% $pk
A. TAFSIR MUFRODAT
إِذَا نُودِي ل : jika seorang muadzin telah mengumandangkan adzan untuk shalat.
B. TERJEMAHAN
9. Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah
kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu
jika kamu Mengetahui.
10. Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
11. Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju
kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di
sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah sebaik-baik pemberi rezki.
C. ASBABUN NUZUL
Imam bukhary dann muslim meriwayatkan dari jabir:” pada hari jumat , ketika nabi saw
tengah berkhotbah tiba-tiba datang serombongan kafilah membawa barang-barang perdagangan,
para sahabat lantas keluar dari mesjid sehingga tidak tersisa bersama nabi kecuali 12 orang saja.
Lalu Allah menurunkan ayat:
Artinya: dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju
kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di
sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah sebaik-baik pemberi
rezki.(QS Al-Jumaah: 11)
Ibnu jarir meriwayatkan dari jabir “ wanita-wanita saat itu jika mengadakan pesta pernikahan
mereka membuat iringan-iringan gemerlap dengan diiringi alunan suara music. Para sahabat
lantas meninggalkan rasul yang sedang berkhatbah diatasa mimbar dan menghampiri iiringaan –
iringan itu. Lalu allah mnurunkan ayat itu1[19]
D. TAFSIR AYAT
Ayat ini menyatakan bagi orang-orang yang beriman, apabila diseru yakni dikumandangkan
adzan oleh siapapun untuk sholat dhuhur hari jum’at, maka bersegeralah kuatkan tekad dan
langkah, jangan bermalas-malasan apabila mengabaikannya, untuk menuju dzikrullah
menghadiri sholat dan khutbah jum’at dan tinggalkanlah jual beli2[20]. yakni segala macam
interaksi dalam bentuk dan kepentingan apapun bahkan semua yang dapat mengurangi perhatian
terhadap upacara jum’at. Untuk menghilangkan kesan bahwa perintah ini adalah sehari penuh,
sebagaimana yang diwajibkan kepada orang-orang Yahudi pada hari sabtu, maka dilanjutkan
ayat setelahnya yang mengandung arti : “lalu apabila telah ditunaikan sholat, maka
bertebaranlah dimuka bumi dan carilah sebagian dari karunia Allah, dan ingatlah Allah
banyak-banyak supaya kamu beruntung”.
Kata ََ َوذَ ُروا ْالبَيْعdari segi balaghoh mengandung majaz mursal, yang disebutkan disini hanya
jual beli, sedangkan maksud sebenarnya adalah segala bentuk muamalah serta kesibukan baik itu
jual beli ataupun yang lainnya. Kata ِص ََلة َّ نُودِي ِللadalah berarti adzan yang dilaksanakan di
depan Nabi, yaitu ketika beliau berada di atas minbar sebelum memulai khutbah. Para ulama
sepakat bahwa yang dimaqsud dengan shalat disini yaitu shalat jumat karean tidak lazim
mengerjakan shalat zuhur pada hari itu, dan mereka juga sepakat bahwa yang dimaksud dengan
nida’ pada ayat ini adalah azan3[21]. Yaitu azan yang ada dalam mimpi Abdullah Ibnu Zaid dan
Umar Ibnu Khathab pada tahun ke 1 Hijriah sebagai pertama kali disyari’atkkan azan4[22]
ْ فَاyang berarti berjalan, digunakan kata sa’yun (usaha) sebagai syarat agar kaum
Kata س َع ْوا
muslimin melaksanakan sholat jum’at dengan kemauan kuat dan semangat tinggi serta
kesungguhan yang nyata untuk melaksanakan sholat. Jika telah terdengar panggilan sholat jum’at
maka tinggalkanlah segala urusan jual beli dan semua bentuk muamalah, karena sesungguhnya
usaha untuk beribadah kepada Allah lebih baik dari muamalah. Karena sesungguhnya manfaat
Akhirat itu jauh lebih baik dan kekal abadi5[23]. Kaliamat س َع ْوا ْ فَاmenunjukkan wajibnya
bersegera mengingat Allah (shalat jumat)6[24]. Sedang ulama yang lain mengatakan bahwa
wajib bersegera mendengar khuthbah
Ayat ini menjelaskan apabila telah mendengar panggilan sholat jum’at bersegeralah pergi
untuk mengikuti khutbah dan sholat jum’at. Maksud dari ayat ini adalah tinggalkan segala
bentuk kepentingan baik jual beli, sewa, gadai,dsb7[25], untuk sholat jum’at dengan segera. Jika
engkau dapat melaksanakan perintah itu engkau akan mendapat yang lebih baik di akhirat nanti
daripada jerih payahmu disaat itu. Jika kamu termaksud golongan orang yang berilmu (mengerti)
niscaya kamu bisa mengetahui bahwa itu benar-benar lebih baik. Dalam ayat ini ditujukan bagi
seluruh umat Islam di muka bumi, khususnya bagi orang-orang yang berilmu atau mengetahui
jika telah mendengar panggilan sholat jum’at untuk meninggalkan segala bentuk kesibukan
apapun dan segera menuju masjid untuk memenuhi panggilan tersebut
Sholat jum’at dinilai sebagai pengganti sholat dhuhur, karena itu tidak lagi wajib atau
dianjurkan kepada yang telah sholat jum’at untuk melakukan sholat dhuhur.dua kali khutbah
pada upacara shalat jum’at dinilai menggantikan dua rakaat dhuhur. Namun bagi yang tidak
sempat menghadiri khutbah, ia tidak harus sholat dhuhur. Jika dia hanya sempat mengikuti satu
rakaat, maka dia harus menyempurnakannya menjadi empat rakaat, walau niatnya ketika berdiri
untuk sholat itu adalah sholat jum’at. Larangan melakukan jual beli, dipahami oleh Imam Malik
mengandung makna batalnya serta keharusan membatalkan jual beli jika dilakukan pada saat
Imam berkhutbah dan sholat. Imam Syafi’I tidak memahaminya demikian, namun menegaskan
keharamannya. Ayat ini ditujukan kepada orang-orang beriman. Istilah ini mencakup pria dan
wanita, baik yang bermukim di negeri tempat tinggalnya maupun yang musafir. Namun
demikian beberapa hadis Nabi SAW yang menjelaskan siapa yang dimaksud oleh ayat ini. Beliau
bersabda : “(sholat) jum’at adalah keharusan yang wajib bagi setiap muslim dilaksanakan dengan
berjamaah, kecuali terhadap empat kelompok, yaitu hamba sahaya, wanita, anak-anak dan orang
sakit” (diriwayatkan oleh Abu Daud melalui Thariq Ibn Syihab)
Menurut penafsiran al- Zamakhsyari Ayat di atas menjelaskan agar orang-orang yang beriman
bila mendengarkan adzan jum’at ketika imam sudah duduk di atas mimbar segera bergegas
meninggalkan jual beli (urusan duniawi) sehingga jual beli pada waktu sholat jum’at hukumnya
haram meskipun sah akad jual belinya menuju dzikir kepada Allah menurut al-Zamakhsyari
yaitu sholat jum’at dan khutbah, karena menurutnya pada masa Nabi SAW, kholifah Abu Bakar
dan Umar pelaksanaan jum’at hanya sekali saja, sedangkan pada periode pemerintahan kholifah
Utsman bin Affan adzan jum’at oleh Ustman ditambah menjadi dua kali, karena menurut hemat
Utsman Islam sudah tersebar keseluruh pelosok Madinah dan rumah penduduk berjauhan dari
masjid Nabi SAW, sehingga dengan landasan ini Abu Hanifah berpendapat khutbah boleh hanya
dengan membaca tahmid atau tasbih saja
Al- Zamakhsyari berpendapat kata Jum’at (dengan didhomah huruf mimnya) bermakna
kelompok yang berkumpul, sedangkan kata jum’at (dengan difatha mimnya) bermakna waktu
berkumpul, sejarah penamaan jum’at pertama kali dilakukan oleh Ka’ab bin Lu’aih awalnya hari
jum’at disebut hari A’rubah, penamaan jum’at terkait dengan perkumpulan yang berada pada
masing-masing agama umat Yahudi dalam ajaran agama mereka beribadah bersama di hari
sabtu, dan umat Nasrani di hari minggu, sedangkan umat Islam belum punya hari untuk
berkumpul, akhirnya para sahabat berkumpul di rumah sahabat Saad bin Zararah untuk
melaksankan sholat dan berzikir bersama, terkait peristiwa tersebut Allah menurunkan ayat 9 al-
jumu’ah, dan perbuatan sahabat di rumah Saad bin Zararah itulah pertama kali pelaksanaan
sholat jum’at dalam ajaran Islam8[26]. Pelaksanaan sholat jum’at pertama kali di Madinah
disebuah desa yang berjarak ± 1mil dari Madinah sebagaimana diriwayatkan Abdurahman bin
Uwaim, Rasulullah SAW hijrah ke Madinah pada waktu itu hari senin tanggal 12 di bulan Robiul
awal, kemudian bermukim di Qubah selama empat hari sambil membangun masjid Qubah, tetapi
ketika hari jum’at Nabi SAW menunggangi kudanya dan berangkat menuju Madinah. Bani Amr
bin Ash menyangka Nabi akan bermukim di perkampungan mereka selama delapanbelas hari,
sampailah Nabi bersama rombongannya di bani Salim bin Auf dan ketika itu tiba waktu
pelaksanaan sholat jum’at kemudian Nabi SAW melaksanakan sholat dan khutbah jum’at
bersama rombongannya di tengah lembah bani Salim bin Auf
C. Ukuran Khuthbah
Fuqaha yang berpendirian khutbah wajib juga berbeda pendapat dalam menentukan ukuran yang
dianggap cukup:
a) Ibnu Qasim khutbah yag dianggap cukup yaitu khuthbah yang diucapkan dengan bahasa Arab
b) Imam Syafi’iy berpendapat bahwa khutbah minimal ada dua, yaitu khatib berdiri pada masing-
masing khutbah dan mulai lagi setelah duduk sebentar
c) Imam Malik berpendapat bahwa duduk antara dua khutbah bukan syarat khutbah
D. Mendengar Khuthbah
a) Imam Malik, Syafi’iy, Abu hanifah dan Imam Ahmad Ibnu Hanbal beserta ulama –ulama Mesir
berpendapat bahwa Bersikap diam dalam rangka mendengar khutbah merupakan kewajiban
b) Asy-Sya’bi, Said Bin Jubair dan Ibrahim An-Nakhai membolehkan bercakap-cakap ketika
khutbah, kecuali ketika khataib membaca Quran
c) Imam Ahmad, Atha’ dan sekelompok Fuqaha mewajibkan mendengar jika mendengar. Namun
jika tidak mendengar boleh bertasbih atau mendiskusikan ilmu
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abi Bakar Ahmad Ar-Razy AL-Jashshash, Tafsir Ahkam (Jilid 3) , Daarul Fikr, 1993
13[1] Jalaludin As-Suyuthy, Asbabun Nuzul , Gema Insani, Jakarta 2008, hal: 197
14[2] Ibnu Qudamah , Al-Mughny, Pustaka Azzam Jakarta 2007, hal: 691
15[3] Imam Abu Bakar Ahmad Ar-Razy Al-Jashshash, Tafsir Ahkam (juz 2), Daarul Fikr,
hal:
MAKALAH
TAFSIR TENTANG SHALAT JUM’AT
(SURAT AL JUMU’AH 9-11)
Mata kuliah : Tafsir Ahkam 1
Jurusan/Prodi : Syariah/Akhwalus Syakhsiyah
Dosen pengampu : Muhammad Hasan Bisyri M.Ag
Kelas :A
Kelompok :5
Di susun oleh:
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Shalat adalah media komunikasi antara insan dengan Tuhan dan merupakan suatu ibadah
yang dapat mengikat hati dan menguatkan iman. Dari segi ini shalat dapat membawa kontak
sosial dan saling tolong menolong antar sesama dalam amal kebajikan dan ketaqwaan. Kalau
shalat wajib lima waktu sehari semalam tidak dapat berjamaah ke masjid lantaran kesibukan,
kemalasan dan lain sebagainya, maka Allah SWT mewajibkan kaum muslimin untuk
menunaikan sholat berjamaah satu minggu sekali yaitu pada hari Jum’at dan kaum muslimin
diwajibkan agar bergegas menuju masjid apabila adzan telah berkumandang, Namun demikian
fakta yang terjadi di sebagian masyarakat kita tidak seperti yang demikan karena lantaran
kesibukan dan kemalasan dari masing-masing.
Dengan latar belakang di atas maka, penulis menyusun Makalah ini mencoba mengingatkan
pada diri sendiri dan kaum muslimin dalam sholat jum’at, makalah ini sedikit membahas tentang
Sholat jum’at yang berisi tentang ayat yang mewajibkan sholat jumat beserta terjemahan,
mufrodat, Asbabun Nuzul Ayat, tafsir dan penjelasannya. Dan semoga makalah sederhana kami
ini dapat bermanfaat.
BAB I
PEMBAHASAN
D. Asbabun Nuzul
1. Di riwayatkan dari imam Ahmad, Bukhari Muslim dan Tirmidzi meriwayatkan dari Jabir bin
Abdillah ra. Bahwa ia berkata, yang artinya:
“Tatkala Nabi Muhammad SAW berkhutbah pada hari jumat, tiba-tiba datang kafilah ke
Madinah, kemudian bergegaslah Sahabat-sahabat Rasulullah hingga tidak ada yang tertinggal
melainkan dua belas orang termasuk aku, Abu bakar dan Umar”. Maka turunlah ayat ini..
2. Ibnu Katsir meriwayatkan dari Abi Ya’la dengannya, sampai kepada Jabir bin Abdillah, bahwa ia
berkata:
فابتدرهااصحاب حتّى لم يبق مع رسو ل هللا, فقد مت عيرالى المدينة, يحتب يوم الحمعة.ى ص م ّ بينما النّب
والّذى نفسى بيد ه لوتنا بعتم حتّى لم يبق منكم احد لسال بكم: فقال رسول هللا ص م,ص م ّاّل اتنا عشررجَل
)...... (واذراوتجارة: ونزلت هذ ه اّلية,الوادى نارا
Artinya: “Tatkala Nabi saw sedang berkhotbah pada hari Jumat kemudian tiba kafilah ke
Madinah lalu sahabat-sahabat Rasulullah saw bersabda melainkan dua belas orang. Kemudian
Rasulullah bersabda: “Demi Dzat yang diriku dalam kekuasaanNya kalau kamu ikuti mereka
sehingga tidak ada seorangpun yang tertinggal tertu akan mengalir kepadamu lembah yang
penuh api”.15[2] Kemudian turun ayat… واذراوتجارة
3. Abu hayyan meriwayatkan dalam tafsirnya Al-Bahrul Muhith, bahwa sebabnya sampai mereka
bubar yaitu karena penduduk madinah pada saat itu ditimpa musim paceklik, dan harga barang-
barang kebutuhan sangat tinggi. Maka ketika dihyah datang dengan membawa barang dagangan,
sedang menurut adat kebiasaan mereka, bahwa kafilah yang masuk kota diharuskan masuk
memukul kendangan bunyi-bunyian lainya. Begitulah ketika kafilah-kafilah masuk kota dengan
bunyi-bunyianya maka merekapun buyar untuk menontonnya, sedang Rasulullah SAW pada saat
itu tengah berdiri dia atas mimbar yang dihadapan tinggal dua belas orang. Jabir berkata :Aku
salah seorang diantara mereka. Maka turunlah ayat ini
E.Munasabah Ayat
Dalam surat Al-Jum’ah ayat 5:
مثل الذين ح ّمل التوراة ث ّم لم يحملو لها كمثل الحماريحمل اسفا ر بـعس مثل القوم الّذين كذّبوا
بايت هللا وهللا ّليهدى القوم الضالمين
Allah mencela orang-orang Yahudi karena mereka lari dari kematian untuk mencintai dunia dan
menyukai kenikmatannya.15[3] Oleh karena orang yang tidak mengamalkan kitab yang
diturunkan kepadanya itu mencintai kehidupan dan meninggalkan segala yang bermanfaat
baginya di akhirat.15[4]
Kemudian dalam surat Al-Jum’ah ayat 10:
َصَلةفنتشرو فاّلرض وبتغوا من فضل هللا وذكرهللا كثير لعلّكم تفلحون
ّ فاذاقضيت ال
Allah menyebutkan bahwa orang-orang mukmin tidak dilarang memetik buah dunia dan
kebaikannya, sambil mengusahakan apa yang bermanfaat baginya di akhirat, seperti shalat pada
hari Jumat di masjid dengan cara berjamaah. Orang mukmin harus bekerja keras untuk dunia dan
akhirat.15[5]
Surat sebelumnya, yaitu As-Saff ditutup dengan perintah untuk berjihad, yang dinamakan
sebagai perniagaan. Dan surat ini ditutup dengan perintah shalat Jumat dan pemberitahuan
bahwa shalat itu lebih baik daripada perniagaan duniawiyah.15[6]
F. Tafsir
1. Hari jumat di masa jahiliyah disebut hari Arubah, sedang orang yang pertama kali menyebutnya
hari Jumat adalah Ka’ab bin Lu’ay. Dan diriwayatkan bahwa sebabnya disebut demikian, karena
penduduk Madinah berkumpul sebelum Nabi SAW datang, kemudian orang-orang Anshar
berkata: Kaum Yahudi mempunyai hari dimana pada setiap minggu mereka berkumpul pada hari
itu, demikian juga kaum Nasrani, maka marilah kita mencari hari yang kita pergunakan untuk
berkumpul pada hari itu, berdzikirlah dan bersyukur kepada-Nya. Lalu mereka menyambut: Hari
Sabtu milik kaum Yahudi, hari Ahad milik kaum Nasrani, maka pakailah hari Arubah (untuk
kita). Kemudian mereka menemui As’ad bin Zurarah. Lalu As’ad shalat bersama mereka dua
rakaan bersama pada hari Arubah itu, maka hari itu kemudian disebut hari Jum’ah karena pada
hari itu mereka berkumpul. Lalu mereka menyembelih seekor kambing untuk makan malam.
Itulah permulaan Jumatan dalam Islam.15[7]
2. Firman Allah “Maka segeralah ingat kepada Allah” adalah suatu ungkapan yang lembut, yaitu
hendaknya seorang mukmin menegakkan sholat jumat dengan kesungguhan dan penuh
kegairahan, sebab lafal “As-sa’yu” mengandung arti kehendak, kesungguhan dan tekad yang
bulat. Tidak berarti lari, sebab hal itu di larang.
Al-Hasan berkata: Demi Allah maksudnya “As-sa’yu” itu bukan segera dalam arti lari
dengan kaki, tetapi dengan tekad dalam hati dan niat yang didasari rasa senang. Kaum muslimin
dilarang menuju tempat shalat kecuali dalam keadaan tenang.15[8]
Dari Abu Qatadah, Ia berkata, ketika kami shalat bersama Nabi SAW, tiba-tiba terdengar
kegaduhan beberapa orang lelaki, ketika beliau selesai shalat, beliau menanyakan, “Ada apa
kamu?” Mereka menjawab, “Kami bergegas untuk shalat”. Beliau mengatakan, “Janganlah kamu
lakukan itu, Apabila kamu mendatangi shalat, maka berjalanlah kamu dengan tenang.
Kerjakanlah shalat yang kamu dapati dan sempurnakanlah shalat yang kamu ketinggalan”.15[9]
3. Firman Allah “Dan tinggalkanlah jual beli itu”, yang dimaksud adalah segala macam muamalah
seperti jual beli, sewa-menyewa, dan sebagainya. Bentuk seperti ini disebut majas mursal.
Abu Hayyan berkata: Disebutnya “jual beli” dalam konteks ini adalah karena dalam hal
inilah kebanyakan kesibukan yang dialami oleh para pedagang, terutama mereka yang datang
dari desa-desa. Kebanyakan mereka itu tetap berada di pasar-pasar sampai siang hari, maka
mereka diperintah oleh Allah supaya segera menuju perdagangan akhirat dan pada saat itu
dilarang mengurus perdagangan dunia sampai selesai menunaikan ibadah shalat Jumat.15[10]
4. Ulama Salaf As-Ahalih mengikuti Nabi saw dalam semua perbuatan, gerak-gerik, bahkan
diamnyapun, sampai hal-hal yang mereka tidak mengetahui apa rahasia amalan itu dikerjakan
oleh Nabi SAW. Hal itu tidak lain karena begitu cintanya mereka kepada Nabi SAW. Ada satu
riwayat mengatakan bahwa sebagian mereka apabila usai shalat Jumat, beliau biasa ke pasar
kemudian berkeliling-keliling sejenak lalu kembali ke masjid kemudian shalat. Lalu ditanya
kepadanya: “Mengapa anda berbuat seperti itu?” Ia menjawab: “Sungguh aku pernah melihat
Rasulullah SAW berbuat begitu, sambil membaca firman Allah”. Dan apabila shalat telah usai
ditunaikan, maka bertebaranlah untuk mengurus kepentingan duniawi.15[11]
5. ‘Arak bin Malik apabila selesai shalat Jumat, ia beranjak dari tempatnya kemudian berhenti
didepan pintu msjid lalu berdoa:
فارزقنى من فضلك وانت خيررازقين, وا نتشرت كما امرتنى, وصليت فر يضتك, اللهم انى اجبت
Artinya: Ya Allah aku telah memenuhi panggilanMu, telah menunaikan kewajiban shalat
dariMu, dan kini aku telah keluar sebagaimana Engkau adalah sebaik-baik Dzat pemberi rezeki”.
(HR. Ibnu Mardawaih).15[12]
6. Firman Allah “Dan ingatlah kepada Allah banyak-banyak” itu, merupakan suatu ungkapan yang
lembut. Dalam ayat ini Allah menyuruh berupaya mencari rizki dan sibuk dalam perdagangan,
tetapi hal ini bisa membawa manusia kepada kelengahan dan bahkan bisa membuat seseorang
sangat mencintai harta sehingga tak segan-segan berbuat dusta, menipu dan sebagainya, maka
Allah selanjutnya memerintahkan kepada muslim supaya banyak-banyak mengingat Allah agar
ia sadar bahwa dunia dan segala kenikmatan ini tidak kekal dan bahwa alam akhiratlah yang
kekal, maka hendaknya jangan mengurus perdagangan dunia yang bisa melalaikan kepentingan
akhirat.15[13]
7. “Idza” pada asalnya untuk masa yang akan datang (Lil Istigbal), sedang “idza” dalam firman
Allah “Apabila kamu diseru”, diturunkan sesudah peristiwa itu terjadi dan setelah mereka bubar
meninggalkan Rasulullah saw. Maka idza dalam ayat ini bukan Lil Isigbal tetapi digunakan
untuk masa yang lalu (madhi).15[14]
H. Kandungan Hukum
1 .Adzan manakah yang wajib di penuhi?
Firman Allah “Apabila kamu diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at segeralah
ingat kepada Allah dan tinggalkanlah jual beli” dalam hal ini ulama’ berbeda pendapat tentang
adzan mana yang wajib dipenuhi. Dalam hal ini ada dua pendapat.
1) Sebagian mereka berkata; Yang dimaksud itu adzan yang pertama yang dilaksanakan diatas
menara.
2) Yang lain berkata; Yang dimaksud yaitu adzan yang kedua yang dilaksanakan didepan khatib
ketika ia naik mimbar.
Golongan pertama, beralasan:
a. Bahwa yang dimaksud adzan itu adalah memberitahu, sedang memenuhi pemberitahuan itu tentu
setelah pemberitahuan itu berlangsung yaitu sesudah adzan yang pertama (diatas menara).
b. Hadist yang diriwayatkan Bukhari dalam kitab Shahihnya dari Sa’ib bin Yazid r.a. bahwa ia
berkata:
وأبوبكروعمررض فلما.ى ص مرّ كا ن الندا اء يو م الجمعة ا وله إذا خلس اّلما م على ا لمنير على عهدا لنب
كا نزمن عثما ن رض وكثرالنا س زا دالنداءالثا لث على ا لزوزا ءفثبت األ مر على ذلك
Artinya: “Mulai adzan Jum’ah di zaman Nabi, Abu Bakar dan Umar yaitu ketika Imam duduk
diatas mimbar, kemudian dizaman Utsman karena manusia bertambah banyak jumlahnya maka
ia tambah adzan ketiga diatas zaura’, maka urusan adzan itu berlaku seperti itu”.
Mereka berkata, menuju masjid ketika adzan kedua dikumandangkan yakni tatkala khatib
sudah naik mimbar menjadikan orang-orang tidak dapat mendengarkan (sebagian) isi khotbah,
yang pada dasarnya Allah meringankan shalat Jumat (hanya dua rakaat) itu adalah untuk tujuan
tersebut. Sedang dizaman Nabi SAW, masyarakat belum memerlukan adzan karena dekatnya
rumah mereka dari masjid dan karena semangat (antusias) mereka untuk memperoleh petunjuk-
petunjuk hukum dari Rasulullah SAW.
Pendapat inilah yang secara lahiriyah dipegangi dikalangan Ulama Hanafiyah. Dan
meninggalkan jual beli karena Allah berfirman “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru
untuk menunaikan shalat….dst”; pendapat ini dipandang sah menurut madzhab Hanafi.
Golongan kedua, beralasan:
a. Wajib segera menuju masjid dan meninggalkan jual beli itu ketika adzan kedua di waktu khatib
naik mimbar, karena adzan itulah yang dikumandangkan pada zaman Nabi SAW, sedang Nabi
Muhammad SAW adalah manusia yang paling berkeinginan agar kaum muslimin menunaikan
kewajiban mereka tepat waktu.
b. Mereka berkata lagi: Bahwa orang yang hendak shalat (berjamaah) disunatkan datang lebih awal
karena hal itu mempunyai faedah yang banyak sebagaimana dianjurkan oleh hadist-hadist Nabi.
2. Sahkah jual beli yang dilakukan saat Adzan?
Firman Allah “Dan tinggalkanlah jual beli” itu menunjukkan haramnya jual beli dan
muamalah yang dilakukan pada waktu adzan, tetapi Ulama berbeda pendapat, apakah jual beli
tersebut sah atau fasid?
Sebagian mereka berpendapat fasid karena ada larangan (dan tinggalkanlah jual beli), sedang
sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa perbuatan itu haram tapi akadnya tetap sah,
dipersamakan dengan shalat ditempat iorang lain tanpa izin (ghashab), maka shalatnya sah tapi
makruh.
Al-Qurtubi berkata: Saat diharamkannya jual beli itu ada dua pendapat
1. Sesudah tergelincirnya matahari sampai selesainya shalat. (Dhahhak,Al Hassan Al ato’)
2. Sejak adzan, yaitu ketika imam telah berada diatas mimbar sampai masuk waktu shalat (Asy-
syafi’i)
Sedangkan menurut Imam Malik wajibnya ditinggalkan jual beli itu sejak adzan
berkumandang, dan apabila pada saat itu masih jual beli, maka jual belinya fasid.
Ibnu Arabi berkata bahwa yang benar semuanya adalah fasid karena jual beli itu dilarang
adalah terletak pada segi penggunaan waktunya maka apa saja yang dilakukan pada saat itu
hukumya haram secara syar’i dan dinilai fasid.
Sebagian yang lain berpendapat bahwa jual beli pada waktu itu boleh, sedang larangan itu
ditakwil sebagai sunnah berdasarkan firman Allah “itu lebih baik bagimu” demikian menurut
syafi’i.
Golongan Hanafiyah: Cukup dengan empat orang termasuk imam, ada yang mengatakan cukup
tiga orang.
Syafiiyah dan Hanabilah: Minimal empat puluh orang. Dalam hadist yang diriwayatkan Imam
Ahmad, Bukhori, Muslim, dan Tirmidzi meriwayatkan dari Jabir bin Abdillah r.a. dikatakan
“Tatkala Nabi saw berkhutbah pada hari Jumat, tiba-tiba datang kafilah ke Madinah, kemudian
bergegaslah sahabat-sahabat Rasulullah hingga tidak ada yang tertinggal melainkan duabelas
orang…..” berarti tadinya tidak hanya 12 orang saja yang berada dalam masjid melainkan lebih.
Sehingga mereka menyimpulkan 40 orang.
Hadist lain dari Jabir bin Abdillah mengatakan:
مضتالسنةأنفىكلثَلثةإماماوفىكلأربعين فمافوقذلكجمعةوأﺿحىوفﻄراوذلكأنهمجماعة
Artinya
“Telah berlaku sunnah bahwa tiap-tiap tiga orang, seorang menjadi Imam; tiap-tiap sudah sampai
empat puluh orang lalu ke atasnya berdiri Jum’at dan Hari Raya Adha dan Fitri”. ( Riwayat ad-
Daruquthni).15[15]
Malikiyah: Tidak disyaratkan jumlah tertentu tetapi hanya disyaratkan berjama’ah yang
berdomisili di sebuah desa dan disitu ada perdagangan.
alat Jumat berjumlah dua rakaat. Tata caranya adalah seperti tata cara salat Shubuh. Dalam salat
Jumat, sunah kita membaca qirâ’ah dengan suara keras, membaca surah Al-Jumu‘ah pada rakaat
pertama, dan surah Al-Munâfiqûn pada rakaat kedua. Salat Jumat memiliki dua qunut: pertama,
sebelum rukuk rakaat pertama dan kedua, setelah rukuk rakaat kedua.
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari Makalah kami yang sederhana tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut
Bahwasanya Shalat jum’at wajib atas muslim laki-laki yang mukallaf dengan syarat-syarat
tertentu
Bahwasanya Wajib segera menuju masjid apabila adzan telah dikumandangkan untuk
mendenagrkan khutbah dan menuaikan shalat jum’at
Haram jual beli dan semua bentuk muamalah ketika adzan sudah dikumandangkan
Tidak ada larangan mengurusi dagangan setelah itu atau sesudahnya, bahkan dianjurkan
Rezeki itu ditangan Allah, namun untuk memperolehnya jangan sampai meninggalkan perintah
Allah SWT
Kesibukan seorang mukmin dalam urusan keduniaan tidak boleh sampai melupakan urusan
Akhirat.
Pada saat imam maksum as. berkuasa, salat Jumat memiliki hukum wajib ta‘yînî. Akan tetapi,
pada masa kegaiban beliau, salat Jumat memiliki hukum wajib takhyîrî; yaitu kita bisa memiliki
antara mengerjakan salat Jumat atau salat Zhuhur. Akan tetapi, mengerjakan salat Jumat adalah
afhdal (lebih utama), dan mengerjakan salat Zhuhur adalah ahwath (lebih hati-hati). Dan lebih
ihtiyâth lagi adalah kita mengumpulkan antara mengerjakan salat Jumat dan salat Zhuhur.
Syarat-Syarat Salat Jumat
a. Jumlah peserta; minimal jumlah peserta salat Jumat yang diperlukan adalah 5 orang dan salah
seorang dari mereka bertindak sebagai imam. Salat Jumat tidak bisa terlaksana dengan jumlah
peserta kurang dari 5 orang.
b. Dua khutbah; dua khutbah adalah wajib dan salat Jumat tidak bisa terbentuk tanpa kedua
khutbah ini.
d. Tidak ada salat Jumat lain yang didirikan dalam jarak yang kurang dari 3 mil. Jika jarak antara
kedua salat Jumat itu adalah 3 mil atau lebih, maka kedua salat Jumat itu sah. Jika terdapat
sebuah kota besar yang berukuran beberapa farsakh, maka beberapa salat Jumat boleh didirikan
pada setiap batas 3 mil.
Ada beberapa hal yang diwajibkan dalam kedua khutbah tersebut berikut ini:
b. Kemudian, mengirimkan salawat kepada Rasulullah saw. berdasarkan ihtiyâth wajib[2] pada
khutbah pertama dan berdasarkan pendapat yang lebih kuat pada khutbah kedua.
c. Kemudian, berwasiat untuk bertakwa kepada Allah berdasarkan pendapat yang lebih kuat pada
khutbah pertama dan berdasarkan ihtiyâth wajib[3] pada khutbah kedua.
d. Kemudian, membaca satu surah Al-Qur’an yang pendek berdasarkan pendapat yang lebih kuat
pada khutbah pertama dan berdasarkan ihtiyâth wajib pada khutbah kedua.
e.Berdasarkan ihtiyâth mustahab,[4] mengirimkan salawat kepada para imam maksum as. setelah
mengirimkan salawat kepada Rasulullah saw. dan memintakan ampun untuk mukminin dan
mukminat pada khutbah kedua.
Yang paling utama adalah kita membaca khutbah yang telah diriwayatkan dari para maksum as.
Imam salat Jumat yang juga bertindak sebagai khatib harus menyebutkan hal-hal berikut ini
dalam khutbahnya:
a. Seluruh kemaslahatan muslimin yang berhubungan dengan agama dan dunia mereka.
b. Memberitahukan kepada mereka segala peristiwa yang terjadi di negara-negara Islam dan non-
Islam dan memiliki hubungan dengan mereka dalam agama dan dunia mereka, seperti masalah
politik dan ekonomi yang memiliki peran penting dalam mewujudkan kemerdekaan dan tata cara
hubungan mereka dengan negara-negara lain.
c. Memperingatkan mereka akan bahaya campur tangan negara-negara kolonialis asing dalam
urusan politik dan ekonomi mereka.
Kedua khutbah Jumat boleh dibaca sebelum matahari tergelincir (zawâl). Akan tetapi,
pembacaan khutbah ini harus diatur sedemikian rupa sehingga matahari tergelincir pada saat
khatib usai membaca kedua khutbah tersebut. Dan ahwath[5] adalah kedua khutbah itu dibaca
pada saat matahari tergelincir.[6]
Kedua khutbah Jumat harus dibaca sebelum salat Jumat didirikan. Jika imam salat Jumat
mengerjakan salat Jumat terlebih dahulu, maka salat Jumat itu batal, dan ia harus mengulangi
salat Jumat setelah membaca kedua khutbah Jumat.
Menurut pendapat yang zhâhir, imam salat Jumat tidak wajib mengulangi salat Jumat apabila ia
lebih dahulu mengerjakan salat Jumat itu sebelum membaca kedua khutbah karena tidak tahu
hukum atau lupa. Bahkan, ketidakwajiban mengulangi salat Jumat itu apabila ia mengerjakannya
terlebih dahulu karena tidak sengaja dan tanpa pengetahuan adalah sebuah pendapat yang
memiliki dalil (kâna lahu wajh).
Khatib harus berdiri pada saat membaca khutbah Jumat. Khatib dan imam salat Jumat harus satu
orang; (yaitu orang yang bertindak sebagai khatib Jumat juga harus bertindak sebagai imam salat
Jumat—pen.).
Berdasarkan ihtiyâth, bila bukan berdasarkan pendapat yang lebih kuat, khatib harus
mengeraskan suaranya sehingga jumlah minimal peserta salat Jumat dapat mendengar suaranya.
Bahkan menurut pendapat yang zhâhir, ia tidak boleh memelankan suaranya. Khatib selayaknya
mengeraskan suaranya sehingga seluruh hadirin dapat mendengar suaranya, dan bahkan hal ini
adalah ahwath.[7]
Jika peserta salat Jumat sangat banyak, maka ia selayaknya membaca khutbah dengan
menggunakan pengeras suara untuk menyampaikan nasihat dan tablig agama, khususnya tentang
masalah-masalah yang sangat penting, kepada mereka.
Berdasarkan ihtiyâth,[8] bahkan menurut pendapat yang awjah (lebih jitu), para peserta salat
Jumat harus mendengarkan khutbah Jumat. Bahkan, berdasarkan ihtiyâth, mereka harus diam
dan tidak berbicara apapun pada saat pembacaan khutbah Jumat berlangsung. Meskipun
demikian, menurut pendapat yang lebih kuat, makruh mereka berbicara pada saat itu. Jika
berbicara menyebabkan fungsi khutbah Jumat hilang dan mereka tidak dapat mendengarkan
khutbah, maka mereka wajib tidak berbicara.
Orang yang Wajib Mengerjakan Salat Jumat
Salat Jumat adalah wajib atas mereka yang memenuhi syarat-syarat berikut ini:
b.Laki-laki.
f. Jarak antara tempat tinggal mereka dan tempat salat Jumat didirikan tidak lebih dari 2 farsakh.
Mereka yang tidak memenuhi syarat-syarat di atas tidak wajib menghadiri salat Jumat, meskipun
kita berpendapat bahwa salat Jumat adalah wajib ta‘yînî.
Jika mereka yang tidak memenuhi persyaratan di atas secara kebetulan menghadiri salat Jumat
atau memaksakan diri untuk menghadirinya, maka salat Jumat mereka sah dan mencukupi dari
salat Zhuhur. Begitu juga halnya berkenaan dengan mereka yang diizinkan untuk tidak
menghadiri salat Jumat lantaran hujan atau hawa dingin yang menyengat, dan juga berkenaan
dengan mereka yang menghadiri salat Jumat menyulitkan mereka.
Ya, salat Jumat orang yang gila tidak sah. Akan tetapi, salat Jumat yang dikerjakan oleh anak
kecil adalah sah. Hanya saja, jumlah minimal salat Jumat tidak boleh disempurnakan dengan
menggunakan anak kecil dan salat Jumat juga tidak bisa terwujud bila hanya dihadiri oleh anak-
anak kecil saja.
Musafir boleh[9] menghadiri salat Jumat; salat Jumatnya adalah sah dan mencukupi salat
Zhuhur. Akan tetapi, salat Jumat yang hanya didirikan oleh para musafir tanpa mengikuti orang-
orang yang tidak musafir adalah tidak sah. Musafir juga tidak boleh menjadi penyempurna
jumlah minimal peserta salat Jumat.
Orang perempuan juga boleh menghadiri salat Jumat dan salatnya ini mencukupi salat Zhuhur,
asalkan minimal jumlah peserta salat Jumat telah sempurna oleh kalangan kaum laki-laki.
Waktu Salat Jumat[10]
Waktu salat Jumat tiba pada saat matahari tergelincir. Jika imam salat Jumat telah usai membaca
kedua khutbah pada saat matahari tergelincir, maka ia boleh memulai salat Jumat. Berdasarkan
pendapat yang aqrab (lebih dekat), akhir waktu salat Jumat adalah bila ukuran bayangan orang
yang memiliki tinggi tubuh normal telah berukuran dua langkah.
Jika kita telah memulai salat Jumat, lalu waktunya habis, maka salat Jumat kita adalah sah,
asalkan kita telah mengerjakan satu rakaat dari salat Jumat itu pada waktunya. Jika tidak, maka
salat Jumat kita adalah batal. Dan dalam kondisi ini, ihtiyâth dengan memilih salat Zhuhur—
berdasarkan pendapat bahwa salat Jumat adalah wajib takhyîrî, sebagaimana hal ini adalah
pendapat yang lebih kuat—jangan kita tinggalkan.[11]
Jika waktu salat Jumat telah habis, maka kita harus mengerjakan salat Zhuhur. Salat Jumat tidak
memiliki qadha.
Beberapa Poin Penting
Pertama, seluruh persyaratan yang harus terpenuhi dalam salat jamaah juga harus terpenuhi
dalam salat Jumat; yaitu tidak boleh ada penghalang, tempat imam berdiri tidak boleh lebih
tinggi dari tempat makmum berdiri, jarak antara imam dan antara saf-saf salat harus terjaga, dan
lain sebagainya. Begitu juga, seluruh persyaratan yang harus terpenuhi dalam diri imam salat
jamaah juga harus terpenuhi dalam diri imam salat Jumat; yaitu berakal, bermazhab Syi‘ah
Imamiah, adil, dan syarat-syarat yang lain.[12] Ya, salat Jumat tidak sah bila anak kecil atau
orang perempuan bertindak sebagai imam salat Jumat, meskipun kita memperbolehkan mereka
berdua menjadi imam bagi sejenis kelamin mereka dalam selain salat Jumat.
Kedua, azan kedua pada hari Jumat adalah sebuah bid‘ah yang haram. Azan ini dikumandangkan
setelah azan asli (pertanda salat Zhuhur sudah masuk). Azan ini juga disebut dengan “azan
ketiga”.
[1] Syaikh Behjat: Kedua khutbah Jumat tidak boleh kosong dari nasihat dan bacaan Al-Qur’an.
[2] Syaikh Behjat: Berdasarkan pendapat yang azhhar, salawat ini harus dibaca pada setiap
khutbah.
[3] Syaikh Behjat: Berdasarkan ihtiyâth wajib, setiap khutbah harus berisi nasihat dan bacaan Al-
Qur’an.
[4] Syaikh Behjat: Berdasarkan ihtiyâth wajib, khutbah kedua harus berisi salawat atas seluruh
maksum as., satu per satu.
[5] Imam Khamenei: Berdasarkan ihtiyâth mustahab, sebagian dari kedua khutbah itu harus
dibaca setelah matahari tergelincir.
Syaikh Behjat: Berdasarkan pendapat yang azhhar, kadar yang wajib dari kedua khutbah itu
harus dibaca setelah matahari tergelincir.
[6] Sayyid Khu’i: Kedua khutbah itu harus dibaca setelah matahari tergelincir.
[7] Syaikh Behjat: Berdasarkan ihtiyâth wajib, kedua khutbah Jumat harus dibaca sedemikian
rupa sehingga para hadirin dapat memahami artinya, sekalipun dengan menggunakan selain
bahasa Arab. Meskipun demikian, kesahan salat Jumat bergantung pada memperdengarkan
khutbah pada jumlah minimal peserta salat Jumat.
[8] Syaikh Behjat: Mereka wajib diam dan haram berbicara di pertengahan khutbah, apabila hal
itu menyebabkan fungsi khutbah Jumat hilang.
[9]
Sayyid Khu’i: Berdasarkan ihtiyâth, setelah matahari tergelincir, kita jangan bepergian dari kota
tempat didirikan salat Jumat yang memenuhi persyaratan.
[10] Masalah: Waktu salat Jumat dimulai dari awal waktu Zhuhur. Berdasarkan ihtiyâth, salat
Jumat jangan ditunda hingga melebihi permulaan ‘urfi waktu salat Zhuhur (± 1 atau 2 jam dari
awal waktu Zhuhur). Jika salat Jumat tidak didirikan hingga saat itu, maka berdasarkan ihtiyâth
kita harus mengerjakan salat Zhuhur sebagai ganti dari salat Jumat itu.
[11] Syaikh Behjat: Jika kita menunda salat Jumat dari awal waktu, maka berdasarkan ihtiyâth
wajib kita harus mengumpulkan antara salat Jumat dan salat Zhuhur.
[12] Imam Khamenei: Imam salat Jumat disyaratkan harus ditunjuk oleh pemimpin negara Islam
(Al-Hâkim Asy-Syar‘i) yang adil. Akan tetapi, syarat ini hanya diperlukan berkenaan dengan
aktualisasi efek-efek yang hanya khusus dimiliki oleh imam salat Jumat yang ditunjuk secara
langsung, bukan berkenaan dengan pendirian salat Jumat itu sendiri.
www.nurmadinah.com
0
inShare