Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH PROSES INDUSTRI KIMIA II

ESTERIFIKASI

Dosen Pembimbing :
A.S Dwi Saptati N.H., S.T , M.T

Disusun oleh :
Alfonsina A. A. Torimtubun (115061100111027)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
DAFTAR ISI
halaman
I. ESTERIFIKASI OLEH ASAM ORGANIK.................................................................1
1.1 Katalis esterifikasi....................................................................................................3
1.2 Mencappai esterifikasi..............................................................................................5
1.3 Rancangan kolom esterifikasi kontinyu...................................................................6

II. ESTERIFIKASI DARI TURUNAN ASAM KARBOKSILAT..................................11


2.1 Alkoholisis.............................................................................................................11
2.1.1 Thermodinamika dari alkoholisis...............................................................11
2.1.2 Menyelesaikan alkoholisis.........................................................................12
2.1.3 Pemanfaatan alkoholisis.............................................................................12
2.1.4 Peralatan dan operasi alkoholisis...............................................................12
2.2 Asidolisis................................................................................................................12
2.3 Esterifikasi oleh asam anhidrat...............................................................................13
2.4 Menggunakan asam klorida....................................................................................13
2.5 Esterifikasi amida...................................................................................................14
2.6 Ester dari garam logam dan alkil halida.................................................................14
2.7 Ester dari Nitril.......................................................................................................15

III. ESTER DENGAN PENAMBAHAN UNTUK SISTEM TAK JENUH.....................17


3.1 Adisi asam membentuk Olefin...............................................................................17
3.2 Ester dari asetilena..................................................................................................17
3.3 Esterifikasi oleh ketena..........................................................................................17
3.4 Xhantates................................................................................................................18
3.5 Esterifikasi oleh etilen oksida.................................................................................18
3.6 Ester dari karbonmonoksida...................................................................................18

IV. ESTER DARI ASAM ANORGANIK........................................................................21

V. PRAKTEK ESTERIFIKASI......................................................................................22
5.1 Rancangan dan Operasi Pabrik Esterifikasi...........................................................22
5.1.1 Kelas 1.......................................................................................................22
5.1.2 Kelas 2.......................................................................................................25
5.1.3 Kelas 3.......................................................................................................26
5.2 Interesterifikasi lemak babi...................................................................................27
5.3 Produksi polietilen terephthalate...........................................................................28
5.4 Persiapan vinyl asetat...........................................................................................30
5.5 Terpene Ester dari Penambahan Langsung Asam Aliphatic.................................30
5.6 Ester selulosa.........................................................................................................32
5.7 Produksi Gliseril Trinitrat (Nitrogliserin)..............................................................35

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................38
I. ESTERIFIKASI OLEH ASAM ORGANIK

Ester didefinisikan sebagai senyawa yang terbentuk dari substitusi


organik radikal dengan hidrogen terionisasi dari asam. Reaksi esterifikasi
adalah suatu reaksi antara asam karboksilat dan alkohol membentuk ester.
Terjadi mekanisme substitusi. Jika esterifikasi dari asam seperti asam asetat, dengan
alkohol seperti etanol, terjadi pemecahan ikatan karbonil-oksigen atau ikatan alkil-oksigen.

Karena oksigen lebih elektronegatif dibanding karbon, karbonil karbon menjadi lebih
positif dibanding karbonil oksigen. Hal ini dapat dipresentasikan sebagai :

Setiap senyawa (B) yang mengandung pasangan elektron bebas, apakah karena ionisasi
atau tidak, dapat menyerang pusat positif. Sehingga, bentuk transisi menjadi kehilangan
muatan negatif oleh hilangnya ion hidroksil atau jenis yang semula menyerang pusat positif.

Kesetimbangan akan terjadi antara reaktan dan produk karena ion hidroksil yang dihasilkan
dapat menyerang III untuk membentuk bentuk transisi yang sama seperti bentuk I dan II.
Berthelot dan Pean de St. Gilles membuat pengukuran pertama yang tepat mengenai
kesetimbangan etanol-asetat dan asam-etil asetat dan menentukan titik kesetimbangannya.
Hasilnya menunjukkan bahwa reaksi bolak-balik dan tingkat reaksi bergantung pada jumlah
relatif dari tiap senyawa yang ada. Konstanta kesetimbangan reaksi tersebut adalah

Jika aktifitas digunakan, nilai K berubah dengan adanya garam.


Menschutkin membuat studi perbandingan antara laju relatif esterifikasi dan konstanta
kesetimbangan dari sejumlah besar asam dan alkohol. Ia menemukan perbedaan mencolok
antara alkohol primer, sekunder dan tersier, baik untuk laju maupun batasan esterifikasi.
Tabel 1 menunjukkan beberapa hasil Menschutkin untuk asam asetat yang dipanaskan sampai
155oC dengan jumlah yang sama dari berbagai jenis alkohol.
Tabel 1. Laju dan Batasan Esterifikasi Asam Asetat pada 155 oC dengan Berbagai Jenis Alkohol

Dari tabel, dapat disimpulkan bahwa semakin bercabang rantai karbon alkohol dan
semakin dekat cabang ke gorup hidroksil, semakin lambat esterifikasi tersebut dan semakin
rendah batasan esterifikasi. Efek ini disebabkan karena alkohol atau molekul asam dirintangi
oleh halangan sterik.
Percobaan serupa, diciptakan oleh Menschutkin yang menggunakan isobutil alkohol
dengan berbagai jenis asam. Beberapa hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Laju dan Batasan Esterifikasi Alkohol Isobutil pada 155 oC dengan Berbagai Jenis Asam

Asam formiat bereaksi lebih cepat daripada asam rantai tunggal dan asam berantai cabang
(trimetilasetat dan dimetiletilasetat) yang bereaksi lambat. Kelompok fenil (9 &10) tidak
memperlambat esterifikasi, tetapi esterifikasi dari asam aromatis murni (12 & 13) terjadi
sangat lambat. Dengan membandingkan asam sinamat dengan propionat fenil, dapat dilihat
bahwa ikatan ganda dalam konjugasi dengan kelompok fenil memiliki efek perlambatan
untuk terjadi esterifikasi. Alkohol yang larut di asam formiat berlebih diesterifikasi beberapa
ribu kali secepat alkohol yang larut di asetat.
Meskipun dengan alkohol, esterifikasi dengan laju lambat terjadi bersamaan dengan
batasan konversi rendah, untuk asam terjadi sebaliknya. Oleh karena itu, asam
dimetiletilasetat menghasilkan hanya 3,4% ester selama 1 jam tetapi setelah 500 atau 600 jam
mencapai batasan yang lebih tinggi dari batasan asam asetat.
Ada kasus khusus, yaitu 2,6-asam benzoat terdisubstitusi (asam penghalang),
teresterifikasi sangat lambat dengan metode biasa. Meskipun satu kelompok orto memiliki
efek; sekelompok metil orto ke gugus karboksil mengurangi tingkat esterifikasi asam
benzoat sebesar 68%, gugus etil sebesar 80%, dan kelompok propil sebesar 83%. Namun,
Newman menemukan bahwa asam penghalang dengan kadar tinggi dapat diesterifikasi secara
cepat dengan melarutkan asam dalam asam sulfat pekat lalu menuangkan larutan yang
dihasilkan dalam alkohol. Mekanisme reaksi melibatkan pembentukan ion karbonium dari
asam yang bereaksi dengan alkohol.

1.1 Katalis Esterifikasi


Seperti kebanyakan reaksi lainnya, kecepatan esterifikasi kira-kira dua kali lipat
dengan kenaikan temperature tiap 10oC. Karenanya, panas digunakan untuk mempercepat
reaksi eksterifikasi. Namun, pada kebanyakan reaksi, pemanasan saja tidak cukup untuk
mempercepat esterifikasi.
Telah diketahui bahwa proses esterifikasi dapat dipercepat dengan penambahan asam
kuat, seperti asam sulfat atau asam klorida. Titik kesetimbangan reaksi tidak diubah
dengan katalis; hanya kecepatan esterifikasi yang meningkat.
Esterifikasi adalah hasil serangan dari molekul alkohol pada karbon karbonil positif
dari asam. Semakin besar muatan positif ini, reaksi akan terjadi lebih cepat. Sifat
kelompok R yang terikat pada gugus asam karboksilat akan mempengaruhi muatan ini,
metode lain, dengan katalis dapat digunakan untuk meningkatkan muataan positif ini
sehingga asam akan teresterifikasi lebih cepat.
Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa asam kuat memiliki laju besar, sedangkan asam
organik sebaliknya.

Tabel 3. Laju relatif hidrolisis metil asetat dengan berbagai jenis asam sebagai katalis

Katalis esterifikasi adalah senyawa yang bersifat asam di alam. Saat asam (HA)
ditambahkan ke campuran eksterifikasi, adanya oksigen akan bertindak sebagai basa
dan berkoordinasi dengan asam. Mekanisme dapat dituliskan dalam 2 tahap,
tergantung di mana oksigen dari grup karboksil bertindak sebagai basa.

Alkohol oksigen juga dapat bertindak sebagai basa terhadap asam. Namun, reaksi ini
menghambat eksterifikasi dan, di samping itu, dapat menyebabkan dehidrasi alkohol.
Tekanan dapat ditingkatkan sehingga suhu yang lebih tinggi dapat digunakan.
Asam sulfat dan asam klorida adalah katalis yang paling umum digunakan di
laboratorium karena keefisienannya dan di pabrik karena murah dan sifat korosifnya lebih
rendah terhadap logam. Asam sulfat dapat menyebabkan dehidrasi alkohol jika digunakan
dalam jumlah terlalu besar pada temperature yang terlalu tinggi. Penggunaan asam kuat
lainnya sebagai katalis dapat menyebabkan isomerisasi atau kerusakan pada alkohol
tersier.
Asam perchloric dan asam phosphoric telah direkomendasikan sebagai katalis. Asam
phosphoric sedikit efisien tetapi juga sedikit merusak. Asam sulfat khususnya yang
mengandung jumlah atom karbon yang tepat adalah katalis yang diinginkan karena
efisiensinya tinggi dan kelarutannya di alkohol tinggi dan sedikit memiliki aksi merusak.
Reagen Twitchell (pembentukan kompleks dari naftalen); asam oleat; asam p-
toluenesulfonic; wetting agent seperti asam dodecanesulfonic; boron; silikon florida; resin
penukar ion yang menawarkan keuntungan mudah dipindahkan dengan filtrasi sederhana.
Seng dan timah klorida adalah katalis akftif. Berbagai paten mengklaim penggunaan
aluminum, kobalt, timbal, mangensium, timah, dan seng sebagai katalis esterifikasi.

1.2 Mencapai Esterifikasi


Karena esterifikasi adalah reaksi kesetimbangan dan untuk mendapatkan hasil
terbesar dari reaksi yang diinginkan, kesetimbangan didorong ke arah ester sehingga ester
yang dihasilkan memiliki konversi tinggi.
Satu cara mencapai esterifikasi adalah menghilangkan air yang terbentuk. Saat asam,
alkohol dan ester tidak volatile, campuran dipanaskan, sekitar 200oC atau lebih, tanpa
katalis untuk menghilangkan air. Penghilangan air dibantu dengan penggelembungan gas
inert melalui campuran atau dengan kondisi vakum. Gliserida dari asam tak volatile
dibentuk dengan cara ini. Untuk memastikan esterifikasi gliserol trivalen telah tercapai,
digunakan asam berlebih. Ini kemudian dihilangkan dengan pencucian alkali.
Asam abietik adalah asam penghambat dengan temperature esterifikasi yang tinggi
(275-300oC) diperlukan untuk mempercepat reaksi. Metode lain untuk menghilangkan air
adalah melewatkan uap jenuh melalui campuran.
Saat asam atau alkohol volatile, reaksi tercapai dengan dengan mendistilasi keluar air
yang diproduksi pada reaksi, biasanya sebagai azeotrop. Secara umum, azeotrope dipilih
yang memiliki titik didih di bawah 100oC dan yang terkondensasi dalam dua fase. Saat
metil, etil atau propil alkohol digunakan dalam esterifikasi azeotrop, pelarut inert dapat
digunakan untuk memproduksi dua-fase distilat.
Pada beberapa kasus, azeotrop yang didapat akan mengandung lebih dari dua
komponen. Komposisi dari azeotrop dengan mudah diperoleh dari kumpulan data
azeotropic. Tidak hanya titik didih azeotrop yang dipertimbangkan tetapi juga kelarutan
ester dan alkohol di air. Peralatan yang digunakan untuk esterifikasi azeotrop meliputi
unit penerima di mana fasenya terpisah. Fase tidak encer secara otomatis kembali ke
tangki esterifikasi melalui aliran overflow, sementara fase encer diambil dari bawah unit
penerima.
Saat ester dan alkohol volatil dan membentuk azeotrop dengan air, pemurnian
dibutuhkan. Etil asetat dapat dibuat secara kontinyu dengan memicu campuran etanol dan
asam asetat, dengan beberapa asam sulfat. Campuran ini dipanaskan hingga ester
terdistilasi keluar, dan kemudian campuran alkohol dan asam asetat ditambahkan
sedemikian rupa sampai volume yang tersisa konstan. Distilat berupa campuran terner etil
asetat 83,2%; alkohol 9%; dan air 7,8%. Titik didih dari azeotrop terner adalah 70,3 oC,
sebaliknya etil asetat murni mendidih pada 77,15oC. Dua azeotrop biner juga dibentuk :
(1) satu yang mengandung 69,4% ester dan 30,6% alkohol dan mendidih pada 71,8oC dan
(2) lainnnya mengandung 8,6% air dan 91,4% ester dan mendidih pada 70,45 oC.
Faktanya bahwa azeotrop terner mendidih kurang dari titik didih masing-masing zat yang
berada di penyulingan. Karena terner alkohol ini tidak dapat dipisahkan dengan distilasi,
kebanyakan dari alkohol diekstrak dari campuran dengan dicuci menggunakan air.
Dengan penyesuaian kecepatan penambahan dan distilasi yang tepat, esterifikasi dapat
menjadi proses kontinyu.
Umumnya, azeotrop terner dari alkohol, ester dan air mendidih sedikit lebih rendah
dari biner ester dan air. Persentase air di terner meningkat dan ester menurun dengan
kenaikan berat molekul alkohol, seperti yang dapat dilihat dari data di Tabel 4.

Tabel 4. Titik didih ester, alkohol, air biner dan ternier

1.3 Rancangan Kolom Esterifikasi Kontinyu


Pada rancangan kolom esterifikasi kontinyu, peralatan yang umum digunakan adalah
kolom bubble-cap. Ester dengan titik didih tinggi, air yang diproduksi selama reaksi
dihilangkan ke atas dan produk diambil dari pelat bawah. Campuran alkohol, asam dan
katalis asam diumpankan dari atas pelat kolom, dan esterifikasi terjadi selama campuran
mengalir melalui kolom. Masalah menghitung jumlah pelat yang diperlukan cukup rumit
dengan hukum aksi masa, kinetik dan distilasi, yang seluruhnya terjadi bersamaan.
Variabel, rasio mol dari reaktan, konsentrasi katalis, dan temperature, mengontrol kinetika
reaksi.
Othmer mengembangakan rancangan kolom untuk esterifikasi kontinyu dari
monobutil phthalate oleh n-butil alkohol yang secara skematis, peralatannya dapat dilihat
di Gambar 1.

Gambar 1. Diagram skematis dari kolom esterifikasi

Asumsi dan spesifikasi yang digunakan di perhitungan adalah :


1. Aliran umpan : 0,010 mol per menit dari monobutil phthalate (M); 0,010 mol per
menit n-butil alkohol (B); 2.00% berat dari katalis asam sulfat (C).
2. Konversi : 99% monobutil phthalate dalam aliran umpan
3. Kolom adiabatik : molar panas yang sama dari penguapan, tidak ada panas reaksi atau
pengenceran
4. Pengeluaran uap : azeotrop n-butil alkohol - air, 79% mol air
5. Volume wadah penahan : 1,00 liter
Komposisi aliran produk dan rasio refluks yang sesuai ditetapkan terlebih dahulu.
Jumlah air di aliran produk ditentukan oleh hukum aksi massa pada konversi 99%.
Komposisi (mengandung air) dari aliran produk adalah :

Temperatur reboiler (pelat I) diatur menjadi


120,5oC dari Gambar 2 dengan menggunakan
fraksi mol n-butil alkohol, 0,88. Konstanta
kesetimbangan selanjutnya ditemukan dari data
eksperimen yaitu 0,0802. Jumlah air di aliran
produk dihitung yaitu 0,000730 mol/menit. Uap
yang keluar harus mengandung 0,00917
mol/menit air (mol yang dihasilkan di reaksi
lebih sedikit dibanding mol yang ada di aliran
produk).
Gambar 2. Diagram titik didih campuran butanol-dibutil phthalate
Jika temperatur decanter adalah 20oC, dari kelarutan air dan n-butil alkohol, lapisan air
mengandung 0,9811 fraksi mol air dan lapisan n-butil alkohol mengandung 0,0181 fraksi
mol air. Jumlah pengeluaran produk yang dibutuhkan adalah

Dari kesetimbangan mol sekitar decanter, lapisan air mengandung 0,599 mol / mol
uap yang keluar, dan lapisan n-butil alkohol mengandung 0,401 mol / mol uap yang
keluar. Rasio refluks minimumnya adalah
Refluks minimumnya adalah 0,669 x 0,00935 = 0,00626 mole/min
Untuk menjaga air pada seluruh pelat, seperti ditentukan oleh kesetimbangan mol
awal, konstanta laju uap dari 0,125 mol/ menit akhirnya dipilih.
Kesetimbangan mol seluruhnya untuk reaktor, sekarang dapat diperoleh :
Jumlah pelat yang dibutuhkan untuk 99% konversi sekarang dapat ditentukan, dimulai
dengan reboiler (pelat I) :

Fraksi mol dari komponen V1 pada kesetimbangan dengan P didapat dari Gambar 3
dan 4 dan digunakan dengan laju uap, 0,125 mol per menit, untuk menghitung komposisi
uap. Konstanta laju reaksi (kT) sekarang ditentukan dari Persamaan (1), didapat dari data
eksperimen

Gambar 3. Data kesetimbangan uap-cair butanol Gambar 4. Data kesetimbangan uap-cair air
Laju reaksi di sistem kontinyu konstan dalam pelat, karena rata-rata komposisi cair
konstan. Menerapkan kondisi ini dengan integrasi persamaan laju orde 2 [(Pers. 2)]

laju batas (t  0), atau besarnya reaksi, yang berhubungan dengan konstanta konsentrasi
monoester adalah [(Pers. 3)]

Komposisi dari luapan cairan dari pelat II dapat diperoleh dari kesetimbangan mol
sekitar reboiler.

Prosedurnya kontinyu, pelat dari pelat, sampai sebuah pelat mencapai titik di mana
komposisi umpan cairan diperkenalkan; total pelat yang dibutuhkan berjumlah 4. Hasil
yang diperoleh dapat diterapkan untuk berbagai unit ukuran, asalkan kelipatan langsung
umpan dan laju produk dan volume penahan yang digunakan.
(1) Pencapaian kesetimbangan aksi massa tidak diperlukan; selain itu, waktu kontak
yang lama, diperoleh dari volume penahan yang besar dan jumlah pelat, tidak terlalu
memperoleh konversi keseluruhan yang tinggi. (2) Perhitungan yang serupa
menunjukkan bahwa, untuk pelat dan komposisi, laju dari reaksi meningkat dengan rasio
refluks. (3) Efek dari konsentrasi katalis, baik alkohol atau asam harus ditambahkan
secara terpisah, atau dicampurkan, temperature umpan, dll, dapat dievaluasi.
II. ESTERIFIKASI DARI TURUNAN ASAM KARBOKSILAT

2.1 Alkoholisis
CH2COOC2H5 + HCOH3  CH3COOH3 + HOC2H5 (4)
Dalam alkoholisis (4), alkohol bereaksi dengan asam karboksilat untuk membuat
ester baru, dimana reaksinya lambat namun dapat dipercepat dengan bantuan katalis.
2.1.1 Thermodinamika alkoholisis. Alkoholisis diangggap sebagai hal yang khusus
dalam esterifikasi. Keseimbangan esterifikasi asam dari alkohol untuk reaksi alkoholisis
dapat ditulis seperti berikut.
C6H5COOC2H5 + CH3OH  C6H5COOH3 + C2H5OH
(C6H5COOC2H5)(CH3OH)
(C6H5COOH3)(C2H5OH)
=K

Keseimbangan alkoholisis (K) dapat dihitung dari masing-masing konstanta esterifikasi


(K1 dan K2) methanol dan etanol dengan asam benzoat. Jika asam benzoat dipanaskan
dengan campuran metil dan etil alkohol, keseimbangannya menjadi
K1(C6H5COOH) (CH3OH) = (C6H5COOH3) (H2O) (5)
K2 (C6H5COOH) (C2H5OH) = (C6H5COOC2H5) (H2O) (6)
Dengan membagi persamaan (5) dengan persamaan (6) kita memperoleh
(C6H5COOC2H5)(CH3OH ) 𝐾1 5.237
𝐾= (C6H5COOH3) (C2H5OH)
= 𝐾2 = = 1.32
3.968

Pada suhu kamar tanpa adanya katalis, keseimbangan terbentuk sangat lambat. Asam
kuat umumnya digunakan sebagai katalis esterifikasi, tapi juga baik untuk katalis
alkoholisis. Umumnya katalis yang digunakan untuk alkoholisis adalah sodium
alkoksida. Katalis tersebut harus digunakan di sistem anhidrat karena katalis tersebut
terhidolisis oleh air dan berakibat hidroksida yang dihasilkan menghidrolisis ester.
Penjelasan untuk kenaikan laju yaitu kebasaan dari oksigen alkohol meningkat yang
menyebabkan serangan pada karbon karbonil positif.

Adanya sodium etoksida sebagai katalis alkoholisis menyebabkan kecepatan reaksi


lebih cepat dibandingkan dengan esterifikasi dan saponifikasi. Saponifikasi penil
benzoate dalam alkohol encer diwakili dalam persamaan (7) :
C6H5COOC6H5 + NaOH  C6H5COONa + C6H5OH (7)
C6H5OH + NaOH ↔ C2H5ONa + H2O (8)
C6H5COOC6H5 + NaOC2H5 ↔ C6H5COOC2H5 + C6H5ONa (9)
Yang terjadi, alkoholisis (Pers. 8 dan 9), menjadi 1000 kali secepat saponifikasi (Pers. 7).
Kemudian etil benzoate tersaponifikasi dengan lambat. Kecepatan alkoholisis lebih besar
dari hidrolisis.
Selain sodium oksida, katalis lain untuk reaksi hidrolisis adalah : ammonia, piridin,
tetrametilammonium hidroksida, alumunium alkoksida, litium metoksida, sodium
hidroksida, dan sodium karbonat. Asam dapat mempolimerisasi alkohol tak jenuh,
sedangkan natrium metoksida akan bereaksi dengan halogen asam.
2.1.2 Mencapai alkoholisis. Karena alkohol adalah reaksi kesetimbangan, reaksi harus
dipaksa untuk menuju ke arah pembentukan produk; penghilangan satu produk reaksi
memungkinkan reaksi tercapai. Ketika gliserida dialkoholisis oleh alkohol, gliserol
terpisah keluar karena kelarutannya dalam ester rendah, dan reaksi tercapai. Gliserol
dicuci bersih dengan air, dan jika perlu alkoholisis dapat diulangi. Cara ini adalah cara
yang praktis untuk memperoleh gliserol.
2.1.3 Pemanfaatan alkoholisis. Contohnya adalah penyusunan monomer siklik
polietilen karbonat. Polietilena glikol yang lebih tinggi dan natrium dipanaskan dengan
butil karbonat untuk mendapatkan polimer polimetilena karbonat.
Contoh lain, alkoholisis dari gliserida. Saat campuran gliserida dipanaskan dengan
katalis lalu diinteresterifikasi dan mendekati komposisi yang diharapkan dari distribusi
acak. Jika alkoholisis dari gliserida yang mengandung asam jenuh atau tak jenuh
dipengaruhi di bawah titik leleh asam yang lebih jenuh menyebabkan gliserida yang
kurang larut terpisah, kesetimbangan akan rusak dan tambahan jumlah dari gliserida
jenuh akan terbentuk.
2.1.4 Peralatan dan operasi alkoholisis. Karena ester anhidrat, alkohol, dan katalis basa
tidak ada yang menyebabkan korosi, peralatannya tidak perlu dibuat dari bahan yang
tahan korosi.

2.2 Asidolisis
CH3COOC2H5 + C16H31COOH ↔ C15H31COOC2H5 + CH3COOH (10)
Karena katalis basa yang sangat efisien dalam alkoholisis tidak dapat digunakan,
katalis asam yang lebih lambat harus digunakan. Boron trifluorida adalah katalis yang
efektif. Garam merkuri sebagai katalis untuk asidolisis vinil ester. Reaksi akan selesai
jika asam pengganti dapat dieleminasi. Asam volatile dapat didistilasi, baik sendiri atau
sebagai suatu azeotrop.

2.3 Esterifikasi oleh asam anhidrat


Reaksi (11) sampai (13) akan tercapai jika produk yang terbentuk tidak berinteraksi
untuk menghasilkan bahan awal. Esterifikasi alkohol lebih cepat dengan asam anhidrat
dibanding asam lainnya.
(CH3CO)2O + C2H5OH  CH3COOC2H5 + CH3COOH (11)
(CH3CO)2O + (CH3)3COH  CH3COOC(CH3)3 (12)
(CH3CO)2O + C6H5ONa  CH3COOC6H6 + CH3COONa (13)
Laju relatif reaksi dari deret alkohol dengan asam asetat anhidrat ditunjukan dalam
Tabel 5 :

Tabel 5. Laju reaksi alkohol dengan asetat anhidrat

Alkohol tersier tertentu, merkaptan, dan fenol memerlukan penggunaan anhidrida


asetat pada proses esterifikasi. Reaksi alkohol dengan anhidrat asetat dapat dipercepat
dengan adanya penambahan katalis asam. Keefektifan katalis asam kuat dalam media
anhidrat merupakan faktor utama penentu aktifitas reaksi. Kebanyakan anhidrat bereaksi
lebih cepat dengan alkohol dalam kehadiran basa. Basa tersebut dapat berupa sodium
hidroksida, garam sodium dari asam, atau tetra amin, yang juga dapat berupa pelarut
untuk reaksi.
2.4 Menggunakan asam klorida
Asam klorida banyak digunakan dalam esterifikasi, khususnya dalam skala
laboratorium. Kelemahannya, asam klorida dapat menyebabkan perubahan dalam
senyawa organik atau korosi serius pada peralatan logam.
C2H5OH + ClCOCl  C2H5OCOCl +HCl (14)
C2H5OH + C2H5OCOCl  (C2H5O)2CO + HCl (15)
C6H5ONa + CH3COCl  C6H5COCH3 +NaCl (16)
Untuk membuat alkil karbonat, fosgen, asam klorida dari asam karbon harus
digunakan. Tahap pertama reaksi (14) berjalan dengan cepat pada suhu kamar atau
dibawahnya, reaksi kedua (15) berjalan lambat. Ketika ester klorida, ROCOCl
diinginkan, alkohol ditambahkan ke larutan fosgen dingin berlebih. Untuk memperoleh
ester netral, fosgen dilewatkan pada alkohol berlebih, dan reaksi tercapai setelah
dihangatkan. Campuran dialkil karbonat, ROCOOR’, didapat dari reaksi alkil
klorokarbonat dengan alkohol, R’OH. Reaksi dipercepat dengan penambahan amina
tersier atau agitasi dengan air dingin alkali. Untuk mempercepat reaksi lambat asam
klorida, campuran dipanaskan, atau mengggunakan mettode Schotten-Baumann [Reaksi
(16)], alcohol atau fenol dicampur dengan 10 atau 25 persen sodium hidroksida padat,
dan asam klorida ditambahkan secara perlahan dengan agitasi yang kuat, sedangkan suhu
dari campuran dijaga pada suhu ≤ 00C.
Reaksi asam klorida dengan fenol diperlancar oleh alumunium klorida. Ester dari
fenol dan alkohol tersier memiliki hasil yang tinggi ketika ada magnesium.

2.5 Esterifikasi amida


Cara terbaik untuk membuat asam amida adalah memproses ester dengan ammonia.
CH3COOC2H5 + NH2 ↔ CH3CONH2 + HOC2H5 (17)
Meskipun reaksi (17) berlangsung dua arah, kesetimbangan lebih ke arah amida sebagai
produk. Namun, hal ini mudah untuk mengkonversi amida menjadi ester dengan
penambahan asam berlebih, seperti sulfurik atau hidroklorik, yang berkombinasi dengan
ammoniak. Ketika alkohol bertitik didih tinggi digunakan, ammoniak dapat dihilangkan
melalui pemanasan. Karena reaksi ke kiri dalam persamaan (17) adalah endotermik, suhu
tinggi secara termodinamika mendukung alkoholisis amida.

2.6 Ester dari garam logam dan alkil halida


CH2COONa + BrC2H5  CH3COOC2H5 +NaBr (18)
CH2COONa + ClCH2C6H5  CH3COOCH2C6H5 + NaCl (19)
Reaksi tipe ini sering digunakan untuk mempersiapkan ester, khususnya yang dapat
digunakan untuk identifikasi asam seingga dipilihlah alkil halide karena menghasilkan
ester kristal. Garam perak sering digunakan dalam reaksi ini karena tidak dibutuhkan
pelarut dan ester yang dihasilkan hanya perlu dimurnikan sedikit. Garam talium
diketahui memberikan hasil yang sangat baik untuk ester. Phthalates dialkil, di mana dua
kelompok alkil sama atau berbeda, dapat disiapkan dengan memanaskan monoalkil
natrium phtalat dengan halide alkil atau halohydrin polimetilena.
Karena reaksi jenis ini berjalan lambat, kecuali pada suhu di atas 1000 C, reaksi
biasanya dilakukan dalam autoklaf untuk menghindari hilangnya bahan yang mudah
menguap. Bila reaksi telah selesai, autoklaf didinginkan dan muatan ditenggelam dalam
air. Ester dipisahkan, dicuci agar terbebas dari garam, dikeringkan, dan diperbaiki.
Reaksi dapat dibalik. Sehingga, ketika fosfat trietil atau ester dari asam alifatik
dipanaskan dengan litium, kalsium, seng, atau besi klorida; diperoleh suatu alkil halida
dan garam dari asam.

2.7 Ester dari Nitril


CH3CN + H2O + C2H5OH  CH3COOC2H5 + NH3
Jika yang diinginkan ester dari asam nitril, maka nitril disaponikasi dan kemudian
asam diesterifikasi dengan cara sepeti biasa.
Nitril asam hidroksida dapat diperoleh dengan penambahan asam hidrosianat ke
aldehida:
CH3CHO + HCN  CH2CH(OH)CN
Nitril hidroksida siap didehidrasi menjadi akrilonitril, yang mana ester akrilik umumnya
diproduksi dengan proses alkoholisis.
Jumlah katalis asam lebih besar dari yang dibutuhkan untuk mengkombinasikan
dengan ammonia yang terbentuk. Suhu reaksi yang lebih tinggi dan reaksi yang lebih
lama diperlukan daripada esterifikasi sederhana. Prosedur umumnya, melarutkan nitril
dalam alkohol yang sesuai dan menjenuhkan larutan yang dihasilkan dengan asam
klorida. Dibawah kondisi tersebut, imino eter hidrocklorida terbentuk [Reaksi (20)].
Ketika imino eter bereaksi dengan air, ester terbentuk [reaksi (21)].
III. ESTER DENGAN PENAMBAHAN UNTUK SISTEM TAK JENUH

3.1 Adisi Asam membentuk Olefin


Penambahan asam organik ke hidrokarbon tak jenuh dalam adanya katalis asam kuat
mungkin terjadi melalui ion karbonium intermediet :

Penambahan dapat terjadi menurut hukum Markownikoff. Penambahan asam karboksil


ke ikatan rangkap dua dari isobutyl dan trimetil etilene menghasilkan ester tersier.
Keseimbangan konsentrasi asam sulfat dibentuk dalam reaksi eksotermik.
Kondisi optimum untuk esterifikasi olefin oleh asam karboksilat membutuhkan
reaksi dengan suhu yang rendah, konsentrasi reaktan yang tinggi, jumlah katalisnya
relatif lebih besar dan kondisi anhidrat.

3.2 Ester dari Asetilena


Ketika asetilena dan asam asetat dibawa bersama dengan katalis yang sesuai, vinil
ester atau ester dari etilen glikol akan terbentuk menurut reaksi (22) atau (23)

Vinil asetat yang digunakan untuk membuat polimer dan etylidene diacetate (intermediet
untuk pembuatan anhidrida asetat) diproduksi dalam skala besar. Asam kuat seperti
sulfat, metan di- dan trisulfonik, dan asam fosfat yang merupakan katalis. Katalis ini
digunakan pada konjugasi dengna garam merkuri. Katalis lain yaitu boron trifluorida dan
garam dari berbagai logam. Seng asetat umumnya digunakan dalam produksi vinil asetat.
Garam seng dapat digunakan juga sebagai katalis untuk persiapan ester vinil dari asam
karboksilat tinggi dalam fase cair.

3.3 Esterifikasi oleh Ketena


Reaksi ketena dengan alkohol untuk menghasilkan ester sangat menarik, karena semua
ketena berjalan ke arah produk dan tidak ada oleh-produk.
Ketena adalah sebagai agen asetilasi yang efektif seperti anhidrida asetat. Asam salisiklik
diasetilasi oleh ketena. Ester diproduksi oleh reaksi ketena dengan asetal atau orto ester.
Boron trifluorida katalis yang baik untuk ditambahkan.

3.4 Xhantates
Karbon disulfide dikombinasikan dengan cepat dengan natrium alkoksida untuk
menghasilkan xantat natrium yang sesuai. Prosedur persiapannya sangat sederhana.

Logam natrium dilarutkan dalam alkohol anhidrat, atau natrium hidroksida dicampur
dengan alkohol yang mengandung air dan ditambahkan karbon disulfide. Peristiwa
tersebut terjadi pada suhu kamar. Natrium atau potassium xantat dimurnikan dengan
rekristalisasi. Pengolahan selulosa xantat yang dibuat dalam jumlah besar sebagai
penghubung dalam pembuatan rayon dan kertas kaca.

3.5 Esterifikasi oleh Etilen Oksida


Etilen oksida bereaksi dengan air untuk membentuk glikol, dengan alkohol untuk
menjadi glikol eter, dan dengan asam asetat untuk menjadi glikol asetat :

Esterifikasi dilakukan dengan melewatkan etilen oksida ke dalam asam yang


dipanaskan yang mengandung asam sulfat atau katalis serupa. Di bawah kondisi ini,
molekul kedua dari asam akan diesterifikasi kelompok bebas alkohol dari monoester
untuk memproduksi diester glikol, dengan katalis alkalin. Ketika benzil klorida bereaksi
dengan etilen oksida, produknya adalah β-kloroetil benzoate. Diatas 1500C, dibawah
tekanan, dan dalam kehadiran katalis, etilen oksida dan karbondioksida berkombinasi
untuk membentuk etilen karbonat.

3.6 Ester dari Karbonmonoksida


Karbonmonoksida bereaksi dengan alkohol pada suhu dan tekanan tinggi, dalam
kehadiran logam alkoksida untuk menghasilkan alkil format.
CH2OH + CO  HCOOCH3
Keberadaan asam atau boron trifluorida pada suhu yang sedikit lebih tinggi, dibawah
tekanan tingggi, produk yang dihasilkan adalah asam. Asam yang terbentuk bereaksi
dengan molekul kedua dari alkohol sehingga produk akhir yang terbentuk adalah ester.
CH3OH + CO  CH3COOH
Molekul tunggal eter bereaksi dengan karbon monoksida.
CH3OCH3 + CO  CH3COOCH3
IV. ESTER DARI ASAM ANORGANIK
Nitrasi gliserol dan selulosa adala produk sintesis kimia tertua yang dilakukan dengan
esterifikasi langsung dari alkohol dan asam nitrat.
C2H5OH + HNO3  C2H5ONO2 + H2O
C3H5(OH)3 + 3HNO3  C3H5(ONO2)3 + 3H2O
Glycerol Glyceryl Trinitrate
[C6H7O2(OH)3] + 3HNO3  [C6H7O2(ONO2)3] + 3H2O
Unit selulosa Unit nitroselulosa
Nitrasi ini dapat dilakukan dalam sistem reaksi homogen atau heterogen. Asam
campuran yang digunakan dalam proses nitrasi, merupakan campuran nitrat dan asam sulfat
dan mengandung air atau sulfur trioksida yang konsentrasinya diatur secara akurat untuk
menghasilkan derajat nitrasi yang diinginkan.
Pada nitrasi selulosa, reaksi dilakukan dalam kondisi terkontrol yang akurat sehingga
diperoleh produk yang diinginkan. Dalam reaksi, harus diperhatikan keseragaman nitrasi,
karena nilai produk yang besar tergantung pada pendekatannya terhadap homogenitas.
Monosulfate terbentuk ketika sulfat [reaksi (24)] atau asam klorosulfonat [reaksi (25)]
bereaksi dengan alkohol :
C2H5OH + HO.SO2.OH C2H5O.SO2OH + H2O (24)
C2H5OH + Cl.SO2.OH  C2H5O.SO2OH + HCl (25)
Reaksi (24) digunakan untuk mengkonversi alkohol yang lebih tinggi menjadi monosulfat
yang sering digunakan sebagai detergen dan wetting agent.
C12H25OH + H2SO4  C12H25OSO2OH + H2O
Reaksi alkohol dengan asam nitrat dan asam sulfat menjadi lambat dan terhenti ketika air
yang terbentuk dalam reaksi terakumulasi. Reaksi dibantu oleh kelebihan asam sulfat atau
belerang trioksida. Sebuah monosulfate alkil dapat dibuat cukup dengan cara yang berbeda
dengan penambahan hidrokarbon tak jenuh menjadi asam sulfat, seperti yang diwakili oleh
reaksi (26) :

Adisi terjadi pada kontak antara hidrokarbon dengan asam, tetapi kecepatan reaksi tergantung
pada kekuatan asam dan sifat hidrokarbon. Untuk menghindari polimerisasi dan isomerisasi
hidrokarbon, suhu dijaga relatif rendah, biasanya 0-40oC.
V. PRAKTEK ESTERIFIKASI

5.1 Rancangan dan Operasi Pabrik Esterifikasi


Pabrik untuk membuat ester dari asam organik dan alkohol dalam skala besar dapat
dibagi menjadi 3 tipe umum berdasarkan volatilitas ester, tergantung apakah (1) produk
dengan titik didih rendah harus difraksinasi dari akumulasi air yang berlebih, contohnya
pada produksi metil dan etil asetat; (2) ester dengan titik didih lebih tinggi dan membawa
air yang cukup untuk dipisahkan, setelah kondensasi, lapisan yang lebih rendah
didekantasi, contohnya butil dan amil asetat; atau (3) ester dengan volatilitas yang rendah
lebih mudah diakumulasi di penyuling dan jika tidak bereaksi secara sempurna, hanya
menguapkan air atau kelebihan asam atau alkohol, contohnya etil dan butil phthalate.
Stainless steel kualitas khusus digunakan untuk esterifikasi skala komersial. Bahan
konstruksi harus tahan terhadap efek korosi dari asam organik dan asam sulfat pada suhu
tinggi. Stainless steel kualitas rendah digunakan pada instalasi dengan katalis konsentrasi
rendah atau tanpa katalis, tetapi disyaratkan suhu yang lebih tinggi dan waktu reaksi
lebih lama. Karena suhu dan konsentrasi pengkorosi meningkat, pilihan stainless steel
dipersempit dengan campuran besi kromium dan campuran austenitic nikel-kromium.
Stainless steel 347 adalah logam terbaik yang terdiri dari campuran 18-8 nikel-kromium
dengan columbium.
Kelas 1. Ester dengan titik didih rendah : Difraksinasi dari Akumulasi Air.
Gambar 5
mengilustrasikan
gambaran penyuling
jenis batch untuk
membuat etil asetat
mentah dan sejenisnya.
Asam organik dan
alkohol digunakan
dengan perbandingan
molekular. Awalnya,
penyuling dapat diisi
sampai 4/5 dari
kapasitasnya. Katalis,
asam sulfat ditambahkan langsung ke penyuling atau dicampur dengan asam organik.
Muatan di penyuling dididihkan, dan distilat direfluks selama suatu waktu dengan
menutup kran buka-tutup (A). Persediaan uap harus dibatasi agar kondenser tidak
menjadi panas atau botol tekanan menunjukkan lebih dari tekanan normal kolom. Setelah
1 jam, termometer di atas kolom harus terbaca kira-kira 70oC untuk etil asetat dan masih
steady, sementara termometer kolom tengah akan secara bertahap menunjukkan
penurunan temperatur. Saat beberapa pelat diisi cairan mendidih sampai 70oC, keran
buka-tutup dapat dibuka untuk mengeluarkan etil asetat secepat ester terbentuk dan
begitu seterusnya sampai suhu di kolom tengah konstan. Isi penyuling berkurang karena
pembentukan dan penghilangan ester, asam dan alkohol dapat ditambahkan secara
bertahap melalui umpan weir box untuk menjaga isi penyuling mendekati volume
konstan. Distilat diperkirakan memiliki titik didih konstan campuran terner yang
komposisinya 82,6% etil asetat, 8,4% etil alkohol, dan 9% air. Kelebihan alkohol
digunakan untuk mencegah pemisahan menjadi 2 lapisan. Distilat ini disimpan, untuk
kemudian dimurnikan di alat pemisah. Titik didih dari campuran terner hingga 70,23 oC,
tetapi di bawah kondisi produksi, perubahan ±1o sering terjadi karena adanya sejumlah
kecil bahan lainnya.
Sedikit air dipindahkan kemudian terbentuk pada reaksi sehingga asam yang dipakai

mengandung setidaknya 20 bagian air tambahan dan alkohol 4 bagian, akumulasi cepat
dari air terjadi di penyuling. Ini menyebabkan perlambatan reaksi dan membutuhkan
kecepatan refluks yang lebih besar. Setelah beberapa waktu, akumulasi air yang besar
dibersihkan seperlunya. Pada tahap ini, alkohol berlebih diumpankan ke penyuling dan
asam diumpankan tidak kontinyu. Distilat kemudian dialihkan ke tangki lainnya dan
digunakan kembali pada isian selanjutnya. Saat asam dan alkohol cukup jenuh, air residu
ditimbun dan penyuling diisi kembali.
Penyulingan distilat ester terdiri dari netralisasi dengan natrium karbonat atau soda
abu selama agitasi, diikuti dengan pencucian air di mana dihilangkan alkohol yang
berlebih. Pencucian sering dilakukan secara countercurrent di packed tube, air mengalir
ke bawah dan ester ke atas, alat yang sama bertindak sebagai decanter. Lapisan ester,
dijaga hingga 4% air di larutan, didistilasi ulang melalui kolom. Distilat pertama yang
mengandung banyak air, dipisahkan kembali atau dicuci kembali, dan cucian didistilasi
ulang secara terpisah untuk menjaga kandungan ester dan alkohol yang kembali ke
proses.
Proses kontinyu untuk membuat etil asetat, yang secara khusus diadaptasi untuk
peralatan asam asetat cair, diilustrasikan di Gambar 6.

Gambar 6. Layout : proses kontinyu untuk memproduksi etil asetat


Di proses ini, air asam sisa, dijenuhkan asam dan alkohonya sampai serendah mungkin
secara ekonomi, dengan cepat dan kontinyu dikeluarkan dari alat. Keuntungannya adalah
pemurnian akhir dan meningkatnya air pencuci dapat diikat dengan produksi ester
mentah.
Bahan mentah dicampur dengan ukuran yang tepat dan diumpankan dari tangki
pengumpan pada aliran steady melalui preheater ke dalam kolom esterifikasi. Dari
bagian atas kolom diambil campuran 20% ester, 10% air, dan 70% alkohol, sedangkan
jumlah yang sesuai dari distilat yang sama direfluks kembali ke kolom (A). Campuran
terner dilewatkan ke kolom pemisah di titik (B). Di sini diperbaiki oleh uap tertutup di
calandria (C). Bagian kondensat dikembalikan sebagai refluks ke kolom atas, dan
menuju ke propotional mixer, dicampurkan dengan air dengan volume yang sama,
sehingga terpisah menjadi 2 lapisan. Lapisan tersebut dipisahkan dalam tangki separator,
bagian lapisan yang berair meluap kembali ke bagian bawah kolom pemisah, dimana
dicampur dengan alkohol dan air yang terakumulasi di dasar kolom; bagian lapisan yang
berair dilewatkan oleh pipa (D) ke kolom esterifikasi. Di pelat terendah dari kolom,
alkohol dijenuhkan dan terdistilasi ke atas sebagai uap, sementara air bekas pakai
dialirkan ke limbah pada (E). Ester yang dicuci, mengandung sedikit air dan alkohol
terlarut, mengalir dari pemisah di (F) dan memasuki kolom pengering dengan jumlah
yang memadai, didistilasi keluar untuk membawa air dan alkohol pergi ke kolom
pemisah ataupun kembali ke pencampur, pencuci dan pemisah. Etil asetat kering yang
terakumulasi di kolom pengering calandria dialirkan melalui pendingin ke tangki
penerima (G). Meskipun kering dan mengandung sedikit alkohol dan asam bebas, perlu
didistilasi ulang sebelum dipasarkan, karena dimungkinkan mengandung garam tembaga
dan ester dengan titik didih tinggi yang terbentuk dari asam lain sebagai zat pengotor
pada asam asetat mentah yang digunakan.
Kelas 2. Ester seperti Butil dan Amil Asetat.
Proses ini berbeda dari kelas 1 karena lebih banyak air yang dialirkan dengan ester ketika
didistilasi dari kolom esterifikasi atau penyuling. Hal ini menyebabkan isi penyuling
cenderung “kering”. Konsekuensinya, peralatan pada Gambar 5 dapat dioperasikan
secara kontinyu dalam waktu yang lama. Kondensat dari kondenser dilalukan ke pemisah
dari bagian di mana lapisan minyak dapat direfluks. Bagian dari refluks dapat diambil
secara langsung dari kondenser tanpa pemisahan, tergantung jumlah air yang akan
dikurangi. Distilat selalu terner yang mengandung ester, alkohol dan air. Kekurangan
distilat pada ester dapat ditingkatkan dengan menjaga penyuling diisi asam lebih banyak.
Jika 100% ester murni diperlukan, dapat diperoleh dari rektifikasi campuran ester-
alkohol setelah pengeringan. Fraksi alkohol yang diperkaya dapat digunakan ulang di
proses esterifikasi.
Dengan menggunakan refluks yang memadai dan menghindari kolom dan penyuling
terlalu kering, asam asetat dapat dijaga agar banyak keluar dari distilat yang dibawa
turun ke kolom oleh refluks, sementara campuran terner yang memiliki titik didih lebih
rendah terakumulasi di atas. Temperature yang lebih rendah dan muatan yang basah juga
cenderung memeriksa pembentukan sulfur dioksida yang dihasilkan dari reduksi asam
sulfat.
Di persiapan butil asetat, asam asetat yang digunakan harus bebas dari asam yang lain;
kadar air tidak terlalu penting. Butil alkohol harus bebas dari alkohol lain dan digunakan
dengan kelebihan 10%. Katalis 0,1% asam sulfat.
Penyuling dipanaskan di bawah refluks total sampai temperatur pada bagian atas
kolom destilasi menjadi konstan sekitar 89oC. Maka distilat ditarik dari kondensor
secepat mungkin tanpa memungkinkan suhu naik di atas 90oC (89,4oC adalah titik didih
ternary dari ester, alkohol, dan air). Persentase komposisi distilat setelah pemisahan ke
dalam 2 lapisan dapat dilihat pada Tabel 6.

Lapisan-lapisan ini dipisahkan secara kontinyu di pemisah otomatis; lapisan atas


dikembalikan ke penyuling, sementara lapisan bawah diambil dan diukur. Setelah reaksi
hampir tercapai, jumlah air yang terpisah dihilangkan; suhu di penyuling, setelah
mencapai keadaan steady, konstan pada suhu refluks butil asetat. Ester mentah
didinginkan dan dinetralisasi dengan natrium hidroksida encer. Setelah pemisahan
lapisan air, ester siap untuk dipisahkan dengan distilasi. Fraksi pertama adalah azeotrop
biner air-ester yang ditangkap di pemisah otomatis, dimana lapisan ester dikembalikan ke
penyuling. Selanjutnya adalah fraksi kecil yang mengandung sedikit air, seperti yang
ditunjukkan oleh kekeruhan ketika dicampurkan dengan dengan 10 volume benzen. Ini
ditambahkan untuk proses batch selanjutnya. Sisa distilat adalah ester dan kemudian
menuju ke pengemasan.
Ketel kapasitas 2000 galon dengan wadah-30 ukuran kolom 30 inchi dapat
memproduksi 1000 galon ester yang siap dikemas dalam 48 jam, menyediakan asam
asetat anhidrat dan butanol. Kehadiran sejumlah air menurunkan kapasitas peralatan dan
lamanya waktu distilasi.
Kelas 3. Ester dengan Volatilitas Sangat Rendah.
Pada kasus ini, ester yang cukup besar tidak tervolatilisasi dengan air yang terbentuk atau
air yang awalnya ada tetapi masih tertinggal di penyuling; sedangkan asam bebas dan
alkohol secara bertahap berkurang. Umumnya, pengaturan pada Kelas 2 dapat
digunakan, hanya metode operasi yang berubah. Pada kasus turunan etil alkohol, dengan
menambahkan benzen ke muatan, air dapat dikurangi dengan mengalirkan aliran keluar
dari pemisah sebagai lapisan bawah yang mengandung beberapa alkohol. Pada kasus
senyawa butil dan amil, penggunaan benzene tidak terlalu diperlukan, penggunaan
alkohol berlebih menyediakan tujuan yang sama, air keluar sebagai biner dengan
alkohol. Pada kasus asam yang mudah teruapkan, air dapat dikurangi dengan menambah
muatan dengan dikloroetilen atau etil asetat. Bagian kolom atas yang terpisah setelah
kondensasi adalah air biner dengan titik didih rendah; sedangkan lainnya di bawah.
Saat reaksi tercapai, sulfur dan asam organik berlebih dinetralisasi, dan muatan
didestilasi sampai kering, dan akhirnya dipanaskan di kondisi vakum tinggi untuk
mengurangi residu dengan titik didih rendah. Perlakuan pemurnian seperti filtrasi, dapat
digunakan terakhir untuk menghasilkan produk kelas satu.

5.2 Interesterfikasi Lemak Babi


Dalam proses interesterifikasi, reaksi transesterifikasi antara campuran gliserida jenuh
dan asam tidak jenuh dilakukan di bawah titik leleh lemak sehingga fraksi lelehan
tertinggi (gliserida trisaturated) diendapkan. Ini memaksa kesetimbangan dalam fasa cair,
di mana transesterifikasi terjadi pada pembentukan gliserida trisaturated lebih banyak
secara langsung yang kemudian terendapkan. Perubahan dalam komposisi gliserida
lemak babi sebagai interesterifikasi ditunjukkan di Gambar 7.

Interesterikasi berjalan sebagai proses


kontinyu. Laju interesterikasi penting karena gliserida
trisaturated hanya dapat diendapkan secepat mereka
terbentuk dalam fase cair. Saat katalis sangat aktif
(campuran natrium-potassium) digunakan, laju
interesterikasi relatif cepat.
Pada proses, lemak babi dipompa melalui
pengering vakum, dan kemudian didinginkan sampai
suhunya di atas titik leleh dengan melewatkannya ke
heat exchanger. Aliran campuran natrium-potassium
Gambar 7. Perhitungan dengan lemak babi kemudian dipompa ke dalam
perubahan di komposisi mixer kontinyu. Lemak babi dengan katalis yang
lemak babi gliserida
tersebar di dalamnya kemudian dilalukan melalui
sebagai hasil
penukar panas ammonia-cooled scraped-wall (unit komersial Votator), dimana suhu
interesterifikasi.
secara cepat turun sampai titik yang diinginkan untuk memulai kristalisasi gliserida
trisaturated. Lemak babi meninggalkan pendingin, lalu menuju tangki kristalisasi di
mana proses terjadi dan pengadukan dikontrol dengan hati-hati. Pada pengkristal terjadi
pengendapan gliserida trisaturated, kebanyakan bagian kritis proses terjadi. Campuran
terakhir yang bergerak melalui pengkristal dikurangi oleh penggunaan 4 tahap
kristalisasi, tiap tahap diaduk secara terpisah di tangki yang dirancang untuk
memungkinkan kelancaran aliran melalui tangki.
Panas pembentukan gliserida trisaturated mencapai suhu di luar jangkauan
yang diinginkan untuk kristalisasi, dan dibutuhkan tahap pendinginan kedua. Setelah
pendinginan kedua, lemak babi melalui pengkristal kedua, di mana pengendapan
gliserida trisaturated terus sampai tingkat yang diinginkan. Tingkat pembentukan
gliserida trisaturated dapat divariasi dengan mengubah waktu di pengkristal atau dengan
memvariasikan temperatur saat kristalisasi berlangsung.
Setelah interesterifikasi berlanjut sampai titik yang diinginkan, katalis
dihancurkan dengan menambahkan air dan karbondioksida. Karbon dioksida menyangga
basa sampai pH rendah dan mengurangi saponifikasi lemak babi. Netralisasi lemak babi
dipanaskan untuk melelehkan kristal gliserida trisaturated. Sabun dihilangkan dengan air
cuci konvensional dan sentrifugasi, dan lemak babi dikeringkan di pengering vakum-
kontinyu. Flow chart dasar untuk proses ini ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Flowchart dasar untuk interesterifikasi langsung lemak babi

5.3 Produksi Polietilen Terephthalate


Polietilen terephthalate digunakan di produksi serat dakron poliester, film
poliester Mylar. Polietilen terphthalate disiapkan oleh reaksi transesterikasi antara
dimetil terephthalate dan alkohol dihidrat, etilen glikol.

Dimetil terephtalate didapat dengan esterifikasi asam terepthalic oleh metanol. Asam
terephtalic adalah zat yang sukar larut dan memiliki titik didih tinggi (di atas 300oC) dan
membutuhkan kondisi khusus untuk esterifikasi. Dua bagian dari metil alkohol, 1 bagian
asam therephtalic, dan 0,01 bagian asam sulfat ditempatkan di tempat tertutup, tangi
tekanan berpengaduk dan dipanaskan sampai 150 oC selama 2 sampai 3 jam. Selama
waktu terakhir, 5-6 bagian metil alkohol ditambahkan dengan lambat ke reaktan cair dan
didistilasi untuk menghilangkan air dari reaksi. Dengan pendinginan, dimetil terephtalate
secara sempurna dipisahkan dari larutan. Hasil yang didapat setinggi 95%. Dimetil
terephtalate dapat dimurnikan dengan kristalisasi dari pelarut bertitik didih tinggi.
Pada proses Imhausen, p-xylene dioksidasi oleh udara pada suhu tinggi untuk
asam p-toluic. Asam p-toluic larut dan mudah diesterifikasi. Lalu diubah ke metil p-
toluate dengan cara biasa. Metil p-toluate kemudian dioksidasi oleh udara menjadi
monometil terephthalate. Produk ini larut dalam pelarut organik dan diesterifikasi oleh
metanol menjadi dimetil terephtalate. Dimetil terephtalated murni dari proses ini sesuai
untuk penggunaan pada produksi polietilen terephthalate.
Katalis yang sesuai adalah litharge, garam seng, garam kalsium, garam magnesium,
logam alkali atau oksidasinya, dll. Konsentrasi katalis antara 0,005-0,1%. Reaksi dimulai
pada 150-160oC, dan metil alkohol didistlasi keluar melalui kolom fraksinasi sampai
reaksi selesai berjalan. Pada akhirnya, suhu reaksi akan mencapai sekitar 230 oC. Produk
reaksi secara statis bis(β-hidroksietil)terephtalate, namun sebenarnya produk reaksi
tersebut merupakan campuran bebas glikol, bis(β-hidroksietil)terephtalate, dan polimer
rendah. Bis(β-hidroksietil)terephtalate murni leleh pada 109 oC, tetapi produk komersial
biasanya leleh pada suhu tinggi karena adanya polimer dengan berat molekul rendah.
Di tahap kedua dari produksi polimer, suhu naik, dan reaksi terjadi antara grup
hidroksietil terakhir untuk memproduksi polimer dan glikol. Vakum dapat diterapkan
perlahan dan suhu dinaikkan untuk menghilangkan glikol dan reaksi lebih lanjut.
Polimerisasi terakhir biasanya selesai pada 260-300oC di kondisi vakum pada 0,1-10
mmHg.
Durasi polimerisasi tergantung konsentrasi katalis, temperatur reaksi, ukuran batch
dari polimer yang akan diproduksi, dan jumlah luas permukaan yang dihasilkan dalam
autoclave polimerisasi. Dalam siklus yang terlalu lama, reaksi kompetisi dan degradasi
panas bolak-balik akan memiliki waktu yang cukup untuk menurunkan viskositas dan
menyebabkan perubahan warna.
Penghilangan etilen glikol dari campuran reaksi polimerisasi harus kontinyu dan
secepat mungkin untuk memastikan polimerisasi terjadi dengan cepat. Untuk
menghilangkan etilen glikol secara efisien, dilakukan polimerisasi dalam tangki yang
menghasilkan luas permukaan maksimum. Pengadukan masa polimerisasi harus pada
pembukaan maskimal batch untuk efek vakum. Operasi yang efisien dapat dilakukan di
tangki berpengaduk yang cepat yang memiliki luas permukaan sentuh atau di unit
kontinyu. Reaksi berhenti ketika produk mencapai viskositas yang diinginkan. Berat
molekul polimer tidak diketahui secara akurat, tetapi produksinya diperoleh dengan
mengontrol viskositas polimer. Ini biasanya terjadi oleh penentuan viskositas dari larutan
encer polimer di pelarut, seperti 60:40 fenol:tetrakloroetan, dibandingkan dengan pelarut
murni. Dengan memplot

di mana ηr adalah viskositas larutan encer dan C adalah konsentrasi dalam


gram poliester per 100 ml larutan, dan ekstrapolasi sampai konsentrasi nol, viskositas
intrinsik [ηo] ditentukan. Polimer yang diinginkan secara komersial harus memiliki
viskositas intrinsik di atas 0,45. Polietilen terephtalate berbentuk seperti air dengan
warna putih. Polimer murni memiliki titik leleh 265oC. Glikol lainnya dapat digunakan
untuk membuat polimer. Tabel berikut menunjukkan titik leleh dari seri homolog αῳ-
glikol ester dari asam terephtalic.

5.4 Persiapan Vinyl Asetat


Produksi vinyl asetat yang akan digunakan untuk mempersiapkan polyvinyl asetat,
lebih banyak dilakukan sebagai reaksi fase uap antara asetilen dan asam asetat.
Flowsheet menunjukkan hal utama peralatan untuk proses fase uap yang ditunjukkan di
Gambar 10. Seng asetat digunakan sebagai katalis untuk proses fase uap ini. Katalis yang
sesuai mengandung 3-5 mm butiran campuran dari 42 bagian seng asetat sampai 100
bagian arang aktif. Pengkatalis adalah kotak baja di mana katalis berlangsung antara
pelat vertikal. Pendinginan reaksi eksotermis dilakukan oleh tabung baja horizontal di
bed katalis di mana air dilewatkan.
Gambar 10. Flow sheet proses produksi monomer vinyl asetat
Asetilen yang murni, dari seluruh hidrogen sulfida dan phosphine telah
dihilangkan dengan menyerapnya menggunakan asam sulfat dan melewatkan potasium
dikromat dan kieselguhr, lalu digelembungkan melalui asam asetat dan dipanaskan
sampai 60oC pada vaporizer. Laju alir diatur sehingga gas yang meninggalkan vaporizer
membawa 23% berat asam asetat. Gas yang dipanaskan sampai 170 oC dilewatkan
melalui rangkaian seri heat exchanger dan pemanas, mengalir ke dalam pengkatalis, di
mana suhu gas dijaga 170 oC.
Konversi vinyl asetat di pengkatalis dapat diatur dengan menyetel kecepatan alir gas
melalui pengkatalis atau memvariasikan suhu reaksi. Keseimbangan ekonomi terbaik
diperoleh pada konversi 60%. Katalis memiliki waktu pakai selama 2 bulan ketika vinyl
asetat diproduksi pada laju 400-500 ton kubik per bulan.
Uap vinyl asetat mentah muncul dari pengkatalis melewati heat exchanger kemudian
melalui pemisah di mana debu karbon dihilangkan. Uap kemudian dilewatkan melalui 3
kondensor yang disusun seri, seperti yang diilustrasikan pada flowsheet (Gambar 10).
Kondensat dari setiap unit, ditambah cairan dari penghilang kabut, dikumpulkan lalu
dialirkan ke penyuling. Rata-rata kondensat 60% vinyl asetat murni dan 40% asam
asetat. Pembentukan resin selama distilasi dicegah dengan penambahan
thiodiphenylamine ke vinyl asetat mentah di penyuling. Hasil dari berbagai jenis vinyl
asetat dari 92-95% bergantung pada asetilen dan dari 97-99% bergantung pada asam
asetat.
Karena katalis yang digunakan tidak memiliki efek korosi yang tinggi, bahan
konstruksi untuk peralatan proses tidak perlu bahan khusus tahan korosi tinggi, cukup
digunakan stainless steel.

5.5 Terpene Ester dari Penambahan Langsung Asam Aliphatic


Terpene ester dapat dibuat dari penambahan langsung asam lemak; halogenasi;
thiosianat asam lemak menjadi hidrokarbon terpene; ether dan ester. Karena terpene
bisiklik (camphene, α-pinene, dan β-pinene) lebih reaktif daripada monosiklik, mereka
adalah bahan pemulai yang lebih baik.
Apakah pembentukan ester didominasi ke sekunder atau tersier, tergantung pada
penggunaan terpene. Pada kasus camphane, penambahan didahului oleh isomerisasi, dan
ester adalah sekunder. Pinene memberikan campuran di mana ester tersier mendominasi,
perbandingan tersier dan sekunder tergantung kondisi reaksi.
Penambahan terjadi pada temperatur rendah, lebih baik di bawah 100oC, agar
kecenderungan untuk isomerisasi menjadi monosiklik terpene dan polimerisasi dapat
diminimalkan. Pada laporan penggunaan asam lemak yang menyebabkan korosi alami,
diperlukan peralatan glass-lined.
Contoh yang khas : Campuran 1.100 bagian berat terpentin dan 750 bagian asam
monokloroasetat dijaga pada 50-55 oC selama 8 jam di bawah selimut karbon dioksida.
Produk dicuci dengan air dingin untuk menghilangkan asam yang tidak bereaksi dan
didistilasi dengan uap untuk menjaga terpene yang tidak terkombinasi. Hasil dari isomer
ester adalah 60%. Ester yang tampak seperti air namun berwarna putih dapat diperoleh
dari flash distilasi dalam keadaan vakum.

5.6 Ester Selulosa


Selulosa asetat adalah polimer komersial penting yang digunakan pada produksi
benang pintal selulosa asetat, plastik, film foto dan kertas serta permukaan mantel.
Sumber komersial utama dari selulosa kimia adalah pemurnian katun linter yang
mengandung 99% α-selulosa dan pemurnian pulp kayu 96% α-selulosa. Selulosa terjadi
pada bahan-bahan tersebut sebagai kristal, polimer dengan berat molekul tinggi.
Bentuknya berserat, yang tidak larut dalam reagen biasa. Selulosa tidak akan bereaksi ke
tingkat yang signifikan dengan asam asetat dan akan bereaksi dengan asetat anhidrat
tanpa katalis hanya pada temperatur sangat tinggi, di mana selulosa terdegradasi.
Karena selulosa tidak larut di pelarut asetilation dan berbentuk serat, perlu dibuat grup
hidroksil yang dapat diakses ke agen pengasetilat. Perlakukan awal atau aktivasi
dirancang untuk mencapai hal ini. Merendam selulosa di asam asetat atau asam asetat
encer sebelumnya dapat meningkatkan kereaktifannya.
Asam sulfat digunakan sebagai katalis untuk mendorong reaksi selulosa dengan asetat
anhidrat. Reaksi untuk memproduksi selulosa asetilat secara penuh (44,8% kadar asetil)
dapat ditunjukkan pada persamaan ini :

Asam sulfat bertindak sebagai katalis melalui reaksi awal dengan selulosa, khususnya
pada grup hidroksil primer. Kemudian reaksi dengan asetat anhidrat mengganti
kombinasi asam sulfat, dan selulosa triasetat yang diproduksi. Reaksi heterogen antara
serat selulosa dan larutan asam asetat-asetat anhidrat diteruskan hingga larutan diperoleh.
Sifat heterogen dari masa reaksi dan viskositas tinggi dari produk yang dihasilkan
membutuhkan agitasi khusus untuk menjaga keseragaman hasil. Peralatannya harus
tahan terhadap korosi dari reagen, bentuk tangki berputar dari tipe ball-mill, dengan atau
tanpa baffle. Karena selulosa triasetat tidak larut pada pelarut umum seperti aseton,
caranya dihidrolisis dengan aging bius triester.
Proses komersial yang khas ditunjukkan secara skematis pada Gambar 11 dan
dideskripiskan pada paragraf berikut :

Gambar 11. Flow sheet : produksi selulosa asetat

Satu bagian selulosa (kadar air sekitar 5%) ditambahkan ke 2,4 bagian asam asetat di
pencampur stainless steel tipe Werner dan Pfledierer, dan pencampur dijalankan selama
1 jam pada 37,8oC. Empat bagian asam asetat dan 0,88% asam sulfat, tergantung pada
berat selulosa, ditambahkan, dan pencampuran berlanjut pada temperatur yang sama
selama 45 menit. Campuran kemudian didinginkan sampai 18,3oC. Setelah 2,7 bagian
dari 98% asetat anhidrat telah ditambahkan, dan campuran telah didinginkan sampai
15,6oC, 6,12% asam sulfat (tergantung dari berat selulosa), yang telah diencerkan dengan
asam asetat yang memiliki berat yang sama, kemudian ditambahkan. Temperatur yang
diperbolehkan dicapai secara bertahap 32-35oC selama interval waktu 1,5-2 jam. Pada
tahap ini, reaksi campuran sangat pekat dan tanpa terbentuk serat. Campuran dari 1
bagian air dan 2 bagian asam asetat kemudian ditambahkan selama interval 1 jam. Reaksi
dari anhidrat berlebih dengan air mencapai temperatur sekitar 5oC. Setelah larutan
dicampur dan temperatur diatur pada 37,8 oC, larutan dipindahkan ke tangki hidrolisis
dan dijaga pada 37,8 oC sampai ester dari kadar asetil yang diinginkan diperoleh. Asetat
selulosa kemudian diendapkan dengan air dengan menjalankan dope dengan lambat ke
dalam tangki agitasi di mana konsentrasi asam asetat dijaga pada 25% dengan
penambahan larutan encer asam asetat lemah. Asam ditampung dari pengendapan
serpihan asetat selulosa, dan serpihan dicuci dengan air sampai bebas dari bekas asam
yang tidak terkombinasi. Bekas dari garam kalsium dan magnesium di air cuci
membantu stabilisasi asetat, dan jumlah kecil dari garam ini ditambahkan untuk stabilitas
optimal. Zat-zat disentrifugasi atau ditekan untuk mengurangi kadar air dan kemudian
dikeringkan di pengering moving belt tunnel.
Selulosa asetat memiliki kandungan asetat sekitar 39,5% dan memiliki derajat
polimerisasi sekitar 400. Bahan pada komposisi ini larut dalam aseton, dan spinning dope
sekitar 25% konsentrasi padat dapat dengan mudah disiapkan. Zat yang memiliki 39-
41% kandungan asetil dapat dibuat menjadi plastik melalui penggabungan selulosa asetat
dengan dietil phthalate.
Selulosa ester lainnya yang dibuat komersial adalah selulosa asetat propionat, selulosa
propionat, dan selulosa asetat butirat. Zat-zat tersebut dibuat dari proses yang mirip
dengan proses selulosa asetat kecuali jika propionic anhidrat dan asam atau butirat
anhidrat dan asam disubtitusikan sebagian atau selurhnya dari asetat anhidrat dan asam.
Umumnya, kondisi esterifikasi ringan dan aktifasi lebih efektif dibutuhkan. Rasio
kombinasi butiril atau propionil hingga asetil terkombinasi adalah fungsi kuantitas molar
relatif komponen campuran asetilasi baik dalam bentuk asam ataupun anhidrat.
5.7 Produksi Gliseril Trinitrat (Nitrogliserin)
Gliserol adalah cairan seperti sirup pada temperatur standard tetapi dibekukan ketika
berada pada suhu di bawah 10oC dalam waktu yang lama. Produksi gliserol untuk
produksi gliseril trinitrat, C3H5(O.NO2)3, umumnya mengandung tidak lebih dari 98,72%
gliserol (sp gr, 1,2620 pada 15,6oC/15,6oC).
Karena titik beku gliseril trinitrat sekitar 13,3oC (56 oF), titik beku nitrogliserin
diturunkan dengan menambahkan berbagai persentase dari etilen glikol ke gliserol
sebelum nitrasi. Etilen glikol komersial untuk nitrasi harus mengandung tidak kurang
dari 99% etilen glikol. Spesifik gravity harus 1,116-1,119 pada 15,6oC/15,6oC.
Proses membuat nitrogliserin terdiri dari penambahan gliserol secara perlahan ke
muatan yang sesuai dari campuran nitrit dan asam sulfat untuk membentuk nitrogliserin
dan asam penghabisan, memisahkan nitrogliserin dari asam penghabisan, dan
menetralisasi asam yang tertinggal di nitrogliserin melalui alkali untuk menghasilkan
nitrogliserin yang netral dan stabil.
Produksi gliseril trinitrat dan ester serupa merupakan operasi yang berbahaya kecuali
diatur dalam kondisi yang sesuai dan rancangan peralatan yang tepat.
Proses Biazzi. Dalam beberapa tahun, proses untuk menyiapkan nitrogliserin terjadi
dalam operasi batch, dan prosedur sedikit bervariasi. Pada tahun terakhir, proses
kontinyu modern, dikembangkan oleh Mario Biazzi dari Swiss, secara bertahap diganti
dengan metode produksi yang lebih lama. Peralatan (Gambar 12) termasuk penitrasi,
pemisah, dan tiga pencuci pengaduk mekanik. Unit nitrasi yang dibuat dari stainless steel
yang dipoles, yang mencegah akumulasi nitrogliserin.

Gambar 12. Flow diagram dari pabrik nitrogliserida Biazzi


Penitrasi didinginkan oleh sistem spiral tertutup dari koil di mana garam natrium nitrat
pada -5oC disirkulasikan selama nitrasi untuk menjaga suhu reaksi 10-15oC. Agitasi
disediakan oleh pengaduk berkecepatan tinggi, yang menyebabkan emulsi untuk sirkulasi
sekitar koil pendingin sebelum dialirkan keluar secara kontinyu melalui luapan dari
pemisah.
Aliran dari gliserol dan asam campuran (45% asam nitrit dan 55% asam sulfat)
diumpankan di atas penitrasi. Setelah sirkulasi di koil pendingin, emulsi nitrogliserin dan
asam penghabisan yang terbentuk di reaksi memasuki pemisah sirkular secara tangensial,
memberi pergerakan rotasi ke isi. Pergerakan ini membantu mempercepat pemisahan
nitrogliserin dari asam penghabisan. Kaca penglihatan digunakan untuk mengamati
proses pemisahan di tangki pemisahan.
Nitrogliserin yang terpisah mengalir keluar secara kontinyu dari separator menuju ke
tangki pencuci pertama dari tiga tangki pencuci yang diaduk dengan pengaduk
berkecepatan tinggi. Dalam tangki, emulsi murni nitrogliserin dan volume yang sama
dari 12 persen padatan natrium karbonat dibentuk oleh pengadukan dan bafel yang
dirancang khusus. Emulsi mengalir melalui tiga pencuci sampai wadah penyimpanan
akhir. Tiga tangki memberikan waktu kontak yang cukup antara larutan natrium karbonat
dan asam nitrogliserin untuk memastikan tercapainya netralisasi.
Seluruh sistem dapat dikontrol dan diamati di pusat kontrol. Gliserin bebas terjadi
hanya dalam separator, dan 1,350 lb nitrogliserin dalam ruang nitrasi (dalam unit
memiliki sebuah output 2,500 lb per jam), hanya 125 lb terjadi bebas, sisanya adalah
emulsi yang relatif aman.
Proses Bazzi awalnya menghasilkan nitrogliserin dengan kualitas yang sesuai
untuk digunakan dalam dinamit. Jika produk tersebut akan digunakan untuk menyiapkan
bubuk rendah asap, kemurnian produk yang tinggi diperlukan dan tambahan mencuci dan
vessel pemisah disediakan. Diakhir proses, alat dimatikan: (1) Umpan dari gliserin
dihentikan; (2) Umpan campuran asam dihentikan; (3) Pengaduk nitrat dihentikan; (4)
Asam penghabisan dari tangki atas kemudian dirawat di bawah nitrator, menggusur
nitrogliserin ke atas sampai semuanya telah ditransfer ke pemisah; (5) Asam meluap dari
separator kemudian dinaikkan sampai semua nitrogliserin dalam pemisah telah
dipindahkan ke mesin pencuci pertama.; (6) Pencuci dikosongkan dalam urutan setelah
aliran natrium karbonat dihentikan. Kemudian agitasi dihentikan, semua nitrogliserin
dan natrium karbonat mengalir ke gudang secara gravitasi. Ketika mematikan semalam,
asam yang habis digunakan untuk mengisi nitrat dan pemisah sebagian dan memfasilitasi
start-up pada keesokan harinya. Untuk lebih lama ditutup, asam yang habis ditarik
melalui dilluter untuk pemulihan.
Klassen dan Humphreys memberikan perbandingan menarik yang ditunjukkan
dalam Tabel 7 untuk proses batch dan kontinyu. Mereka juga membandingkan bahan
baku penggunaan untuk batch dan proses Bazzi, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 8

Tabel 7. Perbandingan nitrasi Bazzi dan batch

Tabel 8. Bahan mentah dan kerja yang diperlukan oleh Biazzi dan proses batch
DAFTAR PUSTAKA

Dimian, Alexander C, Costin Sorin Bildea. 2008. Chemical Process Design. Weinheim :
Wiley VCH Verlag GmbH
Groggins, P. H. 1995. Unit Processes in Organic Synthesis. Delhi : Tata McGraw-Hill
Heaton, Alan. 1996. An Introduction in Industrial Chemistry. London : Chapman & Hall
Kent, James A. 2007. Kent and Riegel’s Handbook of Industrial Chemical and
Biotechnology, 11th edition. New York : Springer Science and Business Media

Anda mungkin juga menyukai