Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PRAKTIKUM

KONTROL
PRAKTIKUM LEVEL CONTROL

DISUSUN OLEH :
NAMA / NIM : 1. Septian Budi Cahyono (15 644 003)
2. Muhammad Anas Shodiqin (15 644 013)
3. Noor Rizky Maulyrysadeaa (15 644 014)
4. Putri Fatmawati Syaifudin (15 644 004)
JENJANG : S1
KELAS : IV B
KELOMPOK : 1 (Satu)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


PROGRAM STUDI
TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


1. Untuk mengetahui cara kerja PCT 40 level control
2. Mengetahui pengendalian dengan metode direct action dan reverse action
3. Mempelajari sistem kontrol level mode on/off dengan menggunakan
solenoid valve
( sol 1 )
4. Mempelajari karakter kerja float switch sensor
5. Mempelajari karakter kerja Differential level switch sensor
6. Mempelajari karakter kerja PSV untuk control level pada mode control
manual

1.2 Dasar Teori


1.2.1 Armfield PCT 40
Praktikum Level Control menggunakan Armfield PCT 40, yang
merupakan salah satu alat kontrol yang memberikan cara efekif mengajarkan
berbagai teknik kontrol proses dalam sebuah unit dasar yang sederhana, lebih
lanjut aspek kontrol proses dapat diatasi dengan menambahkan opsional
untuk sistem dasar.

PCT 40 terhubung dengan sebuah computer melalui koneksi USB. Pada


computer telah terinstall paket software yang dapat digunakan untuk
mengendalikan dan mengelola signal-signal yang berasal dari semua sensor
dan Controller.

Untuk jenis sensor level, dimana tangki sebagai sistem proses dan
terdapat katup pengendali yang bentuknya berupa selenoid (SOL). Pada
sensor level ini terdapat 3 buah SOL, yang berfungsi :

1. SOL 1 : untuk mengatur/mengendalikan jumlah aliran masuk


2. SOL 2 & 3 : untuk mengatur/mengendalikan jumlah aliran keluar

Dimana dibagi menjadi 3 modul yaitu PCT 40 yang digunakan untuk


level, PCT 41 yang digunakan untuk temperatur dan PCT 42 untuk pH dan
konduktivitas. Sedangkan pada praktikum ini digunakan PCT 40 yaitu untuk
pengukuran level suatu proses dimana menggunakan sensor level yaitu
diferential level, level (float) switch dan tekanan.

Gambar 2.1. Armfield PCT 40

1.1.1. Level Control

On-off level switch dari tipe float switch adalah sebuah objek
pengukur yang dapat bergerak secara vertical mengikuti permukaan
cairan. Penggerak float ini akan mengaktifkan katup on/off SOL 1 untuk
pengendalian aliran air masuk kedalam tanki proses.

Praktikum Level Control dengan PID Controller, ketinggian


permukaan cairan pada tangki proses dimonitor secara terus-menerus oleh
sebuah level sensor yang akan mengirimkan signal hasil pembacaannya ke
PID Controller pada software. PID Controller kemudian yang
mengatur.Kecepatan aliran air masuk sedemikian rupa sehingga
ketinggian permukaan cairan pada tangki proses menuju ke nilai yang
diinginkan
Gambar 2.2. Screen section 1 : Level Control
(Inflow)

1.2.2 Jenis Sensor yang digunakan


1.2.2.1 Floating Switch Level
Sensor ini bekerja berdasarkan pelampung yang terdapat dalam
tangki. Cara kerjanya adalah pada saat sistem membuka (SOL 1=1),
maka ketinggian (level) air dalam tangki akan bertambah. Jika
ketinggian air telah mengenai pelampung yang menyebabkan
pelampung tersebut tenggelam hingga batas tertentu maka sistem
dengan sendirinya akan mati dan SOL akan menutup (SOL 1=0) sebagai
nilai ofset atas begitupun sebaliknya jika fluida dalam tangki berkurang
dan membuat pelampung tersebut turun hingga batasan tertentu maka
sistem akan membuka kembali (SOL 1=1).
Sensor ini bekerja dengan sistem ON-OFF (buka-tutup), dimana
Set Point akan sama dengan ofset bawah yaitu pada saat sistem
membuka (SOL 1=1). Pada saat sistem menutup maka sensor ini akan
bekerja secara buka-tutup untuk menstabilkan ketinggian air yang ada
dalam tangki. Sensor floating switch ini merupakan jenis sensor yang
paling sederhana dari sensor level namun memiliki offset dan respon
yang paling cepat dibanding sensor level yang ada pada alat PCT 40.

1.2.2.2 Differential Level


Sensor ini bekerja dengan membedakan batas atas dan batas
bawah. Cara kerja dari sensor ini adalah elektroda negatif dipasang
lebih rendah dari elektroda positif sehingga jika fluida diisi kedalam
tangki maka elektroda negatif akan tersentuh fluida tersebut lebih dulu
dan membuat larutan memiliki muatan listrik dan ketika larutan
menyentuh elektroda positif maka sistem akan mati dengan
sendirinya. Sensor ini memiliki ofset yang lebih kecil dari pressure
control dan respon yang lebih cepat namun sangat berbahaya untuk
cairan yang mudah terbakar karena sensor ini bekerja dengan adanya
loncatan elektron
Batas bawah pada sensor ini berfungsi sebagai emergency
switch, yaitu seandainya jika sistem membuka hingga air mencapai
batas atas, namun selenoid tidak bekerja maka selambat-lambatnya
pada batas bawah selenoid harus bekerja sebelum ditinggalkan oleh
cairan (air). Sensor jenis ini juga bekerja dengan sistem ON-OFF,
dimana nilai Set Point akan sama dengan ofset bawah (SOL 1=1)
1.2.2.3 Pressure Sensor
Sensor ini bisa bekerja dengan sistem ON-OFF (0 dan 100)
maupun sistem PSV (0-100) serta nilai Set Point (SP) dapat ditentukan
sesuai dengan keinginan. Cara kerja sensor pressure adalah mengukur
ketinggian cairan pada tangki berdasarkan tekanan yang diberikan
oleh cairan dalam tangki namun sensor ini memiliki offset yang besar
dan respon lambat.
Hal pertama yang dilakukan untuk memperoleh data dari tiap-
tiap jenis sensor tersebut adalah dengan cara mengkalibrasi alat sensor
flow untuk mengetahui seberapa besar kesalahan dan error yang
dipunya. Alat tersebut harus disetting hingga laju alir 1400 mL/menit
sesuai dengan spesifikasi alat dengan range laju alir 1400-1500
mL/menit.
Kalibrasi sensor flow dilakukan secara manual dengan cara
memutar regulator dengan cara menarik regulator keluar terlebih
dahulu baru kemudian memutarnya hingga diperoleh laju alir yang
diinginkan (1400-1500 mL/menit). Setelah itu, menekan regulator
tersebut kedalam dengan tujuan untuk mengunci agar aliran yang
masuk agar tidak melebihi laju alir yang telah ditentukan. Jika
kalibrasi telah selesai dilakukan, maka proses untuk sensor level sudah
bisa dilakukan
1.2.3 Istilah-Istilah dalam Pengendalian Proses
1.2.1.1 Definisi Sistem Pengendalian
Pengendalian proses adalah bagian dari pengendalian automatik
yang di terapkan di bidang teknologi proses untuk menjaga kondisi proses
agar sesuai yang di inginkan. Seluruh komponen yang terlibat dalam
pengendalian proses disebut “sistem pengendalian atau sistem kontrol.
Langkah-langkah sistem pengendalian proses adalah sebagai berikut:
a) Mengukur
Tahap pertama dari langkah pengendalian adalah mengukur atau
mengamati nilai variable proses.
b) Membandingkan
Hasil pengukuran atau pengamatan variable proses (nilai terukur)
dibandingkan dengan nilai acuan (set point).
c) Mengevaluasi
Perbedaan antara nilai terukur dan nilai acuan dievaluasi untuk
menentukan langkah atau cara melakukan koreksi atas perbedaan itu.
d) Mengoreksi
Tahap ini bertugas melakukan koreksi variable proses, agar perbedaan
antara nilai terukur dan nilai acuan tidak ada atau sekecil mungkin.
1.2.3.2 Definisi Jenis Variabel Pengendalian
1. Variabel proses
Variabel proses (Process Variable ,PV) atau biasa disebut variable
terkendali (Controlled Variable) adalah besaran fisika atau kimia yang
menunjukan keaadaan proses. Variabel ini bersifat dinamik. Artinya,
nilai variabel dapat berubah spontan atau oleh sebab lain baik yang
diketahui atau tidak. Dalam praktikum kontrol ini yang bertindak
sebagai PV adalah level air dalam tangki proses.
2. Variabel termanipulasi
Variabel termanipulasi (Manipulated Variable, MV) atau disebut
variabel pengendali (controller) adalah variabel yang digunakan untuk
melakukan koreksi atau mengendalikan variabel proses. Dalam
praktikum kontrol ini yang bertindak sebagai MV adalah laju alir
masuk (flow in).
3. Variabel Gangguan
Variabel Gangguan (Disturbance Variable) adalah variabel masukan
yang mampu mempengaruhi nilai variabel proses tetapi tidak
digunakan untuk mengendalikan variabel proses. Dalam praktikum
kontrol ini yang bertindak sebagai variabel gangguan adalah laju alir
keluar (flow out).
1.2.3.2 Definisi Istilah-Istilah dalam Pengendalian Proses
1. Nilai Acuan (Set Point Value, SV) adalah nilai yang di inginkan dan
dijadikan acuan atau referensi variabel proses.
2. Offset adalah perbedaan nilai acuan dan variabel proses.
3. Overshoot penyimpangan maksimum dari nilai acuan.
4. Settling time waktu yang diperlukan oleh variabel proses mencapai
kondisi.
1.2.4 Tujuan Pengendalian
a. Hakikat utama
Hakikat utama tujuan pengendalian proses adalah mempertahankan
nilai variabel proses agar sesuai dengan kebutuhan operasi .Makna dari
pernyataan ini adalah, satu atau beberapa nilai variabel proses mungkin
perlu dikorbankan semata-mata untuk mencapai tujuan yang lebih besar,
yaitu kebutuhan operasi keseluruhan agar berjalan sesuai yang diinginkan.

b. Tujuan ideal dan praktis


 Tujuan ideal
Mempertahankan nilai variabel proses “sama” dengan nilai acuan.
 Tujuan Praktis
Mempertahankan nilai variabel proses “di sekitar” nilai acuan dalam
batas-batas yang ditetapkan.
 Tujuan pengendalian berkaitan dengan kualitas pengendalian yang
didasarkan atas bentuk tanggapan variabel proses. Setelah terjadi
perubahan nilai acuan (setpoint) atau beban diharapkan kualitas
pengendalian adalah sebagai berikut;
- Minimum overshoot sehingga hasilnya stabil
- Minimum settling time sehingga waktu respon cepat
- Minimum offset sehingga Tidak ada penyimpangan dengan nilai
acuan

Beban

Settling time
Variabel
proses

Maximum error
(overshoot)
1.2.5 Instrumentasi Proses
1) Unit proses.
2) Unit pengukuran. Bagian ini bertugas mengubah nilai variable proses
yang berupa besaran fisik atau kimia menjadi sinyal standar (sinyal
pneumatic dan sinyal listrik).
Unit pengukuran ini terdiri atas:
a) Sensor: elemen perasa (sensing element) yang langsung “merasakan”
variable proses. Sensor merupakan bagian paling ujung dari sistem/unit
pengukuran dalam sistem pengendalian. Contoh dari elemen perasa yang
banyak dipakai adalah thermocouple, orificemeter, venturimeter, sensor
elektromagnetik, dll.
b) Transmitter atau tranducer: bagian yang menghitung variable proses dan
mengubah sinyal dari sensor menjadi sinyal standar atau menghasilkan
sinyal proporsional
3) Unit pengendali atau controller atau regulator yang bertugas
membandingkan, mengevaluasi dan mengirimkan sinyal ke unit kendali
akhir. Hasil evalusi berupa sinyal kendali yang dikirim ke unit kendali
akhir. Sinyal kendali berupa sinyal standar yang serupa dengan sinyal
pengukuran. Pada controller bisaanya dilengkapi dengan control unit
yang berfungsi untuk menentukan besarnya koreksi yang diperlukan.
Unit ini mengubah error menjadi manipulated variable berupa sinyal.
Sinyal ini kemudian dikirim ke unit pengendali akhir (final control
element). Pada praktikum kontrol ini yang berperan sebagai unit
pengendali adalah komputer.
4) Unit kendali akhir yang bertugas menerjemahkan sinyal kendali menjadi
aksi atau tindakan koreksi melalui pengaturan variable termanipulasi.
Pada praktikum kontrol ini yang berperan sebagai unit pengendali akhir
adalah solenoid valve. Unit kendali akhir ini terdiri atas:
a) Actuator atau servo motor: elemen power atau penggerak elemen kendali
akhir. Elemen ini menerima sinyal yang dihasilkan oleh controller dan
mengubahnya ke dalam action proporsional ke sinyal penerima.
b) Elemen kendali akhir atau final control element: bagian akhir dari sistem
pengendalian yang berfungsi untuk mengubah measurement variable
dengan cara memanipulasi besarnya manipulated variable yang
diperintahkan oleh controller. Contoh paling umum dari elemen kendali
akhir adalah control valve (katup kendali).
1.2.6 Sistem Pengendalian
Berdasarkan atas ada atau tidak adanya umpan balik, sistem
pengendalian dibedakan atas sistem pengendalian simpal terbuka (open –
loop control system) dan sistem pengendalian simpal tertutup (closed loop
control system).

1.2.6.1 Sistem Pengendalian Terbuka

Gambar 3.1 .Sistem Kendali Terbuka


Sistem Kendali Terbuka adalah suatu sistem kendali yang keluarannya
tidak akan berpengaruh terhadap aksi kendali. Sehingga keluaran sistem
tidak dapat diukur dan tidak dapat digunakan sebagai perbandingan umpan
balik dengan masukan. Jadi pada setiap masukan akan didapatkan suatu
kondisi operasi yang tetap. Sedangkan ketelitiannya akan tergantung pada
kalibrasi. Dalam prakteknya sistem kendali loop terbuka dapat digunakan
jika hubungan output dan inputnya diketahui serta tidak adanya gangguan
internal dan eksternal.
1.2.6.1 Sistem Kendali Tertutup

Gambar 3.1 .Sistem Kendali Tertutup

Sistem kendali tertutup adalah suatu sistem yang keluarannya


berpengaruh langsung terhadap aksi kendali. Yang berupaya untuk
mempertahankan keluaran sehingga sama bahkan hampir sama dengan
masukan acuan walaupun terdapat gangguan pada sistem. Jadi sistem ini
adalah sistem kendali berumpan balik, dimana kesalahan penggerak adalah
selisih antara sinyal masukan dan sinyal umpan balik (berupa sinyal
keluaran dan turunannya) yang diteruskan ke pengendali / controller
sehingga melakukan aksi terhadap proses untuk memperkecil kesalahan
dan membuat agar keluaran mendekati harga yang diingankan.

1.2.7 Aksi Controller


Berdasarkan atas aksi respon (keputusan controller system) adanya
umpan balik, sistem pengendalian dibedakan atas sistem pengendalian
reverse action dan direct action

1.2.7.1 Reverse Control Action ( Increase / Decrease)


Jika sinyal input controller (error) meningkat, maka sinyal output dari
controller akan dikurangi, begitu sebaliknya.
1.2.7.2 Direct Control Action ( Increase / Increase)
Jika sinyal input controller (error) meningkat, maka sinyal output dari
controller juga akan ditingkatkan, begitu sebaliknya.
1.2.8 Sistem pengendalian Final Controller
1.2.8.1 Mode on off
Pengendali yang paling dasar adalah mode on-off atau sering disebut
metode dua posisi. Jenis pengendali on-off ini merupakan contoh dari mode
pengendali tidak terus menerus (diskontinyu). Mode ini paling sederhana,
murah dan seringkali bisa dipakai untuk mengendalikan proses-proses yang
penyimpanannya dapat ditoleransi. Keluaran pengendali hanya memiliki
dua kemungkinan nilai, yaitu nilai maksimum (100%) dan nilai minimum
(0%).
Respon Pengendali :
Hanya memiliki dua nilai keluaran, maksimum (100%) atau
minimum (0%).
Selalu terjadi cycling (perubahan periodic pada nilai PV)
Cocok dipakai untuk respon PV yang lambat
Tidak cocok jika terdapat waktu mati.
Mekanisme pengendali ini mudah difahami bila ditinjau pengatur tinggi
air dalam tangki. Air dalam tangki secara terus menerus dikeluarkan dengan
laju tetap. Apabila permukaan air turun melebihi titik acuan R, maka sensor
tinggi air akan memberi sinyal bahwa terjadi penurunan permukaan air
melebihi batas. Sinyal ini masuk ke pengendali dan pengendali memerintah
pompa untuk bekerja. Dengan bekerjanya pompa, air akan masuk ke tangki
dan permukaan air akan naik kembali. Pada saat tinggi air tepat mencapai R
pompa berhenti.Akibat terjadi pengosongan tangki, dan proses di atas
berulang lagi. Dengan demikian pompa akan selalu matihidup secara
periodic seiring dengan perubahan tinggi permukaan air. Peristiwa ini
disebut cycling atau osilasi.
1.2.8.2 Mode Kontinyu
a. Pengendalian Proportional

Pengendalian proportional menghasilkan sinyal kendali yang besarnya


sebanding dengan sinyal galat (error). Sehingga terdapat hubungan tetap
dan lancar antara variabel proses (PV) dan posisi elemen kendali akhir. Gain
pengendali proportional adalah perubahan posisi katub dibagi dengan
perubahan tekanan. Di kalangan praktisi industri besaran gain kurang
populer. Sebagai gantinya dipakai besaran Proportional Band (PB) yaitu
perubahan galat / variabel proses yang dapat menghasilkan perubahan sinyal
kendali sebesar 100%. Besaran ini lebih mencerminkan kebutuhan
pengendalian dibandingkan gain proportional.
Lebar proportional band menentukan kestabilan sistem pengendalian.
Semakin kecil nilai PB pengendali semakin peka (tanggapan semakin
cepat). Offset yang terjadi semakin kecil tetapi sistem menjadi stabil tetapi
pengendali tidak peka dan offset besar. Pada PB sama dengan nol maka
perilaku pengendali proportional menjadi sama dengan pengendali on – off.
Satu – satunya problem pengendalian proportional adalah selalu
menghasilkan galat sisa (residual error atau offset) yang disebabkan
perubahan beban, sebab dengan perubahan beban memerlukan nilai sinyal
kendali (u) yang berbeda. Dengan demikian offset memang diperlukan
untuk menjaga nilai sinyal kendali baru (u) yang berbeda dengan Uo, untuk
menjaga keseimbangan massa dan atau energi yang baru. Sifat – sifat
pengendalian proportional adalah keluaran sinyal kendali terjadi seketika
tanpa ada pergeseran fase (c=0).

Ciri-ciri pengontrol proporsional :

1. Jika nilai Kp kecil, pengontrol proporsional hanya mampu melakukan


koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon
sistem yang lambat (menambah rise time).
2. Jika nilai Kp dinaikkan, respon/tanggapan sistem akan semakin cepat
mencapai keadaan mantapnya (mengurangi rise time).
3. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang
berlebihan, akan mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil atau respon
sistem akan berosilasi.
4. Nilai Kp dapat diset sedemikian sehingga mengurangi steady state
error, tetapi tidak menghilangkannya.

b. Pengendali Proportional Integral (PI)


Penambahan integral pada pengendali proportional dimaksudkan untuk
menghilangkan offset. Mekanismenya mirip dengan kerja operator yaitu
dengan membuat nilai bias baru. Sehingga variabel proses sama dengan nilai
acuan untuk mengulang aksi proportional. Penambahan aksi integral
menambah kelambatan dan ketidakstabilan sistem. Pengaturan waktu integral
(T) tergantung pada waktu mati sistem proses. Waktu integral tidak boleh
kecil dibandingkan waktu mati. Jika waktu integral lebih kecil dari waktu
mati, maka keluaran pengendali terlalu cepat berubah dibanding tanggapan
sistem proses.

Pengontrol Integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang


memiliki kesalahan keadaan mantap nol (Error Steady State = 0 ). Jika sebuah
pengontrol tidak memiliki unsur integrator, pengontrol proporsional tidak
mampu menjamin keluaran sistem dengan kesalahan keadaan mantapnya nol.

Jika G(s) adalah kontrol I maka u dapat dinyatakan sebagai u(t)=[integral


e(t)dT]Ki dengan Ki adalah konstanta Integral, dan dari persamaan di atas,
G(s) dapat dinyatakan sebagai u=Kd.[delta e/delta t] .Jika e(T) mendekati
konstan (bukan nol) maka u(t) akan menjadi sangat besar sehingga
diharapkan dapat memperbaiki error. Jika e(T) mendekati nol maka efek
kontrol I ini semakin kecil. Kontrol I dapat memperbaiki sekaligus
menghilangkan respon steady-state, namun pemilihan Ki yang tidak tepat
dapat menyebabkan respon transien yang tinggi sehingga dapat menyebabkan
ketidakstabilan sistem. Pemilihan Ki yang sangat tinggi justru dapat
menyebabkan output berosilasi karena menambah orde system

Keluaran pengontrol ini merupakan hasil penjumlahan yang terus


menerus dari perubahan masukannya. Jika sinyal kesalahan tidak mengalami
perubahan, maka keluaran akan menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya
perubahan masukan. Sinyal keluaran pengontrol integral merupakan luas
bidang yang dibentuk oleh kurva kesalahan / error.

Hal ini mengakibatkan overshoot dan osilasi berlebihan. Sifat – sifat


pengendali proportional integral (PI) adalah :

- Fase sinyal kendali tertinggal terhadap fase sinyal galat


- Tidak terjadi offset
- Tanggapan sistem lebih lambat dan cenderung kurang stabil.

Ciri-ciri pengontrol integral :

1. Keluaran pengontrol integral membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga


pengontrol integral cenderung memperlambat respon.
2. Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran pengontrol akan bertahan pada
nilai sebelumnya.
3. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan
kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan
dan nilai Ki.
4. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya
offset. Tetapi semakin besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan
peningkatan osilasi dari sinyal keluaran pengontrol.

c. Pengendali Proportional Integral Derivative (PID)


Kelambatan akibat aksi integral dihilangkan dengan menambahkan
aksi derivatif pada pengendalian PI sehingga menghasilkan jenis
pengendalian PID. Aksi derivatif bertujuan untuk mempercepat tanggapan
sekaligus memperkecil overshoot variabel proses. Namun penambahan
derivatif menyebabkan sistem menjadi peka terhadap noise. Selain itu
penambahan aksi derivatif tidak sesuai untuk proses yang memiliki waktu
mati dominan (lebih dari setengah konstanta waktu).

Keluaran pengontrol diferensial memiliki sifat seperti halnya suatu


operasi derivatif. Perubahan yang mendadak pada masukan pengontrol akan
mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan cepat. Ketika masukannya
tidak mengalami perubahan, keluaran pengontrol juga tidak mengalami
perubahan, sedangkan apabila sinyal masukan berubah mendadak dan menaik
(berbentuk fungsi step), keluaran menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika
sinyal masukan berubah naik secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya
justru merupakan fungsi step yang besar magnitudenya sangat dipengaruhi
oleh kecepatan naik dari fungsi ramp dan factor konstanta Kd.
Sinyal kontrol u yang dihasilkan oleh kontrol D dapat dinyatakan
sebagai G(s)=s.Kd Dari persamaan di atas, nampak bahwa sifat dari
kontrol D ini dalam konteks “kecepatan” atau rate dari error. Dengan sifat
ini ia dapat digunakan untuk memperbaiki respon transien dengan
memprediksi error yang akan terjadi. Kontrol Derivative hanya berubah
saat ada perubahan error sehingga saat error statis kontrol ini tidak akan
bereaksi, hal ini pula yang menyebabkan kontroler Derivative tidak dapat
dipakai sendiri

Sifat – sifat pengendali proportional integral derivatif :

- Tidak terjadi offset dan peka terhadap adanya noise


- Tanggapan cepat dan amplitudo osilasi kecil (lebih stabil)
Ciri-ciri pengontrol derivatif :
1. Pengontrol tidak dapat menghasilkan keluaran jika tidak ada perubahan
pada masukannya (berupa perubahan sinyal kesalahan)
2. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang
dihasilkan pengontrol tergantung pada nilai Kd dan laju perubahan sinyal
kesalahan.
3. Pengontrol diferensial mempunyai suatu karakter untuk mendahului,
sehingga pengontrol ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan
sebelum pembangkit kesalahan menjadi sangat besar. Jadi pengontrol
diferensial dapat mengantisipasi pembangkit kesalahan, memberikan
aksi yang bersifat korektif dan cenderung meningkatkan stabilitas sistem.
4. Dengan meningkatkan nilai Kd, dapat meningkatkan stabilitas sistem
dan mengurangi overshoot.

Berdasarkan karakteristik pengontrol ini, pengontrol diferensial


umumnya dipakai untuk mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi tidak
memperkecil kesalahan pada keadaan tunaknya. Kerja pengontrol diferensial
hanyalah efektif pada lingkup yang sempit, yaitu pada periode peralihan. Oleh
sebab itu pengontrol diferensial tidak pernah digunakan tanpa ada kontroler
lainnya.
Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-masing pengontrol P, I
dan D dapat saling menutupi dengan menggabungkan ketiganya secara
paralel menjadi pengontrol proporsional plus integral plus diferensial
(pengontrol PID). Elemen-elemen pengontrol P, I dan D masing-masing
secara keseluruhan bertujuan :

1. mempercepat reaksi sebuah sistem mencapai set point-nya


2. menghilangkan offset
3. menghasilkan perubahan awal yang besar dan
mengurangi overshoot.

1.2.9 Diagram blok


Penggambaran suatu sistem atau komponen dari sistem dapat
berbentuk blok (kotak) yang dilengkapi dengan garis sinyal masuk dan
keluar. Sinyal dapat berupa arus listrik, tegangan (voltase), tekanan, aliran
cairan, tekanan cairan, suhu, pH, kecepatan, posisi dan sebagainya. Sinyal
yang perlu digambarkan hanyalah sinyal masuk dan sinyal keluar yang
secara langsung berperan dalam sistem. Sedangkan sumber energi atau
massa yang masuk biasanya tidak digambarkan.

Diagram blok lengkap sistem pengendalian proses pemanasan


digambarkan sebagai berikut :
W-
r+ e U M+ C
GC GV GP

y-

Gambar 1.8 diagram blok lengkap system pengendalian proses

Keterangan gambar :

r+ = nilai acuan atau setpoint value (SV)

e = sinyal galat (error) dengan e = r –y


y = sinyal pengukuran

u = sinyal kendali (sinyal standar)

M+ = variabel termanipulasi (Flow In)

W- = variabel gangguan (Flow Out)

C = variabel proses (Level Air)

GC = unit pengendali (Komputer)

GV = katub pengendali (Solenoid Valve)

GP = sistem proses (Tangki)

H = transmiter

Dalam diagram blok, sistem kontrol dapat digambarkan seperti di atas.


Ilustrasinya adalah sebagai berikut : Didalam suatu sistem proses dalam hal ini
tangki proses di dalamnya terdapat sensor yang terkoneksi dengan transmitter,
kemudian sensor melakukan pengukuran terhadap process variabel yakni level air
di dalam tangki yang dikonversi menjadi sinyal elektrik yang selanjutnya
ditransmisikan oleh transmitter dan menghasilkan sinyal pengukuran. Kemudian
Controller (computer) menerima sinyal hasil pengukuran tersebut dan
membandingkannya dengan nilai Set-point. Berdasarkan hasil perbandingan ini,
nilai error yang terjadi sebagai dasar bagi Controller (computer) untuk melakukan
perhitungan ulang. Pada basis keputusan ini, Controller (computer) kemudian
mengirimkan sinyal kendali ke Final Control Element (solenoid valve) , selanjutnya
unit kendali akhir (solenoid valve) menanggapi sinyal kendali tersebut dengan
mengoreksi menggunakan variable termanipulasi (Flow in) dan begitu seterusnya.
Namun selain variable termanipulasi nilai level air di dalam tangki proses juga
dipengaruhi oleh variable termanipulasi (flow out).
1.2.10 Jenis unit pengendali akhir
1.2.10.1 Soleoide Valve

Solenoid Valve (SV) atau Katup listrik adalah katup yang digerakan oleh
energi listrik, mempunyai koil sebagai penggeraknya yang berfungsi untuk
menggerakan piston yang dapat digerakan oleh arus AC maupun DC, sv
mempunyai lubang keluaran, lubang masukan dan lubang exhaust, lubang masukan
diberi kode P, berfungsi sebagai terminal / tempat udara masuk atau supply, lalu
lubang keluaran, diberi kode A dan B, berfungsi sebagai terminal atau tempat udara
keluar yang dihubungkan ke beban, sedangkan lubang exhaust diberi kode R,
berfungsi sebagai saluran untuk mengeluarkan udara terjebak saat piston bergerak
atau pindah posisi ketika solenoid valve ditenagai atau bekerja.
Cara Kerja Solenoid Valve

Solenoid valve merupakan salah satu alat atau komponen kontrol yang salah
satu kegunaannya yaitu untuk menggerakan tabung cylinder, Solenoid Valve
merupakan katup listrik yang mempunyai koil sebagai penggeraknya yang mana
ketika koil mendapat supply tegangan maka koil tersebut akan berubah menjadi
medan magnet sehingga menggerakan piston pada bagian dalamnya ketika piston
berpindah posisi maka pada lubang keluaran A atau B dari Solenodi Valve akan
keluar udara yang berasal dari P atau supply, pada umumnya Solenoid Valve
mempunyai tegangan kerja 100/200 VAC namun ada juga yang mempunyai
tegangan kerja DC.
1.2.10.2 Propotional Solenoide Valve

Proportioning Solenoid valve adalah katup yang digerakan oleh energi listrik,
mempunyai kumparan sebagai penggeraknya yang berfungsi untuk menggerakan
piston yang dapat digerakan oleh arus AC maupun DC, proportioning solenoid
valve atau katup (valve) solenoida mempunyai lubang keluaran, lubang masukan
dan lubang exhaust, lubang masukan, berfungsi sebagai terminal / tempat cairan
masuk atau supply, lalu lubang keluaran, berfungsi sebagai terminal atau tempat
cairan keluar yang dihubungkan ke beban, sedangkan lubang exhaust, berfungsi
sebagai saluran untuk mengeluarkan cairan yang terjebak saat piston bergerak atau
pindah posisi ketika solenoid valve bekerja. Proportioning Solenoid Valve juga
dilengkapi oleh Amplifier yang berfungsi sebagai penguat arus (signal) sehingga
hasil keluaran terbebas dari gangguan.
Prinsip kerja dari proportioning solenoid valve/katup (valve) solenoida yaitu
katup listrik yang mempunyai koil sebagai penggeraknya dimana ketika koil
mendapat supply tegangan maka koil tersebut akan berubah menjadi medan magnet
sehingga menggerakan piston pada bagian dalamnya ketika piston berpindah posisi
maka pada lubang keluaran dari solenoid valve akan keluar cairan yang berasal
dari supply, pada umumnya solenoid valve mempunyai tegangan kerja 100/200
VAC namun ada juga yang mempunyai tegangan kerja DC.
Kemudian hubungan antara PSV dan Control Valve yaitu signal kendali di
kirim ke katup kendali (control valve), pada praktikum kali ini katup kendali yang
digunakan adalah PSV (Proportioning Solenoid Valve), PSV akan menerjemahkan
signal kendali menjadi aksi / koreksi sehingga hasil keluaran sesuai dengan yang di
inginkan (mendekati set point).

Gambar 2.5 Propotioning solenoid valve


BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
 Alat yang digunakan adalah armfield PCT 40 level control
 Bahan yang digunakan adalah air PDAM

2.2 Prosedur Kerja


2.2.1 Safety (Keamanan Operasi) dan Prosedur Umum
1. Memastikan seluruh sambungan kabel dan unit komputer pengendali
bebas dari genangan air untuk menghindari konslet.
2. Memastikan seluruh valve dalam keadaan tertutup sebelum
menyalakan peralatan.
3. Memasang selang air dari valve input ke kran sumber air.
4. Memasang kabel power unit armfield ke komputer dan ke saklar
listrik.
5. Memasang kabel USB yang menghubungkan unit armfield dengan
komputer.
6. Menyalakan saklar power yang terdapat dibagian belakang unit
armfield.
7. Menyalakan saklar power yang terdapat dibagian depan unit armfield.
8. Menyalakan komputer, memilih Start dan mengklik icon Armfield
PCT 40.
2.2.2 Floating switch
1. Memasang selang penghubung dari output SOL 1 ke konektor
yang terdapat pada bagian bawah tangki proses
2. Memastikan kran air input sudah dibuka
3. Menjalanan program PCT 40 dan memilih “Section 1 : Level
Control (inflow)”
4. Membuka valve SOL 1 sehingga air mengalir ke dalam tangki
dengan cara: memilih icon “control” dan memilih mode operasi
“manual”, kemudian set “manual output” pada 100%, set point
160mm dan click ‘Apply’. Setelah itu tutup screen “PID
controller”
5. Periksa flow rate air diantara 250ml/min-1450ml/min dengan
mengatur pressure regulator
6. Pilih icon “go” untuk memulai percobaan
7. Amati respon tdari float switch saat air telah menyentuh sensor
tersebut
8. Klik SOL 2 untuk membuka valve tersebut kemudian amati lagi
respon dari float switch
9. Klik SOL 3 dan amati respon dari float switch
10. Tutup SOL 2 dan 3 dengan mengklik icon dan amati respon dari
floating switch
11. Pilih icon “stop” untuk mneghentika “record data” percobaan
12. Menutup valve SOL 1 dengan memilih icon “control”, mode
“off” dan set ‘manual output’ pada 0% dan click apply. Setelah
itu tutup creen “PID controller
13. Membuka grafik dan table data, buat analisa dari kondisi operasi
dan data yang di ”record” selama percobaan
2.2.3 Differential level sensor
1. Memasang selang penghubung dari output SOL 1 ke konektor
yang terdapat pada bagian bawah tangki proses
2. Memastikan kran air input sudah dibuka dan men-setting
ketinggian elektroda sensor (catatan: disarankan dimulai dengan
posisi elektroda biru 20mm dari bagian atas tangki dan elektroda
merah 50mm dari bagian atas tangki)
3. Menjalankan program PCT 40 dan memilih “section 1: Level
Control (inflow)”
4. Memilih “differential level”
5. Memilih icon “control”, set point 110mm, dan memilih mode
operasi “automatic”. Setelah itu tutup screen “PID controller”
6. Periksa flow rate air diantara 350ml/min-1450ml/min dengan
mengatur “pressure regulator”
7. Pilih icon “go” untuk memulai percobaan
8. Amati respon dari differential sensor saat air telah menyentuh
sensor tersebut
9. Klik SOL 2 untuk membuka valve tersebut kemudian amati lagi
respon dari differential sensor
10. Klik SOL 3 dan amati respon dari differential sensor
11. Tutup SOL 2 dan 3 dengan meng”klik” icon dan amati respon
dari differential sensor
12. Pilih icon “stop” untuk menghentikan “record data” percobaan
13. Menutup valve SOL 1 dengan memilih icon “control” dan “off”
kemudian click apply. Setelah itu tutup screen “PID controller”
14. Buka grafik dan table data, buat analisa dari kondisi operasi dan
data yang di “record” selama percobaan

 Proprotional Band
1. Memasang selang penghubung dari out put SOL 1 ke konektor yg
terdapat pada bagian bawah tangki proses.
2. Setelah menghidupkan komputer, mengklik “Start”
3. Memilih program PCT 40 dan memilih “section 1 :level Control
(inflow)” lalu “load”
4. Mengklik “control” dan mengeset
 Sampling : automatic
 Setpoint : 100 mm
 Proposional band : 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%
 Integral time :0s
 Derivative time :0s
5. Mengklik apply lalu mengklik OK
6. Klik SOL 3 untuk membuka valve
7. Mengklik ikon GO untuk memulai percobaan
8. Menunggu sampai 10 menit lalu mengklik ikon STOP untuk
menghentikan proses pengambilan data
9. Simpan data dengan mengklik save as, ganti nama dan ubah type
file dengan xls
 Integral Time
10. Memasang selang penghubung dari out put SOL 1 ke konektor
ynag terdapat pada bagian bawah tangki proses.
11. Setelah menghidupkan komputer, mengklik “Start”
12. Memilih program PCT 40 dan memilih “section 1 :level Control
(inflow)” lalu “load”
13. Mengklik “control” dan mengeset
 Sampling : automatic
 Setpoint : 100 mm
 Proposional band : 20
 Integral time : 40 s, 80 s, 120 s, 160 s, 200 s
 Derivative time :0s
14. Mengklik apply lalu mengklik OK
15. Klik SOL 3 untuk membuka valve
16. Mengklik ikon GO untuk memulai percobaan
17. Menunggu sampai 5 menit lalu mengklik ikon STOP untuk
menghentikan proses pengambilan data
18. Simpan data dengan mengklik save as, ganti nama dan ubah type
file dengan xls

 Derivatif Time
19. Memasang selang penghubung dari out put SOL 1 ke konektor
ynag terdapat pada bagian bawah tangki proses.
20. Setelah menghidupkan komputer, mengklik “Start”
21. Memilih program PCT 40 dan memilih “section 1 :level Control
(inflow)” lalu “load”
22. Mengklik “control” dan mengeset
 Sampling : automatic
 Setpoint : 100 mm
 Proposional band : 20
 Integral time : 40 s
 Derivative time : 3 s, 6 s, 9 s
23. Mengklik apply lalu mengklik OK
24. Mengklik ikon GO untuk memulai percobaan
25. Klik SOL 3 untuk membuka valve
26. Menunggu sampai 5 menit lalu mengklik ikon STOP untuk
menghentikan proses pengambilan data
27. Simpan data dengan mengklik save as, ganti nama dan ubah type
file dengan xls
BAB III
DATA DAN PEMBAHASAN

3.1 Data
Terlampir

3.2 Pembahasan Hasil


3.2.1 Instrumen dan mode pengendalian
Praktikum control kali ini menggunakan instrument armfield PCT 40
control level , sensor yang digunakan adalah float switch sensor dan
differential sensor sedangkan final controller yang digunakan adalah
solenoid valve dan proportional solenoid valve (PSV). Pada praktikum level
control ini yang berperan sebagai process variable ialah level air (ketinggian
permukaan air) dalam tangki proses dan flow in (laju alir masuk) sebagai
manipulated variable . selain itu terdapat pula flow out (laju alir keluar) yang
berperan sebagai disturbance variable . Set point yang diinginkan adalah
sebesar 100 mm .

Prinsip utama percobaan control level adalah berusaha mengatur flow


in agar level air pada tangki operasi tetap berada pada nilai set point yang
telah ditentukan walaupun terdapat variabel gangguan berupa flow out dari
sol 2 dan 3 yang terbuka. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik penggunaan float switch sensor dan differential sensor serta
mengetahui karakteristik optimum dari mode pengendalian PID yang telah
divariasikan, kondisi optimum yang dimaksudkan ialah kondisi dimana
sistem pengendalian memiliki settling time atau waktu respon yang cepat ,
nilai offset yang kecil dan sistem yang stabil (tidak berosilasi).

Sistem pengendalian control yang digunakan ialah sistem


pengendalian tertutup dimana nilai keluaran ( nilai hasil pengukuran level air
) yang dihasilkan berpengaruh langsung terhadap aksi dari final controller
(solenoid valve) yang berupaya untuk mempertahankan nilai level sehingga
sama bahkan hampir sama dengan set point walaupun terdapat gangguan
(flow out) pada sistem.sedangkan sistem pengendali final controller yang
digunakan ialah reverse mode sebab saat nilai hasil pengukuran level air
melebihi nilai set point maka solenoid valve atau proportional solenoid valve
akan memberikan aksi dengan cara memperkecil nilai bukaan dari sol
tersebut sehingga nilai error yang terjadi dapat diperkecil atau bahkan
dihilangkan, begitupula sebaliknya. Pada praktikum section pertama untuk
mengetahui karakteristik sensor digunakan mode on/off dimana nilai bukaan
final controller hanya 1 dan 100 sedangkan pada praktikum section ke dua
untuk mengetahui karakteristik sistem pengendalian PID yang optimum
digunakan sistem pengendalian mode reverse kontinyu.

3.2.2 Karakteristik sensor


Kontrol level merupakan praktikum yang bertujuan untuk
mempertahankan level air didalam tangki proses agar sesuai set point .

Pada control level dengan menggunakan float switch sensor mode


on/off. Sensor jenis float switch merupakan sensor yang bekerja
menggunakan prinsip daya apung . Sensor tersebut bukan membaca level
pada tangki namun sensor hanya memberikan perintah pada system untuk
meng-on/offkan SOL 1 mengikuti naik turunnya level air yang ada di dalam
tangki.

Semua proses terjadi di dalam tangki proses. Pada saat level air
dalam tangki meningkat sehingga permukaan air menyentuh float switch
sensor dan menyebabkan sensor apung bergerak naik ke batas atas lalu
menghasilkan perintah berupa sinyal kendali ke komputer sebagai unit
kendali , setelah itu komputer mengirim sinyal kendali ke unit pengendali
akhir berupa solenoid valve untuk meng-off-kan (menutup) sol 1sehingga
tidak ada air yang masuk kedalam tangki. Karena terdapat variable
gangguan berupa terbukanya sol 2 dan sol 3 menyebabkan level air didalam
tangki berkurang sekaligus menyebabkan sensor apung bergerak turun ke
batas bawah lalu menghasilkan perintah ke solenoid valve untuk meng-on-
kan (membuka) sol 1 sehingga level air di dalam tangka meningkat kembali
. Begitupula seterusnya.
Percobaan kedua adalah control level dengan menggunakan sensor
differential switch sensor . sensor ini bekerja berdasarkan pada beda
potensial yang dihasikan oleh kedua elektroda. Elektroda dipasang pada
bagian atas tangki pada ketinggian yang berbeda (tidak dalam keadaan
sejajar). Saat level air dalam tangki telah menyentuh kedua elektroda, akan
menimbulkan perbedaan potensial dan transmitter akan mengirimkan sinyal
listrik kepada sistem untuk mengirimkan sinyal kepada solenoid valve untuk
menutup katup karena terdapat variable gangguan berupa terbukanya sol 2
dan sol 3 sehingga menyebabkan level air turun dan level air hanya
menyentuh salah satu elektroda selanjutnya Transmitter akan membaca
beda potensial yang akan diubah menjadi sinyal listrik untuk dikirim ke
sistem komputer yang selanjutnya akan memberikan perintah kepada sol 1
untuk membuka katup. Sehingga ada aliran yang masuk ke dalam tangki
kembali dan proses akan terjadi seperti itu secara terus-menerus.

TIME VS LEVEL
300

250

200
LEVEL

150

100

50

0
00:01 01:01 02:01 03:01 04:01 05:01 06:01 07:01 08:01 09:01 10:01
ELAPSED TIME

differential sensor float switch sensor

Grafik 4.3.2.1
Dari grafik 4.3.2.1 dapat kita ketahui bahwa sensor apung (float
switch sensor) memiliki settling time ( waktu yang dibutuhkan sampai
mencapai keaadaan stabil) lebih cepat dibandingkan differential sensor.
Stabilitas (kepekaan) float switch sensor adalah cukup baik hal ini
dikarenakan singkatnya waktu yang dibutuhkan untuk fluida mencapai
batas atas dan batas bawah dari sensor apung sehingga sensibilitas sensor
untuk mengirim sinyal ke final controller juga semakin baik , sedangkan
untuk differential sensor memiliki nilai sensibilitas yang kurang baik
dikarenakan jarak antar elektroda yang cukup jauh sehingga waktu yang
dibutuhkan oleh permukaan air untuk menyentuuh masing-masing
elektroda juga semakin lama sehingga tingkat kepekaan nya juga rendah.
Selanjutnya tolak ukur yang ketiga ialah sensitivitas, baik float switch
sensor maupun differential sensor memiliki sensitivitas yang cukup baik ,
hal ini dapat dilihat dari respon yang ditunjukkan saat terjadi perubahan
pada PV ( level air ) maka secara otomatis sensor akan mengirimkan sinyal
kendali sehingga final controller (solenoid) dapat memberikan aksi dengan
membuka atau menutup sol sesuai dengan perubahan level yang terjadi.
Jadi berdasarkan tolak ukur diatas , float switch sensor memiliki
keunggulan yakni respon cepat , sensibilitas dan seensitifitas yang baik serta
dapat digunakan untuk semua jenis cairan baik volatile, non volatile maupun
flammable liquid. Berbeda halnya dengan defferential sensor yang memiliki
respon sangat lambat walaupun memiliki sensitivitas yang baik juga namun
penggunaan sensor ini terbatas hanya untuk larutan yang bersifat non
flammable sebab sensor ini bekerja dengan electrode menggunakan prinsip
perbedaan potensial yang tentunya berbahaya diterapkan pada cairan yang
mudah terbakar.
3.2.3 Karakteristik Proportional Band

Proportional Band
180

160

140

120
Level (mm)

100

80

60

40

20

0
00:00 01:40 03:20 05:00 06:40 08:20 10:00
Time (s)

PB 20% PB 40% PB 60% PB 100% set point

Grafik 4.2.12

Pengendali jenis proporsional akan memberikan koreksi yang


sebanding (proporsional) dengan nilai error. Pengendali jenis ini memiliki
karakter respon yang cepat namun nilai errornya besar. Seperti terlihat pada
grafik diatas terdapat 4 variasi nilai proportional band yakni 20%, 40% ,
80% dan 100% dan terdapat pula nilai set point pada 100 mm. Pemberian
variasi tersebut bertujuan untuk memperoleh sistem pengendalian PB yang
paling optimal dengan cara membandingkan ke-4 variasi PB dengan
karakter PB. Terlihat bahwa pada PB 20% paing mendekati set point atau
memiliki nilai error yang paling kecil dibandingkan variasi % PB yang lain
yakni error sebesar dan PB 40%, PB 60% dan 100% masing-masing adalah
sebagai berikut .Jadi dipilih nilai PB 20% karena memiliki nilai error
terkecil sehingga akurasinya tinggi , waktu respon tercepatdan sistem yang
stabil dan tidak mengalami osilasi.
3.2.3 Karakteristik Proportional Integral (PI)
Propotional Integral
180

160

140

120
Level (mm)

100

80

60

40

20

0
00:00 01:40 03:20 05:00 06:40 08:20 10:00
Time (s)

PI 20%, 40 s PI 20%, 80 s PI 20%, 120 s


PI 20%, 160 s PI 20%, 200 s set point2

Tahap kedua ialah memvariasikan nilai proportional integral yakni 40


s, 80 s, 120s, 160 s, dan 200 s . karakteristik jenis pengendalian proportional
integral memiliki waktu respon yang lebih lama disbanding PB namun
memiliki nilai offset yang lebih kecil bahkan sama dengan set point
sehingga nilai akurasinya sangat tinggi . berdasarkan grafik diatas dapat
diketahui bahwa jenis PI 40 second yang menunjukan kondisi yang paling
optimum sebab memiliki waktu respon yang cepat dan settling time ( waktu
yang dibutuhkan hingga respon tunak) yang paling cepat yakni sebesar
03.40 menit dibandingkan variasi PI yang lain , selain itu PI 40 sec memiliki
akurasi yang tinggi walaupun sempat memilki overshoot yang tinggi namun
dengan cepat mampu mengoreksi nilai errornya sehingga menyebabkan
sistem kembali stabil mendekati bahkan sama dengan set point. hal tersebut
menunjukkan bahwa PI 40 sec memiliki sensitivitas yang baik sebab
solenoid memberikan respon yang cepat terhadap nilai error yang terjadi.
3.2.4 Karakteristik Proportional Integral Derivative (PID)
Propotional Integral Derivatif
160

140

120

100
Level (mm)

80

60

40

20

0
00:01 05:01 10:00 15:01 20:00 25:01 30:01
Time (s)

PID 20%, 40 s , 3 s PID 20%, 40 s , 6 s PID 20%, 40 s , 9 s set point

Tahap ketiga ialah memvariasikan nilai Derivative yakni 3 s, 6 s, dan


9 s . Kelambatan akibat aksi integral dihilangkan dengan menambahkan aksi
derivatif pada pengendalian PI sehingga menghasilkan jenis pengendalian
PID. Aksi derivatif bertujuan untuk mempercepat respon sekaligus
memperkecil overshoot variabel proses dan menghilangkan offset sehingga
memiliki akurasi yang sangat tinggi. Namun penambahan derivatif
menyebabkan sistem menjadi peka terhadap noise. Berdasarkan grafik
diatas dapat diketahui bahwa jenis PID 9 second yang menunjukan kondisi
yang paling optimum sebab memiliki waktu respon yang cepat dan
overshoot yang paling kecil dibandingkan variasi PID yang lain . sehingga
sesuai dengan teori bahwa semakin besar nilai kd maka semakin tinggi
stabilitas sistem dan mengurangi overshoot.
3.2.4 Karakteristik Pengendalian Kontinyu (PB, PI, PID)
PB, PI & PID
180
160
140
120
Level (mm)

100
80
60
40
20
0
00:01 05:01 10:00 15:01 20:00 25:01 30:01
Time (s)

PID 20%, 40 s , 3 s PID 20%, 40 s , 6 s PID 20%, 40 s , 9 s


set point PI 20%, 40 s PI 20%, 80 s
PI 20%, 120 s PI 20%, 160 s PI 20%, 200 s
PB 20% PB 40% PB 60%
PB 100%

Grafik.4.2.15

Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa pengendalian Proportional


memiliki respon cepat namun nilai errornya besar sehingga akurasinya rendah ,
sedangkan setelah diberikan pengendalian integral nilai offset turun namun efek
integral menyebabkan respon sistem menjadi lambat . Penambahan mode
pengendalian derivative dimaksudkan untuk menghilangkan efek integral sehingga
respon sistem lebih cepat dan menurunkan overshoot sehingga menghilangkan
offset (akurasi sistem meningkat) walaupun sistem menjadi peka terhadap noise dan
sempat mengalami osilasi namun seiring berosilasi sistem berusaha mengoreksi
error hingga akhirnya menghilangkan offset dan stabil mendekati set point hal
tersebut terlihat pada PID dengan variasi nilai PB sebesar 20%, Integral sebesar 40
sec dan derivative 9 sec yang dijadikan sebagai kondisi optimum dalam
pengendalian level kali ini.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan level control yang telah dilakukan
dapat dapat disimpulkan bahwa :

- Prinsip kerja dari kontrol level ini adalah mengendalikan flow in (MV)
agar level air (PV) dalam tangki proses sesuai dengan nilai level yang
diinginkan (set point) walaupun terdapat flow out (Disturbance
variable).
- Float switch sensor lebih baik digunakan karena memiliki respon yang
cepat , sensibilitas dan sensitivitas yang baik, stabil, tidak berosilasi ,
dan dapat digunakan untuk berbagai jenis larutan.
- Sistem pengendalian yang optimum ialah sistem dengan variasi nilai
pengendalian Proporsional band 20%, Integral 40% dan Derivatif 9%
.sehingga diperoleh offset kecil dan respon cepat.
- Pengendali Proporsional yang baik yaitu dengan nilai PB yang kecil dan
Kp yang besar sehingga respon lebih cepat dan memiliki tanggapan
yang cepat juga dapat mengkoreksi suatu kesalahan.
- Semakin tinggi nilai Kd maka dapat meningkatkan stabilitas sistem dan
mengurangi overshoot.

4.2 Saran
- Sebaiknya praktikan menunggu hingga grafik telah menunjukan
kestabilan sehingga dapat diamati nilai sensibilitas , sensitivitas dan
akurasi masing-masing data yang diperoleh.
- Sebaiknya praktikan memastikan level tangki benar-benar kosong
sebelum melakukan pembacaan data, sehingga perlakuan pada semua
variasi sistem sama dan dapat dibandingkan.
Daftar Pustaka

Penuntun Praktikum Kontrol Level, Teknik Kimia Samarinda

Buku ajar Pengendalian Proses, Teknik Kimia. Samarinda: Polnes


LEVEL LEVEL (mm)

0
50
100
150
200
250
300
0
20
40
60
80
100
120
140
00:01 00:01
00:21 00:11
00:41 00:21
01:01 00:31
01:21 00:41
01:41 00:51
02:01 01:01
02:21 01:11
02:41 01:21
03:01 01:31
03:21 01:41
03:41 01:51
04:01 02:01
4.1 Grafik level sistem pengendalian on/off

04:21 02:11
04:41 02:21
Lampiran

Level

Level
05:01 02:31
05:21 02:41

Grafik 4.1.2. On/Off Level Switch Selenoid 1 Open


Grafik 4.1.1 On/Off Level Switch Selenoid 1 Open

ELAPSED TIME
ELAPSED TIME
05:41 02:51
FLOATING SWITCH

06:01 03:01

DIFFERENSIAL SENSOR
06:21 03:11
06:41 03:21
07:01 03:31
07:21 03:41
07:41 03:51
08:01 04:01
08:21 04:11
08:41 04:21
09:01 04:31
09:21 04:41
09:41 04:51
10:01 05:01
Grafik 4.1.3 On/Off Level Switch (Differential Level dan float switch sensor)
Solenoid 1 Open

TIME VS LEVEL
300

250

200
LEVEL

150

100

50

0
00:01
00:21
00:41
01:01
01:21
01:41
02:01
02:21
02:41
03:01
03:21
03:41
04:01
04:21
04:41
05:01
05:21
05:41
06:01
06:21
06:41
07:01
07:21
07:41
08:01
08:21
08:41
09:01
09:21
09:41
10:01
ELAPSED TIME

differential sensor float switch sensor

4.2 Grafik level sistem pengendalian kontinyu


0
20
40
60
80
100
120
140
180
160
LEVEL
00:01

0
20
40
60
80
100
120
140
160
00:20
00:00
00:40
00:20
01:00
00:40
01:20
01:00
01:40
01:20
02:00
01:40
02:20 02:00
02:40 02:20
03:00 02:40
03:20 03:00
03:40 03:20
04:00 03:40
04:20 04:00

Level
Level
04:40 04:20
05:00 04:40

PB 40%
PB 20%

05:20 05:00
TIME

05:40 05:20
Set

Set
Point

Point
06:00 05:40
06:00

Grafik 4.2.2 Proposional 40% PSV Solenoid 2,3 Open


Grafik 4.2.1 Proposional 20% PSV Solenoid 2,3 Open

06:20
06:20
06:40
06:40
07:00
07:00
07:20
07:20
07:40
07:40
08:00 08:00
08:20 08:20
08:40 08:40
09:00 09:00
09:20 09:20
09:40 09:40
10:00 10:00
20
40
60
80
100
120
140
160
180
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180

0
00:00 00:00
00:20 00:20
00:40
00:40
01:00
01:00
01:20
01:20 01:40
01:40 02:00
02:00 02:20
02:20 02:40
03:00
02:40
03:20
03:00
03:40
03:20 04:00
03:40 04:20

Level

Level
04:00 04:40
04:20 05:00
PB 60%

PB 100%
05:20
04:40

Set
05:40
Set

Point
Point
05:00
06:00
Grafik 4.2.3 Proposional 60% PSV Solenoid 2,3 Open

05:20 06:20

Grafik 4.2.4 Proposional 100% PSV Solenoid 2,3 Open


05:40 06:40
06:00 07:00
06:20 07:20
07:40
06:40
08:00
07:00 08:20
07:20 08:40
07:40 09:00
08:00 09:20
09:41
08:20
10:00
20
40
60
80
100
120
140
160
180
0
20
40
60
80
100
120
140
160

0
00:01 00:01
00:21 00:21
00:41 00:41
01:01 01:01
01:21 01:21
01:41 01:41
02:01 02:01
02:21 02:21
02:41 02:41
03:01 03:01
03:21 03:21
03:41 03:41
04:01 04:01
04:21 04:21

Level
Level
04:41 04:41
05:01 05:01

PI 80%
PI 40%

05:21 05:21

Set
Set
05:41 05:41

Point
Point
06:01 06:01
06:21 06:21
06:41 06:41
07:01 07:01
07:22 Grafik 4.2.6 Proposional Integral 80% PSV Solenoid 2,3 Open 07:22
Grafik 4.2.5 Proposional Integral 40% PSV Solenoid 2,3 Open

07:40 07:40
08:00 08:00
08:20 08:20
08:41 08:41
09:00 09:00
09:20 09:20
09:40 09:40
10:02 10:02
0
20
40
60
80
100
120
140
160
0
20
40
60
80
100
120
140
160
00:00 00:01
00:20 00:21
00:41 00:41
01:01 01:01
01:21 01:21
01:41 01:41
02:01 02:01
02:21 02:21
02:41 02:41
03:01 03:01
03:21 03:21
03:41 03:41
04:01 04:01
04:21 04:21

Level

Level
04:41 04:41
05:01 05:01

PI 160%
PI 120%

05:21 05:21
05:41 05:41
Set

Set
Point

PoiNT
06:01 06:01
06:21 06:20
06:40 06:40
07:00 07:02
07:20 Grafik 4.2.8 Proposional Integral 160% PSV Solenoid 2,3 Open 07:21
Grafik 4.2.7 Proposional Integral 120% PSV Solenoid 2,3 Open

07:41 07:41
08:01 08:01
08:20 08:21
08:40 08:41
09:00 09:01
09:21 09:20
09:41 09:40
10:01 10:01
]

0
20
40
60
80
100
120
140
160
0
20
40
60
80
100
120
140
160
00:01 00:00
00:31 00:20
01:01 00:40
01:31 01:00
02:01 01:20
02:31 01:40
03:01 02:00
03:31 02:20
04:01 02:40
04:31 03:00
05:01 03:20
05:31 03:40
06:01 04:00
06:30 04:20

LEVEL
07:00

Level
04:40
07:30 05:00
08:00 05:20
PI 200%

08:31 05:41
Set
09:01
06:00
Point
09:31

PB 20% PI 40 s D 3 s

SET POINT
06:21
10:00
06:41
10:31
07:00
11:01
07:21
11:31
07:41
12:01
Grafik 4.2.9 Proposional Integral 200% PSV Solenoid 2,3 Open

08:00
12:31
08:21
Grafik 4.2.10 Proposional Integral Derivatif PSV Solenoid 2,3 Open
13:00
08:40
13:30
09:01
14:01
09:21
14:30
09:40
15:00
10:01
15:31
10:20
0
20
40
60
80
100
120
140
160
LEVEL
00:01

0
20
40
60
80
100
120
160
140
00:31
00:01
01:01
01:01
01:31
02:01
02:01
03:01
04:01 02:31
05:01 03:01
06:01 03:31
07:00 04:01
08:00 04:31
09:01 05:01
10:00 05:31
11:01 06:01
12:01

Level
Level
06:31
13:00 07:01
14:00 07:31
15:01
08:01

TIME
16:01
08:30
17:00

PID 20% , 40 s, 9 s
pid 20% , 40 s , 6 s

Set Point
Set Point
09:01
18:00
09:30
19:01
10:00
20:00
21:00 10:31
22:01 11:00
23:01 11:30
24:01 12:00
Grafik 4.2.11 Proposional Integral Derivatif PSV Solenoid 2,3 Open
Grafik 4.2.11 Proposional Integral Derivatif PSV Solenoid 2,3 Open

25:01 12:30
26:01 13:00
27:01 13:30
28:01 14:00
29:01 14:31
30:01
Grafik 4.2.12 Proposional Band

Proportional Band
180

160

140

120
Level (mm)

100

80

60

40

20

0
00:00 01:40 03:20 05:00 06:40 08:20 10:00
Time (s)

PB 20% PB 40% PB 60% PB 100% set point


Grafik 4.2.13 Proposional Integral

Propotional Integral
180

160

140

120
Level (mm)

100

80

60

40

20

0
00:00 01:40 03:20 05:00 06:40 08:20 10:00
Time (s)

PI 20%, 40 s PI 20%, 80 s PI 20%, 120 s


PI 20%, 160 s PI 20%, 200 s set point2

Grafik 4.2.14 Proposional Integral Derivative

Propotional Integral Derivatif


160

140

120

100
Level (mm)

80

60

40

20

0
00:01 05:01 10:00 15:01 20:00 25:01 30:01
Time (s)

PID 20%, 40 s , 3 s PID 20%, 40 s , 6 s PID 20%, 40 s , 9 s set point


30:01
29:40
29:21
29:01
28:41
28:20
28:01
27:41
27:20
27:01
26:41
26:21
26:01
25:41
25:21
25:01
PID 20%, 40 s , 6 s

24:41
24:21
24:01
23:41
PI 20%, 160 s

23:21
PI 20%, 40 s

23:01
22:41
22:21
22:01
21:41
PB 60%

21:21
21:00
20:41
20:20
20:00
19:41
19:20
19:01
18:41
18:20
18:00
17:41
17:21
17:00

PID 20%, 40 s , 3 s
16:40
16:21
16:01
15:40 Time (s)

PI 20%, 120 s
15:20
15:01
kontinu

14:41
14:21
14:00

set point
13:40

PB 40%
13:21
13:00
12:40
12:21
12:01
11:41
11:20
11:01
10:41
10:20
10:00
09:41
09:21
09:01

PID 20%, 40 s , 9 s
08:40
08:21
08:00
07:40

PI 20%, 200 s
07:21
07:00

PI 20%, 80 s
06:40
06:21
06:01

PB 100%
05:41

PB 20%
05:21
05:01
04:41
04:21
04:01
03:41
03:21
03:01
02:41
02:21
02:01
01:41
01:21
01:01
00:41
00:21
00:01

160
180

140
120
100
80
60
40
20
0
Level (mm)

Anda mungkin juga menyukai