Universitas Indonesia
2018
Depok
Menyegarkan Kembali Peran Badan Eksekutif Mahasiswa Sebagai Sebuah Gerakan
Mahasiswa
Ditulis oleh
Manik Marganamahendra
Muhammad Rifadli
“Dulu, nama besar kampus disebabkan oleh karena kehebatan mahasiswanya. Sekarang,
mahasiswa ingin hebat karena nama besar kampusnya.” - Pidi Baiq
Berbicara mengenai mahasiswa berarti berbicara tentang saya, kamu, dan kita yang
dipersatukan oleh sebuah ikatan bernama: kesadaran. Mahasiswa, yang oleh Gie disebut the
happy selected few; ialah tentang suatu perjalanan kronologis, tentang epos kepahlawanan, dan
juga lakon anti-hero soal hal-hal yang mungkin dianggap sederhana. Semuanya terhimpun dalam
sebuah cakram harmonis yang bertajuk: perjuangan.
Jika mahasiswa ialah tentang kesadaran kolektif mengenai peran dan status sosial tertentu
di masyarakat, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) adalah manifestasi konkret dari semangat
perjuangan itu. Sebuah entitas pergerakan yang pada hakikatnya berkewajiban mewadahi
ekspresi dan pengalaman aktual dari tiap elemen penopangnya, yakni mahasiswa. Badan
Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) bukanlah pengecualian.
Dalam tataran praksis, menjelang tahun 2019 ini, BEM UI menghadapi tantangan besar
sebagai mitra kritis pemerintah. Tidak lain adalah Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
2019-2024, sebuah ruang dialektis dimana visi dan misi masing-masing pasangan calon
diperdebatkan juga tentang janji-janji kampanye yang diobralkan. BEM UI dengan segala
obligasi moril yang melingkupinya, berkewajiban untuk menghadirkan diri dalam ruang
diskursus itu. Tidak hanya hadir secara fisik, tetapi juga dalam bentuk pengejawantahan
pemikiran layaknya insan akademis. Demikian pula dengan fungsi mahasiswa dalam perannya
sebagai edukator politik masyarakat.
Penafikkan terhadap realitas ini adalah bentuk lain dari banalitas serta pemungkiran
terhadap titel “penyambung lidah rakyat. Mengutip Rendra, ada orang yang berkata: kami ada
maksud baik. Dan kita bertanya; Lantas, maksud baik saudara untuk siapa?
Untuk itu, setiap kajian yang disusun oleh BEM UI haruslah melibatkan perwakilan
masyarakat apabila kajian tersebut menyangkut kepentingan masyarakat yang sedang
diperjuangkan. Keterlibatan masyarakat tersebut bukan berarti mereka harus hadir ketika
perumusannya, namun kita bisa melibatkan masyarakat dengan cara menggali lebih dalam apa
yang sebenarnya diinginkan oleh mereka dan apa yang menjadi keresahan mereka. Misal, dapat
dilakukan via metode Analytical Hierarchy Process (AHP) yang notabene sebuah framework
multi-criteria decision making untuk menganalisis preferensi yang ada di masyarakat secara
reliable dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini perlu guna memperkuat legitimasi etis dari
tiap tindakan yang dilakukan oleh BEM UI.
Setelah melakukan perbaikan dalam proses pembuatan serta konten kajian, hal yang perlu
dilakukan selanjutnya ialah tentang bagaimana proses diseminasi informasi dan marketing
campaign. Selain fungsi kontrol kebijakan via policy paper yang diterbitkan, perlu juga adanya
misi edukasi kepada masyarakat guna mendukung urgensitas isu yang diangkat. Tidak bisa
dinafikkan, seringkali tekanan dari masyarakat menjadi katalisator perubahan kebijakan publik
tersebut. Untuk memperoleh atensi publik, menjadikan turun ke jalan menggunakan cara-cara
lama seperti baliho dan pelantang suara sebagai satu-satunya solusi merupakan bentuk dari
kegagapan dalam beradaptasi dengan dinamika zaman. Perlu adanya aksi-aksi simbolik,
monumental, dan memorable seperti yang dilakukan “Tank Man” di Tiananmen Square. Akan
tetapi, hal yang perlu diingat baik-baik ialah segala proses marketing yang hendak dilakukan
haruslah berisikan konten yang substantif, jangan sampai justru menjadi boomerang yang
menjatuhkan marwah dari BEM UI.
Sebagai bentuk adaptivitas terhadap dinamika zaman, proses diseminasi informasi
seyogyanya mengutilisasi kanal digital yang ada sesuai dengan segmentasi pasar yang hendak
dijangkau. Praktisnya, BEM UI harus lebih memanfaatkan lagi potensi saluran media sosial
daring maupun media cetak yang disesuaikan dengan target pembaca yang hendak dijangkau.
Salah satu contohnya, apabila ingin kajian yang dikeluarkan sampai ke tangan policy-maker,
perlu adanya proses market targeting dengan kanal yang lebih cocok dibanding Line ataupun
Instagram, yakni Twitter. Hal ini mengingat sebaran demografi Line dan Instagram yang
didominasi anak muda dan kelas menengah dibanding Twitter yang memiliki segmentasi pasar
yang lebih cocok. Tidak hanya itu, perlu juga dilakukan brand positioning dari produk-produk
kajian. Jika tujuan dari pembuatan kajian adalah misi edukasi, penggunaan bahasa informal dan
slang merupakan ide yang bagus untuk menjangkau segmen milenial. Akan tetapi, apabila
tujuannya adalah memberikan rekomendasi kebijakan adalah keharusan menggunakan bahasa
yang baik dan benar. Proses segmenting-targeting-positioning merupakan hal yang esensial agar
dampak dari kajian tersebut lebih masif.
Sekilas, melalui tulisan ini, proses panjang BEM UI dalam pembuatan kajian strategis untuk
fungsi kontrol pemerintahan dan juga untuk membela kepentingan masyarakat luas sangatlah
berat dan menyita waktu, terlebih sebagai mahasiswa kita masih punya tanggung jawab pribadi
untuk berkuliah dengan baik. Tapi bagaimanapun beratnya, kita juga harus menyadari bahwa
untuk “sekadar” menyusun kajian dan melancarkan aksi strategis atas nama kepentingan
masyarakat, memang wajib hukumnya hal tersebut dilakukan dengan totalitas. Sebab akhirnya,
kita hanya bisa menyumbangkan niat baik, kemurnian hati, tekad yang bulat, dan sikap yang adil
sebagai bentuk tuntutan tanggung jawab dari status kemahasiswaan kita.
Setelah adanya penyegaran kembali gerakan mahasiswa BEM UI 2019. Maka langkah strategis
yang perlu dilakukan oleh Mahasiswa atas dasar independensinya ialah mampu mengawal
Pemilihan Presiden 2019 secara sadar. Oleh karenanya, mahasiswa diharuskan fokus pada ide
dan gagasan pasangan calon presiden Republik Indonesia tahun 2019 ini. BEM UI membuat
strategi edukasi politik yang mencerdaskan masyarakat agar paham pilihan yang akan dipilihnya.
Tentunya dengan langkah-langkah strategis diantaranya:
- Konsolidasi massa yang mengakar pada seluruh lapisan mahasiswa
- Kajian terhadap isu yang mengakar dan melibatkan seluruh elemen mahasiswa dan
masyarakat
- Menciptakan ruang diskusi terbuka pada mahasiswa yang membahas gagasan dari paslon
Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia
- Memanfaatkan kanal informasi yang ramah dengan masyarakat untuk menyebarkan
informasi yang berimbang terkait paslon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia
Oleh karena itu, independensi yang dimiliki mahasiswa haruslah dioptimalkan sebagai
fasilitator gerakan dan edukator politik untuk membuka pintu pilihan bagi masyarakat agar dapat
memilih berdasarkan gagasan yang ditawarkan.