinsip kerja berdasarkan diagram logic diatas sebagai berikut:

Proteksi kegagalan pemutus (CBF) mulai bekerja apabila ada signal trip
internal proteksi ”TRIP” (buspro) atau dari signal trip ekternal ”BF-EXT”
(proteksi penghantar) melalui switch ’ON” dan dikontrol oleh elemen arus
lebih (OCBF).

Jika elemen arus lebih bekerja terus menerus sampai batas setting waktu
TBF-2, maka keluaran trip dari relai akan memerintah PMT-PMT
pengapitnya (BF-TRIP). Juga elemen arus yang terus menerus dapat
21
mengerjakan TBF1 dan mengirim signal RE-TRIP ke PMT yang
bersangkutan. Pengiriman signal RE-TRIP ada 2 (dua) jalur melalui kontrol
waktu kerja OCR ”TOC” atau melalui switch ”T”, kedua-duanya dapat dipilih
melalui switch ”BF1”.

Jika pembukaan PMT yang bersangkutan normal, maka elemen arus akan
menganulir perintah CBF, sehingga CBF akan segera reset. Dan apabila
signal Re-trip dari TBF1 berhasil mentrip PMT yang bersangkutan, maka
elemen arus OCBF akan segera reset, dan CBF akan reset sehingga
perintah trip ke PMT-PMT pengapit juga akan dianulir. Untuk memdapatkan
urutan kerja yang sesuai, perlu diperhatikan penyetelan TBF1 dan TBF2.

Proteksi kegagalan pemutus (CBF) harus diterapkan pada semua pemutus


500 kV, 275 kV dan 150 kV. Penggunaan skema proteksi arus dengan
pemilihan waktu pada masing-masing pemutus lebih disarankan dari pada
skema yang terintegrasi secara terpusat. Gangguan pada salah satu
elemen pada skema ini tidak akan terlalu banyak mempengaruhi elemen
yang lain. Sinyal trip (tripping signal) dapat diulang (routed) pada proteksi
busbar sehingga mengurangi biaya tambahan pada rangkaian logika
pemutusan.

Sama halnya seperti proteksi busbar, apabila sistem proteksi menggunakan


jenis numerik, skema yang digunakan biasanya juga termasuk fasilitas
untuk proteksi kegagalan pemutus (CBF).

2.1.2.4 Proteksi Zone Pendek ( Short Zone Protection–SZP )

Untuk peralatan membuka terminal, CT akan diletakkan pada salah satu sisi
pemutus. Dalam hal ini, skema CBF harus memasukkan proteksi zona
pendek (short-zone protection). Penggunaan skema ini mirip dengan
proteksi kegagalan pemutus konvensional namun sinyal inisiasi (initiating
signal) berasal dari pembukaan pemutus yang terkait dan kelanjutan aliran
arus gangguan (continuation of fault current flow).

Jika arus gangguan mengalir terus-menerus setelah output perintah trip


dari relai, maka kondisi ini dianggap juga sebagai kegagalan PMT (breaker
failure), oleh karena itu elemen arus lebih perlu dilengkapi untuk masing-
masing fasa. Untuk kebutuhan kecepatan tinggi, maka dibutuhkan
22
spesifikasi relai arus lebih jenis high speed overcurrent yang mempunyai
kemampuan reset sangat cepat.

CCPa SZP
BBP

CCPb

LP

87T

Gambar 0-18. Zona Proteksi SZP

Gambar 0-19. Diagram Urutan Kerja

2.1.2.5 Relai Proteksi Kopel


Pada instalasi gardu induk yang mempunyai dua busbar biasanya
dilengkapi fasilitas bay kopel (bus coupler) untuk kemudahan atau
fleksibilitas operasi saat pengaturan beban. Sistem proteksi kopel umumnya
dipasang relai differensial busbar sebagai pengaman utama dan OCR/GF
untuk pengaman cadangan. Prinsip kerja dan zona pengaman differential
busbar dan OCR/GF telah dijelaskan di atas, sedangkan OCR.

23
2.2 POLA PROTEKSI PENGHANTAR

2.2.1 Pola Proteksi Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)

Sistem pengaman suatu peralatan karena berbagai macam faktor dapat


mengalami kegagalan operasi (gagal operasi). Berdasarkan hal-hal tersebut
maka suatu sistem proteksi dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu:
 Pengaman Utama
merupakan sistem proteksi yang diharapkan segera bekerja jika terjadi
kondisi abnormal atau gangguan pada daerah pengamanannya
 Pengaman Cadangan
diperlukan apabila pengaman utama tidak dapat bekerja atau terjadi
gangguan pada sistem pengaman utama itu sendiri.
Pada dasarnya sistem proteksi cadangan terbagi menjadi 2 (dua) kategori,
yaitu:
 Sistem proteksi cadangan lokal (local back up protection system)
Pengaman cadangan lokal adalah pengamanan yang dicadangkan
bekerja bilamana pengaman utama yang sama gagal bekerja.
Contohnya: penggunaan OCR atau GFR.

 Sistem proteksi jarak jauh (remote back up protection system)


Pengaman cadangan jarak jauh adalah pengamanan yang dicadangkan
bekerja bilamana pengaman utama di tempat lain gagal bekerja.

Pengaman cadangan lokal dan jarak jauh diusahakan koordinasi waktunya


dengan pengaman utama di tempat berikutnya. Koordinasi waktu dibuat
sedemikian hingga pengaman cadangan dari jauh bekerja lebih dahulu dari
pengaman cadangan lokal. Hal ini berarti bahwa kemungkinan sekali bahwa
pengaman cadangan dari jauh akan bekerja lebih efektif dari pengaman
cadangan lokal.

Dengan penjelasan di atas berarti bahwa waktu penundaan bagi pengaman


cadangan lokal cukup lama sehingga mungkin sekali mengorbankan
kemantapan sistem demi keselamatan peralatan.

Dengan demikian berarti pula bahwa pengaman cadangan lokal hanya


sekedar pengaman cadangan terakhir demi keselamatan peralatan.

24
Waktu Pemutusan Pengaman SUTT

Untuk memperoleh waktu clearing time yang cepat maka pemakaian relai
jarak sebagai pengaman utama SUTT pada sistem 70 dan 150 kV harus
dilengkapi dengan teleproteksi. Pada dasarnya pemilihan pola pengaman
dengan pilot dimaksudkan untuk meningkatkan keandalan sistem yaitu jika
terjadi gangguan diluar zone-1nya tetapi berada pada saluran yang
diamankan maka relai jarak yang menggunakan teleproteksi akan bekerja
lebih cepat dibandingkan relai jarak tanpa teleproteksi.

Sistem proteksi SUTT yang akan dibahas disini adalah SUTT 150 kV dan 70
kV, dimana waktu pembebasan gangguan pada sistem 150 kV harus lebih
singkat daripada sistem 70 kV akibat dari arus gangguan yang lebih besar
pada sistem 150 kV tersebut. Bilamana pada sistem 70 kV waktu dasarnya
150 ms, maka pada sistem 150 kV direkomendasikan 120 ms untuk gangguan
yang terjadi pada zone yang diamankannya. Rekomendasi ini hanya berlaku
pada SUTT yang menggunakan relai jarak yang dilengkapi teleproteksi.

Adapun pembagian clearing time gangguan tersebut dapat dilihat pada Tabel
0-3, dibawah ini:

Tabel 0-3. Pembagian Clearing Time Gangguan

No. Uraian Pembagian Waktu Sistem 150 kV Sistem 70 kV


(milli sec) (milli sec)
1. Penjatuhan Relai
 Sinyal Pembawa 20 20
(PLC/FO) 40 70
 Relai
2. Pembukaan PMT 60 60
TOTAL 120 150

2.2.1.1 SUTT 70 kV
Pada sistem 70 kV terdapat 2 (dua) macam pentanahan netral sistem, yaitu:
a. Pentanahan netral dengan tahanan rendah atau solid grounded,
misalnya terdapat di wilayah Jawa Barat, Jakarta Raya, Bengkulu, dan
Sulawesi utara.

25
b. Pentanahan netral dengan tahanan tinggi, misalnya terdapat di wilayah
Jawa Timur dan Palembang.

Pada sistem dengan tahanan rendah, relai jarak dapat dipakai sekaligus
untuk gangguan fasa maupun gangguan tanah, tetapi pada sistem dengan
tahanan tinggi dimana arus gangguannya kecil yang menyebabkan relai
jarak tidak bekerja, sehingga harus dipasang relai gangguan tanah
tersendiri. Untuk gangguan tanah pada sistem dengan tahanan tinggi
dipakai dua jenis pengaman, yaitu:
a. Relai tanah selektif (selection ground relay)
b. Relai tanah terarah (directional ground relay)

yang akan bekerja sebagai pengaman utama (main protection) dan


pengaman cadangan (back-up protection) secara timbal balik antara
keduanya sesuai dengan jenis dan keadaan serta macam (tempat)
gangguan.

Seperti halnya pada pengaman utama maka pada pengaman cadangan


inipun sistem dengan tahanan rendah dan sistem dengan tahanan tinggi
mempunyai pengaman gangguan fasa yang sama, tetapi mempunyai
pengaman gangguan tanah yang berbeda.

Untuk pengaman gangguan fasa sebaiknya dipilih relai arus lebih waktu
terbalik (invers time overcurrent), tak terarah (non-directional) karena relai
ini sederhana dan murah tetapi dianggap cukup mampu bekerja sesuai
dengan fungsinya. Sebaliknya, untuk pengaman gangguan tanah diperlukan
relai arus lebih terarah, waktu-terbalik atau waktu tertentu (definite time)
tergantung pentanahan netralnya.

Pada sistem dengan tahanan rendah dipilih relai waktu terbalik bilamana
arus gangguan akan sangat berbeda pada pelbagai tempat atau relai waktu
tertentu,bilamana arus gangguan dimana-mana hampir sama. Sedang pada
sistem dengan tahanan tinggi dipilih relai waktu tertentu karena arus
gangguan yang kecil dimana-mana.

 Pentanahan netral dengan tahanan rendah/solid grounded


Sesuai SPLN No. 52-1 tahun 1984 bagian A tentang pola pengaman
sistem 66 kV bahwa pentanahan sistem 70 kV untuk Jawa Barat dan

26
Jakarta Raya menggunakan pentanahan rendah untuk netral sistemnya,
sehingga pola pengaman untuk sistem 70 kV adalah sebagai berikut:

1. Pengaman Utama
a) Gangguan fasa-fasa : Relai Jarak
b) Gangguan fasa-netral : Relai Jarak
2. Pengaman Cadangan
a) Gangguan fasa-fasa : Relai arus lebih waktu terbalik (tak
terarah)
b) Gangguan fasa-netral : Relai arus lebih waktu terarah, waktu
tertentu atau waktu terbalik

Dengan waktu pembebasan gangguan:

1. Pengaman Utama : Waktu dasar maksimum 150 ms


Dengan penundaan waktu maks. 600 ms
2. Pengaman Cadangan
a) Jarak Jauh : Dengan penundaan waktu maks. 600 ms
Dengan penundaan waktu 1000 second
b) Lokal : untuk gangguan di bus.

Untuk saluran yang pendek (misalnya kira-kira 20 km) dimana relai tidak
dapat lagi melihat gangguan, terutama karena adanya.

tahanan gangguan (Rf), seharusnya relai jarak dilengkapi dengan pola


pilot (pengoperasian teleproteksi), sebaiknya pola blocking.

Idealnya penggunaan relai jarak yang dilengkapi sistem teleproteksi


digunakan untuk seluruh saluran udara tegangan tinggi. Namun atas
pertimbangan biaya dan tingkat keadalan sistem maka tidak seluruh
jaringan harus dipasang. Adapun prioritas bagi pemasangan sistem
teleproteksi bagi sistem 70 kV, adalah penghantar 70 kV yang
merupakan pasokan langsung dari sistem 150 kV melalui IBT 150/70 kV.

27
 Pentanahan netral dengan tahanan tinggi
Sedangkan untuk daerah yang menggunakan tahanan tinggi untuk
sistem pentanahannya, sesuai SPLN No. 51-1 tahun 1984 bagian A,
adalah sebagai berikut:

1. Pengaman Utama
a) Gangguan fasa-fasa : Relai Jarak
b) Gangguan fasa-netral : 1. Relai tanah selektif
2. Relai tanah terarah
2. Pengaman Cadangan
a) Gangguan fasa-fasa : Relai arus lebih waktu terbalik (tak
terarah)
b) Gangguan fasa-netral : Relai arus lebih waktu terarah, waktu
tertentu atau waktu terbalik.
Beberapa kasus khusus perlu diberikan pengarahan sebagai berikut:

Untuk saluran yang pendek ditetapkan sebagai berikut:

a. Sistem dengan tahanan rendah/solid grounded


 Relai jarak dengan pola blocking, atau
 Relai differensial kawat-pilot
Keduanya sebagai pengaman gangguan fasa maupun gangguan
fasa maupun gangguan tanah.
b. Sistem dengan tahanan tinggi
 Relai jarak dengan pola blocking, atau
 Relai differensial kawat-pilot
 Relai fasa selektif
Ketiganya sebagai pengaman gangguan fasa, sedang sebagai
pengaman gangguan tanah seperti pada tabel diatas.

2.2.1.2 SUTT 150 kV


Berbeda dengan sistem transmisi 70 kV dimana terdapat 2 (dua) macam
pentanahan netral sistem, pada sistem transmisi 150 kV ini terdapat hanya
satu macam pentanahan netral sistem yaitu pentanahan efektif. Berbeda
dengan SUTT 70 kV, penggunaan rele jarak sebagai pengaman utama yang
dilengkapi teleproteksi menjadi suatu keharusan, khususnya bagi:

28
1) Penghantar yang dioperasikan looping dengan sistem 150 kV lainnya
2) Penghantar kV yang radial double circuit.

Untuk penghantar dengan katagori saluran pendek, rele pengaman


direkomendasikan menggunakan prinsip differensial:
a) Current Differential
b) Current Comparison
c) Phase Differential
Ada 2 (dua) macam pola pengaman dengan pilot yang telah dan akan
diterapkan pada SUTT 150 kV PLN P3B, yaitu:
1) Permissive Transfer Trip Scheme
a) Permissive Underreach Transfer Trip (PUTT)
b) Permissive Overreach Transfer Trip (POTT )
2) Blocking Scheme
Tabel 0-4. Blocking Scheme Pola Pengaman SUTT 150 kV
 Pengaman Utama
a) Gangguan fasa-fasa : Relai Jarak yang dilengkapi sistem
teleproteksi
b) Gangguan fasa-netral : Relai Jarak yang dilengkapi sistem
teleproteksi
 Pengaman Cadangan
a) Gangguan fasa-fasa : Relai arus lebih waktu terbalik (tak
terarah)
b) Gangguan fasa-netral : Relai arus lebih waktu terbalik (tak
terarah)

2.2.2 Pola Proteksi Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT)

SKTT 70 kV dan 150 kV


Pemakaian kabel tanah dapat dinyatakan sebagai standar yang berlaku
umum di dalam kota. Untuk saluran yang pendek sebaiknya digunakan relai
differential pilot, karena menggunakan kabel pilot sebagai media sinyal.

Relai differensial pilot saat ini paling banyak dipakai dan dianggap tepat
sebagai pengaman utama, baik bagi sistem dengan tahanan rendah maupun
bagi sistem dengan tahanan pentanahan tinggi.

29
Tabel 0-5. Pola Pengaman Transmisi 70 kV Saluran Kabel Tanah
Pola Pengaman Sistem
Sirkit Pentanahan Pengaman Utama Pengaman Cadangan
Netral Sistem Gangguan Gangguan Gangguan antar Gangguan
Fasa Tanah fasa atau 3-fasa 1-fasa ke
tanah
(1) Saluran sirkit ganda paralel, dua sumber
A. Rendah Relai arus lebih Relai arus lebih
waktu terbalik waktu terbalik

(2) Saluran yang sama (1) dengan beberapa sumber, merupakan jaringan, terbuka atau tertutup
Tahanan B. Tinggi Relai Relai Relai arus lebih Relai daya
Differential Differential waktu terbalik urutan nol

Di samping pengaman utama perlu pula ditetapkan pengaman cadangan dan


dalam hal ini merupakan pengaman cadangan lokal. Pengaman cadangan
lokal ini harus dipilih pengaman yang mempunyai keadalan yang tinggi demi
untuk penyelamatan kabel tanah sewaktu terjadi gangguan.

Untuk pengaman cadangan ini harus dibedakan 2 macam pengaman, yaitu:


1) Pengaman gangguan antar fasa atau tiga fasa;
2) Pengaman gangguan satu fasa ke tanah.

Adapun Pola Pengaman Sistem Transmisi 70 kV Saluran Kabel Tanah, sesuai


SPLN No. 52-1 tahun 1984 bagian A, adalah sebagai berikut:

Untuk gangguan antar dan tiga fasa, yang arus gangguannya besar sebaiknya
dipakai relai arus lebih waktu terbalik, sedang untuk gangguan satu-fasa ke
tanah, yang arus gangguannya kecil, sebaliknya dipakai relai arus lebih waktu
terbalik, atau relai daya urutan nol, yang lebih peka dari relai arus lebih waktu
terbalik. Dengan demikian untuk gangguan satu fasa ke tanah, relai arus lebih
waktu terbalik dipakai pada sistem dengan tahanan rendah, sedang relai daya
nol dipakai pada sistem dengan tahanan tinggi.

Oleh karena sistem pentanahan netral di 150 kV ini hanya menggunakan


pentanahan efektif maka pola pengaman untuk SKTT 150 kV-nya hanya
mengguanakan satu pola, yaitu relai differensial longitudinal sebagai
pengaman utama untuk gangguan fasa-fasa dan fasa tanah. Sedangkan
sebagai pengaman cadangan lokalnya menggunakan relai aruslebih waktu
terbalik.

30
Tabel 0-6. Pola Pengaman Transmisi 150 kV Saluran Kabel Tanah

Pola Pengaman Sistem


Sirkit Pentanahan Pengaman Utama Pengaman Cadangan
Netral Gangguan Gangguan Gangguan antar Gangguan
Sistem Fasa Tanah fasa atau 3-fasa 1-fasa ke
tanah
1) Saluran sirkit ganda paralel, dua sumber

2) Saluran yg sama 1) dgn beberapa sumber, merupa kan jaringan, terbuka atau tertutup
Effektif Relai Relai Relai arus lebih Relai arus lebih
Differential Differential waktu terbalik waktu terbalik

2.2.3 Pola Proteksi Saluran Campuran

Untuk kasus khusus dimana saluran tersebut merupakan saluran campuran


antara adengan kabel tanah, maka digunakan pola pengaman sebagai
berikut:
a) Pada saluran campuran dimana saluran kabel tanah lebih dominan dari
saluran udara maka dipakai pola pengaman seperti diketahui saluran
yang dominan
b) Tabel 0-7;
c) Pada saluran yang bercampur sehingga sulit ditetapkan saluran mana
(udara atau kabel tanah) yang dominan, ditetapkan berdasarkan
perhitungan-perhitungan sesuai dengan keadaan sirkit tersebut, sehingga
dapat diketahui saluran yang dominan

Tabel 0-7. Pola Pengaman Saluran Campuran dengan Saluran Kabel Dominan
1. Pengaman Utama
a) Gangguan fasa-fasa : Relai diferential
b) Gangguan fasa-netral : Relai diferential
2. Pengaman Cadangan
a) Gangguan fasa-fasa : Relai arus lebih waktu terbalik
b) Gangguan fasa-netral : Relai arus lebih waktu terbalik

31
2.2.4 Prinsip Kerja Relai Proteksi

2.2.4.1 Relai Jarak (Distance relay)

Distance relay pada penghantar prinsip kerjanya berdasarkan pengukuran


impedansi penghantar. Impedansi penghantar yang dirasakan oleh relai
adalah hasil bagi tegangan dengan arus dari sebuah sirkit. Relai ini
mempunyai ketergantungan terhadap besarnya SIR dan keterbatasan
sensitivitas untuk gangguan satu fasa ke tanah.

Distance relay mempunyai beberapa karaktristik seperti mho, quadrilateral,


reaktanse, adaptive mho dan lain-lain. Sebagai unit proteksi relai ini
dilengkapi dengan pola teleproteksi seperti PUTT, POTT dan Blocking. Jika
tidak terdapat teleproteksi maka relai ini berupa step distance saja (basic).

Distance relay pada jangkauan zone-1 berfungsi sebagai pengaman utama,


sedangkan untuk jangkauan Zone-2, Zone-3, Zone-3 reverse berfungsi
sebagai proteksi cadangan jauh (remote back up) untuk penghantar didepan
maupun belakangnya. Untuk mencegah terjadinya mencegah malakerja
relai akibat ayunan daya (power swing), biasanya Relai ini dilengkapi
dengan elemen power swing blocking.

2 2.0
2.0

TA
x

TB
x 1
TC
x

0
0 0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

0 x Zmax

PIP PLIMO

ZL1 = 14.8
ZL6= 28.7 Ω
Ω ZL5=2.99
OMBILIN

PLTA
ZL4=10.04 Ω
SKRAK
LBALG

Gambar 0-20. Contoh Jangkauan Distance Relay Penghantar 150 kV PLTA


Singkarak – Lubuk Alung – PIP – Pauh Limo
32
Jenis karakteristik Distance relay
Karakteristik relai jarak merupakan penerapan langsung dari prinsip dasar
relai jarak, karakteristik ini biasa digambarkan didalam diagram R-X.
1. Karakteristik Impedansi
Ciri-cirinya:
 Merupakan lingkaran dengan titik pusatnya ditengah-tengah,
sehingga mempunyai sifat non directional. Untuk diaplikasikan
sebagai pengaman SUTT perlu ditambahkan relai directional;
 Mempunyai keterbatasan mengantisipasi gangguan tanah high
resistance;
 Karakteristik impedan sensitive oleh perubahan beban, terutama
untuk SUTT yang panjang sehingga jangkauan lingkaran impedansi
dekat dengan daerah beban.
X
Z
L

Z1 Z2 R
Z3

Directional

Gambar 0-21. Karakteristik Impedansi

2. Karakteristik Mho
Ciri-ciri:
 Titik pusatnya bergeser sehingga mempunyai sifat directional;
 Mempunyai keterbatasan untuk mengantisipasi gangguan tanah
high resistance;
 Untuk SUTT yang panjang dipilih Zone-3 dengan karakteristik Mho
lensa geser.

33
X
Z
L

Z1 Z2
Z3 R

Gambar 0-22. Karakteristik Mho Z1, Z2 Partial Cross-polarise,


Z3 Lensa Geser
3. Karakteristik Reaktance
Ciri-ciri:
 Karateristik reaktance mempunyai sifat non directional. Untuk
aplikasi di SUTT perlu ditambah relai directional;
 Dengan seting jangkauan resistif cukup besar maka relai reactance
dapat mengantisipasi gangguan tanah dengan tahanan tinggi.
X Z
L

Z3

Z2

Z1
R

Gambar 0-23. Karakteristik Reaktance dengan Starting Mho

4. Karakteristik Quadrilateral
Ciri-ciri:
 Karateristik quadrilateral merupakan kombinasi dari 3 (tiga) macam
komponen yaitu: reactance, berarah dan resistif;
 Dengan seting jangkauan resistif cukup besar, maka karakteristik
relai quadrilateral dapat mengantisipasi gangguan tanah dengan
tahanan tinggi;
 Umumnya kecepatan relai lebih lambat dari jenis mho.

34
X Z
L
Z3

Z2

Z1

Gambar 0-24. Karakteristik Quadrilateral

2.2.4.2 Relai Differensial Penghantar


Untuk penghantar pendek selektifitas sulit dicapai apabila menggunakan
relai jenis impedansi, maka sebagai solusi dipilih relai jenis differensial.
Relai ini mempunyai kelebihan dibandingkan dengan relai impedansi, antara
lain:
 tidak terpengaruh oleh power swing (ayunan daya) dan SIR;
 sensistif terhadap gangguan dengan tahanan tinggi.
Macam-macam Relai Differensial Penghantar, yaitu:
1. Relai Differensial Arus
Prinsip kerja Relai differensial arus penghantar adalah membandingkan
besaran arus di kedua ujung penghantar melalui saluran telekomunikasi
fiber optic. Relai ini sangat tergantung dengan saluran komunikasi.

GI- A GI-B

IF
IA IB

Relay A Relay B

Gambar 0-25. Typikal Relai Differensial Arus

35
 Pada kondisi normal (tidak ada gangguan) atau ada gangguan diluar
daerah proteksinya (eksternal ), maka IA +IB = 0 sehingga relai tidak
bekerja;
 Sebaliknya, pada kondisi gangguan internal, IA +IB  0 (= IF),
sehingga relay akan bekerja dikedua sisi GI. A & GI.B.

2. Relai Differensial Pilot


Pada dasarnya relai differensial pilot adalah relai differensial penghantar
yang menggunakan kabel pilot dengan prinsip kerja circulating current
atau balanced voltage seperti pada Gambar 0-26 dan Gambar 0-27.
Relai ini dilengkapi dengan Direct Transfer Trip (DTT) ke Relai
pasangannya.

B B
I
OP OP
V V

Circulating Current

Gambar 0-26. Relai Differensial Pilot Jenis Arus

OP OP

B B
v v

Balanced Voltage

Gambar 0-27. Relai Differensial Pilot Jenis Tegangan

36
3. Relai Perbandingan Sudut Fasa (Phase comparison Relay)

Prinsip kerja relai ini adalah membandingkan sudut fasa antara arus
yang masuk dengan arus yang keluar daerah yang diproteksi, seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 0-28.

Pada kondisi tidak ada gangguan atau ada gangguan diluar daerah
pengamanannya (eksternal), output dari comparator memberikan nilai 0,
sehingga relay tidak bekerja. Sebaliknya pada kondisi gangguan
internal, output dari comparator memberikan nilai 1, sehingga relay
bekerja.

A B A B

a. Fasa arus di A

b. Logic fasa arus di


A

c. Fasa arus di B

d. Logic fasa arus di


B
Output comparator di A:
e=b+d

Output discriminator
Stability setting
a) Gangguan eksternal b) Gangguan internal

Gambar 0-28. Tipikal Relai Perbandingan Sudut Fasa

Pada penghantar yang panjang dimana beda tegangan terminal


cenderung tidak sama, maka pola proteksi jenis ini kurang selektif,
sehingga tidak direkomendasikan dipakai untuk memproteksi
penghantar yang panjang.

37
4. Directional Selective Relay

Pada penghantar 70 kV yang menggunakan sistem pentanahan titik


netral dengan tahanan tinggi (high resistance) 100 – 200 Ω, arus hubung

singkat satu fasa ketanah sangat kecil, seperti sistem 70 kV di Jawa


Timur (200 Ω) dan sistem 70 kV Palembang (133 Ω).

Sehingga penggunaan distance relay tidak efektif, dan jika


menggunakan current differential juga tidak efisien (mahal) karena perlu
jaringan komunikasi. Oleh karena itu pada pola proteksi yang digunakan
pada penghantar 70 kV high resistance adalah dengan Selective relai.

Persyaratan selective relai yaitu:


 Pola operasi penghantar harus sirkit ganda (double circuit)
 Proteksi sirkit 1 & 2 di satu GI harus sama
 Penggunakan directional relay untuk OCR /GFR

Prinsip kerja dari Selective relai:


1. Selective directional relai bekerja berdasarkan perbedaan arus yang
mengalir melalui kedua penghantar pada saat terjadi gangguan.
Besar selisih arus gangguan tersebut akan dirasakan oleh relai dan
dengan inputan tegangan relai dapat membedakan lokasi gangguan
pada penghantar 1 atau penghantar 2;
2. Selective directional relai tidak boleh bekerja ketika penghantar
beroperasi satu sirkit dan harus ter-blok ketika salah satu penghantar
trip karena gangguan.

38
BUS 70 KV

4
2
INPUT VOLTAGE
50S1
Phase to phase
3 1
INPUT VOLTAGE
1 3
f
Open delta a 50SG1
2 3
4
50SA
4
INPUT VOLTAGE
2 4
a
Open delta
50SG2
f
1 3
3 1 INPUT VOLTAGE
50S2 Phase to phase
2
4

LINE 1 LINE 1

Gambar 0-29. Diagram Pola Directional Selective Relay

2.3 PERALATAN BANTU PROTEKSI

2.3.1 Synchro check

Relai Synchrocheck adalah suata peralatan kontrol yang berfungsi untuk


mengetahui kondisi sinkron antara dua sisi atau subsistem yang diukur.
Besaran yang diukur oleh alat ini adalah perbedaan sudut fasa, tegangan dan
frekuensi.

 Beda sudut fasa (Δf)


Sudut fasa untuk mengetahui perbedaan sudut fasa urutan tegangan
antara kedua sisi yang diukur, biasanya besarnya setting sudut fasa
tergantung kekuatan sistem saat itu. Untuk sekuriti sistem setting sudut
fasa dipilih disesuaikan dengan kekuatan sistem dengan batas maksimum
adalah sekitar 20°.

 Beda tegangan (ΔV)


Adalah beda tegangan antara diantara kedua subsistem misalkan antara
tegangan bus/common (U1) dengan running/incoming (U2). Untuk
mencegah terjadinya asinkron saat penutupan PMT perlu diperhatikan

39
perbedaan kedua sisi tegangan tidak boleh lebih besar dari setting beda
tegangan. Setting perbedaan tegangan maksimal 10%Vn.

 Beda frekuensi (ΔF)


Beda frekuensi adalah untuk mengetahui slip frekuensi antara kedua
subsistem yang akan dihubungkan fungsinya untuk mencegah penutupan
PMT jika perbedaan kedua sisi frekuensi lebih besar dari setting.
Perbedaan frekuensi maksimal disetting 0.11 Hz.
Faktor utama yang menjadi pertimbangan dalam setelan synchro check
adalah perbedaan frekuensi (slip), sehingga perlu dihitung secara akurat.
Perbedaan frekuensi ditentukan melalui persamaan df = Ø /(t x180°),
dimana Ø dalam derajat dan t dalam detik.

 Waktu tunda
Beda frekuensi adalah untuk mengetahui slip frekuensi antara kedua
subsistem yang akan dihubungkan fungsinya untuk mencegah penutupan
PMT jika perbedaan kedua sisi frekuensi.

2.3.2 Penutup Balik Otomatis (Autoreclose)

Saluran udara tegangan tinggi (SUTT) merupakan salah satu bagian sistem
yang paling sering mengalami gangguan, sebagian besar dari penyebab
gangguan tersebut bersifat temporer yang akan segera hilang setelah
Pemutus Tenaga (PMT) trip. Agar kesinambungan pasokan tenaga listrik tetap
terjaga serta batas stabilitas tetap terpelihara maka PMT dicoba masuk
kembali sesaat setelah kejadian trip diatas (reclose).

Untuk mengurangi dampak gangguan yang bersifat temporer terhadap


keandalan pasokan tenaga listrik, maka pada SUTT dipasang penutup balik
otomatis (autorecloser).

2.3.2.1 Klasifikasi Pola Autoreclose:


1. berdasarkan waktu kerjanya
a. Cepat (highspeed)
Highspeed adalah penutup balik otomatis dengan waktu tunda < 1
detik.

40
Autoreclose cepat untuk 1 (satu) fasa, 3 (tiga) fasa dan 1+3 (satu atau
tiga) fasa;
b. Lambat (delayed)
Lowspeed adalah penutup balik otomatis dengan waktu tunda > 1
detik. Autoreclose lambat untuk 3 (tiga) fasa.
2. berdasarkan jumlah fasa yang trip
a. Satu Fasa (Single Phase)
b. Tiga Fasa (Three Phase)
3. berdasarkan jumlah penutupan balik
a. penutupan balik satu kali (single shot)
b. penutupan balik beberapa kali (multiple shot).
Untuk proteksi saluran transmisi autoreclose hanya dioperasikan
single shot dengan mempertimbangkan dampak gangguan permanen
terhadap kerusakan peralatan.

Autorelose hanya diijinkan bekerja pada proteksi utama penghantar.

Pemilihan pola single phase auto reclosing (SPAR) atau three phase auto
reclosing (TPAR) dengan waktu reclose cepat atau lambat harus
mempertimbangkan konfigurasi jaringan seperti Gambar 0-30 sebagai
berikut:


a. Jaringan Radial Sirkit Tunggal


b. Jaringan Radial sirkit Ganda

SUTT
SISTEM A SISTEM B

LOOPING

41
c. Jaringan Looping Sirkit Tunggal

SUTT

SISTEM A SISTEM B

LOOPING
d. Jaringan Looping Sirkit Ganda
Gambar 0-30. Konfigurasi Jaringan

Pemilihan pola single phase auto reclosing (SPAR) atau three phase auto
reclosing (TPAR) dengan waktu reclose cepat atau lambat harus
mempertimbangkan batas stabilitas sistem, karaktesitik PMT dan peralatan
proteksi yang digunakan. Pertimbangan ini menyangkut besarnya nilai
setelan/setting untuk dead time dan reclaim time.

Pemilihan pola A/R dengan waktu reclose cepat atau lambat harus
mempertimbangkan persyaratan pada kedua ujung saluran antara lain:
a. Kemungkinan reclose pada gangguan permanen;
b. Kemungkinan gagal sinkron pada saat reclose;
c. Salah satu sisi tersambung ke unit pembangkit;
d. Penutupan PMT pada kedua ujung saluran yang tidak bersamaan.

Pada konfigurasi satu setengah PMT dimungkinkan pembukaan PMT tidak


serentak sehingga menjadi pertimbangan untuk menerapkan pola
Autoreclose pada kedua PMT.

2.3.2.2 Pengoperasian A/R cepat (High Speed A/R)


Pengoperasian A/R cepat dapat diterapkan bila persyaratan di bawah ini
dipenuhi:

a. Siklus kerja (duty cycle) dari PMT sesuai untuk operasi dengan A/R
cepat.
b. Kemampuan poros mesin (terutama yang berporos panjang) dan belitan
stator generator perlu diperhatikan, sehingga pengoperasian high speed
A/R 3 fasa pada SUTT di GI pembangkit atau yang dekat pembangkit
42
dilakukan setelah ada kepastian bahwa operasi high speed A/R 3 fasa
tidak membahayakan mesin pembangkit.

2.3.2.3 Penerapan A/R cepat 1(satu) fasa


Dapat diterapkan pada konfigurasi atau sistem berikut:
 SUTT jaringan radial sirkit tunggal atau ganda.
 SUTT jaringan looping sirkit tunggal atau ganda.

2.3.2.4 Penerapan A/R cepat 3 (tiga) fasa


Dapat diterapkan pada konfigurasi atau sistem berikut:
 SUTT jaringan radial ganda.
 SUTT jaringan looping sirkit tunggal atau ganda

Pengoperasian high speed A/R 3 fasa, disamping memberikan keuntungan


pada sistem yaitu memperbaiki stability margin, mengurangi terjadinya
pembebanan kritis akibat gangguan pada SUTT maupun pada saluran
interkoneksi, juga memberikan resiko berupa kemungkinan terjadinya
gangguan yang lebih parah bila operasi A/R pada saat ada gangguan
permanen. Dengan demikian maka pengoperasian high speed A/R 3 (tiga)
fasa harus didahului dengan keyakinan (berupa hasil studi) bahwa
pengoperasian A/R akan memberi manfaat yang besar dengan resiko yang
kecil.

Penerapan A/R cepat 3 (tiga) fasa untuk jaringan looping harus dilengkapi
dengan relai synchrocheck atau relai lain (rele daya) yang dapat berfungsi
untuk memastikan bahwa kondisi sinkron pada PMT yang akan reclose
masih dipenuhi .
Operasi high speed A/R 3 (tiga) fasa tidak boleh diterapkan bila hasil studi
menunjukan bahwa high speed reclosing akan dapat menimbulkan
tegangan lebih transien yang melebihi nilai desain yang diijinkan.

2.3.2.5 Pengoperasian A/R lambat


Pengoperasian A/R lambat hanya diterapkan pada A/R 3 (tiga) fasa.

Penerapan A/R lambat 3 (tiga) fasa dapat diterapkan pada konfigurasi atau
sistem:
43
a. SUTT jaringan radial sirkit tunggal atau ganda.
b. SUTT jaringan looping sirkit tunggal atau ganda.

Mempertimbangkan stres pada poros generator maka disarankan agar


operasi reclose PMT pada SUTT/SUTET yang terganggu dilakukan secara
berurutan dimulai dari PMT yang jauh dari pembangkit atau yang fault
levelnya lebih kecil, baru kemudian PMT yang dekat pembangkit (secara
manual atau dengan auto recloser).

Operasi reclose dua PMT dengan serentak sulit dicapai sehingga pada
ujung SUTT yang tersambung ke GI dengan pola satu setengah PMT perlu
diperhatikan kemungkinan terjadinya penutupan dua PMT yang tidak
serentak. Khusus pada gangguan permanen, penutupan dua PMT yang
tidak serentak akan menyebabkan gangguan berlangsung lebih lama dan
menimbulkan gangguan baru yang lebih parah. Untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya hal tersebut, disarankan pertama reclose untuk
PMT line (B1) yang terhubung langsung ke busbar baru kemudian PMT
tengah (AB) setelah PMT pertama berhasil masuk seperti terlihat pada
Gambar 0-31 dibawah ini.


A AB B1
SUTT
1 1

Gambar 0-31. Pola A/R pada 1½ PMT

Pengoperasian A/R lambat 3 fasa harus dikontrol oleh relai synchro check
atau relai lain (seperti rele daya) yang dapat berfungsi untuk memastikan
bahwa kondisi sinkron pada PMT yang akan reclose masih dipenuhi.

2.3.2.6 Kondisi Autoreclose tidak boleh bekerja


Autoreclose tidak boleh bekerja pada kondisi:
a. PMT dibuka secara manual atau beberapa saat setelah PMT ditutup
secara manual.
44
b. PMT trip oleh Circuit Breaker Failure (CBF) atau Direct Transfer Trip
(DTT).
c. PMT trip oleh proteksi cadangan (Z2, Z3, OCR/GFR).
d. PMT trip oleh Switch On To Fault (SOTF).
Bila relai proteksi SUTT tidak dilengkapi dengan fungsi SOTF, maka
perlu ditambahkan sirkit A/R blok untuk menunda fungsi A/R setelah
PMT dimasukan secara manual. Lama waktu tunda sirkit A/R blok akan
ditentukan kemudian.
e. PMT trip oleh out of step protection (bila ada pola out of step trip).

2.3.2.7 Kondisi Autoreclose tidak boleh diterapkan


a. SKTT (Saluran Kabel Tegangan Tinggi)
Pola autoreclose satu fasa dan tiga fasa tidak boleh diterapkan pada
SKTT, karena gangguan yang sering terjadi pada SKTT adalah
gangguan permanen.
b. SUTT yang tersambung ke Trafo dengan sambungan T dimana dititik C
tidak ada proteksi bay penghantar (Gambar 0-32).

Pola autoreclose tiga fasa tidak boleh diterapkan kecuali jika beban trafo
dilepas terlebih dahulu untuk menghindari energize trafo pada saat
berbeban.

Gambar 0-32. SUTT yang tersambung ke Trafo dengan sambungan T

2.3.3 AVR Trafo tenaga

A. KUALITAS PELAYANAN DAN MUTU TEGANGAN

Penampilan dari sistem distribusi tenaga listrik dan kualitas dari pada
pelayanan diantaranya terukur dari level tegangan yang dapat memuaskan
45
pelangganan, dalam kaitan pertimbangan ekonomi Perusahaan Listrik
tidak dapat memenuhi masing-masing pelanggan dengan suatu tegangan
yang konstant sesuai name plate tegangan pada peralatan yang dipunyai
pelanggan.

Terlihat pada Gambar 0-33, Nilai tegangan yang diterima oleh pelanggan
pada sirkuit distribusi akan bervariasi, pelanggan yang dekat dengan
sumber (First customers) akan merasakan tegangan dengan nilai
maksimum, sedangkan nilai tegangan minimum akan dirasakan oleh
pelanggan yang berada pada ujung sirkuit (Last rural customers).

Primary Rural

feeder Primary

First Last Last rural


customers customers customers
Gambar 0-33. Ilustrasi Penyebaran Tegangan pada Primary Feeder System
Radial

Standar kualitas tegangan yang ditentukan oleh pelanggan PT PLN


(Persero) adalah +5 % dan -10 % dari tegangan nominal.

Untuk mendapatkan tegangan sirkit distribusi dengan batasan yang


diijinkan, diperlukan suatu pengontrol tegangan, menaikan tegangan sirkuit
bila tegangan terlalu rendah dan menurunkannya bila tegangan terlalu
tinggi. Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan atau pengaturan
tegangan system distribusi. Beberapa cara tersebut antara lain:
 Menggunakan pengaturan tegangan Generator
 Aplikasi peralatan pengatur tegangan pada Gardu Distribusi
 Aplikasi Kapasitor pada Gardu Distribusi
 Balansing beban-beban pada feeder distribusi
 Menaikan ukuran penampang konduktor feeder distribusi
 Merubah feeder section dari single-phase ke multiphase
 Pemindahan beban pada feeder baru
 Install Gardu Induk dan Feeder baru
46
 Menaikan level tegangan primer
 Aplikasi pengatur tegangan di Gardu Hubung
 Aplikasi Kapasitor shunt atau seri pada primary feeder.

B. PENGATUR TEGANGAN PADA GARDU DISTRIBUSI

Pengatur Tegangan (Voltage Regulators) digunakan untuk mengatur


tegangan output dari Transformator untuk menjaga tegangan output tetap
konstan.

Terdapat dua tipe Voltage Regulator yaitu tipe induksi dan tipe step
regulators. Pada era sekarang ini tipe step regulator telah menggantikan
tipe induksi.

Tipe step voltage regulator pada dasarnya adalah suatu autotransformer


dengan beberapa tap atau step dalam belitan seri. Pada Transformator
tegangan tinggi Voltage Regulator tipe step pada umumnya dapat
dioperasikan dalam kondisi berbeban dan dikenal dengan sebutan On
Load Tap Changer (OLTC).

Hal yang sangat penting regulator dirancang untuk mengoreksi tegangan


fasa dari 10 percent menaikan (boost) ke 10 percent
menurunkan/melawan (buck) (+10 percent) dalam 32 step, dengan 5/8
percent perubahan tegangan per step. Catatan bahwa tegangan regulasi
secara penuh dengan range 20 percent, dengan perkataan lain jika 20
percent regulasi range dipenuhi oleh 32 step, maka ditemukan 5/8 percent
regulasi per step.

47

Anda mungkin juga menyukai