Anda di halaman 1dari 9

Arsip Tag: Instrument Evaluasi Peserta Dan

Instruktur Pelatihan
Evaluasi Peserta Dan Instruktur Pelatihan
Latar Belakang
Manusia merupakan asset yang sangat berharga yang dimiliki oleh suatu organisasi, yang
dijadikan objek dan juga subjek dalam oraganisasi. Karena manusia merupakan makhluk yang
dapat berkembang sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya. Kemampuan yang dimiliki oleh
manusia haruslah senantiasa dikembangkan karena jika tidak maka kemungkinan akan terjadi
kemunduran bahkan statis. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan
kemampuan tersebut adalah dengan pendidikan dan pelatihan.
Program pelatihan merupakan upaya pengembangan sumber daya manusia. Untuk mengetahui
efektivitas dan tingkat ketercapaian dari pelatihan maka dilakukan sebuah langkah yaitu evaluasi.
Evaluasi dilakukan bukan hanya ada akhir pelatihan saja karena evaluasi merupakan mata rantai
dari system pelatihan dimana dilakukan sebelum pelatihan, pada saat pelatihan dan setelah
pelatihan.
Proses evaluasi pada tahap awal yaitu sebelum pelatihan dinamakan dengan need assessment
atau mencari tahu keterampilan, dan kebutuhan dari para peserta pendidikan dan latihan serta
pengembangan sumber daya manusia. Evaluasi ditahapmenengah pada saat dilakukan pelatihan
dinamakan monitoring yang bertujuan untuk mencari informasi apakah program pelatihan yang
telah disusun berjalan sesuai dengan rencan aau tidak. Dan evaluasi setelah pelatihan
dimaksudkan untuk mengetahui tingkat perubahan kinerja dari karyawan atau anggota organisasi
selah mengikuti pelatihan.
Evaluasi menjadi sngat penting untuk dipelajari karena evalusi akan mengukur tingkat
ketercapaian dari program pelatihan yang dilakukan sehingga akan memberikan feed back untuk
kelangsungan program pelatihan selanjutnya. Peserta merupakan objek dari pelatihan dan akan
merasakan hasil dari pelatihan sehinga evaluasi peserta menjadi sangat menentukan
keberlangsungan pelatihan selajutnya. Selain peserta yang menjadi ujung tombak keberhasilan
atau ketercapaian program pelatihan adalah instruktur yang memberikan materi pelatihan.

Konsep Pelatihan
A. Pengertian
Sikula dalam Sumantri (2000:2) mengartikan pelatihan sebagai: proses pendidikan jangka
pendek yang menggunakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir. Para peserta
pelatihan akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis untuk tujuan
tertentu. Menurut Good, 1973 pelatihan adalah suatu proses membantu orang lain dalam
memperoleh skill dan pengetahuan (M. Saleh Marzuki, 1992 : 5). Sedangkan Michael J. Jucius
dalam Moekijat (1990 : 2) menjelaskan istilah latihan untuk menunjukkan setiap proses untuk
mengembangkan bakat, keterampilan dan kemampuan pegawai guna menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan tertentu.
Definisi pelatihan menurut Center for Development Management and Productivity adalah belajar
untuk mengubah tingkah laku orang dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Pelatihan pada
dasarnya adalah suatu proses memberikan bantuan bagi para karyawan atau pekerja untuk
menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangan dalam
melaksanakan pekerjaan mereka.
Hadari Nawawi (1997) menyatakan bahwa pelatihan pada dasarnya adalah proses memberikan
bantuan bagi para pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk
memperbaiki kekurangannya dalam melaksanakan pekerjaan. Fokus kegiatannya adalah untuk

meningkatkan kemampuan kerja dalam memenuhi kebutuhan tuntutan cara bekerja yang paling
efektif pada masa sekarang. Ernesto A. Franco (1991) mengemukakan pelatihan adalah suatu
tindakan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang pegawai yang
melaksanakan pekerjaan tertentu. Dalam PP RI nomor 71 tahun 1991 pasal 1 disebutkan:
Latihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memperoleh, meningkatkan serta
mengembangkan produktivitas, disiplin, sikap kerja dan etos kerja pada tingkat keterampilan
tertentu berdasarkan persyaratan jabatan tertentu yang pelaksanaannya lebih mengutamakan
praktek dari pada teori.
Veithzal Rivai (2004:226) menegaskan bahwa pelatihan adalah proses sistematis mengubah
tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan
kemampuan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat
ini dan membantu pegawai untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil
melaksanakan pekerjaan.
B. Tujuan Pelatihan
Tujuan pelatihan tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap saja,
akan tetapi juga untuk mengembangkan bakat seseorang, sehingga dapat melakukan pekerjaan
sesuai dengan yang dipersyaratkan. Moekijat (1990 : 2) menjelaskan tujuan umum pelatihan
sebagai berikut :
1. untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih
cepat dan lebih efektif;
2. untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara
rasional;
3. untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan temanteman pegawai dan dengan manajemen (pimpinan).
Tujuan pelatihan menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1995 : 223) adalah untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap karyawan serta meningkatkan kualitas dan
produktivitas organisasi secara keseluruhan, dengan kata lain tujuan pelatihan adalah
meningkatkan kinerja dan pada gilirannya akan meningkatkan daya saing.
C. Manfaat Pelatihan
Manfaat pelatihan beberapa ahli mengemukakan pendapatnya Robinson dalam M. Saleh
Marzuki (1992 : 28) mengemukakan manfaat pelatihan sebagai berikut :
1. Pelatihan sebagai alat untuk memperbaiki penampilan/kemampuan individu atau
kelompok dengan harapan memperbaiki performance organisasi;
2. Keterampilan tertentu diajarkan agar karyawan dapat melaksanakan tugas-tugas sesuai
dengan standar yang diinginkan;
3. Pelatihan juga dapat memperbaiki sikap-sikap terhadap pekerjaan, terhadap pimpinan
atau karyawan;
4. Memperbaiki standar keselamatan.
Pelatihan menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana juga memberikan manfaat dalam
mengurangi kesalahan produksi; meningkatkan produktivitas; meningkatkan kualitas;
meningkatkan fleksibilitas karyawan; respon yang lebih balk terhadap perubahan; meningkatkan
komunikasi; kerjasama tim yang lebih baik, dan hubungan karyawan yang lebih harmonis
(1998 : 215).

Konsep Evaluasi

A. Pengertian
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation; dalam bahasa Arab; altaqdir; dalam bahasa Indonesia berarti; penilaian. Akar katanya adalah value; dalam bahasa
Arab; al-qimah; dalam bahasa Indonesia berarti; nilai.
Dalam Wikipedia Evaluasi (bahasa Inggris:Evaluation) adalah proses penilaian. Dalam
perusahaan, evaluasi dapat diartikan sebagai proses pengukuran akan efektifitas strategi yang
digunakan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran
tersebut akan digunakan sebagai analisis situasi program berikutnya.
Secara garis besar, proses evaluasi terbagi menjadi di awal (pretest) dan diakhir (posttest). Pretest
merupakan sebuah evaluasi yang diadakan untuk menguji konsep dan eksekusi yang
direncanakan. Sedangkan, posttest merupakan evaluasi yang diadakan untuk melihat tercapainya
tujuan dan dijadikan sebagai masukan untuk analisis situasi berikutnya.
Evaluasi dapat dilakukan di dalam atau diluar ruangan. Evaluasi yang diadakan di dalam ruangan
pada umumnya menggunakan metode penelitian laboratorium dan sampel akan dijadikan sebagai
kelompok percobaan. Kelemahannya, realisme dari metode ini kurang dapat diterapkan.
Sementara, evaluasi yang diadakan di luar ruangan akan menggunakan metode penelitian
lapangan dimana kelompok percobaan tetap dibiarkan menikmati kebebasan dari lingkungan
sekitar. Realisme dari metode ini lebih dapat diterapkan dalam kehidupansehari-hari.
Untuk mencapai evaluasi tersebut dengan baik, diperlukan sejumlah tahapan yang harus dilalui
yakni menentukan permasalahan secara jelas, mengembangkan pendekatan permasalahan,
memformulasikan desain penelitian, melakukan penelitian lapangan untuk mengumpulkan data,
menganalisis data yang diperoleh, dan kemampuan menyampaikan hasil penelitian.
B. Tujuan Evaluasi
Menurut Suharsimi Arikunto (2004 : 13) ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan sedangkan tujuan khusus
lebih difokuskan pada masing-masing komponen. Implementasi program harus senantiasa di
evaluasi untuk melihat sejauh mana program tersebut telah berhasil mencapai maksud
pelaksanaan program yang telah ditetapkan sebelumnya. Tanpa adanya evaluasi, programprogram yang berjalan tidak akan dapat dilihat efektifitasnya.
Dengan demikian, kebijakan-kebijakan baru sehubungan dengan program itu tidak akan
didukung oleh data. Karenanya, evaluasi program bertujuan untuk menyediakan data dan
informasi serta rekomendasi bagi pengambil kebijakan (decision maker) untuk memutuskan
apakah akan melanjutkan, memperbaiki atau menghentikan sebuah program.
Ditinjau dari bentuk-bentuk evaluasi, maka evaluasi bertujuan untuk, evaluasi formatif untuk
bertujuan untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan, sedang evaluasi
sumatif bertujuan untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi dan lanjutan. Menurut
Stufflebeam yang membagi evaluasi kepada proactive evaluation, yakni melayani pemegang
keputusan, sedangkan retroactive evaluation bertujuan untuk keperluan pertanggungjawaban.
Jadi, evaluasi hendaknya bertujuan dalam membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan
suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah
pengetahuan dan dukungan dari stakeholders.
Salah satu tujuan evaluasi (Sujono, 2007 : 25) adalah;
1. Untuk memperoleh dasar bagi pertimbangan akhir suatu periode kerja, apa yang telah
dicapai, apa yang belum dicapai, dan apa yang perlu mendapat perhatian khusus.
2. Untuk menjamin cara kerja yang efektif dan efisien yang membawa organisasi pada
penggunaan sumber daya yang dimiliki secara efesien dan ekonomis.
3. Untuk memperoleh fakta tentang kesulitan, hambatan, penyimpangan dilihat dari aspekaspek tertentu.

C. Fungsi Evaluasi
Adapun fungsi evaluasi program Menurut scriven (1967:225) adalah sebagai berikut:
1. Fungsi Formatif yaitu evaluasi dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang
sedang berjalan (program, orang, produk, dsb).
2. Fungsi sumatif yaitu evaluasi dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi
atau lanjutan. Jadi evaluasi hendaknya membantu pengembangan, implementasi,
kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi,
menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat.
3. Fungsi diagnostik yaitu untuk mendiagnostik sebuah program
Stuffebeam menyatakan ada dua fungsi evaluasi program, yaitu:
1. Proactive Evaluation yaitu evaluasi program yang dilakukan untuk melayani pemegang
keputusan
2. Retroactive Evaluation yaitu evaluasi program yang dilakukan untuk keperluan
pertanggung jawaban.

Konsep Evaluasi Program Pelatihan


Ada banyak model evaluasi yang dikembangkan oleh para ahli yang dapat dipakai dalam
mengevaluasi program pelatihan. Kirkpatrick, salah seorang ahli evaluasi program training
dalam bidang pengembangan SDM selain menawarkan model evaluasi yang diberi nama
Kirkpatricks training evaluation model juga menunjuk model-model lain yang dapat
dijadikan sebagai pilihan dalam mengadakan evaluasi terhadap sebuah program training.
Model-model yang ditunjuk tersebut di antaranya adalah :

Five Level ROI Model (Jack PhillPS)

CIPP Model (Daniel Stufflebeams)

Responsive Evaluation Model (Robert Stakes)

Congruence-Contingency Model (Robert Stakes)

Five Levels of Evaluation (Kaufmans)

CIRO (Context, Input, R eaction, Outcome)

PERT (Program Evaluation and Review Technique)

Goal-Free Evaluation Approach (Michael Scrivens)

Discrepancy Model (Provuss)

Dari berbagai model tersebut di atas dalam tulisan ini hanya akan diuraikan secara singkat
beberapa model. Model yang diungkapkan Djuju Sudjana (2006: 225), yaitu:
A. Evaluasi model CIPP
Konsep evaluasi model CIPP ( Context, Input, Prosess and Product) pertama kali
ditawarkan oleh Stufflebeam pada tahun 1965 sebagai hasil usahanya mengevaluasi ESEA
(the Elementary and Secondary Education Act). Konsep tersebut ditawarkan oleh
Stufflebeam dengan pandangan bahwa tujuan penting evaluasi adalah bukan membuktikan
tetapi untuk memperbaiki.

The CIPP approach is based on the view that the most important purpose of evaluation
is not to prove but to improve (Mad aus, Scriven, Stufflebeam, 1993: 118). Evaluasi
model CIPP dapat diterapkan dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, manajemen,
perusahaan sebagainya serta dalam berbagai jenjang baik itu proyek, program maupun
institusi. Dalam bidang pendidikan Stufflebeam menggolongkan sistem pendidikan atas 4
dimensi, yaitu context, input, process dan product, sehingga model evaluasi yang
ditawarkan diberi nama CIPP model yang merupakan singkatan ke empat dimensi
tersebut. Nana Sudjana & Ibrahim (2004: 246) menterjemahkan masing-masing dimensi
tersebut dengan makna sebagai berikut:
1. Context : situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan
strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam sistem yang bersangkutan,
seperti misalnya masalah pendidikan yang dirasakan, keadaan ekonomi negara,
pandangan hidup masyarakat .
2. Input: sarana/modal/bahan dan rencana strategi yang ditetapkan untuk mencapai
tujuan-tujuan pendidikan.
3. Process: pelaksanaan strategi dan penggunaan sarana/modal/ bahan di dalam kegiatan
nyata di lapangan.
4. Product : hasil yan g dicapai baik selama maupun pada akhir pengembangan sistem
pendidikan yang bersangkutan.
B. Evaluasi model Brinkerhoff
Setiap desain evaluasi pada umumnya terdiri dari elemen-elemen yang sama, ada banyak cara
untuk menggabungkan elemen tersebut, masing-masing ahli evaluasi atau evaluator
mempunyai
konsep yang
berbeda dalam
hal ini. Brinkerhoff &
CS
(1993:111) mengemukakan tiga golongan evaluasi yang disusun berdasarkan penggabungan
elemen-elemen yang sama, seperti evaluator -evaluator yang lain, namun dalam komposisi
dan versi mereka sendiri sebagai berikut :
1. Fixed vs Emergent Evaluation Design
Desain evaluasi yang tetap (fixed) ditentukan dan direncanakan secara sistematik sebelum
implementasi dikerjakan. Desain dikembangkan berdasarkan tujuan program disertai
seperangkat pertanyaan yang akan dijawab dengan informasi yang akan diperoleh dari
sumber-sumber tertentu. Rencana analisis dibuat sebelumnya dimana sipemakai akan
menerima informasi seperti yang telah ditentukan dalam tujuan. Walaupun desain fixed ini
lebih terstuktur daripada desain emergent, desain fixed juga dapat disesuaikan dengan kebutuhan
yang mungkin berubah. Kebanyakan evaluasi formal yang dibuat secara individu dibuat
berdasarkan desain fixed, karena tujuan program telah ditentukan dengan jelas sebelumnya,
dibiayai dan melalui usulan atau proposal evaluasi. (Brinkerhoff & CS, 1993:111)
2. Formative vs Sumative Evaluation
Evaluasi formatif digunakan untuk memperoleh informasi yang dapat membantu
memperbaiki program. Evaluasi formatif dilaksanakan pada saat implementasi program
sedang berjalan. Fokus evaluasi berkisar pada kebutuhan yang dirumuskan oleh karyawan atau
orang-orang program. Evaluator sering merupakan bagian dari pada program dan kerjasama
dengan orang-orang program. Strategi pengumpulan informasi mungkin juga dipakai tetapi
penekanan pada usaha memberikan informasi yang berguna secepatnya bagi perbaikan
program. Evaluasi sumatif dilaksanakan untuk menilai manfaat suatu program sehingga dari
hasil evaluasi akan dapat ditentukan suatu program tertentu akan diteruskan atau
dihentikan.
Pada evaluasi sumatif difokuskan pada variable-variabel yang dianggap penting bagi sponsor
program maupun pihak pembuat keputusan. Evaluator luar atau tim reviu sering dipakai karena
evaluator internal dapat mempunyai kepentingan yang berbeda. Waktu pelaksanaan evaluasi
sumatif terletak pada akhir implementasi program. Strategi pengumpulan informasi akan

memaksimalkan validitas eksternal dan internal yang mungkin dikumpulkan dalam waktu yang
cukup lama. (Nana Sudjana & Ibrahim, 2004: 246)
3. Experimental and Quasi experimental Design vs Naural/Unotrusive
Beberapa evaluasi memakai metodologi penelitian klasik. Dalam hal seperti ini subyek
penelitian diacak, perlakuan diberikan dan pengukuran dampak dilakukan. Tujuan dari
penelitian untuk menilai manfaat suatu program yang dicobakan. Apabila siswa atau
program dipilih secara acak, maka generalisasi dibuat pada populasi yang agak lebih luas.
Dalam beberapa hal intervensi tidak mungkin dilakukan atau tidak dikehendaki. Apabila
proses sudah diperbaiki, evaluator harus melihat dokumen-dokumen, seperti mempelajari
nilai tes atau menganalisis penelitian yang dilakukan dan sebagainya. strategi pengumpulan
data terutama menggunakan instrument formal seperti tes, suvey, kuesioner serta memakai
metode penelitian yang terstandar. (Nana Sudjana & Ibrahim, 2004: 246)
C. Evaluasi model Kirkpatrick
Menurut Kirkpatrick (Djuju Sudjana 2006:246) evaluasi terh adap efektivitas program
training mencakup empat level evaluasi, yaitu: level 1 Reaction, level 2 Learning, level 3
Behavior, level 4 Result
1. Evaluating Reaction
Mengevaluasi terhadap reaksi peserta training berarti mengukur kepuasan peserta (customer
satisfaction).
Program training dianggap efektif apabila proses training dirasa
menyenangkan dan memuaskan bagi peserta training sehingga mereka tertarik termotivasi
untuk belajar dan berlatih. Dengan kata lain peserta training akan termotivasi apabila proses
training berjalan secara memuaskan bagi peserta yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi
dari peserta yang menyenangkan. Sebaliknya apabila peserta tidak merasa puas terhadap
proses training yang diikutin ya maka mereka tidak akan termotivasi untuk mengikuti
training lebih lanjut. Dengan demikian dapat dimaknai bahwa keberhasilan proses kegiatan
training tidak terlepas dari minat, perhatian dan motivasi peserta training dalam mengikuti
jalannya kegiatan training. Orang akan belajar lebih baik manakala mereka memberi
reaksi positif terhadap lingkungan belajar. (Djuju Sudjana 2006:247)
Kepuasan peserta training dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang diberikan,
fasilitas yang tersedia, strategi penyampaian materi yang digunakan oleh instruktur, media
pembelajaran yang tersedia, jadwal kegiatan sampai menu dan penyajian konsumsi yang
disediakan. (Djuju Sudjana 2006:248)
2. Evaluating Learning
Menurut Kirkpatrick (1988: 20) learning can be defined as the extend to which participans
change attitudes, improving knowledge, and/or increase skill as a result of attending the
program. Ada tiga hal yang dapat instruktur ajarkan dalam program training, yaitu pengetahuan,
sikap maupun ketrampilan. Peserta training dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah
mengalamai perubahan sikap, perbaikan pengetahuan maupun peningkatan ketrampilan. Oleh
karena itu untuk mengukur efektivitas program training maka ketiga aspek tersebut perlu
untuk diukur.
Tanpa adanya perubahan sikap, peningkatan pengetahuan maupun perbaikan ketrampilan pada
peserta training maka program dapat dikatakan gagal. Penilaian evaluating learning ini ada
yang menyebut dengan penilaian hasil (output) belajar. Oleh karena itu dalam pengukuran
hasil belajar (learning measurement) berarti penentuan satu atau lebih hal berikut: a).
Pengetahuan apa yang telah dipelajari ?, b). Sikap apa yang telah berubah ?, c). Ketrampilan
apa yang telah dikembangkan atau diperbaiki ?. (Djuju Sudjana 2006:249)
3. Evaluating Behavior
Evaluasi pada level ke 3 (evaluasi tingkah laku) ini berbeda dengan evaluasi terhadap
sikap pada level ke 2. Penilaian sikap pada evaluasi level 2 difokuskan pada perubahan
sikap yang terjadi pada saat kegiatan training dilakukan sehingga lebih bersifat internal,

sedangkan penilaian tingkah laku difokuskan pada perubahan tingkah laku setelah peserta
kembali ke tempat kerja. Apakah perubahan sikap yang telah terjadi setelah mengikuti training
juga akan diimplementasikan setelah peserta kembali ke tempat kerja, sehingga penilaian
tingkah laku ini lebih bersifat eksternal.
Perubahan perilaku apa yang terjadi di tempat kerja setelah peserta mengikuti program
training. Dengan kata lain yang perlu dinilai adalah apak ah peserta merasa senang setelah
mengikuti training dan kembali ke tempat kerja?. Bagaimana peserta dapat mentrasfer
pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperoleh selama training untuk
diimplementasikan di tempat kerjanya. Karena yang dinilai adalah perubahan perilaku
setelah kembali ke tempat kerja maka evaluasi level 3 ini dapat disebut sebagai evaluasi
terhadap outcomes dari kegiatan training. (Djuju Sudjana 2006:249)
4. Evaluating Result
Evaluasi hasil dalam level ke 4 ini difokuskan pada hasil akhir (final result) yang terjadi
karena peserta telah mengikuti suatu program. Termasuk dalam kategori hasil akhir dari
suatu program training di antaranya adalah kenaikan produksi, peningkatan kualitas,
penurunan biaya, penurunan kuantitas terjadinya kecelakaan kerja, penurunan turnover dan
kenaikan keuntungan. Beberapa program mempunyai tujuan meningkatkan moral kerja
maupun membangun teamwork yang lebih baik. Dengan kata lain adalah evaluasi terhadap
impact program. (Djuju Sudjana 2006:250)
D. Evaluasi model Stake (Model Countenance)
Stake
menekankan
adanya
dua
dasar
kegiatan
dalam
evaluasi,
yaitu description dan judgement dan membedakan adanya tiga tahap dalam program pelatihan,
yaitu antecedent (context), transaction (process) dan outcomes. Stake mengatakan bahwa
apabila kita menilai suatu progr am pelatihan, kita melakukan perbandingan yang relatif
antara program dengan program yang lain, atau perbandingan yan g absolut yaitu
membandingkan suatu program dengan standar tertentu. Penekan an yang umum atau hal
yang penting dalam model ini adalah bahwa evaluator yang membuat penilaian tentang
program yang dievaluasi. Stake mengatakan bahwa description di satu pihak berbeda
dengan judgement di lain fihak. Dalam model ini antecendent (masukan) transaction (proses)
dan outcomes (hasil) data di bandingk an tidak han ya untuk menentukan apakah ada
perbedaan antara tujuan dengan k eadaan yang sebenarnya, tetapi juga dibandingkan
dengan standar yang absolut untuk menilai manfaat program (Farida Yusuf Tayibnapis,
2000: 22).

Evaluasi Peserta Pelatihan


Evaluasi peserta pelatihan adalah evaluasi yang bertjuan untuk mengetahui dan mencari
informasi mengenai ketercapaian program pelatihan dilihat dari peningkatan kemampan atau
kopetensi peserta. (Moekijat, 1990:9).
Evaluasi Kemajuan Peserta merupakan evaluasi yang dilaksanakan untuk mengetahui
peningkatan peningkatan pengetahuan dan keterampilan melalui Pretest dan Post Test.
(Moekijat, 1990:8).
Dari hasil Pretest dan Post Test diketahui bahwa pengetahuan yang mereka miliki dapat lebih
dikembangkan dan ditingkatkan melalui keterlibatan mereka dalam mengikuti pelatihan.
Terdapat tiga langkah evaluasi pelatihan dengan menggunakan instrumenn evaluasi dan
rancangannya tergantung dari langkah evaluasi apa yang akan dilakukan. Langkah langkah
tersebut antara lain:
1. Evaluasi awal pelatihan; disediakan sebelum pelatihan dimulai dengan tujuan untuk
(1).Mengetahui reaksi peserta terhadap materi yang diberikan; (2). Mengetahui tingkat
pengetahuan atau tingkat kompetensi teknis peserta; (3). Sebagai informasi bagi pelatih.
2. Evaluasi proses pelatihan. Tujuannya adalah (1). Mengetahui reaksi peserta terhadap
sebagian atau keseluruhan program pelatihan; (2). Mengetahui hasil pembelajaran

peserta; (3). Mengantisipasi tindakan tertentu ketika diperlukan untuk mengambil


langkah-langkah perbaikan.
Evaluasi program pelatihan. Tujuannya adalah (1). Mengetahui hasil pelaksanaan pelatihan dan
pengaruhnya terhadap kinerja serta masalah-masalahnya; (2) Mengetahui opini pemimpin dan
bawahan peserta mengenai hasil pelatihan; (3). Mengetahui hubungan hasil pelatihan serta
dampaknya bagi organisasi di tempat peserta bekerja. (Moekijat, 1990:20).
Evaluasi setelah pelatihan pada tingkat perilaku dalam pekerjaan sangat penting, karena belum
tentu pengetahuan dan pengalaman pembelajaran yang diperoleh dapat diterapkan dalam
pekerjaan, tetapi perilaku yang baik dalam pekerjaan merupakan gabungan dari pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Untuk mengetahui seberapa jauh peserta mengadakan perubahan
perilaku dalam pekerjaan setelah mengikuti pelatihan, evaluasi hendaknya dilaksanakan oleh
beberapa pihak, antara lain: peserta sendiri, atasan peserta, bawahan peserta, teman sekerja dan
pasen serta masyarakat. (Moekijat, 1990:25).
Salah satu tehnik evaluasi setelah pelatihan yang berhubungan dengan perilaku adalah
pendekatan terhadap evaluasi, (Moekijat, 1990:27) dengan 3 langkah evaluasi:
1. Evaluasi oleh peserta segera setelah pelatihan dengan menggunakan daftar isian.
2. Evaluasi oleh peserta 4 bulan setelah pelatihan dengan menggunakan daftar isian
3. Evaluasi peserta dengan supervisornya 6 bulan setelah pelatihan dengan tehnik
wawancara terpola dan pertanyaannya meliputi: tujuan pelatihan, metoda,isi dan
pendapat mengenai penerapannya.
Bagi peserta training, evaluasi training dapat memberikan feedback berupa seberapa
signifikannya training tersebut mempunyai impact bagi pekerjaannya, perubahan bagi dirinya,
kecocokan program dan manfaat-manfaat lainnya.
Ini adalah daftar berbagai aspek pelatihan yang dimasukkan ke dalam evaluasi peserta
(Moekijat, 1990:30), yaitu:

Apakah tujuan pelatihan, sasaran pembelajaran, dsb, sudah terpenuhi

Pertanyaan khusus tentang kaitan dari masing-masing sesi; apakah informasi yang
disampaikan sudah sesuai dan memadai; apakah penyampaiannya diberikan dengan cara
yang menarik

Bagaimana para peserta menerima dan mengambil manfaat dari setiap tugas pelatihan
yang diberikan

Apakah ada yang hilang dari pelatihan tersebut

Kualitas dan hubungan dari handout

Kenyamanan tempat pelatihan

Ruang yang diberikan dari tempat pelatihan

Suhu dan sirkulasi udara dalam tempat pelatihan

Saran-saran umum tentang tempat pelatihan (kondusif untuk pelatihan, suasana yang
tenang, dsb)

Kualitas konsumsi: tepat waktu, memadai, sesuai dengan harganya

Apabila para peserta memiliki ketentuan-ketentuan pelatihan lanjutan

Evaluasi Instruktur Pelatihan


Bagi sang trainer, evaluasi tidak kalah pentingnya, yaitu dapat memberikan feedback tentang
apakah peserta puas dengan isi program training, kedalaman meteri training, caranya mengajar,
caranya mendelivery ilmunya dan sebagainya. Bukan hal yang mudah bagi seorang trainer untuk
dapat memuaskan seluruh pesertanya, bisa dibayangkan, jika dalam sebuah kelas pelatihan,
jumlah peserta 10, 20, 30 bahkan mungin 500 peserta, sang trainer dituntut untuk dapat bertindak
secara efektif dan efisien agar seluruh materi dapat terserap dan seluruh peserta puas dengan
caranya mentransfer seluruh isi materi. Seorang trainer dituntut mampu memainkan peran
sebagai seorang trainer, coach, guru, fasilitator, entertainer, pendongeng atau bahkan mungkin
sebagai pelawak. (Moekijat, 1990:35).
Jadi, aspek yang dinilai untuk instruktur atau fasilitator meliputi: Penguasaan atas materi yang
diajarkan dan Kemampuan dalam menyajikan materi.

Contoh Instrument Evaluasi Peserta Dan Instruktur


Pelatihan

Sumber : http://www.hrdforum.com/HRDIndonesia/Article/evaluasi-training

Kesimpulan
Pelatihan merupakan salah satu kunci untuk membawa seseorang atau suatu organisasi menjadi
lebih baik dan efektif dalam mencapai tujuannya. Evaluasi yang dilakukan pada setiap program
adalah evaluasi terhadap aspek-aspek yang menunjukkan respon selama pelatihan berlangsung.
Evaluasi peserta merupakan suatucara untuk mengetahui peningkatan pengetahuan dan
keterampilan melalui Pretest dan Post Test. Bagi peserta training, evaluasi training dapat
memberikan feedback berupa seberapa signifikannya training tersebut mempunyai impact bagi
pekerjaannya, perubahan bagi dirinya, kecocokan program dan manfaat-manfaat lainnya.
Evaluasi istruktur pelatihan adalah untuk memberikan feedback tentang apakah peserta puas
dengan isi program training, kedalaman meteri training, caranya mengajar, caranya mendelivery
ilmunya dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai