PENDAHULUAN
Gerakan massa tanah atau yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan istilah
tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia terutama ketika
musim penghujan tiba. Gerakan massa tanah adalah gerakan menuruni atau keluar
lereng oleh massa tanah penyusun lereng, ataupun pencampuran antara tanah dan
batuan sebagai bahan rombakan, akibat dari terganggunya kestabilan tanah penyusun
Gerakan massa tanah dapat terjadi akibat adanya pengaruh interaksi antara
beberapa kondisi morfologi, geologi, struktur geologi dan tata guna lahan. Gerakan
massa tanah dapat menimbulkan kerugian seperti korban jiwa, merusak fasilitas
umum, serta dapat juga melumpuhkan aktivitas ekonomi dan kegiatan pembangunan
di daerah tersebut dan sekitarnya, sehingga perlu dilakukan penyelidikan pada daerah
yang rawan akan gerakan massa tanah agar dapat mengurangi kerugian yang
ditimbulkan nantinya.
Dusun Donorati memiliki kemiringan lereng yang curam, lapisan tanah yang
tebal dan tanah yang mudah mengalami kembang kerut ini mengindikasikan bahwa
daerah penelitian rawan terjadi gerakan massa tanah. Selain itu, berdasarkan berita
media massa Kompas, pada hari Sabtu 18 Juni 2016 telah terjadi tanah longsor di
Tanah longsor di Desa Donorati ini menimbulkan 11 orang korban jiwa, kerugian
material, serta kerusakan fasilitas umum. Terjadinya tanah longsor ini semakin
menandakan bahwa Dusun Donorati telah mengalami gerakan massa tanah, sehingga
1
2
Jawa Tengah. Luas Dusun Donorati sebesar 116 hektar. Lokasi penelitian berbatasan
dengan kendaraan umum atau pribadi (mobil dan motor). Perjalanan menuju daerah
penelitian dilalui jalan beraspal dengan kondisi yang baik. Peta administrasi dapat
rawan akan terjadinya gerakan massa tanah. Penelitian ini perlu dilakukan untuk
gerakan, sehingga dapat diketahui rekayasa pengelolaan secara tepat. Secara garis
besar permasalahan yang ada di daerah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
2. Bagaimana nilai faktor keamanan (safety factor) pada lereng yang telah
tanah?
Penelitian mengenai gerakan massa tanah sudah pernah diteliti oleh peneliti
lainnya tetapi ada perbedaan baik judul, lokasi, maupun metode yang digunakan.
5
Lanjutan Tabel 1.1
Peneliti & Tahun
No Jenis Penelitian Lokasi Judul Tujuan Metode Hasil
Penelitian
3 Rizkia Zaenur Skripsi Jurusan Kecamatan Analisis Tingkat 1. Mengetahui zona tingkat Metode survei dan 1. Zona tingkat kerawanan
Rohma (2013) Pendidikan Karangsambung, Kerawanan Longsor kerawanan longsor lahan observasi lapangan, longsor di daerah
Geografi Kabupaten dan Mitigasi Bencana di daerah penelitian uji laboratorium, penelitian terdiri dari 2
Universitas Kebumen, Provinsi 2. Mengetahui tipe longsor stereonet, yaitu zona cukup tinggi
Sebelas Maret Jawa Tengah yang ada di daerah pengharkatan, dan dan tinggi.
Surakarta penelitian overlay 2. Tipe longsor yang ada di
3. Mengetahui mitigasi yang daerah penelitian yaitu
tepat untuk mengatasi jatuhan, robohan, aliran,
bencana longsor dan longsoran.
3. Mitigasi bencana yang
dilakukan dapat secara
teknik yaitu pemotongan
lereng dan pembuatan
terasering, untuk mitigasi
secara vegetatif dapat
dilakukan penanaman
tumbuhan yang memiliki
akar yang kuat.
4 Anggraini Elita Tesis Jurusan Dusun Nglingseng, Kajian dan Upaya 1. Mengetahui mekanisme, Metode survei, 1. Kenaikan muka air tanah
(2014) Teknik Sipil Desa Muntuk, Penanggulangan faktor pemicu dan observasi lapangan, dan proses pelapukan
Universitas Kecamatan Dlingo, Gerakan Massa Tanah pengontrol gerakan tanah dan programa mempengaruhi perubahan
Gadjah Mada Kabupaten Bantul, 2. Menganalisis kestabilan SLOPE/W faktor keamanan
Yogyakarta Daerah Istimewa lereng menggunakan 2. Nilai faktor keamanan
Yogyakarta program SLOPE/W untuk yang didapatkan 0,718
memperoleh nilai faktor yang berarti lereng tidak
keamanan stabil
3. Memberikan rekomendasi 3. Penanggulangannya yaitu
penanggulangan gerakan pembuatan trap yang
tanah dikombinasikan dengan
drainase horizontal
sehingga tinggi muka air
tanah tidak lebih 1,2 meter
6
Lanjutan Tabel 1.1
6 Purba, Otniel Jurnal Geodesi Kota Semarang Pembuatan Peta Zona 1. Membuat peta zona rawan Overlay dan Scoring Peta Zona Kerawanan Tanah
Jerson, dkk (2014) Vol. 3 (2) Rawan Tanah Longsor tanah longsor Longsor di Kota Semarang
di Kota Semarang 2. Menghasilkan informasi
dengan Melakukan untuk mengetahui zona
Pembobotan Parameter rawan tanah longsor di
Kota Semarang
7 Delia Reski Skripsi Teknik Dusun Donorati, Teknik Pengendalian 1. Mengetahui tingkat Metode survei dan 1. Tingkat kerawanan
Syafira Yusuf Lingkungan UPN Desa Donorati, Gerakan Massa Tanah kerawanan gerakan massa pemetaan, analisis gerakan massa tanah di
(2017) “Veteran” Kecamatan tanah di daerah penelitian laboratorium, daerah penelitian terdiri
Yogyakarta Purworejo, 2. Mengetahui nilai faktor stereonet, dari 2 zona yaitu zona
Kabupaten keamanan pada lereng pengharkatan, dan tinggi dan menengah
Purworejo, Provinsi yang telah mengalami metode bishop 2. Nilai FK pada lereng 1
Jawa Tengah gerakan massa tanah serta adalah 1,143 dan lereng 2
tipe longsorannya sebesar 1,071. Kedua
3. Menentukan pengelolaan lereng termasuk kelas
gerakan massa tanah yang kritis dengan tipe
tepat untuk daerah longsoran yaitu longsoran
penelitian baji.
3. Pengelolaan yang
dilakukan berupa
pembuatan trap dan
drainase serta penanaman
tanaman cengkeh, durian,
mahoni dan sengon.
7
8
2. Mengetahui nilai faktor keamanan pada lereng yang telah mengalami gerakan
penelitian khususnya pada lereng yang telah mengalami gerakan massa tanah.
massa tanah dan arahan pengelolaan gerakan massa tanah di Dusun Donorati.
2. Dapat dijadikan informasi studi gerakan massa tanah dan bahan referensi
1.3. Peraturan
Gerakan massa tanah atau batuan merupakan gerakan menuruni atau keluar
lereng oleh massa tanah atau batuan penyusun lereng, ataupun pencampuran
keduanya sebagai bahan rombakan, akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau
batuan penyusun lereng tersebut, (Karnawati, 2005). Jika hasil massanya didominasi
oleh massa tanah dan melalui suatu bidang pada lereng baik berupa bidang miring
Pergerakan massa tanah pada lereng dapat terjadi akibat pengaruh interaksi antara
mengalami gerakan massa tanah kembali, jika kondisi lereng belum stabil. Menurut
belum padu dan dengan proses fisik dan kimiawi batuan melapuk menjadi
lempung pasir atau pasir lempungan yang bersifat gembur dan mudah
meresapkan air.
dengan tanah pelapukan. Bidang luncur merupakan bidang lemah licin dapat
berupa batuan lempung kedap air atau batuan breksi yang kompak dan
3. Daerah pegunungan dan perbukitan lereng yang curam, pada jalur patahan
atau sesar juga dapat membuat lereng menjadi curam dan dengan adanya
curam akibat pengikisan air sungai kearah lateral, bila daerah tersebut
disusun oleh batuan yang kurang kuat dan tanah yang bersifat lembek dan
kolam ikan (genangan air). Air permukaan pada saluran tersebut meresap ke
dalam tanah jika hujan dan saluran air mengalami jebol. Peresapan air
mengakibatkan kandungan air dalam massa tanah akan lewat jenuh, berat
massa tanah bertambah dan tahan geser tanah menurun serta daya ikat tanah
Gerakan pada lereng baru benar-benar dapat terjadi apabila ada pemicu
yang dapat merubah kondisi lereng dari rentan (siap bergerak) menjadi mulai
bergerak. Pemicu ini umumnya berupa hujan, getaran-getaran atau aktivitas manusia
pada lereng, seperti penggalian dan pemotongan atau peledakan lereng, pembebanan
yang berlebihan, ataupun proses masuknya air ke dalam lereng melalui kebocoran
mengkondisikan suatu lereng menjadi rentan atau siap bergerak, dan penyebab
12
langsung (yang berupa pemicu) yaitu proses-proses yang merubah kondisi lereng
dari kondisi rentan (siap bergerak) menjadi kondisi benar-benar bergerak setelah
melampaui kondisi kritis. Proses dan tahapan gerakan tanah ini secara skematik
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa gerakan tanah dapat disebabkan
karena adanya faktor pengontrol dan faktor pemicu, dan proses terjadinya gerakan
tanah melalui beberapa tahap yaitu tahap stabil, tahap rawan (siap bergerak), tahap
menyebabkan suatu lereng menjadi tidak stabil sehingga rawan untuk bergerak.
Pada litologi dapat merupakan hasil dari pelapukan batuan. Litologi dengan
13
tingkat ketahanan yang tinggi seperti pada batuan beku memiliki tingkat
zona lemah pada satuan batuan, karena struktur yang terjadi mengurangi daya
proses pelapukan dan erosi lebih insentif. Selain itu bidang perlapisan
ataupun kekar yang miring searah dengan searah dengan kemiringan lereng
dan sudut gesekan dalam). Maka dari itu batuan yang terkena struktur geologi
dan hubungannya dengan aspek geologi. Lereng pada lahan yang miring
lereng. Namun tidak semua lahan yang miring selalu rawan untuk bergerak.
Jenis tanah atau batuan, struktur dan komposisi tanah/batuan penyusun lereng
b. Faktor Tanah
batuan tersebut. Tanah residual dan kolovial umumnya merupakan tanah yang
bersifat lepas dan dapat menyimpan air, akibatnya kekuatan gesernya relatif
lemah apalagi jika kandungan air jenuh dan menekan. Kejenuhan air dapat
terjadi apabila tanah tersebut menumpang di atas lapisan tanah atau batuan
yang lebih kedap air sehingga air yang meresap ke dalam tanah sulit
c. Faktor Hidrologi
tekanan hidrostatis air sehingga kuat geser tanah/batuan berkurang dan dapat
menyebabkan gerakan tanah terjadi. Lereng yang air tanahnya dangkal atau
itu, retakan batuan atau kekar sering pula menjadi saluran air yang masuk
perubahan fungsi lahan dapat memberi beban lebih pada litologi setempat.
vegetasi dengan akar yang kuat dapat menambah kekuatan lereng karena
dengan akar yang lemah justru akan berdampak pada kestabilan lereng.
15
berupa:
Hujan yang dapat memicu terjadinya gerakan tanah adalah hujan yang
Secara umum terdapat dua tipe hujan pemicu gerakan tanah di Indonesia yaitu
tipe hujan deras dan tipe hujan normal tapi berlangsung lama. Menurut
Premchit (1995) tipe hujan deras adalah hujan yang dapat mencapai 70
mm/jam atau lebih dari 100 mm/hari. Tipe hujan deras hanya akan efektif
memcu gerakan tanah pada lereng yang tanahnya mudah menyerap air.
Tipe hujan normal adalah hujan yang kurang dari 20 mm/hari, hujan
tipe ini apabila berlangsung selama beberapa minggu hingga beberapa bulan
dapat efektif memicu longsoran pada lereng yang tersusun oleh tanah yang
lebih kedap air, misalnya lereng dengan tanah lempung. Debit air hujan yang
bahkan hilang.
b. Getaran
dari gempa seismik, gempa vulkanik, maupun dari aktifitas manusia seperti
aktifitas kendaraan berat, konstruksi dan lain-lain. Pada daerah yang memiliki
tingkat kejenuhan air yang tinggi dan hubungan antar butir tidak saling
c. Aktifitas Manusia
hutan secara sembarangan, penanaman jenis pohon yang terlalu berat dengan
berdasarkan mekanisme gerakan dan jenis massa yang bergerak. Apabila gerakan
terjadi secara jatuh bebas akibat pengaruh grafitasi bumi, maka gerakan tanah
17
melalui mekanisme ini disebut jatuhan. Apabila gerakan terjadi melalui bidang
luncur (bidang gelincir), yang biasanya merupakan bidang lemah pada lereng, baik
berupa bidang perlapisan batuan atau bidang kekar (rekatan pada batuan), maka
Namun apabila gerakan terjadi secara mengalir akibat penjenuhan pada air,
maka gerakan tanah ini disebut aliran. Massa yang bergerak dapat berupa massa
batuan, tanah atau pencampuran antara keduanya (disebut bahan rombakan). Istilah
longsoran sebenarnya hanya dipakai untuk menyebut salah satu jenis gerakan tanah
berupa luncuran, apabila proses perpindahan massa tanah atau batuan terjadi melalui
suatu bidang luncur. Namun istilah longsoran lebih populer di kalangan masyarakat,
a. Longsoran bidang (plane failure) adalah suatu longsoran batuan atau tanah
yang terjadi disepanjang bidang luncur yag dianggap rata. Bidang luncur
b. Longsoran baji (wedge failure) terjadi bila terdapat dua bidang lemah atau
lereng. Longsoran baji ini dapat dibedakan menjadi dua tipe longsoran yaitu
Untuk longsoran tunggal, luncuran terjadi pada salah satu bidang sedangkan
c. Longsoran guling (toppling failure) umumnya terjadi pada lereng yang terjal
dan pada batuan yang keras dimana struktur bidang lemahnya berbentuk
kolom. Longsoran ini terjadi jika pergerakan massa tanpa melalui bidang
Longsoran jenis ini terjadi apabila bidang-bidang lemah yang ada berlawanan
terjadi di alam. Terutama pada batuan yang lunak (tanah). Pada batuan yang
19
keras, longsoran busur hanya terjadi jika batuan tersebut sudah mengalami
dan tidak dapat dikenali kedudukannya. Pada tanah pola strukturnya tidak
menentu dan bidang gelincir bebas mencari posisi yang paling kecil
hambatannya. Longsoran busur akan terjadi jika partikel individu pada suatu
tanah sangat kecil dan tidak saling mengikat, oleh sebab itu batuan yang telah
diberikan dengan melihatnya dari bagian atas lereng atau mahkotanya. Berdasarkan
1. Mahkota (crown) adalah lokasi di bagian atas dari zona longsor yang
2. Scarp utama adalah permukaan miring tajam pada zona tanah yang tidak
3. Puncak (top) adalah titik tertinggi pada bagian kontak antara material yang
4. Kepala (head) adalah bagian atas longsoran di antara material yang bergerak
5. Scarp minor adalah permukaan miring tajam pada material yang bergerak
6. Tubuh utama merupakan bagian dari material yang bergerak yang menutupi
7. Kaki (foot) adalah bagian longsoran yang bergerak melampaui kaki lereng.
8. Ujung bawah (tip) merupakan titik pada bagian kaki longsoran yang
9. Ujung kaki (toe) adalah margin bagian terbawah dari material yang
bergerak.
10. Bidang longsor atau bidang runtuh (surface of rupture) adalah perpotongan
antara bagian terbawah dari biang longsor dan permukaan tanah asli.
11. Ujung kaki bidang longsor (toe of surface rupture) adalah perpotongan
antara bagian terbawah dari bidang longsor dan permukaan tanah asli.
13. Material pindahan (displaced material) adalah material yang berpindah dari
14. Zona ambles (depletion zona) adalah area yang turun oleh akibat material
asli.
21
15. Zona akumulasi (zona of accumulation) adalah area dimana material setelah
16. Depletion adalah volume tanah dibatasi oleh scarp utama , zona ambles dan
17. Massa ambles (depleted mass) merupakan volume dari massa yang
tanah asli.
19. Sisi luar (flank) adalah zona material yang berdekatan dengan sisi luar
bidang longsor.
20. Permukaan tanah asli (original ground surface) merupakan permukaan dari
Gambar 1.6 Tubuh Longsoran Menurut Cruden dan Varnes (Hardiyatmo, 2006)
konsep keseimbangan plastis batas (limit plastic equilibrium). Tujuan dari analisis
22
kestabilan lereng adalah ntuk menentukan faktor aman dari bidang longsor yang
potensial. Dalam analisis kestabilan lereng beberapa anggapan yang telah dibuat
yaitu :
3. Ketahanan geser dari massa tanah pada setiap titik sepanjang bidang lonsor
tidak tergantung pada orientasi permukaan longsoran, atau dengan kata lain
sepanjang bidang longsor yang potensial dan kuat geser tanah rata-rata
Dalam bidang teknik sipil ada tiga macam lereng yang perlu diperhatikan yaitu :
1. Lereng alam yaitu lereng yang terbentuk karena proses-proses alam, misalnya
2. Lereng yang dibuat dalam tanah asli, misalnya jika tanah dipotong untuk
3. Lereng yang dibuat dari tanah yang dipadatkan, misalnya tanggul untuk jalan
Dalam analisis kestabilan lereng dibutuhkan data sifat fisik dan mekanik
tanah untuk menentukan nilai faktor keamanan lereng. Sifat fisik dan mekanik tanah
adalah karakteristik tanah yang diukur dan diteliti di laboratorium dengan mengambil
23
sampel tanah di lapangan. Sifat fisik dan mekanik tanah yang dibutuhkan diantaranya
yaitu :
Nilai berat volume (Db) bervariasi antar satu titik dengan titik yang lain
perakaran, struktur tanah, dan lain-lain. Pada tanah yang mudah mengembang
kadar air tanah (Grossman dan Reinsch, 2002). Berbagai metode dapat
digunakan dalam penentuan berat volume (Db), salah satunya adalah metode
ring (core). Metode ring ini tidak cocok untuk tanah yang berbatu-batu,
Prinsip dari metode ring ini yaitu suatu ring yang berbentuk silinder
Sampel tanah yang diambil dengan ring dikeringkan di dalam oven selama 24
jam pada suhu 105 ºC, kemudian ditimbang dan dihitung berat volume
tanahnya. Satuan untuk berat adalah gram (gr) dan satuan untuk volume
adalah cm3 maka satuan untuk berat volume tanah adalah gr/cm3.
terhadap desakan atau tarikan). Jika suatu tanah tidak memiliki kekuatan
geser yang cukup untuk menahan tegangan geser yang terjadi, maka akan
Besarnya kuat geser tanah dikontrol oleh kohesi (c) dan sudut geser
Pengujian kuat geser tanah ini bertujuan untuk mendapatkan nilai kohesi (c)
dan sudut geser dalam (φ), nilai kohesi dan sudut geser dalam ini digunakan
berbagai sisi dan tidak mengalami gangguan. Berdasarkan kajian pada gaya-gaya
mekanik yang bekerja pada lereng, gerakan massa tanah terjadi apabila terjadi
gangguan kestabilan lereng. Kestabilan pada suatu lereng ditentukan oleh hubungan
antara momen gaya yang melongsorkan atau meluncurkan (driving forces) yang akan
membuat massa tanah yang bergerak ke bawah dan momen yang menahan (resisting
forces) yang menyebabkan massa tanah tetap berda di tempatnya (Karnawati, 2005).
Gaya yang menjadikan lereng longsor adalah berat massa material tanah,
beban pada lereng, tekanan air dalam pori-pori tanah dan adanya getaran. Gaya-gaya
25
yang menahan sehingga lereng tidak longsor adalah kuat geser (shear strength) yaitu
nilai kohesi (C) dan sudut geser dalam (φ). Lereng dapat dianalisis melalui
perhitungan faktor keamanan lereng dengan melibatkan bentuk geometri lereng, data
sifat fisik dan mekanika tanah (Hardiyatmo, 2006). Analisis dapat dipertajam dengan
melibatkan aspek fisik lain secara regional yaitu melibatkan kondisi lingkungan
fisiknya baik berupa iklim, vegetasi, morfologi, batuan/tanah maupun situasi geologi
daerah tersebut.
cara membandingkan antara gaya yang menahan dan gaya yang melongsorkan atau
∑ 𝑔𝑔𝑔𝑔 𝑝𝑝𝑝𝑝ℎ𝑎𝑎
𝐹𝐹 =
∑𝑔𝑔𝑔𝑔 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝
Faktor keamanan (FK) dibagi kedalam tiga kelompok yang ditinjau dari intensitas
kelongsorannya, yaitu :
Lereng yang stabil memiliki nilai FK yang lebih dari 1,25 dan lereng yang
tidak stabil memiliki nilai FK kurang dari 1,07. Nilai faktor keamanan lereng
tersebut tergantung pada besarnya ketanahan geser dan tegangan geser, dimana
Metode irisan merupakan metode yang sangat sering digunakan dalam analisa
kestabilan lereng. Metode ini sangat berguna dan dapat digunakan dalam praktek
rekayasa serta membuthkan data yang relatif sedikit dibandingkan metode lainnya
seperti metode elemen, metode beda hingga atau metode diskrit. Beberapa metode
irisan yang umum digunakan untuk menganalisis kestabilan lereng diantaranya yaitu
metode Fellenius, Janbu, Spencer, Morgenstern Price, Bishop, dan lain sebagainya.
Pada penelitian ini digunakan metode Bishop untuk menganalisis tingkat kestabilan
lereng.
Semua metode irisan menyatakan kondisi kestabilan suatu lereng dalam suatu
mempunyai nilai yang sama untuk setiap irisan. Kekuatan geser material yang
tersedia untuk menahan material sehingga tidak bergerak dinyatakan dalam kriteria
keruntuhan Mohr-Coulomb. Karakteristik dari metode irisan ini adalah geometri dari
bidang runtuh biasanya dianggap berbentuk sebuh busur lingkaran, gabungan busur
lingkaran dengan garis lurus, atau gabungan dari beberapa segmen garis lurus.
Apabila geometri dari bidang runtuh sudah ditentukan maka selanjutnya massa di
atas bidang runtuh dibagi ke dalam sejumlah irisan tertentu. Tujuan dari pembagian
Gambar 1.7 Model Lereng dengan Bidang Runtuh Berbentuk Busur Lingkaran
(Hardiyatmo 2006)
Metode Bishop pada dasarnya sama dengan metode swedia, tetapi metode
metode ini apabila dibandingkan dengan metode lainnya yang memenuhi semua
Umum, jarang lebih besar dari 5%. Metode ini sangat cocok digunakan untuk
pencarian secara otomatis bidang runtuh kritis yang berbentuk busur lingkaran untuk
mempermudah dan juga mempercepat perhitungan nilai faktor keamanan dari suatu
28
lereng, software ini dapat secara otomatis menghitung nilai faktor keamanan
minimum dari suatu lereng berdasarkan input parameter dari lereng yang diperlukan
serta metode yang ingin digunakan dalam menghitung nilai faktor keamanan.
teknik. Rekayasa teknik yang akan dilakukan berfungsi untuk meningkatkan faktor
keamanan (FK) pada suatu lereng. Menurut Highway Research Board (1958),
penanganan longsoran ada tiga tipe pendekatan yang bisa diterapkan untuk menaikan
Rekayasa teknis yang dapat digunakan pada lokasi yang didominasi oleh
kemiringan lereng lebih landai merupakan perbaikan lereng yang relatif murah,
air hujan, sehingga lereng dapat dipelihara dengan kondisi kering atau sebagian
merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan lereng agak miring hingga sangat
curam. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kerawanan gerakan massa
tanah di daerah penelitian, pengaruh sifat fisik-mekanik tanah terhadap nilai faktor
lapangan (data primer) dan pengolahan data. Survei lapangan dilakukan untuk
lereng, pemetaan jenis tanah, penggunaan lahan, tata air lereng, kemiringan lereng
dan juga pengukuran laju infiltrasi, ketebalan solum tanah dan tekstur tanah. Serta
Selain itu pemetaan dilakukan untuk mengetahui batas kontak batuan dan kedudukan
batuan yang digunakan untuk membuat peta satuan batuan. Pengukuran struktur
jenis tanah untuk mengetahui jenis tanah di lapangan, selain itu juga dilakukan
pengukuran ketebalan solum tanah dan tekstur tanah. Pemetaan penggunaan lahan
31
32
daerah penelitian.
menjadi parameter data mekanika tanah (kohesi, berat jenis, berat isi dan sudut geser
analisis nilai faktor keamanan lereng dan memberikan konsep pengelolaan yang
Komponen lingkungan yang diteliti meliputi curah hujan, tanah, batuan, struktur
geologi, kemiringan lereng, tata air, dan penggunaan lahan. Kriteria, indikator dan
asumsi dalam penentuan parameter dalam kegiatan penelitian dapat dilihat dalam
Tabel 2.1
Tabel 2.1 Kriteria, Indikator dan Asumsi Gerakan Massa Tanah
Parameter
No Kriteria Indikator Asumsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Curah hujan yang tinggi atau menengah tetapi
berlangsung lama berperan dalam memicu
terjadinya gerakan tanah. Air hujan meresap
1 Iklim Curah hujan kedalam lereng, sehingga tekanan air untuk
merenggangkan ikatan tanah meningkat pula
menyebabkan massa tanah terangkut oleh aliran
air dalam lereng.
33
Lanjutan Tabel 2.1
Parameter
No Kriteria Indikator Asumsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9
34
Lanjutan Tabel 2.1
Parameter
No Kriteria Indikator Asumsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keterangan * : 1 = Iklim; 2 = Bentuk Lahan; 3 = Tanah; 4 = Batuan; 5 = Struktur Geologi; 6 = Tata Air; 7 = Biotis; 8 = Sosial; 9 = Rekayasa
Sumber :
Hardiyatmo, Hary Christady. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Karnawati, Dwikorita. 2005. Gerakan Massa Tanah di Indonesia dan Upaya Penanggulangannya. Yogyakarta: Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universiatas
Gadjah Mada
35
36
Manfaat Penelitian
Kajian Teori
1. Sebagai informasi dan masukan untuk masyarakat
Gerakan massa tanah, tingkat kerawanan gerakan massa
Dusun Donorati, pemerintah daerah serta instansi terkait
tanah, tipe gerakan massa tanah, faktor keamanan
mengenai gerakan massa tanah dan arahan pengelolaan
lereng dan rekayasa teknik dalam pengelolaan gerakan
2. Dapat dijadikan informasi studi gerakan massa tanah
massa tanah.
dan bahan referensi untuk penelitian selanjutnya
3. Dapat dijadikan sebagai penerapan dan pengembangan
Metodologi Penelitian ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang geologi
1. Teknik Pengumpulan Data: Survey dan Pemetaan teknik
2. Teknik Pengambilan Sampel: Purposive Sampling
3. Teknik Analisis Data: Overlay Peta, Uji Parameter
Laboratorium, Analisis Stereografis dan Analisis Curah hujan, kemiringan lereng, penggunaan lahan, struktur
Metode Bishop
geologi, batuan, laju infiltrasi, tanah (jenis tanah, tekstur
4. Teknik Evaluasi Data: Pengharkatan
5. Metode Penyusunan Konsep Pengelolaan Gerakan tanah dan ketebalan solum tanah, mekanik tanah).
Massa Tanah: Deskriptif Kualitatif
penelitian ini terdiri dari ruang batas ekosistem, batas sosial dan ruang batas
dalam kategori curam, hal ini merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya gerakan massa tanah. Selain itu penggunaan lahan berupa permukiman
yang berada di lereng dapat mengganggu kestabilan lereng, menambah beban pada
lereng dan jika terjadi gerakan massa tanah akan menimbulkan kerugian yang lebih
Daerah penelitian terletak diantara bukit dan dilewati oleh Sungai Gintung.
Batas ekologi wilayah penelitian dibatasi berdasarkan sungai dikarenakan air sungai
yang mengalir dari arah tenggara ke barat laut ini dapat menggerus bagian kaki
lereng tersebut, misalnya pemotongan lereng untuk pembangunan rumah yang dapat
mengubah kemiringan lereng yang awalnya tidak curam menjadi curam dan adanya
bangunan dapat menambah beban pada lereng sehingga menjadikan lereng rawan
38
terhadap gerakan massa tanah. Selain itu jika permukiman warga terkena gerakan
karakteristik wilayah berupa lereng perbukitan dan lembah dengan sebagian besar
wilayah memiliki kemiringin lereng yang curam. Hal ini merupakan salah satu faktor
yang dapat menyebabkan terjadinya gerakan massa tanah dikarenakan lereng yang
curam memiliki gaya penggerak massa tanah yang besar. Selain itu daerah penelitian
juga tersusun atas batuan andesit dan breksi andesit yang bersifat kedap air sehingga
CARA PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dan
parameter yang digunakan, analisis stereografis dan analisis metode Bishop. Metode
survei lapangan yaitu metode untuk memperoleh data lapangan dengan cara
diselidiki.
tematik yang dibutuhkan. Survei yang dilakukan adalah pengukuran posisi batuan,
pengukuran kemiringan lereng, pengukuran kekar dan geometri lereng pada lereng-
lereng yang telah megalami gerakan massa tanah, pengukuran ketebalan solum
tanah, penyelidikan tekstur tanah, dan pengukuran laju infiltrasi. Selain itu dilakukan
Uji laboratorium yang dilakukan adalah uji sifat fisik dan mekanik tanah
berupa uji berat isi tanah dan uji kuat geser. Pengujian kuat geser dilakukan dengan
cara uji triaksial dan hasil dari uji kuat geser ini berupa data kohesi dan sudut geser
didapatkan dari uji laboratorium ini digunakan untuk analisis faktor keamanan lereng
40
41
Analisis data dengan cara tumpang susun (overlay) peta-peta tematik dan
penggunaan lahan, tekstur tanah, kedalaman solum tanah, tingkat pelapukan batuan,
curah hujan dan laju infiltrasi. Overlay dan pengharkatan ini bertujuan untuk
membuat peta tingkat kerawanan gerakan massa tanah, tingkat kerawanan gerakan
massa tanah dibagi menjadi empat kelas yaitu sangat rendah, rendah, menengah dan
tinggi.
Metode bishop dilakukan untuk mengetahui nilai faktor keamanan pada lereng
yang telah mengalami gerakan massa tanah, dengan cara menganalisis hasil data
pengukuran geometri lereng, kemiringan lereng serta data hasil uji laboratorium
berupa berat isi tanah, kohesi dan sudut geser dalam. Sedangkan metode stereografis
digunakan untuk menganalisis data hasil pengukuran kekar, kemiringan lereng, dan
nilai sudut geser dalam yang didapatkan dari uji laboratorium, yang nantinya hasil
dari analisis stereografis ini dapat diketahui tipe longsoran dan arah longsorannya.
Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu pengumpulan data primer
dan data sekunder. Data primer merupakan data pengamatan dan pengukuran secara
langsung dilapangan. Data primer yang dihasilkan meliputi hasil laboratorium, hasil
dasar (peta geologi lembar Purworejo, peta jenis tanah Purworejo, peta citra dan peta
RBI lembar Purworejo), data curah hujan dari tahun 2007 sampai tahun 2016 dan
data demografi Desa Donorati tahun 2016. Data sekunder yang berupa peta geologi,
peta tanah, dan peta penggunaan lahan selanjutnya di cross check di lapangan untuk
disesuaikan dengan kondisi aslinya untuk dijadikan data primer. Parameter yang
- Jenis Tanah
- Tekstur tanah
- Ketebalan solum tanah
6 Tanah - Berat isi
- Sudut geser dalam
- Kohesi
- Laju Infiltrasi
adalah teknik pengambilan sampel secara sesuai dengan persyaratan sampel yang
diperlukan, sampel yang diambil tidak secara acak tapi ditentukan oleh peneliti.
dengan mengambil sampel sesuai dengan persyaratan baik berupa sifat, karakteristik
gerakan massa tanah. Pengambilan sampel tanah ini berdasarkan perlapisan pada
lereng yaitu bagian atas lereng, bagian tengah dan bagian bawah atau kaki lereng, hal
ini diasumsikan telah mewakili kondisi lereng. Pengambilan sampel tanah dilakukan
secara undisturb agar kondisi tanah yang diujikan hampir menyamai kondisi aslinya
Sampel yang diambil di lapangan akan dilakukan uji laboratorium untuk mengetahui
berdasaran jenis tanah, satuan batuan dan penggunaan lahan di daerah penelitian
sedangkan penentuan lokasi pengukuran kedalaman solum tanah dan tekstur tanah
penelitian berupa bahan dan alat yang digunakan saat penelitian dapat dilihat pada
A B
C D
E F
disusun dalam diagram alir yang tersaji pada Gambar 3.2 di bawah ini:
45
Peta Geologi Peta Jenis Peta RBI skala Data Kejadian Data Curah
Regional skala Tanah skala 1: 25.000 Bencana Gerakan Hujan
Tahap Persiapan
Survei dan Survei dan Pemetaan Survei dan Survei dan Survei dan pemetaan
Pemetaan Satuan Jenis Tanah, Pemetaan Pemetaan gerakan massa tanah dan
Batuan dan Pengukuran Ketebalan Penggunaan Kemiringan Lereng pengukuran kekar di lereng
Tingkat Pelapukan solum tanah dan Lahan yang telah mengalami
Batuan Tekstur Tanah gerakan massa tanah
Peta Kemiringan
Peta Penggunaan
Lereng skala
Peta Tingkat Peta Satuan Lahan skala Pengambilan sampel
1: 8.000
Pelapukan Batuan skala 1: 8.000 tanah pada lereng yang
Batuan skala 1: 8.000 telah mengalami
1: 8.000 gerakan massa tanah
Pengukuran Infiltrasi
maupun pustaka lainnya yang berkaitan dengan judul dan daerah penelitian
seperti laporan penyelidikan dan catatan hasil penelitian yang terkait dengan
serta metode lainnya yang digunakan dalam penelitian. Studi pustaka ini
Daerah Kabupaten Purworejo, Balai Pengelolaan Sumber Daya Air dan Balai
Desa Donorati. Data sekunder yang dikumpulkan berupa data curah hujan,
peta geologi, peta tanah, peta rupa bumi, data demografi Desa Donorati dan
c. Pembuatan peta tentatif merupakan peta semantara yang akan dicek kembali
di lapangan untuk menyempurnakan peta. Peta tentatif ini berasal dari data
sekunder yang telah dikumpulkan seperti peta rupa bumi, peta geologi dan
peta tanah.
Tahap lapangan berupa pengumpulan data primer yang dilakukan dengan cara
pengamatan, pengukuran, pencatatan dan ploting data lapangan pada peta topografi.
Tahap lapangan meliputi pemetaan satuan batuan, pemetaan jenis tanah, pemetaan
pengambilan sampel tanah. Lokasi kegiatan di lapangan dapat dilihat pada Peta 3.1
48
49
untuk mendapatkan data kekar dan kedudukan batuan yang dibutuhkan untuk
yang telah mengalami gerakan massa tanah dan masih dianggap rawan akan
c. Survei dan pemetaan jenis tanah dilakukan untuk mengetahui jenis tanah di
daerah penelitian. Survei dan pemetaan jenis tanah ini mengacu pada peta
tanah regional lembar Jawa Tengah skala 1:100.000 dimana hasil interpretasi
peta tanah ini selanjutnya dilakukan survei dan pemetaan langsung di lapangan
untuk mengamati jenis tanah, warna tanah, serta tekstur tanah.Jenis tanah ini
pengamatan jenis tanah dan untuk mengetahui usia tanah tersebut tergolong
muda atau tua. Pengukuran ketebalan solum tanah dilakukan menggunakan bor
50
e. Survei dan pemetaan penggunaan lahan mengacu pada peta penggunaan lahan
skala 1:25.000 yang merupakan hasil interpretasi dari peta Rupa Bumi
mengalami perubahan pada peta dengan menggunakan GPS. Daerah yang telah
peta. Peta penggunaan lahan ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi rona
lingkungan daerah penelitian yang akan dijadikan acuan sebagai evaluasi hasil
f. Pengambilan sampel tanah ini dilakukan untuk pengujian sifat fisik dan
yang telah mengalami gerakan massa tanah dan dianggap masih rawan untuk
undisturb ini dilakukan agara menjaga sifat-sifat asli tanah seperti kadar air dan
infiltrometer yang terdiri dari dua ring dimana ring bagian dalam berdiameter
dimasukkan ke dalam tanah, lalu diisikan air sampai ketinggian tertentu lalu
dibaca skala penurunan air setiap 2 menit sampai penurunan air dalam ring
penggunaan lahan dan jenis tanah di daerah penelitian. Pengukuran infiltrasi ini
air, dikarenakan jika suatu daerah memiliki kemampuan infiltrasi yang cukup
tinggi maka jumlah air yang masuk ke dalam tanahpun akan banyak dan dapat
52
menyebabkan tanah menjadi jenuh air sehingga beban tanah bertambah berat
parameter tanah (sifat fisik-mekanik) yaitu berat isi, kadar air, dan uji kuat geser
dalam. Pengujian kuat geser dalam dilakukan dengan cara uji triaksial. Pada
pengujian triaksial, sampel tanah dibebani pada ketiga sumbunya (sumbu Cartesius)
dengan beban tekanan σ1, σ2, dan σ3. Pengujian ini bertujuan untuk mensimulasikan
kondisi yang sebenarnya di lapangan yaitu suatu elemen tanah menerima beban tekan
dari atas yang terdiri dari beban tanah diatasnya atau overburden pressure dan beban
lainnya (σ1) serta tekanan tanah dari arah radial yang mengekang (atau meghimpit)
(UU). Pengujian dengan cara unconsolidated undrained (UU) adalah uji cepat (quick
test) yang mula-mula sampel diberi tegangan kekang, kemudian diberi tegangan
normal melalui tegangan deviator sampai terjadi keruntuhan. Selama pengujian air
53
tidak diizinkan keluar dari benda uji, akibatnya beban normal tidak ditransfer
kebutiran tanah dan terjadi kelebihan tekanan air pori (Herman, 2011).
lapisan tanah belum sempat terkonsolidasi (air di dalam pori tanah belum mengalir
dengan menggunakan data primer yang didapatkan dengan cara pengamatan dan
yang dibuat pada tahap sebelum lapangan yaitu peta satuan batuan, peta kemiringan
lereng, peta penggunaan lahan, dan peta tanah. Peta-peta tersebut akan dianalisis
lapangan dan data sekunder kemudian dilakukan analisis untuk dievaluasi. Evaluasi
Data curah hujan dianalisis secara kuantitatif untuk menghitung data curah
hujan dalam kurun waktu 10 tahun agar mendapatkan rata-rata curah hujan
tahunan dan bulan basah serat bulan kering serta untuk mengetahui tipe iklim
54
daerah penelitian. Data curah hujan yang digunakan berasal dari Stasiun
Kedungputri yang merupakan stasiun terdekat dari daerah penelitian. Data curah
hujan yang digunakan dalam kurun waktu 10 tahun ini yaitu dari tahun 2007
menjadi empat kelas atau zona yaitu sangat rendah, rendah, menengah dan tinggi.
- Curah Hujan
massa tanah, curah hujan yang besar akan mengakibatkan air yang
jenuh akan air. Tanah yang jenuh akan air dapat menambah beban lereng
dan menurunkan kuat geser tanah sehingga rawan terjadinya gerakan massa
tanah. Berikut klasifikasi curah hujan yang disajikan pada tabel dibawah ini:
- Penggunaan Lahan
terjadi gerakan massa tanah di sekitar wilayah permukiman maka akan lebih
beresiko adanya korban jiwa serta kerugian material yang lebih besar. Maka
No Kategori Harkat
1 Hutan 1
4 Sawah 4
5 Permukiman 5
- Kemiringan Lereng
tanah atau batuan penyusun lereng juga akan semakin besar, sehingga dapat
3 15 – 25 Miring 3
4 25 – 45 Curam 4
5 > 45 Sangat curam 5
ft = fc + (f0 – f c) e -kt
Keterangan:
t = waktu (menit)
air sehingga semakin lambat laju infiltrasi menunjukkan bahwa tanah tidak
mudah meresap air, hal ini dapat disebabkan karena tanah memiliki pori-
pori yang kecil atau rapat sehingga air sulit untuk mengalir masuk ke dalam
tanah. Tanah yang bersifat seperti ini dapat menyebabkan air akan lama
batuan menjadi tidak kompak dan material batuan tidak saling mengikat
klasifikasi berikut:
Sumber: New Zealand Geomchanics Society (1988) dalam PSBA UGM, 2004
58
Tanah yang bersolum tebal rawan akan terjadinya gerakan massa tanah
dikarenakan tanah ini dapat menampung jumlah air yang besar, sehingga
2 30 – < 60 Tipis 2
3 60 – < 90 Sedang 3
- Sumber: FAO Guidelines For Soils Profils Description (1986) dalam PSBA UGM, 2004
massa tanah dikarenakan tanah tidak mudah meloloskan air, sehingga air
yang masuk ke dalam tanah dapat tertampung dan menambah beban pada
nilai maksimal dengan jumlah nilai minimal pengharkatan dari setiap parameter.
Hasil pengurangan dibagi dengan jumlah kelas yang diinginkan, maka akan
kelas kerawanan:
∑𝑎 −∑𝑏
𝑖=
𝑛
Keterangan:
35 − 7
𝑖= = 7
4
gerakan massa tanah sebagaimana disajikan pada Tabel 3.13 dibawah ini.
1 7 – 14 Sangat Rendah 1
2 15 – 21 Rendah 2
3 22 – 28 Menengah 3
4 29 – 35 Tinggi 4
(Bishop, 1955) merupakan metode yang paling populer dalam analisis kestabilan
lereng. Asumsi yang digunakan dalam metode ini yaitu besarnya gaya geser
antar irisan sama dengan nol (X=0) dan bidang runtuh berbentuk sebuah busur
lingkaran. Kondisi kesetimbangan yang dapat dipenuhi oleh metode ini adalah
kesetimbangan gaya dalam arah vertikal untuk setiap irisan dan kesetimbangan
𝑆𝑆𝑆 𝜃
∑𝑖=𝑛 𝑖
𝑖=1 [𝑐′𝑏𝑖 + (𝑊𝑖 −𝑢𝑏𝑖 ) 𝑡𝑡𝑡 𝜑′] � �1+ 𝑡𝑡𝑡 𝜃 𝑡𝑡𝑡 𝜑′/𝐹� �
𝑖
F=
∑𝑖=𝑛
𝑖=1 𝑊𝑖 sin 𝜃𝑖
61
Keterangan :
θi = Sudut (derajat)
F = Faktor keamanan
and error), karena nilai faktor aman (F) terdapat di kedua sisi persamaan.
Akan tetapi, cara ini telah terbukti memberikan nilai faktor aman yang
mendekati nilai faktor aman dari hitungan yang dilakukan dengan cara lain
Faktor keamanan dibagi kedalam tiga kelompok yang ditinjau dari intensitas
d. Analisis Stereografis
perlapisan, slope dan sudut geser dalam tanah yang dapat menyebabkan
2. Secara default pada program dips akan muncul kolom Dip dan Dip
Direction.
data yang diperlukan, kemudian lakukan Copy, Paste pada program Dips
4. Pilih Contour Plot untuk menampilkan kontur plot dari data tersebut, akan
tampilan stereonet dapat diubah dengan dengan cara klik kanan mouse,
5. Penambahan dimensi lereng dapat dilakukan dengan cara klik menu Set,
Add Plane. Pada kolom Label beri nama misal Lereng 1 dan pada kolom
Dip/Dip Direction isikan data dengan Dip dan Dip Direction sesuai data
6. Penambahan data kekar dapat dilakukan dengan cara klik menu Sets, Add
Set Window, perhatikan warna kontur yang memiliki konsentrasi lebih dari
4% lalu lingkupi.
63
7. Penambahan sudut geser dalam dapat dilakukan dengan cara pilih menu
Cone pada Toolbar. Pada kolom Angle isi dengan nilai sudut geser dalam
dengan rumus (90o – Nilai Sudut Geser Dalam). Isi Trend dan Plunge
8. Penentuan arah umum longsoran klik Draw Moving Line pada Toolbar
lalu klik kiri saat kursor berada pada posisi arah longsoran yang telah
9. Garis arah longsoran dapat diganti dengan panah pada menu Add Arrow
Untuk menghapus garis dapat dilakukan dengan cara klik Tools, Delete,
Delete Lines.
(Rai, 1998).
11. Penyimpanan data selanjutnya dilakukan dengan cara klik File, Save.
Kotak dialog menanyakan Dips Files (*.dip) yang disimpan maka akan
longsoran menurut Hoek dan Bray (1981) yang terbagi atas empat tipe
busur.
dan menambah atau memberikan gaya-gaya yang dapat menahan gerakan massa
lereng-lereng yang sebelumnya sudah pernah terjadi gerakan massa tanah namun
lereng tersebut masih belum stabil atau masih kritis, serta dilakukan juga pada
wilayah yang memiliki tingkat kerawanan gerakan massa tanah menengah hingga
tinggi.
adalah pembuatan trap dan drainase pada lereng-lereng yang telah mengalami
gerakan massa tanah. Hal ini dikarenakan lereng-lereng tersebut masih memiliki
kemiringan lereng yang curam sehingga dengan pembuatan trap ini ditujukan agar
kemiringan lereng dapat lebih landai dibanding sebelumnya, serta struktur trap ini
dapat mengurangi erosi dan menahan gerakan turun debris (campuran material
granuler) pada longsoran kecil. Selain itu dengan adanya trap, laju aliran permukaan
yang sering diikuti dengan aliran debris menjadi terhambat. Pembuatan drainase
berupa parit pada lereng bertujuan untuk mereduksi genangan air dan untuk
serta komponen sosial. Rona lingkungan di daerah penelitian didapatkan dari data
primer dengan pengamatan serta pengukuran langsung di lapangan dan data sekunder
tata air, dan bencana alam. Data yang didapatkan dari hasil observasi langsung di
lapangan dan terdapat data penunjang penelitian lainnya dari instansi yang berkaitan.
Semakin tinggi intensitas curah hujan maka semakin tinggi pula potensi terjadinya
gerakan massa tanah. Data curah hujan dalam penelitian ini didapatkan dari Stasiun
Kedungputri dari tahun 2007 sampai 2016 yang dikelola oleh Balai Pengelolaan
Sumber Daya Air Kabupaten Purworejo, yang dapat dilihat pada Tabel 4.1. Menurut
Schmidt dan Ferguson (1951) curah hujan diklasifikasikan kedalam tiga golongan
yaitu:
65
Tabel 4.1 Data Curah Hujan Bulanan Tahun 2007 – 2016 di Stasiun Kedungputri
66
67
Berdasarkan data pada Tabel 4.1 hasil rata-rata curah hujan bulanan selama 10 tahun
disajikan dalam bentuk grafik yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
600
507,2
Curah Hujan Bulanan (mm/thn)
500
428,8
411,7
400 367,9 366,1
319,6
300
BB 222,3
BB
200 165
135,2
82,8 70
100
BL 20,2 BL
BK
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Keterangan:
BB: Bulan Basah BL: Bulan Lembab BK: Bulan Kering
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa bulan kering terjadi pada bulan
Agustus, sementara bulan basah terjadi pada bulan Oktober sampai Juni. Sedangkan
untuk bulan lembab terjadi pada Juli dan September. Pada bulan Oktober sampai Juni
yang termasuk kedalam kategori bulan basah yang menandakan bahwa pada bulan-
bulan tersebut memiliki curah hujan yang tinggi sehingga rawan terjadi gerakan
massa tanah. Hal ini dikarenakan curah hujan yang tinggi akan mempengaruhi laju
Tanah yang jenuh akan air dapat menyebabkan massa/bobot tanah bertambah
sehingga jika tanah tidak dapat lagi menahan maka terjadilah gerakan massa tanah.
Selain itu pada grafik dapat diketahui juga curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada
bulan Desember sebesar 507,2 mm/bulan, sedangkan curah hujan terendah terjadi
pada bulan Agustus sebesar 20,2 mm/bulan. Berikut jumlah bulan basah, bulan
68
lembab dan bulan kering dari tahun 2007 sampai 2016 yang dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 4.2 Jumlah Bulan Basah, Bulan Lembab dan Bulan Kering Tahun 2007 - 2016
antara jumlah rata-rata bulan kering dengan jumlah rata-rata bulan basah, dari data
tabel diatas diketahui rasio Qoutinent sebesar 0,361 dan jika diklasifikasikan
termasuk dalam tipe iklim C dengan kelas iklim agak basah. Berikut klasifikasi tipe
iklim dan kelas iklim menurut Schmidt dan Ferguson (1951) yang dapat dilihat pada
Tabel 4.3 Tipe dan Kelas Iklim Klasifikasi Schmidt dan Ferguson (1951)
4.1.2. Bentuklahan
Lokasi Penelitian
kemiringan lereng yang merupakan hasil interpretasi peta topografi, survei dan
pemetaan yang dilakukan di lapangan, didapatkan nilai atau kelas kemiringan lereng
1 5 8 – 15 Agak miring 2
2 9 15-25 Miring 3
3 67 25-45 Curam 4
dominasi dengan kemiringan lereng curam, hal ini menjadi salah satu faktor penting
dalam terjadinya gerakan massa tanah, karena semakin curam suatu lereng maka
semakin besar pula gaya penggerak massa tanah/batuan penyusun lereng sehingga
menyebabkan lereng rawan terjadi gerakan massa tanah (Karnawati, 2005). Peta
4.1.3. Tanah
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, jenis tanah yang terdapat di daerah
penelitian adalah tanah latosol yang dicirikan dengan warna coklat. Tanah latosol di
daerah penelitian terbentuk dari hasil pelapukan batuan andesit dan breksi yang
terdapat di daerah penelitian. Tanah ini memiliki tekstur tanah berupa geluh pasiran
pengamatan.
geluh pasiran, sedangkan untuk lokasi pengamatan lainnya memiliki tekstur tanah
struktur tanah yang remah dan terasa lebih kasar ketika dijadikan bubur dan
menggumpal dan saat tanah dijadikan bubur terasa lebih halus dan licin, namun
ketika tanah dalam kondisi basah tanah menjadi lengket. Tekstur tanah yang
dominan pada daerah penelitian adalah lempung. Peta tekstur tanah dapat dilihat
a b
For Soils Profils Description (1986), tanah di daerah penelitian memiliki nilai harkat
4 yang termasuk dalam kriteria tebal yaitu tebal solum antara 90 sampai 150 cm.
Pengukuran ketebalan solum tanah dilakukan dengan cara pengukuran langsung pada
bor tanah. Pengukuran ketebalan solum tanah dilakukan di enam lokasi pengamatan
Berikut hasil pengukuran ketebalan solum di enam lokasi pengeboran tanah, yang
LP 1 95,7
LP 2 99,4
LP 3 96,3
LP 4 98,6
LP 5 100,8
LP 6 101
75
bila dalam kondisi basah, namun jika dalam kondisi kering tanah mengerut
mengakibatkan tanah menjadi retak atau pecah-pecah. Sifat ini berasal dari
kandungan lempung pada tanah. Sifat tanah yang mudah mengambang dan mengerut
ini menyebabkan mudahnya terjadi pergerakan tanah. Selain itu tanah yang
mempunyai solum yang tebal rawan akan terjadinya gerakan massa tanah disebabkan
tanah yang bersolum tebal dapat menampung jumlah air yang besar, hal ini akan
mengakibatkan penambahan beban massa tanah dan jika lereng tidak dapat menahan
Sampel tanah yang diuji berasal dari 2 lokasi berbeda. Setiap lokasi diambil
3 sampel tanah, sampel tanah yang diambil di atas lereng, tengah lereng dan bawah
lereng. Hasil dari uji sifat fisik dan mekanik tanah di laboratorium yang dibutuhkan
dalam mencari faktor keamanan dengan menggunakan metode bishop adalah bobot
isi, sudut geser dalam dan kohesi. Hasil pengujian disajikan pada Tabel 4.6.
76
Bobot isi tanah dapat menunjukkan kepadatan tanah. Semakin padat suatu tanah
maka semakin tinggi nilai bobot isi tanahnya, yang berarti tanah semakin sulit untuk
mengalirkan air atau ditembus akar tanaman. Begitupula dengan kohesi tanah dan
sudut geser dalam, semakin kecil nilai kohesi dan sudut geser dalam maka lereng
semakin rentan mengalami gerakan. Hasil uji laboratorium ini dapat dilihat pada
Lampiran 2.
77
78
Berdasarkan hasil pemetaan batuan yang dilakukan (lihat Peta 4.4), terdapat
dua satuan batuan pada daerah penelitian yaitu satuan breksi dan satuan andesit.
berdasarkan stratigrafinya batuan breksi yang termasuk dalam formasi kebobutak ini
berumur lebih tua dibandingkan dengan batuan andesit yang merupakan batuan
terobosan. Deskripsi dari batuan breksi tersebut yaitu termasuk dalam jenis batuan
kondisi batuan yang lapuk, dan memiliki fragmen berupa andesit dengan matriks
pasir.
Tekstur batuan breksi memiliki ukuran butir sedang hingga kasar, derajat
termasuk dalam kategori terpilah buruk, serta memiliki kemas terbuka. Kenampakan
batuan breksi di daerah penelitian dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Batuan andesit termasuk dalam jenis batuan beku intermediet, untuk batuan
andesit yang masih segar memiliki warna abu-abu sedangkan untuk yang sudah
lapuk berwarna abu-abu kecoklatan. Batuan andesit memiliki struktur masif dengan
tekstur derajat kristalisasi berupa hipokristalin, serta granulitas berupa fanerik sedang
Sedangkan untuk genesanya, batuan andesit ini terbentuk dari hasil pembekuan
misalnya hujan. Selain itu batuan andesit yang merupakan batuan beku bersifat tidak
mudah meloloskan air sehingga dapat menjadi bidang gelincir yang menyebabkan
diantaranya tingkat pelapukan pelapukan lanjut dan pelapukan sangat lanjut. Tingkat
lanjut, dimana batuan telah mengalami perubahan warna dan lebih dari setengah
batuan berubah menjadi tanah serta perubahan warna telah menembus ke bahan
pelapukan juga dipengaruhi oleh vegetasi yang tumbuh diatasnya dikarenakan akar
tanaman dapat menembus celah-celah batuan dan apabila akar tersebut terus
membesar, maka kekuatannya semakin besar pula dalam menerobos celah batuan.
Selain itu akar tanaman juga dapat mengakibatkan air masuk melalui celah-celah
akar tanaman.
lereng yang landai proses pelapukan lebih lambat dikarenakan batuan akan
82
gerakan massa tanah, dikarenakan batuan yang lapuk memiliki kondisi yang tidak
stabil dikarenakan batuan sudah tidak kompak sehingga jika terkena sedikit
Sumber air di daerah penelitian berupa sungai dan mata air, namun untuk
keperluan sehari-hari masyarakat lebih menggunakan mata air sebagai sumber air
hanya dialiri air saat musim hujan tetapi saat musim kemarau pasokan air sungainya
air dapat menunjukkan adanya rekahan pada zona permabel atau adanya retakan pada
batuan yang memiliki permeabilitas rendah sehingga aliran airtanah dapat keluar
melalui rekahan batuan. Aliran airtanah yang mengalir melalui rekahan batuan ini
dapat mengisi pori-pori tanah sehingga meningkatkan kejenuhan air pada tanah, hal
ini membuat tanah menjadi labil dan mudah mengalami gerakan massa tanah.
a b
lahan, jenis tanah dan satuan batuan di daerah penelitian. Pengukuran dilakukan di
tiga lokasi. Lokasi pertama pada jenis tanah latosol dengan batuan breksi yang
berada di pemukiman, lokasi kedua pada jenis tanah latosol dengan batuan breksi
86
yang berada di kebun campuran, dan lokasi ketiga pada jenis tanah latosol dengan
a b
kriteria sedang. Lokasi kedua memiliki laju infiltrasi sebesar 14,94 cm/jam dengan
kriteria cepat dan untuk lokasi ketiga memiliki laju infiltrasi sebesar 11,94 cm/jam
dipengaruhi oleh perbedaan penggunaan lahan. Hal ini dapat dilihat pada lokasi
pertama dan kedua yang memiliki jenis tanah dan batuan yanng sama namun berbeda
penggunaan lahan memiliki nilai laju infiltrasi yang berbeda dikarenakan kebun
87
campuran yang banyak ditumbuhi oleh vegetasi menyebabkan rongga atau pori-pori
tanah lebih banyak dibandingkan dengan pemukiman sehingga laju air mudah untuk
meresap ke dalam tanah. Perhitungan laju infiltrasi dapat dilihat pada Lampiran 3.
berupa pemukiman yang umumnya telah terjadi pemadatan tanah, sehingga tanah
tidak mudah meloloskan air. Air yang masuk ke dalam tanah akan tertampung
dikarenakan sifat tanah yang tidak mudah meloloskan air sehingga lama kelamaan
dapat menambah beban pada tanah. Penambahan beban pada tanah menyebabkan
kestabilan tanah akan terganggu, hingga dapat menyebabkan gerakan massa tanah.
penelitian adalah gerakan massa tanah. Pada tahun 2004, 2016 dan 2017 pernah
terjadi gerakan massa tanah di daerah penelitian. Kejadian gerakan massa tanah pada
korban jiwa, sedangkan gerakan massa tanah yang terjadi pada tahun 2016 tepatnya
tanggal 18 Juni menimbulkan korban jiwa serta kerugian material berupa kerusakan
rumah dan fasilitas desa sera kehilangan harta benda. Pada tanggal 17 Desember
2017 terjadi gerakan massa tanah yang mengakibatkan putusnya akses jalan
4.2.1. Flora
merupakan salah satu faktor pemicu gerakan massa tanah dikarenakan tanaman dapat
menjadi penghantar getaran yang mampu membuat ketidakstabilan pada lereng dan
dapat juga menambah beban tanah. Keterdapatan berbagai jenis tanaman pada daerah
penelitian juga dapat digunakan untuk memilih jenis tanaman yang cocok untuk
ditanami pada lereng sebagai upaya rekayasa vegetatif dalam pengelolaan gerakan
massa tanah. Jenis-jenis tanaman pada daerah penelitian disajikan pada tabel berikut:
Tanaman seperti bambu dan jati merupakan tanaman yang dapat memicu
untuk terjadinya gerakan massa tanah dikarenakan tanaman ini dapat menambah
beban tanah ketika hujan sehingga tanah akan mengalami gerakan. Selain itu akar
tanaman bambu tidak mampu menembus batuan dalam sehingga tidak dapat
91
mengikat tanah, hal ini menyebabkan gaya penahan pada tanah berkurang sehingga
a b
c d
4.2.2. Fauna
Ancaman gerakan massa tanah dapat mempengaruhi fauna yang ada di daerah
kerugian bagi pemilik hewan. Jenis fauna pada daerah penelitian disajikan pada tabel
berikut:
92
a b
4.3.1. Kependudukan
penduduk di daerah penelitian sekitar 523 orang dengan jumlah laki-laki sebanyak
93
277 orang dan perempuan berjumlah 246 jiwa. Di daerah penelitian terdapat satu
rukun warga dan empat rukun tetangga. Desa Donorati yang memiliki riwayat
kejadian bencana gerakan massa tanah membuat penduduk harus menanamkan sikap
tanggap bencana mengingat daerah tersebut dapat terjadi kembali bencana gerakan
massa tanah, sehingga penduduk setempat harus mencegah faktor-faktor yang dapat
menyebabkan gerakan massa tanah seperti mengatur tata guna lahan khususnya
4.3.2. Ekonomi
Dusun Donorati bermata pencaharian sebagai petani. Selain itu penduduk di daerah
penelitian juga memiliki mata pencaharian sebagai buruh tani, peternak, pengrajin,
pedagang, pegawai negeri, dan montir. Penduduk yang sebagian besar bermata
mengandalkan lahan pertanian untuk mata pencaharian. Aktifitas petani pada lereng
dapat memicu terjadinya gerakan massa tanah dan adanya perubahan fungsi lahan
1 Petani 153
2 Buruh Tani 72
3 Peternak 65
5 Pedagang 6
6 Montir 6
7 Pegawai Negeri 3
agama islam, kemudian sebagian kecil lainnya beragama katolik dan kristen. Untuk
diantaranya terdapat satu buah masjid, satu mushola dan satu gereja. Dalam
menunjang dan meningkatkan potensi kualitas sumber daya manusia, telah dibangun
terdapat satu taman kanak-kanak dan satu sekolah dasar. Fasilitas pendidikan dapat
warga mulai dini lewat pendidikan yang ada di sekolah. Selain itu terdapat juga balai
desa sebagai tempat pertemuan warga desa. Bangunan sekolah, tempat ibadah dan
balai desa juga dapat digunakan sebagai tempat pengungsian sementara bagi warga
Adat istiadat yang masih dilakukan warga antara lain acara selamatan,
hajatan, pengajian yang biasanya dilakukan bergeliran di rumah warga, serta gotong
royong yang biasanya dilakukan setiap hari minggu. Selain itu kesenian tradisional
yang masih terdapat di daerah penelitian berupa kuda lumping, campursari dan
hadroh yang biasanya dilakukan ketika ada acara tertentu saja seperti acara
pernikahan.
a b
95
c d
hanya terdapat satu puskesmas pembantu dan satu posyandu. Puskesmas pembantu
tersebut hanya melayani masyarakat satu minggu sekali sedangkan posyandu hanya
berlangsung satu bulan sekali. Akibat dari minimnya fasilitas kesehatan, warga harus
ke puskesmas ataupun rumah sakit yang letaknya agak jauh dari desa. Pada
umumnya tingkat kesehatan warganya sendiri cukup bagus, dilihat dari angka
Purworejo skala 1: 25000, citra satelit dan survei lapangan, penggunaan lahan di
Dusun Donorati terdiri dari kebun campuran dan pemukiman. Sebagian besar
dekat dengan sungai dan berada pada kemiringan lereng agak miring (8-15º) dan
miring (15-25º) dan curam (25-45º). Terdapatnya beraneka macam jenis tanaman
pada kebun campuran seperti tanaman bambu yang dapat menyebabkan terjadinya
penurunan daya penahan tanah akibat akarnya yang serabut dan pendek.
mempengaruhi kondisi fisik suatu lahan karena aktifnya aktivitas manusia yang
mengubah kondisi asli lahan. Selain itu aktivitas pemotongan lereng untuk perluasan
lereng semakin besar dan curam sehingga lereng menjadi tidak stabil dan lebih rawan
akan terjadinya gerakan massa tanah. Hal ini ditunjukan dengan sebagian besar
lokasi gerakan massa tanah di daerah penelitian terjadi pada lahan yang lerengnya
telah di potong untuk jalan desa. Peta penggunaan lahan dapat dilihat pada Peta 4.7
97
BAB V
Tingkat gerakan massa tanah didapatkan dari analisis hasil overlay peta dan
perhitungan variabel lingkungan fisik yang mempengaruhi gerakan massa tanah. Peta
yang di overlay yaitu peta kemiringan lereng, peta tanah (tekstur tanah dan ketebalan
solum tanah), peta satuan batuan (pelapukan batuan), peta laju infiltrasi dan peta
kerawanan gerakan massa tanah yang dapat dilihat pada Peta 5.1. Terdapat dua zona
kerawanan gerakan massa tanah pada daerah penelitian yaitu zona kerawanan
gerakan massa tanah tinggi dan zona kerawanan gerakan massa tanah menengah.
Zona kerawanan gerakan massa tanah kelas tinggi menempati luas sebesar
9% dari total luas wilayah penelitian. Zona ini dicirikan dengan curah hujan yang
sangat tinggi sebesar 3096,8 mm/tahun diimbangi dengan laju infiltrasi yang
walaupun sedang (2,1 sampai 6,25 cm/jam) dapat mengakibatkan daerah penelitian
termasuk dalam zona kerawanan tinggi. Selain itu kondisi tanah yang bertekstur
lempung memiliki sifat mudah mengembang dan mengerut, sifat ini membuat tanah
menjadi retak-retak ketika kekurangan kandungan air. Kondisi tanah yang retak
mempermudah air masuk ke dalam tanah sehingga tanah nantinya berpotensi jenuh
air dan menambah massa tanah. Massa tanah yang bertambah menyebabkan
penambahan beban pada lereng dan bila lereng sudah tidak dapat menahan beban
Tingkat pelapukan batuan sangat lanjut terjadi pada batuan breksi karena
batuan ini memiliki material penyusun yang tidak kompak. Tingkat pelapukan batuan
sangat lanjut menandakan bahwa batuan telah mengalami dekomposisi menjadi tanah
pada bagian luarnya, namun susunan batuan asal masih bertahan. Klasifikasi tingkat
pelapukan sangat lanjut memiliki harkat 4 dikarenakan semakin lapuk suatu batuan
menyebabkan batuan tidak stabil dan mudah terpisahkan ketika dalam keadaan
diguncang atau mudah terkikis oleh air. Kemiringan lereng menjadi salah satu faktor
searah dengan kemiringan lereng dan semakin curam kemiringan lerengnya akan
mempercepat pergerakan tanah. Pada zona kerawanan tinggi ini memiliki kemiringan
lereng curam (25-45o) sehingga lebih rawan terjadinnya gerakan massa tanah.
lereng karena kegiatan yang dilakukan seperti menimbun maupun memotong lereng
untuk menciptakan daerah yang datar dapat mengurangi gaya penahan lereng dan
memperbesar gaya penggerak pada lereng sehingga menjadi tidak stabil dan adanya
pemukiman diatas lereng juga mengakibatkan penambahan beban pada lereng, serta
jika terjadi gerakan massa tanah pada wilayah pemukiman selain dapat menyebabkan
kerugian material juga menimbulkan korban jiwa sehingga lebih beresiko dan rawan.
Zona kerawanan gerakan massa tanah kelas menengah memiliki luas sebesar
91% dari total luas wilayah penelitian. Zona kerawanan gerakan massa tanah ini
100
memiliki total skor hasil pengharkatan dari 22 sampai 28. Pada zona kerawanan
menengah menunjukan bahwa untuk parameter laju infiltrasi, tekstur tanah, tingkat
pelapukan batuan, kemiringan lereng dan penggunaan lahan memiliki kriteria yang
Laju infiltrasi yang cepat (6,26 sampai 25 cm/jam) memiliki nilai harkat 2
dikarenakan laju infiltrasi yang cepat menyebabkan air yang masuk ke dalam tanah
tidak terlalu lama terakumulasi sehingga tidak dapat megakibatkan tanah menjadi
jenuh air, namun lain halnya jika pada lereng terdapat batuan atau tanah yang bersifat
impermeabel seperti batuan andesit pada daerah penelitian karena air yang
terinfiltrasi ini akan tertahan dan terakumulasi yang nantinya dapat mendorong
dikarenakan akar-akar dari vegetasi yang tumbuh dapat menambah kekuatan lereng
dengan mengikat agregat tanah, namun jika vegetasi yang tumbuh tidak memiliki
akar yang kuat dan tidak dapat membantu dalam mengikat agregat tanah seperti
tumbuhan bambu dan penanaman jenis pohon yang terlalu berat dengan jarak tanam
yang terlalu rapat nantinya hanya dapat menambah beban pada tanah sehingga
Analisis faktor keamanan dan tipe longsoran dilakukan di dua lereng yang
sudah pernah terjadi longsoran dan masih dianggap rawan akan terjadinya gerakan
massa tanah. Faktor keamanan lereng pada daerah penelitian dapat diketahui dengan
Slope/W. Suatu bidang yang diperkirakan akan mengalami longsor dibagi kedalam
baik gaya normal, gaya geser, berat slice dan lain sebagainya. Adapun contoh
diketahui bahwa lereng 1 berada dalam kondisi stabil dengan nilai faktor keamanan
sebesar 1,590 sedangkan faktor keamanan untuk lereng 2 sebesar 1,071 termasuk
dalam kelas kritis. Kedua lereng yang dianalisis sudah pernah mengalami gerakan
massa tanah sebelumnya namun untuk lereng 2 masih perlu dilakukan upaya
perbaikan agar lereng menjadi stabil. Tabel data hasil perhitungan seluruh slice dan
nilai faktor keamanan lereng dapat dilihat pada Lampiran 5, sedangkan hasil
analisis faktor keamanan dengan software Slope/W dapat dilihat pada Gambar 5.1
Kedua lereng ini termasuk dalam zona tingkat kerawanan gerakan massa
tanah menengah dan telah mengalami gerakan massa tanah sebelumnya namun dari
hasil analisis faktor keamanan, lereng 2 masih termasuk dalam kategori lereng kritis
atau belum stabil. Hal ini dikarenakan lereng 2 memiliki kemiringan lereng yang
curam sebesar 27º sehingga gaya penggerak massa tanah penyusun lereng masih
besar. Berdasarkan hasil laboratorium, lereng 2 juga memiliki nilai kohesi dan sudut
103
geser dalam yang kecil yaitu nilai kohesi lereng 2 sebesar 30,14 kN/m2 dan sudut
Nilai kohesi dan sudut geser dalam yang kecil pada lereng 2 ini menunjukkan
bahwa kecilnya kekuatan ikatan antara partikel atau butiran penyusun tanah sehingga
tanah tidak padat. Jika kondisi tanah menjadi jenuh air maka nilai kohesi dan sudut
geser dalam menjadi semakin mengecil atau berkurang karena kandungan air dalam
tanah membuat tanah menjadi mengembang dan mengurangi ikatan butiran. Nilai
kohesi dan sudut geser dalam yang kecil ini juga menandakan bahwa gaya penahan
yang bekerja pada lereng juga kecil, sehingga ketika gaya penggerak pada lereng
dengan nilai faktor keamanan sebesar 1,590. Hal ini dikarenakan kondisi lereng 1
yang memiliki nilai kohesi dan sudut geser dalam yang lebih besar dibandingkan
lereng 2 yaitu nilai kohesi sebesar 38,09 kN/m2 dan sudut geser dalam 17,12º. Selain
itu lereng 1 juga terdiri dari material berupa tanah dan batuan (bedrock) sehingga
104
Gambar 5.2 Analisis Lereng Menggunakan Software Slope/W pada Lereng 2
105
106
stereografis yang dibantu dengan software Dips. Data yang digunakan dalam
stereografis berupa data kekar berupa strike dan dip dari bidang kekar, arah dan
kemiringan lereng, serta sudut geser dalam tanah yang didapatkan dari uji
laboratorium. Proyeksi stereografis dilakukan pada dua lereng yang sudah pernah
mengalami gerakan massa tanah dan masih dianggap rawan terjadi gerakan massa
tanah lagi.
Lereng pertama memiliki arah dan kemiringan lereng sebesar N 45º E/31º,
lereng ini terletak di samping jalan raya. Adapun data hasil pengukuran kekar pada
hasil analisis stereografis yang telah dilakukan diketahui bahwa arah umum kekar
pada lereng 1 yaitu N 194º E/67º dan N 160ºE/36º. Adapun potensi longsoran yang
dapat terjadi yaitu 27º ; N 207º E atau relatif ke arah barat daya dengan tipe
longsoran baji (wedge failure). Longsoran baji pada daerah penelitian terjadi pada
lereng curam dengan batuan yang telah lapuk dan terdapat perpotongan 2 struktur
Berdasarkan peta topografi dapat dilihat bahwa lereng pada daerah penelitian
relatif ke arah timur laut sehingga arah longsoran seharusnya mengarah ke timur laut,
namun akibat generalisasi peta sehingga kontur tidak dapat menggambarkan setiap
arah bagian-bagian lereng secara detail sehingga salah satu bagian lereng yang
keseluruhan. Hal ini diakibatkan oleh luasan bagian lereng tersebut tidak dapat
Keterangan :
Slope: N 45º E/31º
Kekar 2: N 160ºE/36º
Lereng kedua terdiri dari 14 kekar dengan arah dan kemiringan lereng sebesar
N 9ºE/27º, kondisi lereng kedua ini dapat dilihat pada Gambar 5.5 dan adapun data
hasil pengukuran kekar pada lereng 2 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
mahkota
Hasil analisis stereografis pada lereng 2 ini menunjukkan bahwa arah umum
kekar yaitu N 302º E/57º dan N 232º E/80º. Adapun potensi arah longsoran relatif ke
arah timur laut yaitu 57º ; N 36º E dengan tipe longsoran baji (wedge failure).
Longsoran baji pada daerah penelitian terjadi akibat adanya perpotongan 2 kekar
yaitu kekar 1 dan kekar 2, perpotongan kekar ini menimbulkan terjadinya runtuhan.
Arah longsoran sesuai dengan arah lereng yaitu relatif ke timur laut. Stereografis dari
Keterangan:
Slope: N 9ºE/27º
BAB VI
ARAHAN PENGELOLAAN
penelitian terdapat dua zona kerawanan gerakan massa tanah yaitu zona kerawanan
gerakan massa tanah menengah dan zona kerawanan gerakan massa tanah tinggi.
Pengelolaan yang dilakukan berfokus untuk menjaga dan memperbaiki lereng agar
tetap stabil sehingga dapat mencegah atau mengurangi dampak terjadinya gerakan
massa tanah. Adapun arahan pengelolaan yang akan diterapkan pada daerah
institusi.
lereng yang dianggap rawan terjadi gerakan massa tanah. Berdasarkan hasil analisis
faktor keamanan diketahui bahwa lereng 2 termasuk dalam kelas kritis. Perubahan
Penggalian berbentuk trap atau bangku cocok dilakukan pada lereng yang
curam. Struktur trap dapat mengurangi erosi dan menahan gerakan turun debris
(campuran material granuler) pada longsoran kecil, dengan adanya trap laju aliran
permukaan yang sering diikuti dengan aliran debris dapat terhambat. Secara teknis
110
111
lereng 2 memiliki sudut umum awal sebesar 27º yang dipotong menjadi 21º dengan
bantuan software Slope/W sampai didapatkan hasil nilai faktor keamanan yang
tersebut, maka faktor keamanan pada lereng 2 yang sebelumnya memiliki faktor
keamanan sebesar 1,071 berubah menjadi 1,266 (lihat Gambar 6.1). Pembuatan trap
ini dapat diikuti dengan penanaman vegetasi agar dapat menambah perkuatan lereng.
mengontrol air limpasan agar mengalir pada tempat tertentu. Pembuatan saluran
drainase ini diterapkan pada lereng-lereng yang sebelumnya telah dilandaikan dan
dibuatkan trap (benching). Parit yang dibuat berbentuk trapesium yang pada dasar
112
parit dibuat relatif kedap air misalnya dengan melapisi dasarnya dengan batu. Hasil
Dimensi parit untuk lereng 2 akan dibuat parit dengan ukuran lebar saluran
dasar sebesar 0,265 meter, dan tinggi muka air 0,145 meter dengan tinggi jagaan
0,304 meter, parit selanjutnya diarahkan menuju sungai musiman yang berada dekat
dengan lokasi. Perhitungan debit air limpasan dan saluran drainase dapat dilihat pada
kestabilan lereng. Akar tumbuhan dapat memperkuat lereng dan serasah dari vegetasi
dapat menjaga kelembaban tanah sehingga pembentukan retakan pada tanah dapat
terkendali. Berkurangnya retakan pada tanah akan mengurangi air masuk ke dalam
tumbuhan berakar dalam, dapat menembus lapisan kedap air, mampu merembeskan
113
air ke lapisan yang lebih dalam dan mempunyai massa yang relatif ringan. Jenis
tanaman yang dapat dipilih di antaranya adalah sonokeling, akar wangi, flemingia,
kayu manis, kemiri, cengkeh, pala, petai, jengkol, melinjo, alpukat, kakao, kopi, teh
dan kelengkeng.
cengkeh, durian, mahoni dan sengon dikarenakan memiliki akar tunggang yang
dalam sehingga tidak berpotensi mengikat air. Tumbuhan ini juga menghasilkan
serasah yang dapat menjaga kelembaban tanah selain itu dapat juga dimanfaatkan
oleh warga. Penanaman tumbuhan ini dapat diikuti juga dengan penanaman semak-
Penanaman vegetasi pada zona kerawanan gerakan massa tanah tinggi yang
cengkeh ataupun tanaman lainnya yang dianjurkan pada Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 47 Tahun 2006 di halaman rumah maupun di lahan kosong yang tersedia.
Sedangkan pada zona kerawanan gerakan massa tanah menengah yang penggunaan
lahannya sebagian besar berupa kebun campuran dapat menanam tanaman durian,
mahoni, sengon dan cengkeh. Rencana pengelolaan gerakan massa tanah secara
114
115
Tanah yang telah mengalami retak dapat ditutup dengan lempung padat atau
aspal kedap air agar mencegah masuknya air hujan ke dalam retakan sehingga tidak
menyebabkan retakan baru dan mengurangi potensi longsor. Retakan harus diawasi
secara periodik dan bila perlu diperbaiki lagi. Dalam kondisi darurat, penutupan
perbaikan secara permanen. Jika setelah ditutup retakan kembali membuka, ini
menunjukkan bahwa lereng masih bergerak dan mungkin dapat terjadi kelongsoran
tanah. Pendekatan sosial dapat diterapkan pada masyarakat atau komunitas yang ada
berikut:
Dusun Donorati tentang bencana gerakan massa tanah yang dapat terjadi
pengelolaan tanaman yang sesuai dan tepat pada lereng, agar dapat
oleh pihak terkait yaitu antara pemerintah Kabupaten Purworejo maupun warga
Dusun Donorati, untuk pengelolaan terhadap bencana gerakan massa tanah yang
disebabkan oleh ketidakstabilan lereng. Pendekatan yang dapat dilakukan antara lain:
lapor seperti ke kantor Desa Donorati untuk setiap warga yang akan
yang baru dan aman untuk merelokasi penduduk yang terkena dampak dari
7.1. Kesimpulan
wilayah penelitian terdiri dari 2 zona yang terdiri dari zona kerawanan tinggi
memiliki nilai faktor keamanan sebesar 1,590 yang termasuk dalam kelas
stabil. Sedangkan lereng 2 memiliki nilai faktor keamanan sebesar 1,107 yang
termasuk dalam kelas kritis. Diketahui pula tipe longsoran pada lereng 1 dan
lereng 2 adalah tipe longsoran baji (wedge failure) dengan arah longsoran
pada lereng 1 yaiu 27º ; N 207º E dan pada lereng 2 arah longsoran yaitu 57º ;
N 36º E.
geometri lereng dengan membuat trap dan drainase pada lereng 2. Pembuatan
trap dan drainase pada lereng 2 dapat membuat lereng menjadi stabil dengan
nilai faktor keamanan sebesar 1,266. Selain itu dilakukan juga penanaman
durian dan sengon agar dapat menunjang kestabilan lereng. dan penutupan
118
119
7.2. Saran
Saran yang dapat penulis berikan terhadap lokasi dan kegiatan yang ada pada
massa tanah.
lereng yang dianggap rawan mengalami gerakan massa tanah. Serta dilakukan
penutupan retakan tanah pada lereng yang telah mengalami retakan tanah
sedalam > 1 meter untuk mencegah masuknya air kedalam retakan tanah.
PERISTILAHAN
berupa batuan asli, tanah, bahan timbunan atau kombinasi dari material-
material tersebut yang bergerak kearah bawah atau keluar lereng (Vernes,1978
pergerakan
yang membuat lereng tetap stabil, dengan gaya penggerak yang menyebabkan
6. Kuat geser tanah adalah kemampuan tanah melawan tegangan geser yang
terbebani atau gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap
7. Sudut geser dalam adalah nilai yang mengekspresikan kekuatan friksi antara
pada lereng bergantung pada hubungan momen gaya yang menjadikan lereng
menjadikan tanah atau batuan tetap seimbang atau stabil (Karnawati, 2005)
10. Infiltrasi adalah air yang masuk ke dalam tanah (Karnawati, 2005)
11. Bukit adalah suatu wilayah bentang alam yang memiliki permukaan tanah yang
12. Sifat fisik tanah adalah karakteristik tanah yang diukur dan diteliti di
13. Sifat mekanik tanah adalah sifat-sifat tanah dan prilaku tanah terhadap
pengaruh beban, pengaruh dari rembesan air dan sebagainya (Geologi Teknik,
2014)
14. Strike adalah arah dari garis potong yang dibentuk oleh suatu bidang lemah
15. Dip adalah sudut kemiringan yang dibentuk oleh bidang lemah dengan bidang
16. Longsoran baji (wedge failure) adalah longsoran yang akan terjadi bila ada dua
bidang lemah atau lebih yang saling berpotongan sedemikian rupa sehingga
HASIL LABORATORIUM
LAMPIRAN 3
Diketahui:
K =0
t = 2 menit
f0 = 0,05
fc = 0,1
= 0,05 cm/menit
= 3 cm/jam
Diketahui:
K = 0,346
t = 4 menit
f0 = 0,717
fc = 0,1
= 0,249 cm/menit
= 14,94 cm/jam
• LP 3 (Latosol, Andesit, dan Kebun Campuran)
Diketahui:
K = 0,274
t = 4 menit
f0 = 0,406
fc = 0,1
= 0,199 cm/menit
= 11,94 cm/jam
LAMPIRAN 4
ANALISIS GAYA YANG BEKERJA DI SETIAP SLICE
Berikut salah satu contoh perhitungan gaya-gaya yang bekerja di setiap slice dengan
Bishop.
kN
= 15,0093 m2 × 2,6782 m × 3,375 m
= 135,67 kN
b. Gaya Normal
= -21,374 kN
Keterangan:
θ = sudut yang dibentuk dari alas slice dengan bidang horizontal = 57,786º
W = berat slice
pada lereng (Resisting Force) dengan jumlah gaya pendorong pada lereng (Driving
Force).
𝑖=𝑛 𝑆𝑆𝑆 𝜃𝑖
∑𝑖=1 [𝑐′𝑏𝑖 + (𝑊𝑖 − 𝑢𝑏𝑖 ) 𝑡𝑡𝑡 𝜑′] � �
(1 + 𝑡𝑡𝑡 𝜃𝑖 𝑡𝑡𝑡 𝜑′/𝐹)
𝐹= 𝑖=𝑛
∑𝑖=1 𝑊𝑖 sin 𝜃𝑖
5271,53
𝐹=
4923,58
𝐹 = 1,071
LAMPIRAN 5
• Lereng 1
- Kohesi (c) = 38,09 kPa - Sudut geser dalam (φ) = 17,12º
- Bobot isi tanah (γ) = 15,369 kN/m3 - F asumsi = 1,591
Tabel Data Hasil Perhitungan Seluruh Slice dan Nilai Faktor Keamanan Lereng pada Lereng 1
Sudut Slice Gaya
Lebar Panjang Tinggi Berat Tekanan Resisting Driving
dengan Normal
Slice Irisan Dasar Irisan Total Air Pori Force Force
Bidang tan φ tan θ sin θ cos θ sec θ Irisan FK
No (m) Irisan (m) (m) Irisan (kPa) (kN) (kN)
Horizontal (Kn)
b' Β h W U θ N RF DF
1 2,9828 4,1607 1,4504 66,488 0 -44,201 0,3080 0,9724 0,6971 0,7168 1,3950 3,5355 157,39 99,008
2 2,9828 4,0087 4,2398 194,36 0 -41,92 0,3080 0,8978 0,6680 0,7440 1,3440 149,05 198,6 124,93
3 2,9828 3,8777 6,8179 312,54 0 -39,718 0,3080 0,8307 0,6390 0,7691 1,300 283,51 235,03 147,85
4 2,9828 3,7639 9,2047 421,96 0 -37,584 0,3080 0,7696 0,6099 0,7924 1,2619 402,97 267,49 168,27
1,590
5 3,0469 3,7421 10,525 492,85 0 -35,488 0,3080 0,7129 0,5805 0,8142 1,2281 475,66 289,05 181,83
6 3,0469 3,6507 10,788 505,19 0 -33,424 0,3080 0,6599 0,5508 0,8346 1,1981 485,49 288,59 181,54
7 3,0469 3,57 10,896 510,22 0 -31,408 0,3080 0,6105 0,5211 0,8534 1,1717 487,87 286,26 180,07
Lanjutan Tabel Data Hasil Perhitungan Seluruh Slice dan Nilai Faktor Keamanan Lereng pada Lereng 1
Sudut Slice Gaya FK
Lebar Panjang Tinggi Berat Tekanan Resisting Driving
dengan Normal
Slice Irisan Dasar Irisan Total Air Pori Force Force
Bidang tan φ tan θ sin θ cos θ sec θ Irisan
No (m) Irisan (m) (m) Irisan (kPa) (kN) (kN)
Horizontal (Kn)
b' Β h W U θ N RF DF
8 3,0469 3,4958 10,857 508,43 0 -29,434 0,3080 0,5642 0,4914 0,8709 1,1482 483,61 282,22 177,53 1,590
9 3,0469 3,435 10,682 500,21 0 -27,498 0,3080 0,5205 0,4617 0,8870 1,1273 473,34 276,64 174,02
10 3,0469 3,3785 10,376 485,91 0 -25,596 0,3080 0,4790 0,4320 0,9018 1,1088 457,54 269,62 169,61
11 3,0469 3,3281 9,9476 465,82 0 -23,723 0,3080 0,4394 0,4023 0,9155 1,0922 436,6 261,65 164,34
𝑆𝑆𝑆 𝜃𝑖
∑𝑖=𝑛
𝑖=1 [𝑐′𝑏𝑖 + (𝑊𝑖 − 𝑢𝑏𝑖 ) 𝑡𝑡𝑡 𝜑′] �1 + 𝑡𝑡𝑡 𝜃 𝑡𝑡𝑡 𝜑′/𝐹 �
𝑖
𝐹𝐹 =
∑𝑖=𝑛
𝑖=1 𝑊𝑖 sin 𝜃𝑖
1,3950
[38,09 × 2,9828 + (66,488 − 0 × 2,9828) × 0,3080] �
0,3080�
1 + 0,9724 ×
1,591
1,590 =
99,008
(134,093156)(1,1740)
1,590 =
99,008
157,425365144
1,590 =
99,008
𝟏, 𝟓𝟓𝟓 = 𝟏, 𝟓𝟓𝟓
• Lereng 2
- Kohesi (c) = 30,14 kPa - Sudut geser dalam (φ) = 12,12º
- Bobot isi tanah (γ) = 15,0093 kN/m3 - F asumsi = 1,07141
Tabel Data Hasil Perhitungan Seluruh Slice dan Nilai Faktor Keamanan Lereng pada Lereng 2
Panjang Sudut Slice Gaya
Lebar Tinggi Berat Tekanan Resisting Driving
Dasar dengan Normal
Slice Irisan Irisan Total Air Pori Force Force
Irisan Bidang tan φ tan θ sin θ cos θ sec θ Irisan FK
No (m) (m) Irisan (kPa) (kN) (kN)
(m) Horizontal (Kn)
b' β h W u θ N RF DF
1 3,375 6,331 2,6782 135,67 0 -57,786 0,2147 1,5871 0,8461 0,5331 1,8759 -21,374 186,23 173,94
2 3,375 5,6096 7,5968 384,83 0 -53,012 0,2147 1,3276 0,7988 0,6016 1,6621 339,71 242,02 226,05
3 3,8681 5,8306 11,03 640,4 0 -48,439 0,2147 1,1279 0,7482 0,6634 1,5073 636,42 312,4 291,78
4 3,8681 5,3737 13,1 760,58 0 -43,96 0,2147 0,9643 0,6942 0,7198 1,3892 763,29 325,88 304,37
5 3,8681 5,0347 14,6 847,66 0 -39,799 0,2147 0,8331 0,6401 0,7683 1,3016 844,31 333,06 311,08
1,071
6 3,8681 4,7739 15,634 907,68 0 -35,878 0,2147 0,7233 0,5861 0,8103 1,2342 893,55 335,77 313,61
7 3,8681 4,5684 16,272 944,71 0 -32,144 0,2147 0,6284 0,5320 0,8467 1,1810 919,21 335,09 312,97
8 3,8681 4,4039 16,563 961,64 0 -28,557 0,2147 0,5442 0,4780 0,8783 1,1385 926,35 331,66 309,77
9 3,8681 4,2711 16,545 960,58 0 -25,09 0,2147 0,4682 0,4240 0,9056 1,1042 918,22 325,92 304,41
10 3,8681 4,1637 16,245 943,13 0 -21,718 0,2147 0,3983 0,3700 0,9290 1,0764 896,93 318,11 297,11
Lanjutan Tabel Data Hasil Perhitungan Seluruh Slice dan Nilai Faktor Keamanan Lereng pada Lereng 2
b' β h W u θ N RF DF
11 3,8681 4,0771 15,683 910,52 0 -18,424 0,2147 0,3331 0,3160 0,9487 1,0540 863,82 308,39 288,03
12 3,8681 4,0082 14,876 863,67 0 -15,192 0,2147 0,2715 0,2621 0,9651 1,0362 819,71 296,84 277,25
13 3,8681 3,9547 13,836 803,3 0 -12,01 0,2147 0,2127 0,2081 0,9781 1,0224 764,99 283,47 264,76
𝑖=𝑛 𝑆𝑆𝑆 𝜃𝑖
∑𝑖=1 [𝑐′𝑏𝑖 + (𝑊𝑖 − 𝑢𝑏𝑖 ) 𝑡𝑡𝑡 𝜑′] � �
1 + 𝑡𝑡𝑡 𝜃𝑖 𝑡𝑡𝑡 𝜑′/𝐹
𝐹𝐹 = 𝑖=𝑛
∑𝑖=1 𝑊𝑖 sin 𝜃𝑖
1,8759
[30,14 × 3,375 + (135,67 − 0 × 3,375) × 0,2147] �
0,2147 �
1 + 1,5871 × 1,07141
1,071 =
173,94
(130,850849)(1,423250)
1,071 =
173,94
186,23
1,071 =
173,94
𝟏, 𝟎𝟎𝟎 = 𝟏, 𝟎𝟎𝟎𝟎
LAMPIRAN 6
PERHITUNGAN PRAKIRAAN DEBIT AIR LIMPASAN
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des CH Maks
Tahun
(mm/hari) (mm/hari) (mm/hari) (mm/hari) (mm/hari) (mm/hari) (mm/hari) (mm/hari) (mm/hari) (mm/hari) (mm/hari) (mm/hari) (mm/hari)
CH Maks atau Xi �) � )𝟐
Tahun (𝑿𝒊 − 𝑿 (𝑿𝒊 − 𝑿
(mm/hari)
2007 173 13,6 184,96
2008 148 -11,4 129,96
2009 89 -70,4 4956,16
2010 167 7,6 57,76
2011 118 -41,4 1713,96
2012 136 -23,4 547,56
2013 141 -18,4 338,56
2014 199 39,6 1568,16
2015 95 -64,4 4147,36
2016 328 168,6 28425,96
Jumlah 42070,4
= 285,74 mm/hari
Keterangan:
𝛿𝛿 = Standar deviasi
1
(𝑋𝑖 − 𝑋�) 2
𝛿𝛿 = � �
𝑛−1
1
(42070,4) 2
=� �
10 − 1
= 68,37 mm/hari
Keterangan:
Q = 0,278 C I A
Keterangan:
Tabel 3 Hubungan antara Standar Deviasi (𝜹𝜹) dan Reduksi Variant (Yn) dengan Jumlah Data
N Yn 𝜹𝜹
8 0,4843 0,9043
9 0,4902 0,9288
10 0,4952 0,9497
11 0,4996 0,9697
12 0,5053 0,9833
13 0,5070 0,9971
14 0,5100 1,0095
15 0,5128 1,0206
16 0,5175 1,0316
Sumber: Siri, 2011
a. Pembuatan Saluran
Z = Cotg α
= Cotg 45º
=1
b = 2((1+Z2)0,5- Z)) h
= 2((1+12)0,5 – 1)) h
= 1,828h
A = (b+Zh) h
= (1,828h+1h) h
= 2,828h2
B = b+2Zh
= 1,828h + 2(1)h
= 3,828h
• Jari-Jari Hidrolis
R = 0,5 h
Untuk saluran yang dibuat, diketahui debit air limpasan (Q) pada lereng 2
rumus Manning dimana nilai n untuk tipe dinding saluran tanah = 0,030 (tertera
pada Tabel 1)
• Lereng 2
1 2 1
𝑄= 𝑅3𝑆 2𝐴
𝑛
1 2 1
0,0164 = 0,5h3 0,00222 2,828h2
0,030
8
4,92×10-4 = 0,0835h3
8
h3 = 5,892×10-3
h = 0,145 m
Disubtitusikan menjadi:
- b = 1,828h
- A = 2,828h2
- B = 3,828h
- R = 0,5h
e
- Z =
h
e
1 =
0,145
e = 0,145 m
e
- a =
2√2
0,145
= = 0,051 m
2√2
- W = Tinggi jagaan.
W = �0,5 × h
= �0,5 × 0,145
= 0,269 m
h
h
e e
b