Latar Belakang
Manusia merupakan asset yang sangat berharga yang dimiliki oleh suatu organisasi, yang
dijadikan objek dan juga subjek dalam oraganisasi. Karena manusia merupakan makhluk yang
dapat berkembang sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya. Kemampuan yang dimiliki oleh
manusia haruslah senantiasa dikembangkan karena jika tidak maka kemungkinan akan terjadi
kemunduran bahkan statis. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan
kemampuan tersebut adalah dengan pendidikan dan pelatihan.
Program pelatihan merupakan upaya pengembangan sumber daya manusia. Untuk mengetahui
efektivitas dan tingkat ketercapaian dari pelatihan maka dilakukan sebuah langkah yaitu evaluasi.
Evaluasi dilakukan bukan hanya ada akhir pelatihan saja karena evaluasi merupakan mata rantai
dari system pelatihan dimana dilakukan sebelum pelatihan, pada saat pelatihan dan setelah
pelatihan.
Proses evaluasi pada tahap awal yaitu sebelum pelatihan dinamakan dengan need assessment
atau mencari tahu keterampilan, dan kebutuhan dari para peserta pendidikan dan latihan serta
pengembangan sumber daya manusia. Evaluasi ditahapmenengah pada saat dilakukan pelatihan
dinamakan monitoring yang bertujuan untuk mencari informasi apakah program pelatihan yang
telah disusun berjalan sesuai dengan rencan aau tidak. Dan evaluasi setelah pelatihan
dimaksudkan untuk mengetahui tingkat perubahan kinerja dari karyawan atau anggota organisasi
selah mengikuti pelatihan.
Evaluasi menjadi sngat penting untuk dipelajari karena evalusi akan mengukur tingkat
ketercapaian dari program pelatihan yang dilakukan sehingga akan memberikan feed back untuk
kelangsungan program pelatihan selanjutnya. Peserta merupakan objek dari pelatihan dan akan
merasakan hasil dari pelatihan sehinga evaluasi peserta menjadi sangat menentukan
keberlangsungan pelatihan selajutnya. Selain peserta yang menjadi ujung tombak keberhasilan
atau ketercapaian program pelatihan adalah instruktur yang memberikan materi pelatihan.
Konsep Pelatihan
A. Pengertian
Sikula dalam Sumantri (2000:2) mengartikan pelatihan sebagai: “proses pendidikan jangka
pendek yang menggunakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir. Para peserta
pelatihan akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis untuk tujuan
tertentu”. Menurut Good, 1973 pelatihan adalah suatu proses membantu orang lain dalam
memperoleh skill dan pengetahuan (M. Saleh Marzuki, 1992 : 5). Sedangkan Michael J. Jucius
dalam Moekijat (1990 : 2) menjelaskan istilah latihan untuk menunjukkan setiap proses untuk
mengembangkan bakat, keterampilan dan kemampuan pegawai guna menyelesaikan pekerjaan--
pekerjaan tertentu.
Definisi pelatihan menurut Center for Development Management and Productivity adalah belajar
untuk mengubah tingkah laku orang dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Pelatihan pada
dasarnya adalah suatu proses memberikan bantuan bagi para karyawan atau pekerja untuk
menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangan dalam
melaksanakan pekerjaan mereka.
Hadari Nawawi (1997) menyatakan bahwa pelatihan pada dasarnya adalah proses memberikan
bantuan bagi para pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk
memperbaiki kekurangannya dalam melaksanakan pekerjaan. Fokus kegiatannya adalah untuk
meningkatkan kemampuan kerja dalam memenuhi kebutuhan tuntutan cara bekerja yang paling
efektif pada masa sekarang. Ernesto A. Franco (1991) mengemukakan pelatihan adalah suatu
tindakan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang pegawai yang
melaksanakan pekerjaan tertentu. Dalam PP RI nomor 71 tahun 1991 pasal 1 disebutkan:
Veithzal Rivai (2004:226) menegaskan bahwa “pelatihan adalah proses sistematis mengubah
tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan
kemampuan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat
ini dan membantu pegawai untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil
melaksanakan pekerjaan”.
B. Tujuan Pelatihan
Tujuan pelatihan tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap saja,
akan tetapi juga untuk mengembangkan bakat seseorang, sehingga dapat melakukan pekerjaan
sesuai dengan yang dipersyaratkan. Moekijat (1990 : 2) menjelaskan tujuan umum pelatihan
sebagai berikut :
Tujuan pelatihan menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1995 : 223) adalah untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap karyawan serta meningkatkan kualitas dan
produktivitas organisasi secara keseluruhan, dengan kata lain tujuan pelatihan adalah
meningkatkan kinerja dan pada gilirannya akan meningkatkan daya saing.
C. Manfaat Pelatihan
Pelatihan menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana juga memberikan manfaat
dalam mengurangi kesalahan produksi; meningkatkan produktivitas; meningkatkan kualitas;
meningkatkan fleksibilitas karyawan; respon yang lebih balk terhadap perubahan; meningkatkan
komunikasi; kerjasama tim yang lebih baik, dan hubungan karyawan yang lebih harmonis (1998
: 215).
Konsep Evaluasi
A. Pengertian
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation; dalam bahasa Arab; al-
taqdir; dalam bahasa Indonesia berarti; penilaian. Akar katanya adalah value; dalam bahasa
Arab; al-qimah; dalam bahasa Indonesia berarti; nilai.
Secara garis besar, proses evaluasi terbagi menjadi di awal (pretest) dan diakhir (posttest).
Pretest merupakan sebuah evaluasi yang diadakan untuk menguji konsep dan eksekusi yang
direncanakan. Sedangkan, posttest merupakan evaluasi yang diadakan untuk melihat tercapainya
tujuan dan dijadikan sebagai masukan untuk analisis situasi berikutnya.
Evaluasi dapat dilakukan di dalam atau diluar ruangan. Evaluasi yang diadakan di dalam ruangan
pada umumnya menggunakan metode penelitian laboratorium dan sampel akan dijadikan sebagai
kelompok percobaan. Kelemahannya, realisme dari metode ini kurang dapat diterapkan.
Sementara, evaluasi yang diadakan di luar ruangan akan menggunakan metode penelitian
lapangan dimana kelompok percobaan tetap dibiarkan menikmati kebebasan dari lingkungan
sekitar. Realisme dari metode ini lebih dapat diterapkan dalam kehidupansehari-hari.
Untuk mencapai evaluasi tersebut dengan baik, diperlukan sejumlah tahapan yang harus dilalui
yakni menentukan permasalahan secara jelas, mengembangkan pendekatan permasalahan,
memformulasikan desain penelitian, melakukan penelitian lapangan untuk mengumpulkan data,
menganalisis data yang diperoleh, dan kemampuan menyampaikan hasil penelitian.
B. Tujuan Evaluasi
Menurut Suharsimi Arikunto (2004 : 13) ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan sedangkan tujuan khusus
lebih difokuskan pada masing-masing komponen. Implementasi program harus senantiasa di
evaluasi untuk melihat sejauh mana program tersebut telah berhasil mencapai maksud
pelaksanaan program yang telah ditetapkan sebelumnya. Tanpa adanya evaluasi, program-
program yang berjalan tidak akan dapat dilihat efektifitasnya.
Dengan demikian, kebijakan-kebijakan baru sehubungan dengan program itu tidak akan
didukung oleh data. Karenanya, evaluasi program bertujuan untuk menyediakan data dan
informasi serta rekomendasi bagi pengambil kebijakan (decision maker) untuk memutuskan
apakah akan melanjutkan, memperbaiki atau menghentikan sebuah program.
Ditinjau dari bentuk-bentuk evaluasi, maka evaluasi bertujuan untuk, evaluasi formatif untuk
bertujuan untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan, sedang evaluasi
sumatif bertujuan untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi dan lanjutan. Menurut
Stufflebeam yang membagi evaluasi kepada proactive evaluation, yakni melayani pemegang
keputusan, sedangkan retroactive evaluation bertujuan untuk keperluan pertanggungjawaban.
1. Untuk memperoleh dasar bagi pertimbangan akhir suatu periode kerja, apa yang telah
dicapai, apa yang belum dicapai, dan apa yang perlu mendapat perhatian khusus.
2. Untuk menjamin cara kerja yang efektif dan efisien yang membawa organisasi pada
penggunaan sumber daya yang dimiliki secara efesien dan ekonomis.
3. Untuk memperoleh fakta tentang kesulitan, hambatan, penyimpangan dilihat dari aspek-
aspek tertentu.
C. Fungsi Evaluasi
Adapun fungsi evaluasi program Menurut scriven (1967:225) adalah sebagai berikut:
1. Fungsi Formatif yaitu evaluasi dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang
sedang berjalan (program, orang, produk, dsb).
2. Fungsi sumatif yaitu evaluasi dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi
atau lanjutan. Jadi evaluasi hendaknya membantu pengembangan, implementasi,
kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi,
menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat.
3. Fungsi diagnostik yaitu untuk mendiagnostik sebuah program
1. Proactive Evaluation yaitu evaluasi program yang dilakukan untuk melayani pemegang
keputusan
2. Retroactive Evaluation yaitu evaluasi program yang dilakukan untuk keperluan
pertanggung jawaban.
Dari berbagai model tersebut di atas dalam tulisan ini hanya akan diuraikan secara singkat
beberapa model. Model yang diungkapkan Djuju Sudjana (2006: 225), yaitu:
Setiap desain evaluasi pada umumnya terdiri dari elemen-elemen yang sama,
ada banyak cara untuk menggabungkan elemen tersebut, masing-masing ahli evaluasi atau
evaluator mempunyai konsep yang berbeda dalam hal ini. Brinkerhoff & CS
(1993:111) mengemukakan tiga golongan evaluasi yang disusun berdasarkan
penggabungan elemen-elemen yang sama, seperti evaluator -evaluator yang lain, namun
dalam komposisi dan versi mereka sendiri sebagai berikut :
Desain evaluasi yang tetap (fixed) ditentukan dan direncanakan secara sistematik
sebelum implementasi dikerjakan. Desain dikembangkan berdasarkan tujuan program
disertai seperangkat pertanyaan yang akan dijawab dengan informasi yang akan
diperoleh dari sumber-sumber tertentu. Rencana analisis dibuat sebelumnya dimana
sipemakai akan menerima informasi seperti yang telah ditentukan dalam tujuan.
Walaupun desain fixed ini lebih terstuktur daripada desain emergent, desain fixed juga dapat
disesuaikan dengan kebutuhan yang mungkin berubah. Kebanyakan evaluasi formal yang
dibuat secara individu dibuat berdasarkan desain fixed, karena tujuan program telah
ditentukan dengan jelas sebelumnya, dibiayai dan melalui usulan atau proposal evaluasi.
(Brinkerhoff & CS, 1993:111)
Pada evaluasi sumatif difokuskan pada variable-variabel yang dianggap penting bagi sponsor
program maupun pihak pembuat keputusan. Evaluator luar atau tim reviu sering dipakai karena
evaluator internal dapat mempunyai kepentingan yang berbeda. Waktu pelaksanaan evaluasi
sumatif terletak pada akhir implementasi program. Strategi pengumpulan informasi akan
memaksimalkan validitas eksternal dan internal yang mungkin dikumpulkan dalam waktu yang
cukup lama. (Nana Sudjana & Ibrahim, 2004: 246)
Beberapa evaluasi memakai metodologi penelitian klasik. Dalam hal seperti ini subyek
penelitian diacak, perlakuan diberikan dan pengukuran dampak dilakukan. Tujuan dari
penelitian untuk menilai manfaat suatu program yang dicobakan. Apabila siswa atau
program dipilih secara acak, maka generalisasi dibuat pada populasi yang agak lebih
luas. Dalam beberapa hal intervensi tidak mungkin dilakukan atau tidak dikehendaki.
Apabila proses sudah diperbaiki, evaluator harus melihat dokumen-dokumen, seperti
mempelajari nilai tes atau menganalisis penelitian yang dilakukan dan sebagainya.
strategi pengumpulan data terutama menggunakan instrument formal seperti tes, suvey,
kuesioner serta memakai metode penelitian yang terstandar. (Nana Sudjana & Ibrahim,
2004: 246)
1. Evaluating Reaction
Kepuasan peserta training dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang diberikan,
fasilitas yang tersedia, strategi penyampaian materi yang digunakan oleh instruktur,
media pembelajaran yang tersedia, jadwal kegiatan sampai menu dan penyajian konsumsi
yang disediakan. (Djuju Sudjana 2006:248)
2. Evaluating Learning
Menurut Kirkpatrick (1988: 20) learning can be defined as the extend to which participans
change attitudes, improving knowledge, and/or increase skill as a result of attending the
program. Ada tiga hal yang dapat instruktur ajarkan dalam program training, yaitu
pengetahuan, sikap maupun ketrampilan. Peserta training dikatakan telah belajar apabila
pada dirinya telah mengalamai perubahan sikap, perbaikan pengetahuan maupun peningkatan
ketrampilan. Oleh karena itu untuk mengukur efektivitas program training
maka ketiga aspek tersebut perlu untuk diukur.
3. Evaluating Behavior
Evaluasi pada level ke 3 (evaluasi tingkah laku) ini berbeda dengan evaluasi terhadap
sikap pada level ke 2. Penilaian sikap pada evaluasi level 2 difokuskan pada perubahan
sikap yang terjadi pada saat kegiatan training dilakukan sehingga lebih bersifat internal,
sedangkan penilaian tingkah laku difokuskan pada perubahan tingkah laku setelah
peserta kembali ke tempat kerja. Apakah perubahan sikap yang telah terjadi setelah
mengikuti training juga akan diimplementasikan setelah peserta kembali ke tempat kerja,
sehingga penilaian tingkah laku ini lebih bersifat eksternal.
Perubahan perilaku apa yang terjadi di tempat kerja setelah peserta mengikuti program
training. Dengan kata lain yang perlu dinilai adalah apak ah peserta merasa senang
setelah mengikuti training dan kembali ke tempat kerja?. Bagaimana peserta dapat
mentrasfer pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperoleh selama training untuk
diimplementasikan di tempat kerjanya. Karena yang dinilai adalah perubahan perilaku
setelah kembali ke tempat kerja maka evaluasi level 3 ini dapat disebut sebagai evaluasi
terhadap outcomes dari kegiatan training. (Djuju Sudjana 2006:249)
4. Evaluating Result
Evaluasi hasil dalam level ke 4 ini difokuskan pada hasil akhir (final result) yang terjadi
karena peserta telah mengikuti suatu program. Termasuk dalam kategori hasil akhir dari
suatu program training di antaranya adalah kenaikan produksi, peningkatan kualitas,
penurunan biaya, penurunan kuantitas terjadinya kecelakaan kerja, penurunan
turnover dan kenaikan keuntungan. Beberapa program mempunyai tujuan meningkatkan
moral kerja maupun membangun teamwork yang lebih baik. Dengan kata lain adalah
evaluasi terhadap impact program. (Djuju Sudjana 2006:250)
Dari hasil Pretest dan Post Test diketahui bahwa pengetahuan yang mereka miliki dapat lebih
dikembangkan dan ditingkatkan melalui keterlibatan mereka dalam mengikuti pelatihan.
Terdapat tiga langkah evaluasi pelatihan dengan menggunakan instrumenn evaluasi dan
rancangannya tergantung dari langkah evaluasi apa yang akan dilakukan. Langkah langkah
tersebut antara lain:
Evaluasi program pelatihan. Tujuannya adalah (1). Mengetahui hasil pelaksanaan pelatihan dan
pengaruhnya terhadap kinerja serta masalah-masalahnya; (2) Mengetahui opini pemimpin dan
bawahan peserta mengenai hasil pelatihan; (3). Mengetahui hubungan hasil pelatihan serta
dampaknya bagi organisasi di tempat peserta bekerja. (Moekijat, 1990:20).
Evaluasi setelah pelatihan pada tingkat perilaku dalam pekerjaan sangat penting, karena
belum tentu pengetahuan dan pengalaman pembelajaran yang diperoleh dapat diterapkan dalam
pekerjaan, tetapi perilaku yang baik dalam pekerjaan merupakan gabungan dari pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Untuk mengetahui seberapa jauh peserta mengadakan perubahan
perilaku dalam pekerjaan setelah mengikuti pelatihan, evaluasi hendaknya dilaksanakan oleh
beberapa pihak, antara lain: peserta sendiri, atasan peserta, bawahan peserta, teman sekerja dan
pasen serta masyarakat. (Moekijat, 1990:25).
Salah satu tehnik evaluasi setelah pelatihan yang berhubungan dengan perilaku adalah
pendekatan terhadap evaluasi, (Moekijat, 1990:27) dengan 3 langkah evaluasi:
1. Evaluasi oleh peserta segera setelah pelatihan dengan menggunakan daftar isian.
2. Evaluasi oleh peserta 4 bulan setelah pelatihan dengan menggunakan daftar isian
3. Evaluasi peserta dengan supervisornya 6 bulan setelah pelatihan dengan tehnik
wawancara terpola dan pertanyaannya meliputi: tujuan pelatihan, metoda,isi dan
pendapat mengenai penerapannya.
Bagi peserta training, evaluasi training dapat memberikan feedback berupa seberapa
signifikannya training tersebut mempunyai impact bagi pekerjaannya, perubahan bagi dirinya,
kecocokan program dan manfaat-manfaat lainnya.
Ini adalah daftar berbagai aspek pelatihan yang dimasukkan ke dalam evaluasi peserta
(Moekijat, 1990:30), yaitu:
Jadi, aspek yang dinilai untuk instruktur atau fasilitator meliputi: Penguasaan atas materi yang
diajarkan dan Kemampuan dalam menyajikan materi.
Sumber : http://www.hrd-
forum.com/HRDIndonesia/Article/evaluasi-training
Kesimpulan
Pelatihan merupakan salah satu kunci untuk membawa seseorang atau suatu organisasi menjadi
lebih baik dan efektif dalam mencapai tujuannya. Evaluasi yang dilakukan pada setiap program
adalah evaluasi terhadap aspek-aspek yang menunjukkan respon selama pelatihan berlangsung.
Evaluasi istruktur pelatihan adalah untuk memberikan feedback tentang apakah peserta puas
dengan isi program training, kedalaman meteri training, caranya mengajar, caranya mendelivery
ilmunya dan sebagainya.
Referensi:
Marzuki, M.S. (1992). Strategi dan Model Pelatihan. Malang : IKIP Malang.
Franco, EA. (1991). Training. Quizon City: kalayan Press Mktg Ent Inc.
Nawawi, H, (1997). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas
Press.
Arikunto, Suharsini dan Safruddin, Cepi. (2004). Evaluasi Program Pendidikan Pedoman
Teoritis Praktis Bagi Praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Sudjana. (2004). Manajemen Program Pendidikan, untuk pendidikan Non Formal dan
Pengembangan Sumber daya Manusia. Bandung: Falah Production
Nana Sudjan a & Ibrahim. (2004).Penelitian dan penilaian pendidikan. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.