Anda di halaman 1dari 19

1

PEDOMAN PERENCANAAN
TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH
(METODA SANITARY LANDFILL)

I. Pendahuluan

Tempat pembuangan akhir sampah pada dasarnya merupakan akhir dari proses
penanganan sampah yang aman dan ramah lingkungan. Namun adanya
keterbatasan biaya dan kapasitas SDM serta andalan pola kumpul-angkut-buang
yang ada selama ini, telah berdampak pada pembebanan yang terlalu berat di TPA
baik ditinjau dari kebutuhan lahan maupun beban pencemaran lingkungan.
Pemasalahan TPA yang akhir-akhir ini telah mengemuka secara nasional antara lain
kasus longsornya TPA Leuwigajah yang memakan korban jiwa lebih dari 140 orang,
friksi TPA Bantar Gebang dan TPST Bojong menunjukkan tingkat keterpurukan
masalah penanganan sampah (terutama dilema TPA yang makin tinggi). Tanpa
adanya komitmen dan upaya sungguh-sungguh dari para pelaksana pembangunan
bidang persampahan, kondisi demikian dikhawatirkan hanya akan menuai bencana
demi bencana.

Mengacu pada PP 16 / 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum


yang didalamya juga mengatur masalah persampahan (bagian ketiga pasal 19 –
pasal 22), bahwa penanganan sampah yang memadai perlu dilakukan untuk
perlindungan air baku air minum dan secara tegas dinyatakan bahwa TPA wajib
dilengkapi dengan zona penyangga dan metoda pembuangan akhirnya dilakukan
secara sanitary landfill (kota besar/metropolitan) dan controlled landfill (kota
sedang/kecil). Selain itu perlu juga dilakukan pemantauan kualitas hasil
pengolahan leachate (efluen) secara berkala. Ketentuan tersebut mulai berlaku pada
tahun 2008.

Menindak lanjuti hal-hal tersebut diatas, diperlukan lokasi TPA yang memenuhi
persyaratan, perencanaan TPA yang memadai, konstruksi TPA yang sesuai dengan
perencanaan dan pengoperasian sesuai dengan standar (SOP). Mengingat masalah
persampahan sudah menjadi tanggung jawab pemerintah kota/kabupaten,
Pemerintah Pusat hanya memiliki kewenangan terbatas antara lain dalam
penyediaan pedoman dan standar (NSPM).
Pada tahun 1999 telah diterbitkan petunjuk teknis perencanaan TPA yang dapat
digunakan sebagai acuan bagi pemerintah kota/kabupaten dalam penyusunan
perencanaan TPA yang dapat disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing.
2

II. Ketentuan-Ketentuan

2.1 Ketentuan Umum

1) Pemilihan lokasi TPA sampah perkotaan harus sesuai dengan ketentuan yang
ada (SNI 03-3241- 1994 tentang tata cara peinilihan lokasi TPA)
2) Perencanaan TPA sampah perkotaan perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
(1). Rencana pengembangan kota dan daerah, tata guna lahan serta rencana
pemanfaatan lahan bekas TPA
(2). Kemampuan ekonomi Pemerintah Daerah setempat dan masyarakat, untuk
menentukan teknologi sarana dan prasarana TPA yang layak secara
ekonomis, teknis dan lingkungan.
(3). Kondisi fisik dan geologi seperti topografi, jenis tanah, kelulusan tanah,
kedalaman air tanah, kondisi badan air sekitamya, pengaruh pasang surut,
angin, iklim, curah hujan, untuk menentukan metode pembuangan akhir
sampah.
(4). Rencana pengembangan jaringan jalan yang ada, untuk menentukan rencana
jalan masuk TPA.
(5). Rencana TPA didaerah lereng agar memperhitungkan masalah kemungkinan
terjadinya longsor
3) Tersedianya biaya operasi dan pemeliharaan TPA
4) Sampah yang dibuang ke TPA harus telah melalui pengurangan volume sampah
(program 3 M) sedekat mungkin dengan sumbernya
5) Sampah yang dibuang dilokasi TPA adalah hanya sampah perkotaan yang bukan
berasal dari industri, rumah sakit yang mengandung B3
6) Kota-kota yang sulit mendapatkan lahan TPA di wilayahnya, perlu
melaksanakan model TPA regional serta perlu adanya institusi pengelola
kebersihan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan TPA tersebut secara
memadai.

2.2. Ketentuan Teknis

1) Metode Pembuangan
Metode pembuangan akhir sampah pada dasarnya harus memenuhi prinsip
teknis berwawasan lingkungan sebagai berikut:
(1). Di kota besar dan metropolian direncanakan sesuai metode lahan urug
saniter (sanitary landfill) sedangkan kota sedang dan kecil minimal harus
direncanakan metode lahan urug terkendali (controlled landfill).
3

(2). Harus ada pengendalian leahcate, yang terbentuk dari proses dekomposisi
sampah agar tidak mencemari tanah, air tanah maupun badan air yang ada.
(3). Harus ada pengendalian gas dan bau hasil dekomposisi sampah, agar tidak
mencemari udara, menyebabkan kebakaran atau bahaya asap dan
menyebabkan efek rumah kaca.
(4). Harus ada pengendalian vektor penyakit.

2) Sarana dan prasarana TPA


Sarana dan prasarana TPA yang dapat mendukung prinsip tersebut diatas
adalah sebagai berikut:
(1) Fasilitas umum (jalan masuk, kantor / pos jaga, saluran drainase dan pagar)
(2) Fasilitas perlindungan lingkungan (lapisan kedap air, pengumpul leachate,
pengolahan leachate, ventilasi gas, daerah penyangga, tanah penutup)
(3) Fasilitas penunjang (air bersih, jembatan timbang dan bengkel)
(4) Fasilitas operasional (alat besar dan truk pengangkut tanah).

3) Perencanaan kebutuhan luas lahan dan kapasitas TPA


(1) Ditinjau dan daya tampung lokasi yang digunakan untuk TPA sebaiknya
dapat menampung pembuangan sampah minimum selama 5 tahun
operasi.

Perhitungan awal kebutuhan lahan TPA per tahun adalah sebagai berikut
L = V x 300 x 0,70 x 1,15
T
dimana L = luas lahan yang d setiap tahun (m2)
V = Volume sarnpah yang telah dipadatkan (m3/hari)
V = A x E, dimana
A = volume sampah yang akan dibuang
E = tingkat pemadatan (kg/m3) rata-rata 600 kg/rn3
T = Ketinggian timbunan yang direncanakan (m) 15 % rasio tanah
penutup
(2). Kebutuhan luas lahan adalah
H = L x Ix J
dimana, H = Luas total lahan (m2)
L = Luas lahan setahun
I = umur lahan (tahun)
4

J = ratio luas lahan total dengan luas lahan efektif 1,2

4). Rencana Tapak


Dalam penentuan rencana tapak untuk lahan urug saniter dan lahan urug
terkendali, harus diperhatikan beberapa hal:
(1). Pemanfaatan lahan dibuat seoptimal mungkin sehingga tidak ada sisa lahan
yang tidak dimanfaatkan.
(2). Lokasi TPA harus telindung dan jalan umum yang melintas TPA. Hal ini
dapat dilakukan dengan menempatkan pagar hidup disekeliling TPA,
sekaligus dapat berfungsi sebagai zona penyangga
(3). Penempatan kolam pengolahan leachate dibuat sedemikian rupa sehingga
leachate sedapat mungkin mengalir secara gravitasi
(4). Penempatan Jalan operasi harus disesuaikan dengan sel/blok penimbunan,
sehingga semua tumpukan sampah dapat dijangkau dengan mudah oleh
truk dan alat besar.
Gambar contoh site plan dapat dilihat pada gambar 1.

5) Perencanaan sarana dan prasarana TPA


(1) Fasilitas umum
a) Jalan Masuk
Jalan masuk TPA harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
(a) Dapat dilalui kendaraan truk sampah dan 2 arah
(b) Lebar jalan 8 m, kemiringan pemukaan jalan 2 — 3 % ke arah saluran
drainase, tipe jalan kelas 3 dan mampu menahan beban perlintasan
dengan tekanan gandar 10 ton dan kecepatan kedaraan 30 km/jam
(sesuai dengan ketentuan Ditjen Bina Marga).
b) Jalan Operasi
Jalan operasi yang dibutuhkan dalam pengoperasian TPA terdiri dan 2
jenis, yaitu :
- Jalan operasi penimbunan sampah, jenis jalan bersifat temporer,
setiap saat dapat ditimbun dengan sampah.
- Jalan penghubung antar fasilitas, yaitu kantor/ pos jaga, bengkel,
tempat parkir, tempat cuci kendaraan. Jenis jalan bersifat pemanen.
Struktur detail jalan operasi temporer dan pemanen dapat dilihat pada
gambar 2.
5

c) Bangunan Penunjang
Luas bangunan kantor tergantung pada lahan yang tersedia dengan
mempertimbangkan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan antara
lain pencatatan sampah, tampilan rencana tapak dan rencana
pengoperasian TPA, tempat cuci kendaraan, kamar mandi/wc dan
gudang.
Tata letak pos jaga, kantor dan bangunan penunjang lainnya dapat dilihat
pada gambar 3.
d) Drainase
Drainase TPA berfungsi untuk mengurangi volume air hujan yang jatuh
pada area timbunan sampah. Ketentuan teknis drainase TPA ini adalah
sebagal berikut:
- Jenis drainase dapat berupa drainase pemanen (jalan utama,
disekeliling timbunan terakhir, daerah kantor, gudang, bengkel,
tempat cuci) dan drainase sementara (dibuat secara lokal pada zone
yang akan diopersikan)
- Kapasitas saluran dihitung dengan persamaan manning
Q = 1 / n . A. R2/3 . S1/2 ,
dimana: Q = debit aliran air hujan (m3/det)
A = Luas penampang basah saluran (m2)
R = jari-jari hidrolis (m)
S = kemiringan
N = konstanta
- Pengukuran besamya debit dihitung dengan persamaan sebagai
berikut:
D = 0,278 C. I . A (m3/det), dimana:
D = debit
C = angka pengaliran
I = intensitas hujan maksimum (mm/jam)
A = luas daerah aliran (km2)
Gambar potongan melintang drainase dapat dilihat pada gambar 4.
e) Pagar
Pagar yang berfungsi untuk menjaga keamanan TPA dapat berupa pagar
tanaman sehingga sekaligus dapat juga berfungsi sebagal daerah
penyangga setebal 5 m.
f) Papan Nama
Papan nama berisi nama TPA, pengelola, jenis sampah dan waktu kerja.
6

6) Fasilitas perlindungan lingkungan


1) Pembentukan dasar TPA
(a). Lapisan dasar TPA harus kedap air sehingga leachate terhambat meresap
kedalam tanah dan tidak mencemari air tanah. Koefisien pemeabilitas
lapisan dasar TPA harus lebih kecil dan 10-6 cm/det.
(b). Pelapisan dasar kedap air dapat dilakukan dengan cara melapisi dasar
TPA dengan tanah lempung yang dipadatkan (30 cm x 2) atau
geomembrane setebal 5 mm.
(c). Dasar TPA harus dilengkapi saluran pipa pengumpul leachate dan
kemiringan minimal. 2% kearah saluran pengumpul maupun
penampung leachate.
(d). Pembentukan dasar TPA harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan
urutan zona / blok dengan urutan pertama sedekat mungkin ke kolam
pengolahan leachate.
2) Saluran Pengumpul Leachate
Saluran pengumpul leachate terdiri dari saluran pengumpul sekunder dan
primer.
(1) Kriteria saluran pengumpul sekunder adalah sebagai berikut:
a) Dipasang memanjang ditengah blok/zona penimbunan
b) Saluran pengumpul tersebut menerima aliran dan dasar lahan, dengan
kemiringan minimal 2%
c) Saluran pengumpul terdiri dari rangkaian pipa PVC.
Gambar alternatif pola jaringan pipa leachate dapat dilihat pada gambar 5.
(2) Kriteria saluran pengumpul primer :
Menggunakan pipa PVC berlubang (untuk pipa ke bak pengumpul
leachate tidak berlubang. Saluran primer dapat dihubungkan dengan
hilir saluran sekunder oleh bak kontrol, yang berfungsi pula sebagal
ventilasi yang dikombinasikan dengan pengumpul gas vertikal
(3) Syarat pengaliran leachate adalah:
• Gravitasi
• Kecepatan pengaliran 0,6—3 m/det
• Kedalaman air dalam saluran/pipa (d/D) maksimal 80 %, dimana d =
tinggi air dan D = diameter pipa
(4) Perhitungan disain debit leachate adalah menggunakan model atau
dengan perhitungan yang didasarkan atas asumsi-asumsi :
• Hujan terpusat pada 4 jam sebanyak 90% (Van Breen), sehingga faktor
puncak = 5,4.
7

• Maksimum hujan yang jatuh 20— 30% diantaranya menjadi leachate.


Dalam 1 bulan, maksimum terjadi 20 hari hujan
• Data presipitasi diambil berdasarkan data harian atau tahunan
maksimum dalam 5 tahun terakhir.
Gambar detail pipa pengumpul leachate dapat dilihat pada gambar 6
3) Penampungan leachate
Leachate yang mengalir dan saluran primer pengumpul leachate dapat
ditampung pada bak penampung leachate dengan kriteria teknis sebagal
berikut:
(a) Bak penampung leachate harus kedap air dan tahan asam
(b) Ukuran bak penampung disesuaikan dengan kebutuhan.
4) Pengolahan Leachate
Pengolahan leachate, adalah salah satu dari penanganan yang dapat
dilakukan. Alternatifnya adalah, antara lain (Damanhuri, 1995):
- Memanfaatkan sifat-sifat hidrolis dengan pengaturan air tanah sehingga
aliran leachate tidak menuju air tanah
- Mengisolasi lahan urug landfill sehingga air eksternal tidak masuk dan
leachatenya tidak keluar
- Mencari lahan yang mempunyai tanah dasar dengan kemampuan yang
baik untuk menetralisir cemaran
- Mengembalikan (resirkulasi) leachate ke arah timbunan sampah
- Mengalirkan leachate menuju pengolahan air buangan domestik
- Mengolah leachate dengan unit pengolahan sendiri.
Pemilihan proses pengolahan leachate secara mandiri sangat ditentukan oleh
berbagai faktor, yang terpenting adalah; baku mutu (standar) efluen
leachate, ketersediaan lahan, kemampuan sumberdaya manusia dan
kemampuan ekonomi.
Berdasarkan karakteristiknya, leachate di Indonesia mempunyai
karakteristik khas karena tidak bersifat asam dan konsentrasi COD yang
tinggi (Damanhuri, 1995):
8

Tabel 1. Karakteristik leachate di beberapa kota di Indonesia


No Kota pH (-) COD (mg/L)
1. Bogor 7,5 28723

8 4303

2. Cirebon 7 3648
7 13575

3. Jakarta 7,5 6839

7 413
8 1109

4. Bandung (Leuwigajah) 6 58661

7 7379

5. Bandung (Sukamiskin) 6,39 4426


8,6 9374

5. Solo 6 6166

6. Magelang 8,03 24770

7. Surabaya (Keputih) 8,26 3572

8. Surabaya (Benowo)

- umur < 1 tahun 8,14 8580

- umur 2 tahun 7,87 6160

- umur > 3 tahun 8,14 2200

Untuk kapasitas perancangan unit pengolahannya, digunakan acuan sebagai


berikut:
a. Debit pengumpul leachate
- Dihitung dari rata-rata hujan maksimum harian, dari data minimal 5
tahun terakhir
- Dengan asumsi bahwa curah hujan akan terpusat selama 4 jam
sebanyak 90% (Van Breen)
b. Debit pengolah leachate
- Dihitung dari rata-rata hujan maksimum bulanan, dari data minimal 5
tahun
- Dihitung dari neraca air, sehingga diperoleh besarnya perkolasi
kumulasi bulanan yang maksimum.
Sedangkan alternatif sistem pengolahan yang dapat digunakan untuk
mengolah leachate adalah sebagai berikut :
1. Pengolahan dengan Proses Biologis
a. Kombinasi Kolam Stabilisasi, untuk lokasi dengan ketersediaan lahan
yang memadai, dengan alternatif kombinasi sebagai berikut:
9

i. Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi dan Biofilter (alternatif 1)


ii. Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi dan Landtreatment/
Wetland (alternatif 2)
b. Kombinasi Proses Pengolahan Anaerobik – Aerobik, untuk lokasi
dengan ketersediaan lahan yang lebih terbatas, yaitu kombinasi
antara Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dengan Aerated Lagoon
(alternatif 3)
2. Pengolahan dengan Proses Fisika-Kimia
Pengolahan ini tepat digunakan apabila dikehendaki kualitas efluen
leachate yang lebih baik sehingga dapat digunakan untuk proses
penyiraman atau pembersihan peralatan dalam lokasi TPA atau dibuang
ke badan air Kelas II (PP No. 82 Tahun 2001).
Kombinasi sistem pengolahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
i. Proses Koagulasi - Flokulasi, Sedimentasi, Kolam Anaerobik atau
ABR(alternatif 4)
ii. Proses Koagulasi - Flokulasi, Sedimentasi I, Aerated Lagoon,
Sedimentasi II (alternatif 5)
Kriteria teknis perencanaan unit pengolahan leachate seperi tertera pada
Tabel 2.6a sampai dengan Tabel 2.6e.
Tabel 2.a. Kriteria Teknis Pengolahan Leachate (Alternatif 1)
Proses Pengolahan
No. Kriteria Anaerobik Fakultatif1 Maturasi Biofilter
1. Fungsi Removal BOD yang Removal BOD Removal Menyaring
relatif tinggi (>1000 mikroorganisme effluen sebelum
mg/L), sedimentasi, pathogen, dibuang ke
stabilisasi influen nutrien badan air

2. Kedalaman (m) 2,5 - 5 1-2 1 - 1,5 2

3. Removal BOD (%) 50 - 85 70 - 80 60 - 89 75

4. Waktu Detensi2 (hari) 20 - 50 5 - 30 7 - 20 3-5

5. Organic Loading Rate3 224 - 560 56 - 135 ≤ 17 < 80


(kg/Ha hari)

6. pH 6,5-7,2 6,5-8,5 6,5-10,5 -

7. Bahan Pasangan batu Pasangan batu Pasangan batu Batu, Kerikil,


Ijuk, Pasir
1 Fakultatif : kolam dengan aerasi tambahan; 2 tergantung pada kondisi iklim; 3 nilai tipikal, nilai yang lebih tinggi telah
diterapkan pada beberapa lokasi
10

Tabel 2.b. Kriteria Teknis Pengolahan Leachate (Alternatif 2)


Proses Pengolahan
No. Kriteria Anaerobik Fakultatif1 Maturasi Wetland
1. Fungsi Removal BOD yang Removal BOD Removal Removal BOD,
relatif tinggi (>1000 mikroorganisma removal nutrien
mg/L), sedimentasi, pathogen, nutrien
stabilisasi influen

2. Kedalaman (m) 2,5 - 5 1-2 1 - 1,5 0,1-0,6*

0,3-0,8**

3. Removal BOD % 50 - 85 70 - 80 60 - 89 -

4. Waktu Detensi (hari)


2 20 - 50 5 - 30 7 - 20 4-15

5. Organik Loading Rate3 224 - 560 56 - 135 ≤ 17 < 67


(kg/Ha hari)

6. pH 6,5-7,2 6,5-8,5 6,5-10,5 -

7. Bahan Pasangan batu Pasangan batu Pasangan batu Tanah dengan


pemeabilitas
rendah***

* Kedalaman air untuk tipe FWS (Free Water Flow System); ** kedalaman air untuk tipe SFS (Subsurface Flow System); ***
Tumbuhan yang bisa digunakan: A. microphylla, enceng gondok, cattail, rumput gajah.

Tabel 2.c. Kriteria Teknis Pengolahan Leachate (Alternatif 3)


Proses Pengolahan
No. Kriteria ABR Aerated Lagoon Pemisah Padatan
1. Fungsi Removal BOD yang relatif Removal BOD Removal solid
tinggi (>1000 mg/L),
sedimentasi padatan,
stabilisasi influen
2. Kedalaman (m) 2-4 1,8 - 6 3-5

3. Removal BOD % 70 - 85 80 - 95 -
4. Waktu Detensi (hari) 1-2 3 - 10 0,06 - 0,125

5. Organic Loading Rate 4 - 14 0,32 - 0,64 0,5-5 kg/m2 jam


(kg/m3hari)

5. Hydraulic Loading 16,8 – 38,4 - 8-16


Rate (m3/m2hari)
6. pH 6,5 - 7,2 6,5-8,0 -
8. Bahan Beton Bertulang - Bata Pasangan batu Pasangan batu
11

Tabel 2.6d. Kriteria Teknis Pengolahan Leachate (Alternatif 4)


Proses Pengolahan
No. Kriteria Koagulasi- Sedimentasi Anaerobik Pond ABR
Flokulasi
1. Fungsi Pembentukan Removal flok Removal BOD yang Removal BOD
flok padatan padatan relatif tinggi (>1000 yang relatif tinggi
mg/L), sedimentasi (>1000 mg/L),
padatan,stabilisasi influen sedimentasi
padatan,
stabilisasi influen

2. Kedalaman - 3-5m 2,5 - 5 m 2–4m

3. Removal BOD % - - 50 - 85 % 70 – 85 %

4. Waktu Detensi 0,5 jam 1,5 - 3 jam 20 - 50 hari 1 – 2 hari

5. Organic Loading Rate - - 224 - 560 kg/Ha hari 4 – 14 kg/m3 hari

6. Hydraulic Loading Rate - 8-16 m3/m2 hari - 16,8 – 38,4 m3/m2


hari

7. pH - - 6,5-7,2 6,5 - 7,2

8. Dosis koagulan :
Kapur (CaOH) (mg/L) 300-4500
Tawas (Al2SO4) (mg/L) 100-5000
Polimer kationik 1% 0,2 ml/L

Tabel 2.6e. Kriteria Teknis Pengolahan Leachate (Alternatif 5)


Proses Pengolahan
No. Kriteria Koagulasi- Aerated Lagoon Sedimentasi I/II
Flokulasi
1. Fungsi Pembentukan flok Removal BOD Removal solid
padatan

2. Kedalaman (m) - 1,8 - 6 3-5

3. Removal BOD % - 80 - 95 -

4. Waktu Detensi (hari) 0,5 jam 3 - 10 1,5-3 jam

5. Organic Loading Rate (kg/m3hari) - 0,32 - 0,64 0,5-5 kg/m2 jam

5. Hydraulic Loading Rate (m3/m2hari) - - 8-16

6. pH - 6,5-8,0 -

8. Bahan Beton/ Baja Pasangan batu Pasangan batu

9. Dosis koagulan : - -
Kapur (CaOH) (mg/L) 300-4500
Tawas (Al2SO4) (mg/L) 100-5000
Polimer kationik 1% 0,2 ml/L leachate
12

5) Ventilasi gas
Ventilasi gas yang berfungsi untuk mengalirkan dan mengurangi akumulasi
tekanan gas mempunyai kriteria teknis:
(1) Pipa ventilasi gas dipasang dari dasar TPA secara bertahap pada setiap
lapisan sampah dan dapat dihubungkan dengan pipa pengumpul
leachate
(2) Pipa ventilasi gas berupa pipa PVC diameter 150 mm (Ø lubang
maksimum 1,5 cm) dan berlubang yang dikelilingi oleh saluran
bronjong berdiameter 400 mm dan diisi batu pecah diameter 50—100
mm
(3) Ketinggian pipa ventilasi tergantung pada rencana tinggi timbunan
(setiap lapisan sampah ditambah 50 cm).
(4) Pipa ventilasi pada akhir timbunan harus ditambah dengan pipa besi
diameter 150 mm
(5) Gas yang yang keluar dan ujung pipa besi harus dibakar atau
dimanfaatkan sebagai energi alternatif.
(6) Jarak antara pipa ventilasi gas 50-100 m
Gambar pipa ventilasi gas dapat dilihat pada gambar 8.

6) Penutupan tanah
Tanah penutup dibutuhkan untuk mencegah sampah berserakan, bahaya
kebakaran, timbulnya bau, berkembang biaknya lalat atau binatang pengerat
dan mengurangi timbulan leachate.
(1) Jenis tanah penutup adalah tanah yang tidak kedap
(2) Periode penutupan tanah harus disesuaikan dengan metode
pembuangannya, untuk lahan urug saniter penutupan tanah dilakukan
setiap han, sedangkan untuk lahan urug terkendali penutupan tanah
dilakukan secara berkala.
(3) Tahapan penutupan tanah untuk lahan urug saniter terdiri dan
penutupan tanah harian (setebal 15 — 20 cm ), penutupan antara (setebal
30 — 40 cm) dan penutupan tanah akhir (setebal 50 — 100 cm, tergantung
rencana peruntukan bekas TPA nantinya)
(4) Kemiringan tanah penutup harian harus cukup untuk dapat mengalirkan
air hujan keluar dan atas lapisan penutup tersebut
(5) Kemiringan tanah penutup akhir hendaknya mempunyai grading dengan
kemiringan tidak lebih dari 30 derajat (perbandingan 1 : 3) untuk
menghindari terjadinya erosi
13

(6) Diatas tanah penutup akhir harus dilapisi dengan tanah media tanam (top
soil/vegetable earth).
(7) Dalam kondisi sulit mendapatkan tanah penutup, dapat digunakan
reruntuhan bangunan, sampah lama atau kompos, debu sapuan jalan,
hasil pembersihan saluran sebagai pengganti tanah penutup
Gambar penutupan lapisan tanah dapat dilihat pada gambar 9.

7) Daerah penyangga/zone penyangga


Daerah penyangga dapat berfungsi untuk mengurangi dampak negatif yang
ditimbulkan oleh kegiatan pembuangan akhir sampah terhadap lingkungan
sekitarnya. Daerah penyangga ini dapat berupa jalur hijau atau pagar tanaman
disekeliling TPA, dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) Jenis tanaman adalah tanaman tinggi dikombinasi dengan tanaman perdu
yang mudah tumbuh dan rimbun.
(2) Kerapatan pohon adalah 2—5 m untuk tanaman keras.
(3) Lebar jalur hijau minimal.

8) Sumur Uji
Sumur uji ini berfungsi untuk memantau kemungkinan terjadinya pencemaran
leachate terhadap air tanah disekitar TPA dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) Lokasi sumur uji harus terletak pada area pos jaga (sebelum lokasi
penimbunan sampah), dilokasi sekitar penimbunan dan pada lokasi setelah
penimbunan.
(2) Penempatan lokasi harus tidak pada daerah yang akan tertimbun sampah
(3) Kedalaman sumur 20—25 m dengan luas 1 m2

9) Alat Besar
Pemilihan alat besar harus mempertimbangkan kegiatan pembuangan akhir
seperti pemindahan sampah, perataan, pemadatan sampah dan
penggalian/pemindahan tanah.
Pilihan Jenis alat berat adalah:
(1) Bulldozer
(2) Landfill compactor
(3) Wheel / track loader
(4) Excavator
Gambar alat besar dapat dilihat pada gambar 10.
14

10) Fasilitas penunjang


(1) Jembatan Timbang
Jembatan timbang berfungsi untuk menghitung berat sampah yang masuk ke
TPA dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Lokasi jembatan timbang harus dekat dengan kantor / pos jaga dan
terletak pada jalan masuk TPA
b. Jembatan timbang harus dapat menahan beban minimal 5 ton
c. Lebar jembatan timbang minimal 3,5 m
(2) Air bersih
Fasilitas air bersih akan digunakan terutama untuk kebutuhan kantor,
pencucian kendaraan (truck dan alat berat), maupun fasilitas TPA lainnya.
Penyediaan air bersih ini dapat dilakukan dengan sumur bor dan pompa.
(3) Bengkel / Hangar
Bengkel/garasi/hangar berfungsi untuk menyimpan dan atau memperbaiki
kendaraan atau alat besar yang rusak. Luas bangunan yang akan
direncanakan harus dapat menampung 3 kendaraan. Peralatan bengkel
minimal yang harus ada di TPA adalah peralatan untuk pemeliharaan dan
kerusakan ringan.

III. Cara Pengerjaan

3.1. Cara pengumpulan data


1) Data umum kondisi daerah studi
Umumnya berasal dan data sekunder dan yang ada relevansinya dengan
perancangan TPA:
(1). Aspek fisik : geografi, topografi regional, geomorfologi, litologi/stratigafi,
struktur geologi, meteorologi, hidrologi/hidrogeologi
(2). Aspek tata ruang dan tata guna tanah.
(3). Aspek adiministrasi, demografi dan ekonomi meliputi status kota, batas
administrasi, jumlah penduduk, kepadatan penduduk, laju pertumbuhan,
kemampuan daerah, pendapatan masyarakat.
(4). Aspek prasarana dan sarana kota seperti jaringan jalan, perumahan, fasilitas
umum, fasiltias komersial, fasilitas sosial.

2) Data sistem pengelolaan persampahan secara umum


Data sistem pengelolaan persampahan dapat berasal dari studi terdahulu,
wawancara Iangsung dan observasi lapangan, yang meliputi:
15

(1). Aspek institusi (bentuk organisasi, struktur organisasi, jumlah dan kualitas
personil).
(2). Aspek teknis operasional:
a) Timbulan sampah
b) Tingkat pelayanan dan daerah pelayanan
C) Komposisi dan karakteristik sampah
d) Pola operasional dan sumber sampai sampai ke TPA.
e) Sarana dan prasarana yang ada.
(3). Aspek pembiayaan
a) Biaya pengelolaan per tahun (APBD II)
b) Biaya investasi
C) Biaya penerimaan retribusi dan tarif retribusi
(4) Aspek peraturan (perda yang ada)
(5). Aspek peran serta masyarakat dan swasta.

3) Data Existing Penanganan Akhir Sampah


Data kondisi pembuangan akhir sampah yang ada saat ini, yang mencakup:
(1). Data Primer
Data dan hasil penelitian dilapangan, yang meliputi:
a) Pola operasi pembuangan sampah
b) Volume sampah yang dibuang ke TPA (8 hari pengamatan).
c) Kondisi operasional sarana dan prasarana TPA yang ada.
d) Kegiatan pemulungan sampah di TPA.
e) Kualitas leachate (sampling dan analisa di laboratorium).
f) Kondisi pencemaran yang ada.
(2) Data Sekunder
Data studi terdahulu, meliputi:
a) Situasi lokasi (lengkap dengan peta).
b) Kondisi geologi/hidrogeologi
c) Sarana dan prasarana TPA.
16

4) Data Calon Lokasi TPA Yang Akan Direncanakan


Pengumpulan data kondisi calon lokasi TPA yang akan digunakan untuk tempat
pembuangan akhir sampah, harus dilakukan melalul survey, analisa
laboratorium dan dan data sekunder atau hasil penelitihan terdahulu. Data
tersebut meliputi:
(1) Jarak ke pemukiman terdekat, pusat kota, badan air atau mata air, airport
atau daerah wisata.
(2) Topografi
(3) Jenis dan struktur tanah
(4) Kedalaman muka air tanah
(5) Arah aliran air tanah
(6) Kualitas air tanah
(7) Kondisi/kualitas badan air
(8) Kondisi flora (jenis tanaman dan kerapatan) dan fauna.

3.2. Cara Pengolahan Data


1) Proyeksi volume sampah sesuai dengan masa perencanaan atau umur teknis
TPA (minimal 5 tahun)
2) Pembuatan peta topografi lokasi TPA (pada peta skala 1:1000) yang dapat
digunakan untuk menentukan rencana tapak dan pembagian zone
penimbunan.
3) Evaluasi dan analisis data geohidrologi dan data lainnya yang dapat
digunakan untuk menentukan metode penimbunnan dan penggalian dasar
TPA
4) Analisis data kerapatan dan jenis flora / fauna yang dapat digunakan untuk
menentukan rencana pembersihan lahan
5) Analisis data kualitas Leachate yang dapat digunakan untuk merencanakan
proses pengolahan leachate
6) Analisis data curah hujan yang dapat digunakan untuk menentukan debit
leachate dan merencanakan saluran drainase
7) Analisis data komposisi dan karaktenstik sampah yang dapat digunakan
untuk mengetahul potensi pemanfaatan dan pengurangan volume sampah
dalam rangka penghematan lahan TPA
8) Analisis tingkat kemampuan pendanaan Pemda pendapatan masyarakat yang
dapat digunakan untuk menentukan kelengkapan sarana dan prasarana TPA
17

3.3. Cara Menyusun Perencanaan


1) Perencanaan tapak TPA
(1). Lakukan penyusunan tata letak fasilitas TPA dan areal penimbunan sampah
sesuai dengan topografi. Sebagal contoh kantor TPA harus dekat dengan
jalan masuk, kolam pengolahan leachate harus terletak didaerah yang paling
rendah (leachate dapat mengalir secara gravitasi)
(2). Lakukan pembagian areal penimbunan sampah berdasarkan sistem zone /
blok / sel seperti terfihat pada gambar 11. Untuk lokasi TPA berupa daerah
cekungan, areal penimbunan sampah harus dimulai dari bawah.
(3). Buat gambar detail mengenai tata letak TPA tersebut dengan skala 1:1000

2) Perencanaan konstruksi dasar TPA


(1). Rencanakan pembersihan lahan TPA
(2). Rencana dasar TPA temasuk penggalian lahan sampai 3 m diatas tinggi
muka air tanah, pemadatan tanah dan pelapisan dasar TPA dengan lapisan
kedap air
(3). Rencanakan penggunaan tanah lempung sebagai lapisan kedap air setebal
30 cm x 2 atau geomembrane / geotextile (apabila sulit mendapatkan tanah
lempung)
(4). Buat gambar detail baik gambar potongan memanjang maupun potongan
melintang dengan skala 1: 500

3) Perencanaan metode pembuangan akhir


(1). Rencanakan metode pembuangan berdasarkan kondisi topografi dan
kedalaman muka air tanah.
(2). Untuk tanah datar dengan muka air tanah dalam, gunakan trench methode,
Untuk tanah cekung gunakan pit methode,
(3). Untuk tanah datar dengan muka air tanah rendah gunakan ramp /
slope methode atau area methode.

4) Perencanaan kapasitas lahan


(1) Rencanakan kebutuhan dan kapasitas lahan berdasarkan perhitungan volume
sampah, ketinggian timbunan yang direncanakan, kepadatan sampah dan
penyusutan timbunan sampah akibat proses dekomposisi sampah
(2) Hitung rencana kebutuhan lahan selama masa perencanaan berdasarkan
rumus pada ketentuan 2.2. 3). (2).
18

5) Perencanaan sarana / prasarana TPA


(1). Fasilitas Umum
a. Rencanakan fasilitas umum (jalan masuk, jalan operasi, kantor / pos jaga,
saluran drainase dan pagar) sesuai dengan ketentuan 2.2. 5). (1)
b. Buat gambar detail mengenai fasilitas umum yang direncanakan tersebut
pada kertas A1 dan skala 1:1500

(2). Fasilitas perlindungan lingkungan


a. pengumpulan dan pengolahan leachate
(1) Lakukan perhitungan debit leachate dengan memperhitungkan luas
areal penimbunan, curah hujan, kondisi temperatur dengan rumus
yang sesuai dengan ketentuan 2.2. 6). (2)
(2) Rencanakan jaringan pengumpul leachate temasuk dimensi pipa
pengumpul dan pembawa leachate sesuai dengan ketentuan 2.2. 6).
(2)
(3) Rencanakan pemasangan karpet kerikil diatas pipa pengumpul
leachate kurang lebih 20 cm
(4) Rencanakan pembuatan bak kontrol dan bak penampung leachate
sesuai dengan ketentuan 2.2. 6). (3)
(5) Rencanakan sistem pengolahan leachate dengan memperhitungkan
luas lahan yang tersedia, debit dan kualitas leachate, kualitas efluen
yang disyaratkan, sesuai dengan ketentuan 2.2. 6). (4)
(6) Rencanakan dimensi kolam pengolahan leachate dengan
memperhitungkan debit leachate, waktu detensi dan efisiensi
penurunan BOD
(7) Rencanakan pemasangan pipa inlet yang menuju kolam pengolahan
harus selalu berada diatas muka air
(8) Buat gambar detail mengenai jaringan pengumpul leachate, pipa
pengumpul leachate, karpet kerikil, bak kontrol dan kolam pengolah
leachate baik potongan memanjang maupun melintang .dengan skala
1:100.

b. Ventilasi gas
(1) Rencanakan pemasangan pipa ventilasi gas yang dimulai dan dasar
TPA dan berhubungan dengan pipa pengumpul leachate dengan
mempertimbangkan ketersediaan bahan setempat dan sesuai dengan
ketentuan 2.2. 6). (5)
19

(2) Rencanakan dimensi pipa ventilasi , jarak antar pipa dan teknik
pemasangan pipa pada setiap lapisan sampah sesuai dengan
ketentuan 2.2. 6). (5)
(3) Rencanakan pembakaran gas disetiap ujung pipa untuk menghindari
efek rumah kaca, kecuali apabila gas tersebut akan dimanfaatkan
sebagai sumber energi alternatif, maka harus direncanakan
pengumpulan gas dan pengolahannya.
(4) Buat gambar detail mengenai pipa ventilasi gas yang dikelilingi oleh
bronjong bambu berisi batu kerikil baik potongan melintang maupun
memanjang dengan skala 1:100
c. Perencanaan penutupan tanah
a) Rencanakan penutupan timbunan tanah sesual dengan ketentuan
2.2.6 ). (6)
b) Hitung kebutuhan tanah penutup selama TPA dioperasikan
d. Perencanaan kebutuhan alat besar
Rencanakan kebutuhan alat besar sesuai dengan ketentuan 2.2. 6). (9)
e. Perencanaan sumur uji
Rencanakan pembuatan sumur uji sesual dengan ketentuan 2.2. 6). (8),
sebanyak 4 unit sumur dan dilengkapi dengan gambar lokasi perletakan
sumur uji serta gambar detail sumur uji
f. Perencanaan zona penyangga
Rencanakan pembuatan zona penyangga sesual dengan ketentuan 2.2. 6).
(7) dan dilengkapi dengan gambar serta jumlah dan jenis tanaman yang
akan digunakan sebagai penyangga.

(3). Fasilitas penunjang


Rencanakan pembuatan fasilitas penunjang (jembatan timbang, air bersih,
bengkel/hangar dan lain-lain) sesuai dengan ketentuan 2.2. 6). (10).

Anda mungkin juga menyukai