Anda di halaman 1dari 27

STROKE NON HEMORAGIK

Laporan Kasus ini dibuat untuk melengkapi persyaratan

KERACUNAN GAS
KARBON MONOKSIDA

DI SUSUN OLEH :
Vivi Atmasari 71160891819
Atika Dwi Latifah 1410070100022
Hety Yunita Claudia 71170891415
Dira Hamimi 71170891392

PEMBIMBING
dr. Rita Mawarni, Sp.F

SMF KEDOKTERAN FORENSIK


RSUD Dr. PIRNGADI
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus ini, untuk
melengkapi persyaratan Kepanitraan Klinik Senior SMF Kedokteran Forensik
Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan dengan judul “Keracunan Karbon
monoksida”

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dr.


Rita Mawardi, Sp. F khususnya sebagai pembimbing penulis dan semua staff
pengajar di SMF Kedokteran ForensikRumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan,
serta teman-teman di Kepanitraan Klinik Senior.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini memiliki banyak kekurangan


baik dari kelengkapan teori maupun penuturan bahasa. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun untuk kesempurnaan
laporan kasus ini. Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua.

Medan, 28 Februari 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3

2.1 Definisi ...............................................................................................................3

2.2 Epidemiologi .................................................................................................... 4

2.3 Patofisiologi ...................................................................................................... 4

2.4 Gejala ............................................................................................................... 8

2.5 Pemeriksaan Penunjang .....................................................................................9

2.6 Pemeriksaan TKP…………………………………………………………….13

2.7 Pemeriksaan Forensik………………………………………………………..14

2.8 Aspek Hukum………………………………………………………………..17

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 23

3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................24

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan
kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk
mempertahankan hidupnya. Udara bersih yang dibutuhkan untuk kehidupan di
bumi merupakan gas yang tidak nampak, tidak berbau, tidak berwarna maupun
berasa. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih sudah sulit diperoleh,
khususnya di daerah yang banyak industri. Kebutuhan akan udara bersih semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di dunia, hal ini perlu
diantisipasi agar tidak krisis udara yang sehat oleh karena itu udara perlu dijaga
dan di perhatikan kesehatannya. Udara dikatakan normal dan dapat mendukung
kehidupan manusia apabila komposisinya terdiri dari sekitar 78% nitrogen; 20%
oksigen; 0,93% argon; 0,03% karbon dioksida (CO2) dan sisanya terdiri dari neon
(Ne), helium (He), metan (CH4) dan hidrogen (H2). Apabila terjadi penambahan
gas-gas lain yang menimbulkan gangguan serta perubahan komposisi tersebut,
maka udara dikatakan sudah tercemar.8
Pencemaran udara merupakan pencemaran lingkungan yang sedang
bergejolak pada masa sekarang sebagai akibat pertumbuhan manusia,
perkembangan teknologi, serta aktifitas manusia sehari-hari. Perwujudan kualitas
lingkungan yang sehat merupakan keinginan setiap orang. Di samping kualitas
udara ambien, kualitas udara dalam ruangan juga merupakan masalah yang perlu
mendapat perhatian karena akan berpengaruh terhadap kesehatan manusia.8
Sudah sejak lama diketahui bahwa gas karbon monoksida (CO) dalam
jumlah banyak atau konsentrasi tinggi dapat menyebabkan gangguan kesehatan
bahkan juga dapat menimbulkan kematian, inilah dampak karbon monoksida
terhadap kesehatan. Karbon dioksida memiliki ciri berbentuk gas yang tidak
berwarna dan juga tidak berbau. Kasus keracunan gas karbon dioksida (CO2)
umumnya terjadi di dalam ruangan seperti di dalam mobil, rumah, kantor dan
pabrik dengan kondisi jumlah oksigen (O2) yang lebih sedikit dibandingkan
dengan jumlah karbon dioksida (CO2). 3

1
Karbon monoksida akan mengikat Hb secara cepat dan lengkap dan
menghambat oksigen berikatan dengan oksigen. Sehingga suplai oksigen ke organ
vital pun akan berkurang dan akan timbul anoksemia. Lama kelamaan, Hb akan
kehilangan kemampuannya untuk mengikat oksigen dan akan memperburuk
kondisi anoksemia pada jaringan.3
Berdasarkan data kasus keracunan yang dilaporkan ke Sentra Informasi
Keracunan Nasional sejak tahun 2010 – 2014 terdapat 51 kasus dan 13 insiden
keracunan yang terjadi akibat menghirup gas beracun. Beberapa gas beracun yang
dilaporkan menyebabkan keracunan diantaranya yaitu gas karbon monoksida
(CO), gas karbondioksida (CO2), gas Hidrogen Sulfida (H2S), gas Freon, Liquid
Petroleum Gas (LPG) dan gas limbah rumah sakit. Kasus keracunan yang paling
sering terjadi yaitu disebabkan karena keracunan gas karbon monoksida (CO),
kasus keracunan akibat gas karbondioksida (CO2) dan Liquid Petroleum Gas
(LPG). Pada artikel ini akan dibahas keracunan gas karbondioksida (CO2) dan
Liquid Petroleum Gas (LPG).4

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Karbon merupakan salah satu unsur dari unsur-unsur yang terdapat dalam
golongan IV A dan merupakan salah unsur terpenting dalam kehidupan sehari-
hari karena terdapat lebih banyak senyawaan yang terbentuk dari unsur karbon.
secara alamiah karbon mengikat dirinya sendiri dalam rantai-rantai atau cincin-
cincin,tidak hanya dengan ikatan tunggal, C – C , tetapi juga mengandung ikatan
ganda C = C, serta rangkap tiga,C≡C.5
Gas CO dapat ditemukan pada hasil pembakaran yang tidak sempurna dari
karbon dan bahan-bahan organik yang mengandung karbon. Sumber terpenting
adalah mototryang menggunakan bensin sebagai bahan bakar (Spark Ignition),
karena campuran bahan yang terbakar mengandung bahan bakar lebih banyak
daripada udara sehingga gas yang dikelyarkan mengandung 3-7% CO. Sebaliknya
motor diesel dengancompression ignitionmengeluarkan sangat sedikit CO, kecuali
bila motor berfungsi tidak sempurna sehingga banyak menggunakan asap hitam
yang mengandung CO.3

PENYEBAB KERACUNAN GAS CO


Api dan ledakan
Keracunan gas pemanas api
Tungku artau cerobong asap yang tersumbat
Gas perapian
Ventilasi yang buruk pada penggunaan perapian dan gas pemanas
Pembakaran batu bara atau kayu akibat kesalahan penggunaan atau ventilasi
yang buruk
Emisi mobil, mesin yang menyala dalam ruangan yg terkurung
Penggunaan arang untuk memasak di dalam rumah tanpa ventilasi
Tabel 1. Penyebab keracunan gas CO

3
2.2 Epidemiologi
Gas CO adalah penyebab utama dari kematian akibat keracunan di
Amerika Serikat dan lebih dari separo penyebab keracunan fatal lainnya di
seluruh dunia. Terhitung sekitar 40.000 kunjungan pasien pertahun di unit gawat
darurat di Amerika Serikat yang berhubungan dengan kasus intoksikasi gas CO
dengan angka kematian sekitar 500-600 pertahun yang terjadi pada 1990an.4
Sekitar 25.000 kasus keracunan gas CO pertahun dilaporkan terjadi di
Inggris. Dengan angka kematian sekitar 50 orang pertahun dan 200 orang
menderita cacat berat akibat keracunan gas CO. Di Singapura kasus intoksikasi
gas CO termasuk jarang. Di Rumah sakit Tan Tock Seng Singapura pernah
dilaporkan 12 kasus intoksikasi gas CO dalam 4 tahun (1999-2003). Di Indonesia
belum didapatkan data berapa kasus keracunan gas CO yang terjadi pertahun yang
dilaporkan.5

2.3 Patofisiologi
Ada tiga mekanisme yang menyebabkan cedera pada trauma inhalasi,
yaitu kerusakan jaringan karena suhu yang sangat tinggi, iritasi paru-paru dan
asfiksia. Hipoksia jaringan terjadi karena sebab sekunder dari beberapa
mekanisme. Proses pembakaran menyerap banyak oksigen, dimana di dalam
ruangan sempit seseorang akan menghirup udara dengan konsentrasi oksigen yang
rendah sekitar 10-13%.8
Penurunan fraksi oksigen yang diinspirasi (FIO2) akan menyebabkan
hipoksia. Keracunan karbonmonoksida dapat menyebabkan turunnya kapasitas
transportasi oksigen dalam darah oleh hemoglobin dan penggunaan oksigen di
tingkat seluler. Karbon monoksida mempengaruhi berbagai organ di dalam tubuh,
organ yang paling terganggu adalah yang mengkonsumsi oksigen dalam jumlah
besar, seperti otak dan jantung. Beberapa literatur menyatakan bahwa hipoksia
ensefalopati yang terjadi akibat dari keracunan CO adalah karena injuri reperfusi
dimana peroksidasi lipid dan pembentukan radikal bebas yang menyebabkan
mortalitas dan morbiditas.8

4
Efek toksisitas utama adalah hasil dari hipoksia seluler yang disebabkan
oleh gangguan transportasi oksigen. CO mengikat hemoglobin secara reversible,
yang menyebabkan anemia relatif karena CO mengikat hemoglobn 230-270 kali
lebih kuat daripada oksigen. Kadar HbCO 16% sudah dapat menimbulkan gejala
klinis. CO yang terikat hemoglobin menyebabkan ketersediaan oksigen untuk
jaringan menurun.8
CO mengikat myoglobin jantung lebih kuat daripada mengikat
hemoglobinyang menyebabkan depresi miokard dan hipotensi yang menyebabkan
hipoksiajaringan.Keadaan klinis sering tidak sesuai dengan kadar HbCO yang
menyebabkan kegagalanrespirasi di tingkat seluler.8
CO mengikat cytochromes c dan P450 yang mempunyai daya ikat lebih
lemah dari oksigen yang diduga menyebabkan defisit neuropsikiatris. Beberapa
penelitian mengindikasikan bila CO dapat menyebabkan peroksidasi lipid otak
dan perubahan inflamasi di otak yang dimediasi oleh lekosit. Proses tersebut dapat
dihambat dengan terapi hiperbarik oksigen. Pada intoksikasi berat, pasien
menunjukkan gangguan sistem saraf pusat termasuk demyelisasi substansia alba.
Hal ini menyebabkan edema dan dan nekrosis fokal.8
Penelitian terakhir menunjukkan adanya pelepasan radikal bebas nitric
oxide dari platelet dan lapisan endothelium vaskuler pada keadaan keracunan CO
padakonsentrasi 100 ppm yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan edema
serebri.8
CO dieliminasi di paru-paru. Waktu paruh dari CO pada temperatur
ruangan adalah 3 - 4 jam. Seratus persen oksigen dapat menurunkan waktu paruh
menjadi 30 – 90 menit, sedangkan dengan hiperbarik oksigen pada tekanan 2,5
atm dengan oksigen 100% dapat menurunkan waktu paruh samapai 15-23 menit.8

5
2.4 Gejala
Gejala dari keracunan CO akut sangat bervariasi tergantung dari seberapa
banyak gas yang terhirup dan masuk ke dalam tubuh seseorang sehingga terjadi
pengikatan COHb. Gejala ini dapat ringan, sedang dan berat . Tidak ada gejala
yang spesifik dalam mendiagnosis sehingga membuat diagnosis menjadi lebih
sulit. Pada kasus keracunan kronik biasanya berbahaya dan seringkali salah
diagnosa menjadi keracunan makanan, flu ataupun gastroenteritis pada anak.
Maka, perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pasien sebelumnya, termasuk
riwayat paparan zat-zat yang diduga sebagai salah satu sumber keracunan gas.3

Symptom Percentage of patients


Headache 91
dizziness 77
weakness 53
Nausea 47
Difficulty in concentrating or comfusion 43
Shortness of breath 40
Visual changes 25
Chest pain 9
Loss of consciousness 6
Abdominal pain 5
Muscle Cramping 5
Tabel .persentase gejala akut setelah paparan CO

Efek yang paling sering muncul dari keracunan CO adalah


hipoksia jaringan. Efek ini akan lebih signifikan pada daerah dengan aliran
darahdan penggunaan oksigen yang banyak. Atas alasan ini, tidak terlalu
mengejutkan jika manifestasi pada sistem saraf dan kardivaskular menjadi gejala
yang biasa muncul karena saraf, jantung dan pembuluh darah adalah jaringan
yang memiliki resiko terbesar pada kasus intoksikasi CO.

6
Gejala yang biasa muncul adalah kelelahan, sakit kepala, pusing,
kesulitanberpikir, mual, dipsneu, kelemahan dan konfusi. Diare, nyeri perut,
gangguanpenglihatan, dan nyeri dada lebih jarang ditemukan. Dari
gejala-gejala ini, kita dapat melihat bahwa kesalahan diagnosis ke arah
influenza sering terjadi, terutama pada saat ada riwayat angggota keluarga yang
lain yang memiliki keluhan yang sama. Perlu diketahui kejadian keracunan CO
cenderung meningkat saat bulan-bulan musim dingin akibat peningkatan
penggunaan pemanas ruangan.
Kesalahan diagnosis sering terjadi karena beragamnya keluhan
dan gejala pada pasien. Gejala-gejala yang muncul sering mirip dengan gejala
penyakit lain. Pada anamnesa secara spesifik didapatkan riwayat paparan
oleh gas CO. Gejala-gejala yang muncul sering tidak sesuai dengan kadar
HbCO dalam darah. Penderita trauma inhalasi atau penderita luka bakar harus
dicurigai kemungkinan terpapar dan keracunan gas CO.Pada pemeriksaan tanda
vital didapatkan takikardi, hipertensi atau hipotensi, hipertermia,takipnea. Pada
kulit biasanya didapatkan wama kulit yang merah seperti buah cherry, bisa juga
didapatkan lesi di kulit berupa eritema dan bula.
Gejala keracunan CO berkaitan dengan kadar COHb di dalam darah

%saturasi Gejala gejala


COHb
10 Tidak ada
10-20 Rasa berat pada kening, mungkin sakit kepala ringan, pelebaran
pembuluh darah subkutan, dispneu, gangguan koordinasi
20-30 Sakit kepala, berdenyut pada pelipis, emosional
30-40 Sakit kepala keras, lemah, pusing penglihatan buram, mual,
muntah, kolabs
40-50 Sama dengan yang tersebut di atas tetapi dengan kemungkinan

7
besar untuk kolaps atau sinkop. Pernafasan dan nadi bertambah
cepat, ataksia
50-60 Sinkop, pernafasan dan nadi bertambah cepat, koma dengan
kejang intermitten, penapasan cheyne stokes
60-70 Koma dengan kejang, depresi jantung dan pernapasan, mungkin
menyebabkan kematian
70-80 Nadi lemah, pernafasan lambat, gagal nafas, mati
Tabel 2 : gejala klinis berdasarkan saturasi darah.3

Pada pemeriksaan fisik, seperti gejala dapat membantu untuk menegakkan


diagnosis.Takikardia dan takipneu biasa muncul sebagai cara sistem
respirasi dan kardiovaskuler untuk mengkompensasi penurunan pengangkutan
oksigen ke perifer. Hipertensi ringan dapat muncul pada beberapa pasien,
sedangkan pada pasien yang laindapat muncul hipotensi akibat hipoksia
miokardium. Pada manusia yang sehat,peningkatan aliran darah akibat
kompensasi dilatasi arteri koroner cukup untuk memenuhi kebutuhan jantung.
Pada pasien dengan riwayat aterosklerosis mungkin tidak bisa memenuhi
kebutuhan jantung, dan pada pasien seperti ini aritmia dapat menjadi
catatan.Edema pulmoner juga dapat muncul pada pasien dengan
keracunan CO. Kelainan kardiovaskuler ini bisa mulai muncul pada kadar CO
5% atau 45 ppm. Penemuan neurologis yang biasa ditemukan adalah sakit
kepala, mual, muntah,pusing, letargi dan kelemahan. Pada bayi, mungkin
muncul iritabilitas dan tidak mau makan, pingsan, dan kejang.
Pada kasus yang akut, abnormalitas yang biasa muncul adalah
cogwheel rigidity, opistotonus, dan flasiditas atau spastisitas.Selain itu juga
bisa didapatkan abnormalitas audiovestibular. Tinnitus dan tuli
sensorineural dapat ditemukan. Nistagmus dan ataksia juga dapat
muncul. Pada kasus keracunan yang ekstrim dapat menyebabkan edema
serebri. CT Scan dan MRI menunjukkaan bagian putih lebih sensitif terhadap
hipoksia serebral pada keracunan CO. Meskipun bagian abu-abu memiliki
metabolisme oksigen yang lebih besar, bagian putih memiliki limit toleransi

8
suplai vaskuler yang terbatas akibat penurunan tekanan oksigen dan ini
meningkatkan kerantanan akan kerusakan selama terjadi hipoksia jaringan. Sekuel
yang terlambal, muncul pada lebih dari 45% pasien yang muncul secara perlahan
dari tiga hari sampai tiga minggu setelah paparan awal dan terapi pada
keracunan akut.
Pembentukan dari sekuel yang terlambat dapat diprediksikan
dengan munculnya perubahan neurologis yang dilihat dengan CT Scan dalam
waktu 24 jam setelah paparan. Hasilnya berupa gangguan neurologis
berupa deteriorasi intelektual, gangguan memori,dan perubahan
kepribadian dengan manifestasi berupa peningkatan iritabilitas, agresivitasdan
kekerasan. Kejadian sekuel yang terlambat ini, biasa terjadi pada pasien dengan
penurunan level kesadaran saat terjadi paparan. Jika diberikan terapi yang tepat,
saat terapi awal, banyak dari sekuel ini dapat di cegah.Warna merah (Cherry-red )
pada kulit menjadi tanda sepesifik pada keracunan CO, tetapi ini jarang
ditemukan. Perdarahan retina, jarang ditemui, namun jika ada dapat menguatkan
diagnosis. Penemuan tanda inhalasi asap seperti rambut hidung yangterbakar,
mucus yang hangus, atau trauma pada mukosa hidung dapat menjadi
perhatian.Jika tanda ini ditemukan, kemungkinan pasien menderita keracunan CO
yang berat.
Pada korban koma dapat ditemukan sianosis dan pucat, pernapasan
cepat,mungkin pernapasan cheyne-stokes menjelang kematian pernapasan
menjadi lambat.Nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah, pupil melebar, dan
reaksi cahaya menghilang, suhu badan di bawah normal, tetapi pada keadaan
terminal mungkin malah terjadi hipertermia.Pada elektrokardiogram mungkin
ditemukan gelombang T mendatar atau negatif,tanda insufisiensi koroner,
ekstrasistole, dan fibrilasi atrium.
Pada pemeriksaan laboratorium mungkin dijumpai leukositosis,
hiperglikemia dengan glukosuria,albuminuria dan peninggian SGOT, MDH dan
SDH serum. Perubahan kadar gammaglobulin juga pernah dilaporkan.
Peningkatan kreatin fosfokinase mengikuti nekrosis otot. Hipoksemia
jaringan menyebabkan asidemia laktat. Keracunan kronik pada ibu hamil dapat

9
menyebabkan retardasi pertumbuhan,fetal distress,dan kematian. Bila bisa
bertahan, mungkin dapat terjadi gangguan perkembangan dan kerusakan otak.4
Keracunan kronik dalam arti penimbunan CO di dalam tubuh tidak terjadi.
Akantetapi pemaparan CO berulang-ulang yang menyebabkan hipoksia berulang-
ulang padasusunan saraf pusat akan menyebabkan kerusakan yang berangsur-
angsur bertambahberat. Gejala yang mungkin ditemukan adalah anastesiapada
jari-jari tangan, daya ingat berkurang, Romberg, dan gangguan mental.4
Diagnosis kematian akibat keracunan gas CO ditegakkan dengan bantuan
hasilpemeriksaan di TKP (tempat kejadian perkara) atau gambaran klinik saat
korban barudirawat.

2.5 Pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Uji Kualitatif
Menggunakan 2 cara:
1. Uji delusi alkali
Analisa kadar HbCO membutuhkan alat ukur spectrophotometric yang
khusus. Kadar HbCO yang meningkat menjadi signifikan terhadap paparan gas
tersebut. Sedangkan kadar yang rendah belum dapat menyingkirkan
kemungkinanterpapar, khususnya bila pasien telah mendapat terapi oksigen 100%
sebelumnyaatau jarak paparan dengan pemeriksaan terlalu lama. Pada beberapa
perokok,terjadi peningkatan ringan kadar CO sampai 10%.Pemeriksaan gas darah
arteri juga diperlukan. Tingkat tekananoksigen arteri (PaO2) harus tetap normal.
Walaupun begitu, PaO2 tidak akurat menggambarkanderajat keracunan CO
atauterjadinya hipoksia seluler. Saturasi oksigen hanyaakurat bila diperiksa
langsung,tidak melalui PaO2 yang sering dilakukan dengananalisagas darah.
PaO2 menggambarkan oksigen terlarut dalam darah yangtidakterganggu
olehhemoglobin yang mengikat CO.Untuk penentuan COHb secara kualitatif
dapat dikerjakan uji dilusi alkali.
Caranya adalah sebagai berikut :

10
 Ambil 2 tabung reaksi, masukkanke dalam tabung pertama 1-2 tetes
darahkorban dan tabung kedua 1-2 tetes darah normal sebagai kontrol.
 Encerkan masing-masing darah dengaan menambahkan 10 ml airsehingga
warna merah pada kedua tabung kurang lebih sama.
 Tambahkan pada masing-masing tabung 5 tetes larutan NaOH 10-20%lalu
dikocok.
 Darah normal segera berubah warna menjadi merah-hijau
kecoklatankarena segera terbentuk hematin alkali, sedangkan darah yang
mengandung COHb tidak berubah warnanya selama beberapa waktu
,tergantung pada konsentrasi COHb, karena COHb bersifat lebih
resistenterhadap pengaruh alkali.
 COHb dengan kadar saturasi 20% member warna merah muda
yangbertahan selama beberapa detik dan setelah 1 menit baru berubah
warnamenjadi coklat kehijauan.
Perlu diperhatikan bahwa darah yang dapat digunakan sebagai
kontroldalam uji dilusi alkali ini haruslah darah dengan Hb yang normal.
Jangan gunakandarah fetus karena juga resisten terhadap alkali.
Selain dengan uji dilusi alkali seperti di atas, dapat juga
denganmenggunakan uji formalin (Eachlolz-Liebman) .7

2. Uji formalin (Eachlolz-Liebman)

Uji formalin (Eachlolz-Liebman) yakni dengan cara darah yangakan diperiksa


ditambahkan larutan formalin 40% sama banyaknya. Bila darah mengandung
COHb 25% saturasi maka akan terbentuk koagulat berwarna merah yang
mengendappada dasar tabung reaksi. Semakin tinggi kadar COHb, semakin
merah warna koagulatnya, sedangkan pada darah normal akan terbentuk
koagulatyang berwarna cokelat.7

b. Uji Kuantitatif
Menggunakan cara Gettler-Freimuth dengan prinsip:
Darah + Kalium Ferisianida à CO dibebaskan dari COHb

11
CO + PdCl2 + H2O à Pd + CO2 + HCl
Paladium (Pd) ion akan diendapkan pada kertas saring berupa endapan berwarna
hitam.
Saran lain mengenai indikasi CO adalah ketika jaringan dimasukkan
dalam larutan garam untuk kepentingan histologis, mereka tidak terjadi
pewarnaan secara cepat sama seperti jaringan normal dan tetap merah muda
sepanjang periode. Jika keracunan CO dicurigai pada autopsi, test yang cepat
dengan menambah beberapa tetesdarah pada 10% cairan NaOH di kaca gelas
yang member latar putih. Darah normal akan segera menjadi hijau kecoklatan tapi
jika terdapat monoksida, warnanya akan menjadi merah muda, seperti tidak ada
met-Hb yang terbentuk.7

2. Pemeriksaan Pencitraan

X-foto thorax. Pemeriksaan x-foto thorax perlu dilakukan pada kasus-


kasus keracunan gas dan saat terapi oksigen hiperbarik diperlukan.
Hasil pemeriksaan xfoto thorax biasanya dalam batas normal. Adanya
gambaran ground-glass appearance, perkabutan parahiler, dan intra
alveolar edema menunjukkan prognosis yang lebih jelek. 4

CT scan. Pemeriksaan CT Scan kepala perlu dilakukan pada


kasuskeracunan berat gas CO atau bila terdapat perubahan status mental yang
tidak pulihdengan cepat. Edema serebri dan lesi fokal dengan densitas
rendah padabasalganglia bisa didapatkan dan halo tersebut dapat
memprediksi adanya komplikasi neurologis. Pemeriksaan MRI lebih
akurat dibandingkan dengan CT Scan untuk mendeteksi lesi fokal dan
demyelinasi substansia alba dan MRI sering digunakan untuk follow up pasien.
Pemeriksaan CT Scan serial diperlukan jika terjadi gangguan status mental yang
menetap. Pernah dilaporkan hasil CT Scan adanya hidrosefalus akut pada
anak-anak yang menderita keracunan gas CO. 4

12
2.6 Pemeriksaan TKP
Salah satu kewajiban dokter ahli forensik atau ahli toksologi forensik
adalah melakukan pemeriksaan TKP pada kematian-kematian tidak wajar, karena
pemeriksaan TKP sangat membantu dalam penentuan proses lebih lanjut.
Demikian pula pada peristiwa keracunan gas karbon monoksida, dalam hal ini
tugas seorang dokter ahli adalah:

1. Menentukan korban masih hidup atau sudah meninggal.


2. Apabila didapati korban dalam keadaan masih hidup segera beri pertolongan.
Pertolongan yang dapat diberikan pada korban keracunan CO antara lain:
 Segera korban dipindahkan dari sumber keracunan (penolong memakai
masker gas oksigen).
 Berikan pernafasan buatan dengan pemberian oksigen atau campuran
oksigen dengan 5 – 7 % CO2 untuk merangsang pernafasan.
 Terapi simptomatis lain seperti:
- Transfusi darah
- Infus glukosa untuk mengatasi koma atau pemberian infus i.v.500 ml
mannitol 20 % dalam waktu 15 menit diikuti dengan 500 ml dextrose 5 %
selama kurang lebih 4 jam berikutnya untuk mengatasi cerebral odema.
- Analgetika, antibiotika, antikonvulsi.
3. Mencari sumber-sumber gas karbon monoksida (bila memungkinkan diambil
contoh udara untuk test isolasi gas).
4. Membantu mengumpulkan barang bukti (untuk pemeriksaan toksologi melalui
analisis bahan yang terbakar).
5. Membuat catatan tentang lingkungan di TKP, mencari informasi dari orang-
orang terdekat korban atau yang berada di sekitar TKP.
6. Menentukan apakah keracunan tersebut sesuatu yang wajar atau tidak.
7. Apabila korban telah meninggal dan ada permintaan visum et repertum
(SPVR), maka jenasah segera diangkut ke rumah sakit untuk dilakukan otopsi.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, diharapkan pemeriksaan
di TKP dapat membantu dalam pemeriksaan toksikologi yang akan dilakukan.7

13
2.7 Pemeriksaan Forensik
a. Pemeriksaan luar
Khas warna lebam mayat merah terang (cherry red) baik permukaan
tubuh, membran mukosa, kuku jari, namun warna ini tidak sama di seluruh
tubuh misal tubuh bagian depan, leher dan paha berwarna lebih terang
dibanding dengan yang lain. Warna cherry red ini khususnya terdapat di
daerah hipostasis post mortem dan menunjukkan kejernihan kadar COHb telah
melampaui 30%. Pada pemeriksaan warna cherry red ini dibutuhkan
pencahayaan yang baik karena tidak semua warna cherry red yang ditemukan
dalam pemeriksaan luar jenasah sebagai indikator pasti untuk menentukan
adanya keracunan gas karbon monoksida. Warna cherry red tidak akan
ditemukan pada jenasah yang diawetkan.6
Pada keracunan gas karbon monoksida juga ditemukan pelepuhan kulit
pada area tertentu yang dikenal dengan pelepuhan barbiturat, misal pada betis,
pantat, sekitar pergelangan tangan dan lutut merupakan hasil edema kulit
akibat koma yang lama, dimana terdapat immobilitas total serta tidak adanya
darah vena yang kembali dari gerakan otot. Hal ini merupakan tanda spesifik
pada keracunan gas CO akan tetapi karena sebagian besar kematian karena gas
CO relatif cepat maka pelepuhan ini jarang terjadi. 6
Eritema dan vesikel / bula pada kulit dada, perut, luka, atau anggota
gerak badan, baik di tempat yang tertekan maupun yang tidak tertekan.
Kelainan tersebut disebabkan oleh hipoksia pada kapiler-kapiler bawah kulit. 6
Pada kasus yang meragukan, jenasah korban diperiksa dengan
pencahayaan yang baik, sehingga tingkat ketelitian dalam menentukan apakah
ada atau tidaknya warna cherry red pada permukaan tubuh dapat lebih baik.

14
Gambar 4. Gambaran korban kebakaran. Tampakan jelaga pada hidung dan
mulut tidak membuktikan seseorang tersebut meninggal karena
menghirup asap. Pemeriksaan larynx harus dilakukan untuk
pembuktian adanya asap yang terhirup. 18

Gambar 5. Keracunan karbon monoksida (CO) akan menyebabkan kulit


berwarna kemerahan.18

15
Gambar 6. Pugilist attitude. Api akan membuat sendi kontraktur atau kaku.
Gambaran “pugilist” (boxer) ini akan menimbulkan dugaan
bahwa ia berjuang pada saat sebelum kematiannya.

b. Pemeriksaan dalam
Tidak ditemukan perdarahan di rongga pleura pada keracunan CO,
walau hal ini sering dihubungkan dengan asfiksia. Inilah membedakan
keracunan CO dan kehilangan oksigen.
Pada pemeriksaan dalam penting untuk diperhatikan dalam
pengambilan sampel
- Pengambilan sampel darah --- lebih baik mengambil bahan dalam keadaan
segar dan lengkap, pengambilan darah dari jantung dilakukan secara
terpisah dari sebelah kanan dan sebelah kiri bila darah masih dapat
ditemukan.
- Pada korban yang meninggal, dapat diambil setiap saat sebelum terjadi
proses pembusukan sebab:
o Post mortem tidak terbentuk ikatan CO-Hb yang baru.

16
o Post mortem tidak akan terjadi peruraian terhadap ikatan CO-Hb yang
telah terjadi.
Perubahan yang dapat terjadi antara lain:
1. Warna cherry red seluruh organ dalam, otot, terkadang pulpa gigi dan
sumsum tulang
2. Bintik bintik perdarahan (tanda asphyxia) pada otot jantung, jaringan otak,
conjunctiva, endocard.
3. Degenerasi anoksida terlokalisir (hepar, jantung, ginjal dan paru)
4. Odema paru dan bronkopneumonia
5. Nekrosis otot
6. Gagal ginjal akut
7. Nekrosis bilateral dari globus pallidus
8. Edema pada globus pallidus dan subthalamicus
9. Ptechie dari substansia alba otak
10. perlunakan korteks dan nucleus sentralis
11. Fatty degrenation dan nekrosis pada ginjal.7

2.8 Aspek Hukum


a. Kasus kecelakaan (Ketidaksengajaan)
Pasal 359 KUHP
“Barang siapa karena kekhilafanya menyebabkan orang mati, dipidana
dengan penjara selama-lamanya lima tahun, atau pidana kurungan
selam-lamanya satu tahun”.(UU. N.1/1960)1
Pasal 360 KUHP
1) Barang siapa karena khilafan menyebabkan orang luka berat, dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana
kurungan selama-lamanya satu tahun.
2) Barang siapa karena kekhilafatnya menyebabkan orang luka
sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak
dapat menjalankan jabatan atau pekerjaanya sementara dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan bulan atau dipidana

17
dengan pidana kuruangan selama-lamanya enam bulan atau pidana
denda setinggi-tingginya empat ribu lima ratus rupiah (UU. No. 1
Tahun 1960)1
b. Kasus bunuh diri (kejahatan pada nyawa orang)
Pasal 345 KUHP
“Barang siapa dengan sengaja membujuk orang supaya membunuh diri, atau
menolongnya dalam perbuatan ini, atau memberi ikhtiar kepadanya, dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun, kalau jadi orangnya
bunuh diri.2
c. Kasus pembunuhan
Pasal 338 KUHP
“Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang,karena
pembunuhan biasa, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya
penjara lima belas tahun”.1
Pasal 340 KUHP
“Barang siapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu
menghilangkan nyawa orang, karena bersalah melakukan pembuhuan
berencana, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau
penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun”.1
Sebab kematian seorang korban yang mati karena racun dan diduga karena
suatu tidak pidana, sangat perlu untuk diketahui oleh pihak pengadilan karena
memegang peranan penting dalam menentukan kesalahan yang telah dilakukan
oleh terdakwa, sehingga dengan demikian hakim dapat menjatuhkan pidana yang
seadil mungkin:
Apabila kesalahan itu dilakukan tanpa kesengajaan (karena kealpaannya)
maka terdakwa dapat dijatuhi pidana berdasarkan:

Pasal 203 KUHP:


1) “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaanya) menyebabkan bahwa
barang sesutau dimasukan ke dalam sumur, pompa, sumber atau ke dalam
perlengkapan air minum untuk umum atau untuk dipakai oleh bersama-

18
sama dengan orang lain. Sehingga karena perbuatan ituiar lalu
berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama
enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah”.
2) “Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana
kurungan paling lama satu tahun”.1

Pasal 205 KUHP


1) “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan
barang-barang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, dijual,
diserahkan, atau dibagi-bagikan tanpa diketahui sifat bahaya oleh yang
memberli atau memperoleh diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana kurangan paling lama enam bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
2) “Barang-barang itu dapat disita1

Pasal 359 KUHP:


Barang siapa karena kesalahanya (kealpaannya) menyebabkan orang lain,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana
kurungan paling lama satu tahun.
Apabila perbuatan itu dilakukan dengan sengaja, maka terdakwa dapat
dijatuhi pidana berdasarkan pasal 202 dan 338 KUHP.1

Apabila tidakan pembunuhan dengan racun itu dilakukan dengan direncanakan


terlebih dahulu, maka terdakwa dapat dijatuhi pidana berdasarkan pasal 304
KUHP yang berbunyi:
“Barang siapa dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu
merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan

19
rencana, dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”1

Apabila tindakan itu dilakukan atas permintaan korban, terdakwa dapat dipidana
berdasarkan pasal 344 KUHP yang berbunyi:
“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaa orang itu
sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun”.1

Sesorang yang sengaja menghasut, membantu atau memberi sarana untuk


membunuh diri dengan racun, sehingga korban meninggal dunia, maka terdakwa
dapat dijatuhi pidana berdasarkan pasal 345 KUHP yang berbunyi:
“Barang siapa yang mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya
dalam perbuatan itu atau memberi sarana padanya untuk itu diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.1

Dari pasal-pasal di atas dapatlah dilihat perbedaan lamanya pidana yang


dijatuhkan berdasarkan modus operandi yang dilakukan terdakwa dengan melihat
perbedaan itu, maka hasil pemeriksaan mengenai sebab kematian korban melalui
bedah jenasah sangat diperlukan dengan mengetahui apakah korban diperkirakan
meninggal meninggal karena recun atau bukan dan apakah korban meninggal
karena bunuh diri, kecelakan ataukah karena pembunuhan.1
Dalam kasus kematian karena diduga karena racun, bedah jenasah dan
pemeriksaan toksikologinya harus dilakukan dengan teliti dan lengkap (dengan
pemeriksaan histopatologi).1
Dalam kasus kematian yang diduga karena racun, penyidik harus secepat
mungkin mengajukan permintaan visum et repertum jenasah agar bedah dapat
dilakukan secepat mungkin pula. Pada kasus yang demikian, bedah jenasah harus
dilakukan dengan teliti dan lengkap (dengan pemeriksaan histopatologi).1
Apabila dokter menemukan sebab kematian bukan karena racun, misalnya
karena sakit jantung atau penyakit penyakit yang lain, maka penyidik harus

20
menyidik lagi tempat kejadian pekara. Bila tidak ada kecurigaan bahwa matinya
karena racun, maka pemeriksaan toksikologi dapat dibatalkan.1

21
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gas CO dapat ditemukan pada hasil pembakaran yang tidaksempurna dari
karbon dan bahan-bahan organik yang mengandung karbon. Gejala dari keracunan
CO akut sangat bervariasi tergantung dari seberapa banyak gas yang terhirup dan
masuk ke dalam tubuh seseorang sehingga terjadi pengikatan COHb. Penderita
trauma inhalasi atau penderita luka bakar harus dicurigai kemungkinan terpapar
dan keracunan gas CO.
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan takikardi, hipertensi atau hipotensi,
hipertermia,takipnea. Pada pemeriksaan luar jenazah lebam mayat berwarna
merah seperti buah cherry, bisa juga didapatkan lesi di kulit berupa eritema dan
bula. Pada pemeriksaan dalam untuk keracunan yang tidak lama terjadi ditemukan
jaringan otot, viscera dan darah yang berwarna merah terang. Kadang-kadang
ditemukan tanda-tanda asfiksia dan hiperemia viscera. Pada otak besar dapat
ditemukan petekie di substansia alba bila korban bertahan hidup lebih dari 30
menit.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Kitab undang-undang hokum pidana. (cited 27 febuari 2019). Available


from: http://hukum.unsrat.ac.id/uu/kuhpidana.htm
2. Wirasuta, I Made Agus. Toksikologi Umum. Buku ajar Universitas
Udayana(Bali) : 2006.[cited 24 Februari 2019]. Available from :
https://farmasi.unud.ac.id/ind/wp-content/uploads/Buku-Ajar-Toksikologi-
Umum.pdf.
3. Badan POM. Keracunan Karbon Monoksida. Sentra Informasi Keracunan
Nasional. 2009. [cited 24 Februari 2019]. Available from :
http://ik.pom.go.id/v2015/artikel/KARACUNAN_KARBON_MONOKSI
DA.pdf
4. Soekamto Tomie Hermawan, David Perdanakusuma , Intoksikasi Karbon
Monoksida. Departemen/SMF Ilmu Bedah Plastik FK Unair : 2011 [cited
24 Februari 2019]. Available from : https://fullpapers-
CO%20Intoxication.pdf
5. Sentra Informasi Keracunan Nasional (SiKer Nas). Carbon Monoxide.
Pusat Informasi Obat dan Makanan, Badan POM RI. 2010. [cited 25
februari 2019]. Available from :
http://ik.pom.go.id/v2016/katalog/KARBON%20MONOKSIDA.pdf
6. Dharma, Mohan S, Erdaliza , Tengku Anita. Investigasi Kematian Dengan
Toksikologi Forensik. Faculty of Medicine- University of Riau Arifin
Achmad General Hospital. 2008 [citef 25 Februari 2019]. Available from :
https://docobook.com_investigasi-kematian-dengan-toksikologi-
forensik.pdf
7. Sudjana, Putu. Intoksikasi Karbon Monoksida. Departemen Ilmu
Kedokteran Forensik & Medikolegal RSUD Dr. Soetomo FK UNAIR :
2011 [cited 23 Februari 2019]. Available from :
https://edoc.site_keracunan-karbon-monoksida-autosaved.pdf

23
8. Palar, Keracunan Gas Karbon Monoksida. Universitas Islam Negri
Maulana Malik Ibrahim, Malang : 2010. [cited 24 februari 2019].
Available fromhttp://etheses.uinmalang.ac.id/2592/6/07620063_Bab_2.pdf

24

Anda mungkin juga menyukai