ESTERIFIKASI
Dosen Pembimbing :
A.S Dwi Saptati N.H., S.T , M.T
Disusun oleh :
Alfonsina A. A. Torimtubun (115061100111027)
V. PRAKTEK ESTERIFIKASI......................................................................................22
5.1 Rancangan dan Operasi Pabrik Esterifikasi...........................................................22
5.1.1 Kelas 1.......................................................................................................22
5.1.2 Kelas 2.......................................................................................................25
5.1.3 Kelas 3.......................................................................................................26
5.2 Interesterifikasi lemak babi...................................................................................27
5.3 Produksi polietilen terephthalate...........................................................................28
5.4 Persiapan vinyl asetat...........................................................................................30
5.5 Terpene Ester dari Penambahan Langsung Asam Aliphatic.................................30
5.6 Ester selulosa.........................................................................................................32
5.7 Produksi Gliseril Trinitrat (Nitrogliserin)..............................................................35
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................38
I. ESTERIFIKASI OLEH ASAM ORGANIK
Karena oksigen lebih elektronegatif dibanding karbon, karbonil karbon menjadi lebih
positif dibanding karbonil oksigen. Hal ini dapat dipresentasikan sebagai :
Setiap senyawa (B) yang mengandung pasangan elektron bebas, apakah karena ionisasi
atau tidak, dapat menyerang pusat positif. Sehingga, bentuk transisi menjadi kehilangan
muatan negatif oleh hilangnya ion hidroksil atau jenis yang semula menyerang pusat positif.
Kesetimbangan akan terjadi antara reaktan dan produk karena ion hidroksil yang dihasilkan
dapat menyerang III untuk membentuk bentuk transisi yang sama seperti bentuk I dan II.
Berthelot dan Pean de St. Gilles membuat pengukuran pertama yang tepat mengenai
kesetimbangan etanol-asetat dan asam-etil asetat dan menentukan titik kesetimbangannya.
Hasilnya menunjukkan bahwa reaksi bolak-balik dan tingkat reaksi bergantung pada jumlah
relatif dari tiap senyawa yang ada. Konstanta kesetimbangan reaksi tersebut adalah
Dari tabel, dapat disimpulkan bahwa semakin bercabang rantai karbon alkohol dan
semakin dekat cabang ke gorup hidroksil, semakin lambat esterifikasi tersebut dan semakin
rendah batasan esterifikasi. Efek ini disebabkan karena alkohol atau molekul asam dirintangi
oleh halangan sterik.
Percobaan serupa, diciptakan oleh Menschutkin yang menggunakan isobutil alkohol
dengan berbagai jenis asam. Beberapa hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Laju dan Batasan Esterifikasi Alkohol Isobutil pada 155 oC dengan Berbagai Jenis Asam
Asam formiat bereaksi lebih cepat daripada asam rantai tunggal dan asam berantai cabang
(trimetilasetat dan dimetiletilasetat) yang bereaksi lambat. Kelompok fenil (9 &10) tidak
memperlambat esterifikasi, tetapi esterifikasi dari asam aromatis murni (12 & 13) terjadi
sangat lambat. Dengan membandingkan asam sinamat dengan propionat fenil, dapat dilihat
bahwa ikatan ganda dalam konjugasi dengan kelompok fenil memiliki efek perlambatan
untuk terjadi esterifikasi. Alkohol yang larut di asam formiat berlebih diesterifikasi beberapa
ribu kali secepat alkohol yang larut di asetat.
Meskipun dengan alkohol, esterifikasi dengan laju lambat terjadi bersamaan dengan
batasan konversi rendah, untuk asam terjadi sebaliknya. Oleh karena itu, asam
dimetiletilasetat menghasilkan hanya 3,4% ester selama 1 jam tetapi setelah 500 atau 600 jam
mencapai batasan yang lebih tinggi dari batasan asam asetat.
Ada kasus khusus, yaitu 2,6-asam benzoat terdisubstitusi (asam penghalang),
teresterifikasi sangat lambat dengan metode biasa. Meskipun satu kelompok orto memiliki
efek; sekelompok metil orto ke gugus karboksil mengurangi tingkat esterifikasi asam
benzoat sebesar 68%, gugus etil sebesar 80%, dan kelompok propil sebesar 83%. Namun,
Newman menemukan bahwa asam penghalang dengan kadar tinggi dapat diesterifikasi secara
cepat dengan melarutkan asam dalam asam sulfat pekat lalu menuangkan larutan yang
dihasilkan dalam alkohol. Mekanisme reaksi melibatkan pembentukan ion karbonium dari
asam yang bereaksi dengan alkohol.
Tabel 3. Laju relatif hidrolisis metil asetat dengan berbagai jenis asam sebagai katalis
Katalis esterifikasi adalah senyawa yang bersifat asam di alam. Saat asam (HA)
ditambahkan ke campuran eksterifikasi, adanya oksigen akan bertindak sebagai basa
dan berkoordinasi dengan asam. Mekanisme dapat dituliskan dalam 2 tahap,
tergantung di mana oksigen dari grup karboksil bertindak sebagai basa.
Alkohol oksigen juga dapat bertindak sebagai basa terhadap asam. Namun, reaksi ini
menghambat eksterifikasi dan, di samping itu, dapat menyebabkan dehidrasi alkohol.
Tekanan dapat ditingkatkan sehingga suhu yang lebih tinggi dapat digunakan.
Asam sulfat dan asam klorida adalah katalis yang paling umum digunakan di
laboratorium karena keefisienannya dan di pabrik karena murah dan sifat korosifnya lebih
rendah terhadap logam. Asam sulfat dapat menyebabkan dehidrasi alkohol jika digunakan
dalam jumlah terlalu besar pada temperature yang terlalu tinggi. Penggunaan asam kuat
lainnya sebagai katalis dapat menyebabkan isomerisasi atau kerusakan pada alkohol
tersier.
Asam perchloric dan asam phosphoric telah direkomendasikan sebagai katalis. Asam
phosphoric sedikit efisien tetapi juga sedikit merusak. Asam sulfat khususnya yang
mengandung jumlah atom karbon yang tepat adalah katalis yang diinginkan karena
efisiensinya tinggi dan kelarutannya di alkohol tinggi dan sedikit memiliki aksi merusak.
Reagen Twitchell (pembentukan kompleks dari naftalen); asam oleat; asam p-
toluenesulfonic; wetting agent seperti asam dodecanesulfonic; boron; silikon florida; resin
penukar ion yang menawarkan keuntungan mudah dipindahkan dengan filtrasi sederhana.
Seng dan timah klorida adalah katalis akftif. Berbagai paten mengklaim penggunaan
aluminum, kobalt, timbal, mangensium, timah, dan seng sebagai katalis esterifikasi.
Dari kesetimbangan mol sekitar decanter, lapisan air mengandung 0,599 mol / mol
uap yang keluar, dan lapisan n-butil alkohol mengandung 0,401 mol / mol uap yang
keluar. Rasio refluks minimumnya adalah
Refluks minimumnya adalah 0,669 x 0,00935 = 0,00626 mole/min
Untuk menjaga air pada seluruh pelat, seperti ditentukan oleh kesetimbangan mol
awal, konstanta laju uap dari 0,125 mol/ menit akhirnya dipilih.
Kesetimbangan mol seluruhnya untuk reaktor, sekarang dapat diperoleh :
Jumlah pelat yang dibutuhkan untuk 99% konversi sekarang dapat ditentukan, dimulai
dengan reboiler (pelat I) :
Fraksi mol dari komponen V1 pada kesetimbangan dengan P didapat dari Gambar 3
dan 4 dan digunakan dengan laju uap, 0,125 mol per menit, untuk menghitung komposisi
uap. Konstanta laju reaksi (kT) sekarang ditentukan dari Persamaan (1), didapat dari data
eksperimen
Gambar 3. Data kesetimbangan uap-cair butanol Gambar 4. Data kesetimbangan uap-cair air
Laju reaksi di sistem kontinyu konstan dalam pelat, karena rata-rata komposisi cair
konstan. Menerapkan kondisi ini dengan integrasi persamaan laju orde 2 [(Pers. 2)]
laju batas (t 0), atau besarnya reaksi, yang berhubungan dengan konstanta konsentrasi
monoester adalah [(Pers. 3)]
Komposisi dari luapan cairan dari pelat II dapat diperoleh dari kesetimbangan mol
sekitar reboiler.
Prosedurnya kontinyu, pelat dari pelat, sampai sebuah pelat mencapai titik di mana
komposisi umpan cairan diperkenalkan; total pelat yang dibutuhkan berjumlah 4. Hasil
yang diperoleh dapat diterapkan untuk berbagai unit ukuran, asalkan kelipatan langsung
umpan dan laju produk dan volume penahan yang digunakan.
(1) Pencapaian kesetimbangan aksi massa tidak diperlukan; selain itu, waktu kontak
yang lama, diperoleh dari volume penahan yang besar dan jumlah pelat, tidak terlalu
memperoleh konversi keseluruhan yang tinggi. (2) Perhitungan yang serupa
menunjukkan bahwa, untuk pelat dan komposisi, laju dari reaksi meningkat dengan rasio
refluks. (3) Efek dari konsentrasi katalis, baik alkohol atau asam harus ditambahkan
secara terpisah, atau dicampurkan, temperature umpan, dll, dapat dievaluasi.
II. ESTERIFIKASI DARI TURUNAN ASAM KARBOKSILAT
2.1 Alkoholisis
CH2COOC2H5 + HCOH3 CH3COOH3 + HOC2H5 (4)
Dalam alkoholisis (4), alkohol bereaksi dengan asam karboksilat untuk membuat
ester baru, dimana reaksinya lambat namun dapat dipercepat dengan bantuan katalis.
2.1.1 Thermodinamika alkoholisis. Alkoholisis diangggap sebagai hal yang khusus
dalam esterifikasi. Keseimbangan esterifikasi asam dari alkohol untuk reaksi alkoholisis
dapat ditulis seperti berikut.
C6H5COOC2H5 + CH3OH C6H5COOH3 + C2H5OH
(C6H5COOC2H5)(CH3OH)
(C6H5COOH3)(C2H5OH)
=K
Pada suhu kamar tanpa adanya katalis, keseimbangan terbentuk sangat lambat. Asam
kuat umumnya digunakan sebagai katalis esterifikasi, tapi juga baik untuk katalis
alkoholisis. Umumnya katalis yang digunakan untuk alkoholisis adalah sodium
alkoksida. Katalis tersebut harus digunakan di sistem anhidrat karena katalis tersebut
terhidolisis oleh air dan berakibat hidroksida yang dihasilkan menghidrolisis ester.
Penjelasan untuk kenaikan laju yaitu kebasaan dari oksigen alkohol meningkat yang
menyebabkan serangan pada karbon karbonil positif.
2.2 Asidolisis
CH3COOC2H5 + C16H31COOH ↔ C15H31COOC2H5 + CH3COOH (10)
Karena katalis basa yang sangat efisien dalam alkoholisis tidak dapat digunakan,
katalis asam yang lebih lambat harus digunakan. Boron trifluorida adalah katalis yang
efektif. Garam merkuri sebagai katalis untuk asidolisis vinil ester. Reaksi akan selesai
jika asam pengganti dapat dieleminasi. Asam volatile dapat didistilasi, baik sendiri atau
sebagai suatu azeotrop.
Vinil asetat yang digunakan untuk membuat polimer dan etylidene diacetate (intermediet
untuk pembuatan anhidrida asetat) diproduksi dalam skala besar. Asam kuat seperti
sulfat, metan di- dan trisulfonik, dan asam fosfat yang merupakan katalis. Katalis ini
digunakan pada konjugasi dengna garam merkuri. Katalis lain yaitu boron trifluorida dan
garam dari berbagai logam. Seng asetat umumnya digunakan dalam produksi vinil asetat.
Garam seng dapat digunakan juga sebagai katalis untuk persiapan ester vinil dari asam
karboksilat tinggi dalam fase cair.
3.4 Xhantates
Karbon disulfide dikombinasikan dengan cepat dengan natrium alkoksida untuk
menghasilkan xantat natrium yang sesuai. Prosedur persiapannya sangat sederhana.
Logam natrium dilarutkan dalam alkohol anhidrat, atau natrium hidroksida dicampur
dengan alkohol yang mengandung air dan ditambahkan karbon disulfide. Peristiwa
tersebut terjadi pada suhu kamar. Natrium atau potassium xantat dimurnikan dengan
rekristalisasi. Pengolahan selulosa xantat yang dibuat dalam jumlah besar sebagai
penghubung dalam pembuatan rayon dan kertas kaca.
Adisi terjadi pada kontak antara hidrokarbon dengan asam, tetapi kecepatan reaksi tergantung
pada kekuatan asam dan sifat hidrokarbon. Untuk menghindari polimerisasi dan isomerisasi
hidrokarbon, suhu dijaga relatif rendah, biasanya 0-40oC.
V. PRAKTEK ESTERIFIKASI
mengandung setidaknya 20 bagian air tambahan dan alkohol 4 bagian, akumulasi cepat
dari air terjadi di penyuling. Ini menyebabkan perlambatan reaksi dan membutuhkan
kecepatan refluks yang lebih besar. Setelah beberapa waktu, akumulasi air yang besar
dibersihkan seperlunya. Pada tahap ini, alkohol berlebih diumpankan ke penyuling dan
asam diumpankan tidak kontinyu. Distilat kemudian dialihkan ke tangki lainnya dan
digunakan kembali pada isian selanjutnya. Saat asam dan alkohol cukup jenuh, air residu
ditimbun dan penyuling diisi kembali.
Penyulingan distilat ester terdiri dari netralisasi dengan natrium karbonat atau soda
abu selama agitasi, diikuti dengan pencucian air di mana dihilangkan alkohol yang
berlebih. Pencucian sering dilakukan secara countercurrent di packed tube, air mengalir
ke bawah dan ester ke atas, alat yang sama bertindak sebagai decanter. Lapisan ester,
dijaga hingga 4% air di larutan, didistilasi ulang melalui kolom. Distilat pertama yang
mengandung banyak air, dipisahkan kembali atau dicuci kembali, dan cucian didistilasi
ulang secara terpisah untuk menjaga kandungan ester dan alkohol yang kembali ke
proses.
Proses kontinyu untuk membuat etil asetat, yang secara khusus diadaptasi untuk
peralatan asam asetat cair, diilustrasikan di Gambar 6.
Dimetil terephtalate didapat dengan esterifikasi asam terepthalic oleh metanol. Asam
terephtalic adalah zat yang sukar larut dan memiliki titik didih tinggi (di atas 300oC) dan
membutuhkan kondisi khusus untuk esterifikasi. Dua bagian dari metil alkohol, 1 bagian
asam therephtalic, dan 0,01 bagian asam sulfat ditempatkan di tempat tertutup, tangi
tekanan berpengaduk dan dipanaskan sampai 150 oC selama 2 sampai 3 jam. Selama
waktu terakhir, 5-6 bagian metil alkohol ditambahkan dengan lambat ke reaktan cair dan
didistilasi untuk menghilangkan air dari reaksi. Dengan pendinginan, dimetil terephtalate
secara sempurna dipisahkan dari larutan. Hasil yang didapat setinggi 95%. Dimetil
terephtalate dapat dimurnikan dengan kristalisasi dari pelarut bertitik didih tinggi.
Pada proses Imhausen, p-xylene dioksidasi oleh udara pada suhu tinggi untuk
asam p-toluic. Asam p-toluic larut dan mudah diesterifikasi. Lalu diubah ke metil p-
toluate dengan cara biasa. Metil p-toluate kemudian dioksidasi oleh udara menjadi
monometil terephthalate. Produk ini larut dalam pelarut organik dan diesterifikasi oleh
metanol menjadi dimetil terephtalate. Dimetil terephtalated murni dari proses ini sesuai
untuk penggunaan pada produksi polietilen terephthalate.
Katalis yang sesuai adalah litharge, garam seng, garam kalsium, garam magnesium,
logam alkali atau oksidasinya, dll. Konsentrasi katalis antara 0,005-0,1%. Reaksi dimulai
pada 150-160oC, dan metil alkohol didistlasi keluar melalui kolom fraksinasi sampai
reaksi selesai berjalan. Pada akhirnya, suhu reaksi akan mencapai sekitar 230 oC. Produk
reaksi secara statis bis(β-hidroksietil)terephtalate, namun sebenarnya produk reaksi
tersebut merupakan campuran bebas glikol, bis(β-hidroksietil)terephtalate, dan polimer
rendah. Bis(β-hidroksietil)terephtalate murni leleh pada 109 oC, tetapi produk komersial
biasanya leleh pada suhu tinggi karena adanya polimer dengan berat molekul rendah.
Di tahap kedua dari produksi polimer, suhu naik, dan reaksi terjadi antara grup
hidroksietil terakhir untuk memproduksi polimer dan glikol. Vakum dapat diterapkan
perlahan dan suhu dinaikkan untuk menghilangkan glikol dan reaksi lebih lanjut.
Polimerisasi terakhir biasanya selesai pada 260-300oC di kondisi vakum pada 0,1-10
mmHg.
Durasi polimerisasi tergantung konsentrasi katalis, temperatur reaksi, ukuran batch
dari polimer yang akan diproduksi, dan jumlah luas permukaan yang dihasilkan dalam
autoclave polimerisasi. Dalam siklus yang terlalu lama, reaksi kompetisi dan degradasi
panas bolak-balik akan memiliki waktu yang cukup untuk menurunkan viskositas dan
menyebabkan perubahan warna.
Penghilangan etilen glikol dari campuran reaksi polimerisasi harus kontinyu dan
secepat mungkin untuk memastikan polimerisasi terjadi dengan cepat. Untuk
menghilangkan etilen glikol secara efisien, dilakukan polimerisasi dalam tangki yang
menghasilkan luas permukaan maksimum. Pengadukan masa polimerisasi harus pada
pembukaan maskimal batch untuk efek vakum. Operasi yang efisien dapat dilakukan di
tangki berpengaduk yang cepat yang memiliki luas permukaan sentuh atau di unit
kontinyu. Reaksi berhenti ketika produk mencapai viskositas yang diinginkan. Berat
molekul polimer tidak diketahui secara akurat, tetapi produksinya diperoleh dengan
mengontrol viskositas polimer. Ini biasanya terjadi oleh penentuan viskositas dari larutan
encer polimer di pelarut, seperti 60:40 fenol:tetrakloroetan, dibandingkan dengan pelarut
murni. Dengan memplot
Asam sulfat bertindak sebagai katalis melalui reaksi awal dengan selulosa, khususnya
pada grup hidroksil primer. Kemudian reaksi dengan asetat anhidrat mengganti
kombinasi asam sulfat, dan selulosa triasetat yang diproduksi. Reaksi heterogen antara
serat selulosa dan larutan asam asetat-asetat anhidrat diteruskan hingga larutan diperoleh.
Sifat heterogen dari masa reaksi dan viskositas tinggi dari produk yang dihasilkan
membutuhkan agitasi khusus untuk menjaga keseragaman hasil. Peralatannya harus
tahan terhadap korosi dari reagen, bentuk tangki berputar dari tipe ball-mill, dengan atau
tanpa baffle. Karena selulosa triasetat tidak larut pada pelarut umum seperti aseton,
caranya dihidrolisis dengan aging bius triester.
Proses komersial yang khas ditunjukkan secara skematis pada Gambar 11 dan
dideskripiskan pada paragraf berikut :
Satu bagian selulosa (kadar air sekitar 5%) ditambahkan ke 2,4 bagian asam asetat di
pencampur stainless steel tipe Werner dan Pfledierer, dan pencampur dijalankan selama
1 jam pada 37,8oC. Empat bagian asam asetat dan 0,88% asam sulfat, tergantung pada
berat selulosa, ditambahkan, dan pencampuran berlanjut pada temperatur yang sama
selama 45 menit. Campuran kemudian didinginkan sampai 18,3oC. Setelah 2,7 bagian
dari 98% asetat anhidrat telah ditambahkan, dan campuran telah didinginkan sampai
15,6oC, 6,12% asam sulfat (tergantung dari berat selulosa), yang telah diencerkan dengan
asam asetat yang memiliki berat yang sama, kemudian ditambahkan. Temperatur yang
diperbolehkan dicapai secara bertahap 32-35oC selama interval waktu 1,5-2 jam. Pada
tahap ini, reaksi campuran sangat pekat dan tanpa terbentuk serat. Campuran dari 1
bagian air dan 2 bagian asam asetat kemudian ditambahkan selama interval 1 jam. Reaksi
dari anhidrat berlebih dengan air mencapai temperatur sekitar 5oC. Setelah larutan
dicampur dan temperatur diatur pada 37,8 oC, larutan dipindahkan ke tangki hidrolisis
dan dijaga pada 37,8 oC sampai ester dari kadar asetil yang diinginkan diperoleh. Asetat
selulosa kemudian diendapkan dengan air dengan menjalankan dope dengan lambat ke
dalam tangki agitasi di mana konsentrasi asam asetat dijaga pada 25% dengan
penambahan larutan encer asam asetat lemah. Asam ditampung dari pengendapan
serpihan asetat selulosa, dan serpihan dicuci dengan air sampai bebas dari bekas asam
yang tidak terkombinasi. Bekas dari garam kalsium dan magnesium di air cuci
membantu stabilisasi asetat, dan jumlah kecil dari garam ini ditambahkan untuk stabilitas
optimal. Zat-zat disentrifugasi atau ditekan untuk mengurangi kadar air dan kemudian
dikeringkan di pengering moving belt tunnel.
Selulosa asetat memiliki kandungan asetat sekitar 39,5% dan memiliki derajat
polimerisasi sekitar 400. Bahan pada komposisi ini larut dalam aseton, dan spinning dope
sekitar 25% konsentrasi padat dapat dengan mudah disiapkan. Zat yang memiliki 39-
41% kandungan asetil dapat dibuat menjadi plastik melalui penggabungan selulosa asetat
dengan dietil phthalate.
Selulosa ester lainnya yang dibuat komersial adalah selulosa asetat propionat, selulosa
propionat, dan selulosa asetat butirat. Zat-zat tersebut dibuat dari proses yang mirip
dengan proses selulosa asetat kecuali jika propionic anhidrat dan asam atau butirat
anhidrat dan asam disubtitusikan sebagian atau selurhnya dari asetat anhidrat dan asam.
Umumnya, kondisi esterifikasi ringan dan aktifasi lebih efektif dibutuhkan. Rasio
kombinasi butiril atau propionil hingga asetil terkombinasi adalah fungsi kuantitas molar
relatif komponen campuran asetilasi baik dalam bentuk asam ataupun anhidrat.
5.7 Produksi Gliseril Trinitrat (Nitrogliserin)
Gliserol adalah cairan seperti sirup pada temperatur standard tetapi dibekukan ketika
berada pada suhu di bawah 10oC dalam waktu yang lama. Produksi gliserol untuk
produksi gliseril trinitrat, C3H5(O.NO2)3, umumnya mengandung tidak lebih dari 98,72%
gliserol (sp gr, 1,2620 pada 15,6oC/15,6oC).
Karena titik beku gliseril trinitrat sekitar 13,3oC (56 oF), titik beku nitrogliserin
diturunkan dengan menambahkan berbagai persentase dari etilen glikol ke gliserol
sebelum nitrasi. Etilen glikol komersial untuk nitrasi harus mengandung tidak kurang
dari 99% etilen glikol. Spesifik gravity harus 1,116-1,119 pada 15,6oC/15,6oC.
Proses membuat nitrogliserin terdiri dari penambahan gliserol secara perlahan ke
muatan yang sesuai dari campuran nitrit dan asam sulfat untuk membentuk nitrogliserin
dan asam penghabisan, memisahkan nitrogliserin dari asam penghabisan, dan
menetralisasi asam yang tertinggal di nitrogliserin melalui alkali untuk menghasilkan
nitrogliserin yang netral dan stabil.
Produksi gliseril trinitrat dan ester serupa merupakan operasi yang berbahaya kecuali
diatur dalam kondisi yang sesuai dan rancangan peralatan yang tepat.
Proses Biazzi. Dalam beberapa tahun, proses untuk menyiapkan nitrogliserin terjadi
dalam operasi batch, dan prosedur sedikit bervariasi. Pada tahun terakhir, proses
kontinyu modern, dikembangkan oleh Mario Biazzi dari Swiss, secara bertahap diganti
dengan metode produksi yang lebih lama. Peralatan (Gambar 12) termasuk penitrasi,
pemisah, dan tiga pencuci pengaduk mekanik. Unit nitrasi yang dibuat dari stainless steel
yang dipoles, yang mencegah akumulasi nitrogliserin.
Tabel 8. Bahan mentah dan kerja yang diperlukan oleh Biazzi dan proses batch
DAFTAR PUSTAKA
Dimian, Alexander C, Costin Sorin Bildea. 2008. Chemical Process Design. Weinheim :
Wiley VCH Verlag GmbH
Groggins, P. H. 1995. Unit Processes in Organic Synthesis. Delhi : Tata McGraw-Hill
Heaton, Alan. 1996. An Introduction in Industrial Chemistry. London : Chapman & Hall
Kent, James A. 2007. Kent and Riegel’s Handbook of Industrial Chemical and
Biotechnology, 11th edition. New York : Springer Science and Business Media