BAB
3.1. PENDEKATAN
2. Karakteristik Spasial
Gambar 3.1
3.1.5 HALTE
2. Menurut Dirjen Bina Marga 1990 tahun, halte adalah bagian dari
perkerasan jalan tertentu yang digunakan untuk pemberhentian
sementara bus, angkutan penumpang umum lainnya pada waktu
menaikan dan menurunkan penumpang.
Untuk itu, halte perlu dilengkapi sarana dan prasarana yang memadai,
serta lokasi yang sesuai dengan tata ruang lingkungan. Pengaturan halte
Trans Padang perlu disesuaikan dengan kebutuhan, oleh karena itu perlu
diperhatikan ketentuan mengenai :
5) Kelestarian lingkungan
Untuk memperoleh lokasi halte yang sesuai dengan asal dan tujuan
penumpang, perlu diketahui jumlah penumpang dari asal dan tujuannya
serta kebiasaan lokasi menunggu. Asal penumpang berikut jumlahnya
akan menuju kelokasi tunggu pada ruas jalan yang merupakan lintasan
rute kendaraan umum dan mudah dicapai untuk pergantian moda.
Tujuan penumpang berpergian sangat bergantung pada kepentingan
berpergian, sehingga ketepatan waktu keberangkatan mendorong calon
penumpang memilih lokasi yang mudah dicapai. Jumlah, asal, tujuan
penumpang dan lintasan rute kendaraan umum dapat menjadi landasan
untuk memperoleh alternatif lokasi halte yang mudah dicapai, aman dan
sesuai dengan kebutuhan penumpang maupun kendaraan umum
sendiri.
3. geometrik jalan,
Untuk daerah pusat kota faktor lampu lalu lintas merupakan faktor
utama yang dapat mempengaruhi kecepatan perjalanan bus.
2.Akses penumpang
4.Geometri jalan
Jarak antar halte merupakan jarak antara satu halte dengan halte
berikutnya atau sebelumnya yang harus diperhitungkan, adapun
pertimbangan dalam menentukan jarak antar halte adalah :
Jarak
Tata Guna
Zona Lokasi Tempat
Lahan
Henti
1 Pusat kegiatan CBD, Kota 200-300*
sangat padat :
Pasar, pertokoan
2 Padat : Kota 300-400
perkantoran,sekolah,
jasa
3 Permukiman Kota 300-400
4 Campuran padat : Pinggiran 300-500
sekolah, jasa
perumahan,ladang,saw
ah,
tanah kosong
Ket : *) = jarak 200 m dipakai bila sangat diperlukan saja, sedangkan jarak
umumnya 300 m.
3. Halte pada lebar jalan yang terbatas (< 5,75 m), tetapi mempunyai
tingkat permintaan tinggi
4. Informasi perjalanan
9. Jadwal perjalanan
3.2. METODOLOGI
Kriteria ini merupakan salah satu dasar dalam menentukan lokasi halte.
Halte ditempatkan pada lokasi yang mempunyai potensi
membangkitkan penumpang yang cukup tinggi agar halte yang
dibangun dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar secara optimal.
Tahap ini akan dilakukan pengumpulan data, baik data sekunder (data
yang sudah tersedia) yang akan dikumpulkan dari beberapa instansi
terkait dan studi terdahulu yang pernah dilakukan maupun data primer
yang diperoleh secara langsung dari survei lapangan di sepanjang ruas
jalan diantaranya geometrik jalan dan arus lalu lintas sepanjang ruas
jalan.
Nama Surveyor :
Hari :
Tanggal :
2) Potensi bangkitan Penumpang
Jumlah
Jam
Naik Turun
07.00 – 08.00
11.00 – 12.00
16.00 – 17.00
emp
Tipe
Arus total MC
Alinyeme
(kend/jam)
MHV LB LT Lebar Jalur Lalu Lintas
n
<6 m 6-8 m >8m
Datar 0 1,2 1,2 1,8 0,8 0,6 0,4
800 1,8 1,8 2,7 1,2 0,9 0,6
1350 1,5 1,6 2,5 0,9 0,7 0,5
≥1900 1,3 1,5 2,5 0,6 0,5 0,4
Bukit 0 1,8 2,6 5,2 0,7 0,5 0,3
650 2,4 2,5 5,0 1,0 0,8 0,5
1100 2,0 2,0 4,0 0,8 0,6 0,4
≥1600 1,7 1,7 3,2 0,5 0,4 0,3
Gunung 0 3,5 2,5 6,0 0,6 0,4 0,2
450 3,0 3,2 5,5 0,9 0,7 0,4
900 2,5 2,5 5,0 0,7 0,5 0,3
≥1350 1,9 2,2 4,0 0,5 0,4 0,3
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997
3. Hambatan samping
6. Ukuran kota
Dalam analisis Lalu lintas ini akan ditinjau kinerja jalan di dalam
kawasan dari segi V/C, dimana V = volume kendaraan yang lewat
(smp/jam) dan C adalah kapasitas jalan yang ditinjau (smp/jam).
Sebagai perhitungan awal kapasitas, berikut ini adalah teori dasar
yang dipakai dalam perhitungan kapasitas jalan yang mengacu
pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI).
C = Co. FCw.FCSP.FCSF.
Dimana :
C : Kapasitas (smp/jam)
Co : Kapasitas dasar (smp/jam)
FCw : Faktor penyesuaian lebar jalan
FCsp : Faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya
untuk jalan tak terbagi)
FCsf : Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu
jalan/kereb
Jika kondisi sesungguhnya sama dengan kondisi dasar (ideal) yang
ditentukan sebelumnya maka semua faktor penyesuaian menjadi
1,0 dan kapasitas menjadi sama dengan kapasitas dasar.
Adapun kondisi ideal jalan untuk berbagai tipe jalan dengan jumlah
Jalur adalah sebagai berikut:
Tabel 3.5
Kapasitas dasar
Tipe Jalan Keterangan
(smp/jam)
Jalan 4 Jalur berpembatas median 1.650 Per Jalur
atau jalan satu arah
Jalan 4 Jalur tanpa pembatas 1.500 Per Jalur
median
Jalan 2 Jalur tanpa pembatas 2.900 Total dua arah
median
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997
Tabel 3.8
3,00 0,92
3,75 1,04
4,00 1,08
Per Jalur
3,00 0,91
3,25 0,95
4 Jalur tanpa pembatas median
3,50 1,00
3,75 1,05
4,00 1,09
Dua arah
5 0,56
6 0,87
7 1,00
2 Jalur tanpa pembatas median
8 1,14
9 1,25
10 1,29
11 1,34
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997
Tabel 3.9
Pembagian arah ( % - % ) 50 – 50 55 - 45 60 - 40 65 - 35 70 – 30
2 Jalur 2 arah tanpa
pembatas median (2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
FCw UD)
4-Jalur 2 arah tanpa
1,00 0,985 0,97 0,955 0,94
pembatas median (4/2 D)
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997
Tabel 3.10
Tabel 3.11
Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Hambatan Samping Jalan dengan Kereb (FCsf)
Dimana:
Tabel 3.15