Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hampir semua persoalan mengenai benda-benda terapung, baik terbenam
seluruhnya dalam air maupun sebagian seperti halnya kapal laut adalah
persoalan keseimbangan antara gaya-gaya berat dari benda terapung dan
resultan tekanan dari cairan terhadap permukaan benda terapung tersebut.
Selain dari soal keseimbangan ada hal lain yang juga penting yaitu soal
kestabilan, jadi sebuah kapal laut tidak cukup hanya berada dalam
keseimbangan tetapi juga harus berada dalam keadaan stabil pada setiap
posisi yang dikehendaki, sehingga kapal itu bergoyang kedepan maupun
kebelakang maupun kesamping, maka momen untuk mengembalikan pada
posisi seimbang akan timbul dan kapal akan berada dalam keadaan lurus
kembali (Ir. a Soedrajat s, 1983).

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui
kestabilan benda apung dan tinggi metasentrum.

1.3 Peralatan dan Bahan


Berikut ini adalah alat dan bahan yang digunakan:
1. Baskom berisi air.

2. Unit Metacentric Height Apparatus F1-14.

3. Neraca digital.

4. Jangka Sorong.

1.4 Prosedur Percobaan

Berikut ini adalah prosedur pelaksanaan pada percobaan ini:


1.Menyiapkan semua peralatan yang diperlukan
2. Mencatat berat masing-masing komponen yang ada pada ponton.

3. Mengukur dimensi ponton.

4. Merakit semua alat

5. Meletakkan ponton di baskom berisi air

6. Menetapkan tinggi “sliding mass” (menurut petunjuk instruktur).

7. Terlebih dahulu mengatur unting-untingnya, dimana dalam keadaan stabil


sudut bacaannya nol derajat

8. Menghitung kedalaman bagian ponton yang terendam (d), untuk


kemudian menentukan titik pusat gaya apung dari dasar pontón dalam
keadaan stabil (B).

9. Geser Ajustable Mass (berdasarkan petunjuk instruktur) ke kiri dan ke


kanan secara bertahap, masing-masing tahap diamati secara berhati-hati
dan dicatat pengamatan pada skala sudut dengan pembacaan sudut
benang unting-unting.

10. Ulangi percobaan nomor 9, dengan tinggi “sliding mass” yang berbeda
pada langkah nomor 6.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Prinsip Archimedes
Prinsip Archimedes telah digunakan oleh manusia selama kurang lebih
2200 tahun. Volume suatu benda padat tak teratur dapat ditemukan dengan
menentukan kehilangan berat nyatanya bila benda tersebut ditenggelamkan
seluruhnya dalam suatu cairan yang kerapatan relatifnya diketahui. Kerapatan
relatif berbagai cairan dapat ditentukan dengan menggunakan kedalaman
pengambangan hydrometer. Penerapan selanjutnya meliputi soal-soal
pengambangan yang umum dan rancangan arsitektural laut.
Sembarang benda, mengambang atau tenggelam dalam suatu cairan, akan
didesak keatas oleh suatu gaya apung sebesar berat cairan yang
dipindahkannya. Titik, lewat mana gaya ini bekerja disebut pusat
pengapungan. Titik ini terletak dipusat berat cairan yang dipindahkan. .
(Ranald V. Giles, 1990)
Menurut prinsip Archimedes, sebuah benda terapung atau melayang dalam
fluida mendapat gaya angkat sama dengan berat volume fluida yang
dipindahkan.(Fathurrazie Shadiq, 2008)

2. Gaya Apung
Gaya resultan yang dilkaukan terhadap suatu benda oleh fluida statik
tempat benda itu terendam atau terapung dinamakan gaya apung. Gaya apung
selalu beraksi vertical keatas. Tidak mungkin terdapat komponen horizontal
dari resultannya karena proyeksi benda yang terendam atau bagian yang
terendam dari benda terapung itu pada bidang vertikal selalu nol.
(Gambar)
Gaya apung pada benda apung terendam adalah beda antara komponen
vertical gaya tekanan terhadap sisi bawah benda itu dan komponen gaya
vertical tekanan terhadap sisi atas benda tersebut. Dalam gambar tersebut gaa
keatas pada sisi bawah sama dengan berat cairan, yang nyata atau yang
khayali, yang terdapat vertical yang diatas permukaan ABC yang ditunjukkan
oleh berat cairan didalam ABCEFA. Gaya kebawah pada permukaan atas
sama dengan berat cairan ADCEFA. Perbedaan antara kedua gaya tersebut
adalah suattu gaya, yang vertical keatas disebabkan oleh berat fluida ABCD
yang dipindahkan oleh benda padat itu. Dalam bentuk persamaan:

FB = v ᵧ
Dengan FB gaya apung, V volume fluida yang dipindahkan, dan ᵧ adalah
berat jenis fluida. Rumus yang sama berlaku untuk benda yang terapung bila
sebagai V dipergunakan volume cairan yang dipindahkan.
Dalam menyelesaikan soal statika yang menyangkut benda-benda yang
terendam atau yang terapung, pada umumnya kita mengganggap benda
tersebut sebagai benda bebas dan kita menggambar diagram benda bebas aksi
fluida diganti dengan gaya apung. Berat benda harus ditunjukkan (yang
beraksi melalui titik beratnya), demikian pula semua gaya kontak lainnya.
Hidrometer menggunakan asas gaya apung untuk memnentukan gravitasi
jenis cairan. Hydrometer terapung dalam keseimbangan bila Vo ᵧ = W .
Dengan Vo sebagai volume yang terendam, ᵧ berat jenis air, dan W adalah
berat hydrometer. Posisi permukaan cairan ditandai 1,00 pada tangkai guna
menunjukkan gravitasi jenis S satuan. Bila hydrometer itu diapungkan dalma
cairan lainnya, maka persamaan keseimbangannya menjadi
(Vo – ΔV) s ᵧ = W
Dengan ΔV = a Δh.
(Victor L. Streeter, 1990)

3. Stabilitas benda yang terapung dan yang terendam


Suatu benda yang terapung dalam cairan yang static mempunyai stabilitas
yang vertical. Suatu perpindahan keatas terkecil akan mengurangi volume
cairan yang dipindahkan, dengan akibat adanya gaya kebawahyang tidak
terimbangi dan mencenderung untuk mengembalikan benda itu keposisinya
semula. Demikian pula, perpindahan kebawah dan kecil menghasilkan gaya
apung yang lebih besar, yang menyebabkan gaya keatas yang tidak
terimbangi.
Suatu benda mempunyai stabilitas linier bila perpindahan linier yang kecil
dalam setiap arah manapun mengakibatkan terjadinya gaya pengembalian
yang cenderung mengembalikan benda itu keposisinya semula. Suatu benda
mempunyai stabilitas putaran bila suatu perpindahan sudut yang kecil
menyebabkan terjadinya kopel pengembalian.
Dalam pembahasan dibawah ini akan dikembangkan metode-metode
untuk menentukan stabilitas putar. Suatu benda dapat mengapung dalam
keseimbangan stabil, takstabil, atau netral. Bila suatu benda berada dalam
keseimbangan tak stabil, maka perpindahan sudut yang kecil akan
menyebabkan terjadinya kopel yang cenderung memperbesar perpindahan
sudut itu. Dalam hal benda dalam keseimbangan netral, suatu perpindahan
sudut tidak menyebabkan terjadinya momen apapun.
Agar terjadi kestabilan suatu benda yang tenggelam, pusat berat benda
tersebut haruslah terletak tepat dibawah pusat pengapungan (berat) cairan
yang didesak. Andaikata dua titik tersebut berimpit, benda yang tenggelam itu
akan berada pada keseimbangan netral dalam segala posisi.
Agar terjadi kestabilan silinder atau bola yang mengambang, pusat berat
benda tersebut haruslah terletak dibawah pusat pengapungannya.
Kestabilan benda-benda lain yang mengambang akan tergantung pada apakah
yang telah terjadi adalah momen yang tepat atau momen putar pada waktu
pusat berat dan pusat pengapungannya bergerak keluar dari kesatuan tegaknya
pergeseran pusat pengapungan tersebut. Pusat pengapungannya akan bergeser
karena, jika objek disinggung, bentuk cairan yang didesak berubah dan
akibatnya pusat beratnya bergeser. (Victor L. Streeter, 1990)

Sebagai contoh, Inclining Experiment atau yang dise-but juga pengujian


kemiringan adalah prak-tek investigasi stabilitas dalam menyelesai-kan
pembuatan kapal untuk semua kapal baru, Hind (1967). Objek dari pengujian
ini dikenal sebagai posisi center of gravity dan menjadi alasan untuk sebuah
praktek in-vestigasi karena posisi G tidak dapat dihi-tung dengan beberapa
derajat dari kemam-puan gambar desain. Tujuan utama peng-ujian kemiringan
adalah nilai tertinggi dari titik metacentris. Juga dijelaskan bahwa po-sisi
center of gravity untuk nilai yang akurat dibutuhkan untuk membuat kapal
tetap dalam keadaan stabil pada saat pengope-rasian. Oleh karena itu inclining
experiment ditampilkan untuk memperoleh jarak verti-kal dari titik G di atas
titik K secara akurat ketika kapal dalam keadaan tenang/stabil.
Hind (1967) menyatakan, keselamat-an pelayaran suatu kapal lebih
banyak di-tentukan oleh stabilitas. Stabilitas kapal adalah kemampuan kapal
tersebut untuk kembali ke posisi semula setelah menga-lami gaya-gaya tarik
dari luar maupun dari dalam kapal yang menyebabkan kapal itu miring.
Selanjutnya dijelaskan bahwa pada suatu benda yang mengapung diam di per-
mukaan air terdapat dua gaya utama yang sama besar dan bekerja berlawanan
arah pada sumbu vertikal, yaitu gaya berat G (Center of Gravity) dan gaya
apung B (Center of Buoyancy).
Lester (1985) menyatakan bahwa terdapat 3 titik yang memegang peranan
penting dalam peninjauan stabilitas suatu kapal yaitu titik G, B dan M.
Selanjutnya menurut Kok (1983), titik berat G (Center of gravity) adalah titik
resultan gaya berat seluruh bagian kapal termasuk semua isi yang berada
didalamnya yang menekan ke bawah; titik apung B (Bouyancy) ada-lah titik
berat geometris bagian kapal yang terbenam dalam air yang menekan ke atas
dan titik M (Metacenter) adalah tinggi sudut inklinasi dari lunas kapal ser-ta
titik pusat garis yang bekerja gaya apung dan gaya berat. Gaya-gaya yang
menyebabkan terjadinya stabilitas adalah gaya berat G yang besarnya sama
dengan pemindahan air D (displacement), dan gaya apung yang bekerja pada
B yang sama juga besarnya dengan pemin-dahan air D (displacement) seperti
dike-mukakan dalam hukum Archimedes: “Se-buah benda yang seluruhnya
atau sebagi-an tercelup di dalam suatu fluida akan di-apungkan ke atas dengan
sebuah gaya yang sama dengan berat fluida yang di-pindahkan oleh benda
tersebut”. Bila G dan B letaknya tidak vertikal segaris, ma-ka akan terjadi
momen kapal bergerak se-suai arah momen.
Berdasarkan posisi relatif titik M terhadap G, maka Muckle (1978) menya-
takan sebagai berikut :

1. Apabila titik G berada di bawah titik M maka momen penegak (Righting


mo-ment, RM=Δ.GZ, sedangkan GZ=GM Sin θ) bernilai positif karena
lengan penegak (GZ) bernilai positif. Momen penegak ini sanggup
mengembalikan kapal ke posisi tegak semula. Stabili-tas yang demikian
disebut stabilitas positif (stabil).
2. Apabila titik G dan M berimpit, maka momen penegak (RM) akan sama
dengan nol karena tidak terbentuk lengan penegak (GZ=0) sehingga
RM=0. Ini berarti apabila kapal sengat (olengan cepat) maka kapal
tersebut akan tetap sengat sebab tidak ada lengan penegak. Stabilitas yang
demi-kian disebut stabilitas netral.
3. Apabila titik G berada di atas titik M maka momen penegak (Righting mo-
ment, RM) bernilai negatif karena le-ngan GZ bernilai negatif. Momen pe-
negak ini tidak mampu mengembalik-an kapal ke posisi tegak semula, ma-
lah membantu memiringkan kapal dan kemungkinan kapal terbalik.
Stabilitas yang demikian disebut stabilitas negatif (labil). Stabilitas adalah
kemampuan kapal untuk kembali ke posisi semula sesudah miring akibat
bekerjanya gaya-gaya terha-dap kapal (Hind, 1967). Sebaliknya Edward
dan Robert (1980), menyatakan bahwa stabilitas adalah kombinasi antara
ukuran yang cocok dan pembagian berat muatan yang memungkinkan
kapal untuk mengikuti kekuatan angin dan gelombang, serta selalu dapat
kembali tegak dan se-imbang lagi atau kecenderungan kapal yang
bergoyang ke kiri dan kekanan untuk kembali ke posisi tegak. Selanjutnya
Handryanto (1982) menambahkan bahwa stabilitas adalah kehendak dari
kapal untuk kembali kekeadaan semula apabila kapal tersebut mendapat
tenaga atau gaya dari luar. Stabilitas statis adalah kecende-rungan
kembalinya kapal ke posisi semula setelah kapal cenderung dimiringkan
pada saat kapal dalam keadaan diam. Ini ada-lah bukti bahwa dibawah
kondisi biasa ka-pal tidak selalu dalam keadaan lurus. Ka-pal secara terus
menerus dipaksa keluar dari posisi lurusnya oleh gaya-gaya dari luar
seperti angin dan gelombang. Sa-ngatlah penting bahwa kapal harus
memiliki kualitas tertentu sehingga sudut miring yang terjadi tidak
mempangaruhi keamanannya.
Kapal dikatakan stabil jika pada saat kapal dimiringkan, kapal cenderung
kembali ke posisi semula dengan periode olengan relatif pendek. Kapal
dikatakan ti-dak stabil jika pada saat dimiringkan lam-bat kembali ke
posisi semula, periode olengan kapal relatif panjang untuk kem-bali pada
keadaan semula. Kapal dikata-kan dalam keadaan netral jika, pada saat
kapal dimiringan tidak menjauh dari posisi semula (Attwood dan Pengelly,
1967).
DAFTAR PUSTAKA

Giles, Ranald V.1990. Mekanika Fluida dan Hidraulika Edisi Kedua (SI-
Metrik).Jakarta. Penerbit Erlangga

Shadiq, Fathurrazie.2008. Mekanika Fluida dasar-dasar dan praktis.


Banjarmasin. Universitas Lambung Mangkurat Press

S, a soedrajat Ir.1983.Mekanika Fluida&Hidrolika. Bandung. Penerbit


Nova

Streeter, L. Victor.1990. Mekanika Fluida. Jakarta. Penerbit Erlangga

Pangalila. P.T Fransisco,2010. STABILITAS STATIS KAPAL IKAN


TIPE LAMBUT TERSANJUNG YANG BERPANGKALAN DI
PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA AERTEMBAGA KOTA
BITUNG PROPINSI SULAWESI UTARA

Anda mungkin juga menyukai