Anda di halaman 1dari 135

Process Control

RESMIHADI, S.ST, M.T


Falsafah Dasar Sistem Pengendalian
Apakah Sistem Kendali itu
Dunia industri membutuhkan peralatan - peralatan otomatis untuk
mengendalikan parameter/variabel prosesnya.
Otomatisasi tidak saja diperlukan demi kelancaran operasi , keamanan , ekonomi
maupun mutu produk tetapi lebih merupakan kebutuhan pokok.
Variabel / parameter yang dikendalikan didalam suatu industri antara lain :
temperatur , aliran ( flow ) , tekanan ( pressure ) , tinggi permukaan (level) ,
kecepatan , viskositas ( kekentalan ) , simpangan ( jarak ) , frekwensi dan
sebagainya
Gabungan kerja alat-alat pengendalian otomatis ini
dinamai system pengendalian
Semua peralatan yang membentuk sistem pengendalian
dinamai instrumentasi sistem kendali
Kedua hal pengertian tersebut saling berhubungan, namun
keduanya mempunyai hakekat yang berbeda
Contoh instrumentasi sistem kendali:
saklar temperatur (temperature switch) yang bekerja secara otomatis
mengendalikan suhu setrika.
Instrumentasi pengendali di setrika otomatis tersebut berbentuk sebuah
temperatur switch.
Sakelar akan memutuskan aliran listrik ke elemen pemanas apabila suhu setrika
berada diatas nilai/harga yang dikehendaki , dan akan mengalirkan arus listrik ke
elemen pemanas kalau suhu berada dibawah harga yang dikehendaki.

Sistem pengendalian ini dinamakan sistem


pengendalian ON – OFF
Prosesnya adalah setrika,
Parameter / variabel yang dikendalikan adalah suhu / temperature
Instrumentasinya adalah sakelar temperatur.

Gabungan semua komponen – komponen tersebut membentuk


sebuah sistem yang disebut sistem pengendalian ( Control System ).
Didalam dunia nyata,
sistem pengendalian tidak sesederhana seperti pengendalian suhu
seterika otomatis diatas.
Ada banyak sistem pengendalian yang sangat kompleks, yang kemudian akan
efektif kalau dikerjakan oleh komputer , contohnya sistem pengendalian di
Kilang minyak , Petrokimia , pabrik kertas , pabrik pupuk , pusat pembangkit
tenaga listrik , pabrik semen dan lain sebagainya.
MENGAPA PERLU INSTRUMENTASI
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki banyak
kelebihan dan sekaligus segala kekurangannya.
Salah satu keterbatasan manusia adalah dalam menggunakan
inderanya sebagai alat ukur.
Bila tangan kiri dicelupkan ke tabung kiri dan tangan kanan ke tabung kanan, maka tangan kiri akan merasakan
panasnya air dan tangan kanan akan merasakan dinginnya air.
Sampai sebatas ini manusia masih mampu membedakan mana yang dingin dan mana yang panas Namun apa yang
terjadi kalau kedua tangan kita masukkan ke tabung tengah yang berisi air hangat , maka tangan kiri yang baru
berada di air panas akan merasakan bahwa air di tempayan tengah dingin dan tangan kanan yang baru berada di
air es akan merasakan bahwa air itu panas.
Hal tersebut dikarenakan indera kita memang tidak mampu dijadikan sebagai alat ukur yang akurat.
Terbatasnya indera manusia sebagai alat pengukur suhu.
Belum lagi keterbatasan indera manusia dalam hal
pengukuran aliran , level ,tekanan dan sebagainya. Oleh
karena itu manusia memerlukan bantuan instrument untuk
mengukur parameter-parameter proses
Pengendalian seperti diatas disebut pengendalian oleh
manusia (manual).
Sistem pengendalian manual masih tetap dipakai pada
beberapa aplikasi tertentu , biasanya dipakai pada proses-
proses yang tidak banyak mengalami perubahan beban atau
pada proses yang tidak kritis
Dasar utama pemilihan pengendalian manual adalah
karena keperluan proses memang memungkinkan
pengendalian secara manual.
Dari segi ekonomis , instrumentasi kendali manual tentu
lebih murah dari instrumentasi kendali otomatis.
Namun bukan berarti bahwa demi menghemat investasi
,maka sistem pengendalian bisa dibuat manual
Q
Apa saja yang disekitar anda yang cukup dengan
pengendalian manusia
Prinsip – Prinsip Control System
Kita lihat kembali, pada sistem pengendalian proses
level seorang operator harus mengamati level ,
kemudian mengevaluasi apakah level yang ada sudah
sesuai.
Kalau level tidak sama dengan yang dikehendaki
maka operator harus memperkirakan seberapa
banyak valve perlu dibuka atau dututup sesuai
dengan yang diperkirakan
Kalau dikaji lebih jauh , dalam mengendalikan proses
tersebut operator mengerjakan 4 ( empat ) langkah berikut :
Mengukur - Membandingkan - Menghitung - Mengoreksi
Pada waktu operator mengamati ketinggian air / level air
yang ia kerjakan adalah langkah “ Mengukur Proses
Variable “ .
Jadi untuk contoh diatas proses variabelnya adalah level.
Kemudian operator “ Membandingkan “ apakah hasil
pengukurannya sesuai dengan apa yang dia inginkan.
Besarnya proses variabel yang diinginkan disebut “Set Point” ,
Perbedaan antara proses variabel dengan set point disebut
“ Error “ .
◦ Error = Set Point - Proses Variabel.
Seorang operator yang berpengalaman tidak akan sebarang
untuk membuka atau menutup valve. Ia juga akan
memperkirakan seberapa bukaan dari pada valve.
Pada tahapan ini operator melakukan langkah “Menghitung“.
Langkah berikutnya operator akan mengubah bukaan
valve sesuai dengan hasil perbandingan dan
perhitungan tadi.
Tahapan terakhir inilah operator melakukan langkah
“ Mengoreksi “.
Keempat langkah yang dikerjakan operator tadi seluruhnya
dapat dikerjakan oleh instrumentasi .
Operator hanya perlu menentukan besarnya set point dan
semuanya akan dikerjakan secara automatic oleh
instrument.
Sistem pengendalian semacam inilah yang disebut “ Sistem
pengendalian Otomatis / Automatic Control System “.
Contoh dari loop pengendalian automatic
Keempat tahapan pengendaliannya sepenuhnya
dilakukan oleh instrument ,
Dan mata rantai pengendaliannya berupa mata
rantai tertutup
dan sistemnya juga disebut sistem pengendalian
tertutup / close loop
Pengendalian Loop Tertutup ( Close Loop
Control ).
Pada pengendalian loop tertutup
sensor-sensor dan alat ukur yang dipasang untuk mengukur harga
nyata dari variable yang dikontrol.
Harga nyata ini ditransmissikan ke hardware kontrol umpan balik dan
akan dilakukan perbandingan secara otomatis antara set point dan
harga yang diukur dari variabel yang sama.
Berdasarkan pada perbedaan error dari variable yang dikontrol ,
hardware control umpan balik menghitung sinyal yang akan
mengembailkan harga yang diperlukan dari variable manipulasi ,
kemudian ditransmissikan secara otomatis ke final control elemen
yang akan memanipulasi masukan proses
Beberapa istilah / terminologi didalam
pengendalian proses
Plant / Proses : seperangkat peralatan yang mempunyai suatu
fungsi tertentu atau melakukan suatu operasi tertentu.
Contoh : Heat Exchanger , Furnace , Kompressor , Vessel dll.
Controlled Variable : besaran atau variable yang dikendalikan .
Besaran ini disebut juga sebagai Process Variable.
Manipulated Variable : input / masukan dari suatu proses yang
dapat dimanipulasi atau diubah-ubah besarnya agar proses
variable atau controlled variable besarnya sama dengan set point.
Disturbance / Gangguan : besaran lain selain manipulated variable yang dapat
menyebabkan berubahnya controlled variable. Besaran ini juga disebut Load /
Beban.
Sensing Element : bagian paling awal suatu sistem pengukuran. Bagian ini juga
disebut sensor / primary element.
Contoh : - Thermocouple ; RTD ------------------- Temperatur
- Displacer / Pelampung ------------------- Level
- Orifice ; venturi tube ------------------- Flow
- Diaphragm / Bourdon tube --------------- Pressure
Transmitter : alat yang berfungsi untuk membawa / mengirim sinyal dari sensing
elemen dan mengubahnya menjadi sinyal standard yang dapat dimengerti oleh
controller.
Untuk transmitter elektronik sinyalnya : 4 --- 20 mA , sedangkan untuk transmitter
pneumatic : 0.2 ---- 1 Kg/cm2 .
Transducers : alat untuk mengubah sinyal standard yang
satu menjadi bentuk sinyal standard yang lain .
Contoh : I/P Transducers merubah sinyal standar electronic
4 --- 20 mA menjadi sinyal standard pneumatic 0.2 ---- 1
Kg/cm2 . Sedangkan P/I Transducers kebalikkannya.
Measurement Variable / Measured Value : sinyal yang
keluar dari transmitter. Besaran ini merupakan cerminan
besarnya sinyal sistem pengukuran.
Set Point : besarnya proses variable yang dikehendaki.
Sebuah Controller akan selalu berusaha menyamakan
controlled variable dengan set point.
Error : selisih antara set point dengan process variable.
Controller : elemen yang mengerjakan 3 tahapan langkah
pengendalian yaitu membandingkan set point dengan
measured variable , menghitung berapa banyak koreksi
yang perlu dilakukan , dan mengeluarkan sinyal koreksi
sesuai hasil perhitungan.
Final Control Element / Control Valve : bagian akhir dari
instrument system pengendali. Bagian ini untuk mengubah
measurement variable dengan cara memanipulasi besarnya
manipulated variable berdasarkan perintah dari controller
SIGNAL TRANSMITTER
Ada 3 jenis transmitter :
Pneumatic Transmitter
◦Signal standard : 0.2 ------- 1 Kg/cm2
◦3 ------- 15 Psi
Electronic Transmitter (termasuk SMART Transmitter) :
◦Signal standard : 4 ----- 20 mA dc
◦1 ---- 5 V dc
Field Bus SMART Transmitter
ACTION CONTROLLER
Aksi dari Controller ada 2 macam yaitu :
◦ Direct Control / Increase Control
◦ Reverse Control / Decrease Control
Untuk Direct / Increase Control : arah perubahan output sama dengan input
Input Controller Output Controller
Naik / bertambah naik / bertambah
Turun / berkurang turun / berkurang
Sedangkan untuk Reverse / Decrease Control : arah perubahan output kebalikan dengan input
Input Controller Output Controller
Naik / bertambah Turun / berkurang
Turun / berkurang Naik / bertambah
ACTION CONTROL VALVE
Aksi control valve ada 2 macam :
Air to Open ( ATO ) : bila signal input bertambah , control valve akan bergerak
membuka. Aksi ini disebut juga dengan Fail Close ( FC ).
Input signal Bukaan Control Valve
3 Psi 0%
15 Psi 100 %
Air to Close ( ATC ) : bila signal input bertambah , control valve akan bergerak
menutup . Aksi ini disebut juga dengan Fail Open ( FO ).
Input signal Bukaan Control Valve
3 Psi 100 %
15 Psi 0%
HUBUNGAN AKSI DIRECT & REVERSE CONTROL DENGAN
FO & FC CONTROL VALVE
Kita lihat sistem level control dengan menggunakan jenis control
valve FC (Failure Close ) seperti pada gambar 2-1 a berikut ini.
a. Output dari LT : 3 --- 15 PSIG
b. Output dari LIC : 3 --- 15 PSIG ( Direct / Increase )
c. Output dari Positioner = 0.2 ---- 1 Kg/cm2 ( Direct )
d. Bila level rendah output transmitter LT rendah output controller
LIC juga rendah , sehingga input ke control valve LV rendah akibatnya
control valve LV akan menutup.
e. Bila terjadi I.A.S failure maka output Positioner = 0 Kg/cm2
sehingga control valve LV akan menutup
Kita lihat sistem level control dengan memakai jenis control
valve FO ( Failure Open ) seperti pada gambar 2-1 b .
a. Output dari LT : 3 --- 15 PSIG
b. Output dari LIC : 15 --- 3 PSIG ( Reverse / Decrease )
c. Output dari Positioner = 1 ---- 0.2 Kg/cm2 ( Direct )
d. Bila level rendah output transmitter LT rendah output
controller LIC akan tinggi , sehingga input ke control valve LV
tinggi akibatnya control valve LV akan menutup.
e. Bila terjadi I.A.S failure maka output Positioner = 0
Kg/cm2 sehingga control valve LV akan membuka
Kita lihat sistem level kontrol dengan memakai jenis control valve FC (Failure
Close ) seperti yang ditunjukkan pada gambar 2-1 c berikut ini.
a. Output dari LT : 4 --- 20 mA
b. Output dari LIC : 20 --- 4 mA ( Reverse / Decrease )
c. Output dari I/P Transducers ( Converter ) = 0.2 ---- 1 Kg/cm2 (Reverse )
d. Bila level rendah output transmitter LT rendah output controller LIC akan
tinggi ,sehingga input ke control valve LV rendah akibatnya control valve LV
akan menutup. Sehingga masih memenuhi / melayani syarat control
tersebut.
e. Bila terjadi I.A.S failure maka output I/P Transducers Converter = 0 Kg/cm2
sehingga control valve LV akan menutup. Bila terjadi DC failure maka LV akan
membuka , sehingga rangkaian sistem control pada add C ini tidak
memungkinkan untuk dipakai dan yang betul adalah rangkaian control pada
add A.
Kita lihat sistem level control level dengan memakai jenis control valve FO (
Failure Open ) seperti yang ditunjukkan pada gambar 2-1 d berikut ini.
a. Output dari LT : 4 --- 20 mA
b. Output dari LIC : 4 --- 20 mA ( Direct / Increase )
c. Output dari I/P Transducers ( Converter ) = 1 ---- 0.2 Kg/cm2 (Reverse )
d. Bila level rendah output transmitter LT rendah output controller LIC juga
rendah , sehingga input ke control valve LV tinggi akibatnya control valve LV
akan menutup. Sehingga masih memenuhi / melayani syarat control tersebut
e. Bila terjadi I.A.S failure maka output I/P Transducers Converter = 0 Kg/cm2
sehingga control valve LV akan membuka . Bila terjadi DC failure maka LV akan
menutup , sehingga rangkaian sistem control pada add D ini tidak
memungkinkan untuk dipakai dan yang betul adalah rangkaian control pada
add. B
PENGENALAN SISTEM KONTROL

Sistem Kontrol Umpan Balik ( Manual ).


Umpan : air panas dan air dingin
Produk : air hangat
Besaran yang ingin dikontrol (control
variable ) yaitu temperatur air hangat
Besaran yang diubah untuk pengontrolan (
manipulated variable ) adalah laju aliran air
panas.
Sistem Kontrol Umpan Balik (otomatis).
Umpan : air dingin dan steam
Produk : air hangat
Controlled variable :
temperatur air hangat dalam tangki
Manipulated Variable : laju aliran uap /
steam
Diagram Blok versus P&ID
Sensor : LT (Level Transmitter)
Aktuator : control valve
Pengontrol : LC (Level Controller)
manipulated variable, m : laju aliran umpan
controlled variable, c : level air dalam tangki
Setpoint : level air dalam tangki yang dikehendaki
Tujuan Pengontrolan
untuk menjamin kestabilan
menjaga agar keluaran (controlled variable) sama
dengan harga referensi (setpoint)
meningkatkan performansi (respons cepat, osilasi
optimum, dsb.)
menekan pengaruh gangguan/perubahan beban
Q
Apa saja yang memungkinkan menjadi beban
dalam pengontrolan
KONTROL UMPAN MAJU ( FEEDFORWARD CONTROL )
KONSEP UMUM :
Terdapat 2 keadaan proses yang tidak dapat diatasi oleh
kontrol umpan balik yaitu :
Munculnya gangguan yang besar
Lag proses
Variable manupulasi harus dipilih berdasarkan banyak criteria
(potensi gangguan terbesar )
Sensor digunakan untuk mengukur gangguan yang memasuki
proses
Kontroller umpan maju menentukan perubahan yang
diperlukan pada variable manipulasi.
Pengaruh gang guan digabungkan dengan pengaruh variable
manipulasi sehingga tidak akan terjadi perubahan harga pada
variable yang dikontrol (Controlled variable ).
Struktur kontrol umpan maju disusun berdasarkan :
Anggapan bahwa gangguan telah diketahui
Gangguan tang tak terukur besarnya diabaikan
Algorithma Kontrol :
Kontrol umpan balik : kontroller P , PI , PID
Kontrol umpan maju : persamaan kontroller dirancang
khusu untuk suatu masalah tertentu dalam
pemakaiannya.
Perhitungan kontroller umpan maju melibatkan :
penentuan besarnya perubahan variable yang dibutuhkan
untuk suatu perubahan gang guan tertentu
diperlukan pengertian kuantitatif tentang proses dan
pengoperasiannya

Aspek penting dari kontrol umpan maju yang perlu


dipertimbangkan :
tidak ada fenomena umpan balik
bila variable kontrol tidak sama dengan setpoint
tidak ada tindakan koreksi bila terjadi penyimpangan
Variabel kontrol C dinyatakan oleh dua gaya masukan yang
bekerja pada proses yaitu gang guan D dan variable
manipulasi M dengan hubungan sbb :
C = G1(s) M + G2 (s) D
Atau:
Karena tidak mengumpan balikkan variable yang dikontrol C , maka
digunakan harga acuan / set point R sehingga diperoleh :

Diatas merupakan persamaan umum untuk kontroller umpan maju ,


D dapat diukur dan setpoint R ditentukan
Kelebihan dan kekurang sistem kontrol umpan maju :
Keuntungan:
Aksi kontrol dilaksanakan sebelum gangguan mengusik proses
Baik untuk proses yang lamban atau memiliki waktu tunda yang besar
Tidak menyebabkan ketidak-stabilan pada respons lingkar tertutup
Kerugian:
Perlu identifikasi terhadap seluruh gangguan dan pengukuran besaran
gangguan
Tidak bisa diterapkan jika gangguan tidak terukur
Sensitif terhadap perubahan parameter proses
Memerlukan pengetahuan yang lengkap dari model proses
Perbandingan system kontrol umpan balik dengan kontrol umpan maju.
Sistem Kontrol Umpan Balik (feedback) : Gangguan/perubahan beban d
tidak diukur
Pengontrol: On-Off, P, PI, PID, memberikan aksi kompensasi setelah proses
terganggu
Sistem Kontrol Umpan Maju (feedforward):
Gangguan/ perubahan beban d diukur guna mengatur besar manipulated
variable m, sehingga diperoleh harga controlled variable c yang dikehendaki.
Pengontrol: diturunkan dari model proses, memberikan aksi antisipasi
sebelum proses terganggu
Pengontrol feedforward mantap ( steady state )
Sistem kontrol feedforward pada Stirred Tank Heater
Model matematik system / proses :
Keseimbangan massa / material
Kesetimbangan energi
Dimana :
A : luas penampang tanki
V : volume liquid dalam tanki
rho : density liquid
Cp : capasitas panas liquid dalam tanki
Fi : flow rate liquid masuk
F : flow rate liquid keluar
Q : panas yang dihasilkan steam per satuan waktu
Tsp: temperatur setpoint
Ti : temperatur inlet liquid
Pengontrol feedforward mantap ( steady state )
Pengontrol feedforward dinamis
Persamaan kesetimbangan energy
Cascade Control ( Kontrol Bertingkat ).
Merupakan sistem kontrol Umpan balik yang terdiri dari kontrol
loop utama ( primary loop ) dan kontrol loop pembantu
(secondary loop ).
Blok diagram cascade control
Ciri khas kontrol bertingkat ( cascade control ) :
dua buah controller / pengendali
dua buah transmitter ( sensor + transmitter)
sebuah actuator ( control valve )
Cascade control akan sangat menguntungkan bila :
digunakan pada plant / proses yang banyak mengalami
gangguan / memiliki load dibagian input proses.
Proses yang mempunyai waktu tunda yang besar
Cascade control juga dapat menimbulkan resiko
ketidakstabilan bila elemen proses diprimary loop lebih cepat
dari elemen proses di secondary loop.
Untuk mengatasi hal tersebut , maka persyaratan utama yang
perlu dipenuhi didalam penerapan control cascade yaitu :
“ Dinamika proses pada secondary loop harus lebih
cepat dari pada dinamika proses pada primary loop “
Contoh :
a. Kontrol Temperatur secara cascade dengan kontrol
Tekanan.
b. Kontrol Temperatur secara cascade dengan kontrol laju aliran / Flow.
Laju aliran / Flow pada umumnya dikontrol secara cascade dengan loop
utama (primary loop ) besaran proses lainnya.
3.4. Sistem kontrol Feedback – Feedforward
Feedforward untuk koreksi major load
Feedback untuk menyelesaikan error
Blok diagram feedback – feedforward
Perbedaan respon sistem kontrol :
Feedback konvensional
Feedforward tanpa dynamic
compensator
Feedforward dengan dynamic
compensator
Kajian Khusus :
Letak sukses sistem feedforward khususnya dalam menghadapi
load yang besar , ada pada kemampuan si perancang didalam
menciptakan jalur feedforward dengan fungsi transfer yang
benar-benar cocok dengan kebutuhan proses.
Sistem feedback-feedforward ini akan efektik bekerja bila pada
jalur feedforward terjadi over control.
3.5. Selective Control.
sistem kontrol umpan balik dengan fungsi tambahan memilih salah satu
dari seberapa controlled variable.
2 variable lebih tidak diijinkan melalui batasan yang diperbolehkan ,
karena : ekonomis , effisiensi atau safety.
Harus ada prioritas pengontrolan
Ada 2 jenis signal selector :
High selector : memilih signal input tertinggi dan meneruskannya
menjadi output.
Low selector : memilih signal input terendah dan meneruskannya
menjadi output.
Contoh : Implementasi Low Signal Selector
Pengontrolan Selector untuk proteksi level didalam
reaktor.
Diinginkan : laju aliran keluaran tertentu , tetapi level
dalam reaktor tidak boleh lebih rendah dari harga limit
yang ditentukan.
Kondisi Normal : pengendalian dilakukan oleh flow control
loop.
Jika level dibawah limit , maka LSS akan memilih Level
control loop.
Selective Control disebut juga dengan Override Control.
Contoh : Implementasi High Signal Selector pada kontrol selector untuk
proteksi kompressor.
Kondisi normal : discharge compressor dikendalikan oleh
flow control system ( loop 1 ).
Diinginkan : flow discharge compressor tertentu , tetapi
pressure discharge tidak boleh melebihi nilai limit yang
ditentukan.
Jika pressure melebihi limit maka HSS akan memilih
pressure control system ( loop 2 ).
Flow control atau Pressure control di cascade dengan
speed control motor compressor.
3.6. Split Range Control.
Menggunakan 2 buah control valve / actuator untuk
mengendalikan satu proses variabel / controlled
variable.
Setting kalibrasi dari ke dua control valve di set pada
harga yang berlainan.
Contoh : Implementasi Split Range Control
Kita lihat sistem level kontrol dengan split range antara LV1 dan
LV2 , dimana secara proses kondisi yang diinginkan adalah sbb:
LV1 = FO ( Failure Open )
LV2 = FC ( Failure Close )
Bila level rendah LV2 membuka dan LV1 menutup
Kondisi normal, LV1 membuka penuh sedangkan level diatur
dari LV2.
A. Dari ketentuan diatas kita buat rangkaian proses kontrol seperti pada
gambar 3-4a.
1. Output dari LT : 4 --- 20 mA
2. Karena reverse control , maka output LIC : 20 --- 4 mA
3. Output dari LIC yang besar signalnya 20 – 12 mA masuk ke LV1 dan output
signal LIC 12 --- 4 mA masuk ke LV2.
4. Output dari I/P LV1 = 1 --- 0.2 Kg/cm2
5. Output dari I/P LV2 = 1 --- 0.2 Kg/cm2
6. Bila terjadi I.A.S failure , maka LV1 = total open dan LV2 = total close
7. Bila terjadi DC failure , maka LV1 = total open dan LV2 = total close Jadi
rangkaian control tersebut benar.
B. Dengan permintaan yang sama kita lihat rangkaian sistem control level seperti
pada gambar 3-4b dengan modifikasi sbb :
1. Output dari LT : 4 --- 20 mA
2. Karena direct control , maka output LIC : 4 --- 20 mA
3. Output dari LIC yang besar signalnya 4 – 12 mA masuk ke LV1 dan output signal LIC
4 --- 12 mA masuk ke LV2.
3. Output dari I/P LV1 = 1 --- 0.2 Kg/cm2
4. Output dari I/P LV2 = 1 --- 0.2 Kg/cm2
5. Bila terjadi I.A.S failure , maka LV1 = total open dan LV2 = total close
6. Bila terjadi DC failure , maka LV1 = total close dan LV2 = total open
Jadi rangkaian control pada gambar 3-4b tersebut tidak memungkinkan dipasang dan
yang benar adalah rangkaian kontrol pada gambar 3-4a.
3.7. Ratio Control
Kontrol ratio merupakan jenis khusus kontrol umpan maju
dimana dua gangguan diukur dan dijaga pada rasio / perbandingan
yang konstan (tetap )
Banyak digunakan untuk mengontrol rasio laju aliran pada dua
cairan
Gangguan d diukur dan manipulated variable m diatur sehingga
dicapai perbandingan ( ratio ) m/d yang dikehendaki.
Dari gambar a
Laju aliran dan rasionya diukur , rasio ini kemudian dibandingkan
dengan nilai yang diinginkan ( set point ) dan penyimpangan
antara rasio yang terukur dengan yang diinginkan akan
menghasilkan signal koreksi untuk pengontrol ratio.
Pada gambar b :
Laju aliran A dan hasil kalinya dengan rasio yang diinginkan
diukur. Hasil tersebut adalah laju aliran B yang akan dibandingkan
dengan setpoint laju aliran B . Penyimpangan ( error ) ini akan
menghasilkan signal koreksi untuk mengontrol aliran B.
Kegunaan Ratio Control di Industri Proses :
Menjaga ratio konstan antara laju aliran masuk dan uap dalam
kolom distilasi reboiler.
Manjaga ratio bahan bakar dan udara di ruang pembakaran /
burner agar diperoleh hasil pembakaran yang optimum ( effisien )
Menjaga ratio dua aliran konstan yang dicampur untuk
memperoleh komposisi campuran yang diinginkan.
Mengontrol ratio dua reaktan yang masuk ke reaktor pada harga
yang diinginkan.
Dan sebagainya.
CONTROLLER (PENGENDALI)
Pengendali otomatik (Automatic Controller) merupakan bagian
sistim pengendalian yang:
Membandingkan harga keluaran dengan harga masukan acuan
Menentukan penyimpangan dan kemudian menghasilkan sinyal
kendali yang akan mereduksi penyimpangan menjadi nol atau
menjadi kecil.
Hal dimana pengendali otomatik menghasilkan sinyal keluaran
pengendali disebut ”Aksi Pengendalian”.
Pengendali otomatik dalam industri dapat diklasifikasikan
berdasarkan aksi pengendaliannya yaitu :
1. Pengendali dua posisi atau ON – OFF.
2. Pengendali Proportional.
3. Pengendali Integral.
4. Pengendali Derivatif.
5. Pengendali Proportional + Integral.
6. Pengendali Proportional + Derivatif.
7. Pengendali Proportional + Integral + Derivatif.
4.2. Prinsip Kerja Pengendali
Pada dasarnya tugas sebuah pengendali kontinyu adalah membandingkan dan
menghitung (lihat gbr. Di bawah).
Cm : Measured Variable
Csp : Set Point
E : Error
ERROR BIAS NEGATIP DAN BIAS POSITIF
Dalam praktek, biasanya besaran measured variable, set point maupun
error dinyatakan dalam range.
dimana :
Ep : Error dalam prosentase range
Cm : Measured Variabel
Csp : Set Point
Cmax : Maximum Value Variable
Cmin : Minimum Value Variable
Contoh :
Bila Standard Signal mempunyai Range : 4 – 20 mA
Jika set point = 10.5 mA dan measured variable = 13,7
mA
Berarti error :
Berdasarkan besarnya error maka unit controller akan menghitung besarnya koreksi.
Jadi error adalah input unit controller dan manipulated variabel merupakan output
controller.
Output controller dapat dinyatakan dalam besaran persentase full seale yaitu :
dimana :
Pc : Output Controller dalam persen skala penuh.
Sp : Nilai keluaran / output.
Smin : Minimum Value Parameter Controller.
Smax : Maximum Value Parameter Controller.
Contoh :
Output controller sinyal 4 – 20 mA yang akan mengendalikan
kecepatan motor 140 – 600 Rpm secara linier.
Tentukan :
a. Tentukan besarnya output controller bila kecepatan motor
310 Rpm.
b. Nyatakan dalam persentase full scale.
Jawab :
a. Dihitung slope m dari hubungan linier antara arus I dan kecepatan, dimana :
Sp = mI + So
Maka :
140 = m . 4 + So ….. (1)
600 = m . 20 + So ….. (2)
Dari kedua persamaan (1) dan (2) didapat
m = 28.75 dan So = 25 Rpm
Sehingga untuk 310 Rpm.
310 = 28.75 I + 25
I = 9,91 mA
b. Prosentase output controller
4.3. Pengendalian dua posisi ( ON-OFF Controller )
Dalam sistim pengendali dua posisi, elemen penggerak hanya
mempunyai dua posisi tetap yang biasanya hanya ”ON” dan ”OFF” (Buka
atau Tutup).
Karena kerjanya yang ON-OFF, hasil pengendalian dari pengendali ON-
OFF akan menyebabkan proses variabel yang bergelombang ( tidak
pernah konstan ).
Secara umum dapat ditulis:
SISTIM ORDE SATU
Keluaran / output sistim orde satu mengikuti perubahan step masukan
dengan perubahan secara eksponensial.
Model, parameter dan fungsi transfer untuk sistim ini adalah :
dimana :
x : Input / masukan
y : Keluaran
Kp : Gain / penguatan keadaan mantap.
T : Konstanta waktu.
Respon Step proses orde satu sbb :
SISTIM / PROSES ORDE DUA
Beberapa proses yang dapat digolongkan dalam proses orde dua yaitu
sistim pegasmassa, sistim kapasitas atau induktansi dll.
Proses orde dua mempunyai bentuk model proses:
dimana :
T : Konstanta waktu proses orde dua
φ : Faktor Redaman
Kp : Gain
Wp : ½ = Frekuensi Natural
Respon Step Proses Orde Dua sbb :
PROSES DENGAN WAKTU TUNDA
Untuk proses dengan waktu tunda murni, akan
memberikan output dt kemudian setelah masukan,
dimana dt adalah waktu tunda.
Sebagai contoh : aliran cairan melalui pipa yang
diisolasi dan mempunyai luas penampang A dan
panjang L pada laju aliran φ. Pada keadaan mantap
temperatur cairan masukan x akan sama dengan
temperatur cairan pada kesempatan pipa.
Apabila temperatur masukan berubah, perubahan ini
tidak akan terdeteksi sampai waktu dt kemudian.
Waktu tunda ini adalah waktu yang diperlukan cairan untuk mengalir dari
daerah masukan ke daerah keluaran dengan dinyatakan oleh persamaan:

Model proses dinyatakan oleh persamaan :

dimana y adalah temperatur cairan saat keluar.


Pada kondisi mantap ys = xs.
Dalam bentuk laplace, model proses dengan waktu tunda adalah

Respon proses dengan waktu tunda terhadap masukan adalah


Fungsi transfer sistim orde satu dengan waktu tunda adalah :

Fungsi transfer sistim orde dua dengan waktu tunda :

Hubungan tersebut menunjukkan bahwa bila measured value melebihi set


point maka output controller 100% dan bila kurang dari set point output
controller 0%.
Gambar 1A menunjukkan diagram blok untuk pengendali dua posisi.
Contoh dari pengendali ON-OFF yang paling mudah ditemui adalah
pengendalian suhu pada setrika listrik atau pompa air listrik otomatis.
4.4. Pengontrolan Proportional
KP membesar, respons makin cepat
Selalu terjadi offset, tetapi dapat dikoreksi dengan manual
reset
Memadai untuk proses dengan kapasitansi yang kecil
Jika beban berubah akan timbul offset
Untuk proses berorde tinggi KP yang terlalu besar akan
menimbulkan osilasi
Pengontrolan P pada Proses Berorde Satu (closed loop)

KP membesar: respons makin cepat & offset mengecil


tidak terjadi overshoot
KP perlu diatur sebesar mungkin
Pengontrolan P pada Proses Ber Orde Dua
Pengontrolan P pada Proses Ber Orde Dua

Jika KP membesar:
respons makin cepat, offset mengecil
dapat terjadi overshoot dan osilasi
Pada sistem berorde tinggi dan mengandung waku tunda, KP
yang besar dapat membuat sistem tidak stabil
4.5. Pengontrolan Integral
4.5. Pengontrolan Integral

dapat menghilangkan offset


respons sistem menjadi lebih lambat
’Wind-up’ yang disebabkan oleh error yang konstan dapat
terjadi, a.l. pada kondisi
- perpindahan dari manual ke otomatis
- sensor/transducer tidak berfungsi
- valve menutup pada kondisi shutdown
4.6. Pengontrolan Proportional + Integral (PI)
Pengontrolan Proportional + Integral (PI)
Efek P : mempercepat response, terjadi offset (pada proses
berorde tinggi dapat terjadi osilasi dan bisa membuat tidak
stabil)
Efek I : menghilangkan offset, respons lebih lambat
Efek PI: respons cukup cepat, offset dihilangkan
Pada sistem berorde tinggi dan mengandung waku tunda,
pemilihan PI yang tidak tepat dapat membuat sistem tidak stabil
Penalaan Pengontrolan PI (1)
Penalaan Pengontrolan PI (1)
TI kecil, response bisa berosilasi
TI besar, response semakin lambat
1. Aksi Integral dibuat minimum (TI diatur sebesar mungkin)
2. Proportional Gain KP diatur sehingga diperoleh respons
yang paling baik, yaitu cepat dan tanpa overshoot.
(overshoot mengacu pada harga mantap, bukan harga
setpoint)
3. Integral/Reset time TI disesuaikan sehingga offset
menjadi nol
Penalaan Pengontrolan PI (2)
Penalaan Pengontrolan PI (2)

Untuk mencapai kriteria quarter decay ratio:


1. Aksi Integral dibuat minimum (TI diatur sebesar mungkin)
2. Proportional Gain KP diatur sehingga diperoleh respons
yang berosilasi quarter decay ratio
3. Integral/Reset time TI disesuaikan sehingga offset menjadi
nol
4.7. Pengontrolan Proportional + Derivative (PD)
4.7. Pengontrolan Proportional + Derivative (PD)

Efek P : mempercepat response, terjadi offset (pada proses


berorde tinggi dapat terjadi osilasi dan bisa membuat tidak
stabil)
Efek D : meningkatkan kestabilan, redaman membesar
Efek PD: respons cepat, overshoot dan offset kecil
Pengontrolan Proportional + Derivative (PD)

Digunakan untuk proses yang lambat, misal pada


pengontrolan temperatur
Tidak dianjurkan untuk proses yang banyak gangguan/noise,
seperti pada pengontrolan flow
Pengontrolan Derivative saja tidak pernah digunakan, karena
memperkuat noise (sinyal frekuensi tinggi)
Pengontrolan Proportional + Derivative
Pengontrolan Proportional + Derivative

TD kecil, redaman kecil, respons bisa berosilasi


TD besar, redaman besar, sistem lebih stabil
Selalu terjadi offset, besar offset ditentukan oleh KP
Penalaan Pengontrolan PD
Penalaan PD lebih sulit dibanding PI, perlu dilakukan berulang-ulang:
1. Aksi Derivative dibuat minimum (TD diatur sekecil mungkin)
2. Proportional Gain KP diperbesar/diatur sehingga diperoleh respons
yang cepat dengan overshoot yang kecil
3. Derivative time TD diperbesar/diatur untuk menghilangkan
overshoot
4. Ulangi langkah 2 dan 3 hingga dicapai respons yang cepat. tanpa
overshoot dan offset sekecil mungkin
Penalaan Pengontrolan PD
4.8. Pengontrolan Proportional + Integral + Derivative.
( PID )
Efek P: mempercepat response, terjadi offset
Efek I : menghilangkan offset, respons lebih lambat
Efek D : meningkatkan kestabilan, redaman membesar
Efek PID: respons cukup cepat, overshoot kecil, offset nol.
Penalaan Pengontrolan PID
1. Aksi Integral dan Derivative dibuat minimum (TI diatur
sebesar mungkin, TD diatur sekecil mungkin)
2. Proportional Gain KP diperbesar/diatur sehingga
diperoleh respons yang cepat dengan overshoot yang kecil
3. Derivative time TD diperbesar/diatur untuk
menghilangkan overshoot
4. Ulangi langkah 2 dan 3 hingga dicapai respons yang
cepat. tanpa overshoot dan offset sekecil mungkin
5. Integral/Reset time TI diperkecil/disesuaikan sehingga
offset menjadi nol
Penalaan Pengontrolan PID

1. Respons proses tanpa pengontrolan


2. Respons dengan pengontrolan P saja
3. Respons dengan pengontrolan PD
5. Respons dengan pengontrolan PID

Anda mungkin juga menyukai