Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ETIKA PROFESI

TEORI-TEORI YANG BERKAITAN


DENGAN ETIKA BERKOMUNIKASI

NAMA NIM
PUTRI SEFRABELA 161100102
THARIQ YEVANDRA 161100108
ZUL PATLI 161100120
HAFIZUDDIN 161100131
YUHIBBUL IKHSAN 161100137

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI


SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER
(STMIK) INDONESIA
YAYASAN AMAL BAKTI MUKMIN PADANG
PADANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Teori-teori yang berkaitan dengan
etika berkomunikasi”. Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Etika Profesi.
Melalui kesempatan yang sangat berharga ini penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan pembuatan makalah ini, dan
terutama kepada Ibu Elizamiharti, M.Hum., selaku dosen mata kuliah Etika Profesi dan
semua pihak yang telah memberikan bantuan baik berupa moral ataupun materil dalam proses
penyelesaian makalah ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang setimpal atas segala
bantuan yang telah diberikan. Serta penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat,
khususnya bagi penulis sendiri, umumnya bagi semua pihak.

Padang, 15 April 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Komunikasi merupakan sarana untuk terjalinnya hubungan antar seseorang dengan
orang lain. Dengan adanya komunikasi, maka terjadilah hubungan sosial karena bahwa
manusia itu adalah sebagai makhluk sosial, diantara satu dengan yang lainnya saling
membutuhkan, sehingga terjadinya interaksi timbal balik.
Dalam hubungan seseorang dengan orang lain terjadi proses komunikasi diantaranya.
Tetapi ketika sedang melakukan komunikasi terkadang tidak memperhatikan etika-etika
komunikasi dengan baik. Hal ini yang terkadang orang salah menafsirkan isi dari informasi
yang diberikan atau pun yang didengarkannya. Terlebih lagi ketika berkomunikasi dalam
ruang lingkup perkantoran. Cara yang paling mudah menerapkan etika komunikasi dalam
perkantoran ialah, semua anggota dan pimpinan perkantoran perlu memperhatikan beberapa
hal berikut ini:
1. Tata krama pergaulan yang baik
2. Norma kesusilaan dan budi pekerti
3. Norma sopan santun dalam segala tindakan
Dalam suatu organisasi penerapan etika komunikasi dibutuhkan untuk semua bentuk
kegiatan kerja. Etika komunikasi yakni etika komunikasi yang terjadi dan berlangsung dalam
kantor (office communication). Dengan terciptanya etika komunikasi timbal balik yang baik
antara pimpinan dan karyawan, akan menimbulkan produktivitas kerja yang baik. Dengan
kata lain tanpa adanya komunikasi, maka pekerjaan kantor akan menjadi tidak sesuai dengan
rencana yang sudah ditetapkan sehingga tujuan-tujuan yang diharapkan tidak akan tercapai.
Pada dasarnya komunikasi kantor dapat berlangsung secara lisan maupun tulisan. Secara
lisan, dapat terjadi secara langsung (tatap muka atau face to face) tanpa melalui perantara.
Setiap individu berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya
dimiliki oleh setiap individu atau apa yang seharusnya dijalankan individu, dan apa tindakan
yang seharusnya dilakukan.

1.1. Rumusan Masalah


1) Jelaskan pengertian komunikasi!
2) Jelaskan pengertian etika!
3) Apa saja aliran-aliran etika?
4) Jelaskan pengertian profesi!
5) Bagaimana etika profesi itu?
6) Seperti apa etika dalam berkomunikasi?

1.2. Tujuan
 Bagi Pembaca:
1) Menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca.
2) Pembaca dapat mengetahui lebih mendalam mengenai Etika Komunikasi.
 Bagi Penulis:
1) Penulis menjadi lebih mengetahui secara mendalam mengenai Etika Komunikasi.
2) Sebagai acuan dalam membuat makalah selanjutnya.

1.3. Manfaat
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap semua
pihak dalam mempelajari tentang Etika Komunikasi. Selain itu dapat menambah wawasan
kita semua mengenai berkomunikasi dengan baik yang selalu diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Komunikasi


Meskipun komunikasi merupakan kegiatan yang sangat dominan dalam kehidupan
sehari-hari, namun tidaklah mudah memberikan definisi yang dapat diterima semua pihak.
Sebagaimana layaknya ilmu sosial lainnya, komunikasi mempunyai banyak definisi sesuai
dengan persepsi ahli-ahli komunikasi yang memberikan batasan pengertian. Beberapa contoh
definisi komunikasi menurut beberapa tokoh antara lain:
1) Wilbur Schramm (1955)
Komunikasi merupakan tindakan melaksanakan kontak antara pengirim dan pengirim,
dengan bantuan pesan, pengirim dan penerima memiliki beberapa pengalaman bersama yang
memberi arti pada pesan dan simbol yang dikirim oleh pengirim dan diterima serta
ditafsirkan oleh penerima.
2) Theodore Herbert (1981)
Komunikasi ialah proses yang didalamnya menunjukkan arti pengetahuan
dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, biasanya dengan maksud mencapai beberapa
tujuan khusus.
3) Edward Depari (1990)
Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang
disampaikan melalui lambang tertentu, mengandung arti, dilakukan oleh penyampai pesan
ditujukan kepada penerima pesan.
Dari beberapa pengertian komunikasi menurut beberapa tokok diatas, dapat kita
kemukakan pengertian yang sederhana, bahwa komunikasi ialah suatu proses pengiriman
pesan atau simbol-simbol yang mengandung arti dari seseorang komunikator kepada
komunikan dengan tujuan tertentu.
Agar komunikasi dapat berjalan secara efektif, maka komponen-komponen
komunikasi adalah sebagai berikut:
1) Komunikator atau Pengirim Pesan
Komunikator ialah individu atau orang yang mengirim pesan. Seorang komunikator
menciptakan pesan, untuk selanjutnya mengirimkannya dengan saluran tertentu kepada orang
atau pihak lain.
2) Pesan atau Informasi
Pesan adalah informasi yang diciptakan komunikator dan akan dikirimkan kepada
komunikan. Pesan ini dapat berupa pesan verbal maupun non-verbal. Pesan verbal ialah
pesan yang berbentuk ungkapan kata/kalimat baik lisan maupun tulisan. Pesan non-verbal
ialah pesan isyarat, baik berupa isyarat gerakan badan, ekspresi wajah, nada suara, dan
sebagainya.
3) Media atau Saluran
Media ialah suatu sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari seorang
komunikator kepada komunikan. Ada berbagai macam media, meliputi media cetak, audio,
audio visual.
4) Komunikan atau Penerima
Komunikan adalah pihak penerima pesan. Selain menerima pesan, komunikan juga
bertugas untuk menganalisis dan menafsirkan sehingga dapat memahami makna pesan
tersebut.
5) Umpan Balik atau Feedback.
Umpan balik atau feedback disebut pula respon, dikarenakan komponen ini
merupakan respon atau tanggapan dari seorang komunikan setelah mendapatkan pesan dari
komunikator.
6) Gangguan atau Noise
Gangguan komunikasi sering kali terjadi, baik gangguan yang bersifat teknis maupun
semantis. Gangguan teknis bisa saja terjadi karena saluran tidak berfungsi secara baik.
Sementara itu gangguan semantis bermula dari perbedaan dalam pemaknaan arti lambang
atau simbol dari seorang komunikator dengan komunikan.

Fungsi komunikasi antara lain:


1) Membangun Konsep Diri (Establishing Self-Concept)
2) Eksistensi Diri (Self Existence)
3) Kelangsungan Hidup (Live Continuity)
4) Memperoleh Kebahagiaan (Obtaining Happiness)
5) Terhindar dari Tekanan dan Ketegangan (Free From Pressure and Stress)

2.2. Pengertian Etika


Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat
internasional diperlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya manusia
bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal
dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain.
Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing
yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan
kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat
kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah
yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita.
Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia
dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani “ethos” yang berarti
norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang
baik.
Selain itu dari segi etimologi (asal kata), istilah etika berasal dari kata Latin ethicus
yang berarti kebiasaan. Sesuatu dianggap etis atau baik, apabila sesuai dengan kebiasaan
masyarakat. Pengertian lain tentang etika ialah sebagai studi atau ilmu yang membicarakan
perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dinilai baik dan mana pula yang dinilai
buruk. Etika juga disebut ilmu normatif, maka dengan sendirinya berisi ketentuan-ketentuan
yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menilai tingkah laku apakah baik atau buruk,
seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini :
1) Drs. O.P. Simorangkir : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku
menurut ukuran dan nilai yang baik.
2) Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku
perbuatan manusia dipandang dari seg baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh
akal.
3) Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai
dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.

Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika


memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan
sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara
tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil
keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang pelru kita pahami bersama
bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan
demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi
kehidupan manusianya.
Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan
buruknya prilaku manusia :
1) Etika deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap
dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu
yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil
keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
2) Etika normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku
ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang
bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan
kerangka tindakan yang akan diputuskan.

Etika secara umum dapat dibagi menjadi :


1) Etika umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak
secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-
prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak
ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di analogkan
dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.
2) Etika khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan
yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil keputusan dan
bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari
oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga
berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan
dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia
bertindak etis, cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tidanakan, dan
teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya. Etika khusus dibagi lagi menjadi dua
bagian :
a) Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya
sendiri.
b) Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia
sebagai anggota umat manusia.
Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu
sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota
umat manusia saling berkaitan.
Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung
maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadap pandangan-
pandangan dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap
lingkungan hidup.
Dengan demikian luasnya lingkup dari etika sosial, maka etika sosial ini terbagi atau
terpecah menjadi banyak bagian atau bidang. Dan pembahasan bidang yang paling aktual saat
ini adalah sebagai berikut :
1) Sikap terhadap sesama
2) Etika keluarga
3) Etika profesi
4) Etika politik
5) Etika lingkungan
6) Etika idiologi

Sistem Penilaian Etika :


1) Titik berat penilaian etika sebagai suatu ilmu, adalah pada perbuatan baik atau jahat,
susila atau tidak susila.
2) Perbuatan atau kelakuan seseorang yang telah menjadi sifat baginya atau telah mendarah
daging, itulah yang disebut akhlak atau budi pekerti. Budi tumbuhnya dalam jiwa, bila
telah dilahirkan dalam bentuk perbuatan namanya pekerti. Jadi suatu budi pekerti,
pangkal penilaiannya adalah dari dalam jiwa; dari semasih berupa angan-angan, cita-cita,
niat hati, sampai ia lahir keluar berupa perbuatan nyata.
3) Burhanuddin Salam, Drs. menjelaskan bahwa sesuatu perbuatan di nilai pada 3 (tiga)
tingkat :
a) Tingkat pertama, semasih belum lahir menjadi perbuatan, jadi masih berupa rencana
dalam hati, niat.
b) Tingkat kedua, setelah lahir menjadi perbuatan nyata, yaitu pekerti.
c) Tingkat ketiga, akibat atau hasil perbuatan tersebut, yaitu baik atau buruk.
2.3. Aliran Etika
Suatu ukuran baik dan buruk sifatnya individual yakni akan dilihat dari orang yang
menilainya, karena baik dan buruk itu terikat pada ruang dan waktu, sehingga ia tidak berlaku
secara universal. Suatu perbuatan dinilai baik atau buruk dapat dilihat dari beberapa aliran-
aliran dari berbagai sudut pandang, antara lain:
1) Adat Kebiasaan
Ukuran baik atau buruk menurut adat kebiasaan yakni tergantung kepada kesetiaan
dan ketaatan seseorang (loyal) terhadap ketentuan adat istiadat. Namun demikian, ukuran
menurut adat ini tidak dapat digunakan sepenuhnya karena ketentuan-ketentuan dari Hukum
Adat yang berasal dari adat istiadat banyak yang irasional (tidak dapat diterima oleh akal
sehat).

2) Kebahagiaan (Hedonisme)
Yang menjadi ukuran baik atau buruk menurut paham ini yaitu apakah suatu
perbuatan tersebut melahirkan kebahagiaan dan kenikmatan / kelezatan. Dalam paham ini
terbagi lagi menjadi:
a) Aliran hedonisme individualistis
Maksud dari aliran ini yaitu suatu kebahagiaan yang bersifat individualistis (egoistik
hedonism), jika suatu keputusan baik bagi pribadinya maka disebutlah baik, dan sebaliknya.
b) Kebahagiaan rasional (Rasionalistik Hedonism)
Aliran ini berpendapat, bahwa kebahagiaan atau kelezatan individu itu haruslah
berdasarkan pertimbangan akal sehat.
c) Kebahagiaan Universal (Universalistic Hedonism)
Lain halnya dengan aliran ini, yang menjadi tolak ukur apakah suatu perbuatan baik
atau buruk dapat melihat kepada suatu akibat perbuatan tersebut apakah melahirkan
kesenangan atau kebahagiaan terhadap seluruh makhluk (bukan untuk diri sendiri/pribadi).

3) Bisikan Hati (Instuisi)


Aliran ini merupakan bantahan terhadap aliran hedonisme, yakni menilai suatu
perbuatan baik atau buruk adalah dengan kekuatan batin tanpa melihat terlebih dahulu akibat
yang ditimbulkan dari perbuatan itu, akan tetapi tujuannya kepada kebaikan budi pekerti.

4) Evolusi
Paham ini berpendapat bahwa segala sesuatunya yang ada di alam ini selalu (secara
berangsur-angsur) mengalami perubahan yakni berkembang menuju ke arah kesempurnaan.
Adapun seorang Filsuf Herbert Spencer (1820-1903) mengemukakan bahwa perbuatan
akhlak itu tumbuh secara sederhana kemudian dengan berlakunya (evolusi) akan menuju ke
arah cita-cita , dan cita-cita inilah yang dianggap sebagai tujuan. Yang menjadi tujuan dari
cita-cita manusia adalah kebahagiaan dan kesenangan, sehingga suatu kesenangan atau
kebahagiaan itu akan selalu berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi sosial.

5) Paham eudaemonisme
Kata eudaemonisme di ambil dari istilah Gerika, yaitu “eudaemonia” dalam bahasa
Indonesia diterjemahkan dengan “kebahagiaan, untuk bahagia”. Prinsip pokok paham ini
adalah kebahagiaan bagi diri sendiri dan kebahagiaan bagi orang lain. Menurut Aristoteles,
untuk mencapai eudaemonia ini diperlukan 4 hal, yakni:
a) Kesehatan, kebebasan, kemerdekaan, kekayaan dan kekuasaan
b) Kemauan
c) Perbuatan baik
d) Pengetahuan batiniah

6) Aliran Vitalisme
Aliran ini merupakan bantahan terhadap aliran Naturalism, sebab menurut penganut
paham ini ukuran baik atau buruk itu bukanlah alam tetapi “vitae” yakni yang sangat
diperlukan untuk hidup. Tokoh terpenting dari aliran ini yaitu F. Niettsche, dia banyak sekali
memberi pengaruh terhadap tokoh revolusioner seperti Hitler. Pada akhir hayatnya ia menjadi
seorang ateis dan mati dalam keadaan gila, dia memproklamirkan gagasan “God is dead”,
Tuhan telah mati, Tuhan itu tidak ada lagi, maka jauhkanlah diri (putuskan hubungan dengan
Tuhan). Aliran vitalisme ini dikelompokkan menjadi:
a) Vitalisme Pessimistis (Negatif Vitalistis). Disebut pesimis karena manusia yang
dilahirkan adalah celaka, maksudnya karena ia telah dilahirkan dan hidup, sedangkan
lahir dan hidupnya manusia itu tiada guna. Terdapat ungkapan yakni “homohomini
lupus”, artinya manusia yang satu adalah segala bagi manusia yang lainnya.
b) Vitalisme Optimisme. Menurut aliran ini, hidup atau kehidupan adalah berarti
pengorbanan diri karena itu hidup yang sejati adalah kesediaan dan kerelaan untuk
melibatkan diri dalam setiap kesusahan, yang paling baik adalah segala sesuatu yang
menempa kemauan manusia untuk berkuasa. Oleh karena itu, perang adalah halal, sebab
orang yang berperang itulah (yang menang) yang akan memegang kekuasaan.

7) Aliran Pragmatisme
Aliran ini menitik beratkan pada hal yang berguna dari diri sendiri,baik yang bersifat
moril maupun materil. Serta menitikberatkan padapengalaman, oleh karena itu penganut ini
tidak mengenal istilah kebenaran, sebab kebenaran itu bersifat abstrak dan tidak diperoleh
dalam dunia empiris.

8) Aliran Gessingnungsethik
Aliran ini diprakarsai oleh Albert Schweitzer. Yang terpenting menurut ajaran ini
adalah “penghormatan akan kehidupan”, yaitu sedapat mungkin setiap makhluk harus saling
menolong dan berlaku baik. Ukuran kebaikannya yakni pemeliharaan akan kehidupan, dan
yang buruk yakni setiap usaha yang berakibat binasa dan menghalang-halangi hidup.

9) Aliran Idealisme
Istilah tersebut berasal dari bahasa Gerika (Yunani), yaitu dari kata “idea” yang secara
etimologis berarti: akal, pikiran, atau sesuatu yang hadir dalam pikiran, atau dapat juga
disebut sesuatu bentuk yang masih ada dalam alam pikiran manusia. Aliran ini berpendapat
bahwa segala yang ada hanyalah tiada, sebab yang ada itu hanya gambaran dari alam pikiran
(bersifat tiruan), sebaik apa pun suatu tiruan tentunya tidak akan seindah aslinya (ide).
Dengan demikian, yang baik itu hanya apa yang ada di dalam ide itu sendiri.
Selain itu, aliran etika lainnya diuraikan oleh John C. Merill (1975:79-88) yang dapat
digunakan sebagai standar menilai tindakan etis, antara lain deontologis, teleologis, egoisme,
dan utilitarisme.
Aliran deontologis (deon = yang harus/wajib, Yunani) melakukan penilaian atas
tindakan dengan melihat tindakan itu sendiri. Artinya, suatu tindakan secara hakiki
mengandung nilai sendiri apakah baik atau buruk. Kriteria etis ditetapkan langsung pada jenis
tindakan itu sendiri. Ada tindakan/perilaku yang langsung dikategorikan baik, tetapi juga ada
perilaku yang langsung dinilai buruk.
Ukuran etis yang berbeda, dikemukakan oleh aliran teleologis (telos berarti tujuan).
Aliran ini melihat nilai etis bukan pada tindakan itu sendiri, tetapi dilihat atas tindakan itu.
Jika tujuannya baik dalam arti sesuai dengan norma moral, maka tindakan itu digolongkan
sebagai tindakan etis. Jadi apabila suatu tindakan betujuan jelek, akan dikategorikan tidak
etis.
Etika egoisme menetapkan norma moral pada akibat yag diperoleh oleh pelakunya
sendiri. Artinya tindakan dikategorikan etis dan baik, apabila menghasilkan terbaik bagi diri
sendiri.
Etika utilitarisme (utilitis = berguna) adalah kebalikan dari paham egoisme, yaitu
yang memandang suatu tindakan itu baik jika akibatnya baik bagi orang banyak. Dengan
demikian, tindakan itu tidak diukur dari kepentingan subyektif individu, melainkan secara
obyektif pada masyarakat umum. Semakin universal akibat baik dari tindakan itu, maka
dipandang semakin etis.

2.4. Pengertian Profesi dan Etika Profesi


Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan
dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang
yang bekerja tetap sesuai. Tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan
kejuruan, juga belum cukup disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang
mendasari praktek pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek.
Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya
memerlukan/menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta
dedikasi yang tinggi. Keahlian diperoleh dari lembaga pendidikan yang khusus
diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidang-bidang pekerjaan seperti
kedokteran, guru, militer, pengacara, dan semacamnya, tetapi meluas sampai mencakup pula
bidang seperti manajer, wartawan, pelukis, penyanyi, artis, sekretaris dan sebagainya. Sejalan
dengan itu, menurut De George, timbul kebingungan mengenai pengertian profesi itu sendiri,
sehubungan dengan istilah profesi dan profesional. Kebingungan ini timbul karena banyak
orang yang profesional tidak atau belum tentu termasuk dalam pengertian profesi. Berikut
pengertian profesi dan profesional menurut De George :
Profesi, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan
nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. Profesional, adalah orang yang
mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan
mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau seorang profesional adalah seseorang yang
hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu
kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama
sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang.
Yang harus kita ingat dan fahami benar bahwa “pekerjaan/profesi” dan “profesional”
terdapat beberapa perbedaan, yaitu:
Profesi :
a) Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.
b) Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu).
c) Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup.
d) Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.
Profesional :
a) Orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya.
b) Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu.
c) Hidup dari situ.
d) Bangga akan pekerjaannya.

Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu:
1) Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat
pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
2) Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku
profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3) Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus
meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4) Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan
dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan,
keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi
harus terlebih dahulu ada izin khusus.
5) Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
Dengan melihat ciri-ciri umum profesi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kaum
profesional adalah orang-orang yang memiliki tolak ukur perilaku yang berada di atas rata-
rata. Di satu pihak ada tuntutan dan tantangan yang sangat berat, tetapi di lain pihak ada suatu
kejelasan mengenai pola perilaku yang baik dalam rangka kepentingan masyarakat.
Seandainya semua bidang kehidupan dan bidang kegiatan menerapkan suatu standar
profesional yang tinggi, bisa diharapkan akan tercipta suatu kualitas masyarakat yang
semakin baik.
Prinsip-prinsip etika profesi :
1) Tanggung jawab
a) Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
b) Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada
umumnya.
2) Keadilan.
Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi
haknya.
3) Otonomi.
Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri kebebasan
dalam menjalankan profesinya.

Syarat-syarat suatu profesi :


1) Melibatkan kegiatan intelektual.
2) Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
3) Memerlukan persiapan profesional yang alam dan bukan sekedar latihan.
4) Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
5) Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
6) Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7) Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8) Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.

Peranan etika dalam profesi :


1) Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang saja,
tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu
keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu kelompok
diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama.
2) Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan
dalam pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan
sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat
perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode
etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya.
3) Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para
anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati
bersama (tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada
masyarakat profesi tersebut. Sebagai contohnya adalah pada profesi hukum dikenal
adanya mafia peradilan, demikian juga pada profesi dokter dengan pendirian klinik super
spesialis di daerah mewah, sehingga masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya.
Selain ciri-ciri profesi yang telah disebutkan diatas, James J. Spillane (Rosady
Ruslan,. 2002:51) menyebutkan ciri-ciri khas dari profesi adalah sebagai berikut:
1) Suatu bidang yang terorganisir dengan baik, berkembang maju dan memiliki kemampuan
intelektualitas tinggi,
2) Teknik dan proses intelektual,
3) Penerapan praktis dan teknis intelektual,
4) Melalui periode panjang menjalani pendidikan, latihan dan sertifikasi,
5) Menjadi anggota asosiasi atau organisasi profesi tertentu sebagai wadah komunikasi,
membina hubungan baik dan saling tukar-menukar informasi sesama para anggotanya,
6) Memperoleh pengakuan terhadap profesi yang disandangnya,
7) Sebagai profesional memiliki perilaku dengan tanggungjawab sesuai kode etik.

Kode etik merupakan standar moral bagi setiap anggota profesi yang dituangkan
secara formal, tertulis dan normatif dalam suatu bentuk aturan main. Disusunnya kode etik
profesi ialah merupakan komitmen terhadap tanggung jawab pelaksanaan tugas dan
kewajiban. Fungsi kode etik profesi ialah memandu, mendampingi, memberi arah tingkah
laku anggota profesi agar tidak keluar dari etika yang menjadi panutan. Kode etik profesi
memberi gambaran nyata tentang:
1) Bagaimana seharusnya para anggota berperilaku
2) Bagaimana sepatutnya para anggota bertindak
3) Manakah tindakan yang benar dan salah
4) Manakah tindakan yang baik dan buruk
5) Apakah hak dan kewajiban anggota profesi

Untuk mendapatkan atau melakukan kebenaran tindakan, maka kita harus taat etika.
Untuk mendapatkan kebenaran hukum, para profesional di bidang ini harus taat pada kode
etik hukum. Untuk melaksanakan kebenaran jurnalistik, maka para anggota profesi wartawan
harus memperhatikan kode etik profesinya.
Pada hakikatnya tindakan yang benar hanya satu, tetapi yang tidak benar banyak tidak
terhingga. Oleh karena itu, tindakan profesional perlu dipandu oleh etika profesi. Melalui
pemahaman, penghayatan dan pengamalan etika profesi, diharapkan semua anggota
perkantoran memiliki kualifikasi etis yang meliputi:
1) Pengetahuan etis (ethical cognitive)
Memiliki pengetahuan, wawasan dan cara berpikir yang sesuai dengan norma etika
yang berlaku bagi prefesinya. Ia perlu memahami dan mengetahui ketentuan-ketentuan etis
yang menyangkut tindakan profesi. Pengetahuan ini menjadi beka; penting untuk kualifikasi
selanjutnya yang dituntut, ialah kesadaran etis. Apabila orang mengetahui norma etika,
diharapkan memiliki kesadaran yang tinggi untuk mematuhinya.

2) Kesadaran etis (ethical afective)


Memiliki sikap sadar dan taat terhadap norma etika. Kesadaran etis ini menjadi
landasan utama bagi seorang profesional untuk lebih sensitif dalam memperhatikan
kepentingan profesi untuk kepentingan obyektif profesi, dan bukan kepentingan subyektif
individu. Yang bersangkutan dengan senang hati menempatkan etis profesi sebagai acuan
dalam bersikap.

3) Perilaku etik (ethical behavior)


Memiliki perilaku yang sesuai dengan tuntutan etika profesi. Dalam setiap
tindakannya, senantiasa mempertimbangkan norma etika, moral dan tata krama profesi. Dia
dengan cermat dapat memperhatikan hak-hak orang lain, sesuai dengan hak dan kewajiban
anggota.
a) Tanggung jawab
Setiap orang yang menyandang profesi tertentu harus memiliki rasa tanggung jawab
terhadap profesinya. Dalam hal ini tanggung jawab yang dimaksud mengandung dua arti,
antara lain:
 Tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan atau fungsinya (by function), artinya
keputusan yang diambil dan hasil dari pekerjaan tersebut harus baik serta dapat
dipertanggungjawabkan, sesuai dengan standar profesi, efisien dan efektif.
 Tanggung jawab terhadap dampak atau akibat dari aktivitas pelaksanaan profesi (by
profession) terhadap dirinya, rekan kerja dan profesi, perkantoran atau perusahaan dan
masyarakat umum, serta keputusan atau hasil pekerjaan tersebut dapat memberikan
manfaat dan berguna baik bagi dirinya maupun bagi perkantoran dan orang lain.
b) Kebebasan
Para profesional memiliki kebebasan dalam menjalankan profesinya tanpa merasa
takut atau ragu-ragu, tetapi tetap memiliki komitmen dan bertanggung jawab dalam batas-
batas aturan main yang telah ditentukan oleh kode etik sebagau standar perilaku profesional.
c) Kejujuran
Kejujuran merupakan prinsip profesional yang penting. Ditunjukkan oleh sifat jujur
dan setia serta merasa terhormat pada profesi yang disandangnya, tidak menyombongkan diri
serta berusaha terus untuk mengembangkan diri dalam peningkatan keahlian dan
keterampilan profesional. Dengan demikian merupakan perbuatan tabu apabila seorang
profesional secara sengaja melancurkan profesinya untuk tujuan yang tidak dapat
dipertanggung jawabkan demi keuntungan materiil atau kepentingan pribadi.
d) Keadilan
Dalam menjalankan profesinya, maka setiap profesional memiliki kewajiban untuk
memelihara pelaksanaan hak dan kewajiban secara seimbang. Seorang profesional bertindak
objektif, tidak mengganggu orang lain, tidak mencermarkan nama perkantoran.
e) Otonomi
Dalam prinsip ini, seorang profesional memiliki kebebasan secara otonom dalam
menjalankan profesinya sesuai dengan keahlian, pengetahuan dan kemampuannya.
Kebebasan otonom merupakan peluang bagi profesional untuk meningkatkan kinerja dan
kreativitasnya. Akan tetapi dia harus bertanggung jawab tidak menyalahgunakan otonomi
kreatif ini untuk kepentingan pribadi yang tidak sejalan dengan kaidah kode etik profesi.
Demikianlah etika profesi merupakan pemandu agar para anggota mengetahui dan
memiliki pegangan yang kokoh untuk menilai pekerjaan atau tindakannya. Apabila seseorang
melanggar kode etik profesi, sedah barang tentu akan ada sanksi yang diterimanya. Jenis
sanksi itu sesuai dengan kelaziman dan ketentuan yang telah disepakati oleh para profesional
itu sendiri. Jadi kode etik dibuat dan disusun oleh para anggota profesi itu sendiri, dan
ditujukan untuk mengatur tindakan seluruh anggota.

2.5. Etika Komunikasi


Etika komunikasi perkantoran merupakan suatu rangkuman istilah yang mempunyai
pengertian tersendiri, yakni norma, nilai atau ukuran tingkah laku yang baik dalam kegiatan
komunikasi dalam kegiatan komunikasi di suatu perkantoran. Pada dasarnya komunikasi
perkantoran dapat berlangsung secara lisan maupun tertulis. Secara lisan dapat terjadi secara
langsung (tatap muka), maupun dengan menggunakan media telepon. Secara tertulis misalnya
dengan mempergunakan surat. Baik komunikasi langsung maupun tidak langsung, norma
etika perlu diperhatikan.
Komunikasi perkantoran merupakan proses komunikasi antara pimpinan dengan
anggota, antar anggota, maupun antar unsur pimpinan. Untuk menjaga agar proses
komunikasi tersebut berjalan baik, agar tidak menimbulkan dampak negatif, maka diperlukan
etika berkomunikasi. Cara paling mudah menerapkan etika komunikasi perkantoran ialah,
semua anggota dan pimpinan perkantoran perlu memperhatikan beberapa hal berikut ini:
a) Tata krama pergaulan yang baik
b) Norma kesusilaan dan budi pekerti
c) Norma sopan santun dalam segala tindakan
Apabila etika dan tata krama berlaku di mana saja dan kapan saja, maka dalam ruang
lingkup ini komunikasi dengan orang lain dalam pergaulan masyarakat maupun dalam
kehidupan perkantoran merupakan arena yang benar-benar menuntut jatah diterapkannya
etika. Karena itu ada orang yang mengatakan bahwa antara etika dan komunikasi dalam
pergaulan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dimanapun orang berkomunikasi,
selalu memerlukan pertimbangan etis, agar lawan bicara dapat menerima dengan baik.
Berkomunikasi tidak selamanya mudah, apalagi jika kita tidak mengetahui jati diri mereka
yang kita hadapi, tentu kita akan menebak-nebak dan merancang persiapan komunikasi yang
sesui dengan tuntutan etis kedua belah pihak. Ketika kita paham tentang karakter orang yang
kita hadapi kita akan lebih mudah berusaha menamppilkan diri sebaik-baiknya dalam
berkomunikasi.
Hak untuk berkomunikasi di ruang publik merupakan hak yang paling mendasar. Jika
hak itu tidak dijamin akan memberi kebebasan berpikir sehingga tidak mungkin bisa ada
otonomi manusia. Hak untuk berkomunikasi di ruang publik ini tidak bisa dilepaskan dari
otonomi demokrasi yang didasarkan pada kebebasan untuk berekspresi (B. Libois, 2002:19).
Jadi, untuk menjamin otonomi demokrasi ini hanya merupakan bagian dari upaya untuk
menjamin otonomi demokrasi tersebut.
Etika komunikasi selalu dihadapkan dengan berbagai masalah, yaitu antara kebebasan
berekspresi dan tanggung jawab terhadap pelayanan publik. Etika komunikasi memiliki tiga
dimensi yang terikat satu dengan yang lain, yaitu:
1) Aksi komunikasi
Aksi komunikasi yaitu dimensi yang langsung terikat dengan perilaku aktor
komunikasi (wartawan, editor, agen iklan, dan pengelola rumah produksi). Perilaku aktor
komunikasi hanya menjadi salah satu dimensi etika komunikasi, yaitu bagian dari aksi
komunikasi. Aspek etisnya ditunjukkan pada kehendak baik ini diungkapkan dalam etika
profesi dengan maksud agar ada norma intern yang mengatur profesi.
2) Sarana
Dalam masalah komunikasi, keterbukaan akses juga ditentukan oleh hubungan
kekuasaan. Penggunaan kekuasaan dalam komunikasi tergantung pada penerapan fasilitas
baik ekonomi, budaya, politik, atau teknologi (bdk. A. Giddens, 1993:129). Semakin banyak
fasilitas yang dimilki semakin besar akses informasi, semakin mampu mendominasi dan
mempengaruhi perilaku pihak lain atau publik.
3) Tujuan
Dimensi tujuan menyangkut nilai demokrasi, terutama kebebasan untuk berekspresi,
kebebasan pes, dan juga hak akan informasi yang benar. Dalam negara demokratis, para aktor
komunikasi, peneliti, asosiasi warga negara, dan politis harus mempunyai komitmen terhadap
nilai kebebasan tersebut.
Komunikasi merupakan salah satu bidang yang sangat penting dalam kegiatan kantor
melihat hakikat kantor sebagai kumpulan orang yang bersama-sama menyelenggarakan
kegiatan kantor atau kegiatan ketatusahaan. Seorang manajer harus dapat berkomunikasi
secara efektif dengan semua pegawai kantor baik sacara horizontal maupun vertikal atau
secara diagonal. Pengurusan informasi (information handling) yakni menyampaikan dan
penerimaan berita akan berjalan dengan baik bila dalam kantor itu terdapat komunikasi yang
efektif.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Komunikasi ialah suatu proses pengiriman pesan atau simbol-simbol yang
mengandung arti dari seseorang komunikator kepada komunikan dengan tujuan tertentu.
Komunikasi mempunyai komponen-komponen agar komunikasi dapat berjalan dengan baik,
yaitu:
1) Komunikator atau pengirim pesan
2) Pesan atau informasi
3) Media atau saluran
4) Komunikan atau penerima pesan
5) Umpan balik atau feedback
6) Gangguan
Etika menurut para ahli adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam
pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
Pengertian lain tentang etika ialah sebagai studi atau ilmu yang membicarakan perbuatan atau
tingkah laku manusia, mana yang dinilai baik dan mana pula yang dinilai buruk. Etika dalam
perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika pada akhirnya membantu
kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang pelru
kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan
kita.
Aliran etika menurut John C. Merill (1975: 79-88) antara lain deontologis, teleologis,
egoisme, dan utilitarisme. Deontologis artinya suatu tindakan secara hakiki mengandung nilai
sendiri apakah baik atau buruk. Aliran teleologis melihat nilai etis bukan pada tindakan itu
sendiri, tetapi dilihat atas tindakan itu. Aliran egoisme artinya tindakan dikategorikan etis dan
baik, apabila menghasilkan terbaik bagi diri sendiri. Aliran utilitarisme yaitu yang
memandang suatu tindakan itu baik jika akibatnya baik bagi orang banyak. Profesi menurut
De George adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan
nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. Kode etik merupakan standar moral
bagi setiap anggota profesi yang dituangkan secara formal, tertulis dan normatif dalam suatu
bentuk aturan main. Disusunnya kode etik profesi ialah merupakan komitmen terhadap
tanggung jawab pelaksanaan tugas dan kewajiban. Fungsi kode etik profesi ialah memandu,
mendampingi, memberi arah tingkah laku anggota profesi agar tidak keluar dari etika yang
menjadi panutan.
Etika komunikasi perkantoran merupakan suatu rangkuman istilah yang mempunyai
pengertian tersendiri, yakni norma, nilai atau ukuran tingkah laku yang baik dalam kegiatan
komunikasi dalam kegiatan komunikasi di suatu perkantoran. Untuk menjaga agar proses
komunikasi tersebut berjalan baik, agar tidak menimbulkan dampak negatif, maka diperlukan
etika berkomunikasi. Cara paling mudah menerapkan etika komunikasi perkantoran ialah,
semua anggota dan pimpinan perkantoran perlu memperhatikan beberapa hal berikut ini:
1) Tata krama pergaulan yang baik
2) Norma kesusilaan dan budi pekerti
3) Norma sopan santun dalam segala tindakan
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/9149963/Etika_Komunikasi_BAB_I_PENDAHULUAN (diakses
pada hari Senin, 14 April 2019, pukul 23:10 WIB)

Anda mungkin juga menyukai