DASAR TEORI
1.1 Tujuan Percobaan
1. Mengetahui cara kerja PCT 40 level control.
2. Mempelajari sistem kontrol level mode on/off dengan mengguakan selenoid valve
(SOL 1).
3. Mempelajari karakter kerja float switch sensor.
4. Mempelajari karakter kerja differential level switch sensor.
Solenoid valve pneumatic adalah katup yang digerakan oleh energi listrik melalui
solenoida, mempunyai kumparan sebagai penggeraknya yang berfungsi untuk menggerakan
piston yang dapat digerakan oleh arus AC maupun DC, solenoid valve pneumatic atau katup
(valve) solenoida mempunyai lubang keluaran, lubang masukan dan lubang exhaust.
Lubang masukan, berfungsi sebagai terminal / tempat udara bertekanan masuk atau supply
(service unit), sedangkan lubang keluaran berfungsi sebagai terminal atau tempat tekanan angin
keluar yang dihubungkan ke pneumatic, dan lubang exhaust, berfungsi sebagai saluran untuk
mengeluarkan udara bertekanan yang terjebak saat plunger bergerak atau pindah posisi ketika
solenoid valve pneumatic bekerja. Solenoid valve adalah elemen kontrol yang paling sering
digunakan dalam fluidics. Tugas dari solenoid valve adalah untuk mematikan, release, dose,
distribute atau mix fluids. Solenoid Valve banyak sekali jenis dan macamnya tergantung type
dan penggunaannya, namun berdasarkan modelnya solenoid valve dapat dibedakan menjadi dua
bagian yaitu solenoid valve single coil dan solenoid valve double coil keduanya mempunyai cara
kerja yang sama. Solenoid valve banyak digunakan pada banyak aplikasi. Solenoid valve
menawarkan switching cepat dan aman, keandalan yang tinggi, awet/masa service yang cukup
lama, kompatibilitas media yang baik dari bahan yang digunakan, daya kontrol yang rendah dan
desain yang kompak.
Floating Switch level bekerja berdasarkan pelampung yang terdapat dalam tangki.
Cara kerja adalah pada saat sistem membuka (SOL1=1), maka level (ketinggian) air dalam
tangki akan bertambah. Jika ketinggian air telah mengenai pelampung yang penyebabkan
pelampung tersebut tenggelam hingga batas tertentu, maka sistem dengan otomatis akan
mati dan SOL akan menutup (SOL1=0) sebagai nilai offset ataupun sebaliknya, jika fluida
dalam tangki berkurang dan membuat pelampung tersebut turun hingga batas tertentu maka
sistem akan membuka kembali (SOL1=1). Sensor ini bekerja pada sistem ON-OFF, dimana
set point akan sama dengan offset bawah yaitu pada saat sistem membuka (SOL1=1). Pada
saat sistem menutup, maka sensor ini akan bekerja secara buka-tutup untuk menstabilkan
ketinggian air yang ada dalam tangki. Sensor floating switch level ini merupakan jenis
sensor yang paling sederhana dari sensor level namun offset dan respon yang paling cepat
dibandingkan sensor level yang ada pada alat PCT 40.
Gambar 4. Floating Switch Sensor
b. Differensial level Switch Sensor
Sensor ini bekerja dengan membedakan batas atas dan batas bawah. Cara kerja dari
sensor ini adalah elektroda negative dipasang lebih rendah dari elektroda positif sehingga jika
fluida diisi ke dalam tangki maka elektroda negative akan tersentuh fluida tersebut lebih dulu
dan membuat larutan memiliki muatan listrik dan ketika larutan menyentuh elektroda positif
maka sistem akan mati dengan sendirinya. Sensor ini memiliki offset yang lebih kecil dari
pressure kontrol dan respon yang lebih cepat namun sangat berbahaya untuk cairan yang
mudah terbakar karena sensor ini bekerja dengan adanya perbedaan potensial. Batas bawah
pada sensor ini berfungsi sebagai emergency switch, yaitu seandainya jika sistem membuka
hingga air mencapai batas atas, namun solenoid tidak bekerja maka batas bawah solenoid
harus bekerja dengan cepat sebelum ditinggalkan oleh cairan (air). Sensor jenis ini juga
bekerja dengan sistem ON-OFF, dimana nilai set point akan sama dengan offset bawah
(SOL1=1).
METODOLOGI
1. Memasang selang penghubung dari output SOL 1ke konektor yang terdapat pada
bagian bawah tangki proses.
2. Memastikan kran air inpt sudah dibuka.
3. Menjalankan program PCT 40 dan memilih “Section : Level Control (inflow)”
4. Membuka valve SOL 1 sehingga air mengalir kedalam tangki dengan cara; memilih
icon “control” dan memilih mode operasi “manual”, kemudian set “Manual Output”
pada 100% dan klik Aply, setelah itu tutup screen “PID controller”.
5. Periksa flow rate air diantara 350 mL/min dengan mengatur pressure regulator.
6. Pilih icon “go” untuk memulai percobaan.
7. Amati respon dari float switch saat air telah menyentuh sensor tersebut.
8. Klik SOL 3 untuk membuka valve tersebut kemudian amati respon dari float switch.
9. Diwaktu 10 menit, pilih icon “Stop” untuk menghentikan record data percobaan.
10. Menutup valve SOL 1dengan memilih icon “control”, mode “off” dan set “Manual
Output” pada 0% dan klik aply. Setelah itu tutup sreen “PID controller”.
11. Membuka grafik dan tabel data, buat analisa dari kondisi operasi dan data yang di
record selama percobaan.
1. Memasang selang penghubung dari output SOL 1 ke konektor yang terdapat pada
bagian bawah tangki proses.
2. Memastikan kran input sudah dibuka dan men-setting ketinggian elektroda sensor
(catatan: disarankan dimulai dengan posisi elektroda biru 20 mm dari bagian atas
tangki dan elektroda merah 50 mm dari bagian atas tangki).
3. Menjalankan program PCT 40 dan memilih “Section 1: Level Control (inflow)”
4. Memilih “differential level”
5. Memilih icon “control” dan memilih mode operasi “automatic”. Setelah itu tutup
screen :PID controller”
6. Periksa flow rate air diantara 350 mL/min – 1450 mL/min dengan mengatur “pressure
regulator”
7. Pilih icon “go” untuk memulai percobaan
8. Amati respon dari differential sensor saat air telah menyentuh sensor tersebut
9. Klik SOL 3 untuk membuka valve tersebut kemudian amati respon dari differential
sensor
10. Ubah posisi elektroda merah sehingga jaraknya 30 mm dari bagian atas tangki .
pembacaan dilakukan sebanyak tiga kali naik turun.
11. Pilih icon “stop” untuk menghentikan record data percobaan.
12. Menutup valve SOL 1dengan memilih icon “control”, mode “off kemudian klik aply.
Setelah itu tutup sreen “PID controller”.
13. Membuka grafik dan tabel data, buat analisa dari kondisi operasi dan data yang di
record selama percobaan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pembahasan
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui cara kerja PCT 40, mempelajari
sistem control level mode on/off dengan menggunakan solenoid Valve (SOL 1), mempelajari
karakter kerja float switch sensor, dan mempelajari karakter kerja Differential level switch
sensor. Pada percobaan ini, praktikum menggunakan alat PCT 40 level control. Prinsip
praktikum control level ini adalah agar laju alir masuk dan laju alir keluar pada tangki operasi
tetap stabil pada level atau keadaan yang diinginkan (set point). Pada praktikum kali ini ada
beberapa variabel yang berperan seperti:
1) Process variable= level air
2) Manipulated variable= flow air
3) Gangguan= flow air pada SOL 3
4) Variabel masuk dan variabel keluar= level air dan flow air
5) Beban = ∆h
6) Set point= 105 mm
Pada solenoid valve terdapat 2 sensor yang digunakan yaitu floating switch sensor dan
differential level switch sensor. Floating switch sensor dapat bekerja dengan mode manual
maupun mode otomatis, tetapi hal ini tidak mempengaruhi respon yang dihasilkan karena respon
yang dihasilkan bekerja sesuai dengan ketinggian float sensor (berdasarkan pelampung yang
terdapat dalam tangki). Sensor ini bekerja dengan sistem on/off (pada saat sistem menutup maka
sensor akan berkeja secara buka tutup untuk menstabilkan ketinggian fluida yang ada di dalam
tangki). Pada saat sistem membuka (SOL 1=1) maka level fluida dalam tangki akan bertambah
dan ketika fluida telah mengenai pelampung yang menyebabkan pelampung tenggelam hingga
batas tertentu maka sistem akan mati dengan sendirinya dan SOL akan menutup. Begitupun
sebaliknya, jika (SOL 3=1) dibuka maka fluida dalam tangki berkurang dan pelampung turun
sehingga membuat sistem akan membuka kembali dengan sendirinya untuk menstabilkan level.
Floating switch
145
140
135
130
Level (mm)
125
120
115
110
105 Set point
100
00:00 02:53 05:46 08:38 11:31
Waktu (menit)
Berdasarkan grafik 3.1 hasil praktikum dengan menggunakan floating switch sensor mode on/off
selama 10 menit, diperoleh tanggapan yang tidak stabil, sehingga errornya besar. Hal tersebut
dikarenakan variabel prosesnya sangat jauh dari set pointnya, dimana offsetnya sebesar 20 mm.
Praktikum selanjutnya pada differential sensor, dimana elektroda negatif dipasang atau
diletakkan 30 mm lebih rendah dari elektroda positif, ketika fluida diisi ke dalam tangki maka
elektroda negatif akan tersentuh fluida terlebih dahulu dan membuat fluida bermuatan listrik,
sehingga saat fluida tersebut menyentuh elektroda positif maka sistem akan mati dengan
sendirinya. Gangguan yang seharusnya digunakan yaitu pada SOL 3, namun laju alir pada SOL 3
terlalu besar sehingga dilakukan secara manual. Praktikum dengan differential sensor dilakukan
selama 10 menit.
Differential sensor
285
265
245
Level (mm)
225
205
185
165
145
125
105
00:00 02:53 05:46 08:38 11:31 14:24
Waktu (menit)
Sama seperti float switch sensor, berdasarkan grafik 3.2, hasil praktikum dengan menggunakan
differential sensor juga memiliki error yang besar karena variabel prosesnya sangat jauh dari set
point, dimana offsetnya sebesar 120 mm.
Pada kedua grafik diatas dapat dilihat bahwa sensor responnya sangat menja uhi set
pointnya yaitu 105. Hal ini terjadi karena kedua sensor tersebut tidak dengaruhi oleh set point
yang diatur, respon sensor tersebut sesuai dengan ketinggian masing-masing sensor tersebut
dalam tangki. Jika dilihat pada grafik, float switch sensor memiliki respon yang lebih cepat dan
lebih baik daripada differential sensor, karena nilai offset pada floating switch lebih kecil. tetapi
pada differential switch sensor pada grafiknya cenderung terbentuk osilasi.
BAB IV
KESIMPULAN
https://electric-mechanic.blogspot.com/2012/09/prinsip-kerja-solenoid-valve-pneumatic.html.
Diakses tanggal 22 Februari 2019
http://serbamurni.blogspot.com/2013/12/laoran-praktikum-pengendalian-level.html. Diakses
tanggal 22 Februari 2019.
http://www.kitomaindonesia.com/article/9/kitoma-indonesia. Diakses tanggal 22 Februari 2019
https://yugonugrohohdmlpj.wordpress.com/category/prinsip-kerja-flow-meter/. Diakses tanggal
22 Februari 2019