Anda di halaman 1dari 21

Pendahuluan

Konsep dasar dan teori desain pendidikan karakter

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
(Undang-undang Nomor 20 tahun 2003) Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan
nasional diatas, jelaslah bahwa pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak sampai
Perguruan Tinggi harus diselenggarakan secara sistematis untuk mencapai tujuan
tersebut.
Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu
bersaing, beretika, bermoral, sopan santun, dan berakhlak serta berinteraksi dengan
masyarakat. Lembaga pendidikan sebagai tempat pembentukan karakter peserta didik
dituntut untuk meningkatkan intensitas dan kualitas pelaksanaannya. Tuntutan tersebut
didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan
remaja dimasyarakat mulai dari tawuran, pengeroyokan, penurian, perampokan dan
tindak asusila. Fenomena tersebut telah pada taraf yang meresahkan.
Oleh karena itu lembaga pendidikan sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda
diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta
didik disamping keluarga dan masyarakat. Untuk mencegah semakin parahnya krisis
akhlak pada generasi muda, pendidikan karakter perlu diberikan secara terintegrasi
dalam semua mata pelajaran, tidak dibebankan pada mata pelajaran tertentu seperti
selama ini terjadi.

1
B. Pengantar desain pendidikan karakter
Desain adalah sebuah istilah yang diambil dari kata design yang berarti perencanaan
atau rancangan. Ada pula yang mengartikan dengan “Persiapan”. Di dalam ilmu
manajemen pendidikan atau ilmu administrasi pendidikan, perencanaan disebut dengan
istilah planning yaitu “Persiapan menyusun suatu keputusan berupa langkah-langkah
penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada
pencapaian tujuan tertentu.1
Pendidikan karakter merupakan sebuah istilah yang semakin hari semakin mendapat
pengakuan dari masyarakat Indonesia saat ini. Pendidikan karakter menurut Ratna
Megawangi “ sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan
dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka
dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya”.2 Definisi lainnya
dikemukakan oleh Fakry Gaffar “ Sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk
ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam
perilaku kehihupan orang itu”.
Dalam definisi tersebut, ada tiga ide pikiran penting, yaitu:
1. Proses transformasi nilai-nilai
2. Ditumbuhkembangkan dalam kepribadian
3. Menjadi satu dalam perilaku.3
Berdasarkan desain utama yang dikembangkan oleh Kemendiknas (2010), secara
psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu itu merupakan
fungsi dari seluruh potensi individu manusia, baik dalam aspek kongnetif, afektif, dan
psikomotorik, dalam kontek interaksi sosial kultural; dalam keluarga, sekolah, dan
masyarakat dan sifatnya berlangsung sepanjang hayat.4
Agar implementasi pendidikan karakter disekolah dapat berhasil, maka syarat utama
yang harus dipenuhi, di antaranya:
1. Teladan dari guru, karyawan, pimpinan sekolah dan para pemangku kebijakan di
sekolah.
2. Pendidikan karakter dilakukan secara konsisten dan secara terus-menerus
3. Penanaman nilai-nilai karakter yang utama

1
http://rudisiswoyo89.blogspot.com/2013/11/hakikat-dan-model-desain-pembelajaran, pada tanggal 28-2-2019, pada jam 11-
26.wib
2
Dharma Kesuma, Pendidikan karakter kajian teori dan praktik di sekolah, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya. Bandung, hlm. 4
3
Dharma Kesuma, Pendidikan karakter kajian teori dan praktik di sekolah,…………………., hlm. 5
4
Agus Wibowo, Pendidikan karakter, Penerbit PT. Pustaka Belajar, Yogyakarta, hlm. 44

2
Karena semua guru adalah guru pendidik, maka mereka memiliki kewajiban untuk
memasukkan atau menyilipkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam kegiatan
pembelajaran (intervensi). Pendek kata, pendidikan karakter itu tidak hanya menjadi
tugas guru agama, guru Pkn, atau guru-guru yang mengajar tentang moral, tetapi menjadi
kewajiban semua guru di sekolah. Proses pendidikan karakter didasarkan pada totalitas
psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kongnetif, afektif,
psikomotorik), totalitas psikologis dan sosial kultural dapat dikembangkan sebagaimana
yang digambarkan dalam bagan berikut:

Ruang lingkup pendidikan karakter Beriman dan bertakwa, jujur,


amanah, adil, bertanggung
Cerdas, kreatif, inovatif, jawab, berempati, berani
ingin tahu, berpikir terbuka, mengambil resiko, pantang
produktif, berorientasi Olah pikir menyerah, rela berkorban, dan
Olah hati
iptek, dan reflektif berjiwa patriotik

Bersih dan sehat, disiplin, sportif, Ramah, saling menghargai, toleran,


tangguh, andal, berdaya tahan, Olah peduli, suka menolong, gotong
Olah raga
bersahabat, kooperatif, rasa/karsa royong, nasionalis, mengutamakan
determinatif, kompetatif, ceria, kepentingan umum, bangga
dan gigih menggunakan bahasa dan produk
Indonesia, dinamis, kerja keras,
dan beretos kerja.

Hersh (1980) mengklafikasikan teori pendidikan karakter menjadi 5 teori :

1. Pendekatan pengembangan rasional


2. Pendekatan pertimbangan
3. Pendekatan klarifikasi nilai
4. Pendekatan pengembangan moral kongnetif
5. Pendekatan perilaku sosial.5
Menurut Lickona (2007), pendidikan karakter dapat berjalan secara efektif jika para
pendidik dan pemangku kebijakan pendidikan memperhatikan dan melaksanakan
prinsip-prinsip berikut:
1. Nilai-nilai etika inti hendaknya dikembangkan, sementara nilai-nilai kinerja
pendukungnya dijadikan sebagai dasar atau fondasi
2. Karakter hendaknya didefinisikan secara komprehensif, sehingga mencakup pikiran,
perasaan, dan perilaku
3. Pendekatan yang digunakan hendaknya komprehensif, disengaja, dan proaktif
4. Ciptakan komunitas sekolah yang penuh perhatian
5
Agus Wibowo, Pendidikan karakter,……………………..hlm. 47

3
5. Beri siswa kesempatan untuk melakukan tindakan moral
6. Buat kurikulum akademik yang bermakna dan menentang yang menghormati semua
peserta didik, mengembankan karakter, dan membantu mereka untuk berhasil
7. Usahakan mendorong motivasi diri siswa
8. Libatkan staf sekolah sebagai komunitas pembelajaran dan moral
9. Tumbuhkan kebersamaan dalam kepemimpinan moral.6
Komunitas sekolah hendaknya tidak berjuang sendirian dalam melaksanakan
pendidikan karakter. Akan tetapi, sekolah hendaknya bekerjasama dengan masyarakat di
luar lembaga pendidikan, seperti keluarga, masyarakat umum, dan Negara, dalam
konteks kehidupan mereka. Dengan desain demikian, diharapkan pendidikan karakter
akan senantiasa hidup dan sinergi dalam setiap rongga pendidikan.
Tiga basis desain pendidikan karakter jika ingin efetif dan utuh, pendidikan karakter
mesti menyertakan tiga basis desain. Tanpa tiga basis itu, program pendidikan karakter
disekolah hanya menjadi wacana semata.
1. Desain pendidikan karakter berbasis kelas. Desain ini berbasis pada relasi guru
sebagai pendidik dan siswa sebagai pembelajar di dalam kelas. Kontek pendidikan
karakter adalah proses relasional komunitas kelas dalam konteks pembelajaran. Relasi
guru pembelajar bukan monolog, melainkan dialog dengan banyak arah sebab
komunitas kelas terdiri dari guru dan siswa yang sama-sama berintekrasi dengan
materi. Memberikan pemahaman dan pengertian akan keutamaan yang benar terjadi
dalam konteks pengajaran ini, termasuk didalamnya pula adalah ranah
noninstruksional, seperti manajemen kelas, konsensus kelas dan lain-lain, yang
membantu terciptanya suasana belajar yang nyaman.
2. Desain pendidikan karakter berbasis kultur sekolah. Desain ini mencoba membangun
kultur sekolah yang mampu membantu membentuk karakter anak didik dengan
bantuan pranata sosial sekolah agar nilai tertentu terbentuk dan terbantinkan dalam
diri siswa. Untuk menanamkan nilai kejujuran tidak cukup hanya dengan memberikan
pesan-pesan moral kepada anak didik. Sekolah mulai dari taman kanak-kanak sampai
dengan perguruan tinggi memiliki peran penting sebagai agen penyebar virus positif
terhadap karakter dan budaya bangsa.
Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengemukakan perlunya memperkuat
karakter dan budaya bangsa melalui pendidikan pada Sarasehan Nasional

6
Agus Wibowo, Pendidikan karakter,……………………..hlm. 48

4
pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Guna merumuskan
pendidikan karakter dan budaya yang mesti dibangun, Kementerian Pendidikan
Nasional mengundang sekitar 195 orang yang terdiri dari pakar pendidikan, tokoh
masyarakat, budayawan, agamawan, akademisi, birokrat, pemerhati pendidikan, dan
pihak lain yang terkait. Pada kesempatan itu Mendiknas mengatakan bahwa
masyarakat risau sekaligus merindukan supaya persoalan karakter dan budaya bisa
diperhatikan secara serius.
3. Desain pendidikan karakter berbasis komunitas. Dalam mendidik, komunitas sekolah
tidak berjuang sendirian. Masyarakat di luar lembaga pendidikan, seperti keluarga,
masyarakat umum, dan Negara, juga memiliki tanggung jawab moral untuk
mengintekrasikan pembentukan karakter dalam konteks kehidupan mereka. Menurut
Mohammad Nuh, beberapa kebiasaan tau budaya yang perlu di tumbuhkembangkan,
di antaranya, budaya apresiasif konstruktif. Kebiasaan memberikan apresiasi itu akan
membangun lingkungan untuk tumbuh suburnya orang berprestasi.7
Pendidikan karakter hanya akan bisa efektif jika tiga desain pendidikan karakter ini
dilaksanakan secara simultan dan sinergis. Mengabaikan ketiga desain tersebut,
pendidikan kita hanya akan bersifat parsial, inkonsisten, dan tidak efektif.
C. Model-model pengembangan desain pendidikan karakter
1. Pengertian Desain pembelajaran
Desain Pembelajaran menurut Istilah dapat didefinisikan :
a. Proses untuk menentukan metode pembelajaran apa yang paling baik dilaksanakan
agar timbul perubahan pengetahuan dan ketrampilan pada diri pemelajar ke arah
yang dikehendaki (Reigeluth).
b. Rencana tindakan yang terintegrasi meliputi komponen tujuan, metode dan
penilaian untuk memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhan (Briggs).
c. Proses untuk merinci kondisi untuk belajar, dengan tujuan makro untuk
menciptakan strategi dan produk, dan tujuan mikro untuk menghasilkan program
pelajaran atau modul atau suatu prosedur yang terdiri dari langkah-langkah, dimana
langkah-langkah tersebut di dalamnya terdiri dari analisis, merancang,
mengembangkan, menerapkan dan menilai hasil belajar.
d. suatu proses desain yang sistematis untuk menciptakan pembelajaran yang lebih
efektif dan efisien, serta membuat kegiatan pembelajaran lebih mudah, yang

7
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter menjawab tantangan krisis multidimensional, PT. Bumi Aksara, hlm. 160

5
didasarkan pada apa yang kita ketahui mengenai teori-teori pembelajaran,
teknologi informasi, sistematika analisis, penelitian dalam bidang pendidikan, dan
metode-metode manajemen.
Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perencanaan
pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh guru dalam membimbing,
membantu, dan mengarahkan peserta didik untuk memiliki pengalaman belajar
serta mencapi tujuan pengajaran yang telah ditetapkan dengan langkah-langkah
penyusunan ateri pelajaran, penggunaan media pengajaran, penggunaan metod dan
pendekatan pengajaran, dan penilaian dalam suatu alokasi waktu yang akan
dilaksanakan dalam waktu tertentu.8
2. Tujuan Desain Pembelajaran
Tujuan sebuah desain pembelajaran adalah untuk mencapai solusi terbaik dalam
memecahkan masalah dengan memanfaatkan sejumlah informasi yang tersedia.
Dengan demikian, suatu desain muncul karena kebutuhan manusia untuk
memecahkan suatu persoalan yang dihadapi. Menurut Morisson, Ross & Kemp
(2007) terdapat empat komponen dasar dalam perencanaan desain pembelajaran.
Keempat hal tersebut mewakili pertanyaan pertanyaan berikut:
a. Untuk siapa program ini dibuat dan dikembangkan? (karakteristik siswa atau
peserta ajar)
b. Anda ingin siswa atau peserta ajar mempelajari apa? (tujuan)
c. Isi pembelajaran seperti apa yang paling baik untuk dipelajari? (strategi
pembelajaran)
d. Bagaimanakah cara anda mengukur hasil pembelajaran yang telah dicapai?
(prosedur evaluasi).9
3. Peran Desain Pembelajaran
Peranan Desain Pembelajaran dalam suksesnya proses belajar mengajar, antara
lain :
a. Agar belajar dapat bermakna dan efektif
b. Agar tersedia atau termanfaatkan sumber belajar
c. Agar dapat dikembangkan kesempatan / pola belajar
d. Agar belajar dapat dilakukan siapa saja secara berkelanjutan

8
http://anapangesti.blogspot.com/2013/12/model-pengembangan-desain-pembelajaran, di akses pada tanggal 27-2-2019, pada
jam 19-30. wib
9
http://anapangesti.blogspot.com/2013/12/model-pengembangan-desain-pembelajaran, di akses pada tanggal 28-2-2019, pada
jam 13-40.wib

6
4. Fungsi Desain Pembelajaran
a. Meningkatkan kemampuan Pembelajar (instruktur, guru, widyaiswara, dosen, dll)
b. Menghasilkan sumber belajar
c. Mengembangkan system belajar mengajar
d. Mengembangkan Organisasi menjadi organisasi belajar.
e. Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan.
f. Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang
terlibat dalam kegiatan.
g. Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik unsur guru maupun murid.
h. Sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui
ketetapan dan kelambatan kerja.
i. Untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja.
j. Menghemat waktu, tenaga, alat dan biaya.
5. Model Desain Pembelajaran
Model Desain Pembelajaran sangat diperlukan, karena dapat :
a. Pengembangan kemampuan guru / dosen
b. Pengembangan sumber belajar
c. Pengembangan system Pembelajaran
d. Pengembangan Organisasi.
Berikut ini akan dipaparkan deskripsi model pengembangan desain pembelajaran
menurut Banathy, PPSI dan Dick and Carey.
1. Model Pengembangan Desain Pembelajaran menurut Banthy
Model pengembangan desain pembelajaran menurut Banathy
Pada model pengembangan desain pembelajaran menurut Banathy terdapat enam
tahapan, yaitu:10
a. Merumuskan Tujuan (Formulate Objectives)
1. Maksud sistem
Identifikasi masalah merupakan proses membandingkan keadaan sekarang
dengan keadaan yang seharusnya. Hasilnya akan menunjukkan kesenjangan
antara kedua keadaan tersebut. Kesenjangan ini disebut kebutuhan (needs). Bila
kesenjangan ke dua keadaan tersebut besar, kebutuhan itu perlu diperhatikan
atau di selesaikan. Kebutuhan yang besar dan di tetapkan untuk diatasi itu di

10
http://anapangesti.blogspot.com/2013/12/model-pengembangan-desain-pembelajaran, di akses pada tanggal 28-2-2019, pada
jam 17-00.wib

7
sebut masalah, sedangkan kebutuhan yang lebih kecil mungkin untuk sementara
atau seterusnya diabaikan. Ia merupakan kebutuhan yang tidak dianggap sebagai
masalah. Hasil akhir dari identifikasi masalah adalah perumusan tujuan umum,
dalam model desain pembelajaran menurut Banathy menggunakan istilah
maksud sistem.
2. Spesifikasi tujuan
Tujuan merupakan sesuatu yang akan dapat dikerjakan oleh peserta didik
setelah menyelesaikan proses belajar dan merupakan tujuan yang bermanfaat
bagi peserta didik. Tujuan ini kemudian diuraikan menjadi tujuan-tujuan
khusus, yaitu tujuan yang lebih rinci dan spesifik. Selanjutnya tujuan khusus ini
disusun dalam urutan yang logis. Atas dasar tujuan inilah isi pelajaran dipilih
dan disajikan kepada peserta didik kelak. Dalam Model Banathy menggunakan
istilah spesifikasi tujuan.
3. Tes acuan patokan
Tes acuan patokan dalam istilah umum adalah pembuatan prototipe.
Pembuatan prototipe merupakan permulaan produksi untuk menghasilkan
barang yang sesungguhnya. Di samping itu, pada kesempatan ini pula dimulai
pengembangan desain evaluasi dan permulaan reviu teknis terhadap sistem
tersebut oleh para ahli serta penyusunan tes yang akan digunakan untuk
mengukur perilaku peserta didik, baik sebelum maupun setelah uji coba nanti.
b. Mengembangkan Tes (develop test)
Tahap kedua Mengembangkan tes yang didasarkan pada tujuan yang diinginkan
dan digunakan untuk mengetahui kemampuan yang diharapkan dapat di capai
sebagai hasil dari pengalaman belajarnya. Dengan mengembangkan tes pada tahap
awal bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Siswa yang sekolah
masing-masing sudah memiliki kemampuan awal yang berbeda-beda yang di
dapatkan sebelum masuk sekolah . Sehingga, salah apabila menganggap siswa
kosong dan tidak memiliki kemampuan awal sebelum peserta didik masuk sekolah.
c. Menganalisis Kegiatan Belajar (analyze learning task)
Dalam menganalisis kegiatan belajar menggunakan hasil pengembangan tes
yang dilakukan pada tahap kedua, yaitu berupa kemampuan awal siswa.
Kemampuan awal siswa di analisis atau di nilai. Dari analisis kemampuan awal
siswa akan di ketahui apa yang perlu di pelajari dan yang tidak perlu di pelajari.
Kemampuan yang sudah dimiliki oleh siswa tidak perlu di pelajari, hal yang perlu

8
dipelajari kemampuan yang belum dimiliki atau di kuasai oleh siswa. Sehingga
akan lebih efektif dan efisisen dalam proses pembelajaran. Pada tahap ini
dirumuskan untuk:
1. Menentukan tugas-tugas belajar
2. Menilai kompetensi masukan
3. Melakukan tes masukan
4. Mengidentifikasi dan karakterisasi tugas-tugas belajar yang aktual
d. Mendesain sistem Instruksional (design system)
Setelah itu di pertimbangkan alternatif-alternatif dan identifikasi apa yang harus
dikerjakan untuk menjamin bahwa siswa akan menguasai kegiatan-kegiatan yang
telah di analisis pada tahap 3 (hal ini di sebut oleh Banathy dengan istilah function
analysis). Juga perlu di tentukan siapa atau apa yang mempunyai potensi paling
baik untuk mencapai fungsi-fungsi tersebut (disebut component analysis) dan di
tentukan pula kapan dan dimana fungsi-fungsi tersebut harus dilaksanakan (disebut
design of the system).
Tahap mendesain sistem intruksional merupakan penentuan metode dan media
intruksional yang sangat penting untuk memungkinkan peserta didik mencapai
tujuan intrusional, yang meliputi:
1. Analisis fungsi, isi dan urutan
2. Analisis komponen
3. Distribusi fungsi antar komponen
4. Penjadwalan
Metode yang diidentifikasi dapat lebih dari satu, atau beberapa alteratif metode,
karena dalam uji coba ada kemungkinan metode yang digunakan tidak efektif
sehingga perlu diganti dengan metode lain.
e. Melaksanakan Kegiatan dan Mengetes Hasil
Dalam tahap melaksanakan dan mengetes hasil ini, sistem yang sudah di desain
sekarang dapat di ujicobakan atau di tes dan di laksanakan. Apa yang dapat
dilaksanakan atau dikerjakan siswa sebagai hasil implementasi sistem, harus di
nilai agar dapat di ketahui seberapa jauh siswa telah menunjukan tingkah laku
seperti yang dimaksudkan dalam rumusan tersebut.
f. Mengadakan perbaikan (change to improve)
Berdasakan hasil yang diperoleh dari interpretasi data hasil uji coba revisi
dilakukan dari revisi kecil sampai revisi total. Untuk mengakhiri uji coba ulang

9
yang kemudian akan diimplementasikan harus di ambil suatu keputusan. Hasil-
hasil yang diperoleh dari evaluasi merupakan umpan balik (feedback) untuk
keseluruhan sistem sehingga perubahan-perubahan, jika di perlukan dapat
dilakukan untuk memperbaiki sistem instruksional. 11
2. Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional (PPSI) digunakan sebagai metode
penyampaian dalam kurikulum 1975 utuk SD, SMP, SMA, dan kurikulum 1976 untuk
sekolah-sekolah kejuruan. PPSI menggunakan pendekatan sistem yang
mengutamakan adanya tujuan yang jelas sehingga dapat dikatakan bahwa PPSI
menggunakan pendekatan yang berorientasi pada tujuan. Sistem Intrusional dalam
PPSI menunjukan pada pengertian pengajaran sebagai suatu sistem, yaitu sebagai
suatu kesatuan yang terorganisasi, yang terdiri atas sejumlah komponen yang saling
berhubungan satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan.
Sebagai suatu sistem, pengajaran mengandung sejumlah komponen, antara lain:
materi pelajaran, metode, alat evaluasi, yang kesemuanya itu berinteraksi satu sama
lain di dalam rangka mencapai tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. Antara
komponen satu dengan komponen lainnya tidak dapat berdiri sendiri, mereka saling
menpengaruhi satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu dalam sistem intruksional
tidak boleh hanya memperhatikan dari komponen materi pelajaran saja, dari
metodenya saja atau dari alat evaluasinya saja. Komponen materi pembelajaran,
metode dan alat evaluasi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat di pisah-pisahkan,
karena antara satu dengan komponen lainnya saling terkait, saling mempengaruhi dan
saling berhubungan. Dalam memberikan pengajaran mengenai suatu topik pelajaran
kepada muridnya, para guru dihadapkan pada sejumlah persoalan, antara lain:
a. Tujuan-tujuan apa yang ingin dicapai
b. Materi-materi pelajaran apa yang perlu diberikan untuk mencapai tujuan diatas?
c. Metode/alat mana yang digunakan?
d. Bagaimana prosedur mengevaluasinya?
Langkah-langkah pokok dalam model PPSI terdapat 5 langkah, yaitu:
Langkah pertama sampai keempat merupakan langkah pengembangan, sedangkan
langkah kelima merupakan langkah pelaksanaan program yang telah tersusun.

11
https://media.neliti.com/media/publications/123578-ID-pengembangan-model-pendidikan-karakter di akses pada tanggal 27-2-
2019, pada jam 09.10. wib

10
Dibawah ini akan dijabarkan penjelasan untuk masing-masing langkah pada model
PPSI, sebagai berikut:
a. Merumuskan Tujuan Instruksional Khusus
Tujuan instruksional khusus adalah rumusan yang jelas tentang kemampuan
atau tingkah laku yang diharapkan dimiliki siswa sesudah mengikuti suatu program
pembelajaran tertentu. Perumusan tingkah laku atau kemampuan siswa merupakan
syarat mutlak dalam tujuan instruksional. Dalam merumuskan kemampuan siswa
harus dirumuskan secara jelas dan spesifik sehingga tidak menimbulkan tafsiran
yang berbeda. Untuk merumuskan secara jelas dan spesifik menggunakan istilah-
istilah tertentu yang operasional sehingga dapat diukur. Dalam menyusun tujuan-
tujuan instruksional perlu diperhatikan beberapa kriteria, sebagai berikut:
1. Menggunakan sistem yang operasional Menggunakan sistem yang operasional
supaya tidak menimbulkan tafsiran yang berbeda, seperti yang sudah di jelaskan
pada bagian awal.
2. Berbentuk hasil belaja Pada perumusan tujuan instruksional menggambarkan
hasil belajar yang diharapkan pada diri siswa setelah ia menempuh suatu
kegiatan belajar tertentu, jadi yang dilukiskan di sini bukan apa-apa yang ia
pelajari, tapi hasil apa yang ia peroleh setelah mempelajari sesuatu.
3. Berbentuk perilaku Isi perumusan tujuan instruksional hendakya berpijak pada
perubahan tingkah laku siswa yang diharapkan, bukan pada tingkah laku guru
(proses mengajar). Sehingga guru yang meyesuaikan dengan kebutuhan
siswanya. Untuk guru yang belum mengusai tidak menjadikan alasan belum
mengusai, namun dapat dilakukan dengan mempelajari apa yang belum dikuasai
oleh guru tersebut.
4. Hanya ada satu perilaku Perumusan tujuan hendaknya meliputi hanya satu jenis
kemampuan/tingkah laku saja sehingga cukup terbatas. Bila berisi lebih dari
satu kemampuan dalam suatu perumusan tujuan sering timbul kesulitan dalam
mengevaluasi sampai dimana tujuan tersebut telah tercapai, sebab mungkin
salah satu aspek kemampuan lainnya belum tercapai. Maka cukup dengan satu
kemampuan saja. 12

12
https://media.neliti.com/media/publications/123578-ID-pengembangan-model-pendidikan-karakter di akses pada tanggal 27-2-
2019, pada jam 09.10. wib

11
b. Menyusun alat evaluasi
Setelah merumuskan tujuan instruksional, langkah selanjutnya yaitu menyusun
alat evaluasi. Alat evaluasi bertujuan untuk menilai atau mengukur sampai dimana
tujuan-tujuan yang telah dirumuskan telah tercapai. Hal pertama yang perlu
dilakukan dalam menyusun alat evaluasi adalah menentukan jenis tes apa yang
akan digunakan untuk menilai tercapai tidaknya tujuan-tujuan tersebut. Jenis-jenis
tes tersebut meliputi tes tertulis, tes lisan dan tes perbuatan. Untuk menentukan
jenis tes apa yang akan digunakan di sesuaikan dengan tujuan yang telah
dirumuskan di langkah awal. Dapat disimpulkan pada langkah kedua dalam
menyusun alat evaluasi;
1. Menentukan jenis tes yang akan di gunakan untuk menilai tercapai tidaknya
tujuan
2. Menyusun tes untuk menilai masing-masing tujuan
c. Menentukan Kegiatan Belajar dan Materi Pelajaran
Pada langkah ketiga yaitu menentukan kegiatan belajar dan materi pelajaran
dengan merumuskan kegiatan-kegiatan belajar apakah yang perlu ditempuh oleh
siswa agar outputnya siswa dapat berbuat sesuai dengan apa yang tercantum dalam
tujuan yang sudah dirumuskan di awal. Untuk menentukan kegiatan belajar dan
materi pelajaran perlu diperhatikan langkah langkah berikut:
1. Merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar yang perlu untuk mencapai
tujuan. Langkah pertama dengan merumuskan semua kemungkinan yang perlu
untuk mencapai tujuan. Untuk lebih jelasnya di uraikan pada langkah
berikutnya.
2. Menetapkan mana dari sekian kegiatan belajar tersebut yang tidak perlu
ditempuh lagi oleh siswa. Untuk mengetahui kegiatan belajar yang tidak perlu
ditempuh oleh siswa lagi, perlu diadakan suatu tes. Tes yang digunakan adalah
tes input. Tes input adalah suatu tes yang berfungsi untuk menilai pengetahuan
siswa yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan belajar yang telah
dirumuskan. Dari hasil tes tersebut dapat ditentukan kegiatan-kegiatan belajar
mana yang perlu dan mana yang tidak perlu lagi ditempuh oleh siswa untuk
mencapai tujuan instruksional tertentu.
3. Menetapkan kegiatan belajar yang masih perlu dilaksanakan oleh siswa Dari
hasil tes yang telah dilakukan, dapat ditetapkan kegiatan belajar yang masih
perlu dilakukan oleh siswa.

12
d. Merencanakan Program Kegiatan
Hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan program kegiatan adalah:
1. Merumuskan materi pelajaran Setelah menentukan kegiatan belajar dan materi
pelajaran, selajutnya merencanakan progam kegiatan, termasuk dalam
merumuskan materi pelajaran yang akan diberikan kepada siswa sesuai jenis-
jenis kegiatan belajar yang telah ditetapkan pada langkah ketiga.
2. Menentukan metode yang di pakai Untuk menyampaikan suatu materi pelajaran,
diperlukan metode yang tepat.
e. Melaksanakan Program
Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam fase ini adalah sebagai berikut:
1. Mengadakan tes awal
Tes yang diberikan kepada siswa adalah yang telah disusun dalam langkah
kedua. Fungsi dari tes awal ini adalah untuk menilai sampai dimana siswa
telah menguasai kemampuan-kemampuan yang tercantum dalam tujuan-
tujuan instruksional. Hasil tes awal sebagai bahan perbandingan dengan tes
akhir setelah siswa selesai mengikuti program pengajaran tertentu.
2. Menyampaikan materi pelajaran
Dalam menyampaikan materi pelajaran pada prinsipnya, berpegang pada
rencana yang telah disusun dalam langkah “merencanakan program
kegiatan”, baik mengenai materi, metode maupun alat yang digunakan.
Selain itu, yang penting adalah sebelum guru mulai menyampaikan materi
pembelajaran hekdaknya dijelaskan dulu tujuan-tuujuan instruksional yang
ingun dicapai kepada siswa sehingga sejak sebelum pelajaran dimulai siswa
telah mengetahui kemampuan-kemampuan apakah yang diharapkan dari
siswa setelah selesai mengikuti pelajaran.
3. Mengadakan tes akhir
Kalau tes awal diberikan sebelum murid mengikuti pelajaran, maka tes akhir
diberikan setelah siswa mengikuti pembelajaran. Tes yang diberikan di awal
identik dengan yang diberikan diakhir, artinya bahan tes yang sama.
Perbedaan tes awal dengan tes akhir hanya dalam waktu dan fungsi masing-
masing.

13
4. Perbaikan
Perbaikan dilakukan dengan menambah, mengurangi atau
mengkombinasikan antara sebelumnya dengan rencana selanjutnya.
Sehingga diharapkan selalu lebih baik dari waktu ke waktu.
3. Model Pengembangan Desain Pembelajaran menurut Dick and Carey
Model pengembangan desain pembalajaran menurut Dick and Carey (1985)
dengan langkah-langkah sebagai berikut:13
1. Mengidentifikasi Tujuan Umum Pengajaran
Dick and Carey menjelaskan bahwa tujuan pengajaran adalah untuk menentukan
apa yang dapat dilakukan oleh anak didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
Rumusan tujuan pembelajaran harus jelas dan dapat diukur, berbentuk tingkah
laku.
2. Melakukan Analisis Pengajaran
Dengan cara analisis pembelajaran ini akan diidentifikasi ketrampilan-ketrampilan
bawahan (subordinate skills). Analisis pembelajaran dalam keseluruhan desain
pembelajaran merupakan perilaku prasyarat, sebagai perilaku yang menurut proses
psikologis muncul lebih dahulu atau secara kronologis terjadi lebih awal, sehingga
analisis ini merupakan acuan dasar dalam melanjutkan langkah-langkah desain
berikutnya. Dick and Carey mengatakan bahwa tujuan pengajaran yang telah
diidentifikasi perlu dianalisis untuk mengenali ketrampilan-ketrampilan bawahan
(subordinate skills) yang mengharuskan anak didik belajar menguasainya dan
langkah-langkah prosedural bawahan yang ada harus diikuti anak didik untuk dapat
belajar tertentu.
3. Mengidentifikasi Tingkah Laku Masukan dan Karaktristik Siswa
Langkah ketiga dalam model Dick and Carey yaitu mengidentifikasi tingkah laku
dan karakteristik siswa. Langkah ini sangat perlu dilakukan untuk mengetahui
kualitas perseorangan untuk dapat dijadikan sebagai petunjuk dalam
mendeskripsikan strategi pengelolaan pembelajaran. Aspek-aspek yang diungkap
dalam kegiatan ini bisa berupa bakat, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan
berfikir,minat, atau kemampuan awal. Untuk mengetahui hal tersebut dapat
dilakukan dengan bantuan tes baku yang telah dirancang oleh para ahli.

13
http://anapangesti.blogspot.com/2013/12/model-pengembangan-desain-pembelajaran.html, pada tanggal 27-2-2019, pada jam
12-27.wib

14
4. Merumuskan Tujuan Performasi
Menurut Dick and Carey menyatakan bahwa tujuan performasi terdiri atas:
a. Tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan oleh siswa
b. Menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat,
yang hadir pada waktu siswa berbuat.
c. Menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan siswa
yang dimaksudkan pada tujuan
5. Mengembangkan Butir-Butir Tes Acuan Patokan
Tes acuan patokan terdiri atas soal-soal yang secara langsung mengukur istilah
patokan yang dideskripsikan dalam suatu perangkap tujuan khusus. Bagi seorang
perancang pembelajaran harus mengembangkan butir tes acuan patokan, karena
hasil tes pengukuran tersebut berguna untuk:
a. Mendiagnosis dan menempatkannya dalam kurikulum
b. Menceking hasil belajar dan menemukan kesalahan pengertian, sehingga dapat
diberikan pembelajaran remedial sebelum pembelajaran dilanjutkan
c. Menjadi dokumen kemajuan belajar Mengembangkan butir-butir tes acuan
patokan, Dick and Carey merekomendasikan tes acuan patokan, yaitu:
1. test entry behaviors merupakan tes acuan patokan untuk mengukur keterampilan
sebagainya adanya pada permulaan pembelajaran.
2. Pretes merupakan tes acuan patokan yang berguna bagi keperluan tujuan yang
telah dirancang sehingga diketahui sejauh mana pengetahuan anak didik
terhadap semua keterampilan yang berada diatas batas, yaitu keterampilan
prasyarat.
6. Mengembangkan Strategi Pengajaran
Dalam strategi pembelajaran menjelaskan komponen umum suatu perangkat
material pembelajaran dan mengembangkan materi secara prosedural haruslah
berdasarkan karakteristik siswa.
7. Mengembangkan dan Memilih Material Pengajaran
Dick and Carey menyarankan ada tiga pola yang dapat diikuti oleh pengajar untuk
merancang atau menyampaikan pembelajaran, yaitu:
a. Pengajar merancang bahan pembelajaran individual, semua tahap pembelajaran
dimasukan kedalam bahan, kecuali prates dan pascates.
b. Pengajar memilih dan mengubah bahan yang ada agar sesuai dengan strategi
pembelajaran.

15
c. Pengajar tidak memakai bahan, tetapi menyampaikan semua pembelajaran
menurut strategi pembelajarannya yang telah disusunnya.
8. Mendesain dan Melaksanakan Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif merupakan salah satu langkah dalam mengembangkan desain
pembelajaran yang berfungsi untuk mengumpulkan data untuk perbaikan
pembelajaran. Melalui evaluasi formatif akan ditemukan berbagai kekurangan yang
terdapat pada kegiatan pembelajaran, sehingga kekurangan-kekurangan tersebut
dapat diperbaiki.
9. Merevisi Bahan Pembelajaran
Revisi dilakukan untuk menyempurnakan bahan pembelajaran sehingga lebih
menarik, efektif bila digunakan dalam keperluan pembelajaran, sehingga
memudahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dick and
Carey mengemukakan ada dua revisi yang perlu dipertimbangkan, yaitu:
a. revisi terhadap isi atau substansi bahan pembelajaran agar lebih cermat sebagai
alat belajar
b. revisi terhadap cara-cara yang dipakai dalam menggunakan bahan
pembelajaran.
10. Mendesain dan Melaksanakan Evalusi Sumatif
Melalui evaluasi sumatif dapat ditetapkan atau diberikan nilai apakah suatu desain
pembelajaran, dimana dasar keputusan penilaian didasarkan pada keefektifan dan
efisiensi dalam kegiatan belajar-mengajar. Secara umum penggunaan desain
pengajaran menurut Dick and Carey adalah sebagai berikut.
a. Model Dick and Carey terdiri atas 10 langkah dimana setiap langkah sangat
jelas maksud tujuannya, sehingga bagi perancang pemula sangat cocok
sebagai dasar untuk mempelajari model desain.
b. Kesepuluh langkah pada model Dick and Carey menunjukkan hubungan yang
sangat jelas, dan tidak terputus antara langkah satu dengan langkah yang
lainnya. Dengan kata lain, sistem yang terdapat pada Dick and Carey sangat
ringkas, namun isinya padat dan jelas dari satu urutan ke urutan berikutnya.
c. Langkah awal pada model Dick and Carey adalah mengidentifikasi tujuan
pegajaran. Langkah ini sangat sesuai dengan kurikulum perguruan tinggi
maupun sekolah menengah dan sekolah dasar, khususnya dalam mata
pelajaran tertentu dimana tujuan pengajaran pada kurikulum agar dapat
melahirkan suatu rancangan pembelajaran.

16
Model Banathy terdapat 6 langkah, model PPSI terdapat 5 langkah dan model Dick
and Carey terdapat 10 langkah.14
D. Desain pendidikan karakter pada konteks makro dan mikro
1. Desain pendidikan karakter pada konteks makro
Implementasi pendidikan karakter di Indonesia hendaknya dilaksanakan secara
menyeluruh yang meliputi konteks makro dan mikro. Konteks makro dalam hal ini
bersifat nasional yang meliputi konsep perencanaan dan implementasi yang
melibatkan seluruh komponen dan pemangku kepentingan secara nasional yang di
awali dengan sebuah kesadaran, bukan kepentingan sesaat, sebagaimana diilustrasikan
dalam gambar berikut:

Proses Pembudayaan Dan Pemberdayaan


Agama Pancasila
UUD 1945, UU No.
20/2003 Sisdiknas Intervensi

Teori
Pendidikan, Perilaku
Satuan Masyara
Psikologi, Keluarga Berkarakt
Nilai-nilai luhur pend kat
Nilai,Sosial er
Budaya

Habituasi
Pengalaman
terbaik dan
praktik nyata
Perangkat Pendukung Kebijakan,
Pedoman, Sumber daya, Lingkungan,
Sarana, dan prasarana, Kebersamaan,
Komitmen Pemangku Kepentingan

Pengembangan karakter dalam konteks Makro.15


Dalam konteks makro kehipan berbangsa dan benegara Indonesia pelaksanaan
pendidikan karakter merupakan komitmen seluruh sektor kehidupan, bukan hanya di
sektor pendidikan nasional. Keterlibatan aktif dari sektor-sektor pemerintahan lainnya,
khususnya sektor keagamaan, kesejahteraan, pemerintahan, komunikasi dan
informasi, kesehatan, hukum, dan hak azazi manusia, serta pemuda dan olah raga.
Pada tahap evaluasi hasil, dilakukan asesmen program untuk perbaikan berkelanjutan
yang sengaja dirancang dan dilaksanakan untuk mendetiksi aktualisasi karakter dalam

14
http://anapangesti.blogspot.com/2013/12/model-pengembangan-desain-pembelajaran.html, pada tanggal 27-2-2019, pada jam
12-29.wib
15
Abdul Majid, Pendidikan karakter perspektif Islam, penerbit, PT. Remaja Rosadakarya, Bandung, 2013, hlm. 38

17
diri peserta didik sebagai indicator bahwa proses pembudayaan dan pemberdayaan
karakter itu berhasil dengan baik.16
2. Desain pendidikan karakter pada konteks mikro
Sedangkan pendidikan karakter dalam konteks mikro berlangsung dalam suatu
satuan pendidikan secara menyeluruh (whole school reform). Dan secara mikro
pendidikan karakter dalam konteks mikro dibagi/ dikelompokkan menjadi 4 pilar
yaitu :
a. Kegiatan belajar mengajar di kelas
b. Kegiatan seharian dalam bentuk budaya satuan pendidikan
c. Kegiatan kurikuler serta ekstra kurikuler
d. Kegiatan seharian di rumah, dan di dalam masyarakat.17
Dalam implementasi kegiatan belajar mengajar di kelas, pengembangan dan
pembentukan karakter dapat ditempuh melalui dua cara :
1. Menggunakan pendekatan integrasi dalam semua mata pelajaran (embed approach)
2. Pendidikan karakter menjadi mata pelajaran tersendiri dimana terpisah dari mata
pelajaran lain.
Dalam suatu pendidikan, harus diciptakan lingkungan sekolah yang nyaman,
aman, dan tertib. Sehingga memungkinkan peserta didik dengan warga satuan
pendidikan lainnya terbiasa dan dibiasakan membangun dan mengembangkan
kegiatan seharian yang mencerminkan perwujudan nilai/karakter. Kegiatan
ekstrakurikuler sebenarnya telah dikenal dalam kurikulum 1975 sebagai kegiatan
pengembangan dan minat peserta didik. Dalam hal ini peserta didik dipandang sebagai
pribadi yang memiliki potensi yang berbeda-beda yang perlu diaktualisasikan dan
membutuhkan kondisi kondusif untuk tumbuh dan berkembang.
Dan kegiatan ekstra kurikuler sebagai wahana yang tepat dalam pengembangan
pendidikan karakter. Kegiatan di lingkungan keluarga dan masyarakat diupayakan
agar terjadi proses penguatan dari orang tua, tokoh masyarakat, dan komponen
lainnya terhadap prilaku berkarakter mulia sehingga program yang dikembangkan di
satuan pendidikan menjadi kegiatan keseharian di rumah dan di lingkungan
msayarakat masing-masing.18

16
Abdul Majid, Pendidikan karakter perspektif Islam,…………………….,hlm. 39
17
Abdul Majid, Pendidikan karakter perspektif Islam,…………………….,hlm. 40
18
Abdul Majid, Pendidikan karakter perspektif Islam,…………………….,hlm. 41

18
Integrasi ke dalam KBM Pembiasaan dalam kegiatan
Pada setiap maple kesehatan di satuan pendidikan

Budaya sekolah keg. Kegiatan


KBM di Kelas Kehidupan
Kegiatan ekstra keseharian
keseharian di satuan di rumah
pendidikan kurikuler

Integrasi kedalam kegiatan Penerapan pembiasaan dalam


Ekstsra kurikuler pramuka, kehidupan keseharian di rumah
Olahraga, karya tulis, tilawah yang sama dengan di suatu pendidikan

Pengembangan karakter dalam konteks mikro.19

19
Abdul Majid, Pendidikan karakter perspektif Islam,…………………….,hlm. 42

19
Penutup

Kesimpulan
Dalam konteks ini, maka pengembangan karakter bangsa lebih ditekankan pada kegiatan
internalisasi dan pembentukan tingkah laku. Dan untuk kepentingan ini, maka tidak relevan
untuk menciptakan kurikulum baru tentang pengembangan karakter, namun lebih
menekankan dengan menciptakan lingkungan dan tingkah laku. Dengan mengacu pada
referensi maka setiap sekolah diwajibkan untuk mempunyai statuta yang didalamnya
dicantumkan secara eksplisit dan jelas tentang pengembangan karakater di sekolah tersebut.
Dengan statuta tersebut maka kegiatan pengembangankarakter dapat dituntun dan diketahui
oleh Pengelola Sekolah, baik oleh Kepala Sekolah maupun oleh Komite Sekolah.
Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang, misalnya sebagai
disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses. Sebagai disiplin, desain
pembelajaran membahas berbagai penelitian dan teori tentang strategi serta proses
pengembengan pembelajaran dan pelaksanaannya. Sebagai ilmu, desain pembelajaran
merupakan ilmu untuk menciptakan spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta
pengelolaan situasi yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro
dan mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas.
Komponen utama dari desain pembelajaran adalah: Pembelajar (pihak yang menjadi
fokus) yang perlu diketahui meliputi, karakteristik mereka, kemampuan awal dan pra syarat.
Tujuan Pembelajaran (umum dan khusus) Adalah penjabaran kompetensi yang akan dikuasai
oleh pembelajar. Konsep tujuan pengajaran atau pembelajaran menitik beratkan pada tingkah
laku siswa atau perbuatan (performace) sebagai suatu jenis output yang terdapat dari siswa,
yang dapat diamati dan menunjukan bahwa siswa tersebut telah melakukan kegiatan belajar.
Dalam desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh para ahli.
Secara umum, model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam model berorientasi
kelas, model berorientasi sistem, model berorientasi produk, model prosedural dan model
melingkar. Model berorientasi kelas biasanya ditujukan untuk mendesain pembelajaran level
mikro (kelas) yang hanya dilakukan setiap dua jam pelajaran atau lebih.

20
Daftar Pustaka

http://rudisiswoyo89.blogspot.com/2013/11/hakikat-dan-model-desain-pembelajaran, pada
tanggal 28-2-2019, pada jam 11-26.wib
Dharma Kesuma, Pendidikan karakter kajian teori dan praktik di sekolah, Penerbit PT.
Remaja Rosdakarya. Bandung, 2011
Agus Wibowo, Pendidikan karakter, Penerbit PT. Pustaka Belajar, Yogyakarta, 2012
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter menjawab tantangan krisis multidimensional, PT.
Bumi Aksara, Jakarta, 2014
http://anapangesti.blogspot.com/2013/12/model-pengembangan-desain-pembelajaran,di akses
pada tanggal 27-2-2019, pada jam 19-30. Wib
http://anapangesti.blogspot.com/2013/12/model-pengembangan-desain-pembelajaran,di akses
pada tanggal 28-2-2019, pada jam 13-40.wib
http://anapangesti.blogspot.com/2013/12/model-pengembangan-desain-pembelajaran.html,
pada tanggal 27-2-2019, pada jam 12-29.wib
Abdul Majid, Pendidikan karakter perspektif Islam, penerbit, PT. Remaja Rosadakarya,
Bandung, 2013

21

Anda mungkin juga menyukai