Uji Stabilitas
Akurasi (ketepatan)
Merupakan kemampuan suatu metode analisa untuk memperoleh nilai yang sebenarnya
(ketepatan pengukuran).
Terdapat 5 metode penentuan akurasi untuk penetapan kadar bahan aktif obat dalam bahan
baku dan produk obat, yaitu :
1. Menggunakan metode analisis untuk menetapkan kadar analit dalam bahan baku
berkhasiat yang diketahui kemurniannya (misalnya bahan baku pembanding
sekunder).
2. Bahan baku berkhasiat atau cemaran dalam jumlah yang diketahui ditambahkan
kedalam plasebo. Metode analisis ini akan digunakan untuk penetapan kadar bahan
baku berkhasiat/cemaran dalam produk obat.
3. Bila plasebo tidak bisa diperoleh, verifikasi akurasi metode dapat dilakukan dengan
teknik standar adisi, yaitu dengan menambahkan sejumlah tertentu analit kedalam
produk obat yang telah diketahui kadarnya. Metode analisis ini digunakan untuk
penetapan kadar bahan baku berkhasiat/cemaran dalam produk obat
4. Menambahkan cemaran dalam jumlah tertentu ke dalam bahan baku
berkhasiat/produk obat. Metode analisis ini digunakan untuk penetapan kadar
cemaran dalam bahan baku berkhasiat dan produk obat
5. Membandingkan dua metode analisis untuk mengetahui ekivalensinya, yaitu
membandingkan hasil yang diperoleh dari metode analisis yang divalidasi terhadap
hasil yang diperoleh dari metode analisis yang valid (akurasi metode analisis yang
valid ini telah diketahui). Metode analisis ini digunakan untuk penetapan kadar
bahan baku berkhasiat dalam bahan baku berkhasiat, produk obat dan penetapan
kadar cemaran.
Presisi (Ketelitian)
Merupakan kemampuan suatu metode analisis untuk menunjukkan kedekatan dari suatu
seri pengukuran yang diperoleh dari sampel yang homogen.
Terdapat 3 kategori pengujian presisi, yaitu :
1. Keterulangan (repeatability), dinilai dengan menggunakan minimum 9 penentuan
dalam rentang penggunaan metode analisis tersebut (misalnya 3 konsentrasi/3
replikasi).
2. Presisi Antara, yaitu perbedaan antar operator/analis dengan sumber reagensia dan
hari yang berbeda.
3. Reprodusibilitas, dengan menggunakan beberapa laboratorium untuk validasi
metode analisis, agar diketahui pengaruh lingkungan yang berbeda terhadap kinerja
metode analisis.
Presisi dinyatakan dalam bentuk RSD (relative standart deviation) atau SRB (sebaran baku
relatif) .
Persyaratan RSD sebagai berikut :
Spesifitas/Selektifitas
Merupakan kemampuan suatu metode analisa untuk membedakan senyawa yang diuji
dengan derivat/metabolitnya.
Adanya perbedaan nyata antara resolusi antara dua puncak yang berdampingan dan
kemurnian tiap puncak dalam kromatogram.
Untuk HPLC, Rs : 1,2 – 1,5.
Untuk Spektrofotometer UV/Vis: jarak dua puncak berdampingan: resolution factor (Rf)
> 2,5.
Lakukan scanning (pemindaian) sampel yang diuji lihat kromatogram dari dua puncak
yang berdekatan (Rs) harus tidak kurang dari 1,5 atau terlihat adanya puncak yang
terpisah dari scanning dengan spektrofotometer UV/Vis.
Pemisahan dua puncak yang berdekatan dalam kromatogram, resolusi (R) ditentukan
dengan persamaan :
Di mana t2 dan t1 adalah waktu retensi dua komponen, W1 dan W2 adalah lebar puncak. Komponen
pertama dan komponen kedua yang diukur dengan jalan ekstrapolasi sisi puncak yang relatif lurus
sampai garis dasar (base line). Resolusi harus lebih besar dari 1,5.
Merupakan jumlah analit terkecil yang masih bisa dideteksi namun tidak perlu dapat
terukur.
Beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan batas deteksi tergantung
pada jenis metode analisis apakah metode analisis instrumental atau noninstrumental.
1. Berdasarkan evaluasi visual. Evaluasi visual dapat digunakan untuk metode analisis
noninstrumental, tapi dapat juga digunakan untuk metode analisis instrumental.
Batas deteksi ditentukan dengan melakukan analisis terhadap sampel yang
diketahui konsentrasinya dan menetapkan
kadar terendah yang dapat dideteksi dengan baik.
2. Berdasarkan rasio signal terhadap noise. Pendekatan ini hanya dapat diterapkan
pada metode analisis yang memberikan baseline noise. Penentuan signal to noise
dilakukan dengan membandingkan pengukuran signal sampel yang diketahui
mengandung analit dalam konsentrasi rendah dan blanko, kemudian dapat
ditetapkan konsentrasi minimum analit yang dapat dideteksi dengan baik. Rasio
signal to noise sama dengan 3 atau 2 : 1 umumnya dianggap dapat diterima untuk
memperkirakan batas deteksi.
Merupakan jumlah analit terkecil yang yang masih bisa diukur dengan akurat (tepat) dan
presisi (teliti)/reprodusible.
Beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk penentuan batas kuantitasi
tergantung pada jenis metode analisis instrumental atau noninstrumental.
1. Berdasarkan evaluasi visual : Evaluasi visual dapat digunakan untuk metode
analisis noninstrumental, tapi dapat juga digunakan untuk metode analisis
instrumental. Batas kuantitasi ditentukan dengan melakukan analisis terhadap
sampel yang diketahui konsentrasinya dan menetapkan kadar terendah analit yang
dapat ditentukan secara kuantitatif dengan akurasi dan presisi yang dapat diterima
2. Berdasarkan rasio signal terhadap noise : Pendekatan ini hanya dapat digunakan
pada metode analisis yang memberikan baseline noise. Penentuan rasio signal
terhadap noise dilakukan dengan membandingkan signal yang diukur dari sampel
yang mempunyai konsentrasi analit yang rendah dan blankonya, kemudian
ditentukan konsentrasi terendah analit yang dapat ditetapkan secara kuantitatif
dengan baik, umumnya pada rasio signal terhadap noise 10:1.
3. Simpangan baku dari respon dan kemiringan (slope) kurva kalibrasi :
Batas kuantitasi dapat dinyatakan sebagai :
Linearitas
Pengujian dilakukan paling tidak dengan menggunakan 5 kadar yang berbeda, kemudian
dilihat apakah memberikan respons yang linear apa tidak, yang ditunjukkan dengan nilai r
≥ 0,98.
Validasi pembersihan hendaklah dilakukan untuk konfirmasi efektivitas prosedur
pembersihan. Penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih dan
pencemaran mikroba, secara rasional hendaklah didasarkan pada bahan yang terkait dengan
proses pembersihan. Batas tersebut hendaklah dapat dicapai dan diverifikasi. Hendaklah
digunakan metode analisis tervalidasi yang memiliki kepekaan untuk mendeteksi residu atau
cemaran. Batas deteksi masing-masing metode analisis hendaklah cukup peka untuk mendeteksi
tingkat residu atau cemaran yang dapat diterima. Biasanya validasi prosedur pembersihan
dilakukan hanya untuk permukaan alat yang bersentuhan langsung dengan produk. Hendaklah
dipertimbangkan juga untuk bagian alat yang tidak bersentuhan langsung dengan produk.
Interval waktu antara penggunaan alat dan pembersihan hendaklah divalidasi demikian juga
antara pembersihan dan penggunaan kembali. Hendaklah ditentukan metode dan interval
pembersihan. Prosedur pembersihan untuk produk dan proses yang serupa, dapat
dipertimbangkan untuk memilih suatu rentang yang mewakili produk dan proses yang serupa.
Studi validasi tunggal dapat dilakukan menggunakan pendekatan kondisi terburuk dengan
memerhatikan isu kritis. Validasi prosedur pembersihan hendaklah dilakukan tiga kali berurutan
dengan hasil yang memenuhi syarat untuk membuktikan bahwa prosedur pembersihan tersebut
telah tervalidasi. ”Uji sampai bersih” (test until clean) bukan merupakan pilihan untuk melakukan
validasi prosedur pembersihan. Untuk produk yang beracun atau berbahaya dalam keadaan
tertentu dapat disimulasikan dengan produk lain yang mempunyai sifat fisikakimia yang sama
Penjelasan Metode Pembersihan :
Prinsip: Residu diperoleh dengan mengapus (swab) langsung pada permukaan alat/ruangan
yang kontak dengan produk. Hasil swab dianalisis untuk kandungan residu setelah melalui
proses ekstraksi atau untuk kandungan mikro-organisme setelah melalui kultur mikroba
dan inkubasi.
Merupakan metode pengambilan sampel dengan cara menggunakan bahan apus (swab
material) yang dibasahi dengan pelarut yang langsung dapat menyerap residu dari
permukaan alat.
Bahan yang digunakan untuk sampling harus kompatibel dengan solvent dan metode
analisanya.
Tidak ada sisa-sisa serat yang mengganggu analisa.
Ukuran material harus disesuaikan dengan area sampling
Sedangkan bahan pelarut (solvent), harus :
Disesuaikan dengan spesifikasi bahan yang diperiksa.
Tidak mempengaruhi stabilitas bahan yang diuji.
Sebelum dilakukan validasi, harus dilakukan pemeriksaan/ uji perolehan kembali (recovery
test) dengan larutan yang diketahui kadarnya.
Kelebihan/kekurangan
Kelebihan :
Contoh yang sudah mengering atau sulit larut dapat ”dilepaskan” dari permukaan secara
fisik.
Lokasi yang sulit dibersihkan dapat dicapai dengan swab sehingga memungkinkan evaluasi
paling langsung terhadap tingkat kontaminasi atau jumlah residu setiap (permukaaan)
Kekurangan :
Adanya variasi hasil yang disebabkan oleh pemilihan lokasi, tekanan (physical force) yang
digunakan dan totalitas permukaan yang di-swab.
Pelarut swab dapat mempengaruhi residu.
Proses analisis ekstraksi dapat mempengaruhi/mengurangi recovery rate (perolehan
kembali).
Sampel yang terbatas dapat mempengaruhi sensitivitas hasil analisis.
Kelebihan/kekurangan
Kelebihan :
Pengambilan contoh dimungkinkan terhadap permukaaan yang luas.
Keseluruhan lokasi dipermukaan dapat dicapai tanpa kesulitan sehingga memungkinkan
evaluasi dengan tingkat recovery rate yang tinggi .
Variasi hasil analisis lebih kecil dibanding dengan cara apus.
Jika dilakukan dengan benar, hasil pemeriksaan dapat mencerminkan kondisi seluruh
permukaan alat.
Kekurangan :
Tidak cocok untuk peralatan kompleks bermuatan instrumen atau komponen
listrik/elektronik. Misalnya mesin tablet, FBD, Granulator, mesin pengisi serbuk, dan lain-
lain.
Kelebihan/kekurangan
Kelebihan :
Contoh yang diambil merupakan simulasi proses produksi yang sebenarnya .
Memberi kemungkinan penilaian langsung terhadap efek kumulasi tahapan proses
produksi karena pendekatan validasi dilakukan pada suatu rangkaian peralatan.
Kekurangan :
Tingkat sensitivitas dari recovery rate (perolehan kembali) residu terlalu rendah karena
faktor pengenceran selama proses produksi.
Metode ini tidak disarankan, karena tidak reproducible.
Validasi ulang mungkin diperlukan pada kondisi sebagai berikut:
- perubahan sintesis bahan aktif obat;
- perubahan komposisi produk jadi;
- perubahan prosedur analisis.
Tingkat validasi ulang yang diperlukan tergantung pada sifat perubahan. Perubahan tertentu lain
mungkin juga memerlukan validasi ulang. Revalidasi secara umum dilakukan setiap 5 tahun
sekali. Fasilitas, sistem, peralatan dan proses termasuk proses pembersihan hendaklah dievaluasi
secara berkala untuk konfirmasi keabsahannya. Jika tidak ada perubahan yang signifikan terhadap
status validasi, peninjauan dengan bukti bahwa fasilitas, sistem, peralatan dan proses memenuhi
persyaratan yang ditetapkan akan kebutuhan revalidasi.
V. Kualifikasi
VI. Kalibrasi
Kalibrasi : Serangkaian tindakan pada kondisi tertentu untuk menentukan tingkat kesamaan nilai
yang diperoleh dari sebuah alat atau sistem ukur, atau nilai yang direpresentasikan dari pengukuran
bahan dan membandingkannya dengan nilai yang telah diketahui dari suatu acuan standar pada
kondisi tertentu.