Anda di halaman 1dari 57

PEDOMAN PELAYANAN

INSTALASI REKAM MEDIS DAN SIM RS

Disusun oleh:
Instalasi Rekam Medis Dan SIM RS
RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri
Tahun 2016

i
PROGRAM KERJA INSTALASI REKAM MEDIS DAN SIMRS
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Permenkes 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam
Medis, setiap dokter dan dokter gigi dalam menjalankan praktik
kedokteran wajib membuat rekam medis, yang harus segera dibuat
segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan. Untuk
mendukung hal tersebut maka perlu dibuat petunjuk teknis
penyelenggaraan pelayanan dan administrasi rekam medis di Instalasi
Rekam Medis dan SIMRS RSUD dr. Soediran MS Wonogiri.
Pedoman pelayanan RM di Instalasi Rekam Medis dan SIMRS
RSUD dr. Soediran MS, disusun untuk dapat memberikan gambaran
tugas-tugas di Instalasi Rekam Medis dan SIMRS dan jenis kegiatan-
kegiatannya yang berkaitan dengan tugas- tugas pokok yang diemban
dalam menyediakan data dan informasi untuk bahan pertimbangan
pengambilan keputusan, perencanaan, dan pelaporan rumah sakit,
sesuai ketentuan-ketentuan Kementerian Kesehatan yang tertuang
dalam beberapa SK Menkes dan Permenkes.
Pedoman ini juga dapat digunakan oleh semua pihak di RSUD dr.
Soediran MS sebagai acuan dan pedoman guna melancarkan tugas-
tugas pelayanan dan administrasi rekam medis yang dalam
pengelolaannya melibatkan banyak pihak, sejak dari pendaftaran,
poliklinik, rawat darurat, kamar bersalin, bedah sentral dan unit
perawatan, baik oleh tenaga perawat, bidan, residen, dokter ahli dan
petugas administrasi, yang secara aktif menjalankan tugas-tugas RS
maupun Instalasi Rekam Medis dan SIMRS. Semua menyadari bahwa
tidak lancarnya pelayanan di satu unit pelayanan, akan berdampak
pada unit lainnya, lebih-lebih oleh karena kurangnya kerjasama dan
pengertian yang baik sesama petugas rumah sakit.
Pedoman ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu evaluasi
terhadap kebijakan- kebijakan dalam Juknis ini perlu dilaksanakan
minimal tiga tahun sekali guna peningkatan- peningkatan di masa
datang.
Selanjutnya dengan adanya pedoman pelayanan ini, diharapkan
semua pihak dapat memberikan kontribusinya yang optimal dalam
meningkatkan pelayanan rumah sakit yang tercinta ini, khususnya
dalam penyelenggaraan pelayanan dan administrasi rekam medis,
sehingga pelayanan terhadap semua pasien di RSUD dr. Soediran
Mangun Sumarso akan lebih lancar dan baik.
B. Ruang Lingkup

1
1. Mengumpulkan, mengintegrasikan, menganalisis data pelayanan,
menyajikan dan mendesiminasi informasi, menata sumber informasi
bagi kepentingan riset, perencanaan, monitoring dan evaluasi
pelayanan kesehatan.
2. Membuat standar dan pedoman manajemen kesehatan meliputi
aspek legal dengan unsur keamanan, kerahasiaan dan integritas
data.
3. Bentuk pelayanan RM di RSUD dr. Soediran MS Wonogiri dengan
manual dan registrasi komputerisasi yaitu Pelayanan RM yang
berbasis komputer.

C. Batasan Operasional
1. Managemen Rekam Medis
Merupakan kegiatan penyelenggaraan rekam medis di RSUD dr.
Soediran Mangun Sumarso Wonogiri yang terdiri dari coding,
indeksing, assembling, filing, analizing dan reporting.
2. Rekam Medis
Merupakan keterangan baik yang tertulis maupun terekam tentang
identitas, anamnesis, penentuan fisik laboratorium, diagnosis segala
pelayanan dan tindakan medic yang diberikan kepada pasien, dan
pengobatan baik yang rawat inap, rawat jalan maupun yang
mendapatkan pelayanan gawat darurat.
3. TPPRI /TPPGD
Merupakan tempat penerimaan/pendaftaran pasien rawat inap dan
gawat darurat.
4. TPPRJ
Merupakan tempat penerimaan/pendaftaran pasien rawat jalan.
5. Tracer
Merupakan pembatas rekam medis atau pengganti dari rekam
medis yang sedang dipinjam atau digunakan.
6. Kartu berobat
Merupakan kartu yang diberikan kepada pasien dimana isi kartu
tersebut adalah nomor rekam medis, nama pasien. Kartu tersebut
digunakan untuk mempermudah pencarian kembali rekam medis
pasien yang akan berobat.

D. Landasan Hukum
1. UU No. 29/2004 tentang Praktek Kedokteran.
2. UU No. 36/2009 tentang Kesehatan.
3. UU No. 44/2009 tentang Rumah Sakit.
4. PP 10/1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran.
5. PP 32/1996 tentang Tenaga Kesehatan.
6. Permenkes RI No.269/2008 tentang Rekam Medis.
7. KepMenKes No.1333/Menkes/SK/ XII/1999 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit.
8. Kepmenkes 50/Menkes/SK/I/1998 tentang Pemberlakuan
Klasifikasi Satatistik International Mengenai Penyakit Revisi 10.

2
9. SK Dirjen Yanmed No. HK.00.05.1.4.00744 tentang Penggunaan
Klasifikasi International Mengenai Penyakit Revisi 10 di Rumah
Sakit.
10. SK Dirjen Yanmed No. YM.00.03.2.2.1296 tentang Revisi Pedoman
Pengelolaan Rekam Medis di Rumah Sakit.
11. SE Dirjen Yanmed No. HK.00.06.1.5.01160 tentang Petunjuk Teknis
Pengadaan Formulir Dasar dan Pemusnahan Arsip Rekam Medis di
Rumah Sakit.

BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi sumber daya manusia

3
Dalam upaya mempersiapkan tenaga rekam medis yang handal, perlu
kiranya melakukan kegiatan menyediakan, mempertahankan sumber
daya manusia yang tepat bagi organisasi.
Atas dasar tersebut perlu adanya perencanaan SDM, yaitu proses
mengantisipasi dan menyiapkan perputaran orang ke dalam, di dalam
dan ke luar organisasi. Tujuannya adalah mendayagunakan sumber-
sumber tersebut seefektif mungkin sehingga pada waktu yang tepat
dapat disediakan sejumlah orang yang sesuai dengan persyaratan
jabatan.
Kualifikasi SDM Instalasi Rekam Medis dan SIMRS adalah sebagai
berikut :
1. Pendaftaran RJ
Tabel 2.1
Kualifikasi SDM Urusan Pendaftaran Rawat Jalan
Kualifikasi Waktu Jumlah
Nama Jabatan
Formal & Informal Kerja SDM
Kepala Sub Unit DIII Perekam Medis / SLTA, 1 1
Pendaftaran plus pengalaman minimal 2 Shift
tahun, menguasai SIMRS
Petugas Pendaftar DIII Perekam Medis / SLTA, 1 7
Pasien plus pelatihan customer service Shift
dan menguasai SIMRS
Jumlah 8

2. Pendaftaran GD dan RI
Tabel 2.2
Kualifikasi SDM Urusan Pendaftaran Rawat Inap dan Gawat Darurat
Kualifikasi Waktu Jumlah
Nama Jabatan
Formal & Informal Kerja SDM
Petugas pendaftar DIII Perekam Medis / SLTA, 3 8
pasien menguasai SIMRS, coding dan Shift
grouping case mix.
Jumlah 8

3. Kepala Sub Unit RM


Tabel 2.3
Kualifikasi SDM Kepala Sub Unit RM
Kualifikasi Waktu Jumlah
Nama Jabatan
Formal & Informal Kerja SDM

4
Koordinator RM DIII Perekam Medis, 1 1
Pengalaman minimal 2 tahun, Shift
Menguasai coding, grouping
dan SIMRS.
Jumlah 1

4. Urusan Assembling
Tabel 2.4
Kualifikasi SDM Urusan Assembling
Kualifikasi Waktu Jumlah
Nama Jabatan
Formal & Informal Kerja SDM
Koordinator DIII Perekam Medis, 1 1
Assembling Pengalaman minimal 2 tahun, Shift
Menguasai SIMRS.
Jumlah 1

5. Urusan Koding dan indeksing


Tabel 2.5
Kualifikasi SDM Urusan koding / Indeksing
Kualifikasi Waktu Jumlah
Nama Jabatan
Formal & Informal Kerja SDM
KoordinatorKodin DIII Perekam Medis, 1 1
gdanIndeksing pengalaman minimal 2 tahun, Shift
menguasai coding dan grouping
case mix
Staf DIII Perekam Medis, menguasai 1 2
KodingdanIndeksi coding dan grouping case mix Shift
ng
Jumlah 3

6. Urusan Filing
Tabel 2.6
Kualifikasi SDM Urusan Filing
Nama Jabatan Kualifikasi Waktu Jumlah
Formal & Informal Kerja SDM

5
Koordinator Filing DIII Perekam Medis, 1 1
Pengalaman minimal 2 tahun, Shift
menguasai SIMRS.
Staf Filing DIII Perekam Medis / SLTA, 1 3
danPendistribusi menguasai SIMRS. Shift
Jumlah 4

7. Urusan Pelaporan dan Analising


Tabel 2.7
Kualifikasi SDM UrusanPelaporan dan Analising
KUALIFIKASI Waktu Jumlah
NAMA JABATAN
FORMAL & INFORMAL Kerja SDM
KoordinatorPelapo DIII Rekam Medis, pengalaman 1 1
ran dan analising minimal 2 tahun, menguasai Shift
SIMRS.
Jumlah 1

8. Urusan Medico Legal


Tabel 2.8
Kualifikasi SDM Urusan Administrasi Kesehatan
Kualifikasi Waktu Jumlah
Nama Jabatan
Formal & Informal Kerja SDM
Staf DIII Perekam Medis / SLTA, 1 1
AdministrasiKeseh menguasai SIMRS. Shift
atan
Jumlah 1

9. UrusanLogistik
Tabel 2.8
Kualifikasi SDM Urusan Logistik
KUALIFIKASI Waktu Jumlah
NAMA JABATAN
FORMAL & INFORMAL Kerja SDM
Administrasi DIII Rekam Medis, pengalaman
1
Kesehatan minimal 2 tahun, dan 1
Shift
(Logistik) menguasai SIMRS)
Jumlah 1

B. Distribusi ketenagaan
Berdasarkan SK Dir No. 37 tahun 2016 tentang Pengangkatan Kepala
Instalasi dan koordinator unit pasa Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.Instalasi Rekam Medis dan
SIMRS dipimpin oleh Kepala Instalasi Rekam Medis dan SIMRS yang
berada dibawah dan tanggungjawab langsung Direktur.

6
Dalam pelaksanaan tugasnya Kepala Instalasi Rekam Medis dan
SIMRS dibantu oleh Urusan-urusan dengan distribusi tenaga sebagai
berikut :
1. Koordinator Pendaftaran dengan mengkoordinasi :
a. Urusan TPPRJ
b. Urusan TPPGD dan TPPRI.
c. Urusan Filing
d. Urusan Logistik
e. Koordinator RM dengan mengkoordinasi :
a. Urusan Assembling
b. Urusan Coding
c. Urusan Indeksing
d. Urusan Indeksing RJ
e. Urusan Pelaporan
Masing-masing Koordinator bertanggungjawab terhadap Kepala
Instalasi Rekam Medis dan SIMRS

17 18
16 1
15

14
2

BAB III
STANDAR FASILITAS
10
6 5 3
A. Denah ruang 11
1. Denah Ruang Rekam Medis
8 7
9
4

13 12
Keterangan :
1 : Rak
2 : Meja nomor rujukan
3 : Meja Medico Legal
4 : Meja Assembling
5 : Meja Koding Rawat Jalan
6 : Meja Entry Groping klaim BPJS
7 : Meja Koding Indexing Rawat Inap umum
8 : Meja Koordinator Rekam Medis
9 : Meja Analising Reporting
10 : Meja Kepala Instalasi Rekam Medis dan SIM RS
11 : Meja mesin ketik untuk medico legal
12 : Meja berkas rekam medis setelah d assembling
13 : Rak
14 : Filing kabinet
15 : Meja Kepala Instalasi Rekam Medis dan SIM RS
16 : Rak
17 : Meja computer server
18 : Meja klaim BPJS dari poliklinik
2. Denah Ruang TPPRJ

1 2 3 4 5 6 7 8

8
Keterangan :
1 : Loket pendaftaran 1
2 : Loket pendaftaran 2
3 : Loket pendaftaran 3
4 : Loket pendaftaran 4
5 : Loket kasir
6 : Loket Bank Jateng
7 : Loket pendaftaran 5
8 : Loket pendaftaran 6

3. Denah Ruang Filing

4 5 6 7 8 10
9 11 11 11 12
14 15
3
11 13

1 15
15
1 1 1 1 1 14
2 2
1 1 1 1 1

Keterangan : 1 1 1 1 1
1 : Rak filing
2 : Kamar mandi
3 : Lemari kecil
4 : Meja
5 : Meja
6 : Meja distribusi dokumen rekam medis
7 : Rak distribusi dokumen rekam medis
8 : Meja computer untuk aplikasi filing
9 : Meja laptop dan printer
10 : Rak ecer dokumen rekam medis yang kembali dari poliklinik
11 : Rak filing kosong
12 : Riso
13 : Lemari kecil
14 : Meja logistic
15 : Rak logistic

4. Denah Ruang TPPRI

1 2

3
4
Keterangan :
1 : Filing kabinet

9
2 : Meja loket pendaftaran
3 : Meja Stok Dokumen Rekam Medis IGD dan Rawat Inap
4 : Kasur

B. Standar fasilitas
NO RUANG FASILITATOR JUMLAH KEBUTUHAN SELISIH
1 Kepala  Meja 1 1 0
Instalasi  Meja komputer 1 1 0
RM  Kursi putar 1 1 0
 Kursi lipat 2 2 0
 Lemari kabinet 1 1 0
 Kipas angin 1 1 0
2 TPPRJ  Meja 2 2 0
pendaftaran 7 7 0
 Meja printer 6 6 0
 Komputer 6 6 0
 Printer epson 4 6 2
 Printer label 2 3 1
 Printer kartu 6 6 0
pasien 3 6 3
6 6 0
 Microphone
 Barcode reader
6 6 0
 Panggilan
3 3 0
nomor antrian
 Amplifier
7 7 0
 Interkom
2 2 0
 Kursi
1 1 0
 AC
 Lemari
3 Instalasi  Meja 13 13 0
Rekam  Kursi 12 12 0
Medik  Kursi putar 1 1 0
dan  Kursi plastik 7 7 0
SIMRS  Komputer 5 5 0
 Printer 6 6 0
2 2 0
 Meja komputer
1 1 0
 Kipas angin
1 1 0
 Interkom
1 1 0
 Almari kaca
2 2 0
besar
5 5 0
 Rak besi
 Laptop
4 TPPRI  Kursi 3 3 0
 meja 1 1 0

10
NO RUANG FASILITATOR JUMLAH KEBUTUHAN SELISIH
pendaftaran 1 1 0
 Printer epson 0 1 1
 Printer kartu 2 2 0
pasien 1 1 1
 Komputer 1 1 0
 Kipas angin 1 1 0
 Intercom 2 2 0
 Printer label
1 1 0
 Printer gelang
pasien
 Lemari
brankas
5 Ruang  Meja 2 2 0
logistik  Kursi 5 5 0
 Lemari kayu 1 1 0
 Rak besar 2 2 0
 Rak kecil 1 1 0
 Risolfoat 1 1 0
2 2 0
 Kipas angin
1 1 0
 Pemotong
kertas
1 1 0
1 1 0
 TV
 AC
6 Ruang  Meja 5 5 0
Filing  Komputer 1 1 0
 Laptop 1 1 0
 Rak besi kecil 2 2 0
 Kipas angin 4 4 0
 AC 2 2 0
1 1 0
 Interkom
1 1 0
 Printer label
1 1 0
 Printer tracer
1 1 0
 Printer Canon
9 9 0
 Kursi
1 1 0
 Lemari kayu
2 2 0
 Tangga 1 1 0
 Dispenser

11
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Pelayanan pendaftaran rawat jalan


1. Sebelum loket dibuka pada pukul 07.30 WIB, petugas RM RJ
menyiapkan catatan dan dokumen RM meliputi :
a. KIB (Kartu Identitas Berobat)
b. Dokumen RM RJ.
2. Pasien mengambil nomor antrian
3. Loket pendaftaran dimulai pukul 07.30 s/d 12.30 yaitu dengan
menerima pendaftaran pasien.
4. Panggil nomor antrian pasien
5. Pastikan terlebih dahulu apakah pasien sudah pernah berobat di
RSUD Wonogiri atau belum.
6. Tanyakan pula keluhan utamanya untuk menentukan jenis
pelayanan IRJ yang dibutuhkan.
7. Pasien lama :
a. Pasien menunjukkan KIB / menyebut nomor RM-nya.
b. Pasien menyerahkan syarat – syarat penjaminan bila
menggunakan Asuransi Kesehatan.
c. Bila tidak membawa KIB dan lupa nomor RM-nya tanyakan
nama dan alamatnya untuk dicari di komputer yang
selanjutnya dibuat tracer yang dikirim di filing untuk
dicarikan dokumen RM yang lama.
d. Print out SEP untuk pasien yang menggunakan Asuransi
Kesehatan dan menyerahkan SEP ke Pasien
8. Pasien Baru :

12
a. Tanyakan data pasien dan masukan data pasien ke dalam
komputer serta catat data dasar pasien di dokumen RM RJ
dengan lengkap dan benar.
b. Pasien menyerahkan syarat – syarat penjaminan bila
menggunakan Asuransi Kesehatan .
c. Print out KIB
d. Print out SEP untuk pasien yang menggunakan Asuransi
Kesehatandan menyerahkan SEP ke Pasien.

9. Untuk pasienyang bayar sendiri setelah mengetahui IRJ


mana yang akan dituju, pasien dipersilakan membayar jasa
pelayanan di kasir rawat jalan / BPD Jateng kemudian
menunggu panggilan di poliklinik yang dituju.

10. SerahkanKIB dengan pesan “KIB agar selalu dibawa saat


berobat ke RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri”
11. Distribusikan DRM ke poliklinik.

B. Pelayanan pendaftaran rawat inap


1. Menyiapkan catatan dan dokumen RM meliputi :
a. KIB (Kartu Identitas Berobat)

b. Dokumen RM RI

2. Loket pendaftaran TPPRI dan TPPGD buka 24 jam.


3. Panggil pasien atau keluarga pasien
4. Pastikan terlebih dahulu apakah pasien sudah pernah berobat di
RSUD Wonogiri atau belum.
5. Tanyakan pula keluhan utamanya untuk menentukan ruangan
pelayanan IRI apabila rawat inap.
6. Pasien lama :
a. Pasien menunjukkan KIB / menyebut nomor RM-nya.

b. Pasien menyerahkan syarat – syarat penjaminan bila


menggunakan Asuransi Kesehatan.
c. Tanyakan data pasien dan masukan data pasien ke dalam
komputer serta catat data dasar pasien di dokumen rekam
medis rawat inap dengan lengkap dan benar sesuai bagian
penyakitnya.
7. Pasien Baru :
a. Tanyakan data pasien dan masukan data pasien ke dalam
komputer serta catat data dasar pasien di dokumen RM RI
dengan lengkap dan benar.

13
b. Pasien menyerahkan syarat – syarat penjaminan bila
menggunakan Asuransi Kesehatan .
c. Print out KIB
8. Untuk pasien yang dirawat jalan dengan bayar sendiri, pasien
dipersilahkan membayar jasa pelayanan di kasir/ BPD Jateng,
serta print out SEP untuk pasien yang menggunakan Asuransi
Kesehatan.
9. SerahkanKIB dengan pesan “KIB agar selalu dibawa saat berobat
ke RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri”
10. Apabila dokter memerintahkan rawat inap maka mintalah atau
terima admision note sebagai dasar bahwa pasien benar – benar
diperintahkan rawat inap.
11. Terima surat perintah rawat inap (admission note) yang telah di
isi lengkap oleh dokter yang di terima dari pasien / keluarga
pasien untuk mendaftarkan diri guna memperoleh pelayanan
rawat inap.
12. Informasikan tempat tidur kosong terbaru kepada pasien,
informasi tempat tidur kosong bisa didapat dari sistem informasi
manajemen (SIM) rumah sakit atau telepon ke ruang rawat inap.
13. Tanyakan kepada pasien / keluarga kelas yang dikehendaki.
Apabila menggunakan PBI maka harus sesuai hak kelas III,
apabila Non PBI / asuransi lain,maka dapat menghendaki kelas
sesuai jatah kelas asuransi atau kelas diatasnya.
14. Mintakan persyaratan pendaftaran rawat inap. Jika pasien belum
bisa melengkapi persyaratan dapat dilengkapi di ruang rawat
inap maksimal 3x24jam.
15. Pesan kelas ruangan yang dikehendaki pasien / keluarga sesuai
dengan spesialisasi penyakit dan jatah kelasnya.
16. Informasikan kepada pasien atau keluarga pasien jika ruangan
penuh, kemudian tawarkan kepada pasien jika mau naik kelas
yang lebih tinggi, jika tidak mau informasikan ke dokter jaga
bahwa ruangannya penuh agar bisa di ambil sebuah keputusan
apakah pasien rawat jalan atau di rujuk.
17. Serahkan surat persetujuan rawat inap ke pasien untuk diisi dan
dipahami serta kemudian ditanda tangani oleh pasien dan
petugas pendaftaran rawat inap.
18. Terangkan tentang General Consent serta hak dan kewajiban
pasien kepada pasien untuk dibaca, dipahami serta di tanda
tangani.
19. Isi data identitas pasien RM 1 (lembar masuk dan keluar) secara
lengkap ke dalam sistem informasi manajemen rumah sakit
(SIMRS).

14
20. Buat surat Eligibilitas pasien (SEP) dan cetak melalui printer dan
tanda tangani oleh pasien / keluarga pasien dan petugas dari
BPJS.
21. Serahkan ringkasan masuk dan keluar pasien (RM 1), surat
persetujuan rawat inap dan perincian rawat inap kepada perawat
IGD untuk selanjutnya disertakan dengan pasien ke ruang rawat
inap.
Catatan : Khusus untuk pasien BPJS Jika ruangan kelas perawatan
sesuai hak pasien Penuh maka pasien dapat dititipkan dikelas satu
tingkat diatasnya, dan apabila kelas sesuai jatah kelasnya telah
tersedia maka pasien dikembalikan pada kelas sesuai haknya

C. Sistem identifikasi dan penomoran


1. Sistem penamaan.
Sistem penamaan pada dasarnya untuk memberikan identitas
kepada pasien serta untuk membedakan pasien satu dengan
lainnya sehingga memperlancar di dalam memberikan pelayanan
RM kepada pasien yang datang berobat ke rumah sakit.
Adapun cara penulisan nama pasien adalah:
a. Penulisan nama pasien menggunakan ejaan
baru yang disempurnakan dengan menggunakan huruf cetak.
b. Nama pasien terdiri dari satu kata atau
lebih (sistem penamaan orang Indonesia).
c. Penulisan nama sesuai dengan KTP/ SIM /
PASPOR yang masih berlaku.
d. Bila dicantumkan title/ jabatan dan gelar
ditulis sesudah nama pasien.
e. Perkataan Tuan, Saudara, Bapak tidak
dicantumkan dalam penulisan nama pasien.
f. Apabila pasien berkewarganegaraan asing
maka penulisan namanya harus disesuaikan dengan paspor
yang berlaku di Indonesia
Adapun cara penulisannya adalah sebagai berikut:
a. Cara penulisan nama pasien:
Nama pada KTP / SIM : Drs. MUHAMMAD RIZKY
Nama pada kartu pasien : MUHAMMAD RIZKY, (Drs)
b. Cara penulisan nama pasien bayi
Nama ibu : ROSITA DEWI
Nama bayi : BY ROSITA DEWI
2. Sistem Penomoran.
Sistem penomoran adalah suatu tata cara penulisan nomor
yang diberikan kepada pasien yang datang berobat sebagai bagian
dari identitas pribadi pasien yang bersangkutan. Di rumah sakit

15
sistem penomoran yang digunakan adalah Sistem Penomoran
Secara Unit (Unit Numbering System)
SistemPenomoran Secara Unit (Unit Numbering System) adalah
suatu sistem penomoran dimana setiap pasien yang berobat baik
rawat jalan, rawat inap, maupun gawat darurat mendapatkan
nomor rekam medis pada saat pertama kali berobat dan digunakan
selamanya untuk kunjungan berikutnya.
Keuntungan:
a. Informasi medis dapat
berkesinambungan.
b. Semua rekam medis penderita memiliki
satu nomor dan terkumpul dalam satu map (folder).
c. Memberikan gambaran yang lengkap
tentang riwayat penyakit pasien.
d. Menghilangkan kerepotan mencari
rekam medis pasien yang terpisah dalam sistem seri.
e. Menghilangkan kerepotan mengambil
rekam medis lama untuk disimpan ke nomor baru dalam sistem
seri unit.
Kerugian:Pelayanan pasien kunjungan ulang lebih lama.
Carapenulisan : menggunakan nomor enam digit tanpa spasi dan
tanda lain (strip atau min).
Contoh penulisan : 000000,000001 dan seterusnya.

D. Formulir Rekam Medis


Lihat Buku Panduan Formulir Rekam Medik
E. Klasifikasi penyakit
1. Pengertian klasifikasi / kodefikasi penyakit, tindakan dan dokter
a. Kode penyakit dan kematian : proses pengklasifikasian data
diagnosa dan kematian serta penentuan kode(sandi) nomor /
alfabet / atau alfanumerik untuk mewakilinya dengan
menggunakan ICD 10.
b. Kode tindakan : proses pengklasifikasian data tindakan dan
penentuan kode(sandi) nomor atau alfanumerik untuk
mewakilinya dengan menggunakan ICD 9 CM.
2. Langkah-langkah Coding
a. Cara Kode Penyakit :
1) Tentukan jenis pernyataan yang akan dikode dan rujuk ke
Section yang sesuai pada Indeks Alfabet. (Kalau pernyataan
adalah penyakit, cedera, atau kondisi lain yang
diklasifikasikan pada bab I-XIX atau XXI, lihat Section I dari
Index. Kalau pernyataan ini adalah penyebab luar dari
cedera atau kejadian lain yang bisa diklasifikasikan pada
bab XX, lihat Section II pada Index. Kalau keracunan obat
dan bahan kimia, lihat section III pada Index).

16
2) Tentukan lokasi ‘lead term,’. Untuk penyakit dan cedera
biasanya kata benda kondisi patologis, dan kadang-kadang
kata sifat atau eponim (nama orang) bias juga terdapat.
3) Baca dan pedomani semua catatan (‘notes’) yang terdapat di
bawah ‘lead term’.
4) Baca semua term di dalam parentheses setelah ‘lead term’
(tidak mempengaruhi kode), di samping semua istilah yang
menjorok di bawah ‘lead term’ (bisa mempengaruhi kode),
sampai semua kata di dalam diagnosis telah diperhatikan.
5) Ikuti dengan hati-hati setiap rujukan silang ‘see’ dan ‘see
also’ di dalam Indeks.
6) Rujuk daftar tabulasi (Volume I) untuk memastikan nomor
kode yang dipilih. Perhatikan bahwa kode 3-karakter
dengan dash (-) pada posisi ke-4 berarti bahwa sebuah
karakter ke-4 terdapat pada Volume 1. Sub divisi lebih jauh
untuk karakter tambahan tidak terdapat pada Volume 3,
sehingga harus dicari pada volume 1.
7) Pedomani setiap term inklusi dan eksklusi di bawah kode
yang dipilih, atau di bawah judu lbab, blok, atau kategori.
8) Tentukan kodenya
b. Cara Kode Tindakan
1) Tentukan jenis pernyataan tindakan (prosedur) yang akan
dikode
2) Tentukanlead term
3) Carilah lead term dalam Alphabetic index
4) Cari modifers
5) Periksa kode yang diberikan dalam indeks dengan Tabular
6) Periksa Inclusion and Exclusion terms
7) Tentukankodenya
c. Coding dan Indexing dokumen rekam medis RI :
1) Urusan coding menerima dokumen RI yang telah lengkap
dari urusan assembling.
2) Konfirmasi ke DPJP apabila tulisan diagnosa dan prosedur
serta tulisan dokter tidak jelas.
3) Kodelahdiagnosa penyakit yang ditulis pada dokumen RI
formulir Ringkasan Keluar Masuk.
4) Buka lembar – lembar lainnya untuk mendukung diagnosa
penyakit tersebut
5) Buka aplikasi Pilar Hospital modul assembling
6) Masukan code (penyakit dan tindakan) sesuai cara aplikasi
tersebut.
7) Dokumen RM RI yang telah diberi kode dan diindek
diserahkan ke bagian filing.
d. Coding dan Indexing dokumen rekam medis RJ :

17
1) Buka aplikasi Pilar Hospital modul assembling
2) Masukan kode (penyakit dan tindakan) sesuai cara aplikasi
tersebut.
Kodelah diagnosa dan tindakan dari resume yang dituliskan di
aplikasi tersebut.

F. Pengolahan dan analisa data


1. Pelaporan Rumah Sakit
Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) adalah suatu proses
pengumpulan, pengolahan dan penyajian data rumah sakit se-
Indonesia. Sistem Informasi ini mencakup semua Rumah Sakit
umum maupun khusus, baik yang dikelola secara publik maupun
privat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. SIRS yang
berlaku saat ini adalah SIRS revisi 6 tahun 2011,dimana SIRS VI ini
merupakan penyempurnaan dari SIRS Revisi V yang disusun
berdasarkan masukan dari tiap Direktorat dan Sekretariat
dilingkungan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. Hal ini
diperlukan agar dapat menunjang pemanfaatan data yang optimal
serta semakin meningkatnya kebutuhan data saat ini dan yang
akan datang.
Formulir pelaporan SIRS terdiri dari 5 (lima) Rekapitulasi
Laporan (RL), diantaranya :
a. RL 1 “Data Dasar Rumah Sakit”
Berisikan Data Dasar Rumah Sakit yang dilaporkan setiap
waktu apabila terdapat perubahan data dasar dari rumah sakit
sehingga data ini dapat dikatakan data yang yang bersifat
terbarukan setiap saat (updated. RL1 terdiri dari :
1) RL 1.1 (Data Dasar Rumah Sakit)
Formulir untuk data dasar rumah sakit yang dilaporkan
setiap waktu apabila ada perubahan data rumah sakit.
2) RL 1.2 (Indikator Pelayanan Rumah Sakit)
yang harus diisi adalah BOR, LOS, BTO, TOI, NDR, GDRdan
Rata-rata kunjungan perhari selama 1 (satu) tahun
sertarata-rata tiap indikator.
3) RL 1.3 (Fasilitas Tempat Tidur Rawat Inap)
Beberapa hal yang harus diketahui dalam pengisian formulir
RL 1.3,sebagai berikut:
a) Yang dimaksud dengan jumlah tempat tidur adalah
jumlah tempat tiduryang tersedia pada ruang rawat inap.
Jumlah tempat tidur ini bukanlahkapasitas tempat tidur.
b) Jumlah tempat tidur tersebut tidak termasuk tempat tidur
yang digunakanuntuk bersalin, kamar pemulihan (RR),
kamar tindakan, untukpemeriksaan pada unit rawat jalan

18
(umum, spesialisasi dansubspesialisasi serta unit rawat
jalan gigi) dan klinik unit rawat darurat.
c) Data tempat tidur diisi dengan jumlah TT keseluruhan
dandikelompokkan berdasarkan perincian tempat tidur
per-kelas(VVIP,VIP,I,II,III,Kelas khusus) sesuai dengan
jenis pelayanan.
d) Untuk Data Tempat tidur, bagi Rumah Sakit yang tidak
bias mengelompokkan jumlah tempat tidur per pelayanan
rawat inap, makajumlah tempat tidur tersebut diletakkan
pada jenis pelayanan umum.
e) Pelayanan rawat inap perinatologi adalah pelayanan rawat
inap yangkhusus disediakan bagi bayi baru lahir.
f) Setiap Rumah Sakit Umum, minimal mempunyai ruang
rawat inapumum, obstetri dan perinatologi dengan jumlah
tempat tidur tersendiri,oleh karena itu setiap rumah sakit
umum minimal mengisi jumlah tempattidur untuk
pelayanan rawat inap umum, obstetri dan
perinatologi.Pengecualian bagi Rumah Sakit Umum yang
tidak mempunyai ruangrawat obstetri tersendiri (tempat
tidur untuk pasien obstetri digabungpada ruang rawat
inap umum) maka pada Rumah Sakit Umum
tersebuthanya mengisi alokasi tempat tidur pada Umum
dan Perinatologi saja.
g) Jumlah tempat tidur untuk jenis pelayanan ICU, ICCU
dan NICU/PICUdiisi jika Rumah Sakit tersebut sudah
mempunyai ruang rawat inaptersendiri dengan tempat
tidur dan peralatan khusus untuk pelayananICU, ICCU
dan NICU/PICU tersebut.
h) Untuk Rumah Sakit Khusus yang hanya melayani satu
jenis pelayananspesialisasi, jumlah tempat tidur
dilaporkan pada masing-masing ruangrawat inap yang
sesuai dengan spesialisasinya.
b. RL 2 “Ketenagaan”
Merupakan data rekapitulasi semua tenaga yang ditetapkan
resmi bekerja di suatu rumah sakit berdasarkan jenis kelamin
sesuai dengan keadaan, kebutuhan dan kekurangan dalam
rumah sakit tersebut, dan dilaporkan satu kali dalam setahun
paling lambat tanggal 15 bulan januari tahun setelah tahun
periode pelaporan. Yang dimaksud dengan tenaga rumah sakit
adalah semua jenis tenaga yang bekerja di rumah sakit baik
tenaga kesehatan seperti : tenaga medis, kefarmasian, kesehatan
masyarakat, gizi, keterapian fisik, keteknisian medis maupun
tenaga non kesehatan.
c. RL 3 “Pelayanan”

19
Formulir RL3 adalah formulir yang berisikan data kegiatan
pelayanan rumah sakit, yang dilaporkan satu kali dalam
setahun, paling lambat tanggal 15 bulan Januari tahun setelah
tahun periode pelaporan. RL 3 terdiri dari :
1) RL 3.1 (Rawat Inap)
2) RL 3.2 (Rawat Darurat)
3) RL 3.3 (Gigi & Mulut)
4) RL 3.4 (Kebidanan)
5) RL 3.5 (Perinatologi)
6) RL 3.6 (Pembedahan)
7) RL 3.7 (Radiologi)
8) RL 3.8 (Laboratorium)
9) RL 3.9 (Rehabilitasi Medik)
10) RL 3.10 (Pelayanan Khusus)
11) RL 3.11 (Kesehatan Jiwa)
12) RL 3.12 (Keluarga Berencana)
13) RL 3.13 (Farmasi Rumah Sakit)
14) RL 3.14 (Rujukan)
15) RL 3.15 (Cara Bayar)
d. RL 4 “Morbiditas dan Mortalitas”
1) RL 4.a (Penyakit Rawat Inap)
Formulir untuk data keadaan morbiditas pasien rawat inap
yang merupakan formulir rekapitulasi dari jumlah pasien
keluar Rumah Sakit (hidup dan mati) untuk periode
tahunan. Data dikumpulkan dari tanggal 1 Januari sampai
dengan 31 Desember setiap tahunnya.
2) RL 4.b (Penyakit Rawat Jalan)
Formulir standar untuk data keadaan morbiditas pasien
rawat jalan yang merupakan formulir rekapitulasi dari
jumlah kasus baru dan jumlah kunjungan yang terdapat
pada unit rawat jalan Rumah Sakit untuk Tahunan. Data
dikumpulkan dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31
Desember setiap tahunnya.
e. RL 5 “Pengunjung Rumah Sakit”
1) RL 5.1 (Pengunjung Rumah Sakit)
a) Pengunjung Baru
Pengunjung Baru adalah pengunjung yang baru
pertama kali datang di Rumah Sakit dan dapat
melakukan beberapa kunjungan di beberapa Poliklinik
sebagai kunjungan baru dengan kasus baru. Setiap
pengunjung baru rumah sakit diberikan nomor rekam
medik dengan menggunakan register penomoran dan
dibuatkan folder Rekam Medik. Nomor Rekam Medik
diberikan hanya 1 kali seumur hidup.

20
b) Pengunjung Lama
Pengunjung Lama adalah pengunjung yang datang
untuk kedua dan seterusnya, yang datang ke poliklinik
yang sama atau berbeda sebagai kunjungan lama atau
kunjungan baru dengan kasus lama dan kasus baru.
Tidak mendapat Nomor Rekam Medik lagi
2) RL 5.2 (Kunjungan Rawat Jalan)
a) Kunjungan Baru
Adalah pasien yang pertama kali datang ke salah satu
jenis pelayanan rawat jalan, pada tahun yang sedang
berjalan.
b) Kunjungan Lama
Adalah kunjungan berikutnya dari suatu kunjungan
baru, pada tahunyang berjalan.
3) RL 5.3 (Daftar 10 Besar Penyakit Rawat Inap)
Formulir untuk data 10 besar penyakit rawat inap
rekapitulasi dari jumlah pasien keluar Rumah Sakit (hidup
dan mati) untuk satu tahun. Data dikumpulkan dari tanggal
1 Januari sampai dengan 31 Desember setiap tahunnya.
4) RL 5.4 (Daftar 10 Besar Penyakit Rawat Jalan)
Formulir untuk data 10 besar penyakit rawat jalan
rekapitulasi dari jumlah banyaknya kasus baru pada unit
rawat jalan untuk satu tahun. Data dikumpulkan dari
tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember setiap
tahunnya.
Jenis pelaporan Rumah Sakit jika ditinjau dari waktu
pelaporannya :
1. Laporan Updating : RL 1, RL 1.1
2. Laporan Tahunan : RL 1.2, RL 1.3, RL 2, RL 3, RL 3.1, RL 3.2,
RL 3.3, RL 3.4, RL 3.5, RL 3.6, RL 3.7, RL 3.8, RL 3.9, RL 3.10,
RL 3.11, RL 3.12, RL 3.13, RL 3.14, RL 3.15, RL 4, RL 4a, RL 4b.
3. Laporan Bulanan : RL 5, RL 5.1, RL 5.2, RL 5.3, RL 5.4.
2. Grafik Barber Johnson
a. Pengertian.
Grafik Barber Johnson (GBJ) merupakan grafik yang dapat
menggambarkan empat parameter yang dapat digunakan salah
satu indikator efisiensi pengelolaan RS. Keempat parameter
tersebut adalah :
1) Persentase tempat tidur terisi atau Bed Occupancy Rate
(BOR).
2) Rata-rata lama perawatan seorang pasien atau Average
Length of Stay (AvLOS).
3) Lamanya rerata tempat tidur kosongatau Turn Over Interval
(TOI).

21
4) rerata jumlah pasien yang menggunakan tempat tidur atau
Bed Turn Over (BTO).
b. Manfaat.
GBJ dapat digunakan untuk :
1) Membandingkan antara beberapa RS di suatu wilayah atau
beberapa unit RS di dalam periode waktu tetrtentu.
2) Membandingkan atau melihat perkembangan RS atau unit RS
yang sama pada periode waktu yang berlainan.
3) Membandingkan perkembangan dari beberapa RS atau untuk
RS menurut waktu.
4) Untuk menentukan kemungkinan perubahan suatu variable
dengan menggunakan variable lainnya.
c. Cara pembuatan.
Langkah untuk membuat GBJ terdiri dari 4 skala yaitu : BOR,
LOS, TOI, dan BTO adalah sebagai berikut :
1) Tarik sumbu X (absis) dan sumbu Y (ordinat).
2) Tentukan skala TOI pada sumbu X.
3) Tentukan skala LOS pada sumbu Y.
4) Buatlah titik,untuk menggambar nilai BOR sesuai
perhitungan.
5) Buatlah titik, untuk menggambar nilai LOS sesuai
perhitungan.
6) Buatlah titik, untuk menggambar nilai TOI sesuai
perhitungan.
7) Buatlah titik, untuk menggambar nilai BTO sesuai
perhitungan.
8) Kroscek dari ke empat titik, bila tidak ketemu satu titik berarti
ada kemungkinan kesalahan dalam penghitungan.
Pembuatan GBJ dapat dilakukan di aplikasi Excel yang dibuat
oleh urusan Pelaporan.
d. Makna dari GBJ.
GBJ dapat bermakna sebagai berikut :
1) Makin dekat BOR dengan Y ordinat, maka BOR makin tinggi.
2) Makin dekat BTO dengan ttitk sumbu, makin menunjukkan
makin tinggi jumlahnya atau nilainya.
3) Jika TOI tetap, tetapi LOS berkurang maka bor akan
menurun.
4) Bila TOI tinggi, kemungkinan dapat disebabkan organisasi
yang kurang baik, kurangnya permintaan tempat tidur.
e. Cara menghitung
1) Bed Occupancy Rate (BOR).
Yaitu persentase tempat tidur terisi pada satu satuan waktu
tertentu.
Rumus :
BOR = O/Ax (100/A)
O = Rata-rata tempat tidur terisi.
A = Kapasitas tempat tidur siap pakai.

22
Atau bisa menggunakan rumus versi Depkes (2001) :

Jumlah hari perawatan rumah sakit


BOR = x 100%
(Jumlah tempat tidur X Jumlah hari dalam satu periode)

Nilai ideal BOR menurut Depkes (2001) adalah antara 60%-


85%.
Nilai ideal BOR menurut Barber Johnson adalah antara 75%-
85%.
2) Average Length of Stay (AvLOS).
Yaitu rata-rata lama perawatan seorang pasien.
Rumus :
AvLOS = O x (t/D)
O = Rata-rata tempat tidur terisi. (hariperawatan : jml
hari)
t = Periode (jumlah hari) penghitungan.
D = Jumlah pasien yang keluar (dalam keadaan hidup
atau mati).
Atau menggunakan rumus versi Depkes (2001) :
AVLOS = Jumlah lama dirawat/Jumlah pasien keluar (H+M)
Nilai ideal AvLOS menurut Depkes adalah antara 6-9 hari.
Nilai ideal AvLOS menurut Barber Johnson adalah antara 3-
12 hari.
3) Turn Over Interval (TOI).
Merupakan lamanya rerata tempat tidur kosong.
Rumus :
TOI = (A – O) x t/D23
A = Kapasitas tempat tidur siap pakai.
O = Rata-rata tempat tidur terisi.
t = Periode (jumlah hari) penghitungan.
D = Jumlah pasien yang keluar (dalam keadaan hidup
atau mati).
Atau menggunakan versi Depkes (2001)
(jumlah tempat tidur x hari) – hari perawatan
TOI =
Jumlah pasien ke luar (hidup + mati)
Nilai ideal TOI menurut Depkes adalah antara 1-3 hari.
Nilai ideal TOI menurut Barber Johnson adalah antara 1-3
hari.
4) Bed Turn Over (BTO).
Merupakan rerata jumlah pasien yang menggunakan tempat
tidur.
Rumus :
BTO = D/A

23
D = Jumlah pasien yang keluar (dalam keadaan hidup atau
mati).
A = Kapasitas tempat tidur siap pakai.
Atau menggunakan versi Depkes (2001) :
BTO = Jumlah pasien keluar (hidup + mati)/jumlah tempat
tidur.
Nilai ideal BTO menurut Depkes adalah antara 40-50%
Nilai ideal BTO menurut Barber Johnson adalah antara 30%

G. Simbol dan tanda khusus


Lihat Buku Panduan Symbol dan Tanda Khusus.

H. Penyelesaian dan pengembalian rekam medis


1. Cara dan waktu pengembalian rekam medis
a. Setelah pasien dinyatakan boleh pulang, pulang APS atau mati
oleh dokter, dokumen rekam medis pasien yang telah pulang
harus segera dilengkapi dan diselesaikan segala sesuatunya.
b. Dokumen RM dibawa ke kasir oleh petugas RI dengan
menggunakan ekspedisi untuk di verifikasi pembayarannya.
c. Pasien diminta menuju ke kasir untuk membayar.
d. Pasien memperoleh bukti pembayaran untuk ditunjukkan ke
ruangan bahwa pasien tersebut telah menyelesaikan
administrasinya.
e. Dokumen RM dikembalikan ke Instalasi Rekam Medis dan
SIMRSoleh bagian kasir.
2. Pengendalian dokumen RM pasien pulang
Pengendalian rekam medis pasien pulang dengan menggunakan :
a. Buku ekspedisi
Berkas rekam medis dari kasir diserahkan ke Instalasi Rekam
Medis dan SIMRSdengan menggunakan buku ekspedisi yang
berisi nama pasien, nomor rekam medis, diagnosa, tanggal
masuk, dan tanggal keluar.
b. Aplikasi SIMRS PILAR
Dokumen rekam medis pasien pulang dapat juga dikendalikan
dengan menggunakan aplikasi SIMRS Pilar Modul Filing menu
Dokumen Rekam Medik yang masih di ruangan / poliklinik.

I. Penyimpanan rekam medis


1. Sistem penyimpanan sentralisasi
Sistem penyimpanan RM yang digunakan di RSUD Wonogiri adalah
sentralisasi yaitu suatu sistem penyimpanan dengan cara
menyatukan formulir-formulir rekam medis milik seorang pasien
kedalam satu folder
2. Kelebihan cara ini yaitu:

24
a. Data dan informasi hasil-hasil pelayanan dapat
berkesinambungan karena menyatu dalam satu folder sehingga
riwayatnya dapat dibaca seluruhnya.
b. Mengurangi terjadinya duplikasi dalam pemeliharaan dan
penyimpanan rekam medis.
c. Mengurangi jumlah biaya yang dapat dipergunakan untuk
peralatan dan ruangan.
d. Tata kerja dan peraturan mengenai kegiatan pencatatan medis
mudah distandarisasi.
e. Memungkinkan peningkatan efisiensi kerja petugas
penyimpanan karena dokumen rekam medis milik seorang
pasien berada dalam satu folder.
f. Mudah menerapkan sistem unit.
3. Kekurangan sistem sentralisasi ini yaitu:
1. Petugas menjadi lebih sibuk karena harus menangani unit rawat
jalan dan unit rawat inap.
2. Filing (tempat penyimpanan) dokumen rekam medis harus jaga
24 jam karena sewaktu-waktu diperlukan untuk pelayanan di
UGD yang buka 24 jam.
3. Perlu ruangan yang luas.

J. Pelepasan informasi
1. Pemberian informasi
Petugas rekam medis harus mempertimbangkan setiap situasi bagi
pengungkapan suatu informasi dari rekam medis. Meskipun
kerahasiaan menjadi faktor terpenting dalam pengelolaan rekam
medis, akan tetapi bukan merupakan faktor satu- satunya yang
menjadi dasar kebijaksanaan dalam pemberian informasi. Hal yang
sama pentingnya ialah dapat selalu menjaga hubungan baik
dengan masyarakat sehingga diperlukan ketentuan yang wajar dan
senantiasa dijaga bahwa hal tersebut tidak membuat hak peminta
informasi untuk mengajukan tuntutan lebih jauh kepada pihak
rumah sakit.
Surat persetujuan untuk memberikan informasi yang
ditandatangani oleh seorang pasien atau pihak yang
bertanggungjawab selalu diperlukan untuk setiap pemberian
informasi dari rekam medis.
Pimpinan rumah sakit, setelah berkonsultasi dengan bagian rekam
medis dan Panitia Rekam Medis menetapkan suatu peraturan yang
mengatur pemberian informasi yang berasal dari rekam medis itu.
Peraturan- peraturan tersebut disebarluaskan ke dalam lingkungan
kerja rumah sakit maupun perorangan atau organisasi- organisasi
yang sering berhubungan dengan bagian rekam medis untuk
meminta informasi yang berkaitan dengan rekam medis.
2. Ketentuan pemberian informasi.

25
a. Setiap informasi yang bersifat medis yang dimiliki oleh rumah
sakit tidak boleh disebarkan oleh pegawai rumah sakit, kecuali
bila pimpinan rumah sakit mengijinkan
b. Rumah sakit tidak boleh dengan sekehendaknya menggunakan
rekam medis dengan cara yang dapat membahayakan
kepentingan pasien, kecuali jika rumah sakit akan
menggunakan rekam medis tersebut bila perlu untuk
melindungi dirinya atau mewakilinya.
c. Para asisten dan dokter yang bertanggungjawab boleh dengan
bebas berkonsultasi dengan sub bagian rekam medis dengan
catatan yang ada hubungannya dengan pekerjaannya. Bila ada
keraguan di pihak staf rekam medis, maka persetujuan masuk
ke tempat rekam medis itu boleh ditolak dan persoalannya
diserahkan kepada direktur rumah sakit. Bagaimanapun salinan
rekam medis tidak boleh dibuat tanpa persetujuan khusus dari
Kepala Instalasi Rekam Medis dan SIMRS, yang akan
memusyawarahkan dengan direktur RS jika ada keragu-raguan.
Tidak boleh seorangpun boleh memberikan informasi lisan atau
tertulis kepada seorang di luar RS tanpa persetujuan tertulis
dari pihak direktur RS. (perkecualian : mengadakan diskusi
mengenai kemajuan dari kasus dengan keluarga atau wali
pasien yang mempunyai kepentingan sah)
d. Dokter tidak boleh memberikan persetujuan kepada perusahaan
asuransi atau badan lain untuk memperoleh rekam medis.
e. Badan- badan sosial boleh mengetahui isi data sosial dari rekam
medis, apabila mempunyai alasan-alasan yang syah untuk
memperoleh informasi namun untuk data medisnya tetap
diperlukan surat persetujuan dari pasien yang bersangkutan.
f. Permohonan pasien untuk memperoleh informasi mengenai
catatan dirinya diserahkan kepada dokter yang merawatnya.
g. Permintaan informasi tidak secara lisan tetapi dengan
permintaan tertulis.
h. Informasi rekam medis hanya dikeluarkan dengan surat kuasa
yang ditandatangani dan diberi tanggal oleh pasien (walinya jika
pasien tersebut secara mental tidak kompeten), atau keluarga
terdekat kecuali jika ada ketentuan lain dalam peraturan. Surat
kuasa hendaklah juga ditanda tangani dan diberi tanggal oleh
orang yang mengeluarkan rekam medis dan disimpan dalam
berkas rekam medis tersebut.
i. Informasi di dalam rekam medis boleh diperlihatkan kepada
perwalian rumah sakit yang syah untuk melindungi kepentingan
rumah sakit dalam hal- hal yang bersangkutan dengan
pertanggung jawaban.
j. Informasi boleh diberikan kepada rumah sakit lain, tanpa surat
kuasa yang ditanda tangani oleh pasien berdasarkan

26
permintaan dari rumah sakit itu yang menerangkan bahwa si
pasien sekarang dalam perawatan mereka.
k. Dokter dari luar rumah sakit yang mencari keterangan mengenai
pasien pada rumah sakit ini harus memiliki surat kuasa dari
pasien tersebut.
l. Ketentuan ini berlaku bagi semua orang yang menangani rekam
medis termasuk bagian perawatan, bangsal dan lainnya.
m. Rekam medis yang asli tidak boleh dibawa keluar rumah sakit
kecuali bila atas permintaan pengadilan, dengan surat kuasa
khusus tertulis dari pimpinan rumah sakit.
n. Rekam medis tidak boleh diambil dari tempat penyimpanan
untuk di bawa ke bagian lain dari rumah sakit kecuali jika
untuk transaksi dalam kegiatan rumah sakit.
o. Pemakaian untuk keperluan riset diperbolehkan dengan
persetujuan tertulis pimpinan rumah sakit.
p. Bila rekam medis diminta untuk dibawa ke pengadilan
diusahakan supaya pengadilan menerima salinan foto statis
rekam medis yang dimaksud. Apabila hakim minta yang asli,
tanda terima harus diminta dan disimpan di folder sampai
rekam medis asli tersebut kembali.
Pengesahan untuk memberikan informasi berisi indikasi mengenai
periode- periode perawatan tertentu. Surat kuasa / persetujuan
hanya berlaku untuk informasi medis termasuk dalam jangka
waktu / tanggal yang ditulis di dalamnya.
3. Visum Et Repertum
Pemeriksaan medik untuk tujuan membantu penegakan hukum
antara lain adalah pembuatan visum et repertum terhadap
seseorang yang dikirim oleh polisi (penyidik) karena diduga sebagai
korban suatu tindak pidana, baik dalam peristiwa kecelakaan lalu-
lintas, kecelakaan kerja, penganiayaan, pembunuhan, perkosaan,
maupun korban meninggal yang pada pemeriksaan pertama polisi
terdapat kecurigaan kemungkinan adanya tindak pidana. Di
hadapan dokter, seorang korban hidup dapat berstatus sebagai
korban untuk dibuatkan visum et repertum sekaligus berstatus
sebagai pasien untuk diobati/dirawat.
Sebagai pasien, orang tersebut mempunyai hak dan kewajiban yang
timbul akibat hubungan dokter-pasien (kontrak terapeutik).
Berbagai hak yang dimiliki pasien seperti hak atas informasi, hak
menolak/memilih alternatif cara pemeriksaan/terapi, hak atas
rahasia kedokteran dan lain-lain harus dipatuhi oleh dokter. Namun
sebagai korban, pada orang tersebut berlaku ketentuan-ketentuan
seperti yang diatur dalam hukum acara pidana. Orang tersebut
tidak dapat begitu saja menolak pemeriksaan forensik yang akan
dilakukan terhadap dirinya.
a. Pendahuluan

27
Nama visum et repertum tidak pernah disebut di dalam KUHAP
maupun hukum acara pidana sebelumnya (RIB=Reglemen
Indonesia yang diBarui). Nama visum et repertum sendiri hanya
disebut di dalam Statsblad 350 tahun 1937 pasal 1 dan 2 yang
berbunyi :
1) Visa reperta dari dokter-dokter yang dibuat atas sumpah
jabatan yang diikrarkan pada waktu menyelesaikan pelajaran
kedokteran di Belanda atau di Indonesia, atau sumpah
khusus sebagai yang dimaksud dalam pasal 2, mempunyai
daya bukti dalam perkara-perkara pidana, sejauh itu
mengandung keterangan tentang yang dilihat oleh dokter
pada benda yang diperiksa.
2) Dokter-dokter yang tidak mengikrarkan sumpah jabatan di
Belanda maupun di Indonesia sebagai yang dimaksud dalam
pasal 1, boleh mengikrarkan sumpah (janji) sebagai berikut :
"..."
Sedangkan bunyi sumpah dokter yang dimaksud dalam pasal 1
di atas adalah lafal sumpah seperti pada Statsblad 1882 No 97,
pasal 38 (berlaku hingga 2 Juni 1960) yang berbunyi :
"Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya akan melakukan
pekerjaan ilmu kedokteran, bedah, dan kebidanan menurut
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh undang-undang
sebaik-baiknya menurut kemampuan saya dan bahwa saya tidak
akan mengumumkan kepada siapapun juga segala sesuatu yang
dipercayakan kepada saya atau yang saya ketahui karena
pekerjaan saya, kecuali kalau saya dituntut untuk memberi
keterangan sebagai saksi atau ahli di muka pengadilan atau
selain itu saya berdasarkan undang-undang diwajibkan untuk
memberi keterangan."
Dari bunyi Stb 350 tahun 1937 terlihat bahwa :
1) Nilai daya bukti visum et repertum dokter hanya sebatas
mengenai hal yang dilihat atau ditemukannya saja pada
korban. Dalam hal demikian, dokter hanya dianggap
memberikan kesaksian mata saja.
2) Visum et repertum hanya sah bila dibuat oleh dokter yang
sudah mengucapkan sumpah sewaktu mulai menjabat
sebagai dokter, dengan lafal sumpah dokter seperti yang
tertera pada Statsblad No 97 pasal 38 tahun 1882. Lafal
sumpah dokter ini digunakan sebagai landasan pijak
pembuatan visum et repertum.
Pasal-pasal KUHAP yang mengatur tentang produk dokter yang
sepadan dengan visum et repertum adalah pasal 186 dan 187.
Pada pasal 186 dijelaskan bahwa keterangan ahli ialah segala hal
yang dinyatakannya di sidang pengadilan. Artinya keterangan

28
ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan
oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam
suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di
waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Sedangkan pada
pasal 187, butir (c) dinyatakan bahwa surat keterangan dari
seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai suatu hal atau suatu keadaan yang diminta secara
resmi kepadanya. Keduanya termasuk ke dalam alat bukti yang
sah sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP pasal 184 ayat (1)
yang menyatakan bahwa alat bukti yang sah adalah keterangan
saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa.
Dari pasal-pasal tersebut tampak bahwa yang dimaksud dengan
keterangan ahli maupun surat (butir c) dalam KUHAP adalah
sepadan dengan yang dimaksud dengan visum et repertum
dalam Stb no.350 tahun 1937.
Perbedaannya adalah bahwa keterangan ahli atau surat (KUHAP)
adalah keterangan atau pendapat yang dibuat oleh ahli
(termasuk dokter) berdasarkan keilmuannya, tidak hanya
terbatas pada apa yang dilihat dan ditemukan oleh si pembuat.
Oleh karena itu berdasarkan keilmuannya maka keterangan ahli
atau surat tersebut yang dibuat oleh dokter harus dibuat atas
dasar pemeriksaan medik.
Pendapat yang tidak berdasarkan hasil pemeriksaan medik tentu
saja tidak merupakan bagian dari visum et repertum.
Pemeriksaan medik tersebut tidak harus dilakukan oleh dokter
pembuat visum et repertum sendiri. Hal ini mengingat bahwa
kemajuan ilmu kedokteran mengakibatkan berbagai
pemeriksaan yang khusus harus dilakukan oleh dokter dengan
keahlian khusus pula sehingga pemeriksaan medik terhadap
seorang pasien (korban) mungkin saja dibuat oleh beberapa
dokter dari berbagai bidang spesialisasi.
Nama visum et repertum hingga saat ini masih dipertahankan
walaupun dengan konsep yang berbeda dengan konsep yang
lama. Nama visum et repertum ini digunakan untuk
membedakan surat/keterangan ahli yang dibuat dokter dengan
surat/keterangan ahli yang dibuat oleh ahli lain yang bukan
dokter.
b. Definisi
Visum et repertum adalah keterangan yang dibuat oleh dokter
atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil
pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati
ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia
berdasarkan keilmuannya dan dibawah sumpah untuk
kepentingan peradilan.

29
c. Dasar Hukum
Pasal 133 KUHAP menyebutkan :
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani
seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga
karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kedokteran kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu
disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
Penjelasan terhadap pasal 133 KUHAP :
(2) Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman
disebut keterangan ahli, sedangkan keterangan yang diberikan
oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut
keterangan.
d. Penyidik
Menurut KUHAP pasal 6 ayat (1) junto PP 27 tahun 1983 pasal 2
ayat (1) adalah Pejabat Polisi Negara RI yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang dengan pangkat serendah-
rendahnya Pembantu Letnan Dua. Sedangkan penyidik
pembantu berpangkat serendah-rendahnya Sersan Dua. Dalam
PP yang sama disebutkan bahwa bila penyidik tersebut adalah
pegawai negeri sipil, maka kepangkatannya serendah-rendahnya
adalah golongan II/b untuk penyidik dan II/a untuk penyidik
pembantu. Bila di suatu Kepolisian Sektor tidak ada pejabat
penyidik seperti di atas, maka Kepala Kepolisian Sektor yang
berpangkat bintara di bawah Pembantu Letnan Dua
dikategorikan pula sebagai penyidik karena jabatannya (PP 27
tahun 1983 pasal 2 ayat (2)).
Dalam lingkup kewenangan/jurisdiksi peradilan militer maka
pengertian penyidik dapat dikaitkan dengan Surat Keputusan
Pangab No : Kep/04/P/II/1983 tentang Penyelenggaraan Fungsi
Kepolisian Militer. Pasal 4 huruf c pada ketentuan tersebut
mengatur fungsi Polisi Militer sebagai penyidik, sedangkan pasal
6 ayat c pada ketentuan di atas mengatur fungsi Provoost dalam
membantu Komandan/Ankum (atasan yang berhak
menghukum) dalam penyidikan perkara pidana (di lingkungan
yang bersangkutan), tetapi penyelesaian selanjutnya diserahkan
kepada POM atau POLRI.
Penyidik merupakan penyidik tunggal bagi pidana umum
termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa
manusia. Oleh karena itu visum et repertum adalah keterangan
ahli mengenai pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa

30
manusia maka penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang
meminta visum et repertum karena mereka hanya mempunyai
wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar
hukumnya masing-masing (Pasal 7 (2) KUHAP).
Untuk mengetahui bahwa suatu Surat Permintaan pemeriksaan
telah ditandatangani oleh yang berwenang maka yang penting
adalah bahwa si penandatangan menandatangani surat tersebut
selaku penyidik. Wewenang penyidik meminta keterangan ahli ini
diperkuat dengan kewajiban dokter untuk memberikannya bila
diminta, seperti yang tertuang dalam pasal 179 KUHAP sebagai
berikut :
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib
memberikan keterangan ahli demi keadilan.
Visum et repertum dibuat untuk peradilan yang digunakan
untuk membantu pihak kepolisian mengungkap sekaligus
menangkap pelaku kejahatan maka prosesnya harus transparan.
Transparansi tidak terletak pada individu dokter tetapi pada
lembaga peradilan (demi hukum dan keadilan). Oleh karena itu
seringkali harus diungkapkan fakta untuk kepentingan hukum
tersebut karena kepentingan masyarakat harus diletakkan di
atas kepentingan individu.
e. Peranan dan Fungsi
Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian
suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia.
Visum et repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil
pemeriksaan medik yang tertuang di dalam Pemberitaan, yang
karenanya dapat dianggap sebagai benda bukti. Visum et
repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter
mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di
bagian Kesimpulan.
Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah
menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga
dengan membaca visum et repertum dapat diketahui dengan
jelas apa yang telah terjadi pada seseorang dan para praktisi
hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara
pidana yang menyangkut tubuh/jiwa manusia.
Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan persoalan
di sidang pengadilan maka hakim dapat meminta keterangan
ahli atau diajukannya bahan baru seperti yang tercantum dalam
KUHAP yang memberi kemungkinan dilakukannya pemeriksaan
atau penelitian ulang atas barang bukti apabila timbul keberatan
yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya
terhadap suatu hasil pemeriksaan (pasal 180 KUHAP).

31
f. Jenis dan Bentuk
Dikenal beberapa jenis visum et repertum, yaitu :
1) Visum et repertum perlukaan (termasuk keracunan).
2) Visum et repertum kejahatan susila.
3) Visum et repertum jenasah.
4) Visum et repertum psikiatrik.
Jenis 1, 2, dan 3 adalah visum et repertum mengenai
tubuh/raga manusia yang dalam hal ini berstatus sebagai
korban tindak pidana, sedangkan jenis ke-4 adalah mengenai
jiwa/mental tersangka/terdakwa tindak pidana. Meskipun
jenisnya bermacam-macam namun nama resminya tetap sama
yaitu Visum et Repertum, tanpa embel-embel lain.
Visum et repertum dibuat secara tertulis, sebaiknya dengan
mesin ketik, di atas sebuah kertas putih dengan kepala surat
institusi kesehatan yang melakukan pemeriksaan, ditulis dalam
bahasa Indonesia, tanpa memuat singkatan, dan sedapat
mungkin tanpa istilah asing, bila terpaksa digunakan agar diberi
penjelasan bahasa Indonesia. Apabila penulisan suatu kalimat
dalam visum et repertum berakhir tidak pada tepi kanan format
maka sesudah tanda titik harus diberi garis hingga ke tepi kanan
format. Apabila diperlukan foto atau gambar dalam visum et
repertum untuk lebih memperjelas uraian tertulis maka gambar
atau foto tersebut diberikan dalam bentuk lampiran.
Visum et repertum terdiri dari 5 bagian yang tetap, yaitu :
1) Kata Pro Justitia yang diletakkan di bagian atas. Kata ini
menjelaskan bahwa visum et repertum khusus dibuat untuk
tujuan peradilan. Visum et repertum tidak membutuhkan
materai untuk dapat dijadikan alat bukti di depan sidang
pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum.
2) Bagian Pendahuluan. Kata "Pendahuluan" sendiri tidak ditulis
dalam visum et repertum melainkan langsung dituliskan
berupa kalimat-kalimat di bawah judul. Bagian ini
menerangkan nama dokter pembuat visum et repertum dan
institusi kesehatannya, instansi penyidik pemintanya berikut
nomor dan tanggal surat permintaan, tempat dan waktu
pemeriksaan, serta identitas korban yang diperiksa. Dokter
tidak dibebani pemastian identitas korban maka uraian
identitas korban adalah sesuai dengan uraian identitas yang
ditulis dalam surat permintaan visum et repertum. Bila
terdapat ketidaksesuaian identitas korban antara surat
permintaan dengan catatan medik atau pasien yang diperiksa,
dokter dapat meminta kejelasannya dari penyidik.
3) Bagian Pemberitaan. Bagian ini berjudul "Hasil Pemeriksaan"
dan hasil pemeriksaan medik tentang keadaan kesehatan

32
atau sakit atau luka korban yang berkaitan dengan
perkaranya, tindakan medik yang dilakukan serta
keadaannya selesai pengobatan/perawatan. Bila korban
meninggal dan dilakukan otopsi maka diuraikan keadaan
seluruh alat dalam yang berkaitan dengan perkara dan
matinya orang tersebut. Yang diuraikan dalam bagian ini
merupakan pengganti barang bukti, berupa
perlukaan/keadaan kesehatan/sebab kematian yang
berkaitan dengan perkaranya. Temuan hasil pemeriksaan
medik yang bersifat rahasia dan tidak berhubungan dengan
perkaranya tidak dituangkan ke dalam bagian pemberitaan
dan dianggap tetap sebagai rahasia kedokteran.
4) Bagian Kesimpulan. Bagian ini berjudul "Kesimpulan" dan
berisi pendapat dokter berdasarkan keilmuannya mengenai
jenis perlukaan/cedera yang ditemukan dan jenis kekerasan
atau zat penyebabnya serta derajat perlukaan atau sebab
kematiaannya.
5) Bagian Penutup. Bagian ini tidak berjudul dan berisikan
kalimat baku "Demikianlah visum et repertum ini saya buat
dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan
dengan mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana."
g. Perbedaan Visum Et Repertum Dengan Catatan Medik Dan Surat
Keterangan Medik Lainnya
Catatan medik adalah catatan tentang seluruh hasil
pemeriksaan medik beserta tindakan pengobatan/perawatannya
yang merupakan milik pasien meskipun dipegang oleh
dokter/institusi kesehatan. Catatan medik ini terikat pada
rahasia pekerjaan dokter yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah No.10 tahun 1966 dengan sanksi hukum seperti
dalam pasal 322 KUHP.
Dokter boleh membuka isi catatan medik kepada pihak ketiga
misalnya dalam bentuk keterangan medik hanya setelah
memperoleh izin dari pasien baik berupa izin langsung maupun
berupa perjanjian yang dibuat sebelumnya antara pasien dengan
pihak ketiga tertentu (misalnya perusahaan asuransi).
Oleh karena itu visum et repertum dibuat atas kehendak
undang-undang maka dokter tidak dapat dituntut karena
membuka rahasia pekerjaan sebagaimana diatur dalam pasal
322 KUHP meskipun dokter membuatnya tanpa seizin pasien.
Pasal 50 KUHP mengatakan bahwa barangsiapa melakukan
perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang,
tidak dipidana sepanjang visum et repertum tersebut hanya

33
diberikan kepada instansi penyidik yang memintanya untuk
selanjutnya dipergunakan dalam proses peradilan.

K. Peminjaman rekam medis


1. Pengambilan RM
Permintaan-permintaan rutin terhadap rekam medis yang
datang dari poliklinik, dari dokter yang melakukan riset, harus
ditunjukan ke Instalasi Rekam Medis dan SIMRS setiap hari pada
jam yang telah ditentukan. Untuk permintaan-permintaan langsung
dari dokter dan bagian administrasi, surat permintaan dapat diisi
langsung oleh petugas bagian rekam medis sendiri.
Permintaan peminjaman rekam medsi yang tidak rutin,
seperti untuk pertolongan unit gawat darurat, unit rawat inap harus
dipenuhi sesegera mungkin. Permintaan lewat telepon dapat juga
dilayani dan petugas rekam medis harus menulis surat permintaan
dari bagian lain yang meminta. Petugas dari bagian lain yang
meminta, harus datang sendiri untuk mengambil rekam medis yang
diminta ke Instalasi Rekam Medis dan SIMRS. Surat permintaan
berbentuk satu formulir yang berisi nama penderita dan nomor
rekam medis, nama poliklinik atau nama bagian / orang yang
meminjam, tanggal pinjam rekam medis, dan tanggal jatuh tempo
pengembalian rekam medis.
Formulir tersebut ditempel pada rak rekam medisdandicatat
pada SIMRS Pilar Hospital
2. Sistem jejak
a. Pengambilan dan pelacakan.
1) Untuk memudahkan pengembalian dan pelacakan dokumen
RM maka perlu digunakan tracer dalam setiap pengambilan
dokumen RM. Tracer adalah suatu alat yang penting untuk
mengawasi penggunaan rekam medis. Dalam penggunaannya
tracer ini diletakkan sebagai pengganti pada tempat rekam
medis yang diambil atau dikeluarkan dari rak penyimpanan.
Tracer tetap berada di rak file tersebut sampai dokumen
rekam medis yang diambil atau dipinjam kembali ketempat
semula.
Tracer dicetak menggunakan printer dan ditempel di karton.
Tracer berisi : tanggal penggunaan, unit pengguna,
digunakan untuk apa.
2) Setiap penyerahan dokumen RM harus menggunakan buku
ekspedisi agar keamanan terjamin, menghindari kesalahan
dan kehilangan dokumen RM dengan diantar oleh petugas RS.
b. Pemasangan tracer.
Pada saat pengambilan dokumen RM maka digunakan tracer
dengan cara :

34
1) Cetak tracer dari aplikasi Pilar.
2) Letakkan tracer di belakang atau depan dokumen RM yang
akan diambil.
3) Ambil dokumen RM.
c. Distribusi
Cara untuk mendistribusikan dokumen rekam medis dari
Instalasi Rekam Medis dan SIMRS dilakukan dengan manual
dari satu tempat ke tempat lainnya oleh petugas / kurir
RM.Pengembalian dokumen RM dari luar Instalasi Rekam Medis
dan SIMRS diantar oleh petugas yang bersangkutan.
Petugas rekam medis tidak dapat mengirim satu persatu
dokumen rekam medis secara rutin pada saat diminta
mendadak. Untuk ini bagian-bagian lain yang memerlukan
(untuk darurat) harus mengirim petugasnya untuk mengambil
sendiri ke instalasi rekam medis dan SIMRS.

L. Pemisahan rekam medis in-aktif


1. Ruangan aktif dan inaktif
Rak penyimpanan dokumen rekam medis inaktif diletakkan di
ruang tersendiri yang sama sekali terpisah dari rak penyimpanan
dokumen rekam medis aktif, sedangkan pada rak file tempat
dimana dokumen rekam medis itu berada harus diberikan tanda
keluar(out guide) yang menyatakan bahwa dokumen rekam medis
dengan nomor tersebut telah dinyatakan inaktif dan telah berada di
tempat terpisah, hal ini untuk mencegah pencarian pada sewaktu-
waktu rekam medis inaktif tersebut diperlukan
2. Pemasangan stiker tahun kunjungan.
Stiker warna tahun pada map bagian belakang kanan atas yang
menunjukkan tahun terakhir kunjungan pasien. Hal ini untuk
memudahkan untuk melakukan retensi.
Kode warna tahun:
2014 : kuning.
2015 : merah.
2016 : hijau.
2017 : biru.
2018 : ungu
Sebagai contoh jika warna kuning diberikan untuk tahun 2014
makastiker ditempel pada map bagian belakang kanan atas. Apabila
pasien berkunjung lagi pada 2015 maka ditempeli dengan stiker
warna merah, sehingga apabila tidak berkunjung lagi maka tetap
berwarna kuning. Dengan demikian kalau map tetap berstiker
tahun warna kuning maka pada lima tahun yang akan datang
(2019) akan diinaktifkan.

35
M. Penghapusan rekam medis
1. Retensi
Sebelum melakukan proses pemusnahan harus terlebih dahulu
ditetapkan jadwal retensi dokumen rekam medis sebagaimana
rincian berikut :
a) Retensi berdasarkan SMF semua dokumen diretensi setiap 5
tahun aktif dan 2 tahun inaktif, baik rawat jalan maupun rawat
inap.
b) Retensi dokumen rekam medis berdasarkan penggolongan
penyakit, harus membuat ketentuan sendiri bila retensinya lebih
lama dari ketentuan umum yang ada, antara lain untuk:
1) Riset dan edukasi.
2) Kasus-kasus terlibat hukum (legal aspek) minimal 23 tahun
setelah ada ketetapan hukum.
3) Untuk kepentingan tertentu.
4) Penyakit jiwa, ketergantungan obat, orthopedi, kusta, mata.
5) Pemerkosaan.
6) HIV.
7) Penyesuaian kelamin.
8) Pasien orang asing.
9) Kasus adopsi.
10) Bayi tabung.
11) Cangkok organ.
12) Plastik rekontruksi.
c) Retensi berdasarkan diagnosa tertentu dengan pertimbangan
nilai guna, indikator nilai guna antara lain :
1) Primer : administrasi, hukum, keuangan, iptek.
2) Sekunder : pembuktian, sejarah.
2. Tata cara penilaian berkas rekam medis dalam proses
pemusnahan
Alur proses
Pemindahan DRM aktif DRM in aktif

Dinilai Tim
Penyusutan Penilai
DRM DRM ada
nilai guna
DRM tidak ada
nilai guna

DRM rusak Dimusnahkan
tidak terbaca Tim pemusnah
DRM tertentu Dilestarikan

36
3. Tata cara pemindahan dokumen rekam medis aktif menjadi
dokumen rekam medis in aktif dengan melihat tanggal
kunjungan terakhir, setelah lima tahun dari kunjungan terakhir
tersebut dokumen dipisahkan di ruang lain / terpisah
daridokumen rekam medis aktif. Dokumen rekam medis inaktif
dikelompokan sesuai dengan tahun terakhir kunjungan.
4. Tata cara penilaian dokumen rekam medis, yang dinilai adalah
dokumen rekam medis yang telah 2 tahun inaktif. Indikator yang
digunakan untuk menilai dokumen rekam medis inaktif sebagai
berikut:
a) Seringnya dokumen rekam medis digunakan untuk
pendidikan dan penelitian.
b) Nilai guna
1) Primer : administrasi, hukum, keuangan, iptek
2) Sekunder : pembuktian, sejarah.

Prosedur penilaian berkas rekam medis

Lembar rekam
medis yang dipilih :

 Ringkasan
Ketentuan umum masuk dan
keluar
 Resume
Ketentuan
 Lembar operasi
Dokumen rekam khusus anak,  Lembar
medis (DRM) jantung, mata, persetujuan
jiwa  Identifikasi bayi
Ketentuan lahir hidup
 Lembar
tertentu di rumah kematian
sakit
Dilestarikan
Tim retensi

Dokumen rekam
medis tertentu
Dokumen rekam
medis sisa, setelah
dimbil lembar Dimusnahka
tersebut n
Dokumen rekam
medis rusak dan
tidak terbaca

Dokumen rekam medis tertentu akan disimpan di ruang inaktif,


sedangkan dokumen rekam medis sisa dan dokumen yang rusak
dan tidak terbaca disiapkan untuk dimusnahkan. Tim penilai
dibentuk dengan SK Direktur beranggotakan Komite Rekam

37
Medis / Komite Medis, petugas rekam medis senior, perawat
senior, perawat senior, dan tenaga lain yang terkait.
5. Tata cara pemusnahan dengan pembentukan tim pemusnah dari
unsur rekam medis dan tata usaha dengan SK Direktur rumah
sakit. Pelaksanaan pemusnahan dengan cara dibakar
menggunakan incenerator, dibakar biasa, atau dengan dicacah
dibuat bubur. Tim pemusnah membuat berita acara
pemusnahan yang ditandatangani Ketua dan Sekretaris dan
diketahui direktur rumah sakit. Berita acara pemusnahan rekam
medis yang asli disimpan d rumah sakit, lembar ke 2 dikirim
kepada pemilik rumah sakit ( RS vertikal kepada Dirjen
Pelayanan Medik). Khusus untuk dokumen rekam medis yang
sudah rusak / tidak terbaca dapat langsung dimusnahkan
dengan terlebih dahulu membuat pernyaaan diatas kertas segel
oleh direktur rumah sakit.

N. Mutu Pelayanan Rekam Medis


Dalam memberikan pelayanan rekam medis, Instalasi Rekam Medis
dan SIMRS mempunyai Standar Pelayanan Minimal :
1. Kelengkapan RM RJ 24 jam setelah pelayanan RJ selesai.
2. Kelengkapan RM RI 2 x 24 jam setelah pelayanan selesai.
3. Kelengkapan informed concent setelah mendapatkan informasi.
4. Waktu penyediaan RM RJ kurang dari lima menit dan penyediaan
RM RI krang dari 10 menit.

O. Evaluasi Isi Rekam Medis


Agar diperoleh kualitas rekam medis yang optimal perlu dilakukan
audit dan analisa rekam medis dengan cara meneliti rekam medis
yang dihasilkan oleh urusan assembling dan paramedis serta hasil-
hasil pemeriksaan dari unit- unit penunjang sehingga kebenaran
penempatan diagnose dan kelengkapan rekam medis dapat
dipertanggungjawabkan. Di samping rumah sakit, staf medis dapat
terhindar dari gugatan malpraktek.
Proses analisa rekam medis ditujukan kepada dua hal yaitu :
1. Analisa kuantitatif
a. Pengetian analisa kuantitatif
adalah telaah /review bagian tertentu dari isi RM dengan
maksud menemukan kekurangan khusus yang berkaitan
dengan pencatatan RM.
b. Waktu dan tempat analisis
Dokumen RM dianalisis setelah selesai perawatan yang
dilakukan di urusan assembling RSUD Wonogiri.
c. Tujuan analisis
1) Menentukan sekiranya ada kekurangan agar dapat dikoreksi
dengan segera pada saat pasien dirawat, dan item
kekurangan belum terlupakan, untuk menjamin efektifitas

38
kegunaan isi RM di kemudian hari. Yang dimaksud dengan
koreksi ialah perbaikan sesuai keadaan yang sebenarnya
terjadi.
2) Untuk mengidentifikasi bagian yang tidak lengkap yang
dengan mudah dapat dikoreksi dengan adanya suatu
prosedur.
d. Hasil analisis.
1) Identifikasi kekurangan-kekurangan pencatatan yang harus
dilengkapi oleh pemberi pelayanan kesehatan dengan segera.
2) Kelengkapan rekam medis sesuai dengan peraturan yang
ditetapkan jangka waktunya, perizinan, akreditasi,
keperluan sertifikat lainnya.
e. Mengetahui hal-hal yang berpotensi untuk membayar ganti rugi
Komponen yang dianalisis.
Komponen review rekam medis meliputi :
1) Memeriksa identifikasi pasien pada setiap lembaran rekam
medis.
a) Minimal setiap lembar berkas mempunyai nama dan
nomor rekam medis pasien.
b) Bila ada lembaran yang tanpa identitas harus direview
untuk menentukan milik siapa lembaran tersebut.
2) Adanya semua laporan/ catatan yang penting.
a) Adanya semua lembaran penting sesuai aturan yang ada.
b) Adanya informed consent.
3) Adanya autentikasi penulis.
a) Adanya tanda tangan, cap/ stempel, dan inisial yang
dapat diidentifikasi dalam rekam medis, atau kode
seseorang untuk komputerisasi.
b) Ada titel/ gelar profesional (dokter, perawat )
c) Bila ditulis oleh dokter jaga atau mahasiswa, maka ada
tanda tangan si penulis ditambah countersign oleh
supervisor “telah direview dan dilaksanakan atas instruksi
dari ……… atau telah diperiksa oleh ……………..
4) Terciptanya pelaksanaan rekaman/ pencatatan yang baik.
a) Catatan yang tidak lengkap dan yang tidak dapat dibaca.
b) Memeriksa baris perbaris dan bila ada barisan yang
kosong digaris agar tidak diisi belakangan.
c) Singkatan tidak dibolehkan kecuali telah diberlakukan di
RSUD dr. Soediran MS.
d) Bila ada salah pencatatan maka bagian yang salah digaris
dan catatan tersebut masih terbaca, kemudian diberi paraf
oleh pemberi pelayanan (pencatat).
2. Analisa Kualitatif
a. Pengertian analisa kualitatif.
Suatu review pengisian RM yang berkaitan tentang ke
konsistensian dan isinya merupakan bukti bahwa RM tersebut
akurat dan lengkap.
b. Waktu dan tempat analisis.

39
Dokumen RM dianalisis setelah selesai perawatan yang
dilakukan di urusan assembling RSUD Wonogiri.
c. Tujuan analisis.
1) Mendukung kualitas informasi.
2) Merupakan aktifitas dari risk management.
3) Membantu kode penyakit dan tindakan yang lebih spesifik,
penelitian medis, studi administratif, dan untuk penagihan.
d. Hasil analisis.
1) Identifikasi catatan yang tidak konsisten dan yang tidak ada
mungkin akan mencerminkan pelayanan klinis yang
berpotensi untuk membayar ganti rugi.
2) Kelengkapan informed consent sesuai dengan peraturan yang
ditetapkan.
3) Suatu kejadian yang menyebabkan pasien cedera mungkin
akan mengekspose fasilitas pelayanan dan pemberi
pelayanan ke pihak yang berwenang dan menyebabkan
fasilitas dan pemberi pelayanan membayar ganti rugi yang
dialami pasien.
e. Komponen yang dianalisis.
1) Review kelengkapan dan kekonsistensian diagnosa.
a) Diagnosa saat masuk (admitting diagnosis) sesuai dengan
alasan masuk rawat
b) Diagnosa tambahan (additional diagnosis)
c) Differensial diagnosis
d) Preoperative diagnosis
e) Postoperative diagnosis
f) Phatological diagnosis sesuai dengan dari hasil PA
g) Clinical diagnosis (penyebab sakità etiologi/keluhan
fungsi)
h) Diagnosa akhir ( diagnosa klinis) dan prosedur
i) Diagnosa utama (principal diagnosis)
j) Diagnosa kedua (Secondary diagnosis)
2) Review kekonsistensian pencatatan diagnosa.
a) Konsistensi merupakan suatu penyesuaian/ kecocokan
antara satu bagian dengan bagian lain dan dengan seluruh
bagian.
b) Diagnosa dari awal sampai dengan akhir harus konsisten.
c) Pencatatan harus mencerminkan perkembangan informasi
mengenai kondisi pasien.
d) Fasilitas pelayanan rawat jalan harus konsisten untuk
berbagai untuk masalah yang sama.
3) Review pencatatan hal-hal yang dilakukan saat perawatan
dan pengobatan.
a) Hasil Operasi, hasil pemeriksaan PA, hasil pemeriksaan
diagnostik lainnya dan Surat Pernyataan Tindakan harus
konsisten. Perbedaan yang ada akan melihatkan rekam
medis yang buruk.
b) Tiga hal yang harus konsisten : catatan perkembangan,
instruksi dokter, catatan obat.
4) Review adanya informed consent yang seharusnya ada.

40
a) Surat Pernyataan dari pasien untuk suatu pengobatan
harus digambarkan secara hati-hati.
b) Dokter harus didorong tidak hanya sekedar memenuhi
peraturan seperti menjelaskan efek samping obat yang
mungkin timbul. Jika perlu ditambahkan dalam surat
pernyataan.
5) Review cara/ praktek pencatatan.
a) Waktu pencatatan harus ada.
b) Mudah dibaca : tulisan harus bagus, tinta yang dipakai
harus tahan lama, penulisan dilakukan dengan hati-hati
dan lengkap.
c) Menggunakan singkatan yang umum : harus dapat dibaca,
dan jelas.
d) Tidak menulis komentar/ hal-hal yang tidak ada kaitan
dengan pengobatan pasien.
6) Review hal-hal yang berpotensi menyebabkan tuntutan ganti
rugi.
Rekam Medis harus mempunyai semua catatan mengenai
kejadian yang dapat menyebabkan/ berpotensi tuntutan kepada
institusi pelayanan kesehatan/ pemberi pelayanan sendiri, baik
oleh pasien maupun oleh pihak ketiga.

BAB V
LOGISTIK

41
Macam-macam formulir terdapat pada Buku Panduan Formulir di RSUD
Dr. Soediran MS Wonogiri. Penyediaan formulir tersedia minimal 500
lembar.

42
BAB VII
KESELAMATAN PASIEN

A. Identifikasi Pasien
1. Tujuan Identifikasi Pasien :
a. Mengidentifikasi dengan benar pasien tertentu yang akan diberi
layanan atau pengobatan tertentu.
b. Mencocokkan layanan atau perawatan dengan individu tersebut.
2. Keliru mengidentifikasi pasien bisa terjadi saat :
a. Pasien masih dibius
b. Pindah tempat tidur

c. Pindah kamar

d. Pindah lokasi di dalam rumah sakit

e. Pasien cacat indera


3. Kebijakan/ prosedur untuk mengidentifikasi pasien :
a. Nama lengkap pasien
b. Nomor rekam medis

c. Gelang identitas pasien dengan barcode, dll


Dilarang identifikasi pasien dengan nomor kamar pasien
atau lokasi. Jelaskan kepada pasien dan/atau keluarga tujuan
pemakaian gelang dan mengapa mereka harus menggunakan.
Hal ini memberikan kesempatan bagi mereka untuk
mengidentifikasi kesalahan dan mendorong pasien dan keluarga
mereka untuk berpartisipasi dalam upaya mencegah kesalahan.
Jelaskan bahaya untuk pasien yang menolak, melepas, menutup
gelang dengan tape perban, dll
4. Identifikasi pasien wajib dilakukan sebelum :
a. Pemberian obat.
b. Pemberian darah/ produk darah.
c. Pengambilan darah dan specimen lain untuk pemeriksaan klinis.
d. Sebelum memberikan pengobatan.
e. Sebelum memberikan tindakan.
5. Petugas pelaku identifikasi pasien :
a. Dokter
b. Perawat.

c. Petugas Administrasi.

d. Petugas Rekam Medis.

e. Petugas Farmasi.

f. Petugas Laboratorium.

43
g. Petugas Rehab Medik.

h. Petugas Penunjang Medik.

i.Petugas Radiologi/ Radioterapi.


6. Cara Identifikasi Pasien Rawat Inap/ UGD :
a. Tanya langsung kepada pasien (pertanyaan terbuka) : nama
lengkap pasien atau nomor rekam medis.
b. Untuk pasien yang tidak sadar : bertanya langsung kepada
keluarga/ penunggu pasien (nama lengkap pasien atau nomor
rekam medis).

c. Cocokan nama lengkap pasien dan tanggal lahir atau nomor


rekam medis pada gelang pasien dengan data di formulir terkait.
7. Cara Identifikasi Pasien Rawat Jalan ;
Bertanya langsung/pertanyaan terbuka kepada pasien (nama
lengkap dan tanggal lahir pasien).

B. Komunikasi Efektif
Komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau
informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu
sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh
penyampai pikiran-pikiran atau informasi. Secara etimologis, kata
efektif (effective) sering diartikan dengan mencapai hasil yang
diinginkan (producing desired result), dan menyenangkan (having a
pleasing effect).
Komunikasi efektif adalah sebuah proses penyampaian pikiran
atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara
tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang
dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi.
Unsur-unsur dalam komunikasi efektif :
1. Sumber/pemberi pesan/komunikator (dokter, perawat,
administrasi, kasir, dll) adalah orang yang memberikan pesan.
a. Sumber (yang menyampaikan informasi) : adalah orang yang
menyampaikan isi pernyataannya kepada
penerima/komunikan. Hal-hal yang menjadi tanggungjawab
pengirim pesan adalah pengirim pesan dengan jelas, memilih
media yang sesuai, dan meminta kejelasan apakah pesan
tersebut sudah di terima dengan baik.
b. Komunikator yang baik adalah komunikator yang menguasai
materi, pengetahuannya luas dan dalam tentang informnasi
yang disampaikan, cara berbicaranya jelas dan menjadi
pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh di penerima pesan
(komunikan).
2. Isi pesan adalah ide atau informasi yang disampaikan kepada
komunikan. Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu

44
disesuaikan dengan tujuan komunikasi, media penyampaian,
penerimanya.
3. Media/saluran pesan (elektronik, lisan dan tulisan) adalah sarana
komunikasi dari komunikator kepada komunikan. Media berperan
sebagai jalan atau saluran yang dilalui isi pernyataan yang
disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan
penerima. Pesan dapat berupa berita lisan, tertulis atau keduanya
sejalugus. Pada kesempatan tertentu, media dapat tidak
digunakan oleh pengirim yaitu saat komunikasi berlangsung atau
tatap muka dengan efek yang mungkin terjadi berupa perubahan
sikap.
4. Penerima pesan/komunikan (pasien, keluarga pasien, perawat,
dokter, admission, administrasi) atau audience adalah pihak /
orang yang menerima pesan. Penerima pesan berfungsi sabagai
penerima berita. Dalam komunikasi, peran pengirim dan penerima
bergantian sepanjang pembicaraan. Tanggungjawab penerima
adalah berkonsentrasi untuk menerima pesan dengan baik dan
memberikan umpan balik kepada pengirim. Umpan balik sangat
penting sehingga proses komunikasi berlangsung dua arah.
5. Umpan balik, adalah respon/tindakan dari komunikan terhadap
respon pesan yang diterimanya.
Komunikasi itubisa bersifat (asuhan) dan edukasi (pelayanan
promosi). Komunikasi yang bersifat informasi asuhan didalam rumah
sakit adalah jam pelayanan, pelayanan yang tersedia, cara
mendapatkan pelayanan, sumber alternative mengenai asuhan dan
pelayanan yang diberikan ketika kebutuhan asuhan pasien melebihi
kemampuan rumah sakit.Syarat dalam komunikasi efektif adalah
tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan mudah dipahami oleh
penerima, sehingga dapat mengurangi tingklat kesalahan
(kesalahpahaman).
Komunikasi yang efektif, tepat waktu, akurat, lengkap, jelas,
dan dipahami oleh penerima informasi dapat mengurangi kesalahan
dan meningkatkan keselamatan pasien.

45
BAB VIII
KESELAMATAN KERJA

UU Nomor 23 Tahun 1992 menyatakan bahwa tempat kerja wajib


menyelenggarakan upaya kesehatan kerja adalah tempat kerja yang
mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau
mempunyai paling sedikit 10 orang. Rumah sakit adalah tempat kerja
yang termasuk dalam kategori seperti disebut diatas, berarti wajib
menerapkan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Program
keselamatan dan kesehatan kerja di Sub bag Rekam Medis bertujuan
melindungi karyawan dan pelanggan dari kemungkinan terjadinya
kecelakaan di dalam dan diluar rumah sakit.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasar 27 ayat (2) disebutkan
bahwa “Setiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan”. Dalam hal ini yang dimaksud pekerjaan adalah
pekerjaan yang bersifat manusiawi, yang memungkinkan pekerja berada
dalam kondisi sehat dan selamat, bebas dari kecelakaan dan penyakit
akibat kerja, sehingga dapat hidup layak sesuai dengan martabat
manusia.
Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan bagian integral
dari perlindungan terhadap pekerja dalam hal ini pegawai Unit Rekam
Medis dan perlindungan terhadap rumah sakit. Pegawai adalah bagian
integral dari rumah sakit. Jaminan keselamatan dan kesehatan kerja
akan meningkatkan produktivitas rumah sakit.
Pemerintah berpekentingan atas keberhasilan dan kelangsungan
semua usaha-usaha masyarakat. Pemerintah berkepentingan melindungi
masyarakatnya termasuk para pegawai dari bahaya kerja. Sebab itu
Pemerintah mengatur dan mengawasi pelaksanaan keselamatan dan
kesehatan kerja. Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja dimaksudkan untuk menjamin :
a. Agar pegawai dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu
berada dalam keadaan sehat dan selamat.
b. Agar faktor-faktor produksi dapat dipakai dan digunakan secara
efisien.
c. Agar proses produksi dapat berjalan secara lancer tanpa hambatan.
Faktor-faktor yang manimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat
kerja dapat digolongkan pada tiga kelompok, yaitu :
a. Kondisi dan lingkungan kerja
b. Kesadaran dan kualitas pekerja, dan
c. Peranan dan kualitas manajemen
Dalam kaitannya dengan kondisi dan lingkungan kerja, kecelakaan
dan penyakit akibat kerja dapat terjadi bila :
a. Peralatan tidak memenuhi standar kualitas atau bila sudah aus;

46
b. Alat-alat produksi tidak disusun secara teratur menurut tahapan
proses produksi;
c. Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi udara kurang memadai, ruangan
terlalu panas atau terlalu dingin;
d. Tidak tersedia alat-alat pengaman;
e. Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya
kebakaran dll.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan di bagian penyimpanan
rekam medis:
a. Peraturan keselamatan harus terpampang dengan jelas disetiap bagian
penyimpanan.
b. Harus dicegah jangan sampai terjadi seorang petugas terjatuh ketika
mengerjakan penyimpanan pada rak-rak terbuka yang letaknya diatas.
Harus tersedia tangga anti tergelincir.
c. Ruang gerak untuk bekerja selebar meja tulis, harus memisahkan rak-
rak penyimpanan.
d. Penerangan lampu yang cukup baik, menghindarkan kelelahan
penglihatan petugas.
e. Harus tersedia rak-rak penyimpanan yang dapat diangkat dengan
mudah atau rak-rak beroda.
f. Perlu diperhatikan pengaturan suhu ruangan, kelembaban,
pencegahan debu, dan pencegahan bahaya kebakaran.
Kesehatan dan keselamatan kerja tidak hanya penting bagi petugas
rekam medis tetapi juga dapat menunjang produktivitas kerja. Kesehatan
dan keselamatan kerja petugas rekam medis yang baik akan berdampak
positif terhadap produktivitas kerja petugas rekam medis sehingga akan
meningkatkan pelayanan kesehatan dan menguntungkan bagi rumah
sakit. Risiko kecelakaan kerja dapat menimbulkan turunnya produktivitas
kerja, sehingga perlu dilakukan usaha untuk meminimalisasi terjadinya
dampak risiko kecelakaan kerja. Kesehatan dan keselamatan kerja
dimaksudkan untuk mencegah, mengurangi, melindungi bahkan
menghilangkan resiko kecelakaan kerja (zero accident).
Kesehatan dan keselamatan kerja petugas rekam medis bagian filing
dilihat dari faktor manusia, faktor peralatan kerja, dan faktor lingkungan
kerja. Pada faktor manusia diadakan sosialisasi untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap, dan tindakan petugas rekam medis. Pada faktor
peralatan kerja perlu pemeliharaan, perbaikan, peningkatan, penggantian,
dan penambahan sesuai kebutuhan serta pengamanan pada rak
penyimpanan. Faktor lingkungan kerja meliputi suhu, ventilasi,
penerangan, kebisingan, warna interior, lantai, dan dinding disesuaikan
dengan kebutuhan.

BAB IX
PENGENDALIAN MUTU

47
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan
aspek yang akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kreteria
serta standar yang digunakan untuk mengukur mutu pelayanan Rumah
Sakit.

A. Definisi
Definisi Indikator adalah ukuran atau cara mengukur sehingga
menunjukkan suatu indikasi. Indikator merupakan suatu variabel
yang digunakan untuk bisa melihat perubahan.Indikator yang baik
adalah yang sensitif tapi juga spesifik.
Kreteria adalah spesifikasi dari indicator.
Standar :
1. Tingkat performance atau keadaan yang dapat diterima oleh
seseorang yang berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh
mereka yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat
performance atau kondisi tersebut.
2. Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi
yang sangat baik
3. Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat,
nilai atau mutu
Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus
memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut :
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan :
a. Keprofesian.
b. Effisiensi.
c. Keamanan pasien.
d. Kepuasan pasien.
e. Sarana dan lingkungan fisik.
2. Indikator yang dipilih :
a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai output dari pada
input dan proses.
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan
kelompok dari pada untuk perorangan.
c. Dapat digunakan untuk membandingkan antar daerah dan
antar rumah sakit.
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang
dipilih untuk dimonitor.
e. Didasarkan pada data yang ada.
3. Kreteria yang digunakan :
Kreteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk
dapat menilai indikator, sehingga dapat sebagai batas yang
memisahkan antara mutu baik dan mutu tidak baik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
a. Acuan dari berbagai sumber.
b. Benchmarking dengan rumah sakit yang setara.
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan.
5. Indikator Mutu meliputi :

48
a. Ketidaklengkapan Pengisian Rekam Medis 1 x 24 Jam Setelah Selesai
Pelayanan Rawat Inap
Judul Ketidaklengkapan Pengisian Rekam Medis 1 x 24
Jam Setelah Pelayanan Rawat Inap
Dimensi mutu Kesinambungan pelayanan, efektifitas dan
efisiensi
Tujuan Tergambarnya tanggung jawab dokter dan tenaga
kesehatan lainnya dalam kelengkapan rekam
medis rawat inap
Definisi operasional Angka ketidaklengkapan rekam medis rawat inap
yang tidak diisi oleh dokter, perawat dan pemberi
asuhan kesehatan lainnya dalam waktu kurang
dari 1 x 24 jam setelah membayar di kasir.
Frekuensi pengumpulan Harian
data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah dokumen rekam medik rawat inap yang
tidak lengkap lebih dari 24 jam setelah membayar
di kasir
Denominator Jumlah seluruh dokumen rekam medik rawat inap
pasien yang pulang
Sumber data Formulir ketidaklengkapan RM
Standar 0%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Rekam Medis dan SIMRS
pengumpulan data

b. Keterlambatan Pengembalian Dokumen Rekam Medik Rawat


Inap
Judul Keterlambatan Pengembalian Dokumen Rekam
Medis Rawat Inap
Dimensi mutu Kesinambungan pelayanan, efektifitas dan
efisiensi
Tujuan Tergambarnya kejadian keterlambatan
pengembalian dokumen rekam medis rawat inap
Definisi operasional Angka keterlambatan pengembalian dokumen
rekam medis rawat inap ke rekam medik tidak
lebih 1 x 24 jam setelah membayar di kasir
Frekuensi pengumpulan Harian

49
data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah dokumen rekam medis rawat inap yang
terlambat lebih 24 jam setelah pasien pulang
Denominator Seluruh dokumen rekam medis pasien rawat inap
yang pulang
Sumber data Aplikasi SIMRS modul filing (Dokumen RM di
poliklinik/ruang)
Standar 0%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Rekam Medis dan SIMRS
pengumpulan data
c. Keterlambatan Pengembalian Dokumen Rekam Medis Rawat
Jalan
Judul Keterlambatan Pengembalian Dokumen Rekam
Medis Rawat Jalan
Dimensi mutu Kesinambungan pelayanan, efektifitas dan
efisiensi
Tujuan Tergambarnya kejadian keterlambatan
pengembalian dokumen rekam medis rawat jalan
Definisi operasional Angka keterlambatan pengembalian dokumen
rekam medis rawat jalan ke filing lebih dari 24 jam
setelah pelayanan Rawat Jalan
Frekuensi pengumpulan Harian
data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah dokumen rekam medis rawat jalan yang
terlambat lebih dari 24 jam setelah pelayanan
Rawat Jalan
Denominator Seluruh dokumen rekam medis pasien rawat
jalan yang mendaftar di Rawat Jalan
Sumber data Aplikasi SIMRS modul filing (Dokumen RM di
Poliklinik/ruang
Standar 0%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Rekam Medis dan SIMRS
pengumpulan data
d. Waktu Penyediaan Dokumen Rekam Medik Pelayanan Rawat
Jalan Lebih dari 10 menit
Judul Waktu Penyediaan Dokumen Rekam Medis
Pelayanan Rawat Jalan Lebih Dari 10 Menit
Dimensi mutu Kesinambungan pelayanan, efektifitas dan
efisiensi
Tujuan Tergambarnya kecepatan pelayanan
pendistribusian rekam medis rawat jalan
Definisi operasional Waktu penyediaan dokumen rekam medis rawat
jalan mulai dari tercetaknnya tracer di filing
sampai rekam medis rawat jalan diterima petugas
poliklinik yang lebih dari 10 menit.
Frekuensi pengumpulan Harian
data
Periode analisis 3 bulan

50
Numerator Jumlah dokumen rekam medis rawat jalan mulai
dari tercetaknnya tracer di filing sampai rekam
medis rawat jalan diterima petugas poliklinik yang
lebih dari 10 menit
Denominator Seluruh pasien rawat jalan yang dilayani
Sumber data Formulir Waktu Penyediaan DRM RJ
Standar 0%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Rekam Medis dan SIMRS
pengumpulan data

e. Ketidaktepatan Waktu Pelaporan Indikator-Indikator Pelayanan


RS tidak Tepat Waktu (BOR, LOS, TOI, BTO, GDR, NDR, Rata-
rata Kunjungan Poliklinik per hari)
Judul Ketidaktepatan Waktu Pelaporan Indikator-
indikator pelayanan RS tidak tepat waktu (BOR,
LOS, TOI, BTO, GDR, NDR, Rata-rata Kunjungan
Poliklinik per hari)
Dimensi mutu Kesinambungan pelayanan, efektifitas dan
efisiansi
Tujuan Terpenuhinya kebutuhan data tepat waktu untuk
pengambilan keputusan manajemen
Definisi operasional Angka ketidaktepatan waktu pelaporan Indikator-
indikator pelayanan RS (BOR, LOS, TOI, BTO,
GDR, NDR, Rata-rata Kunjungan Poliklinik per
hari) yang dikompilasi dan dilaporkan ke Dinas
Kesehatan secara tidak tepat waktu yaitu lebih
tanggal 15 bulan berikutnya
Frekuensi pengumpulan 1 bulan
data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah pelaporan indikator-indikator pelayanan
RS tidak tepat waktu
Denominator Jumlah pelaporan dalam satu bulan
Sumber data Instalasi Rekam Medik
Standar 0%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Rekam Medis dan SIMRS
pengumpulan data

f. Ketidaktepatan Pengajuan Klaim Pasien BPJS


Judul Ketidaktepatan Pengajuan Klaim Pasien BPJS
Dimensi mutu Efektifitas, continuitas
Tujuan Mengukur kecepatan dalam proses pengajuan
klaim pasien BPJS
Definisi operasional Ketidaktepatan waktu pengajuan klaim ke BPJS
untuk divertifikasi yaitu lebih dari tanggal 20
bulan berikutnya
Frekuensi pengumpulan 1 bulan
data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah ketidaktepatan laporan pengajuan

51
klaimnya tidak tepat waktu dalam satu bulan
Denominator Jumlah laporan pengajuan klaimnya dalam satu
bulan
Sumber data Berkas klaim BPJS RSUD dr. Soediran Mangun
Sumarso Wonogiri
Standar 0%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Rekam Medis dan SIMRS
pengumpulan data

g. Tidak Ketersediaan Data Demografi Pasien Maternal


Judul Tidak Ketersediaan Data Demografi Pasien
Maternal
Dimensi mutu Kompetensi klinis, akses terhadap pelayanan
Tujuan Untuk menginformasikan identitas pasien
maternal yang berobat di RSUD dr. Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri secara lengkap, yang
dapat digunakan untuk basis data statistik, riset
dan sumber perencanaan.
Definisi operasional Angka tidak ketersediaan data/informasi pasien
maternal yang telah selesai menjalani perawatan,
yang berisi minimal :
No RM, Nama Pasien, Umur, Alamat, Asal Pasein,
Cara Keluar, DPJP, Kode ICD X, Kode ICD9CM
Frekuensi pengumpulan 1 bulan
data
Periode analisis 1 bulan
Numerator Jumlah laporan demografi pasien dengan kasus
maternal yang tidak terselesaikan dalam 1 bulan
Denominator Jumlah laporan demografi pasien dengan kasus
maternal yang terselesaikan dalam 1 bulan
Sumber data Modul Assembling Pilar SMRS
Standar 0%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Rekam Medis dan SIMRS
pengumpulan data

h. Ketidaktepatan Pelaporan 10 Besar Penyakit Rawat Inap RS.


Judul Ketidaktepatan Pelaporan 10 Besar Penyakit
Rawat Inap RS.
Dimensi mutu Kesinambungan pelayanan, kompetensi teknis
Tujuan Terpenuhinya kebutuhan data tepat waktu untuk
pengambilan keputusan manajemen
Definisi operasional Angka pelaporan 10 besar penyakit rawat inap RS
yang dilaporkan ke Dinas Kesehatan dan SIRS-
Onlne secara tidak tepat waktu yaitu lebih dari
tanggal 15 bulan berikutnya
Frekuensi pengumpulan 1 bulan
data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah pelaporan 10 besar penyakit rawat inap
RS tidak tepat waktu

52
Denominator Jumlah pelaporan 10 besar penyakit rawat inap
RS
Sumber data Form Laporan Rekam Medik
Standar 0%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Rekam Medis dan SIMRS
pengumpulan data

B. Monitoring, Evaluasi Dan Pengukuran


1. Monitoring dan Evaluasi
Pemantauan proses layanan serta evaluasi atas hasil layanan IGD
dilakukan secara periodik dengan fokus output proses serta
outcome layanan tersebut. Hasil pemantauan dilakukan sebelum
ditetapkannya waktu/periode pengukuran; sehingga perbaikan
proses dimungkinkan dilakukan perbaikannya selama proses
berlangsung. Pemantauan bisa dilakukan oleh seluruh unsur
terkait dan evaluasi dilakukan bersama dengan pihak yang ditunjuk
sebagai Koordinator Mutu Unit Kerja atau Case Manager atau Ketua
Tim/Shift.
2. Pengukuran
Pengukuran kinerja mutu proses dan produk layanan dilakukan
dengan merujuk salah satu program Performance Assessment Tool
for Quality Improvement in Hospital (PATH) dengan langkah-langkah
sebagai berikut (WHO, 2006):
a. Menyusun model konseptual: identifikasi dimensi dan sub-
dimensi dan bagaimana hubungan antaranya satu sama lain
b. Melakukan penapisan awal indikator kinerja yang ada dan
critical review
c. Menetapkan indikator komplementer untuk mengisi area-area
yang belum ditunjang oleh indikator awal berdasarkan literatur
ilmiah
d. Melakukan pemilihan awal indikator berdasarkan expert opinion
dan bukti-bukti awal
e. Melakukan penelitian yang ekstensif untuk mendapatkan
literatur mengenai angka prevalensi, bukti pendukung, reliabitas
dan validitas, survey pada negara yang berpartisipasi
f. Melakukan pemilihan akhir berdasarkan pakar, berdasarkan
informasi yang didapatkan pada langkah 5, menggunakan
nominal group tehnic (NGT)
Pengukuran merupakan konsep sentral dalam peningkatan mutu.
Dengan pengukuran akan tergambarkan apa yang sebenarnya
sedang dilakukan sarana pelayanan kesehatan dan
membandingkannya dengan target sesungguhnya atau harapan
tertentu dengan tujuan untuk mengidentifikasi kesempatan untuk
adanya peningkatan mutu (Shaw, 2003). Dalam hal ini, pengukuran
sasaran keselamatan pasien dan indikator mutu mendasarkan pada

53
a. Data-data yang telah ditetapkan sebagai sumber pengukuran
b. Data-data sumber dipertimbangkan validitasnya dan ditetapkan
data yang sudah divalidasi
c. Sampel atau jumlah data yang akan dipergunakan sebagai data
sumber pengukuran ditetapkan
d. Cara mengukur, periode pengukuran dan analisanya
disesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan pada masing-
masing indikator mutu.
e. Hasil pegukuran indikator mutu merupakan cerminan
keberhasilan proses layanan yang telah dilakukan; apabila
diketemukan ketidaksesuaian maka langkah perbaikan
berkelanjutan wajib dilakukan.

C. Tindakan Perbaikan Berkelanjutan


Ketidaksesuaian proses/produk dan atau pengendalian resiko
yang tidak efektif dimungkinkan menjadi penyebab terjadinya Insiden
Keselamatan Pasien dan tidak tercapainya Indikator Mutu. Pada nilai
resiko tertentu dengan kategori “sangat tinggi” atau merah perlu
dilakukan tindakan perbaikan melalui analisa akar masalah
sebagaimana tertuang dalam Panduan Root Cause Analysis, dengan
cara/langkah sbb :
1. Identifikasi akar masalah yang dilakukan dengan mengumpukan
data penyebab langsung, sistem dan proses yang menjadi penyebab
langsung.
2. Tata cara pengumpulan data dilakukan bisa dengan melalui proses
observasi, wawancara mendalam atau data-data pendukungnya.
3. Akar masalah perlu ditegakkan dengan fokus bahwa masalah yang
sama tidak akan berulang apabila penyebab diselesaikan.
4. Analisa akar masalah bisa dilakukan dengan menggunakan
fishbone diagram dengan fokus akar masalah terkait manusia,
sistem, alat, bahan, aturan eksternal/internal, lingkungan

D. Efektifitas Tindakan Perbaikan


Setelah menemukan akar permasalahan, dilanjutkan dengan
menyusun rencana perbaikan yang relevan dan memastikan masalah
yang sama tidak berulang (corective action). Tindakan ini perlu
disepakati oleh Pihak yang terkait dengan penyelesaian permasalahan,
waktu diselesaikannya tindakan serta pihak yang melakukan verifikasi
tindakan perbaikan tersebut. Proses verifikasi wajib dilakukan oleh
Pihak yang memiliki kompetensi sehingga mampu melakukan analisa
“apakah tindakan corrective” tersebut efektif; apabila permasalahan
yang sama tidak berulang maka tindakan perbaikan bisa dianggap
efektif dan status dinyatakan selesai. Namun apabila masalah timbul
atau berulang maka perlu dilakukan analisa akar masalah ulang dan
atau dilakukan analisa moda kegagalan dan dampak.

54
E. Analisa Moda Kegagalan Dan Dampaknya
Berulangnya timbul permasalahan yang sama perlu dilakukan
analisa moda kegagalan dan dampak lebih lanjut sehingga tindakan
perbaikan akan berfokus pada tahapan proses yang berkaitan dengan
permasalahan proses terkait; dengan demikian tindakan “corrective”
akan dilakukan secara lebih spesifik dengan mendasarkan nilai residu
resiko yang timbul.
Tata laksana dilakukannya analisa moda kegagalan dan dampak
melalui tahapan atau langkah sebagai berikut :
1. Penetapan topik/proses atau kejadian yang sering timbul
2. Penetapan dan koordinasi Tim
3. Memetakan alur proses dan sub proses
4. Memetakan modus kegagalan yang timbul pada masing-masing sub
proses
5. Lakukan penilaian sesuai hazard yang timbul meliputi kedalaman
dampak, kemungkinan penyebab, mampu deteksi (telusur)
6. Tetapkan kategori sesuai hasil penilaian
7. Buatkan rencana tindakan perbaikan proses lanjutan, PIC, waktu
penyelesaian
8. Ukur kembali atau lakukan penilaian hazard, sehingga akan
ditemukan sisa hazard yang perlu ditindaklanjuti berikutnya.
9. Analisa dan penilaian dimaksud di atas bisa dilakukan berulang
sehingga mendapatkan nilai residu resiko minimal atau bahkan 0
(nol).
10. Terlampir format analisa moda dampak dan kegagalan.

55
BAB X
PENUTUP

Pedoman Pelayanan Rekam Medis ini disusun untuk melengkapi


pedoman-pedoman, panduan yang berlaku agar tenaga kesehatan dan
non kesehatan di RSUD dr. Soediran MS mudah menyelenggarakan rekam
medis. Sangat disadari bahwa pedoman ini masih jauh dari
kesempurnaan maka sangat diharapkan masukannya guna melengkapi isi
buku ini.

Ditetapkan di Wonogiri
pada tanggal : 2 Mei 2016

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO
KABUPATEN WONOGIRI

SETYARINI

56

Anda mungkin juga menyukai