Polewali Mandar Sulawesi Barat.-- Ibu yang mempunyai anak balita dan pernah menimbang
berat badan anaknya di posyandu atau di klinik-klinik kesehatan anak, biasanya hasil
timbangannya dicantumkan pada Kartu Menujuh Sehat (KMS), berat badan yang dicantumkan di
KMS akan terlihat sesuai dengan pita warna yang ada, sebagian berat badan balita ada yang
berada pada pita warna hijau dan juga kuning bahkan ada yang sebagian berada pada pita warna
merah atau tepatnya dibawah garis merah.
Berat badan yang berada pada pita warna hijau selalu saja dipresepsikan dengan gizi baik,
sementara berat badan yang berada pada pita warna kuning merupakan warning (peringatan)
kepada ibunya agar lebih berhati-hati jangan sampai masuk pada berat badan dibawah garis
merah atau biasa disebut dengan BGM, karena apabila anak telah berada di bawah garis merah
pada Kartu Menujuh Sehat (KMS) maka anak balita tersebut bisa cenderung di vonis ——
padahal tidak demikian ——-telah mengalami gizi buruk. Keadaan ini membuat ibu-ibu balita
mengalami kegelisaan akan masa depan anaknya.
Contoh KMS
Disisi lain, dikalangan petugas kesehatan apalagi yang bukan petugas kesehatan dalam membuat
indikator status gizi buruk selalu saja mengalami kebingungan, Indikator status gizi apa yang
seharusnya digunakan dalam menentukan keadaan gizi buruk. Yang sering terdengar adalah
penggunaan indeks BB/U, ada juga dengan menggunakan indeks TB/U atau bahkan juga yang
menggunakan indeks BB/TB.
Karena ketiga indeks ini agak sulit dalam pengelolaannya dan kemudian diinterpretasikannya,
maka sebagian petugas langsung saja menggunakan Kartu Menujuh Sehat (KMS) seperti yang
disebut diatas, bila berat badan balita di Bawah Baris Merah (BGM) maka selanjutnya dengan
yakinnya mereka mengatakan anak balita tersebut telah menderita Gizi Buruk. Celakanya lagi
petugas-petugas tingkat Kabupaten dengan yakinnya menyatakan bahwa apa yang telah
dilakukan oleh petugas lapangannya dalam melakukan pendataan dengan dasar BGM pada KMS
dan menyimpulkan telah terjadi ribuan gizi buruk adalah benar. Seperti laporan yang dikeluarkan
oleh Tim Pendataan Kemiskinan Berbasis masyarakat (PKBM) Kabupaten Polewali Mandar
Propinsi Sulawesi Barat telah ditemukan ribuan balita gizi buruk, dilokasi dimana tim melakukan
pendataan.
Apakah benar Berat Badan Balita Dibawah Garis Merah pada KMS adalah Gizi Buruk? Sebelum
penulis menjawab pertanyaan ini terlebih dahulu perlu dijelaskan “ tentang KMS- Kartu
Menujuh Sehat dan juga sedikit penjelasan tentang status gizi”
Kartu Menujuh Sehat (KMS) itu hanya difungsikan untuk Pemantauan pertumbuhan-
perkembangan balita dan Promosinya, bukan untuk penilaian status gizi, sekali lagi bukan untuk
pemantauan status gizi. Pada KMS tidak dibedakan menurut jenis kelamin, balita laki-laki dan
perempuan sama saja. ———– walaupun sekarang ditahun 2010 depkes telah membuat
KMS dengan membedahkan jenis kelamin, pembacaannya pada KMS tetaplah sama
———– Pita gambar yang ada pada KSM berdasarkan % median, artinya tidak disesuaikan
dengan hasil berat badan balita dan kemudian ditentukan status gizinya atau jelasnya berat badan
yang tercantum pada KMS hanya menggambarkan pola pertumbuhan berat badan balita
bukan Berat Badan per Umur, karena yang dilihat adalah garis bukan titik. Berat Badan di
Bawah Garis Merah (BGM) bukan menunjukkan keadaan GIZI BURUK tetapi sebagai
“warning” untuk konfirmasi dan tindak lanjutnya tetapi perlu diingat tidak berlaku pada anak
dengan berat badan awalnya memang sudah dibawah garis merah. Naik-Turunya berat badan
balita selalu mengikuti pita warna pada KMS.
Yang jelas hasil penimbangan balita di posyandu hanya dapat dimanfaatkan atau digunakan
untuk
STATUS GIZI
Status gizi itu pada dasarnya adalah keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi
yang diperlukan tubuh untuk tumbuh kembang terutama untuk anak balita, aktifitas,
pemeliharaan kesehatan, penyembuhan bagi mereka yang menderita sakit dan proses biologis
lainnya di dalam tubuh. (Depkes.RI 2008). Ukuran yang digunakan dalam menentukan status
gizi adalah berat badan, bisa juga tinggi badan yang didasarkan pada umur, ukuran ini biasa
disebut dengan ukuran antropometri dan disajikan dalam bentuk indeks. Oleh karenanya hasil
dimanfaatkan atau digunakan untuk Assesment Keadaan Gizi Induvidu ataupun juga penentuan
status gizi masyarakat tentunya dengan menggunakan tabel antropomteri (bukan KMS). Untuk
assesment status gizi induvidu dengan indeks BB/U dapat dilihat 4 kategori yaitu gizi lebih, gizi
baik, gizi kurang dan gizi buruk. (lihat perbedaannya dengan KMS yang hanya untuk melihat
Naik-Turun/Tetap dan BGM). Sementara untuk assesmen keadaan gizi masyarakat dapat
menentukan prevalensi gizi lebih, baik, kurang dan buruk.
Perlu diingat pula Kategori Status Gizi Berdasarkan Indeks BB/U (Baca : Berat Badan menurut
Umur) dipakai untuk melihat status Gizi Lebih, Baik, Kurang dan Buruk, tidaklah sama dengan
Kategori Status Gizi dengan menggunakan Indeks BB/TB maupun TB/U. Hal ini sering sekali
salah diinterpretasikan. TB/U (Baca : Tinggi Badan menurut Umur) hanya untuk melihat Tinggi
atau Pendek ataupun Normal, bukan gizi kurangnya ataupun buruknya. sedangnkan BB/TB
(Baca : Berat Badan menurut Tinggi Badan) untuk melihat gemuk atau kurus ataupun normal.
Ingat ! cobalah lihat anak-anak di sekeliling Anda. TB (Tinggi Badan) faktanya hanya untuk
melihat anak TINGGI atau anak PENDEK. BB (Berat Badan) faktanya hanya untuk melihat
Berat Badan Anak LEBIH atau KURANG. Dan BB/TB faktanya hanya untuk melihat proporsi
Berat Badan dan Tinggi Badanya terlihat GEMUK atau KURUS. Sangatlah aneh kalau sang
anak terlihat gemuk dinyatakan tinggi.
Untuk penjelasan mendetail tentang penilaian status gizi buka Halaman DOWNLOADS dengan
judul Penilaian Status Gizi pada blog @arali2008 ini.
2. Berat Badan yang berada di Bawah Garis Merah (BGM) pada KMS merupakan
perkiraan untuk menilai seseorang menderita gizi buruk, tetapi bukan berarti seseorang
balita telah menderita gizi buruk, karena ada anak yang telah mempunyai pola
pertumbuhan yang memang selalu dibawah garis merah pada KMS.
——————————————————————————–
Catatan :
Artikel ini dibuat, ketika penulis sementara mengikuti pertemuan penerapan DefInfo- MDGs di
Kota Pare-Pare Propinsi Sulawesi Selatan. tanggal 2-4 Juli2009 yang diselenggarakan Oleh
Bappeda Polewali Mandar Propinsi Sulawesi Barat Kerja Sama Dengan Unicef Makassar
Indonesia. Ada kebingungan Pengelola MDGs Kabupaten Polewali Mandar di dalam
menggunakan Indikator Gizi yang akan digunakan dalam Aplikasi DefInfo- MDGs Kabupaten
Polewali Mandar tahun 2006-2008. Tulisan ini sekirahnya dapat membantu.(arali2008)
(sumber: iqeq.web.id)
Bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh kesenangan, tanpa
mempertimbangkan hasil akhir. Ada orang tua yang berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak
bermain akan membuat anak menjadi malas bekerja dan bodoh. Anggapan ini kurang bijaksana, karena
beberapa ahli psikologi mengatakan bahwa permainan sangat besar pengaruhnya terhadap
perkembangan jiwa anak.
1. Kesehatan
Anak-anak yang sehat mempunyai banyak energi untuk bermain dibandingkan dengan anak-anak yang
kurang sehat, sehingga anak-anak yang sehat menghabiskan banyak waktu untuk bermain yang
membutuhkan banyak energi.
2. Intelegensi
Anak-anak yang cerdas lebih aktif dibandingkan dengan anak-anak yang kurang cerdas. Anak-anak yang
cerdas lebih menyenangi permainan-permainan yang bersifat intelektual atau permainan yang banyak
merangsang daya berpikir mereka, misalnya permainan drama, menonton film, atau membaca bacaan-
bacaan yang bersifat intelektual.
3. Jenis kelamin
Anak perempuan lebih sedikit melakukan permainan yang menghabiskan banyak energi, misalnya
memanjat, berlari-lari, atau kegiatan fisik yang lain. Perbedaan ini bukan berarti bahwa anak perempuan
kurang sehat dibanding anak laki-laki, melainkan pandangan masyarakat bahwa anak perempuan
sebaiknya menjadi anak yang lembut dan bertingkah laku yang halus.
4. Lingkungan
Anak yang dibesarkan di lingkungan yang kurang menyediakan peralatan, waktu, dan ruang bermain bagi
anak, akan menimbulkan aktivitas bermain anak berkurang.
Anak yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang status sosial ekonominya tinggi, lebih banyak tersedia
alat-alat permainan yang lengkap dibandingkan dengan anak-anak yang dibesarkan di keluarga yang
status ekonominya rendah.
A. Permainan Aktif
Dalam permainan ini anak dapat melakukan segala hal yang diinginkannya, tidak ada aturan-aturan
dalam permainan tersebut. Anak akan terus bermain dengan permainan tersebut selama permainan
tersebut menimbulkan kesenangan dan anak akan berhenti apabila permainan tersebut sudah tidak
menyenangkannya. Dalam permainan ini anak melakukan eksperimen atau menyelidiki, mencoba, dan
mengenal hal-hal baru.
2. Drama
Dalam permainan ini, anak memerankan suatu peranan, menirukan karakter yang dikagumi dalam
kehidupan yang nyata, atau dalam mass media.
3. Bermain musik
Bermain musik dapat mendorong anak untuk mengembangkan tingkah laku sosialnya, yaitu dengan
bekerja sama dengan teman-teman sebayanya dalam memproduksi musik, menyanyi, berdansa, atau
memainkan alat musik.
Kegiatan ini sering menimbulkan rasa bangga, karena anak mempunyai koleksi lebih banyak daripada
teman-temannya. Di samping itu, mengumpulkan benda-benda dapat mempengaruhi penyesuaian
pribadi dan sosial anak. Anak terdorong untuk bersikap jujur, bekerja sama, dan bersaing.
Dalam permainan olah raga, anak banyak menggunakan energi fisiknya, sehingga sangat membantu
perkembangan fisiknya. Di samping itu, kegiatan ini mendorong sosialisasi anak dengan belajar bergaul,
bekerja sama, memainkan peran pemimpin, serta menilai diri dan kemampuannya secara realistik dan
sportif.
B. Permainan Pasif
1. Membaca
Membaca merupakan kegiatan yang sehat. Membaca akan memperluas wawasan dan pengetahuan
anak, sehingga anakpun akan berkembang kreativitas dan kecerdasannya.
2. Mendengarkan radio
Mendengarkan radio dapat mempengaruhi anak baik secara positif maupun negatif. Pengaruh positifnya
adalah anak akan bertambah pengetahuannya, sedangkan pengaruh negatifnya yaitu apabila anak
meniru hal-hal yang disiarkan di radio seperti kekerasan, kriminalitas, atau hal-hal negatif lainnya.
3. Menonton televisi
Pengaruh televisi sama seperti mendengarkan radio, baik pengaruh positif maupun negatifnya.
A. Pencapaian Indonesia Sehat 2010 program pangan dan gizi memiliki tujuan yaitu
meningkatkan ketersediaan pangan dengan jumlah yang cukup serta kualitas yang memadai dan
tersedia sepanjang waktu yaitu melalui peningkatan bahan pangan dan penganekaragaman serta
memantapkan ketahanan pangan ditingkat rumah tangga, meningkatkan pelayanan gizi untuk
mencapai keadaan gizi yang baik dalam upaya perbaikan status gizi untuk mencapai
Indonesia. Penyuluhan gizi secara luas perlu digerakan bagi masyarakat guna meningkatkan
keadaan gizinya. Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor terpenting dalam
C. Beragam masalah kekurangan zat gizi yang sebagian mempunyai dampak yang
sangat nyata terhadap timbulnya masalah gizi. Salah satu faktor penyebab keadaan ini terjadi
karena bertambahnya jumlah penduduk diberbagai negara sedang berkembang yang cenderung
meningkat terus, sedangkan jumlah produksi pangan belum mampu mengimbangi walaupun
diterapkan beragam teknologi mutakhir. Disamping faktor bertambahnya penduduk yang tidak
diimbangi dengan penyediaan pangan yang memadai, masalah gizi timbul karena berbagai faktor
yang saling berkaitan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, budaya (Suhardjo, 1996).
D. Akibat kurang gizi terhadap proses tubuh tergantung pada zat gizi apa yang
kurang. Kekurangan zat gizi secara umum (makanan kurang dalam kualitas dan kuantitas
menyebabkan gangguan pada proses pertumbuhan, produksi tenaga, pertahanan tubuh, struktur
dan fungsi otak dan perilaku anak yang mengalami kurang gizi tersebut (Almatsier, 2003).
cukup zat gizi demi masa depan mereka sehingga anak tersebut tidak terkena penyakit-penyakit
yang berhubungan dengan gizi. Kelompok anak balita merupakan kelompok yang menunjukan
pertumbuhan badan yang pesat. Anak balita merupakan kelompok umur yang paling
F. Kondisi gizi salah di Indonesia yang terbanyak termasuk berat badan di bawah
garis merah kebanyakan disebabkan oleh konsumsi pangan yang tidak mencukupi kebutuhan
badan. Kondisi gizi salah terutama diderita oleh anak-anak yang sedang tumbuh dengan pesat
yaitu kelompok balita (bawah lima tahun) dimana prevalensinya pada anak balita masih tinggi +
30-40%. Kebanyakan penyakit gizi ditandai dengan berat badan dibawah garis merah pada masa
bayi dan anak ditandai 2 sindrom yaitu kwashiorkor dan marasmus (Hardjoprakoso, 1986).
G.
H. Menurut Suhardjo, (1996) Klasifikasi keadaan berat badan balita di bawah garis
merah yang paling sederhana dan umum dipakai adalah ukuran berat menurut umur yang
kemudian dibandingkan terhadap ukuran baku, karena berat badan anak merupakan indikator
yang baik bagi penentuan status gizinya. khususnya untuk mereka yang berumur di bawah 5
tahun, dimana keadaan seperti ini disebabkan oleh faktor-faktor tertentu seperti : Tingkat
pendidikan ibu, Tingkat ekonomi keluarga, Latar belakang sosial budaya keluarga dilihat dari
pantangan makan, Paritas, Keadaan fisiologi, Sehingga faktor-faktor tersebut ikut menentukan
I. Menurut Dep.Kes (2004) yang dikutip Biro Pusat Statistik tahun 2003 sekitar 5
juta anak balita (27,5%) yang kekurangan gizi, lebih kurang 3,6 juta anak (19,2%) dalam tingkat
gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). Meskipun jumlahnya relatif lebih sedikit, kasus
gizi buruk lebih cepat menarik perhatian media masa karena dapat dipotret dan kelihatan nyata
penderitaan anak seperti : sakit, kurus, bengkak (busung), dan lemah. Mereka mudah dikenal dan
dihitung karena dibawa ke rumah sakit. Keluarga dan masyarakat tidak dapat berbuat banyak
Berdasarkan laporan tahunan Dinas Kesehatan Lampung Timur gambaran keadaan gizi
masyarakat di Indonesia sampai saat ini belum memuaskan. Pada tahun 2000 diperkirakan ada 25% anak
Indonesia mengalami gizi kurang, 7% diantaranya gizi buruk. Pada tahun 2005 tersebut didapatkan
jumlah balita di Kecamatan Labuhan Maringgai yaitu 5905 balita. Dimana didapatkan balita BGM 1,02%
yaitu 60 balita.
Berdasarkan data Puskesmas Labuhan Maringgai bulan Januari 2006 didapatkan jumlah balita di
Desa Muara Gading Mas yaitu 383 balita. Di desa tersebut juga ditemukan bayi dengan berat badan di
bawah garis merah 3,7% yaitu 14 balita. Berdasarkan keadaan tersebut penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian sederhana tentang “Karakteristik Keluarga Dengan Balita BGM di Desa Muara
Gading Mas”.
Promosi Kesehatan Dalam Pencapaian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu,
mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam
gerakan kesehatan di masyarakat.
PHBS di Rumah Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga ber PHBS yang melakukan
10 PHBS yaitu :
A. PENGERTIAN PHBS
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah upaya untuk memberikan pengalaman
belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan
masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan
melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku guna
membantu masyarakat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri sehingga
masyarakat sadar, mau dan mampu mempraktekkan PUBS melalui pendekatan
pimpinan (Advokasi), bina suasana (Sosial Suport) dan pemberdayaan masyarakat
(Empowerment). Terdapat 5 tatanan PHBS yaitu PHBS Rumah Tangga, PHBS
Sekolah, PHBS Tempat Kerja, PHBS Sarana Kesehatan, PHBS Tempat-tempat
Umum.
PHBS Rumah Tangga adalah wahana atau wadah dimana orang tua (bapak
dan ibu) dan anak serta anggota keluarga yang lain dalam melaksanakan kehidupan
sehari-hari Bertolak dari pengertian di atas PHBS tatanan rumah tangga adalah suatu
proses belajar mengajar secara formal, dimana terjadi transformasi ilmu pengetahuan
dari para guru/pengajar kepada anak didiknya. PHBS Sekolah (Institusi Pendidikan)
berarti suatu upaya yang dilakukan untuk memberdayakan dan meningkatkan
kemampuan pengajar maupun anak didiknya dalam berperilaku hidup bersih dan
sehat. Sekolah (Institusi pendidikan) yang dimaksud adalah dari tingkat SD/MI,
PHBS Tempat Tempat Umum (Tempat Ibadah) adalah sarana yang digunakan
dianutnya. PHBS di tempat Ibadah merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk
preventif dan rehabilitatif. Bahkan lebih dari dua dekade yang lalu sudah ada istilah
promoter kesehatan desa atau kader yang dikaitkan dengan program Pembangunan Kesehatan
Masyarakat Desa (PKMD). Promosi Kesehatan adalah proses
memberdayakan/memandirikan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan
melindungi kesehatannya melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan,
serta pengembangan lingkungan sehat.
Promosi kesehatan mencakup aspek perilaku, yaitu upaya untuk memotivasi,
mendorong dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki masyarakat,
agar mereka mampu memelihara, meningkatkan kesehatannya. Disamping itu
Promosi kesehatan juga mencakup berbagai aspek khususnya yang berkaitan dengan
aspek social budaya, pendidikan, ekonomi dan pertahanan keamanan
Sesuai dengan konsep promosi kesehatan, individu dan masyarakat bukan
hanya menjadi obyek yang pasif (sasaran) tetapi juga subyek (pelaku). Dalam konsep
tersebut masalah kesehatan bukan hanya menjadi urusan sector kesehatan, tetapi juga
termasuk urusan swasta dan dunia usaha, yang dilakukan dengan pendekatan
kemitraan. Dengan demikian kesehatan adalah upaya dari, oleh dan untuk masyarakat
yang diwujudkan sebagai gerakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
C. STRATEGI PROMOSI KESEHATAN
Dalam upaya penerapan Promosi Kesehatan dilakukan tiga strategi sebagai
berikut:
- Advokasi kesehatan, yaitu pendekatan pendekatan kepada para pimpinan atau
pengambil keputusan agar dapat memberikan dukungan, kemudahan,
perlindungan pada upaya pembangunan kesehatan.
- Bina Suasana, yaitu upaya untuk menciptakan suasana kondusif untuk menunjang
Ketiga strategi tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan (sinergis)
kebijakan sehat
untuk:
Anak adalah amanah dari Alloh yang tiada ternilai harganya. Amanah tersebut menuntut kita
untuk menjadikan mereka sebagai anak yang sholih dan sholihah. Untuk mewujudkannya ada
beberapa faktor yang harus dipenuhi, di antaranya memberikan nutrisi yang cukup dan baik
kepada anak sehingga bisa tumbuh dengan sempurna, sehat, dan cerdas. Dengan begitu, akan
membuat mereka mudah dibina untuk mendalami ilmu-ilmu agama Alloh. Ketidak-acuhan kita
terhadap nutrisi anak akan membuat keadaan gizi mereka menjadi buruk.
Akhir-akhir ini, banyak balita yang mengalami keadaan gizi buruk di beberapa tempat. Bahkan,
dijumpai ada kasus kematian balita gara-gara masalah gizi buruk kurang diperhatikan. Kondisi
balita yang kekurangan gizi sungguh sangat disayangkan. Sebab, pertumbuhan dan
perkembangan serta kecerdasannya dipengaruhi oleh gizi. Kondisi gizi buruk tidak mesti
berkaitan dengan kemiskinan dan ketidaksediaan pangan, meski tidak bisa dipungkiri
kemiskinan dan kemalasan merupakan faktor yang sering menjadi penyebab gizi buruk pada
anak.
Selain itu, faktor pengasuhan anak juga menentukan. Anak yang diasuh oleh ibunya sendiri
dengan penuh kasih sayang, kesadaran yang tinggi akan pentingnya nutrisi dan ASI, dan selalu
memperhatikan kesehatan—apalagi berpendidikan; maka anaknya tidak akan mengalami gizi
yang buruk. Sedangkan fenomena yang ada saat ini, kebanyakan anak dipisahkan jauh dari
ibunya dengan alasan kesibukannya yang padat. Kemudian mereka menyerahkan kepengasuhan
anak kepada orang yang kurang memperhatikan nutrisi dan kesehatan anak. Jika seperti ini
keadaannya, besar kemungkinan anak akan mengalami gizi yang buruk. Oleh karena itu, para
orang tua, khususnya para ibu, hendaknya tetap memperhatikan nutrisi dan kesehatan anaknya di
tengah kesibukan mereka melakukan aktivitas sehari-hari, di samping juga tarbiyah yang baik
buat mereka.
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang bisa dijumpai pada anak adalah berupa kondisi
badan yang tampak kurus. Sedangkan gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar bisa
dibedakan menjadi tiga tipe: marasmus, kwashiorkor dan marasmic-kwashiorkor.
Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis kwashiorkor
dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok.
2) Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin
dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang
dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.
3) Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu. Cermati
apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan
hal itu ke dokter.
4) Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola
dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.
5) Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi
dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah
sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula
suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil
yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi
kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang
permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.
Untuk mencukupi kebutuhan gizi yang baik pada anak memang dibutuhkan usaha keras dari
orang tua dengan memberikan makanan yang terbaik kepada mereka. Tentu saja hal ini
membutuhkan kesabaran, ketawakkalan dan keuletan dalam mencari rezeki dari Alloh untuk
memenuhi kebutuhan gizi anak. Jika semua ini tercapai, insya-Alloh akan tercetak generasi yang
sehat, sholih dan sholihah, dan cerdas dalam mempelajari dan memahami ayat-ayat Alloh.
Referensi:
Anonim. 2007. Ciri-ciri Kurang Gizi. Diakses 15 Desember 2008: Portal Kesehatan Online.
Anonim. 2008. Kalori Tinggi Untuk Gizi Buruk. Diakses 15 Desember 2008: Republika Online.
Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan ke-2.
Jakarta: Rineka Cipta.
Nasar, dkk. Ped Tata Kurang Protein. pkm-IDAI
Nency, Y dan Arifin, M.T. 2005. Gizi Buruk, Ancaman Generasi yang Hilang. Inovasi Edisi Vol.
5/XVII/November 2005: Inovasi Online. http://almawaddah.wordpress.com/2009/02/07/cara-
mendeteksi-gizi-buruk-pada-balita/
PEDOMAN PENGEMBANGAN
KABUPATEN/KOTA PERCONTOHAN PROGRAM
PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT
( PHBS )
PEMERINTAH PROPINSI SULAWESI SELATAN
DINAS KESEHATAN
SUBDIN PROMOSI DAN KESEHATAN MASYARAKAT
Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 11 Tlp (0411) 586452 Fax (0411) 586451
MAKASSAR 2006
Penanggung Jawab :
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan
Wakil Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan
Pengarah :
Tajuddin Tulang, SKM, M.Kes
Drs. Haryamin, Apt, M.Kes
Tim Penyusun :
Syamsur Manda, SKM
Nurahmi, SKM
St. Wahida
KATA PENGANTAR
Kebijakan Indonesia Sehat 2010 menetapkan tiga pilar utama yaitu lingkungan
sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan bermutu adil dan merata. Untuk mendukung
pencapaian Visi Indonesia Sehat 2010 telah ditetapkan Sistem Kesehatan Nasional dengan
Keputusan Menteri Kesehatan No. 131/Menkes /SK/II/2004 dan salah satu subsistem dari
SKN adalah subsistem Pemberdayaan Masyarakat. Kebijakan Nasional Promosi
kesehatan untuk mendukung upaya peningkatan perilaku sehat ditetapkan Visi nasional
Promosi Kesehatan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1193/MENKES
/SK/X/2004 yaitu “Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 2010” (PHBS 2010). Untuk
melaksanakan program Promosi Kesehatan di Daerah telah ditetapkan Pedoman
Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.
1114/Menkes /SK/VIII/2005.
Dalam tatanan otonomi daerah, Visi Indonesia Sehat 2010 akan dapat dicapai
apabila telah tercapai secara keseluruhan Kabupaten/Kota Sehat. Oleh karena itu, selain
harus dikembangkan sistem kesehatan Kabupaten/Kota yang merupakan subsistem dari
Sistem Kesehatan Nasional, harus ditetapkan pula kegiatan minimal yang harus
dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota sesuai yang tercantum dalam Keputusan Menteri
Kesehatan No. 1457/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota. Standar Pelayanan Minimal Promosi Kesehatan yang
merupakan acuan Kabupaten/Kota adalah Rumah Tangga Sehat (65 %), ASI Ekslusif
(80 %), Desa dengan garam beryodium (90 %) dan Posyandu Purnama (40 %).
Upaya pengembangan program promosi kesehatan dan PHBS yang lebih terarah,
terencana, terpadu dan berkesinambungan, dikembangkan melalui Kabupaten/Kota
percontohan integrasi promosi kesehatan dengan sasaran utama adalah PHBS Tatanan
Rumah Tangga (individu, keluarga, masyarakat) dan Institusi Pendidikan, diharapkan akan
berkembang kearah Desa/Kelurahan, Kecamatan/ Puskesmas dan Kabupaten/Kota sehat
menuju Indonesia Sehat 2010.
Pedoman ini merupakan salah satu acuan yang dapat digunakan oleh petugas lintas
program dan lintas sektor terkait dalam pengembangan Kabupaten/Kota percontohan
integrasi PHBS.
Makassar, Februari 2006
Kepala Dinas Kesehatan Prop. Sulsel
Dr. H. Andi Muhadir, MPH
NIP. 140 130 848
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………
TIM PENYUSUN ………………………………………………………………
KATA PENGANTAR…………………………………………………………
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………
i
ii
iii
iv
BAB I PENDAHULUAN ..…………………………………………………
A. Latar Belakang .............................................................................
B. Tujuan ……………………………………………………………
C. Visi, Misi, dan Sasaran Promosi Kesehatan …............................
D. Pengertian dan Sasaran ................................................................
1
1
2
2
5
BAB II STRATEGI PENGEMBANGAN KABUPATEN/KOTA
PERCONTOHAN PHBS ..................................................................
A. Strategi PHBS ............................................................................
B. Manajemen PHBS ......................................................................
8
8
10
BAB III
PROGRAM KABUPATEN/KOTA PERCONTOHAN PHBS……..
A. Pelatihan Tim Pembina/Pengelola Program PHBS …………….
B. Pelatihan/Penyegaran Kader PHBS .............................................
C. Survei Pemetaan PHBS ................................................................
D. Merumuskan Masalah PHBS .......................................................
E. Merumuskan Tujuan PHBS .........................................................
F. Merumuskan Intervensi ................................................................
G. Intervensi dan Penilaian ..............................................................
14
14
15
16
17
18
20
21
BAB IV PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)………………
A. Pentingnya PHBS .........................................................................
B. Manfaat PHBS .............................................................................
C. Indikator PHBS ............................................................................
24
24
24
25
BAB V PENUTUP .............................. ……….. ………………………… 27
Kepustakaan …………………………………………………………………..
Lampiran – Lampiran …………………………………………………………
28
29
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kebijakan Indonesia Sehat 2010 menetapkan tiga pilar utama yaitu
lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan bermutu adil dan merata.
Untuk mendukung pencapaian Visi Indonesia Sehat 2010 telah ditetapkan Sistem
Kesehatan Nasional (SKN) dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 131/Menkes
/SK/II/2004 dan salah satu Subsistem dari SKN adalah Subsistem Pemberdayaan
Masyarakat. Kebijakan Nasional Promosi kesehatan untuk mendukung upaya
peningkatan perilaku sehat ditetapkan Visi Nasional Promosi Kesehatan sesuai
Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1193/MENKES /SK/X/2004 yaitu
“Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 2010” (PHBS 2010). Untuk melaksanakan
program Promosi Kesehatan di Daerah telah ditetapkan Pedoman Pelaksanaan
Promosi Kesehatan di Daerah dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.
1114/Menkes/SK/VIII/2005.
Dalam tatanan otonomi daerah, Visi Indonesia Sehat 2010 akan dapat
dicapai apabila telah tercapai secara keseluruhan Kabupaten/Kota Sehat. Oleh
karena itu, selain harus dikembangkan sistem kesehatan Kabupaten/Kota yang
merupakan subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional, harus ditetapkan pula
kegiatan minimal yang harus dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota sesuai yang
tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1457/Menkes/SK/X/2004
tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota.
Standar Pelayanan Minimal Promosi Kesehatan yang merupakan acuan
Kabupaten/Kota adalah Rumah Tangga Sehat (65 %), ASI Ekslusif (80 %), Desa
dengan garam beryodium (90 %) dan Posyandu Purnama (40 %).
Upaya pengembangan program promosi kesehatan dan PHBS yang lebih
terarah, terencana, terpadu dan berkesinambungan, dikembangkan melalui
Kabupaten/Kota percontohan integrasi promosi kesehatan dengan sasaran utama
adalah PHBS Tatanan Rumah Tangga (individu, keluarga, masyarakat) dan
diharapkan akan berkembang kearah Desa/Kelurahan, Kecamatan/Puskesmas dan
Kabupaten/Kota sehat.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Acuan bagi lintas program dan lintas sektor dalam rangka pengembangan
program PHBS percontohan untuk meningkatkan cakupan rumah tangga
berperilaku hidup bersih dan sehat secara bertahap dan berkesinambungan
menuju Kabupaten/Kota Sehat.
2. Tujuan Khusus
a. Tersedianya pedoman pelaksanaan program PHBS Kabupaten/Kota
percontohan untuk meningkatkan cakupan rumah tangga berperilaku hidup
bersih dan sehat.
b. Terlaksananya pengembangan Kabupaten/Kota percontohan program
PHBS.
c. Meningkatnya cakupan rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat
d. Meningkatnya Desa/Kelurahan dan Kabupaten/Kota Sehat
C. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PROMOSI KESEHATAN
1. Visi Promosi Kesehatan
Visi Promosi Kesehatan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1193/Menkes/SK/X/2004 adalah “Perilaku Hidup Bersih & Sehat 2010” atau
“PHBS 2010”. Yang dimaksud dengan “PHBS 2010” adalah keadaan dimana
individu-individu dalam rumah tangga (keluarga) masyarakat Indonesia telah
melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat dalam rangka :
a. Mencegah timbulnya penyakit dan masalah-masalah kesehatan lainnya
b. Menanggulangi penyakit dan masalah-masalah kesehatan lain, dalam
rangka meningkatkan derajat kesehatan
c. Memanfaatkan pelayanan kesehatan
d. Mengembangkan dan menyelenggarakan upaya kesehatan bersumber daya
masyarakat
2. Misi Promosi Kesehatan
a. Memberdayakan individu, keluarga, dan kelompok-kelompok dalam
masyarakat, baik melalui pendekatan individu dan keluarga, maupun
melalui pengorganisasian dan penggerakan masyarakat
b. Membina suasana atau lingkungan yang kondusif bagi terciptanya perilaku
hidup bersih dan sehat masyarakat
c. Mengadvokasi para pengambil keputusan dan penentu kebijakan serta
pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholders) dalam rangka :
- Mendorong diberlakukannya kebijakan dan peraturan perundangundangan
yang berwawasan kesehatan
- Mengintegrasikan promosi kesehatan, khususnya pemberdayaan
masyarakat, dalam program-program kesehatan
- Meningkatkan kemitraan sinergis antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, serta antara pemerintah dengan masyarakat
(termasuk LSM) dan dunia usaha.
- Meningkatkan investasi dalam bidang promosi kesehatan pada
khususnya dan bidang kesehatan pada umumnya
3. Tujuan dan Sasaran Promosi Kesehatan
a. Individu dan keluarga
- Memperoleh informasi kesehatan melalui berbagai saluran, baik
langsung maupun media massa
- Mempunyai pengetahuan, kemauan dan kemampuan untuk memelihara,
meningkatkan dan melindungi kesehatannya
- Memperaktikkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), menuju
keluarga atau rumah tangga sehat
- Mengupayakan paling sedikit salah seorang menjadi kader kesehatan
bagi keluarga
- Berperan aktif dalam upaya/kegiatan kesehatan.
b. Tatanan sarana kesehatan, institusi pendidikan, tempat kerja dan tempat
umum
- Masing-masing tatanan mengembangkan kader-kader kesehatan
- Mewujudkan tatanan yang sehat menuju terwujudnya kawasan sehat.
c. Organisasi masyarakat/organisasi profesi/LSM dan media massa
- Menggalang potensi untuk mengembangkan perilaku sehat masyarakat
- Bergotong royong untuk mewujudkan lingkungan sehat
- Menciptakan suasana yang kondusif untuk mendukung perubahan
perilaku sehat.
d. Program/petugas kesehatan
- Melakukan integrasi promosi kesehatan dalam program dan kegiatan
kesehatan
- Mendukung tumbuhnya perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat,
khususnya melalui pemberdayaan individu, keluarga atau kelompok
yang menjadi kliennya
- Meningkatkan mutu pemberdayaan masyarakat dan pelayanan
kesehatan yang memberikan kepuasan kepada masyarakat.
e. Lembaga pemerintah/politisi/swasta
- Peduli dan mendukung upaya kesehatan, minimal dalam mengembangkan
lingkungan dan perilaku sehat
- Membuat kebijakan dan peraturan perundang-undangan dengan
memperhatikan dampaknya dibidang kesehatan.
D. PENGERTIAN DAN SASARAN
1. Beberapa Pengertian
a. Promosi Kesehatan
Upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran
dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong
dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya
masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan
publik yang berwawasan kesehatan.
b. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu
kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan
membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi
untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku melalui pendekatan
pimpinan (advocacy), bina suasana (social support) dan pemberdayaan
masyarakat (empowerment) sebagai suatu upaya untuk membantu
masyarakat mengenali dan mengetahui masalahnya sendiri, dalam tatanan
rumah tangga, agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka
menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
c. Rumah Tangga
Adalah wahana atau wadah, dimana keluarga yang terdiri dari bapak, ibu
dan anak-anaknya melaksanakan kehidupan sehari-hari
d. PHBS Tatanan Rumah Tangga
Adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar,
mau dan mampu melakukan PHBS untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatannya, mencegah resiko terjadinya penyakit dan melindungi diri
dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan
masyarakat.
e. PHBS Tatanan Institusi Pendidikan
Adalah upaya pemberdayaan dan peningkatan kemampuan untuk
berperilaku hidup bersih dan sehat di tatanan institusi pendidikan
2. Sasaran Intervensi
a. Tatanan Rumah Tangga
Sasaran PHBS di rumah tangga adalah seluruh anggota keluarga secara
keseluruhan dan terbagi dalam :
1) Sasaran primer
Adalah sasaran utama dalam rumah tangga yang akan dirubah
perilakunya atau anggota keluarga yang bermasalah (individu dalam
keluarga yang bermasalah)
2) Sasaran sekunder
Adalah sasaran yang dapat mempengaruhi individu dalam keluarga
yang bermasalah misalnya, kepala keluarga, ibu, orang tua, tokoh
keluarga, kader tokoh agama, tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan
lintas sektor terkait, PKK
3) Sasaran tersier
Adalah sasaran yang diharapkan dapat menjadi unsur pembantu dalam
menunjang atau mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk
tercapainya pelaksanaan PHBS misalnya, kepala desa, lurah, camat,
kepala Puskesmas, guru, tokoh masyarakat dll.
b. Tatanan Institusi Pendidikan
Sasaran PHBS di tatanan institusi pendidikan adalah seluruh anggota
keluarga institusi pendidikan dan terbagi dalam :
1) Sasaran primer
Adalah sasaran utama dalam institusi pendidikan yang akan dirubah
perilakunya atau murid dan guru yang bermasalah (individu/kelompok
dalam institusi pendidikan yang bermasalah).
2) Sasaran sekunder
Adalah sasaran yang dapat mempengaruhi individu dalam institusi
pendidikan yang bermasalah misalnya, kepala sekolah, guru, orang tua
murid, kader kesehatan sekolah, tokoh masyarakat, petugas kesehatan
dan lintas sektor terkait, PKK
3) Sasaran tersier
Adalah sasaran yang diharapkan dapat menjadi unsur pembantu dalam
menunjang atau mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk
tercapainya pelaksanaan PHBS di institusi pendidikan misalnya, kepala
desa, lurah, camat, kepala Puskesmas, Diknas, guru, tokoh masyarakat
dan orang tua murid.
BAB II
STRATEGI PENGEMBANGAN KABUPATEN/KOTA
PERCONTOHAN PHBS
A. STRATEGI PHBS
Menyadari bahwa perilaku adalah sesuatu yang rumit. Perilaku tidak hanya
menyangkut dimensi kultural yang berupa sistem nilai dan norma, melainkan juga
dimensi ekonomi, yaitu hal-hal yang mendukung perilaku, maka promosi
kesehatan dan PHBS diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat
paripurna (komprehensif), khususnya dalam menciptakan perilaku baru.
Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi
dasar promosi kesehatan dan PHBS yaitu :
1. Gerakan Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terus-menerus dan
berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu
sasaran agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar
(aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau
menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice).
Sasaran utama dari pemberdayaan adalah individu dan keluarga, serta
kelompok masyarakat. Bilamana sasaran sudah akan berpindah dari mau ke
mampu melaksanakan, boleh jadi akan terkendala oleh dimensi ekonomi.
Dalam hal ini kepada yang bersangkutan dapat diberikan bantuan langsung,
tetapi yang seringkali dipraktikkan adalah dengan mengajaknya ke dalam
proses pengorganisasian masyarakat (community organisation) atau
pembangunan masyarakat (community development). Untuk itu sejumlah
individu yang telah mau, dihimpun dalam suatu kelompok untuk bekerjasama
memecahkan kesulitan yang dihadapi. Tidak jarang kelompok ini pun masih
juga memerlukan bantuan dari luar (misalnya dari pemerintah atau dari
dermawan). Disinilah letak pentingnya sinkronisasi promosi kesehatan dan
PHBS dengan program kesehatan yang didukungnya. Hal-hal yang akan
diberikan kepada masyarakat oleh program kesehatan sebagai
bantuan,hendaknya disampaikan pada fase ini, bukan sebelumnya. Bantuan itu
hendaknya juga sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.
2. Binasuasana
Binasuasana adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong
individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang
diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu
apabila lingkungan sosial dimana pun ia berada (keluarga di rumah, orangorang
yang menjadi panutan/idolanya, kelompok arisan, majelis agama, dan
lain-lain, dan bahkan masyarakat umum) menyetujui atau mendukung perilaku
tersebut. Oleh karena itu, untuk mendukung proses pemberdayaan
masyarakat,khususnya dalam upaya meningkatkan para individu dari fase tahu
ke fase mau, perlu dilakukan Bina Suasana. Terdapat tiga pendekatan dalam
Bina Suasana, yaitu :
a. Pendekatan Individu
b. Pendekatan Kelompok
c. Pendekatan Masyarakat Umum
3. Advokasi
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk
mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait
(stakeholders). Pihak-pihak yang terkait ini bisa berupa tokoh masyarakat
formal yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan dan
penyandang dana pemerintah. Juga dapat berupa tokoh-tokoh masyarakat
informal seperti tokoh agama, tokoh pengusaha, dan lain-lain yang umumnya
dapat berperan sebagai penentu ”kebijakan” (tidak tertulis) dibidangnya dan
atau sebagai penyandang dana non pemerintah.
Perlu disadari bahwa komitmen dan dukungan yang diupayakan melalui
advokasi jarang diperoleh dalam waktu singkat. Pada diri sasaran advokasi
umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu (1) mengetahui atau menyadari
adanya masalah, (2) tertarik untuk ikut mengatasi masalah, (3) peduli terhadap
pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai alternatif pemecahan
masalah, (4) sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu
alternatif pemecahan masalah, dan (5) memutuskan tindak lanjut kesepakatan.
Dengan demikian, maka advokasi harus dilakukan secara terencana, cermat,
dan tepat. Bahan-bahan advokasi harus disiapkan dengan matang, yaitu :
- Sesuai minat dan perhatian sasaran advokasi
- Memuat rumusan masalah dan alternatif pemecahan masalah
- Memuat peran si sasaran dalam pemecahan masalah
- Berdasarkan kepada fakta atau evidence-based
- Dikemas secara menarik dan jelas
- Sesuai dengan waktu yang tersedia.
B. MANAJEMEN PHBS
Promosi kesehatan dan PHBS di Kabupaten/Kota dikoordinasikan melalui
tiga sentra, yaitu Puskesmas, Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Puskesmas merupakan pusat kegiatan promosi kesehatan dan PHBS di tingkat
kecamatan dengan sasaran baik individu yang datang ke Puskesmas maupun
keluarga dan masyarakat di wilayah Puskesmas. Rumah Sakit bertugas
melaksanakan promosi kesehatan dan PHBS kepada individu dan keluarga yang
datang ke Rumah Sakit. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaksanakan promosi
kesehatan untuk mendukung promosi kesehatan dan PHBS yang dilaksanakan oleh
Puskesmas dan Rumah Sakit serta sarana pelayanan kesehatan lainnya yang ada di
Kabupaten/Kota. Penanggung jawab dari semua kegiatan promosi kesehatan dan
PHBS di daerah adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota harus dapat mengkoordinasikan dan menyusun kegiatan promosi
kesehatan dan PHBS di wilayahnya dengan melibatkan sarana-sarana kesehatan
yang ada di Kabupaten/Kota tersebut
Program PHBS secara operasional dilaksanakan di Puskesmas oleh petugas
promosi kesehatan Puskesmas dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor
terkait dengan sasaran semua keluarga yang ada di wilayah Puskesmas.
Manajemen PHBS di Puskesmas dilaksanakan melalui penerapan fungsifungsi
menejmen secara sederhana untuk memudahkan petugas promosi kesehatan
atau petugas lintas program di Puskesmas dalam pelaksanaan program PHBS di
Puskesmas. Manajemen PHBS di Puskesmas dilaksanakan melalui empat fungsi
tahapan Manajemen sesuai kerangka konsep sebagai berikut :
Kerangka konsep Manajemen PHBS
1. Pengkajian
4. Pemantauan dan 2. Perencanaan
Penilaian
3.Penggerakan dan
Pelaksanaan
Pengkajian dilakukan terhadap masalah kesehatan, masalah perilaku
(PHBS) dan sumber daya. Luaran pengkajian adalah pemetaan masalah PHBS
yang dilanjutkan dengan rumusan masalah.
Perencanaan berbasis data akan menghasilkan rumusan tujuan, rumusan
intervensi dan jadwal kegiatan,
Penggerakan pelaksanaan, merupakan inplementasi dari intervensi masalah
terpilih, yang penggerakannya dilakukan oleh petugas promosi kesehatan,
sedangkan pelaksanaannya bisa oleh petugas promosi kesehatan atau lintas
program dan lintas sektor terkait.
Pemantauan dilakukan secara berkala dengan menggunakan format
pertemuan bulanan, sedangkan penilaian dilakukan pada enam bulan pertama atau
akhir tahun berjalan.
Dalam setiap tahapan Manajemen tersebut petugas promosi kesehatan tidak
mungkin bisa bekerja sendiri, tetapi harus melibatkan petugas lintas program dan
lintas sektor terkait terutama masyarakat itu sendiri.
Secara singkat, tahapan Manajemen PHBS di Puskesmas/Desa/Keluarahan
dan luarannya adalah sebagai berikut :
TAHAPAN MANAJEMEN LUARAN
1. Pengkajian
• Pengkajian masalah kesehatan
• Pengkajian masalah PHBS
• Pemetaan wilayah
• Pengkajian sumber daya
10 penyakit terbanyak, pemetaan
masalah PHBS pada tiap tatanan,
masalah strata kesehatan tatanan dan
ketersediaan sumber daya
2. Perencanaan Rumusan tujuan, rumusan intervensi
dan jadwal kegiatan
3. Penggerakan dan Pelaksanaan
Daftar kegiatan dan penanggung
jawab masing-masing kegiatan dan
intervensi masalah PHBS terpilih
4. Pemantauan dan Penilaian Evaluasi dan penilaian hasil kegiatan
melalui kunjungan rumah.
BAB III
PROGRAM KABUPATEN/KOTA PERCONTOHAN PHBS
A. PELATIHAN TIM PEMBINA/PENGELOLA PROGRAM PHBS
Program Kabupaten/Kota percontohan PHBS merupakan kegiatan inovatif
yang dilaksanakan secara terencana, terpadu, berkelanjutan dan berbasis data.
Konsep dasar pengembangan Kabupaten/Kota percontohan mengacu pada
kebijakan nasional promosi kesehatan, promosi kesehatan daerah, Manajemen
penyuluhan kesehatan masyarakat tingkat Puskesmas dan PHBS tatanan rumah
tangga. Langkah awal proses pengembangan Kabupaten/Kota percontohan PHBS
adalah ” Pelatihan Tim Pembina/Pengelola Program PHBS tingkat Kabupaten/
Kota” dengan rincian kegiatan sebagai berikut :
1. Peserta
Pelatihan ini dilaksanakan oleh Propinsi di Kabupaten/Kota dengan melibatkan
petugas promosi kesehatan Kabupaten/Kota dengan rincian peserta :
- Lintas program dan lintas sektor terkait Kab/Kota : 5 orang
(Dinkes, Diknas, Bappeda, Kesra, PKK)
- Lintas program dan lintas sektor Puskesmas : 5 orang
( Ka Pusk, Promkes, PKK, Diknas, Kecamatan)
2. Materi
- Strategi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan masyarakat
- Promosi Kesehatan Daerah
- PHBS Tatanan Rumah Tangga
- PHBS Tatanan Institusi Pendidikan
- Stimulasi pemetaan PHBS Tatanan Rumah Tangga & Inst.Pendidikan
3. Metode dan Media
- CTJ ( 60 % )
- Praktek/Stimulasi ( 40 %)
- Format pemetaan
- Format Rekapitulasi
- LCD
- Laptop
- Pengeras suara
4. Sumber dana
- Dana dekonsentrasi (APBN) Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat Tahun Anggaran 2006
- Dana bantuan luar negeri tahun anggaran 2006
- Dana Alokasi Umum (DAU)
5. Luaran
- Meningkatnya pengetahuan petugas lintas program dan lintas sektor terkait
- Adanya kesamaan persepsi dalam pengembangan Kabupaten/Kota
percontohan PHBS
- Meningkatnya kerjasama lintas program dan lintas sektor dalam
pengembangan Kabupaten/Kota percontohan PHBS.
B. PELATIHAN/PENYEGARAN KADER POSYANDU/PHBS
Upaya untuk meningkatkan partisipasi aktif masyarakat yang merupakan
wujud nyata pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan Kabupaten/Kota
percontohan adalah dengan melibatkan kader Posyandu/PHBS dalam survei
pemetaan dan bersama-sama dengan masyarakat mengenal masalah PHBS di
tatanan rumah tangga.
1. Peserta
Pelatihan ini dilaksanakan oleh Propinsi di Kabupaten/Kota dengan melibatkan
petugas promosi kesehatan Kabupaten/Kota dengan rincian peserta :
- Kader Posyandu/PHBS per Desa/Kelurahan : 5 - 10 orang
2. Materi
- PHBS Tatanan Rumah Tangga
- PHBS Tatanan Institusi Pendidikan
- Stimulasi pemetaan PHBS Tatanan Rumah Tangga & Institusi Pendidikan.
3. Metode dan Media
- CTJ ( 40 % )
- Praktek/Stimulasi ( 60 %)
- Format pemetaan
- Format Rekapitulasi
4. Sumber dana
- Dana dekonsentrasi (APBN) Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat Tahun Anggaran 2006
- Dana bantuan luar negeri tahun anggaran 2006
- Dana Alokasi Umum (DAU)
5. Luaran
- Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan kader
- Terlaksananya survei pemetaan PHBS di tatanan rumah tangga
- Tersedianya data dan informasi PHBS
C. SURVEI PEMETAAN PHBS
Survei pemetaan PHBS merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat
yang dilaksanakan oleh kader Posyandu/PHBS untuk mendapatkan data 10
indikator PHBS, dan pada saat kontak langsung dengan ibu rumah tangga selaku
responden diharapkan terjadi diskusi, transfer pengetahuan dan memperkenalkan
indikator PHBS yang bermasalah.
1. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel responden dengan metode cluster yaitu membagi
desa/kelurahan/wilayah menjadi 30 cluster, tiap cluster ditentukan 7 Kepala
Keluarga (KK) secara acak, sehingga total sampel tingkat Desa/Kelurahan
adalah 210 KK.
2. Kunjungan Rumah
Pemetaan PHBS dilakukan oleh kader Posyandu/PHBS melalui kunjungan
rumah sebanyak 210 KK dengan sasaran responden adalah ibu rumah tangga.
Survei pemetaan menggunakan instrumen daftar pertanyaan tertutup dan stiker
pemetaan.
3. Instrumen pemetaan
- Daftar pertanyaan tertutup
- Stiker pemetaan PHBS
- Format rekapitulasi
D. MERUMUSKAN MASALAH PHBS
Hasil pemetaan PHBS direkapitulasi secara berurutan dari KK nomor urut
1 s/d KK nomor urut 210 kedalam format rekapitulsi.
Setelah itu lakukan prosedur sebagai berikut :
1. Jumlahkan jawaban (Ya) kebawah untuk mengetahui persentasi besar-kecilnya
masalah tiap indikator dari 10 indikator PHBS
2. Makin kecil persentasi cakupan program indikator PHBS makin besar masalah
dari indikator tersebut.
3. Berikan nomor urut masalah mulai dari persentasi indikator PHBS yang paling
kecil sampai persentasi yang paling besar.
4. Tentukan maksimal 2 masalah perioritas yang akan di intervensi oleh lintas
program dan lintas sektor terkait tingkat Puskesmas dan Kabupaten/Kota
5. Jumlahkan jawaban (Ya) ke kanan untuk mengetahui klasifikasi PHBS tiap
KK
- Klasifikasi I jika jawaban Ya banyaknya antara 1 s/d 3 (warnah merah)
- Klasifikasi II jika jawaban Ya banyaknya antara 4 s/d 6 (warnah kuning)
- Klasifikasi III jika jawaban Ya banyaknya antara 7 s/d 9 (warnah hijau)
- Klasifikasi IV jika klasifikasi III + dana sehat (JPKM) (warnah biru)
E. MERUMUSKAN TUJUAN PHBS
Dalam merumuskan tujuan, secara umum harus mengemukakan :
1. Siapa yang anda harapkan untuk berubah dalam peningkatan PHBS ?
Misal : tatanan rumah tangga
2. Untuk berbuat apa ?
Misal : Meningkatkan Program PHBS (untuk tujuan umum)
Meningkatkan perilaku (untuk tujuan khusus)
3. Berapa lama (Waktu) ?
Misalnya 1 tahun
4. Berapa banyak ?
Misalnya : berapa jumlah atau prosentase yang ingin dicapai
5. Dimana
Misalnya : Di Desa X, Puskesmas/Kecamatan Y dst
6. Kapan ?
Misal : 1 tahun
Contoh :
Suatu Desa X, Kecamatan Y setelah dilakukan pemetaan PHBS pada
tatanan rumah tangga di kategorikan masuk dalam klasifikasi III dengan
permasalahan banyak yang belum mempunyai jamban, masih banyak yang
merokok, masih banyak yang belum menggunakan air bersih dan masih banyak
yang belum berperan serta dalam dana sehat. Dari permasalahan tersebut diatas,
karena keterbatasan sumber daya maka diambil 2 prioritas tersebut diatas, karena
keterbatasan sumber daya maka diambil 2 prioritas masalah, yaitu :
- Belum mempunyai jamban sebesar 60 %
- Belum menjadi anggota dana sehat sebesar 70 %
Dari contoh tersebut diatas dapat dibuat tujuan umum dan tujuan khusus sebagai
berikut:
Tujuan Umum :
Meningkatkan klasifikasi PHBS tatanan rumah tangga di desa X, kecamatan Y dari
klasifikasi III menjadi klasifikasi IV pada tahun Z
Tujuan Khusus :
- Meningkatkan kepemilikan jamban di rumah tangga di desa X, kecamatan Y
dari 40 % menjadi 65 % dari tahun 2004 s/d 2005.
- Meningkatkan keikutsertaan menjadi anggota dana sehat di tatanan rumah
tangga di desa X, kecamatan Y dari 30 % menjadi 60 % dari tahun 2006 s/d
2007
Simpulan :
Dengan tercapainya tujuan khusus tersebut, maka klasifikasi PHBS tatanan rumah
tangga di desa X, kecamatan Y tersebut akan meningkat dari klasifikasi III menjadi
klasifikasi IV. Dengan demikian, tujuan umum untuk meningkatkan klasifikasi
PHBS tatanan rumah tangga tercapai.
F. MERUMUSKAN INTERVENSI
Dalam rangka merumuskan intervensi, yang harus diperhatikan adalah :
1. Tatanan rumah tangga ?
Misal : rumah tangga
2. Apa masalah perilaku PHBS-nya ?
Misal : tidak ada jamban
3. Siapa sasarannya ?
Misal : Sasaran primer : Ibu
Sasaran sekunder : Bapak
Sasaran tertier : Pak RT
4. Perilaku apa yang ingin diubah ?
Misal : Agar ada jamban
5. Intervensinya bagaimana ?
Misal : - Penyuluhan perorangan melalui dokter Puskesmas
- Penyuluhan kelompok melalui dasa wisma
- Penyuluhan melalui media
RUMUSAN INTERVENSI
TATANAN MASALAH
PERILAKU PHBS SASARAN
PERILAKU
YANG INGIN
DIUBAH
JENIS
INTERVENSI
MENYUSUN POA
NO STRATEGI KEGIATAN HASIL YANG
DIHARAPKAN
PENAGGUNG
JAWAB
D
A
N
A
T
E
N
A
G
A
S
A
S
A
R
A
N
JADWAL
- Penilaian
- Evaluasi
G. INTERVENSI DAN PENILAIAN
Setelah ditetapkan maksimal 2 perioritas masalah, maka disusunlah rencana
intervensi pemberdayaan masyarakat dengan kegiatan sebagai berikut :
1. Diskusi Kelompok Terarah
Diskusi Kelompok Terarah (DKT) merupakan salah satu model untuk
menggali sumberdaya, potensi dan kemampuan masyarakat dengan langkahlangkah
sebagai berikut :
Langkah I :
- Undang 15 – 20 orang wakil masyarakat (Toma, Toga, LSM, Guru,
Klp.Remaja, Majelis Ta’lim, dll)
- Tentukan waktu dan tempat pertemuan informal
Langkah II :
- Buka diskusi kelompok dengan mengemukakan 2 perioritas masalah hasil
survei
- Ajak semua peserta untuk berbicara mengemukakan pendapat, saran dan
tanggapan tentang upaya – upaya pemecahan 2 masalah hasil survei
dengan catatan semua pendapat peserta benar dan tidak boleh disalahkan.
Langkah III :
- Catat semua pembicaraan dan ajak semua peserta untuk membuat simpulan
pemecahan masalah dan langkah-langkah nyata pemberdayaan masyarakat
dari hasil diskusi.
- Tentukan bersama masyarakat siapa melaksanakan apa, kapan
dilaksanakan, dimana kegiatan itu dilaksanakan, dan target perubahan
perilaku masalah PHBS dalam 6 bulan sampai 1 tahun pertama.
2. Gerakan Masyarakat
- Intervensi 2 perioritas masalah PHBS hasil survei dengan gerakan
pemberdayaan individu, kelompok dan masyarakat umum sesuai hasil
diskusi kelompok
- Lakukan evaluasi proses secara berkala melalui siswa SD/MI atau sumber
lain yang bisa dipercaya dan berpengaruh langsung kepada sasaran primer
dengan bantuan tim PHBS Puskesmas dan Kabupaten/Kota
- Penyuluhan dan Kampanye kesehatan baik secara langsung maupun
melalui berbagai media (Cetak, Radio, TV).
- Berikan percontohan/stimulasi bila perlu
3. Evaluasi dan Penilaian
- Setelah intervensi selama 6 bulan – 1 tahun pertama lakukan evaluasi dan
penilaian 2 perioritas masalah PHBS hasil survei dengan pemetaan/
kunjungan rumah (Gunakan format pemetaan)
- Bandingkan antara persentasi cakupan program 2 perioritas masalah PHBS
hasil survei dengan cakupan setelah intervensi
- Tentukan angka persentasi cakupan hasil kegiatan dan rumuskan intervensi
pemecahan masalah 6 bulan – 1 tahun berikutnya.
4. Pembinaan
Manajemen PHBS di Puskesmas dilaksanakan melalui penerapan fungsifungsi
Manajemen secara sederhana untuk memudahkan petugas promosi
kesehatan atau petugas lintas program di Puskesmas dalam pelaksanaan
program PHBS di Puskesmas. Pembinaan Kabupaten/Kota Percontohan PHBS
merupakan lanjutan kegiatan hasil penilaian 6 bulan – 1 tahun pertama dan
upaya dalam rangka pengembangan Desa/Keluarahan percontohan di wilayah
kerja Puskesmas tahun berikutnya.
BAB IV
PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)
A. PENTINGNYA PHBS
1. Sehat adalah karunia Tuhan yang perlu disyukuri, karena sehat merupakan hak
asasi manusia yang harus dihargai. Sehat juga investasi untuk meningkatkan
produktivitas kerja guna meningkatkan kesejahteraan keluarga. Orang bijak
mengatakan bahwa “Sehat memang bukan segalanya tetapi tanpa kesehatan
segalanya menjadi tidak berarti”. Karena itu kesehatan perlu dijaga, dipelihara
dan ditingkatkan oleh setiap anggota rumah tangga serta diperjuangkan oleh
semua pihak.
2. Oleh karena itu pada tanggal 1 Maret 1999 Presiden RI mencanangkan
pembangunan nasional berwawasan kesehatan yang artinya setiap sektor harus
mempertimbangkan dampak pembangunan terhadap kesehatan
3. Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehat
menjadi perilaku sehat dan menciptakan lingkungan sehat di rumah tangga
4. Cakupan rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat sesuai profil PHBS
Propinsi Sulawesi Selatan tahun 2004 hanya kurang lebih 14 %
5. Rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat dapat terwujud apabila ada
keinginan, kemauan dan kemampuan para pengambil keputusan dan lintas
sektor terkait agar PHBS menjadi program prioritas dan menjadi salah satu
agenda pembangunan di Kabupaten/Kota, serta didukung oleh masyarakat.
B. MANFAAT PHBS
1. Setiap rumah tangga meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit.
2. Rumah tangga sehat dapat meningkat produktivitas kerja anggota keluarga
3. Dengan meningkatnya kesehatan anggota rumah tangga maka biaya yang
tadinya dialokasikan untuk kesehatan dapat dialihkan untuk biaya investasi
seperti biaya pendidikan dan usaha lain yang dapat meningkatkan kesejahteraan
anggota rumah tangga
4. Salah satu indikator menilai keberhasilan Pemerintah Daerah Kabupaten /Kota
dibidang kesehatan
5. Meningkatnya citra pemerintah daerah dalam bidang kesehatan
Dapat menjadi percontohan rumah tangga sehat bagi daerah lain.
C. INDIKATOR PHBS
1. Indikator PHBS Tatanan Rumah Tangga
Indikator PHBS adalah suatu alat ukur untuk menilai keadaan atau
permasalahan kesehatan di rumah tangga. Indikator mengacu pada Standar
Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan. Ada 10 indikator PHBS yang
terdiri dari 6 indikator perilaku dan 4 indikator lingkungan. Dengan rincian
sebagai berikut :
a. Ibu bersalin ditolong oleh tenaga kesehatan
b. Ibu hanya memberikan ASI kepada bayinya
c. Keluarga mempunyai Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPKM)
d. Anggota keluarga tidak merokok
e. Olah raga atau melakukan aktifitas fisik secara teratur
f. Makan dengan menu gizi seimbang (makan sayur dan buah setiap hari)
g. Tersedia air bersih
h. Tersedia Jamban
i. Kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni
j. Lantai rumah bukan dari tanah
2. Indikator PHBS Tatanan Institusi Pendidikan
Indikator PHBS adalah suatu alat ukur untuk menilai keadaan atau
permasalahan kesehatan di institusi pendidikan. Indikator institusi pendidikan
adalah Sekolah Dasar negeri maupun swasta (SD/MI). Sasaran PHBS tatanan
institusi pendidikan adalah sekolah dan siswa dengan indikator :
a. Tersedia jamban yang bersih dan sesuai dengan jumlah siswa
b. Tersedia air bersih atau air keran yang mengalir di setiap kelas
c. Tidak ada sampah yang berserakan dan lingkungan sekolah yang bersih
dan serasi
d. Ketersediaan UKS yang berfungsi dengan baik
e. Siswa menjadi anggota dana sehat (JPKM)
f. Siswa pada umumnya (60 %) kukunya pendek dan bersih
g. Siswa tidak merokok
h. Siswa ada yang menjadi dokter kecil atau promosi kesehatan sekolah
(minimal 10 orang)
BAB V
PENUTUP
Pedoman pelaksanaan program Kabupaten/Kota percontohan PHBS ini
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan dan Pedoman pelaksanaan
program Promosi kesehatan dan PHBS yang sudah ada. Semoga Pedoman ini dapat
memberikan inspirasi dan kemudahan bagi petugas promosi kesehatan
Kabupaten/Kota dan Puskesmas dalam pelaksanaan program PHBS percontohan di
Kabupaten/Kota menuju Desa/Kelurahan, Kabupaten/Kota, Propinsi dan Indonesia
Sehat 2010.
KEPUSTAKAAN
Departemen Kesehatan RI, Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan, Pusat Promosi
Kesehatan Departemen Kesehatan RI Tahun 2004
Departemen Kesehatan RI, Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan Daerah, Pusat
Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI Tahun 2005
Departemen Kesehatan RI, Buku Pedoman Manajemen Penyuluhan Kesehatan
Masyarakat Tingkat Puskesmas, Pusat Penyuluhan Kesehatan
Masyarakat Tahun 1996/1997
Departemen Kesehatan RI, Buku Pedoman Pembinaan Program Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat di Tatanan Rumah Tangga, Pusat Penyuluhan
Kesehatan Masyarakat Tahun 2000/2001
Departemen Kesehatan RI, Panduan Manajemen PHBS Menuju Kabupaten/Kota
Sehat Pusat Promosi Kesehatan Tahun 2002
Departemen Kesehatan RI, Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kabupaten/Kota, Jakarta 2004
Lampiran 1
PEDOMAN PERTANYAAN TATANAN RUMAH TANGGA
1. Jika mempunyai bayi, apakah pada waktu melahirkan ditolong oleh tenaga
kesehatan ?
Untuk ibu hamil : Apakah ibu memeriksakan pada petugas kesehatan ?
Untuk PUS : Apakah ibu pada saat ini ber KB ?
Apakah sudah diimunisasi ?
Jika Lansia : Berilah jawaban ya pada no. 1
2. Jika mempunyai bayi (usia kurang dari 6 bulan) apakah hanya diberikan ASI
saja ?
3. Apakah keluarga ibu menjadi anggota dana sehat (JPKM) ? (Askes, Askeskin,
Asabri, Astek, atau dana sehat/JPKM)
4. Apakah ada anggota keluarga ibu yang merokok ? (Amati apakah ada asbak yang
terpakai atau ada bau asap rokok, dan apabila merokok jawabannya Tidak).
5. Apakah anggota keluarga ibu melakukan aktifitas fisik atau olah raga secara
teratur (olah raga atau aktifitas fisik secara teratur minimal 2 kali seminggu)
6. Apakah keluarga ibu biasanya makan makanan yang beraneka ragam ? (Dengan
cara menanyakan pada keluarga apakah makan sayuran dan buah setiap
harinya.)
7. Apakah keluarga ibu selalu menggunakan air bersih ? ( lihat apakah mempunyai
penampungan air bersih yang bebas lumpur, jentik dan lumut).
8. Apakah keluarga ibu buang air besar di jamban ? (lihat apakah jamban yang
digunakan bersih dan tersedia air bersih)
9. Apakah jumlah penghuni sesuai dengan luas lantai rumah ?
(kamar memenuhi syarat apabila tiap 8 M2 dihuni tidak lebih dari 2 orang
dewasa + 1 balita)
10. Apakah lantai rumah bukan dari tanah dan sekeliling rumah/pekarangan dalam
keadaan bersih ? (Halaman dalam dan luar rumah tidak ada sampah
berserakan).
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Tdk
Tdk
Tdk
Tdk
Tdk
Tdk
Tdk
Tdk
Tdk
Tdk
CARA PENGKLASIFIKASIAN :
Klasifikasi I : Jika jawaban Ya banyaknya antara 1 S/d 3 (warna merah)
Klasifikasi II : Jika jawaban Ya banyaknya antara 4 s/d 6 (warna kuning)
Klasifikasi III : Jika jawaban Ya banyaknya antara 7 s/d 9 (warna hijau)
Klasifikasi IV : Klasifikasi III + ikut dana sehat JPKM (warna biru)
Lampiran 2
PEDOMAN PERTANYAAN TATANAN INSTITUSI PENDIDIKAN SD/MI
1. Apakah disekolah tersedia jamban yang bersih dan jumlahnya sesuai dengan
jumlah siswa di sekolah ?
2. Apakah di sekolah tersedia air bersih dan setiap ruangn tersedia air keran ?
3. Apakah lingkungan sekolah dalam keadaan bersih (tidak ada sampah berserakan)
4. Apakah di sekolah ada UKS dan berfungsi dengan baik
5. Apakah siswa di sekolah menjadi anggota dana sehat (JPK) ?
6. Apakah siswa pada umumnya (lebih dari 60 %) kukunya pendek dan bersih.
7. Apakah siswa tidak ada yang merokok ?
8. Apakah ada siswa yang menjadi dokter kecil atau kader kesehatan yang
jumlahnya minimal 10 orang.
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Tdk
Tdk
Tdk
Tdk
Tdk
Tdk
Tdk
Tdk
CARA PENGKLASIFIKASIAN :
Klasifikasi I : Jika jawaban Ya banyaknya antara 1 S/d 3 (warna merah)
Klasifikasi II : Jika jawaban Ya banyaknya antara 4 s/d 5 (warna kuning)
Klasifikasi III : Jika jawaban Ya banyaknya antara 6 s/d 7 (warna hijau)
Klasifikasi IV : Klasifikasi III + ikut dana sehat JPK (warna biru)
Lampiran 3
REKAPITULASI HASIL PEMANTAUAN PHBS TATANAN RUMAH TANGGA
TINGKAT DESA/KELUARAHAN
DESA/KELUARAHAN : ……………………………
I N D I KATO R PH B S
KLASIFIKASI
Nama Kepala
Keluarga
KIA ASI JPK RK OR GIZI AB JK RMH LT I II III IV
KK1
KK2
KK3
KK4
KK5
KK6
KK7
Dst.
JUMLAH
Persentasi (%)
URUTAN
MASALAH
KLASIFIKASI
DESA
Catatan :
Urutan masalah ditentukan atas dasar persentasi indikator PHBS,
Persentasi terkecil merupakan perioritas masalah.
Klasifikasi PHBS Desa/Kelurahan ditentukan berdasarkan klasifikasi sehat tiap keluarga
di Desa/Kelurahan tersebut dengan ketentuan sebagai berikut :
Desa Sehat I : bila kurang dari 25 % KK mencapai klasifikasi IV (warna merah)
Desa Sehat II : bila 25 % - 49 % KK mencapai klasifikasi IV (warna kuning)
Desa Sehat III : bila 50 % - 74 % KK mencapai klasifikasi IV (warna hijau)
Desa Sehat IV : bila lebih dari 75 % KK mencapai klasifikasi IV (warna biru)
Lampiran 4
REKAPITULASI HASIL PEMANTAUAN PHBS TATANAN RUMAH TANGGA
TINGKAT PUSKESMAS/KECAMATAN
I N D I KATO R PH B S
KLASIFIKASI
Nama Desa
KIA ASI JPK RK OR GIZI AB JK RMH LT I II III IV
Desa1
Desa2
Desa3
Desa4
Desa5
Desa6
Desa7
Dst.
JUMLAH
Persentasi (%)
URUTAN
MASALAH
KLASIFIKASI
PUSK/KEC
Catatan :
Urutan masalah ditentukan atas dasar persentasi indikator PHBS,
Persentasi terkecil merupakan perioritas masalah.
Klasifikasi PHBS Puskesmas/Kecamatan ditentukan berdasarkan klasifikasi sehat tiap
Desa/Kelurahan tersebut dengan ketentuan sebagai berikut :
Pusk/Kec Sehat I : bila kurang dari 25 % Desa/Kelurahan mencapai klasifikasi IV (warna merah)
Pusk/Kec Sehat II : bila 25 % - 49 % Desa/Kelurahan mencapai klasifikasi IV (warna kuning)
Pusk/Kec Sehat III : bila 50 % - 74 % Desa/Keluarah mencapai klasifikasi IV (warna hijau)
Pusk/Kec Sehat IV : bila lebih dari 75 % Desa/Kelurahan mencapai klasifikasi IV (warna biru)
Lampiran 5
REKAPITULASI HASIL PEMANTAUAN PHBS TATANAN RUMAH TANGGA
TINGKAT KABUPATEN/KOTA
I N D I KATO R PH B S
KLASIFIKASI
Nama
PUSKESMAS/KEC
KIA ASI JPK RK OR GIZI AB JK RMH LT I II III IV
Pusk1
Pusk2
Pusk3
Pusk4
Pusk5
Pusk6
Pusk7
Dst.
JUMLAH
Persentasi (%)
URUTAN
MASALAH
KLASIFIKASI
KABUPATEN
Catatan :
Urutan masalah ditentukan atas dasar persentasi indikator PHBS,
Persentasi terkecil merupakan perioritas masalah.
Klasifikasi PHBS Kabupaten/Kota ditentukan berdasarkan klasifikasi sehat tiap
Puskesmas/Kecamatan tersebut dengan ketentuan sebagai berikut :
Kabupaten Sehat I : bila kurang dari 25 % Puskesmas/Kecamatan mencapai klasifikasi IV (warna merah)
Kabupaten Sehat II : bila 25 % - 49 % Puskesmas/Kecamatan mencapai klasifikasi IV (warna kuning)
Kabupaten Sehat III : bila 50 % - 74 % Puskesmas/Kecamatan mencapai klasifikasi IV (warna hijau)
Kabupaten Sehat IV : bila lebih dari 75 % Puskesmas/Kecamatan mencapai klasifikasi IV (warna biru)
Lampiran 6
REKAPITULASI HASIL PEMANTAUAN PHBS TATANAN
INSTITUSI PENDIDIKAN (SD/MI)
Nama I D I K A T O R P H B S KLASIFIKASI
SEKOLAH JK AB LING UKS JPK KUKU ROK DOK I II III IV
SD 1
SD 2
SD 3
SD 4
SD 5
DST
JUMLAH
Persentasi (%)
URUTAN
MASALAH
KLASIFIKASI
Catatan :
Urutan masalah ditentukan atas dasar persentasi indikator PHBS,
Persentasi terkecil merupakan perioritas masalah.
Klasifikasi PHBS Institusi Pendidikan ditentukan berdasarkan klasifikasi sehat tiap
Indikator institusi pendidikan tersebut dengan ketentuan sebagai berikut :
Sekolah Sehat I : bila kurang dari 25 % indikator mencapai klasifikasi IV (warna merah)
Sekolah Sehat Sehat II : bila 25 % - 49 % indikator mencapai klasifikasi IV (warna kuning)
Sekolah Sehat Sehat III : bila 50 % - 74 % indikator mencapai klasifikasi IV (warna hijau)
Sekolah Sehat Sehat IV : bila lebih dari 75 % indikator mencapai klasifikasi IV (warna biru) http://dinkes-
sulsel.go.id/pdf/Perilaku_hidup_bersih_&_sehat.pdf
status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua.
Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia balita didasarkan fakta bahwa
kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini, bersifat irreversible (tidak dapat pulih).
Data tahun 2007 memperlihatkan 4 juta balita Indonesia kekurangan gizi, 700 ribu
diantaranya mengalami gizi buruk. Sementara yang mendapat program makanan tambahan
hanya 39 ribu anak.
Ditinjau dari tinggi badan, sebanyak 25,8 persen anak balita Indonesia pendek (SKRT
2004). Ukuran tubuh yang pendek ini merupakan tanda kurang gizi yang berkepanjangan.
Lebih jauh, kekurangan gizi dapat mempengaruhi perkembangan otak anak. Padahal, otak
tumbuh selama masa balita. Fase cepat tumbuh otak berlangsung mulai dari janin usia 30
minggu sampai bayi 18 bulan.
Status gizi pada balita dapat diketahui dngan cara mencocokkan umur anak (dalam bulan)
dengan berat badan standar tabel WHO-NCHS, bila berat badannya kurang, maka status
gizinya kurang.
Di Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), telah disediakan Kartu Menuju Sehat (KMS) yang
juga bisa digunakan untuk memprediksi status gizi anak berdasarkan kurva KMS.
Perhatikan dulu umur anak, kemudian plot berat badannya dalam kurva KMS. Bila masih
dalam batas garis hijau maka status gizi baik, bila di bawah garis merah, maka status gizi
buruk.
Bedanya dengan balita, status gizi orang dewasa menggunakan acuan Indeks Massa Tubuh
(IMT) atau disebut juga Body Mass Index (BMI). Nilai IMT diperoleh dengan menghitung
berat badan (dalam kg) dibagi tinggi badan kuadrat (dalam meter persegi). IMT normal bila
angkanya antara 18,5 dan 25; kurus bila kurang dari 18,5; dan gemuk bila lebih dari 25.
Sebagai contoh orang bertinggi 1,6 meter, maka berat badan ideal adalah 48-64 kg.
Parameter yang umum digunakan untuk menentukan status gizi pada balita adalah berat
badan, tinggi badan, dan lingkar kepala. Lingkar kepala sering digunakan sebagai ukuran
status gizi untuk menggambarkan perkembangan otak.
Sementara parameter status gizi balita yang umum digunakan di Indonesia adalah berat
badan menurut umur. Parameter ini dipakai menyeluruh di Posyandu.
Menurut Prof. Ali, untuk membedakan balita kurang gizi dan gizi buruk dapat dilakukan
dengan cara berikut. Gizi kurang adalah bila berat badan menurut umur yang dihitung
menurut Skor Z nilainya kurang dari -2, dan gizi buruk bila Skor Z kurang dari -3. Artinya
gizi buruk kondisinya lebih parah daripada gizi kurang.
Balita penderita gizi kurang berpenampilan
kurus, rambut kemerahan (pirang), perut
kadang-kadang buncit, wajah moon face
karena oedema (bengkak) atau monkey face
(keriput), anak cengeng, kurang responsif. Bila
kurang gizi berlangsung lama akan
berpengaruh pada kecerdasannya.
Kurang gizi pada balita dapat berdampak terhadap pertumbuhan fisik maupun mentalnya.
Anak kelihatan pendek, kurus dibandingkan teman-temannya sebaya yang lebih sehat.
Ketika memasuki usia sekolah tidak bisa berprestasi menonjol karena kecerdasannya
terganggu.
Untuk mengatasi kasus kurang gizi memerlukan peranan dari keluarga, praktisi kesehatan,
maupun pemerintah. Pemerintah harus meningkatkan kualitas Posyandu, jangan hanya
sekedar untuk penimbangan dan vaksinasi, tapi harus diperbaiki dalam hal penyuluhan gizi
dan kualitas pemberian makanan tambahan, pemerintah harus dapat meningkatkan
kesejahteraan rakyat agar akses pangan tidak terganggu.
Para ibu khususnya harus memiliki kesabaran bila anaknya mengalami problema makan,
dan lebih memperhatikan asupan makanan sehari-hari bagi anaknya. Anak-anak harus
terhindar dari penyakit infeksi seperti diare ataupun ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan
Atas).
Semua nutrisi penting bagi anak dalam usia pertumbuhan. Prof. Ali berpesan untuk
memperhatikan asupan sayur dan pangan hewani (lauk pauk), konsumsi susu tetap
dipertahankan, jangan terlalu banyak makanan cemilan (junk food) yang akan
menyebabkan anak kurang nafsu makan. Perhatikan juga asupan empat sehat lima
sempurna dengan kuantitas yang cukup.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsumsi gizi yang baik dan cukup seringkali tidak bisa dipenuhi oleh seorang anak karena faktor
eksternal maupun internal. Faktor eksternal menyangkut keterbatasan ekonomi keluarga sehingga uang
yang tersedia tidak cukup untuk membeli makanan. Sedangkan faktor internal adalah faktor yang
terdapat didalam diri anak yang secara psikologis muncul sebagai problema makan pada anak.
Anak balita memang sudah bisa makan apa saja seperti halnya orang dewasa. Tetapi merekapun bisa
menolak bila makanan yang disajikan tidak memenuhi selera mereka. Oleh karena itu sebagai orang tua
kita juga harus berlaku demokratis untuk sekali-kali menghidangkan makanan yang memang menjadi
kegemaran si anak.
Intake gizi yang baik berperan penting di dalam mencapai pertumbuhan badan yang optimal. Dan
pertumbuhan badan yang optimal ini mencakup pula pertumbuhan otak yang sangat menentukan
kecerdasan seseorang.
Faktor yang paling terlihat pada lingkungan masyarakat adalah kurangnya pengetahuan ibu mengenai
gizi-gizi yang harus dipenuhi anak pada masa pertumbuhan. Ibu biasanya justru membelikan makanan
yang enak kepada anaknya tanpa tahu apakah makanan tersebut mengandung gizi-gizi yang cukup atau
tidak, dan tidak mengimbanginya dengan makanan sehat yang mengandung banyak gizi.
B. Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya penulisan ini yaitu :
1. Untuk mengenal lebih jelas tentang pemenuhan kebutuhan gizi pada balita
2. Menu makanan ideal untuk balita
3. Serta faktor yang mempengaruhi status nutrisi balita
4. Mendidik kebiasaan makan yang baik, mencakup penjadwalan makan, belajar menyukai, memilih dan
menentukan jenis makanan yang bermutu.
5. Masalah-masalah yang mempengaruhi gizi balita
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Karakteristik Balita
Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang
disediakan ibunya. Dengan kondisi demikian, sebaiknya anak balita diperkenalkan dengan berbagai
bahan makanan. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia prasekolah sehingga
diperlukan jumlah makanan yang relatif lebih besar. Namun, perut yang masih lebih kecil menyebabkan
jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil daripada anak yang usianya
lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering.
Pada usia prasekolah, anak menjadi konsumen aktif, yaitu mereka sudah dapat memilih makanan yang
disukainya. Masa ini juga sering dikenal sebagai “ masa keras kepala “. Akibat pergaulan dengan
lingkungannya terutama dengan anak-anak yang lebih besar, anak mulai senang jajan. Jika hal ini
dibiarkan, jajanan yang dipilih dapat mengurangi asupan zat gizi yang diperlukan bagi tubuhnya sehingga
anak kurang gizi.
Perilaku makan sangat dipengaruhi oleh kedaan psikologis, kesehatan, dan sosial anak. Oleh karena itu,
kedaan lingkungan dan sikap keluarga merupakan hal yang sangat penting dalam pemberian makan pada
anak agar anak tidak cemas dan khawatir terhadap makanannya. Seperti pada orang dewasa, suasana
yang menyenangkan dapat membangkitkan selera makan anak.
Didalam makanan terdapat enam jenis zat gizi, yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan
air. Zat gizi ini diperlukan bagi balita sebagai zat tenaga, zat pembangun , dan zat pengatur.
1) Zat tenaga
Zat gizi yang menghasilkan tenaga atau energi adalah karbohidrat , lemak, dan protein. Bagi balita,
tenaga diperlukan untuk melakukan aktivitasnya serta pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh karena
itu, kebutuhan zat gizi sumber tenaga balita relatif lebih besar daripada orang dewasa.
2) Zat Pembangun
Protein sebagai zat pembangun bukan hanya untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan organ-organ
tubuh balita, tetapi juga menggantikan jaringan yang aus atau rusak.
3) Zat pengatur
Zat pengatur berfungsi agar faal organ-organ dan jaringan tubuh termasuk otak dapat berjalan seperti
yang diharapkan. Berikut ini zat yang berperan sebagai zat pengatur.
a) Vitamin, baik yang larut air ( vitamin B kompleks dan vitamin C ) maupun yang larut dalam lemak
( vitamin A, D, E, dan K ).
b) Berbagai mineral, seperti kalsium, zat besi, iodium, dan flour.
c) Air, sebagai alat pengatur vital kehidupan sel-sel tubuh.
a. Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi bayi dan balita relatif besar dibandingkan dengan orang dewasa, sebab pada usia
tersebut pertumbuhannya masih sangat pesat. Kecukupannya akan semakin menurun seiring dengan
bertambahnya usia.
f. Sosial Ekonomi
Keterbatasan penghasilan keluarga turut menentukan mutu makanan yang disajikan. Tidak dapat
disangkal bahwa penghasilan keluarga akan turut menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga
sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah makanan.
g. Penyakit infeksi
Infeksi dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar dan tidak mau makan. Penyakit ini juga
menghabiskan sejumlah protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan. Diare dan
muntah dapat menghalangi penyerapan makanan.
Penyakit-penyakit umum yang memperburuk keadaan gizi adalah: diare, infeksi saluran pernapasan atas,
tuberculosis, campak, batuk rejan, malaria kronis, cacingan. ( Dr. Harsono, 1999).
Berdasarkan penampilan yang ditunjukkan, KEP akut derajat berat dapat dibedakan menjadi tiga bentuk.
1) Marasmus
Pada kasus marasmus, anak terlihat kurus kering sehingga wajahnya seperti orang tua.Bentuk ini
dikarenakan kekurangan energi yang dominan.
2) Kwashiorkor
Anak terlihat gemuk semu akibat edema, yaitu penumpukan cairan di sela- sela sel dalam jaringan.
Walaupun terlihat gemuk, tetapi otot-otot tubuhnya mengalami pengurusan ( wasting ). Edema
dikarenakan kekurangan asupan protein secara akut ( mendadak ), misalnya karena penyakit infeksi
padahal cadangan protein dalam tubuh sudah habis.
3) Marasmik-kwashiorkor
Bentuk ini merupakan kombinasi antara marasmus dan kwashiorkor. Kejadian ini dikarenakan kebutuhan
energi dan protein yang meningkat tidak dapat terpenuhi dari asupannya.
b. Obesitas
Timbulnya Obesitas dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya faktor keturunan dan lingkungan. Tentu
saja, faktor utama adalah asupan energi yang tidak sesuai dengan penggunaan. Menurut Aven-Hen
(1992), obesitas sering ditemui pada anak-anak sebagai berikut:
1) Anak yang setiap menangis sejak bayi diberi susu botol.
2) Bayi yang terlalu dini diperkenalkan dengan makanan padat.
3) Anak dari ibu yang terlalu takut anaknya kekurangan gizi.
4) Anak yang selalu mendapat hadiah cookie atau gula-gula jika ia berbuat sesuai keinginan orangtua.
5) Anak yang malas untuk beraktivitas fisik.
8. Penyebab Balita Kurang Nafsu makan :
a. Faktor penyakit organis
b. Faktor gangguan psikologi
Anak akan kehilangan nafsu makan karena hal-hal sebagai berikut:
1) Air Susu Ibu yang diberikan terlalu sedikit sehingga bayi menjadi frustasi dan menangis
2) Anak terlalu dipaksa untuk menghabiskan makanan dalam jumlah/ takaran tertentu sehingga anak
menjadi tertekan
3) Makanan yang disajikan tidak sesuai dengan yang diinginkan / membosankan
4) Susu formula yang diberikan tidak disukai anak atau ukuran / dosis yang diberikan tidak sesuai dengan
sehingga susu yang diberikan tidak dihabiskan
5) Suasana makan tidak menyenangkan/ anak tidak pernah makan bersama kedua orang tuanya.
c. Faktor pengaturan makanan yang kurang baik
Berikut ini beberapa upaya untuk mengatasi anak sulit makan ( faktor organis, faktor psikologis, atau
faktor pengaturan makanan )
1) Jika penyebabnya faktor organis, yang harus dilakukan adalah dengan menyembuhka penyakitnya
melalui dokter.
2) Jika penyebabnya faktor psikologis, berikut beberapa hal yang dapat dilakukan.
(a) Makanan dibuat dengan resep masakan yang mudah dan praktis sehingga dapat menggugah selera
makan anak dan disajikan semenarik mungkin.
(b) Jangan memaksa anak untuk menghabiskan makanan, orangtua harus sabar saat memberi makan
anak.
(c) Upayakan suasana makan menyenangkan , sebaiknya waktu makan disesuaikan denga waktu makan
keluarga karena anak punya semangat untuk menghabiskan makanannya dengan makan bersama
keluarga (orangtua)
(d) Pembicaraan yang kurang menyenangkan terhadap suatu jenis makanan sebaiknya dihindari dan
ditanamkan pada anak memilih bahan /jenis makanan yang baik.
Jika penyebabnya adalah faktor pengaturan makanan maka dapat dilakukan beberapa hal berikut ini.
(a) Diusahakan waktu makan teratur dan makanan diberikan pada saat anak benar-benar lapar dan haus
(b) Makanan selingan dapat diberikan asalkan makanan tersebut tidak membuat anak menjadi kenyang
agar anak tetap mau makan nasi.
(c) Untuk membeli makanan jajanan sebagai makanan selingan, sebaiknya didampingi oleh orang tuanya
sehingga anak dapat memilih makanan jajanan yang baik dari segi kandungan gizi maupun
kebersihannya.
(d) Kuantitas dan kualitas makanan yang diberikan harus diatur disesuaikan dengan
kebutuhan/kecukupan gizinya sehingga anak tidak menderita gizi kurang atau gizi lebih.
(e) Bentuk dan jenis makanan yang diberikan harus disesuaikan dengan tahap pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Makanan selingan yang baik dibuat sendiri di rumah sehingga sangat higienis dibandingkan jika dibeli di
luar rumah.
Bila terpaksa membeli, sebaiknya dipilih tempat yang bersih dan dipilih yang lengkap gizi, jangan hanya
sumber karbohidrat saja seperti hanya mengandung gula saja. Makanan ini jika diberikan terus-menerus
sangat berbahaya. Jika sejak kecil hanya senang yang manis-manis saja maka kebiasaan ini akan dibawa
sampai dewasa dan risiko mendapat kegemukan menjadi meningkat. Kegemukan merupakan faktor
risiko pada usia yang relatif muda dapat terserang penyakit tertentu.
Syarat makanannya:
a. Berikan makanan lunak yang mudah dicerna, dalam porsi kecil tetapi bertahap dan sering.
b. Banyak cairan untuk mengganti cairan yang keluar, seperti sari buah yang segar dan susu campur buah
supaya segar.
c. Cukup protein, mengingat karena penyakitnya ia membutuhkan peningkatan protein dibandingkan
dengan kebutuhan biasa. Bisa diperoleh dari telur, susu, daging, ayam dan lain-lain.
d. Lemak perlu diberikan, untuk memberi rasa dan meningkatkan kalori. Tetapi berikan makanan yang
mudah dicerna dan secukupnya, karena kelebihan lemak akan membuat mual.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pemenuhan gizi balita dapat dilihat dari karakteristik anak itu sendiri.
2. Pemberian asupan zat makanan seperti zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur sangat
diperlukan bagi balita.
3. Dan pengeluarannya asupan makanan harus ada keseimbangan sehingga diperoleh status gizi yang
baik.
4. Menu makanan yang baik seperti 4 sehat 5 sempurna sangat mempengaruhi kesehatan dan
kecerdasan bagi otaknya.
5. Faktor yang mempengaruhi status nutrisi untuk balita yaitu serat makan dan kemudahan dalam
mencerna makanan dari sumber makanan yang ia makan, vitamin serta pengaruh obat yang diminum
dan faktor endokrin dan emosional.
B. Saran
1. Pengetahuan ibu harus luas mengenai pemahaman tentang anak.
2. Sebaiknya seorang ibu harus bisa mengatur / memilah-milah makanan untuk balita.
3. Berikan anak makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna karena sangat baik untuk pertumbuhan
anak.
4. Jangan lupa pemberian makanan yang sehat serta suplemen yang teratur untuk pertumbuhan dan
kecerdasannya.
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya makalah yang berjudul "Gizi
Balita" ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun sebagai tugas untuk mata kuliah
ilmu gizi.
Keberhasilan penulis dalam penulisan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
kekurangan yang masih perlu diperbaiki, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.
0 komentar:
Poskan Komentar
Mengenai Saya
PENGERTIAN KOPERASI
PROPOSAL SEMINAR
Arsip Blog
► 2009 (1)
o ► Januari (1)
▼ 2008 (10)
o ► November (1)
o ► September (3)
KUMPULAN SOFTWARE
SEL
o ▼ Agustus (4)
PENGERTIAN KOPERASI
PROPOSAL SEMINAR
o ► Juli (2)
MAKALAH KEWARGANEGARAAN
TRANSLATE BAHASA
Gadgets powered by
Google
Kunjungan : 463
kata:600
3. Tahap lanjutan
Dapat diberikan makanan biasa. Pada tahap ini harus cukup energi, protein dan zat gizi lainnya
yang mengandung antara 1100-1500 kalori dan 25-50 gram protein per hari.
Diterbitkan di: Oktober 06, 2010 Diperbarui: Oktober 06, 2010
Mohon Resensi ini
12345
dinilai :
Nilai : 12345
Lebih lanjut tentang: Gizi Buruk Pada Anak Balita
Syarat-syarat rumah sehat
1. Lantai
Saat ini, ada berbagai jenis lantai rumah. Lantai rumah dari semen atau ubin, kermik, atau cukup
tanah biasa yang dipadatkan. Syarat yang penting disini adalah tidak berdebu pada musim
kemarau dan tidak becek pada musim hujan. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang
penyakit.
2. Atap
Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Di samping
atap genteng adalah cocok untuk daerah tropis juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan
masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikian banyak masyarakat pedesaan yang tidak
mampu untuk itu maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng
maupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, disamping mahal juga menimbulkan suhu
panas di dalam rumah.
3. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran
udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh
penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 di
dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat.
Di samping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan
naik karena terjadi proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.
Kelembaban akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen (bakteri-bakteri
penyebab penyakit). Fungsi kedua daripada ventilasi adalah membebaskan udara ruangan dari
bakteri-bakteri terutama bakteri patogen karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus-
menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk
menjaga agar ruangan rumah selalu tetap di dalam kelembaban (humidity) yang optimum.
Ventilasi alamiah, di mana aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah
melalui jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada dinding dan sebagainya. Di
pihak lain ventilasi alamiah ini tidak menguntungkan karena juga merupakan jalan
masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada usaha-
usaha lain untuk melindungi kita dari gigitan-gigitan nyamuk tersebut.
Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara
terebut, misalnya kipas angin dan mesin pengisap udara. Tetapi jelas alat ini tidak cocok
dengan kondisi rumah di pedesaan. Perlu diperhatikan disini bahwa sistem pembuatan
ventilasi harus dijaga agar udara tidak mandeg atau membalik lagi, harus mengalir.
Artinya di dalam ruangan rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya udara.
4. Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak.
Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari disamping
kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya
bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya di dalam rumah akan menyebabkan silau
dan akhirnya dapat merusakkan mata.
Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh
bakteri-bakteri patogen didalam rumah, misalnya baksil TBC. Oleh karena itu, rumah
yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Seyogyanya jalan masuk
cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15-20 % dari luas lantai yang terdapat
dalam ruangan rumah.
Perlu diperhatikan di dalam membuat jendela diusahakan agar sinar matahari dapat langsung
masuk ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela di sini disamping
sebagai ventilasi juga sebagai jalan masuk cahaya. Lokasi penempatan jendela pun harus
diperhatikan dan diusahakan agar sinar matahari lama menyinari lantai (bukan menyinari
dinding). Jalan masuknya cahaya alamiah juga diusahakan dengan genteng kaca.
Cahaya buatan yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu
minyak tanah, listrik, api dan sebagainya.
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai
bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak
sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini
berdampak kurang baik terhadap kesehaan penghuninya, sebab disamping menyebabkan
kurangnya konsumsi O2 juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan
mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.
Pembuangan tinja,
Pembuangan sampah,
Fasilitas dapur,
Untuk rumah di pedesaan lebih cocok adanya serambi (serambi muka atau belakang).
Di samping fasilitas-fasilitas tersebut, ada fasilitas lain yang perlu diadakan tersendiri untuk
rumah pedesaan adalah kandang ternak. Oleh karena ternak adalah merupakan bagian hidup para
petani, maka kadang-kadang ternak tersebut ditaruh di dalam rumah. Hal ini tidak sehat karena
ternak kadang-kadang merupakan sumber penyakit pula. Maka sebaiknya, demi kesehatan, ternak
harus terpisah dari rumah tinggal atau dibuatkan kandang tersendiri.
http://www.smallcrab.com/kesehatan/619-syarat-syarat-rumah-sehat
KMS (Kartu Menuju Sehat) adalah alat kontrol yang sederhana dan mudah dimengerti masyarakat untuk
memantau dan mengevaluasi kondisi kesehatan balita di Indonesia. Saat ini KMS yang dipakai di
Indonesia menggunakan standar baku rujukan WHO (World Health Organization) yang dikeluarkan oleh
NCHS (National Center for Health Statistics) Amerika Serikat. Penggunaan standar baku negara lain akan
menimbulkan ketidaksesuaian dengan tumbuh kembang balita di Indonesia. Sehingga penelitian ini
ditujukan untuk membantu merancang KMS berdasarkan kondisi di Indonesia. Perancangan KMS dapat
diinterpretasikan sebagai kurva antara berat badan (y) dan usia balita (t). Hubungan tersebut dapat
ditentukan dengan pendekatan spline polynomial truncated karena estimator spline memiliki sifat
fleksibilitas yang tinggi dan kemampuan mengestimasi perilaku data yang cenderung berbeda pada
interval tertentu sesuai dengan tumbuh kembang balita yang mengalami pola perubahan perilaku pada
usia tertentu. Proses perancangan KMS dalam penelitian ini menggunakan studi kasus data balita di Kota
Surabaya. Hasil pemodelan diperoleh kesimpulan bahwa model KMS yang menggambarkan pertumbuhan
balita paling baik dapat dijelaskan melalui model spline kuadratik dua knots dengan pembobot (varians/
(0.5+0.13 ti)) Titik knots untuk garis pusat dan garis batas berada pada interval 8-11 bulan (knots
pertama) dan 31-53 bulan (knots kedua). Model tersebut menghasilkan rata-rata nilai koefisien
determinasi (R2) sebesar 98,96% dengan nilai MSE sekitar 0.15 dan GCV minimum 0.142 .
http://statisticsanalyst.wordpress.com/2009/07/24/model-kartu-menuju-sehat-kms-balita-dengan-
pendekatan-spline-polynomial-truncated-studi-kasus-balita-di-kota-surabaya/
gizi buruk kategori di bawah garis merah (BGM) selama dua tahun
terakhir mengalami kenaikan.
Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Madiun, Pandu Ratna Djuwita kepada wartawan, Rabu
(11/1),
mengatakan mayoritas penderita gizi buruk BGM menimpa anak usia 1-2 tahun. Penyebab
utamanya akibat faktor ekonomi.
"Faktor lain, anak mayoritas diasuh bukan oleh ibu kandungnya, karena sang ibu menjadi
tenaga kerja ke luar negeri. Membuat anak diasuh orang tua laki-laki (bapak), maupun
nenek yang tidak memperhatikan pemberian makanan bergizi," kata Pandu Ratna Djuwita.
Menurut dia, berdasarkan data yang ada di PKK dan Dinas Kesehatan (Dinkes) selama
2004, total jumlah balita sebanyak 44.459, yang menderita gizi buruk kategori BGM
mencapai 808 anak, yang masuk kategori BGM golongan berat tercatat 153 anak.
Sedangkan pada 2005, jumlah balita 45.189 anak, yang menderita gizi buruk kategori BGM
tercatat 1.115 anak, di antaranya 244 anak masuk BGM berat.
Pandu Ratna Djuwita menambahkan pantauan anggota PKK menyebutkan hingga Rabu
(11/1), belum ditemukan balita yang mengalami gizi buruk memasuki golongan busung
lapar.
Ia mengatakan, penanganan masalah gizi buruk yang menimpa ratusan balita tersebut
melalui anggota PKK yang dibagi atas anggota umum sebanyak 37.488 orang dan anggota
khusus 27.272 orang. Para anggota PKK itu bertugas memberikan motivasi kepada para
pemilik balita untuk mau mendatangi posyandu secara rutin guna melakukan pengecekan
keadaan gizi balita.
"Melalui kenaikan anggaran posyandu nanti, diharapkan mampu menekan angka balita gizi
buruk hingga tingkat terendah. Apakah dana itu disetujui atau tidak, saya hanya berharap
bisa terealisir, karena dana itu sangat dibutuhkan bagi peningkatan gizi balita," ujar RH
Djunaedi Mahendra. (AG/OL-1)
Sumber :http://www.media-indonesia.com
Penulis: Agustanto BP. http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?
newsid1139889188,65562,