Anda di halaman 1dari 7

MENILAI INVESTASI DENGAN NET PRESENT VALUE

A. Metode Penyusutan Yang Dipercepat

Apabila perusahaan diijinkan melakukan penyusutan dengan menggunakan


metode yang berbeda-beda maka penggunaan penyusutan yang dipercepat akan
lebih menguntungkan karena masalah penyusutan menyangkut masalahpengakuan
laba. Misalkan, perusahaan menggunakan metode penyusutan double decline
balance (DDB) dengan rumus 2(1/n). Dalam hal ini n adalah usia ekonomis.

B. Masalah Keterbatasan Dana

Misalkan perusahaan menghadapi beberapa proyek yang disusun peringkatnya


sesuai dengan profitability index (PI)

Proyek 3 1 2 4
PI 1,15 1,13 1,11 1,08
Investasi Awal Rp200,00 Rp250,00 Rp175,00 Rp150,00

Apabila dana terbatas hanya Rp300 maka proyek yang sebaiknya diambil
adalahproyek 1 dan 2, bukan proyek 3 karena meskipun PI proyek 3 tertinggi,
tetapi dengan mengambil proyek 1 dan 2 perusahaan diharapkan akan memeroleh
NPV yang lebih besar.

Masalah yang timbul dalam keterbatasan dana adalah penentuan oppoturnity cost.
Opportunity cost menunjukkan biaya yang ditanggung perusahaan karena memilih
suatu alternatif.

C. Masalah Modal Kerja

Setiap investasi modal umumnya akan memerlukan tambahan modal kerja.


Misalkan suatu rencana investasi modal diperkirakan memerlukan pemeblian
aktiva tetap senilai Rp300 juta. Usia ekonomis 3 tahun dan dianggap tidak ada
nilai sisa. Penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus. Pada awal investasi
diperkirakan akan diperlukan aktiva lancar Rp200 jutadan dianggap tidak ada
pendanaan spontan.

Jumlah aktiva lancar sebesar Rp200 juta dikaitkan dengan estimasi penjualan
tahun pertama sebesar Rp1000 juta. Proporsi aktiva lancar untuk tahun-tahun
berikutnya diestimasi meningkat proporsional dengan penjualan. Taksiran rugi
laba dan kas masuk operasional untuk tahun 1 s/d 3 adalah sebagai berikut :
Taksiran Rugi Laba dan Kas Masuk Operasional

Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3


Penjualan Rp1000,00 Rp1200,00 Rp2000,00
Biaya-biaya
Tunai Rp700,00 Rp820,00 Rp1300,00
Penyusutan Rp100,00 Rp100,00 Rp100,00
Total Rp800,00 Rp900,00 Rp1400,00
Laba Operasi Rp200,00 Rp280,00 Rp600,00
Pajak (35%) Rp130,00 Rp182,00 Rp390,00
Laba Setelah Pajak Rp130,00 Rp182,00 Rp390,00
Kas Masuk Operasional Rp230,00 Rp282,00 Rp490,00

Perhitungan Arus Kas

Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3


Aktiva tetap Rp300,00 Rp200,00 Rp100,00 0
Aktiva lancar Rp200,00 Rp240,00 Rp400,00 0
Penambahan aktiva lancar Rp200,00 Rp40,00 Rp160,00 (Rp400,00)
Arus kas
Pembelian aktiva tetap -300 - - -
Penambahan aktiva -200 -40 -160 -
lancar
Kembalinya modal kerja - - - +400
Arus kas opersional - +230 +292 +490
Total arus kas -500 +190 +122 +890

Apabila tingkat bunga yang dipandang layak ( = r ) sebesar 18% maka NPV
proyek tersebut adalah :

NPV = -500 + 790


= +290

D. Pemilihan Aktiva

Masalah yang sering dihadapi perusahaan adalah memilih aktiva (mesin misalnya)
yang mempunyai karakteristik yang berbeda, tetapi kapasitasnya sama. Sebagai
misal, apakah kita akan menggunakan printer merek A ataukah B. Apakah kita
akan memilih mesin ketik merek C ataukah D. Apabila kapasitas kedua aktiva
tersebut sama maka kita tinggal melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang
berbeda. Faktor-faktor tersebut biasanya, (1) harga, (2) biaya operasi, dan (3) usia
ekonomis.
Apabila ada dua mesin yang mempunyai kapasitas yang sama, mempunyai
harga yang sama, usia ekonomis yang sama pula, tetapi dengan biaya operasi yang
lebih rendah maka tanpa melakukan analisis yang terlalu rumit kita dengan mudah
memilih mesin yang mempunyai biaya operasi yang lebih rendah. Pertimbangan
kita adalah memilih mesin yang mempunyai present value kas keluar yang paling
kecil. Meskipun demikian pedoman ini perlu berhati-hati dalam menerapkannya.
Marilah kita perhatikan contoh berikut ini.

Ada dua mesin, A dan B, yang mempunyai kapasitas yang sama. Bedanya
adalah bahwa harga mesin A lebih mahal, yaitu Rp15 juta, sedangkan B hanya Rp
10 juta. Karena harga yang lebih mahal, usia ekonomis mesin A sampai 3 tahun,
sedangkan mesin B hanya 2 tahun. Biaya operasi per tahun mesin A adalah Rp4
juta, sedangkan mesin B Rp6 juta. Mesin mana yang seharusnya dipilih, kalau
r=10%?

Kalau kita membandingkan begitu saja antara kedua mesin tersebut maka
kita mungkin akan melakukan analisis sebagai berikut.

Kas keluar (dalam juta Rp)


Mesin Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 PV pada r = 10%
A 15 4 4 4 24,95
B 10 6 6 - 20,41

Kalau kita membandingkan begitu saja antara kedua mesin tersebut, kita
mungkin mengambil kesimpulan yang salah, yaitu memilih mesin B karena
memberikan PV kas keluar yang terkecil. Mengapa pilihan tersebut salah? Oleh
karena kita menggunakan dasar usia ekonomis yang tidak sama. Dengan membeli
mesin B pada akhir tahun ke 2 (atau awal tahun ke 3) kita harus membeli mesin
baru lagi, sedangkan mesin A belum perlu diganti. Untuk itulah salah satu cara
yang bisa dipergunakan adalah menggunakan basis waktu yang sama, yang
disebut sebagai common horizon approach.

Pendekatan ini mengatakan bahwa kalau kita ingin mambandingkan dua


alternatif, gunakan dasar waktu yang sama. Kalau mesin A mempunyai usia
ekonomis 3 tahun, sedangkan mesin B mempunyai usia ekonomis 2 tahun maka
kita bisa menggunakan common horizon 6 tahun. Dalam periode tersebut, mesin
A akan berganti 2 kali, sedangkan mesin B akan berganti 3 kali. Dengan
demikian, bisa dilakukan analisis sebagai berikut.

Mesin 0 1 2 3 4 5 6 PV
r = 10%
A 15 4 4 4+15 4 4 4 43,69
B 6 6 6+10 6 6+10 6 6 51,22
Dengan menggunakan basis waktu yang sama maka pilihan seharusnya
adalah pada mesin A. Sayangnya penggunaan pendekatan ini akan memakan
waktu yang cukup lama kalau usia ekonomis antara dua aktiva yang
diperbandingkan ternyata agak “unik”. Ambil misal bahwa usia ekonomis mesin
C adalah 7 tahun, sedangkan mesin D adalah 8 tahun. Berapa common
horizonnya? Kita terpaksa menggunakan basis waktu 56 tahun. Ini berarti mesin C
akan berganti sebanyak 8 kali sedangkan mesin D sebanyak 7 kali.

Untuk mempersingkat perhitungan, digunakanlah pendekatan yang disebut


equivalent annual cost approach. Pendekatan ini menghitung berapa pengeluaran
tahunan yang ekuivalen dengan PV kas keluar. PV kas keluar mesin A adalah
Rp24,95 juta, untuk 3 tahun. Berapa kas keluar setiap tahun (yang jumlahnya
sama) yang akan sama nilainya dengan PV kas keluar selama 3 tahun tersebut?
Persoalan tersebut bisa dirumuskan sebagai berikut.
𝑥 𝑥 𝑥
24,95 = + +
(1 + 0,10) (1 + 0,10)2 (1 + 0,10)3

Dengan demikian, bisa kita dapatkan nilai X = Rp 10,03 juta.

Dengan cara yang sama kita lakukan untuk mesin B (tetapi ingat usia
ekonomisnya hanya 2 tahun), dan kita akan mendapatkan nilai equivalent annual
costnya sebesar Rp11,76 juta. Dengan demikian kita akan memilih mesin A
karena memberikan equivalent annual cost yang terkecil.

E. Penggantian Aktiva

Misalkan, suatu perusahaan sedang mempertimbangkan untuk mengganti


mesin lama dengan mesin baru yang lebih efisien (ditunjukkan dari biaya operasi
yang lebih rendah). Nilai buku mesin lama sebesar Rp80 juta dan mesin masih
bisa dipergunakan empat tahun lagi, tanpa nilai sisa. Untuk keperluan analisis dan
pajak, metode penyusutan garis lurus dipergunakan. Kalau mesin baru
dipergunakan, perusahaan bisa menghemat biaya operasi sebesar Rp25 juta per
tahun. Mesin lama kalau dijual saat ini diperkirakan juga akan laku terjual dengan
harga Rp80 juta. Anggaplah bahwa usia ekonomis mesin baru juga empat tahun.

Kalau kita ingin menggunakan penaksiran kas secara incremental (selisih atau
perbedaan) maka kita bisa melakukan sebagai berikut. Kalau mesin lama diganti
dengan mesin baru maka akan terdapat tambahan pengeluaran sebesar Rp120-
Rp80 juta = Rp40 juta. Taksiran arus kas operasional per tahun adalah sebagai
berikut.
Tambahan keuntungan karena penghematan biaya operasional Rp25,0 juta
Tambahan penyusutan : Mesin baru Rp30 juta
Mesin lama Rp20 juta Rp10,0 juta
Tambahan laba sebelum pajak Rp15,0 juta
Tambahan pajak (misal 30%) Rp 4,5 juta
Tambahan laba setelah pajak Rp10,5 juta
Tambahan kas masuk operasional = Rp10,5 + Rp10 = Rp20,5 juta
Apabila tingkat bunga yang relevan (r) = 20% maka perhitungan NPV
adalah sebagai berikut.
4
20,5
𝑁𝑃𝑉 = −40 + ∑
(1 + 0,20)
𝑟=1

= −40 + 53,07

= +𝑅𝑝13,07 𝑗𝑢𝑡𝑎
Karena NPV positif maka penggantian mesin dinilai menguntungkan.
Apabila usia ekonomis tidak sama, analisis incremental dengan cara di
atas tidak bisa dilakukan. Hal tersebut dikarenakan ada perbedaan incremental
cash flow pada tahun-tahun pada saat (umumnya) usia ekonomis mesin lama
sudah berakhir, sedangkan mesin baru masih beroperasi.

F. Pengaruh Inflasi
Apa dampak inflasi terhadap analisis investasi modal? Inflasi akan
mempengaruhi 2 faktor, yaitu (1) arus kas, dan (2) tingkat keuntungan yang
dipandang layak (r). Semakin besar inflasi yang diharapkan, semakin tinggi
tingkat keuntungan yang disyaratkan, sedangkan pengaruh terhadap arus kas
terutama akan disebabkan oleh (1) pembebanan pajak yang cenderung dihitung
berdasar atas nilai historis, dan (2) intensitas inflasi terhada faktor-faktor yang
mempengaruhi arus kas.
Misalkan, suatu rencana investasi memerlukan dana sebagai berikut.
1. Untuk aktiva tetap sebesar Rp300 juta, usia ekonomis 3 tahun yang akan
sisa. Penyusutan menggunakan metode garis lurus.
2. Modal kerja, sebesar 20% dari taksiran penjualan tahun yang akan datang.
3. Penjualan (dalam unit) untuk masing-masing tahun ditaksir sebagai
berikut.
Tahun 1 100.000 unit
Tahun 2 120.000 unit
Tahun 3 200.000 unit
4. Harga jual pada tahun 1 diperkirakan sebesar Rp10.000. Harga jual ini
diperkirakan akan naik sebesar 10% setiap tahun (mencerminkan adanya
inflasi 10%).
5. Biaya tunai diperkirakan sebesar 70% dari penjualan. Ini berarti bahwa
biaya-biaya tunai juga akan naik sebesar 10% per unitnya.
6. Dengan tingkat inflasi sebesar 10%, tingkat keuntungan yang dipandang
layak ditentukan sebesar 20%.
7. Tarif pajak penghasilan sebesar 35%.
Untuk menghitung NPV proyek tersebut, kita perlu menaksir kas masuk
operasional terlebih dulu. Sedangkan taksiran arus kas karena investasi disajikan
dalam Tabel 2.6 berikut ini. Dengan demikian, perhitungan NPV investasi
tersebut bisa dinyatakan sebagai berikut.
NPV = -500 + 762
= + 262

Taksiran Kas Masuk Operasional dengan Memperlihatkan Inflasi

Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3


Penjualan (dalam unit) 100.000 120.000 200.000
Harga jual per unit Rp 10.000 11.000 12.100
Penghasilan penjualan (juta 1.000,00 1.320,00 2.420,00
Rp)
Biaya-biaya 700,00 924,00 1.694,00
Tunai (70%) dari 100,00 100,00 100,00
penjualan 800,00 1.024,00 1.796,00
Penyusutan 200,00 296,00 626,00
Total (juta Rp) 70,00 103,60 219,10
Laba operasi (juta Rp) 130,00 192,40 406,90
Pajak (juta Rp) 230,00 292,40 506,90
Laba setelah pajak (juta Rp)
Kas masuk operasional

Dalam keadaan terdapat inflasi (yang mungkin cukup serius), kita perlu
menggunakan dasar penaksiran yang sama. Maksudnya adalah bahwa tingkat
inflasi umumnya segera dicerminkan pada penentuan r. Semakin tinggi expected
inflation, semakin tinggi r. Kalau kita menggunakan r yang telah memasukkan
faktor inflasi maka dalam menaksir arus kas kita juga harus telah memasukkan
faktor inflasi.
Taksiran Arus Kas karena Investasi, dengan Memperlihatkan Faktor Inflasi

Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3


Aktiva tetap (nilai Rp300,00 Rp200,00 Rp100,00 0
buku) Rp200,00 Rp364,00 Rp484,00 0
Aktiva lancar Rp200,00 Rp64,00 Rp220,00 (Rp484,00)
Penambahan aktiva
lancar
Arus kas
Pembelian aktiva Rp300,00 - - -
tetap Rp200,00 Rp64,00 Rp220,00 -
Penambahan aktiva - - - Rp484,00
lancar
Kembalinya modal
kerja
Arus kas operasional - Rp230,00 Rp294,4 Rp506,9
Total arus kas Rp500,00 Rp166,00 Rp72,4 Rp990,9

Hal yang sering terjadi adalah bahwa r telah memasukkan faktor inflasi,
sedangkan arus kas tidak memasukkan faktor inflasi. Arus kas mungkin ditaksir
pada real value, dan bukan pada nominal value. Perhatikan contoh berikut ini
untuk menggambarkan perbedaan antara real dan nominal value.
Misalkan, tahun depan kita mengharapkan akan menerima Rp100 real
value. Apabila tingkat inflasi diperkirakan sebesar 10% maka nominal valuenya
akan Rp100(1+0,1) = Rp110. Misalkan, real interest rate = 6%. Dengan inflasi
sebesar 10% maka nominal interest rate = (1+0,06)(1+0,1) = 1,166. Dengan
demikian, apabila dihitung PV penerimaan tersebut maka dengan menggunakan
nominal value akan diperoleh,

PV = 110/(1+0,166)
= 94,34
Dengan menggunakan dasar real value, Pvnya adalah
PV = 100/(1+0,06)
= 94,34
Hasil tersebut akan sama sejauh dipergunakan dasar yang konsisten.
Sayangnya dalam penaksiran arus kas, penggunaan nominal value seperti yang
telah kita lakukan di atas, tidak akan menghasilkan hasil yang sama dengan
perhitungan atas dasar real value karena terdapat distorsi dalam beban penyusutan
yang dihitung atas dasar nilai historis (perolehan).

Anda mungkin juga menyukai