DENVER II
A. PENDAHULUAN
1. Definisi
Denver II adalah revisi utama dari standarisasi ulang dari
Denver Development Screening Test (DDST) (Kukuh & Marmi,
2012). DDST adalah salah satu metode skrining terhadap
kelainan anak, test ini bukan test diagnostic atau IQ yang
dilakukan pada anak dengan umur 0-6 tahun.
Dalam penelitian Borowitz (1986) menunjukan bahwa
DDST tidak dapat mengidentifikasi lebih separuh anak dengan
kelainan bicara. Frankenburg melakukan revisi dan
restandarisasi kembali DDST dan juga tugas perkembangan
pada sektor bahasa ditambah, yang kemudian hasil revisi
tersebut dinamakan Denver II. Pada DDST terdiri dari 105 tugas
perkembangan dan dilakukan revisi pada Denver II menjadi 125
tugas perkembangan, perbedaan lainnya antara lain :
- Peningkatan 86% pada sektor bahasa
- 2 pemeriksaan untuk artikulasi bahasa
- Skala umur yang baru
- Ketegori baru untuk interpretasi pada keliana yang ringan
- Skala penilaian tingkah laku
- Materi training yang baru (Soetjiningsih, 2012).
3. Tujuan
a. Untuk mendeteksi dini perkembangan anak
b. Untuk menilai dan memantau perkembangan anak usia 0-6
tahun
c. Salah satu antisipasi bagi orang tua
d. Mengajarkan perilaku yang tepat sesuai usia anak
(Nugroho, 2009).
5. Pelaksanaan Test
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan test yakni:
a. Semua item harus diujikan dengan prosedur yang telah
terstandarisasi
b. Perlu kerjasama aktif dari anak sebab anak harus merasa
tenang, aman, senang, sehat (tidak lapar,tidak mengantuk
111
tidak rewel).
c. Harus terbina kerja sama yang baik antara kedua bela
pihak caranya dengan berkenalan dulu agar anank merasa
lebih nyaman.
d. Tersedia ruangan yag cukup yang luas, ventilasi baik.
e. Orang tua harus diberi tahu bahwa terst ini bukan test
kepandaian melainkan untuk melihat perkembanagan
anank
f. Item-item harus dilakukakan secara fleksibel, misalkan
item yang mudah didahulukan
g. Item yang dinilai bergantung pada lama waktu yang
tersedia, yang terpenting pelaksaannya mengacuh pada
tujuan test, yaitu Mengidentifikasi perkembangan anak
dilakukan jika anak berisiko mengalami kelainan
perkembangan. Ini dillakukan melalui langkah-langkah
berikut.
1) Pada setiap sektor, tes dilakukan sedikitnya pada 3
item terdekat disebelah kiri garis usia .
2) Bila anak tidak mampu melakukan salah satu item
(Gagal, Menolak, Taka da kesempatan), item
tambahan dimasukan ke sebelh kiri garis usia
(dalam sector yang sama) sampai anak dapat
Lulus/Lewat dari 3 item secara berturut-turut.
3) Untuk menentukan kemampuan anank yang relative
tinggi dapat dilakukan tugas perkembangan
tambahan kesebelah kanan garis umur pada sector
yang sama sampai anak “gagal” pada sector yang
sama sampai anak gagal 3 kali bertutut-turut
(Nugroho, 2012)
6. Skor Penilaian
Pada setiap item, kita perlu mencantumkan skor diarea
kotak segiempat dengan ketentuan sebagai berikut.
a. L = Lulus/Pass. Anak dapat melakukan item dengan baik
atau orang tua/pengasuh melaporkan secara terpercaya
bahwa anak dapat menyelesaikan item tersebut (item yang
bertanda L)
b. G = Gagal/Fail. Anak tidak dapat melakukan item dengan
baik atau orang tua/pengasuh melaporkan secara
terpercaya bahwa anak tidak dapat melakukan item
tersebut (item yang bertanda L)
c. M = Menolak/Refusal anak menolak untuk dilakukan test
untuk item tersebut.
d. T = Tak ada kesempatan (No = No Opportunity) anak
tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan item
karena ada hambatan (khusus item yang bertanda L)
(Nugroho,2009).
9. Tindak Lanjut
Skrining perkembangan
Suspek / Normal
curiga ada gangguan
Monitoring perkembangan
Evaluasi untuk diagnostic secara rutin
(development assessment)
Normal
Masalah perkembangan
Monitoring perkembangan
secara rutin
Intervensi dini
A. Definisi
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta
jaringan intra muskuler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan
struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur
dengan satuan panjang dan berat (Depertemen kesehatan RI, 2006)
Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh
yang lebih komplex dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus,
bicara dan bahasa serta sosialisasi dengan kemandirian (Departemen
Kesehatan RI, 2006)