Graves Disease
Oleh:
1620221195
Pembimbing:
Graves disease berasal dari nama Robert J. Graves, MD, tahun1830, adalah
penyakit autoimun yang ditandai dengan hipertiroidise (produksi berlebihan dari
kelenjar tiroid) yang ditemukan dalam sirkulasi darah. Graves disease lazim juga
disebut penyakit Basedow. Struma adalah istilah lain untuk pembesaran kelenjar
gondok. Gondok atau goiter adalah suatu pembengkakan atau pembesaran kelanjar
tiroid yang abnormal yang penyebabnya bisa bermacam-macam.
Penyakit Graves merupakan bentuk tiroktoksikosis (hipertiroid) yang paling
sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Dapat terjadi pada semua umur, sering
ditemukan pada wanita dari pada pria. Tanda dan gejala penyakit Graves yang
paling mudah dikenali ialah adanya struma (hipertrofi dan hiperplasia difus),
tirotoksikosis (hipersekresi kelenjar tiroid/ hipertiroidisme) dan sering disertai
oftalmopati, serta disertai dermopati, meskipun jarang.
Diduga faktor genetik dan lingkungan ikut berperan dalam mekanisme yang
belum diketahui secara pasti meningkatnya risiko menderita penyakit Graves.
Berdasarkan ciri-ciri penyakitnya, penyakit Graves dikelompokkan ke dalam
penyakit autoimun, antara lain dengan ditemukannya antibodi terhadap reseptor
TSH (Thyrotropin Stimulating Hormone Receptor Antibody / TSHR-Ab) dengan
kadar bervariasi.
Diantara pasien-pasien dengan hipertiroid, 60 – 80% merupakan penyakit
grave, tergantung pada beberapa faktor, terutama intake yodium. Insidensi tiap
tahun pada wanita berusia diatas 20 tahun sekitar 0,7% per 1000. tertinggi pada usia
40 – 60 tahun. Angka kejadian penyakit grave 1/5 – 1/10 pada laki-laki maupun
perempuan, dan tidak umum diapatkan pada anak-anak. Prevalensi penyakit grave
sama pada orang kulit putih dan Asia, dan lebih rendah pada orang kulit hitam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4. Komplikasi
Krisis tiroid (Thyroid storm)
Merupakan eksaserbasi akut dari semua gejala tirotoksikosis yang
berat sehingga dapat mengancam kehidupan penderita. Faktor pencetus
terjadinya krisis tiroid pada penderita tirotoksikosis antara lain:
- Tindakan operatif, baik tiroidektomi maupun operasi pada organ lain.
- Terapi yodium radioaktif.
- Persalinan pada penderita hamil dengan tirotoksikosis yang tidak diobati
secara adekuat.
- Stress yang berat akibat penyakit-penyakit seperti diabetes, trauma,
infeksi akut, alergi obat yang berat atau infark miokard.
Manifestasi klinis dari krisis tiroid dapat berupa tanda-tanda
hipermetabolisme berat dan respons adrenergik yang hebat, yaitu meliputi:
- Demam tinggi, dimana suhu meningkat dari 38°C sampai mencapai
41°C disertai dengan flushing dan hiperhidrosis.
- Takhikardi hebat, atrial fibrilasi sampai payah jantung.
- Gejala-gejala neurologik seperti agitasi, gelisah, delirium sampai koma.
- Gejala-gejala saluran cerna berupa mual, muntah,diare dan ikterus.
Terjadinya krisis tiroid diduga akibat pelepasan yang akut dari
simpanan hormon tiroid didalam kelenjar tiroid. Namun beberapa penelitian
menunjukkan bahwa kadar T4 dan T3 didalam serum penderita dengan
krisis tiroid tidak lebih tinggi dibandingkan dengan kadarnya pada penderita
tirotoksikosis tanpa krisis tiroid .
Juga tidak ada bukti yang kuat bahwa krisis tiroid terjadi akibat
peningkatan produksi triiodothyronine yang hebat. Dari beberapa studi
terbukti bahwa pada krisis tiroid terjadi peningkatan jumlah reseptor
terhadap katekolamin, sehingga jantung dan jaringan syaraf lebih sensitif
terhadap katekolamin yang ada didalam sirkulasi.
Hipertiroidisme dapat mengakibatkan komplikasi mencapai 0,2% dari
seluruh kehamilan dan jika tidak terkontrol dengan baik dapat memicu
terjadinya krisis tirotoksikosis, kelahiran prematur atau kematian
intrauterin. Selain itu hipertiroidisme dapat juga menimbulkan preeklampsi
pada kehamilan, gagal tumbuh janin, kegagalan jantung kongestif,
tirotoksikosis pada neonatus dan bayi dengan berat badan lahir rendah serta
peningkatan angka kematian perinatal
c. Obat-obatan Lain
Obat-obat seperti iodida inorganik, preparat iodinated
radiographic contrast, potassium perklorat dan litium karbonat,
meskipun mempunyai efek menurunkan kadar hormon tiroid, tetapi
jarang digunakan sebagai regimen standar pengelolaan penyakit Graves.
Obat-obat tersebut sebagian digunakan pada keadaan krisis tiroid, untuk
persiapan operasi tiroidektomi atau setelah terapi iodium radioaktif.
Umumnya obat anti tiroid lebih bermanfaat pada penderita usia
muda dengan ukuran kelenjar yang kecil dan tirotoksikosis yang ringan.
Pengobatan dengan Obat Anti Tiroid (OAT) mudah dilakukan, aman
dan relatif murah, namun jangka waktu pengobatan lama yaitu 6 bulan
sampai 2 tahun bahkan bisa lebih lama lagi. Kelemahan utama
pengobatan dengan OAT adalah angka kekambuhan yang tinggi setelah
pengobatan dihentikan, yaitu berkisar antara 25% sampai 90%.
Kekambuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain dosis, lama
pengobatan, kepatuhan pasien dan asupan yodium dalam makanan.
Kadar yodium yang tinggi didalam makanan menyebabkan kelenjar
tiroid kurang sensitif terhadap OAT.
3. Pembedahan
Tiroidektomi subtotal merupakan terapi pilihan pada penderita dengan
struma yang besar. Sebelum operasi, penderita dipersiapkan dalam keadaan
eutiroid dengan pemberian OAT (biasanya selama 6 minggu). Tiroidektomi
total biasanya tidak dianjurkan, kecuali pada pasein dengan oftalmopati
Graves yang progresif dan berat. Namun bila terlalu banyak jaringan tiroid
yang ditinggalkan, dikhawatirkan akan terjadi relaps. Kebanyakan ahli
bedah menyisakan 2 – 3 gram jaringan tiroid. Walaupun demikan
kebanyakan penderita masih memerlukan suplemen tiroid setelah
mengalami tiroidektomi pada penyakit Graves. Hipoparatiroidisme dan
kerusakan nervus laryngeus recurrens merupakan komplikasi pembedahan