Anda di halaman 1dari 202

STUDI DESKRIPTIF DAMPAK PERUBAHAN FUNGSI

WILAYAH PESISIR PADA TINGKAT KESEJAHTERAAN


EKONOMI MASYARAKAT
(Studi Kasus Pembangunan Terminal Multipurpose Teluk
Lamong)

SKRIPSI

DISUSUN OLEH:
RISTIANTO PUTRO
070911001

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA


DEPARTEMEN ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA

SEMESTER GANJIL 2014/2015


HALAMAN PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT

Bagian atau keseluruhan isi Skripsi ini tidak pernah diajukan untuk mendapatkan

gelar akademis pada bidang studi dan/atau universitas lain dan tidak pernah

dipublikasikan/ditulis oleh individu selain penyusun kecuali bila dituliskan

dengan format kutipan dalam isi Skripsi.

Apabila ditemukan bukti bahwa pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi sesuai ketentuan yang berlaku di Universitas Airlangga.

Surabaya, 1Desember 2015

Penyusun,

Ristianto Putro
NIM 070911001

2
STUDI DESKRIPTIF DAMPAK PERUBAHAN FUNGSI WILAYAH
PESISIR PADA TINGKAT KESEJAHTERAAN EKONOMI
MASYARAKAT

(Studi Kasus Pembangunan Terminal Multipurpose Teluk


Lamong)

SKRIPSI

Maksud: sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi S1 pada Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga.

Disusun oleh
Ristianto Putro
NIM. 070911001

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


DEPARTEMEN ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SEMESTER GANJIL TAHUN 2014/2015

3
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

STUDI DESKRIPTIF DAMPAK PERUBAHAN FUNGSI


WILAYAH PESISIR PADA TINGKAT KESEJAHTERAAN
EKONOMI MASYARAKAT
(Studi Kasus Pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong)

Skripsi ini telah memenuhi persyaratan dan disetujui untuk diujikan.

Dosen Pembimbing

Drs. Sunaryo MSi. Phd


NIP. 19611224198801001

4
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI

Skripsi ini telah diujikan dan disahkan dihadapan Komisi Penguji


Program Studi Ilmu Adminitrasi Negara
Departemen Administrasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Airlangga

Hari/Tanggal :
Tempat:
Pukul :

Komisi Penguji terdiri dari:

Ketua Penguji

Dr. xxxx
NIP. 196302291988101001

Anggota Anggota

Drs. Gitadi Tegas Supramudyo, M.Si Dr. Bintoro Wardiyanto, Drs.,MS


NIP. 195903061986011001 NIP. 196112241988101001

5
UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat
dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan doa, moril, maupun materiil dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan
hati penulis sampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada:
1. Bapak, Ibu, saudara-saudaraku yang telah memberikan dukungan,
perhatian serta dorongan sehingga bisa membuat saya semangat lagi untuk
menyelesaikan skripsi ini.
2. My second family, Pak Didik Achmady, bu Evy, Syavidi Pratama, Mbak
Niar
3. Dosen-dosen AN UNAIR yaitu Bapak Sunaryo, Bapak Roestoto yang
menjadi dosen wali saya selama ini, Bapak Prof Yusuf, Bapak Bintoro,
Bapak Antun, Bapak Falih, Bapak Eko, Bapak Gitadi, Bapak Keban,
Bapak Nanang, Ibu Erna yang luar biasa mempercayai saya dalam hal
apapun, Ibu Wahyuni dan Alm. Bapak Gatot yang telah memberikan ilmu-
ilmu terbaiknya dan berbagai pengalaman selama saya belajar di jurusan
ilmu administrasi negara. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih yang
kedua kalinya kepada Bapak Sunaryo yang telah meluangkan waktu untuk
membimbing saya selama satu tahun ini.
4. Pihak Teluk Lamong yang bersedia memberikan akses Informasi dan data
penelitian saya, bapak Yusak, Bapak Atta, bapak Hari, pihak kelurahan dan
warga kelurahan Tambak Sarioso Surabaya juga mbak Indah, yang telah
membantu saya dalam penyelesaian penelitian ini.
5. Nadhifa Alim Hapsari, yang sudah memberikan perhatian, kasih sayang
sekaligus tekanan jiwa dan raga selama 25 jam penuh dalam proses
penyelesaian skripsi saya.
6. Rekan-rekan Bem Unair 2009-2012 yang luar biasa memotivasi saya
untuk menyelesaikan studi (mas Arif, Mascha Davi, Mas Udin, Mas
Mubin, Mas Ilyas, Mas Hilman, Saupil, Busthomi Menggugat, Arif

6
Syaifurissal, Febrita, Indah, Kawaiyuni, mbak Tata, Mbak Yayas dan
Yayan, Subandi, Iklil, Danu, Wahab, Marcha, Dira, Gladys, Mas Yan
Aswari, Alifah, Dini, Vici, Erica, Ratna dan semua yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu. Semoga kesuksesan selalu berada dalam
genggaman kita semua.
7. Kawan-kawan saya Administrasi Negara 2009, Arif Ripah, Kholis Beruk,
Yudhis kudet, Nila rock and roll, Lita Raisah kwalitas premium, Imam
Aris artis Bojonegoro, Rizky Pratama Komting saya tercinta, Ainul yakin
rekan seperbimbingan dan seluruh TemAN 09 yang luar biasa kompak.
Semoga kelak kita bertemu dalam kesuksesan.
8. Team 39 Jatim, mentor spiritual sekaligus ibu, Yulyani yeyen, Mba Trie
Setiawati, Mbak Attila, Mbak Sephi, Mbak Hamim, April, Fathi, Salma,
Hikmah, Anis, Musyafak, Ilham, Wildan, Dalu
9. Kepada kakak sekaligus mentor bisnis Mas M.Ali Affandi yang tiada
hentinya membuat saya semakin stress dalam menyelesaikan skrispis ini
(hahaha), Rekan-Rekan HIPMI Jawa Timur, Mas Giri, Mas Ubaidillah,
Mas Chandra, Mas Mufty Anam, Mas Agit, Mas Lesag, Mas Agung Rizky,
Mas Chandra, Harboed, Ijal Nahrawi, mbak Dhika serta keluarga Mattalitti
yang luar biasa memberikan support. Tak lupa saya sampaikan kepada PT
Satu Naga Utama, mas Ditto, mas Yuga, Mas Bismoko, Mas Ridho, Mas
Hari yang telah membantu dalam akses ke Teluk lamong.
10. Pihak-pihak lainnya baik yang secara langsung maupun tidak langsung
telah membantu saya dalam penyelesaian skripsi ini.

7
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dampak perubahan fungsi


wilayah pesisir pada tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat di Kelurahan
Tambak Sarioso akibat adanya pembangunan Terminal Multipurpose Teluk
Lamong. Meski pembangunan tersebut ikut berperan penting bagi sistem logistik,
tetapi pembangunan terminal ini memberikan implikasi bagi warga sekitar
pelabuhan. Hal ini karena Terminal Multipurpose Teluk Lamong dibangun dengan
cara reklamasi daerah pesisir di sekitar Teluk Lamong, terutama di wilayah
Kelurahan Tambak Sarioso.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tipe penelitian
deskriptif. Pemilihan informan penelitian dilakukan dengan teknik purposive
sampling. Sementara itu, pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi,
wawancara mendalam serta studi dokumentasi. Analisis data dilakukan pada saat
pengumpulan data kemudian mereduksi data, menyajikan data, verifikasi dan
menarik kesimpulan hasil penelitian. Selain itu, penelitian ini juga menguji
keabsahan data yang diperoleh dengan beberapa cara yaitu membandingkan
informasi/data dengan berbagai cara, menggali kebenaran informasi tertentu
melalui berbagai metode dan sumber perolehan data, serta membandingkan
informasi dengan teori yang relevan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pembangunan Terminal
Multipurpose Teluk Lamong memberikan dampak positif bagi perubahan fungsi
wilayah pesisir pada tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat di Kelurahan
Tambak Sarioso. Pada awal pembangunannya, masyarakat sempat menentang.
Tetapi setelah diadakan mediasi, masyarakat bisa menerima, bahkan merasakan
dampak positifnya. Terjadi perubahan mata pencaharian penduduk, yang
sebelumnya rata-rata adalah nelayan laut sekarang berubah menjadi nelayan
keramba, pedagang, pemilik kos atau kontrakan. Bahkan sebagian masyarakat di
wilayah tersebut memiliki lebih dari satu profesi (pekerjaan). Hal inilah yang pada
akhirnya turut membantu peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat di
KelurahanTambak Sarioso.

Kata Kunci: Terminal Multipurpose Teluk Lamong, wilayah pesisir, reklamasi,


peningkatan kesejahteraan ekonomi, Tambak Sarioso

8
ABSTRACT

This study aims to describe the impact of coastal area functional


changing in term of society economic welfare in Kelurahan Tambak Sarioso, as
an impact of Terminal Multipurpose Teluk Lamong development while it has the
important role of national logistic system. This is because the port was
constructed by means of reclamation of coastal areas especially in Kelurahan
Tambak Sarioso.
This study uses qualitative descriptive research type. The selection of
informants research conducted by purposive sampling technique. Meanwhile,
data collection by observation, in-depth interviews and documentary studies.
Data analysis was performed at the time of data collection and then reducing the
data, present the data, draw conclusions and verify results. In addition, this study
also tested the validity of the data obtained in several ways, namely comparing
the information / data in various ways, of the truth of certain information through
a variety of methods and sources of data acquisition, as well as comparing the
information with the relevant theory.
The results of this study indicate that the development of Terminal
Multipurpose Teluk Lamong has a positive impact on coastal area functional
changing in term of society economic welfare in Kelurahan Tambak Sarioso. The
people was opposed at first, but they finally could make it after the mediation.
Most of them even feel the positive impact by turning into more productive
because of doing more than one job. Therefore, the development of Terminal
Multipurpose Teluk Lamong could increase the local economic welfare in
KelurahanTambak Sarioso.

Keywords: Terminal Multipurpose Teluk Lamong, coastal area, reclamation,


economic welfare improvement, Tambak Sarioso

9
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat

dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulisan skripsi ini disusun dalam rangka melengkapi persyaratan untuk

menyelesaikan pendidikan jenjang S1 pada Ilmu Aministrasi Negara Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga.

Penulisan skripsi ini bermaksud untuk mengetahui dampak perubahan

fungsi wilayah pesisir pada tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat dari

adanya pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong di Kelurahan

Tambak Sarioso Surabaya. Pengambilan tema ini didasari pada pengamatan sing

kat yang pernah dilakukan peneliti pada saat melakukan community development

pada tahun 2012 terhadap kehidupan masyarakat nelayan di daerah tersebut.

Penulis sangat sadar bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

sempurna, dimana masih terdapat kekurangan dan kesalahan sehingga penulis

mengharapkan masukan, kritik dan saran terhadap penulisan skripsi ini. Dan pada

akhirnya penulis mohon maaf jika dalam penulisan skripsi ini terdapat kesalahan

baik di sengaja maupun tidak disengaja. Penulis juga tak lupa mengucapkan

banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu menyelesaikan skripsi

ini.

Surabaya, 1Desember 2015

Penulis

10
DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT……………….. ii


HALAMAN JUDUL DALAM…………………………………………………....... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………….. iv
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI………………………………... v
UCAPAN TERIMA KASIH………………………………………………………... vi
ABSTRAK………………………………………………………………………...... viii
ABSTRACT………………………………………………………………………….. ix
KATA PENGANTAR………………………………………………………………. x
DAFTAR ISI………………………………………………………………………... xi
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………... xiv
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………... xv
DAFTAR BAGAN………………………………………………………….………. xvi

BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah …………………………………………………...... I-1
I.2. Perumusan Masalah…………………………………………………….......... I-14
I.3. Tujuan Penelitian……………………………………………………….......... I-14
I.4. Manfaat Penelitian……………………………………………….................... I-14
I.5. Kerangka Teori…………………………………………………………......... I-15
I.5.1 Perkembangan Wilayah Kota…..………………………………......... I-15
I.5.1.1 Kebutuhan Penambahan Terminal Distribusi Barang …...... I-19
I.5.1.2 Kebutuhan Penambahan Infrastruktur Pelabuhan ……........ I-27
I.5.2 Peralihan Fungsi Wilayah Pesisir………………………………........ I-29
I.5.2.1 Pemilihan Lokasi Pelabuhan……………………………..... I-29
I.5.2.2 Kebutuhan Reklamasi…………………………………........ I-36
I.5.2.3 Pembangunan Infrastruktur Pelabuhan…………………...... I-40
I.5.2.4 Konflik-Konflik Komunitas ................................................. I-45
I.5.3 Tingkat Kesejahteraan……………………………………………...... I-50
I.5.3.1 Perubahan Mata Pencaharian Masyarakat…………............. I-57
I.5.3.2 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Baru………….................... I-60
I.5.4 Dampak Perubahan Fungsi Wilayah Pesisir pada Tingkat
Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat ................................................... I-63
Peningkatan Status Sosial Ekonomi Masyarakat
I.5.4.1 Nelayan…............................................................................... I-65
I.5.4.2 Penambahan Penghasilan……………………………........... I-68
1.5.4.3 Penggabungan Wilayah…………………………………...... I-71
I.6 Definisi Konsep…..…………………...…………………………………….... I-74
I.6.1. Konsep Perubahan Fungsi Lahan......................................................... I-74
I.6.2. Definisi Wilayah Pesisir....................................................................... I-77
I.6.3. Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat.................................................... I-80
I.6.4. Konsep Masyarakat Pesisir................................................................... I-82
I.7 Metodologi Penelitian ……………………………………………….............. I-87

11
I.7.1 Metode dan Prosedur Penelitian………............................................... I-87
I.7.2 Tipe Penelitian………………………….….…………….................... I-89
I.7.3 Lokasi dan Waktu Penelitian………………..………………….......... I-90
I.7.4 Teknik Penentuan Informan Penelitian………………………............. I-91
I.7.5 Teknik Pengumpulan Data…………………...………………............. I-92
I.7.6 Teknik Analisis Data ………………..………………………............. I-95
I.7.7 Teknik Keabsahan Data……………………………………................ I-97

BAB II GAMBARAN UMUM DAN KAJIAN PENELITIAN…………………….. II-1


II.1 Profil Terminal Multipurpose Teluk Lamong ………………………….......... II-1
II.2 Latar Belakang Pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong …....... II-4
II.3 Luas Wilayah Proyek Pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong.. II-6
II.4 Profil Kelurahan Tambak Sarioso Surabaya …………………………............ II-7
II.5 Kondisi Sosial Masyarakat Kelurahan Tambak Sarioso ……………….......... II-9
II.5.1 Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Tambak Sarioso ….......... II-12
II.5.2 Tingkat Penerimaan Masyarakat Atas Hal-Hal Baru ………….......... II-14
II.5.3 Tingkat Konflik Antar Kelompok …………………………................ II-15
II.6 Kondisi Ekonomi Masyarakat Kelurahan Tambak Sarioso …………............. II-17
II.6.1 Pekerjaan Masyarakat ………………………………………….......... II-17
II.6.2 Penghasilan Masyarakat ……………………………………….......... II-18
II.6.3 Usaha Sampingan Masyarakat …………………………………......... II-20
II.7 Profil Masyarakat Nelayan Kelurahan Tambak Sarioso Surabaya …….......... II-20
II.7.1 Aktivitas Nelayan Kelurahan Tambak Sarioso ………………............ II-20
II.7.2 Produktivitas Hasil Laut dan Keramba ………………………............ II-21
II.8 Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Nelayan Kelurahan Tambak Sarioso ..... II-21

BAB III PENYAJIAN, ANALISIS DAN INTEPRETASI DATA ………………… III-1


III.1 Perkembangan Wilayah Kota ……………………………………….. III-7
III.1.1 Kebutuhan Penambahan Terminal Distribusi Barang ……... III-8
III.1.2 Kebutuhan Penambahan Infrastruktur Pelabuhan …………. III-9
III.2 Peralihan Fungsi Wilayah Pesisir ……………………………………. III-12
III.2.1 Pemilihan Lokasi Pelabuhan ………………………………. III-12
III.2.2 Kebutuhan Reklamasi ……………………………………... III-19
III.2.3 Pembangunan Infrastruktur Pelabuhan ..…………………... III-25
III.2.4 Konflik-Konflik Komunitas ……………………………….. III-34
III.3 Tingkat Kesejahteraan …………………………………….................. III-36
III.3.1 Perubahan Mata Pencaharian Masyarakat …………………. III-37
III.3.2 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Baru ……………................ III-43
III.4 Dampak Perubahan Fungsi Wilayah Pesisir pada Tingkat
Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat …………………........................ III-46
III.4.1 Peningkatan Status Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan … III-49
III.4.2 Penambahan Penghasilan ..…………………........................ III-51
III.4.3 Penggabungan Wilayah ..…………………........................... III-52

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………............ IV-1


IV.1. Kesimpulan …………………………………….................................. IV-1

12
IV.2 Saran ……………………………………............................................. IV-8

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………............................

13
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hal


I.1 Ranking LPI di Negara-Negara ASEAN ……………….. I-5
I.2 Jumlah Penumpang, Barang dan Kendaraan yang
Diangkut oleh Angkutan Penyeberangan Koridor Jawa –
Sumatera ………………..………………..……………… I-8
II.1 Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio ……… II-10
II.2 Penduduk Menurut Kelompok Umur …………………… II-10
II.3 Penduduk Menurut Agama yang Dianut ………………... II-12
II.4 Penduduk Menurut Mobilitas Penduduk ……………….. II-12
II.5 Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Formal ………... II-13
II.6 Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Non Formal …... II-14
II.7 Jumlah Penduduk Menurut Usia Tenaga Kerja …………. II-17
II.8 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan …………… II-18
III.1 AMDAL Terminal Multipurpose Teluk Lamong Tahun
2012 ……………………………………………………... III-27

14
DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Hal


I.1 Peta Surabaya sebagai Pelabuhan Internasional ………… I-10
I.2 Surabaya sebagai Pintu Gerbang Indonesia Bagian Timur I-11
I.3 Arus Peti Kemas pada Pelabuhan Tanjung Perak ……… I-12
II.1 Lokasi Terminal Multipurpose Teluk Lamong …………. II-2
II.2 Daerah Aliran Sungai Kali Lamong …………………….. II-9
III.6 Pengumuman Penetapan Pemenang melalui Portal …….. III-129
III.7 Pengumuman Lelang Putaran Khusus pada Portal ……... III-158

15
Bagan Judul Hal
I.1 Pilar-Pilar Pengembangan Wilayah ……...……...…….... I-17
II.1 Keamanan Umum dan Ketertiban ……...……...……....... II-15
II.2 Jenis Kejahatan yang Pernah Ada ……...……...……...… II-16
II.3 Penyelesaian Kejahatan ……...……...……...……...……. II-16
DAFTAR BAGAN

16
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia harus menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir

2015. Pembentukan MEA ini berawal dari kesepakatan para pemimpin ASEAN

dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada Desember 1997 di Kuala Lumpur,

Malaysia untuk mentransformasikan kawasan Asia Tenggara menjadi sebuah

kawasan yang stabil, sejahtera dan kompetitif. Kesepakatan tersebut selanjutnya

dideklarasikan melalui ASEAN Concord II pada Oktober 2003 di Bali, Indonesia

sebagai tujuan dari integrasi ekonomi kawasan pada 2020 1. Namun demikian, para

pemimpin ASEAN akhirnya menyepakati adanya upaya percepatan terwujudnya

komunitas tersebut pada 2015 melalui penandatanganan “Cebu Declaration on the

Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015”.

Berlakunya MEA pada tahun 2015 akan menyebabkan lalu-lintas perdagangan

di kawasan ASEAN menjadi tanpa kendala, sehingga daya saing ekonomi kawasan

regional ASEAN menjadi kompetitif melalui skema CEPT-AFTA (Common Effective

Preferential Tarif Scheme – ASEAN Free Trade Area). CEPT-AFTA merupakan

program tahapan penurunan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif antar negara

ASEAN. Ini berarti dalam melakukan perdagangan sesama anggota, biaya

1 ASEAN Concord II/Bali Concord II, http://www.asean.org/news/item/declaration-of-asean-concord-


ii-bali-concord-ii, diunduh Rabu, 24 Juni 2015, pukul 05.08 WIB

I-1
operasional mampu ditekan sehingga akan menguntungkan bagi negara-negara

ASEAN.

Meski demikian, ada beberapa dampak dari konsekuensi MEA, yakni dampak

aliran bebas barang bagi negara-negara ASEAN, arus bebas jasa, arus bebas investasi,

arus tenaga kerja terampil dan dampak arus bebas modal. Oleh karena itu, Indonesia

sebagai negara dengan wilayah dan jumlah penduduk terbesar di ASEAN harus

mampu meningkatkan produktifitas produksi barang dan jasa. Jika tidak, Indonesia

hanya akan menjadi pasar dan penampung bagi produk barang dan jasa dari negara-

negara ASEAN lainnya.

Selain melakukan peningkatan produksi barang dan jasa, Indonesia juga

dipandang perlu untuk melakukan pembangunan di bidang infrastruktur. Hal tersebut

merupakan komponen mutlak dalam rangka peningkatan ekonomi, khususnya

infrastuktur terkait distribusi barang dan jasa. Jika pembangunan infrastruktur tidak

dilakukan dengan baik, maka biaya yang ditimbulkan dalam peningkatan ekonomi

menjadi sangat tinggi. Kondisi tersebut justru akan membuat perekonomian Indonesia

kurang berdaya saing.

Pembangunan infrastruktur terkait distribusi barang dan jasa berupa simpul-

simpul transportasi darat, laut dan udara harus saling terintegrasi agar bisa

mendukung satu sama lain. Berdasarkan data nasional, akibat infrastruktur

perhubungan yang kurang baik, biaya logistik di tanah air mencapai 14% dari total

I-2
biaya produksi. Padahal jika ingin kompetitif, maka biaya logistik harus diturunkan

menjadi 10%.2

Hasil penelitian dari Pusat Pengkajian Logistik dan Rantai Pasok ITB pada

tahun 2005 menyatakan bahwa prosentase biaya logistik di Indonesia mencapai 27%

dari Produk Domestik Bruto (PDB)3. Menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

(LIPI), tahun 2013 biaya logistik di Indonesia mencapai 25-30% dari PDB4. Adapun

data dari Lembaga Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3EI)

Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), biaya logistik mencapai 24% dari

PDB5. Adapun menurut Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), biaya logistik I ndonesia

mencapai 26,4% dari total PDB.

Seluruh data dari hasil penelitian berbagai lembaga tersebut mengindikasikan

bahwa biaya logistik di Indonesia jauh lebih tinggi dari biaya logistik di negara-

negara lain. Malaysia sebagai negara tetangga sekaligus anggota ASEAN,

menghabiskan biaya logistik hanya sekitar 15% dari PDB. Korea Selatan

menghabiskan sekitar 16.3%, Jepang 10.6% dan Amerika Serikat 9.9%. Bahkan rata-

rata negara-negara di Eropa hanya berkisar di 8-11%6.

Tingginya biaya logistik di Indonesia salah satunya disebabkan karena faktor

2 Siahaan, Anthony. 2014, Konektivitas Infrastruktur Transportasi Kunci Utama Menghadapi Mea
2015, diakses pada 1 Juni 2015, tersedia di http://hariansib.co/view/Medan-Kita/31835/-
Konektivitas-Infrastruktur-Transportasi-Kunci-utama-Menghadapi-MEA-
2015.html#.VMSVYCuUe5s
3 Perpres Nomor 26 tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional
(lampiran 2)
4 http://www.antarajatim.com/lihat3/berita/144971/masa-depan-itu-ada-di-laut
5 ibid
6 Data dari Asosiasi Logistik Indonesia diunduh dari http://www.ali.web.id/detail_article.php?id=69
pada Sabtu 4 Juli 2015

I-3
infrastruktur transportasi. Padahal, konektivitas infrastruktur transportasi menjadi

kunci utama menghadapi MEA pada akhir tahun 2015. Infrastruktur transportasi yang

baik akan menjadikan arus barang menjadi lebih mudah, murah dan mampu

menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Ini mengingat wilayah Indonesia yang

luasnya mencapai 7,7 Juta km2. Dari luas tersebut, sekitar 70% berupa lautan

sehingga sebagian besar distribusi barang dan jasa, baik yang didistribusikan secara

lokal maupun internasional dilakukan melalui jalur transportasi laut.7

Kondisi geografis Indonesia terdiri lebih dari 17.000 pulau, terbentang

sepanjang 1/8 (satu per delapan) garis khatulistiwa dengan kekayaan alam yang

melimpah dan menghasilkan komoditas strategis maupun komoditas ekspor. Kondisi

ini semestinya mampu menjadikan Indonesia sebagai “supply side” yang dapat

memasok dunia dengan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki dan hasil industri

olahannya. Sekaligus menjadi pasar yang besar atau “demand side” dalam rantai

pasok global karena jumlah penduduknya yang besar. Oleh karena itu, dibutuhkan

Sistem Logistik Nasional yang terintegrasi, efektif dan efisien untuk mendukung

terwujudnya peranan tersebut.

Sayangnya, saat ini kinerja Sistem Logistik Nasional masih belum optimal,

karena masih tingginya biaya logistik nasional. Ditambah lagi dengan belum

memadainya kualitas pelayanan, yang ditandai dengan:

a. masih rendahnya tingkat penyediaan infrastruktur baik kuantitas maupun


7 Rancak, Gendewa. 2013, Valuasi Tata Ekonomi Media Transportas Laut, diakses pada 2 Januari
2015, tersedia di
http://www.academia.edu/6200501/Valuasi_Ekonomi_Moda_Transportasi_Laut_di_Indonesia -
Studi_Kasus_Moda_Transportasi_Gili_Matra

I-4
kualitas;
b. masih adanya pungutan tidak resmi dan biaya transaksi yang menyebabkan
biaya ekonomi tinggi;
c. masih tingginya waktu pelayanan ekspor-impor dan adanya hambatan
operasional pelayanan di pelabuhan;
d. masih terbatasnya kapasitas dan jaringan pelayanan penyedia jasa logistik
nasional;
e. masih terjadinya kelangkaan stok dan fluktuasi harga kebutuhan bahan
pokok masyarakat, terutama pada hari-hari besar nasional dan keagamaan;
f. masih tingginya disparitas harga pada daerah perbatasan, terpencil dan
terluar.

Kondisi tersebut sejalan dengan hasil survei Indeks Kinerja Logistik

(Logistics Performance Index/LPI) oleh Bank Dunia, dimana pada tahun 2010 posisi

Indonesia berada pada peringkat ke-75 dari 155 negara dengan LPI terbaik di dunia.

Peringkat Indonesia pada saat itu berada di bawah Singapura, Malaysia, Thailand,

Filipina dan Vietnam. Hanya dua negara anggota ASEAN yang tidak masuk dalam

daftar LPI yaitu Brunei Darussalam dan Laos.

Tabel I.1. Ranking LPI di Negara-Negara ASEAN

LPI Ranking LPI Skor


Negara 200 201 201 201 200 201 201 201
7 0 2 4 7 0 2 4
Singapu 4,1 4,0 4,1 4,0
1 2 1 5
ra 9 9 3 0
Malaysi 3,4 3,4 3,4 3,5
27 29 29 25
a 8 4 9 9
3,3 3,2 3,1 3,4
Thailand 31 35 38 35
1 9 8 3
Indonesi 3,0 2,7 2,9 3,0
43 75 59 53
a 1 6 4 8
2,8 2,8 3,0 3,1
Vietnam 53 53 53 48
9 9 0 5
Philipin 2,6 3,1 3,0 3,0
65 44 52 57
a 9 4 2 0

I-5
Kamboj 2,5 2,3 2,5 2,7
81 129 101 83
a 0 7 6 4
Myanma 1,8 2,3 2,3 2,2
147 133 129 145
r 6 3 7 5

Catatan: penilaian dari skor 1-5


Sumber: lpi.worldbank.org

Berdasarkan laporan berjudul “Connecting to Compete 2014: Trade Logistics

in the Global Economy” yang dimuat di laman resmi Bank Dunia, 160 negara yang

diperingkat diukur dari berbagai dimensi perdagangan, termasuk customs

peformance, kualitas infrastruktur dan waktu pengiriman barang. Asosiasi Logistik

Indonesia (ALI)8 menyatakan bahwa dari enam komponen yang diukur dalam LPI,

terdapat masalah yang paling besar yaitu permasalahan di sektor pelabuhan.

Selain survei yang dilakukan oleh Bank Dunia, survei tentang logistik juga

dilakukan oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD).

Angel Gurria9 menyatakan bahwa Indonesia termasuk negara dengan indeks kinerja

logistik terendah dengan skor di kisaran 2,5 dari 1-5 level skor penilaian. Terdapat 11

negara yang disurvei dengan hasil kinerja logistik terbaik dicapai oleh Singapura.

Berturut-turut negara dengan kinerja logistik terbaik adalah Afrika Selatan, Malaysia,

Chili, Thailand, Brasil, Meksiko, India, Filipina dan Vietnam. Adapun Indonesia

berada di urutan paling akhir.

8 Pendapat dari Ketua Umum ALI, diunduh dari


http://industri.bisnis.com/read/20140401/98/215941/logistic-performance-index-peringkat-
indonesia-naik-6-tingkat, pada Minggu 5 Juli 2015
9 Sekretaris Jenderal Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), diunduh
darihttp://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/03/25/134600026/Survei.OECD.Indeks.Kinerja.L
ogistik.Indonesia.Paling.Rendah, pada Minggu 5 Juli 2015.

I-6
Kondisi infrastruktur yang ada sekarang ini baik pelabuhan, bandar udara,

jalan dan jalur kereta api dinilai masih kurang memadai untuk mendukung kelancaran

lalu lintas logistik. Demikian juga halnya dengan sistem transportasi intermoda

ataupun multimoda yang belum dapat berjalan dengan baik. Ini karena akses

transportasi dari sentra-sentra produksi ke pelabuhan dan bandara atau sebaliknya

belum dapat berjalan lancar akibat belum optimalnya infrastruktur pelabuhan dan

bandara. Hal ini menyebabkan kualitas pelayanan menjadi rendah dan tarif jasa

menjadi mahal.

Optimalisasi infrastruktur terutama pelabuhan merupakan hal yang harus

segera dilakukan. Ini karena Indonesia merupakan negara bahari, sehingga sebagian

besar aksesbilitas menggunakan transportasi perairan. Angkutan penyeberangan

sangat dibutuhkan untuk menghubungkan antar pulau di Indonesia, yang berarti pula

peran pelabuhan sangat penting.

Dari tahun ke tahun jumlah penumpang yang diangkut oleh angkutan

penyeberangan semakin meningkat, demikian pula untuk komoditas barang. Salah

satu yang terbesar tentunya adalah angkutan barang koridor Jawa-Sumatera. Sekitar

80-90% angkutan barang koridor Jawa-Sumatera dilakukan dengan moda angkutan

jalan atau truk yang dipadukan dengan angkutan penyeberangan. Seperti yang

disajikan di dalam Tabel I.2, data menunjukkan bahwa setiap tahun terjadi

peningkatan arus penumpang, barang maupun kendaraan yang memerlukan angkutan

penyeberangan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa peran dari pelabuhan semakin

I-7
penting. Semua aktifitas penyeberangan tentunya membutuhkan pelabuhan, baik itu

pelabuhan besar, kecil, maupun pelabuhan hub sebagai penghubung.

Tabel I.2. Jumlah Penumpang, Barang dan Kendaraan yang Diangkut oleh
Angkutan Penyeberangan Koridor Jawa - Sumatera
No Keterangan 2005 2006 2007 2008 2009

1 Penumpang 26.501.88 27.829.666 40.557.83 46.926.166 61.011.280


(Orang) 9 2

2 Barang (Ton) 25.187.16 25.422.005 31.936.93 41.079.174 44.068.40


0 7 6

3 Kendaraan 10.991.97 11.889.055 11.874.500 14.224.447 13.885.66


(Unit) 1 7

Sumber: Perpres Nomor 26 Tahun 2012

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002 tentang Hak dan

Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur

Laut Kepulauan Melalui Alur Laut Kepulauan yang Ditetapkan, Alur Laut Kepulauan

Indonesia (ALKI) dibagi menjadi tiga, yaitu ALKI I yang difungsikan untuk

pelayaran dari Laut Cina Selatan ke Samudera Hindia dan sebaliknya, ALKI II yang

difungsikan untuk pelayaran dari Laut Sulawesi ke Samudera Hindia dan sebaliknya,

serta ALKI III yang difungsikan untuk pelayaran dari Samudera Pasifik melintasi

Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai, dan Laut Sawu dan sebaliknya.

Adanya ALKI tersebut menunjukkan bahwa secara geostrategik dan

geolokasi, Indonesia berada di posisi yang sangat strategis di dunia. Dua diantara

ALKI tersebut, yaitu ALKI 1 dan 3, merupakan jalur perdagangan global dan

I-8
internasional yang sangat ramai. Diantaranya pada tahun 2011 tercatat arus

pergerakan peti kemas dunia dengan jalur Asia-Amerika sebesar 42.27 juta teus,

related-Asia sebesar 100.5 juta teus dan lain-lain. Idealnya, Indonesia dapat dengan

mudah menggunakan keunggulan ini untuk lebih menjadi pemain global atau

internasional di masa depan.

Hingga saat ini, Indonesia memiliki 33 pelabuhan utama, 217 pelabuhan

pengumpul dan 990 pelabuhan pengumpan. Dari total 1.241 buah pelabuhan, 111

diantaranya dikelola oleh PT. Pelindo I, II, III dan IV. Pelabuhan-pelabuhan yang ada

ini, masih tidak diimbangi oleh moda angkutan laut. Tahun 2009, Indonesia

membayar biaya transshipment S$ 3 billion dan feeder shipping cost sekitar Rp. 100

Triliun. Hal ini menyebabkan Indonesia sangat sulit untuk membangun kemandirian

maritim, daya saing dan integritas ekonomi nasional di pasar modal10.

Sejak tahun 2011, Pemerintah telah mencanangkan program Master Plan

Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dimana salah

satu rencananya adalah pencanangan program Pendulum Nusantara. Program ini

merupakan pembentukan jalur utama pelayaran domestik (Main Sea Corridor) yang

menjadi penghubung kawasan Timur dan Barat Indonesia sebagai upaya menekan

biaya logistik. Menurut Bambang Susantono,11 dalam Pendulum Nusantara, arus

10 Pendapat dari Dr. Joubert B Maramis, SE. MSi, dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Sam
Ratulangi, Manado. Dikutip dari http://inspirasibangsa.com/infrastruktur-dan-global-hub-maritim-
indonesia/ pada Senin, 22 Juni 2015 pukul 06.34
11 Pernyataan Bambang Susantono selaku Wakil Menteri Perhubungan ketika berbicara tentang
pembangunan Pelabuhan Teluk Lamong, diunduh Senin 15 Juni 2015 dari
http://www.beritasatu.com/bisnis/66217-pelindo-iii-kucurkan-rp1-28-t-bangun-pelabuhan-teluk-
lamong.html

I-9
kapal akan bergerak seperti pendulum yaitu dari barat ke timur dan sebaliknya.

Program ini didukung dengan pengembangan pelabuhan dan pengerukan alur

pelabuhan. Dari program ini juga akan dibentuk satu operator dengan sumber daya,

pelayanan dan tarif sama serta menggunakan windows system (tanpa antrian).

Konsep Pendulum Nusantara ini menetapkan enam pelabuhan sebagai koridor

utama angkutan peti kemas domestik. Keenam pelabuhan tersebut adalah Pelabuhan

Belawan, Batam, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Makassar dan Sorong. Diantara

keenam pelabuhan tersebut, Pelabuhan Tanjung Perak memiliki peran yang sangat

vital. Tak hanya sebagai salah satu pelabuhan besar dan masuk dalam program

Pendulum Nusantara, posisi strategis Pelabuhan Tanjung Perak terlihat sebagaimana

digambarkan berikut ini.

I-10
Sumber: Pelindo III12

Gambar I.1. Peta Surabaya sebagai Pelabuhan Internasional

Gambar I.1. menunjukkan bahwa Pelabuhan Tanjung Perak memiliki posisi

strategis tidak saja dalam pelayaran nasional tetapi juga internasional. Semua jalur

peti kemas internasional dari kelima benua yaitu Asia, Amerika, Australia, Eropa dan

Afrika dapat ditempuh melalui Pelabuhan Tanjung Perak. Pelabuhan yang terletak di

Ibu Kota Provinsi Jawa Timur, Kota Surabaya, ini juga merupakan pintu gerbang

bagi jalur pelayaran Indonesia Bagian Timur sebagaimana terlihat dari gambar I.2

berikut ini.

Sumber: Pelindo III13


Gambar I.2. Surabaya sebagai Pintu Gerbang Indonesia Bagian Timur
12 Rencana, Strategi Implementasi dan Roadmap Pembangunan Pelabuhan di Kawasan PT Pelindo III
(Persero) yang disampaikan pada Focus Group Discussion “Rencana Strategi Implementasi
Pengembangan Pelabuhan di Indonesia dalam Rangka RJPN 2011-2030”
13 Ibid

I-11
Salah satu realisasi Pemerintah dalam pelaksanaan MP3EI yang telah

dilakukan adalah Pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong. Terminal

Multipurpose Teluk Lamong adalah sebuah terminal laut berkonsep Eco Green Port

yang seluruh peralatannya menggunakan energi ramah lingkungan, dan memiliki

fasilitas tercanggih nomor 4 di dunia setelah Virginia (USA), Barcelona (Spanyol),

dan Abu Dhabi (Timur Tengah)14. Terminal Multipurpose Teluk Lamong di bangun

oleh PT Teluk Lamong yang merupakan anak perusahaan dari PT Pelabuhan

Indonesia (PELINDO) III. Pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong di

Surabaya dilatarbelakangi oleh padatnya aktivitas di Pelabuhan Tanjung Perak yang

sering mengalami overload menerima arus logistik peti kemas yang tahun lalu sudah

mencapai 2,9 juta TEUs (peti kemas ukuran 20 kaki) sebagaimana terlihat dari

gambar I.3 berikut ini.15

14 Dikutip dari http://www.beritasatu.com/bisnis/66217-pelindo-iii-kucurkan-rp1-28-t-bangun-


pelabuhan-teluk-lamong.html
15 Tempo.com, 2014 Kehebatan Teluk Lamong Dibandingkan Tanjung Priok, diakses pada 3 Januari
2015, tersedia di http://www.tempo.co/read/news/2014/09/25/061609542/Kehebatan-Teluk-Lamong-
Ketimbang-Tanjung-Priok

I-12
ARUS PETIKEMAS 2005 - 2025
10,000,000
8,000,000
6,000,000
4,000,000
TEU's 2,000,000
0
0 05 007 009 011 013 015 017 019 021 023 025
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Arus Petikemas
Sumber: www.tempo.com
Gambar I.3. Arus Peti Kemas pada Pelabuhan Tanjung Perak
Adanya pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong ini tentu akan

membawa konsekuensi bagi masyarakat sekitar pelabuhan, baik positif maupun

negatif. Bentuk konsekuensi tersebut dapat terjadi dalam aspek ekonomi, sosial

maupun aspek-aspek penting lainnya di daerah terdampak. Salah satu bentuk

konsekuensi dalam aspek ekonomi adalah lokasi pembangunan Terminal

Multipurpose Teluk Lamong berada pada daerah cekungan selat Madura yang

memisahkan Pulau Jawa dan Pulau Madura, dimana daerah tersebut merupakan area

fishing ground bagi masyarakat nelayan sekitar khususnya pada masyarakat nelayan

Kelurahan Tambak Sarioso Surabaya.

Selain itu, peneliti meyakini bahwa masih ada beberapa bentuk konsekuensi

lain yang diakibatkan dari adanya pembangunan Terminal Multipurpose Teluk

Lamong. Hal ini didasarkan pada pengamatan singkat yang pernah dilakukan peneliti

pada saat melakukan community development pada tahun 2012 terhadap kehidupan

I-13
masyarakat nelayan pada daerah tersebut. Oleh karena itu, pada penelitian ini, peneliti

berusaha untuk melakukan kajian secara mendalam mengenai dampak perubahan

fungsi wilayah pesisir pada tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat, khususnya

masyarakat Kelurahan Tambak Sarioso Surabaya, dari adanya pembangunan

Terminal Multipurpose Teluk Lamong tersebut. Diharapkan dengan adanya penelitian

ini, dapat diketahui bahwa perubahan fungsi wilayah pesisir yang ditimbulkan dari

pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong tidak memberikan dampak yang

negatif pada tingkat kesejahteraan masyarakat setempat.

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka

permasalahan yang akan dikaji pada penelitian ini adalah “Bagaimana dampak

perubahan fungsi wilayah pesisir pada tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat dari

adanya pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong di Kelurahan Tambak

Sarioso?”

I.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas,

secara umum penelitian ini bertujuan untuk ”Mendeskripsikan dampak perubahan

fungsi wilayah pesisir pada tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat dari adanya

pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong di Kelurahan Tambak Sarioso”.

I-14
I.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat akademis:

Peneliti berharap penelitian ini dapat memberi sumbangan bagi perkembangan

Ilmu Administrasi Negara, terutama pada kajian penerapan kebijakan yang

bersinggungan langsung dengan hajat hidup orang banyak. Selain itu

penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan dan perbandingan serta

pengembangan penelitian lebih lanjut di masa depan.

b. Manfaat praktis:

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai value lain

akan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah yang dalam hal ini

adalah diwakili oleh PT Teluk Lamong terhadap perubahan ekonomi dan

sosial masyarakat.

I.5 Kerangka Teori

I.5.1 Perkembangan Wilayah Kota

Dalam pandangan Sirojuzilam16, pengembangan wilayah pada dasarnya

merupakan peningkatan nilai manfaat bagi masyarakat suatu wilayah tertentu.

Pengembangan wilayah tersebut, mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan

16 Sirojuzilam. 2005. Beberapa Aspek Pembangunan Regional dan dari buku Regional Planning and
Development. Wahana Hijau. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Vol.1 Nomor 1
Agustus 2005

I-15
tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata membaik. Pengembangan wilayah

juga menunjukkan lebih banyak sarana dan atau prasana, barang dan jasa yang

tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis,

intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.

Mulyanto17 berpendapat bahwa pengembangan wilayah yaitu setiap tindakan

pemerintah yang akan dilaksanakan bersama-sama dengan para pelakunya dengan

maksud untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan bagi wilayah itu sendiri

maupun bagi kesatuan administratif di mana wilayah itu menjadi bagiannya, dalam

hal ini Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada umumnya pengembangan wilayah

dapat dikelompokkan menjadi usaha-usaha mencapai tujuan bagi kepentingan-

kepentingan di dalam kerangka azas:

a. Sosial Usaha

Usaha mencapai pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dan peningkatan

kualitas hidup serta peningkatan kesejahteraan individu, keluarga dan

seluruh masyarakat di dalam wilayah itu, diantaranya dengan mengurangi

pengangguran dan menyediakan lapangan kerja, serta menyediakan

prasarana-prasarana kehidupan yang baik seperti fasilitas transportasi dan

lain sebagainya.

b. Ekonomi Usaha

17 Mulyanto, H.R. 2008. Prinsip-Prinsip Pengembangan Wilayah. Graha Ilmu, Yogyakarta.

I-16
Usaha mempertahankan dan memacu perkembangan dan pertumbuhan

ekonomi yang memadai untuk mempertahankan kesinambungan dan

perbaikan kondisi-kondisi ekonomis yang baik bagi kehidupan dan

memungkinkan pertumbuhan yang lebih baik.

c. Wawasan Lingkungan

Pencegahan kerusakan dan pelestarian terhadap keseimbangan

lingkungan. Aktivitas sekecil apapun dari manusia yang mengambil

lingkungan dan atau memanfaatkan potensi alam, sedikit banyak akan

memengaruhi keseimbangannya, yang apabila tidak diwaspadai dan

dilakukan penyesuaian terhadap dampak-dampak yang terjadi akan

menimbulkan kerugian bagi manusia, khususnya akibat dampak yang

dapat bersifat tak berubah lagi (irreversible change). Untuk mencegah hal-

hal ini maka dalam melakukan pengembangan wilayah, program-

programnya harus berwawasan lingkungan dengan tujuan mencegah

kerusakan, menjaga keseimbangan dan mempertahankan kelestarian alam.

Adapun menurut Budiharsono18, pengembangan wilayah setidaknya ditopang

oleh enam (6) pilar, yaitu: (1) aspek biogeofisik; (2) aspek ekonomi; (3) aspek sosial

budaya; (4) aspek kelembagaan; (5) aspek lokasi dan (6) aspek lingkungan.

18 Sugeng Budiharsono. 2005. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Cetakan
ke-2. Jakarta: Pradnya Paramita.

I-17
Sumber: Budiharsono, 2005
Bagan I.1. Pilar-Pilar Pengembangan Wilayah

Bagan I.1 memperlihatkan berbagai analisis yang dapat dilakukan terhadap

pengembangan wilayah. Aspek biogeofisik melindungi kandungan sumber daya

hayati, sumber daya nirhayati, jasa-jasa maupun sarana dan prasarana yang ada di

wilayah tersebut. Adapun aspek ekonomi meliputi kegiatan ekonomi yang terjadi di

sekitar wilayah. Aspek sosial meliputi budaya, politik dan pertahanan keamanan

(hankam) yang merupakan pembinaan kualitas sumber daya manusia. Aspek lokasi

menunjukkan keterkaitan antar wilayah yang satu dengan yang lainnya berhubungan

dengan sarana produksi, pengelolaan maupun pemasaran. Aspek lingkungan meliputi

kajian mengenai bagaimana proses produksi mengambil input apakah merusak atau

I-18
tidak. Aspek kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang ada dalam

pengelolaan suatu wilayah apakah kondusif atau tidak.

Aspek pengembangan wilayah yang dilakukan dalam penelitian ini dilihat

dari aspek sosial budaya, ekonomi dan ekologi (lingkungannya). Di dalam aspek

ekonomi terdapat unsur pendapatan masyarakat Kelurahan Tambak Sarioso setelah

dibangunnya Terminal Multipurpose Teluk Lamong. Di dalam aspek sosial terdapat

pengembangan sumber daya manusia dalam menyikapi segala bentuk perubahan

yang terjadi dengan adanya Terminal Multipurpose Teluk Lamong. Aspek ekologi

melihat bagaimana kondisi lingkungan sekitar kawasan Teluk Lamong berubah akibat

pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong yang berimplikasi pada sosial

ekonomi masyarakat Kelurahan Tambak Sarioso.

Tahun 1970, Ir Sutami19 mengemukakan teori tentang perkembangan wilayah

perkotaan di Indonesia. Sutami berpendapat bahwa pembangunan infrastruktur yang

intensif untuk mendukung pemanfaatan potensi sumber daya alam akan mampu

mempercepat pengembangan wilayah. Era transisi memberikan kontribusi lahirnya

konsep hirarki kota-kota dan dan hirarki prasarana jalan melalui orde kota. Dalam

pandangannya, perkembangan wilayah tergantung dari sumber daya alam yang

terdapat di daerah tersebut. Menurut Sutami, wilayah dengan pusat industri akan

menarik masyarakat untuk datang karena potensi lapangan pekerjaan terbuka luas.

Demikian pula yang terjadi dalam penelitian ini, dimana pembangunan Terminal
19 Teori Pengembangan Wilayah ditulis oleh Agus Siswadi, diunduh pada hari Senin, 7 September
2015 dari http://agusfasis.blogspot.co.id/2010/11/teori-pengembangan-wilayah.html,

I-19
Multipurpose Teluk Lamong diharapkan akan mampu merubah dan meningkatkan

potensi wilayah di sekitar pelabuhan, sekaligus meningkatkan social ekonomi

penduduk sekitar.

I.5.1.1. Kebutuhan Penambahan Terminal Distribusi Barang

Logistik atau manajemen logistik merupakan bagian dari proses supply chain

yang merencanakan, mengimplementasikan, dan mengendalikan efisiensi dan

efektivitas aliran dan penyimpanan barang, jasa, dan informasi terkait dari titik awal

sampai ke titik konsumsi untuk memenuhi keperluan pelanggan 20(Council of

Logistics Management (CLM), 1986). Pada prinsipnya, dalam suatu sistem logistik

terdapat dua aliran utama. Aliran pertama adalah aliran barang dari pemasok, ke

pabrik atau manufacturing, hingga ke pelanggan. Berlawanan dengan aliran barang,

terdapat aliran informasi yang mengalir dari pelanggan ke pabrik, hingga ke

pemasok.

Salah satu komponen penting dalam logistik adalah transportasi yang

mengacu pada pergerakan produk dari satu lokasi ke lokasi lain, sebagai fungsinya

untuk mengirimkan produk dari awal jaringan (supply chain) sampai pada tangan

konsumen21. Menurut Chopra dan Meindl ada dua pihak yang berperan dalam

transportasi:

20 Council of Logistics Management (CLM) 1986 dalam “Analisis Pendirian Pusat Distribusi
Regional” yang dikeluarkan oleh Pusat Kebijakan Dalam Negeri Badan Pengkajian dan
Pengembangan Kebijakan Perdagangan kementerian Perdagangan, 2013.
21 Chopra, Sunil and Meindl, Peter. 2004. Supply Chain Management: Strategy, Planning
and Operation. New Jersey: Prentice-Hall, Inc

I-20
1. Pihak pengirim (shipper), adalah pihak yang memerlukan pemindahan

produknya dari satu titik ke titik lain dalam supply chain. Keputusan yang

dibuat misalnya desain jaringan transportasi, pemilihan alat transportasi,

dan pengaturan penempatan pesanan konsumen pada alat transportasi

yang ada. Tujuan dari pengirim adalah untuk meminimalisasi total biaya

pemenuhan pesanan konsumen sementara tetap mencapai responsiveness

yang diinginkan. Biaya yang diperhitungkan dalam pengambilan

keputusannya adalah:

a. Biaya transportasi, merupakan jumlah total biaya untuk berbagai

pengirim yang mengirimkan produk pesanan kepada konsumen. Bagi

shipper biaya transportasi termasuk biaya variabel selama

kendaraannya bukan milik pengirim sendiri.

b. Biaya inventori, merupakan biaya penyimpanan dari inventori yang

berasal dari jaringan supply chain pengirim. Biaya inventori dianggap

tetap ketika keputusan transportasi berjangka waktu pendek yaitu

dalam kegiatan menempatkan kiriman konsumen pada carriernya dan

dianggap variabel ketika shipper mendesain jaringan transportasi atau

merencanakan kebijakan operasi.

c. Biaya fasilitas, adalah biaya semua fasilitas dalam jaringan supply

chain pengirim. Biaya fasilitas dianggap variabel dalam pengambilan

I-21
keputusan desain strategis tetapi dianggap tetap untuk semua

keputusan transportasi yang lain.

d. Biaya proses, adalah biaya loading dan unloading dan semua biaya

yang menyangkut proses dalam transportasi. Biaya proses dianggap

variabel untuk semua keputusan transportasi.

e. Biaya service level, adalah biaya yang timbul karena ketidakmampuan

untuk memenuhi komitmen pengiriman.

2. Pihak pembawa (carrier) adalah pihak yang memindahkan produk. Tujuan

carrier adalah untuk membuat keputusan investasi dan kebijakan operasi

yang memaksimalkan keuntungan dari tiap aset.

Faktor yang dipertimbangkan ketika akan mengambil suatu keputusan

antara lain:

a. Biaya yang berkaitan dengan kendaraan, adalah biaya timbul karena

membeli atau menyewa kendaraan yang digunakan untuk mengirim

produk. Biaya ini tetap ada meskipun kendaraan digunakan atau tidak

dan besarnya proporsional dengan jumlah kendaraan.

b. Biaya operasi tetap, merupakan biaya yang berhubungan dengan

terminal, airport dan tenaga kerja tetap ada walaupun kendaraan tidak

beroperasi. Biaya operasi tetap pada umumnya proporsional dengan

ukuran dari fasilitas operasional.

I-22
c. Biaya yang berkaitan dengan perjalanan, biaya ini mencakup gaji

karyawan dan bahan bakar yang diperlukan untuk perjalanan dan

besarnya bergantung pada jarak dan frekuensi pengiriman.

d. Biaya yang berkaitan dengan jumlah barang, biaya ini mencakup biaya

loading dan unloading dan sebagian biaya bahan bakar yang berubah

sejalan dengan jenis dan jumlah barang yang dikirimkan.

e. Biaya overhead, biaya ini mencakup biaya perencanaan dan

penjadwalan jaringan transportasi dan investasi dalam teknologi

informasi. Perencanaan strategis dalam transportasi adalah pemilihan

sarana transportasi karena keputusan ini akan mendasari pembangunan

fasilitas dan besarnya biaya yang terjadi.

Distribusi adalah kegiatan yang berkaitan dengan pemindahan material,

biasanya berupa barang (goods) atau suku cadang (parts), dari pabrik ke pelanggan.

Dalam sistem distribusi, berbagai pihak yang interdependent terlibat dalam proses

penyampaian barang sehingga barang tersebut pada akhirnya dapat digunakan atau

dikonsumsi oleh pelanggan atau masyarakat. Berbagai pihak tersebut membentuk

suatu saluran distribusi (distribution channel) atau saluran pemasaran (marketing

channel). Saluran distribusi dapat dibedakan atas saluran pemasaran pelanggan

(customer marketing channel) dan saluran pemasaran bisnis (business marketing

channel).

I-23
Chopra dan Meindl22 menjelaskan bahwa distribusi adalah langkah-langkah

yang diambil untuk memindahkan dan menyimpan produk dari tingkat pemasok ke

tingkat konsumen dalam supply chain. Distribusi adalah kunci penggerak dari

keseluruhan keuntungan perusahaan, karena berhubungan langsung dengan biaya

supply chain dan pengalaman pelanggan.

Menurut Chopra pendistribusian produk merupakan faktor yang sangat

penting sebagai perantara sekaligus penghubung antara produsen dengan konsumen,

agar produk dapat diterima konsumen dengan cepat, tepat dan dalam kondisi yang

sesuai yang diharapkan baik produsen maupun konsumen. Oleh karena itu, perlu

pengelolaan distribusi yang baik.

Distribusi dapat didefinisikan sebagai berikut:

- Pemindahan barang jadi dari akhir lini produksi kepada para pelanggan.

- Tanggung jawab untuk merancang dan melaksanakan sistem untuk

mengendalikan arus bahan baku dan barang jadi.

- Manajemen pemindahan, pengendalian persediaan, perlindungan dan

penyimpanan bahan mentah dan barang-barang yang diproses atau barang

jadi ke dan dari lini produksi.

Menurut Chopra dan Meindl, komponen dalam sistem distribusi meliputi

berbagai bidang yang saling berkaitan yaitu transportasi, penanganan bahan,

pengemasan hasil produksi, pergudangan, pengendalian persediaan, pemrosesan

22 Ibid

I-24
pesanan, analisis lokasi dan jaringan komunikasi yang diperlukan untuk manajemen

yang efektif.

Chopra dan Miendl juga mengemukakan persoalan yang biasa dihadapi dalam

sistem distribusi antara lain yaitu:

a. Kebanyakan persediaan barang.

b. Barang berada di tempat yang salah.

c. Layanan pelanggan yang jelek.

d. Kehilangan penjualan karena kehabisan persediaan.

e. Pertanyaan krusial dalam merencanakan dan menentukan sistem distribusi

yang meliputi dimana pusat distribusi akan didirikan, produk apa yang

perlu disimpan di setiap pusat distribusi tersebut, bagaimana prosedur

penggantian persediaan di setiap pusat distribusi.

Menurut Chopra dan Miendl23 performansi jaringan distribusi dinilai melalui

dua dimensi yaitu: kebutuhan konsumen yang dipenuhi dan biaya untuk memenuhi

kebutuhan konsumen. Oleh karena itu pemilihan desain jaringan distribusi harus

dilihat dampaknya terhadap pelayanan pelanggan dan biaya untuk memberikan

service level tersebut.

Chopran dan Miendl juga berpendapat bahwa pelayanan pelanggan meliputi

antara lain:

1. Waktu respon, yaitu waktu antara konsumen melakukan order dan

menerima pengiriman order.

23 Ibid

I-25
2. Variasi produk, yaitu jumlah perbedaan dari produk atau konfigurasinya

yang konsumen harapkan dari jaringan distribusi.

3. Ketersediaan produk, yaitu probabilitas produk tersedia dalam stok ketika

order konsumen datang.

4. Kemudahan memesan atau menerima orde.

5. Order visibility/tracking, yaitu kemampuan konsumen untuk melacak

order dari pemesanan hingga pengiriman. Returnability, yaitu konsumen

dapat mengembalikan produk yang tidak memuaskan dan jaringan dapat

mengatasi permasalahan tersebut.

Kegiatan distribusi membutuhkan berbagai fasilitas, seperti depot, gudang

(warehouse), pusat konsolidasi (consolidation centers), dan pusat distribusi

(distribution centers). Suatu fasilitas distribusi bisa mempunyai beberapa fungsi.

Gudang, misalnya, bisa sekaligus berfungsi sekaligus sebagai pusat konsolidasi dan

pusat distribusi. Berkaitan dengan fasilitas distribusi, beberapa hal perlu menjadi

pertimbangan, antara lain penentuan lokasi, kapasitas, peralatan, komoditas yang

akan ditangani, wilayah yang akan dilayani, dan sebagainya

Sistem distribusi yang digunakan akan memengaruhi efisiensi yang dapat

dicapai. Sebelum tahun 1970-an, sistem distribusi yang banyak digunakan adalah

sistem ”Point to Point”. Pada sistem ini, distribusi dilakukan dengan mengirimkan

barang dari suatu titik ke titik yang lain tanpa terlalu memerhatikan aliran atau rute

pengiriman barang secara keseluruhan. Dengan sistem ini, secara keseluruhan

I-26
frekuensi pengiriman barang menjadi tinggi dan berdampak pada total biaya

distribusi.

Pada tahun periode 1970-1980, distribusi mulai menggunakan sistem “Hub

and Spoke”. Sistem ini dikembangkan dengan memerhatikan keseluruhan titik asal

dan titik tujuan pengiriman barang. Pengiriman barang dari suatu titik ke titik yang

lain dilakukan dengan menggunakan suatu titik sebagai “hub”. Dengan sistem ini,

efisiensi dapat dicapai melalui frekuensi pengiriman barang yang lebih rendah. Selain

itu, tingkat penggunaan armada menjadi lebih baik pada rute jarak jauh. Pemilihan

kapasitas armada pada suatu rute juga dapat disesuaikan dengan volumenya.

Presiden telah menetapkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32

Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Indonesia (MP3EI) tahun 2011-2025. MP3EI merupakan arahan strategis dalam

percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima

belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka

pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 dan

melengkapi dokumen perencanaan. Salah satu implikasinya adalah perlunya

penambahan terminal distribusi barang untuk menekan biaya logistik agar Indonesia

mampu bersaing dengan negara-negara lain terutama di ASEAN. Terkait dengan

penelitian ini maka pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong merupakan

salah satu usaha dalam memenuhi kebutuhan akan adanya terminal distribusi barang.

I-27
I.5.1.2. Kebutuhan Penambahan Infrastruktur Pelabuhan

Transportasi merupakan faktor penunjang dan perangsang pembangunan (the

promoting sector) serta pemberi jasa (the servicing sector) bagi perkembangan

ekonomi. Kenyataan menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkatan dari

kegiatan ekonomi dengan kebutuhan menyeluruh angkutan. Ini berarti kalau aktivitas

ekonomi meningkat maka kebutuhan angkutan meningkat pula. Oleh karena itu, guna

menunjang perkembangan ekonomi yang mantap, perlu dicapai keseimbangan antara

penyediaan (supply) dan permintaan (demand) jasa angkutan24.

Transportasi air lebih cocok digunakan untuk membawa muatan yang sangat

besar dalam biaya yang rendah. Meskipun begitu, sarana ini paling lama waktu

tempuhnya dibanding sarana yang lain karena adanya waktu tunggu di pelabuhan.

Transportasi air dapat digunakan untuk membawa apa saja25. Transportasi air ini juga

bertujuan untuk angkutan penyeberangan.

Pengembangan angkutan penyeberangan didasarkan pada beberapa hal, yaitu

kriteria pengembangan, persyaratan operasi, klasifikasi rute, dan model operasi kapal

penyeberangan, serta analisis tingkat investasi. Kebijakan pengembangan transportasi

penyeberangan dengan pendekatan perencanaan yang sebaiknya digunakan adalah:

1. Transportasi sebagai sarana untuk melayani aktivitas ekonomi dan sosial

di suatu wilayah.

24 Nur Nasution. 2003. Manajemen Transportasi . Jakarta: Ghalia Indonesia.


25 Chopra, op.cit

I-28
2. Transportasi sebagai sarana untuk menumbuhkembangkan aktivitas

ekonomi dan sosial.

Angkutan penyeberangan pada dasarnya merupakan bagian dari angkutan

jalan raya. Artinya, prasarana yang ada bisa melayani berbagai tingkatan demand

serta dapat dilalui setiap saat. Oleh karena itu, angkutan penyeberangan harus

memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Pelayanan ulang-alik dengan frekwensi tinggi

2. Pelayanan terjadwal.

3. Pelayanan realibel (teratur dan tepat waktu).

4. Pelayanan yang aman dan nyaman.

5. Tarif yang moderat.

6. Aksesibilitas ke terminal angkutan penyeberangan.

Dalam pengembangan angkutan antar pulau, dilakukan peningkatan sistem

transportasi laut yang telah ada dan penambahan jalur pelayaran atau penyeberangan

baru pada daerah yang dianggap berpotensi untuk dikembangkan. Peningkatan dapat

berupa penambahan atau peningkatan sarana angkut (kapal) yang sesuai untuk

melayani rute maupun penambahan pelabuhan26.

Seiring dengan pertumbuhan perekonomian dunia, maka pergerakan peti

kemas sebagai salah satu wahana transportasi barang juga terus meningkat. Jika tahun

2010, pelabuhan-pelabuhan dunia membongkar muat 547 juta unit peti kemas ukuran

20 kaki (twenty-foot equivalent units/TEUs) maka tahun 2017 diprediksi melayani

26 Diunduh dari www.perpustakaan.depkeu.go.id/.../2014_kajian_pkem_Rekomendasi

I-29
731 juta unit TEUs. Ini pulalah yang menjadi salah satu alasan perlunya penambahan

pelabuhan maupun efisiensi pelabuhan yang sudah ada27. Salah satunya adalah yang

terkait dengan penelitian ini yaitu pembangunan Terminal Multipurpose Teluk

Lamong sebagai salah satu cara dari Pemerintah Indonesia untuk menambah

pelabuhan yang ada.

I.5.2 Peralihan Fungsi Wilayah Pesisir

1.5.2.1. Pemilihan Lokasi Pelabuhan

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan telah

memberikan penjelasan tentang arti pelabuhan. Pasal 1 ayat 1 peraturan tersebut

menyatakan bahwa pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di

sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan

kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik

turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas

keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat

perpindahan intra dan antar moda transportasi.

Secara umum pelabuhan merupakan daerah perairan yang terlindung terhadap

gelombang dan arus, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut. Fasilitas tersebut

meliputi dermaga dimana kapal dapat bertambat untuk bongkar muat barang, kran-

kran untuk bongkar muat barang, gudang laut dan tempat-tempat penyimpanan

27 Majalah “Sustaining Partnership: Media Informasi Kerjasama Pemerintah dan Swasta, edisi khusus
Pelabuhan 2011.

I-30
dimana kapal membongkar muatannya. Termasuk pula gudang-gudang dimana

barang-barang dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama selama menunggu

pengiriman ke daerah tujuan atau pengapalan28.

Jenis-jenis pelabuhan menurut Triatmodjo29 dapat dibedakan berdasarkan segi

penyelenggaraan, segi pengusahaannya, maupun segi penggunaannya. Berikut ini

pembagian dari masing-masing segi:

1. Segi penyelenggaraan

a. Pelabuhan Umum

Pelabuhan yang diselenggarakan untuk kepentingan pelayanan

masyarakat umum, yang dilakukan oleh pemerintah dan

pelaksanaannya diberikan kepada badan usaha milik negara yang

didirikan untuk maksud tersebut. Contoh pelabuhan umum adalah

Pelindo yang berkedudukan di Medan, Jakarta, Surabaya dan

Ujungpandang.

b. Pelabuhan Khusus

Pelabuhan ini merupakan pelabuhan yang digunakan untuk

kepentingan sendiri guna menunjang suatu kegiatan tertentu dan

hanya digunakan untuk kepentingan umum dengan keadaan tertentu

dan dengan izin khusus dari Pemerintah. Pelabuhan ini dibangun oleh

suatu perusahaan baik pemerintah ataupun swasta yang digunakan

28 Bambang Triatmodjo, 2003. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset.


29 ibid

I-31
untuk mengirim hasil produksi perusahaan. Contoh pelabuhan jenis ini

adalah Pelabuhan Arun LNG di Lhokseumawe, Kabupaten Aceh

Utara.

2. Segi pengusahaannya

a. Pelabuhan yang diusahakan

Pelabuhan ini sengaja diusahakan untuk memberikan fasilitas-fasilitas

yang diperlukan oleh setiap kapal yang memasuki pelabuhan, dengan

aktifitas tertentu, seperti bongkar muat, menaik-turunkan

penumpang, dan lain sebagainya. Pemakaian pelabuhan ini

biasanya dikenakan biaya jasa, seperti jasa labuh, jasa tambat,

jasa pandu, jasa tunda, jasa dermaga, jasa penumpukan dan lain

sebagainya.

b. Pelabuhan yang tidak diusahakan

Pelabuhan yang hanya merupakan tempat singgah kapal tanpa fasilitas

bea cukai, bongkar muat dan lain sebagainya. Pelabuhan ini

merupakan pelabuhan yang disubsidi oleh pemerintah serta dikelola

oleh Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

3. Segi penggunaannya

a. Pelabuhan Minyak

Pelabuhan minyak biasanya tidak memerlukan dermaga atau

pangkalan yang harus dapat menahan muatan vertikal yang besar,

I-32
melainkan cukup membuat jembatan perancah atau tambatan yang

dibuat menjorok ke laut untuk mendapatkan kedalaman air yang cukup

besar. Bongkar muat dilakukan dengan pipa-pipa dan pompa-pompa.

Untuk keamanan, pelabuhan minyak harus diletakkan agak jauh dari

kepentingan umum.

b. Pelabuhan Barang

Pelabuhan ini mempunyai dermaga yang dilengkapi dengan fasilitas

untuk bongkar muat barang. Pelabuhan dapat berada di pantai atau

estuari dari sungai besar. Daerah perairan pelabuhan harus cukup

tenang sehingga memudahkan bongkar muat barang. Pelabuhan

barang ini bisa dibuat oleh pemerintah sebagai pelabuhan niaga atau

swasta untuk keperluan transpor hasil produksinya seperti baja,

aluminium, pupuk, batu bara, minyak dan sebagainya.

c. Pelabuhan Penumpang

Pelabuhan penumpang tidak banyak berbeda dengan pelabuhan

barang. Pada pelabuhan penumpang di belakang dermaga terdapat

stasiun penumpang yang melayani segala kegiatan yang berhubungan

dengan kebutuhan orang yang bepergian, seperti kantor imigrasi,

duane, keamanan, direksi pelabuhan, maskapai pelayaran, dan

sebagainya.

d. Pelabuhan Campuran

I-33
Pada umumnya pencampuran pemakaian ini terbatas untuk

penumpang dan barang, sedang untuk keperluan minyak dan ikan

biasanya tetap terpisah. Tetapi bagi pelabuhan kecil atau masih dalam

taraf perkembangan, keperluan untuk bongkar muat minyak juga

menggunakan dermaga atau jembatan yang sama guna keperluan

barang dan penumpang.

e. Pelabuhan Militer

Pelabuhan ini lebih cenderung digunakan untuk aktivitas militer.

Pelabuhan ini memiliki daerah perairan yang cukup luas serta

letak tempat bongkar muat yang terpisah dan memiliki letak yang

agak berjauhan. Pelabuhan ini berfungsi untuk mengakomodasi

aktifitas kapal perang.

f. Pelabuhan Ikan

Pelabuhan ini lebih difungsikan untuk mengakomodasi para

nelayan. Biasanya pelabuhan ini dilengkapi dengan pasar lelang, alat

pengawet, persediaan bahan bakar, hingga tempat yang cukup luas

untuk perawatan alat penangkap ikan. Pelabuhan ini tidak

membutuhkan perairan yang dalam, karena kapal penambat yang

digunakan oleh para nelayan tidaklah besar.

Berbagai macam pelabuhan seperti tersebut di atas tentu memiliki fungsi.

Adapun fungsi pelabuhan adalah sebagai beriut:30

30 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1983 tentang Pembinaan Kepelabuhanan

I-34
1. Interface, yaitu pelabuhan sebagai tempat pertemuan dua moda atau

sistem transportasi darat dan laut sehingga pelabuhan harus dapat

menyediakan berbagai fasilitas dan pelayanan jasa yang dibutuhkan untuk

perpindahan barang atau penumpang ke angkutan darat atau sebaliknya.

2. Link (mata rantai), yaitu pelabuhan merupakan mata rantai dari sistem

transportasi, sehingga pelabuhan sangat memengaruhi kegiatan

transportasi secara keseluruhan.

3. Gateway, yaitu pelabuhan berfungsi sebagai pintu gerbang dari suatu

negara atau daerah, sehingga dapat memegang peranan penting bagi

perekonomian suatu negara atau daerah.

4. Industry entity, yaitu perkembangan industri yang berorientasi kepada

ekspor dari suatu negara atau daerah.

Selain fungsi di atas pelabuhan juga berfungsi sebagai terminal pengangkutan

yang dapat dibagi dalam beberapa fungsi sebagai berikut:

1. Fungsi pelayanan dan pemangkalan kapal, seperti:

a. Perlindungan kapal dari ombak selama berlabuh dan tambat.

b. Pelayanan untuk pengisian bahan bakar, perbekalan dan sebagainya.

c. Pemeliharaan dan perbaikan kapal.

2. Fungsi pelayanan kapal penumpang, seperti :

a. Penyediaan prasarana dan sarana bagi penumpang selama menunggu

kapal dan melakukan aktivitas persiapan keberangkatannya.

I-35
b. Penyediaan sarana yang dapat memberikan kenyamanan, penyediaan

makanan dan keperluan penumpang.

3. Fungsi penanganan barang, seperti :

a. Penyediaan prasarana dan sarana untuk penyimpanan sementara,

pengepakan, penimbunan barang, konsentrasi muatan dalam kelompok

yang berukuran ekonomis untuk diangkut.

b. Bongkar muat barang dari dan ke kapal dan penanganan barang di

darat.

c. Penjagaan keamanan barang.

4. Fungsi pemrosesan dokumen dan lain-lain, seperti :

a. Penyelenggaraan dokumen kapal oleh syahbandar.

b. Penyelenggaraan dokumen pabean, muatan kapal laut dan dokumen

lainnya.

c. Penjualan dan pemeriksaan tiket penumpang.

d. Penyelesaian dokumen imigrasi penumpang untuk pelayaran luar

negeri.

Pemilihan lokasi pelabuhan terkait pula dengan berbagai fungsi, jenis dan

tujuan dibangunnya pelabuhan. Demikian juga dengan Terminal Multipurpose Teluk

Lamong yang pemilihan lokasinya karena sebagai penghubung dan penyangga dari

Pelabuhan Tanjung Perak.

I-36
I.5.2.2. Kebutuhan Reklamasi

Wilayah pantai merupakan daerah yang sangat intensif dimanfaatkan untuk

kegiatan manusia, seperti sebagai kawasan pusat pemerintahan, pemukiman, industri,

pelabuhan, pertambakan, pertanian, perikanan, pariwisata dan sebagainya. Adanya

berbagai kegiatan tersebut dapat menimbulkan peningkatan kebutuhan akan lahan,

prasarana dan sebagainya. Reklamasi adalah salah satu cara yang dapat dipergunakan

untuk memenuhi kebutuhan atas lahan yang diperlukan tersebut.

Reklamasi lahan adalah proses pembentukan lahan baru di pesisir atau

bantaran sungai. Sesuai dengan definisinya, tujuan utama reklamasi adalah

menjadikan kawasan berair yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan

bermanfaat. Kawasan baru tersebut biasanya dimanfaatkan untuk kawasan

permukiman, perindustrian, bisnis dan pertokoan, pelabuhan udara, perkotaan,

pertanian, serta objek wisata31.

Kawasan reklamasi pantai merupakan kawasan hasil perluasan daerah pesisir

pantai melalui rekayasa teknis untuk pengembangan kawasan baru. Kawasan

reklamasi pantai termasuk dalam kategori kawasan yang terletak di tepi pantai,

dimana pertumbuhan dan perkembangannya baik secara sosial, ekonomi, dan fisik

sangat dipengaruhi oleh badan air laut32.

31 Ruchyat Deni. 2013. Reklamasi Pantai Sebagai Alternatif Pengembangan Kawasan. Sekretaris
Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementerian PU.
32 Joy Irman. 2013. Kawasan Reklamasi Pantai. http://www.penataanruang.com/reklamasi-
pantai.html, diunduh pada Sabtu, 29 Agustus 2015

I-37
Menurut Irman33, pada dasarnya kegiatan reklamasi pantai tidak dianjurkan

namun dapat dilakukan dengan memerhatikan ketentuan berikut:

 Merupakan kebutuhan pengembangan kawasan budi daya yang telah ada di

sisi daratan;

 Merupakan bagian wilayah dari kawasan perkotaan yang cukup padat

dan membutuhkan pengembangan wilayah daratan untuk mengakomodasikan

kebutuhan yang ada;

 Berada di luar kawasan hutan bakau yang merupakan bagian dari kawasan

lindung atau taman nasional, cagar alam, dan suaka margasatwa;

 Bukan merupakan kawasan yang berbatasan atau dijadikan acuan batas

wilayah dengan daerah/negara lain.

Reklamasi bertujuan untuk menambah luasan daratan untuk suatu aktivitas

yang sesuai di wilayah tersebut. Pemanfaatan lahan hasil reklamasi adalah untuk

keperluan industri, terminal peti kemas, kawasan pariwisata dan kawasan

pemukiman. Selain untuk tujuan di atas, kegiatan reklamasi ini juga dapat

dimanfaatkan untuk keperluan konservasi wilayah pantai. Kegiatan ini dilakukan

bilamana suatu wilayah sudah tererosi atau terabrasi cukup parah sehingga perlu

dikembalikan seperti kondisi semula, karena lahan tersebut mempunyai arti penting

bagi Negara.

Reklamasi pantai akan berdampak terhadap aktifitas sosial, lingkungan,

hukum, ekonomi dan bahkan akan memacu pembangunan sarana prasarana

33 Ibid

I-38
pendukung lainnya. Dengan adanya reklamasi, diharapkan kebutuhan akan lahan

akan terpenuhi, namun di sisi lain dapat menimbulkan dampak negatif, misalnya

meningkatkan potensi banjir, kerusakan lingkungan dengan tergusurnya pemukiman

nelayan dari pemukiman pantai. Untuk menghindari dampak tersebut di atas, maka

dalam perencanaan reklamasi harus diawali dengan tahapan-tahapan, diantaranya

adalah kegiatan konsultasi publik yaitu kegiatan untuk menjelaskan maksud dan

tujuan kegiatan reklamasi ke seluruh stake holder atau pemakai kawasan pantai. Di

samping kegiatan tersebut perlu dilakukan pula perencanaan reklamasi pantai yang

benar dengan dasar akademik dan data-data primer yang diambil secara langsung

dengan melakukan kunjungan-kunjungan ke lapangan. Kegiatan reklamasi pantai dan

laut dengan melakukan penimbunan pada wilayah pantai dan laut merupakan hal

yang baru dikenal di Indonesia, khususnya di daerah-daerah yang melakukan

reklamasi pantai, dalam waktu dua puluh tahunan belakangan ini34.

Reklamasi dalam hukum positif Indonesia diatur dalam Undang-Undang

Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 4739). Butir 23 pada peraturan tersebut memberikan definisi bahwa

reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan

manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan

cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase. Terkait dengan penelitian ini,

34Flora Pricilla Kalalo, Implikasi Hukum Kebijakan Reklamasi Pantai & Laut di
Indonesia Buku I, Logoz Publishing, Jakarta, 2009

I-39
reklamasi dilakukan untuk pemanfaatan ruang pada Teluk Lamong. Hal tersebut

setidaknya diatur dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 56 Tahun 2012

tentang Pedoman Pemanfaatan Ruang pada Kawasan Teluk Lamong.

I.5.2.3. Pembangunan Infrastruktur Pelabuhan

Infrastruktur didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan

atau dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam

penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi dan pelayanan-

pelayanan lainnya untuk memfasilitasi tujuan-tujuan ekonomi dan sosial. Sistem

Infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem

ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat

didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-

peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya

sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat 35.

Pembangunan infrastruktur menyangkut berbagai barang modal, seperti jalan,

pelabuhan laut dan udara, energi, irigasi, sistem keuangan, jaringan komunikasi,

kawasan ekonomi khusus (KEK), dan lain sebagainya. Ketersediaan infrastruktur

yang memadai merupakan kunci sukses dalam percepatan pembangunan suatu

negara, baik menyangkut pembangunan ekonomi maupun sosial. Kegagalan

35 Kodoatie, Robert J. Kodoatie. 2003. Manajemen dan Rekayasa Infrastruktur, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.

I-40
melakukan investasi infrastruktur secara baik menandakan kegagalan menjaga serta

meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi suatu bangsa secara berkelanjutan.

Manfaat infrastruktur dalam mendukung pembangunan ekonomi dan sosial

diantara sebagai berikut :

1. Meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan modal sehingga

menurunkan biaya produksi, meningkatkan laba usaha, meningkatkan

jumlah produksi, meningkatkan lapangan kerja, serta meningkatkan

pendapatan masyarakat.

2. Memberi implikasi yang signifikan untuk pencapaian sasaran-sasaran

pembangunan berkelanjutan.

3. Mempercepat pemerataan pembangunan melalui pembangunan

infrastruktur yang disesuaikan dengan kebutuhan wilayah.

4. Mendorong investasi yang baru.

5. Meningkatkan konektivitas antar penduduk suatu negara dan membuka

isolasi bagi masyarakat yang terbelakang.

6. Memfasilitasi aliran gagasan, barang, dan jasa untuk memberi nilai

tambah dalam kegiatan ekonomi dan sosial.

7. Mendorong peningkatan efisiensi dalam alokasi sumber daya karena

infrastruktur memudahkan akses terhadap tenaga kerja dan bahan baku

serta memberikan peluang bagi aktivitas-aktivitas alternatif.

I-41
Apabila infrastruktur tidak tersedia secara memadai maka akan mendatangkan

serangkaian dampak yang merugikan diantaranya sebagai berikut:

1. Menghalangi pertumbuhan ekonomi dan daya saing internasional suatu

bangsa.

2. Menyebabkan rendahnya kualitas hidup serta meningkatkan bahaya

penyakit dan kematian

3. Kesulitan untuk memberantas kemiskinan;

4. Meningkatkan ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah karena

banyaknya kebutuhan yang tidak bisa terpenuhi yang dapat mengancam

eksistensi suatu negara.

Di Indonesia masih banyak permasalahan yang terkait dengan infrastruktur.

Beberapa permasalahan utama pada bidang infrastruktur di Indonesia yang dapat di

lihat antara lain sebagai berikut :

1. Masih buruknya perencanaan pembangunan infrastruktur dan kepatuhan

terhadap rencana pada berbagai tingkatan pemerintah sehingga pada satu

sisi sering terjadi tumpang tindih pembangunan infrastruktur pada suatu

wilayah atau sektor dan di sisi lain sering terjadi suatu integrasi yang

baik antara suatu infrastruktur dengan infrastruktur lain yang

seharusnya terpadu sehingga infrastruktur yang dibangun memberikan

manfaat jauh di bawah apa yang diharapkan.

I-42
2. Penambahan infrastruktur belum mampu memenuhi peningkatan

kebutuhan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

3. Kurangnya upaya untuk melakukan pemeliharaan terhadap infrastruktur.

4. Masih banyak terjadi ketimpangan dalam ketersediaan infrastruktur antar

wilayah maupun antar sektoral.

5. Belum tersedianya International Hub Port (IHP) yang menghubungkan

Indonesia dengan negara-negara di Asia Pasifik, Eropa, Amerika, dan

Australia.

6. Belum tersedianya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang memadai

terutama di luar Jawa untuk mendapatkan manfaat dari kluster,

aglomerasi, dan industri yang terintegrasi.

Permasalahan infrastruktur di Indonesia juga terdapat pada sektor transportasi

laut serta angkutan sungai, danau dan penyeberangan (ASDP). Sektor transportasi

laut dan ASDP dengan infrastruktur pelabuhannya mutlak diperlukan dan

memegang peranan yang sangat penting dalam aktivitas perekonomian dan

dalam melakukan hubungan antar wilayah (regional, nasional dan internasional).

Oleh karena itu, pemanfaatan, pembangunan dan pengembangan fasilitas pelabuhan

dalam mendukung aktivitas perekonomian dan sosial perlu diperhatikan secara serius.

Hal ini karena prasarana tersebut dapat menjadi penunjang dalam mendorong

pengembangan wilayah.

I-43
Tahun 2011, di kawasan ASEAN, Indonesia adalah negara yang memiliki

jumlah pelabuhan laut terbanyak, yaitu 2.328 unit dengan rincian 2.187 unit

merupakan pelabuhan domestik dan 141 unit pelabuhan internasional. Apabila

dilihat dari segi jumlah pelabuhan, Indonesia hanya membutuhkan sedikit tambahan

pelabuhan laut untuk pulau-pulau terluar. Akan tetapi persoalan mendasar yang

dihadapi pelabuhan di Indonesia adalah minimnya jumlah dan luas terminal peti

kemas serta panjang dermaga pada pelabuhan-pelabuhan utama sehingga

memperlambat mobilisasi barang dan meningkatkan biaya transportasi.

Kondisi dermaga yang belum sesuai kebutuhan dan kualitas fasilitas

penunjang pelabuhan laut yang masih minim pada sebagian besar pelabuhan laut di

Indonesia, tidak sekedar meningkatkan biaya transportasi. Hal tersebut juga

mendorong terjadinya penjualan ikan di tengah laut oleh nelayan-nelayan lokal

kepada nelayan asing yang mengakibatkan kerugian bagi negara. Oleh sebab itu,

panjang dermaga, pelabuhan atau terminal peti kemas dan sarana penunjang

pelabuhan laut lainnya, semestinya menjadi fokus perhatian dalam pembangunan

infrastruktur kelautan.

Banyak pelabuhan regional kekurangan sarana peti kemas, yang

mengharuskan perusahaan-perusahaan pelayaran untuk menggunakan peralatan

sendiri, baik yang berada di kapal maupun yang disimpan di pelabuhan. Kekurangan

tempat untuk penyimpanan dan pengisian peti kemas adalah masalah lain yang

dihadapi sebagian besar pelabuhan Indonesia. Hal ini seringkali mengharuskan

I-44
pemakaian armada truk putar untuk mengantar kargo langsung kepada pelanggan atau

pos pengangkutan peti kemas (CFS) langsung dari kapal yang menyebabkan lebih

banyak keterlambatan, kemacetan pelabuhan yang lebih parah (baik di sisi darat

maupun laut) dan biaya penanganan yang lebih meningkat36.

Hampir semua pelabuhan besar Indonesia berlokasi dekat dengan daerah-

daerah perkotaan besar yang aksesnya melalui jalan-jalan raya kota yang padat.

Masalah kemacetan demikian seringkali diperparah oleh kedatangan kapal

penumpang, karena hanya beberapa pelabuhan regional yang memiliki sarana

terpisah untuk kapal barang dan penumpang. Di pelabuhan-pelabuhan dengan tingkat

okupansi tambatan kapal yang tinggi, kehadiran kapal penumpang dan barang yang

bersamaan menyebabkan lebih banyak keterlambatan, dan memperlama waktu

persiapan perjalanan pulang kapal barang.

I.5.2.4. Konflik-Konflik Komunitas

Dalam kehidupannya manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan

orang lain. Dalam kajian sosiologis, kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain

disebut dengan gregariousness. Lebih lanjut, interaksi sosial sendiri merupakan

hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-

36 Carana Corporation (2004). Impact of Transport and Logistics on Indonesia’s Trade


Competetiveness . Makalah untuk kajian USAID, Jakarta

I-45
orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang-

perorangan dengan kelompok manusia37.

Interaksi sosial sendiri dimulai ketika dua orang bertemu (tatap muka), saling

menegur (kontak suara), dan berjabat tangan (kontak fisik). Lebih lanjut, interaksi

sosial menurut ditentukan oleh ciri-ciri fisik dan penampilan. Ciri-ciri fisik meliputi

jenis kelamin, usia, ras, sedangkan penampilan meliputi daya tarik, bentuk tubuh,

busana, dan wacana percakapan38.

Bentuk-bentuk interaksi sosial yang sering dijumpai dalam masyarakat, antara

lain: kerjasama, persaingan, dan pertentangan (konflik). Wirawan 39 mendefinisikan

konflik sebagai proses pertentangan yang diekspresikan di antara dua pihak atau lebih

yang saling tergantung mengenai objek konflik, menggunakan pola perilaku dan

interaksi konflik yang menghasilkan keluaran konflik. Secara sosiologis, konflik lahir

karena adanya perbedaan-perbedaan yang tidak atau belum dapat diterima oleh satu

individu dengan individu lain atau antara suatu kelompok dengan kelompok tertentu.

Perbedaan tersebut meliputi perbedaan antara individu-individu (ciri-ciri badaniah),

perbedaan unsur-unsur kebudayaan, emosi, perubahan sosial yang terlalu cepat,

perbedaan pola-pola perilaku, dan perbedaan kepentingan.

37 Soekanto, Soerjono, 2006, Sosiologi Suatu Pengantar, PT RajaGrafindo Persada :


Jakarta.

38 Soenarto, Kamanto. 2003. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Press.
39 Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Konflik: Teori. Aplikasi, dan Penelitian. Jakarta: Salemba
Humanika.

I-46
Adapun Giddens (dalam Susan)40 mengemukakan bahwa pendekatan

primordial menganggap konflik sebagai akibat dari pergesekan kepentingan

kelompok identitas, seperti; identitas yang berbasis pada etnis, keagamaan, budaya,

geografis, bangsa, bahasa, tribal, kepercayaan, religius, kasta, dan lain sebagainya.

Pendapat Giddens menyiratkan makna bahwa pendekatan primordial melihat

identitas-identitas tersebut merupakan potensi konflik, dimana potensi konflik itu

dibentuk melalui serangkaian proses panjang, yang diwariskan secara turun-temurun

melalui sosialisasi dalam institusi keluarga. Adanya hal ini memperkuat asumsi

bahwa potensi tersebut telah mengakar dalam diri individu. Dalam konteks ini,

konflik dalam pendekatan primordial biasanya dapat muncul ke permukaan dengan

melibatkan kebencian, dendam, prasangka (prejudice), dan stereotip yang sifatnya

ekstrim.

Soenarto41 mengemukakan bahwa stereotip adalah citra yang kaku mengenai

suatu kelompok ras atau budaya yang dianut tanpa memerhatikan kebenaran citra

tersebut. Dalam pandangan sosiologis, stereotip memiliki dua sifat yakni positif dan

negatif. Stereotip yang bersifat positif biasanya membawa keuntungan, sedangkan

stereotip yang bersifat negatif justru menjadi potensi konflik antar kelompok, baik

etnis maupun agama.

40 Susan, Novri. 2009. Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer. Jakarta: Kencana.
41 Soenarto, op.cit

I-47
Thung Ju Lan42 mengemukakan bahwa setiap etnik atau ras cenderung

mempunyai semangat dan ideologi yang etnosentris, yang menyatakan bahwa

kelompoknya lebih superior daripada kelompok etnik atau ras lain. Terjadinya tidak

saling mengenal identitas budaya orang lain, bisa mendorong meningkatnya

prasangka terhadap orang lain, berupa sikap antipati yang didasarkan pada kesalahan

generalisasi yang diekspresikan sebagai perasaan.

Perbedaan-perbedaan yang biasanya mengiringi suatu konflik dianggap akan

mempengaruhi harmoni konsensus dan intensitas potensi konflik karena picuan

perbedaan kepentingan, terutama bila terdapat kelompok-kelompok yang ingin tetap

dominatif daripada kelompok yang lain dari suatu kondisi yang dipenuhi oleh

ketegangan sosial, sehingga akan melakukan cara-cara yang tidak berjiwa sosial dan

bahkan dapat merusak43.

Sebagai suatu proses sosial yang sifatnya dinamis, konflik sangat rentan

terhadap pengaruh-pengaruh yang berasal dari berbagai aspek. Sifatnya yang dinamis

cenderung membuat konflik dapat dikelola untuk mencapai suatu resolusi, dimana

resolusi tersebut merupakan suatu keadaan dimana kepentingan yang mengalami

pergesekan dapat bertemu dan menetapkan kesepakatan bersama.

Susan44 menetapkan metode resolusi konflik melalui konsep tata kelola

konflik (conflict governance). Konsep tersebut melibatkan penggunaan seluruh


42 Thung Ju Lan. 2006. Prasangka dan Diskriminasi Terhadap Etnis Tionghoa, diakses dari
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/2912

43 M.Sitorus 2003. Berkenalan dengan Sosiologi 1. Jakarta: Erlangga.


44 Susan.op.cit

I-48
sumber daya yang ada, disertai strategi yang tepat, sehingga tujuan dari resolusi

tersebut dapat dicapai dengan baik.

Sementara itu, Wirawan45 juga memaparkan bahwa resolusi konflik dapat

dicapai dengan dua cara, yakni pengaturan sendiri oleh pihak-pihak yang berkonflik

(self regulation), dan melalui intervensi pihak ketiga (third party intervention). Dalam

pengaturan sendiri, pihak-pihak yang terlibat menyusun strategi konflik untuk

mencapai tujuannya. Sementara apabila melibatkan pihak ketiga, terdiri atas: resolusi

melalui pengadilan, proses administrasi, dan resolusi perselisihan alternatif.

Berdasarkan penjelasan yang telah diungkapkan oleh beberapa pakar, maka

dapat dijabarkan bahwa dalam menganalis konflik sedikitnya terdapat beberapa

indikator penting. Indikator-indikator tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Interaksi (interaction), yakni hubungan-hubungan sosial yang terjadi

antara individu ataupun kelompok yang dapat menyebabkan konflik.

b. Sumber-sumber konflik (source), yang meliputi; perbedaan fisik,

perbedaan kepentingan, perbedaan perlakuan, perbedaan identitas,

kekecewaan, keterbatasan sumber daya, bahasa, terputusnya komunikasi,

perbedaan persepsi, dan stereotip.

c. Pihak-pihak yang berkonflik (stakeholder), yakni pihak-pihak yang

berkonflik atau memiliki kepentingan atas terjadinya konflik, meliputi:

individu, kelompok, dan pihak ketiga (mediator, freerider).

45 Wirawan. op.cit

I-49
d. Proses (process), yakni bagaimana konflik diawali dan berlangsung

hingga saat ini. Proses konflik juga meliputi sampai sejauh mana konflik

atau potensi konflik akan terjadi, yang dapat digambarkan sebagai

eskalasi dan deskalasi onflik.

e. Ekspresi (expression), yakni dalam bentuk apa konflik ditunjukkan,

seperti: ucapan (verbal), tulisan, gerak tubuh (gesture), dan kontak fisik.

f. Hasil akhir (result), meliputi bagaimana hasil akhir dari konflik yang

terjadi, seperti; win-win, win-lose, dan lose-lose condition.

I.5.3 Tingkat Kesejahteraan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

menjelaskan kbahwa yang dimaksud esejahteraan sosial (masyarakat) adalah kondisi

terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup

layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosial.

Konsep kesejahteraan menurut Nasikun46 dapat dirumuskan sebagai padanan

makna dari konsep martabat manusia yang dapat dilihat dari empaat indikator yaitu:

1. Rasa Aman

2. Kesejahteraan

3. Kebebasan

4. Jati diri

46 Dr. Nasikun 1996. Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga. PT. Tiara Wacana.Yogyakarta.

I-50
Biro Pusat Statistik Indonesia47 menerangkan bahwa guna melihat tingkat

kesejahteraan rumah tangga suatu wilayah ada beberapa indicator yang dapat

dijadikan ukuruan, antara lain adalah:

1. Tingkat pendapatan keluarga;

2. Komposisi pengeluaran rumah tangga dengan membandingkan

pengeluaran untuk pangan dengan non-pangan;

3. Tingkat pendidikan keluarga;

4. Tingkat kesehatan keluarga, dan;

5. Kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki dalam rumah tangga.

Dari beberapa definisi dapat ditarik beberapa pikiran pokok pikiran dari

kesejahteraan:

1. Konsep kesejahteraan sebagai suatu kondisi atau keadaan yang sejahtera baik

fisik, mental maupun sosial

2. Tujuan sistem tersebut untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera

dalam arti tingkat kebutuhan pokok seperti tandang, pangan, papan, kesehatan

dan juga relasi-relasi sosial dengan lingkungannya

3. Tujuan kesejahteraan dapat dicapai dengan cara meningkatkan kemampuan

individu baik dalam memecahkan masalahnya maupun dalam memenuhi

kebutuhannya

47Badan Pusat Statistik. 2000. Indikator Kesejahteraan Rakyat (Welfare Statistics). Jakarta: BPS

I-51
4. Indikator dari kesejahteraan yaitu terpenuhinya kebutuhan hidup baik secara

materi (sandang, papan, pangan) maupun secara spritual (pengetahuan dan

pelaksanaan ibadah)

Kesejahteraan manusia memang pada dasarnya memiliki suatu kaitan yang

erat akan kebutuhan manusia tersebut, suatu kebutuahn yang dianggap penting oleh

suatu kelompok manusia belum tentu menjadi suatu kebutuhan yang dianggap

penting oleh suatu kelompok manusia belum tentu menjadi suatu kebutuhan bagi

kelompok lain. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu standar yang bersifat universal untuk

mengetahui kebutuhan manusia.

Menurut Abraham Maslow membagi kebutuhan manusia menjadi 2 yaitu

kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Setelah kebutuhan primer dan sekunder

Abraham Maslow membagi lagi menjadi 5 kebutuhan manusia (teori kebutuhan

manusia). Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki,

mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi

(aktualisasi diri). Hierarchy of needs (hirarki kebutuhan) dari Maslow menyatakan

bahwa manusia memiliki 5macam kebutuhan yaitu physiological needs (kebutuhan

fisiologis), safety and security needs(kebutuhan akan rasa aman), love and belonging

needs (kebutuhan akan rasa kasih saying dan rasa memiliki), esteem needs

(kebutuhan akan harga diri), dan self-actualization (kebutuhan akan aktualisasi diri).

1. Kebutuhan fisiologis (Physiological)

I-52
Jenis kebutuhan ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar semua

manusia seperti, makan, minum, menghirup udara, dan sebagainya. Termasuk

juga kebutuhan untuk istirahat, buang air besar atau kecil, menghindari rasa

sakit, dan seks. Jika kebutuhan dasar ini tidak terpenuhi, maka tubuh akan

menjadi rentan terhadap penyakit, terasa lemah, tidak fit, sehingga proses

untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya dapat terhambat. Hal ini juga berlaku

pada setiap jenis kebutuhan lainnya, yaitu jika terdapat kebutuhan yang tidak

terpenuhi, maka akan sulit untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.

2. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan (Safety and security needs)

Ketika kebutuhan fisiologis seseorang telah terpenuhi secara layak, kebutuhan

akan rasa aman mulai muncul. Keadaan aman, stabilitas, proteksi dan

keteraturan akan menjadi kebutuhan yang meningkat. Jika tidak terpenuhi,

maka akan timbul rasa cemas dan takut sehingga dapat menghambat

pemenuhan kebutuhan lainnya

3. Kebutuhan rasa kasih sayang dan rasa memiliki (Love and Belonging Needs)

Ketika seseorang merasa bahwa kedua jenis kebutuhan di atas terpenuhi,

maka akan mulai timbul kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki.

Hal ini dapat terlihat dalam usaha seseorang untuk mencari dan mendapatkan

teman, kekasih, anak, atau bahkan keinginan untuk menjadi bagian dari suatu

komunitas tertentu seperti tim sepakbola, klub peminatan dan seterusnya. Jika

tidak terpenuhi, maka perasaan kesepian akan timbul.

I-53
4. Kebutuhan akan harga diri (esteem needs)

Kemudian, setelah ketiga kebutuhan di atas terpenuhi, akan timbul kebutuhan

akan harga diri. Menurut Maslow, terdapat dua jenis, yaitu lower one dan

higher one. Lower one berkaitan dengan kebutuhan seperti status, atensi, dan

reputasi. Sedangkan higher one berkaitan dengan kebutuhan akan

kepercayaan diri, kompetensi, prestasi, kemandirian, dan kebebasan. Jika

kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka dapat timbul perasaan rendah diri dan

inferior.

5. Kebutuhan aktualisasi diri (Self Actualization)

Kebutuhan terakhir menurut hirarki kebutuhan Maslow adalah kebutuhan

akan aktualisasi diri. Jenis kebutuhan ini berkaitan erat dengan keinginan

untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi diri. Menurut Abraham

Maslow, kepribadian bisa mencapai peringkat teratas ketika kebutuhan-

kebutuhan primer ini banyak mengalami interaksi satu dengan yang lain, dan

dengan aktualisasi diri seseorang akan bisa memanfaatkan faktor potensialnya

secara sempurna.

Masalah ketergantungan ekonomi dapat dilihat pada kesulitan yang dialami

individu, keluarga dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya, yang mana itu

disebabkan oleh berbagai hal. Di dalam konteks keluarga masalah ekonomi dapat

disebabkan oleh kurangnya atau rendahnya tingkat pendapatan keluarga sehingga

keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhannya meski pada tahap yang minimal

I-54
sekalipun selain itu ketidakmampuan atau ketidaktahuan kepala keluarga didalam

mengelola pendapatan yang diperolehnya.

Di dalam paradigma indikator sosial yang merupakan paradigma

kesejahteraan (welfare paradigm) dijelaskan bahwa selain indikator ekonomi

(economic indicator) indikator sosial (social indicator) juga penting untuk melihat

kesejahteraan masyarakat akibat pembangunan. Indikator sosial ini akan memberi

kemungkinan untuk memantau apa yang telah dicapai dalam pembangunan nasional

suatu negara. Paradigma indikator sosial tersebut menampakkan pengaruhnya di

Indonesia. Hal ini tercermin dari dirumuskannya indikator sosial di Indonesia pada

tahun 1974 yang mencakup 10 komponen dari 115 indikator48, yaitu:

1. Kependudukan, termasuk KB dan tranmigrasi

2. Kesehatan

3. Gizi

4. Tenaga kerja dan koperasi

5. Pendidikan dan kebudayaan

6. Kesejahteraan sosial

7. Perumahan

8. Keamanan dan ketertiban masyarakat

9. Agama

10. Umum

48 Hendra Esmara. 1986. Perencanaan dan Pembangunan di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama

I-55
Dalam perkembangan pada tahun 1980 indikator sosial Indonesia kemudian

diubah menjadi indikator kesejateraan rakyat yang mencakup 6 komponen dan 93

indikator komponen-komponen tersebut adalah:

1. Penduduk keluarga berencana dan migrasi

2. Pendidikan dan sosial budaya

3. Kesehatan, gizi dan pengeluaran/konsumsi rumah tangga

4. Angkatan kerja

5. Keamanan dan ketertiban masyarakat

6. Perumahan dan lingkungan hidup49

Berdasarkan tingkat pemenuhannya 5 tahapan keluarga sejahtera serta ciri-

ciriyang membedakan masing-masing kelompok:

1. Keluarga pra sejahtera yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi

kebutuhan dasarnya (basic need) secara minimal seperti kebutuhan akan

pangan sandang dan papan;

2. Keluarga sejahtera tahap 1 yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi

kebutuhan dasarnya secara minimal tetapi belum dapat memenuhi

keseluruhan kebutuhan sosial psikologinya seperti kebutuhan akan

pendidikan, keluarga berencana interaksi dalam keluarga interaksi dengan

lingkungan tempat tinggal dan transportasi;

49 Tjokrowinoto, Moeljarto. 1996. Politik Pembangunan: Sebuah Analisis Konsep, Arah, Dan

I-56
3. Keluarga sejahtera tahap II keluarga yang disamping telah dapat

memenuhi kebutuhan dasarnya juga dapat memenuhi kebutuhan sosial

psikologisnya tetapi belum dapat mememnuhi keseluruhan kebutuhan

perkembangan (development needs) seperti kebutuhan untuk menabung

dan memperoleh informasi;

4. Keluarga sejahtera tahap III yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi

seluruh kebutuhan dasar psikologis dan kebutuhan pengembangannya

namun belum dapat memberikan sumbangan (kontribusi) yang maksimal

terhadap masyarakat seperti secara teratur memberikan sumbangan dalam

bentuk materil dan keuangan untuk kepentingan sosial kemasyarakatan

atau yayasan keagamaan kesenian olahraga pendidikan dan lain-lain;

5. Keluarga sejahtera tahap III plus yaitu keluarga yang telah dapat

memenugi seluruh kebutuhannya baik bersifat dasar sosial psikologis

maupun bersifat pengembangan serta teah dapat pula memberikan

sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat.

Dari beberapa teori di atas dapat disimpulkan tingkat kesejahteraan

masyarakat adalah suatu tujuan utama dari pembangunan yang menekankan pada

pemenuhan kebutuhan masyarakat yang ditandai dengan adanya perubahanpada

keadaan ekonomi, dan kualitas hidup rakyat yang dapt diukur dari tingkat pergeseran

okupasi, tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran (konsumsi), kemampuan daya beli ,

tingkat akumulasi aset dan tabungan, tingkat pertumbuhan aktivitas ekonomi baru,

I-57
tingkat kemudahan akses layanan pendidikan, tingkat kemudahan akses layanan

pendidikan, tingkat kemudahan akses layanan kesehatan, tingkat kemudahan akses

teknologi informasi, dan tingkat kelancaran arus transportasi

I.5.3.1. Perubahan Mata Pencaharian Masyarakat

Mata pencaharian pokok adalah keseluruhan kegiatan untuk memanfaatkan

sumber daya yang ada yang dilakukan sehari-hari dan merupakan mata pencaharian

utama untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mata pencaharian sampingan adalah mata

pencaharian di luar mata pencaharian pokok50.

Adapun Mubyarto51 menjelaskan bahwa mata pencaharian meliputi antara

lain:

1. Petani/nelayan meliputi sawah, tegalan, tambak, kebun/perkebunan,

peternakan;

2. Buruh tani meliputi buruh tani, ternak, tambak, pengemudi traktor;

3. Buruh industri meliputi buruh kasar industri, buruh pengrajin, operasi mesin,

buruh pengolahan hasil pertanian;

4. Usaha industri/penjual meliputi pengelolaan hasil pertanian, tekstil, batik,

jahit, industri plastik, industri makanan dan minuman, pande besi;

5. Pedagang/penjual meliputi pemilik toko, pelayan toko, pedagang keliling

(hasil pertanian, pedagang es dan pedagang bakso), kios/warung;

50 A.Susanto. 1993. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Jakarta: Bina Cipta
51 Mubyarto. 1985. Peluang Kerja dan berusaha di Pedesaan. Yogyakarta: BPFE UGM

I-58
6. Pekerjaan angkutan yaitu sopir, kenek, tukang becak, pengusaha angkutan,

ojek;

7. Pekerjaan bangunan yaitu pengusaha bangunan, tukang/buruh bangunan,

tukang kayu dan mandor bangunan;

8. Profesional meliputi tenaga kesehatan (PLKB, bidan), seniman, guru/dosen,

Pegawai Negeri, pamong, polisi, TNI, tenaga lain;

9. Pekerjaan jasa meliputi pelayan rumah makan, pembantu rumah tangga,

binatu/tukang cuci, penata rambut, dukun bayi/pijat, mencari barang di alam

bebas, tenaga jasa lain.

Mata pencaharian juga dapat didefinsisikan sebagai aktivitas manusia untuk

memperoleh taraf hidup yang layak dimana antara daerah yang satu dengan daerah

lainnya berbeda sesuai dengan taraf kemampuan penduduk dan keadaan

demografinya52. Mata pencaharian dibedakan menjadi dua yaitu mata pencaharian

pokok dan mata pencaharian sampingan. Mata pencaharian pokok adalah keseluruhan

kegiatan untuk memanfaatkan sumber daya yang ada yang dilakukan sehari-hari dan

merupakan mata pencaharian utama untuk memenuhi kebutuhan hidup.Mata

pencaharian sampingan adalah mata pencaharian di luar mata pencaharian pokok53.

Perubahan mata pencaharian atau biasa disebut transformasi pekerjaan adalah

pergeseran atau perubahan dalam pekerjaan pokok yang dilakukan manusia untuk

hidup dan sumber daya yang tersedia untuk membangun kehidupan yang memuaskan

52 Daldjoeni. 1987. Pokok-Pokok Geografi Manusia. Bandung: Alumni


53 Susanto. op.cit

I-59
(peningkatan taraf hidup). Perubahan mata pencaharian ini ditandai dengan adanya

perubahan orientasi masyarakat mengenai mata pencaharian.

Perubahan orientasi mata pencaharian di sini diartikan sebagai perubahan

pemikiran masyarakat yang akan menentukan dan memengaruhi tindakannya di

kemudian hari, dari pekerjaan pokok masyarakat yang dahulunya bergeser atau

berubah ke sektor yang lainnya. Memerhatikan konstruk pemikiran (ide) yang

menurut Hegel menentukan tindakan manusia. Meskipun dalam taraf konstruk

pemikiran gejala pergeseran atau perubahan tersebut sudah terjadi dalam realitas

di masyarakat54.

Selain menyebabkan perubahan orientasi masyarakat tentang pekerjaan,

perubahan mata pencaharian mungkin juga berhubungan dengan nilai sosial budaya

yang dianut oleh anggota masyarakat. Perubahan mata pencaharian mungkin

memberikan pengaruh pada nilai sosial budaya masyarakat, karena ketika perubahan

mata pencaharian memberikan dampak pada satu aspek dalam masyarakat, maka

secara otomatis akan memberikan dampak pada aspek lain terutama pada nilai

sosial budaya yang ada dalam masyarakat. Hal tersebut mungkin ditandai dengan

adanya pergeseran atau perubahan bentuk nilai sosial budaya masyarakat, menurun

atau meningkatnya kualitas nilai sosial budaya itu sendiri dan berubahnya fungsi dari

nilai sosial budaya tersebut.

54 Pajar Hatma Indrajaya. 2003.Transformasi Tenaga Kerja Pedesaan: Studi Deskriptif Kualitatif
Mengenai Perubahan Mata Pencaharian Penduduk Desa antar Generasi dari Sektor Agraris ke Sektor
Non Agraris di Desa Mulyodadi, Kecamatan Bambanglipuro, Bantul. Surakarta: UNS

I-60
I.5.3.2. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Baru

Suatu kebijakan dapat dikatakan atau dinilai berhasil jika kebijakan tersebut

menghasilkan dampak seperti yang diinginkan. Menurut William Dunn yang dikutip

oleh Wibawa (1994) menyebutkan “dampak kebijakan adalah perubahan kondisi fisik

maupun sosial sebagai akibat dari output kebijakan”. Output adalah barang, jasa atau

fasilitas lain yang diterima oleh sekelompok masyarakat tertentu, baik kelompok

sasaran maupun kelompok lain yang dimaksud untuk disentuh oleh kebijakan.

Sedangkan output dan dampak itu sendiri merupakan sebuah konsekuensi dari

kebijakan.

Menurut Weiss seperti yang dikutip oleh Wibawa 55 mengatakan bahwa ada

tiga persoalan yang perlu diperhatikan dalam melihat dampak kebijakan. Pertama,

wilayah program, apakah program berlingkup nasional, provinsi, kota, kecamatan

atau desa. Kedua, ukuran program, berapa jumlah individu yang dilayani untuk setiap

satuan wilayah program. Ketiga, kebaruan program, apakah dampak yang diharapkan

oleh program itu diangap baru.

Evaluasi kebijakan publik banyak dilakukan untuk mengetahui dampak

kebijakan atau policy outcomes, bukan hanya hasil atau policy outputs dari sebuah

kebijakan publik. Maka di sini perlu ditegaskan bahwa hasil kebijakan berbeda

dengan dampak kebijakan. Menurut Islamy56 hasil kebijakan adalah apa-apa yang

telah dihasilkan dengan adanya sebuah kebijakan publik, sedangkan dampak

55 Samodra Wibawa. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa.
56 M Irfan Islamy. 2007. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bina Aksara

I-61
kebijakan adalah akibat-akibat dari konsekuensi yang ditimbulkan dengan

dilaksanakannya sebuah kebijakan publik.

Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Peran pemerintah sebagai mobilisator pembangunan sangat strategis dalam

mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi

negaranya. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat

hasil pembangunan yang telah dilakukan dan juga berguna untuk menentukan

arah pembangunan di masa yang akan datang. Pertumbuhan ekonomi yang positif

menunjukkan adanya peningkatan perekonomian sebaliknya pertumbuhan ekonomi

yang negatif menunjukkan adanya penurunan.

Simon Kuznets dalam Todaro57 menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi

suatu negara dipengaruhi oleh akumulasi modal (investasi pada tanah, peralatan,

prasarana dan sarana dan sumber daya manusia), sumber daya alam, sumber daya

munusia (human resources) baik jumlah maupun tingkat kualitas penduduknya,

kemajuan teknologi, akses terhadap informasi, keinginan untuk melakukan inovasi

dan mengembangkan diri serta budaya kerja.

Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefenisikan sebagai peningkatan

kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasa-

jasa. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam

melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara.

57 Michael P. Todaro. 2000. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga, Jilid I. Edisi ke VII. Jakarta:
Erlangga

I-62
Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekomian akan

menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Pada

dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor

produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan

menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oleh

masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan

masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan meningkat.

Jawa Timur sebagai provinsi terbesar kedua di Indonesia memiliki potensi

besar bagi investor untuk menanamkan investasi dan mengembangkan bisnisnya di

Jawa Timur. Investasi swasta yang masuk akan mendorong perekonomian Jawa

Timur ke arah yang lebih modern, meningkatkan status provinsi sebagai pusat

pertumbuhan konomi daerah di Indonesia. Data nasional menunjukkan bahwa

pendapatan per kapita Jawa Timur secara konsisten berada pada posisi kedua tertinggi

di Jawa dan masuk dalam sepuluh besar di Indonesia. Akan tetapi dibandingkan

beberapa derah lain di Asia Timur pertumbuhan Produk Domestik Bruto Jawa Timur

masih dinilai relatif lebih lamban58.

I.5.4 Dampak Perubahan Fungsi Wilayah Pesisir pada Tingkat Kesejahteraan

Ekonomi Masyarakat

58 Diagnosa Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur oleh World Bank, REDI dan Pemerintah Provinsi
Jawa Timur Tahun 2011 diterbitkan oleh Pemprov Jatim bekerjasama dengan World Bank

I-63
Setiap pembangunan yang dilakukan akan selalu berimbas pada wilayah di

sekitarnya. Pembangunan identik dengan kesejahteraan masyarakat. Tujuan utama

dari pembangunan yaitu mengarah pada kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan

pembangunan juga diukur dari kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya

pembangunan diharapkan terjadinya peningkatan ekonomi masyarakat, peningkatan

kualitas hidup masyrakat, perluasan lapangan pekerjaan, pengurangan tingkat

kemiskinan, perbaikan kualitas pendidikan, perbaikan kualitas kesehatan yang

nantinya akan berdampak positif pada kesejahteraan masyarakat.

Menurut Gunawan Suratmo59, dampak diartikan sebagai adanya suatu

benturan antara 2 kepentingan yaitu kepentingan pembangunan proyek dan

kepentingan melestarikan lingkungan yang baik. Menurut Suratmo dampak sosial

ekonomi pembangunan saling berkaitan satu dengan yang lainnya komponen yang

dianggap penting untuk diketahui yaitu sebagai berikut:

1. Pola Perkembangan Penduduk

2. Pola perpindahan penduduk

3. Pola perkembangan ekonomi

4. Pola penyerapan tenaga kerja

5. Berkembangnya struktur ekonomi

6. Meningkatnya pendapatan masyarakat

7. Perluasan lapangan pekerjaan

8. Kesehatan masyarakat

59 Suratmo. Op.cit

I-64
Dampak merupakan suatu impact yang dihasilkan dari proses input,

transformasi, output, dan outcome. Dalam pembangunan, misalnya dalam

pembangunan jembatan, input dapat berupa proyek perencanaan pembangunan

jembatan. Trasformasi dalam pembangunan dapat berupa implementasi dari proyek

pembangunann jembatan. Outputnya dapat berupa pembangunan fisik yaitu jembatan.

Setelah adanya output maka akan menhasilkan outcome, dimana outcomenya dapat

berupa kelancaran arus trasportasi, perbaikan sarana dan prasarana kesehatan

pendidikan, perluasan lapangan pekerjaan, keamanan dan lain lain. Dari outcome

tersebut maka akan menghasilkan suatu impact atau dampak dari outcome yaitu

keejahteraan masyarakat.

I.5.4.1. Peningkatan Status Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan

Sosial ekonomi dapat diartikan sebagai suatu keadaan atau kedudukan yang

diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur

masyarakat. Pemberian posisi ini disertai pula dengan seperangkat hak dan kewajiban

yang harus dipenuhi oleh seseorang misalnya pendapatan, dan pekerjaan.

Santrock60 mengemukakan bahwa status sosio ekonomi sebagai

pengelompokan orang-orang berdasarkan kesamaan karakteristik pekerjaan,

pendidikan ekonomi. Status sosio ekonomi menunjukkan ketidaksetaraan tertentu.

Secara umum anggota masyarakat memiliki:

60 Santrock. 2007. Remaja. Edisi 11 Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

I-65
1. Pekerjaan yang bervariasi prestisenya, dan beberapa individu memiliki

akses yang lebih besar terhadap pekerjaan berstatus lebih tinggi

dibandingkan orang lain;

2. Tingkat pendidikan yang berbeda, ada beberapa individual memiliki akses

yang lebih besar terhadap pendidikan yang lebih baik dibanding orang

lain;

3. Sumber daya ekonomi yang berbeda;

4. Tingkat kekuasaan untuk mempengaruhi institusi masyarakat. Perbedaan

dalam kemampuan mengontrol sumber daya dan berpartisipasi dalam

ganjaran masyarakat menghasilkan kesempatan yang tidak setara.

Definisi status adalah keadaan atau kedudukan seseorang, sementara sosial

berarti keadaan yang sangat berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat di

lingkungan sekitar. Sehingga berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat

disimpulkan pengertian status sosial ekonomi dalam penelitian ini adalah latar

belakang ekonomi keluarga atau orang tua yang diukur dengan tingkat pendidikan,

tingkat pendapatan, pemilikan kekayaan atau fasilitas serta jenis pekerjaan.

Ada beberapa faktor yang dapat menentukan tinggi rendahnya sosial ekonomi

di masyarakat. Faktor-faktor tersebut antara lain: tingkat pendidikan, jenis

pekerjaan, tingkat pendapatan dan pemilikan kekayaan. Berikut ini sedikit

pembahasan terkait masing-masing faktor tersebut:

1. Tingkat Pendidikan

I-66
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

menjelaskan bahwa yang dimaksud jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan

yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan

dicapai dan kemampuan yang dikembangkan. Adapun pengertian pendidikan dalam

undang-undang tersebut diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

2. Jenis Pekerjaan

Pekerjaan akan menentukan status sosial ekonomi karena dengan bekerja

maka segala kebutuhan akan dapat terpenuhi. Pekerjaaan tidak hanya mempunyai

nilai ekonomi namun usaha manusia untuk mendapatkan kepuasan dan mendapatkan

imbalan atau upah, berupa barang dan jasa serta akan terpenuhi kebutuhan hidupnya.

Pekerjaan seseorang akan memengaruhi kemampuan ekonominya. Oleh karena itu,

bekerja merupakan suatu keharusan bagi setiap individu sebab dalam bekerja

mengandung dua segi, kepuasan jasmani dan terpenuhinya kebutuhan hidup. ninya.

3. Tingkat Pendapatan

Pendapatan adalah jumlah semua pendapatan yang didapatkan keluarga

maupun anggota keluarga lainnya yang diwujudkan dalam bentuk uang dan

I-67
barang. Menurut Sumardi dalam Yerikho61 mengemukakan bahwa pendapatan yang

diterima oleh penduduk akan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dimilikinya.

Dengan pendidikan yang tinggi mereka akan dapat memperoleh kesempatan yang

lebih luas untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik disertai pendapatan yang

lebih besar. Sedangkan bagi penduduk yang berpendidikan rendah akan mendapat

pekerjaan dengan pendapatan yang kecil.

4. Pemilikan Kekayaan atau Fasilitas

Pemilikan kekayaan atau fasilitas adalah kekayaan dalam bentuk barang-

barang dimana masih bermanfaat dalam menunjang kehidupan ekonominya.

I.5.4.2. Penambahan Penghasilan

Pendapatan adalah uang yang diterima oleh perorangan, perusahaan dan

organisasi-organisasi lain dalam bentuk upah, gaji, sewa, bunga, komisi,ongkos, dan

laba, bantuan, tunjangan pengangguran, pensiun, dan lain sebagainya. Kesejahteraan

masyarakat dapat diukur dari tingkat pendapatan masyarakat. Semakin tinggi

pendapatan masyarakat semakin sejahtera masyarakat tersebut begitupun, sebaliknya

semakin rendah pendapatan masyarakat semakin rendah pula tingkat kesejateraannya.

Dalam pandangan Sumitro62 pendapatan merupakan jumlah barang dan jasa

yang memenuhi tingkat hidup masyarakat. Pendapatan yang dimiliki oleh masyarkat
61 Joshua Yerikho. 2007. Hubungan Tingkat Pendapatan Keluarga dengan Pendidikan Anak. Jurnal
Pendidikan,UPI Bandung.
62Sumitro Djojohadikusumo. 1994. Perkembangan Pemikirab Ekonomi, Dasar Teori Ekonomi
Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. Jakarta: LP3ES

I-68
dapat memenuhi segala kebutuhan masyarakat tersebut. Pendapatan rata-rata yang

dimiliki oleh setiap jiwa disebut juga dengan pendapatan perkapita yang menjadi

tolok ukur kemajuan atau perkembangan ekonomi.

Menurut Milton Friedman63 pendapatan masyarakat dapat digolongkan

menjadi 2 yaitu pendapatan permanen (permanent income) dan pendapatan sementara

(transitory income).

a. Pendapatan permanen adalah pendapatan yang selalu diterima pada

setiap periode tertentu dan dapat diperkirakan sebelumnya, misalnya

pendapatan dari gaji, upah.


b. Pengertian pendapatan sementara adalah pendapatan yang tidak bisa

diperkirakan sebelumnya64. (Guritno Mangkoesoebroto, 1998: 72).

Menurut Dusenberry dalam Reksoprayitno65 pendapatan relatif secara

memungkinkan terjadi pada kondisi dimana pengeluaran konsumsi adalah

irreversibel, yaitu pola pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan.

Apabila seseorang pendapatannya mengalami kenaikan maka dalam jangka pendek

tidak akan langsung menaikkan pengeluaran konsumsi secara proporsional dengan

kenaikan pendapatan, akan tetapi kenaikan pengeluaran konsumsinya lambat karena

seseorang lebih memilih untuk menambah jumlah tabungan (saving), dan sebaliknya

bila pendapatan.

63 Milton Friedman. 1993. Capitalism and Freedom. Chicago: Chicago University Press
64 Guritno Mangkoesoebroto. 1998. Kebijakan Ekonomi Publik di Indonesia: Substansi dan Urgensi.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
65 Soediyono Reksoprayitno. 2000. Ekonomi Makro. Yogyakarta:BPFE

I-69
Aktivitas ekonomi merupakan suatu aktivitas atau usaha yang dilakukan

manusia untuk mewujudkan kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Untuk mencapai kesejahteraan tersebut masyarakat melakukan aktivitas ekonomi

melputi 3 hal, yaitu produksi, distribusi, dan konsumsi.

I-70
a. Kegiatan Produksi
Kegiatan produksi adalah usaha untuk menghasilkan atau menambah

daya guna barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.


b. Kegiatan Distribusi
Kegiatan distribusi adalah usaha menyalurkan atau menyebarluaskan

barang dan jasa dari prdusen ke konsumen. Dalam hal ini peranan para

pedagang sangat penting, karena penghubung antara produsen dengan

konsumen, atau antara prdusen dengan produsen lainnya. Kegiatan

distribusi banyak dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran barang dan

jasa. Terdapat dua sistem distribusi, yaitu :


1. Distribusi langsung: produsen melakukan penyaluran tanpa perantara
2. Distribusi tak langsung: penyaluran diakukan pedagang.
c. Kegiatan Konsumsi
Kegiatan konsumsi menyangkut tindakan manusia baik secara individu

maupun kelompok, dalam memakai atau menghabiskan barang dan jasa

yang diproduksi. Kegiatan konsumsi banyak dipengaruhi tingkat

pendapatan, kebiasaan, dan budaya. Dari aktifitas ekonomi tersebut

muncul lapangan pekerjaan baru. Semakin banyak aktivitas ekonomi

yang dilakukan masyarakat semakin banyak lapangan pekerjaan baru.

I.5.4.3. Penggabungan Wilayah

Guna mengoptimalkan pembangunan daerah maka pada tahun 1999

pemerintah mencanangkan otonomi daerah dengan mengeluarkan Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini juga merupakan

implementasi dari pasal 18 ayat 2 Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan

I-71
bahwa pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Makna mengatur ialah melahirkan berbagai bentuk kebijakan atau peraturan

yang mempertimbangkan kepentingan masyarakat dengan berlandaskan adat dan

kebudayaan atau kearifan lokal yang dimiliki, selanjutnya makna mengurus ialah

menyediakan pelayanan, baik barang maupun jasa untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat (Muslim dalam Jurnal El-Riyasah , 2011:43)


Dalam rangka menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan daerah, pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk

mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan

tugas pembantuan. Urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah meliputi:


a. Politik luar negeri;
b. Pertahanan;
c. Keamanan;
d. Yustisi;
e. Moneter dan fiskal nasional; dan
f. Agama.
Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan tersebut di atas, pemerintah

menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan

kepada aparat pemerintah atau wakil pemerintah di daerah atau dapat menugaskan

kepada pemerintahan daerah dan atau pemerintahan desa. Pembagian urusan

pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai

urusan pemerintahan yang sepenuhnya tetap menjadi kewenangan pemerintah. Salah

satunya adalah pembentukan daerah.


Pembentukan suatu daerah harus memenuhi persyaratan administratif, teknis,

dan fisik kewilayahan. Persyaratan administratif untuk provinsi meliputi adanya

I-72
persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/walikota yang akan menjadi cakupan

wilayah provinsi, persetujuan DPRD provinsi induk dan gubernur, serta rekomendasi

dari Menteri Dalam Negeri sebagaimana disebutkan di atas. Syarat teknis meliputi

faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup kemampuan

ekonomi, potensi daerah, sosial budaya,sosial politik, kependudukan, luas daerah,

pertahanan dan keamanan, serta faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya

otonomi daerah.
Evaluasi terhadap kemampuan daerah adalah penilaian dengan menggunakan

sistem pengukuran kinerja serta indikator-indikatornya yang meliputi masukan,

proses, keluaran dan dampak. Pengukuran dari indikator kinerja ini, digunakan untuk

membandingkan antara satu daerah dengan daerah lain, dengan angka-angka secara

nasional untuk masing-masing tingkat pemerintahan atau dengan hasil tahun-tahun

sebelumnya untuk masing-masing daerah. Aspek lain yang dievaluasi meliputi

keberhasilan menyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, upaya-upaya dan

kebijakan yang diambil, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan dan

kebijakan nasional, serta dampak dari kebijakan daerah.


Akibat terjadinya penggabungan ialah perubahan yang timbul karena

terjadinya penggabungan atau penghapusan suatu daerah yang antara lain mencakup

nama, cakupan wilayah, batas, ibu kota, pengalihan personel, pendanaan, peralatan

dan dokumen, perangkat daerah, serta akibat-akibat lain. Guna menilai persyaratan

teknis ini, biasanya dibentuk tim terpadu dengan standar pelayanan yang telah

ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Dalam praktiknya, dalam penilaian

I-73
suatu daerah pemekaran, tidak dilibatkan aspek pertahanan dan keamanan. Oleh

sebab itu undang-undang ini mengalami kemajuan yang sangat berarti. Hal ini

disebabkan adanya implikasi bahwa di setiap pembentukan daerah baru selalu terjadi

konflik kepentingan dan konflik horizontal antar masyarakat yang pro dan kontra atas

pemekaran daerah tersebut. Di sisi lain, dengan adanya pemekaran memberikan

implikasi pula, tidak hanya pengisian pejabat, pengisian perangkat daerah,

kepegawaian daerah, juga tidak kalah pentingnya adalah pembentukan lembaga-

lembaga penegak hukum, antara lain lembaga kepolisian, kejaksaan dan lembaga

peradilan. Dengan demikian, pemekaran suatu daerah akan membuka wacana

penambahan pejabat pemerintahan dan pegawai, serta lembaga-lembaga penunjang

lainnya.
Pembentukan daerah harus mampu melaksanakan otonomi daerahnya sesuai

dengan potensi, kondisi, kebutuhan dan kemampuan daerah yang bersangkutan.

Pembentukan suatu daerah otonom baru, tidak boleh mengakibatkan daerah induk

tidak mampu lagi melakukan otonomi daerahnya. Dengan demikian, baik daerah

yang dibentuk maupun daerah yang dimekarkan atau daerah induk secara sendiri-

sendiri dapat melaksanakan otonomi daerahnya sesuai ketentuan yang berlaku.

Demikian pula bagi daerah provinsi,daerah kabupaten atau kota dapat dihapus apabila

daerah-daerah tersebut berdasarkan hasil penelitian tidak mampu melaksanakan

otonominya.

I-74
I.6 Definisi Konseptual

I.6.1. Konsep Perubahan Fungsi Lahan

Menurut Vink66, lahan merupakan suatu daerah yang ada di permukaan bumi

yang memiliki sifat-sifat tertentu seperti geologi, atmosfer, hidrologi, vegetasi dan

penggunaan lahan. Lahan merupakan kenampakan geografi yang perlu dikaji. Salah

satu kegiatan pengkajiannya adalah dengan cara mengadakan observasi terhadap

pemanfaatannya serta pengaruhnya bagi kehidupan manusia.

Soentoro67 menjelaskan bahwa lahan merupakan suatu faktor produksi penting

yang diberikan oleh alam. Menurut Bintarto68, manusia dalam usaha dan upaya

mempertahankan kehidupannya, tidak lagi semata tergantung pada alam melainkan

dengan segala kemampuan manusia sendiri yang semakin berkembang, membawa

manusia pada kecenderungan memanfaatkan alam semaksimal mungkin untuk

kesejahteraan hidupnya. Aktivitas manusia untuk mempertahankan hidupnya

beraneka ragam sesuai dengan kemampuan dan potensi tata geografisnya. Jayadinata

(1999), lahan merupakan tanah yang sudah ada peruntukannya dan umumnya

dimiliki dan dimanfaatkan oleh perorangan atau lembaga untuk dapat diusahakan.

Lahan sebagai sumber alam yang penting dalam pemanfaatannya harus

memerhatikan unsur pengawetan, kesesuaian, kemampuan serta bentuk

penggunaannya, agar tidak mengakibatkan kerusakan dan kerugian bagi manusia.

66 Vink. A.P.A.1983. Landscape ecology and landuse. Longman. London.


67 Soentoro.1981. Pengaruh Penguasaan Lahan terhadap Keadaan Sosial Ekonomi Pedesaan. Rural
Dinamyc Series. Bogor: SAE-SDP.
68 Bintarto dan Surastopo Hadisumarno. 1979. Metode Analisa Geografi. Jakarta: LP3ES

I-75
Pola pemanfaatan lahan pada hakikatnya adalah hasil perpaduan antara faktor sejarah,

faktor fisik, faktor sosial budaya dan ekonomi. Pola pemanfaatan lahan di suatu

wilayah mencerminkan pada orientasi kehidupan masyarakat di wilayah tersebut,

seperti tingkat kehidupan sosial dan ekonomi, budaya dan teknologi. Jumlah

penduduk dan perubahan, penyebaran dan bidang nafkah adalah sesuatu yang

merupakan faktor penentu di dalam pola maupun orietasi pemanfaatan lahan69.

Menurut Chapin dan Kaiser (1979) kebutuhan penggunaan lahan dalam

struktur tata ruang kota atau wilayah berkaitan dengan 3 sistem yang ada, yaitu:

a. Sistem kegiatan, manusia dan kelembagaannya untuk memenuhi

kebutuhannya yang berinteraksi dalam waktu dan ruang.

b. Sistem pengembangan lahan yang berfokus untuk kebutuhan manusia dalam

aktivitas kehidupan.

c. Sistem lingkungan berkaitan dengan kondisi biotik dan abiotik dengan air,

udara dan material

Menurut Sandy (1960) perubahan penggunaan lahan dapat saja terjadi apabila

adanya perubahan atau perbedaan nilai fungsi lahan sebelumnya dan sesudahnya

yang bernilai ekonomi lebih tinggi dari sebelumnya. Salah satu pendorongnya adalah

peningkatan jumlah penduduk dan kegiatan lainnya dapat menimbulkan perubahan

dalam penggunaan lahan. Sifat perubahan pemanfaatan lahan secara garis besar dapat

dibagi dua yaitu bersifat musiman dan permanen. Perubahan pemanfaatan lahan

69 Tesis Fadillah, Pengaruh Perubahan Kegiatan Pemanfaatan Lahan Terhadap Kondisi Sosial
Ekonomi Masyarakat Kasus : Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Indragiri Hilir (Magister
Perencanaan Kota dan Daerah (MPKD-UGM Tahun 2003)

I-76
musiman biasanya terjadi pada lahan pertanian tanaman pangan yang juga disebut

rotasi tanaman. Perubahan pemanfaatan lahan musiman ini tidak hanya karena faktor

musim saja, tetapi kehendak manusia juga akan menentukan perubahan pemanfaatan

lahan.

Adapun perubahan pemanfaatan lahan yang bersifat permanen yaitu

perubahan pemanfaatan lahan dalam periode waktu relatif lama. Perubahan

pemanfaatan lahan yang bersifat lama ini disebabkan karena faktor perubahan alam,

atau karena faktor kehendak manusianya sendiri. Seperti pemanfaatan daerah pesisir

pantai sebagai pelabuhan sebagaimana yang terjadi di Teluk Lamong seperti yang

diteliti saat ini.

I.6.2. Definisi Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang

dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Demikian definisi wilayah pesisir yang

tercantum dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Menurut Dahuri et al. (1996), hingga saat ini

masih belum ada definisi wilayah pesisir yang baku. Namun demikian, terdapat

kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan

antara daratan dan lautan.

Perairan pesisir adalah daerah pertemuan darat dan laut, dengan batas darat

dapat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih

I-77
mendapat pengaruh sifat-sifat laut, seperti angin laut, pasang surut, dan intrusi air

laut. Ke arah laut, perairan pesisir mencakup bagian batas terluar dari daerah paparan

benua yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat, seperti

sedimentasi dan aliran air tawar.

Definisi wilayah seperti di atas memberikan suatu pengertian bahwa

ekosistem perairan pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai

kekayaan habitat beragam, di darat maupun di laut serta saling berinteraksi. Selain

mempunyai potensi besar wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang mudah

terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan secara langsung

maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem perairan pesisir

(Dahuri et al., 1996).

Apabila ditinjau dari garis pantai (coast line), maka wilayah pesisir

mempunyai dua macam batas (boundaries) yaitu batas yang sejajar garis pantai (long

shore) dan batas yang tegak lurus garis pantai (cross shore). Untuk kepentingan

pengelolaan, batas ke arah darat suatu wilayah pesisir ditetapkan dalam dua macam,

yaitu wilayah perencanaan (planning zone) dan batas untuk wilayah pengaturan

(regulation zone) atau pengelolaan keseharian (day-to-day management).

Batas wilayah perencanaan sebaiknya meliputi seluruh daerah daratan dimana

terdapat kegiatan manusia (pembangunan) yang dapat menimbulkan dampak secara

nyata terhadap lingkungan dan sumberdaya di wilayah pesisir dan lautan. Ini berarti

batas wilayah perencanaan lebih luas dari wilayah pengaturan. Dalam day-to-day

I-78
management, pemerintah atau pihak pengelola memiliki kewenangan penuh untuk

mengeluarkan atau menolak izin kegiatan pembangunan. Sementara itu, bila

kewenangan semacam ini berada di luar batas wilayah pengaturan (regulation zone),

maka akan menjadi tanggung jawab bersama antara instansi pengelola wilayah pesisir

dalam regulation zone dengan instansi/lembaga yang mengelola daerah hulu atau laut

lepas.

Dalam konteks ekologis, wilayah pesisir dapat mencakup daerah pedalaman

pesisir (coastal hinterland), daerah rendah (lowlands), perairan pesisir (coastal

waters), dan laut dalam sampai dengan zona ekonomi eksklusif (ZEE). Ksemuanya

mempunyai hubungan saling keterkaitan satu dengan lainnya. Wilayah pesisir juga

dicirikan oleh sejumlah bentuk ekologis seperti pantai berbatu (rocky shores), pantai

pasir (sandy beaches), estuaria (estuaries), laguna (lagoons), daerah pasang surut

(intertidal flats), lahan basah (wetlands), dan pulau-pulau kecil (small islands).

Wilayah-wilayah tersebut membentuk habitat-habitat bagi sejumlah

komunitas biologis spesifik termasuk komunitas pasang surut (intertidal

communities), hutan mangrove (mangroves), padang lamun (sea grass beds), terumbu

karang (coral reefs), dan komunitas-komunitas laut dalam atau laut lepas. Habitat-

habitat yang berbeda ini memiliki hubungan yang dekat dan dapat dianggap sebagai

satu kesatuan ekosistem. Kesemua ekosistem ini mengandung sejumlah sumber daya

yang merupakan sumber kehidupan utama bagi sebagian besar masyarakat miskin di

pesisir70.

70 http://gocampus.blogspot.com/2010/02/pengelolaan-sumber-daya-wilayah-pesisir.html, diunduh Sabtu, 4 Juli 2015

I-79
Dalam kacamata ekonomi wilayah, berbagai kawasan pesisir yang memiliki

posisi strategis di dalam struktur alokasi dan distribusi sumberdaya ekonomi disebut

memiliki locational rent yang tinggi. Nilai ekonomi kawasan pesisir, selain

ditentukan oleh rent lokasi (locational rent), setidak-tidaknya juga mengandung tiga

unsur economic rent lainnya, yakni: ricardian rent, environmental rent dan social

rent.

Ricardian rent adalah rent berdasarkan kekayaan dan kesesuaian sumberdaya

yang dimiliki untuk berbagai penggunaan aktivitas ekonomi, seperti kesesuaiannya

(suitability) untuk berbagai aktivitas budidaya (tambak), kesesuaian fisik untuk

pengembangan pelabuhan, dan sebagainya. Environmental rent kawasan kawasan

pesisir adalah nilai atau fungsi kawasan yang didasarkan atas fungsinya di dalam

keseimbangan lingkungan. Adapun social rent menyangkut manfaat kawasan untuk

berbagai fungsi sosial.

I.6.3. Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat

Konsep kesejahteraan menurut Nasikun (1993) dapat dirumuskan sebagai

padanan makna dari konsep martabat manusia yang dapat dilihat dari empat indikator

yaitu:

1. rasa aman (security);

2. Kesejahteraan (welfare);

3. Kebebasan (freedom);

I-80
4. Jati diri (Identity).

Biro Pusat Statistik Indonesia (2000) menerangkan bahwa guna melihat

tingkat kesejahteraan rumah tangga suatu wilayah ada beberapa indikator yang dapat

dijadikan ukuruan, antara lain adalah:

1. Tingkat pendapatan keluarga;

2. Komposisi pengeluaran rumah tangga dengan membandingkan

pengeluaran untuk pangan dan non pangan;

3. Tingkat pendidikan keluarga;

4. Tingkat kesehatan keluarga;

5. Kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki dalam rumah tangga.

Menurut Kolle (1974) dalam Bintarto (1989), kesejahteraan dapat diukur dari

beberapa aspek kehidupan:

1. Melihat kualitas hidup dari segi materi, seperti kualitas rumah, bahan

pangan dan sebagianya;

2. Melihat kualitas hidup dari segi fisik, seperti kesehatan tubuh, lingkungan

alam, dan sebagainya;

3. Melihat kualitas hidup dari segi materi, seperti kualitas rumah, bahan

pangan dan sebagainya;

4. Melihat kualitas hidup dari segi fisik, seperti kesehatan tubuh, lingkungan

alam, dan sebagainya;

I-81
5. Melihat kualitas hidup dari segi mental, seperti fasilitas pendidikan,

lingkungan budaya, dan sebagainya;

6. Melihat kualitas hidup dari segi spiritual, seperti moral, etika, keserasian

penyesuaian, dan sebagainya.

Menurut Drewnoski (1974) dalam Bintarto (1989), melihat konsep

kesejahteraan dari tiga aspek; (1) dengan melihat pada tingkat perkembangan fisik

(somatic status), seperti nutrisi, kesehatan, harapan hidup, dan sebagianya; (2) dengan

melihat pada tingkat mentalnya, (mental/educational status) seperti pendidikan,

pekerjaan, dan sebagainya; (3) dengan melihat pada integrasi dan kedudukan sosial

(social status).

Todaro (2003) mengemukakan bahwa kesejahteraan masyarakat menengah ke

bawah dapat direpresentasikan dari tingkat hidup masyarakat. Tingkat hidup

masyarakat ditandai dengan terentaskannya dari kemiskinan, tingkat kesehatan yang

lebih baik, perolehan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan tingkat produktivitas

masyarakat.

Dalam memahami realitas tingkat kesejahteraan, pada dasarnya terdapat

beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan tingkat kesejahteraan

antara lain : (1) sosial ekonomi rumah tangga atau masyarakat, (2) struktur kegiatan

ekonomi sektoral yang menjadi dasar kegiatan produksi rumah tangga atau

masyarakat, (3) potensi regional (sumberdaya alam, lingkungan dan insfrastruktur)

yang mempengaruhi perkembangan struktur kegiatan produksi, dan (4) kondisi

I-82
kelembagaan yang membentuk jaringan kerja produksi dan pemasaran pada skala

lokal, regional dan global (Taslim, 2004).

I.6.4. Konsep Masyarakat Pesisir

Masyarakat pesisir adalah sekelompok warga yang tinggal di wilayah pesisir

yang hidup bersama dan memenuhi kebutuhan hidupnya dari sumber daya di wilayah

pesisir. Masyarakat yang hidup di kota-kota atau permukiman pesisir memiliki

karakteristik secara sosial ekonomis sangat terkait dengan sumber perekonomian dari

wilayah laut (Prianto, 2005). Demikian pula jenis mata pencaharian yang

memanfaatkan sumber daya alam atau jasa-jasa lingkungan yang ada di wilayah

pesisir seperti nelayan, petani ikan, dan pemilik atau pekerja industri maritim.

Masyarakat pesisir yang di dominasi oleh usaha perikanan pada umumnya

masih berada pada garis kemiskinan, mereka tidak mempunyai pilihan mata

pencaharian, memiliki tingkat pendidikan yang rendah, tidak mengetahui dan

menyadari kelestarian sumber daya alam dan lingkungan (Lewaherilla, 2002).

Selanjutnya dari status legalitas lahan, karakteristik beberapa kawasan permukiman di

wilayah pesisir umumnya tidak memiliki status hukum (legalitas), terutama area yang

direklamasi secara swadaya oleh masyarakat (Suprijanto, 2006).

Ciri dan Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Pesisir Kemiskinan adalah ciri

yang sangat menonjol dari kehidupan masyarakat pesisir di Indonesia, khususnya

I-83
nelayan. Secara umum nelayan lebih miskin dibanding petani. Hal ini terutama

disebabkan oleh:

1. Tantangan alam yang dihadapi nelayan sangat berat, termasuk faktor

musim;

2. Pola kerja yang homogen dan bergantung hanya pada satu sumber

penghasilan;

3. Keterbatasan penguasaan modal, perahu, dan alat tangkap;

4. Keadaan pemukiman dan perumahan yang tidak memadai;

5. Karakteristik sosial-ekonomi belum mengarah pada sektor jasa lingkungan

(Rahardjo, 1999), seperti kegiatan wisata.

Menurut Horton et. al. (1991) mendefinisikan masyarakat sebagai sekumpulan

manusia yang secara relatif mandiri, cukup lama hidup bersama, mendiami suatu

wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama, dan melakukan sebagian besar

kegiatannya di dalam kelompok tersebut. Ralph Linton (1956), dalam Sitorus et. al.

(1998), mengartikan masyarakat sebagai kelompok manusia yang telah hidup dan

bekerjasama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur dan menganggap diri

mereka sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan secara jelas.

Sementara Soejono Soekanto (1990) merinci unsur-unsur masyarakat sebagai berikut:

1. manusia hidup bersama;

2. bercampur dalam waktu yang lama;

3. sadar sebagai satu kesatuan;

I-84
4. sadar sebagai suatu sistem hidup bersama.

Menurut Nikijuluw (2003), yang dimaksud masyarakat pesisir adalah

kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan

perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut

dan pesisir; mereka terdiri dari nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan

dan organisme laut lainnya, pedagang ikan, pengolah ikan, pemasok faktor sarana

produksi perikanan. Dalam bidang nonperikanan, masyarakat pesisir bisa terdiri dari

penjual jasa pariwisata, penjual jasa transportasi, serta kelompok lainnya yang

memanfaatkan sumberdaya nonhayati laut dan pesisir untuk menyokong

kehidupannya.
Nelayan, pembudidaya ikan, dan pedagang merupakan kelompok masyarakat

pesisir yang secara langsung mengusahakan dan memanfaatkan sumberdaya ikan

melalui kegiatan penangkapan dan budidaya. Kelompok ini pula yang mendominasi

pemukiman di wilayah pantai pada pulau-pulau besar dan kecil di Indonesia

(Nikijuluw, 2003). Masyarakat pesisir ada yang menjadi pengusaha skala kecil dan

menengah, namun lebih banyak dari mereka yang bersifat subsistem, menjalani usaha

dan kegiatan ekonominya untuk menghidupi keluarga sendiri, dengan skala yang

begitu kecil sehingga hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan jangka

pendek.
Dari sisi usaha perikanan, kelompok masyarakat pesisir yang miskin terdiri

dari rumah tangga perikanan yang menangkap ikan tanpa menggunakan perahu,

menggunakan perahu tanpa motor, dan perahu bermotor tempel. Dengan skala usaha

I-85
seperti ini, nelayan hanya mampu menangkap ikan di daerah dekat pantai. Dalam

kasus tertentu, nelayan dapat bekerja sama atau bermitra dengan perusahaan besar,

sehingga mereka dapat pergi menangkap ikan lebih jauh dari pantai (Nikijuluw,

2003). Namun demikian, peningkatan penghasilan dari hasil kerja sama ini tidak

banyak berarti karena jumlah anggota rumah tangga yang besar menyebabkan jumlah

penghasilan mereka belum mencukupi untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari.


Kemiskinan sebagai indikator ketertinggalan masyarakat pesisir ini

disebabkan oleh tiga hal pokok, yaitu kemiskinan struktural, superstruktural, dan

kultural (Nikijuluw, 2003). Maksud dari ketiganya adalah sebagai berikut:

1. Kemiskinan struktural adalah struktur sosial-ekonomi masyarakat,

ketersediaan insentif atau disinsentif pembangunan, ketersediaan fasilitas

pembangunan, ketersediaan teknologi, dan ketersediaan sumberdaya

pembangunan, khususnya sumberdaya alam.

2. Kemiskinan superstruktural adalah kemiskinan yang disebabkan karena

variabel kebijakan makro yang tidak atau kurang berpihak pada

pembangunan masyarakat nelayan.

3. Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang disebabkan karena variabel

yang melekat, inheren, dan menjadi gaya hidup tertentu yang

menyebabkan individu yang bersangkutan sulit keluar dari kemiskinan

karena faktor tersebut tidak disadari atau tidak diketahui oleh individu

yang bersangkutan.

I-86
Kemiskinan masyarakat pesisir, khususnya nelayan, lebih banyak disebabkan

karena faktor sosial-ekonomi yang terkait karakteristik sumberdaya dan teknologi

yang digunakan. Smith (1979) dan Anderson (1979) berkesimpulan bahwa kekuatan

aset perikanan adalah alasan utama kenapa nelayan tetap bergelut dengan kemiskinan

dan sepertinya tidak ada upaya mereka untuk keluar dari kemiskinan itu. Kekakuan

aset adalah sifat aset perikanan yang sulit untuk dilikuidasi atau diubah bentuk dan

fungsinya untuk digunakan bagi kepentingan lain. Akibatnya, pada saat produktivitas

aset tersebut rendah, nelayan tidak mampu untuk mengalihfungsikan atau melikuidasi

aset tersebut. Oleh sebab itu, meskipun rendah produktivitas, nelayan tetap

melakukan operasi penangkapan ikan yang sesungguhnya tidak lagi efisien secara

ekonomis.
Subade dan Abdullah (1993) mengemukakan pendapat lain, bahwa nelayan

bertahan pada industry perikanan karena terbatasnya opportunity cost mereka.

Opportunity cost nelayan adalah kemungkinan lain yang bisa dikerjakan nelayan bila

saja mereka tidak menangkap ikan. Bila opportunity cost rendah, maka nelayan

cenderung tetap melaksanakan usahanya meskipun usaha tersebut tidak lagi

menguntungkan dan efisien. Panayotou (1982) menekankan bahwa nelayan lebih

senang memiliki kepuasan hidup yang diperoleh dari hasil menangkap ikan

dibandingkan kegiatan yang hanya berorientasi pada peningkatan pendapatan. Jalan

hidup seperti ini sulit untuk mengeluarkan nelayan dari kemiskinan karena nelayan

merasa sudah bahagia dengan kehidupan itu.

I-87
I.7 Metodologi Penelitian

I.7.1. Metode dan Prosedur Penelitian

Metode merupakan cara yang teratur untuk mencapai maksud yang

diinginkan. Sehubungan dengan upaya ilmiah, metode menyangkut masalah cara

kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.

Oleh sebab itu, metode dapat diartikan sebagai cara mendekati, mengamati dan

menjelaskan suatu gejala dengan menggunakan landasan teori.71

Penelitian menurut Supranto adalah suatu kegiatan untuk memeroleh data dan

informasi yang sangat berguna untuk mengetahui sesuatu, untuk memecahkan

permasalahan atau untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.72 Jadi metode

penelitian adalah cara yang sistematis dan terorganisasi dalam menyelidiki suatu

masalah untuk memeroleh data dan informasi penting yang digunakan sebagai

pemecahan masalah atau solusi.

Pada suatu paparan ilmiah, terdapat beberapa jenis penelitian yang dapat

dilakukan. Penelitian ini sendiri merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif

(Moleong, 2009). Penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk

menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah

terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku

untuk umum atau generalisasi. Pengertian penelitian kualitatif adalah penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

71 Silalahi, Uber. 2010, Metode Penelitian Sosial, PT Refika Aditama, Bandung, h. 12.
72 Suharso, Puguh. 2009, Metode Penelitian Kuantitatif Untuk Bisinis, PT Indeks, Jakarta, h. 2.

I-88
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik dan dengan

cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus dan

alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Sugiyono, 2008).

Penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian yang mendalam (in-depth),

berorientasi pada kasus dari sejumlah kecil kasus, termasuk satu studi kasus. 73 Karena

Inti utama dari metode kualitatif yaitu memeroleh pemahaman atas tindakan, dan

makna gejala sosial dalam sudut pandang subyek penelitian. Tujuan peneliti

menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu untuk memberikan gambaran

mengenai makna dibalik fenomena yang terjadi.

Salah satu karakteristik dari penelitian kualitatif adalah deskriptif, yaitu data

yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Hal itu

disebabkan karena adanya penerapan metode kualitatif. Data tersebut mungkin

berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi,

catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya (Moleong, 2009).

Pada penelitian ini akan dilakukan studi deskriptif mengenai bagaimana

implikasi dampak perubahan fungsi wilayah pesisir pada tingkat kesejahteraan

ekonomi masyarakat di Kelurahan Tambak Sarioso.

I.7.2. Tipe Penelitian

Penelitian kualitatif lebih bersifat pada tipe deskriptif karena analisis data

yang dilakukan tidak untuk menerima atau menolak hipotesis (jika ada) melainkan

73 Morissan, dkk. 2012, Metode Penelitian Survei, Kencana, Jakarta, h. 22.

I-89
berupa deskripsi atau gejala-gejala yang diamati, yang tidak harus selalu berbentuk

angka-angka atau koefisien antar variabel.

Mayer dan Greenwood menjelaskan bahwa deskripsi kualitatif semata-mata

mengacu pada identifikasi sifat-sifat yang membedakan atau karakteristik

sekelompok manusia, benda dan peristiwa. Pada dasarnya, deskripsi kualitatif

melibatkan proses konseptualisasi dan menghasilkan pembentukan skema-skema

klasifikasi.74

Jadi, penelitian ini berupaya untuk memberikan gambaran mengenai suatu

fenomena dan fakta-fakta yang terjadi. Penggambaran fakta adalah penjelasan

mengenai gejala secara lengkap sesuai dengan fokus penelitian, agar jelas keadannya

sehingga penelitian ini bersifat nyata dan obyektif. Dan pada akhirnya akan

memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai fenomena yang diteliti yaitu

mengenai dampak lingkungan pembangunan Terminal Multipurpose Teluk lamong

pada tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat nelayan Kelurahan Tambak Sarioso

Surabaya.

I.7.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat daerah dimana penelitian yang telah

direncanakan akan dilakukan. Merujuk pada penelitian yaitu dampak lingkungan

pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong pada tingkat kesejahteraan

74 Silalahi, Uber, op.cit., h. 28.

I-90
ekonomi masyarakat nelayan Kelurahan Tambak Sarioso Surabaya, maka akan di

dapati dua tempat yang akan di jadikan lokasi penelitian yaitu:

1. PT. Teluk lamong sebagai anak perusahaan PT Pelabuhan Indonesia III

(PELINDO III) sebagai pelaksana proyek pembangunan Terminal

Multipurpose Teluk Lamong

2. Kampung nelayan Kelurahan Tambak Sarioso Kota Surabaya. Ini dipilih

karena wilayah tersebut menjadi pusat berkumpulnya para nelayan yang

tergabung dalam Asosiasi Nelayan Teluk Lamong. Di lokasi tersebut juga

terdapat pusat koordinasi nelayan yang bernama Sontoh Laut yang sekaligus

menjadi etalase produk dari nelayan setempat. Oleh karena itu, daerah

tersebut cukup representatif untuk dijadikan lokasi penelitian.

Pada dasarrnya, peneliti menemukan fenomena yang berujung konflik antara

PT. Teluk Lamong dengan nelayan setempat pada tahun 2012, namun karena saat itu

masih berupa grand design dan terminal peti kemas teluk lamong berlum beroperasi,

maka secara disiplin ilmu Administrasi Negara penelitian tersebut tidak memenuhi

syarat. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan kembali pada Januari- Juni 2014.

I.7.4. Teknik Penentuan Informan Penelitian

Informan menurut Amirin merupakan seseorang atau sesuatu yang

mengenainya ingin diperoleh keterangan.75 Informan adalah kunci keberhasilan dari

pelaksanaan suatu penelitan. Pemilihan informan pada penelitian ini menggunakan

75 Idrus, Muhammad. 2009, Metode Penelitian Ilmu Sosial, Erlangga, Jakarta, h. 91.

I-91
teknik purposive sampling, yaitu pemilihan informan, subjek atau elemen yang

dipilih karena karakteristik atau kualitas tertentu, dan mengabaikan mereka yang

tidak memenuhi kriteria yang ditentukan.76 Pemilihan secara sengaja (purposive

sampling) dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa informan tersebut benar-

benar mengalami dan atau bertindak sebagai pelaku.

I.7.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah bagian instrumen pengumpulan data yang

menentukan berhasil atau tidaknya suatu penelitian. Kesalahan penggunaan teknik

pengumpulan data atau teknik pengumpulan data tidak digunakan semestinya,

berakibat fatal terhadap hasil-hasil penelitian yang dilakukan.

Peneliti berupaya untuk mengumpulkan data-data valid yang diperoleh dari

berbagai sumber data baik sumber data primer maupun sumber data sekunder.

Sumber data primer adalah data/informasi yang diperoleh dari informan di lapangan

secara langsung, sedangkan data sekunder adalah data/informasi yang berasal dari

dokumen instansi yang bersangkutan. Data kualitatif amat bersifat subjektif, maka

peneliti harus berusaha sedapat mungkin untuk menghindari sikap subjektif yang

dapat mengaburkan objektivitas data penelitian.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

76 Morissan, dkk, op.cit., h. 117.

I-92
1) Observasi/Pengamatan

Studi yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk memeroleh

informasi tentang kelakuan manusia seperti terjadi dalam keadaan yang wajar

dan yang sebenarnya tanpa usaha yang disengaja untuk mempengaruhi,

mengatur atau memanipulasikannya.77 Observasi dilakukan peneliti untuk

mendapatkan gambaran tentang kondisi empirik yang ada di lapangan. Proses

obeservasi juga terus dilakukan selama proses penelitian berlangsung. Pada

penelitian ini peneliti memilih untuk menggunakan pengamatan berstruktur.

Hal ini dilakukan karena peneliti telah mengetahui aspek apa dari aktivitas

pengamatan yang relevan dengan masalah dan tujuan penelitian sehingga

hasil penelitian akan lebih fokus dan terarah.

2) Wawancara mendalam (indepth interview)

Proses memeroleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara melakukan

tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara

dengan informan dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide

(panduan wawancara).78 Peneliti berupaya untuk menerima informasi yang

diberikan oleh informan tanpa membantah, mengecam, menyetujui atau tidak

menyetujuinya. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara

tidak terstruktur karena jenis wawancara ini memberi peluang kepada peneliti

untuk dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan penelitian. Namun

77 Nasution, S. 2006, Metode Research, Bumi Aksara, Jakarta, h. 106.


78 Nazir, Moh. 2005, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Bogor, h. 194.

I-93
peneliti telah memiliki fokus pembicaraan yang ingin ditanyakan sejak awal

sehingga seluruh wawancara yang dilakukan diarahkan pada fokus yang telah

ditentukan.

3) Studi Dokumentasi

Proses memeroleh data dengan cara mengumpulkan dokumen dan data-data

yang diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens

sehingga dapat mendukung dan menamabah kepercayaan dan pembuktian

suatu kejadian.79 Studi dokumentasi dalam penelitian ini bersifat sebagai

pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara mendalam

(indepth interview).

Dalam penelitian kali ini sumber data yang tersedia berbentuk profil daerah

yang menajdi objek penelitian, serta dokumentasi rencana strategis pembangunan

Terminal Multipurpose Teluk Lamong. Dibandingkan dengan metode pengumpulan

data lainnya, metode dokumentasi relatif lebih mudah karena data sudah tersedia.

Hanya saja, jika masih terdapat kekurangan dalam memenuhi kebutuhan data

penelitian yang telah didesain, harus dikombinasikan dengan metode pengumpulan

data yang lainnya. Jika masih ada atau informasi yang dipandang penting dan

berkaitan dengan fenomena yang diamati, meskipun di luar penelitian yang telah

didesain, bisa juga dilakukan pencatatan guna melengkapi kebutuhan dalam proses

analisis data

79 Satori, Djama’an & Aan, K. 2012, Metodologi Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung, h. 145.

I-94
I.7.6. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan secara bersamaan dan/atau setelah proses

pengumpulan data dinyatakan selesai. Pada penelitian ini data yang dikumpulkan

akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis menurut Miles dan Huberman.

Miles dan Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kulitatif

dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan

penelitian sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Aktivitas dalam analisis

data, yaitu:80

1) Pengumpulan data

Pengumpulan data juga masuk dalam kegiatan analisis data. Hal ini dilakukan

karena pada saat pengumpulan data, peneliti melakukan perbandingan-

perbandingan untuk memperkaya data bagi tujuan konseptualisasi,

kategorisasi, ataukah teoritisasi. Tanpa secara aktif melakukan perbandingan-

perbandingan dalam proses pengumpulan data tak akan mungkin terjelajah

dan terlacak secara induktif hingga ke tingkat memadai muatan-muatan yang

tercakup dalam suatu konsep, kategori atau teori. 81 Pengumpulan data

dilakukan baik data primer maupun sekunder, melalui wawancara mendalam,

observasi, studi dokumentasi dan informasi yang dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya. Jadi peneliti akan langsung

menganalisis data-data yang diperoleh pada saat pengumpulan data baik

80 Solthan, Azikin, op.cit., h. 140.


81 Bungin, Burhan. 2010, Analisis Data Penelitian Kualitatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.
70.

I-95
dengan cara membandingkan atau menyimpulkan data-data sehingga

datayang diperoleh sudah sesuai dengan kategorisasi yang telah ditentukan

sebelumnya.

2) Reduksi data

Proses reduksi data adalah melakukan penyederhanaan atau penyeleksian

data yang diperoleh selama proses penelitian. Peneliti melakukan proses

reduksi data pada saat awal hingga berakhirnya penelitian. Peneliti akan

menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu

dan mengorganisasikan data yang diperoleh. Hal ini dilakukan agar data

yang diperoleh dapat diolah sesuai dengan rumusan masalah dalam

penelitian ini, yaitu Bagaimana implikasi yang terjadi terhadap perubahan

lingkungan pembangunan terminal peti kemas PT Teluk Lamong pada

tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat nelayan Kelurahan Tambak

Sarioso Surabaya.

3) Penyajian Data

Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk narasi, matriks, skema, diagram

dan gambar. Namun dalam penelitian kualitatif, penyajian data yang paling

sering digunakan adalah teks yang bersifat naratif. Hal ini dilakukan untuk

memudahkan upaya pemaparan dan penegasan kesimpulan.

4) Verifikasi dan penarikan kesimpulan

I-96
Verifikasi dan penarikan kesimpulan yaitu melakukan verifikasi terhadap data

yang didapat dengan berupaya mencari makna, mencari keteraturan pola,

sebab akibat yang mungkin terjadi sebagai suatu kesimpulan yang sangat

longgar tetap terbuka, dan menarik kesimpulan final.

I.7.7. Teknik Keabsahan Data

Pada penelitian sosial terutama penelitian kualitatif keabsahan data sangat

rentan dimanipulasikan. Alat pengukur keabsahan data pada umumnya harus

memenuhi dua syarat utama yaitu harus valid (sahih) dan harus reliable (dapat

dipercaya). Hammersley memiliki pendapat tersendiri mengenai validitas dan

reliabilitas dalam penelitian kualitatif.

Menurut Hammersley, validitas adalah “…interpreted as the extent to which

an account accurately represent the social phenomena to which it refers.” 82 Adapun

reliabilitas dijelaskan oleh Hammersley sebagai”…refers to the degree of consistency

with which instance are assigned to the same category by different observers or by

the same observer on different occasions.”83

Menurut Meleong, untuk pembuktian validitas data dalam penelitian kualitatif

ditentukan oleh kredibilitas temuan dan intepretasinya dengan mengupayakan temuan

dan penafsiran yang dilakukan sesuai dengan kondisi yang senyatanya dan disetujui

oleh subjek penelitian, adapun caranya antara lain84:

82 Silverman, David, op.cit., h. 149.


83 Silverman, David, op.cit., h. 145.
84 Idrus, Muhammad, op.cit., h. 145.

I-97
a. Memperpanjang observasi

b. Pengamatan yang terus menerus

c. Triangulasi

d. Membicarakan hasil temuan dengan orang lain

e. Menganalisa kasus negatif

f. Menggunakan bahan referensi

Adapun untuk mendapatkan reliabilitas dalam penelitian kualitatif dapat

dilakukan dengan pengamatan sistematis, berulang dalam situasi berbeda. Guba

menyarankan tiga teknik agar data dapat memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas,

yaitu memperpanjang waktu tinggal, observasi lebih tekun, dan melakukan

triangulasi.

Maka dalam penelitian ini, peneliti mencoba beberapa macam teknik

keabsahan data yang telah dijelaskan diatas diantaranya membandingkan

informasi/data dengan cara yang berbeda, menggali kebenaran informasi tertentu

melalui berbagi metode dan sumber perolehan data, dan membandingkan informasi

tersebut dengan perspektif teori yang relevan. Seperti contoh pada sub bab yang

menerangkan mengenai pembukaan dokumen penawaran. Peneliti menggunakan

teknik triangulasi data untuk mendapatkan jawaban yang valid. Hal ini dilakukan

karena terjadi perbedaan perspektif antara PT Teluk Lamong sebagai pengelola

Terminal Teluk Lamong dan masyarakat nelayan yang merasa di rugikan. Peneliti

berupaya untuk dapat merangkum dan mengambil kesimpulan dari seluruh jawaban

I-98
informan dan menyesuaikan jawaban-jawaban tersebut dengan fakta yang ada

dilapangan. Selain itu, peneliti juga berupaya untuk tidak melakukan penyimpulan

makna sebuah perilaku yang ditampilkan informan pada awal pertemuan. Peneliti

melakukan paling tidak dua kali pertemuan dengan informan-informan. Hal ini

dilakukan karena biasanya pada awal pertemuan informan masih menjaga jarak dan

menyembunyikan informasi. Semua ini dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan

data yang valid dan reliable sehingga dapat menghasilkan penelitian yang dapat

dipertanggungjawabkan.

I-99
BAB II

GAMBARAN UMUM DAN KAJIAN PENELITIAN

II.1. Profil Terminal Multipurpose Teluk Lamong

Terminal Multipurpose Teluk Lamong atau biasa disebut Pelabuhan Teluk

Lamong dibangun oleh PT. Terminal Teluk Lamong sebagai salah satu anak

perusahaan PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero). Adapun PT. Pelabuhan Indonesia

III (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam sektor

perhubungan. Tugas, wewenang dan tanggung jawab PT. Pelabuhan Indonesia III

(Persero) mengelola 43 pelabuhan yang tersebar di tujuh provinsi yaitu Jawa Timur,

Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat

dan Nusa Tenggara Timur. PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) juga memiliki 10

anak perusahaan dan afiliasi. Bisnis inti PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) adalah

fasilitator jasa kepelabuhanan yang memiliki peran kunci guna menjamin

kelangsungan dan kelancaran angkutan laut.

Salah satu pelabuhan besar yang dikelola oleh PT. Pelabuhan Indonesia III

(Persero) adalah pelabuhan Tanjung Perak di Kota Surabaya. Di Pelabuhan Tanjung

Perak, PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) dan anak usahanya saat ini

mengoperasikan beberapa terminal laut diantaranya: Jambrut, Nilam, Mirah, Kalimas,

Berlian, Terminal Petikemas Surabaya (TPS) dan Terminal Multipurpose Teluk

Lamong. PT Terminal Teluk Lamong merupakan salah satu anak perusahaan

II-1
PT.Pelabuhan Indonesia III (Persero). Pembangunan Terminal Multipurpose Teluk

Lamong diharapkan dapat menjadi alternatif bagi pengguna jasa dan pelaku bisnis

logistik dalam hal distribusi maupun pengiriman via kapal laut. Baik untuk

pengiriman barang maupun material curah termasuk didalamnya adalah gas alam dan

bahan lainnya.

Sumber: PT Terminal Teluk Lamong

Gambar II.1. Lokasi Terminal Multipurpose Teluk Lamong

Operasional Terminal Multipurpose Teluk Lamong dilakukan dengan

windows system, yaitu metode penyediaan fasilitas penambatan kapal dengan pola

terjamin. Sistem ini mewajibkan perusahaan pelayaran memenuhi minimum

throughput sebesar 85% dari kapasitas kapal dalam TEU’s. Perusahaan pelayaran

juga wajib menyampaikan nama dan schedule kapal yang dipakai untuk windows

system dalam setiap bulannya. Penerapan kerjasama Windows System dengan

perusahaan pelayaran membawa pengaruh yang sangat signifikan dalam kegiatan

II-2
operasional baik untuk PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero)sebagai Terminal

Operatormaupun bagi perusahaan pelayaran, antara lain:

 Mempercepat periode Turn Round Voyage kapal;

 Efektivitas utilitas penggunaan/pemanfaatan fasilitas dermaga;

 Efektivitas kinerja operasional bongkar muat petikemas;

 Ketepatan waktu tunggu dan waktu tambat bagi kapal sehingga

dapatmenekan timbulnya idle time serta menghindari hilangnya potensi

nilai ekonomis para pihak dalam menjalankan usahanya.

Terminal Multipurpose Teluk Lamong dioperasikan untuk dapat melayani

aktivitas bongkar muat peti kemas internasional maupun domestik hingga 600.000

TEU’s, serta curah kering hingga 1.000.000 ton. Adapun fasilitas dan sarana pada

operasional bongkar muat di Terminal Multipurpose Teluk Lamong sebagai berikut:

a. Pada dermaga internasional akan tersedia dermaga sepanjang 500 x 80

meter yang terdiri dari dermaga internasional di sisi luar dan dermaga

domestik di sisi dalam.

b. Lapangan curah kering (stockpile) seluas 6 Ha

c. Lapangan peti kemas (container yard) seluas 15 Ha.

Adapun fasilitas peralatan di dermaga internasional pada tahap awal

direncanakan tersedia lima (5) unit Container Crane (CC), 30 unit Headtruck, dan 10

unit Automatic Stacking Crane (ASC) untuk bongkar muat peti kemas, satu (1) unit

Shipunloader dan satu (1) unit Conveyor untuk bongkar muat curah kering.

II-3
Secara administratif Terminal Multipurpose Teluk Lamong berada di wilayah

Kota Surabaya di Provinsi Jawa Timur dengan batasan sebagai berikut :

 sebelah Utara : Alur Barat Pelayaran Surabaya (APBS)

 sebelah Timur : Dermaga PT. Terminal Petikemas Surabaya

 sebelah Barat : Perairan depan muara Kali Lamong, daerah pergudangandan

tambak serta Selat Madura

 sebelah Selatan : Desa Tambak OsowilangonSurabaya

Pembangunan pelabuhan baru ini menggunakan anggaran negara sekitar Rp

4,1 Triliun yang diklaim sebagai pelabuhan hemat energi pertama di Indonesia.

Seluruh pengoperasian alat-alat dan listrik tak menggunakan bahan bakar minyak,

melainkan gas. Selain itu Terminal Multipurpose Teluk Lamong (TMTL) akan

menjadi pelabuhan paling modern di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara. Ini karena,

Terminal Multipurpose Teluk Lamong akan memakai auto stacking crane (ASC)

yang mampu mempercepat aktivitas bongkar-muat peti kemas.85

II.2. Latar Belakang Pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong

Terminal Multipurpose Teluk Lamong dibangun sebagai antisipasi semakin

meningkatnya volume arus logistik di Pelabuhan Tanjung Perak. Kondisi ini

memaksa manajemen PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) untuk membangun

terminal baru yang lebih besar dan efisien. Adapun latar belakang pembangunan

85 Tempo.co, 2014, Teluk Lamong Beroperasi Spetember 2014, diakses pada 3 Januari 2015, tersedia
di http://www.tempo.co/read/news/2014/06/23/090587305/Terminal-Teluk-Lamong-Beroperasi-
September-2014

II-4
Terminal Multipurpose Teluk Lamong antara lain disebabkan oleh beberapa hal

sebagai berikut:

1. Mengurangi kepadatan operasional di Pelabuhan Tanjung Perak, terutama

untuk kontainer bongkar muat dan mengantisipasi kemungkinan over

kapasitas.

2. Mengurangi antrian kapal yang akan berlabuh di Pelabuhan Tanjung Perak.

Pada kondisi tertentu, lambatnya atau lamanya waktu antrian untuk tambat

memberikan dampak negatif terhadap citra pelabuhan di forum internasional.

3. Menciptakan kesempatan kerja selama dan pasca fase konstruksi hingga

operasionalisasi pelabuhan dijalankan. Operasi pelabuhan diharapkan

memberikan dampak yang sifatnya terus berkesinambungan melalui kegiatan

ekonomi yang melibatkan seluruh komponen masyarakat sekitar kawasan

Terminal Multipurpose Teluk Lamong.

Manfaat yang diinginkan tercapai dari pembangunan Terminal Multipurpose

Teluk Lamong bagi Pelabuhan Tanjung Perak adalah untuk mendukung

pembangunan nasional, khususnya untuk memperlancar kegiatan pelabuhan yang

dilakukan oleh PT.Pelabuhan Indonesia III (Persero). Selain itu, sektor-sektor

ekonomi di daerah di sekitar Terminal Multipurpose Teluk Lamong juga seharusnya

ikut berkembang.

II.3. Luas Wilayah Proyek Pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong

II-5
Pada awalnya pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong hanya

seluas 40 Ha. Namun, pada perkembangannya nanti ada penambahan wilayah sebagai

area penunjang seluas 386,12 Ha. Hal ini sesuai dengan Izin Pemanfaatan Ruang

(IPR) dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur Nomor: P2T/30/01.01/01/X/2012 Tanggal

10 Oktober 2012 tentang Pemanfaatan Ruang pada “Kawasan Pengendalian Ketat”

untuk Kegiatan Pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong. PT Pelabuhan

Indonesia III (Persero) melalui anak perusahaanya PT Teluk Lamong akan melakukan

peningkatan pengembangan. Adapun lingkup pekerjaan pengembangan adalah

sebagai berikut:

1. Pengembangan Terminal Multipurpose Teluk Lamong dengan reklamasi

perairan dangkal yang semula 50 Ha menjadi seluas 140 Ha untuk

terminal petikemas, terminal curah kering food grain, perkantoran,

interchange area dan sarana jalan (causeway).

2. Pengembangan area pendukung terminal petikemas dan curah kering pada

perairan dangkal dengan mitra usaha untuk mereklamasi seluas 246,12 Ha

dengan perincian:

a. Zona logistik (Depo, Cargo Distribution Centre-Cargo Consolidation

Centre/ CDC-CCC dan Pergudangan) seluas +145 Ha.

b. Zona Port Associated Industry (PAI) Pendukung Terminal Curah

Kering (processing curah kering) seluas +43 Ha.

II-6
c. Zona Port Associated Industry (PAI) Pendukung Terminal Petikemas

(packaging dan supporting facilities terminal petikemas) seluas

+50,12 Ha.

d. Area Power Plant berbahan bakar Liquid Natural Gas (LNG) seluas

+7 Ha.

e. Area Power Plant berbahan bakar Liquid Natural Gas (LNG) seluas

+7 Ha.

f. Area Reception Facilities seluas +1 Ha.

II.4. Profil Kelurahan Tambak Sarioso Surabaya

Kelurahan Tambak Sarioso merupakan penggabungan dari dua kelurahan

yang sebelumnya dikenal dengan nama Kelurahan Tambak Langon dan Kelurahan

Greges. Kedua kelurahan tersebut terletak di Kecamatan Asemrowo Kota Surabaya.

Penggabungan ini dilakukan sebagai tindak lanjut Permendagri No. 31/2006 tentang

Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Kelurahan khusus Pulau Jawa dan

Bali. Penggabungan kelurahan tersebut bertujuan untuk efisiensi baik tenaga maupun

dana anggaran.

Secara geografis Kelurahan Tambak Sarioso terletak di sisi barat kota

Surabaya. Luas wilayah Kelurahan Tambak Sarioso lebih kurang 696,287 Ha. Batas

wilayah administratif Kelurahan Tambak Sarioso meliputi :

a Batas Wilayah Sebelah Utara : Selat Madura

II-7
b Batas Wilayah Sebelah Timur : Kelurahan Genting Kalianak, Kecamatan

Asemrowo
Batas Wilayah Sebelah Selatan : KelurahanKarangpoh, Kecamatan Tandes;

Kelurahan Balongsari, Kecamatan Tandes;

Kelurahan Tanjungsari, Kecamatan

Sukomanunggal
d Batas Wilayah Sebelah Barat : Kelurahan Tambak Osowilangun,

Kecamatan Benowo
Secara topografi, Kelurahan Tambak Sarioso terletak dua meter di atas

permukaan air laut (dpl). Lokasi yang cukup rendah ini menyebabkan Kelurahan

Tambak Sarioso merupan kawasan rentan banjir. Beberapa sungai dan anak sungai

yang bermuara di Selat Madura melewati Kelurahan Tambak Sarioso. Beberapa

sungai tersebut antara lain adalah: Kali Lamong, Kali Sememi, Kali Branjangan, Kali

Manukan dan Kali Greges. Diantara banyak sungai dan anak sungai yang bermuara di

Selat Madura, terdapat satu sungai besar yaitu Kali Lamong yang memiliki luas

Daerah Aliran Sungai (DAS) sekitar 720 km2, dengan panjang sungai sekitar 92 km

dan jumlah anak sungainya sebanyak tujuh (7). Namun, oleh karena lokasi yang

strategis, kemudian muara Kali Lamong inilah yang dipilih untuk dijadikan Terminal

Multipurpose Teluk Lamong.

II-8
Sumber: PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero)

Gambar II.2. Daerah Aliran Sungai Kali Lamong

Penggunaan atau pemanfaatan lahan Kelurahan Tambak Sarioso didominasi

untuk fasilitas umum sebesar 3.577 hektar. Selain itu, lahan juga digunakan untuk

industri atau pergudangan seluas 357 hektar. Adapun penggunaan lahan untuk tambak

hanya 40 hektar, perumahan sembilan hektar, kawasan perdagangan dua hektar, serta

perkantoran satu hektar.

II.5. Kondisi Sosial Masyarakat Kelurahan Tambak Sarioso

Jumlah penduduk Kelurahan Tambak Sarioso tahun 2015 sebanyak 7.312

orang terdiri dari laki laki 3.748 orang dan perempuan 3.578 orang. Sex ratio sebesar

95.46 %, yang berarti penduduk laki-laki lebih banyak dibanding penduduk

perempuan. Jumlah kepala keluarga sebanyak 1.941 orang. Dalam hal kelembagaan

masyarakat, wilayah Kelurahan Tambak Sarioso dibagi menjadi: 20 RT dan 6 RW.

II-9
Tabel II.1

Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio

Desa/Kelurahan Laki-Laki Perempuan Jumlah Sex Ratio


Tambak Sarioso 3.748 3.578 7.312 95.46
Sumber: Profil Kelurahan Tambak Sarioso, Juni 2015

Tabel 2.2

Penduduk Menurut Kelompok Umur

No. Umur Jumlah


1. 0-3 616
2. 4-6 475
3. 7-12 1.009
4. 13-15 518
5. 16-18 838
6. 19 tahun keatas 3.856
Jumlah 7.312
Sumber: Profil Kelurahan Tambak Sarioso Juni 2015

Jika dilihat berdasarkan kelompok umur, penduduk Kelurahan Tambak

Sarioso didominasi penduduk dengan usia 19 tahun ke atas. Dari total penduduk yang

mencapai 7.312 jiwa, jumlah penduduk berusia 19 tahun ke atas mencapai 52,68

persen. Prosentase kedua terbesar adalah penduduk berusia 7-12 tahun. Penduduk

usia tersebut di Kelurahan Tambak Sarioso mencapai 13,8 persen.

Berdasarkan agama yang dipeluk oleh warga masyarakat Kelurahan Tambak

Sarioso, terlihat warga yang beragama Islam mendominasi di kelurahan ini. Pemeluk

II-10
Islam di Kelurahan Tambak Sarioso mencapai 99,22 persen atau sebanyak 7.255

orang. Adapun penganut agama Kristen hanya 19 orang, penganut agama Katholik 19

orang, Hindu satu (1) orang dan Budha 18 orang. Komposisi penduduk brdasarkan

agama dapat terlihat dari Tabel II.3 di bawah ini nanti.

Selain dilihat dari komposisi penduduk berdasarkan agama, penduduk

Kelurahan Tambak Sarioso juga dapat diperhatikan dari jumlah penduduk

musimannya. Jumlah penduduk musiman di Kelurahan Tambak Sarioso relatif

banyak. Data yang ada di kelurahan tersebut sampai dengan bulan Juni 2015

sebanyak 350 orang. Adapun perinciannya meliputi penduduk laki-laki sebanyak 185

orang dan perempuan 165 orang.

Jika dilihat dari mobilitas penduduknya, terlihat bahwa tidak terlalu banyak

terjadi mobilitas penduduk di Kelurahan Tambak Sarioso. Selama kurun waktu enam

bulan tahun ini (Januari-Juni 2015) hanya ada 14 kelahiran, tujuh kematian, 11

kedatangan dan tujuh orang yang pindah. Hal ini terlihat dari Tabel II.4 berikut ini:

Tabel II.3

Penduduk Menurut Agama yang Dianut

No. Umur Jumlah Persen


1. Islam 7.255 99.22%
2. Kristen 19 0,2 %
3. Katholik 19 0,2%
4. Hindu 1 0,01 %
5. Budha 18 0,02%
Sumber: Profil Kelurahan Tambak Sarioso Juni 2015

II-11
Tabel II.4

Penduduk Menurut Mobilitas Penduduk

Jenis Kelamin Lahir Meninggal Datang Pindah


Laki-Laki 3 6 5 5
Perempuan 11 1 6 2
Jumlah 14 7 11 7

Sumber: Profil Kelurahan Tambak Sarioso Juni 2015

II.5.1. Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Tambak Sarioso

Berdasarkan tingkat pendidikan formal, penduduk Kelurahan Tambak Sarioso

didominasi warga dengan tingkat pendidikan SMU/SLTA sebanyak 1.968 orang,

tingkat pendidikan SMP 1.728 orang, tingkat pendidikan SD 1.759 orang, Akademi

442 orang dan Sarjana 710 orang. Kesemuanya terangkum dalam Tabel II.5 berikut

ini:

Tabel II.5

Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Formal

o Pendidikan Formal Jumlah


1 Taman Kanak –Kanak 172
2 Sekolah Dasar 1.759
3 SMP 1.728
4 SMA 1.968
5 Akademi (D1-3) 442
6 Sarjana (S1-S3) 710
Jumlah 6.779
Sumber: Profil Kelurahan Tambak Sarioso Juni 2015

II-12
Berdasarkan pendidikan non formal, masyarakat di Kelurahan Tambak

Sarioso didominasi oleh pendidikan dari madrasah. Sebanyak 95,6 persen yang

berpendidikan non formal adalah dari madrasah. Baru setelah itu disusul pendidikan

non formal dari pondok pesantren dan kursus ketrampilan. Kesemuanya dapat dilihat

dari Tabel II.6 di bawah ini.

Tabel II.6

Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Non Formal

No Pendidikan Non Formal Jumlah


1 Pondok Pesantren 27
2 Madrasah 821
3 Pendidikan Keagamaan 0
4 Sekolah Luar Biasa 1
5 Kursus Ketrampilan 10
Sumber: Profil Kelurahan Tambak Sarioso Juni 2015

II.5.2. Tingkat Penerimaan Masyarakat Atas Hal-Hal Baru

Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa tingkat penerimaan

penduduk Kelurahan Tambak Sarioso terhadap hal-hal baru relatif baik. Hal ini

setidaknya terangkum dari hasil wawancara dengan Bapak Abridin selaku Sekeretaris

Kelurahan Tambak Sarioso. Menurut Bapak Abridin, tingkat pendidikan masyarakat

Kelurahan Tambak Sarioso rata-rata adalah SMA ke atas (jenjang menengah ke atas)

sebanyak 46 persen. Hal itu menjadikan penduduk lebih mudah untuk menerima

II-13
masukan dan hal-hal baru yang dirasa akan memberi dampak positif bagi kehidupan

mereka dengan catatan tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

II.5.3. Tingkat Konflik antar Kelompok

Kelurahan Tambak Sarioso merupakan keluraha baru gabungan dari

Kelurahan Tambak Langon dan Greges. Oleh karena itu belum banyak data dan

informasi konflik dikelurahan ini. Meski demikian, hasil penelitian dari PT.

Pelabuhan Indonesia III (Persero) ketika akan melakukan pembangunan Terminal

Multipurpose Teluk Lamong ada beberapa catatan konflik yang terjadi di Kelurahan

Tambak Langon. Penelitian tersebut dilakukan antara tahun 2010-2012. Hasi

Penelitian adalah sebagai berikut:

Sumber: PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero)


Bagan II.1. Keamanan Umum dan Ketertiban

Berdasarkan hasil survei rumah tangga di Kelurahan Tambak Langon,

ditemukan bahwa penduduk merasakan jika keamanan dan ketertiban umum dijamin

II-14
(92%). Adapun

2% dari populasi

merasakan bahwa

kondisi

lingkungan tidak

aman dan sisanya

sebesar 6% mempersepsikan kondisi lingkungan hanya sekedar terganggu.

Jeniskejahatanyang pernahdilakukan atau ditemui adalahpencurian. Hal tersebut

terlihat dari Bagan II.2 di bawah ini.

Sumber: PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero)


Gambar II.2. Jenis Kejahatan yang Pernah Ada

Adapun dari semua kejahatan tersebut, penyelesaiannya dilakukan dengan

beberapa cara. Masalahyang terjadi diselesaikananatara lain olehtokoh masyarakat

(65%), laporan polisi (22%),keadilanjalan(9%) dan lain-lain (4%). Hal tersebut

tergambarkan dalam Gambar II.3 di bawah ini.

II-15
Sumber: PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero)
Gambar II.3. Penyelesaian Kejahatan

II.6. Kondisi Ekonomi Masyarakat Kelurahan Tambak Sarioso

II.6.1. Pekerjaan Masyarakat

Penduduk Kelurahan Tambak Sarioso didominasi oleh penduduk yang berusia

41-56 tahun dan 20-26 tahun. Penduduk berusia 41-56 tahun tersebut mencapai 29,86

persen. Adapun penduduk berusia 20-26 tahun mencapai 21,57 persen dari total

jumlah penduduk yang ada di Kelurahan Tambak Sarioso. Kondisi tersebut tergambar

dari Tabel 2.7 di bawah ini.

Jika dilihat dari jenis pekerjaan, rata-rata penduduk di Kelurahan Tambak

Sarioso ini merupakan ibu rumah tangga. Selanjutnya baru penduduk yang sebagai

pelajar atau mahasiswa dan pekerja swasta. Semuanya terangkum dalam Tabel II.8

yang dapat dilihat di bawah ini.

Tabel II.7. Jumlah Penduduk Menurut Usia Tenaga Kerja

II-16
N

o Usia Tenaga Kerja Jumlah


1 10-14 tahun -
2 15-19 tahun 811
3 20-26 tahun 1.001
4 27-40 tahun 673
5 41-56 tahun 1.386
6 57 tahun keatas 770

Sumber: Profil Kelurahan Tambak Sarioso Juni 2015

Tabel 2.8. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan

o Jenis Pekerjaan Jumlah


1 Karyawan
a. PNS 21
b. TNI 19
c. Polri 0
d. Swasta 1.474
Pensiunan/Purnawirawa

2 n 40
3 Wiraswasta 590
4 Tani/Ternak 14
5 Pelajar/mahasiswa 1.532
6 Buruh tani -
7 Dagang 174
8 Nelayan 792
9 Ibu Rumah tangga 2.415
10 Belum bekerja 241
Sumber: Profil Kelurahan Tambak Sarioso Juni 2015

II.6.2. Penghasilan masyarakat

Kelurahan Tambak Sarioso merupakan kelurahan baru yang dibentuk dari

gabungan Kelurahan Tambak Langon dan Kelurahan Greges. Oleh karena itu belum

II-17
ada data terbaru tentang penghasilan masyarakat di Kelurahan Tambak Sarioso.

Namun,Pelabuhan Indonesia III (Persero) tahun 2010-2012 telah melakukan survei

terkait pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong. Adapun hasil dari

masing-masing kelurahan asal (Kelurahan Greges dan Tambak Langon) adalah

sebagai berikut:

1. Kelurahan Greges

Hasil dari survei Amdal dan persiapan pembangunan oleh teluk lamong,

memperlihatkan kalau rata-rata pendapatan penduduk (35 persen) di

Kelurahan Greges sebesar Rp 701.000,00 – Rp 1.000.0000,00. Sebanyak 20

persen berpendapatan di atas Rp 1.000.00,00. Adapun sebanyak 29 persen

lainnya memiliki pendapatan sebesar Rp 300.000,00 – Rp 700.000,00

sedangkan sisanya kurang dari Rp 300.000,00. Khusus untuk para nelayan,

sebanyak 41 persen memiliki rata-rata pendpaatan sebesar Rp 701.000,00 - Rp

1.000.000,00. Adapun sebanyak 35 persen lainnya memiliki pendapatan lebih

dari Rp 1.000.000,00. Sebanyak 12 persen lainnya berpendapatan antara Rp

300.000,00 – Rp 700.000,00 dan sisanya berpendapatan kurang dari Rp

300.000,00.

2. Kelurahan Tambak Langon

Rata-rata pendapatan penduduk di Kelurahan ini (59 persen) mencapai Rp

300.000,00 – Rp 1.000.000,00. Adapun sebanyak 22 persen lainnya lebih dari

Rp 1.000.000,00. Sebanyak 15 persen dari total penduduk berpendapatan Rp

II-18
701.000,00 – Rp 1.000.000,00 dan sisanya sebanyak empat persen memiliki

pendapatan kurang dari Rp 300.000,00.

Pendapatan nelayan di Kelurahan Tambak Langon sebanyak 57 persen

mencapai Rp 300.000-Rp 700.000. Sisanya, sebanyak 43 persen memiliki

pendapatan lebih dari Rp 1.000.000,00.

II.6.3. Usaha Sampingan Masyarakat

Meskipun mayoritas penduduk Kelurahan Tambak Sarioso bukan sebagai

nelayan, namun Jumlah nelayan di kelurahan baru ini tidak bisa di katakana sedikit

yaitu 11,5 persen dari total penduduk. Sebagian lainnya memiliki usaha sampingan

sebagai pembuat perahu, tukang servis. Ada pula yang memiliki usaha sampingan

berupa pemilik kos-kosan, kontrakan, pedagang di rumah-rumah mereka atau sebagai

buruh di pelabuhan. Adapun profesi sebagian masyarakat lainnya adalah guru dan

pegawai swasta.

II.7. Profil Masyarakat Nelayan Kelurahan Tambak Sarioso Surabaya

II.7.1. Aktivitas Nelayan Kelurahan Tambak Sarioso

Kelurahan Tambak Sarioso memang merupakan kelurahan bentukan baru.

Namun, penduduk dari kelurahan ini sejak awal sebagian besar adalah nelayan, baik

itu penduduk dari Kelurahan Tambak Langon maupun Kelurahan Greges. Meski awal

pembentukan Terminal Multipurpose Teluk Lamong ditolak oleh warga karena

II-19
dianggap akan berimbas pada hasil tangkapan mereka. Namun, saat ini aktivitas

nelayan tetap berjalan. Tetapi, memang sebagian dari nelayan beralih tidak menjadi

nelayan tangkap di lautan tetapi menjadi nelayan keramba. Adapula yang menjadi

nelayan penangkap kerang.

II.7.2. Produktivitas Hasil Laut dan Keramba

Kelurahan Tambak Sarioso merupakan kelurahan yang baru terbentuk

sehingga belum mempunyai data detail rata-rata hasil tangkapan nelayan setempat

setiap harinya, Meski demikian, dari hasil wawancara dengan Bapak Abridin selaku

Sekeretaris Kelurahan Tambak Sarioso, hasil dari tangkapan nelayan adalah ikan dan

kerang. Untuk keramba sendiri warga kebanyakan membudidayakan kerapu karena di

nilai memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.

II.8. Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Nelayan Kelurahan Tambak Sarioso

Kelurahan Tambak Sarioso merupakan kelurahan yang baru terbentuk,

sehingga belum ada data tentang kesejahteraan ekonomi nelayan kelurahan ini.

Namun, dari hasil wawancara dengan Bapak Abridin selaku Sekeretaris Kelurahan

Tambak Sarioso, didapatkan hasil bahwa nelayan Kelurahan Tambak Sarioso saat ini

lebih banyak beralih ke keramba sehingga hasilnya bisa lebih stabil. Setidaknya,

sebagian besar penduduk kelurahan ini, sekarang sudah mampu memenuhi kebutuhan

primer mereka. Menurut Bapak Abridin juga, nelayan Kelurahan Tambak Sarioso saat

ini lebih banyak mengolah hasil perikanan mereka. Sebagian penduduk berencana

II-20
membuat tempat wisata kuliner berbahan dasar hasil laut atau keramba mereka. Saat

ini, sebagian penduduk atau nelayan sudah mampu mengambil kredit motor.

II-21
BAB III

PENYAJIAN, ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

Penyajian data merupakan salah satu cara untuk menampilkan semua data

yang diperoleh selama proses penelitian berlangsung. Data hasil penelitian akan

dipaparkan setelah diolah sehingga menjadi sebuah data atau informasi yang mudah

dipahami dan dibaca sebagai upaya menjawab permasalahan yang diajukan dalam

penelitian ini.

Analisis data yang digunakan adalah dengan pendekatan deskriptif kualitatif.

Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah proses yang dimulai dengan

menelaah seluruh datayang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara,

pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi,

dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya86. Analisis data merupakan proses

mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam pola, kategori dan satuan

uraian dasar. Proses ini terdiri atas penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan

terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan antara dimensi-

dimensi uraian.

Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah model

analisis interaktif. Model analisis interaktif ini dilakukan dengan tiga langkah analisis

data kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data dan verifikasi. Pada tahap awal,

reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan, penyederhanaan,

86Moleong, op.cit

III-1
pengabstrakan dan transformasi data kasar yang diperoleh dalam penggalian data

awal dilapangan. Reduksi data dilakukan secara terus menerus selama proses

penelitian kualitatif berlangsung. Selama tahap pengumpulan data, reduksi data

menjadi satu tahap penting. Data yang diperoleh akan dibuat ringkasan, dilakukan

pengkodean, menelaah garis besar alur berfikir, membuat partisi serta membuat

memo hasil telaah. Proses reduksi akan terus dilakukan hingga proses penyusunan

laporan hasil penelitian.

Bagian penting yang kedua dalam kegiatan analisis adalah penyajian data.

Penyajian data memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Beraneka penyajian dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-

hari.Data dapat tersajikan dari proses dialog, surat kabar, sampai data dari layar

komputer. Dengan melihat penyajian-penyajian kita akan dapat memahami apa yang

sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan lebih jauh. Berdasar penyajian data ini

maka dapat dilakukan analisa atau mungkin diambil tindakan berdasarkan atas

pemahaman yang didapat dan penyajian-penyajian tersebut.

Penyajian data yang baik merupakan bagian penting dalam analisis kualitatif

guna mendapatkan informasi yang valid. Penyajian-penyajian yang dimaksud

meliputi berbagai jenis matriks, grafik, jaringan, bagan dan resume hasil wawancara.

Semuanya dirancang untukmenggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu

bentuk yang padu dan mudah dipahami. Dengan demikian seorang peneliti dapat

III-2
melihat apa yang sedang terjadi serta menentukan dan menarik kesimpulan yang

benar ataukah terus melangkah melakukan analisis.

Kegiatan analisis ketiga adalah menarik kesimpulan dan verifikasi. Sejak

permulaan proses penelitian kualitatif, peneliti melakukan pengumpulan data. Hasil

pengumpulan oleh peneliti akan dianalisa, diamati serta mulai dicari arti benda-

benda, mencatat keteraturan yang terjadi dan mencari penjelasan, konfigurasi yang

mungkin terjadi, alur sebab-akibat serta proposisi. Peneliti yang berkompeten akan

menangani kesimpulan-kesimpulan itu dengan longgar, tetap terbuka dan skeptis.

Namun, kesimpulan sudah disediakan yang pada awalnya belum jelas kemudian

meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh.

Kesimpulan-kesimpulan “final” mungkin tidak muncul sampai pengumpulan

data berakhir. Hal ini tergantung pada proses pengumpulan catatan lapangan,

pengkodean, penyimpanan dan metode pencarian ulang data yang digunakan serta

kecakapan peneliti. Meski demikian, seringkali sebuah kesimpulan telah dirumuskan

sebelumnya sejak awal, sekalipun seorang peneliti menyatakan telah melanjutkannya

“secara induktif”. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian

berlangsung.

Verifikasi itu mungkin kembali dilakukan oleh peneliti selama ia menulis.

Penggalian informasi dari catatan lapangan serta diskusi untuk memaknai pemaparan

data serta pemaknaan atas data di lapangan akan terus dilakukan hingga rentang

jangka waktu penggalian data penelitian selesai. Makna-makna yang muncul dari

III-3
wawancara dan data harus diuji kebenaran, kekokohan dan kecocokannya sehingga

teruji validitasnya. Penyajian data merupakan upaya untuk menampilkan data–data

yang diperoleh selama penelitian di lapangan yang dianggap relevan untuk menjawab

pertanyaan penelitian. Dalam penyajian data, akan disajikan data hasil temuan di

lapangan yang diolah menjadi sebuah data yang mudah untuk dibaca dan sebagai

upaya menjawab permasalahan yang telah diajukan dalam penelitian ini. Data yang

disajikan diperoleh melalui penelitian lapangan yaitu melalui wawancara mendalam

dengan para informan dan dokumentasi.

Pemilihan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara purposive

yang kemudian berkembang dengan teknik snowball. Pencarian fakta di lapangan

oleh peneliti, diawali dengan mendatangi pengelola Terminal Multipurpose Teluk

Lamong. Penelitian telah dilakukan kurang lebih enam bulan mulai Januari-Juni

2015. Penelitian dilakukan dengan intensif yaitu mendatangi lebih dari satu kali ke

masing-masing informan demi mendapatkan data yang signifikan.

Penetapan informan awal adalah pengelola Terminal Multipurpose Teluk

Lamong dengan asumsi bahwa perubahan sosial ekonomi masyarakat di Kelurahan

Tambak Sarioso terjadi karena adanya pembangunan terminal tersebut. Oleh karena

itu perlu dikaji lebih mendalam bagaimana kondisi sosial ekonomi di Kelurahan

Tambak Sarioso dari perspektif mereka. Termasuk didalamnya bagaimana cara yang

ditempuh pihak Terminal Multipurpose Teluk Lamong untuk mengatasi segala

persoalan maupun hambatan yang timbul akibat pembangunan pelabuhan tersebut.

III-4
Ketika semua data dan informasi yang dibutuhkan yang terkait dengan tujuan

penelitian ini sudah didapatkan, maka informan selanjutnya adalah dari pihak

Kelurahan Tambak Sarioso. Informan akanterbagi menjadi dua yaitu dari pihak

birokrat yang dalam hal ini adalah petugas di Kelurahan Tambak Sarioso serta

masyarakat pada umumnya. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang

komprehensif baik dari sudut pandang pemerintah maupun dari masyarakat sebagai

aktor yang langsung merasakan dampak dari perubahan lingkungan yang terjadi

akibat pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong. Informan dari warga

atau masyarakat Kelurahan Tambak Sarioso pada awalnya dipilih adalah ketua

kelompok nelayan dengan asumsi bahwa warga kelurahan tersebut rata-rata

berprofesi sebagai nelayan. Dari sini, peneliti mendapat informasi tentang tokoh

kunci lainnya yang akan mampu memberikan informasi terkait tujuan penelitian ini.

Demikian seterusnya, informan bergulir secara snowball sampai didapatkan hasil

yang memadai guna menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini.

Sebagaimana judul penelitian ini yaitu “Studi Deskriptif Dampak Perubahan

Fungsi Wilayah Pesisir pada Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat”, maka

informan-informan yang dipilih adalah sebagai berikut:

1. Bapak Hari sebagai pimpinan proyek pembangunan Terminal Multipurpose

Teluk Lamong.

2. Bapak Yusak sebagai manajer work shop Terminal Multipurpose Teluk

Lamong.

III-5
3. Bapak Abridin, selaku sekretaris Kelurahan Tambak Sarioso Surabaya.

4. Bapak Toha sebagai kordinator nelayan (Kepala Kelompok Nelayan)

Kelurahan Tambak Sarioso Surabaya.

5. Bapak Sutarno sesepuh (Kepala Dususn/Kamituwo) Kelurahan Tambak

SariosoSurabaya, sekaligus berprofesi sebagai pengarajin kapal dan sekarang

juga menjadi nelayan keramba akibat adanya pembangunan Terminal

Multipurpose Teluk Lamong.

6. Bapak Rahmat selaku warga Kelurahan Tambak Sarioso Surabaya, yang

mewakili profesi pegawai swasta.

7. Bapak Agus selaku warga Kelurahan Tambak Sarioso Surabaya, yang

mewakili profesi sebagai pemilik kontrakan.

8. Bapak Hadi, selaku wargaKelurahan Tambak Sarioso Surabaya, yang

mewakili profesi buruh pabrik dan sekarang beralih jadi tukang parkir di

Terminal Multipurpose Teluk Lamong.

9. Bapak Sumaun warga nelayan Kelurahan Tambak Sarioso Surabaya

10. Bapak Halimun, salah satu Ketua RT sekaligus nelayan di Kelurahan Tambak

Sarioso Surabaya

11. Bapak Khoirul selaku nelayan Kelurahan Tambak Sarioso Surabaya

12. Ibu Siti warga Kelurahan Tambak Sarioso Surabaya yang berprofesi sebagai

pemilik warung makan.

III-6
13. Ibu Hamidah warga Kelurahan Tambak Sarioso Surabaya yang berprofesi

sebagai pemilik kos-kosan.

14. Ibu Nurul warga Kelurahan Tambak Sarioso Surabaya yang berprofesi sebagai

pemilik atau pembuat kerajinan dari kerang simping.

15. Ibu Fatimah warga Kelurahan Tambak Sarioso Surabaya yang berprofesi

sebagai pengrajin makanan olahan laut.

16. Ibu Susiati warga Kelurahan Tambak Sarioso Surabaya yang berprofesi

sebagai pengrajin kerupuk.

III.1. Perkembangan Wilayah Kota

Perkembangan wilayah kota merupakan sebuah keniscayaan ketika suatu kota

ingin semakin maju dan berkembang. Menurut Ir. Sutami, pembangunan infrastruktur

yang intensif untuk mendukung pemanfaatan potensi sumber daya alam akan mampu

mempercepat pengembangan wilayah. Demikian pula dengan Kota Surabaya. Dengan

jumlah penduduk lebih dari 3 juta jiwa, secara otomatis kebutuhan akan barang dan

jasa juga sangat tinggi. Menurut topografinya, Surabaya yang merupakan kota dengan

pelabuhan yang berfungsi sebagai pintu gerbang distribusi barang dari Indonesia

barat ke timur maka sudah dapat di simpulkan secara general bahwa aktivitas

pelabuhan Tanjung perak sangat akan sangat padat. Maka solusinya adalah kota ini

harus meningkatkan kinerja dari Pelabuhan. Dengan kata lain dibutuhkan

perkembangan dari pelabuhan tersebut. Sayangnya, lokasi di sekitar pelabuhan sudah

III-7
tidak memungkinkan untuk melakukan pengembangan sehingga dicarilah wilayah

lain yang tidak terlalu jauh dan masih memungkinkan untuk pengembangan.

III.1.1. Kebutuhan Penambahan Terminal Distribusi Barang

Presiden telah menetapkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32

Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Indonesia (MP3EI) tahun 2011-2025. Salah satu implikasinya adalah perlunya

penambahan terminal distribusi barang untuk menekan biaya logistik agar Indonesia

mampu bersaing dengan negara-negara lain terutama di ASEAN. Pembangunan

Terminal Multipurpose Teluk Lamong merupakan salah satu usaha dalam memenuhi

kebutuhan akan adanya terminal distribusi barang. Menurut Bapak Hari selaku

pimpinan proyek pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong (TMTL) salah

satu hal yang mendasari pembangunan Teluk Lamong adalah perlunya terminal

distribusi barang. Selain itu TMTL merupakan salah satu realisasi dari Mega Proyek

Tol Laut di Indonesia. Hal tersebut dapat disimpulkan dari wawancara berikut ini:

“….begini ya Mas, Teluk Lamong ini dibangun kan memang sudah


lama direncanakan oleh Pemerintah. Bukan sekedar Pemkot
Surabaya tetapi Pemerintah Pusat. Salah satunya ya untuk menekan
biaya logistik yang mahal di Indonesia ini. Padahal sebenarnya
Indonesia itu posisinya sangat strategis, tapi karena biaya logistike
mahal, maka tidak kompetitif. Kalah bersaing dengan Singapura
dan Malaysia terutama di bidang transportasi laut/perairan. Salah
satu cara menekannya ya memperbanyak terminal distribusi
sehingga memperpendek waktu distribusi. Lha Tanjung Perak kan
sudah overload Mas, makanya dibangun TMTL ini. Jadi ada dua
tujuan besar pembangunan TMTL. Selain penambahan terminal
distribusi ya sama ngurangi overload tadi. Kalau dihubungkan
dengan mega proyeke Pak Presiden Jokowi, pembangunan TMTL
ini juga salah ssatu cara dalam mewujudkan tol laut Mas..…”

III-8
Hal senada diungkapkan juga oleh Bapak Abridin selaku Sekretaris Kelurahan

Tambak Sarioso Surabaya. Menurut Abridin, salah satu alasan pembangunan Terminal

Multipurpose Teluk Lamong adalah untuk mempercepat proses distribusi dan

menekan biaya logistik di Indonesia. Berikut ini hasil wawancaranya:

“…Kalau setahu Saya ya Mas, proyek Teluk Lamong ini proyeke


Pemerintah Pusat bukan dari Bu Risma (Pemkot Surabaya). Lha
proyek itu masuk dalam salah satu mega proyek percepatan
pembnagunan ekonomi itu lho Mas (maksudnya MP3EI-Red).
Saya dengar-dengar memang salah satu alasan pembangunan Teluk
Lamong itu untuk menambah terminal distribusi agar biaya logistik
di Indonesia bisa ditekan. Juga mewujudkan tol laute Pak Presiden
itu lho Mas…”

Hasil wawancara dari dua orang narasumber di atas, mengindikasikan bahwa

Pemerintah Indonesia tengah melakukan berbagai upaya perbaikan dalam sistem

logistiknya. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan penambahan terminal

distribusi barang. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya memperpendek waktu

distribusi sehingga biaya dapat ditekan. Dengan demikian, salah satu alasan

pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong memang sebagai upaya untuk

menjawab kebutuhan akan penambahan terminal distribusi barang.

III.1.2. Kebutuhan Penambahan Infrastruktur Pelabuhan

Tahun 2011 Indonesia adalah negara yang memiliki jumlah pelabuhan laut

terbanyak di ASEAN yaitu 2.328 unit. Adapun rinciannya adalah 2.187 unit

merupakan pelabuhan domestik dan 141 unit pelabuhan internasional. Meski

III-9
demikian, mengingat Indonesia merupakan Negara bahari maka masih dirasa

dibutuhkan penambahan infrastruktur berupa pelabuhan. Ini terutama untuk

pengembangan tol laut di Indonesia. Selain itu juga untuk menghadapi MEA akhir

tahun ini. Indonesia bersama dengan Negara-negara di ASEAN telah membentuk

rencana induk konektivitas ASEAN (Master Plan on ASEAN Connectivity). Rencana

ini biasa disingkat MPAC. Dalam MPAC dibutuhkan pengembangan 42 pelabuhan

prioritas di ASEAN, dimana 14 pelabuhan diantaranya ada di Indonesia. Salah satu

dari 14 pelabuhan tersebut adalah Tanjung Perak. Oleh karena itu, Pemerintah

Indonesia melakukan pengembangan Tanjung Perak yang salah satunya dengan

membangun Terminal Multipurpose Teluk Lamong. Setidaknya hal itulah yang

terangkum dari hasil wawancara dengan Bapak Hari selaku Pimpinan Proyek

Pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong.

“…kalau kita perhatikan Mas, sebenarnya Terminal Multipurpose


Teluk Lamong itu dibangun juga untuk menjawab kebutuhan akan
penambahan jumlah pelabuhan di Indonesia. Sebenarnya
pelabuhan kita sudah banyak tapi karena kita Negara maritim, kita
memang perlu banyak pelabuhan yang salah satunya untuk
menekan biaya logistik di kita Mas. Belum lagi untuk antisipasi
MEA yang mulai berjalan akhir tahun ini. Negara-negara di
ASEAN kan sudah membuat kesepakatan Mas yang disebut
dengan Master Plan on ASEAN Connectivityatau disingkat MPAC.
Dari MPAC ini, nantinya akan ada konektivitas laut di negara-
negara ASEAN. Makanya, nantinya aka nada 42 pelabuhan
prioritas yang akan terhubung. Lha dari jumlah itu tadi Mas, ada
sekitar 14 pelabuhan yang masuk MPAC itu ada di Indonesia. Ya
termasuk Tanjung Priok dan Tanjung Perak, Mas. Maka dari itu,
melihat kondisi Tanjung Perak yang sudah hampir overload maka
dibangunlah TMTL ini. Ya salah satunya termasuk untuk
memperlancar MPAC itu tadi Mas, biar kita ndak kalah dengan
Negara lain di ASEAN. Wong Indonesia itu terbesar di ASEAN

III-10
mosok yo kita kalah terus dengan Singapura dan Malaysia untuk
urusan kelautannya….”
Hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada Bapak Abridin selaku

Sekretaris Kelurahan Tambak Sarioso Surabaya mengindikasikan hal yang sama.

Menurutnya, pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong untuk menjawab

kebutuhan akan penambahan infrastruktur pelabuhan. Meski dari sudut pandang yang

berbeda dari pihak PT.Pelindo III yang diwakili oleh Bapak Hari, pihak pemerintahan

setempat (Kelurahan Tambak Sarioso) yang dalam hal ini adalah Bapak Abridin

menyatakan perlunya penambahan pelabuhan. Menurut Abridin, Terminal

Multipurpose Teluk Lamong merupakan solusi bagi perlunya penambahan

infrastruktur pelabuhan di Surabaya dan Jawa Timur pada khususnya, bahakan

Indonesia Timur pada umumnya. Hal ini karena Pelabuhan Tanjung Perak sebagai

pelabuhan utama di kawasan tersebut sudah dianggap hampir overload sehingga

butuh pelabuhan pendamping sebagai solusi mengurai dan mengurangi beban

kapasitas tersebut. Berikut petikan wawancraa dengan Bapak Abridin:

“…kalau manurut Saya ya Mas…Teluk Lamong ini


pembangunannya memang sangat dibutuhkan. Terutama untuk
membantu Pelabuhan Tanjung Perak yang sudah hampir over
kapasitase Mas. Teluk Lamong ini ya tujuane pasti salah satue juga
sebagai pelabuhan pendamping dari Tanjung Perak Mas. Makanya
berarti kan memang perlu adae tambahan pelabuhan Mas. Coba
sampeyan baca di berita-berita itu Mas, kalau ndak ada Teluk
Lamong ntar gimana kondisi di Tanjung Perak. Padahal Tanjung
Perak itu kan tidak hanya untuk Kota Surabaya atau Jawa Timur
saja Mas. Pelabuhan Tanjung Perak itu juga buat melayani
Indonesia Timur. Lha kalau over kapasitase kan jadi semakin lama
waktu buat bersandar, buat macam-maca. Nanti yang ada semakin
mahal biayae Mas. Dampake ya salah satu harga-harga di

III-11
Indonesia Timur jadi makin mahal juga to Mas? Opo yo ndak
kasihan kita…..”

III.2. Peralihan Fungsi Wilayah Pesisir

III.2.1. Pemilihan Lokasi Pelabuhan

Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya

dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintahan dan kegiatan

ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun

penumpang dan bongkar muat barang. Pelabuhan harus dilengkapi dengan fasilitas

keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan, serta sebagai tempat

perpindahan intra dan antar moda transportasi.

Pelabuhan merupakan salah satu sarana penting dalam menunjang sistem

logistik. Sayangnya, biaya logistik di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan

negara-negara lain bahkan negara-negara di ASEAN. Salah satu cara untuk menekan

biaya logistik adalah perbaikan infrastruktur terutama pada pelabuhan-pelabuhan

utama di Indonesia, sekaligus penambahan pelabuhan-pelabuhan baru. Penambahan

pelabuhan baru tersebut salah satunya adalah Terminal Multipurpose Teluk Lamong.

Terminal Multipurpose Teluk Lamong dibangun sebagai pengembangan dari

Pelabuhan Tanjung Perak yang sudah tidak mencukupi dalam melakukan berbagai

aktifitasnya. Sebagaimana diketahui, Pelabuhan Tanjung Perak merupakan pelabuhan

kedua terbesar di Indonesia yang sangat potensial dalam mendukung arus barang dari

dan ke wilayah bagian Timur Indonesia. Semakin meningkatnya kegiatan di

III-12
Pelabuhan Tanjung Perak sebagai akibat pasar global, maka PT. Pelabuhan Indonesia

III (Persero) merencanakan untuk meningkatkan pegembangan fasilitas yang ada di

Pelabuhan Tanjung Perak. Oleh karena terbatasnya lahan di Pelabuhan Tanjung

Perak, maka pengembangan pelabuhan dilakukan di perairan dangkal Teluk Lamong

Kota Surabaya.

Pelabuhan Tanjung Perak memiliki peran strategis guna menunjang kegiatan

lalu lintas transportasi angkutan laut dan sebagai penggerak pertumbuhan

perekonomian, tidak hanya Kota Surabaya maupun Provinsi Jawa Timur tetapi juga

kawasan Indonesia Bagian Timur. Setiap tahun pertumbuhan arus barang baik

domestik maupun internasional, mengalami peningkatan melebihi kapasitas yang ada.

Semuakapal yang akan berlabuh di Pelabuhan Tanjung Perak harus melewati Alur

Pelayaran Barat Surabaya (APBS). APBS merupakan alur pelayaran yang

menghubungkan kapal-kapal yang akan berlabuh di Pelabuhan Tanjung Perak dari

Laut Utara Jawa. Hal ini karena kedalaman air di alur tersebut memungkinkan kapal-

kapal besar untuk berlabuh dengan aman.

Dermaga Jamrud Utara merupakan salah satu dermaga yang ada di Pelabuhan

Tanjung Perak,dengan arus keluar masuk kapal yang cukup padat. Hal ini karena

Dermaga Jamrud Utara merupakan dermaga internasional sekaligus berlokasi dalam

Alur Pelayaran Barat Surabaya sebagaimana tersebut di atas. Data dari PT. Pelabuhan

Indonesia III (Persero) sebagai operator dari Pelabuhan Tanjung Perak, mencatat pada

tahun 2011 ada 14.117 kapal berlabuh di Jamrud Utara, sedangkan pada tahun 2012

III-13
mengalami peningkatan menjadi 14.773 kapal. Semakin tahun, dermaga ini semakin

sibuk bahkan mengalami overload. Oleh karena itulah diperlukan pengembangan

tidak saja bagi Dermaga Jamrud Utara tetapi juga Pelabuhan Tanjung Perak pada

khususnya. Pengembangan dilakukan di sisi barat sekaligus guna menjawab

kebutuhan geografis berupa APBS tadi. Guna menjawab kebutuhan tersebut, maka

dibangunlah Terminal Multipurpose Teluk Lamong.

Kondisi geografis APBS mengharuskan kapal melewati Teluk Lamong

terlebih dahulu. Kondisi Teluk Lamong, memungkinkan untuk kapal mencapai

kedalaman minimalnya. Oleh karena itu, pendirian Terminal Teluk Lamong sebagai

solusi pemecah kepadatan di Pelabuhan Tanjung Perak serta mempercepat proses

bongkar muat barang dengan alat serba otomatis, sekaligus untuk mendukung

perekonomian nasional.

Menurut Bapak Hari selaku pimpinan proyek pembangunan Terminal

Multipurpose Teluk Lamong, pelabuhan tersebut dibangun untuk memecah kepadatan

di Pelabuhan Tanjung Perak. Berikut hasil wawancara dengan Bapak Hari:

“Terminal Teluk Lamong yang sampai sekarang masih


pengembangan ini, salah satu tujuan ke depannya adalah
mengurai kepadatan arus kapal di Pelabuhan Tanjung Perak.
Kami berharap ancaman kongesti dan stagnasi tidak akan
terjadi. Seperti yang sampeyan ketahui Mas, Pelabuhan
Tanjung Perak itu kan kedua terbesar di Indonesia setelah
Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta sana. Tanjung Perak itu
juga pusat perdagangan tidak hanya di Jawa Timur tapi
Indonesia bagian timur. Makanya, aktivitas di Tanjung Perak
itu sangat padat, perlu dibangun terminal multipurpose.
Pelabuhan Tanjung Perak itu kan merupakan pelabuhan
pengumpul, hub port utama di kawasan Indonesia bagian timur.

III-14
Jadi, ancaman di Tanjung Perak bisa saja menjadi ancaman
perekonomian Indonesia bagian timur. Lha Terminal Teluk
Lamong ini, Mas, diharapkan bisa menjadi solusi semua
permasalahan yang ada di Tanjung Perak tadi itu”.
Menurut Bapak Yusak selaku manajer work shop Terminal Multipurpose

Teluk Lamong, pada tahap I pembangunan, terminal ini mampu menampung 342.000

TEUS peti kemas domestik dan 435.000 TEUS peti kemas internasional.

Produktivitas bongkar muat domestik diperkirakan mencapai 20-25 box/crane/hour.

Adapun produktivitas untuk bongkar muat internasional mencapai 30-35

box/crane/hour. Kesemua itu dengan tujuan mempercepat kinerja sehingga proses

bongkar muat menjadi cepat. Bongkar muat yang cepat bisa menekan biaya yang

tentu berujung pada harga barang yang diterima konsumen bisa lebih murah. Berikut

petikan wawancara dengan Bapak Yusak:

“Terminal Multipurpose Teluk Lamong ini kan memang dibentuk


dengan tujuan sebagai hub port dari Tanjung Perak, karena itu
dibangun sangat besar, luas dan canggih. Salah satu tujuannya juga
untuk memperbaiki sistem logistik kita. Maka dari itu, pelabuhan
Teluk Lamong ini harus mampu menampung peti kemas yang
sangat banyak. Tahap I ini diperkirakan pelabuhan ini mampu
menampung 342.000 TEUS peti kemas untuk domestiknya. Kalau
internasionalnya malah lebih tinggi Mas, diperkirakan untuk
internasional itu nanti mampu menampung 435.000 TEUS peti
kemas. Kalau untuk produktivitas yang domestik ya kira-kira bisa
mencapai sekitar 20-25 box/crane/hour. Kalau untuk internasional,
produktivitas bisa lebih tinggi yaitu sekitar 30-35 box/crane/hour.
Kalau internasional ini kan pakainya teknologi twinlift jadi bisa
lebih banyak, lebih produktif Mas. Lha semua itu pasti kan
nantinya berimbas pada pengiriman yang semakin cepat. Kinerja
logistik kita bisa menjadi bagus. Kalau begitu semua nanti pasti
ujung-ujungnya Mas…biaya berkurang dan harga barang yang
dijual ke konsumen, ke pembeli itu bisa jauh lebih murah. Nah itu
kenapa akhirnya kita semua itu harus kerja cepat di pelabuhan itu
Mas”.

III-15
Rencana pengembangan Terminal Multipurpose Teluk Lamong masih akan

terus berjalan. Sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Timur Nomor 5

Tahun 2012, pembangunan pelabuhan itu setidaknya berlanjut sampai tahun 2016.

Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2031

tersebut, menempatkan pembangunan Pelabuhan Teluk Lamong menjadi salah satu

klausulnya. Pembangunan pelabuhan tersebut masuk dalam rencana Pembangunan

Jangka Menengah Tahap I yaitu tahun 2011-2016. Pelabuhan tersebut nantinya akan

masuk dalam salah satu Kawasan Ekonomi Unggulan (KEU) di Jawa Timur dan

rencana sistem jaringan transportasi laut secara nasional. Kesemuanya itu tentu

sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki sistem logistik di Indonesia termasuk

untuk memperkecil biaya logistik.

Terminal Multipurpose Teluk Lamong merupakan salah satu dari proyek

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional (Bappenas) dalam pemaparannya memperlihatkan rencana pengembangan

pelabuhan Teluk Lamong akan terus berjalan setidaknya sampai tahun 2019.

Kerangka pemaparan yang disampaikan dalam Musrenbang RKPD Provinsi Jawa

Timur menjelaskan hal tersebut. Prioritas pembangunan untuk Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional (RPJMN) salah satunya adalah pembangunan Terminal

Multipurpose Teluk Lamong (2015-2019). Teluk Lamong menjadi prioritas

III-16
pembangunan untuk meningkatkan konektivitas Provinsi Jawa Timur dengan daerah

sekitarnya87.

Teluk Lamong saat ini memang identik dengan Terminal Multipurpose Teluk

Lamong. Namun sebelum adanya pembangunan pelabuhan, pesisir teluk ini

merupakan wilayah penting di Surabaya. Di sini terdapat hutan mangrove dengan

barbagai biota yang sebagian dilindungi Undang-Undang. Nelayan juga banyak yang

bermukim di wilayah tersebut. Setidaknya itu yang terungkap dari hasil wawancara

dengan Bapak Abridin, selaku Sekretaris Kelurahan Tambak Sarioso.

“Kalau dulu wilayah pesisir di Teluk Lamong luas. Ada hutan


mangrove yang luas menutupi pinggir teluk. Lha di muara Kali
Lamongan itu Mas….vegetasi mangrove sangat banyak sudah
membentuk pulau, itu yang akhire dinamakan Pulau Galang. Kalau
di sana itu Mas….seluruh lahannya ditumbuhi mangrove macam-
macam. Kalau di sini dulu juga banyak biotanya. Namanya aja
hutan mangrove. Ada burung-burungnya juga Mas. Katanya ada
burung yang dilindungi juga, tapi kalau sekarang ya mungkin
semua kumpul di Pulau Galang. Kalau sekarang… di sini… ya jadi
pelabuhan ini Mas. Makanya dulu sempat ditolak warga
pembangunan pelabuhan ini. Kalau sekarang sudah ndak ada
kendala itu Mas”.
Senada dengan Bapak Abridin, Bapak Toha selaku koordinator nelayan di

kelurahan tersebut menyatakan bahwa dulunya pesisir Teluk Lamong merupakan

hutan mangrove. Berikut hasil petikan wawancara dengan Bapak Toha:

“Kalau dulu pesisire Teluk Lamong itu ya mangrove Mas. Hutan


mangrove semua yang ada, makanya banyak ikan dan kepitingnya.
Kalau sekarang ya jadi pelabuhan ini. Sekarang mangrove yang
banyak yo di Pulau Galang yang sana itu Mas. Ya sekarang di sini
memang hutannya jadi berkurang Mas. Tapi sekarang masyarakat
sudah terbiasa kok. Mereka para nelayan itu ya sekarang
87Arah Kebijakan Pembangunan Nasional yang disampaikan pada Musrenbang RKPD Jawa Timur di
Surabaya pada 14 Aril 2015.

III-17
pilihannya melaut lebih ke tengah atau membikin keramba, terus
yang aktivitas mencari kerang sekaranng lebih mudah mas, karena
kerang banyak di pinggir sekanng, saya juga gak tahu kenapa,
mungkin karena pembangunan pelabuhan itu”.
Ekosistem pesisir dan laut merupakan ekosistem alamiah yang produktif, unik

dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Selain menghasilkan bahan

dasar untuk pemenuhan kebutuhan pangan, keperluan rumah tangga dan industri yang

bernilai komersial tinggi, ekosistem pesisir dan laut juga memiliki fungsi ekologis

penting, antara lain sebagai penyedia nutrien, tempat pemijahan, tempat pengasuhan

dan tumbuh besar, serta tempat mencari makanan bagi beragam biota laut. Selain itu,

ekosistem tersebut berperan pula sebagai pelindung pantai atau penahan abrasi bagi

wilayah daratan yang berada di belakang ekosistem ini88.

Untuk pemilihan lokasi pelabuhan, masyarakat merasa tidak diikutkan dengan

pemilihan lokasi tersebut. Namun, masyarakat memang sudah lama mendengar

adanya rencana pembuatan pelabuhan tersebut bahkan pernah terjadi konflik terkait

hal itu. Berikut hasil petikan wawancara dengan Bapak Toha dan Abridin.

“Kalau dulu awal-awal pembentukan ya ndak ada yang ngasih tahu


warga to Mas. Kita ini masyarakat kecil yo ndak tahu opo-opo Mas
hehehe…he… Tetapi sebelum dibangun pelabuhan itu ya warga
sudah denger lah Mas. Makanya dulu kan sempat rame. Gegeran
Mas warga sini sama apparat, yo pihake Pelindo sana, juga sama
pihak kelurahan. Kita bilang ke perangkat kelurahan, zaman itu
masih Kelurahan Greges. Kita bilang nanti pelabuhan itu bisa bikin
nelayan kita mati. Pasti ikan-ikan pada lari, lha kita mau makan
apa. Tapi pihak sana itu ngajak rundingan, ngasih tahu. Akhire ya
kita semua sepakat. Kan yo demi negara kita to Mas… kita yo
sepakat aja wis. Sekarang buktinya kita tetep bisa bertahan lho.
Kalau untuk manfaat buat masyarakat ya ada to Mas. Sekarang sini
88Bengen. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir.Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan. Sipnosis. Institut Pertanian Bogor.

III-18
semakin rame. Warga kan bisa mbukak kos-kosan, mbukak warung
makan. Nelayan-nelayan cari ikan,melaut, ibu-ibunya bikin
makanan dan krupuk ikan. Bisa dijual ke orang-orang itu. Lha
nanti kalau pelabuhan makin rame iso-iso kita ini njuale makin
cepet to Mas haha..haha..ha..”.

Hasil petikan wawancara dengan Bapak Toha selaku koordinator nelayan

memperlihatkan bahwa tarik ulur pembangunan Terminal Multipurpose Teluk

Lamong memanglah terjadi. Meski dahulu warga menolak pembangunan pelabuhan

tersebut tetapi sekarang sudah menerima. Berikut ini hasil wawancara dengan Bapak

Abridin terkait pemilihan lokasi pelabuhan dan imbasnya terhadap sistem

pemerintahan.

“Kalau soal pemilihan lokasi, warga dan aparat di sini ya ndak


diikutkan Mas. Kita tahunya pemerintah membuat rencana
pelabuhan di sini. Awale masyarakat itu ndak ada yang setuju,
semua menolak. Alasannya terutama ya bisa merusak ekosistem
mangrove. Nanti imbase kan penghasilane …tangkapane nelayan
berkurang. Tetapi pemerintah dan Pelindo bilang pasti ada solusie.
Mereka ngajak masyarakat bekerja sama, ya sekarang buktinya
sudah ndak ada penolakan lagi. Kalau soal hubungannya dengan
sistem pemerintahan…saya rasa kok tidak ada yo Mas. Kalau
kelurahan ini di gabung dengan Kelurahan Tambak Langon itu kan
karena dari pemerintah kota, bukan terkait adanya pembangunan
pelabuhan ini. Bu Risma memang berencana menggabungkan
beberapa kelurahan biar kinerja pemerintahan di Surabaya ini
semakin efektif, semakin baik. Itu saja saya kira alasannya, ndak
ada hubungane sama pelabuhan Teluk Lamong Mas”.

III.2.2. Kebutuhan Reklamasi

Reklamasi adalah suatu pekerjaan atau usaha memanfaatkan kawasan atau

lahan yang relatiftidak berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan berguna

III-19
dengan cara dikeringkan.Misalnya di kawasan pantai, daerah rawa-rawa, di lepas

pantai atau di laut, di tengah sungai yanglebar, ataupun di danau.Reklamasi

dilaksanakan mengikuti prosedur sejak tahap perencanaan (pra), pelaksanaandan

pembangunan (proses) serta pemanfaatannya (pasca) baik di atas dan atau di bawah

lahanhasil reklamasi.

Tujuan reklamasi adalah menjadikan kawasan berair yang rusak atau tak

berguna menjadilebih baik dan bermanfaat. Kawasan baru tersebut, biasanya

dimanfaatkan untuk kawasanpemukiman, perindustrian, termasuk pula pelabuhan,

bisnis dan pertokoan, pertanian, serta objek wisata.Reklamasi pantai merupakan salah

satu langkah pemekaran kota. Reklamasi dilakukan olehnegara atau kota-kota besar

yang laju pertumbuhan dan kebutuhan lahannya meningkatdemikian pesat tetapi

mengalami kendala dengan semakin menyempitnya lahan daratan(keterbatasan

lahan). Dengan kondisi tersebut, pemekaran kota ke arah daratan sudah

tidakmemungkinkan lagi, sehingga diperlukan daratan baru.

Saat ini, PT. Pelabuhan IndonesiaIII (Persero) telah melakukan reklamasi

untuk melaksanakan kegiatan pengembangan Pelabuhan Tanjung Perak di Teluk

Lamong seluas 50 Ha. Selanjutnya akan terus diadakan pengembangan seluas 386,12

Ha. Hal tersebut sesuai dengan Izin Pemanfaatan Ruang (IPR) dari Pemerintah

Provinsi Jawa Timur Nomor: P2T/30/01.01/01/X/2012 tanggal 10 Oktober tentang

Pemanfaatan Ruang pada Kawasan Pengendalian Ketat untuk Kegiatan Pembangunan

Terminal Multipurpose Teluk Lamong. Pengembangan tersebut masih terdapat di

III-20
dalam area reklamasi sesuai Keputusan Menteri Perhubungan No.KM 4 Tahun 1997

tentang Pemberian Ijin Kepada PT. Pelabuhan IndonesiaIII (Persero) untuk

pengurugan (reklamasi) perairan pantai di Daerah Lingkungan Kerja Perairan

Pelabuhan Tanjung Perak dan Pelabuhan Gresik.

Pemerintah memang melakukan reklamasi demi pembangunan Terminal

Multipurpose Teluk Lamong. Luasan areal reklamasi sudah diatur melalui Peraturan

Gubernur (pergub) Jawa Timur Nomor 56 tahun 2012. Peraturan tersebut berisi

tentang Pedoman Pemanfaatan Ruang pada Kawasan Teluk Lamong. Dalam pergub

tersebut dijelaskan bahwa luasan areal reklamasi tidak boleh melebihi aturan yang

sudah ditetapkan. Pada area A dan B maksimal pengembangan reklamasi seluas 60

hektar. Pada areal C maksimal 516 hektar dan pengembangan area D maksimal seluas

150 hektar.

Peraturan Gubernur tersebut memang memberi izin untuk dilakukan reklamasi

terkait pembangunan pelabuhan. Meski demikian, peraturan gubernur tersebut juga

tetap menjaga keberadaan Pulau Galang sebagai hutan mangrove dan wilayah

konservasi. Salah satu klausul dalam peraturan gubernur itu menyebutkan bahwa

keberadaan Pulau Galang wajib dipertahankan karena berfungsi sebagai kawasan

konservasi. Pulau Galang merupakan tempat tumbuhnya mangrove dan sebagai

habitat burung yang dilindungi sesuai hukum nasional dan internasional. Apapun

alasannya, tidak diperbolehkan melakukan kegiatan pengerukan atau pemotongan

Pulau Galang.

III-21
Mangrove di lokasi penelitian ini masuk dalam pesisir pantai utara Kota

Surabaya. Terdapat beberapa jenis burung yang bergantung di kawasan mangrove,

seperti Famili Ardeidae (cangak dan kuntul), burung kacamata (Zosterops sp.),

maupun dari jenis cikakak-sungai (Halcyon chloris) yang umum mendiami daerah

perairan. Selain hal tersebut jenis Insecta juga terdapat di kawasan mangrove ini.

Adapun jenis mangrove yang biasa ada di kawasan pantai utara yang masuk wilayah

Kelurahan Tambak Sarioso adalah jenis mangrove sejati, seperti Rhizophora

apiculata, Rhizophora mucronata, Avicennia marina, Avicennia alba, Xylocarpus

moluccensis, Sonneratia alba,Bruguiera gymnoriz, Bruguiera palviflora, Ceriops

tagal dan Excoecaria agallocha. Adapulamangrove ikutan jenis Morinda citrifolia

dan Sesuvium portulacastrum.

Hasil penelitian dari departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Airlangga Tahun 2012, terdapat berbagai jenis burung di kawasan

mangrove Teluk Lamong89. Hasil pengamatan yang dilakukan Februari-Mei 2012

terdapat setidaknya 61 jenis burung. Dari jumlah tersebut sebanyak 30 jenis

merupakan burung air dan 31 jenis sisanya adalah non burung air. Satu dari 61 jenis

tersebut merupakan jenis raptor, yaitu Haliastur indus (Elang Bondol). Sementara

delapan dari61 jenis termasuk sebagai spesies burung migran, yaitu Todirhampus

sanctus (Cekakak Suci), Hirundo rustica (Layang-layang Api), Calidris subminuta

(Kedidi JariPanjang), Calidris ruficollis (Kedidi Leher Merah), Actitishypoleucos

89Penelitian dilakukan oleh Hening Swastikaningrum, Sucipto Hariyanto dan Bambang Irawan pada
Februari-Mei 2012. Penelitian berjudul Keanekaragaman Jenis Burung pada berbagai Tipe
Pemanfaatan Lahan di Kawasan Muara Kali Lamong, Perbatasan Surabaya-Gresik

III-22
(Trinil Pantai), Tringa glareola (Trinil Semak), Numenius phaeopus (Gajahan

Pengala), dan Numeniusmadagascariensis (Gajahan Timur).Dua dari 61 jenis tersebut

merupakan jenis endemik Jawa, yaitu Centropus nigrorufus (Bubut Jawa) dan

Charadrius javanicus (Cerek Jawa).

Hasil inventarisasi juga menunjukkan sebanyak empat dari 61 jenis tersebut

masuk ke dalam daftar IUCN Red Lists Threatened. Jenis tersebut adalah Charadrius

javanicus (Cerek Jawa) berstatus Near Threatened, Mycteria cinerea (Bangau

Bluwok) berstatus Vulnerable, Centropus nigrorufus (Bubut Jawa) berstatus

Vulnerable, dan Numenius madagascariensis (GajahanTimur) berstatus Vulnerable.

Terkait dengan pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong, tentu

saja pembangunan pelabuhan berimplikasi atau berdampak pada kehidupan biota

tersebut. Adanya pelabuhan membuat burung-burung semakin jarang dilihat.

Dimungkinkan burung-burung tersebut semua berpindah ke Pulau Galang yang relatif

masih lebih sepi dan bermangrove banyak.

Terkait adanya reklamasi di kawasan Teluk Lamong, pihak Kelurahan Tambak

Sarioso dan warga terutama nelayan di kelurahan tersebut sudah mengetahuinya,

sebagaimana tergambarkan dari wawancara seperti tersebut di atas. Semua pihak,

baik PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) selaku pihak pengembang pelabuhan,

maupun aparat pemerintahan dan masyarakat sepakat kalau pembangunan pelabuhan

membutuhkan reklamasi. Menurut mereka reklamasi pasti berdampak terhadap para

III-23
nelayan. Berikut hasil petikan wawancara dengan Bapak Hari, Bapak Abridin dan

Bapak Toha.

“Kalau dari pihak Pelindo III mas, kita sudah memberi tahu warga.
Kita sadar kok kalau pembangunan pelabuhan pasti melakukan
reklamasi karena memang tidak ada tanahnya. Meski reklamasi itu
merusak lingkungan tapi kan ke depannya hasil pembangunan itu
juga demi masyarakat terutama yang di sekitar pelabuhan. Dampak
reklamasi salah satunya ya pasti hutan mangrovenya hilang. Biota
yang ada di situ hilang juga. Nelayan bisa-bisa susah cari ikan di
dekat sini jadi ya harus lebih ke tengah lagi. Tapi itu semua resiko,
dan sekarang kan nelayan sudah diajari bikin keramba Mas. Jadi
saya kira, kalau sekarang ini dampak negatifnya reklamasi sudah
dapat sedikit diatasi”.
Menurut Bapak Abridin, dampak reklamasi adalah sebagai berikut:

“Kalau dari pihak pemerintahan di kelurahan sini mas, sudah kasih


tahu warga. Pembangunan pelabuhan kan membutuhkan reklamasi
yang besar. Dampaknya pasti hasil tangkapan ikan berkurang. Ini
selain karena hutan mangrove berkurang juga mungkin efek
pembangunan yang bising bikin ikan-ikan stress ndak mau
minggir. Ikan-ikan pada ke tengah ya… berarti nelayan melaute
lebih ke tengah. Tapi pihak Pelindo III dan Pemkot Surabaya sudah
ngajari bikin keramba Mas. Jadi nelayan-nelayan bisa
memanfaatkan hasil keramba ndak harus melaut ke tengah terus”.

“Kalau menurut saya selaku nelayan, apalagi saya koordinator


nelayan di sini. Menurut saya ya memang ada reklamasi itu yang
berdampak pada lingkungan, itu buktinya ikannya jadi susah
ditangkap. Tapi lucunya kerang-kerangan malah sebagian minggir
Mas. Mungkin di tengah malah kebisingan trus kerange minggir
haha…haahha..tapi ya memang sih Mas…nelayan sekarang
melaute lebih ke tengah lagi. Soal perubahan ekosistem ya pasti
berubah. Wong dulunya ada hutan mangrove sekarang tidak. Dulu
banyak jenis ikan, kepiting, udang-udangan. Sekarang ini ya pada
ilang semua mas, untungnya sudah diajari bikin keramba oleh
pihak Pemkot. Jadi sekarang nelayan pada beralih profesi jadi
nelayan keramba atau ada juga yang nyambi kerja di pelabuhan.
III.2.3. Pembangunan Infrastruktur Pelabuhan

III-24
Terminal Multipurpose Teluk Lamong (TMTL) mulai dibangun sejak tahun

2010 silam. Mulai diresmikan pendiriannya pada tanggal 30 Desember 2013.

Terminal ini memulai soft opening pada tanggal 5 September 2014 yang dibuka oleh

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Terminal Multipurpose Teluk Lamong

memulai operasional secara komersial pada 12 November 2014. Bongkar muat

internasional pertama kali dilakukan pada 1 Maret 2015. Meski demikian, Terminal

Multipurpose Teluk Lamong baru melakukan Grand Opening yang dibuka oleh

Presiden Joko Widodo pada tanggal 22 Mei 2015. Dengan demikian Terminal

Multipurpose Teluk Lamong sudah dibangun selama lima tahun dan akan terus

mengalami pengembangan

Terminal Multipurpose Teluk Lamong tahap pertama memiliki luas sekitar 39

hektar dengan kapasitas petikemas 1.5 juta TEU’s dan kapasitas curah kering 5 juta

ton.Terminal ini akan menjadi terminal semi otomatis dan ramah lingkungan (eco

green port) pertama di Indonesia. Alat-alat yang digunakan digerakkan dengan tenaga

listrik dan bersifat otomatis. Ada juga yang bertenaga gas dan solar dengan standar

EURO 4. Kesemuanya dilakukan untuk menekan emisi gas buang di sekitar

pelabuhan. Nilai investasi untuk pembangunan proyek ini mencapai angka Rp 3.4

triliun.

Demi meningkatkan kinerja Terminal Multipurpose Teluk Lamong, PT.

Pelindo III (Persero) juga melakukan revitalisasi Alur Pelayaran Barat Surabaya

(APBS). Alur ini merupakan akses masuk menuju Pelabuhan Tanjung Perak

III-25
sepanjang 25 mil laut. Sebelum direvitalisasi, alur ini memiliki kedalaman minus 9.5

meter Low Water Spring (LWS) dengan lebar 100 meter.Pada tahun 2015 lalu PT.

Pelindo III Persero) memulai proyek revitalisasi APBS dengan biaya sekitar USD 76

juta. APBS diperdalam dari minus 9.5 meter LWS menjadi minus 13 meter LWS.

Alur ini juga diperlebar dari 100 meter menjadi 150 meter. Pada bulan Mei ini,

proyek tersebut telah dinyatakan selesai dan dapat dilalui oleh kapal-kapal berukuran

dan bermuatan lebih besar. Oleh karena itu, ketika grand opening Terminal

Multipurpose Teluk Lamong dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada Mei lalu,

maka operasional pelabuhan bisa lebih baik.

Terminal Multipurpose Teluk Lamong nantinya dibangun dalam empat tahap

dengan total investasi Rp 23,4 triliun. Pengembangan tahap pertama meliputi

dermaga pertikemas internasional seluas (500×50) meter persegi dan dermaga

petikemas domestik seluas (450×30) meter persegi. Pembangunan selanjutnya adalah

jembatan penghubung sepanjang (1.500×20) meter persegi, lapangan penumpukan

seluas 23,86 hektare (Ha) serta Ship to Shore (STS) Crane International 2 unit, STS

Crane Domestik 3 unit dan Automated Stacking Crane (ASC) 10 unit.

Pengembangan terminal tersebut minimal masih akan terus berlangsung

sampai tahun depan. Terminal Multipurpose Teluk Lamong merupakan terminal

pertama yang berkonsep eco green port (terminal ramah lingkungan). Berikut ini

setidaknya rencana pengembangan Terminal Multipurpose berdasarkan rencana

Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dari PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero).

III-26
Tabel III.1 AMDAL Terminal Multipurpose Teluk Lamong Tahun 2012

RENCANA KEGIATAN YANG RENCANA KEGIATAN


RENCANA
MENGALAMI PERUBAHAN PENINGKATAN
KEGIATAN DALAM
(LINGKUP ADDENDEUM PENGEMBANGAN
LINGKUP AMDAL
ANDAL DAN RKL-RPL TAHUN (LINGKUP AMDAL BARU
TAHUN 2010
2013) TAHUN 2014)
1. Pekerjaan Causeway dan Jembatan Penghubung
a. Pengurugan lahan a. Pengurugan lahan untuk a. Pengurugan lahan untuk
untuk penyiapan penyiapan badan jalan penyiapan badan jalan
badan jalan (causeway) (causeway) (causeway)
Konstruksi masif dan
lokasi menempel bibir - Konstruksi massif Pelebaran causeway (jalan)
pantai;
- jarak 800 meter dari bibir pantai Luas ±11.000 m2
- Volume total 1.100.000 m3;
Disain : Volume urugan : ±121.000 m3
dengan luas ±8 Ha
Panjang : 500 m
Pengembangan untuk causeway,
Lebar :140 m Disain : 1,1 Ha sehingga luasan
causeway menjadi 9,1 Ha
Luas :70.000 m2 I. Pengurugan causeway Tahap I
3
Vol urugan : 173.000 m Panjang 520 m
Lebar 25 m
Luas 13.000 m2
II. Pembangunan causeway Tahap II
Panjang 200 m
Lebar 30 m
Luas 6.000 m
III. Pembangunan causeway Tahap
III
Panjang 1.231 m
Lebar 50 m
Luas 61.550 m2
b. Jembatan
penghubung area b. Jembatan penghubung area b. Jembatan penghubung area
darat dengan area darat dengan area reklamasi darat dengan area reklamasi
reklamasi
Jembatan I c. Jembatan I Jembatan II
Panjang :2.560 m Panjang :800 m Panjang :800 m
Lebar :18 m Lebar :12,5 m Lebar :12,5 m
Luas :32.000 Luas :10.000 m2 Luas : 10.000 m2

III-27
m2
c. Interchange Area dan c. Interchange Area dan c. Interchange Area dan
Perkantoran Perkantoran Perkantoran
Konstruksi masif dan
Perluasan area untuk kantor dan
lokasi menempel bibir Disain :
interchange area
pantai;
Disain : Pembangunan Interchange Area Pengembangan area
perkantoran:
Panjang: 500 m I.Area Kantor Luas :±10.000 m2
Lebar :140 m Panjang : 150 m Volume urugan: ±110.000 m3
Luas: 70.000 m2 Lebar : 113 m Termasuk dalam zona terminal;
konstruksi massif;
Volume urugan: 173.000 Luas : 16.950 m2 Pengembangan Interchange
m3 Area dan Perkantoran 1 Ha,
sehingga luasan dari 7 Ha
menjadi 8 Ha
II. Area Parkir
Panjang : 387 m
Lebar : 136 m
Luas : 52.632 m2
Konstruksi masif; Luas ± 7 Ha
2. Pekerjaan pengurugan perairan dangkal untuk container yard , Petikemas dan fasilitas
pendukungnya
a.Reklamasi Area Petikemas,
a. Reklamasi Lapangan a. Reklamasi Lapangan Curah Kering, dan Perluasan
Penumpukan Penumpukan Terminal (Termasuk Zona
Terminal)
Container Yard dan
I.Lapangan penumpukan petikemas I. Petikemas
fasilitas pendukung
Volume urugan :
Luas :250.000m2 Luas : +639.000 m2
5.844.000 m3
Ukuran Container Yard
Volume urugan :2.800.000 m3 Volume urugan : +7.200.000 m3
:387.000 m2
4 blok @ 96.750 m2 I.
Fasilitas pendukung II. Lapangan penumpukan curah
II. Curah kering
terminal :113.000 m2 kering
Luas :100.000m2 Luas:+160.000 m2
Jarak dengan dermaga
Volume urugan :1.110.000 m3 Volume urugan: +1.800.000 m3
260 m, Luas 50 Ha
Jarak dengan dermaga menjadi
III. Perluasan terminal:
±970 m;
Luas untuk petikemas 25 Ha dan
Luas :±80.000 m2
curah kering 10 Ha.

III-28
Untuk operasional tahun 2014,
Volume urugan: +900.000 m3
lahan yang direklamasi 25,8 Ha :
Petikemas 15,8 Ha dan Curah
Termasuk zona terminal;
Kering 10 Ha;
Jarak dengan dermaga + 975 m;
Pengembangan seluas +87,9 Ha,
Luas pengembangan baru untuk
Total pengembangan zona terminal:
zona terminal:
25 Ha (petikemas) + 10 Ha (curah 87,9 Ha + 1,1 Ha (Causeway) +
kering) + 8 Ha (Causeway) + 7 Ha 1 Ha (Interchange Area dan
(Interchange Area dan Perkantoran) Perkantoran) adalah sebesar 90
adalah sebesar 50 Ha Ha
Pembangunan Reception Facilities Sehingga luas total zona
(RF) terminal menjadi 140 Ha
b. Reklamasi Area
Pendukung Terminal
I. Zona Logistik (depo, CDC-
CCC dan Pergudangan)
Luas :±1.450.000 m2
Volume urugan :+16.000.000 m3

II. Zona Port Associated


Industry (PAI) Pendukung
Terminal Petikemas
Luas : ±501.200 m2
Volume urugan :+5.600.000 m3

III. Zona Port Associated


Industry (PAI) Pendukung
Terminal curah Kering
Luas :±430.000 m2
Volume urugan :+4.800.000 m3

IV. Power plant


Luas :+70.000 m2
Volume urugan :+800.000 m3

V. Reception Facilities
Luas :+10.000 m2
Volume urugan :+125.000 m3
Konstruksi masif;
Luas total 246,12 Ha
3. Pekerjaan Dermaga

III-29
a. Dermaga a. Dermaga a. Dermaga
Dermaga I Dermaga I Dermaga II
Panjang : 1.280 m Panjang : 1.080 m Panjang : 500 m
Lebar : 40 m Lebar : 80 m Lebar : 30 m
Luas : 51.299
Luas : 86.400 m2 Luas : 15.000 m2
m2
Yang sudah dibangun
Untuk operasional tahun 2014,
500 m lebar 50 m (sisi Dermaga III
dermaga yang terbangun:
luar)
(500x50) m2 dan (450x30) m2 atau
Panjang : 1.360 m
setara (500x80) m2.
Lebar : 30 m
Luas : 40.800 m2
b. Trestle b. Trestle b. Trestle
Trestle menjadi jembatan TIDAK ADA PENAMBAHAN
Trestle, 2 unit dengan
penghubung II KEGIATAN
(antara lapangan penumpukan dan
Panjang : 235 m
dermaga)
Lebar : 9,5 m Panjang: 975 m
Luas : 7.872,5
Lebar: 16 m
m2
Luas: 15.600 m2
c. Pengerukan kolam pelabuhan
untuk petikemas antar pulau
yang berlokasi di antara dermaga
dan lapangan penumpukan
TIDAK ADA TIDAK ADA
Kedalaman :-13 mLWS
Volume keruk :2.000.000 m3

Maintanance dredging kolam


TIDAK ADA TIDAK ADA pelabuhan per 3 tahun
volume keruk +500.000 m3
4. Pekerjaan Area Darat
a. Pembangunan jalan
Panjang :1.1000 m
TIDAK ADA TIDAK ADA Lebar : 50 m
Luas : 55.000 m2
Lahan telah dimiliki oleh Pelindo
III
Sumber: PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero)

III-30
Tabel III.1 menunjukkan bahwa Terminal Multipurpose Teluk Lamong terus

mengalami pengembangan. Sesuai dengan rencana, panjang dermaga peti kemas

domestik akan mencapai 450 meter sedangkan panjang dermaga peti kemas

internasional 500 meter. Luas lapangan peti kemas mencapai 15,6 hektar dan

lapangan curah kering 10 hektar, lahan kantor mencapai 7 hektar.

Pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong merupakan salah satu

program Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

(MP3EI). Oleh karena itu, pembangunan pelabuhan tersebut merupakan perencanaan

dari tingkat pusat. Pemerintahan daerah yaitu Kelurahan Tambak Sarioso tidak ikut

serta dalam perencaan tersbeut tetapi ikut serta memberikan sosialiasi kepada

masyarakat terkait program tersebut. Pihak pemerintahan desa (kelurahan) sekedar

memfasilitasi keinginan warga dan pihak pengembang yaitu PT. Pelabuhan Indonesia

III (Persero). Setidaknya hal itu yang terangkum dari hasil wawancara dengan pihak

apparat kelurahan yang dalam hal ini diwakili oleh Bapak Abridin selaku Sekretaris

Kelurahan Tambak Sarioso.

“Proyek Teluk Lamong itu kan proyek besar mas, proyek nasional.
Kami ini sebagai pengurus di pemerintahan kelurahan ya cuma
bisa melaksanakan. Kita membantu mensosialisasikan program
pemerintah tersebut. Kita juga memfasilitasi keinginan warga sini
dengan pengembangnya yaitu Pelindo III. Kalau ada persoalan kita
juga yang membantu menyelesaikan. Soal tokoh masyarakat ya
dulunya kita memanggil Ketua perkumpulan nelayan itu, Bapak
Toha, juga Pak Sutarno selaku sesepuh dan kamituwo di sini.
Kalau awal-awal dulu ya ramai Mas. Semua nelayan rata-rata
menolak. Setiap hari ada saja pemberitaan tentang penolakan
nelayan.Tapi setelah beberapa kali dialog, dikasih pengertian dan

III-31
Pelindo mau menampung warga untuk bekerja di pelabuhan,
makanya terus tidak ada gejolak lagi”.
Menurut Bapak Sutarno selaku sesepuh sekaligus Kepala Dusun di Kelurahan

Tambak Sarioso dulunya warga menolak pembangunan pelabuhan. Hampir semua

nelayan berdemo menolak. Bapak Sutarno termasuk salah satu yang menolak, dia

selain sebagai nelayan sekaligus pengrajin perahu. Jika nelayan tidak bisa melaut,

maka lambat laut jumlah nelayan akan berkurang dan tentu pekerjaannya sebagai

pembuat perahu juga akan terbengkalai. Berikut petikan wawancaranya:

“Kalau dulu Mas, semua warga di sini menolak pelabuhan Teluk


Lamong. Semua nelayan itu berdemo ke Pemkot di Surabaya sana
buat menolak adanya Teluk Lamong. Kalau sekarang ya sudah
menerima Mas. Apalagi sekarang ini sudah ada kesepakatan
dengan pihak Pelindo III untuk melibatkan sekitar 30 persen
penduduk sebagai tenaga kasar (non skill—Red) seperti satpam,
buruh atau mekanik-mekanik gitu mas. Tapi kalau ada yang pinter,
lulus tes bisa jadi pegawainya juga. Di sini ada beberapa yang
kerja di pelabuhan Mas. Pihak Pelindo juga sudah mau menanam
mangrove buat memperbaiki lingkungan. Dulu itu sekitar bulan
Maret kalau ndak salah, ada penanaman mangrove 11.000 pohon,
dari Pelindo, Pemkot dan banyak pihak Mas. Kalau soal
dampaknya sekarang ini ya relatif baik lah Mas. Para nelayan itu
diajari sama Pelindo dan Pemkot soal membuat keramba. Jadi
nelayan sini sekarang ini sudah banyak yang jadi nelayan keramba.
Saya sendiri juga kena imbase pelabuhan. Pembuatan perahu Saya
semakin sepi tapi saya sekrang jadi nelayan keramba. Para ibu-ibu
pada jualan hasil laut diolah-olah. Dapat pelatihan dari Pemkot
juga dari berbagai pihak, ada dari mahasiswa juga. Jadi kehidupan
kami secara ekonomi lebih stabil dari dulu”.

Menurut Bapak Halimun selaku nelayan sekaligus Ketua RT di wilayah

Kelurahan Tambak Sarioso, respon masyarakat saat ini terhadap pembangunan

Terminal Multipurpose Teluk Lamong relatif baik. Masyarakat sudah mulai bisa

merasakan manfaat dari adanya pelabuhan tersebut. Masyarakat mulai pintar

III-32
melakukan diversifikasi usaha sehingga kehidupan mereka menjadi membaik dari

sebelumnya. Berikut petikan wawancara dengan Bapak Halimun.

“Kalau menurut Saya ya Mas, saat ini masyarakat sudah baik kok.
Mereka sudah merasakan manfaat adanya pelabuhan. Banyak
warga Saya yang sekarang menjadi buruh, satpam, tenag kasar di
pelabuhan. Kalau ibu-ibu itu ada yang membuka warung makan
buat para pekerja pelabuhan. Kalau nelayane ya beralih ke
keramba Mas. Dulu kita awalnya diajari sama Pemkot bagaimana
membuat keramba, pihak Pelindo III kalau ndak salah juga ikut
mbantu itu Mas saat pembuatan keramba. Jadi kalau dilihat
ekonomie warga Saya sekarang kelihatane malah lebih stabil.
Kalau keramba kan hasile bisa lebih ajeg to Mas daripada melaut.
Kita ndak perlu lagi keluarkan biaya BBM buat melaut yang
kadang ga dapat hasil juga, jadi pengeluarannya bisa lebih kecil”.

Hasil wawancara di atas mengindikasikan bahwa pembangunan Terminal

Multipurpose Teluk Lamong memberikan dampak bagi masyarakat di Kelurahan

Tambak Sarioso. Dampak tersebut baik berupa dampak negatif maupun positif.

Dampak negatif berupa kerusakan lingkungan akibat reklamasi sehingga biota laut

berkurang. Dampak negatif juga berupa kesulitan nelayan untuk mencari ikan

sehingga mereka harus melaut lebih ke tengah lagi. Adapun dampak positifnya adalah

pihak pengembang dalam hal ini PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) dan pihak

Pemerintah Kota Surabaya mau memberikan solusi kepada masyarakat. Solusi

tersebut berupa kesepakatan dengan pihak pengembang agar menerima 30 persen

tenaga non skill dari masyarakat kelurahan yang terdampak termasuk warga

Kelurahan Tambak Sarioso. Pengembang dan Pemkot Surabaya juga memberikan

solusi berupa pembuatan keramba bagi nelayan sehingga mereka tidak akan

III-33
kekurangan hasil. Bahkan penduduk juga semakin pintar dan kreatif dengan

melakukan berbagai diversifikasi pekerjaan seperti membuka warung makan bagi

para pekerja atau pegawai pelabuhan.

III.2.4. Konflik-Konflik Komunitas

Pada awal-awal pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong, warga

nelayan di pesisir utara Kota Surabaya menolak pembangunan pelabuhan tersebut.

Hal ini terjadi pula pada masyarakat nelayan di wilayah Kelurahan Tambak Sarioso.

Konflik-konflik terjadi antara warga nelayan dengan pihak pengembang yang dalam

hal ini adalah PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero). Konflik juga terjadi secara

horizontal yaitu antara warga yang mendukung dan menolak pembangunan

pelabuhan. Berikut penjelasan dari Bapak Toha selaku koordinator nelayan di

Kelurahan Tambak Sarioso.

“Kalau dulu itu Mas, saat awal-awal ada informasi mau dibangun
pelabuhan, ya semua nelayan di sini menolak Mas. Kami-kami ini
takut nanti pasti lingkungan jadi rusak, hutan mangrove habis. Lha
kami sebagai nelayan kan menggantungkan hidup dari mangrove
juga Mas. Kalau ada mangrove itu, ikan dan udang ataupun biota
laut jadi banyak Mas. Kami ndak perlu terlalu jauh cari ikannya.
Kita juga ndak takut banjir. Tapi warga sini ada juga yang dari dulu
setuju pembangunan pelabuhan. Meski cuma sedikit tapi bisa jadi
konflik Mas. Sama tetangga yang beda tadi kadang terus ejek-
ejekan, rame, ngotot-ngototan. Kalau yang parah ya konflik sama
Pelindo. Kita semua nelayan itu ke Pemkot Surabaya sana, ndemo
Mas. Kami semua nolak Pelindo bikin pelabuhan di lingkungan
kita. Tapi setelah ada banyak dialog panjang akhire sekarang ya
sudah mau semua Mas. Sekarang sudah ndak ada penolakan lagi,
paling ya kadang-kdang kita ngobrolkan masa lalu itu Mas”.

III-34
Senada dengan pendapat Bapak Toha, nelayan lain di Kelurahan tambak

Sarioso yaitu Bapak Sumaun juga memberikan pendapat yang sama. Berikut pendapat

dari Bapak Sumaun.

“Kalau dulu ya semua warga nelayan di sini dan sekitar pelabuhan


lainnya itu semua sepakat menolak pelabuhan. Kami pergi ke
Surabaya berdemo. Setiap hari ada saja pemberitaannya. Kalau
ndak percaya coba sampeyan cari Mas, pasti sekarang masih ada
pemberitaan tentang demo penolakan itu. Ya karena kita nelayan
ini takut lingkungane jadi rusak kalau dibangun pelabuhan. Kalau
mangrove rusak, kami juga yang sengsara. Kalau sampai banjir
juga kami-kami ini yang terkena bukan Pelindo atau Pemkot. Tapi
kalau sekarang sudah ndak ada konflik Mas. Kami sudah
menerima, wong ya sudah lama pelabuhan ini dibangun. Sudah
hampir lima tahunan lho Mas’.

Dari hasil wawancara di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa saat ini sudah

tidak ada konflik yang terjadi. Konflik tersebut baik vertikal antara masyarakat

dengan PT. Pelindo III atau pemerintah daerah (Pemkot Surabaya) maupun konflik

horizontal antara masyarakat yang setuju dan tidak setuju dengan pembangunan

pelabuhan. Ini berarti sekarang masyarakat sudah mau menerima dan dapat hidup

berdampingan dengan adanya pelabuhan di wilayah mereka. Masyarakat sudah

mampu beradaptasi dengan kondisi pelabuhan saat ini. Adanya kesepakatan

penerimaan 30 persen pekerja non skill dari warga masyarakat termasuk salah satu

solusi penyelesaian konflik. Adanya pemberian bantuan dan pembelajaran pembuatan

keramba serta adanya kreatifitas warga untuk melakukan diversifikasi pekerjaan juga

menjadi jalan tengah penyelesaian konflik.

III-35
III.3. Tingkat Kesejahteraan

Tingkat kesejahteraan masyarakat adalah suatu tujuan utama dari

pembangunan yang menekankan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat. Hal

tersebut ditandai dengan adanya perubahanpada keadaan ekonomi dan kualitas hidup

rakyat yang dapat diukur salah satunya dari tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran

(konsumsi), kemampuan daya beli, tingkat akumulasi aset dan tabungan. Termasuk

pula didalamnya adalah tingkat pertumbuhan aktivitas ekonomi baru, tingkat

kemudahan akses layanan pendidikan, tingkat kemudahan akses layanan kesehatan,

tingkat kemudahan akses teknologi informasi dan tingkat kelancaran arus

transportasi.

Terkait dengan penelitian ini maka tingkat kesejahteraan masyarakat di

Kelurahan Tambak Sarioso terutama dilihat dari aktivitas ekonomi baru. Hal ini

karena data untuk masyarakat masih minim mengingat kelurahan ini merupakan

kelurahan yang baru terbentuk hasil dari penggabungan dua kelurahan yaitu

Kelurahan Greges dan Kelurahan Tambak Langon. Meski demikian akan sedikit pula

dibahas tentang asset yang dimiliki oleh rata-rata masyarakat di Kelurahan Tambak

Sarioso sebagai unit analisis dalam penelitian ini. Namun hasil interview general

yang dilakukan oleh peneliti kepada sekretaris kelurahan bapak Abridin mendapati

sebagai berikut.

“kalau untuk masalah sekolah dan fasilitas kesehatan kita sejak dulu
sudah ada mas mulai dari sekolah dasar, madrasah atau SMA masih
bisa menjangkau. Namun dengan adanya terminal teluk lamong ini
mereka juga membantu dalam bentuk sumbangan ke SDN 12 tambak

III-36
sarioso buat gedung perpustakaan. Selain itu di RW 2 dan RW 4 teluk
lamong membuatkan mushola warga dan lapangan voly. Kalau urusan
kesehatan sampai saat ini saya belum mendapatkan informasi
mengenai hal tersebut. Karena yang saya tahu ya yang melewati
administrasi kelurahan mas”.

Dari keterangan pak abridin, dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan

fasilitas pendidikan dan tempat peribadatan warga di kelurahan tambak sarioso.

Namun untuk masalah fasilitas fasilitas kesehatan belum terekam oleh pihak

kelurahan.

Senada dengan pak abridin, pak Toha yang juga merupakan warga RW 2

kelurahan tambak Sarioso mengungkapkan hal itu sebagai berikut:

“benar mas, dari teluk lamong dibuatkan musholabaru kemarin, ndak


gedhe sih, cuman ukuran 5x7 Meteran kalo gak salah. Lumayan mas
sekarang klo buat pengajian ada template. Ya kadang selain buat tempat
beribadah, bapak-bapak nelayan sini ya make buat diskusi hasil
tangkapan,kadang ya mung jagongan. yo maklum lah mas bisane ngumpul
kadang ya pas abis sholat isya.”

Dari keterangan diatas di sampaikan bahwa benar adanya pembangunan

mushola warga di bangun oleh pihak Terminal Multipurpose Teluk Lamong. Diamana

hal tersebut mampu memenuhi kebutuhan warga dalam hal beribadah.

III.3.1. Perubahan Mata Pencaharian Masyarakat

Masyarakat di Kelurahan Tambak Sarioso didominasi oleh ibu rumah tangga,

karyawan swasta dan pelajar (lihat tabel 2.8). Meski demikian, profesi nelayan masih

relatif banyak dilakukan oleh masyarakat di kelurahan ini. Setidaknya ada sekitar 11

persen penduduk Kelurahan Tambak Sarioso berprofesi sebgai nelayan. Profesi ini

III-37
mendapat sorotan relatif besar dalam penelitian, karena profesi inilah yang sangat

mendapat imbas atau dampak dari adanya pembangunan Terminal Multipurpose

Teluk Lamong.

Dari sekitar 11 persen nelayan yang ada di Kelurahan Tambak Sarioso, saat

ini sebagian besar dari mereka adalah nelayan keramba. Belum ada data pasti tentang

jumlah nelayan keramba ini, namun Koordinator nelayan yaitu Bapak Toha

menegaskan hal ini.

“Saat ini di kelurahan sini sebagian besar nelayan menjadi nelayan


keramba. Kami memang masih terus melaut tetapi sebagian besar
hasil kami dapatkan dari hasil keramba. Ketika harga BBM
semakin membumbung, nelayan akan sangat dirugikan jika harus
melaut semakin jauh ke dalam, ke perairan lepas sana. Maka kami
siasati dengan keramba. Awalnya memang kami tidak terbiasa,
masyarakat banyak yang belum bisa, tapi lambat laun jadi bisa
juga. Hasil dari keramba tersebut ada yang kami jual ke pasar
ataupun dilah menjadi produk olahan oleh ibu-ibu di sini”.

Nelayan yang lain di Kelurahan Tambak Sarioso yaitu Bapak Sutarno yang

juga merupakan sesepuh (Kamituwo/Kepala Dusun) menyatakan hal senada dengan

Bapak Toha. Menurut Sutarno, saat ini kebanyakan nelayan di Kelurahan Tambak

Sarioso beralih menjadi nelayan keramba. Mereka masih melaut tetapi tidak setiap

hari. Mereka lebih mengutamakan mengurus keramba yang dirasakan bisa lebih

menjanjikan karena hasilnya bisa lebih baik.

“Sekarang ini Mas, sebagian besar warga di sini pada ikutan


menjadi nelayan keramba. Soalnya kalau dipikir-pikir, hasilnya
lebih menjanjikan. Kalau orang Jawa bilang itu, hasile lumintu
Mas. Kami gak terlalu rugi karena ga terlalu banyak keluar BBM.
Apalagi sekarang harga BBM naik terus. Dengan adanya Teluk

III-38
Lamong, kami harus melaut lebih ke tengah. BBM bisa habis lebih
banyak tapi ikan belum tentu sebanding dengan biaya BBM. Kalau
dicampur dengan pelihara di keramba semua bisa tertutupi bahkan
bisa lebih baik.”

Perubahan profesi sebagian masyarakat di Kelurahan Tambak Sarioso tidak

hanya terjadi pada nelayan. Bapak Khoirul juga mngatakan hal yang sama dengan

Bapak Toha. Menurut Khoirul kebanyakan masyarakat di Kelurahan Tambak Sarioso

sudah beralih profesi. Jika nelayan ada yang berubah menjadi nelayan keramba, ada

juga yang berubah menjadi tenaga kerja di pelabuhan. Lebih dari sepuluh orang yang

menjadi teman beliau melaut saat ini menjadi pekerja di pelabuhan. Mereka ada yang

menjadi satpam, buruh kasar ataupun tukang bersih-bersih di pelabuhan. Berikut hasil

perbincangan dengan Bapak Khoirul.

“Sepengetahuan Saya ya Mas… sekarang ini sejak adanya


pelabuhan, teman-teman saya yang dulunya melaut jadi nelayan
sekarang ganti profesi Mas. Teman-teman itu banyak juga yang
jadi satpam, tukang bersih-bersih, buruh di pelabuhan Teluk
Lamong itu Mas. Kalau diitung-itung yang sahabat saya aja ada
kalo 10 orang lebih Mas. Tetangga saya ada juga yang tetep melaut
nyambi bikin keramba. Ada lagi yang sekarang malah mbantu istrie
bukak warung makan Mas. Kan laris to wong banyak pekerja
pelabuhan, tukang-tukang, buruh-buruh juga karyawane pelabuhan
Mas.”

Hasil wawancara dengan Bapak Sumaun salah satu nelayan di Kelurahan

Tambak Sarioso juga tidak jauh berbeda. Menurut Sumaun, banyak nelayan yang

beralih profesi. Tidak hanya menjadi nelayan keramba tapi ada yang bekerja menjadi

pekerja kasar di Terminal Multipurpose Teluk Lamong.

III-39
“Tetangga saya yang dulu sama-sama melaut dengan saya sekarang
banyak yang bekerja di pelabuhan Mas. Awale sih karena coba-
coba aja. Kan dulu memang pihake pelabuhan sudah bikin
kesepakatan sama warga sini kalau nanti warga diprioritaskan kerja
di sana. Kalau yang pendidikane ga tinggi yang jadi pekerja kasare
Mas. Di sini banyak yang jadi kuli, bantu pembangunan pelabuhan
sana itu Mas. Ada juga kerja jadi satpame, tukang parkire. Selain
itu, nelayan juga ada yang terus berubah bukak warung”.

Hasil wawancara dengan pihak pengelola Teluk Lamong yaitu PT. Pelindo III

(Persero) juga mengindikasikan hal yang sama. Bapak Hari sebagai pimpinan proyek

pembangunan terminal peti kemas Teluk Lamong menyatakan bahwa ada MoU

(Memorandum of Understanding) antara pihaknya dengan masyarakat sekitar. Pihak

Terminal Multipurpose Teluk Lamong memberikan pertanggungjawaban berupa CSR

termasuk penanaman mangrove.

Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep atau tindakan

yang dilakukan oleh perusahaan sebagai rasa tanggung jawab perusahaan terhadap

sosial maupun lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. Salah satu

contohnya adalah melakukan suatu kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat sekitar dan menjaga lingkungan, pemberian bantuan dana untuk

pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk membangun desa atau fasilitas

masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya

masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada. CSR merupakan

sebuah fenomena dan strategi yang digunakan perusahaan untuk mengakomodasi

kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya.

III-40
Dalam penelitian ini salah satu bentuk CSR yang dilakukan PT Pelindo III

adalah penanaman 11.000 mangrove. Selain itu juga melibatkan sekitar 30 persen

penduduk dari wilayah terdampak sebagai tenaga non skill (tenaga kasar, satpam,

mekanik, dan lainnya). Bahkan jika ada warga yang kompeten dan sesuai dengan

kriteria dalam bidang yang dibutuhkan, maka bisa juga dilibatkan dalam mekanisme

seleksi pegawai. Berikut petikan wawancara antara peneliti dengan Bapak Hari:

“Terkait persoalan pembangunan Teluk Lamong, pihak kami


Pelindo III sudah ada komitmen dan perjanjian dengan warga.
Kami akan selalu mengadakan CSR demi meminimalisir dampak
lingkungan yang mungkin ada akibat pembangunan pelabuhan.
Kami juga akan menerima 30 persen dari penduduk di area
terdampak agar masuk sebagai tenaga non skill di proyek
pelabuhan ini. Bahkan jika ada warga atau penduduk yang
berkompeten ya ga papa. Mereka bisa ikut seleksi pegawai. Kami
prioritaskan. Itu sebagai salah satu bentuk tanggung jawab kami
kepada masyarakat sekitar pelabuhan.”

Hasil wawancara dengan masyarakat lainnya yaitu Ibu Nurul pemilik

kerajinan simping di Kelurahan Tambak Sarioso juga mengindikasikan hal yang

sama. Menurut Ibu Nurul, saat ini banyak tetangga dan temannya yang warga

Kelurahan Tambak Sarioso mencari pekerjaan baru. Mereka ada yang menjadi

pengrajin kerang, pembuat kerupuk atau makanan dari hasil laut. Jika dulu ibu-ibu

yang berprofesi seperti ini sudah ada tapi sekarang meningkat jumlahnya. Menurut

beliau ada juga penduduk yang mulai membuka usaha kuliner. Menurut warga

mereka harus kreatif mencari solusi karena sekarang sudah tidak banyak lagi nelayan.

III-41
Berikut hasil wawancara dengan Ibu Nurul pemilik kerajinan kerang simping dan Ibu

Hamidah pemilik kos-kosan.

“Saat ini, penduduk di kelurahan ini banyak yang ikut jejak saya
jadi pengrajin kerang. Ada juga yang jadi pembuat kerupuk
berbahan dasar dari seafood baik itu ikan atau udang. Ada juga
yang bisnis kuliner Mas. Kata orang-orang, sekarang ini kita harus
cerdik. Kita harus bisa tetap membuka usaha meski hasil melaut
sudah berkurang. Kalau ndak punya keramba ya bisnis makanan
laut atau yang punyakamar banyak mbukak kos-kosan buat
pekerja.”

“Kalau Saya pribadi ya Mas, adanya pelabuhan ini menguntungkan


bagi Saya. Jika dulu suami saya hasile ndak seberapa melaut,
sekarang saya cari pinjaman ke sodara-sodara buat mbangun
kamar. Saya bikin kos-kosan buat para pekerja pelabuhan Mas.
Jadi istilahe sambal thenguk-thenguk Saya masih dapat
penghasilan. Suami masih tetap melaut juga tapi buat makan
sehari-hari. Kalau untuk biaya hidup dan sekolah anak-anak, masa
depan ya nabung dari kos-kosan ini. Sekarang memang kita harus
pinter mencari solusi. Istilahe Mas, disuruh bisa adaptasi heehhehe
bener to Mas…”

Tak jauh beda, hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap beberapa

narasumber juga mengindikasikan hal yang sama yaitu, telah terjadi perubahan mata

pencaharian masyarakat di Kelurahan Tambak Sarioso. Menurut Bapak Halimun

salah satu ketua RT di kelurahan ini menyatakan bahwa warganya yang dulunya

nelayan sekarang ada yang beralih profesi maupun rangkap profesi. Para nelayan

tidak sekedar melaut tetapi juga membuat keramba sehingga hasilnya bisa menjadi

lebih baik. Bahkan beberapa nelayan bekerja di pelabuhan Terminal Multipurpose

Teluk Lamong agar tingkat kesejahteraan hidupnya bisa berubah. Mereka ada yang

III-42
menjadi satpam, kuli, sopir, ataupun tukang parkir. Adapun ibu-ibunya banyak yang

beralih profesi dengan menjual hasil olahan laut baik berupa kerupuk maupun hiasan

dan makanan lainnya. Sebagaimana terangkum dari wawancara peneliti dengan Ibu

Fatimah berikut ini:

“….Kalau menurut Saya, memang adae pelabuhan Teluk Lamong


ini membuat kami-kami warga di sini banyak yang berubag
profesie Mas. Kalau dulu banyak nelayan, akibat pelabuhan kan
ikan-ikan pada susah Mas. Harus jauh-jauh ke tengah laut. Lha
karena sudah ada kesepakatan kalau kita bisa kerja di pelabuhan,
maka banyak yang ganti kerjaan Mas. Banyak warga sini yang ikut
jadi satpam, tukang parker atau kuli-kuli bangunan bantu mbangun
pelabuhan. Kan masih terus dikembangkan itu pelabuhane Mas.
Kalau ibu-ibu seperti Saya yam bantu suami Mas. Suami pada
banyak ga melaut. Ya Saya ikut sama ibu-ibu laine belajar masak
bikin kerupuk, keripik, atau makanan dari laut laine Mas. Ada juga
yang jual souvenir dari kerang-kerang itu lho Mas….”

Hasil wawancara tersebut memperlihatkan bahwa akibat pembangunan

Terminal Multipurpose Teluk Lamong, masyarakat Kelurahan Tambak Sarioso

memang berubah mata pencahariannya. Jika ditilik dari hasil wawancara sebagian

masyarakat mulai melakukan diversifikasi pekerjaan. Saat ini di wilayah kelurahan

ini mulai ada yang membuka usaha kos-kosan atau kontrakan.

III.3.2. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Baru

Hadirnya Terminal Multipurpose Teluk Lamong saat ini sudah dapat disikapi

secara bijak oleh mayarakat di Kelurahan Tambak Sarioso. Masyarakat di kelurahan

tersebut setidaknya sudah hampir lima tahun hidup berdampingan dengan hiruk pikuk

III-43
pembangunan pelabuhan. Oleh karena itu sudah terjadi proses adaptasi. Bahkan hasil

dari adaptasi tersebut setidaknya sudah mengindikasikan adanya pertumbuhan

ekonomi baru di kawasan tersebut. Hal inilah yang terpotret dari hasil penelitian ini.

Hasil wawancara dengan beberapa warga di Kelurahan Tambak Sarioso

memperlihatkan hal tersebut. Peneliti sempat mewawancarai Bapak Rahmat selaku

warga masyarakat yang berprofesi sebagai karyawan swasta di Kota Surabaya.

Selama ini beliau memang bukan nelayan. Menurut Bapak Rahmat, dalam

pengamatannya selama pembanguanan pelabuhan, banyak tetangga dan kenalannya

di daerah terdampak merubah profesi atau minimal berprofesi dobel. Kalau siang jadi

satpam, kalau malam jadi nelayan. Ada juga yang tetap menjadi nelayan tapi ke laut

dan memiliki keramba. Ada pula yang membuka usaha baru seperti kos-kosan,

kontrakan, kuliner atau pembuat kerajinan barbahan baku hasil laut. Kesemuanya itu

yang akhirnya membuat tumbuhnya ekonomi-ekonomi baru di kelurahan ini. Hal

senada diuangkapkan juga oleh Bapak Abridin selaku Sekretaris Kelurahan tambak

Sarioso. demikian pula hasil dari wawancara dengan bapak Hadi selaku buruh pabrik

yang sekarag beralih profesi menjadi tukang parkir di pelabuhan, Ibu Siti pemilik

warung makan dan Ibu Susiati pengrajin kerupuk ikan. Berikut hasil wawancaranya:

Wawancara dengan Bapak rahmat:

“Meski Saya bukan nelayan Mas, saya merasa kalau sekarang ini
di sini mulai banyak tumbuh perekonomian baru. Saya ini kerja
swasta di Surabaya sana Mas. Kalau Saya lihat kanan kiri saya
sekarang banyak yang beralih profesi atau ndobel profesi. Ada
yang nelayan laut ndobel bikin keramba, ada nelayan ndobel jadi
satpam atau tukang parker. Ada juga sekarang yang mbukak kosan,

III-44
kontrakan. Ada juga yang mbantu istrie buka usaha warung makan,
usaha souvenir atau kerajinan laut. Banyak Mas, sekarang pada
ndobel-ndobel. Itu pula yang akhire ekonomi lumayan membaik.
Banyak yang sekarang bisa kredit motor, punya hp baru. Minimal
sudah bisa memenuhi kebutuhannya Mas.”

Wawancara dengan bapak Abridin:

“Sekarang warga di sini sudah membaik ekonominya. Banyak


yang membuka usaha baru. Ibu-ibu rumah tangga juga pada ikut
kerja borongan mbikin kerupuk sama jajan olahan, karena soalnya
kadang kala kalau ada acara teluk lamog nareng warga, ya
seringnya pesen di warga kita mas, atau membantu bikin
kerajinan.buat acara pameran. Ada juga yang bikin warung. Ya
mungkin itu Mas yang disebut ekonomi baru di sini. Kalau dulunya
rata-rata nelayan, sekarang yang mungkin campur-campur.”

Wawancara dengan Bapak Hadi:

“Menurut Saya, pelabuhan ini ada untungnya juga. Meski kami


dulu menolak, sekarng mau ndak mau harus terus hidup bersama.
Tapi saya diuntungkan juga, sekarang saya jadi tukang parkir. Ya
hasilnya lumayanlah Mas.”

Wawancara dengan Ibu Siti:

“Saya ini baru membuka warung ya sejak ada pelabuhan ini Mas.
Saya dengar banyak pekerja dan tukang-tukang itu bingung cari
makan jauh. Ya sudah, saya anggap sebagai jalan rejeki. Saya
nyoba jualan makanan, Alhamdulillah laris. Tetangga sekarang
banyak yang ikut jualan juga. Jadi ya luamaynlah Mas, bisa
mbantu suami dikit-dikit.”

Wawancara dengan Ibu Susiati:


“Dulu itu Saya sudah nyoba buka usaha kerupuk. Tapi yang bantu
dikit. Sekarang ini tetangga pada bantu dan hasile lumayan.
Sekarang semakin ramai, orang butuh kerupuk juga banyak. Ya
lumayanlah Mas, Alhamdulillah. Lha pembeli yang makan di
warung makan kan tambah banyak Mas, mereka juga suka
kerupuk, jadi permintaan kerupuk bertambah. Saya sekarang juga
nyoba bikin kerupuk dari hasil olahan ikan dan hasil laut lainnya.
Dikemas yang bagus Mas, bisa buat oleh-oleh khas Teluk Lamong.

III-45
Kata orang-orang sini, sapa tahu ntar semakin rame trus banyak
orang datang seperti di Perak sana. Jadi ntar biar kerupukku
semakin laris manis Mas, kaya Saya…ha…ha..ha…”

III.4. Dampak Perubahan Fungsi Wilayah Pesisir pada Tingkat Kesejahteraan

Ekonomi Masyarakat

Pembangunan terminal multipurpose Teluk Lamong meski baru satu tahun

berjalan mau tidak mau memberikan dampak terhadap warga masyarakat kelurahan

Tambak Sarioso. Dari proses awal pembangunan sampai dengan operasionalisasi

terminal tersebut, disadari bahwa secara umum pembangunan akan menyebabkan

perubahan yang sangat signifikan terhadap lingkungan alam. Kh ususnya kawasan

Teluk Lamong yang pada awalnya merupakan kawasan pesisir dan secara alamiah

memberikan nilai ekonomis bagi warga bermatapencaharian nelayan maupun tambak.

Masyarakat Kelurahan Tambak Sarioso merupakan masyarakat pesisir

masyarakat yang menggantungkan hidupnya secara langsung terhadap pemanfaatan

sumber daya pesisir. Sebagian masyarakat bekerja sebagai nelayan kecil, buruh

nelayan, pengolah ikan skala kecil dan pedagang kecil. Sebagian besar masyarakat

hidup dalam kemiskinan. Akumulasi modal yang sangat terbatas mengakibatkan

sulitnya masyarakat untuk keluar dari lingkaran kemiskinan. Rendahnya kualitas

modal manusia terjadi akibat tingkat pendidikan dan keterampilan kerja terbatas dan

tidak memadai.

III-46
Pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong pada awalnya

menyebabkan ketakutan banyak pihak, terutama masyarakat yang berprofesi sebagai

nelayan. Seperti disampaikan Bapak Abridin:

“….nelayan pesisir teluk Lamong, masih menggantungkan hidup


dari tangkapan sangat khawatir dengan pembangunan pelabuhan
yang menyebabkan wilayah tangkapan ikan berkurang. Kawasan
bakau yang sebelumnya menjadi tempat mencari ikan, kerang dan
kepiting menjadi habis dibangun jadi pelabuhan…”

Ketakutan tersebut cukup beralasan karena pihak pelabuhan melakukan

reklamasi yang nota bene menyebabkan perubahan ekosistem pantai. Pola tangkap

tradisional dan kepemilikan modal yang terbatas menyebabkan nelayan dan buruh

nelayan menjadi pihak yang dirugikan.Melihat kondisi ini, nelayan tangkap

mengharapkan pemerintah lebih bijak dalam melakukan perubahan fungsi

(reklamasi). Seperti disampaikan Bapak Toha :

“….Pengurukan pinggir laut itu menyebabkan berkurangnya


tangkapan kepiting dan ikan. Mangrove menjadi rusak…”

Penolakan warga khususnya nelayan sangat terasa. Nelayan menghendaki

agar pendapatan mereka tidak semakin berkurang. Akibat reklamasi ini, nelayan

tangkap tradisional yang biasanya mencari ikan dan kepiting dikawasan mangrove

menjadi kesulitan mendapatkan hasil tangkapan.

Hal ini dirasakan akan menjadi ancaman serius terhadap kondisi ekonomi dan

hajat hidup nelayan. Nelayan tangkap yang menggunakan kapal pun kemudian

kesulitan mendapat ikan dikawasan Teluk Lamong. Kalaupun kemudian memperluas

III-47
area tangkap hingga ketengah laut, hal itu tidak menjadi jaminan bagi nelayan

mendapat hasil tangkapan yang lebih banyak. Kepastian yang didapat hanyalah

semakin besar pengeluaran yang harus dilakukan untuk pembelian bahan bakar.

Kondisi ini kemudian menjadi salah satu konsen banyak pihak, baik nelayan,

perangkat desa, pemerintah kota Surabaya maupun Pelindo III. Karena bukan menjadi

harapan masyarakat ketika pembangunan pelabuhan mendi penyebab hilangnya mata

pencaharian mereka. Pihak PT. Pelindo III (Persero) pun secara terbuka

menyampaikan bahwa sebagai stake holder Terminal Multipurpose Teluk Lamong

akan turut bertanggung jawab dalam menjaga dan meningkatkan taraf kehidupan

warga masyarakat akibat dampak pembangunan terminal multipurpose teluk Lamong.

Salah satu tanggung jawab pihak PT. Pelindo III (Persero) terhadap Fishing

ground yang sudah tidak dapat dipergunakan sebagai kawasan penangkapan ikan

karena hilangnya mangrove adalah dengan memperkenalkan model budidaya ikan

keramba jaring terapung. Model budidaya ini dikenalkan kepada masyarakat nelayan

melalui program CSR. Keramba Jaring Apung (KJA) yaitu berupa jaring yang

konstruksinya berada mengapung di atas air laut dengan jaring berada dibawahnya

dengan bahan jaring menggunakan bahan polietilen. Bentuk dan ukuran bervariasi

dan sangat dipengaruhi oleh jenis ikan yang dibudidayakan, ukuran ikan serta

kedalaman perairan.

Pihak Pelindo III mengenalkan teknologi KJA kepada nelayan yang

sebelumnya mencari ikan di kawasan fishing ground Teluk Lamong. Nelayan

III-48
diajarkan bagaimana memelihara ikan di keramba jala apung. Nelayan yang

sebelumya mengandalkan mencari ikan dilaut diajarkan untuk memelihara ikan

keramba. Jenis ikan yang dipelihara biasanya adalah bawal dan kerapu. Hasil dari

keramba jaring apung diperairan laut saat ini cukup mampu untuk memenuhi

kebutuhan dasar masyarakat nelayan.

Selain hasil dari ikan keramba, nelayan justru mendapat tambahan pendapatan

dari kerang darah dan kerang hijau. Kerang hijau dan kerang darah sebelum ada

proyek teluk Lamong, kerang tersebut hanya dapat diperoleh di perairan tengah laut.

Saat ini kerang tersebut banyak ditemukan menempel di keramba. Kerang-kerang

tersebut banyak hidup menempel di keramba. Pendapatan masyarakat pasca

pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong relatif cukup baik dibandingkan

dengan awal pembangunan maupun sebelum pembangunan.

III.4.1. Peningkatan Status Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan

Masyarakat nelayan pada awalnya merupakan bagian yang termarjinalkan

akibat pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong. Namun dengan

berjalanya waktu, masyarakat nelayan semakin kreatif dan menjadi pihak yang

diuntungkan dari proyek ini. Nelayan yang sebelumnya hanya mengandalkan hasil

tangkapan ikan, saat ini mulai bergeser menjadi nelayan keramba apung. Nelayan

juga mulai mencoba sektor lain yang dirasa lebih menguntungkan dibandingkan

dengan usaha sebelumnya.

III-49
Nelayan yang memiliki rumah ataupun tanah yang cukup besar saat ini mulai

menjalankan usaha kontrakan dan penyewaan kamar kos. Proyek yang menyerap

banyak tenaga kerja ini memberikan dampak positif dalam peningkatan taraf

pendapatan. Pada awalnya usaha kos merupakan usaha sampingan namun kemudian

penyewaan kamar kost serta rumah kontrakan menjadi usaha utama warga saat ini.

Sebelumnya kamar kost hanya disewakan terbatas kepada buruh pabrik, namun

sekarang disewakan kepada pekerja Terminal Multipurpose Teluk Lamong.

Disamping rumah kontrakan dan penyewaan kamar kos, wilayah Kelurahan

Tambak Sarioso mulai banyak dibangun warung makan. Warung makan yang

awalnya hanya menyediakan untuk warga setempat, saat ini mulai melayani pekerja

di Terminal Multipurpose Teluk Lamong. Tahap pengerjaan maupun penggunaan

terminal memberikan kontribusi yang besar bagi pemilik warung makan.

Sedangkan untuk warga masyarakat sekitar Terminal Multipurpose teluk

Lamong, mendapat prioritas menjadi karyawan. Khususnya karyawan non skill dan

teknis. Seperti yang disampaikan Bapak Hadi:

“….sebelum bangkrut pabrik, ya kerja dipabrik. Jadi buruh.


Sekarang ditawari jadi pengawas parkiran. Yaa diterima saja, la
cari kerja sekarang sulit…”

Beliau sebelumnya adalah buruh pabrik. Namun karena kondisi ekonomi

pabriknya tututp. Saat ini beliau menjadi pekerja/pengawas dibagian parkiran

kendaraan.

III-50
Disamping peningkatan taraf hidup dengan dikembangkannya Terminal

Mulltipurpose Teluk Lamong, ada pula warga yang mengalami penurunan taraf

ekonomi. Mereka adalah pemilik usaha dan pekerja pembuatan kapal tradisional.

Setelah proyek berjalan, nyaris tidak ada lagi pesanan kapal baru. Mereka hanya

menerima order perbaikan. Itupun hanya perbaikan kecil dengan ongkos yang tidak

terlalu besar. Salah satu solusi yang mereka ambil adalah ikut menjadi nelayan

keramba. Setidaknya hal tersebut terangkum dari hasil wawancara peneliti dengan

Bapak Sutarno pembuat kapal:

“…terus terang saja Mas, memang pembangunan Teluk Lamong


ini juga memberikan pukulan bagi usaha Saya. Bisa dikatakan
sekarnag ini permintaan pembuatan kapal atau perahu tidak ada.
Hanya perbaikan kecil-kecilaan dari perahu nelayan-nelayan itu.
Akhirnya Saya ikut-ikutan dengan teman. Saya sekarang menjadi
nelayan keramba. Istri ikut dengan ibu-ibu membuat kerupuk dan
kerajinan dari olahan hasil laut…”

III.4.2. Penambahan Penghasilan

Penambahan penghasilan cukup signifikan terjadi pasca pembangunan.

Terutama untuk warga masyarakat pemilik keramba yang sebelumnya merupakan

nelayan. Hal ini disampaikan Bapak Toha:

“….kalau dulu tergantung dengan cuaca, sekarang punya keramba


bisa panen ikan sewaktu-waktu sesuai usia ikan, mas. Ikan yang
dipanen juga sudah ada yang siap membeli…”

Penghasilan masyarakat yang dulunya terbatas, saat ini menjadi lebih

bevariasi. Karena sebelumnya hanya ikan, sekarang kerang pun juga cukup

berlimpah. Kerang mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Harganya yang

III-51
mahal menjadikan kerang menjadi primadona dalam jual berli hasil laut disamping

ikan.

Peran istri nelayan sebelum maupun setelah adanya proyek teluk Lamong

cukup dominan. Istri nelayan menjalankan usaha produksi pengolahan ikan. Baik

produk kering maupun olahan lain seperti kerupuk ikan memberi kontribusi

pendapatan terhadap keluarga nelayan.

Dalam hal produksi, pemenuhan bahan baku baik sebelum dan setelah proyek

berlangsung tidak berpengaruh. Bahan baku diperoleh dari nelayan maupun membeli

dari hasil tangkapan nelayan wilayah lain. Promosi dan penjualan, warga

mengharapkan adanya bantuan dari pemerintah maupun Pelindo III. Khususunya

dalam pengembangan UKM.

III.4.3. Penggabungan Wilayah

Kelurahan Tambak Sarioso merupakan penggabungan antara kelurahan

Greges dan Tambak Langon kecamatan Asemrowo Kota Surabaya. Secara

administratif penggabungan dua kelurahan ini mengurangi jumlah kelurahan di kota

Surabaya. Namun demikian, sesuai dengan Peraturan Daerah No.8 Tahun 2008,

bahwa keluarahan sebagai bagian terdepan dari layanan pemerintah daerah wajib

memberikan pelayanan yang baik dan efisien.

Wujud efisiensi dengan penggabungan dua kelurahan tersebut. Dengan

penggabungan tersebut maka biaya yang timbul dari operasional kelurahan dapat

III-52
ditekan Lebih lagi system komputerisasi terpadu pelayanan umum akan lebih

mengoptimalkan layanan.

Ada beberapa dampak yang timbul akibat penggabungan ini. Antara lain:

Sistem Informasi Kependudukan, dimana akan dilakukan perubahan dan pembenahan

terhadap nomor induk kependudukan. Layanan pertanahan, dimana akan terjadi

perubahan atas register tanah dan lokasi. Akibatnya sertifikat akan dilakukan

pengkinian data.

Dalam hal pengembangan terminal multipurpose Teluk Lamong,

penggabungan wilayah dimana lokasi dibangun tidak memberikan dampak yang

signifikan. Baik dari sisi masyarakat maupun Pelindo III. Pelindo III telah

mengantisipasi dengan kerjasama yang baik dengan pihak kecamatan Asemrowo

maupun kota Surabaya. Sehingga proyek tidak terpengaruh dalam pengembangannya.

III-53
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan berdasarkan hasil

penelitian yang telah disajikan dan dianalisis pada bab sebelumnya. Pengambilan

kesimpulan dilakukan untuk menjawab rumusan-rumusan masalah yang telah

ditentukan. Peneliti juga berupaya memberikan saran dan implikasi teoritik dari hasil

penelitian.

IV.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, terdapat

beberapa kesimpulan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Perkembangan Wilayah Kota

1.1. Kebutuhan Penambahan Terminal Distribusi Barang.

Pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong merupakan bagian dari

pelaksanaan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 tentang

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

tahun 2011-2025.Biaya logistik di Indonesia relatif tinggi dibanding negara-negara

lain di dunia bahkan di ASEAN. Demi menghadapi MEA, maka Indonesia juga harus

mampu bersaing dengan Negara lain di ASEAN bahkan ASIA yang salah satu

IV-1
caranya adalah menekan biaya logistik. Salah satu solusi terkait hal itu adalah

penambahan terminal distribusi barang. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya

memperpendek waktu distribusi sehingga biaya dapat ditekan. Dengan demikian,

salah satu alasan pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong memang

sebagai upaya untuk menjawab kebutuhan akan penambahan terminal distribusi

barang.

1.2. Kebutuhan Penambahan Infrastruktur Pelabuhan

Untuk menghadapi MEA akhir tahun ini, Indonesia bersama dengan negara-

negara di ASEAN telah membentuk rencana induk konektivitas ASEAN (Master

Plan on ASEAN Connectivity/MPAC). Dalam MPAC dibutuhkan pengembangan 42

pelabuhan prioritas di ASEAN, dimana 14 pelabuhan diantaranya ada di Indonesia.

Salah satu dari 14 pelabuhan tersebut adalah Tanjung Perak. Oleh karena itu,

Pemerintah Indonesia melakukan pengembangan Tanjung Perak yang salah satunya

dengan membangun Terminal Multipurpose Teluk Lamong.

2. Peralihan Fungsi Wilayah Pesisir

2.1. Pemilihan Lokasi Pelabuhan

Pemilihan lokasi merupakan inisiatif Pemerintah Pusat dengan menjadikannya

sebagai salah satu program nasional dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan

IV-2
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Pemilihan tersebut sekaligus didasarkan

dengan kondisi geografis dan kebutuhan dari Pelabuhan Tanjung Perak.

Tujuan pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong salah satunya

adalah sebagai solusi penunjang kegiatan Pelabuhan Tanjung Perak. Semuakapal

yang akanberlabuh di Pelabuhan Tanjung Perak harusmelewati Alur Pelayaran Barat

Surabaya (APBS). Alur Pelayaran Barat Surabaya merupakan alur pelayaran yang

menghubungkan kapal-kapal yang akan berlabuh di Pelabuhan Tanjung Perak dari

Laut Utara Jawa. Hal ini karena kedalaman air di alur tersebut memungkinkan kapal-

kapal besar untuk berlabuh dengan aman.

Kondisi geografis Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) mengharuskan

kapal melewati Teluk Lamong terlebih dahulu. Kondisi Teluk Lamong,

memungkinkan untuk kapal mencapai kedalaman minimalnya. Oleh karena itu,

pendirian Terminal Teluk Lamong sebagai solusi pemecah kepadatan di Pelabuhan

Tanjung Perak sekaligus menjawab semua kebutuhan tersebut di atas.

2.2.Kebutuhan Reklamasi

Pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong juga memberi dampak

buruk yaitu dengan adanya reklamasi di kawasan Teluk Lamong. Sebelumnya

kawasan pesisir Teluk Lamong merupakan daerah mangrove yang memiliki beraneka

ragam biota. Akibat pembangunan banyak biota yang rusak, sebagian berpindah ke

lokasi lain. Reklamasi juga bisa berakibat banjir ketika musim penghujan.

IV-3
Pemerintah memang melakukan reklamasi demi pembangunan Terminal

Multipurpose Teluk Lamong. Luasan areal reklamasi sudah diatur melalui Peraturan

Gubernur (pergub) Jawa Timur Nomor 56 tahun 2012. Peraturan tersebut berisi

tentang Pedoman Pemanfaatan Ruang pada Kawasan Teluk Lamong.

2.3. Pembangunan Infrastruktur Pelabuhan

Terminal Multipurpose Teluk Lamong mulai dibangun sejak tahun 2010 silam.

Mulai diresmikan pendiriannya pada tanggal 30 Desember 2013. Terminal ini

memulai soft opening pada tanggal 5 September 2014 yang dibuka oleh Presiden

Susilo Bambang Yudhoyono. Terminal Multipurpose Teluk Lamong memulai

operasional secara komersial pada 12 November 2014. Bongkar muat internasional

pertama kali dilakukan pada 1 Maret 2015. Meski demikian, Terminal Multipurpose

Teluk Lamong baru melakukan Grand Opening yang dibuka oleh Presiden Joko

Widodo pada tanggal 22 Mei 2015. Dengan demikian Terminal Multipurpose Teluk

Lamong sudah dibangun selama lima tahun dan akan terus mengalami

pengembanganTerminal Multipurpose Teluk Lamong nantinya dibangun dalam empat

tahap dengan total investasi Rp 23,4 triliun. Pengembangan terminal tersebut minimal

masih akan terus berlangsung sampai tahun depan.

2.4. Konflik-Konfllik Komunitas

IV-4
Pada awal pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong terjadi konflik

dengan masyarakat sekitar lokasi pelabuhan. Namun, konflik bisa teratasi dan

teredam dengan adanya Community Social Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh

PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero). Konflik juga teredam dengan adanya

Memorandum of Understanding (MoU) antara PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero)

dengan masyarakat yaitu menerima 30 persen masyarakat dari daerah terdampak

untuk menjadi pekerja non skill di pelabuhan. Masyarakat dari daerah terdampak

yang memiliki skill sesuai dengan standar yang dibutuhkan juga diprioritaskan untuk

dipekerjakan di pelabuhan.

3. Tingkat Kesejahteraan

3.1. Perubahan Mata Pencaharian Masyarakat

Pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong menjadikan tumbuhnya

mata pencaharian baru bagi masyarakat di Kelurahan Tambak Sarioso. Jika dulu

sebelum adanya pelabuhan, rata-rata penduduk berprofesi sebagai nelayan, sekarang

banyak yang beralih profesi. Peralihan tersebut antara lain sebagai nelayan keramba,

pemilik kost, kontrakan, buruh atau pekerja kasar di pelabuhan, juru parkir, satpam,

pemilik warung makan, bisnis kuliner dan kerajinan berbahan dasar hasil laut.

3.2. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi baru

IV-5
Pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong memberi implikasi

tumbuhnya perekonomian di Kelurahan Tambak Sarioso. Hal tersebut setidaknya

terlihat dari mulai banyaknya warga yang mampu mengambil kredit motor, membeli

handphone baru, serta mencukupi kebutuhan primer mereka. Hal ini juga berarti

terjadi peningkatan pendapatan dan penambahan penghasilan.

4. Dampak Perubahan Fungsi Wilayah Pesisir pada Tingkat Kesejahteraan

Ekonomi Masyarakat

4.1. Peningkatan Status Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan

Masyarakat nelayan di Kelurahan Tambak Sarioso tidak lagi merupakan

bagian yang termarjinalkan akibat pembangunan Terminal Multipurpose Teluk

Lamong tetapi diuntungkan. Ini karena masyarakat nelayan semakin pinatr dan

kreatif dengan memanfaatkan Terminal Multipurpose Teluk Lamong untuk

penetingan dan peningkatan social ekonomi mereka. Nelayan yang sebelumnya hanya

mengandalkan hasil tangkapan ikan, saat ini mulai bergeser menjadi nelayan keramba

apung. Nelayan juga mulai mencoba sektor lain yang dirasa lebih menguntungkan

dibandingkan dengan usaha sebelumnya.

Nelayan yang memiliki rumah ataupun tanah yang cukup besar saat ini mulai

menjalankan usaha kontrakan dan penyewaan kamar kos. Di samping rumah

kontrakan dan penyewaan kamar kos, wilayah Kelurahan Tambak Sarioso mulai

banyak dibangun warung makan. Warung makan yang awalnya hanya menyediakan

IV-6
untuk warga setempat, saat ini mulai melayani pekerja di Terminal Multipurpose

Teluk Lamong. Masyarakat sekitar Terminal Multipurpose Teluk Lamong, juga

mendapat prioritas menjadi karyawan. Khususnya karyawan non skill dan teknis.

Akibatnya, banyak yang berubah pekerjaan tidak sekedar nelayan tetapi juga satpam,

tukang parker, buruh atau kuli dan pekerjaan lainnya. Bagi warga yang memiliki

kemampuan sesuai kebutuhan juga diterima kerja di Terminal Multipurpose Teluk

Lamong.

Di samping peningkatan taraf hidup dengan dikembangkannya Terminal

Mulltipurpose Teluk Lamong, ada pula warga yang mengalami penurunan taraf

ekonomi. Mereka adalah pemilik usaha dan pekerja pembuatan kapal tradisional.

Setelah proyek berjalan, nyaris tidak ada lagi pesanan kapal baru. Mereka hanya

menerima order perbaikan. Itupun hanya perbaikan kecil dengan ongkos yang tidak

terlalu besar. Salah satu solusi yang mereka ambil adalah ikut menjadi nelayan

keramba.

4.2. Penambahan Penghasilan

Penambahan penghasilan cukup signifikan terjadi pasca pembangunan

Terminal Multipurpose Teluk Lamong. Penambahan penghasilan terutama dirasakan

oleh warga masyarakat pemilik keramba yang sebelumnya merupakan nelayan.

Penghasilan masyarakat yang dulunya terbatas, saat ini menjadi lebih bevariasi. Jika

sebelumnya hanya ikan, sekarang kerang pun juga cukup berlimpah. Kerang

IV-7
mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Harganya yang mahal menjadikan

kerang menjadi primadona dalam jual beli hasil laut disamping ikan. Para istri juga

berperan menambah penghasilan keluarga. Istri nelayan menjalankan usaha produksi

pengolahan ikan. Baik produk kering maupun olahan lain seperti kerupuk ikan

memberi kontribusi pendapatan terhadap keluarga nelayan.

4.3. Penggabungan Wilayah

Terjadinya penggabungan wilayah antara Kelurahan Greges dan Kelurahan

Tambak Langon menjadi Kelurahan Tambak Sarioso bukanlah sebagai akibat adanya

pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong. Penggabungan tersebut murni

karena alasan administrasi agar Pemerintah Kota Surabaya semakin efektif dan

efisien.

IV.2. Saran

Pembangunan Terminal Multipurpose Teluk Lamong masih akan berlangsung

minimal sampai tahun depan. Bahkan jika dilihat dari rencana pengembangan secara

nasional maka pengembangan terus terjadi sampai tahun 2019. Selama ini

pembangunan pelabuhan tersebut telah memberikan dampak positif dan negatif

kepada masyarakat di Kelurahan Tambak Sarioso. Ada beberapa faktor yang harus

diperbaiki agar dampak negatif dari pembangunan Terminal Multipurpose Teluk

Lamong dapat diminimalisir, yaitu antara lain:

IV-8
1. Pihak PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) dan berbagai pihak terkait

termasuk masyarakat setempat, tetap berupaya mempertahankan mangrove

yang ada dan melakukan penanaman kembali mangrove yang rusak. Ini selain

untuk mengurangi kerusakan lingkungan dan hilangnya keanekaragaman

hayati juga meminimalisir terjadinya banjir.

2. Pihak pengelola pelabuhan, pemerintah daerah dan masyarakat setempat terus

melakukan kerja sama dan dialog yang intensif untuk mencegah kemungkinan

munculnya kembali konflik.

3. Memperkuat CSR dengan menjadi bapak angkat atau penyadang modal bagi

usaha kecil dan menengah yang mulai tumbuh di Kelurahan Tambak Sarioso.

IV-9
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Presiden Nomor 26 tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem
Logistik Nasional.
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1983 tentang Pembinaan Kepelabuhanan.
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan
Pesawat Udara Asing dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan
Melalui Alur Laut Kepulauan yang Ditetapkan.
A.P.A, Vink. 1983. Landscape Ecology and Landuse. Longman. London.
Arah Kebijakan Pembangunan Nasional, disampaikan pada Musrenbang RKPD Jawa
Timur di Surabaya pada 14 Aril 2015.
ASEAN Concord II/Bali Concord II, http://www.asean.org/news/item/declaration-of-
asean-concord-ii-bali-concord-ii, diunduh Rabu, 24 Juni 2015, pukul 05.08
WIB.
Asosiasi Logistik Indonesia, diunduh dari http://www.ali.web.id/detail_article.php?
id=69 pada Sabtu 4 Juli 2015.
Badan Pusat Statistik. 2000. Indikator Kesejahteraan Rakyat (Welfare Statistics).
Jakarta: BPS.
Bengen. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya
Pesisir dan Lautan. Sipnosis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Bintarto dan Surastopo Hadisumarno. 1979. Metode Analisa Geografi. Jakarta:
LP3ES .
Budiharsono, Sugeng. 2005. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan
Lautan. Cetakan ke-2. Jakarta: Pradnya Paramita.
Bungin, Burhan. 2010. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Carana Corporation. 2004. Impact of Transport and Logistics on Indonesia’s Trade
Competetiveness . Makalah untuk kajian USAID: Jakarta.
Chopra, Sunil and Meindl, Peter. 2004. Supply Chain Management: Strategy,
Planning and Operation. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Council of Logistics Management (CLM). 1986. Analisis Pendirian Pusat Distribusi
Regional yang dikeluarkan kembali oleh Pusat Kebijakan Dalam Negeri
Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan kementerian
Perdagangan, 2013.
Daldjoeni. 1987. Pokok-Pokok Geografi Manusia. Bandung: Alumni.
Deni, Ruchyat. 2013. Reklamasi Pantai Sebagai Alternatif Pengembangan Kawasan.
Sekretaris Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan
Umum.
Djojohadikusumo, Sumitro. 1994. Perkembangan Pemikirab Ekonomi, Dasar Teori
Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. Jakarta: LP3ES.

Esmara, Hendra. 1986. Perencanaan dan Pembangunan di Indonesia. Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama.
Fadillah. 2003. Pengaruh Perubahan Kegiatan Pemanfaatan Lahan Terhadap
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kasus : Kecamatan Tanah Merah
Kabupaten Indragiri Hilir. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Friedman, Milton. 1993. Capitalism and Freedom. Chicago: Chicago University
Press.
Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: Erlangga.
Indrajaya, Pajar Hatma. 2003. Transformasi Tenaga Kerja Pedesaan: Studi Deskriptif
Kualitatif Mengenai Perubahan Mata Pencaharian Penduduk Desa antar
Generasi dari Sektor Agraris ke Sektor Non Agraris di Desa Mulyodadi,
Kecamatan Bambanglipuro, Bantul. Surakarta: Universitas Negeri
Surakarta.
Irman, Joy. 2013. Kawasan Reklamasi Pantai.
http://www.penataanruang.com/reklamasi-pantai.html, diunduh pada Sabtu,
29 Agustus 2015.
Islamy, M Irfan. 2007. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta:
Bina Aksara.
Kalalo, Flora Pricilla. 2009 Implikasi Hukum Kebijakan Reklamasi Pantai & Laut di
Indonesia. Buku I, Logoz Publishing: Jakarta.
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia, diunduh dari
http://industri.bisnis.com/read/20140401/98/215941/logistic-performance-
index-peringkat-indonesia-naik-6-tingkat, pada Minggu 5 Juli 2015.
Kodoatie, Robert J. 2003. Manajemen dan Rekayasa Infrastruktur, Pustaka Pelajar:
Yogyakarta.
Lan, Thung Ju. 2006. Prasangka dan Diskriminasi Terhadap Etnis Tionghoa, diakses
dari http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/2912.
Mangkoesoebroto, Guritno. 1998. Kebijakan Ekonomi Publik di Indonesia: Substansi
dan Urgensi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Maramis, Dr. Joubert B, SE. MSi, (dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Sam
Ratulangi, Manado). Dikutip dari http://inspirasibangsa.com/infrastruktur-
dan-global-hub-maritim-indonesia/ pada Senin, 22 Juni 2015 pukul 06.34.
Morissan, dkk. 2012. Metode Penelitian Survei. Jakarta: Kencana.
Mubyarto. 1985. Peluang Kerja dan berusaha di Pedesaan. Yogyakarta: BPFE
UGM.
Mulyanto, H.R. 2008. Prinsip-Prinsip Pengembangan Wilayah. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Nasikun. 1996. Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga. Yogyakarta: PT Tiara
Wacana.
Nasution, Nur. 2003. Manajemen Transportasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nasution, S. 2006. Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara.
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
PT Pelindo III (Persero). Rencana, Strategi Implementasi dan Roadmap
Pembangunan Pelabuhan di Kawasan PT Pelindo III (Persero) yang
disampaikan pada Focus Group Discussion “Rencana Strategi Implementasi
Pengembangan Pelabuhan di Indonesia dalam Rangka RJPN 2011-2030”.
PT Teluk Lamong, 2014. Kehebatan Teluk Lamong Dibandingkan Tanjung Priok,
diakses pada 3 Januari 2015, tersedia di
http://www.tempo.co/read/news/2014/09/25/061609542/Kehebatan-Teluk-
Lamong-Ketimbang-Tanjung-Priok.
Rancak, Gendewa. 2013, Valuasi Tata Ekonomi Media Transportas Laut, diakses pada
2 Januari 2015, tersedia di
http://www.academia.edu/6200501/Valuasi_Ekonomi_Moda_Transportasi_L
aut_di_Indonesia-Studi_Kasus_Moda_Transportasi_Gili_Matra.
Reksoprayitno, Soediyono. 2000. Ekonomi Makro. Yogyakarta: BPFE.
Santrock. 2007. Remaja. Edisi 11 Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Satori, Djama’an & Aan, K. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Alfabeta.
Sekretaris Jenderal Organization for Economic Co-operation and Development
(OECD), diunduh dari
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/03/25/134600026/Survei.OEC
D.Indeks.Kinerja.Logistik.Indonesia.Paling.Rendah, pada Minggu 5 Juli
2015.
Siahaan, Anthony. 2014, Konektivitas Infrastruktur Transportasi Kunci Utama
Menghadapi Mea 2015, diakses pada 1 Juni 2015, tersedia di
http://hariansib.co/view/Medan-Kita/31835/-Konektivitas-Infrastruktur-
Transportasi-Kunci-utama-Menghadapi-MEA-2015.html#.VMSVYCuUe5s.
Silalahi, Uber. 2010. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.
Sirojuzilam. 2005. Beberapa Aspek Pembangunan Regional dan dari buku Regional
Planning and Development. Wahana Hijau. Jurnal Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah. Vol.1 Nomor 1 Agustus 2005.
Siswadi, Agus. Teori Pengembangan Wilayah. Diunduh pada hari Senin, 7 September
2015 dari http://agusfasis.blogspot.co.id/2010/11/teori-pengembangan-
wilayah.html.
Sitorus, M. 2003. Berkenalan dengan Sosiologi 1. Jakarta: Erlangga.
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Soenarto, Kamanto. 2003. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia Press.
Soentoro. 1981. Pengaruh Penguasaan Lahan terhadap Keadaan Sosial Ekonomi
Pedesaan. Rural Dinamyc Series. Bogor: SAE-SDP.
Suharso, Puguh. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Untuk Bisinis. Jakarta: PT
Indeks.
Susan, Novri. 2009. Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer. Jakarta:
Kencana.
Susanto, A. 1993. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Jakarta: Bina Cipta.
Susantono, Bambang (Wakil Menteri Perhubungan), diunduh Senin 15 Juni 2015 dari
http://www.beritasatu.com/bisnis/66217-pelindo-iii-kucurkan-rp1-28-t-
bangun-pelabuhan-teluk-lamong.html.
Sustaining Partnership: Media Informasi Kerjasama Pemerintah dan Swasta, edisi
khusus Pelabuhan 2011.
Hening Swastikaningrum, Sucipto Hariyanto dan Bambang Irawan. 2012.
Keanekaragaman Jenis Burung pada berbagai Tipe Pemanfaatan Lahan di
Kawasan Muara Kali Lamong, Perbatasan Surabaya-Gresik.
Tjokrowinoto, Moeljarto. 1996. Politik Pembangunan: Sebuah Analisis Konsep,
Arah, dan Strategi. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga, Jilid I. Edisi ke
VII. Jakarta: Erlangga.
Triatmodjo, Bambang, 2003. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset.
Wibawa, Samodra. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa.
Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Konflik: Teori. Aplikasi, dan Penelitian.
Jakarta: Salemba Humanika.
World Bank, REDI dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. 2011. Diagnosa
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur.
Yerikho, Joshua. 2007. Hubungan Tingkat Pendapatan Keluarga dengan Pendidikan
Anak. Bandung: Jurnal Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia.
http://www.antarajatim.com/lihat3/berita/144971/masa-depan-itu-ada-di-laut.
http://www.beritasatu.com/bisnis/66217-pelindo-iii-kucurkan-rp1-28-t-bangun-
pelabuhan-teluk-lamong.html.
http://www.lpi.worldbank.org.
http://www.perpustakaan.depkeu.go.id/.../2014_kajian_pkem_Rekomendasi.
http://www.tempo.co/read/news/2014/06/23/090587305/Terminal-Teluk-Lamong-
Beroperasi-September-2014.

Anda mungkin juga menyukai