Anda di halaman 1dari 26

FISIKA KEBUMIAN DAN

ANTARIKSA
Astronomi Observasi dan Wahana Antariksa
(Topik Khusus: Perhitungan Kalender dan Hilal)

Disusun Oleh:
Herga Marizka (3215140607)
Nur Afifah Tohiroh (3215140622)
Dhita Kusuma Dewi (3215141705)

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MIPA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2016
Sistem Teleskop
Seperti halnya manusia yang memiliki kelengkapan tubuh yaitu kepala, badan, kaki
dan tangan, teleskop juga memiliki kelengkapan komponen guna mendukung pengamatan
astronomi. Secara garis besar teleskop memiliki 4 hal penting yakni sistem optik
(Kolektor), lensa okuler maupun CCD (Detektor), penyokong teleskop (Mount) dan
penyangga (Tripod/Pilar).
a. Sistem Optik (kolektor)
Sistem optik merupakan bagian teleskop yang berfungsi sebagai
kolektor/pengumpul radiasi elektromagnetik (Cahaya). Besarnya diameter dari sistem
optik yang berupa lensa atau cermin sangat berpengaruh besar terhadap banyaknya
energi yang dikumpulkan dalam satu area serta resolusi sudut tinggi dari citra yang
didapat oleh sistem optik. Secara garis besar sistem optik terbagi atas sistem optik
menggunakan lensa, sistem optik menggunakan cermin, dan sistem optik kombinasi
lensa cermin.

b. Detektor Manual (Lensa Okuler)


Setelah radiasi elektromagnetik terkumpul pada satu titik fokus tertentu, maka
dibutuhkan detektor untuk mengamati dan mendeteksi hasil dari radiasi
elektromagnetik yang dikumpulkan. Detektor atau pendeteksi radiasi elektromagnetik
dapat berupa lensa okuler maupun CCD atau kamera. Bilamana seorang pengamat
ingin mengamati benda langit langsung dengan mata telanjang maka pengamat dapat
menggunakan lensa okuler untuk mengamati radiasi elektromagnetik dari benda langit
yang dikumpulkan dengan pembesaran citra yang dapat diubah-ubah. Pembesaran
dari citra yang dihasilkan oleh sistem optik, bergantung pada panjang fokus lensa
obyektif dan lensa okuler.

c. Detektor Elektronik (CCD dan Kamera)


CCD atau Couple Charge Device dan Kamera merupakan detektor elektronik
guna mendeteksi radiasi elektromagnetik yang kini telah menggeser pengamatan mata
menggunakan lensa okuler. Kemampuan CCD dalam mengambil detail dari radiasi
elektromagnetik benda-benda langit redup dapat membantu astronom dalam meneliti
komposisi dan detail dari benda langit yang diamati. CCD maupun kamera biasanya
dipasang pada bagian tabung optik dimana lensa okuler pada teleskop diletakkan.
Hasil dari deteksi radiasi elektromagnetik yang dihasilkan oleh CCD berupa citra.
Secara keseluruhan, sistem optik (kolektor) dan lensa okuler maupun CCD (detektor)
diletakkan pada satu piranti yang disebut dengan tabung optik atau optical tube.

d. Penyokong Teleskop (Mount) dan Penyangga (tripod/pilar)


Penyokong teleskop merupakan komponen terpenting setelah tabung optik dan
detektor. Pada penyokong teleskop inilah tabung optik diletakkan dan diarahkan ke
benda langit. Pada teleskop di observatorium-observatorium besar, penyangga dan
mount dipasang langsung pada dasar observatorium. Sedang pada teleskop-teleskop
sekala kecil hingga menengah, mount diltekakkan pada penyangga yang berupa tripod
maupun pilar. Kemampuan teleskop untuk selalu mengarah tepat ke benda langit
sangat bergantung dari gerak mount teleskop. Secara garis besar sistem mount
teleskop terdiri atas dua jenis yaitu mount dengan sistem altazimuth dan mount
dengan sistem Equatorial. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa rotasi bumi
menyebabkan benda langit seolah bergerak dari timur ke barat (untuk wilayah
Indonesia). Agar teleskop mampu mengikuti gerak semu benda langit tersebut, maka
pada umumnya mount teleskop telah dilengkapi dengan motor penggerak. Dengan
begitu saat astronom mengambil citra benda langit foto yang dihasilkan akar terbebas
dari efek “trail” yang disebabkan oleh pergerakan benda langit/

Detektor Cahaya / Sensor Cahaya


Detektor cahaya adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengubah besaran cahaya
menjadi besaran listrik. Prinsip kerja dari alat ini adalah dengan mengubah energi dari foton
menjadi elektron. Detektor cahaya sangat luas penggunaannya, salah satu yang paling
populer adalah kamera digital.
Dalam dunia astronomi, terdapat banyak macam detektor, antara lain pelat potret dan
film fotografis, fotometer fotoelektrik, CCD, dan juga spektograf (untuk mengamati spektrum
cahaya bintang). Pada awal abad ke 20, para astronom sudah banyak menggunakan pelat
potret dan film fotografis untuk merekam cahaya bintang. Pelat potret yang digunakan adalah
pelat kaca yang dilapisi bahan kimia peka cahaya yang dipasang pada fokus utama teleskop.
Pelat potret dan film fotografis dapat merekam cahaya bintang dalam medan yang sangat
luas, namun detektor ini tidak mampu merekam cahaya bintang yang mengalami perubahan
kecerlangan.Kemudian, untuk menghindari hal itu, para astronom merekam cahaya bintang
secara elektronik dengan menggunakan fotometer fotoelektrik. Pada alat ini, cahaya yang
datang ke objektif akan difokuskan ke permukaan peka cahaya yang kemudian akan merubah
intensitas cahaya tersebut menjadi arus listrik. Dengan cara ini, kita dapat mengamati
perubahan cahaya bintang terhadap waktu. Namun, peralatan ini tidak dapat digunakan untuk
merekam daerah langit dengan medan yang luas.Perkembangan lebih lanjut dari fotometer
fotoelektrik adalah sebuah alat yang dinamakan CCD (Charge Coupled Device). Alat ini
dapat merekam cahaya bintang yang bahkan hanya berupa titik saja di langit. Kepekaan alat
ini lebih tinggi dibandingkan dengan pelat fotografis.Namun alat ini juga tidak dapat
digunakan untuk merekam daerah dengan medan yang luas, dan juga biaya perawatannya
yang mahal. Oleh karena itu, para astronom masih menggunakan pelat potret dan film
fotografis karena alat ini dapat merekam daerah dengan medan yang luas dan biaya
perawatannya yang murah.

Wahana Antariksa
Wahana Antariksa merupakan sebuah kendaraan yang mengudara untuk penjelajahan
ruang angkasa. Yang disebut wahana antariksa termasuk peranti penyelidik (probe) angkasa
robot (tak berawak) dan juga kendaraan berawak. Istilah ini terkadang juga digunakan untuk
menjelaskan satelit buatan, yang memiliki kriteria rancangan yang mirip.
Karena variasinya yang sangat beragam sebutan wahana antariksa terkadang
diasosiasikan dengan sebutan pesawat antariksa. Pesawat antariksa (spacecraft) adalah benda
buatan manusia yang terbang di antariksa karena keseimbangan gaya/momen inersia dan
gravitasi yang ditimbulkan akibat pergerakannya diantariksa (di antara planet-planet atau
benda langit lainnya).
Pesawat antariksa tidak memiliki pembagian yang jelas baik ditinjau dari bentuk,
berat, misi, sistem kestabilannya dll. namun untuk penyederhanaannya, pesawat antariksa
dapat digolongkan berdasarkan cara pengendaliannya (berawak/tak berawak) dan cara
penjelajahannya (orbit bumi/antar planet).
 Pesawat antariksa berawak
Saat ini pesawat antariksa berawak yang beroperasi di orbit bumi yaitu: Space Shuttle
(Amerika Serikat), Soyuz (Rusia), Zengchou (Tiongkok) dan stasiun antariksa
internasional. Sedangkan yang beroperasi antar planet, contohnya adalah Apollo dalam
program bulan Amerika Serikat tahun 1968.

 Pesawat antariksa tanpa awak


Pesawat antariksa tanpa awak (satelit) yang beroperasi di orbit bumi berjumlah sangat
banyak. Masing-masing mempunyai misi-misi spesifik seperti: telekomunikasi, peramal
cuaca. navigasi, penginderaan jarak jauh untuk sumber daya alam, pengamatan
geodinamik, penelitian atmosfer dan fisika bumu, observasi astronomi dan lain
sebagainya.

Beberapa Contoh Wahana Antariksa


1. Apollo
Apollo dirancang sebagai bagian dari Program Apollo oleh Amerika Serikat pada
awal dasawarsa 1960-an untuk mendaratkan manusia di bulan sebelum 1970 dan
memulangkan mereka kembali ke bumi dengan selamat. Target ini ditetapkan oleh
Presiden Kennedy setelah penerbangan pertama Program Mercury. Wahana antariksa
Apollo terdiri dari berbagai unit atau tingkat (stage) yang bekerja sama menjalankan
misi pendaratan bulan dan kembali dengan selamat ke bumi. Komponen utama dari
wahana ini berturut-turut dari bagian atas ke bawah adalah sistem penyelamatan
peluncuran (launch escape system), modul komando (command module), modul layanan
(service module), modul bulan (lunar module), dan penyesuai modul bulan (lunar module
adapter).
Seluruh unit ini akan diletakkan di atas kendaraan peluncuran. Kendaraan peluncuran
untuk Apollo adalah Little Joe II, Saturn I, Saturn IB, dan Saturn V.
Cara kerjanya kurang lebih adalah suatu roket akan meluncurkan wahana ke bulan
dan wahana ini akan terbang menuju bulan dan mengorbit mengelilinginya. Bagian dari
wahana ini selanjutnya akan kembali ke bumi.

2. Galileo
Merupakan sebuah wahana antariksa tak berawak yang dikirim NASA untuk
mempelajari Jupiter dan bulan-bulannya. Dinamakan menurut nama astronom dan
perintis Renaisans, Galileo Galilei, pesawat ini diluncurkan pada 18
Agustus1989 oleh pesawat ulang-alik Atlantis dengan misi STS-34. Galileo tiba di Jupiter
pada 7 Desember 1995, enam tahun dari peluncurannya, dengan bantuan lintasan
gravitasi Venus dan Bumi.
Pesawat ini merupakan pesawat yang pertama melintasi asteroid, pertama menemukan
bulan asteroid, pesawat luar angkasa pertama yang mengorbit Jupiter, serta meluncurkan
wahana penjajak (probe) pertama ke dalam atmosfer Jupiter.
Pada 21 September 2003, setelah 14 tahun di angkasa dan 8 tahun dalam sistem
Jupiter, misi Galileo dihentikan dengan mengirimkan wahana tersebut ke atmosfer Jupiter
dengan kecepatan yang hampir mencapai 50 kilometer per detik untuk menghindari
kemungkinan mengkontaminasi bulan-bulan Jupiter dengan bakteria dari Bumi. Perhatian
khusus diberikan pada bulan Europa yang oleh para ilmuwan diperkirakan
mempunyai lautan air asin di bawah permukaannya berkat temuan Galileo.

3. Rosetta
Merupakan misi luar angkasa tak berawak milik Agensi Antariksa Eropa yang
diluncurkan pada 2004 dengan tujuan menyelidiki komet 67P/Churyumov-Gerasimenko.
Rosetta terdiri dari dua elemen utama: Wahana Rosetta dan Pendarat Philae. Wahana
antariksa tersebut juga melakukan flyby dan mempelajari asteroid-asteroid dalam
perjalanan menuju komet.
Philae merupakan sebuah robot milik European Space Agency berupa pendarat yang
dibawa oleh pesawat luar angkasa Rosettauntuk mendarat di komet67P/Churyumov–
Gerasimenko. Pada 12 November 2014, robot tersebut berhasil mencapai inti
komet. Instrumen tersebut diharapkan dapat memperoleh gambar pertama dari permukaan
komet dan menjadikan analisis in situ pertama dalam menjelaskan komposisi dari komet.
Pada 15 November 2014, Philae dinonaktifkan dalam mode hibernasi karena
kurangnya sumber cahaya matahari pada tempat mendaratnya. Pada 13 Juni 2015,
wahana ini kembali aktif dan mengirimkan sinyal ke wahana Rosetta.Wahana dinamai
menurut Batu Rosetta, dengan harapan misi dapat membantu membuka kunci rahasia
tentang bagaimana tata surya kita terlihat sebelum planet-planet terbentuk. Pendarat
dinamai menurut pulau Philae di Sungai Nil, tempat sebuah obelisk, pengurai kode Batu
Rosetta ditemukan.

4. Phoenix
Phoenix adalah sebuah wahana antariksa tak berawak dalam misi ke Mars di bawah
program Mars Scout. Para ilmuwan yang terlibat dalam misi ini akan menggunakan
peralatan-peralatan di atas pesawat pendarat (lander) Phoenix untuk mencari alam sekitar
yang sesuai untuk kehidupanmikroorganisme di Mars, dan menyelidiki sejarah air di
planet tersebut. Wahana ini diluncurkan pada 4 Agustus 2007 dan mendarat diVastitas
Borealis di Mars pada 25 Mei 2008. Phoenix adalah pendaratan keenam di Mars yang
berhasil serta pendaratan sukses pertama di kawasan kutub Mars.
Program Phoenix ini dikepalai Laboratorium Bulan dan Planet (Lunar and Planetary
Laboratory), Universitas Arizonayang dibimbing Jet Propulsion Laboratory NASA.
Program ini merupakan kerjasama antara universitas-universitas di Amerika Serikat,
Kanada, Swiss, Filipina, Denmark, Jerman, Britania Raya, NASA, Lembaga Antariksa
Kanada, Institut Meteorologi Finlandia, Lockheed Martin Space Systems, MacDonald
Dettwiler & Associates (MDA) dan perusahaan-perusahaan dirgantara lainnya..
Pada 25 Juni 2008, NASA memastikan penemuan es di Mars setelah menemukan
bahwa bungkahan benda putih yang ditemukan dalam parit yang digali oleh pesawat
pendarat Phoenix lenyap dalam empat hari yang menunjukkan bahwa zat tersebut
mencair.

5. Pioneer 10
Pioneer 10 yang aslinya bernama Pioneer F adalah salah satu robot penjelajah angkasa
milik NASA. Proyek Pioneer 10 bersaudara dengan Pioneer 11 (Pioneer G) disusun dan
disetujui tahun 1960-an. Keduanya termasuk pesawat angkasa luar tanpa awak
(unmanned space missions). Pioneer 10 sendiri punya misi utama untuk mengamati
Planet Jupiter. Ternyata Pioneer 10 tidak hanya berhasil mengamati Planet Jupiter dan
mengirimkan foto-foto planet terbesar ini ke bumi, tetapi juga berhasil menjadi pesawat
angkasa luar pertama yang bisa mencapai escape velocity (kecepatan minimum untuk
bisa lepas dari gravitasi) tata surya kita.
Pioneer 10 diluncurkan dari Florida pada tanggal 3 Maret 1972. Bulan Juni tahun
yang sama berhasil melintasi orbit Planet Mars dan sebulan kemudian masuk cincin
asteroid, memulai misi pengamatannya terhadap Planet Jupiter. Pioneer mencapai jarak
terdekat dari Planet Jupiter pada tanggal 4 Desember 1973, dan mulai misinya menjelajah
angkasa luar pada Bulan Januari tahun berikutnya.
Pada tanggal 25 April 1983 Pioneer 10 melintasi orbit Pluto akan tetapi bukan orbit
regulernya (orbit yang paling dekat dengan Matahari, jaraknya ke Matahari lebih dekat
daripada jarak orbit Neptunus ke Matahari), kemudian tanggal 13 Juni 1983 melintasi
orbit Planet Neptunus (planet terluar saat ini) dan menjadi pesawat angkasa luar pertama
yang keluar dari tata surya kita.
Pada akhir Maret 1997, misi Pioneer 10 berakhir. Sampai dengan awal tahun 2003,
masih ada kontak dengan bumi, kemudian setelahnya tidak dapat dikontak lagi. Pada
tanggal 2 Maret 2005, tepat 33 tahun sejak wahana angkasa Pioneer 10 diluncurkan ke
ruang angkasa. Saat ini Pioneer 10 berada pada jarak sekira 12,7 miliar kilometer dari
Bumi atau lebih dari 2 kali jarak si bungsu Pluto dari Matahari. Setelah meninggalkan
Bumi dan dilanjutkan dengan pengembaraan di ruang antarplanet, kini Pioneer 10 sedang
menuju ruang antarbintang mengarah ke bintang Aldebaran di rasi Taurus.
Pada 23 Januari 2003 telah diterima sinyal lemah terakhir dari wahana ruang angkasa
Pioneer 10 di stasiun pengendali di Bumi. Setelah pada awal Februari di tahun yang sama
tidak lagi diterima sinyal-sinyal terakhir dari Pioneer 10 dan usaha-usaha yang dilakukan
guna berkomunikasi pun tidak membuahkan hasil, disimpulkan sumber tenaga wahana
sudah berada di bawah batas minimal untuk dapat berkomunikasi. Berkaitan dengan
kondisi ini, pihak NASA Ames Research Center pun memutuskan untuk tidak lagi
melakukan upaya kontak lebih lanjut.

6. Pioneer 11
Seperti Pioneer 10, pioneer 11 juga membawa serta Plakat Pioneer yang berisi pesan
dari manusia. Jika pesawat ini ditemukan oleh makhluk luar angkasa, diharapkan bahwa
plakat tersebut dapat memberitahukan asal usul pesawat ini kepada mereka.
Pioneer 11 merupakan pesawat kedua yang berhasil melintasi sabuk asteroid dan
mengunjungi Jupiter serta bulan-bulannya. Berbeda dengan pendahulunya, Pioneer 10,
Pioneer 11 juga berhasil mengunjungi Saturnus menggunakan bantuan gravitasi Jupiter.
Wahana luar angkasa ini kemudian keluar tata surya menuju ke arah rasi Aquila (The
Eagle) dan akan melintasi salah satu bintang di rasi tersebut dalam waktu sekitar empat
juta tahun.
Pioneer 11 diluncurkan dari Cape Canaveral, Florida, AS, pada 6 April 1973, sebulan
setelah peluncuran Pioneer 10. Meskipun awalnya ditujukan hanya untuk mengunjungi
Jupiter, Pioneer 11 diarahkan untuk juga mengunjungi Saturnus.
Pada 4 Desember 1974, satu setengah tahun setelah peluncurannya, Pioneer 11
melintas pada jarak 34.000 km dari puncak awan Jupiter, mengambil gambar fantastis
Great Red Spot dan mengukur massa bulan Callisto. Pioneer 11 lantas melanjutkan
perjalanan ke Saturnus dan pada tanggal 1 September 1979 dan berhasil melintas pada
21.000 km dari puncak awan Saturnus.
Sebagai wahana pertama yang mengorbit Saturnus, Pioneer 11 melakukan
pengukuran kepadatan partikel cincin untuk memastikan apakah zona ini aman untuk
dikunjungi wahana lain, Voyager, yang sudah meninggalkan Jupiter dan sedang menuju
Saturnus.
Pioneer 11 lantas melaporkan bahwa debu pada cincin Saturnus ternyata tipis saja
sehingga tidak akan merusak pesawat ruang angkasa yang melintas. Selama kunjungan ke
sistem Saturnus, Pioneer 11 hampir bertabrakan dengan bulan berukuran kecil,
Epimetheus, yang keberadaannya sudah diperkirakan namun belum berhasil dikonfirmasi.
Pioneer 11 juga melaporkan bahwa bulan Saturnus, Titan, terlalu dingin sehingga
tidak memungkinkan adanya kehidupan. Tugas utamanya adalah melakukan pengamatan
langsung pertama dari Saturnus (1979) dan mempelajari partikel energik di bagian
heliosphere luar. Misi Pioneer 11 berakhir pada 30 September 1995, ketika transmisi
terakhir dari pesawat ruang angkasa itu diterima. Tidak ada komunikasi dengan Pioneer
11 sejak itu. Gerak bumi telah membawanya keluar dari pandangan antena pesawat ruang
angkasa. Pesawat ruang angkasa ini tidak dapat bermanuver untuk kembali di bumi. Hal
ini tidak diketahui apakah pesawat ruang angkasa ini masih memancarkan sinyal. Tidak
ada track lebih lanjut dari Pioneer 11 . Satelit ini menuju konstelasi Aquila (The Eagle),
dari konstelasi Sagitarius. Pioneer 11 akan melewati dekat salah satu bintang di rasi itu
sekitar 4 juta tahun.

7. New Horizons
New Horizons adalah nama sebuah wahana antariksa tak berawak milik NASA yang
dirancang untuk terbang melewati Pluto dan bulan (satelit-satelitnya). New Horizons
diharapkan akan dapat mengirimkan foto-foto Pluto dan satelitnya dari jarak dekat.
Wahana ini memiliki berat sebesar hampir 500 kilogram.
New Horizons dijadwalkan akan melintasi seluruh bagian tata surya selama sembilan
tahun sebelum terbang ke Pluto dan satelitnya, Charon, pada 2015. Jika berhasil, New
Horizons akan menjadi pesawat pertama yang mengunjungi planet tersebut. Di
dalam New Horizons terdapat tujuh peralatan ilmiah yang dirancang untuk memberikan
berbagai petunjuk mengenai keadaan permukaan Pluto, susunan dalam, serta
atmosfernya.
Selain melintasi Pluto, para perencana misi ini juga berharap NASA menyetujui
rencana penerbangan lanjutan melewati Objek Sabuk Kuiper (Kuiper Belt Object) yang
sangat jauh dan mengirimkan data tambahan.
New Horizons awalnya direncanakan dapat diluncurkan pada 11 Januari 2006, namun
ditunda hingga 17 Januari (lalu kemudian ditunda lagi hingga 19 Januari 2006) agar
beberapa pengujian lanjutan dapat dilakukan terhadapnya. Peluncurannya dilaksanakan
menggunakan sebuah roket Atlas V.

Cara Kerja Wahana Antariksa


Cara termudah untuk bergerak dari satu planet ke planet lainnya, misalnya seperti
yang dilakukan wahana antariksa pergi dari Bumi ke Mars adalah dengan memanfaatkan
gaya gravitasi Matahari.
Pertama-tama kita mengirim wahana tersebut ke luar Bumi dengan menggunakan
roket. Roket ini harus bertenaga besar (tergantung pada beratnya wahana yang dibawa)
karena harus melawan gaya gravitasi Bumi dan juga gesekan dengan atmosfer Bumi pada
tahap-tahap awal. Untuk memudahkan roket mencapai antariksa, biasanya roket dibangun
menjadi beberapa tahap, dan tangki bahan bakar yang sudah kosong langsung dibuang.
Dengan cara ini beban yang dibawa menjadi semakin ringan.

Menghadapi gaya hambat atmosfer bumi


Untuk mengatasi persoalan interaksi dengan atmosfer Bumi pada saat roket melesat
dari permukaan Bumi menuju antariksa, dapat diselesaikan dengan memahami gaya hambat
(drag). Gaya hambat timbul apabila sebuah benda padat bergerak mengarungi fluida.
Atmosfer Bumi dapat dianggap sebagai fluida dan roket sebagai benda padat. Roket yang
bergerak mengarungi atmosfer akan mengalami gaya hambat yang arahnya berlawanan
dengan arah gerak roket. Besarnya gaya hambat ini berbanding lurus dengan kecepatan roket,
semakin cepat roket maka semakin besar gaya hambat roket. Sehingga roket harus dipercepat
perlahan-lahan, agar bergerak pelan-pelan saja hingga mencapai lapisan atmosfer Bumi yang
teratas, di mana kerapatan atmosfernya lebih renggang dan gaya hambatnya lebih rendah
meskipun roket dikebut. Di lapisan teratas inilah roket dikebut dengan hebatnya sehingga
mencapai kecepatan yang dibutuhkan untuk lolos dari tarikan gaya gravitasi Bumi.
Kita mungkin pernah mendengar bahwa sebuah objek harus mencapai kecepatan 40
320 km/jam untuk bisa lepas dari tarikan gravitasi Bumi (Angka ini disebut escape velocity
atau bahasa kerennya kecepatan lepas). Hal ini benar apabila kita berada di permukaan Bumi,
namun apabila kita sudah berada di lapisan atas atmosfer Bumi, kecepatan lepas nilainya
sedikit lebih kecil.
Bahan bakar roket untuk bisa lepas dari gaya tarik Bumi ada berbagai variasi, tapi
versi-versi awal roket yang dengan sukses membawa manusia ke Bulan menggunakan
minyak tanah yang dibakar dengan oksigen cair. Minyak tanah yang digunakan sudah
disuling sehingga mencapai titik uap dan titik beku tertentu. Beberapa variasi lain
menggunakan hidrogen cair yang juga dinyalakan dengan oksigen cair. Prinsip utama dari
bahan bakar roket adalah harus mampu menghasilkan reaksi kimia yang dapat menghasilkan
gaya dorong yang mampu mengangkat seluruh beban roket.

Navigasi antar-planet
Saat wahana sudah mencapai antariksa, selanjutnya wahana akan menembakkan
dorongan jet sehingga ia memperoleh kecepatan untuk bergerak ke arah tertentu yang sudah
diperhitungkan sebelumnya. Selanjutnya gerakan roket murni berasal dari tarikan gaya
gravitasi Matahari. Artinya, sebenarnya wahana ini mengorbit Matahari dalam lintasan elips,
sedemikian rupa sehingga lintasannya akan berdekatan dengan Mars. Tentu untuk
menghitung lintasan yang cocok kita perlu mengetahui posisi Bumi sekarang dan juga posisi
Mars di masa depan. Dengan pemahaman mengenai Hukum gravitasi Newton hal ini bisa
dihitung, dan jadwal yang paling cocok untuk meluncurkan roket dapat ditentukan.

Ketapel Gravitasi
Pesawat masih bisa bermanuver-ria ke arah lain maupun mengubah kecepatannya.
Cara paling efisien yang selama ini digunakan dan tidak perlu banyak melibatkan sistem
pendorong dari wahananya itu sendiri (karena kita tahu mesin tambahan akan menambah
beban bagi roket pada saat peluncuran dari permukaan menuju antariksa) adalah dengan
menggunakan energi dari gaya gravitasi objek lain yang dilewati wahana.
Saat wahana melewati sebuah planet, terjadi interaksi gravitasi antara keduanya. Dari
interaksi ini timbul perpindahan momentum dari planet yang sedang bergerak ke wahana
antariksa. Akibatnya, wahana antariksa memperoleh tambahan energi dan dengan demikian
kecepatannya bertambah dan arah geraknya berubah.

PERHITUNGAN KALENDER
A. Kalender Masehi/Syamsiah
Sejarah singkat
Menurut Hidayah Taqwin (2012) dalam makalahnya yang berjudul Sistem
Penanggalan Hijriyah dan Masehi, system kalender Masehi adalah salah satu system
penanggalan yang dibuat berdasarkan pada peredaran bumi mengelilingi matahari
(syamsiah solar system) yang penaggalannya dimulai semenjak kelahiran Nabi Isa
Almasih as. (sehingga disebut Masehi ;Masihi). Nama lain dari kalender ini adalah
kalender Milladiah (kelahiran).
Kalender Masehi adalah kalender yang mulai digunakan oleh umat Kristen awal.
Mereka berusaha menetapkan tahun kelahiran Yesus atau Isa sebagai tahun permulaan
(tahun 1). Namun untuk penghitungan tanggal dan bulan mereka mengambil kalender
bangsa Romawi yang disebut kalender Julian (yang tidak akurat) yang telah dipakai sejak
45 SM, mereka hanya menetapkan tahun 1 untuk permulaan era ini. Perhitungan tanggal
dan bulan pada Kalender Julian lalu disempurnakan lagi pada tahun pada tahun 1582
menjadi kalender Gregorian. Penanggalan ini kemudian digunakan secara luas di dunia
untuk mempermudah komunikasi.
Kata Masehi (disingkat M) dan Sebelum Masehi (disingkat SM) berasal dari
bahasa Arab ( ,)‫المسيح‬yang berarti "yang membasuh," "mengusap" atau "membelai." (lihat
pula Al-Masih)
Dalam bahasa Inggris penanggalan ini disebut "Anno Domini" / AD (dari bahasa
Latin yang berarti "Tahun Tuhan kita") atau Common Era / CE (Era Umum) untuk era
Masehi, dan "Before Christ" / BC (sebelum [kelahiran] Kristus) atau Before Common
Era / BCE (Sebelum Era Umum).
Penanggalan masehi atau miladi di perkenalkan dan diproklamirkan oleh kerajan
Romawi. Dalam sejarah, kerajaan romawi didirikan oleh raja Romolus pada tanggal 21
april 753 SM. Kalender pada saat itu adalah kalender sepuluh bulan dengan 304 hari
dalam satu tahun yaitu mulai bulan Maret dan berakhir pada bulan Desember ditambah
dua bulan tanpa nama. Secara lengkap urutannya adalah Martinus, kemudian Aprilis,
Majus, Junius, Quintilis, Sextilis, September, October, Nopember, December. Raja
berikutnya, Numa Pompilius memindahkan dua bulan yang tak bernama itu sebagai awal
bulan dan menamakannya sebagai bulan januarius dan pebruarius dalam satu tahun
berjumlah 355 hari.

Empat Kedudukan Bumi pada Orbitnya


Menurut Kheyaar (2014) dalam makalahnya yang berjudul Sistem Kalender Hijriyah
dan Masehi, kalender Masehi perhitungannya didasarkan pada peredaran bumi
mengelilingi matahari atau peredaran matahari semu dimulai pada saat matahari berada
pada titik Aries. Hal itu terjadi pada setiap tanggal 21 Maret hingga kembali lagi ke
tempatnya semula. Ketika bumi berevolusi, ternyata poros bumi tidak tegak lurus
terhadap bidang ekliptika, melainkan miring dengan arah yang sama membentuk sudut
0
66,5 . Periode revolusi bumi untuk sekali putaran membutuhkan waktu sebanyak
365,2425 hari. Oleh karena kalender Masehi ini perhitungannya didasarkan pada
peredaran matahari dikenal dengan tahun “ Syamsiyah, SolarSystem atau tahun Surya.
 Tanggal 21 Maret
Matahari tepat berada di khatulistiwa, belahan bumi Utara mengalami musim semi,
sedangkan belahan bumi Selatan mengalami musim gugur.
 Tanggal 21 Juni
0
Kutub Utara bumi menghadap ke matahari yang seakan-akan berada pada 23,5 LU,
belahan bumi Selatan menjauhi matahari sehingga mengalami musim dingin,
sedangkan belahan bumi Utara semakin dekat dengan matahri sehingga mengalami
musim panas.
 Tanggal 23 September
Baik kutub Utara maupun kutub Selatan bumi berada sama jauhnya dari matahari
yang berada pada khatulistiwa, belahan bumi Utara semakin menjauhi matahari
sehingga mengalami musim gugur, sedangkan belahan bumi selatan makin condong
ke matahari sehingga mengalami musim semi.
 Tanggal 21 Desember
0
Matahari seolah-olah berada di 23,5 LS, belahan bumi Selatan makin condong ke
arah matahari sehingga mengalami musim panas. Sebaliknya, belahan bumi Utara
mengalami musim dingin karena letaknya semakin jauh dari matahari.

Ketentuan tarikh Gregorian


Menurut Hidayah Taqwin (2012) dalam makalahnya yang berjudul Sistem Penanggalan
Hijriyah dan Masehi,
 Permulaan tarikh Gregorian dimulai sejak tahun kelahiran Nabi Isa AS yaitu 1
Januari tahun 1 jam 00:00 (saat matahari berada pada kulminasi bawah).
 Tahun-tahun yang bukan termasuk tahun abadi baru bisa disebut tahun kabisat bila
habis dibagi 4. Apabila tidak maka disebut tahun basithoh dengan ketentuan satu
hari kelebihan dalam tahun kabisat dimasukkan dalam bulan Februari. Oleh karena
itu jumlah hari dalam bulan Februari terkadang 28 hari bila termasuk tahun basithah
dan 29 hari bila termasuk tahun kabisat.
 Jumlah hari dalam satu tahun untuk tahun kabisat 366 hari dan untuk tahun basithah
365 hari.
 Jumlah hari dalam satu bulan dapat berubah-ubah antara 31 dan 30 hari kecuali
bulan Februari. Bulan Januari, Maret, Mei, Juli, Agustus, Oktober dan Desember
jumlah harinya 31 hari, sedangkan untuk bulan April, Juni, September, dan
Nopember berjumlah 30 hari. Oleh karena dalam tarikh Masehi ini ditetapkan ada
satu tahun kabisat dalam setiap empat tahun (daur), maka jumlah hari dalam satu
daurnya adalah 365 hari x 3 ditambah 366 hari= 1461 hari.

Ketentuan Umum Perhitungan Kalender Masehi


 1 tahun masehi = 365 hari (basithoh), februari = 28 hari atau 366 hari (kabisat),
februari = 29 hari.
 Tahun kabisat adalah bilangan tahun yang habis dibagi 4 (misalnya 1992, 1996,
2000, 2004), kecuali bilangan abad yang tidak habis dibagi 4 (misalnya 1700, 1800,
1900, 2100 dst), selain itu adalah basithoh
 1 siklus = 4 tahun (1461 hari).
 penyesuaian akibat anggaran Gregorius sebanyak 10 hari sejak 15 oktober 1582 M
serta penambahan 1 hari pada setiap bilangan abad yang tidak habis dibagi 4 sejak
tanggal tersebut, sehingga sejak tahun 1900 sampai 2099 ada penambahan koreksi
13 hari (10 + 3).

Perhitungan Kalender Masehi


1. Tentukan tahun yang akan dihitung
2. Hitunglah tahun tam, yaitu tahun yang dihitung dikurangi satu
3. Hitunglah jumlah siklus selama tahun tam tersebut, yaitu interval (tahun tam : 4)
4. Hitunglah tahun kelebihan dari sejumlah siklus tersebut
5. Hitunglah jumlah hari selama siklus yang ada dengan dikalikan jumlah hari dalam 1
siklus (1461 hari)
6. Hitunglah jumlah hari dari tahun kelebihan dengan dikalikan 365 hari
7. Jumlahkan hari-hari tersebut dan tambahkan 1 hari (tanggal 1 januari)
8. Kurangi dengan koreksi gregorian, yaitu 10 + … hari
9. Jumlah hari yang didapat kemudian dibagi 7 untuk menentukan hari, kelebihan hasil
dari pembagian tersebut merupakan hari yang dicari yang dihitung mulai hari sabtu.
(sisa 1 = Sabtu; 2=Ahad, 3=Senin, 4=Selasa; 5=Rabu, 6=Kamis, 0=Jum’at)
10. Jumlah hari kemudian dibagi 5, selebihnya dihitung mulai pasaran kliwon atau 1 =
kliwon, 2 = legi, 3 =pahing, 4 = pon, 5 = wage, 0 = wage.

Contoh: Tanggal 1 januari 2004 M

Waktu yang telah dilalui = 2003 tahun, lebih 1 hari atau 2003 : 4 = 500 siklus, lebih 3
tahun, lebih satu hari. (tahun tam)
500 siklus  2003 x 1461 hari  730500 hari 731583 ℎ𝑎𝑟𝑖 : 7 = 104511, 𝑙𝑒𝑏𝑖ℎ 6 ℎ𝑎𝑟𝑖 = 𝑘𝑎𝑚𝑖𝑠
3 tahun  3 x 365 hari  1095 hari 731583 ℎ𝑎𝑟𝑖 : 5 = 146316, 𝑙𝑒𝑏𝑖ℎ 3 ℎ𝑎𝑟𝑖 = 𝑝𝑎ℎ𝑖𝑛𝑔
1 hari  1 hari
= 731596 ℎ𝑎𝑟𝑖
+ Jadi tanggal 1 januari 2004 jatuh pada hari kamis
pahing.
𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 𝐺𝑟𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖𝑢𝑠 = 10 + 3 = 13 hari
= 731583 ℎ𝑎𝑟𝑖
+

B. Kalender Hijriyah
Menurut Hidayah Taqwin (2012) dalam makalahnya yang berjudul Sistem
Penanggalan Hijriyah dan Masehi, system penanggalan Hijriyah disusun berdasarkan
peredaran bulan mengelilingi bumi (qomariyah / lunar system). Kalender ini dimulai
semenjak hijrah (pindah)nya Rasulullah Saw dari Mekkah ke Yatsrib (Madinah).
Dua macam pergerakan bulan:
1. Siderial month : periode yang dibutuhkan bulan untuk berputar 360° mengelilingi
bumi, lamanya 27,321 hari.
2. Synodic month : periode antara satu bulan baru dengan bulan baru lainnya, lamanya
29,53059 hari atau 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik. Ada perbedaan sekitar 2 hari
dengan siderial month karena bumi juga berevolusi terhadap matahari pada arah
yang sama, sehingga untuk mencapai konjungsi berikutnya memerlukan tambahan
waktu.
Dari kedua fase tersebut, yang umum digunakan dalam penentuan Kalender Hijriah
adalah synodic month.
Menurut Kheyaar (2014) dalam makalahnya yang berjudul Sistem Kalender
Hijriyah dan Masehi, Dalam peredarannya, bulan melakukan tiga gerakan sekaligus,
yaitu rotasi, revolusi, dan bersama dengan bumi mengitari matahari. Periode rotasinya
sama dengan periode revolusinya. Akibatnya, muka bulan yang menghadap bumi selalu
sama yakni separuh bagian dan bagian lain tidak pernah menghadap ke bumi. Untuk satu
kali bergerak berputar mengelilingi bumi, bulan memerlukan waktu selama 27 1/3 hari
yang disebut satu bulan sideris. Sebenarnya, pada saat tersebut bumi telah bergerak
0
mengitari matahari sejauh 27 . Jadi, bulan harus menempuh selisih jarak tersebut agar
kembali ke posisi semula relative terhadap matahari. Dengan demikian, selang waktu
satu kali revolusi bulan adalah 29 ½ hari yang disebut satu bulan sinodis (qomariah).
Dari kedudukan bulan yang berbeda-beda menghasilkan bentuk bulan yang
berbeda pula yang disebut fase bulan, yaitu:
1. Pada kedudukan 1, yaitu pada saat kedudukan matahari, bulan dan bumi terletak satu
garis lurus. Pada kedudukan bulan mulai berevolusi disebut bulan baru atau bulan
muda.
2. Pada kedudukan 2, separuh bagian bulan yang menghadap bumi kira-kira hanya
seperempatnya yang terkena sinar matahari. Akibatnya, kita melihat bulan sabit.
3. Pada kedudukan 3, separuh bulan yang menghadap bumi kira-kira hanya
seperempatnya yang terkena sinar matahari. Akibatnya, kita melihat setengah
bulatan yang disebut kuartir pertama atau bulan separuh.
4. Pada kedudukan 4, separuh bagian bulan yang menghadap bumi kira-kira tiga per
empatnya terkena sinar matahari. Akibatnya, kita melihat bulan cembung.
5. Pada kedudukan 5, separuh bagian bulan yang menghadap bumi seluruhnya terkena
sinar matahari. Akibatnya, kita melihat bulan purnama.
Sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya Matahari di tempat tersebut.
Kalender Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata siklus sinodik bulan kalender lunar
(qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik
bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari).
Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari
dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi.
Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam
Kalender Hijriah bergantung pada posisi bulan, bumi dan Matahari. Usia bulan yang
mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new moon) di titik apooge,
yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang bersamaan, bumi berada
pada jarak terdekatnya dengan Matahari (perihelion). Sementara itu, satu bulan yang
berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige (jarak
terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari Matahari
(aphelion). Dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap melainkan berubah-ubah (29 -
30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit tersebut (Bulan, Bumi dan
Matahari).
Penentuan awal bulan (new moon) ditandai dengan munculnya penampakan
(visibilitas) Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak).
Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari, sehingga posisi hilal
berada di ufuk barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari
pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus bulan-bulan
mana saja yang memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari. Semuanya tergantung
pada penampakan hilal.

Hisab Urfi
Dalam sistem Hisab ‘Urfi ini umur bulan senantiasa bergantian antara 30 hari dan
29 hari, 30 hari untuk bulan ganjil dan 29 hari untuk bulan genap, kecuali untuk bulan
Dzulhijjah ketika tahun kabisat diberi umur 30 hari. Satuan masa (daurus-sanah) tahun
Hijriah (qomariyah) dalam hisab ‘urfi ditetapkan 30 tahun, 11 tahun ditetapkan sebagai
tahun Kabisat, dan 19 tahun ditetapkan sebagai tahun Basitah. Tahun Kabisat ditetapkan
jatuh pada tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26, dan 29, selainnya ditetapkan
sebagai tahun Basitah.

Nama-nama Bulan Hijriyah


1. Muharam = yang diharamkan
2. Safar = kosong
3. Rabiul awal = menetap yang pertama
4. Rabiul akhir = menetap yang terakhir
5. Jumadil awal = kering/beku/padat yang pertama
6. Jumadil akhir = kering/beku/padat yang terakhir
7. Rajab= mulia
8. Syaban= berpencar
9. Ramadhan = panas terik/ terbakar
10. Syawal=naik
11. Dzulqaidah = si empunya duduk
12. Dzulhijjah = si empunya haji

Selisih tarikh Masehi dan Hijriyah


Dalam perhitungan konversi harus memperhatikan selisih tahun Masehi dan Hijriyah.
Bila menggunakan kesepakatan 1 Muharram tahun 1 Hijriyah bertepatan dengan tanggal
15 Juli 622 Masehi, maka dapat diketahui bahwa selisih dengan tahun Masehi adalah
jumlah hari sejak 1 Januari 1 Masehi hingga tanggal tersebut.

Menentukan konversi Hijriyah ke Masehi


Menghitung usia tahun Hijriyah yang akan dikonversikan dengan menghitung
jumlah tahun, bulan yang diinginkan.
Hasilnya ditambahkan selisih tetap usia tarikh Masehi dengan tarikh Hijriyah (Tafawut =
227.016) beserta koreksi dari Paus Gregorius XIII ( Pra tahun 2100 Masehi = 13 hari).
Hasil hisab tersebut kemudian dibagi dengan usia siklus tarikh Masehi (1461 ). Setelah
itu dikalikan dengan siklusnya (4 tahun) sehingga diketahui jumlah dari tahun, bulan dan
harinya.
Contoh
C. Kalender Jawa
Digunakan oleh Kesultanan Mataram. Penanggalan ini memadukan sistem
penanggalan Islam, sistem penanggalan Hindu, dan sedikit penanggalan Julian yang
merupakan bagian budaya Barat.Kalender Jawa menunjukkan perputaran hidup antara
manusia dimana hidup itu diciptakan oleh Gusti, pencipta Jagat Raya, Tuhan Yang Maha
Kuasa. (wikipedia.org/wiki/kalender_jawa)
Terdiri dari dua siklus hari
 Siklus mingguan (7 hari, minggu sampai sabtu)
 Siklus pekan pancawara (5 hari = legi, pahing, pon, wage, kliwon)

Siklus 7 Hari
Orang Jawa percaya bahwa hitungan 7 hari dalam seminggu bermula ketika Tuhan
menciptakan alam semesta ini dalam 7 tahap. Dimana tahap pertama diawali hari Radite
(Minggu).
 Pertama, Ketika Tuhan memiliki kehendak ingin menciptakan dunia. Kehendak
Tuhan ini lalu disimbolkan dengan MATAHARI yang bersinar sebagai sumber
kehidupan.
 Kedua, ketika Tuhan menurunkan kekuatanNYA untuk menciptakan dunia.
Kekuatan Tuhan itu lalu disimbolkan dengan BULAN yang bercahaya tanpa
menyilaukan.
 Ketiga, Ketika kekuatan Tuhan tadi mulai menyebarkan percik-percik sinar Tuhan.
Percik sinar Tuhan itu lalu disimbolkan dengan API yang berpijar.
 Keempat, Ketika Tuhan menciptakan dimensi ruang untuk wadah alam semesta.
Dimensi ruang itu lalu disimbolkan dengan BUMI menjadi tempat makhluk hidup.
 Kelima, Ketika tuhan menciptakan panas yang menyalakan kehidupan. Panas yang
menyala itu lalu disimbongkan dengan ANGIN yang bergerak dan petir yang
menyambar.
 Keenam, Ketika tuhan menciptakan air yang dingin. Air yang dingin itu lalu
disimbolkan dengan BINTANG yang mirip titik-titik air yang menyejukan.
 Ketujuh, Ketika Tuhan menciptakan unsur materi kasar sebagai dasar pembentuk
kehidupan. Materi kasar itu lalu disimbolkan dengan AIR sebagai sumber
kehidupan.

Dino Pitu (Hari Tujuh)


Nama hari ini dihubungkan dengan sistem bulan-bumi. Gerakan (solah) dari bulan
terhadap bumi adalah nama dari ke tujuh tersebut.
 Radite (Minggu) melambangkan meneng atau diam.
 Soma (Senin) melambangkan maju.
 Hanggara (Selasa) melambangkan mundur.
 Budha (Rabu) melambangkan mangiwa atau bergerak ke kiri.
 Respati (Kamis) melambangkan manengen atau bergerak ke kanan.
 Sukra (Jumat), melambangkan munggah atau naik ke atas.
 Tumpak (Sabtu) melambangkan temurun atau bergerak turun.
Hari-hari Pasaran (siklus pancawara)
MenurutAhmad Musonnif, dalam “Perbandingan Tarikh Studi Komparatif Kalender Masehi,
Hijriyah, dan Jawa Islam”, Jurnal Dinamika Penelitian, pasaran merupakan posisi sikap (patrap)
dari bulan sebagai berikut:
1. Legi • Manis, melambangkan mungkur (berbalik arah kebelakang)
2. Pahing • Pahit, melambangkan madep (menghadap)
3. Pon • Petak, melambangkan sare (tidur)
4. Wage • Cemeng, melambangkan lenggah (duduk)
5. Kliwon • Asih, melambangkan jumeneng (berdiri)

Nama-nama Bulan
Setiap eksistensi dari hidup manusia baru dimulai dengan Teja (sinar hidup yang
diciptakan oleh kekuatan gaib dari Gusti Tuhan).Perputaran hidup manusia adalah dari
teja kembali ke teja melalui suwung (kosong). Dari bulan pertama (Warana/ sinar)
sampai dengan bulan ke sembilan manusia baru tersebut berada di kandungan ibu dalam
proses untuk mengambil bayi hidup yang sempurna, siap untuk lahir; dari bulan
kesepuluh dia menjadi seorang manusia yang hidup didunia ini. Bulan kesebelas
melambungkan akhir dari pada eksistensinya didunia ini yaitu, wusana artinya
sesudahnya. Yang terakhir adalah suwung artinya kosong, hidup pergi kembali dari mana
hidup itu datang. Dengan kehendak Gusti hidup itu kembali lagi menjadi Teja/ Cahaya,
inilah perputaran hidup karena hidup itu abadi.Ada kalanya orang tua bijak memberikan
nasihat sebaiknya setiap orang itu tahu inti dari sangkan paraning dumadi atau purwa,
madya, wusana. Sehingga orang akan selalu bertingkah laku yang baik dan benar selama
diberi kesampatan untuk hidup didunia ini.
Satu tahun terdiri dari 12 bulan yang menunjukkan sangkar paraning dumadi
(asalnya dari mana dan akan pergi kemana), disini ada 12 proses yaitu:
 Wadana (Sapar) artinya wiwit.
 Wijangga (Mulud) artinya kanda.
 Wiyana (Bakda Mulud) artinya ambuka.
 Widada (Jumadi Awal) artinya wiwara.
 Widarpa (Jumadi Akhir) artinya rahsa.
 Wilapa (Rejeb) artiya purwa.
 Wahana (Ruwah) artinya dumadi.
 Wanana (Pasa) artinya madya.
 Wurana (Sawal) artinya wujud.
 Wujana (Sela) artinya wusana.
 Wujala (Besar) artinya kosong.
 Warana (Sura) artinya tejo
Sebagian nama bulan diambil dari Kalender Hijriyah, dengan nama-nama Arab,
namun beberapa di antaranya menggunakan nama dalam bahasa Sanskerta seperti Pasa,
Sela dan kemungkinan juga Sura. Sedangkan nama Apit dan Besar berasal dari bahasa
Jawa dan bahasa Melayu. Nama-nama ini adalah nama bulan kamariah atau candra
(lunar). Penamaan bulan sebagian berkaitan dengan hari-hari besar yang ada dalam bulan
hijriah, misalnya Pasa berkaitan dengan puasa Ramadhan, Mulud berkaitan dengan
Maulid Nabi pada bulan Rabi'ul Awal, dan Ruwah berkaitan dengan Nisfu Sya'ban di
mana dianggap amalan dari ruh selama setahun dicatat.

Nama Tahun
Setiap tahun memiliki arti sendiri : Alip berarti mulai berniat, Ehe artinya
melakukan, Jimawal artinya pekerjaan, Je artinya nasib, Dal artinya hidup, Be artinya
selalu kembali, Wawu artinya kearah dan Jimakir artinya kosong.
Kedelapan tahun itu membentuk kalimat ”ada-ada tumandang gawe lelakon urip
bola-bali marang suwung” (mulai melaksanakan aktifitas untuk proses kehidupan dan
selalu kembali kepada kosong). Tahun dalam bahasa Jawa itu wiji (benih), kedelapan
tahun itu menerangkan proses dari perkembangan wiji (benih) yang selalu kembali
kepada kosong yaitu lahir-mati, lahir-mati yang selalu berputar.

D. Kalender China
Menurut Syauqi (2011) di dalam Sistem Penanggalan China, Kalender China
disebut sebagai Yin Yang Liyang berarti Penanggalan Bulan-Matahari (Lunisolar
Calendar). Ada juga yang menyebutnya Tarikh Imlik. Sebagian lagi menyebutnya
kalender Khongcu Lik/ Tarikh Khongcu atau tarikh bulan, karena berdasarkan
perhitungan lama bulan mengitari bumi yaitu 29,5 hari. Tarikh ini memang bukan tarikh
bulan murni karena disamping berdasarkan peredaran bulan dicocokkan pula dengan
peredaran musim yang dipengaruhi letak matahari. Sehingga penanggalan ini dapat
digunakan untuk menentukan bulan baru dan purnama, dapat juga untuk menentukan
peredaran musim, maka disebut juga Im Yang Lik (Luni Solar Calender).
Tahun China terdiri atas 12 bulan atau 13 bulan jika Tahun Kabisat dalam 1 bulan
terdiri 29 atau 30 hari. Sehingga dalam setahun terdiri dari 355 hari atau 385 hari (Tahun
Kabisat).Sehingga pada sistem penanggalan Masehi (Gregorian), Tahun Baru China
pasti jatuh antara 21 Januari (paling awal) hingga 20 Februari (paling akhir) setiap
tahunnya.

Sistem Perhitungan Penanggalan China


Cara menyeimbangkan tahun matahari (Yang Lik) dan tahun bulan (Im Lik) adalah
dengan rumus:
19 tahun matahari = 19 tahun + 7 bulan lunar
Dengan demikian dalam kurun waktu 19 tahun solar terdapat tujuh kali bulan
sisipan lunar (Adhikamasa).
Berikut ini adalah bulan sisipan lunar (lun gwee) jatuh pada tahun berapa:
1987 bulan 6 Im Lik 2006 bulan 7 Im Lik
1990 bulan 5 Im Lik 2009 bulan 5 Im Lik
1993 bulan 3 Im Lik 2012 bulan 4 Im Lik
1995 bulan 8 Im Lik 2014 bulan 9 Im Lik
1998 bulan 5 Im Lik 2017 bulan 6 Im Lik
2001 bulan 4 Im Lik 2020 bulan 4 Im Lik
2004 bulan 2 Im Lik 2023 bulan 2 Im Lik
Tarikh Khongcu
Perhitungan tahun berdasarkan cabang bumi.
Cabang bumi atau Tee Ci berjumlah 12 dengan menggunakan nama bintang-
bintang/ planet dalam astrologi menurut garis edarnya yang mengelilingi matahari.
Dalam ilmu perbintangan 12 tempat itu dihubungkan dengan nama-nama binatang dalam
Shio yaitu tikus, kerbau, macan, kelinci, naga, ular, kuda, kambing, kera, ayam, anjing,
dan babi.
Tiap bulan lamanya 29 atau 30 hari, hal ini sesuai dengan waktu bulan
mengelilingi bumi yang lamanya 29 ½ hari. Pergantian bulan terjadi pada saat Tilem dan
pertengahan bulan (tanggal 15 KhongcuLik) adalah bulan purnama.
Nama-nama bulan pada penanggalan China yaitu sebagai berikut.
1. Cu : bulan 11, Cap It Gwee
2. Thio : bulan 12, Cap Ji Gwee
3. In : bulan 1, Cia Gwee
4. Bauw : bulan 2, Ji Gwee
5. Sin : bulan 3, Sa Gwee
6. Ci : bulan 4, Si Gwee
7. Ngo : bulan 5, Go Gwee
8. Bie : bulan 6, Lak Gwee
9. Si : bulan 7, Jit Gwee
10. Yu : bulan 8, Pik Gwee
11. Sut : bulan 9, Kauw Gwee
12. Hay : bulan 10, Cap Gwee

Perhitungan Hari
Dalam satu hari terdapat 12 Sie, 1 Sie = 2 jam; sehingga 60 Sie (atau 5 hari = 1
Hou; dan 3 Hou atau 15 hari = satu ciat (hari) dan berselang 3 Hou lagi adalah satu Khi.
Pembagian Ciat atau Khi menurut peredaran bumi terhadap matahari, sehingga baik Ciat
maupun Khi adalah sesuai dengan peredaran matahari.Jarak antara satu Ciat dengan Ciat
lainnya adalah 30 hari.demikian pula jarak antara satu satu Khi dengan Khi lainnya juga
30 hari. Letak Ciat dan Khi adalah berselang, dengan demikian jarak antara Ciat dan Khi
adalah 15 atau 16 hari.

Pembagian Ciat dalam setahun terdiri atas 12


1. Liep Chu : Awal Musim Semi, 4 Februari.
2. King Ciap : Guntur Musim Semi, 6 Maret
3. Ching Bing : Terang dan Bersih; 5 April
4. Liep He : Awal Musim Panas; 5 atau 6 Mei.
5. Bong Ciong : Masa Panen Raya; 6 Juni
6. Siau Si : Panas Sedikit; 7 atau 8 Juli
7. Liep Chiu : Awal Musim Gugur; 8 Agustus
8. Pik Lou : Embun Banyak; 8 September
9. Han Lou : Embun Dingin; 8 atau 9 Oktober
10. Liep Tong : Awal Musim Dingin; 7 atau 8 November
11. Tai Swat : Hujan Es Besar/ Menyeluruh; 7 atau 8 Desember
12. Siau Han : Dingin Sebagian; 5 atau 6 Januari
Pembagian Khi dalam setahun terbagi menjadi 12
1. I Swi : Hujan Musim Semi; 19 Februari
2. Chun Hun : PertengahanMusim Semi; 21 Maret
3. Kok I : Hujan Terakhir; 20 atau 21 April
4. Siau Boan : Panen Sebagian; 21 atau 22 Mei
5. He Cik : Pertengahan Musim Panas; 21 atau 22 Juni
6. Tai Si : Panas Menyeluruh: 22 atau 23 Juli
7. Chi Shi : Panas Lenyap; 23 atau 24 Agustus
8. Chiu Hun : Pertengahan Musim Gugur; 23 atau 24 September
9. Song Kang : Hujan Salju; 23 atau 24 Oktober.
10. Siau Swat : Hujan Es Sebagian; 22 atau 23 November
11. Tang Cik :Tengah Musim Dingin; 22 Desember
12. Tai Han : Dingin Menyeluruh; 20 atau 21 Januari

Pembagian Musim
1. Musim Semi: tanggal 4 Februari (Liep Chun), sampai Kok Hi tanggal 20 April.
2. Musim Panas: tanggal 5 Mei (Liep He), sampai Tai Si tanggal 23 Juli.
3. Musim Gugur: 7 Agustus (Liep Chiu) sampai Sing Kang; Hujan Salju, 23 Oktober.
4. Musim Dingin: tanggal 7 November (Liep Tong) sampai dengan saat Tai Han;
Dingin Menyeluruh tanggal 20 januari.

Perhitungan Saat(Sie)
Satu hari (24 jam) dibagi menjadi 12 saat (Sie) dengan memakai nama 12 shio. Tiap
saat atau Sie yang lamanya 2 jam dibagi menjadi 3 x 40 menit.
 Cu Si : jam 23.00 – 01.00  Ngo Si : jam 11.00 – 13.00
 Thio Si :jam 01.00 – 03.00  Bi Si : jam 13.00 – 15.00
 In Si : jam 03.00 – 05.00  Sien Si : jam 15.00 – 17.00
 Bauw Si : jam 05.00 – 07.00  Yu Si : jam 17.00 – 19.00
 Sin Si : jam 07.00 – 09.00  Sut Si : jam 19.00 – 21.00
 Ci Si : jam 09.00 – 11.00  Hay Si : jam 21.00 – 23.00

PERHITUNGAN HILAL
A. Mengenal Hilal
Penentuan awal bulan Puasa dan Idul Fitri ditentukan oleh adanya pengamatan
Hilal. Menurut Wikipedia, Hilal adalah penampakan bulan yang paling awal terlihat
menghadap bumi setelah bulan mengalami konjungsi/ijtimak. Bulan awal ini akan
tampak di ufuk barat (maghrib) saat matahari terbenam. Ijtimak/konjungsi adalah
peristiwa yang terjadi saat jarak sudut (elongasi) suatu benda dengan benda lainnya sama
dengan nol derajat. Dalam pendekatan astronomi, konjungsi merupakan peristiwa saat
matahari dan bulan berada segaris di bidang ekliptika yang sama. Pada saat tertentu,
konjungsi ini dapat menyebabkan terjadinya gerhana matahari.
Pada saat sekitar ijtimak, Bulan tidak dapat terlihat dari bumi, karena permukaan
bulan yang nampak dari Bumi tidak mendapatkan sinar matahari, sehingga dikenal istilah
Bulan Baru. Pada petang pertama kali setelah ijtimak, Bulan terbenam sesaat sesudah
terbenamnya matahari. Ijtimak merupakan pedoman utama penetapan awal bulan dalam
Kalender Hijriah.Hilal itu sendiri, saat bulan teramati, tepat sesaat setelah ijtimak,
Bagaimana hilal ditentukan? Hilal ditentukan menggunakan dua metode, yaitu Hisab &
Rukyat.

1. Hisab
Menurut Zakiyah Darajat dalam bukunya yang berjudul Ilmu Fiqih jilid 2,
Hisabadalah suatu cara untuk menetapkan awal bulan Qamariah dengan jalan
menggunakan perhitungan secara ilmu astronomiyaitu dari menghitung posisi
Matahari dan Bulan terhadap Bumi. Posisi Bulan Baru penting karena menjadi
penanda dimulainya penanggalan pada bulan yang baru (Tanggal 1 Kalender
Hijriah).
Pada saat ini, metode hisab telah menggunakan komputer dengan tingkat
presisi dan akurasi yang tinggi. Berbagai perangkat lunak (software) yang praktis
juga telah ada. Hisab seringkali digunakan sebelum rukyat dilakukan. Salah satu
hasil hisab adalah pada saat konjungsi geosentris atau ketika matahari, dan bulan
berada di posisi bujur langit yang sama jika diamati dari bumi. Ijtimak terjadi 29,531
hari sekali atau disebut dengan satu periodik sinodik.

2. Rukyat
Menurut Zakiyah Darajat dalam
bukunya yang berjudul Ilmu Fiqih jilid 2,
Rukyat adalah aktivitas mengamati
visibilitas hilalyaitu penentuan posisi
Bulan Baru berdasarkan pengamatan,
yakni bulan sabit pertama tampak sesaat
setelah ijtimak. Rukyat dapat dilakukan
dengan pengamatan. Rukyat dilakukan
pada saat menjelang terbenamnya
Matahari, pertama kali sesaat setelah
ijtimak (Pada waktu Bulan di ufuk Barat
dan terbenam sesaat setelah terbenamnya
Matahari). Apabila hilal terlihat, maka pada saat tersebut di lokal tersebut memasuki
tanggal 1. Tetapi bisa terjadi selang waktu ijtimak dengan terbenamnya Matahari
terlalu pendek, sehingga secara teori, pendaran iluminasi cahaya Bulan tidak cukup
teramati, karena masih terlalu suram dibandingkan semburat cahaya sekitar
(pendaran cahaya Matahari terbenam).Kriteria Danjon (1932, 1936) menyebutkan
bahwa hilal dapat terlihat tanpa alat bantu jika minimal jarak sudut antara Matahari-
Bulan sebesar 7 derajat.

B. Kriteria Visibilitas Hilal


1. Kriteria Visibilitas Hilal Internasional
Dua aspek penting yang berpengaruh:
a) Kondisi fisik hilal akibat iluminasi (pencahayaan) pada bulan
Pertama kali diperoleh Danjon (1932, 1936, di dalam Schaefer, 1991) yang
berdasarkan ekstrapolasi data pengamatan menyatakan bahwa pada jarak bulan-
matahari < 7𝑜 hilal tak mungkin terlihat (limit Danjon).
b) Kondisi cahaya latar depan akibat hamburan cahaya matahari oleh atmosfer di
ufuk (horizon)
Dengan memperhitungkan arc of light (beda tinggi bulan-matahari), aspek
fisik hilal hanya secara tidak langsung beda azimut bulan-matahari yang di
dalamnya mengandung jarak sudut minimal bulan-matahari.

2. Kriteria Visibilitas Hilal di Indonesia


Djamaluddin (2000) mengusulkan kriteria visibilitas hilal di Indonesia
(Kriteria LAPAN):
o Umur hilal harus > 8 jam
o Jarak sudut bulan-matahari harus >5,6𝑜
o Beda tinggi >3𝑜 (tinggi hilal >2𝑜 ) untuk beda azimut ~ 6𝑜
Kriteria tersebut memperbarui kriteria MABIMS, ketinggian 2𝑜
tanpamemperhitungkan beda azimut.
Data pengamatan disekitar Indonesia yang dihimpun RHI (Rukyatul Hilal
Indonesia) menunjukkan sebaran data beda tinggi bulan-matahari > 6𝑜 .
Aspek fisik hilal bisa diambil dari limit Danjon dengan alat optik (Limit
Danjon 6,4𝑜 ).Aspek kontras latar depan di ufuk barat dapat menggunakan batas
bawah beda tinggi bulan-matahari dari Ilyas (1988), Caldwell dan Laney (2001), dan
Sudibyo (2009), yaitu minimal 4𝑜 .

C. Kriteria Penentuan Awal Bulan pada Kalender Hijriyah


Menurut Ahmad Izzuddin dalam bukunya yang berjudul Metode Hisab-rukyat dan Solusi
Permasalahannya,ada 4 kriteria yang menjadi dasar penyusunan kalender hijriah di
Indonesia khususnya untuk penentuan awal Ramadlan, Syawal, dan Zulhijjah. Kriteria
tersebut masing-masing:
1. Rukyatul Hilal
Kriteria ini untuk menentukan awal bulan kalender Hijriyah dengan merukyat
(mengamati) hilal secara langsung bahwa awal bulan Ramadhan, Syawal, dan
Zulhijjah dimulai sejak terlihatnya hilal pada saat terbenam matahari tanggal 29.
Kalau tidak terlihat, maka jalan keluarnya adalah mengambil maksimum umur bulan
30 hari dan setelah itu mulailah tanggal 1 bulan baru.
Kriteria ini perpegangan pada Hadits Nabi Muhammad SAW: Berpuasalah
kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Jika
terhalang maka genapkanlah (istikmal).
Berdasarkan syari’at tersebut Nahdlatul Ulama (NU) sebagai ormas Islam
berhaluan ahlussunnah wal jamaah berketetapan mencontoh sunah Rasulullah dan
para sahabatnya dan mengikuti ijtihad para Ulama empat mazhab (Hanafi, Maliki,
Syafi’i, dan Hambali) dalam hal penentuan awal bulan Hijriah.
Aktivitas saat mengamati visibilitas hilal:
 Teori ini menyatakan bahwa hilal hanya mungkin bisa dirukyat jika jarak sudut
Bulan dan Matahari minimal 6,4° (sebelumnya 7°) merupakan batas bawah hilal
dapat teramati oleh mata tanpa alat bantuyang dikenal sebagai "Limit Danjon".
 Untuk wilayah sekitar khatulistiwa (Indonesia) hilal baru mungkin
dapatdirukyat menggunakan mata telanjang minimal pada ketinggian di atas 6°.
Di bawah itu hingga ketinggian di atas 4° diperlukan alat bantu penglihatan
seperti teleskop dan sejenisnya.

2. Wujudul Hilal
Kriteria wujudul hilal, jika pada tanggal 29 dalam penanggalan Hijriyah atau
hari terjadinya ijtimak/konjungsi telah memenuhi 2 (dua) kondisi, yaitu:
a) Konjungsi telah terjadi sebelum matahari tenggelam,
b) Bulan tenggelam setelah matahari, maka keesokan harinya telah dinyatakan
sebagai awal bulan Hijriyah.
Cara menentukannya sangat mudah yaitu dengan menempatkan matahari pada
posisi terbenam, lalu ditentukan posisi bulan. Bila bulan berkedudukan diatas ufuk
itu berarti menunjukkan bahwa bulan sudah berada di sebelah timur matahari.
Situasi demikian menunjukkan bahwa bulan baru qamariah sudah mulai atau dengan
kata lain hilal sudah wujud tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude)
bulan saat matahari terbenam.
Berdasarkan konsep inilah Muhammadiyah dapat menyusun kalender Hijriyah
termasuk penentuan awal Ramadhan, idul Fitri dan Idul Adha untuk tahun-tahun
yang akan datang. Menurut mereka, teori Wujudul hilal ini adalah “jalan tengah”
antara aliran aliran hisab murni dan aliran rukyat murni.

3. Imkanur Rukyat
Kriteria awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah dimulai apabila saat
terbenam matahari setelah terjadi konjungsi, hilal sudah ada. Dalam pengertian
mungkin dilihat, artinya dalam kondisi normal hilal itu mungkin dapat
dilihat.Taqwim standard empat negara ASEAN, yang ditetapkan berdasarkan
Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan
Singapura (MABIMS) merumuskan awal bulan hijriyyah terjadi jika :
a) Pada saat matahari terbenam, ketinggian (altitude) bulan diatas cakrawala
minimum 2°, dan sudut elongasi (jarak lengkung) Bulan–Matahari minimum 3°.
b) Pada saat Bulan terbenam, usia bulan minimum 8 jam, dihitung sejak ijtimak.
Secara bahasa Imkanur Rukyat adalah mempertimbangkan kemungkinan
terlihatnya hilal. Secara praktis, imkanur rukyat dimaksudkan untuk menjembatani
metode rukyat dan metode hisab. Terdapat 3 kemungkinan kondisi.
a) Ketinggian hilal kurang dari 0 derajat. Dipastikan hilal tidak dapat dilihat
sehingga malam itu belum masuk bulan baru.Metode rukyat dan hisab sepakat
dalam kondisi ini.
b) Ketinggian hilal lebih dari 2 derajat. Kemungkinan hilal dapat dilihat dalam
kondisi ini. Pelaksanaan rukyat kemungkinan besar akan mengkonfirmasi
terlihatnya hilal. Sehingga awal bulan baru telah masuk. Metode hisab dan
rukyat sepakat dalam kondisi ini.
c) Ketinggian hilal antara 0 sampai 2 derajat. Kemungkinan hilal tidak dapat
dilihat secara rukyat. Tetapi secara metode hisab hilal sudah diatas cakrawala.
Jika ternyata hilal berhasil dilihat ketika rukyat maka awal bulan telah masuk
malam itu. Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini. Tetapi jika
rukyat tidak berhasil melihat hilal maka metode rukyat menggenapkan bulan
menjadi 30 hari, sehingga malam itu belum masuk awal bulan baru. Dalam
kondisi ini rukyat dan hisab mengambil kesimpulan yang berbeda.
Meski demikian ada pendapat yang mengatakan bahwa pada ketinggian
kurang dari 2 derajat hilal tidak mungkin dapat dilihat. Sehingga dipastikan ada
perbedaan penetapan awal bulan pada kondisi ini.

4. Rukyat Global
Rukyat Global adalah kriteria penentuan awal bulan Hijriyah yang menganut
“jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa
(dalam arti luas telah memasuki bulan hijriyah yang baru) meski yang lain mungkin
belum melihatnya.
Kriteria ini dipakai oleh sebagian muslim di Indonesia melalui organisasi-
organisasi tertentu yang mengambil jalan pintas merujuk kepada Negara Arab Saudi
atau terlihatnya hilal di Negara lain dalam penentuan awal bulan Hijriyah. Penganut
kriteria ini berdasarkan pada hadits yang menyatakan, jika satu penduduk negeri
melihat bulan, hendaklah mereka semua berpuasa meski yang lain mungkin belum
melihatnya.

D. Prediksi Awal Bulan menurut beberapa Kriteria di Indonesia


Dari hasil pengamatan hilal untuk menentukkan 1 syawal 1437H, Muntoha (2016)
menuliskan pada rukyatulhilal.org hasil-hasil pengamatan dan kesimpulan awal bulan
hijriyah dari masing-masing metode adalah sebagi berikut.

1. Menurut Kriteria Rukyat Hilal


Teori Visibilitas Hilal terbaru telah dibangun oleh
para astronom dalam proyek pengamatan hilal global yang
dikenal sebagai Islamic Crescent Observation Project
(ICOP) berpusat di Yordania berdasar pada sekitar 700
lebih data observasi hilal yang dianggap valid. Teori ini
menyatakan bahwa hilal hanya mungkin bisa dirukyat jika
jarak sudut Bulan dan Matahari minimal 6,4° (sebelumnya
7°) yang dikenal sebagai "Limit Danjon". Kurva Visibilitas Hilal sebagai hasil
perhitungan teori tersebut mengindikasikan bahwa untuk seluruh wilayah Indonesia
mustahil hilal dapat disaksikan setelah Matahari terbenam karena sudah di bawah
ufuk. Sehingga menurut kriteria rukyat, kondisi tersebut akan mengakibatkan
'istikmal' sehingga awal bulan jatuh pada: Rabu, 6 Juli 2016
Di Indonesia, ormas Nahdlatul Ulama (NU) yang menggunakan rukyatul hilal
sebagai dasar penentuan awal bulannya mengakui kesaksian rukyat asalkan
ketinggiannya di atas "batas imkanurrukyat" 2° bahkan hanya dengan mata telanjang.
Sementara dalam penyusunan kalendernya juga menggunakan kriteria ketinggian hilal
2° tanpa syarat elongasi dan umur Hilal. Pada kondisi hilal di bawah ufuk seperti
ini klaim kesaksian hilal tentu akan ditolak, sehingga diberlakukan istikmal dan awal
bulan jatuh pada: Rabu, 6 Juli 2016.

2. Menurut Kriteria Hisab Imkanur Rukyat


Pemerintah RI melalui pertemuan Menteri-
menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan
Singapura (MABIMS) menetapkan kriteria yang disebut
'Imkanurrukyat' yang dipakai secara resmi untuk
penentuan awal bulan bulan pada Kalender Islam.
Hilal dianggap terlihat dan keesokannya
ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah berikutnya
apabila memenuhi salah satu syarat-syarat berikut: (1)
Ketika Matahari terbenam, ketinggian Bulan di atas horison tidak kurang dari 2° dan
(2) Jarak lengkung Bulan-Matahari (sudut elongasi) tidak kurang dari 3°. Atau (3)
Ketika Bulan terbenam, umur Bulan tidak kurang dari 8 jam setelah konjungsi/ijtimak
berlaku.
Berdasarkan Peta Ketinggian Hilal di atas, pada hari pelaksanaan rukyatul
hilal, syarat Imkanurrukyat MABIMS tidak terpenuhi sehingga awal bulan dalam
Taqwin Standard Indonesia menetapkan jatuh pada : Rabu, 6 Juli 2016
Ormas Persatuan Islam (Persis) menggunakan kriteria Imakurrukyat yang
mengakomodir Kriteria Lapan (2011) menyatakan bahwa "Awal bulan Hijriyah
dimulai ketika beda tinggi antara Bulan dan Matahari saat terbenam minimal 4° dan
jarak elongasi minimal 6,4° cukup di salah satu wilayah Indonesia". Maka
berdasarkan posisi tersebut kriteria tidak terpenuhi sehingga kalender Persis
menyatakan bahwa awal bulan jatuh pada: Rabu, 6 Juli 016

3. Menurut Kriteria Hisab Wujudul Hilal


Ormas Muhammadiyah dalam penyusunan
kalender Hijriyah baik untuk keperluan sosial maupun
ibadahnya (Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah)
menggunakan kriteria yang dinamakan "Hisab Hakiki
Wujudul Hilal". Kriteria ini menyatakan bahwa awal
bulan Hijriyah dimulai apabila telah terpenuhi tiga
kriteria berikut:
1) telah terjadi ijtimak (konjungsi),
2) ijtimak (konjungsi) itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan
3) pada saat terbenamnya matahari piringan atas Bulan berada di atas ufuk (bulan
baru telah wujud).
Ketiga kriteria ini penggunaannya adalah secara kumulatif, dalam arti
ketiganya harus terpenuhi sekaligus. Apabila salah satu tidak terpenuhi, maka bulan
baru belum mulai. Atau dalam bahasa sederhanya dapat diterjemahkan sebagai
berikut:
"Jika setelah terjadi ijtimak, Bulan terbenam setelah terbenamnya Matahari maka
malam itu ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah tanpa melihat berapapun sudut
ketinggian Bulan saat Matahari terbenam".
Berdasarkan posisi hilal saat Matahari terbenam di seluruh wilayah Indonesia
maka syarat wujudul hilal juga tidak terpenuhi, sehingga Muhammadiyah menetapkan
awal bulan jatuh pada : Rabu, 6 Juli 2016.

4. Menurut Kriteria Rukyat Hilal Arab Saudi (Rukyat Global)


Arab Saudi memiliki kalender
resmi yang dinamakan kalender Ummul
Qura. Kalender ini telah berkali-kali
mengganti kriterianya dan
diperuntukkan sebagai kalender untuk
kepentingan non ibadah. Sementara
untuk keperluan ibadah khususnya
penetapan awal dan akhir Ramadhan
serta awal Zulhijjah Saudi tetap
menggunakan rukyault hilal sebagai
dasar penetapannya. Sayangnya
penetapan ini sering hanya berdasarkan pada laporan rukyat dari seseorang tanpa
terlebih dahulu melakukan klarifikasi dan konfirmasi terhadap kebenaran laporan
tersebut apakah sudah sesuai dengan kaidah-kaidah sains astronomi khususnya Teori
Visibilitas Hilal. Dan sudah bisa ditebak jika laporan rukyat masih sesuai Kalender
Ummul Qura maka dianggap sah dan dapat diterima.
"Kompetensi" para perukyat diduga menjadi penyebab seringnya terjadinya
"klaim" atau kesalahan identifikasi terhadap obyek yang disebut sebagai Hilal.
Pengakuan terlihatnya hilal oleh perukyat pada saat hilal masih berada di bawah
"ambangvisibilitas" atau bahkan saat hilal sudah di bawah ufuk sering terjadi. Sudah
bukan berita baru lagi bahwa Saudi kerap kali menerima kesaksian terhadap laporan
rukyat yang "mustahil".

Awal Bulan Menurut Kalender Ummul Qura Saudi :


Kalender ini digunakan Saudi bagi kepentingan publik non-ibadah. Kriteria
yang digunakan adalah "Telah terjadi ijtimak dan bulan terbenam setelah matahari
terbenam di Makkah" maka sore itu dinyatakan sebagai awal bulan baru. Pada hari
ijtimak di Saudi posisi hilal masih di bawah ufuk sehingga syarat belum terpenuhi.
Dengan demikian awal bulan menurut Kalender Ummul Qura jatuh pada : Rabu, 6
Juli 2016

Awal Bulan Menurut Kriteria Rukyatul Hilal Saudi :


Rukyatul hilal digunakan Saudi khusus untuk penentuan bulan awal
Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah. Kaidahnya sederhana "Jika ada laporan rukyat dari
seorang atau lebih pengamat/saksi yang dianggap 'adil' dan bersedia disumpah maka
sudah cukup sebagai dasar untuk menentukan awal bulan tanpa perlu perlu dilakukan
klarifikasi terhadap kebenaran laporan tersebut". Berdasarkan data posisi hilal di
Makkah, hilal mustahil dirukyat karena sudah berada di bawah ufuk saat Matahari
terbenam, sehingga setiap klaim rukyat tentu akan ditolak dan awal bulan akan jatuh
pada Rabu, 6 Juli 2016
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Musonnif, “Perbandingan Tarikh Studi Komparatif Kalender Masehi, Hijriyah, dan
Jawa Islam”, Jurnal Dinamika Penelitian
Ahmad Musonnif, “Perbandingan Tarikh Studi Komparatif Kalender Masehi, Hijriyah, dan
Jawa Islam”, Jurnal Dinamika Penelitian
Arkanuddin, Mutoha. 2016. Prediksi Awal Bulan Syawal 1437H. http://rukyatulhilal.org
(Diakses: 18 Oktober 2016).
Aziz, Abdul. 2007. Bumi Sholat Secara Matematis. Malang: UIN-Malang Press.
Daradjat, Zakiah. 1995. Ilmu Fiqh jilid 2. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf.
Djamaluddin, T. 2000. Visibilitas Hilal di Indonesia. Warta LAPAN.
Fatmah, Eva. 2014. Apa itu Rukyat, Hilal, dan Hisab?. https://www.islampos.com. (Diakses:
15 Oktober 2015)
Hidayah, Taqwin. 2012. Sistem Penanggalan Hijriyah dan Masehi
https://id.wikipedia.org/wiki/Hilal (14 Oktober 2016)
https://id.wikipedia.org/wiki/Kalender_Jawa
http://www.softilmu.com/2015/12/pengertian-fungsi-dan-bagian-teleskop.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Teleskop_optik 2016
https://id.wikipedia.org/wiki/Teleskop_radio 2016
http://astro-rendydarma.blogspot.com/2011/11/peralatan-pengamatan-bintang.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Wahana_antariksa 2016
http://id.wikipedia.org/wiki/Apollo_(wahana_antariksa) 2016
http://id.wikipedia.org/wiki/Galileo_(wahana_antariksa) 2015
https://id.wikipedia.org/wiki/Rosetta_(wahana_antariksa) 2016
https://id.wikipedia.org/wiki/Phoenix_(wahana_antariksa) 2015
https://id.wikipedia.org/wiki/Pioneer_10 2016
https://id.wikipedia.org/wiki/Pioneer_11 2014
https://id.wikipedia.org/wiki/New_Horizons 2015
http://langitselatan.com/2013/01/22/bagaimana-wahana-antariksa-bekerja/
Izzuddin, Ahmad. 2012. Metode Hisab-rukyat dan Solusi Permasalahannya. Semarang : PT.
Pustaka Rizki Putra.
Kheyaar. 2014. Sistem Kalender Hijriyah dan Masehi
Kurniawan, Taufiqurrahman. 2010. Ilmu Falak & Tinjauan Matlak global. Yogyakarta:
Kurnia Kalam Semesta.
R.Gunasasmita. 2009. Kitab Primbon Jawa Serbaguna: Tetap Relevan Sepanjang
Masa.Yogyakarta: Narasi.
Simuh. 2003.Islam dan Pergumulan Budaya Jawa. Jakarta: Teraju.
Syauqi. 2011. Sistem Penanggalan China

Anda mungkin juga menyukai