Anda di halaman 1dari 60

MODUL

T
AS.
01

PUSDI
KLATPE
GAWAI
KEMNAKE
RRI

PELATI
HANDAN
PRODUKTI
VITAS

pus
dikl
at.
kemna
ker
.go.
i
d
KATA PENGANTAR

Penyiapan SDM yang memiliki daya saing akan dapat membawa bangsa
ini keluar dari permasalahan ketenagakerjaan, yang diwarnai oleh masih
tingginya angka pengangguran, yang berdampak pada kemiskinan, kebodohan,
kriminalitas serta masalah sosial lainnya. SDM yang memiliki daya saing
merupakan salah satu kunci untuk memenangkan persaingan global. Untuk itu
maka penyiapan SDM yang berdaya saing yaitu SDM yang kompeten dan
profesional mutlak dilakukan oleh pemerintah dan seluruh komponen
masyarakat baik di pusat maupun daerah, khususnya melalui pelatihan kerja.

Modul Pelatihan dan Produktivitas ini disusun untuk menyajkan


pengetahuan seputar dunia kepelatihan dan produktivitas tenaga kerja. Pada
bagian tentang pelatihan tenaga kerja disajikan tentang pengenalan
Sislatkernas, Pelatihan Berbasis Kompetensi dan Pembinaan Pelatihan.
Sedangkan di bagian produktivitas berupa pengetahuan dasar mengenai
produktivitas.

Produktivitas didefinisikan sebagai rata-rata tingkat output yang


dihasilkan oleh setiap unit tenaga kerja. Kata-kata produktivitas memang telah
menggema di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini. Salah satu dari
masalah utama dalam ketenagakerjaan di Indonesia adalah produktivitas
tenaga kerja yang rendah. Padahal, untuk mempertahankan pertumbuhan
ekspor non-migas, khususnya ekspor industri manufaktur pada waktu-waktu
paska krisis ekonomi, Indonesia tidak dapat lagi mengandalkan diri pada
sumber-sumber keunggulan komparatif yang tradisional, seperti tenaga kerja
yang murah dan kekayaan alam. Indonesia perlu mengembangkan keunggulan
komparatif yang dinamis, yakni sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas
produktif dan profesional.

Modul Pelatihan dan Produktivitas ini diharapkan dapat menjadi sumber


informasi dasar dalam memahami pentingnya meningkatkan mutu pelatihan
tenaga kerja guna menghasilkan calon tenaga kerja yang kompeten sekaligus
produktif.

i
DAFTAR ISI

Hal
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Daftar Informasi Visual iii
Daftar Lampiran iii

BAB I PENGENALAN SISLATKERNAS 1


A Pendahuluan 1
B Kondisi Ketenagakerjaan di Indonesia 4
C Strategi Pelatihan Kerja (Vokasi) 6
Evaluasi 11

BAB II PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI 14


A Pendahuluan 14
B Tahapan 15
C Persiapan 15
D Pelaksanaan 27
E Evaluasi 29
Evaluasi 30

BAB III PEMBINAAN KEPELATIHAN 32


A Komponen Pembinaan Kepelatihan 32
B Perizinan, Akreditasi dan Sertifikasi 35
C Pemagangan 37
Evaluasi 41

BAB IV PRODUKTIVITAS KERJA 44


A Konsep Produktivitas 44
B Hasil Akhir Produktivitas 49
C Unsur-unsur Produktivitas 49
D Upaya Peningkatan Produktivitas 50
Evaluasi 51
Daftar Pustaka 54
Glosari 55

ii
DAFTAR INFORMASI VISUAL

Daftar Gambar

Gambar 1. Tiga Pilar Pengembangan SDM Berbasis Kompetensi

Gambar 2. Sistem Pelatihan Kerja Nasional

Gambar 3. Celah (Gap) Kuantitas antara Demand dan Supply Tenaga Kerja

Nasional

Gambar 4. Bagan Regulasi Inti Pelatihan Kerja (Vokasi)

Gambar 5. Potensi dan kondisi pelatihan vokasi di Indonesia

Gambar 6. Peta Balai Latihan Kerja Pemerintah

Gambar 7. Peta Lembaga Pelatihan Kerja Swasta

Gambar 8. Peta Lembaga Pelatihan Kerja Swasta (Jumlah Industri


Penyelenggara

Pemagangan)

Gambar 9. Proses Perencanaan Program Pelatihan

Gambar 10. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia

Gambar 11. Gap Kompetensi

Gambar 12. Struktur Organisasi Ditjen Binalattas

Gambar 13. Mekanisme Penyelenggaraan Pemagangan

Gambar 14. Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja 2011-2016

Daftar Tabel

Tabel 1. Tahapan Pelatihan Berbasis Kompetensi

Tabel 2. Perangkat Sumber Daya Pelatihan

Tabel 3. Perbedaan PBK dengan Pelatihan Konvensional

DAFTAR LAMPIRAN

- Nil

iii
BAB I

PENGENALAN SISLATKERNAS

Setelah mempelajari bab ini diharapkan peserta diklat dasar ketenagakerjaan


memahami pengenalan Sislatkernas sebagai acuan pengembangan SDM di
Indonesia, Kondisi dan potensi ketenagakerjaan dan strategi pelatihan kerja
(vokasi) serta beberapa istilah dalam peraturan dan dasar hukum pada lingkup
pelatihan kerja (vokasi).

A. Pendahuluan

1. Pengembangan SDM Berbasis Kompetensi

Pelatihan kerja merupakan keseluruhan kegiatan untuk


memberi, memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan
kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada
tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan
kualifikasi jabatan atau pekerjaan. Oleh karena itu, pelatihan kerja
merupakan salah satu jalur untuk meningkatkan kualitas serta
mengembangkan karir tenaga kerja.
Paradigma baru peningkatan kualitas tenaga kerja bertumpu
pada tiga pilar utama, yaitu standar kompetensi kerja, pelatihan
berbasis kompetensi serta sertifikasi kompetensi oleh lembaga yang
independen.

INDUSTRI

KKNI
SKKNI

PELATIHAN
SERTIFIKASI
BERBASIS
LPK KOMPETENSI
KOMPETENSI BNSP
KERJA
(PBK) / LSP

1
Gambar 1. Tiga pilar pengembangan SDM berbasis
kompetensi

Standar kompetensi kerja perlu disusun dan dikembangkan di


berbagai sektor atau bidang profesi, dengan mengacu kepada
kebutuhan industri atau perusahaan. Hal ini penting, agar standar
kompetensi kerja dapat diterima di dunia kerja atau pasar kerja, baik
secara nasional maupun internasional.

Kompetensi kerja yang dimaksud adalah kemampuan kerja


setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan
sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Standar
tersebut adalah standar kompetensi yang akan menjadi acuan dalam
mengembangkan program pelatihan. Untuk keperluan pengembangan
pelatihan berbasis kompetensi seperti ini, perlu ditata dan
dikembangkan keseluruhan unsurnya dalam suatu kesatuan sistem
pelatihan berbasis kompetensi. Untuk mengetahui sejauh mana
lulusan pelatihan telah memenuhi standar kompetensi yang
ditetapkan, perlu dilakukan sertifikasi kompetensi melalui uji
kompetensi.

Sertifikasi kompetensi tersebut dilakukan oleh lembaga


sertifikasi yang independen. Hal ini penting, agar tidak terjadi konflik
kepentingan antara penyelenggara pelatihan sebagai produsen dan
lembaga sertifikasi sebagai penjamin mutu lulusan.

Ketiga pilar pengembangan kualitas tenaga kerja


sebagaimana dimaksud di atas, perlu disinergikan ke dalam suatu
sistem pelatihan kerja nasional (Sislatkernas).

2. Tujuan Sislatkernas

Sistem Pelatihan Kerja Nasional merupakan panduan arah


kebijakan umum bagi terselenggaranya pelatihan secara terarah,
sistematis dan sinergis dalam penyelenggaraan pelatihan di berbagai
bidang, sektor, instansi dan penyelenggaraan pelatihan dalam
melakukan kegiatannya sehingga tujuan pelatihan nasional dapat
dicapai secara efisien dan efektif. Dengan kata lain, Sislatkernas
adalah keterkaitan dan keterpaduan berbagai komponen pelatihan
kerja untuk mencapai tujuan pelatihan kerja nasional.

2
Dari penjelasan tersebut diatas, Sislatkernas bertujuan untuk:
a. Mewujudkan pelatihan kerja nasional yang efektif dan efisien
dalam rangka meningkatkan kualitas tenaga kerja.
b. Memberikan arah dan pedoman dalam penyelenggaraan,
pembinaan dan pengendalian pelatihan kerja.
c. Mengoptimalkan pendayagunaan dan pemberdayaan seluruh
sumber daya pelatihan kerja.

Gambar 2. Sistem Pelatihan Kerja Nasional

3. Prinsip dasar pelatihan kerja

Prinsip dasar pelatihan kerja adalah bahwa pelatihan kerja


harus berorientasi pada kebutuhan pasar kerja dan pengembangan
sumber daya manusia (SDM), berbasis pada kompetensi kerja.
Pelatihan kerja merupakan tanggung jawab bersama antara dunia
usaha, pemerintah dan masyarakat dan merupakan bagian dari
pengembangan profesionalisme sepanjang hayat serta
diselenggarakan secara berkeadilan dan tidak diskriminatif.

3
B. Kondisi Ketenagakerjaan di Indonesia

1. Potensi Ketenagakerjaan Indonesia


Berdasarkan hasil riset McKinsley Global Institute (MGI) yang
diolah dari data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2016,
Indonesia memiliki potensi menjadi Negara ekonomi ke-7 terbesar di
dunia pada tahun 2030 mendatang.

Namun demikian syarat utamanya adalah Indonesia harus


memiliki 113 juta tenaga kerja terampil pada saat itu sebagai indikator
kemapanan daya saing tenaga kerja. Di satu sisi, berdasarkan hasil
riset Badan Perencanaan dan Pengembangan Kementerian
Ketenagakerjaan (Barenbangnaker) yang diolah dari data BPS pada
tahun 2015 menunjukkan jumlah tenaga kerja terampil yang dimiliki
Indonesia saat ini adalah 57 juta orang saja.

Artinya Indonesia membutuhkan supply tenaga kerja terampil


per tahun dari tahun 2016 hingga tahun 2030 adalah sekitar sebanyak
3,7 juta tenaga kerja terampil per tahunnya. Secara spesifik,
berdasarkan hasil proyeksi pertumbuhan pasar kerja 2016-2019 yang
dilakukan oleh Barenbangnaker tahun 2016, Indonesia membutuhkan
masing-masing 1,59 juta tenaga kerja level ahli tersertifikasi/tahun,
0,46 juta tenaga kerja level teknisi atau analis tersertifikasi/tahun, dan
1,85 juta tenaga kerja level operator atau pelaksana
tersertifikasi/tahun.

Berdasarkan hasil analisa “celah (gap) kuantitas antara


demand dan supply tenaga kerja nasional” yang diolah oleh Ditjen
Binalattas Kemnaker tahun 2017, didapatkan bahwa Indonesia
mengalami defisit supply untuk tenaga kerja level ahli sejumlah 0,792
juta orang per tahun dan untuk tenaga kerja level teknisi / analis
sejumlah 0,354 juta orang per tahun Sedangkan untuk tenaga kerja
level operator / pelaksana mengalami surplus supply sejumlah 0,172
juta orang per tahun dengan asumsi bahwa kualitas seluruh supply
sudah sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.

4
Gambar 3. Celah (Gap) Kuantitas Antara Demand dan Supply
Tenaga Kerja Nasional\

2. Daya saing ketenagakerjaan Indonesia

Daya saing Indonesia tahun 2016-2017 menurut Global


Competitiveness Index berada di peringkat 41 atau turun empat
peringkat dibanding posisi tahun lalu. Meski Indonesia telah
banyak melakukan reformasi di berbagai sektor, namun secara
kinerja terjadi penurunan.

Secara umum penurunan daya saing secara nasional ini


dipengaruhi oleh rendahnya daya saing tenaga kerja nasional
yang disebabkan oleh 2 permasalahan utama, Pertama,
rendahnya tingkat pendidikan angkatan kerja, dimana angkatan
kerja yang didominasi lulusan SLTP ke bawah. Menurut data BPS
tahun 2017, dari 131,55 juta orang angkatan kerja di Indonesia,
54,52 juta orang (41,44%) adalah lulusan SD ke bawah, 23,9 juta
orang (18,17%) adalah lulusan SLTP, 22,07 juta orang (16,78%)
adalah lulusan SMA, 14,92 juta orang (11,34%) adalah lulusan
SMK, 16,14 juta orang (12,27%) adalah lulusan Diploma dan
Universitas. Dari data tersebut dapat kita lihat bahwa sebagian
besar dari angkatan kerja di Indonesia adalah lulusan SMP ke
bawah sebesar (59,61%).

Permasalahan Kedua adalah skill mismatch antara lulusan


pendidikan dengan kebutuhan industri. Berdasarkan kajian oleh
International Labor Organization (ILO) pada Agustus 2015, 56%

5
jabatan pekerjaan yang ada di Indonesia saat ini diisi oleh tenaga
kerja yang under-qualified. Hanya 37% yang well-matched antara
jabatan pekerjaan dengan latar belakang pendidikannya.

Atas dasar 2 permasalahan di atas, Indonesia memerlukan


suatu terobosan dalam hal peningkatan kompetensi tenaga kerja,
baik yang masih menganggur, sedang mencari pekerjaan maupun
yang sudah bekerja, untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja
nasional.

C. Strategi Pelatihan Kerja (Vokasi)

1. Keunggulan Pelatihan Kerja (Vokasi)


Diantara berbagai terobosan dan solusi untuk mengatasi
permasalahan daya saing tenaga kerja tersebut adalah pelatihan
kerja/vokasi. Pelatihan kerja (vokasi) dapat menjadi terobosan dan
solusi terbaik karena :
 Input peserta tidak terbatas usia tertentu
 Berorientasi penempatan kerja
 Fleksibilitas program pelatihan terhadap perubahan
dunia kerja
 SDM pengajar adalah praktisi
 Program pelatihan yang to the point terhadap
kompetensi yang dibutuhkan
 Dapat dikombinasikan dengan berbagai kegiatan
pengentasan kemiskinan yang berbasis SDM, (misal :
KIP, Program Keluarga Harapan, BPJS, dll)

Pelatihan dapat dilakukan oleh unsur pemerintah, unsur swasta,


unsur
masyarakat, maupun unsur produktivitas.

2. Strategi dan Kebijakan Pelatihan Kerja (Vokasi)

Arah strategi pelatihan vokasi dalam rangka menciptakan


tenaga kerja kelas dunia yang berkarakter, kompeten, dan inovatif
adalah koordinasi terintegrasi dan pendanaan berkelanjutan
dalam:
a. Penguatan pelayanan (One-Stop Service) & sistem
informasi pasar kerja (Single Database)
b. Percepatan penyusunan standar kompetensi dan
turunannya

6
c. Evaluasi kinerja & kebijakan anggaran pelaksanaan
pelatihan berbasis kompetensi berdasarkan rasio
penempatan lulusan
d. Penguatan manajemen lembaga pelatihan melalui
akreditasi (Quality Assurance)
e. Penyelenggaraan sertifikasi yang terjangkau dan kredibel
(Quality Control)

Sedangkan arah kebijakan peningkatan kompetensi tenaga


kerja harus mengarah kepada :
a. Demand Based (berorientasi penempatan / wirausaha)
b. Pendekatan pelatihan vokasi sebagai prioritas peningkatan
daya saing tenaga kerja
c. Kebijakan pemerintah dalam penganggaran Vocational
Training (VT)
d. Rekrutmen tenaga kerja berdasarkan kompetensi oleh
dunia kerja

3. Regulasi Pelatihan Kerja (Vokasi)

Gambar 4. Bagan Regulasi Inti Pelatihan Kerja (Vokasi)

7
Daftar regulasi inti terkait pelatihan kerja (vokasi) antara lain :

 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Bab V


Pelatihan Kerja
 PP No 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja
Nasional
 Keppres 36 Tahun 2002 tentang Pengesahan Konvensi
ILO No 88 Mengenai Lembaga Pelayanan Penempatan
Tenaga Kerja
 Perpres No 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia
 Permenaker No 21 Tahun 2014 tentang Pedoman
Penerapan KKNI
 Permenaker No 2 Tahun 2016 tentang Sistem
Standardisasi Kompetensi Nasional
 Permenaker No 3 Tahun 2016 tentang Tatacara
Penerapan SKKNI
 Permenakertrans No 8 Tahun 2014 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelatihan Berbasis Kompetensi
 Permenaker No 36 Tahun 2016 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pemagangan Dalam Negeri
 Permenakertrans No 16 th 2006 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Lembaga Akreditasi Lembaga Pelatihan
Kerja
 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Pembentukan BNSP

4. Isu Peningkatan Kualitas Pelatihan Kerja (Vokasi)

Ada 3 hal yang merupakan isu utama pelatihan vokasi nasional


saat ini, yaitu :
 Peningkatan kesadaran berbagai stakeholder tentang
urgensi pelatihan vokasi
 Peningkatan koordinasi dan sinergitas program
pelatihan vokasi di tingkat pusat dan daerah
 Peningkatan keterlibatan swasta & masyarakat dalam
pelatihan vokasi

5. Potensi dan Kondisi Pelatihan Kerja (Vokasi) di Indonesia

8
Gambar 5. Potensi dan Kondisi Pelatihan Vokasi di Indonesia

Satu dari tiga pilar peningkatan kualitas tenaga kerja adalah


pelatihan berbasis kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga
pelatihan kerja. Lembaga pelatihan kerja adalah instansi pemerintah,
badan hukum atau perorangan yang memenuhi persyaratan untuk
menyelenggarakan pelatihan kerja.

Pelatihan vokasi di Indonesia memiliki potensi dan kondisi


sebagaimana terdapat pada gambar 5. Dengan berbagai potensi yang
dimilikinya, terlihat jelas masih sangat banyak peluang untuk
mengembangkan pelatihan vokasi khususnya dari segi potensi
kuantitas. Kuantitas yang masif tersebut dapat dilakukan dengan
melibatkan berbagai stakeholder baik dari pemerintah, swasta,
masyarakat, maupun elemen produktivitas secara terorganisir dan
terkoordinasi dengan baik. Rincian potensi tersebut dapat dilihat pada
peta potensi yang lebih detil sebagaimana berikut :

9
a. Balai Latihan Kerja Pemerintah
a. Pemerintah

Gambar 6. Peta Balai Latihan Kerja Pemerintah

b. Lembaga Pelatihan Kerja Swasta

Gambar 7. Peta Lembaga Pelatihan Kerja Swasta

10
c. Industri Penyelenggara Pemagangan

Gambar 8. Peta Lembaga Pelatihan Kerja Swasta


(Jumlah Industri Penyelenggara Pemagangan)

6. Proyeksi Kebutuhan Tenaga Kerja

Kebutuhan tenaga kerja Indonesia hasil dari pelatihan kerja


(vokasi) diproyeksikan dapat terserap melalui beberapa
program pemerintah diantaranya yaitu: kawasan ekonomi
khusus, kawasan industri prioritas, pengembangan daerah 3T
(terdepan, terluar, tertinggal), proyek listrik nasional 35.000
MW, proyek tol laut dan proyek insfrastruktur lainnya.

Evaluasi:

1. Apa yang dimaksud dengan pelatihan kerja?


2. Sebutkan tiga pilar utama pengembangan SDM di Indonesia?
3. Sebutkan 3 tujuan sislatkernas?
4. Apa yang menjadi prinsip dasar pelatihan kerja?
5. Mengapa pelatihan kerja (vokasi) dapat menjadi terobosan terbaik
untuk mengatasi daya saing tenaga kerja?

11
Jawaban:

1. Pelatihan kerja merupakan keseluruhan kegiatan untuk memberi,


memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan kompetensi kerja,
produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan
dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan
atau pekerjaan.
2. Tiga pilar utama pengembangan SDM, yaitu standar kompetensi
kerja, pelatihan berbasis kompetensi serta sertifikasi kompetensi oleh
lembaga yang independen.

INDUSTRI

KKNI
SKKNI

PELATIHAN SERTIFIKASI
BERBASIS KOMPETENSI BNSP
LPK KOMPETENSI KERJA / LSP
(PBK)

3. Sislatkernas adalah keterkaitan dan keterpaduan berbagai komponen


pelatihan kerja untuk mencapai tujuan pelatihan kerja nasional.
Dari penjelasan tersebut diatas, sislatkernas bertujuan untuk:
1. Mewujudkan pelatihan kerja nasional yang efektif dan efisien
dalam rangka
meningkatkan kualitas tenaga kerja.
2. Memberikan arah dan pedoman dalam penyelenggaraan,
pembinaan dan pengendalian pelatihan kerja.
3. Mengoptimalkan pendayagunaan dan pemberdayaan seluruh
sumber daya pelatihan kerja

12
4. Prinsip dasar pelatihan kerja adalah bahwa pelatihan kerja harus
berorientasi pada kebutuhan pasar kerja dan pengembangan
sumber daya manusia (SDM), berbasis pada kompetensi kerja,
pelatihan kerja merupakan tanggung jawab bersama antara dunia
usaha, pemerintah dan masyarakat dan merupakan bagian dari
pengembangan profesionalisme sepanjang hayat serta
diselenggarakan secara berkeadilan dan tidak diskriminatif.

5. Pelatihan kerja (vokasi) dapat menjadi terobosan dan solusi


terbaik karena :
a. Input peserta tidak terbatas usia tertentu
b. Berorientasi penempatan kerja
c. Fleksibilitas program pelatihan terhadap perubahan dunia kerja
d. SDM pengajar adalah praktisi
e. Program pelatihan yang to the point terhadap kompetensi yang
dibutuhkan
f. Dapat dikombinasikan dengan berbagai kegiatan pengentasan
kemiskinan
yang berbasis SDM, (misal : KIP, Program Keluarga Harapan,
BPJS, dll)

13
BAB II

PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI

Setelah mempelajari bab ini diharapkan peserta diklat dasar ketenagakerjaan


memahami model pelatihan berbasis kompetensi sebagai suatu sistem untuk
memudahkan siswa pelatihan dalam menguasai kompetensi sesuai standar
yang diinginkan dunia industri.

A. Pendahuluan

Menurut PP No 31 Tahun 2006 tentang Sislatkernas, yang dimaksud


dengan pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi,
memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja,
produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan
keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau
pekerjaan.

Pada definisi tersebut, kata “kompetensi kerja” berada di posisi terdepan


sebagai suatu target yang mesti dicapai dalam penyelenggaraan sebuah
program pelatihan. Sebetulnya kompetensi kerja itu apa? Kompetensi kerja
adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar
yang ditetapkan.

Dengan demikian Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK) bermakna


pelatihan kerja yang menitikberatkan pada penguasan kemampuan kerja
yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan
standar yang ditetapkan dan persyaratan di tempat kerja. Istilah untuk
pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam penyelenggaraan sebuah
pelatihan juga populer sebagai knowledge, skill dan attitude (KSA).

Lalu apakah yang dimaksud dengan PBK harus dilaksanakan sesuai


dengan standar yang ditetapkan dan persyaratan di tempat kerja? Artinya
bahwa sebelum pelaksanaan PBK, harus dipastikan kompetensi yang
diajarkan sudah diperoleh melalui proses analisa dan identifikasi
(TNA/Training Need Analysis) agar sesuai dengan standar dan persyaratan
di tempat kerja.

14
B. Tahapan

Penyelenggaraan PBK secara umum dilakukan dalam 3 (tiga) tahap, yaitu


Persiapan, Pelaksanaan dan Evaluasi. Adapun contoh rincian tiap tahap
adalah sebagai berikut:
TAHAP RINCIAN
TNA (Training Need Analysis)
Pembuatan program pelatihan
Persiapan
Persiapan Sumber Daya Pelatihan
(SDP)
Proses PBK
Pelaksanaan
Proses kegiatan harian peserta
Asesmen
Evaluasi
Evaluasi penyelenggaran pelatihan

Tabel 1. Tahapan Pelatihan Berbasis Kompetensi

C. Persiapan

1. TNA (Training Need Analysis)

Perencanaan suatu pelatihan tersusun dalam bentuk program


pelatihan. Untuk menghasilkan program pelatihan yang ideal perlu
penetapan kebutuhan pelatihan terlebih dahulu. Hal ini bisa dilakukan
melalui analisis kebutuhan pelatihan (TNA) guna menentukan agar program
pelatihan yang disusun dapat mencapai suatu standar kompetensi.

Dalam merencanakan pelatihan ini pihak LPK atau direktorat Bina


Lattas sebagi pembina LPK tidak bisa bekerja sendiri. Mereka memerlukan
keterlibatan perwakilan pemangku kepentingan (stakeholder) antara lain
industri/pengguna tenaga kerja, pakar dan praktisi yang kompeten di
bidangnya.

Agar peran dari pemangku kepentingan bisa maksimal maka perlu


juga dibuat suatu jejaring kemitraan antara LPK dengan pemangku
kepentingan. Dalam forum tersebut segala kebutuhan yang diinginkan
semua anggotanya terkait dengan pemaksimalan pelatihan kerja bisa
dibahas dan dicari jalan keluarnya.

15
Berikut ini alur pikir tentang bagaimana suatu perencanaan program
pelatihan.

Perencanaan Program
Pelatihan

Identifikasi Kebutuhan di
Analisa calon peserta
dunia industri (kualifikasi,
jabatan/okupasi, klater
/kebutuhan khusus)

Skills Audit Profil Kompetensi

Kebutuhan
Pelatihan

Penetapan
Program
Pelatihan

Gambar 9. Proses Perencanaan Program Pelatihan

a. Identifikasi Kebutuhan Pelatihan

Identifikasi kebutuhan pelatihan dapat dilakukan dengan


menelusuri kebutuhan berdasarkan Kualifikasi Nasional
mengacu pada jenjang Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia (KKNI).

Secara definisi KKNI merupakan kerangka penjenjangan


kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan,
menyetarakan dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan
dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam
rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan
struktur pekerjaan di berbagai sektor. Kualifikasi pada KKNI
dimulai dari jenjang 1 sebagai jenjang terendah sampai dengan
jenjang 9 sebagai jenjang tertinggi (setingkat doktor).

16
Gambar 10. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia

Identifikasi Kebutuhan Pelatihan dapat pula melalui


analisis jabatan/pekerjaan. Analisis jabatan merupakan proses
menguraikan jabatan sehingga menghasilkan deskripsi jabatan.
Analisis ini bersumber dari Klasifikasi Baku Jabatan Indonesia
(KBJI) atau sumber-sumber jabatan lainnya yang berlaku pada
lembaga.

Identifikasi kebutiuhan pelatihan guna menyusun


program pelatihan berbasis kompetensi yang mengacu pada
jenis pekerjaan/klaster dilakukan melalui analisis kompetensi
kerja yang dibutuhkan secara khusus dan tertentu dalam suatu
industri.

b. Profil Kompetensi yang Dibutuhkan

Profil kompetensi didapatkan dari hasil analisis yang


dilakukan melalui penelusuran kebutuhan berdasarkan pada
tiga kelompok di atas yaitu:
 Kualifikasi,
 Jabatan/okupasi
 Klaster

17
Penentuan unit kompetensi dalam profil kompetensi
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan jabatan atau
identifikasi pekerjaan apa saja yang harus dipunyai calon
pekerja.

Unit kompetensi tersebut bisa mengacu pada standar


kompetensi yang diambil dari :
 Standar Nasional atau Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia (SKKNI)
SKKNI merupakan suatu standar yang berlaku secara
nasional di Indonesia
(Contoh: SKKNI bidang K3 sektor Migas)
 Standar Internasional
Standar Internasional merupakan suatu standar yang
berlaku secara internasional dan sudah disepakati secara
internasional.
(contoh: standar IMO di maritim dan Aviasi dalam
penerbangan)
 Standar Khusus
Standar Khusus merupakan standar kompetensi pada
bidang tertentu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh suatu
organisasi/ perusahaan tertentu.
(contoh: Standar perakitan mobil dari suatu perusahaan
tertentu)

c. Analisa Calon Peserta


Analisa kompetensi terkini calon peserta adalah
pengidentifikasian kompetensi peserta yang dimiliki sebelum
mengikuti pelatihan. Data yang diperlukan antara lain:
 Tingkat pendidikan formal
 Kualifikasi kompetensi calon peserta pelatihan
 Penetapan populasi calon peserta pelatihan, artinya
menentukan kelompok orang yang direncanakan
memerlukan pelatihan, misalnya tingkat pendidikan,
umur dan jenis kelamin. Populasi calon peserta
pelatihan bisa berasal dari pencari kerja atau pekerja
yang ingin meningkatkan kualifikasi kompetensinya dan
atau pekerja yang akan alih profesi.

18
d. Skills Audit

Skills Audit adalah menyandingkan kompetensi terkini


(RCC) pada calon peserta dengan profil kompetensi yang
dibutuhkan. Dengan penyandingan ini maka akan didapat
kesenjangan (gap/kekurangan) antara RCC calon peserta
dengan kebutuhan profil kompetensi yang dibutuhkan.

e. Kebutuhan Pelatihan

Kebutuhan pelatihan berbasis kompetensi dilakukan


dengan cara mengidentifikasi apa saja kesenjangan
(gap/kekurangan) antara pengetahuan (knowledge),
keterampilan (skill) dan sikap kerja (atittude) terkait yang
dipersyaratkan oleh industri atau pengguna dengan yang
dimiliki oleh calon peserta pelatihan.

Kompetensi Gap
yang
dibutuhkan
Kompetensi
industri/
yang dimiliki
pengguna
calon
peserta

Gambar 11. Gap Kompetensi

f. Penetapan Program Pelatihan

Penetapan program pelatihan adalah hasil dari


kebutuhan pelatihan yang akan dijadilan acuan dalam
pelaksanaan kegiatan pelatihan. Rekap ini berisikan informasi-
informasi yang akan dilakukan dari mulai persiapan,
pelaksanaan dan pasca pelatihan.

19
2. Program Pelatihan

a. Pengertian

Program pelatihan adalah keseluruhan isi pelatihan yang tersusun


secara sistimatis dan memuat tentang kompetensi kerja yang ingin
dicapai beserta ketentuan lainnya. Program pelatihan dirancang untuk
menjadi pedoman penyelenggaraan pelatihan sehingga sasaran yang
ditetapkan dalam pelatihan dapat dicapai. Program pelatihan
disesuaikan dengan perkembangan pasar kerja yang ada, sehingga
diharapkan hasil pelatihan akan memenuhi kebutuhan tenaga kerja
yang sesuai dengan jabatannya.

b. Struktur Program Pelatihan


Pokok-pokok isi program pelatihan yang dipakai sebagai pedoman
dalam menyelenggarakan pelatihan adalah seperti berikut :

1) Nama Pelatihan
Nama pelatihan dapat mengacu ke jenjang/kualifikasi yang diakui
(KKNI), misal pelatihan metodologi level 4. Atau ke jabatan utuh
(okupasi), misal pelatihan Mekanik Mobil. Atau ke jenis pekerjaan/
klaster, misal pelatihan Spooring Mobil. Intinya nama pelatihan
disesuaikan dengan jenis pelatihan yang hendak diselenggarakan.

2) Kode Program
Dimaksudkan untuk memberi identifikasi kepada suatu program
pelatihan yang telah dibuat. Format kodefikasi program sudah
diatur dalam Panduan Penyusunan Program Pelatihan.

3) Kualifikasi / Unit kompetensi yang hendak dicapai


Merupakan jenjang kualifikasi yang hendak dicapai peserta
pelatihan setelah selesai pelatihan. Manakala suatu pelatihan
tidak merujuk ke kualifikasi (KKNI), berarti dianggap non-jenjang.

4) Tujuan Pelatihan
Merupakan sasaran pelatihan yang hendak dicapai. Menyangkut
pemberian dan peningkatan pengetahuan, keterampilan dan
sikap peserta pelatihan agar mampu mengisi jabatan pekerjaan
tertentu srsuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan.

20
5) Unit Kompetensi yang ditempuh
Merupakan daftar unit-unit kompetensi dari SKKNI/Standar
Internasional/Standar Khusus yang akan diajarkan dalam
pelatihan beserta kode unitnya.

6) Perkiraan Waktu Pelatihan


Pada dasarnya PBK tidak dibatasi waktu. Bila akhirnya diperlukan
maka durasinya @45 menit setiap 1 (satu) jam pelatihan. Perhari
sekitar 8 sampai 10 jam pelatihan. Perkiraan keseluruhan waktu
pelatihan ditentukan oleh kompleksitas dan kedalaman
pengetahuan dan keterampilan yang harus dicapai sesuai yang
tercantum dalam silabus.

7) Persyaratan Peserta
Persyaratan peserta pelatihan berupa batasan tertentu, kualifikasi
serta ketentuan minimum yang sebelumnya harus dimiliki calon
peserta.

8) Persyaratan Instruktur
Merupakan persyaratan kemampuan minimal yang harus dimiliki
Instruktur yang akan menjadi pengajar/fasilitator dalam program
pelatihan yang bersangkutan.

9) Kurikulum dan Silabus


Kurikulum dan silabus merupakan daftar unit kompetensi yang
dirinci dalam elemen kopetensi, kriteria unjuk kerja, ilmu
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diharapkan dikuasai
oleh peserta pelatihan setelah selesai mengikuti program
pelatihan yang bersangkutan. Dalam kurikulum dan silabus
terdapat pembagian porsi antara teori sekitar 30-40% dan praktek
sekitar 60-70%.

10) Pelatihan di Tempat Kerja (OJT)


Merupakan daftar indikator kerja apa saja yang harus dikuasai
peserta saat melakukan pelatihan di tempat kerja.

11) Peralatan dan Bahan


Merupakan daftar peralatan dan bahan yang dibutuhkan pada
setiap unit kompetensi. Bila peralatan adalah barang yang tidak
habis pakai, maka bahan adalah barang yang habis pakai.

21
3. Sumber Daya Pelatihan

Sumber Daya Pelatihan atau biasa disingkat sebagai SDP


merupakan sarana dan prasarana pendukung yang akan
didayagunakan dalam pelaksanaan suatu program pelatihan. SDP
merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pencapaian tujuan
suatu program. Oleh sebab itu setelah program disusun, maka perlu
diketahuai jenis SDP yang akan digunakan pada pelaksanaan program
yang telah ditetapkan.

SDP biasanya terdiri dari program, personil (SDM), Fasilitas, sistem,


metoda dan manajemen pelatihan serta pembiayaan/pendanaan. Bisa
pula tipe pembagaian berdasarkan:

Fasilitas, sarpras, alat dan bahan,


Hardware
bahan ajar, pembiayaan
Sistem, prosedur, program, metode,
Software
manajemen
Personil (SDM), instruktur, tenaga
Brainware
pelatihan (Tala)
Tabel 2. Perangkat Sumber Daya Pelatihan

a. Hardware
Didalam pelaksanaan program pelatihan, perangkat keras
(hardware) yang dibutuhkan dapat dikelompokkan sebagai berikut:
 Gedung
Gedung dalam hal ini adalah suatu bangunan yang dikonstruksi
sedemikian rupa sehingga seluruh kegiatan dalam rangka
pelaksanaan program pelatihan dapat dilaksanakan dengan
aman, tertib dan menyenangkan.

 Peralatan
Peralatan adalah suatu perangkat yang diperlukan oleh
personil yang melakukan kegiatan. Tanpa peralatan tersebut
tidak mungkin dicapai hasil kegiatan yang maksimal.

 Mesin
Mesin adalah suatu perangkat yang berfungsi sebagai
simulator. Peserta pelatihan yang memiliki
kemampuan/kebiasaan dalam mengoperasikan suatu mesin,
maka tidak asing lagi apabila mengoperasikan mesin yang ada
di perusahaan/industri.

22
 Alat Bantu Melatih
Alat Bantu melatih merupakan sarana untuk melatih sehingga
materi instruktusional yang disajikan selama proses belajar
mengajar dapat dimengerti dan dipahami semaksimal mungkin
oleh peserta pelatihan dalam rangka mencapai tujuan
pelatihan.

 Modul Pelatihan
Modul pelatihan merupakan salah satu media pembelajaran
yang dapat digunakan sebagai media transformasi
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja kepada peserta
pelatihan.
Modul pelatihan yang berorientasi pada sistem PBK
diformulasikan menjadi tiga buku; yaitu Buku Informasi, Buku
Kerja dan Buku Penilaian sebagai satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dalam penggunaannya. Sebagai referensi bagi
peserta pelatihan dan instruktur/pengajar.

 Perabot Ruangan
Perabot ruangan merupakan perlengkapan yang ditetapkan
dalam suatu ruangan, sehingga kegiatan dapat dilaksanakan
dengan lancar, efektif dan efisien. Perabot ruangan tersebut
biasanya dirancang dengan bentuk, warna, konstruksi
sedemikian rupa dan ditata fungsional serta memperhatikan
estetika.

b. Software

Dalam pelaksanaan program pelatihan, perangkat lunak


(sotfware) yang dibutuhkan bisa meliputi sistem dan metode,
manajemen serta pembiayaan.

1) Sistem dan metoda penyelenggaraan pelatihan di BLK


dikembangkan dalam variasi sebagai berikut: :

o Pemagangan
Pemagangan lebih cocok bila dilakukan di lembaga pelatihan
kerja yang banyak industri sehingga dapat dilaksanakan di
tempat kerja yang sesungguhnya. Rasio teori dibandingkan
praktek = 25% : 75%. Waktu pelaksanaan disesuaikan dengan
jam kerja perusahaan. Peserta tidak diperbolehkan lembur atau
shift malam

23
o Institusional
Seluruh kegiatan pelatihannya diselenggarakan di lembaga
pelatihan kerja.

o Pelatihan in plant training


Pelatihan dilaksanakan di perusahaan, meskipun tidak
langsung di tempat kerja.

o Pelatihan off the job training


Pelatihan yang drancang dan dilaksanakan bukan pada tempat
kerja yang sesungguhnya

o Pelatihan non institusional


Pelatihan tergantung pada permintaan industri yang
memerlukannya.

o Pelatihan Keliling
Pelatihan dilaksanakan berpindah-pindah dari suatu lokasi ke
lokasi lain. Terutama bagi masyarakat pedesaan yang jauh dari
lembaga pelatihan kerja. Umumnya tidak membutuhkan waktu
yang lama.

o Competency Based Training (Pelatihan Berbasis Kompetensi)


Pelatihan yang program/kurikulumnya disusun berdasarkan
kompetensi yang hendak dicapai.

o Community Based Training (Pelatihan Berbasis Komunitas)


Pelatihan yang program/kurikulumnya disusun berdasarkan
kebutuhan masyarakat setempat.

o Moduler Training (Pelatihan Sistim Modular)


Pelatihan yang program/kurikulumnya disusun berdasarkan
modul yang tersedia di lembaga pelatihan.

o Tailor Made (Pelatihan Berdasarkan Pesanan)


Pelatihan yang program/kurikulum disusun berdasarkan
permintaan atau pesanan khusus dari pengguna /masyarakat
industri.

2) Metode pelatihan
Metode pelatihan adalah cara bagaimana materi pelatihan tersebut
disampaikan sesuai dengan karakteristik materi yang akan
disampaikan. Beberapa metode yang dapat dipilih antara lain:
ceramah, penugasan, diskusi, simulasi, demonstrasi, “role play”,
dsbnya.

24
3) Manajemen SDP
Agar pelaksanaan suatu kegiatan dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan secara efektif dan efisien, maka diperlukan manajemen
SDP.
Pada dasarnya fungsi manajemen secara umum adalah:
Perencanaan, Pengorganisasian, Penyusunan, Staff, Pengarahan dan
Pengamatan.
Sedangkan fungsi manajemen SDP pada dasarnya tidak berbeda
dengan fungsi manajemen secara umum. Secara substantif
manajemen SDP bersifat lebih spesifik berkaitan dengan sumber
daya di bidang pelatihan (Instruktur dan tenaga pelatihan), program,
fasilitas dan pendanaan pelatihan.

4) Pembiayaan

Penyelenggaraan pelatihan selain dilaksanakan oleh pemerintah,


masyarakat juga oleh pihak perusahaan. Sehingga anggaran/dana
pelatihan juga dibiayai oleh setiap lembaga yang bersangkutan baik
secara mandiri maupun terpadu. Adapun anggaran pelatihan atau
pendanaan dapat bersumber dari :

1. Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN)


2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
3. Msyarakat umum/peserta (swadana)
4. Perusahaan

Untuk memberikan jaminan dan rasa aman bagi peserta pelatihan,


maka bagi LPK swasta diharapkan memiliki bukti jaminan
pembayaran di muka. Sehingga manakala terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan dari LPK, tidak mengorbankan hak berlatih peserta.

c. Brainware

Didalam pelaksanaan program pelatihan, SDM (brainware) yang


dibutuhkan dapat dikelompokkan sebagai berikut:

 Instruktur
Instruktur (latihan kerja) adalah personil yang berperan
menyampaikan atau menyajikan materi pelatihan kepada peserta
pelatihan baik dalam bentuk teori maupun praktek serta
mengevaluasi kemajuan belajar peserta pelatihan.
Instruktur harus memiliki dua kompetensi secara holistik, yaitu
kompetensi teknis dan kompetensi metodologi pelatihan.

25
 Toolman
Toolman adalah personil yang mempunyai tugas membantu
instruktur mempersiapkan sarana pelatihan agar pelaksanaan
pelatihan dapat berlangsung dengan tertib, biasanya sebagian
besar kegiatannya bersifat teknis operasional pelatihan dan
manajemen pergudangan.

 Tenaga Administrasi
Tenaga administrasi adalah personil yang bertugas
menyelenggarakan peñata usahaan dari seluruh kegiatan yang
dilakukan dalam pelaksanaan program pelatihan, sehingga
seluruh kegiatan tersebut tercatat dan didokumentasikan dengan
tertib.

 Peserta Pelatihan
Peserta pelatihan adalah personil yang mempunyai kewajiban
untuk mengikuti kegiatan intra maupun ekstra kurikuler dengan
tekun, rajin dan bersungguh-sungguh, sehingga setelah selesai
mengikuti pelatihan mempunyai kualifikasi sesuai dengan
pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang telah ditetapkan
dalam tujuan instruksional.

26
D. Pelaksanaan

1. Proses PBK

Di bagian awal bab ini telah dijelaskan bahwa Pelatihan Berbasis


Kompetensi (PBK) adalah pelatihan kerja yang menitikberatkan pada
penguasan kemampuan kerja yang mencakup pengetahuan,
keterampilan, dan sikap sesuai dengan standar yang ditetapkan dan
persyaratan di tempat kerja.

Jadi PBK merupakan pelatihan dengan pendekatan yang lebih


menekankan kepada apa yang harus dapat dilakukan atau dikerjakan
oleh peserta pelatihan setelah diselesaikannya pelatihan.

Dengan kata lain PBK dimaksudkan sebagai suatu proses dalam


membantu secara individual untuk memperoleh pengetahuan dan
keterampilan sehingga peserta mampu melakukan tugas atau pekerjaan
sesuai dengan standar tertentu yang ditetapkan.

PBK lebih ditekankan pada kemampuan “menunjukan kinerja


tertentu dibandingkan dengan kemampuan mengetahui sesuatu“. Berikut
ini perbedaan pelatihan PBK dengan pelatihan konvensional :

PBK Pelatihan Konvensional


Materi berdasar standar kompetensi Materi berdasar standar
normatif (fasilitas yang tersedia)
Kemampuan individual Kemampuan kelompok
Durasi tergantung kemampuan siswa Durasi terbatas/terikat
Awal mulai dan berakhirnya pelatihan Awal mulai dan berakhirnya
tiap peserta berbeda-beda tergantung pelatihan berlangsung
kemampuan (multi entry-multi exit) serempak
Penilaian ditekankan pada Penilaian ditekankan pada
pencapaian kompetensi pengetahuan
Penilaian berupa kompeten/belum Penilaian berdasarkan skor
kompeten
Peserta mengikuti OJT Peserta tidak mengikuti OJT
Diakhiri dengan Uji Kompetensi Tidak ada Uji Kompetensi

Tabel 3. Perbedaan PBK dengan Pelatihan Konvensional

27
2. Proses kegiatan harian peserta

Interaksi peserta pelatihan dengan LPK dimulai sejak pra


pelaksanaan pelatihan, saat pelaksanaan pelatihan dan paska
pelaksanaan pelatihan. Berikut ini rincian kegiatannya;

a. Pra Pelaksanaan Pelatihan


1) Pendaftaran
Peserta bisa mendaftarkan diri untuk mengikuti pelatihan melalui
datang langsung maupun lewat internet.

2) Orientasi, Bimbingan Karir, tes tertulis dan Wawancara


Peserta bisa mengikuti kegiatan orientasi berupa pengenalan
kejuruan serta kegiatan bimbingan karir berupa pengenalan diri.
Tes tertulis dan wawancara dilakukan untuk mengetahui
kemampuan dan keseriusan peserta untuk mengikuti pelatihan.

3) Pengumuman dan Daftar Ulang


Pengumunan penerimaan peserta ditempel di papan pengumunan
dan lewat internet. Daftar ulang dilakukan untuk mengumpulkan
berkas persyaratan.

b. Pelaksanaan Pelatihan
1) Apel Pagi dan Sore
Apel dimaksudkan untuk memastikan kesiapan fisik dan mental
peserta serta memasukkan nilai-nilai softskill (etika, karakter, daya
juang dan lain-lain).

2) Teori dan Praktek


Peserta mengikuti kegiatan teori di kelas dan praktek di workshop.
Sepatu dan baju yang aman perlu digunakan saat harus
berinteraksi dengan peralatan yang berbahaya bagi K3.

3) Bimbingan Konseling
Sore hari peserta bisa mendapatkan tambahan bimbingan
karir/konseling berkaitan dengan persiapannya dalam
menghadapi dunia kerja. Seperti cara menghadapi wawancara,
membuat CV dan lain-lain.

28
c. Paska Pelaksanaan Pelatihan
1) Sertifikat
Di hari terakhir pelatihan, sertifikat biasanya belum dibagikan.
Beberapa waktu kemudian peserta harus datang lagi ke LPK
untuk mengambil sertifikat.

2) Bimbingan Karir Pasca Pelatihan


Peserta pelatihan dipantau berkaitan dengan keberterimaannya di
dunia kerja. Masukan dan saran akan diberikan sesuai kebutuhan.

E. Evaluasi

1. Asesmen

Asesmen adalah sebuah proses yang sistematis dalam


mengumpulkan bukti-bukti, kemudian membandingkan bukti-bukti
tersebut dengan standar kompetensi dan membuat keputusan apakah
seseorang telah mencapai kompetensi. Proses assesment, dilaksanakan
terhadap prosedur dan proses yang dikenal pada lingkungan yang
dikenal. Asesmen bisa dibagi menjadi dua jenis yaitu:
a. Asesmen Hasil Belajar
Dilaksanakan oleh pengajarnya atau instruktur pada setiap akhir
pembelajaran suatu unit kompetensi. Sertifikat kelulusannya disebut
sertifikat pelatihan.
b. Uji Kompetensi
Dilaksanakan oleh asesor dari Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP)
yang mendapat lisensi dari BNSP pada saat semua unit kompetensi
telah tuntas diajarkan. Sertifikat kelulusannya disebut sertifikat
kompetensi.

2. Evaluasi Penyelenggaraan Pelatihan

Dalam rangka meningkatkan mutu penyelenggaraan pelatihan di masa


mendatang, serta pengukuran kepuasan pelanggan maka diperlukan
evaluasi penyelenggaraan pelatihan. Bentuk evaluasi berupa lembar
kuosioner. Responden evaluasi ini ialah peserta pelatihan atau
pengguna jasa pelatihan. Bentuk pertanyaan bisa terdiri dari kualitas
materi pelatihan, penyajian oleh instruktur, fasilitas, serta pelayanan.

29
Evaluasi

1. Apakah arti dari Pelatihan Berbasis Kompetensi?


2. Apakah yang dimaksud dengan Skill Audit?
3. Sebutkan apa saja masuk dalam struktur program pelatihan?
4. Apakah perbedaan PBK dan pelatihan konvensional?
5. Apakah yang dimaksud dengan pelatihan tailor made?

30
Jawaban:

1. Pelatihan kerja yang menitikberatkan pada penguasan kemampuan kerja


yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan
standar yang ditetapkan dan persyaratan di tempat kerja
2. Penyandingan kompetensi terkini (RCC) pada calon peserta dengan
profil kompetensi yang dibutuhkan. Dengan penyandingan ini maka akan
didapat kesenjangan (gap/kekurangan) antara RCC calon peserta
dengan kebutuhan profil kompetensi yang dibutuhkan.
3. Nama pelatihan, kode, kualifikasi, tujuan, unit kompetensi yang
ditempuh, perkiraan waktu, syarat peserta, syarat instruktur, kurikulum,
silabus, OJT, alat dan bahan.
4.

PBK Konvensional
Materi berdasar standar kompetensi Materi berdasar standar normatif
(fasilitas yang tersedia)
Kemampuan individual Kemampuan kelompok
Durasi tergantung kemampuan siswa Durasi terbatas/terikat
Awal mulai dan berakhirnya pelatihan Awal mulai dan berakhirnya pelatihan
tiap peserta berbeda-beda tergantung berlangsung serempak
kemampuan (multi entry multy exit)
Penilaian ditekankan pada pencapaian Penilaian ditekankan pada
kompetensi pengetahuan
Penilaian berupa kompeten/belum Penilaian berdasarkan skor
kompeten
Peserta mengikuti OJT Pelatihan tidak mengikuti OJT
Diakhiri dengan Uji Kompetensi Tidak ada Uji Kompetensi

5. Pelatihan yang program/kurikulum disusun berdasarkan permintaan atau


pesanan khusus dari pengguna /masyarakat industri.

31
BAB III

PEMBINAAN KEPELATIHAN

Setelah mempelajari bab ini diharapkan peserta diklat dasar ketenagakerjaan


memahami sistem pembinaan kepelatihan tenaga kerja di Indonesia yang
dalam hal ini diemban Direktorat Jenderal Pembinaan dan Produktivitas (Ditjen
Binalattas) Kementerian Ketenagakerjaan serta peserta bisa memahami proses
perizinan, akreditasi, sertifikasi dan pemagangan.

Jumlah LPK di Indonesia dewasa ini sudah meningkat banyak. LPK atau
BLK yang dimiliki oleh Kemnaker Pusat (UPTP) maupun Pemerintah daerah
(UPTD) sudah mencapai ratusan. Sedangkan LPK swasta berjumlah ribuan.
Kesemuanya membutuhkan pembinaan dan perhatian. Salah satu direktorat
jenderal di bawah Kemnaker yang mengurusi hal ini adalah Direktorat Jenderal
Pembinaan dan Produktivitas (Ditjen Binalattas).

A. Komponen Pembinaan Kepelatihan

1. Tugas dan Fungsi Binalattas


Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Ditjen
Binalattas) mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan
kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan pelatihan
ketenagakerjaan dan produktivitas. Dalam melaksanakan tugas tersebut
Ditjen Binalattas menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
a. Perumusan kebijakan di bidang standardisasi kompetensi dan
program pelatihan, lembaga dan sarana pelatihan kerja, instruktur
dan tenaga pelatihan, pemagangan, produktivitas dan
kewirausahaan;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi kompetensi dan
program pelatihan, lembaga dan sarana pelatihan kerja, instruktur
dan tenaga pelatihan, pemagangan, produktivitas dan
kewirausahaan;
c. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang
standardisasi kompetensi dan program pelatihan, lembaga dan
sarana pelatihan kerja,instruktur dan tenaga pelatihan, pemagangan,
produktivitas dan kewirausahaan;
d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang standardisasi
kompetensi dan program pelatihan, lembaga dan sarana pelatihan
kerja, instruktur dan tenaga pelatihan, pemagangan, produktivitas
dan kewirausahaan; dan

32
e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan
danProduktivitas.

2. Visi:
Terwujudnya Tenaga Kerja yang kompeten, Produktif dan Berdaya Saing.

3. Misi :
a. Meningkatkan kualitas lulusan dan relevansi lembaga pelatihan;
b. Meningkatkan kualitas layanan pelatihan dan produktivitas;
c. Meningkatkan kuantitas dan kualitas penyelenggaraan dan lulusan
pemagangan;
d. Menguatkan kelembagaan pelatihan tenaga kerja dan produktivitas;
e. Meningkatkan gerakan produktivitas dan kewirausahaan.

4. Kebijakan :
a. Peningkatan daya saing lulusan pelatihan dan pemagangan;
b. Peningkatan peran dan kemampuan instruktur dan pengelola
pelatihan;
c. Peningkatan kapasitas dan kualitas lembaga pelatihan;
d. Peningkatan produktivitas dan pengembangan budaya produktif;
e. Peningkatan akses dan layanan pelatihan dan produktivitas;
f. Mewujudkan tatakelola manajemen penyelenggaraan pelatihan,
pemagangan dan produktivitas yang handal.

5. Satuan Kerja Ditjen Binalattas

a. Sekretariat Direktorat Jenderal


Memberikan pelayanan teknis dan administratif kepada semua unsur
satuan organisasi di lingkungan Ditjen Binalattas.

b. Direktorat Bina Standardisasi Kompetensi dan Program Pelatihan


(Stankomproglat)
Melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan
kebijakan,standardisasi serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang pengembangan standardisasi kompetensi,
program pelatihan ketenagakerjaan, program pelatihan produktivitas
dan kewirausahaan.

c. Direktorat Bina Kelembagaan Pelatihan Kerja (Lemlat)


Melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan
kebijakan, standardisasi serta pemberian bimbingan teknis dan

33
evaluasi di bidang akreditasi dan sistem informasi kelembagaan,
pengembangan sarana dan fasilitas pelatihan, pengembangan
standar mutu lembaga pelatihan, dan kerjasama antar lembaga.
d. Direktorat Bina Instruktur dan Tenaga Pelatihan (Intala)
Melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan
kebijakan, standardisasi serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di Instruktur lembaga pelatihan pemerintah, Instruktur
lembaga pelatihan swasta, dan Tenaga Pelatihan, serta sistem
informasi Instruktur dan Tenaga Pelatihan.

e. Direktorat Bina Pemagangan


Melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan
kebijakan, standardisasi serta pemberianbimbingan teknis dan
evaluasi di bidang pemagangan di dalam, dan luar negeri,perizinan
dan advokasi, serta promosi dan jejaring pemagangan.
f. Direktorat Bina Produktivitas
Melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan
kebijakan, standardisasi serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang pengembangan promosi dan kerjasama
produktivitas dan kewirausahaan, pengembangan sistem dan
peningkatan produktivitas, pengembangan pengukuran dan kajian
produktivitas,serta pengembangan kewirausahaan.
g. Sekretariat Badan Nasional Sertifikasi Profesi
Memberikan pelayanan administratif dan teknis untuk mendukung
kelancaran pelaksanaan tugas Badan Nasional Sertifikasi Profesi
(BNSP).

6. Berikut ini Struktur Organisasi Ditjen Binalattas:

Gambar 12. Struktur Organisasi Ditjen Binalattas

34
B. Perizinan, Akreditasi dan Sertifikasi

1. Perizinan LPK

Sesuai dengan Sislatkernas pasal 12 ayat 1 bahwa pelatihan


kerja diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja pemerintah dan
perusahaan yang telah memilki tanda daftar atau lembaga pelatihan
kerja swasta yang telah memiliki izin dari instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan dari Kabupaten/ Kota. Tata cara
mengajukan perijinan telah diatur dalam peraturan Menteri Tenaga
Kerja Republik Indonesia Nomor per. 17/MEN/VII/2007, tentang tata
cara perijinan dan pendaftran lembaga pelatihan kerja sebagai berikut:
a) Pasal 3: Pelatihan kerja dapat diselenggarakan oleh :
(1) lembaga pelatihan kerja pemerintah
(2) Lembaga pelatihan kerja swasta
(3) LPK perusahaan.
b) Pasal 4: LPK swasta yang menyelenggarakan pelatihan
kerja bagi masyarakat umum wajib memiliki ijin. Ijin
diterbitkan oleh kepala instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan Kabupaten / Kota.
c) Pasal 5: ijin diberikan untuk jangka waktu paling lama 3
tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang
sama.
d) Pasal 6: untuk mendapatkan ijin LPK swasta harus
mengajukan permohonan kepala instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten / Kota.
e) Pasal 10 : LPK pemerintah dan perusahan yang
menyelenggarakan pelatihan kerja wajib mendaftarkan
pada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan Kabupaten / Kota

2. Akreditasi Lembaga Pelatihan Kerja

Sesuai dengan Sislatkernas pasal 12 Ayat 2. Lembaga pelatihan


kerja sebagaimana dimaksud telah mendapatkan ijin penyelenggaraan
pelatihan kerja dapat memperoleh akreditasi dari lembaga akreditasi
pelatihan kerja setelah melaui proses akreditasi. Proses akreditasi
lembaga pelatihan kerja telah diatur dengan keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia nomor : kep . 225
men//2003, tentang organisasi dan tata kerja lembaga akreditasi
lembaga pelatihan kerja.

35
a. Pengertian akreditasi
Akreditasi adalah pengakuan status program pelatihan kerja berbasis
kompetensi yang diselenggarakan LPK melalui penilaian yang dilakukan
oleh LA-LPK (KEP: 225/MEN/2003).

b. Tahapan Akreditasi LPK


1) LPK yang sudah dapat ijin dan sudah 2 thn operasional mengajukan
permohonan ke KA-LPK di Propinsi
2) KA-LPK membentuk Tim Akreditasi
3) Tim Akreditasi melakukan penilaian
4) Tim Akreditasi membuat rekomendasi ke KA-LPK
5) KA-LPK mengajukan usul ke LA-LPK
6) LA-LPK menerbitkan dan menetapkan Akreditasi LPK
7) SK dalam 2 bentuk ( Sertifikat Akreditasi ,dan Surat keputusan) LPK
yang telah mendapatkan SK/Sertifikat menyampaikan laporan secara
berkala ke instansi terkait 6 bln sekali dan laporan insedental.

c. Tujuan Akreditasi
1) Pengakuan kelayakan program dan kelambagaan
2) Peningkatan mutu dan akuntabilitas
3) Membina lembaga pelatihan agar sesuai dengan perkembangan
IPTEK
4) Perlindungan bagi masyarakat untuk menentukan pilihan
5) Terwujudnya sistem pelatihan kerja nasional

d. Sasaran Akreditasi
1) Terwujudnya lembaga pelatihan yang akuntabel dan kredibel
2) Terpenuhinya lulusan tenaga kerja yang berkualitas
3) Terlaksana sistem pelatihan kerja nasional yang efektif dan efisien

e. Delapan Standar Akreditasi


1) Standar 1: SKKNI dan Standar Lainnya
2) Standar 2: Kurikulum yang Terstruktur
3) Standar 3: Bahan atau Materi Pelatihan
4) Standar 4: Asesmen
5) Standar 5: Kualifikasi Staf
6) Standar 6: Fasilitas dan Perlengkapan
7) Standar 7: Sistem Tata Kelola
8) Standar 8: Layak Keuangan

36
f) Jenis Rekomendasi
1) Terakreditasi
2) Tidak Terakreditasi

3. Sertifikasi
Sesuai dengan Sislatkernas Pasal 14, ayat 1, bahwa peserta
pelatihan yang telah menyelesaikan program pelatihan berhak
mendapatkan sertifikat pelatihan dan sertifikat kompetensi kerja. Pada
ayat 2, Sertifikat latihan kerja diberikan kepada peserta pelatihan yang
dinyatakan lulus sesuai dengan program pelatihan kerja yang diikuti. Dan
ayat 3, sertifikat kompetensi kerja diberikan oleh BNSP kepada peserta
pelatihan yang telah lulus uji kompetensi.

Sertifikat kompetensi kerja adalah bukti tertulis yang diterbitkan


oleh lembaga sertifikasi profesi terakreditasi yang menerangkan bahwa
seseorang telah menguasai kompetensi kerja tertentu sesuai dengan
SKKNI.

Badan Nasional Sertifikasi Profesi yang selanjutnya disingkat BNSP


adalah lembaga independen yang bertugas melaksanakan sertifikasi
kompetensi yang dibentuk dengan peraturan pemerintah.

Bagi peserta pelatihan yang ingin mendapatkan sertifikat


kompetensi dapat mengikuti Uji kompetensi. Lembaga pelatihan harus
menyiapkan uji kompetensi di Tempat Uji Kompetensi (TUK) yang
disediakan sehingga mendapatkan sertifikasi yang dikeluarkan oleh
Lembaga sertifikasi profesi (LSP) yang telah mendapat lisensi BNSP.

Ada 3 tipe LSP yaitu LSP 1 yang dibentuk oleh lembaga


pendidikan dan pelatihan. LSP 2 yang dibentuk oleh suatu
departemen/UPT atau perusahaan tertentu. LSP 3 yang dibentuk oleh
asosiasi industri atau profesi, sehingga merupakan LSP umum. Di LSP 3
asesinya berasal dari masyarakat umum, tidak harus dari peserta
pelatihan.

C. Pemagangan

1. Definisi Pemagangan
Salah satu sistem pelatihan vokasi yang dilaksanakan dengan
metode praktek langsung di perusahaan dengan skema 25% teori
dan 75% praktek. Program pemagangan diinisiasi oleh perusahaan,
dan dalam pelaksanaannya perusahaan dapat melakukan

37
kerjasama dengan LPK untuk memperkuat kompetensi peserta
bilamana dibutuhkan.

2. Kelebihan Pemagangan
Kelebihan pemagangan antara lain :
1. Pembiayaan sepenuhnya ditanggung oleh perusahaan
2. Perusahaan tidak lagi mengeluarkan biaya untuk pelatihan
pegawai baru
3. Program pemagangan menghasilkan tenaga kerja yang siap pakai
4. Program peningkatan kompetensi SDM yang dilakukan di industri
langsung
5. Dibimbing oleh tenaga dari perusahaan yang kompeten
6. Peserta terlibat langsung dalam proses produksi

3. Urgensi dan Manfaat Pemagangan

1. Urgensi
a. Membantu perusahaan dalam pemenuhan kebutuhan
tenaga kerja
b. Menyediakan pelatihan ketrampilan bagi kaum muda
untuk mempersiapkan diri memasuki dunia kerja
2. Manfaat
a. Perusahaan : Menghasilkan tenaga kerja sesuai dengan
standar industri dan kebutuhan perusahaan
b. Peserta : Mendapat kesempatan untuk mengikuti
pelatihan sesuai dengan standar pelatihan

4. Mekanisme Penyelenggaraan Pemagangan

Gambar 13. Mekanisme Penyelenggaraan Pemagangan

1. Persiapan
o Regulasi
 Pelaksanaan pemagangan mengacu pada
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 36
Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan
Pemagangan Dalam Negeri, dimana terdapat
revisi dari peraturan sebelumnya yaitu :

38
 Penurunan usia magang dari 18 tahun
menjadi 17 tahun, untuk mengakomodir
lulusan SMA/SMK yang belum bisa
bekerja karena terbatas usia kerja 18
tahun (UU 13 th 2003 tentang
Ketenagakerjaan)
 Peserta pemagangan tidak diperbolehkan
lembur atau shift malam, untuk
meningkatkan persepsi bahwa
pemagangan adalah pelatihan vokasi dan
menghindari persepsi upah buruh murah

o Industri Penyelenggara Pemagangan


 Persyaratan yang diperlukan industri
penyelenggara pemagangan antara lain:
 Program Pemagangan : mengacu
jabatan/okupasi tertentu pada: SKKNI /
Standar Internasional / Standar Khusus
 Pembimbing Pemagangan : memiliki
sertifikat kompetensi dan metodologi,
paham regulasi pemagangan
 Pendanaan : Uang Saku Peserta (Uang
Makan, Transportasi, & Insentif), Asuransi:
Kecelakaan kerja dan kematian
 Dalam hal ini Program Pemagangan paling lama
adalah 1 tahun, kecuali bila program
pemagangan berjenjang
 Perlu dipastikan bahwa Rasio Peserta Magang :
Karyawan maksimal 3 : 10 (30%)
2. Pendaftaran & Penerimaan Peserta
o Proses seleksi dilakukan bersama-sama oleh
Perusahaan & Dinas Ketenagakerjaan
3. Perjanjian Pemagangan
o Mencakup Hak & Kewajiban Peserta Pemagangan
o Diketahui oleh Dinas Ketenagakerjaan
4. Pelaksanaan
o Penyelenggaraan Pemagangan di Perusahaan
 Rasio Teori : Praktek = 25% : 75%
 Waktu pelaksanaan disesuaikan dengan jam
kerja perusahaan
 Peserta tidak diperbolehkan lembur atau shift
malam

39
o Pengendalian pelaksanaan dilakukan menggunakan
Logbook peserta
 Setiap hari diisi peserta pemagangan dan diberi
komentar oleh pembimbing
 Penilaian dan evaluasi bulanan oleh HRD
 Di akhir program pemagangan dilakukan
penilaian berdasarkan unit kompetensi
(Kompeten/Belum Kompeten)
5. Sertifikasi
o Penerapan sertifikasi kompetensi dengan skema yang
diatur BNSP diterapkan setelah tahun ke-3 revisi
Permen diundangkan, yaitu tahun 2019
o Pola yang dilakukan pada masa transisi adalah
menerapkan sertifikasi industri.
6. Penempatan
o Alumni pemagangan dapat direkrut sebagai pegawai
perusahaan bersangkutan
o Bagi alumni yang belum terekrut memanfaatkan sistem
informasi pasar kerja untuk memperoleh pekerjaan.

40
Evaluasi
1. Apa sajakah tugas Ditjen Binalattas?
2. Apa sajakah kebijakan yang harus dipenuhi Ditjen Binalattas?
3. Siapa sajakah yang dapat menyelenggarakan LPK?
4. Sebutkan 8 standar akreditasi ?
5. Apakah yang dimaksud dengan sertifikasi kompetensi kerja?
6. Apakah urgensi dan manfaat dari pemagangan?

41
Jawaban
1.
a. Perumusan kebijakan di bidang standardisasi kompetensi dan
program pelatihan, lembaga dan sarana pelatihan kerja, instruktur
dan tenaga pelatihan, pemagangan, produktivitas dan
kewirausahaan;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi kompetensi dan
program pelatihan, lembaga dan sarana pelatihan kerja, instruktur
dan tenaga pelatihan, pemagangan, produktivitas dan
kewirausahaan;
c. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang
standardisasi kompetensi dan program pelatihan, lembaga dan
sarana pelatihan kerja,instruktur dan tenaga pelatihan, pemagangan,
produktivitas dan kewirausahaan;
d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang standardisasi
kompetensi dan program pelatihan, lembaga dan sarana pelatihan
kerja, instruktur dan tenaga pelatihan, pemagangan, produktivitas
dan kewirausahaan; dan
e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan
danProduktivitas.

2.
a. Peningkatan daya saing lulusan pelatihan dan pemagangan;
b. Peningkatan peran dan kemampuan instruktur, PSM dan pengelola
pelatihan;
c. Peningkatan kapasitas dan kualitas lembaga pelatihan;
d. Peningkatan produktivitas dan pengembangan budaya produktif;
e. Peningkatan akses dan layanan pelatihan dan produktivitas;
f. Mewujudkan tatakelola manajemen penyelenggaraan pelatihan,
pemagangan dan produktivitas yang handal.

3.
lembaga pelatihan kerja pemerintah
Lembaga pelatihan kerja swasta
LPK perusahaan
4.
1) Standar 1: SKKNI dan Standar Lainnya
2) Standar 2: Kurikulum yang Terstruktur
3) Standar 3: Bahan atau Materi Pelatihan
4) Standar 4: Asesmen
5) Standar 5: Kualifikasi Staf
6) Standar 6: Fasilitas dan Perlengkapan

42
7) Standar 7: Sistem Tata Kelola
8) Standar 8: Layak Keuangan

5. Sertifikat kompetensi kerja adalah bukti tertulis yang diterbitkan oleh lembaga
sertifikasi profesi terakreditasi yang menerangkan bahwa seseorang telah
menguasai kompetensi kerja tertentu sesuai dengan SKKNI

6.
1. Urgensi
a. Membantu perusahaan dalam pemenuhan kebutuhan tenaga
kerja
b. Menyediakan pelatihan ketrampilan bagi kaum muda untuk
mempersiapkan diri memasuki dunia kerja
2. Manfaat
a. Perusahaan : Menghasilkan tenaga kerja sesuai dengan
standar industri dan kebutuhan perusahaan
b. Peserta : Mendapat kesempatan untuk mengikuti pelatihan
sesuai dengan standar pelatihan

43
BAB IV

PRODUKTIVITAS KERJA

Setelah mempelajari bab ini diharapkan peserta diklat dasar ketenagakerjaan


memahami konsep produktivitas, pengertian produktivitas menurut beberapa
sumber, manfaat dan faktor yang mempengaruhi produktivitas serta unsur-
unsur dan upaya peningkatan produktivitas.

A. Konsep Produktivitas
Berbicara mengenai produktivitas terdapat data bahwa selama periode
tahun 2011 - 2016, produktivitas tenaga kerja di Indonesia terus
mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan kualitas tenaga kerja di
Indonesia semakin baik. Meskipun berdasarkan laporan World Economic
Forum (WEF) 2016, posisi daya saing Indonesia masih lebih rendah dari
negara tetangga di Asia Tenggara, seperti Thailand, Malaysia, dan
Singapura. Dengan skor 4,52, Indonesia berada pada posisi nomor 41
diantara 138 negara. Namun dengan posisi tersebut, Indonesia masih
unggul dibandingkan dengan Filipina, Vietnam, Kamboja dan Laos.

85
79.66
80 78.18
74.73
75 72.33
67.84 68.68
70

65

60
2011 2012 2013 2014 2015 2016
(dalam Juta Rupiah)

Gambar 14. Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja 2011-2016

Dari fakta-fakta di atas menjadi penting untuk di pelajari lebih lanjut


tentang makna produktivitas dan hal-hal yang tercakup didalamnya.

44
1. Pengertian Produktivitas

Perkataan produktivitas muncul pertama kali pada tahun 1776 dalam


suatu makalah yang disusun oleh Sarjana Ekonomi Perancis
bernama Quenay (pendiri aliran Phisiokrat). Tetapi menurut Walter
Aigner dalam karyanya “Motivation and Awareness”, filosofi dan spirit
tentang produktivitas sudah ada sejak awal peradaban manusia
karena makna produktivitas adalah keinginan (the will) dan upaya
(effort) manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan dan
penghidupan di segala bidang.

Beberapa pengertian produktivitas antara lain:

a. Produktivitas secara konsep


Secara konseptual, produktivitas adalah hubungan antara
keluaran atau hasil organisasi dengan masukan yang diperlukan.
Produktivitas dapat dikuantifikasi dengan membagi keluaran
dengan masukan. Menaikkan produktivitas dapat dilakukan
dengan memperbaiki rasio produktivitas, dengan menghasilkan
lebih banyak keluaran atu output yang lebih baik dengan tingkat
masukan sumber daya tertentu (Blecher, 1987: 3)

b. Produktivitas secara filosofi, dan menurut Dewan Produktivitas


Nasional produktivitas merupakan sikap mental yang selalu
berusaha dan mempunyai pandangan bahwa suatu kehidupan
hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari
hari ini.

c. Secara teknis produktivitas merupakan perbandingan antara hasil


yang dicapai dan keseluruhan sumber daya yang dipergunakan,
dengan membandingkan jumlah yang dihasilkan dengan setiap
sumber yang digunakan, produktivitas adalah ukuran yang
menunjukkan pertimbangan antara input dan output yang
dikeluarkan (Sunyoto, 2012: 41).

d. Pengertian produktivitas dapat diartikan secara umum sebagai


tingkat perbandingan antara hasil keluaran (output) dengan
memasukkan (input) Bernandin dan Russell (1993). John
Soeprihanto berpendapat bahwa produktivitas diartikan sebagai
perbandingan antara hasil - hasil yang dicapai dengan
keseluruhan sumber daya yang dipengaruhi atau perbandingan

45
jumlah produksi (output) dengan sumber daya yang digunakan
(input) (Toni Setiawan, 2012: 148)

e. Menurut Dewan Produktivitas Nasional (DPN) secara teknis


produktivitas dapat diformulasikan sebagai rasio output/input atau

P P = O/ I
Dimana : P = Produktivitas

O = Output

I = Input

Disamping itu, pengertian produktivitas perlu dibedakan dengan


produksi. Peningkatan produksi menunjukkan pertambahan
jumlah hasil yang dicapai, sedangkan produktivitas mengandung
pengertian pertambahan hasil dan perbaikan cara berproduksi.
Peningkatan produktivitas tidak selalu dihasilkan oleh peningkatan
produksi karena produksi dapat meningkat tetapi produktivitasnya
menurun.

Contoh:

Tahun 2016 produksi 600 unit dengan tenaga kerja 20 orang dan
tahun 2017 produksi meningkat menjadi 900 unit, tetapi tenaga
kerja menjadi 40 orang. Ini berarti ada peningkatan produksi dari
tahun 2016 ke tahun 2017 sebesar 900 – 600 unit = 300 unit,
akan tetapi produktivitas MENURUN dari 600/20 = 30 pada tahun
2016, menjadi 900/40 = 22,5 pada tahun 2017. Demikian juga
sebaliknya produksi dapat menurun, tetapi produktivitasnya naik.

Memahami konsep dan teori produktivitas secara baik dapat juga


dilakukan dengan cara membedakannnya dari efesiensi dan
efektivitas. Efektivitas dapat didefinisikan sebagai tingkat
ketepatan dalam memilih atau menggunakan suatu metode untuk
melakukan sesuatu (efektif=do right things). Efisiensi dapat
didefinisikan sebagai tingkat ketepatan dan berbagai kemudahan
dalam melakukan kegiatan (efisiensi=do things right). Efinsiensi
diukur sebagai rasio output dan input.

46
Pengukuran efisiensi adalah penentuan outcome dan penentuan
jumlah sumber daya yang dipakai untuk menghasilkan outcome
dan penentuan jumlah sumber daya yang dipakai untuk
menghasilkan outcome tersebut. Di sektor swasta dan di banyak
kasus sektor publik, efisiensi dan produktivitas dianggap sinonim.
Selain efisiensi, produktivitas juga dikaitkan dengan kualitas
output yang diukur berdasarkan beberapa standar yang telah
ditetapkan sebelumnya

2. Manfaat Produktivitas

a. Tingkat Makro
1). Meningkatkan daya saing khususnya dalam perdagangan
internasional
untuk menambah pendapatan Negara.
2). Meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sehingga meningkatkan
standar
hidup dan martabat bangsa.
3). Memperkokoh eksistensi dan potensi bangsa yang berarti
memantapkan ketahanan nasional.
4). Sebagai alat untuk membantu merumuskan kebijakan dalam
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
5). Tumbuhnya dunia usaha yang membawa pengaruh
bertambahnya
lapangan kerja.

b. Tingkat Mikro
1). Memperkuat daya saing perusahaan, karena dapat
memproduksi.
dengan biaya produksi yang lebih rendah dan mutu produksi
lebih baik.
2). Menunjang kelestarian dan perkembangan perusahaan.
3). Menunjang terwujudnya hubungan industrial yang lebih baik.
4). Mendorong tercipnya perluasan lapangan kerja.

c. Tingkat Individu
1). Meningkatkan pendapatan dan jaminan sosial.
2). Meningkatkan harkat dan martabat serta pengakuan potensi
individu
3). Meningkatkan motivasi kerja dan keinginan berprestasi

47
3. Faktor faktor yang mempengaruhi produktivitas

Banyak hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa


produktivitas sangat dipengaruhi oleh faktor -- faktor yaitu: 1.
Knowledge (pengetahuan);

2. Skills (keterampilan) ;3. Abilities (kemampuan);4. Attitudes (sikap


kerja); dan 5. Behaviors (lingkungan).

Klingner dan Nanbaldian (1993) menyatakan bahwa produktivitas


merupakan fungsi utama perkalian dari usaha pegawai (effort) yang
didukung dengan motivasi yang tinggi, dengan kemampuan pegawai
(ability), yang diperoleh melalui latihan - latihan. Produkivitas yang
meningkat berarti performansi yang baik akan menjadi feedback bagi
usaha, atau motivasi pekerjaan pada tahun berikutnya. Selain
keterkaitan produktivitas dengan usaha dan kemampuan sumber daya
manusia, produktivitas juga memiliki hubungan keterkaitan dengan
efesiensi, efektivitas, dan kualitas (Toni Setiawan, 2012: 150).

Adapun fungsi -- fungsi kepegawaian yang utama adalah pengadaan


alokasi, pengembangan, dan hukuman dari sumber daya manusia
pengembangan pegawai secara historis kurang mendapat perhatian.
Fungsi pengembangan pegawai memusatkan perhatian pada
peningkatan kemampuan dan motivasi dari para pegawai pemerintah
untuk bekerja. Fungsi pengembangan melengkapi fungsi pengadaan,
yang menandakan usaha awal dari seorang majikan untuk menyeleksi
orang berdasarkan kemampuan dan faktor -- faktor lain yang akan
berpengaruh terhadap kinerja para pekerja selanjutnya.
a. Faktor makro
1). Stabilitas politik dan keamanan
2). Kondisi sumber daya (manusia, tanah, energy dan bahan
mentah)
3). Pelaksanaan pemerintahan
4). Kondisi infrastruktur (komunikasi, transportasi dan saran publik
lainnya)
5). Perubahan structural dalam bidang social dan budaya

b. Faktor mikro
1). Kondisi internal yang meliputi produk dan pegawai
2). Pabrik dan perlengkapannya
3). Organisasi dan sistem teknologi
4). Metode kerja , bahan dan energy

48
5). Manajemen, organisasi dan sistem

c. Faktor eksternal
1). Kebijakan pemerintah
2). Kondisi social politik
3). Ekonomi dan Hankam
4). Sumber daya alam lainnya

d. Faktor individu
1). Sikap mental (motivasi kerja, disiplin dan etika kerja)
2). Tingkat penghasilan
3). Gizi dan kesehatan
4). Jaminan social
5). Lingkungan dan iklim kerja
6). Pendidikan
7). Sarana produksi
8). Keterampilan
9). Teknologi
10).Kemampuan manajerial
11).Kesempatan berprestasi

B. Hasil Akhir Produktivitas


1. Keuntungan atau laba bagi para pemegang saham dan investor
2. Pekerjaan dan upah bagi para pekerja
3. Barang barang dan jasa jasa yang berkualitas untuk konsumen
4. Pajak dan pendapatan pendapatan lain untuk pemerintah daerah dan
Negara

C. Unsur unsur Produktivitas


1. Efisiensi, merupakan suatu ukuran dalam membandingkan
penggunaan masukan (input) yang direncanakan dengan
penggunaan masukan yang sebenarnya dilaksanakan.
2. Efektivitas, merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran
seberapa jauh target dapat tercapai baik secara kualitas maupun
waktu.
3. Kualitas, suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh telah
terpenuhi berbagai persyaratan, spesifikasi dan atau harapan
konsumen.

49
D. Upaya Peningkatan Produktivitas

Maksud dilakukan program penyadaran produktivitas adalah untuk


menumbuhkan budaya produktif pada unsur pemerintah, dunia usaha
dan masyarakat, dalam pelaksanaan aktivitas kehidupan senantiasa
berorientasi kepada prinsip produktivitas, melalui:

1. Menanamkan kesadaran akan pentingnya produktivitas, yang


bertujuan:
a. Meningkatkan gerakan peningkatan produktivitas
b. Menjadikan produktivitas sebagai kebutuhan dalam pengelolaan
dan pengembangan
c. Meningkatkan budaya produktivitas secara berkelanjutan
2. Mengembangkan produktivitas, melalui:
a. Peningkatan pelayanan prima
b. Penyederhanaan birokrasi
c. Peningkatan kinerja
3. Melaksanakan pemeliharaan produktivitas, melalui:
a. Pengawasan dan monitoring
b. Pengukuran produktivitas secara berkesinambungan
c. Memelihara faktor yang mendukung produktivitas

Ada beberapa cara/teknik untuk memperbaiki produktivitas menurut


(Wibowo, 2012: 116) yaitu industrial engineering technique, economic
analyze, dan behavioral techinique.

Industrial engineering technique dilakukan melalui work study, work


simplification dan pareton analysis. economic analysis menggunakan
management through value analysis, cost--benefit analysis, zero based
budgeting dan cost productivity allocation. Sementara behavioral
technique menggunakan organization development, brainstorming,
forced field analysis dan nominal group technique.

1. Studi kerja (work study)

Studi kerja yang digunakan untuk mempelajari pekerjaan orang dan


mengindikasi faktor yang memengaruhi efesiensi. Biasanya digunakan
dalam usaha meningkatkan output dari jumlah sumber daya tertentu
dengan sedikit atau tanpa investasi kapital lebih lanjut.

50
2. Pengembangan organisasi (organization development)

Pengembangan organisasi adalah proses yang terencana, dikelola, dan


sistematis. Tujuannya adalah mengubah sistem, budaya, dan perilaku
organisasi dengan maksud memengaruhi efektivitas organisasi.

3. Curah gagasan (brainstorming)

Suatu proses membangkitkan gagasan secara terorganisir untuk


menghindari evaluasi terlalu dini karena apabila demikian, dapat
menutup timbulnya gagasan yang baik.

4. Forced field analysis

Merupakan alat untuk menganalisis situasi yang perlu diubah. Hal ini
memfasilitasi perubahan dalam organisasi dengan meminimalkan usaha
dengan gangguan.

5. Nominal group technique

Merupakan pendekatan partisipatif pada penemuan fakta, identifikasi


masalah dan kekuatan, membangkitkan gagasan, dan mengevaluasi
progress.

Upaya lain yang dilakukan pemerintah sebagai bentuk kepedulian


terhadap produktivitas di Indonesia, pemerintah melalui Kementerian
Ketenagakerjaan mendorong usaha kecil, menengah, dan besar agar
mampu mengembangkan usaha secara berkesinambungan dan
meningkatkan produktivitas perusahaan serta menciptakan nilai tambah
yang berdampak terhadap perluasan lapangan kerja dan daya saing
usaha, melaksanakan pemberian penghargaan produktivitas
Paramakarya untuk memotivasi perusahaan agar lebih berkembang.

Evaluasi:

1. Apa yang dimaksud dengan produktivitas secara teknis menurut


Dewan Produktivitas Nasional ?
2. Sebutkan 3 unsur-unsur produktivitas ?
3. Sebutkan 5 manfaat produktivitas secara makro?
4. Sebutkan 7 faktor-faktor individu yang mempengaruhi produktivitas?
5. Apa yang dimaksud dengan program penyadaran produktivitas?

51
Jawaban

1. Menurut Dewan Produktivitas Nasional (DPN) secara teknis


produktivitas
dapat diformulasikan sebagai rasio output/input atau

P P = O/ I
Dimana : P = Produktivitas

O = Output

I = Input

2. Unsur unsur produktivitas


1). Efisiensi, merupakan suatu ukuran dalam membandingkan
penggunaan
Masukan (input) yang direncanakan dengan penggunaan
masukan
yang sebenarnya dilaksanakan.
2). Efektivitas, merupakan suatu ukuran yang memberikan
gambaran
seberapa jauh target dapat tercapai baik secara kualitas
maupun waktu.
3). Kualitas, suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh telah
terpenuhi berbagai persyaratan, spesifikasi dan atau harapan
konsumen.
3. 5 manfaat produktivitas secara makro:
1). Meningkatkan daya saing khususnya dalam perdagangan
Internasional untuk menambah pendapatan Negara.
2). Meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sehingga meningkatkan
standar hidup dan martabat bangsa.
3). Memperkokoh eksistensi dan potensi bangsa yang berarti
memantapkan ketahanan nasional.
4). Sebagai alat untuk membantu merumuskan kebijakan dalam
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
5). Tumbuhnya dunia usaha yang membawa pengaruh
bertambahnya lapangan kerja

52
4. 7 (tujuh) faktor individu yang mempengaruhi produktivitas (total
ada 11)
1). Sikap mental (motivasi kerja, disiplin dan etika kerja)
2). Tingkat penghasilan
3). Gizi dan kesehatan
4). Jaminan social
5). Lingkungan dan iklim kerja
6). Pendidikan
7). Sarana produksi
8). Keterampilan
9). Teknologi
10).Kemampuan manajerial
11).Kesempatan berprestasi
5. Maksud dilakukan program penyadaran produktivitas adalah
untuk menumbuhkan budaya produktif pada unsur pemerintah,
dunia usaha dan masyarakat, dalam pelaksanaan aktivitas
kehidupan senantiasa berorientasi kepada prinsip produktivitas

53
DAFTAR PUSTAKA

1. www.kemenperin.go.id/artikel/8161/kualitas Tenaga Kerja RI


2. Undang Undang nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan
3. PP 31 Tahun 2006 tentang Sislatkernas
4. Permenakertrans nomor 8 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelatihan Berbasis Komoetensi
5. Permanaker nomor 36 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemagangan
Dalam Negeri

54
GLOSARI

1. Binalattas : Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas


2. BLK : Balai Latihan Kerja
3. BNSP : Badan Nasional Sertifikasi dan Profesi
4. CBT : Competency Based Training
5. Intala : Instruktur dan Tenaga Pelatihan
6. KBJI : Klasifikasi Baku Jabatan Indonesia
7. KKNI : Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
8. Lemlat : Kelembagaan Pelatihan Kerja
9. LPK : Lembaga Pelatihan Kerja
10. LSP ` : Lembaga Sertifikasi Profesi
11. OJT : On The Job Training
12. PBK : Pelatihan Berbasis Kompetensi
13. RCC : Recognizing of Current Competencies
14. SDM : Sumber Daya Manusia
15. SDP : Sumber Daya Pelatihan
16. SKKNI : Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
17. Stankomproglat : Standardisasi Kompetensi dan Program Pelatihan
18. TNA : Training Need Analysis

55
PUS
DIKL
ATPE
GAWAI
KEMNAKE
RRI
J
l.Pus
dik
latDepna
ker
,KampungLembur,
Kel
./
Kec
.Maka
ssar
,Ja
kart
aTi
mur13570
Tel
p.:(
021)8090804/8090952 -Fax
.:(
021)8090739

Anda mungkin juga menyukai