Anda di halaman 1dari 8

TUGAS

Nama : Elzius Fransiscus Lumban Gaol


Nim : 17330720
Mata Kuliah : Toksikologi
Kelas :D
Dosen : Teodhora,S.Farm,M.Farm,Apt

1. Apa yang dimaksud dengan fase eksposisi, fase toksikodinamik dan fase toksikokinetik?
Jawaban:
- Fase eksposisi adalah ketika xenobiotika atau tokson masuk kedalam tubuh dan xenobiotika
akan mengalami desintegrasi(pemecahan molekul-molekul besar menjadi kecil) atau pelepasan
zat aktif. Zat aktif yang besifat asam lemah (terionisas) akan berpindah ke usus ( tidak
terionisasi) untuk menjadi dalam bentuk basa karena pada dasarnya darah bersifat basa dan baru
akan terabsorpsi. Sedangkan untuk yang bersifat basa lemah (yang ada diusus) langsung bisa
terabsorpsi.
Fase eksposisi dapat terjadi melalui kulit, oral, saluran pernafasan (inhalasi) atau
penyampaian xenobiotika langsung ke dalam tubuh organisme (injeksi). Penyerapan
xenobiotika sangat tergantung pada konsentrasi dan lamanya kontak antara xenobiotika dengan
permukaan organisme yang berkemampuan untuk mengaborpsi xenobiotika tersebut. Dalam
hal ini laju absorpsi dan jumlah xenobitika yang terabsorpsi akan menentukan potensi efek
biologik/toksik. Pada pemakaian obat, fase ini dikenal dengan fase farmaseutika, yaitu semua
proses yang berkaitan dengan pelepasan senyawa obat dari bentuk farmasetikanya (tablet,
kapsul, salep, dll).
- Fase toksikinetik disebut juga dengan fase farmakokinetik. Setelah xenobiotika berada dalam
ketersediaan farmasetika, pada mana keadaan xenobiotika siap untuk diabsorpsi menuju aliran
darah atau pembuluh limfe, maka xenobiotika tersebut akan bersama aliran darah atau limfe
didistribusikan ke seluruh tubuh dan ke tempat kerja toksik (reseptor). Pada saat yang
bersamaan sebagian molekul xenobitika akan termetabolisme, atau tereksresi bersama urin
melalui ginjal, melalui empedu menuju saluran cerna, atau sistem eksresi lainnya.
- Fase toksodinamik adalah interaksi antara tokson dengan reseptor (tempat kerja toksik) dan
juga proses-proses yang terkait dimana pada akhirnya muncul efek toksik/farmakologik.
Interaksi tokson-reseptor umumnya merupakan interaksi yang bolak-balik (reversibel). Hal ini
mengakibatkan perubahan fungsional, yang lazim hilang, bila xenobiotika tereliminasi dari
tempat kerjanya (reseptor).
Selain interaksi reversibel, terkadang terjadi pula interaksi tak bolak-balik (irreversibel)
antara xenobiotika dengan subtrat biologik. Interaksi ini didasari oleh interaksi kimia antara
xenobiotika dengan subtrat biologi dimana terjadi ikatan kimia kovalen yang bersbersifat
irreversibel atau berdasarkan perubahan kimia dari subtrat biologi akibat dari suatu perubaran
kimia dari xenobiotika, seperti pembentukan peroksida. Terbentuknya peroksida ini
mengakibatkan luka kimia pada substrat biologi.

2. Jelaskan mekanisme xenobiotika ketika berikatan dengan reseptor yang mengandung


protein G?
Jawaban:
Aktivasi reseptor menyebabkan efektor di dalam sel untuk menghasilkan second messenger
kimia, yang akhirnya memicu sel untuk bereaksi terhadap sinyal kimia eksternal asli. Ligan, dalam
kasus ini Norepinepherine (NE), mengikat reseptor dan menginduksi perubahan konformasi.
Perubahan konformasi ini mengaktifkan β kompleks. Kompleks terikat GDP sementara tidak aktif.
GTP menggantikan GDP, sehingga mengaktifkan sub unit α. Subunit α diaktifkan mengalami
perubahan konformasi dan mengaktifkan Adenylate Cyclase. Setelah Adenylate Cyclase diaktifkan,
hal ini kemudian dapat mengkonversi ATPy. Hasil konversi ATP adalah c-AMP dan dua molekul fosfat.
c-AMP adalah messenger kedua digunakan dalam banyak proses dibutuhkan untuk sel kelangsungan
hidup dan pertumbuhan.
Protein G sendiri adalah suatu protein yang terdiri dari 3 rantai polipeptidayang berbeda, yang
disebut subunit α, β, γ rantai β dan γ membentuk kompleks βγ yang kuat, yang membuat protein G
tadi tertambat pada permukaansitoplasmik membran plasma.Jalur transduksi signal pada GPCR ada
dua, yaitu jalur adenilat siklase dan jalur fosfolipase. Suatu aktivasi GPCR akan melalui jalur adenilat
siklase atau 4fosfolipase, tergantung pada macam protein G yang terlibat. Berdasarkan
aksinya, protein G ada tiga jenis, yaitu :
 Gs ( stimulatory G protein ), yang bekerja mengaktifkan enzim adenilatsiklase.
 Gi ( inhibitory G protein ), yang bekerja menghambat enzim adenilatsiklase, dan
 Gq, yang bekerja mengaktifkan fosfolipase pada jalur fosfolipase.

3. Jelaskan bagaimana mekanisme kerja terjadi nya efek keracunan dan antidotum pada
penggunaan alkohol, acetaminophen dan antihistamin?
Jawaban:
Alkohol : Mekanisme nya  alkohol yang masuk ke dalam tubuh akan langsung diserap dan
menyebar melewati organ-organ tubuh melalui aliran darah, dan sisanya masuk ke saluran
pencernaan, mulai dari kerongkongan, lambung, sampai ke usus untuk dialirkan ke seluruh tubuh
melalui peredaran darah. Jantung akan memompa darah bercampur alkohol ini ke seluruh bagian
tubuh, sampai ke otak. Baru terakhir, hati (liver) akan membakar atau menghancurkan alkohol
dibantu dengan enzim khusus untuk dikeluarkan melalui air seni dan keringat. Alkohol
mengganggu keseimbangan antara eksitantasi dan inhibisi di otak, ini terjadi karena penghambatan
atau penekanan saraf perangsangan. Sejak lama diduga efek depresi alcohol pada SSP berdasarkan
melarutnya lewat membran iipid. Efek alcohol terhadap berbagai saraf berbeda karena perbedaan
distribusi fosfolipid dan kolesterol di membran tidak seragam. Data eksperimental menyokong
dugaan mekanisme kerja alcohol di SSP serupa barbiturate.

Alkohol di dalam tubuh mengalami proses ADME.


Absorpsi dan distribusi
Alkohol diabsorpsi dalam jumlah yang sedikit melalui mukosa mulut dan lambung. Sebagaian
besar (80%) diabsorpsi di usus halus dan sisanya diabsorpsi di kolon. Kecepatan absorpsi
tergantung pada takaran dan konsentrasi alkohol dalam minuman yang diminum serta
vaskularisasi dan motalitas dan pengisisan lambung dan usus. Bila konsentrasi optimal alkohol
diminum dan dimasukkan ke dalam lambung kosong, kadar puncak dalam darah 30-90 menit
sesudahnya. Alkohol mudah berdifusi dan distribusinya dalam jaringan sesuai dengan kadar air
jaringan tersebut. Semakin hidrofil jaringan semakin tinggi kadarnya. Biasanya dalam 12 jam telah
tercapai kesimbangan kadar alkohol dalam darah, usus, dan jaringan lunak. Konsentrasi dalam
otak, sedikit lebih besar dari pada dalam darah.
Metabolisme
Alkohol yang dikonsumsi 90% akan dimetabolisme oleh tubuh terutama dalam hati oleh enzim
alkoholdehidrogenase (ADH) dan koenzim nikotinamid-adenin-dinukleotida (NAD) menjadi
asetaldehid dan kemudian oleh enzim aldehida dehidrogenase (ALDH) diubah menjadi asam
asetat. Asam asetat dioksidasi menjadi CO2 dan H2O. Piruvat, levulosa (fruktosa), gliseraldehida
(metabolit dari levulosa) dan alanina akan mempercepat metabolisme alkohol.
Sebenarnya di dalam tubuh ditemukan juga mekanisme pemecahan alkohol yang lain, yaitu
hydrogen peroksida katalase dan sistem oksidasi etanol mikrosomal, namun kurang berperan.
Kadar alkohol darah kemudian akan menurun dengan kecepatan yang sangat bervariasi (12-20
mg% per jam), biasanya penurunan kadar tersebut dianggap rata-rata 15 mg% atau 14 mg% setiap
jam. Pada alkohol kronik, yang telah dipercepat metabolismenya, eliminasi alkohol dapat
mencapai 40 mg% per jam.
Hepatosit memiliki tiga jalur metabolisme alkohol, yang masing-masing terletak pada bagian yang
berlainan. Jalur yang pertama adalah jalur alkohol dehidrogenase (ADH) yang terletak pada sitosol
atau bagian cair dari sel. Dalam keadaan fisiologik, ADH memetabolisir alkohol yang berasal dari
fermentasi dalam saluran cerna dan juga untuk proses dehidrogenase steroid dan omega oksidasi
asam lemak. ADH memecah alkohol menjadi hidrogen dan asetaldehida, yang selanjutnya akan
diuraikan menjadi asetat. Asetat akan terurai lebih lanjut menjadi H2O dan CO2.
Jalur kedua ialah melalui Microsomal Ethanol Oxydizing System (MEOS) yang terletak dalam
retikulum endoplasma. Dengan pertolongan tiga komponen mikrosom yaitu sitokrom P-450,
reduktase, dan lesitin, alkohol diuraikan menjadi asetaldehida. Jalur ketiga melalui enzim katalase
yang terdapat dalam peroksisom (peroxysome). Hidrogen yang dihasilkan dari metabolisme
alkohol dapat mengubah keadaan redoks, yang pada pemakaian alkohol yang lama dapat mengecil.
Perubahan ini dapat menimbulkan perubahan metabolisme lemak dan karbohidrat, mungkin
menyebabkan bertambahnya jaringan kolagen dan dalam keadaan tertentu dapat menghambat
sintesa protein. Perubahan redoks menimbulkan perubahan dari piruvat ke laktat yang
menyebabkan terjadinya hiperlaktasidemia. Bila sebelumnya sudah terdapat kadar laktat yang
tinggi karena sebab lain, bisa terjadi hiperurikemia. Serangan kejang pada delirium tremens juga
meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Pada pasien gout, alkohol dapat meningkatkan
produksi asam urat sehingga kadarnya dalam darah makin meningkat.
Meningkatnya rasio NADH/NAD akan meningkatkan pula konsentrasi alfa gliserofosfat yang
akan meningkatkan akumulasi trigliserida dengan menangkap asam lemak dalam hepar. (NAD=
Nicotinamide Adenine Dinucleotide; NADH = reduced NAD.) lemak dalam hepar berasal dari
tiga sumber: dari makanan, dari jaringan lemak yang diangkut ke hepar sebagai Free Fatty Acid
(FFA), dan dari hasil sintesis oleh hepar sendiri. Oksidasi alkohol dalam hepar menyebabkan
berkurangnya oksidasi lemak dan meningkatnya lipogenesis dalam hepar.
Ekskresi
Alkohol yang dikonsumsi 10% akan dikeluarkan dalam bentuk utuh melalui urin, keringat dan
udara napas. Dari jumlah ini sebagian besar dikeluarkan melalui urin (90%)
Pengaruh alkohol dalam tubuh : Sistem saraf pusat, intake akut alkohol, sistem kardiovaskular,
saluran pencernaan, ginja, hati, pankreas, otot, darah dan kelenjar endokrin.

Efek yang ditimbulkan dari penggunaan alkohol :


Hangover
Rasa nyeri yang biasanya menyerang setelah mengkonsumsi alkohol berlebihan. Gejala hangover
umumnya muncul sekitar 4 sampai 6 jam setelah meminum alkohol dan hilang sekitar 48 sampai
72 jam setelah meminum minuman yang terakhir. Gejala-gejala yang berhubungan dengan
hangover adalah sakit kepala, kelelahan, sakit perut, mudah marah, penilaian lemah, dan sensitif
terhadap cahaya.
Jackpot (muntah)
lni terjadi akibat kadar asam lambung berlebih di dalam perut yang dipicu oleh alkohol. Lewat
muntah, alkohol dan racun yang ada di dalam perut akan berkurang dan dikeluarkan. Tapi terlalu
banyak muntah juga dapat menyebabkan lambung teriritasi oleh asam sehingga timbul nyeri di
perut.
Sakit Kepala
Alkohol menyebabkan terjadinya dehidrasi atau hilangnya cairan tubuh, sehingga tubuh mencoba
mengganti air yang hilang dengan mengambil air termasuk dari otak. Akibatnya volume otak
menjadi menciut dan menyebabkan rasa sakit kepala.
Sering berkemih
Dehidrasi setelah minum alkohol salah satunya terjadi karena peminum menjadi lebih sering
berkemih atau buang air kecil. Dengan minum alkohol maka tubuh akan membuang cairan tubuh
empat kali lebih banyak dibanding kondisi normal. Selain itu, akibat dehidrasi mulut dan
tenggorokan pun terasa kering.
Kanker
Alkohol dapat meningkatkan risiko kanker di beberapa bagian tubuh tertentu, melalui berbagai
mekanisme. Salah satunya, alkohol mengaktifkan enzim-enzim tertentu yang mampu
memproduksi senyawa penyebab kanker. Selain di saluran pencernaan, kanker juga dapat terjadi
pada hati, paru, dan tenggorokan.
Gangguan Reproduksi
Alkohol dapat mengganggu keseimbangan hormon yang membawa pada gangguan siklus
menstruasi dan ketidaksuburan. Penting sekali diingat. bahwa konsumsi alkohol pada kehamilan
sangatlah berbahaya. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya keguguran, atau bisa juga terjadi
sindrom alkohol pada bayi yang dilahirkan seperti pertumbuhan yang lamban, kecacatan,
gangguan pada organ bayi atau bahkan kematian dalam kandungan.

Terapi Antidotum nya : Penanganan ketergantungan alkohol biasanya dilakukan dengan terapi
psikososial, ditambah dengan pemberian obat sebagai penunjang keberhasilan terapi. Obat yang
digunakan ialah disulfiram dan naltrekson.

Acetaminophen : Mekanisme toksisitasnya yaitu jumlah GSH jauh lebih rendah daripada NAPQI.
Pada kondisi overdosis metabolisme dengan glukoronidasi dan sulfatasi suatu saat akan menjadi
jenuh. Hal ini karena jumlah glukoronidasi dan sulfatasi terbatas. Dimana suatu saat jumlah
glukoronidasi dan sulfat akan habis dan metabolisme parasetamol akan dibebankan pada jalur CYP
2E1. Jika jumlah parasetamol yang lewat jalur CYP 2E1 meningkat, maka jumlah NAPQI juga
meningkat. Kelanjutannya, jumlah NAPQI akan terlalu banyak bagi GSH. GSH yang ada akan
berusaha menetralkan NAPQI dengan semua kemampuan yang dia miliki (dramatis). Namun
jumlah GSH semakin lama semakin sedikit dan dapat habis karena biosintesisnya lambat.dan
jika GSH habis nasib sisa NAPQI yaitu : NAPQI yang tersisa akan berusaha mencari tempat
ikatan, dan celakanya dia berikatan dengan protein-protein di hati. Sehingga fungsi hati dapat
terganggu dan kalo kondisi ini dibiarkan/jumlah NAPQI banyak banget maka dapat terjadi
kerusakan dan nekrosis hati.

Gejala yang timbul : Banyak muntah-muntah, berkeringat, perasaan gak enak. Kalo minumnya
banyak bisa sampe koma dan kegagalan organ lain yang tentunya vital.
Terapi antidotum
a. Norit
- Jika korban ditemukan mengonsumsi parasetamol secepatnya, sekitar 1 jam / kurang, maka beri
norit. akan mencegah parasetamol terabsorpsi ke dalam aliran darah. Parasetamol akan diikat
oleh norit. Makanya kalo minum norit sbg obat diare kita harus ngasih jeda minum obat ini
dengan obat lain sekitar 2 jam agar obat lainnya tidak diikat oleh norit. Setelah diberikan norit,
segera bawa ke rumah sakit terdekat
- Bagaimana kalo kita menemukannya dalam waktu > 2 jam atau lebih lama? Langsung bawa ke
rumah sakit, jangan diberikan norit karena parasetamol kemungkinan sudah ada di sirkulasi
darah atau fase eliminasi.
b. N-acetylcysteine (NAC)
Mekanisme N-acetylcysteine (NAC) sebagai antidotum paracetamol
- Glutathione (GSH) sendiri butuh sistein sebagai salah satu prekursornya. Dengan pemberian
NAC maka sistein dalam tubuh akan meningkat dan demikian pula pembentukan Glutathione
(GSH). Jika GSH ada banyak dan jumlahnya mampu mengimbangi atau melebihi jumlah
NAPQI maka tidak ada lagi NAPQI bebas yang akan mengikat protein hati
- NAC memiliki atom S dalam gugus tiolnya (S-H), menurut beberapa sumber NAC dapat
menyumbangkan S nya ini untuk digunakan dalam proses metabolisme parasetamol
sulfatasi. Dengan adanya sulfat dari NAC maka sulfatasi akan dapat berjalan lagi sehingga
metabolisme di CYP dan pembentukan NAPQI akan menurun
- NAC dapat menggandeng NAPQI karena dia juga punya nukleofil, hal ini dapat mencegah
pembentukan ikatan NAPQI dengan protein hati

Sedangkan untuk di negara USA, NAC hanya ada dalam bentuk per oral karena FDA belum
meng-approve bentuk iv, sedangkan di negara-negara lain tersedia NAC dalam bentuk iv,
biasanya dilarutkan dalam infus (misal dextrose) Regimen dose pemberian NAC sebagai
berikut:
diberikan loading dose 150 mg/kgBB selama 15-30 menit
maintenance dose 50 mg/kgBB dalam 500 cc dextrose 5% selama 4 jam
100 mg/kgBB dalam 1000 cc dextrose 5% selama 6 jam

Sehingga pemberian NAC kurang lebih selama 20 jam, atau dapat juga diberikan sampai 72
jam tergantung keparahannya.

Antihistamin

Anda mungkin juga menyukai