Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebelum era modern hingga saat ini, penyebab terbesar kematian manusia adalah
infeksi mikroorganisme terutama parasit. Penting untuk dapat mengidentifikasi
mikroorganisme penyebab dan memahami karakteristik dan pathogenesis dari penyakit
infeksi sehingga dapat menjadi dasar dalam menentukan obat anti parasite yang tepat. Hal
ini mengingat parasite dan sejenisnya memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain.
Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang berukuran sangat kecil
sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat bantuan. Mikroorganisme disebut juga
organisme mikroskopik. Mikroba biasa ditemukan di udara, air, tanah, lantai, meja, kulit,
dan dimanapun.Oleh karena itu mikroba memiliki kolerasi yang erat dan peranan penting
dengan kehidupan manusia. Mikroorganisme sebagai pemegang peranan penting didalam
epidemmiologi yang merupakan penyebab penyakit menular atau disebut juga agen
infeksi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan antimikroba, anti-virus dan anti parasit?
2. Apa saja penggolongan obat antimikroba ?
3. Apa saja penggolongan obat anti-virus ?
4. Apa saja penggolongan obat anti parasit ?
5. Bagaimana farmakodinamik, farmakokinetik, dosis dan efek samping obat ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan antimikroba, anti-virus dan anti parasit.
2. Agar mengetahui penggolongan obat antimikroba.
3. Agar mengetahui penggolongan obat anti-virus.
4. Agar mengetahui penggolongan obat anti parasit.
5. Untuk mengetahui farmakodinamik, farmakokinetik, dosis dan efek samping dari obat.

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Obat Antimikroba, Anti-virus dan Anti parasit


1. Obat Antimikroba
Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang
merugikan manusia. Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba,
terutama fungi yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain.
2. Obat Anti-virus
Obat yang digunakan untuk mengurangi dan menghambat atau mengurangi
berkembangnya virus di suatu hospes.
3. Obat Anti parasit
Parasitisme adalah suatu hubungan dimana spesies biologi hidup dalam
ketergantungan terhadap spesies lain seperti protozoa dan helmintes yang secara
umum disebut sebagai parasite. Obat parasite atau yang disebut antiparasit adalah
obat–obat yang digunakan untuk menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh
parasite. Penggolongan obat anti parasit :
a) Antihelmintik
Antihelmintik atau obat cacing adalah obat – obat yang dapat
memusnahkan cacing parasite yang ada dalam tubuh manusia.
b) Antiamubisid
Antiamubisid adalah obat – obat yang digunakan untuk mengobati
penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme bersel tunggal
(protozoa).
c) Antimalaria
Antimalaria adalah obat – obat yang digunakan untuk mencegah dan
mengobati penyakit yang disebabkan oleh parasite bersel tunggal
(protozoa) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk.
d) Antijamur
Anti jamur adalah obat – obat yang digunakan untuk mengobati penyakit
yang disebabkan oleh jamur.

2
B. Obat Antimikroba
Mekanisme kerja antimikroba
1) Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba. Antimikroba yang
termasuk dalam kelompok ini adalah sulfonamit, trimetoprim, asam p-
aminosalisilat atau pas dan sulfon. Dengan mekanisme kerja ini diperoleh efek
bakteriostatik. Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan
hidupnya. Berbeda dengan mamalia yang mendapatkan asam folat dari luar,
kuman pathogen harus mensintesis sendiri asam folat dari asam para amino
benzoate atau paba untuk kebutuhan hidupnya. Apabila sulfunamit atau sulfon
menang dalam bersaig dengan paba untuk diiukt sertakan dalam pembentukan
asam folat, maka terbentuk analog asam folat yang nonfungsional. Akibatnya
kehidupan mikroba akan terganggu berdasarkan sifat kompetisi, efek
sulfunamit dapat diatasi dengan meningkatkan kadar paba.
2) Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba. Antimikroba yang
termasuk dalam kelompok ini adalah sulfonamit, trimetoprim, asam p-
aminosalisilat atau pas dan sulfon. Dengan mekanisme kerja ini diperoleh efek
bakteriostatik. Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan
hidupnya. Berbeda dengan mamalia yang mendapatkan asam folat dari luar,
kuman pathogen harus mensintesis sendiri asam folat dari asam para amino
benzoate atau paba untuk kebutuhan hidupnya. Apabila sulfunamit atau sulfon
menang dalam bersaig dengan paba untuk diiukt sertakan dalam pembentukan
asam folat, maka terbentuk analog asam folat yang nonfungsional. Akibatnya
kehidupan mikroba akan terganggu berdasarkan sifat kompetisi, efek
sulfunamit dapat diatasi dengan meningkatkan kadar paba.
3) Antimikroba yang menggangu keutuhan membrane sel mikroba. Obat yang
termasuk dalam kelompok ini ialah polimiksin, golongan polien serta berbagai
antimikroba gemoterapeotik, umpamanya antiseptik sulface active agents.
Polimiksin sebagai senyawa ammonium-kuaterner dapat merusak membrane
sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membrane sel mikroba.
Polimiksin tidak efektif terhadap kuman gram positif karena jumlah fosfor ini
lebih rendah. Antibiotik polien bereaksi dengan struktur sterol yang terdapat
pada membrane sel fungus sehingga mempengaruhi permeabilitas selektif
membrane tersebut.bakteri tidak sensitive terhadap antibiotic polien, karena
tidak memiliki struktur sterol pada membrane selnya. Antiseptic yang

3
mengubah tegangan permukaan atau surface active agens, dapat merusak
permeabilitas selektif dari membrane sel mikroba. Kerusakan membrane sel
menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel mikroba
yaitu protein, asam nukleat, nukleotida, dan lain-lain.
4) Antimikroba yang menghambat sintesis protein mikroba. Obat yang termasuk
kelompok ini ialah golongan aminoklikosit, makrolit, lingkomisin, tetrasiklin
dan kloramfenikel. Untuk kehidupannya sel mikroba perlu mensintesis
berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom dengan bantuan
mRNA dan tRNA.
5) Antimikroba yang dapat menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba.
Antimikroba yang termasuk kelompok ini ialah rifampisin dan golongan
kuinolon. Yang lainnya walaupun bersifat antimikroba, karena sifat sitotok
sisitasnya, pada umumnya hanya digunakan sebagai obat anti kanker tetapi
beberapa obat dalam kelompok terakhir ini dapat pula digunakan sebagai
antivirus. Yang akan dikemukakan disinimekanisme kerja obat yang berguna
sebagai antimikroba, yaitu rifampisin dan golongan kuinolon. Rifampisin
adalah salah satu derifat rifamisin, berikatan dengan enzim polymerase RNA
sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Golongan
kuinolon menghambat enzim DNA girase pada kuman yang fungsinya menata
kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral sehingga bisa muat
dalam sel kuman yang kecil.
Efek samping
 Reaksi alergi
 Reaksi Idiosinkrasi
 Reaksi Toksik
 Perubahan Biologik dan Metabolik
Faktor penderita yang mempengaruhi Farmakodinamik dan Farmakokinetik
a) Umur orang yang berusia lanjut sering kali mengalami kemunduran
fungsi organ atau sistem tertentu, sehingga reaksi tubuh terhadap
pemberian obat berubah, baik dalam segi farmakodinamik maupun
farmakokpkinetik.
b) Kehamilan pemberian obat pada ibu hamil harus disertai pertimbangan
kemungkinan terjadinya efek samping pada ibu maupun janinibu hamil
umumnya lebih peka terhadap pengaruh obat tertentu, termasuk
antimikroba.

4
c) Genetik adanya perbedaan genetik pada ras dapat menimbukan perbedaan
reaksi terhadap obat.
d) Keadaan patologik tubuh hospes keadaan patologik tubuh hospes dapat
mengubah farmakodinamik dan farmakokinetik antimikroba tertentu.
Pada pemberian antimikroba sebaiknya selalu diperhatikan kemungkinan
adanya gangguan fungsi organ atau sistem tubuh, khususnya hati dan
ginjal, guna mendapatkan efek terapi yang lebih optimal.

C. Obat Anti-virus
1. Amantadin
Obat Amantadine merupakan obat yang dapat digunakan sebagai antivirus
dan antiparkinson. Obat ini diindikasikan untuk beberapa penyakit seperti
pengobatan dan terapi penyakit Parkinson serta beberapa jenis influenza A.
Efek Samping
a) Mual, muntah
b) Sakit kepala
c) Rasa mengantuk
d) Insomnia
e) Mulut kering
f) Depresi
g) Kegelisahan
h) Sulit Berkonsentrasi
Dosis pada Obat Amantadin
 Parkinson:
a. Oral: 100 mg dua kali sehari.
b. Pasien dengan penyakit serius atau 100 mg sekali sehari selama
≥1 minggu, kemudian tingkatkan menjadi 100 mg dua kali sehari
jika dibutuhkan.
c. Dosis dapat ditingkatkan sampai 400 mg sehari dalam dosis
terbagi pada pasien dengan syndrome parkinsonian
d. Dosis dapat ditingkatkan sampai 300 mg sehari dalam dosis
terbagi pada pasien dengan reaksi ektrapiramidal yang diinduksi
obat.
 Influenza A pada pasien dewasa :

5
a. Sebanyak 200 mg/hari atau sebanyak 100 mg/2 kali sehari.
b. Dosis bagi pasien yang mengalami CNS dapat diturunkan sampai
dengan 100mg/hari.
c. Pengobatan Amantadine harus dilakukan sesegera mungkin
(sebaiknya dalam kurun waktu 24 – 48 jam setelah timbulnya
gejala).
d. Pengobatan dilakukan terus menerus sampai dengan 5 hari atau
24- 48 jam setelah gejala hilang.
e. Untuk pasien anak-anak sebaiknya konsultasikan kembali ke
dokter untuk penggunaan dosis yang tepat.
2. Asiklovir
Acyclovir oral adalah obat yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi
akibat virus, seperti Varicella zoster dan Herpes simplex. Obat ini hanya berfungsi
untuk mengurangi risiko perkembangan dan penyebaran virus ke bagian tubuh
lain, serta meminimalisir kemungkinan virus kembali menginfeksi di masa
mendatang. obat ini dapat mengurangi tingkat keparahan dan lamanya infeksi,
mempercepat penyembuhan luka, mencegah pembentukan luka baru, serta
mengurangi nyeri atau rasa gatal akibat infeksi.
Efek samping
Beberapa efek samping yang bisa saja terjadi setelah mengonsumsi
acyclovir adalah:
 Diare
 Sakit perut, mual, atau kembung.
 Sakit kepala atau pusing.
 Demam
 Ruam gatal.
 Lelah.
 Mengantuk.
 Perubahan jumlah urine.
 Nyeri punggung atau pinggang.
 Perubahan suasana hati.
Dosis
 Infeksi Herpes Simpex Primer
a. Dewasa: 200 mg, dikonsumsi 5 kali sehari selama 5-10 hari

6
b. Dewasa dengan sistem kekebalan tubuh yang sangat lemah: 400 mg
sebanyak 5 kali dalam sehari.
c. Anak-anak < 2 tahun: separuh dosis orang dewasa.
 Infeksi Simpex Berulang
Dewasa: 800 mg per hari yang dibagi ke dalam 2-4 dosis.
 Perlindungan Herpes Simpex Bagi Pasien dengan Sistem Kekebalan
Tubuh Lemah. Dewasa: 200-400 mg, dikonsumsi 4 kali sehari.Anak-
anak di bawah 2 tahun: separuh dosis orang dewasa.
 Cacar Api (Herpes zoster/shingles)
Dewasa : 800mg dikonsumsi 5 kali dalam sehari.
 Cacar Air
a. Dewasa: 800 mg, dikonsumsi 4-5 kali sehari
b. Anak-anak di atas 2 tahun: 20 mg/kg berat badan, dikonsumsi 4 kali
sehari. Dosis maksimal adalah 800 mg.
 Herpes Simpex Untuk Pasien Kerusakan Ginjal
Kadar Kreatinin dibawah 10 : 200 mg dikonsumsi setiap 12 jam
 Cacar Air atau Cacar Api untuk Pasien dengan Kerusakan Ginjal
a. Kadar kreatinin dibawah 10 : 800 mg dikonsumsi setiap 12 jam.
b. Kadar Kreatinin 10-25 : 800mg dikonsumsi setiap 8 jam.
3. Gansiklovir
Ganciclovir adalah obat untuk mengatasi penyakit yang disebabkan oleh
infeksi cytomegalovirus (CMV), virus yang berasal dari keluarga virus herpes.
Jika virus ini menginfeksi retina mata (retinitis CMV), dapat menyebabkan
kebutaan. Selain mengobati, ganciclovir juga digunakan untuk mencegah
infeksi cytomegalovirus. Penyakit ini sering menyerang orang dengan daya tahan
tubuh yang lemah, misalnya penderita AIDS atau pasien pasca transplantasi organ.
Ganciclovir bekerja dengan cara memperlambat pertumbuhan dan penyebaran
virus CMV. Obat ini berbentuk suntik.
Efek samping
 Daerah yang disuntik menjadi bengkak, kemerahan, atau terasa sakit.
 Demam dan menggigil.
 Mual dan muntah.
 Diare.

7
 Gangguan fungsi ginjal yang menimbulkan gejala berupa berkurangnya
frekuensi buang air kecil, kaki atau pergelangan kaki bengkak, kelelahan,
dan sesak napas.
 Kelainan darah.
 Kejang.
 Gangguan penglihatan.
Dosis
 Pengobatan infeksi cytomegalovirus
a. Dosis awal : 5 mg/kgBB, tiap 12 jam sekali, selama 14-21 hari.
b. Dosis lanjutan : 5 mg/kgBB, sekali sehari, selama 7 hari. Atau 6
mg/kgBB, sekali sehari, selama 5 hari.
c. Obat akan diberikan melalui infus, selama 1 jam atau lebih.
 Pencegahan infeksi cytomegalovirus
a. Dosis awal : 5 mg/kgBB, tiap 12 jam sekali, selama 7-14 hari.
b. Dosis lanjutan : 5 mg/kgBB, sekali sehari, selama 7 hari. Atau 6
mg/kgBB, sekali sehari, selama 5 hari dalam seminggu.
4. Ribavirin
Obat ini adalah antivirus yang digunakan dalam kombinasi dengan
interferon untuk mengobati hepatitis C berkelanjutan. infeksi jangka panjang
hepatitis C menyebabkan pembengkakan hati yang dapat menyebabkan kondisi
hati yang serius seperti jaringan parut, kanker, dan kegagalan organ. Ribavirin
bekerja dengan mengurangi jumlah virus hepatitis C dalam tubuh Anda, yang
dapat membantu memulihkan hati Anda. Namun, obat ini bukan obat untuk infeksi
hepatitis C, dan tidak mencegah penyebaran Hepatitis C ke orang lain melalui
kontak seksual atau kontaminasi darah (misalnya, berbagi digunakan jarum).
Efek samping
 Masalah dengan penglihatan Anda
 Demam, menggigil, nyeri tubuh, gejala flu
 Sakit parah di perut bagian atas menyebar ke punggung, mual dan
muntah, detak jantung cepat
 Nyeri dada menusuk, mengi, merasa sesak napas
 Depresi berat, halusinasi, pikiran bunuh diri atau menyakiti diri sendiri
 Nyeri dada atau perasaan berat, nyeri menyebar ke lengan atau bahu,
mual, berkeringat, perasaan sakit umum

8
 Kulit pucat atau menguning, urine berwarna gelap, mudah memar atau
perdarahan, kebingungan, atau kelemahan yang tidak biasa
Dosis
Dosis 20mg/ml ke reservoir nebulizer khusus itu sebanding dengan 1.4
mg/kg BB perjam. Lama terapi 12-18 jam/hari ubtuk 3;7 hari.

D. Obat Anti Parasit


 Antelmintik (obat penyakit cacing)
1. Befenium Hidrodinaftoat
Befenium Hidrodinaftoat adalah senyawa amonium kuarterner berbentuk
kristal berwarna kuning pucat, rasa pahit dan sedikit larut dalam air.
Efek samping
Obat ini tidakmembutuhkan efek samping yang serius. Mual muntah
mungkin disebabkan karena adanya rasa pahit. Untuk mengurangi ini, obat
dilarutkan dalam air gula supaya manis. Informasi tentang keamanannya
pada wanita hamil tidak ada.
Dosis
 Dewasa : 5gr
 Anank-anak dengan BB kurang dari 22kg : 2,5gr
2. Dietilkarbamzim
Obat ini dipasarkan sebagai garam sitrat, berbetuk kristal, tidak berwarna,
rasanya tidak enak dan mudah larut dalam air.
Aktivitas antelmintik
Dietilkarbamazin menyebabkan hilangnya mikrofilaria W.bancofti, B.malayi
dan Loa loa dari peredarah darah dengan cepat. Ada 2 cara kerja obat ini
terhadap mikrofilaria; pertama,dengan cara menurunkan aktivitas otot,
akibatnya parasit seakan-akan mengalami paralisis, dan mudah terusir dari
tempatnya yang normal dalam tubuh hospes; kedua, menyebabkan
perubahan pada permukaan membran mikrofilaria sehingga lebih mudah
dihancurkan oleh daya pertahanan tubu hospes.
Farmakokinetik
Dietilkarbamazin cepat diabsorpsi dari usus. Setelah pemberian dosis
tunggal oral sebanyak 200-400 mg, kadar puncak dalam waktu 1-2 jam.
Distribusi obat ini merata ke seluruh jaringan, kecuali jaringan lemak. Dalam
waktu 30 jam obat diekskresi bersama urin, 70% dalam bentuk metabolitnya.

9
Efek samping
Dietilkarbamazin relative aman pada dosis terapi. Efek samping seperti
pusing, malaise, nyeri sendi, anoreksia dan muntah, hilang bila pengobatan
dihentikan. Sakit kepala, muntah dan gelisah yang terjadi pada pengobatan
ini dengan dietilkarbamazin, mungkin karena obat ini merangsang SSP.
Dietilkarbamazin dapat diserap oleh konjungtiva pada pemberian topical,
sehingga dapat membunuh mikrofilaria dalam cairan akuosa. Reaksi alergi
dapat timbul akibat langsung dari matinya parasite atau substansi yang
dilepaskan oleh mikrofilariayang hancur. Untuk mengurangi gejala alergi
dapat diberikan antihistamin atau kortikosteroid, terutama bila terjadi
komplikasi pada mata.
Sediaan dan posologi
Dietilkarbamazin tersedia dalam bentuk tablet 50, 200 dan 400 mg. Dosis
oral untuk dewasa dan anak-anak yang terkena infestasi W.bancrofti,
B.Malayi dan Loa-loa adalah 2 mg/kgBB 3 kali sehari setelah makan selama
10-30 hari (umumnya 14 hari). Untuk O.volvulus dianjurkan dosis awal 25
mg sehari selama 3 hari, dan dipertahankan selama 21 hari. Salah satu
penggunaan dietilkarbamazin adalah untuk pengobatan masal pada infestasi
W. brancofti.
3. Diklorofen
Obat ini dulu dipakai untuk teaniasis pada kucing dan anjing. Kemudian
ternyata bahwa obat ini berguna untuk infestasi T. saginata dan T. solium pada
manusia.
Daya antelmintik
Obat ini efektif untuk cacing pita besar yang terdapat pada manusia dan
hewan piaraan seperti kucing dan anjing. Setelah obat diberikan maka
skoleks terlepas dari mukosa usus, mati dan dicerna oleh usus, sehingga
segmen cacing yang matang susah atau sedikit ditemukan dalam tinja.
Posologi
Diklorofen tablet mengandung 0,5 g zat aktif yang diberi per oral tanpa
persiapan sebelumnya. Cara lain dengan dosis tunggal 6 g (anak 2-4 g) dua
hari berturut-turut. Untuk pengobatan masal pada orang dewasa, dapat
dberikan dosis tunggal 6-9 g.
Efek nonterapi dan kontraindikasi

10
Efek samping kolik, mual, muntah, diare yang berlangsung 4-6 jam. Kadang-
kadang timbul urtikaria, tetapi dapat hilang sesudah obat ini dihentikan
selama 24 jam. Obat ini dikontraindikasikan pada penderita penyakit hepar
dan bila efek penvahar tidak diinginkan seperti pada kehamilan tua, penyakit
yang disertai demam dan penyakit jantung berat.
4. Levamisol
Levamisol adalah isomer dari tetramisol yang memiliki efek antelmintik
sedangkan tetramisol merupakan derivate sintetik dari imdazatiazol.
Efek antelmintik
Obat ini meningkatkan frekuensi aksi potensial dan menghambat transmisi
neuromuscular cacing, sehingga cacing berkontraksi diikuti dengan paralis
tonik, kemudian mati. Dalam hal ini levamisol tampaknya bekerja dengan
memperbaiki mekanisme pertahanan seluler dan memacu pematangan
limfosit T.
Farmakokinetik
Pada pemberian oral, levamisol diserap dengan cara cepat dan lengkap.
Kadar puncak tercapai dalam waktu 1-2 jam sesudah pemberian dosis
tunggal. Distribusinya luas ke berbagai jaringan dan metabolismenya
ekstensif di hati. Waktu paruh levamisol kira-kira 4 jam dan metabolitnya 16
jam. Dalam waktu 24 jam, 60% obat diekskresi bersama urin sebagai
metabolit dan ekskresi seluruh obat memerlukan waktu 2 hari.
Efek samping
Dengan dosis rendah pada pengobatan askaris levamisol hanya
menyebabkan efek samping ringan pada saluran cerna dan SSP. Efek
samping lebih jelas bila levamisol digunakan dengan dosis tinggi untuk
imunoterapi misalnya berupa Flu-like syndrome dan agranulositosis yang
reversible.
Sediaan dan posologi
Levamisol tersedia sebagai levamisol hidroklorit dalam tablet 25, 40 dan 50
mg serta sirop 40 mg/5 ml. untuk askariasis dosis tunggal 50-150 mg pada
orang dewasa dan 3 mg/kgBB pada anak dapat memusnahkan 90-100%
parasite, sedangkan untuk cacing tambang belum ditemukan dosis yang
optimal.
5. Mebendazol

11
Mebendazol merupakan antelmintik yang paling luas spektrumnya.
Mebendazol berupa bubuk berwarna putih kekuningan, tidak larut dalam air, tidak
bersifat higroskopis sehingga stabil dalam keadaan terbuka dan rasanya enak.
Efek antelmintik
Mebendazol sangat efektif untuk megobati infestasi cacing gelang, cacing
kremi, cacing tambang dan T. trichiura, maka berguna untuk mengobati
infestasi campuran cacing-cacing tersebut. Mebendazol menyebabkan
kerusakan struktur subseluler dan menghambat sekresi asetilkolinesterase
cacing. Obat ini juga menghambat ambilan glukosa srcara ireversibel
sehingga terjadi pengosongan (deplesi) glikogen pada cacing.
Farmakokinetik
Mebendazol hamper tidak larut dalam air dan rasanya enak. Diekskresi
terutama lewat urin dalam bentuk utuh dan metabolit sebagai hasil
dekarboksilasi dalam tempo 48 jam. Juga ditemukan metabolitdalam bentuk
konyugasi yang diekskresi bersama empedu. Absorpsi mebendazole akan
meningkat bila diberikan bersama dengan makanan berlemak.
Efek nonterapi dan kontraindikasi
Tidak menyebabkan efek toksik sistematik mungkin karena absorpsinya
yang buruk sehingga aman diberikan pada penderita dengan anemia maupun
malnutrisi. Efek samping yang kadang-kadang timbul adalah diare dan sakit
perut ringan yang bersifat sementara. Mebendazol tidak dianjurkan pada
wanita hamil trimester pertama; juga penderita yang alergi mebendazol.
Indikasi
Mebendazol merupakan obat terpilih untuk enterobiasis dan trichuriasis
dengan angka penyembuhan 90-100% untuk enterobiasis pada dosis tunggal.
Mebendazol dosis tinggi tampaknya efektif untuk kista hidatid dan intestinal
capillariasis.
Sediaan dan posologi
Mebendazol tersedia dalam bentuk tablet 100 mg dan sirop 10 mg/ml. Dosis
pada anak dan dewasa sama yaitu 2x100 mg sehari selama 3 hari berturut-
turut untuk askariasis, trikurus dan infestasi cacing tambang.
6. Niklosamid
Obat yang mulai diperkenalkan tahun 1960 ini terpilih untuk mengobati
cacing pita pada manusia dan hewan.
Efek antelmintik

12
Niklosamid terutama efektif terhadap cacing pita (Cestoda). Efek
niklosamid mungkin terjadi dengan cara menghambat fosforilasi anaerobic
ADP yang merupakan proses pembentukan energy pada cacing.
Efek nonterapi
Niklosamid sedikit seklai diserap dan hamper bebas dari efek samping,
kecuali sedikit keluhan sakit perut. Bahkan cukup aman untuk penderita
hamil dan penderita yang dengan keadaan umum buruk (debilitated).
Niklosamid tidak mengganggu fungsi hati, ginjal dan darah, juga tidak
mengiritasi lambung.
Indikasi
Niklosamid merupakan obat terpilih untuk T. saginata, D. latum dan H.
nana. Untuk T. saginata tidak diperlukan pencahar, karena bahaya
sistiserkosis tidak ada.
Sediaan dan posologi
Niklosamid tersedia dalam bentuk tablet kunyak 500 mg yang harus dimakan
dalam keadaan perut kosong. Untuk orang dewasa diperlukan dosis tunggal
2 gram, sedangkan untuk anak dengan berat badan lebih dari 34 kg: 1,5 gram
dan anak dengan berat badan antara 11-34 kg: 1 gram.
7. Niridazol
Niridazol sebuah derivat nitritiazol, merupakan bubuk Kristal berwarna
kuning, tidak berbau dan tidak berasa, larut dalam air dan larutan organic.
Efek antiparasit
Niridazol sangat efektif pada S. haematobium, sehingga merupakan obat
terpilih untuk infestasi cacing ini.
Farmakokinetik
Pada pemberian oral, niridazol hamper diabsorpsi seluruhnya beberapa jam,
mengalami metabolism lintas awal di hati sehingga kadarnya dalam plasma
rendah. Kadar puncak plasma tercapai sesudah 6 jam. Ekskresinya terutama
dalam bentuk metabolit melalui urin dan tinja, yang menimbulkan warna
kehitaman dan berbau.
Efek nonterapi dan kontraindikasi
Efek samping lebih sering terjadi pada orang dewasa. Biasanya berupa
keluhan saluran cerna seperti anoreksi, sakir perut, diare. Keluhan ini akan
hilang bila pengobatan dihentikan. Berbagai gejala pada SSP dan gangguan

13
neuropsikiatri pernah dilaporkan terjadi. Anemia hemolitik dapat terjadi
pada penderita dengan defisiensi G6PD.
Niridazil dikontraindikasikan pada penderita dengan penyakit hati, gagal
jantung dan gangguan faal ginjal. Pada penderita epilepsy, psikosis dan
neurosis berat. Kerana adanya kemungkinan bersifat mutagenetik niridazol
tidak dianjurkan pada wanita hamil.
Sediaan dan posologi
Dosis untuk sistosomiasis pada orang dewasa dan anak adalah 25 mg/kgBB
terbagi dalam 2 pemberian, selama 5-7 hari. Obat ini belum terdapat di
pasaran Indonesia.
8. Oksamnikuin
Oksamnikun merupakan derivate tetrahidrokuinolin.
Efek antelmintik
Cara kerja obat ini belum diketahui, tetapi pada pengobatan dengan
oksamnikulin cacing akan berpindah dari pembuluh menseterika ke hati
dalam beberapa hari.
Farmakokinetik
Oksamnikuin segera diserap setelah oral. Adanya makanan dapat
menghambat absorpsi sehingga mengurangi kadar yang dicapai dalam
plasma. Metabolisme terjadi secara intensif, sehingga sebagian besar obat
diekskresi dalam bentuk metabolit bersama urin.
Efek nonterapi dan kontraindikasi
Pusing dan kantuk merupakan efek samping yang paling sering dilaporkan.
Kejang terjadi pada beberapa penderita terutama yang mempunyai riwayat
epilepsi karena itu obat dikontraindikasikan pada penderita epilepsy.
Oksamnikuin juga tidak dianjurkan pada penderita gagal jantung, gagal
ginjal dan wanita hamil.
Posologi
Karena nyeri local bila disuntikkan IM maka oksamnikuin diberikan per oral,
lebih baik sesudah makan. Di Brasil dianjurkan dosis tunggal 12-15
mg/kgBB; untuk anaka dengan berat kurang dari 30 kg dosisnya 20
mg/kgBB diberikan dalam 2 kali dengan interval 2-8 jam. Di Afrika
dianjurkan dosis total 15-60 mg/kgBB yang diberikan 1-3 hari.
9. Piperazin

14
Pengalaman klinik menunjukkan bahwa piperazin efektif sekali terhadap A.
lumbricoides dan E. vermicularis. Piperazin terdapat sebagai heksahidrat yang
mengandung 44% basa.
Efek antelmintik
Piperazin menyebakan blockade respons otot cacing terhadap asetilkolin
sehingga terjadi paralisis dan cacing mudah dikeluarkan oleh peristaltic usus.
Diduga cara kerja piperazin dengan mengganggu permeabilitas membrane
sel terhadap ion-ion yang berperan dalam mempertahankan potensial
istirahat, sehingga menyebabkan hiperpolarisasi dan supresi impuls spontan,
disertaiparalisis.
Farmakokinetik
Penyerapan piperazin melalui saluran cerna, baik. Sebagian obat yang
diserap mengalami metabolism, sisanya diekskresi melalui urin. Yang
diekskresi melalui urin sebanyak 20% dan dalam bentuk utuh. Obat yang
diekskresi lewat urin ini berlangsung selama 24 jam.
Efek nonterapi dan kontraindikasi
Piperazin memiliki batas keamanan yang lebar. Pada dosis terapi umumnya
tidak menyebabkan efek samping, kecuali kdanag-kadang nausea, vomitus,
diare dan alergi. Dosis letal menyebabkan konvulsi dan depresi pernapasan.
Piperazin dapat memperkuat efek kejang pada penderita epilepsy dan
gangguan faal hati dan ginjal. Pemberian obat ini pada penderita malnutrisi
dan anemia berat, perlu mendapatkan pengawasan ekstra. Karena piperazin
menghasilkan nitrosamine, penggunanaannya untuk wanita hamil hanya
kalau benar-benar perlu atau kalau tak tersedia obat alternatif.
Sediaan dan posologi
Piperazin sitrat tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan sirop 500 mg/5 ml,
sedangkan piperazin tartrat dalam tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis dewasa
pada askariasis adalah 3,5 g sekali sehari. Dosis pada anak 75 mg/kgBB
(maksimum 3,5 g) sekali sehari. Obat diberikan 2 hari berturut-turut.
10. Pirantel pamoat
Pirantel dipasarkan sebagai garam pamoat yang berbentuk Kristal putih,
tidak larut dalam alcohol maupun air, tidak berasa dan bersifat stabil.
Efek antelmintik
Pirantel pamoat terutama digunakan untuk memberantas cacing gelang,
cacing kremi dan cacing tambang. Pirantel pamoat dan analognya

15
menimbulkan dipolarisasi pada otot cacing dan meningkatkan frekuensi
impuls, sehingga cacing mati dalam keadaan spastis.
Farmakokinetik
Absorpsinya melalui usus tidak baik dan sifat ini memperkuat efeknya yang
selektif pada cacing.
Efek nonterapi dan kontraindikasi
Efek samping pirantel pamoat jarang, ringan dan bersifat sementara,
misalnya keluhan saluran cerna, demam dan sakit kepala. Penggunaan obat
ini pada wanita hamil dan anak usia dibawah 2 tahun tidak dianjurkan, karena
studi untuk ini belum ada. Tidak boleh digunakan bersama piperazin.
Indikasi
Pirantel pamoat merupakan obat terpilih untuk askariasis, ankilostomiasis,
enterobiasis dan strongiloidiasis. Dengan dosis tunggal angka
penyembuhannya cukup tinggi.
Sediaan dan posologi
Pirantelpamoat sedia dalam bentuk sirop berisi 50 mg pirantel basa/ml serta
tablet 125 mg dan 250.
11. Prazikuantel
Prazikuantel merupakan derivate pirazinoisokuinolin, yang dikembangkan
sejak tahun 1972 setelah diketahui memiliki efek antelmintik. Prazikuantel
berbentuk Kristal tidak berwarna dan rasanya pahit.
Efek antelmintik
Kerjanya cepat melalui 2 cara : (1) pada kadar efektif terendah menimbulkan
peningkatan aktivitas otot cacing karena hilangnya Ca ion intrasel sehingga
timbul kontraktur dan paralisis spastik yang sifatnya reversible, yang
mungkin mengakibatkan terlepasnya cacing dari tempatnya yang normal
pada hospes; (2) pada dosis terapi yang lebih tinggi prazikuantel
mengakibatkan vakuolisasi tegumen cacing, sehingga isi cacing keluar,
mekanisme pertahanan tubuh hospes dipacu dan terjadi kehancuran cacing.
Farmakokinetik
Metabolism obat berlangsung cepat melalui proses hidroksilasi dan
konyugasi sehingga kadar metabolit dalam plasma kira-kira 100 kali kadar
prazikuantel dan waktu paruhnya 1,5 jam.
Efek samping

16
Sakit perut, anoreksia, sakit kepala dan pusing dapat timbul segera setelah
pemberian obat; efek samping ini ringan sementara, dan timbulnya
berhubungan dengan besar dosis. Sebaiknya jangan diberikan pada wanita
hamil trimester I dan wanita menyusui. Hati-hati memberikan obat ini pada
penderita yangdiberikan pada wanita hamil trimester I dan wanita menyusui.
Hati-hati memberikan obat ini pada penderita yang memerlukan
kewaspadaan untuk tugas sehari-hari.
Posologi
Dosis dewasa dan anak di atasa umur 4 tahun. Untuk infestasi S.
haematobium dan S. mansoni diberikan dosis tunggal 20 mg/kgBB yang
diulangi lagi sesudah 4-6 jam. Prazikuantel merupakan obat terpilih untuk 3
jenis skistosoma. Dosis yang dinajurkan adalah 3x sehari 20 mg/kgBB
selama 1 hari.
Taenia. Untuk S. saginata dosisnya 10 mg/kgBB.
Neurocysticercosis. Dosis yang dianjurkan 50 mg/kgBB sehari yang terbagi
dalam 2-3 dosis selama 15 hari dan disertai pemberian steroid untuk untuk
meringankan reaksi inflamasi di otak.
H. nana. Dosis yang dianjurkan 25 mg/kgBB sebagai dosis tunggal. Kalau
perlu terapi ulangan dapat diberikan. Untuk clonorchiasis dosis yang
dianjurkan adalah 3x sehari 25 mg/kgBB selama 1 hari dan untuk
opsthorchiasis dosis yang dianjurkan adalah 3x sehari 25 mg/kgBB selama
2 hari.
12. Tetrakloretilen
Tetrakloretilen ialah suatu hidrokarbon yang tidak jenuh yang
mengalami halogenasi. Senyawa ini merupakan zat cair, tidak berwarna dan
berbau eteris. Obat ini mudah rusak karena panas dan harus disimpan dalam
tempat gelap dan dingin.
Efek antelmintik
Tetrakloretilen menyebabkan kelumpuhan pada cacing sedemikian
sehingga dapat terlepas dari tempat menempelnya di mukosa usus dan
kemudian dikeluarkan dengan pencahar dalam keadaan hidup sebelum
sempat melekat kembali pada usus.
Farmakokinetik
Penyerapan melalui usus sedikit sekali tetapi dapat meningkat bila terdapat
banyak lemak dalam usus. Ekskresi sebagian besar terjadi melalui paru.

17
Efek nonterapi dan kontraindikasi.
Obat ini dapat menyebabkan perasaan panas dalam lambung, enek dan
muntah. Efek sentral dapat menimbulkan gejala seperi sakit kepala, vertigo,
inebriation, sampai koma. Oleh karena itu penderita harus istirahat selama
4 jam sesudah pemberian obat. Penderita dengan anemia hebat dapat
mengalami kolaps selama pengobatan, terutama bagi yang diberikan
pencahar. Obat ini lebih baik diberikan pada anak kecil yang sakit keras
dan pada penderita penyakit hati (degenarasi lemak).
Indikasi
Satu-satunya indikasi tetrakloretilen adalah infestasi cacing tamabng,
terutama N. americanus. Ankylostoma duodenale lebih resisten dan
mungkin hanya 25% penderita sembuh pada pengobatan tunggal.
Posologi
Obat ini diberikan oral dengan dosis tunggal 0,12 ml/kgBB dengan
maksimum 5 ml. pada umumnya dosis tunggal dapat mengeluarkan
sebagian besar cacing, tetapi terapi ulangan dua kali atau lebih dengan
interval 4 hari biasanya diperlukan untuk pembasmian total.
13. Tiabendazol
Tiabendazol merupakan antelmintik berspektrum lebar dan efektif untuk
mengobati infestasi berbagai nematode pada manusia. Daya larutnya tergantung
pH. Bila suasana sedikit asam atau basa, senyawa ini mudah larut.
Efek antelmintik
Tiabendazol mempunyai daya antelmintik yang luas, efektivitasnya tinggi
terhadap strongiloidiasis, askariasis, oksiuriasis dan larva migrans kulit;
berguna untuk mengobati trikuriasis dan trikinosis akut.
Farmakologi
Tiabendazol cepat diserap melalui usus dan kadar puncak obat ini dalam
darah dicapai dalam waktu 1 jam.
Efek nonterapi
Obat ini memberikan efek samping anoreksia, mual, muntah dan pusing.
Dalam frekuensi yang lebih rendah juga terjadi diare, nyeri epigastrium,
sakit kepala, pusing, lelah dan kantuk.
Indikasi
Obat ini sebaiknya tidak digunakan lagi untuk mengobati askaris, trikuris,
cacing tambang dan cacing kremi, sebab obat alternative yang lebih aman

18
sudah ada, kecuali obat tersebut tidak tersedia. Obat ini hanya
menghancurkan sebagian saja dari larva yang bermigrasi ke otot.
Sediaan dan posologi
Dosis standard yang dianjurkan 2 x 25 mg/kgBB (maksimum 1 ½ gram).
Pemberian obat sehabs makan dan preparat berbentuk tablet, hendaknya
dikunyah dengan baik. Untuk S. stercoralis dosis yang dianjurkan 2 x 25
mg/kgBB selama 2 hari. Untuk cutaneous larva migrans dosis yang
dianjurkan 2 x 25 mg/kgBB selama 2-5 hari.
Untuk trikinosis dosis yang dianjurkan 2 x 25 mg/kgBB selama 2-5 hari.
Untuk visceral larva migrans dosis yang dianjurkan 2 x 25 mg/kgBB
selama 7 hari.
Tiabendazol tersedia sebagai tablet 500 mg dan sirop berisi 100 mg/ml.
14. Albendazol
Obat yang diberikan per oral . diteliti khasiatnya untuk pengobatan
penyakit hydatid.
Farmakokinetik
Pada pemberian obat per oral obat ini diserap dengan cepat oleh usus . obat
ini di metabolisir terutama menjadi albendazol sulfoksida dalam urin dapat
dimonitor dan menjadi pegangan untuk menentukan dosis obat.
Farmakodinamik
Obat ini bekerja dengan cara memblokir pengambilan glukosa oleh larva
maupun cacing dewasa , sehingga persediaan glikogen menurun dan
pembentukan ATP berkurang , akibatnya parasit (cacing) akan mati. Obat
ini memiliki khasiat membunuh larva N. americanus dan juga dapat
merusak telur cacing gelang, tambang dan trikuris.
Indikasi
Untuk infeksi cacing kremi, cacing tambang dan cacing askaris atau trikuris
. dosis dewasa dan anak umur diatas 2 tahun adalah 400 mg dosis tunggal
bersama makan. terapi hendaknya diulangi 2 minggu. untuk penyakit
hydatid dosis yang dianjurkan 800 mg per hari selama 1 bulan dan diulangi
2 sampai 3x, dan selama pengobatan kadar abendazol sulfoksida dalam
darah hendaknya dimonitori.
Efek samping
Untuk penggunaan 1-3 hari aman . efek samping berupa nyeri ulu hati,
diare, sakit kepala , mual, lemah, dizzines, insomnia. Pada pengobatan

19
penyakit hydatid dilaporkan timbulnya efek samping berupa : alopecia,
leukimian yang reversible dan analfilaksis.
Kontraindikasi
Pada anak yang berumur kurang dari 2 th, wanita hamil dan sirosis hati.
15. Ivermektin
Obat ini terbukti merupakan obat terpilih untuk mengobati onchocerciasis.
Farmakokinetik
Ivermektin dihasilkan melalui fermentasi dari Streptomyces avermitilis .
ekresinya sebagian besar lewat feses dan 2% lewat urin. Tak dapat
melewati sawar (otak).
Farmakodinamik
Cara kerja obat ini yakni memperkuat peranan GABA pada proses
transmisi disaraf tepi sehingga cacing mati di keadaan paralysis . tak
menyebabkan paralysis pada hospes .
Penggunaan
Dosis tunggsl sebesar 200 mcg/kgBB, obat ini efektifitasnya untuk
membrantas mikrofilaria di jaringan kulit dan rongga mata bagian depan,
tetapi ivermektin kerjanya lebih lambat dan menyebabkan reaksi sistemik
dan reaksi thdp mata yang lebih ringan .
Efek samping
Dapat berupa demam, pruritus, sakit otot dan sendi ,sakit kepala, hipotensi,
nyeri di kelenjar limfe.
Kontraindikasi
Pada wanita hamil, jangan diberikan bersama-sama barbiturate,
benzodiazepine, dan asam valproate.

 Amubisid (anti amuba)


Berdasarkan tempat kerjanya amubisid dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Amubisid jaringan : obat yang bekerja pada dinding usus, hati dan
jaringan ekstra intestinal lainnya . yang termasuk golongan ini adalah
dehidroemetin, emetin , klorokuin .
b. Amubisid luminal : bekerja dalam usus dan disebut juga amubisid
kontak. Yang termasuk golongan ini adalah diyodohidroksikuin,
yoyokhlorhidroksikuin, kiniofon, glikobiarsol, karbarson, emetin
bismuth yodida,vklefamid, diloksanid furoat dan beberapa antibiotic .

20
c. Amubisid yang bekerja pada lumen usus dan jaringan seperti
Metronidazol.
1. Emetin
Obat ini membunuh amuba in vitro . dan digunakan pengobatan
amubasis. Emetin hidrokloroid merupakan Kristal putih kekuning-kuningan
dan mudah larut dalam air juga alcohol. Obat ini sangat iritatif pada selaput
lendir.
Farmakologi
Emetin membunuh E. histolytika secara langsung dan lebih efektif
terhadap bentuk motil dari pada bentuk kista.Untuk membunuh kista
diperlukan dosis yang besar yang sering menimbulkan efek samping.
Emetin menghambat sintesa protein sel-sel eukariotik dengan jalan
menghambat perpindahan ribosom sepanjang m-RNA.
Farmakokinetik
Emetin diserap baik dari tempat suntikan , kemudian di metabolisme dan
di ekskresi secara lambat. Sehingga emetin sudah ditemukan di urin 20-40
menit stelah suntikan dan masih dapat di temukan 40-60 hari setelah
penggobatan dihentikan .
Efek samping dan Kontraindikasi
a. Reaksi Lokal Sesudah suntikan emetin IM maupun SK sering timbul
rasa sakit , nyeri tekan , kekakuan dan kelemahan otot stempat akibat
terjadinya miositis.pada suntikan SK kadang-kadang terjadi eksem
local atau purpura pada kulit. Emetin tidak diberikan secara oral karena
sangat merangsang saluran cerna.
b. Reaksi Sistemik Reaksi ini merupakan efek toksik yang terjadi karena
kumulasi obat pada penggunaan berulang selang waktu pendek .
reaksinya terhadap saluran cerna , otot rangka, dan system
kardiovaskular. Manifestasi pada saluran cerna berupa diare, mual,
muntah. Gejala saluran cerna ini dapat hilang sendiri walaupun
pengobatan diteruskan tetapi adakalanya gejala menghebat sehingga
pengobatan harus dihentikan . Emetin harus digunakan secara hati-hati
pada penderita usia lanjut/lemah, dan sebaiknya jangan digunakan
pada wanita hamil. Emetin tidak boleh digunakan pada penderita
prnyakit jantung atau penyakit ginjal organis kecuali orang tersebut

21
menderita ambubiasis hati dab abses amuba. Tidak boleh diberikan
pada anak-anak.
Indikasi
Pengobatan utama emetin adalah untuk mengobati amubiasis. Penggunaan
emetin pada amubiasis intestinal hanyalah untuk penderita diare berat
penderita disentri amuba akut atau pada eksaserbasi akut desentri amuba
kronikyang tidak responsive terhadap obat lain.
Sediaan dan posologi
Emetin HCI tersedia dalam bentuk larutan yang mengandung 20, 30, 60 mg
per ampul untuk pemberian IM . obat ini tidak boleh diberikan secara IV
karena sangat berbahaya dan tidak lebih efektif . dosis pada orang dewasa
60mg sehari, pada anak diberikan berdasarkan BB , dosis anak seperti
dewasa hanya pemberian dibagi 2 per harinya.
2. Derivat 8-Hidrosikuinolin
Beberapa derivate 8-hidroksikuinolin yang berperan dalam pengobatan
amubiasis ialah diyodohidroksikuin (iodokuinol), yodoklorhidroksikuin
(iokuinol), broksikuinolin dan kiniofon.
Farmakologi
Golongan obat ini memperlihatkan efek amubisid langsung, tetapi
mekanisme kerjanya belum jelas. Hanya bekerja terhadap amuba dalam
lumen usus dan tidak efektif untuk abses amuba atau amubiasis hati. Obat
golongan ini efektif untuk penderita pembawa kista, tetapi untuk desentri
amuba akut, efektivitasnya sangat rendah.
Farmakokinetik
Setelah pemberian secara oral, sebagian obat akan diserap. Pada manusia,
seperempat dari jumlah yodoklorhidroksikuin dalam bentuk glukuroidnya.
Efek samping dan kontreindikasi
Efek samping terpenting dari kliokuinol ialah subacute myelo-optic
neuropathy (SMON). Kelainan ini banyak dijumpai di Jepang, tetapi di
daerah lain relatif jarang. SMON biasanya dimulai dengan nyeri perut dan
diare persisten. Kemudian timbul gangguan sensorik bilateral seperti
paresthesia dan disestesia terutama pada bagian distal kaki.
Selain SMON efek lain yang mungkin timbul ialah furunkulosis
(toksikoderma yodium), menggigil, demam, dermatitis, rasa gatal, iritasi
anus, gangguan saluran cerna dan sakit kepala. Obat ini

22
dikontraindikasikan pada penderita dengan gangguan faal hati dan
intoleransi yodium. Pada beberapa penderita, dapat terjadi pembesaran
kelenjar tiroid.

Indikasi
Merupakan obat yang baik untuk pengobatan pembawa amuba dan dapat
pula digunakan untuk pengobatan ambulatoar dan terapi masal.
Penggunaan pada anak untuk diare kronik yang tidak jelas, tidak dianjurkan
karena dapat menimbulkan neurotoksisitas yang berat. Selain untuk
amubiasis intestinal, lodokuinol juga merupakan obat pilihan utama untuk
carrier amubiasis. Obat ini juga efektif pada pengobatan infeksi
Dientamoeba fragilis, balantidiasis dan lambiasis yang telah resisten
terhadap pengobatan kuinakrin.
Sediaan dan posology
Di Indonesia kliokuinol yang semula sangat popular sebagai antidiare (pil
Ciba), telah ditarik dari peredaran pada tahun 1989, karena efektivitasnya
pada diare akut tidak ada padahal obat ini berpotensi menimbulkan SMON
(subacute myeloopthtalmp neuropathy).
3. Metrodinazol
Metronidazol ialah (1 β- hidroksi-etil)-2-metil-5-nitroimidazol yang
berbentuk Kristal kuning muda dan sedikit larut dalam air atau alcohol.
Farmakologi
Metronidazol memperlihatkan daya amubisid langsung. Sampai saat ini
belum ditemukan amuba yang resisten terhadap metronidazole.
Farmakokinetik.
Absorpsi metronidazole berlangsung dengan baik sesudah pemberian oral.
Waktu paruhnya berkisar antara 8-10 jam. Pada beberapa kasus terjadi
kegagalan karena rendahnya kadar sistemik. Ini mungkin disebabkan oleh
absorpsi yang buruk atau metabolism yang terlalu cepat. Obat ini diekskresi
melalui urin dalam bentuk asal dan bentuk metabolit hasil oksidasi dan
glukurodinasi.
Efek samping dan kontraindikasi
Efek samping hebat yang memerlukan penghentian pengobatan
jarang ditemukan. Efek samping yang paling sering dikeluhkan ialah sakit

23
kepala, mual, mulut kering dan rasa kecap logam. Muntah, diare dan
spasme usus jarang dialami. Lidah berselaput, glossitis dan stomatitis dapat
terjadi selama pengobatan dan ini mungkin berkaitan dengan moniliasis.
Metronidazol ialah suatu nitroimidazol, sehingga ada kemungkinan
dapat menimbulkan gangguan darah. Pemberian metronidazol untuk jangka
lebih dari 7 hari hendaknya dengan disertai dengan pemeriksaan leukosit
secara berkala, terutama pada penderita usia muda atau penderita dengan
daya tahan rendah. Bila ditemukan ataksia, kejang atau gejala susunan saraf
pusat yang lain, maka pemberian obat harus segera dihentikan. Namun
penggunaan pada trimester pertama kehamilan tidak dianjurkan, bahkan
bila mungkin untuk semua tingkat kehamilan, sampai diperoleh data
keamanan yang lebih lengkap. Dosis metronidazole perlu dikurangi pada
pasien dengan penyakit obstruksi hati yang berat, sirosis hepatis dan
gangguan fungsi ginjal yang berat.
Indikasi
Metronidazole efektif untuk amubiasis intestinal maupun
ekstraintestinal. Namun efeknya lebih jelas pada jaringan, sebab sebagian
besar metronidazole mengalami penyerapan di usus halus. Karena itu
pemberian metronidazole sebagai obat tunggal pada ambuasis intestinal
sering disertai frekuensi relaps yang cukup tinggi. Untuk amubiasis
intestinal dianjurkan pemberian metronidazole.
Pada abses hati, dosis yang digunakan sama besar dengan dosis yang
digunakan untuk disentri amuba, bahkan dengan dosis yang lebih kecil telah
dapat diperoleh respons yang baik. Meskipun metronidazole efektif untuk
abses hati, namun aspirasi abses tetap diperlukan.
Metronidazole juga digunakan untuk colitis pseudomembranosa
yang disebabkan oleh Clostridium difficile tetapi vankomisin merupakan
obat terpilih.
Sediaan dan posology
Metronidazol Tersedia dalam bentuk tablet 250 dan 500 mg;
suspense 125 mg/5 ml dan tablet vagina 500 mg. untuk amubiasis, dosis
oral yang digunakan ialah 3x 750 mg/hari selama 5-10 hari. Sedangkan
untuk anak ialah 35-50 mg/kg BB/hari.
4. Klorokuin

24
In vitro, menunjukkan budaya amubisid lebih besar terhadap trofozoid
dibandingkan dengan golongan oksikuinolin berhalogen dan karbarson, tetapi
lebih kecil daripada emetin. Klorokuin banyak ditimbun dalam hati hewan coba
dengan kadar beberapa ratus kali kadar dalam plasma, maka klorokuin
digunakan untuk pengobatan amubiasis hati.
Klorokuin tidak bermanfaat untuk amubiasis intestinal, karena
penyerapannya hamper sempurna sehingga kadar yang terdapat di kolon sangat
rendah. Hasil pengobatan dengan klorokuin seringkali sama cepat dan lengkap
seperti emetin, bahkan kadang-kadang klorokuin memberikan hasil yang baik
pada kasus yang gagal dengan emetin.
Apabila kelainan hati disebabkan oleh amuba maka dengan pemberian
klorokuin segala keluhan dan gejala yang berhubungan dengan hati cepat
hilang. Klorokuin digunakan untuk amubiasis hanya bila metronidazole tak
berhasil atau ada kontraindikasi dalam penggunaannya.
5. Amubisid Lainnya
a) Senyawa Arsen
Obat ini digunakan untuk amubiasis intestinal akut maupun kronik,
tetapi tidak efektif untuk desentri yang berat. Namun dengan ditemukannya
obat lain yang lebih efektif dan lebih aman, sediaan arsen ini hamper tidak
digunakan lagi.
b) Diloksanid Furoat
Diloksanid furoat adalah derivate dikloro-asetamid, merupakan bubuk
Kristal putih yang hamper tidak larut air.
Farmakologi
Diloksanid merupakan hasil substitusi asetanilid. Obat ini efektif untuk
mengobati penderita dengan kista, tetapi relative tidak efektif untuk
pengobatan amubiasis intestinal akut karena rendahnya kadar obat di
tempat infeksi.
Farmakokinetik
Pada hewan coba absorpsi melalui saluran cerna berlangsung cepat.
Kadar puncak dalam darah dicapai dalam waktu satu jan dan menurun
sesudah 6 jam. Ekskresinmelalui urin dalam waktu 48 jam sebanyak 60-
90% dan sebagian yaitu 4-9% melalui feses.
Efek Samping

25
Efek samping yang berat belum atau tidak ditemukan. Sering timbul
keluhan saluran cerna yang ringan misalnyameteorismus, flatus dan
muntah.
Indikasi.
Beberapa peneliti beranggapan bahwa diloksanid furoat merupakan obat
terpilih untuk pengobatan pembawa amuba dan bila diberikan bersama
obat lain yang tepat, merupaka obat terpilih untuk amubiasis
ekstraintestinal.
Sediaan dan Pasologi
Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 500 mg dan diberikan secara oral
dengan dosis 3 kali sehari 1 tablet selama 10 hari.
c) Antibiotik
Beberapa antibiotic berguna untuk pengobatan amubiasis intestinal,
misalnya eritromisin, paromomisin dan beberapa jenis tetraksiklin. Derivate
tetraksiklin yang paling sering digunakan ialah tetraksiklin, klortetraksiklin
dan oksitetrasiklin.
Paramomisin termasuk golongan aminoglikosid yang berasal dari
Streptomyces rimosus dan bersifat amubisid secara in vitro maupun in vivo.
Obat ini bekerja langsung terhadap amuba, tetapi juga bersifat antibakteri
terhadap organisme normal maupun pathogen dalam usus. Setelah pemberian
oral, hanya sedikit yang diabsorps. Efek sampingnya terbatas pada keluhan
saluran cerna termasuk diare. Seperti aminoglikosid lain paromomisin sangat
toksik terhadap ginjal. Paromomisin juga efektif untuk pengobatan teaniasis.
d) Klefamid (Klorfenoksamid)
Obat ini digunakan untuk pengobatan amubiasis intestinal akut atau
kronik. Sediaannya berupa tablet 250 mg dan dosis 1,5 g/hari yang diberikan
selama 40 hari. Dosis dapat ditingkatkan menjadi 2,25 g/hari. Efek samping
biasanya berupa keluhan ringan pada saluran cerna, misalnya rasa kembung,
mual, nyeri perut dan diare.
e) Pemilihan Obat Amubiasis
Pengobatan amubiasis dinyatakan berhasil bila pada pemeriksaan
laboratorium berkala selama 6 bulan tidak ditemukan lagi adanya amuba
bentuk histolycta dan kista. Untuk memperoleh keadaan tersebut perlu
dicegah terjadinya infeksi ulang dan ini dapat dilaksanakan dengan pemberian

26
amubisid yang bekerja sekaligus di jaringan dan lumen usus disertai dengan
peningkatan hygiene perorangan dan kesehatan lingkungan.

 Obat Malaria
 Secara klinis dikenal dengan 3 macam penyakit malaria.
a. Malaria tropika yang disebabkan oleh P.falciparum cenderung menjadi
akut, tetapi bila cepat diobati, hasil pengobatan memuaskan.
b. Malaria tersiana yang penyebabnya P.vivax cenderung menjadi kronis
karena memiliki fase eritrosit dan eksoeritrosit.
c. Malaria kuartana yang disebabkan oleh P.malaria dan terdapat di Afrika
Barat banyak disertai dengan sindrom nefrotik.
 Dasar Biologi Infeksi
Manusia merupakan hospes antara tempat plasmodium mengadakan
skizogoni (siklus aseksual), sedangkan nyamuk Anopheles merupakan
vector dan hospes definitive tempat terjadinya siklus seksual dan
reproduksi yang dilengkapi dengan sprogoni. Pada manusia parasite ini
hidup dalam sel tubuh (fixed tissue cells) dan sel darah merah.
 Siklus Aseksual
Infeksi malaria alami terjadi dengan masuknya sporozoit melalui
gigitan nyamuk anifeles betina yang terinfeksi parasit. Dengan masuknya
sporozoit ini dimulailah siklus aseksual plasmodium. Sporozoit ini segera
hilang dari sirkulasi darah dan menetap di sel parenkim hati untuk
bermultiplikasi dan berkembang menjadi skizon jaringan. Bagian siklus ini
dikenal sebagai fase preeritosit atau eksoeritrosit, dan berlangsung selama
5-16 hari tergantung dari jenis plasmodium.
 Siklus Seksual
Sebagian merozoit berdiferensiasi menjadi gamet jantan dan betina
yang berpindah ke nyamuk pada saat nyamuk menggigit pasien dengan
demikian siklus seksual dimulai. Pembuahan terjadi dalam usus nyamuk.
Zigot yang terjadi berkembang menjadi sporozoit, berpindah ke kelenjar
ludah nyamuk, dan menginfeksi manusia lain melalui gigitan nyamuk.
 Klasifikasi Antimalaria.
Berdasarkan kerjanya pada tahapan perkembangan plasmodium,
antimalarial dibedakan atas skinzotosid jaringan dan darah; gametosid dan
sporontosid. Untuk mengendalikan serangan klinik digunakan skizontosid

27
darah yang bekerja terhadap merozoit di eritrosit (fase eritrosid). Dengan
demikian tidak terbentuk skizon baru dan tidak terjadi penghancuran
eritrosit yang menimbulkan gejala klinik. Contoh obat ini : klorokuin,
kuinin, dan meflokuin. Pengobatan supresi ditujukan untuk menyingkirkan
semua parasite dari tubuh pasien dengan memberikan skizontosid darah
dalam waktu lama lebih dari masa hidup parasite. Pengobatan radikal
dimaksudkan untuk memusnahkan parasite dalam fase eritrosit dan
elsoeritrosit. Pengobatan seperti ini ditujukan pada pasien yang kambuh
setelah meninggalkan daerah endemic.
1. Klorokuin dan Turunannya
Klorokuin (7-kloro-4-(4 dietilamino-1-metil-butil-amino) kuinolin ialah
turunan 4-aminokuinolin yang ditemukan dalam usaha mencari antimalarial
yang kurang toksik dibandingkan dengan kuinakrin. Zat ini merupakan senyawa
difosfat berupa Kristal putih yang pahit, larut baik dalam pH asam tetapi kurang
pada pH netral atau basa. Klorokuin mempunyai gugus aktif yang sama dengan
kuinarkin tetapi intiklorokuin ialah kuinolin dan obat ini tidak mengandung
gugus metoksi.
Farmakodinamik
Selain sebagai antimalarial, obat ini juga memperlihatkan efek antiradang.
Efek ini dimanfaatkan dalam pengobatan Artritis Reumatoid dan Lupus
Eritematosus Diskoid. Obat ini memperlihatkan peninggian ambang
rangsang otot papilaris kucing tetapi klorokuin hanya sedikit
memperlambat kecepatan konduksi. Aktivitas antimalaria: klorokuin hanya
efektif terhadap parasite dalam fase eritrosid, sama sekali tidak efektif
terhadap parasite di jaringan. Mekanisme kerja obat ini diduga
berhubungan dengan sintesis asam nukleat dan nucleoprotein dengan
menghambat DNA dan RNA Polimerase.
Farmakokinetik
Absorbsi klorokuin setelah pemberian oral menjadi lengkap dan cepat. Dan
makanan mempercepat absorbsi ini. Klorokuin lebih banyak diikat di
jaringan pada hewan dalam organ hati, limfe, ginjal. Metabolism klorokuin
dalam tubuh berlangsung lambat melalui ekskresi urine.
Efek Samping dan Kontrak Indikasi
Dibandingkan dengan kuinarkin, klorokuin kurang toksik. Efek
samping yang mungkin ditemukan pada pemberian klorokuin ialah sakit

28
kepala ringan, gangguan pencernaan, gangguan pengelihatan dan gatal –
gatal. Pengobatan kronik sebagai terapi superesi jarang sekali
menimbulkan gangguan yang memerlukan penghentian terapi. Penggunaan
dosis besar dapat mengganggu daya akomodasi mata, menyebabkan
rambut memutih dan gelombang T pada EKG merendah tanpa gangguan
faal kardiovaskuler, tetapi gangguan ini reversible.
Klorokuin di kontrak indikasikan pada penyakit hepar.
Penggunaannya harus hati – hati pada gangguan gastrointestinal, gangguan
darah, dan gangguan neurologi.
Sediaan dan Posologi
Klorokuin tersedia sebagai garam difosfat dan sulfat. Keduanya dalam
bentuk tablet yang setara dengan 150mg dan 100mg. klorokuin basah
dalam bentuk sirup mengandung 50 dan 25 mg/5 zat aktif. Klorokuin
digunakan sebagai terapi supresi dan pengendalian serangan klinik malaria,
tetapi beberapa P.Valciparum Resisten terhadap obat ini.
2. Pirimetamin
Pirimetamin ialah turunan pirimidin yang berbentuk bubuk putih, tidak
berasa, tidak larut dalam air dan hanya sedikit larut dalam asam klorida.
Farmakodinamik
Efek antimalarial pirimetamin mirip dengan efek kloroguanid, tetapi
lebih kuat karena bekerja langsung (waktu paruhnya pun lebih panjang).
Manfaat utama dalam pencegahan dan terapi supresi. Mekanisme kerja
menghambat ensim dihidrofolat reduktase plasmodia pada kadar yang jauh
lebih rendah daripada yang dipelukan untuk menghambat enzim yang sama
pada manusia.
Enzim ini bekerja dalam rangkaian reaksi sintesis purin sehingga
penghambatannya menyebabkan gagalnya pembelahan inti pada
pertumbuhan skizon dalam hati.
Farmakokinetik
Penyerapan pirimetamin di sakuran cerna berlangsung lambat tetapi
lengkap. Obat ini ditimpun terutama di ginjal, paru, hati dan limfa.
Kemudian di ekskresikan melalui urine dan cukup banyak melalui air susu
ibu. Sehingga dapat dicapai kadar supresi dalam darah bayi sepenuhnya
mendapat asi.
Sediaan dan Posologi

29
Obat ini tersedia sebagai tablet 25mg. untuk profilaksis diberikan 1 tablet
satu hari. Untuk serangan akut malaria diberikan 25mg 2X sehari. Efek non
terapi jika dosis besar dapat terjadi anemia makrositik yang serupa dengan
yang terjadi pada defisiensi asam folat. Pirimetamin tidak dianjurkan pada
wanita hamil kecuali pada wanita hamil.
3. Primakuin
Primakuin ialah turunan 8-aminokuinolin yang pertama dipakai tetapi
karena indeks terapinya rendah maka dicari turunan yang toksisitas lebih rendah
tetapi daya antimalarianya sangan kuat.
Farmakodinamik
Primakuin tidak memiliki efek lain selain efek antimalarial. Efek toksiknya
terlihat pada darah. Aktivitas antimalaria: manfaat kliniknya yang utama
ialah dalam penyembuhan radikal malaria vivak dan ovale karena
plasmodia ini dapat dihancurkan oleh primakuin.
Farmakokinetik
Setelah pemberian perorang, primakuin segera diabsorbs tetapi metabolism
juga berlangsung cepat sehingga hanya sebagian kecil yang diekskresi
dalam bentuk utuh.
Efek non Terapik dan Kontraindikasi
Efek samping yang paling berat ialah anemia himolitik akut pada pasien
yang mengalami defisiensi enzim (G6PD). Hemolysis kadang – kadang
juga terjadi pada pasien yang mengalami hemoglobinopati atau gangguan
metabolism glukosa dan eritrosid. Dosis yang tinggi dapat menimbulkan
spasme usus dan gangguan lambung. Primakuin di kontraindikasikan pada
pasien penyakit sistemik yang berat yang cenderung mengalami granulos
itopenia misalnya artritis rheumatoid dan lupus eritematosus. Tidak
dianjurkan diberi bersamaan dengan obat lain, dapat menimbulkan
hemolysis dan depresi sumsum tulang.
Posologi
Primakuin hanya diindikasikan untuk penyebuhan radikal malaria vivak
dan malaria lain yang menimbulkan relaps. Dosis optimal ialah 15mg
perhari untuk orang dewasa dan 0.3mg untuk anak – anak. Dengan cara
pengobatan ini toksisitas relative rendah dan relaps terjadi kurang dari 3%.
4. Kuinin dan Alkaloid sinkona

30
Kuinin (kina) ialah alkaloid penting yang diperoleh dari kulit pohon
sinkona. Digunakan penduduk asli di Amerika Selatan sebagai obat tradisional.
Kina mengandung gugus kuinolin yang terikat pada cincin kuinoklidin melalui
ikatan alcohol sekunder.
Farmakodinamik
a. Efek Local
Kina mempengaruhi fungsi biologi sehingga dinamakan racun
protoplasma. Kina dalam dosis kecil menyebabkan perangsangan, jika
dosis besar menyebabkan penghambatan. Efek anastesi local. Efeknya
terhadap sel terlihat pada sel saraf. Mula – mula terjadi perangsangan
pada serabut sensoris yang kemudian disusul dengan kelumpuhan.
Iritasi.
Kina memiliki daya iritasi yang kuat jika pemberian oral dapat
menyebabkan nyeri di lambung, mual, muntah. Jika pemberikan SC
dan IM menyebabkan nyeri karena iritasi pada serabut sensoris. Jika
pemberian IV menyebabkan thrombosis karena kerusakan intima.
b. Efek Sentral
Dengan dosis terapi, efek terhadap SSP berupa efek analgesic dan
antipiretik.
c. Efek Kardiovaskuler
Efek kina jika pemberian IV menyebabkan hipotensi yang
kadang–kadang berbahaya terutama jika disuntikkan terlalu cepat.
d. Efek Oktitosik
Dalam dosis besar menyebabkan kontraksi uterus pada hamil tua.
e. Efek terhadap Otot Rangka
Dapat meningkatkan respon terhadap rangsangan yang diberikan
langsung atau melalui saraf. Tetapi juga menyebabkan perpanjangan
masa refrakter sehingga mencegah terjadinya tetani.
Farmakokinetik
Kina diserap banyak terutama melalui usus halus bagian atas. Distribusinya
luas terutama ke hati. Tetapi kurang ke paru, ginjal, limpa dan kina juga
melalui sawar uri. Kina harus diberikan tiap hari untuk terapi supresi juga
serangan klinis akut agar dapat dipertahankan kadar yang cukup tinggi
dalam plasma. Alkaloid sinkona diekskresi melalui urine dalam bentuk

31
metabolihidroksi dan sebagian melalui tinja, getah lambung, empedu dan
liur.
Efek Samping
Dosis kina menyebabkan sinkonisme yang tidak selalu memerlukan
penghentian obat. Gejala mirip salisilismus yaitu tinnitus, sakit kepala,
gangguan pendengaran dan pengelihatan, diare dan mual. Pada keracunan
yang lebih berat terlihat gangguan gastrointestinal, saraf, kardiovaskuler
dan kulit. Juga terjadi perangsangan SSP seperti bingung, gelisah dan
derilium. Pernafasan mula – mula dirangsang lalu dihambat kulit menjadi
dingin, tekanan darah menurun akhirnya pasien berhenti bernafas.
Indikasi
Kina digunakan dalam terapi malaria. Dosis kina untuk anak – anak 25mg
kg BB perhari. Dosis infus pada dewasa 10 – 20 mg per kg BB.
Sediaan dan Posologi
Tersedia sebagai tablet 0.222gr untuk penggunaan oral. Kuinin dianjurkan
untuk dikonsumsi bersama antimalarial lain karena obat ini kurang efektif
dan lebih toksik daripada antimalaria sintesis.
5. Obat Malaria Lain
a. Proguanil
b. Meflokuin
c. Halofantrin
d. Tetrasiklin
e. Kombinasi Pirimetamin Sulfadoksin
f. Artemisinin
6. Kemoprofilaksi dan Terapi Malaria
Malaria merupakan salah satu penyakit endemis didaerah tropis maupun
subtropics. Majunya sarana perhubungan memudahkan terjadinya penyebaran
malaria dari daerah endemis ke yang lain.
a. Terapi Malaria
Obat yang dipilih untuk mengatasi serangan akut malaria tegantung dari:
 geografi daerah kontak
 adanya bentuk eksoeritrosit (P.Vivak dan P.Ovale)
 adanya kehamilan
 adanya intoleransi terhadap obat

32
 obat terpilih untuk serangan akut oleh keempat plasmodium umumnya
yaitu klorokuin sedangkan untuk P.Valciparum digunakan kuinin.
Pengobatan ini harus segera dimulai bila telah ada kecurigaan infeksi
tanpa menunggu diagnosis yang pasti tentang resistensinya
b. Kemoprofilaksis Malaria
Kemoprofilaksis dapat menurunkan angka kesakitan dan angka
kematian oleh malaria. Walapun belum memberi jaminan aman dan efektif
untuk proteksi malaria, kemoprofilaksis malaria masih penting peranannya
untuk proteksi diri khusunya untuk pasien yang non imun.
c. Indikasi Kemoprofilaksis
Untuk mencegah timbulnya komplikasi yang mematikan oleh
P.Valciparum. Kemoprofilaksis dianjurkan bila resiko terkena malaria lebih
besar dibandingkan resiko efek samping obat
d. Kontraindikasi.
Pada wanita hamil, pada anak usia kurang dari 1 tahun, pada
penderita defisiensi enzim (G6PD).

 Anti Jamur
Berikut jenis-jenis obat pada Anti Jamur
 Antijamur untuk Infeksi Sistemik
1. Amfoterisin B
Amfoterisin A dan B merupakan hasil fermentasi Stereptomyces nodosus.
98% campuran ini terdiri dari amfoterisin B yang mempunyai aktivitas antijamur.
Mekanisme kerja
Amfoterisin B berikatan kuat dengan sterol yang terdapat dalam membran
sel jamur. Ikatan ini akan menyebabkan membran sel bocor. Sehingga
terjadi kehilangan beberapa bahan intrasel dan mengakibatkan kerusakan
yang tetap pada sel. Bakteri, virus dan riketsia tidak dipengaruhi oleh
antibiotik ini.
Farmakokinetik
Amfoterisin B sedikit sekali diserap melalui saluran cerna. Suntikan IV
dengan dosis 0,6mg/kgBB/hari akan memberikan kadar antara 0,3-1 ug/ml.
Waktu paruh obat ini kira-kira 24-48 jam pada dosis awal yang diikuti oleh
eliminasi fase kedua dengan waktu paruh kira-kira 15 hari. Sehingga kadar

33
mantapnya (steady state concentration) baru akan tercapai setelah beberapa
bulan pemberian.
Efek Samping
Penderita yang diobati amfoterisin B harus dirawat di rumah sakit, karena
diperlukan pengamatan yang ketat selama pemberian obat.
 Panas
 Keringatan
 Sakit kepala
 Demam
 Menggigil
 Nyeri otot
 Kejang
Sediaan dan Posologi
Amfoterisin B injeksi tersedia dalam vial yang mengandung 50mg bubuk
liofilik. Sediaan ini dapat dilarutkan dal 10ml akuades steril untuk
kemudian diencerkan dengan larutan dekstrosa 5% dalam air, sehingga
didapatkan kadar 0,1 mg/ml larutan. Pada umumnya dimulai dengan dosis
kecil (kurang dari 0,25 mg/kgBB) yang dilarutkan dalam dekstrose 5% dan
ditingkatkan bertahap sampai 0,4-0,6 mg/kgBB sebai dosis pemeliharaan.
2. Flusitosin
Flusitosin memperlihatkan spektrum antijamur yang agak sempit. Obat
ini efektif untuk pengobatan kriptokosis, kandidosis, kromomikosis, terulopsis
dan aspergilosis.
Mekanisme Kerja
Flusitosin masuk kedalam sel jamur dengan bantuan sitosi deaminase dan
dalam sitoplasma akan bergabung dengan RNA setelah mengalami
deaminase menjadi 5-fluororasil. Sintesis protein sel jamur terganggu
akibat penghambatan langsung sintesis DNA oleh metabolit fluorourasil.
Keadaan ini tidak tejadi pada sel mamalia karena dalam tubuh mamaliam
flusitosin tidak dirubah menjadi fluorourasil.
Farmkokinetik
Flusitosi dapat diserap dengan cepat dan baik melalui saluran cerna.
Pemberian bersama makanan memperlambat penyerapan tapi jumlah yag
serap tidak berkurang. Penyerapan juga diperlambat dalam pemberian
bersam suspensi aluminium hidroksida/magnesium hidroksida dan dengan

34
neomisin. Kadar puncak dalam darah setelah pemberian per-oral dicapa 1-
2jam. Kadar ini lebih tinggi pada penderita insufisiense ginjal. Setelah
diserap flusitosin akan didistribusikan dengan baik ke seluruh jaringan
dengan volume distribusi mendekati volume total cairan tubuh.
Kadar dalam cairan otak 60-90% kadar dalam plasma. 90%
flusitosin akan dikeluarkan bersama melalui filtrasi glomelurus dalam
bentuk utuh, kadar dalam urin berkisar antara 200-500 ug/ml. Masa paruh
obat ini dalam serum pada orang normal antara 2-4-4-8 jam dan sedikit
memanjang pada bayi prematur tetapi dapat sangat memanjang pada
penderita insufisiensi ginjal. Pada orang normal besihan ginjal dari
flusitosin adalah 75% dari bersihan kreatinin. Karena itu bersihan kreatinin
dapat dijadikan patokan untuk penyesuaian dosis. Flusitosin dapat
dikeluarkan melalui hemodialisis atau paritoneal dialisis.
Efek Samping
 Mual
 Muntah
 Diare
 Sakit Kepala
 Kebingungan
 Halusinasi
Indikasi
Flusitosin merupakan obat jamur yang berharga disamping amfetorisin B
untuk infeksi sistemik, karena selain kurang toksik obat ini dapat diberikan
per oral. Akhir-akhir ini akibatnya cepatnya perkembangan ritensi jamur
terhadap flusitosin, obat ini umumnya dikombinasi dengan amfoterisin B.
Penggunaanya sebagai obat tunggal hanya diindikasi pada
kromoblastomikosis.
Posologi
Tersedia dalam bentuk kapsul 250 dan 500 mg.
Dosis
Dosis ini harus disesuaikan pada penderita insufisiensi ginjal.
3. Ketokonazol
Ketokonazol mempunyai aktivitas antijamur baik sistemik maupun
nonsistemik, efektif terhadap candida, coccidioides immitis, Cryptococcus
neoformans.

35
Farmokokinetik
Ketokonazol merupakan antijamur sistenik per oral yang diserap baik
melalui saluran cerna dan menghasilkan kadar plasma yang plasma yang
cukup. Pengaruh makanan tidak tidak begitu nyata terhadap penyerapan
ketokonazol. Distribusi ketokonazol setelah diserap belum banyak
diketaui. Sebagian besar dari obat ini mengalami metabolisme lintas
pertama. Diduga ketokonazol diekresikan bersama cairan empedu ke
lumen usus dan hanya sebagian kecil saja yang dikeluarkan bersama urin,
semuanya dalam bentuk metabolit yang tidak aktif.
Efek Samping
 Sakit kepala
 Vertigo
 Nyeri Epigastrik
 Fotofobia
 Parestesia
 Gusi berdarah
Indikasi
Ketokonazol terutama efektif untuk histoplasmosis paru, tulang, sendi dan
jaringan lemak. Ketokonazol tidak dianjurkan untuk menginitis
kriptokokus karena penetrasinya kurang baik, tetapi obat ini efektif untuk
kriptokosis nonmingenial, dan terbukti bermanfaat pula pada
parakoksisidioidiomikosis, beberapa bentuk koksidioidomikosis,
dermatomikosis dan kandidosis. (mukokutan, vaginal dan oral)
Dosis
Ketoconazole dalam bentuk tablet, diminum dengan dosis 200 mg per hari.
Dosis ini bisa ditingkatkan oleh dokter hingga 400 mg apabila dibutuhkan.
Khusus untuk anak-anak, takaran ketoconazole oral akan disesuaikan
dengan berat badan pasien.
4. Kalium iodida
Kalium iodida adalah obat terpilih untuk cutaneous lymphatic
sporotrichosis. Amfoterisin merupakan obat pilihan untuk sporotrikosis yang
menyerang organ lain selain kulit atau yang menyebar ke bagian organ tubuh.
Efek samping berupa mual, rinitis, salivasi, lakrimasi, rasa terbakar
pada mulut dan tenggorokan, iritasi pada mata, sioalodenistis dan akne
pustularis.

36
Kalium iodida diberikan dengan dosis ditingkatkan 1ml sehari sampai
maksimal 12-15 ml. Penyembuhan terjadi dalam 6-8 minggu namun terapi
masih dilanjutkan sampai sedikitnya 4 minggu setelah lesi menghilang atau
tidak aktif lagi.
 Antijamur untuk infeksi dermatofit dan mukokutan
1. Griseofulvin
Griseofulvin berwarna krem pucat, tidak berbau dan tidak berasa, praktis
sukar larut dalam air, terapi sangat stabil terhadap panas.
Aktivitas Antjamur
Griseofulvin in vitro efektif terhadap berbagai jenis jamur dermatolit
seperti Trichopyton, Epidermophyton, dan Microsporum. Gliseofulvin
berkerja dengan menghambat mitosis jamur dengan mengikat protein
mikrotobuler dalam sel.
Farmakokinetik
Griseofulvin kurang baik penyerapannya pada saluran cerna bagian atas
karena obat ini tidak larut dalam air. Penyerapannya lebih mudah bila
griseofulvin diberikan bersama makanan berlemak. Obat ini mengalami
metabolisme di hati dan metabolit utamanya adalah 6-metilgriseofulvin.
Waktu paruh obat ini kira-kira 24jam, 50% dari dosis orang yang diberikan
dikeluarkan bersama urin dalam bentuk metabolit selama 5 hari. Kulit yang
sakit mempunyai afinitas lebih tinggi terhadap obat ini.
Efek Samping
 Sakit kepala
 Insomnia
 Berkurangnya kecakapan
 Rasa kering dimulut
 Mual muntah
 Diare
Indikasi
Griseofulvin efektif untuk infeksi jamur di kulit, rambut, kuku yang
disebabkan oleh jamur Microsporum, Trichophyton dan Epidermophyton.
Infeksi pada telapak tangan dan telapak kaki lebih lambat bereaksi.
Posologi
Griseofulvin mikrokristal tersedia dalam bentuk tablet berisi 125 dan 500
mg dan suspensi mengandung 125 mg/ml.

37
Dosis
Pada anak Griseovulfin diberikan 10mg/kgbb/hari sedangkan pada dewasa
500-1000 mg/kgbb/hari dalam dosis tunggal.
2. Tolnaftat
Tolnaftat adalah suatu tiokarbamat yang efektif untuk pengobatan
sebagian besar dermatofitosis yang disebabkan oleh T.Rubrum, T.Metagrophites,
T.tonsurans, E. Floccosum, M. Canis dan P.Orbicurale tapi tidak efektif terhadap
kandida. Reaksi alergi ataupun toksik dari tolnaftat belum dilaporkan.
Obat ini tersedia dalam bentuk krem, gel, bubuk, cairan erosol atau
larutan topical dengan kadar 1%. Tolnaftat diberikan topikal 2-3 sehari. Rasa gatal
akan hilang dalam 24-72 jam.
3. Nistatin
Nistatin merupakan suatu anti biotik polien yang dihasilkan oleh
streptomycesnoursei. Obat yang berupa bubuk warna kuning kemerahan yang
bersifat higroskopis, berbau khas, sukar larut dalam kloroform dan eter.
Aktivitas antijamur
Nistatin menghambat pertumbuhan berbagai jamur dan ragi, tetapi tidak aktif
terhadap bakteri, protozoa dan virus. Jadi tidak menimbulkan masalah
superinfeksi.
Mekanisme kerja
Nistatin hanya akan diikat oleh jamur atau ragi yang sensitif. Aktivitas
antijamur tergantung dari adanya ikatan dengan sterol pada membran sel
jamur atau ragi terutama sekali ergosterol. Akibat terbentuknya ikatan antara
sterol dengan antibiotik ini akan terjadiperubahan permeabilitas membran
sel sehingga sel akan kehilangan berbagai molekul kecil.
Posologi
Dosis nistatin dinyatakan dalam unit, tiap 1 mg obat ini mengandung tidak
kurang dari 200 unit nistatin. Untuk pemakaian klinik tersedia dalam bentuk
kream, salep, tablet vagina mengandung 100.000 unit/tablet, suspensi obat
tetes oral mengandung 100.000 unit/ml, tablet oral mengandung 500.000 unit
nistatin dan tablet vagina 100.000 unit nistatin.
Efek nonterapi
Jarang ditemukan efek samping pada pemakaian nistatin. Mual, muntah,
diare ringan mungkin didapatkan setelah pemakaian per oral. Iritasi kulit
maupun selaput lendir pada pemakaian topikal belum pernah dilaporkan.

38
Bab 3

PENUTUP

A. Kesimpulan
Obat parasite atau yang disebut antiparasit merupakan penggunaan terapi untuk
membunuh penyakit yang disebabkan oleh parasite. Antiparasit digolongkan menjadi 4
macam tipe yaitu antimalaria contohnya obat – obat pencegah dan obat – obat penyembuh
demam(kurativum), obat pencegah kambuh, obat pembunuh gametofit.
Antiamuba yaitu obat yang digunakan untuk mencegah penyakit yang diakibatkan
oleh parasite bersel tunggal (protozoa) yang disebut entamoeba hystolytika (disentri
amuba).
Anti cacing atau antelmintik adalah obat yang digunakan untuk mengobati dan
mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh cacing. Dan yang terakhir
antifungi/antijamur.
1. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebaiknya setiap mahasiswa kesehatan
dapat memahami pengertian, macam – macam, kegunaan, interaksi dan efek samping dari
autu jenis obat terutama pada obat parasite, virus. Dan mikroba.

39
Daftar Pustaka

Universitas Indonesia. 2001. Farmakologi dan terapi edisi 4. Jakarta: Gaya Baru.

Stringer, Janet L. 2008. Konsep dasar farmakologi : panduan untuk mahasiswa. Jakarta: EGC

https://www.academia.edu/12333089/Pengenalan_Obat_Anti_Parasit_Vitamin

https://www.academia.edu/12333024/Pengenalan_Obat_Autakoid_Parasit_dan_Vitamin

https://www.scribd.com/document/359129587/Makalah-Antimikroba-Dan-Antiparasit

40

Anda mungkin juga menyukai