Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH TENTANG INGATAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah PSIKOLOGI
BELAJAR ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami berterima
kasih pada Ibu Ike Anggita Arumsari,S.Pd selaku dosen pengampu yang telah memberikan
tugas ini kepada kami. Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai materi “Teori Pengolaha Informasi”. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh
dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran serta usulan demi
perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.

Tegal, 30 September 2014

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

 Latar Belakang Masalah

Pada umumnya para ahli memandang ingatan sebagai hubungan antara


pengalaman dengan masa lampau. Apa yang telah diingat adalah hal yang pernah
dialami, pernah dipersepsinya, dan hal tersebut pernah dimasukkan kedalam
jiwanya dan disimpan kemudian pada suatu waktu kejadian itu ditimbulkan kembali
dalam kesadaran. Ingatan merupakan kemampuan untuk menerima dan
memasukkan (learning), menyimpan (retention) dan menimbulkan kembali apa yang
pernah dialami (remembering).

Otak merupakan perangkat yang paling kompleks di dunia. Trilyunan sel otak
memiliki fungsi spesifik tetapi saling berhubungan. Mengendalikan seluruh aspek
fisik dan psikis manusia. Baik secara sadar maupun tak sadar Kapasitas
penyimpanan memori di dalam otak jauh melebihi kapasitas hardisk komputer
terbesar sekalipun. Otak memiliki kemampuan menangani algoritma rumit secara
bersamaan dalam jumlah tak terbatas, jauh melebihi kemampuan prosesor
komputer tercanggih sekalipun. Tapi sayangnya manusia tidak mampu
mengoptimalkan seluruh potensi otak tersebut, sehingga otak tidak memungkinkan
semua jejak ingatan itu tersimpan terus dengan sempurna, melainkan berangsur-
angsur akan menghilang. Tetapi ketika orang yang bersangkutan diminta untuk
mengingat kembali hal yang sudah mulai terlupakan sebagian itu.

Istilah Transfer belajar berarti pemindahan atau pengalihan hasil belajar dari
matapelajaran yang satu ke mata pelajaran yang lain atau dari kehidupan sehari-hari
diluar lingkungan sekolah. Adanya pemindahan atau pengalihan ini menunjukkan
bahwa ada hasil belajar yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari maupun
dalam memahami materi pelajaran yang lain. Hasil belajar yang diperoleh dan dapat
dipindahkan tersebut dapat berupa pengetahuan,kemahiran intelektual,
keterampilan motorik atau afektif dll..

1.1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari memori, lupa dan transfer belajar itu?


2. Apa saja pandangan-pandangan tentang memori, lupa dan transfer belajar?
3. Apa saja faktor-faktor yang berperan dalam memori, lupa dan transfer belajar?

1.1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk menjelaskan pengertian dari memori, lupa, dan transfer belajar


2. Untuk menjelaskan pengaruh memori, lupa, dan ingatan dalam belajar
3. Untuk menjelaskan cara mengingat, mengatasi lupa, dan menerima pelajaran
(transfer belajar)
BAB II

PEMBAHASAN

INGATAN (MEMORY)

Pengertian Ingatan

Ingatan atau sering disebut memory adalah sebuah fungsi dari kognisi yang
melibatkan otak dalam pengambilan informasi. Ingatan akan dipelajari lebih
mendalam di psikologi kognitif dan ilmu saraf. Pada umumnya para ahli memandang
ingatan sebagai hubungan antara pengalaman dengan masa lampau. Apa yang
telah diingat adalah hal yang pernah dialami, pernah dipersepsinya, dan hal tersebut
pernah dimasukkan kedalam jiwanya dan disimpan kemudian pada suatu waktu
kejadian itu ditimbulkan kembali dalam kesadaran. Ingatan merupakan kemampuan
untuk menerima dan memasukkan (learning), menyimpan (retention) dan
menimbulkan kembali apa yang pernah dialami (remembering).

Dalam proses mengingat informasi ada 3 tahapan yaitu memasukkan informasi


(encoding), penyimpanan (storage), dan mengingat (retrieval stage).

Fungsi Memasukkan (Encoding)

Proses Encoding (pengkodean terhadap apa yang dipersepsi dengan cara


mengubah menjadi simbol-simbol atau gelombang-gelombang listrik tertentu yang
sesuai dengan peringkat yang ada pada organisme). Jadi encoding merupakan
suatu proses mengubah sifat suatu informasi ke dalam bentuk yang sesuai dengan
sifat-sifat memori organisme. Proses ini sangat mempengaruhi lamanya suatu
informasi disimpan dalam memori.

Proses pengubahan informasi ini dapat terjadi dengan dua cara, yaitu:

1. Tidak sengaja, yaitu apabila hal-hal yang diterima oleh inderanya dimasukkan
dengan tidak sengaja ke dalam ingatannya. Contoh konkritnya dapat kita lihat pada
anak-anak yang umumnya menyimpan pengalaman yang tidak disengaja, misalnya
bahwa ia akan mendapat apa yang diinginkan jika ia menangis keras-keras sambil
berguling-guling.
2. Sengaja, yaitu bila individu dengan sengaja memasukkan pengalaman dan
pengetahuan ke dalam ingatannya. Contohnya kita sebagai mahasiswa, dimana
dengan sengaja kita memasukkan segala hal yang dipelajarinya di perguruan tinggi.

1. Fungsi Menyimpan (Storage)

Fungsi kedua dari ingatan adalah mengenai penyimpanan (penyimpanan terhadap


apa yang telah diproses dalam encoding, apa yang dipelajari atau apa yang
dipersepsi). Sesuatu yang telah dipelajari biasanya akan tersimpan dalam bentuk
jejak-jejak (traces) dan bisa ditimbulkan kembali. Jejak-jejak tersebut biasa juga
disebut dengan memory traces. Walaupun disimpan namun jika tidak sering
digunakan maka memory traces tersebut bisa sulit untuk ditimbulkan kembali
bahkan juga hilang, dan ini yang disebut dengan kelupaan. Sehubungan dengan
masalah retensi dan kelupaan, ada satu hal yang penting yang dapat dicatat, yaitu
mengenai interval atau waktu antara memasukkan dan menimbulkan kembali.

Masalah intercal dapat dibedakan atas lama interval dan isi interval:

1. Lama interval, yaitu berkaitan dengan lamanya waktu pemasukan bahan (act of
remembering). Lama interval berkaitan dengan kekuatan retensi. Makin lama
intervalnya, makin kurang kuat retensinya, atau dengan kata lain kekuatan
retensinya menurun.
2. Isi interval, yaitu berkaitan dengan aktivitas-aktivitas yang terdapat atau mengisi
interval. Aktivitas-aktivitas yang mengisi interval akan merusak atau
mengganggu memory traces, sehingga kemungkinan individu akan mengalami
kelupaan.

Atas dasar lama interval dan isi interval, hal tersebut merupakan sumber atau dasar
berpijak dari teori-teori mengenai kelupaan.

1. Fungsi Menimbulkan Kembali (Retrival)

Fungsi ketiga ingatan adalah berkaitan dengan menimbulkan kembali hal-hal yang
disimpan dalam ingatan. Proses mengingat kembali merupakan suatu proses
mencari dan menemukan informasi yang disimpan dalam memori untuk digunakan
kembali bila dibutuhkan. Mekanisme dalam proses mengingat kembali sangat
membantu organisme dalam menghadapi berbagai persoalan sehari-hari.
Seseorang dikatakan “Belajar dari Pengalaman” karena ia mampu menggunakan
berbagai informasi yang telah diterimanya di masa lalu untuk memecahkan berbagai
masalah yang dihadapi saat ini juga.

Menimbulkan kembali ingatan yang sudah disimpan dapat menggunakan cara :

1. Recall, yaitu proses mengingat kembali informasi yang dipelajari di masa lalu tanpa
petunjuk yang dihadapkan pada organisme. Conyohnya mengingat nama seseorang
tanpa kehadiran orang yang dimaksud.
2. Recognize, yaitu proses mengenal kembali informasi yang sudah dipelajari melalui
suatu petunjuk yang dihadapkan pada organisme. Contohnya mengingat nama
seseorang saat ia berjumpa dengan orang yang bersangkutan.
3. Redintegrative, yaitu proses mengingat dengan menghubungkan berbagai informasi
menjadi suatu konsep atau cerita yang cukup kompleks. Proses
mengingat reintegrative terjadi bila seseorang ditanya sebuah nama, misalnya Siti
Nurbaya (tokoh sinetron), maka akan teringat banyak hal dari tokoh tersebut karena
orang tersebut telah menontonnya berkali-kali.
1. Kelupaan

Kelupaan terjadi karena materi yang disimpan dalam ingatan itu jarang ditimbulkan
kembali dalam alam kesadaran yang akhirnya mengalami kelupaan. Hali itu
dikarenakan interval merupakan titik pijak dari teori-teori tentang kelupaan.

Ada lima teori lupa, yaitu:

1. Decay Theory (Atropi), teori ini beranggapan bahwa memori menjadi


semakin aus dengan berlalunya waktu bila tidak pernah diulang kembali (rehearsal).
Informasi yang disimpan dalam memori akan meninggalkan jejak-jejak (memory
trace) yang bila dalam jangka waktu lama tidak ditimbulkan kembali dalam alam
kesadaran, akan rusak atau menghilang.
2. Teori Interferensi, teori ini menitikberatkan pada isi interval. Teori ini beranggapan
bahwa informasi yang sudah disimpan dalam memori jangka panjang masih ada
dalam gudang memori (tidak mengalami keausan), akan tetapi jejak-jejak ingatan
saling bercampur aduk, mengganggu satu sama lain. Bisa jadi bahwa informasi yang
baru diterima mengganggu proses mengingat yang lama, tetapi juga terjadi
sebaliknya.
3. Teori Retrieval Failure, teori ini sebenarnya sepakat dengan teori interferensi bahwa
informasi yang sudah disimpan dalam memori jangka panjang selalu ada, tetapi
kegagalan untuk mengingat kembali lebih disebabkan tidak adanya petunjuk yang
memadai. Dengan demikian, bila syarat tersebut dipenuhi (disajikan petunjuk yang
tepat), maka informasi tersebut tentu dapat ditelusuri dan diingat kembali.
4. Teori Motivated Forgetting, menurut teori ini, seseorang akan cenderung berusaha
melupakan hal-hal yang tidak menyenangkan. Hal-hal yang menyakitkan atau tidak
menyenangkan ini akan cenderung ditekan atau tidak diperbolehkan muncul dalam
kesadaran. Jadi, teori ini beranggapan bahwa informasi yang telah disimpan masih
selalu ada.
5. Lupa Karena Sebab-sebab Fisiologis, para peneliti sepakat bahwa setiap
penyimpanan informasi akan disertai berbagai perubahan fisik di otak. Perubahan
fisik ini disebut engram. Gangguan pada engram ini akan mengakibatkan lupa yang
mengakibatkan amnesia. Bila yang dilupakan adalah berbagai informasi yang telah
disimpan beberapa waktu yang lalu, yang bersangkutan disebut menderia amnesia
retrograd. Bila yang dilupakan adalah informasi yang baru saja diterimanya, maka
orang tersebut menderita amnesia anterograd.

Beberapa Eksperimen Mengenai Ingatan

Beberapa metode yang digunakan dalam penelitian ingatan dapat dikemukakan


sebagai berikut:

1. Metode dengan melihat waktu atau usaha belajar (the learning time method)
Metode ini merupakan metode penelitian ingatan dengan melihat sejauh mana
waktu yang diperlukan oleh seseorang untuk dapat menguasai materi yang dipelajari
dengan baik, seperti dapat mengingat kembali materi tersebut tanpa kesalahan.

2.Metode belajar kembali (the relearning method)

Metode ini merupakan metode yang berbentuk dimana suatu individu disuruh
mempelajari kembali materi yang telah dipelajari sampai pada suatu kriteria tertentu.
Dalam relearning, untuk mempelajari materi yang sama untuk kedua kalinya
membutuhkan waktu yang relatif lebih singkat dibanding dengan pertemuan
pertama.

3.Metode rekonstruksi

Metode ini menugaskan individu untuk mengkronstruksi kembali materi yang telah
diberikan kepadanya. Dalam mengkonstruksi kembali dapat diketahui waktu yang
digunakan, kesalahan-kesalahan yang diperbuat, sampai pada kriteria tertentu.
Contohnya seperti bermain puzzle.

4.Metode mengenali kembali (recognition)

Dalam metode ini penelitian dalam memori ditekankan pada recognition (mengenal
kembali). Jadi subjek diminta untuk mempelajari materi kemudian materi tadi
disajikan ulang dengan penyertaan materi lain. Adanya materi lain untuk mentes
subjek apakah ia mampu mengenal kembali materi yang telah dipelajari sebelumnya
diantara materi-materi lain yang disajikan.

5.Metode mengingat kembali

Dalam metode ini yang ditekankan adalah proses recall (mengingat kembali)
terhadap apa yangtelah dipelajari sebelumnya. Misalnya pada tes yang berbentuk
essai atau pada tugas-tugas pengarang dimana subjek diminta untuk mengingat
kembali peristiwa atau pengalaman yang dialaminya.

6.Metode asosiasi berpasangan

Metode ini mengambil bentuk subjek disuruh mempelajari materi secara berpasang-
pasangan. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan mengingat apa yang telah
dipelajarinya, maka dalam evaluasi, salah satu pasangan digunakan sebagai
stimulus, dan subjek disuruh menampilkan kembali (baik recall maupun recognition).
LUPA

1. Pengertian Lupa

Lupa merupakan istilah yang sangat populer di masyarakat. Dari hari ke hari dan
bahkan setiap waktu pasti ada orang-orang tertentu yang lupa akan sesuatu, entah
hal itu tentang peristiwa atau kejadian di masa lampau atau sesuatu yang akan
dilakukan, mungkin juga sesuatu yang baru saja dilakukan. Fenomena dapat terjadi
pada siapapun juga, tak peduli apakah orang itu anak-anak, remaja, orang tua, guru,
pejabat, profesor, petani dan sebaginya. (syaiful Bahri Djamarah, 2008: 206)

Soal mengingat dan lupa biasanya juga ditunjukkan dengan satu pengertian saja,
yaitu retensi, karena memang sebenarnya kedua hal tersebut hanyalah memandang
hal yang satu dan sama dari segi berlainan. Hal yang diingat adalah hal yang tidak
dilupakan, dan hal yang dilupakan adalah hal yang tidak diingat. (Sumadi
Suryabrata, 2006: 47)

Lupa ialah peristiwa tidak dapat memproduksikan tanggapan-tanggapan kita,


sedang ingatan kita sehat. (Agus Suyanto, 1993: 46), adapula yang mengartikan
lupa sebagai suatu gejala di mana informasi yang telah disimpan tidak dapat
ditemukan kembali utnuk digunakan. (Irwanto, 1991: 150).

Muhibbinsyah (1996) dalam bukunya yang berjudul psikologi pendidikan


mengartikan lupa sebagai hilangnya kemampuan untuk menyebut kembali atau
memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari secara
sederhana. Gulo (1982) dan Reber (1988) mendefinisikan lupa sebagai ketidak
mampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dialami atau dipelajari,
dengan demikian lupa bukanlah peristiwa hilangnya item informasi dan pengetahuan
dari akal kita.

1. Proses Terjadinya Lupa

Daya ingatan kita tidak sempurna. Banyak hal-hal yangpernah diketahui, tidak dapat
diingat kembali atau dilupakan.

Dewasa ini ada empat cara untuk menerangkan proses lupa keempatnya tidak
saling bertentangan, melainkan saling mengisi.

1. Apa yang telah kita ingat, disimpan dalam bagian tertentu diotak kalau materi yang
harus diingat itu tidak pernah digunakan, maka karena proses metabolisme otak,
lambat laun jejak materi itu terhapus dari otak sehingga kita tidak dapat
mengingatnya kembali. Jadi, karena tidak digunakan, materi itu lenyap sendiri.
2. Mungkin pula materi itu tidak lenyap begitu saja, melainkan mengalami perubahan-
perubahan secara sistematis, mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
3. Penghalusan: materi berubah bentuk ke arah bentuk yang lebih simatris, lebih halus
dan kurang tajam, sehingga bentuk yang asli tidak diingat lagi.
4. Penegasan: bagian-bagian yang paling mencolok dari suatu hal adalah yang paling
mengesankan. Karena itu, dalam ingatan bagian-bagian ini dipertegas, sehingga
yang diingat hanyalah bagian-bagian yang mencolok, sedangkan bentuk
keseluruhan tidak begitu diingat.
5. Asimilasi: bentuk yang mirip botol misalnya, akan kita ingat sebagai botol, sekalipun
bentuk itu bukan botol. Dengan demikian, kita hanya ingat sebuah botol, tetapi tidak
ingat bentuk yang asli. Perubahan materi di sini disebabkan bagaimana wajah orang
itu tidak kita ingat lagi.
6. Kalau mempelajari hal yang baru, kemungkinan hal-hal yang sudah kita ingat, tidak
dapat kita ingat lagi. Dengan kata lain, materi kedua menghambat diingatnya
kembali materi pertama. Hambatan seperti ini disebut hambatan retroaktif.
Sebaliknya, mungkin pula materi yang baru kita pelajari tidak dapat masuk dalam
ingatan, karena terhambat oleh adanya materi lain yang terlebih dahulu dipelajari,
hambatan seperti ini disebut hambatan proaktif.
7. Ada kalanya kita melakukan sesuatu. Hal ini disebut represi. Peristiwa-peristiwa
mengerikan, menakutkan, penuh dosa, menjijikan dan sebagainya, atau semua hal
yang tidak dapat diterima oleh hati nurani akan kita lupakan dengan sengaja
(sekalipun proses lupa yang sengaja ini terkadang tidak kita sadari, terjadi diluar
alam kesadaran kita). Pada bentuknya yang ekstrim, represi dapat menyebabkan
amnesia, yaitu lupa nama sendiri, orang tua, anak dan istri dan semua hal yang
bersangkut paut dirinya sendiri. Amnesia ini dapat itolong atau disembuhkan melalui
psikoterapi atau melalui suatu peristiwa yang sangat dramatis sehingga
menimbulkan kejutan kejiwaan pada penderita. (Ahmad Fauzi, 1997: 52-54)

1. Faktor-Faktor Penyebab Lupa

Pertama, lupa terjadi karena gangguan konflik antara item-item informasi atau materi
yang ada dalam sistem memori siswa. Dalam interfence theory (teori mengenai
gangguan), gangguan konflik ini terbagi menjadi dua macam, yaitu:

1) proactive interference, 2) retroactive interference (Reber, 1988; Best, 1989;


Anderson, 1990)

Seorang siswa akan mengalami gangguan proaktifapabila materi pelajaran yang


sudah lama tersimpan dalam subsistem akal permanennya mengganggu masuknya
materi pelajaran baru. Peristiwa ini terjadi apabila siswa tersebut mempelajari
sebuah materi pelajaran yang sangat mirip dengan materi pelajaran yang telah
dikuasainya dalam tenggang waktu yang pendek. Dalam hal ini, materi yang baru
saja dipelajari akan sangat sulit diingat adatu diproduksi kembali.

Sebaliknya, seorang siswa akan mengalami gangguan retroaktifapabila materi


pelajaran baru membawa konflik dan gangguan terhadap kembali materi pelajaran
lama yang telah lebih dahulu tersimpan dalam subsistem akal permanen siswa
tersebut. Dalam hal ini, materi pejaran lama kan sangat sulit diingat atau diproduksi
kembali. Dengan kata lain, siswa tersebut lupa akan materi pelajaran lama tersebut.
Kedua, lupa dapat terjadi pada seorang siswa karena adanya tekanan terhadap item
yang telah ada, baik sengaja ataupun tidak. Penekanan ini terjadi karena adanya
kemungkinan.

1. Karena item informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan dan sebagainya)


yang diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga ia dengan sengaja
menekannya hingga ke alam ketidaksadaran.
2. Karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item informasi yang telah
ada, jadi sama dengan fenomena retroaktif.
3. Karena item informasi yang akan direproduksi (diingat kembali) itu tertekan ke alam
bawah sadar dengan sendirinya lantaran tidak pernah digunakan.

Itulah pendapat yang didasarkan para repression theory yakni teori represi/
penekanan (Reber, 1988). Namun, perlu ditambahkan bahwa istilah “alam
ketidaksadaran” dan “alam bawah sadar” seperti tersebut di atas, merupakan
gagasan Sigmund Freud, bapak psikologi analisis yang banyak mendapat
tantanganm baik dari kawan maupun lawannya itu.

Ketiga, lupa dapat terjadi pada siswa karena perubahan situasi lingkungan antara
waktu belajar dengan waktu mengingat kembali (Anderson, 1990). Jika seorang
siswa hanya mengenal atau mempelajari hewan jerapah atau kudanil lewat gambar-
gambar yang ada di sekolah misalnya, maka kemungkinan ia akan lupa menybut
nama hewan-hewan tadi ketika melihatnya di kebun binatang.

Keempat, lupa dapat terjadi karena perubahan sikap dan minat siswa terhadap
proses belajar mengajar dengan tekun dan serius, tetapi karna sesuatu hal sikap
dan minat siswa tersebut menjadi sebaliknya (seperti karena ketidaksenangan
kepada guru) maka materi pelajaran itu akan mudah terlupakan.

Kelima, menurut law of disuse (Hilgard & Bower 1975), lupa dapat terjadi karena
materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunakan atau dihafalkan siswa.
Menurut asumsi sebagian ahli, materi yang diperlakukan demikian denga sendirinya
akan masuk ke alam bawah sadar atau mungkin juga bercampur aduk dengan
materi pelajaran baru.

Keenam, lupa tentu saja dapat terjadi karena perubahan urat syaraf otak. Seorang
siswa yang terserang penyakit tertentu seperti keracunan, kecanduan alkohol, dan
geger otak akan kehilangan ingatan item-item informasi yang ada dalam memori
permanennya.

Meskipun penyebab lupa itu banyak aneka ragamnya, yang paling penting untuk
diperhatikan para guru adalah faktor pertama yang meliputi gangguan proaktif dan
retroaktif, karena didukung oleh hasil riset dan eksperimen. Mengenai faktor
keenam, tentu saja semua orang maklum.

Kecuali gangguan proaktif dan retroaktif, ada satu lagi penemuan baru yang
menyimpulkan bahwa lupa dapat dialami seorang siswa apabila item informasi yang
ia serap rusak sebelum masuk ke memori permanennya. Item yang rusak (decay) itu
tidak hilang dan tetap diproses oleh sistem memori siswa tadi, tetapi terlalu lemah
untuk dipanggil kembali. Kerusakan item informasi tersebut mungkin disebabkan
karena tennggang waktu (delay) antara waktu diserapnya item informasi dengan
saat proses pengkodean dan transformasi dalam memori jangka pendek siswa
tersebut (Best, 1989; Anderson, 1990).

Apakah materi pelajaran yang terlupakan oleh siswa benar-benar hilang dari ingatan
akalnya? Menurut pandangan ahli psikologi kognitif, “tidak!” materi pelajaran itu
masih terdapat dalam subsistem akal permanen siswa namun terlalu lemah untuk di
panggil atau diingat kembali. Buktinya banyak siswa yang mengeluh “kehilangan
ilmu”, setelah melakukan relearning (belajar lagi) atau mengikuti remedial teaching
berfungsi memperbaiki atau menguatkan item-item informasi yang rusak atau lemah
dalam memori para siswa tersebut, sehingga mereka berhasil mencapai prestasi
yang memuaskan. (Muhibbin Syah, 1996: 160)

1. Lupa Versus Hilang

Kerapkali pengertian “lupa” dan “hilang” secara spontan dianggap sama, padahal
apa yang dilupakan belum tentu hilang dalam ingatan begitu saja. Hasil penelitian
dan refleksi atas pengalaman belajar di sekolah, memberikan petunjuk bahwa
segala sesuatu yang pernah dicamkan dan dimasukan dalam ingatan, tetap menjadi
milik pribadi dan tidak menghilang tanpa bekas. Dengan kata lain, kenyataan bahwa
seseorang tidak dapat mengingat sesuatu, belum berarti hal itu hilang dari
ingatannya, seolah-olah hal yang pernah dialami atau dipelajari sama sekali tidak
mempunyai efek apa-apa. (Winkel, 1989: 291) sejumlah kesan yang telah didapat
sebagai buah dari pengalaman belajar tidak akan pernah hilang, tetapi kesan-kesan
itu mengendap ke alam bawah sadar. Bila diperlukan kembali kesan-kesan terpilih
akan terangkat ke alam sadar. Penggalian kesan-kesan terpilih bisa karena
kekuatan “asosiasi” atau bisa juga karena kemauan yang keras melakukan
“reproduksi” dengan pengandalan konsentrasi. Oleh karena itu, tepat apa yang
pernah dikemukakan oleh gula (1982) dan Reber (1988) bahwa lupa sebagai
ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau
dialami. (Muhibbin Syah, 1999: 151) jadi, lupa bukan berarti hilang, sesuatu yang
terlupakan tentu saja masih dimiliki dan tersimpan di alam bawah sadar, sedangkan
sesuatu yang hilang tentu saja tidak tersimpan dalam alam bawah sadar.

Gangguan-gangguan yang menyebabkan terjadinya lupa, baik dalam ingatan jangka


panjang maupun jangka pendek ditunjang oleh hasil-hasil penelitian, bahwa
informasi-informasi yang baru didapat membingungkan informasi-informasi yang
lama disebut “inhibisi retroaktif” atau gangguan retroaktif. Sebaliknya, bila informasi-
informasi yang lama menyulitkan orang untuk mengingat kembali informasi-informasi
yang baru dinamakan “inhibisi proaktif” atau gangguan proaktif. (Mahmud, 1990:
136)
1. Lupa-Lupa Ingat

Lupa-lupa ingat berlainan dengan lupa-lupaan, dan tidak sama dengan melupakan.
Lupa-lupaan berarti pura-pura lupa. Melupakan berarti melalaikan, tidak
mengindahkan. Baik lupa-lupaan mengandung unsur kesengajaan. Sedangkan lupa-
lupa ingat berarti tidak lupa, tetapi tidak ingat benar, (masa samar, tetapi kurang
pasti), agak lupa.

Kadang-kadang kita mengingat sesuatu dari ingatan jangka panjang kita dan merasa
seolah-olah kita hampir mengingatnya, tetapi tidak mengingat betul apa yang ingin
kita ingat itu, entah itu nama seorang teman, tempat berlangsungnya kejadian
tertentu, tanggal lahir seorang pahlawan nasioanl dan sebaginya. “hampir ingat” ini
disebut”gejala ujung lidah”.

Pengorganisasian struktur kognitif yang kurang baik dan sistematik berpotensi


kearah lupa-lupa ingat. Kerancuan struktur kognitif menyebabkan sejumlah kesan
menjadi samar-samar, kesan berbentuk bayang-bayang dalam ketidakpastian.
Sesuatu hal yang direpresentasikan dalam bentuk kesan mengapung diantara alam
bimbang sadar dan alam bawah sadar, sehingga ingatan yang timbul karena
kesadaran akibat adanya rangsangan dari luar atau usaha mengingat-ingat terjelma
dalam bentuk gejala ujung lidah, hampir ingat atau lupa-lupa ingat, yang berarti tidak
lupa, Cuma kurang pasti. (Syaiful Bahri Djamarah, 2008: 207-209)

1. Teori-Teori Mengenai Lupa

Lupa merupakan suatu gejala di mana informasi yang telah disimpan tidak dapat
ditemukan kembali untuk digunakan. Ada empat teori tentang lupa, yaitu Decay
theory, Interference theory, Retrieval failure, motivated forgetting, dan lupa karena
sebab-sebab fisiologis. Teori-teori ini khususnya merujuk pada memori jangka
panjang.

1. Decay theory

Teori ini beranggapan bahwa memori menjadi semakin aus aus dengan berlalunya
waktu bila tidak pernah diulang kembali (rehearsal). Teori ini mengandalkan bahwa
setiap informasi di simpan dalam memori akan meninggalkan jejak (memory trace).
Jejak-jejak ini akan rusak atau menghilang bila tidak pernah dipakai lagi. Meskipun
demikian, banyak ahli sekarang menemukan bahwa lupa tidak semata-mata
disebabkan oleh ausnya informasi.

2. Teori interferensi

Teori ini beranggapan bahwa informasi yang sudah disimpan dalam memori janga
panjang masih ada dalam gudang memori (tidak mengalami keausan). Akan tetapi
proses lupa terjadi karena informasi yang satu menggangu proses mengingat
informasi lainnya. Bisa terjadi bahwa informasi yang baru diterima mengganggu
proses mengingat informasi yang lama, tetapi bisa juga sebaliknya.
Bila informasi yang baru kita terima, menyebabkan kita sulit mencari informasi yang
sudah ada dalam memori kita, terjadilah interferensi retroaktif. Dalam hidup sehari-
hari kita mengalami hal ini.

Adalagi yang disebut interferensi proaktif, yaitu informasi yang sudah dalam memori
jangka panjang mengganggu proses mengingat informasi yang baru saja disimpan.

3. Teori retrieval failure

Teori ini sebenarnya sepakat dengan teori interferensi bahwa informasi yang sudah
disimpan dalam memori jangka panjang selalu ada, tetapi kegagalan untuk
mengingat kembali tidak disebabkan oleh interferensi. Kegagalan mengingat kembali
lebih disebabkan tidak adanya petunjuk yang memadai. Dengan demikian, bila
syarat tersebut dipenuhi (disajikan petunjuk yang tepat), maka informasi tersebut
tentu dapat ditelusuri dan diingat kembali.

4. Teori motivated forgetting

Menurut teori ini, kita akan cenderung melupakan hal-hal yang tidak menyenangkan.
Hal-hal yang menyakitkan atau tidak menyenangkan ini cenderung ditekan atau
tidak diperbolehkan muncul dalam kesadaran. Teori ini didasarkan atas teori
psikoanalisis yang dipelopori oleh Sigmund Freud. Dari penjelasan di atas, jelas
bahwa teori ini juga beranggapan bahwa informasi yang telah disimpan masih selalu
ada.

5. Lupa karena sebab-sebab fisiologis

para peneliti sepakat bahwa setiap penyimpanan informasi akan disertai berbagai
perubahan fisik di otak. Perubahan fisik ini disebut engram. Gangguan pada engram
ini akan mengakibatkan lupa yang disebut amnesia. Bila yang dilupakan adalah
berbagai informasi yang telah disimpan dalam beberapa waktu yang lalu, yang
bersangkutan dikatakan menderita amnesia retrograd. Bila yang dilupakan adalah
informasi yang baru saja diterimanya, ia dikatakan menderita amnesia anterograd.
Karena proses lupa dalam kedua kasus ini erat hubungannya dengan faktor-faktor
biokimiawi otak, maka kurang menjadi fokus perhatian bagi para pendidik.

1. Meningkatkan Kemampuan Memori

Secara umum usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan memori harus


memenuhi tiga ketentuan sebagai berikut:

1. Proses memori bukanlah suatu usaha yang mudah. Oleh karena itu, perlu
diperhatikan bahwa pengulangan/rekan. Mekanisme dalam proses mengingat
sangat membantu organisme dalam menghadapi berbagai persoalan sehari-hari.
Seseorang dikatakan “belajar dari pengalaman” karena ia mampu menggunakan
berbagai informasi yang telah diterimanya di masa lalu untuk memecahkan berbagai
persoalan yang dihadapinya saat ini.
2. Bahan-bahan yang akan diingat harus mempunyai hubungan dengan hal-hal lain.
Khusus mengenai hal ini, konteks memegang peranan penting. Dari uraian di depan
jelas bahwa memori sangat dibantu bila informasi yang dipelajari mempunyai kaitan
dengan hal-hal yang sudah dikenal sebelumnya. Konteks dapat berupa peristiwa,
tempat, nama sesuatu, perasaan tertentu dan lain-lain. Konteks ini memberikan
retrievel cues atau karena itu mempermudah recognition.
3. Proses memori memerlukan organisasi. Salah satu pengorganisasian informasi yang
sangat dikenal adalah mnemonik (bahasa Yunani: mnemosyne, yaitu dewi memori
dalam mitologi Yunani). Informasi diorganisasi sedemikian rupa (dihubungkan
dengan hal-hal yang sudah dikenal) sehingga informasi yang kompleks mudah untuk
diingat kembali.

Salah satu metode mnemonik yang biasa dilakukan adalah metode loci (method of
loci; loci= locus= tempat). Individu diminta untuk membayangkan suatu tempat yang
ia kenal dengan baik, misalnya rumahnya. Ia membayangkan dari bagian rumah itu,
misalnya dari ruang tamu sampai kekamarnya. Ia membayangkan benda-benda apa
saja yang akan ditemui didekat pintu masuk, di ruang tamu, dekat pintu kamarnya
dan di dalam kamarnya. Kemudian ia diasosiasikan benda-benda tersebut dengan
informasi baru yang harus diingat.

Metode mnemonik lain yang biasa dipakai adalah metode menghubung-hubungkan


(link method), yaitu menghubungkan informasi yang harus diingat satu dengan
lainnya sehingga mempunyai arti, walu kadang-kadang agak lucu.

Orang yang baru belajar musik sering harus menghafal tanda-tanda yang amat
kompleks. Untuk itu cara seperti berikut sering banyak membantu:

1. Nada-nada yang naik ½ (kruis/ #) = Gudeg Djogja Amat Enak Banyak Fitamin
2. Nada-nada yang turun ½ (mol) = Fajar Bandung Elok Amat Dekat Garut Ciamis

Seorang mahasiswa psikologi yang ingin menghafalkan spektrum warna harus


menempuh jalan sebagai berikut:

Mau Jadi Koboi Harus Bisa Naik Unta = Merah Jingga Kuning Hijau Biru Nila Ungu

Pengorganisasian juga bisa dilakukan dengan membuat suatu akronim sekaligus


sebagai suatu kesatuan informasi (chunk) seperti dalam jembatankeledai yang
pernah kita singgung di depan (LUBER, ANDAL kota BERIMAN, dan lain-lain).
(Irwanto, 1991: 152-158)

1. Kiat Mengurangi Lupa dalam Belajar

Kiat terbaik untuk mengurangi lupa adalah dengan cara meningkatkan daya ingat
akal siswa. Banyak ragam kiat yang dapat dicoba siswa dalam meningkatkan daya
ingatannya, antara Barlow (1985), Reber (1988), dan Anderson (1990) adalah
sebagai berikut:

1. Overlearning
Overlearning (belajar lebih) artinya upaya belajar yang melebihi batas penguasaan
dasar atas materi pelajaran tertentu. Overlearning terjadi apabila respons atau reaksi
tertentu muncul setelah siswa melakukan pembelajaran atau respons tersebut
dengan cara di luar kebiasaan. Banyak contoh yang dapat dipakai untuk
overlearning, antara lain pembacaan teks pancasila pada setiap hari senin dan sabtu
memungkinkan ingatan siswa terhadap P4 lebih kuat.

2. Extra Study Time

Extra Study Time (tambahan waktu belajar) ialah upaya penambahan alokasi waktu
belajar materi tertentu berarti siswa menambah jam belajar. Penambahan frekuensi
belajar berarti siswa meningkatkan kekerapan belajar materi tertentu. Kiat ini
dipandang cukup strategis karena dapat melindungi memori dari kelupaan.

3. Mnemonic Device

Mnemonic device (muslihat memori) yang sering juga disebut mnemonic itu berarti
kiat khusus yang dijadikan “alat pengait” mental untuk memasukkan item-item
informasi ke dalam sistem akal siswa.

4. Pengelompokkan

Maksud kiat pengelompokkan (clustering) ialah menata ulang item-item materi


menjadi kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih logis dalam arti bahwa item-
item tersebut memiliki signifikansi dan lafal yang sama atau sangat mirip.

5. Latihan Terbagi

Lawan latihan terbagi (distributed practice) adalah massed practice (latihan


terkumpul) yang sudah dianggap tidak efektif karena mendorong siswa melakukan
cramming. Dalam latihan terbagi siswa melakukan latihan-latihan waktu-waktu
istirahat. Upaya demikian dilakukan untuk menghindari camming, yakni belajar
banyak materi secara tergesa-gesa dalam waktu yang singkat. Dalam
melaksanakan istributed practice, siswa dapat menggunakan berbagai metode dan
strategi belajar yang efisien.

6. Pengaruh Letak Bersambung

Untuk memperoleh efek positif dari pengaruh letak bersambung (the serial position
effect), siswa dianjurkan menyusun daftar kata0kata (nama, istilah dan sebagainya)
yang diawali dan diakhiri dengan kata-kata yang harus diingat. Kata-kata yang harus
diingat siswa tersebut sebaiknya ditulis dengan menggunakan huruf dan warna yang
mencolok agar tampak sangat berbeda dari kata-kata yang lainnya yang tidak perlu
diingat. Dengan demikian, kata yang ditulis pada awal yang akhir daftar tersebut
memberi kesan tersendiri dan diharapkan melekat erat dalam subsistem akal
permanen siswa. (Muhibbin Syah, 1996: 160-164)
TRANSFER BELAJAR

1. Pengertian Transfer Belajar

Istilah “transfer belajar” berasal dari bahasa Inggris “transfer of learning” dan berarti ;
pemindahan atau pengalihan hasil belajar yang diperoleh dalam bidang studi yang
satu ke bidang studi yang lain atau ke kehidupan sehari-hari. Pemindahan atau
pengalihan itu menunjuk pada kenyataan, bahwa hasil belajar yang diperoleh,
digunakan di suatu bidang studi atau situasi di luar lingkup pendidikan. Pemindahan
atau pengalihan itu menunjuk pada kenyataan, bahwa hasil belajar yang diperoleh,
digunakan di suatu bidang atau situasi di luar lingkup bidang studi di mana hasil itu
mula-mula diperoleh.

Kata “pemindahan ketrampilan” tidak berkonotasi hilangnya ketrampilan melakukan


sesuatu pada masa lalu karena diganti dengan ketrampilan baru pada masa
sekarang. Misalnya, hasil belajar di cabang olahraga main bola tangan, digunakan
dalam belajar main basket, dan lain-lain. Berkat pemindahan atau pengalihan hasil
belajar itu, seseorang memperoleh keuntungan atau mengalami hambatan dalam
mempelajari sesuatu di bidang studi yang lain atau dalam pengaturan kehidupan
sehari-hari.

1. Jenis-Jenis Transfer belajar


2. Transfer Positif

Transfer yang berefek lebih baik terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer
positif yakni belajar dalam situasi yang dapat membantu belajar dalam situasi-situasi
lain. “Memperoleh keuntungan’ berarti bahwa pemindahan atau pengalihan hasil
belajar itu berperanan positif, yaitu mempermudah dan menolong dalam
menghadapi tugas belajar yang lain dalam rangka kurikul di keskolah atau dalam
mengatur kehidupan seharihari, transfer belajar demikian tersebut disebut “transfer
positif”.

Transfer positif, akan mudah terjadi pada diri seorang siswa apabila situasi
belajarnya dibuat sama atau mirip dengan situasi sehari-sehari yang akan ditempati
ssiwa tersebut kelak dalam mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan yang
telah dipelajari di sekolah. Misalnya, siswa yang telah pandai membaca Al-Qur’an
akan secara otomatis mudah belajar Bahasa Arab, karena ada kesamaan elemen
(sama-sama bertulisan arab). Pengetahuan tentang letak geografis suatu daerah,
akan sangat membantu dalam memahami masalah perekonomian yang dihadapi
oleh penghuni daerah itu, ketrampilan mengendarai sepeda motor akan
mempermudah belajar mengendarai kendaraan roda empat.

2. Transfer negatif

Transfer yang berefek buruk terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer negatif
dapat dialami seorang siswa apabila ia belajar dalam situasi tertentu yang memiliki
pengaruh merusak atau mengalami hamnbatan terhadapketrampilan/pengetahuan
yang dipelajari. “Mengalami hambatan” berarti bahwa pemindahan atau pengalihan
hasil belajar itu berperanan negatif, yautu mempersukar dan mempersulit dalam
menghadapi tugas belajar yang lain dalam rangka kurikulum sekolah, atau dalam
mengatur kehidupan sehari-hari, transfer belajar yang demikian disebut
“transfer negatif”.

Menghadapi kemungkinan terjadinya tranfer negatif itu, yang penting bagi guru
adalah menyadari dan sekaligus menghindari para siswanya dari situasi-situasi
belajar tertentu yang diduga keras berpengaruh negatif terhadap kegiatan belajar
para siswa tersebut pada masa yang akan datang.

Misalnya, Ketrampilan mengemudi kendaraan bermotor dalam arus lalu lintas yang
bergerak disebelah kiri jalan, yang diperoleh seseorang selama tinggal di Indonesia,
akan menimbulkan kesulitan bagi orang itu bila pindah ke salah satu negara Eropa
Barat, yang arus lalu lintasnya bergerak di sebelah kanan jalan. pengetahaun akan
semjumlah kata dalam bahasa Jerman, akan menghambat dalam mempelajari
dalam mengkomunikasikan pikiran dan perasaan kepada orang lain selama
bertahun-tahun sesudah tamat sekolah.

3. Transfer Vertikal

Transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar/pengetahuan yang lebih tinggi.
Transfer vertikal (tegak lurus) dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabila
pelajaran yang telah dipelajari dalam situasi tertentu membantu siswa tersebut
dalam menguasai pengetahuan/ketrampilan yang lebih tinggi atau rumit.

Misalnya, seorang ssiwa SD yang telah menguasai psrinsip penjumlahan dan


pengurangan pada waktu duduk di kelas II akan mudah mempelajari perkalian pada
waktu dia duduk di kelas III. Sehubungan dengan hal ini, penguasaan materi
pelajaran kelas II merupakan prerequisite (Prasyarat) untuk mempelajari materi
pelajaran kelas III.

4. Transfer lateral

Transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan/ketrampilan yang


sederajat. Tranfer lateral (ke arah samping) dapat terjadi dalam diri seorang siswa
apabila ia mampu menggunakan materi yang telah dipelajarinya untuk mempelajari
materi yang sama kerumitannya dalam situasi-situasi yang lain. Dalam hal ini,
perubahan waktu dan tempat tidak mengurangi mutu hasil belajar siswa tersebut.

Misalnya, seorang lulusan STM yang telah menguasai tehknologi “X” dari
sekolahnya dapat menjalankan mesin tersebut di tempat kerjanya. Di samping itu
juga mampu mengikuti pelatihan menggunakan tekhnologi mesin-mesin lainnya
yang mengandung elemen dan kerumitan kurang lebih sama dengan mesin “X” tadi.
Pandangan tentang transfer belajar

1. Teori disiplin formal

Pandangan ini bertitik tolak pada pandangan aliran psikologis, daya tentang
psike/kejiwaan manusia, psike itu dipandang sebagai kumpulan dari sejumlah
bagian / daya-daya yang berdiri sendiri. Seperti daya berfikir, daya mengingat, daya
kemauan, daya merasa, dan lain-lain.
Menurut teori daya (formal disiplin) daya-daya jiwa yang ada pada manusia itu dapat
dilatih. Dan setelah berlatih dengan baik, daya-daya itu dapat digunakan pula untuk
pekerjaan yang lain yang menggunakan daya tersebut dengan demikian terjdilah
transfer belajar. Misalnya seorang anak yang semenjak kecil melatih diri cara-cara
melempar dengan tepat, mula-mula ia melempar-melempar dengan batu, kemudian
disekolah ia sering bermain kasti sehingga terlatih pula melempar dengan bola.
Menurut teori daya, anak yang telah melatih daya melemparnya dengan baik,
nantinya jika ia telah dewasa dan menjadi dewasa dapat menjadi pelempar granat
yang baik. Contoh lain murid-murid dilatih belajar sejarah. Dengan mempelajari
pelajaran sejarah tidak boleh tidak daya ingatannya sering digunakan untuk
mengingat-ingat bermacam-macam peristiwa, ingatan anak itu makin terlatih dan
makin baik terhadap pelajaran itu. Maka pendapat menurut teori daya daya ingatan
yang telah terlatih baik bagi pelajaran itu dapat digunakan pula (ditransferkan)
kepada pekerjaan lain.
Demikian, menurut teori daya pada tiap mata pelajaran disekolah pendidik perlu
melatih daya-daya itu (daya ingatan, berpikir, merasakan, dan sebagainya) sehingga
daya-daya yang sudah terlatih itu akan dapat digunakan dalam mata pelajaran yang
lain dan bagi pekerjaan pekerjaan lain diluar sekolah. Sekolah yang menganut teori
daya ini, sudah tentu mengutamakan terlatihnya semua daya-daya jiwa anak, dari
pada nilai atau kegunaan mata pelajaran. Berguna atau tidaknya materi/isi mata
pelajaran itu dalam praktek dikemudian hari, tidak menjadi soal. Yang penting,
apapun yang diajarkan asal dapat melatih daya-daya jiwa adalah baik. Penganut
teori daya beranggapan bahwa anak-anak yang pandai di sekolah suadah tentu
akan pandai pula dimasyarakat.

2. Teori elemen identik

Pandangan ini dipelopori oleh edward thorndike, yang berpendapat bahwa transfer
belajar dari satu bidang studi kebidang studi yang lain atau idang studi sekolah ke
kehidupan sehari-hari, terjadi berdasarkan adanya unsur-unsur yang sama dalam
kedua bidang studi atau antara bidang studi di sekolah ke kehidupan sehari-hari.
Makin banyak unsur yang sama makin besar kemungkinan terjadi tarnsfer
belajar.Dengan kata lain terjadinya transfer belajar sangat tergantung dari banyak
sedikitnya kesamaan unsur-unsur. Misalnya antara bidang studi aljabar dan ilmu
ukur dll.
Mula-mula thorndike mengartikan “elemen identik” sebagai unsur yang sungguh-
sungguh sama (=identik) kemudian pengertian identik diartikan sebagai “ada
kesamaan, sejenis” perubahan pandangan ini membuat teorinya tentang transfer
belajar lebih mudah dapat diterima.
menurut teori ini hakekat transfer belajar adalah pengalihan dari penguasaan suatu
unsur tertentu pada bidang studi yang lain, makin banyak adanya unsur-unsur yang
sama akan semakin besar terjadinya transfer belajar positip.
3. Teori generalisasi

Pandangan ini dikemukakan oleh charles judd yang berpendapat bahwa Menurut
teori ini transfer belajar lebih berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
menangkap struktur pokok, pola dan prinsip umum . Bila seorang siswa mampu
menangkap konsep, kaidah dan prinsip untuk memecahkan persoalan maka siswa
itu mempunyai bekal yang dapat ditransferkan ke bidang-bidang lain diluar bidang
studi dimana konsep, kaidah dan prinsip itu mula-mula diperoleh. Maka siswa itu
dikatakan mampu mengadakan “generalisasi” yaitu mampu menangkap ciri-ciri atau
sifat-sifat umum yang terdapat dalam sejumlah hal yang khusus. Generalisasi
semacam itu sudah terjadi bila siswa membentuk konsep, kaidah, prinsip dan siasat-
siasat pemecahan problem. Jadi kesamaan antara dua bidang studi tsb. tidak
terdapat dalam unsur-unsur khusus melainkan dalam pola, dalam struktur dasar dan
dalam prinsip.

1. Faktor-faktor yang berperan dalam transfer belajar


1. Proses belajar
2. Hasil belajar
3. Bahan/materi bidang-bidang studi
4. Faktor-faktor subyektifitas dipihak siswa
5. Sikap dan usaha guru
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Memori merupakan potensi yang selayaknya kita kaji terutama untuk ilmu
komunikasi dimana dalam berkomunikasi kita harus dapat membaca kapasitas
memori yang terpakai dalam diri seseorang beserta isi memori yang ada dalam diri
seseorang yang dapat kita perkirakan, walaupun secara pasti kita jarang mengetahui
kemampuan memori seseorang terutama yang belum kita kenal.

Sebagai manusia, kita tak luput dari namanya lupa. Dalam masyarakat, lupa
merupakan suatu kebiasaan yang sering terjadi. Hal itu biasa terjadi pada siapapun
juga, baik itu siswa, guru, pejabat, professor, bahkan orang-orang yang di anggap
paling jenius sekalipun.

1. Transfer belajar pemindahan atau pengalihan hasil belajar yang diperoleh dalam
bidang studi yang satu ke bidang studi yang lain atau ke kehidupan sehari-hari diluar
lingkup pendidikan sekolah.
2. Ada tiga teori tentang trnsfer belajar
3. Teori disiplin formal
4. Teori elemen identik
5. Teori generalisasi
6. Faktor-faktor yang berperan dalam transfer belajar
7. Proses belajar
8. Hasil belajar
9. Bahan/materi bidang-bidang studi
10. Faktor-faktor subyektifitas dipihak siswa
11. Sikap dan usaha guru
DAFTAR PUSTAKA

Afiatin, T. Belajar Pengalaman Untuk Meningkatkan Memori. Anima, Indonesian


Psychological Journal. 2001. Vol. 17. No. 1. 26-35.
Atkinson, R , Richard, A, Hilgard, E .2000. Pengantar Psikologi. Jilid 1, Edisi 8.
Penerjemah : Agus, D, Michael, A. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2008, Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta.

Mahmud, M. Dimyati. 1991. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Terapan.


Yogyakarta: PBFE.

Purwanto, M. Ngalim. 1999. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Suyanto, Agus. 1993. Psikologi Umum. Jakarta: Bumi Aksara. Cet. 9

Syah,Muhibbin. 2007. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada.http://massofa.wordpress.com/2009/01/30/prinsip-prinsip-
belajar/http://ridho05.multiply.com/reviews/item/1

Anda mungkin juga menyukai