Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Etika sangat penting bagi pengembangan ilmu, apapun disiplinnya, Tanpa


mempertimbangkan tujuan untuk kehidupan kemanusiaan dan keberlangsungan
lingkungan hidup baik hayati maupun non hayati adalah pembunuhan diri eksistensi
manusia. Etika merupakan salah satu bagian dari teori tentang nilai atau yang dikenal
dengan aksiologi. Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai,
yang umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Di dunia ini terdapat
banyak cabang pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang
khusus seperti ekonomi, estetika, etika, filsafat agama dan epistimologi.
Di berbagai media massa banyak membicarakan tentang teroris yang melakukan
serangkaian pemboman di berbagai tempat di Indonesia. Di balik bom teroris tersebut
ternyata menyisakan suatu masalah bahwa pemahaman keagamaan yang tidak
didialogkan dengan permasalahan-permasalahan yang sudah ada sebelumya dan tidak
dikomunikasikan dengan ilmuwan agama lainnya ternyata bisa menimbulkan korban
manusia-manusia tak bersalah.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka masalah yang akan
dibahas adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana hubungan ilmu dengan kemanusiaan?
2. Bagaimana hubungan ilmu dan kemaslahatan hidup?
3. Maanakah ayat-ayat yang berkaitan dengan etika islam dalam penerapan ilmu?

1.3 Tujuan Masalah


Adapun tujuan dari pembahasan masalah-masalah tersebut diatas ialah sebagai
berikut :
1. Mengetahui Hubungan ilmu dengan kemanusiaan.
2. Mengetahui hubungan ilmu dan kemaslahatan hidup.
3. Mengetahui ayat ayat yang berkaitan dengan etika islam dalam penerapan ilmu.
BAB II

1
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika Islam dan Ilmu Pengetahuan


1. Etika Islam
Secara terminologi, beberapa ahli menguraikan definisi etika sebagai
berikut :
a. Mulyadhi Kartanegara:
“Etika adalah filsafat moral atau ilmu akhlak, tidak lain daripada ilmu atau
“Seni” hidup (the art of living) yang mengajarkan bagaimana cara hidup
bahagia, atau bagaimana memperoleh kebahagiaan. Etika sebagai seni hidup
etika sebagai pengobatan spiritual.
b. Ahmad Amin:
“Etika adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan
apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia kepada lainnya,
menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan
mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.
c. Poedjawiyatna mengatakan bahwa:
“Tindakan mungkin juga dinilai sebagai baik atau lawannya, ialah buruk.
Kalau tindakan manusia dinilai atas baik-buruknya, tindakan itu seakan-akan
keluar dari manusia, dilakukan dengan sadar atas pilihan, dengan satu
perkataan: sengaja. Faktor kesengajaan ini mutlak untuk penilaian baik-
buruk, yang disebut etis atau moral.
d. Sudarsono:
“Etika adalah ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk
manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Etika disebut pula
akhlak atau disebut pula moral. Apabila disebut “akhlaq” berasal dari
bahasa arab. Apabila disebut “moral” berarti adat kebiasaan

Secara etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethikos, ethos (adat,
kebiasaan, praktek). Sebagaimana digunakan Aristoteles istilah ini mencakup ide
“karakter” dan “disposisi” (kecondongan). Kata moralis diperkenalkan ke dalam
kosa kata filsafat oleh Cirero. Baginya kata ini ekuivalen dengan kata ethikos yang

2
diangkat oleh Aristoteles. Kedua istilah itu menyiratkan hubungan dengan
kegiatan praktis.
Sedangakan menurut Islam sendiri Etika adalah “Akhlak”. Akhlak atau etika
Islam lebih bersifat berkisar sekitar Tuhan. Karena dalam Islam, etika lebih
dikaitkan dengan pahala dan dosa.
Etika Islam merupakan bentuk frasa dan pemikiran yang muncul dalam diri
kaum muslim itu sendiri. Munculnya etika Islam didasarkan pada Al-Qur’an dan
As-Shunnah. Etika Islam dalam penerapan Bidang Ilmu kini mendapat implikasi
negative, dikarenakan perbedaan agama, budaya dan gaya hidup dari negara-
negara Barat yang menjadi produsen ilmu tersebut. Sebab paradigma dan
pelaksanaan komunikasi Barat yang lebih mengoptimalkan nilai-nilai pragmatis,
materialistis serta penggunaan media secara kapitalis.
Etika Islam dalam Ilmu Pengetahuan yang hangat diperbincangkan akhir-
akhir ini terutama menyangkut teori dan prinsip-prinsip etika Islam, serta
pendekatan Islam tentang Ilmu Pengetahuan. Titik penting munculnya aktivisme
dan pemikiran mengenai etika Islam ditandai dengan terbitnya beberapa media
social, sebut saja salah satunya Friendster. Ini semakin menunjukkan jati diri etika
seorang muslim yang tengah mendapat perhatian dan sorotan masyarakat tidak
saja di belahan negara berpenduduk Muslim tetapi juga di negara-negara Barat.
Isu-isu yang dikembangkan dalam media sosial tersebut menyangkut Islam dan
komunikasi yang meliputi perspektif Islam terhadap media, pemanfaatan media
massa pada era pascamodern, kedudukan dan perjalanan media massa di negara
Muslim serta perspektif politik terhadap Islam dan Ilmu Pengetahuan.
Etika Islam yang berfokus pada ayat-ayat Al-Qur’an yang dikembangkan oleh
para pemikir Muslim. Tujuan akhirnya adalah menjadikan etika Islam sebagai
landasan utama dalam penerapan Ilmu Pengetahuan, terutama dalam menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang bersesuaian dengan fitrah penciptaan
manusia. Kesesuaian nilai-nilai Al-Qur’an dengan dimensi penciptaan fitrah
kemanusiaan itu memberi manfaat terhadap kesejahteraan manusia sejagat.
Sehingga dalam perspektif ini, etika Islam merupakan proses penyaringan atau
tukar menukar informasi yang menggunakan prinsip dan kaedah etika islam dalam
Alquran. Etika Islam dengan demikian dapat didefenisikan sebagai proses

3
penyaringan nilai-nilai Islam dari komunikator atau produktor kepada komunikan
atau konsumen dengan menggunakan prinsip-prinsip etika yang sesuai dengan
Alquran dan Hadis.
Dalam Islam, prinsip etika merupakan hak eksklusif dan bahan komoditi yang
bersifat memikat, tetapi ia memiliki norma-norma dan moral imperatif yang
bertujuan sebagai service membangun kualitas manusia secara paripurna. Jadi
Islam meletakkan inspirasi tauhid sebagai parameter pengembangan teori ilmu
pengetahuan dan Alquran menyediakan seperangkat aturan dalam prinsip dan tata
beretika dalam penerapan ilmu pengetahuan.
Dalam masalah ketelitian menerima Penemuan Sains dan Teknologi, Alquran
misalnya memerintahkan untuk melakukan check and recheck terhadap informasi
yang diterima. Dalam surah al-Hujurat ayat 6 dikatakan :

ْ ُ ‫يَا أَيُّ َها الَّذينَ آ َمنُوا إن َجاء ُك ْم فَاس ٌق ب َنبَ ٍأ فَت َ َبيَّنُوا أَن تُصيبُوا قَ ْوما ً ب َج َهالَ ٍة فَت‬
‫صب ُحوا‬
َ‫علَى َما َفعَ ْلت ُ ْم نَادمين‬َ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan
kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Oleh karena itu, penerapan etika islam dalam menanggapi perkembangan ilmu
Pengetahuan sangat di perlukan, agar terciptanya masyarakat muslim yang
madani dan tidak terlalu jauh menikmati kefaanaan alam dunia ini. Selain itu,
proses pendidikan Islam juga merupakan rangkaian usaha membimbing,
mengarahkan, potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan dasar
dan kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan dalam kehidupan
pribadinya sebagai makhluk individual, dan sosial serta dalam hubungannya
dengan alam sekitar dimana nilai- nilai Islam, yaitu nilai-nulai yang melahirkan
norma-norma syariah dan akhlak karimah.
Tujuan kependidikan Islam adalah merupakan penggambaran nilai-nilai
Islami yang hendak diwujudkan dalam pribadi manusia, dengan istilah lain tujuan
pendidikan Islam perwujudan nilai-nilai Islami dalam diri manusia didik. Jadi
kesanalah pendidikan Islam seharusnya diarahkan, agar pendidikan Islam tidak
hanyut terbawa arus modernisasi dan kemajuan IPTEK.

4
2. Pengertian Ilmu Pengetahuan
Berdasarkan sudut pandang filsafat ilmu, pengetahuan dan ilmu pengetahuan
mempunyai makna yang berbeda. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang
diketahui manusia melalui pancaindra. Sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang
telah disusun, diklasifikasikan, dan diverifikasi sehingga menghasilkan kebenaran
objektif dan dapat diuji ulang secara ilmiah. Dalam Al-Quran ilmu digunakan
dalam proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan sehingga
memperoleh kejelasan.
Sedangkan Ilm dari segi etimologi berarti kejelasan, karena itu segala yang
terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan. Ilmu adalah pengetahuan
yang jelas tentang sesuatu.
Menurut az-Zubardi, terjadi perdebatan panjang tentang istilah ‘ilm sehingga
sekelompok pakar berpendapat bahwa ‘ilm tidak dapat didefinisikan karena
kejelasannya . Ada pula yang mengatakannya karena sulitnya (mendefinisikann
ya). Demikian pula dengan pendapat-pendapat lain, dengan segala kelebihan dan
kekurangannya, seperti disebutkan oleh Imam Abul hasan al-Yusi dalam kitab
Qanun ul-‘Ulum.
Al-Manawi dalam kitab at-Taiqif berkata, “ilmu adalah keyakinan kuat yang
tetap sesuai dengan realita. Bisa juga berarti sifat yang membuat perbedaan tanpa
kritik. Atau, ilmu adalah tercapainya bentuk sesuatu dalam akal.
Imam Raghib al-Ashfahani dalam kitabnya, Mufradat al-Qur’an, berkata, “ilmu
adalah mengetahui sesuatu sesuai dengan hakikatnya. Ia terbagi dua: pertama,
mengetahui inti sesuatu itu (oleh ahli logika dinamakan thasawwur). Kedua,
menghukum adanya sesuatu pada sesuatu yang ada, atau menafikan sesuatu yang
tidak ada (oleh ahli logika dinamakan tashdiq, maksudnya mengetahui hubungan
sesuatu dengan sesuatu).
Raghib al-Ashfahani membagi ilmu dari sisi lain, yakni menjadi ilmu teoritis
dan aplikatif. Ilmu teoritis berarti ilmu yang hanya membutuhkan pengetahuan
tentangnya. Jika telah diketahui berarti telah sempurna, seperti ilmu tentang
keberadaan dunia. Sedangkan, ilmu aplikatif adalah ilmu yang tidak sempurna
tanpa dipraktekkan, seperti limu tentang ibadah, akhlak, dan sebagainya.
Selanjutnya ar-Raghib menjelaskan, dari sudut pandang lainnya ilmu dapat
pula dibagi menjadi dua bagian: Ilmu rasional dan doktrinal. Ilmu rasional adalah

5
ilmu yang didapat dengan akal dan penelitian, sedangkan ilmu doktrinal
merupakan ilmu yang didapat dengan pemberitaan wahyu.

2.2 Ilmu dan Kemanusiaan


Filsafat merupakan kajian ilmu yang sangat dipertimbangkan dalam melakukan
berbagai bentuk tindakan manusia. Kajian ilmu tersebut diharapkan agar manusia
memanfaatkan alam ini dengan bijak sesuai dengan kebutuhan yang tidak berlebihan
pula agar alam yang kita tempati ini tidak rusak dan menjadi bencana bagi umat
manusia.
Hubungan ilmu dengan kemanusiaan sangatlah erat sekali dikarenakan ilmu bisa
berkembang karena keberadaan manusia,manusia mewujudkan sifat-sifat baiknya
untuk memelihara kelangsungan hidup ini didunia dan manusia memenuhi kebutuhan
hidupnya juga dengan ilmu.Hal ini sesuai dengan firman Alloh SWT didalam Al-
Qur’an yaitu mnusia diciptakan oleh Alloh sebagai kholifah di bumi sebagai wakil
tuhan untuk menjaga kehidupan didunia ini.
Tentunya dengan ilmu manusia akan diarahkan kepada hal yang baik menurut
dirinya dan bermanfaat untuk lainnya. Dan manusialah yang bisa mengembangkan
keilmuaannnya yang didapat melalui proses berpikir.
a. Syarat-syarat Ilmu
Dari sudut pandang filsafat, ilmu lebih khusus dibandingkan dengan
pengetahuan. Suatu pengetahuan dapat dikategorikan sebagai ilmu apabila
memenuhi tiga unsur pokok sebagai berikut:
1. Ontologi artinya bidang studi yang bersangkutan memiliki obyek studi yang
jelas. Obyek studi harus dapat diidentfikasikan, dapat diberi batasan, dapat
diuraikan, sifat-sifatnya yang esensial. Obyek studi sebuah ilmu ada dua yaitu
obyek material dan obyek formal.
2. Epistimologi artinya bidang studi yang bersangkutan memiliki metode kerja
yang jelas. Ada tiga metode kerja suatu bidang studi yaitu metode deduksi,
induksi dan induksi.
3. Aksiologi artinya bidang studi yang bersangkutan memiliki nilai guna atau
kemanfaatannya. Bidang studi tersebut dapat menunjukkan nilai-nilai teoritis,
hukum-hukum, generalisasi, kecenderungan umum, konsep-konsep dan

6
kesimpulan-kesimpulan logis, sistematis dan koheren. Dalam teori dan konsep
terseubut tidak terdapat kerancuan atau kesemerawutan pikiran, atau
penetangan kondtradiktif diantara satu sama lainnya.
b. Sumber Ilmu Pengetahuan
Dalam pemikiran Islam ada dua sumber ilmu yaitu akal dan wahyu. Keduanya
tidak boleh dipertentangkan, karena manusia diberi kebebasan dalam
mengembangkan akal budinya berdasarkan tuntutan al-Qur’an dan sunnah rasul.
Atas dasar itu, ilmu dalam pemikiran Islam ada yang bersifat abadi (perennial
knowledge) dan tingkat kebenarannya bersifat mutlak (absolute) karena
bersumber dari wahyu Allah dan ilmu yang bersifat perolehan (aquired knowledge)
tingkat kebenarannya bersifat nisbi (relative) karena bersumber dari akal pikiran
manusia.
Maka dari itu tidak ada istilah final dalam suatu produk ilmu pengetahuan,
sehingga setiap saat selalu terbuka kesempatan untuk melakukan kjian ulang atau
perbaikan kembali.
Kedua sumber ilmu tadi akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Sumber ilmu dari Allah SWT atau Wahyu.
Ilmu yang bersumber pada agama atau Allah SWT diturunkan kepada manusia
melalui para Rasul-Rasul Allah, berupa wahyu Allah yang diabadikan dalam
kitab suci masing-masing diantaranya:
 Zabur (mazmur), kitab Nabi Daud as.
 Taurat (thorah), kitab Nabi Musa as.
 Injil, kitab Nabi Isa al-masih as.
 Al-Quranul karim, kitab Nabi Muhammad SAW.

2. Sumber ilmu dari akal atau Filsafat.


Semua ilmu pengetahuan yang kita kenal sekarang ini bersumber dari Filsafat
(Philosophia), yang dianggap sebagai induk dari segala ilmu pengetahuan.
Filsafat pada masa itu mencakup pula segala pemikiran mengenai masyarakat.
Lama-kelamaan sejalan dengan perkembangan zaman dan tumbuhnya
peradaban manusia, berbagai ilmu pengetahuan yang semula tergabung dalam

7
filsafat, memisahkan diri dan berkembang mengejar tujuan masing-masing.
Dalam islam kita juga mengenal banyak ilmuwan-ilmuwan atau para filosof
misalnya, Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi'i, dan Imam Hambali
adalah tokoh islam dalam bidang ilmu fiqih, Abu Hasan Al Asy'ari adalah
tokoh ilmuwan muslim di bidang ilmu tauhid, Imam Ghazali adalah tokoh
yang terkenal dalam bidang ilmu tafsir, ilmu fiqih, ilmu filsafat, dan ilmu
akhlak, Ibnu Sina adalah tokoh dalam bidang kedokteran dan filsafat, Al
Biruni adalah ahli dalam ilmu fisika dan ilmu astronomi, Jabir ibn Hayyan
adalah ahli kimia dari kalangan kaum muslimin, Al Khawarizmi di bidang
matematika dan Al Mas'udi yang terkenal sebagai ahli geografi serta sejarah.
Dari berbagai ragam ilmu pengetahuan yang berinduk dari filsafat tersebut
pada garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu:
1. Ilmu-ilmu Alamiah (Natural Sciences), yang meliputi fisika, kimia,
astronomi, biologi, botani dan sebagainya.
2. Ilmu-ilmu Sosial (Social Sciences), yang terdiri dari sosiologi, antropologi,
psikologi, ekonomi, politik, sejarah, hukum dan sebagainya.
3. Ilmu-ilmu budaya (Humanities), yang terdiri dari cinta kasih, agama, ilmu,
budaya, kesenian, bahasa, kesusastraan dan sebagainya.
c. Batasan pengembangan Ilmu Pengetahuan dalam islam
 Al-Quran
 Hadist
 Ijtihad
Orang yang melakukan ijtihadnya dengan benar (para mujtahid) akan
mendapat dua pahala. Seni akan menjadi haram jika :
1. Seni suara dan seni musik (membuat orang lupa akan Allah), Al-Khamr
(minuman arak) , dan al-qainat (penyanyi cabul).
2. Seni rupa (gambar, terutama patung), yang ada hubungannya dengan jiwa
kemusyrikan dan penyembahan berhala. Pelukisan Tuhan merupakan
menyekutukanNya sehingga itu merupakan kesenian yang diharamkan.

2.3 Ilmu untuk Kemaslahatan Hidup

8
Islam adalah agama yang sama sekali tidak menginginkan umatnya buta huruf,
ataupun bodoh. Tapi islam adalah agama yang menginginkan umatnya memiliki
kecerdasan intelektual dan spiritual. Pantas dalam falsafah hidup yang dikatakan oleh
Sastrawan dan Budayawan Madura D. ZAWAWI IMRAN asal Sumenep. Beliau
mengatakan bahwa : “ lebih baik mati ikut air kencing ibu dari pada hidup tidak dapat
memberikan manfaat sama sekali, karena pentingnya menjadi orang-orang yang
berilmu. Perlu diketahui bahwa orang-orang yang berilmu memiliki keutamaan dan
derajat yang tinggi disis Allah swt.”
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman didalam Al Qur’an surat Al Mujadalah ayat
11 yang artinya : “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan bebarapa derajat.”
Kata iman dan ilmu disebut secara beriringan, mengandung arti bahwa Iman tidak
boleh dipisahkan dengan Ilmu. Pantas kalau ilmuwan barat Albert Einstein
mengatakan : “science without religion is bland, but religion without is lame (ilmu
pengetahuan tanpa agama akan buta, sedangkan agama tanpa ilmu pengetahuan akan
lumpuh).” Agar IPTEK dapat memberikan kemaslahatan umat, maka kita harus
membekali diri sejak dini dengan IMAN dan TAQWA kepada Allah swt.
 Keutamaan Orang Berilmu dan Beramal
Perbuatan baik seseorang tidak akan bernilai amal shaleh apabila perbuatan
tersebut tidak dibangun atas nilai-nilai iman dan ilmu yang benar. Sama halnya
dengan perkembangan IPTEKS yang lepas dari keimanan dan ketakwaan tidak
akan bernilai ibadah serta tidak akan menghasilkan kemaslahatan bagi umat
manusia dan alam lingkungannya. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang
paling sempurna, kesempurnaannya karena dibekali seperangkat potensi. Potensi
yang paling utama adalah akal. Dan akal tersebut berfungsi untuk berpikir hasil
pemikirannya adalah ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Ilmu-ilmu yang dikembangkan atas dasar keimanan dan ketakwaan pada
Allah SWT, akan memberikan jaminan kemaslahatan bagi kehidupan umat
manusia termasuk bagi lingkungannya. Allah berjanji dalam Q.S 58(Al-
Mujadalah):11:

ٍ ‫َّللاُ الَّذينَ آ َمنُوا م ْن ُك ْم َوالَّذينَ أُوتُوا ْالع ْل َم دَ َر َجا‬


‫ت‬ َّ ‫يَ ْرفَع‬

9
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan
orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah:11)
Menurut Al-Gazhali bahwa makhluk yang paling mulia adalah manusia,
sedangkan sesuatu yang paling mulia pada diri manusia adalah hatinya, tugas
utama pendidik adalah menyempurnakannya, membersihkan dan mengiringi
peserta didik agar hatinya selalu dekat kepada Allah swt, melalui perkembangan
ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, para pendidik akan selalu dikenang oleh anak
didiknya. Kemudian al-Gazhali memberikan argumentasi yang kuat, baik
berdasarkan al-Qur’an as Sunnah, maupun argumentasi secara rasional. Sehingga
kita dapat mengatakan bahwa mengajarkan ilmu bukan hanya termasuk aspek
ibadah kepada Allah swt, melainkan juga termasuk khalifah Allah swt, karena hati
orang alim telah dibukakan oleh Allah SWT.
Keutamaan orang yang berilmu menurut Al-Ghazali :
o Bagaikan matahari, selain menerangi dirinya juga penerang orang lain.
o Bagaikan minyak kasturi yang selalu menyebarkan keharuman bagi orang
yang berpapasan dengannya.
Ada dua fungsi utama manusia di dunia, yaitu sebagai abdun (hamba Allah)
dan khalifah fil ardhi. Essensi dari abdun adalah ketaatan kepada Allah, dan
essensi khalifah adalah tanggung jawab terhadap diri sendiri dan alam
lingkungannya. Manusia sebagai khalifah bertanggung jawab untuk menjaga
keseimbangan alam dan lingkungannya, mengeksplorasi sumberdaya alam untuk
sesuatu yang bermanfaat. Oleh karena itu, tanggung jawab kekhalifahan banyak
bertumpu pada ilmuwan dan para intelektual yang mampu memanfaatkan sumber
daya alam ini.
2.4 Ayat dan Hadits yang Relevan
Al-Qur’an menganggap begitu pentingnya bukti dan kesahihan, sehingga
menasihatkan orang-orang yang beriman agar tidak menerima sesuatu yang berada di
luar pengetahuan mereka. Ayat sucinya yang berbunyi, “Janganlah menuruti sesuatu
yang engkau tidak tahu apa-apa tentangnya. Sesungguhnya, telinga, mata, dan akal
harus bertanggung jawab untuk itu..
a. Objek ilmu

10
Objek ilmu menurut ilmuwan muslim mencakup alam materi dan nonmateri.
Tentu ada tata cara dan sarana yang harus digunakan untuk meraih pengetahuan
tentang hal tersebut.
 Surah Al-Nahl ayat 78 berbunyi: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut
ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (Q.S. Al
Nahl/16: 78).
Ayat ini mengisyaratkan penggunaan empat sarana yaitu : Pendengaran,
mata (penglihatan) dan akal, serta hati.
Trial and error (coba-coba), pengamatan, percobaan, dan tes-tes
kemungkinan (probability) merupakan cara-cara yang digunakan ilmuwan
untuk meraih pengetahuan. Hal itu disinggung juga oleh al-Qur’an, seperti
dalam ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk berfikir tentang alam
raya, melakukan perjalanan, dan sebagainya, kendatipun hanya berkaitan
dengan upaya manusia alam materi.

 Surah Yunus ayat 101:

ِ ‫ت َواأل َ ْر‬
‫ض‬ ِ ‫اوا‬ َّ ‫ظ ُرواْ َماذَا فِي ال‬
َ ‫س َم‬ ُ ‫قُ ِل ان‬
Artinya :
Katakanlah: "Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi.” (Q.S.
Yunus/10: 101).

 Surah Al-Ghasyiyah ayat 88:


“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan,.
Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?. Dan gunung-gunung bagaimana ia
ditegakkan?. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (Q.S. al-Ghasyiyah/88:
17-20”.

 Surah Al-Syu’araa ayat:


“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami
tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik? (Q.S.
Al-Syu’araa’/26: 7)”.

11
Di samping mata, telinga, dan fikiran sebagai sarana meraih pengetahuan, al-
Qur’an pun menggarisbawahi pentingnya peranan kesucian hati. Wahyu
dianugrahkan atas kehendak Allah dan berdasarkan kebijaksanaan-Nya tanpa
usaha dan campur tangan manusia. Sementara firasat, intiusi, dan semacamnya,
dapat diraih melalui penyucian hati. Dari sini para ilmuwan muslim menekankan
pentingnya tazkiyah an-nafs (penyucian jiwa) guna memperoleh hidayat
(petunjuk/pengajaran Allah), karena mereka sadar terhadap kebenaran firman
Allah:
ِ ‫ف ع َْن آ َيا ِت َي الَّ ِذينَ َيت َ َك َّب ُرونَ ِفي األ َ ْر‬
ِ ‫ض ِبغَي ِْر ا ْل َح‬
...‫ق َو ِإن َي َر ْواْ ُك َّل آ َي ٍة الَّ يُ ْؤ ِمنُواْ ِب َها‬ ُ ‫سأَص ِْر‬
َ
Artinya : Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di
muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika
melihat tiap-tiap ayat (Ku),...(Q.S. Al-A’raf/7: 146).

Para ilmuwan muslim juga menggarisbawahi pentingnya mengamalkan ilmu.


Dalam konteks ini, ditemukan ungkapan yang dinilai oleh sementara pakar
sebagai hadits Nabi Saw.
ْ ‫ع ِل َْم َو َرث َ ْهه‬
ْ‫للاه ِع ْل َْم َما لَ ْْم َي ْع َل ْم‬ ْْ ‫َم‬
َ ‫ن ع َِم َْل ِب َما‬
Artinya : Barangsiapa mengamalkan yang diketahuinya maka Allah
menganugrahkan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya”

Sebagian ulama merujuk kepada al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 282 untuk
memperkuat hadis tersebut:

َ ٍ‫ َواتَّقُواْ ّللاَ َويُعَ ِل ُم ُك ُم ّللاُ َوّللاُ بِك ُِل ش َْيء‬...


﴾٢٨٢﴿ ‫ع ِلي ٌم‬
Artinya : … Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. al-Baqarah/2: 282).
Atas dasar itu semua, al-Qur’an memandang bahwa seseorang yang memiliki
ilmu harus memiliki sifat dan ciri tertentu pula, antara lain yang paling menonjol
adalah sifat khasyat (takut dan kagum kepada Allah).
Rasulullah Saw.menegaskan bahwa:

12
‫ العلم علمان علم فى القلب فذاك العلم النافع وعلم على اللسان‬:‫م قال‬.‫عن جابر أن رسول هللا ﺹ‬
‫فذاك حبة هللا على ابن أدم‬

Terjemahnya: Ilmu itu ada dua macam, ilmu di dalam dada, itulah yang
bermanfaat, dan ilmu sekedar di ujung lidah, maka itu akan menjadi saksi yang
memberatkan manusia.

b. Kategori Ilmu
Dalam khazanah Islam, terdapat dua kategori ilmu pengetahuan yaitu : Ilmu-
ilmu umum dan ilmu-ilmu agama. Adanya ilmu-ilmu umum dipahami dari surat
Fathir/35:27-28, dan adanya ilmu-ilmu agama dari surat at-Taubah/9:122.
Yang artinya : “Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan
dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka
macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan
merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat.” (Q.S.
Fathir/35: 27)”.
Di dalam ayat ini, Tuhan meminta manusia agar memperhatikan bagaimana
hujan turun dari langit. Hal ini minimal bisa membuahkan pengembangan ilmu-
ilmu meteorology. Pengamatan terhadap hujan yang menumbuhkan aneka ragam
tumbuh-tumbuhan paling kurang dapat memicu berkembangnya ilmu-ilmu
biologi dan kimia. Manusia juga diminta untuk memperhatikan gunung-gunung,
menyangkut struktur dan kelakuannya. Ini bisa menjadi cikal-bakal
pengembangan ilmu-ilmu geologi dan fisika. Ayat tersebut, dengan demikian,
menghendaki pengembangan kelima cabang ilmu alam.

Dalam ayat berikutnya:


Yang artinya: “Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata
dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan
jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,
hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun.”
(Q.S. Fathir/35: 28)”.

13
Dalam ayat ini, Allah menyuruh manusia agar mengamati dirinya sendiri,
hewan, dan ternak, yang beragam jenisnya. Bila pengamatan dilakukan, di
samping akan mengembangkan ilmu-ilmu alam di atas, juga akan memajukan
ilmu-ilmu sosial, termasuk ilmu ekonomi. Pengamatan terhadap manusia tentu
akan melahirkan ilmu-ilmu budaya (humaniora). Jadi, ayat tersebut jelas
menghendaki pengembangan ilmu-ilmu sosial dan humaniora.
Di pihak lain, dalam surah at-Taubah/9:122 :
Yang artinya : “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi
semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang
agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. at-
Taubah/9: 122)”.
Allah mencela sikap yang selalu mengejar dunia saja. Dalam setiap golongan,
Allah menghendaki adanya sekelompok orang yang mendalami agama,
menasehati dan memajukan masyarakat.
Pengembangan kedua golongan besar ini harus proporsional. Memang, fungsi
ilmu-ilmu umum bagi kemajuan di dunia, tidak diragukan. Tetapi, hendaknya
perlu disadari bahwa ilmu-ilmu agama ikut berperan dalam membangun
kehidupan dunia. Sebab, jika ilmu-ilmu umum membangun ketahanan fisik, maka
ilmu-ilmu agama membekali pelaku pembangunan dengan ketahanan mental dan
moral yang sangat penting bagi kesuksesan pembangunan. Dengan demikian
kedua jenis ilmu tersebut mesti dipelajari dan diperankan secara seimbang. Kedua
ilmuwan di bidangnya masing-masing hendaklah terlibat secara penuh.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu yang diisyaratkan al-Qur’an
dalam banyak hal, meliputi segala pengetahuan yang bisa menyingkap hakikat
segala sesuatu serta dapat menghilangkan kabut kebodohan dan keraguan dari
akal manusia. Obyeknya dapat berupa alam atau pun manusia, wujud maupun gaib.
Demikian pula metode pengetahuannya, bisa berupa indra dan empiris ataupun
akal.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Etika adalah filsafat moral atau ilmu akhlak, tidak lain dari pada ilmu atau “seni”
hidup (the art of living) yang mengajarkan bagaimana cara hidup bahagia, atau

15
bagaimana memperoleh kebahagiaan. Etika sebagai seni hidup etika sebagai
pengobatan spiritual.
2. Agama merupakan kebutuhan paling esensial manusia yang bersifat universal.
Karena itu, agama adalah kesadaran spiritual yang di dalamnya ada satu kenyataan
yang tampak ini, yaitu bahwa manusia selalu mengharap belas kasih-Nya,
bimbingan tangan-Nya, serta belaian-Nya, yang secara ontologism tidak diingkari,
walaupun oleh manusia yang paling komunis sekalipun.
3. ‘Ilm dari segi etimologi berarti kejelasan, karena itu segala yang terbentuk dari
akar katanya mempunyai ciri kejelasan. Ilmu adalah pengetahuan yang jelas
tentang sesuatu.
4. Etika dalam Islam (bisa dikatakan) identik dengan ilmu akhlak, yakni ilmu tentang
keutamaan-keutamaan dan bagaimana cara mendapatkannya agar manusia
berhias dengannya; dan ilmu tentang hal yang hina dan bagaimana cara
menjauhinya agar manusia terbebas daripadanya. Etika, di lain pihak, seringkali
dianggap sama dengan akhlak.

DAFTAR PUSTAKA

(www.dhamalo.blogspot.com dikutip pada tanggal 18 Mei 2015 pukul 18:00 WIB)

Amin, Ahmad, Etika (ilmu akhlak), Cet. VII; Jakarta: Bulan Bintang, 1993.

16
Abdullah, M. Amin, The Idea of Universality of Ethical Norms in Ghazali and Kant,
diterjemahkan oleh Hamzah, Antara al-Ghazali dan Kant: Filsafat Etika Islam, Cet.. II;
Bandung: Mizan 1423/2002.

17

Anda mungkin juga menyukai